• Tidak ada hasil yang ditemukan

T2 752012023 BAB III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T2 752012023 BAB III"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

53

BAB III

Konteks Matius dalam Imperialisme Romawi

3.1 Pendahuluan

Salah satu faktor signifikan dalam membaca teks Matius 19:1-12 dari perspektif

poskolonial disamping rekonstruki perspektif adalah pemahaman terhadap sistem dominasi

imperial pada konteks penulisan Matius. Oleh sebab itu pada Bab III penulis akan memaparkan

aspek-aspek di seputar Injil Matius: pertama, penulis akan memaparkan hal-hal yang berkaitan

dengan waktu penulisan, penulis, tempat dan tujuan penulisan Matius. Kedua, memaparkan

kekuasaan pemerintahan Romawi dalam lingkup politik, sosial, budaya, ekonomi, dan agama.

Ketiga, memaparkan dinamika yang terjadi antara Romawi, Yahudi dan Kekristenan. Keempat,

memaparkan praktik pernikahan dan perceraian menurut Yunani-Romawi, dan Yahudi.

3.2 Isu yang Berkaitan dengan Penulisan Injil Matius

Injil Matius walaupun diletakkan paling awal dalam Kitab Suci Perjanjian Baru tetapi

tidak berarti Injil Matius merupakan Injil yang tertua. Pandangan beberapa ahli sampai pada abad

19 ZB Injil Matius merupakan Injil tertua, namun setelah abad XIX terjadi perubahan signifikan.

Injil Matius tidak lagi dipandang sebagai Injil tertua, Injil tertua diyakini oleh para ahli adalah

Injil Markus.1 Hal ini berdasarkan hipotesis empat sumber, yang menunjukkan bahwa penulis

Injil Matius dan Injil Lukas mengikuti Injil Markus dan keduanya menggunakan Q atau disebut

sumber logia (perkataan). Q artinya sumber, berasal dari singkatan bahasa Jerman Quelle.

1

(2)

54

Sumber Q diyakini sebagai tradisi yang dekat dengan Yohanes Pembaptis dan perkataan Yesus

menyejarah. Selain bersumber dari Markus dan Q, Matius dan Lukas menggunakan sumber

khusus yang hanya terdapat di Injil Matius ataupun Lukas, sumber M untuk Matius dan sumber

L untuk Lukas.2

Terdapat beberapa pendapat dari para ahli Perjanjian baru mengenai tahun penulisan Injil

Matius. Robinson, Guthrie serta satu atau dua penulis Jerman memperkirakan tahun penulisan

Matius berkisar tahun 40-60 ZB.3 Waktu penulisan Matius mengacu pada tahun 40-60 ZB

didasari oleh penggunaan sumber Q dalam Matius, sumber Q kemungkinan besar ditulis pada

masa sebelum pemberontakan Yahudi. Pemberontakan Yahudi terjadi pada tahun 66 ZB yang

berpuncak pada kehancuran Bait Allah tahun 70 ZB, maka penulisan Matius mundur ke belakang

sebelum tahun 66 ZB.4

Sementara pada umumnya para ahli beranggapan penulisan Injil Matius terjadi pada

tahun 80-an ZB. Hal ini berdasarkan beberapa pengamatan. Pertama, salah satu sumber yang

digunakan dalam penulisan Injil Matius adalah Markus. Injil Markus yang dianggap sebagai Injil

tertua, ditulis kira-kira tahun 65 ZB.5 Dalam beberapa tulisan secara harfiah dalam Injil Matius

terdapat kesamaan dengan Injil Markus, hal ini menunjukkan adanya ketergantungan literalis

antara Injil Matius dan Markus. Bahkan ditemukan gaya bahasa Yunani dalam Injil Markus yang

kurang baku disempurnakan dalam Injil Matius, sehingga dapat dikatakan bahwa Injil Matius

adalah revisi dari Injil Markus. Revisi yang dilakukan nampaknya bertujuan untuk menyusun

2

B.F. Drewes, Satu Injil Tiga Pekabar (Jakarta: Gunung Mulia, 1986), 26-31. J. J. De Heer, Tafsiran Alkitab: Injil Matius pasal 1-22 (Jakarta: Gunung Mulia, 2013), 7-8.

3

John Drane, Memahami Perjanjian Baru (Jakarta: Gunung Mulia, 2005), 220. 4

Trafis.D. Trost, Who Should be King in Israel?: A Study on Roman Imperial Politics, The Dead Sea Scrolls, and The Fourth Gospel (New york: Peter Lang Publising, 2010), 3-4.

5

(3)

55

tulisan secara sistematis, lebih rapi dan lebih mudah untuk dimengerti pembaca.6

Kedua, mengacu pada sumber Q yang diperkirakan bahan-bahan tersebut mulai

dikumpulkan di Palestina dalam bahasa Aram, kemudian diterjemahkan ke bahasa Yunani.

Dugaan dari para ahli, sumber Q terjemahan Yunani telah digunakan oleh jemaat purba di Siria

jauh sebelum penulisan Matius dan Lukas berkisar tahun 50-65 ZB.7

Ketiga, penghancuran kota Yerusalem dan Bait Suci pada tahun 70 ZB. Titus sebagai

jendral Romawi dengan kekejamannya memimpin serangan kepada orang Yahudi yang telah

memberontak terhadap pemerintah Romawi.8 Tragedi pembakaran Bait Suci di Yerusalem

menggemparkan umat Kristen pada saat itu dan bagi mereka yang non Kristen mengartikan

penghancuran Bait Suci merupakan malapetaka yang dasyat bahkan sebagai akhir jaman. Dalam

perumpamaan perjamuan kawin Injil Matius memberikan penekanan bahwa “kota-kota orang

yang bersalah dibakar” (Matius 22:7). Penekanan pembakaran yang telah terjadi merupakan

bentuk hukuman Tuhan diungkapkan Matius tentu setelah pembakaran itu terjadi, sehingga para

ahli beranggapan teks tersebut merupakan tanda bahwa Injil Matius ditulis setelah tragedi

pembakaran pada tahun 70 ZB. Situasi itu berdampak pada tujuan politis setelah kehancuran Bait

Allah. Bait Allah tidak lagi menjadi pusat perhatian orang Yahudi. Pusat perhatian mereka

beralih kepada reorganisasi rohani di bawah pimpinan para ahli Taurat. Para ahli Taurat

menggunakan momentum ini untuk menegaskan kebenaran ajaran Yahudi dan mengklaim

kekristenan sebagai ajaran sesat yang patut dihindari oleh orang Yahudi. Hal ini semakin

mempertegas perkiraan penulisan Injil Matius pada tahun 80 ZB. Pembelaan terhadap ajaran

Kristen dimunculkan Matius melalui teks-teks yang mengangkat kesalahan-kesalahan para ahli

6

R.T. France. The Gospel of Matthew: The New International Commentary on the New Testament

(Michigan: Wm.B Eerdmans, 2007), 18. Ruth Schafer dan Freshia Aprily Ross, Bercerai: Boleh atau Tidak?: Tafsiran terhadap Teks-Teks Perjanjian Baru, (Jakarta: Gunung Mulia, 2012), 54.

7

Drewes, Satu Injil Tiga Pekabar, 39-40. 8

(4)

56

Taurat (Matius 23), bertujuan untuk memperkuat keimanan orang Kristen dan orang Kristen

dapat membela diri mereka terhadap ahli-ahli Taurat.9

Keempat, Tulisan-tulisan sastra dari Ignatius seorang pemimpin Gereja di Anthiokia yang

mengacu pada bahan-bahan dari Injil Matius. Ignatius adalah seorang pemimpin Gereja di

Anthiokia yang berkarya berkisar tahun 100 ZB. Penggunaan Injil Matius dalam karya-karyanya

tahun 100 ZB menunjukkan Injil Matius ada sebelum tahun 100 ZB. Mencermati empat hal

diatas maka para ahli dalam PB berpendapat bahwa Injil Matius ditulis tahun 80-an ZB.10

Penulis Injil Matius menurut tradisi gereja beberapa abad lamanya mengarah pada Matius

seorang murid Yesus mantan pemungut cukai yang biasanya disebut Lewi (Mat 9:9; 10:3).

Namun dari beberapa pengamatan, para ahli berpendapat Injil Matius tidak mungkin ditulis oleh

Matius murid Yesus. Seorang murid Yesus tentu adalah saksi mata dalam perbuatan-perbuatan

Yesus, oleh sebab itu tidaklah mungkin jika seorang saksi mata menulis kisah Yesus dengan

mengikuti secara harfiah kisah dari Injil Markus. Selain itu Injil Matius sangat bersifat Yahudi

sementara Matius yang adalah murid Yesus memiliki kedekatan khusus dengan Roma mengingat

ia adalah mantan seorang pemungut cukai yang merupakan kaki tangan Roma saat itu. Oleh

karena pengamatan-pengamatan ini maka muncul beberapa anggapan tentang penulis Injil

Matius, beberapa ahli mengatakan kemungkinan adalah seorang pemimpin agama Yahudi.

Menurut Grundmann penulis Injil Matius adalah seorang yang dipengaruhi oleh pengajaran

Matius, sementara Stendhal berpendapat bahwa Injil Matius di tulis oleh beberapa orang. Namun

pendapat Stendhal disanggah oleh Bornkamm dan Grundmann yang berpendapat penulisan Injil

Matius yang sangat sistematis dan rapi merupakan perencanaan dari pemikiran satu orang.

Perdebatan yang masih terjadi tentang penulis menunjukkan bahwa penulis Injil Matius tidak

9

Leks, Tafsir Injil Matius, 14. De Heer, Tafsiran Alkitab: Injil Matius pasal 1-22, 4.

10

(5)

57

diketahui secara pasti sehingga dapat dikatakan penulis Injil ini anonim.11

Tulisan yang digunakan dalam Injil Matius adalah bahasa Yunani, namun dalam Injil ini

ditemukan juga bahasa Aram, seperti kata “raka” (Mat 5:22) dan pemberian nama Iblis dengan

bahasa Aram “Beelzebul” (Mat 10: 25). Penggunaan bahasa Yunani dan Aram merupakan tanda

bahwa Injil Matius ditulis untuk orang yang mengerti bahasa Yunani dan Aram. Siria, sebelah

utara Palestina merupakan kota yang penduduknya menggunakan bahasa Yunani dan juga

mengerti bahasa Aram,12 sehingga kota Antiokhia di Siria diyakini pada umumnya oleh para ahli

Perjanjian Baru adalah tempat penulisan Injil Matius.13

Selain penggunaan bahasa Yunani dan Aram terdapat tiga faktor yang mendukung kota

Anthiokia sebagai tempat penulisan Injil matius yaitu,14 pertama, adanya tulisan-tulisan lain

berisi kutipan dalam Injil Matius muncul sekitar tahun 100 ZB yang menunjuk Anthiokia dan

Siriah, seperti tulisan Didache yang mengutip versi Doa Bapa Kami dalam Matius 6:9-13.

Tulisan-tulisan lain berasal dari Ignatius seorang pemimpin Gereja di Anthiokia pada awal abad

kedua, yang tulisannya berkaitan dengan kesusasteraan dan mengacu pada Injil Matius. Kedua,

peran Petrus nampak lebih menonjol dalam Injil Matius dibandingkan dalam Injil Markus. Petrus

disebut sebagai murid pertama (4:1-22; 10: 2), Pengakuan Petrus bahwa Yesus adalah anak

Allah (16:16), Petrus melihat peristiwa transfigurasi (17:1-8), Petrus meniru Yesus berjalan di

atas air (14: 28-32) dan Petrus adalah dasar dimana Yesus akan membangun gereja-Nya

(16:16-18), kisah-kisah ini tidak terdapat dalam Markus. Penekanan terhadap peran Petrus berkaitan erat

dengan peran Petrus yang signifikan dalam gereja di Anthiokia pada dekade pertama

11

M. E. Duyverman, Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Baru (Jakarta: Gunung Mulia, 2000), 54. De Heer, Tafsiran Alkitab: Injil Matius pasal 1-22, 3-4.Drane, Memahami Perjanjian Baru, 219.

12

De Heer, Tafsiran Alkitab: Injil Matius pasal 1-22, 5. 13Warren Carter, “The Gospel O

f Matthew,” inR.S. Sugirtharajah (ed.), A Postcolonial Commentary On the New Testament Writing (New York: T&T Clark, 2009), 75.

14

(6)

58

kehadirannya (lih Gal 2:11-14). Ketiga, dalam Injil Matius terdapat penambahan tempat dalam

wilayah pelayanan Yesus yaitu Siriah. Dalam Matius 4:23-25 Yesus mengajar, berkhotbah, dan

menyembuhkan di Galilea, namun dalam Matius 4:24 diungkapkan bahwa ketenaranNya

tersebar "di seluruh Suriah." Referensi untuk Suriah agak tidak biasa karena penekanan

pelayanan telah di Galilea (4:12-23) dan Yesus tidak pergi ke Suriah. Ketiga faktor di atas

menunjukkan dugaan yang mendasar bahwa Antiokhia merupakan tempat penulisan Injil

Matius.

Isi Injil Matius menunjukkan tiga tujuan khusus yaitu apologetik, kateketis, parenetis.

Tujuan apolegetis mengarah pada legalitas status Yesus sebagai Mesias yang telah dijanjikan

oleh para nabi dalam Perjanjian Lama. Salah satu tema sentral pengajaran Yesus dalam Injil

sinoptik yang didalamnya termasuk Injil Matius adalah tentang Kerajaan Allah. Kehadiran

Kerajaan Allah (Mat 4:23; 9:35; 24:14) menggambarkan pemerintahan Allah terealisasi melalui

Yesus Kristus. Hal ini merupakan gagasan kristologi yang merupakan fokus perhatian Injil

Matius, kristologi Matius muncul dalam gelar kristologis yang dilekatkan pada Yesus sebagai

anak Allah. Oleh sebab itu setiap orang dapat memasuki Kerajaan Allah jika telah bertobat dan

percaya kepada Yesus. Kerajaan Allah akan menghadirkan keadilan, kebenaran, harapan

kemuliaan pada kedatangan Tuhan. Hal ini diperlukan sehingga dapat memberi inspirasi dan

semangat bagi orang Kristen untuk melakukan pembelaan terhadap agama Kristen di hadapan

orang Yahudi yang tidak mengakui Yesus adalah Mesias.15 Kerajaan Allah dalam tulisan Guthrie

diartikan sebagai perbuatan ataupun aktivitas yang berkenaan dengan kehendak Allah. Dengan

15

Penulisan Injil Matius secara khusus menekankan tentang relasi perjanjian dalam Perjanjian Lama dengan penggenapan janji dalam Perjanjian Baru yang ditandai dengan kehadiran Yesus. Yesus adalah bukti penggenapan janji dalam Perjanjian Lama terhadap Israel. Kutipan-kutipan nats Perjanjian Lama seringkali muncul dalam Injil ini, seperti kisah Yesus sebagai seorang anak kecil yang kembali dari Mesir ke negeri asalnya. Matius

(7)

59

demikian Kerajaan Sorga disini tidak bersifat fisik atau diartikan sebagai wilayah pemerintahan

raja tetapi perwujudan sikap hidup sebagai representatif kehadiran dan kedaulatan Allah dalam

realitas hidup manusia.16

Tujuan berikutnya adalah kateketis. Kateketis merupakan pengajaran tentang

pokok-pokok agama Kristen. Grundmann menjelaskan bahwa Injil Matius ditulis dengan tujuan para

jemaat mampu memberikan penginjilan kepada orang yang belum Kristen. Tujuan ketiga adalah

parenetis, yang berarti nasihat atau teguran. Penekanan Matius pada tujuan ketiga ini agar gaya

hidup jemaat dapat memancarkan kehidupan sebagai Kristen sejati. Nampaknya penulis Matius

mengangkat paranetis sebagai tujuan disebabkan oleh kehidupan yang hambar di antara anggota

jemaat di Siria, sehingga menurut penulis nada teguran sangat diperlukan dalam Injilnya. Tujuan

kateketis dan parenetis terpusat pada pemuridan. Setiap orang yang terpanggil sebagai murid

harus menyelaraskan secara radikal kehidupannya dengan pengajaran yang diberikan Yesus.

Ketaatan tidak hanya berdasar pada pengakuan bahwa Yesus adalah anak Allah tetapi menuntut

pembaharuan hidup dari para murid. Ketaatan kepada Yesus menjadi prioritas utama dalam

Matius.17

3.3 Sejarah Singkat Kekuasaan Romawi

Injil Matius muncul dari konteks dunia pada akhir abad pertama di Antiokhia. Antiokhia

pada saat itu berada pada kekuasaan yang dibentuk oleh imperialisme Romawi. Hal ini berarti

Anthiokia secara geografis dan administratif tunduk pada pemerintahan Romawi.18 Untuk lebih

memahami imperialisme Romawi maka saya akan memaparkan sejarah singkat Romawi.

16

Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru2 (Jakarta: Gunung Mulia, 2013), 22-23.

17

Riyadi, Matius: Sungguh Ia ini adalah Anak Allah, 31-35. De Heer, Tafsiran Alkitab: Injil Matius pasal 1-22, 7. Drane, Memahami Perjanjian Baru, 218-219.

18Carter, “The Gospel

(8)

60

Sejarah Romawi terbagi atas tiga periode besar. Pertama, monarki yang menurut tradisi

terkait dengan legenda Romulus dan Remus pada tahun 753 SZB mendirikan kota Roma. Kedua,

Republik yang dimulai pada tahun 509 SZB, dan ketiga adalah zaman Imperium Romanum atau

kekaisaran Romawi terbentuk mulai tahun 27 SZB.19 Pada masa periode Republik, Roma

menaklukan Yunani dan wilayah-wilayah di sekitar kawasan Laut Mediterania yang sempat

berada dibawah kekuasaan Yunani bahkan mereka mampu memperluas wilayahnya sampai ke

barat seperti kekaisaran Spanyol, Gaul (Perancis), Jerman bagian selatan serta Inggris bagian

selatan. Bahkan dengan trik yang halus mereka berhasil menguasai bangsa-bangsa di sekitar Laut

Tengah. Penaklukan terhadap kekaisaran Yunani terjadi pada tahun 146 SZB yang ditandai

dengan jatuhnya Korintus, kemudian disusul dengan kejatuhan Athena pada tahun 86 SZB.

Tahun 63 SZB seorang jendral Romawi Pompeius Magnus menaklukan Siria dan Palestina.20

Pengaruh budaya Yunani sangat kuat dalam Kekaisaran Romawi mengingat daerah yang

ditaklukan Romawi menyerap solidaritas kebudayaan Yunani. Solidaritas helenisasi dipelopori

oleh Alexander Agung seorang pemuda Yunani yang menaklukan Persia pada tahun 334 SZB

dan seluruh Palestina pada tahun 332 SZB, dan memunculkan visi menyatukan seluruh

peradaban dunia dengan cara hidup Yunani.21 Mengarah pada pencapaian visi tersebut ia

mengeluarkan dua keputusan yaitu, pertama, pembangunan signifikan bagi kota-kota Yunani

yang menjadi pusat-pusat administrasi dan pusat dari kebudayaan Yunani di negara-negara asing

di sebelah timur. Kedua, sikap terbuka terhadap kebudayaan-kebudayaan setempat. Dua

19

Imperium berasal dari bahasa Yunani yang berarti kedaulatan kekuasaan diberikan oleh rakyat kepada seorang pemimpin melalui undang-undang khusus (lex curiata). Kekuasaan pemimpin mencakup semua bentuk kekuasaan eksekutif, keagamaan, militer, hukum, legislatif dan pemilihan. Kekuasaan itu dimiliki oleh para pemimpin tertentu dengan tugas-tugas khusus. Kekuasaan itu diberikan kepada pemerintah provinsi yang menjadi wakil pemerintah Roma di luar negeri. Pemberlakuan kekuasaan secara sistematis diperuntukkan menguasai daerah luas secara geografis dan administratif. Trias Kuncahyono, Jerusalem 33: Imperium Romanum, Kota Para Nabi, dan Tragedi di Tanah Suci (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2011), 118.

20

Kuncahyono, Jerusalem 33: Imperium Romanum, Kota Para Nabi, dan Tragedi di Tanah Suci, 117-118.

21

(9)

61

keputusan ini berdampak pada pengaruh kebudayaan Yunani yang sangat besar di setiap daerah

jajahan Yunani bahkan berpengaruh signifikan terhadap budaya-budaya Timur. Solidaritas

kebudayaan Yunani tetap terpelihara setelah kematian Alexander Agung, bahkan

kerajaan-kerajaan yang terpecah-pecah sejak kematiannya tetap menggalakkan cara hidup Yunani dengan

membangun kota-kota berdasarkan model bangunan Yunani, dan menjadikan bahasa Yunani

sebagai bahasa bersama.22 Kekaisaran Romawi dalam pengaruh kebudayaan Yunani membangun

kota-kota bercorak Yunani yang digunakan untuk tempat kebudayaan, industri dan perdagangan.

Selain itu pula bahasa Yunani menjadi bahasa kaum intelektual sementara bahasa Latin di Roma

hanya dipandang sebagai bahasa dari masyarakat kelas bawah, bahasa administrasi dan para

sastrawan. Bahasa Yunani merupakan media dalam penyebaran berbagai aliran dalam filsafat

ataupun penyebaran agama. Kebudayaan Yunani menjadi parameter dari kemajuan dalam bidang

sosial, politik dan ekonomi saat itu.23

Istilah kekaisaran Romawi mencakup dua hal yaitu: pertama, kedaulatan dan kekuasaan

kekaisaran berada ditangan kaisar, para elit penguasa atau pejabat kekaisaran yang diyakini

sebagai representatif dari para dewa Romawi. Kedua, daerah teritorial Romawi meliputi setiap

daerah, tanah, sumber daya alam atau pun manusia yang berada di bawah kekuasaan Roma. Dua

cakupan dalam kekaisaran Romawi melibatkan dua bidang yaitu undang-undang dan yuridiksi.

Kekaisaran Romawi menggunakan kekuatan militer untuk pelaksanaan undang-undang dan

yuridiksi. Kekuatan militer secara khusus dimanfaatkan untuk merebut dan membangun wilayah

yang berada dalam wilayah kekuasaan Romawi. Sumber daya militer merupakan kekuatan

Romawi untuk memaksakan kepatuhan kepada setiap penduduk. Sistem dari imperialisme

Romawi adalah aristokrasi, berarti kekuasaan kekaisaran untuk seluruh wilayah berada pada

22

John Stambaugh & David Balch, Dunia Sosial Kekristenan Mula-Mula (Jakarta: Gunung Mulia, 2004), 2-3.

23

(10)

62

kelompok kecil melalui birokrasi kecil dalam aliansi dengan elit propinsi, mungkin hanya 2

persen dari populasi penduduk. Sumber daya militer merupakan kekuatan mereka untuk

menguasai setiap penduduk. Militer memainkan peran penting dalam mengintimidasi dan

menekan para pemberontak ataupun musuh dari kekaisaran Romawi. Intimidasi merupakan dasar

dari kedaulatan politik di Romawi. Dominasi yang dilakukan atas sumber daya tanah dan

produksi merupakan media untuk mengendalikan situasi politik dan memperkaya diri melalui

pajak, sewa dan upeti. Ekonomi legion menjadi ekonomi Kekaisaran. Pengambilan

langkah-langkah ekonomi selalu disertai dengan kekuatan militer.24

Ekspansi yang dilakukan Romawi bertujuan untuk mengendalikan provinsi, namun Roma

tidak mengakui bahwa mereka telah menjadi agresor, yang mereka lakukan adalah berjuang

untuk mengalahkan musuh yang dinilai dapat menimbulkan ancaman bagi integritas Roma.

Cicero, orator terkenal dari abad ke-1 SZB, menempatkan kasus ini sederhana dan jelas: “Alasan

utama berperang, agar Roma dapat hidup dalam damai.”25 Integritas menjadi prioritas dalam

kekaisaran Romawi, dan untuk mempertahankannya maka segala cara dan tindakan kekerasan

menjadi legal. Para kaisar yang menempati posisi teratas dalam struktur kekaisaran yang

berpusat di Roma seringkali menggunakan tindak kekerasan untuk mempertahankan

kekuasaannya. Dalam struktur kekaisaran yang berpusat di Roma posisi teratas berada pada

kekuasaan kaisar. Kedudukan kaisar pada abad pertama hanya diperuntukkan bagi kaum laki-laki

sehingga kekuasaan sosial politik sarat dengan ketidaksetaraan gender. Kepemimpinan para

kaisar Romawi tidak terluput dari tindakan kekerasan untuk mempertahankan kekuasaan.

Periode kekaisaran Romawi diawali dengan bertahtanya Oktavianus sebagai Kaisar

Romawi dengan gelar Kaisar Agustus pada tanggal 16 Januari 27 SZB. Pada masa kekuasaannya

24

Carter, Matthew and Empire: Initial Exploration, 9-12. 25

(11)

63

Kaisar Agustus mengupayakan pembaharuan dalam pemerintahan Romawi agar kekaisaran

Romawi menjadi lebih solid. Cara yang diupayakan untuk pembaharuan pemerintahan Romawi

melalui reorganisasi provinsi-provinsi, membangun jalan, mengamankan daerah perbatasan

kekaisaran, memperkenalkan reformasi pajak, mengembangkan sistem kepegawaian baru,

membangun proyek-proyek di Roma. Keberhasilan kekuasaannya membawa Roma memasuki

masa kejayaan yang disebut dengan Pax Romana atau Pax Augusta, dengan wilayah kekuasaan

kekaisaran mencapai dua juta mil persegi dari barat sampai daratan Inggris. Ketentraman,

kemakmuran, keadilan serta perdamaian dirasakan oleh rakyat Roma, kondisi ini berdampak

pada pembebasan tugas bagi para tentara pada tahun 7-2 SZB. Bahkan kaisar Agustus

mendapatkan julukan “pangeran perdamaian” Roma karena keberhasilannya menghadirkan

perdamaian di seluruh kekaisaran.26

Perekonomian periode kekaisaran pada masa Pax Romana sempat mengalami kesulitan

yang signifikan, karena jalur perniagaan jarak jauh terhambat yang disebabkan oleh lambatnya

alat komunikasi dan transportasi. Beberapa kaum bangsawan lebih memilih untuk menghabiskan

kekayaan dibanding terfokus dengan bisnis dan mengelola harta kekayaan dengan

menyimpannya dalam perusahaan-perusahaan niaga atau industri, minimnya penanaman modal

berdampak pada perekonomian yang tidak dapat berekspansi.27 Keadaan ini memunculkan

kesenjangan pada masyarakat kelas atas dan kelas bawah, sejumlah populasi kecil dari kelas atas

dan menengah hidup dalam kemakmuran, kemewahan, mendapatkan keuntungan dari

perdamaian Romawi. Sementara masyarakat kelas bawah yang hidup di wilayah pedesaan

menerima perlakuan yang eksploitatif untuk menyediakan makanan murah bagi para penghuni

26

Pax Romana secara harfiah memiliki pengertian kedamaian bagi Roma, dan sering dipahami dengan perdamaian, kemakmuran, komunikasi dan perdagangan yang meluas di seluruh Imperium Romanum. Kuncahyono,

Jerusalem 33: Imperium Romanum, Kota Para Nabi, dan Tragedi di Tanah Suci, 121-122.

27

(12)

64

kota, dan pulau-pulau kecil dengan kebudayaan tinggi dikelilingi oleh lautan petani barbarisme.28

Salah satu dektrit yang dikeluarkan oleh senat Roma pada masa kaisar Agustus adalah

setiap wilayah yang berada dibawah kekuasaan Romawi harus mengangkat sumpah setia kepada

kaisar Agustus. Dalam menjalani kekaisaran para kaisar terfokus pada dua misi yaitu menuntut

kesetiaan bagi setiap wilayah yang dikuasainya dan menimbun kekayaan dalam peti simpanan

harta orang-orang Romawi. Saat menduduki wilayah jajahannya kekaisaran Romawi turut

membawa hukum dan tradisi budayanya ke wilayah jajahan. Namun dalam sikap politik

kekaisaran yang membentuk provinsi di negara jajahan, Romawi mengambil sikap politik

dengan cara tidak menciptakan negara bagian Romawi. Bahkan pemerintah setempat tetap diberi

ruang dalam pemerintahannya, sikap politik ini akan memunculkan kesan bahwa wilayah jajahan

tetap sebagai negara merdeka walaupun telah dipengaruhi oleh hukum dan tradisi budaya

Romawi. Sikap politik ini bertujuan untuk pelaksanaan proses asimilasi bertahap dengan cara

pemberian kewarganegaraan Romawi kepada seseorang, sehingga pemerintah lokal akan

berpihak dan loyal terhadap kekaisaran pusat di kota Roma.29 Namun dalam beberapa peraturan

yang ditetapkan oleh pemerintah Romawi, terdapat pengecualian bagi orang-orang Yahudi yang

mendapatkan dispensasi khusus dari kewajiban untuk menyembah penguasa atau patung suci

dalam peribadatan. Augustus yang menganggap bahwa Yudaisme memandang rendah hukum

Romawi melihat bahwa Yudaisme tidak menjadi ancaman bagi mereka. Pontius Pilatus yang

menjabat sebagai wali negeri (procurator) Yudea 26-26 ZB mendapat pesan khusus untuk tidak

mengambil kebijakan-kebijakan yang dapat memancing kemarahan orang Yahudi. Bahkan

orang-orang Yahudi diperlakukan secara khusus dalam masa pemerintahan Julius Caesar dan

Nero. Bentuk perlakuan khusus berupa pemberian izin bagi orang Yahudi untuk mengirimkan

28

Perry, Peradaban Barat: Dari Zaman Kuno Sampai Zaman Pencerahan, 152.

29

(13)

65

dana yang telah terkumpul ke Yerusalem walaupun pada masa itu perekonomian Roma

sementara dalam kesulitan.30 Kekaisaran Romawi memiliki prestasi besar, pada abad 2 ZB

kekaisaran Romawi mencapai puncak dengan populasi 60 juta orang yang tersebar di 5 juta

kilometer. Kekaisaran ini mengelilingi Mediterania, membentang dari Tembok Hadrian di utara

Inggris, sungai Efrat di Suriah; tanah datar Eropa di pantai Afrika Utara dan lembah Nil di

Mesir.31

Pada tahun perkiraan penulisan teks Matius, kekaisaran Romawi dipimpin oleh tiga orang

Kaisar yaitu Divus Vespasian (69-79), Divus Titus (79-81), Domitianus (81-96). Divus

Vespasian menjadi pemimpin militer untuk menyerang para pemberontak Yahudi yang dianggap

telah melakukan pemberontakan terhadap kaisar Romawi karena keyakinan yang dianut oleh

Yahudi Kristen bahwa akan datang penguasa dunia yang tidak berasal dari Roma. Untuk

menghadapi pemberontakan tersebut Divus Vespasian dilengkapi dengan dua legiun yaitu 8

divisi kavaleri dan 10 pengawal cadangan.32 Kondisi setelah kehancuran Bait Allah membuat

kekaisaran Romawi meningkatkan kedudukan gubernur dengan menaikkan pangkat setara

dengan utusan kaisar, pasukan militer semakin diperkuat untuk mengantisipasi kemungkinan

munculnya para Mesias.33 Setelah tahun 70 ZB kaisar Vespasianus juga menambahkan pajak

atas orang-orang Yahudi yang ia gunakan untuk membangun kembali dan memelihara kuil

Jupiter Capitolinus di Roma, tindakan ini semakin memperkuat identitas Romawi yang dapat

menaklukan setiap orang yang memberontak melawan Romawi dan dewa-dewanya. Mereka

dipaksa untuk mengakui kemenangan Jupiter atas Allah Israel.34

30

Kuncahyono, Jerusalem 33: Imperium Romanum, Kota Para Nabi, dan Tragedi di Tanah Suci, 125-127.

31

Christopher Kelly, The Roman Empire: A Very Short Introduction (New York: Oxford University Press, 2006), 1.

32

Robert Graves, Dua Belas Kaisar (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2012), 417. 33

Stambaugh & David Balch, Dunia Sosial Kekristenan Mula-Mula, 21. 34

(14)

66

Dalam kepemimpinannya ia mendapat kekuasaan dari para senat yang memberikannya

hak untuk mengadakan perjanjian dengan siapa saja yang ia kehendaki, memperluas daerah,

mengadakan transaksi dan melakukan apapun yang menurut anggapannya sebagai pengabdian

kepentingan negara serta kehormatan dewa serta manusia.35 Vespasian menekankan disiplin dan

ketegasan di setiap peperangan, sehingga dengan kemampuan yang dimilikinya Vespasian dapat

melumpuhkan pemberontakan Yahudi. Prestasi ini membuatnya meraih 8 jabatan consul dan

masuk sebagai pejabat censor.36 Dalam kepemimpinannya ia membuat beberapa keputusan:

menetapkan pajak baru yang lebih berat, menggandakan upeti dari propinsi-propinsi,

mengadakan perjanjian bisnis yang tidak etis seperti membeli komoditas tertentu hanya untuk

disimpan hingga harga pasar dapat lebih tinggi, bahkan memberikan peluang bagi para koruptor

dengan menempatkan mereka di tempat yang tepat untuk melakukan korupsi namun setelah itu

para koruptor akan dihukum dan Vespasian dapat memeras mereka, sehingga keuntungan

kembali kepadanya. Ia sempat mengeluarkan dektrit agar setiap perempuan yang berhubungan

asmara dengan para budak akan kehilangan kebebasannya.37

Setelah Vespasian wafat ia digantikan dengan anaknya Titus yang juga turut berperan

aktif dalam penyerangan ke Yerusalem, dalam peperangan itu Titus membunuh 12 serdadu

dengan panah.38 Ia menyerbu dan menghancurkan Yerusalem serta menutup Bait Allah.39 Dalam

kepemimpinannya ia tidak disukai orang karena beberapa aksi-aksi kekerasan yang dilakukan

Titus, salah satunya yaitu memberikan hukuman mati terhadap orang-orang yang ia curigai

sebagai lawan politik, seperti pembunuhan yang dilakukannya terhadap mantan consul Aulus

Caecina diyakininya sebagai hal yang diperlukan secara politik. Dia juga mencerminkan gaya

35

Moses Hadas, Roma Masa Kekaisaran (Jakarta: PT Tira Pustaka, 1983), 62-65. 36

Graves, Dua Belas Kaisar, 422. 37

Graves, Dua Belas Kaisar, 425-428. 38

Graves, Dua Belas Kaisar, 437. 39

(15)

67

hidup yang tidak senonoh, seringkali ia mengadakan pesta pora dengan penuh hawa nafsu.40

Domitianus melanjutkan kekaisaran dari tangan Titus setelah Titus meninggal.

Domitianus memimpin tahun 80 ZB, dalam kepemimpinannya ia dikenal sangat kejam dan licik.

Ia sering memberikan hukuman yang tidak berprikemanusiaan seperti menghukum mati

seseorang dengan melemparkannya ke arena gladiator dan membiarkannya dicabik-cabik oleh

sejumlah anjing. Ia juga membuat kebijakan setiap perkara hukum sekecil apapun yang terjadi

dapat mengakibatkan penyitaan properti. Setiap orang yang mencoreng kemuliaan kaisar akan

mendapatkan ganjaran. Selain itu ia memerintahkan pengumpulan pajak terhadap orang Yahudi,

dan bagi mereka yang menghindari pajak akan mendapatkan hukuman. Dalam kehidupan seksual

Domitian akan memilih setiap perempuan yang ia ingini untuk melampiaskan nafsu seksual,

bahkan setiap kegiatan seks dianggapnya hanya sebagai “gulat di tempat tidur”.41

Domitianus mewajibkan setiap orang yang berada di bawah kekuasaan Romawi termasuk

orang Kristen menyembah dirinya sebagai dewa. Bahkan ia memerintahkan untuk membangun

kembali patung-patung Yupiter, Minerva yang sudah pernah dihancurkan dan juga membuat

patung dirinya. Ia menyebut dirinya sebagai raja dan Allah, oleh sebab itu mewajibkan setiap

orang yang berada dibawah kekuasaan Romawi termasuk orang Kristen menyembah dirinya

sebagai dewa. Saat Domitianus mengetahui keberadaan Yesus sebagai keturunan Daud yang

diakui oleh orang Kristen sebagai Mesias, dan ketidaksediaan mereka untuk menyembahnya

sebagai dewa karena dalam pandangan kekristenan hanya Tuhan yang layak disembah maka

Domitianus memandang hal ini sebagai ancaman bagi kekuasaannya. Bahkan saat Domitianus

mengaktakan bahwa kaisar adalah tuhan, orang Kristen menanggapinya dengan pengakuan

Yesus adalah Tuhan di atas segala tuan. Maka pandangan ini memicu kemarahan Domitianus,

40

Graves, Dua Belas Kaisar, 438-439. 41

(16)

68

sehingga orang-orang Kristen dianggap sebagai pemberontak terhadap pemerintahan Romawi

yang sah dan Domitianus mengeksekusi besar-besaran orang Kristen pada tahun 91-96 ZB.42

Sketsa struktur kekaisaran yang berpusat di Roma menempatkan kekuasaan kaisar berada

diposisi teratas. Kedudukan kaisar pada abad pertama hanya diperuntukkan bagi kaum laki-laki

sehingga kekuasaan sosial politik sarat dengan ketidaksetaraan gender. Dalam melaksanakan

pemerintahan di Roma, kaisar didukung para elit penguasa yaitu oleh para senat yang terdiri dari

para birokrat, pemimpin militer dan pejabat agama. Sementara dalam tingkat propinsi di kontrol

oleh seorang gubernur yang dipilih oleh kaisar serta senat. Tugas dari para gubernur adalah

mengontrol pariwisata, hukum, administrasi, pengumpulan pajak dan penugasan pasukan militer.

Mereka juga membentuk aliansi dengan para pemilik tanah melalui kekuasaan dewan kota untuk

kepentingan politik dan ekonomi kekaisaran Romawi. Pengaruh dan status sosial yang dimiliki

oleh para elit penguasa merupakan hasil dari relasi yang terbangun antara mereka dengan kaisar

dan persahabatan yang dibina dalam komunitas mereka. Relasi dan kerjasama yang baik dengan

kaisar berdampak pada meningkatnya harta kekayaan, kuasa, status sosial dan perlindungan yang

diberikan oleh kaisar dalam hal penyitaan harta, kepemilikan perkebunan dan mendapatkan

jabatan politik. Kenyamanan yang diberikan oleh kaisar kepada para elit penguasa memiliki

maksud politis agar para elit penguasa saling berkompetisi dalam menentukan pajak maksimun

dari para petani dan pengrajin, dan penentuan pajak yang tinggi akan sangat menguntungkan

bagi kekaisaran Romawi.43

Dalam konteks ekonomi, masyarakat kelas atas yaitu para elit penguasa ataupun para

bangsawan mendapatkan bagian terbesar dari hasil tanah dan sumber-sumbernya. Tanah adalah

42

Ira C, Semakin Dibabat Semakin Merambat (Jakarta: Gunung Mulia, 2001), 11. Saut Sirait, Politik Kristen di Indonesia: Suatu Tinjauan Etis (Jakarta: Gunung Mulia, 2000), 124. James Tabor, Dinasti Yesus (Jakarta: Gramedia, 2006), 376.

43

(17)

69

salah satu komoditi yang diharuskan karena berkaitan dengan makanan pada saat itu, sehingga

investasi tanah akan memberikan keuntungan besar. Para elit pada umumnya memilih untuk

memupuk kekayaan kepemilikan tanah. Tanah yang menjadi milik mereka didapat dari warisan,

pengalihan tanah dari pihak pemilik sebelumnya karena bangkrut, para debitur dan jarahan

perang. Namun kepemilikan tanah tidak dapat memenuhi kebutuhan para elit oleh karena itu

mereka berupaya untuk memiliki sumber-sumber penghasilan lain melalui jabatan politik, seperti

menjadi gubernur propinsi yang memberikan kesempatan untuk mendapatkan materi jauh lebih

besar dari kepemilikan tanah, melalui hak-hak istimewa, pelaku bisnis dan pemerasan. Sumber

yang lain berasal dari peminjaman uang, pengumpulan pajak dan pemberian hadiah dari kaisar.

Pada umumnya masyarakat kelas atas memiliki gaya hidup konsumtif, bagi mereka kehidupan

glamour lebih penting dibandingkan dengan menginvestasikan kekayaan. Kekayaan yang mereka

miliki menjadi parameter untuk menerima pengakuan dari masyarakat perihal status sosial dan

politik. Kekayaan yang dimiliki oleh masyarakat kelas atas memiliki perbedaan yang sangat

signifikan dengan masyakarat kelas bawah. Masyarakat kelas bawah yaitu budak atau tenaga

sewaan, hidup dengan upah yang sangat minim dengan pekerjaan yang mereka lakukan di pasar

terbuka, di ladang, kebun anggur, sebagai kuli bangunan, atau sebagai kuli di pelabuhan.44

Setelah memaparkan sumber perekonomian pribadi masyarakat Romawi, selanjutnya

akan dipaparkan sumber perekonomian kekaisaran. Sumber pendapatan terbesar kekaisaran

Romawi adalah tanah dan bangunan. Tanah masyarakat sering disewakan untuk kepentingan

kekaisaran, dan pada umumnya pemegang kontrol dari penyewaan tanah berada pada wilayah

politik yang dikendalikan oleh kota. Sementara bangunan-bangunan seperti pasar disewakan

kepada para pedagang yang memiliki toko. Selain itu yang turut berperan besar dalam

44

(18)

70

pertumbuhan ekonomi kekaisaran dan kemakmuran invidu dari elit penguasa adalah ketentuan

penduduk dalam membayar pajak.45

Terdapat dua jenis pajak dalam Kekaisaran Romawi: pertama adalah tributum soli yaitu

pajak terhadap tanah, rumah , budak dan kapal yang ditetapkan sesuai tarif yang ditetapkan oleh

propinsi. Siria menetapkan pajak sebesar 1 persen per tahun. Kedua adalah tributum capitis atau

pajak kepala, pajak ini dikenakan bagi orang-orang dewasa sebesar satu dinar per orang secara

merata dari usia 12-65 tahun. Perhitungan tarif yang merata dari pajak kepala sangat

memberatkan bagi masyarakat kelas bawah, namun sangat mudah bagi masyarakat kelas atas

untuk membayarnya.46 Mayoritas 90 persen dari populasi yang membayar pajak adalah petani

atau pengrajin.47

Dalam pemerintahan aristokrasi, kekuatan militer bersinergi dengan kemapanan ekonomi.

Kekuatan militer digunakan sebagai ancaman terhadap pemberontakan penduduk yang menolak

membayar pajak upeti, penyitaan ataupun pengendalian lahan pertanian. Pajak memaksa para

petani dan pengrajin untuk bekerja penuh waktu sehingga dapat menghasilkan surplus bagi para

elit. Kerja paksa yang dikontrol oleh para militer Roma dan pemilik tanah lokal bertujuan

meningkatkan produktivitas dan profibilitas tanah mereka. Roma menganggap penolakan untuk

membayar pajak dan upeti sebagai pemberontakan terhadap kedaulatan Roma. Ideologi yang

ditancapkan dalam setiap kerja keras yang dilakukan oleh para petani dan pengrajin adalah

kemajuan perekonomian Roma berarti kemajuan, perdamaian dan kesejahteraan seluruh

penduduk Roma, namun fakta yang ada menggambarkan kemakmuran hanya menjadi milik para

45

Stambaugh & David Balch, Dunia Sosial Kekristenan Mula-Mula, 81-85.

46

Stambaugh & David Balch, Dunia Sosial Kekristenan Mula-Mula, 86.

47

(19)

71

elit penguasa. Tindakan eksploitatif dan keserakahan Roma mendapat kritikan dari beberapa

propinsi, bahkan Tacitus seorang senator menyebut Roma sebagai perampok dunia.48

Strata sosial dalam masyarakat Romawi terbagi atas beberapa tingkatan. Tingkatan

pertama adalah Kaisar dan para elit penguasa. Kelas penguasa menjalankan kekuasaan melalui

beberapa peran yaitu sebagai tentara, penguasa, administrator, hakim, dan imam. Senator

menduduki tingkatan kedua setelah kaisar, mereka sangat kaya dan bertanggungjawab dalam

menata administrasi, memimpin tentara, memberikan sumbangan untuk proyek sosial-budaya

serta dapat menjadi imam. Tingkatan berikutnya adalah para ksatria. Komunitas Ksatria pada

jaman Romawi kuno dikenal sebagai tuan tanah, dengan kekayaannya mereka dapat

menanggung biaya peperangan dan penunggang kuda. Pada periode kekaisaran mereka adalah

elit menengah yang memiliki tugas-tugas khusus dalam pemerintahan kota dan kekaisaran. Para

bangsawan yang terdiri dari para pemilik tanah, pengusaha, pedagang dan saudagar menempati

tingkat di bawah para ksatria. Mereka berada di setiap propinsi atau kota dan memperoleh

kekayaan melalui warisan,dan bisnis. Para bangsawan ini menjalankan tugas-tugas kedutaan

kepada para gubernur dan raja-raja, serta mengawasi pelabuhan dan memungut pajak. Jumlah

dari masyarakat kelas atas lebih kecil daripada masyarakat kelas bawah, namun masyarakat kelas

atas lebih dominan mengingat harta kekayaan yang mereka miliki dan memiliki kekuasaan

secara politis dalam kekaisaran.49

Beberapa nilai-nilai dan ideologi yang menjadi parameter hukum dan realitas sosial

penduduk dibuat dan diinterpretasikan sesuai dengan kepentingan para elit penguasa. Nilai-nilai

tersebut mendukung setiap tugas dan tanggung jawab yang mereka lakukan untuk

mempertahankan kehormatan dan kekuasaan. Bahkan aturan-aturan yang dibuat mengakomodasi

48

Carter, Matthew and Empire: Initial Exploration, 13-15.

49

(20)

72

tindakan radikal melalui kekuatan militer kepada setiap penduduk yang lalai atau memberontak

terhadap ketetapan elit penguasa. Kekuatan militer menjadi alat memupuk harta kekayaan dan

perlindungan bagi para elit sipil yang memberikan sumbangan untuk pembangunan jalan, kota,

patung atau kegiatan yang berhubungan dengan Kekaisaran.50

Masyarakat kelas bawah terdiri dari beberapa tingkatan, diawali dari pemilik tanah kecil,

tukang, pemilik toko, tentara Romawi biasa ataupun veteran. Pada umumnya orang-orang

Kristen yang terdapat dalam Perjanjian Baru termasuk dalam komunitas ini, seperti: Akwila dan

Priskila, Lidia penjual kain mewah. Strata sosial berikutnya adalah orang-orang yang sangat

miskin. Dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup, mereka menjadi kuli di pelabuhan, kuli

bangunan atau bekerja di ladang-ladang. Jika mereka tercatat sebagai warga Romawi, maka

mereka dapat memohon bantuan setiap bulan untuk memperoleh gandum. Kehidupan yang

mereka jalani sangat keras dan untuk tetap bertahan seringkali mereka memilih menjadi bawahan

dari seorang elit penguasa. Bahkan tidak jarang mereka menjadi pencuri dan pengemis untuk

bertahan hidup. Dalam beberapa konteks, orang asing dalam kepemimpinan kekaisaran Romawi

seringkali tidak mendapat tempat dalam strata sosial. Kondisi ini lebih sering disebabkan oleh

prasangka budaya, seperti kecurigaan orang-orang Romawi terhadap tradisi yang dianut oleh

orang-orang Yahudi. Orang-orang Yahudi seringkali mengalami tindakan kekerasan yang tidak

hanya berdasar pada sentimen budaya tetapi mengandung muatan politis. Namun pada umumnya

Kekaisaran Romawi terbuka terhadap kepelbagaian ras dan budaya seseorang.51

Strata sosial terendah adalah para budak. Budak bagi para filsuf Yunani dipandang lebih

rendah daripada manusia, sementara Romawi memandangnya hanya sebagai harta milik yang

dapat dimanfaatkan sekehendak sang tuan. Pengecualian perlakuan terhadap budak terjadi jika

50

Carter, Matthew and Empire: Initial Exploration, 16.

51

(21)

73

para budak cerdas dan pandai. Mereka mendapatkan kepercayaan untuk menjadi pengawas

ladang dan menjadi pengasuh anak-anak bangsawan, selain itu mereka mendapatkan hak-hak

hukum khusus dan mendapatkan upah yang dapat digunakan untuk keperluan pribadi.52

Masyarakat kelas atas pada umumnya mendapatkan perlakuan istimewa dibandingkan

dengan masyarakat kelas bawah. Dalam tuntutan hukum pada umumnya mereka mendapatkan

hukuman yang lebih ringan di bandingkan dengan masyarakat kelas bawah. Saat menonton seni

pertunjukkan mereka mendapatkan tempat di depan. Bahkan saat kekaisaran mengadakan

pembagian makanan, anggur, atau uang, maka yang terlebih dahulu menerima dengan porsi

besar adalah masyarakat kelas atas, sementara masyarakat kelas bawah menerima sisa

pembagian makanan, minuman, atau uang.53

Setelah memaparkan realitas sosial, politik, ekonomi dalam kekaisaran Romawi maka

saya akan menguraikan konteks keagamaan dalam kekaisaran Romawi. Konteks keagamaan

Romawi tidak dapat dipisahkan dari konteks keagamaan Yunani. Dewa-dewa Romawi

merupakan hasil kultus yang terbungkus mitologi Yunani. Jupiter sebagai dewa Romawi

diidentifikasikan sebagai Zeus dari Yunani yang adalah dewa langit, Minerva diidentifikasikan

dengan Atena adalah dewa yang berhubungan dengan politik, perang dan industri. Para dewa

dalam mitos Yunani dalam tampilan fisik digambarkan dengan sangat menarik dan kuat, namun

tidak memiliki ketahanan untuk mengendalikan nafsu.

Pemberlakuan kaisar Romawi selaku dewa sebenarnya diadopsi dari kultus Timur yang

memandang raja sebagai keturunan dewa.54 Tacitus menulis bahwa gubernur Roma

mengumumkan bahwa kekuatan militer dan pajak merupakan aturan dari para dewa yang harus

dipatuhi dan dilaksanakan, oleh sebab itu masyarakat harus taat terhadap kewajiban mereka

52

Stambaugh & David Balch, Dunia Sosial Kekristenan Mula-Mula, 135.

53

Stambaugh & David Balch, Dunia Sosial Kekristenan Mula-Mula, 135-136. 54

(22)

74

untuk memberi pada Kaisar. Seorang sejarawan Amerika J.R. Fears mengungkapkan bahwa

Kekaisaran Romawi mengadopsi pandangan kaisar adalah dewa dari belahan dunia yang lain.

Oleh sebab itu ideologi politik dirumuskan dalam istilah teologis yang dimanifestasikan dalam

ritual keagamaan yang kemudian terekspresikan melalui kekaisaran. Para penguasa kekaisaran di

pandang sebagai perwujudan dewa yang mendatangkan kesejahteraan bagi umat manusia.

Seorang penyair Latin Virgil menuliskan kisah penunjukkan Jupiter terhadap Romulus untuk

menemukan Roma dan meneguhkan Kekaisaran Romawi berkuasa atas seluruh dunia.55

Upaya menyebarkan dan menanamkan ideologi untuk memuja kaisar sebagai dewa

dilakukan dengan menggunakan beragam media, seperti: bangunan, koin, undang-undang,

pembuatan prasasti. Hari kelahiran kaisar dijadikan momentum yang tepat untuk menyampaikan

pesan bahwa kaisar adalah perwujudan dari para dewa.56 Bahkan pada abad pertama ZB

diadakan kultus terhadap kaisar yang sementara berkuasa. Kultus ini bertujuan untuk

menanamkan loyalitas kepada kekaisaran dan para elit penguasa. Kultus kepada kaisar yang

berkuasa dilakukan dengan memberikan persembahan kurban berupa lembu jantan atau

membakar dupa di patung kaisar. Para pemimpin agama yang melakukan ritual tersebut. Para

pemimpin agama adalah para dewan yang berjumlah enam orang, bertugas sebagai pemimpin

dalam kegiatan-kegiatan peribadatan dan berfungsi untuk melayani setiap orang yang

dimerdekakan untuk dapat diintegrasikan ke dalam masyarakat. Mereka tidak dapat menjadi

anggota senat ataupun dewan-dewan kota di Roma tetapi mereka sangat dihormati dan

memperoleh status sosial sebagai masyarakat kelas elit.57

Pemaparan diatas menunjukkan bahwa agama dan politik memiliki keterkaitan yang

sangat erat dalam kekaisaran Romawi. Fungsi agama memberikan legalitas nilai religius

55

Carter, Matthew, Matthew and Empire: Initial Exploration, 21.

56

Carter, Matthew, Matthew and Empire: Initial Exploration, 29.

57

(23)

75

terhadap tindakan-tindakan kekaisaran dalam mempertahankan kekuasaan. Kekaisaran

menggunakan ritual keagamaan dan nilai-nilai teologis untuk menciptakan gambaran relasi

antara dewa dan para kaisar. Romawi menyajikan bahwa kedaulatan kaisar merupakan

representasi dari kehadiran para dewa, hal ini berarti bahwa kehadiran Kekaisaran Romawi

adalah kehendak dari para dewa maka setiap undang-undang yang dikeluarkan oleh kaisar adalah

undang-undang dari para dewa.58 Jadi dalam menggambarkan hubungan antara kaisar dan para

dewa, keyakinan ini akan menciptakan dan memelihara hubungan antara kaisar dan rakyatnya.

3.4 Anthiokia dalam kekuasaan Romawi

Anthiokia bagi para ahli PB adalah tempat penulisan Injil Matius, oleh sebab itu saya

mencoba memaparkan dominasi Romawi di Anthiokia. Anthiokia menjadi salah satu kota

penting dalam kekaisaran Romawi, sebagai kota administrasi dan pusat komersial. Pada awalnya

berada pada kekuasaan imperium yang berada di bawah pimpinan Seleukia Nicator sekitar 300

SZB,59 kekaisaran Seleukia di Siria dianggap Romawi menjadi ancaman, maka diabad-abad

berikutnya Romawi berusaha untuk melumpuhkannya. Romawi menjalankan kekuasaannya

dengan keras dan menindas mereka yang meragukan kekuasaannya dengan kejam.60 Di bawah

kepemimpinan jendral Pompeius, Romawi mampu menaklukan serta mengambil alih wilayah

Seleukid pada tahun 64 SZB, situasi ini mengakhiri periode monarki dan menjadikan Siria

sebagai propinsi dengan ibukotanya Anthiokia. Untuk tetap mempertahankan wilayah timur dan

selatan propinsi Siria serta memperluas kekuasaan Romawi, maka Pompeius membuat kebijakan

melalui perjanjian dengan beberapa kerajaan bawahan yang bertujuan mengubah realitas politik

58

Carter, Matthew and Empire: Initial Exploration, 20. 59

Wayne. A. Meeks and Robert. L. Wiken, Jews And Christians In Antioch In the First Four Centuries Of The Common Era (Montana: Scholars Press), 1.

60

(24)

76

terhadap kebijakan-kebijakan independen yang mendatangkan keuntungan bagi

kerajaan-kerajaan kecil menjadi kebijakan-kebijakan yang mematuhi dan setia terhadap aturan kekuasaan

Romawi sehingga mendatangkan keuntungan baginya. Kebijakan-kebijakan ini semakin

menciptakan kekuatan politis bagi Romawi karena kerajaan-kerajaan kecil menjadi pos-pos

terdepan di timur yang bertanggungjawab memberikan perlindungan bagi kerajaan Partia sebagai

pewaris kekaisaran Persia di Iran dan Mesopotamia.61

Antiokhia menjadi tempat kediaman gubernur Siria yang merupakan perpanjangan

tangan dari penguasa Romawi. Gubernur mempunyai kewenangan untuk menaikkan pajak,

menjaga ketertiban masyarakat, legalitas hukum. Kekuasaan gubernur Roma mempunyai

pengaruh signifikan terhadap kebijakan dan ketetapan pemerintah lokal, karena dalam

imperialisme Romawi setiap orang akan berada dalam yuridiksi umum Romawi. Kekuatan dari

yuridiksi Romawi berdampak pada kenyamanan hidup, kesejahteraan finansial dan status sosial

yang tinggi bagi gubernur dan para staff. Berbagai cara untuk memperoleh kenyamanan para elit

penguasa dilakukan dengan cara mempekerjakan para budak dan buruh harian untuk mengelola

hasil tanah, terlibat dengan kegiatan perdagangan, serta memungut pajak dan memberikan

pinjaman dan penyitaan bagi masyarakat kelas bawah.62

Melindungi yuridiksi Romawi maka ditempatkan tiga sampai empat legiun di Antiokhia

yang bertugas mengamati kota, secara khusus sebagai bentuk intervensi konflik di Selatan

Galilea, Samaria dan Yudea. Keberadaan para legiun atau pasukan besar yang jumlahnya

berkisar 20.000-150.000 semakin mengukuhkan mitos kekuatan superior Romawi di setiap

wilayah yang telah ditaklukkan. Selain itu kehadiran para legiun sebagai bentuk dominasi

terhadap masyarakat yang dibebankan pajak dalam pasokan pengadaan hewan, tenaga kerja dan

61

Stambaugh & David Balch, Dunia Sosial Kekristenan Mula-Mula, 4-14. 62

(25)

77

penginapan. Keadaan ini semakin menambah beban masyarakat karena tekanan harga pajak.63

Beban penderitaan yang dialami masyarakat Anthiokia merupakan produk eksploitasi

pemerintah Romawi yang terjadi di sekitar wilayah Anthiokia. Tekanan sosial ekonomi

merajalela, produk, distribusi, konsumsi pangan selalu berada dalam kekuasaan Romawi.

Kesenjangan kesejahteraan, materi, kuasa, status sosial semakin terbuka lebar antara para elit dan

masyarakat kelas bawah. Para elit semakin menikmati materi yang berlimpah sementara

masyarakat semakin menderita di bawah garis kemiskinan. Hidup di bawah garis kemiskinan

berakibat pada kehidupan masyarakat yang rentan dengan penyakit, seperti kekurangan gizi dan

penyakit menular. Dalam rutinitas hidup, masyarakat selalu diperhadapkan dengan kepadatan

penduduk, kebisingan, kemelaratan, sampah, konflik, pasokan air yang buruk, orang-orang yang

kejam dan kasar, kejahatan, kebakaran, banjir dari sungai Orantes. Pada umumnya masyarakat

hidup tanpa aspirasi dan kesempatan untuk memperbaiki nasib.64

3.5 Yahudi dan Kristen dalam Dominasi Romawi

3.5.1 Interaksi Orang-orang Yahudi dengan Para Penguasa Romawi.

Narasi dalam Perjanjian Lama mengungkapkan bahwa para leluhur orang-orang Israel

yang tersebar dari berbagai tempat di Timur Tengah telah dipersatukan di tanah yang dijanjikan

Tuhan yaitu Kanaan.65 Namun kondisi itu berubah mulai abad 6 SZB tahun 586 SZB setelah

Nebukadnezar membuat Yerusalem menjadi puing-puing reruntuhan, terjadi diaspora

orang-orang Yahudi yang kemungkinan menjadi imigran di Sardis, Asia Kecil sebelah barat atau di

63

Carter, “The Gospel of Matthew,” 77. 64

Carter, “The Gospel of Matthew,” 78.

65

(26)

78

beberapa tempat lain. Menurut Flavius Josephus ahli sejarah Yahudi, orang-orang Yahudi pada

abad pertama SZB melalui dektrit yang dikeluarkan oleh gubernur Romawi, memperoleh hak

untuk hidup dalam suatu komunitas yang dapat merayakan tradisi perayaan-perayaaan Yahudi,

penyelesaian masalah-masalah hukum, dan membangun sinagoge untuk digunakan

bersama-bersama.66

Kepatuhan orang-orang Yahudi terhadap imperialisme Romawi dimulai sejak Yerusalem

yang merupakan pusat dari bangsa Yahudi takluk kepada kekuasaan Romawi. Peristiwa itu

diawali pada tahun 63 SZB saat Jendral Pompey merebut menara Strato di Strato sehingga

Yerusalem jatuh dalam imperialisme Romawi. Kemudian, Kaisar Agustus pada tahun 30 SZB

menyerahkan Strato kepada Herodes Agung. Herodes Agung kembali membangun Strato dan

mengganti nama kota itu menjadi Kaisarea. Perubahan nama tersebut sebagai wujud

penghormatan kepada Kaisar Agustus yang memerintah Romawi antara tahun 27 SZB-14 ZB.

Yerusalem yang telah mapan saat itu terlihat dari terbangunnya sistem dan struktur

kemasyarakatan. Yosefus seorang ahli sejarah Yahudi menulis bahwa terdapat tiga kelompok

utama dalam masyarakat Yahudi dengan filosofinya yaitu Farisi, Saduki, dan Eseni.67 Selain

sistem dan struktur masyarakat yang telah terbangun, Yerusalem juga merupakan pusat

perdagangan yang menarik para pedagang dari beberapa wilayah khususnya dari Yudea dan

wilayah-wilayah di sekitar Palestina untuk melakukan transaksi dagang di Yerusalem. Selain

menjadi pusat perdagangan, Yerusalem merupakan pusat politik Yahudi. Yerusalem pada masa

itu adalah “pusat sistem dominasi”. Sistem ini memiliki tiga ciri khas yang digunakan dalam

struktur organisasi masyarakat yaitu penindasan politik, eksploitasi ekonomi dan legitimasi

agama. Legitimasi agama terorientasi pada dukungan yang diberikan agama kepada kekuasaan

66

Stambaugh & David Balch, Dunia Sosial Kekristenan Mula-Mula, 43.

67

(27)

79

pemerintah secara khusus kepada kaisar. Dengan demikian pusat sistem dominiasi adalah

dominasi yang mencakup aspek politik, ekonomi yang dilakukan oleh beberapa penguasa dengan

menggunakan agama sebagai pembenaran terhadap tindakan dan keputusan yang dibuat oleh

para penguasa.68

Realita hidup orang-orang Yahudi yang berdomisili di daerah imperialisme Romawi

berhadapan dengan kepatuhan dan ketaatan kepada pihak penguasa. Kekaisaran Romawi

menuntut perilaku tertentu bagi seluruh penduduk yang berada dalam wilayah kekuasaannya.

Setiap individu baik laki-laki ataupun perempuan, budak ataupun orang merdeka, warga negara

ataupun bukan warga negara wajib menghormati para elit penguasa. Pengabdian diri mereka

dapat diwujudkan melalui sumbangan-sumbangan finansial yang akan digunakan untuk biaya

pengeluaran masyarakat, selain itu turut berperan aktif dalam tugas militer, kerja bakti, atau turut

serta dalam peribadatan bersama masyarakat.69

Orang-orang Yahudi harus tunduk terhadap maklumat, perintah, dektrit dan hukum

tertulis yang berasal dari penguasa Romawi. Pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang

Yahudi akan mendapatkan sanksi hukum dari seorang wali negeri (procurator) sebagai wakil

dari kaisar, namun jika orang Yahudi yang menghadapi masalah hukum berkewarganegaraan

Romawi maka orang Yahudi tersebut dapat mengajukan banding kepada kaisar. Pemungutan

pajak turut memainkan peran penting dalam beban penderitaan yang dialami oleh orang-orang

Yahudi. Pada awal abad Masehi di zaman Yesus, Herodes Agung yang adalah kaki tangan

Romawi membangun kota Yerusalem khususnya pembangunan Bait Allah tahun 20 atau awal 19

SZB dengan biaya yang sangat besar, pembangunan Bait Allah selesai tahun 64 ZB. Bait Allah

yang sering mendapatkan julukan Bait Suci Herodes merupakan pusat dari dominasi lokal yang

68

Kuncahyono, Jerusalem 33: Imperium Romanum, Kota Para Nabi, dan Tragedi di tanah Suci, 191.

69

(28)

80

tunduk pada kekuasaan Romawi. Rantai dominasi berpijak pada otoritas Bait Allah dan

kepemilikan tanah, sehingga para tuan tanah yang notabene mengabdi pada Romawi dapat

berkuasa. Sementara otoritas Bait Allah yang berada di tangan penguasa Yahudi yaitu imam

besar, para imam kepala, ahli-ahli kitab, kaum tua-tua dan golongan Lewi yang mengatur

masalah keagamaan dan pelaksanaan korban memiliki relasi yang intens dengan Romawi. Ahli

taurat selain sebagai penterjemah dan pengajar dari hukum taurat dapat dikatakan sebagai kaki

tangan penguasa, begitu pula dengan kaum tua-tua yang merupakan anggota dewan dalam

struktur masyarakat Yahudi. Dengan kekuasaan yang mereka miliki kerap kali mereka membuka

peluang untuk menyalah gunakan kekuasaan demi kepentingan pribadi dengan cara menjadi kaki

tangan Romawi. Akibatnya orang-orang yang memiliki materi berkelimpahan berupaya untuk

memupuk harta dengan membeli semua lahan sehingga dapat membuka lahan pertanian yang

luas dan membeli kehidupan manusia dengan mempekerjakan mereka untuk mengelola lahan

tersebut.70

Salah satu pasokan utama untuk pembiayaan ini adalah dengan menetapkan pajak kepada

masyarakat. Namun pemungutan pajak yang dilakukan oleh para pemungut cukai tidak hanya

terorientasi kepada pembangunan kota Yerusalem tetapi juga terorientasi pada pengumpulan

harta para elit penguasa. Orang-orang Yahudi sangat menderita karena setengah dari penghasilan

mereka digunakan untuk membayar pajak. Pada zaman Pontius Pilatus ada beberapa pajak yang

diterapkan yaitu pajak tanah atau tributum soli, pajak kepala atau tributum capilis, pajak untuk

gandum dan ternak yang disebut annona yang digunakan untuk anggaran militer, selain itu ada

pajak publicum berupa pungutan bea cukai, pajak garam, pajak penjualan. Khusus untuk pajak

publicum cara pengumpulannya melalui pemungut pajak setempat yang pada umumnya pelaku

pemungut pajak adalah orang Yahudi. Pada umumnya pemungutan pajak yang mereka lakukan

70

(29)

81

lebih besar dari ketentuan awal yang dibuat penguasa Romawi. Hal ini dilakukan agar mereka

mendapatkan untung dari pemungutan pajak, sehingga mereka sering disebut sebagai

antek-antek penjajah.71

Pada abad 1 ZB orang-orang Yahudi dari beragam strata sosial tersebar di beberapa

daerah kekaisaran Romawi. Strata sosial yang didapat mulai dari meleburkan diri menjadi bagian

pasukan raja Helenis, dan beberapa diantara mereka menjadi petinggi-petinggi pasukan raja.

Sebagian dari mereka ada yang menjadi pejabat-pejabat pemerintah, ada pula sebagai

pemilik-pemilik tanah, para petani, tukang, pedagang, para peminjam uang dan budak. Terdapat dugaan

yang menyatakan bahwa orang Yahudi merupakan seperlima populasi dari Laut Tengah sebelah

Timur, dugaan ini secara informatoris semakin memperkuat keberadaan orang-orang Yahudi

beserta dengan tradisi yang telah dikenal luas menyebar di seluruh pusat kota dan kota-kota

kekaisaran Romawi. Orang-orang Yahudi sangat menyanjung tradisi yang melekat dalam

kehidupan mereka. Dalam konteks keagamaan, mereka memiliki kehidupan keagamaan yang

teguh dan tertib, standar moral yang dipakai sangat tinggi. Setiap orang Yahudi diwajibkan harus

mentaati dan loyal dengan aturan-aturan tentang makanan ataupun perintah-perintah Tora.

Pengakuan terhadap keesaan Tuhan merupakan pengajaran yang diwariskan oleh para leluhur

mereka. Hal ini sangat berbeda dengan ajaran politeisme yang dianut oleh kekaisaran Romawi.72

Bagi seorang bukan Yahudi yang akan memasuki komunitas ini, harus memberi diri

untuk menerima penyucian melalui pembaptisan dan pada laki-laki simbolisasi penyucian

dengan cara sunat. Oleh sebab itu di diaspora jumlah proselit (orang non Yahudi yang memasuki

komunitas Yahudi) sangat minim dan pada umumnya perempuan lebih banyak menjadi proselit

dibandingkan laki-laki, serta proselit dari masyarakat kelas bawah lebih banyak dibandingkan

71

Kuncahyono, Jerusalem 33: Imperium Romanum, Kota Para Nabi, dan Tragedi di Tanah Suci, 197-198.

72

(30)

82

masyarakat kelas atas.73

Kondisi peribadatan setelah pembuangan ke Babel sangat berbeda dengan kondisi ketika

mereka melakukan peribadatan di Yerusalem. Sewaktu berada di Yerusalem mereka

melaksanakan peribadatan di Bait Allah. Peribadatan dan persembahan kurban yang dilakukan

di Bait Allah merupakan manifestasi dari loyalitas orang-orang Yahudi kepada Tuhan dan

kepatuhan terhadap hukum taurat. Namun ketika Yerusalem telah hancur dan mereka berada

dipembuangan, maka peribadatan dilakukan dalam sinagoge-sinagoge yaitu rumah peribadatan

orang Yahudi. Dalam sinagoge persembahan kurban tidak dilakukan karena hal itu tidak

mungkin dilakukan, sehingga bentuk peribadatan hanya berupa doa, membaca Taurat,

memelihara hari Sabat, sunat dan memelihara hukum-hukum yang mengatur perihal makanan.

Selain kegiatan-kegiatan di atas, bentuk kegiatan lain yang dilakukan dalam sinagoge adalah

tempat pendidikan dan pengajaran tentang hukum-hukum. Kegiatan-kegiatan peribadatan dalam

sinagoge tidak hanya menjurus pada formalitas peribadatan melainkan berfungsi sebagai media

yang memperteguh kebersamaan keyahudian ditengah-tengah situasi yang khusus dan

memisahkan mereka dari kemerdekaan pribadi, bangsa ataupun dunia luar. Peribadatan dalam

sinagoge tetap berlanjut setelah pembebasan orang Yahudi dari pembuangan Babel. Tidak heran

ketika orang Yahudi menyebar ke berbagai tempat di Laut Tengah setelah

penaklukan-penaklukan yang dilakukan Alexander mereka tetap membawa serta tradisi peribadatan dalam

sinagoge-sinagoge. Sinagoge merupakan simbol dari loyalitas keagamaan dan kebangsaan

Yahudi. Namun perbedaan tempat mempengaruhi pelaksanaan peribadatan di sinagoge,

seringkali peribadatan yang dilakukan disesuaikan dengan konteks budaya, hukum di mana

sinagoge itu hadir. Orang-orang Yahudi di Babel berhadapan dengan masalah yang berbeda

dengan orang-orang Yahudi di Roma. Orang-orang Yahudi di Roma sebagian mengikuti tradisi

73

(31)

83

Yunani-Romawi yang dianggap kafir oleh beberapa orang Yahudi lainnya. Persamaan di

sinagoge yang mereka miliki dalam kekuasaan Kekaisaran Romawi terdapat dalam pengunaan

bahasa Yunani. Setelah pergantian waktu yang terus berjalan maka secara cepat generasi penerus

dari orang-orang Yahudi di Laut Tengah hanya dapat menggunakan bahasa Yunani.74

Pada satu pihak beberapa orang Yahudi di diaspora sangat menjunjung tinggi nilai-nilai

keyakinan dari warisan nenek moyang namun di pihak lain pada umumnya mereka

menyesuaikan diri dengan tempat mereka tinggal. Mereka mengikuti beberapa aturan yang

ditetapkan oleh penguasa Romawi bahkan mendoakan para penguasa sesuai dengan tradisi

berdasar keyakinan nenek moyang mereka, tetapi mereka tidak dapat mengikuti ketetapan ritual

keagamaan Romawi seperti membakar dupa bagi patung dan memberikan kurban bagi para

dewa. Namun ada beberapa orang-orang Yahudi yang mengikuti ritual peribadatan Romawi

dengan cara membakar dupa dan memberikan kurban bagi para dewa. Sikap dari orang-orang

Yahudi yang tetap menyatakan kesetiaan kepada para penguasa Romawi membuat mereka

mendapatkan hak istimewa untuk tetap meneruskan tradisi nenek moyang dalam kekuasaan

Romawi, namun tidak berarti orang-orang Yahudi terlepas dari dominasi Romawi.75

Menjelang kehancuran Bait Allah saat orang Yahudi diwajibkan untuk membayar pajak

setengah syikal kepada penguasa Romawi daripada memberikannya ke Yerusalem maka

memunculkan sikap antipati terhadap penguasa Romawi di sejumlah pusat diaspora.

Pemberontakan terhadap dominasi Romawi muncul di seluruh negeri. Yosepus menulis bahwa

pemberontakan terhadap dominasi Romawi dilakukan oleh kelompok Zelot di bawah pimpinan

Yudas anak Hizkia pada tahun 6 ZB. Kaum Zelot adalah orang-orang yang menentang

pembayaran upeti kepada kaisar Roma, mereka memandang bahwa pembayaran upeti

74

Drane, Memahami Perjanjian Baru, 34-36, John Stambaugh & David Balch, Dunia Sosial Kekristenan Mula-Mula, 46-47.

75

(32)

84

merupakan bentuk pengkhianatan kepada Allah, Raja Israel. Sebutan Zelot berasal dari

keteladanan yang mereka dapat dari Matatias beserta pengikutnya yang memiliki semangat besar

(zelos) melawan Anthiokhus IV. Pemberotakan pada tahun 6 ZB dapat dilumpuhkan oleh

penguasa Romawi, kemudian berlanjut pemberontakan pada tahun 66 ZB. Aksi pemberontakan

menimbulkan kerusuhan di daerah dominasi Romawi hal ini berdampak pada tahun 70 ZB

militer Romawi menghancurkan Yerusalem dan Bait Suci serta menangkap mereka yang

memberontak, membantai, menyalibkan orang-orang Yahudi, dan menjual mereka sebagai

budak. Pemberontakan itu terus berlanjut sampai pada tahun 73 ZB setelah benteng pertahanan

mereka dilumpuhkan oleh militer Roma.76 Identitas diri orang Yahudi pada saat itu dapat

dikatakan tidak hanya ditentukan oleh keyakinan religius tetapi juga dari realitas-realitas sosial,

politis dan ekonomi dalam dominasi Romawi.

3.5.2 Interaksi Orang Kristen dengan Para Penguasa Romawi.

Pada tahun 30 ZB kekristenan yang berpangkal pada Yahudi mulai mengisi kisah sejarah

dunia, dan secara pasti menyebar di dunia Yunani-Romawi.77 Dunia dimana kekristenan hadir

berada dalam kekuasaan Romawi yang dipenuhi oleh beragam kebudayaan. Dunia

Yunani-Romawi dikenal dengan cara hidup “helenisme” yang berpangkal pada kebudayaan Yunani yang

dibawa oleh Alexander Agung (356-323 SZB) dengan beragam aliran filsafat didalamnya,

seperti: aliran filsafat Stoa, Epikurus. Selain itu pula terdapat beragam aliran keagamaan seperti

Gnotisisme, agama misteri dan Yahudi. Gnostisisme mendasari keyakinannya pada dua dunia

yaitu dunia roh yang murni dan suci tempat di mana Allah bertahta, serta dunia yang penuh

dengan kejahatan. Keyakinan mereka adalah dunia yang suci tidak memiliki relasi dengan dunia

76

A. Kenneth Curtis, J. Stephen Lang, dan Randy Peterson, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen

(Jakarta: Gunung Mulia, 2007), 2, Kuncahyono, Jerusalem 33: Imperium Romanum, Kota Para Nabi, dan Tragedi di Tanah Suci 171-202.

77

Referensi

Dokumen terkait

a). Penyisipan vokal /a/ dalam gugus konsonan dapat diketahui dari tabel 12. Vokal yang disisipkan pada gugus konsonan tersebut di atas adalah sejenis dengan vokal sebelumnya.

Pasar tradisional selama ini lebih diidentikan sebagai tempat kumuh, kotor, semrawut, becek, bau, sumpek, sumber kemacatan, sarang preman dan seterusnya. Singkat kata

Berdasarkan produksi biogas per volume bahan yang diolah, jumlah biogas terbaik dihasilkan dari bahan campuran kotoran sapi dan sampah organik segar dengan perbandingan 1 : 1

Publikasi tentang CIDR untuk sinkronisasi estrus pada kambing PE, prediksi waktu ovulasi berdasarkan pengukuran kadar LH dan perkembangan folikel selama masa estrus

[r]

Tolok ukur kondisi Sosial (sesuai baku mutu/ penera/ volume target Nilai Besaran Parameter Indikator Sosial setelah Pengelolaan Sosial 1 2 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Jumlah total populasi sampel pada ketinggian 15 m dpl dan 900 m dpl pada setiap bagian spikelet yang berada pada tandan bunga jantan dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar

In order to efficiently retrieve the nearest neighbor information, we proposed a spatial access method known as clustered hierarchical structure.. This structure is