BAB II
PENGATURAN ASURANSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40
TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN
A. Ruang Lingkup Usaha Perasuransian
Asuransi merupakan perjanjian timbal balik yang berarti masing-masing
pihak mempunyai hak dan kewajiban yang saling berhadap-hadapan sehingga
dalam hubungannya dengan pemegang polis, disamping harus melaksanakan
kewajibannya juga perlu memperoleh perlindungan untuk menuntut haknya.
Adanya peraturan yang memadai dan mudah dipahami akan sangat membantu
bagi pemegang polis. 14
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian khususnya
pasal 1 ayat 1 huruf a dan b berbunyi :
“Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi pemnerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk :
a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung
atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana”.
Perjanjian asuransi yang terjadi antara pihak tertanggung dan penanggung
mengikatkan perjanjian tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak.
14
Semakin besar risiko yang mungkin terjadi maka premi yang harus dibayarkan
semakin besar. Polis asuransi menjadi tanda telah terjadinya suatu perjanjian
antara pihak tertanggung dan penanggung. Namun, polis asuransi tidak dikenal di
bidang asuransi sosial sebab asuransi sosial bersifat asuransi wajib.
Peningkatan peran industri perasuransian dalam mendorong pembangunan
nasional juga terjadi melalui pemupukan dana jangka panjang dalam jumlah besar
yang selanjutnya menjadi sumber dana pembangunan. UUP mengamanatkan
pengaturan lebih lanjut dalam lini usaha dan produk asuransi dan asuransi syariah
serta pengaturan pengelolaan kekayaan dan kewajibannya kepada Otoritas Jasa
Keuangan (selanjutnya disebut OJK).
Pengaturan ruang lingkup usaha perasuransian diatur dalam pasal 2 sampai
dengan pasal 5 UUP, pasal 2 mengatur tentang :
1. Perusahaan Asuransi Umum.
Perusahaan asuransi umum hanya dapat menyelenggarakan usaha asuransi
umum dan usaha reasuransi. Usaha asuransi umum adalah usaha jasa
pertanggungan risiko yang memberikan penggantian kepada tertanggung atau
pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilanga n
keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin
diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang
tidak pasti, termasuk lini asuransi kesehatan dan lini usaha asuransi kecelakaan
diri.
Perusahaan asuransi jiwa hanya dapat menyelenggarakan usaha asuransi
jiwa termasuk lini usaha anuitas, lini usaha asuransi kesehatan, dan lini usaha
asuransi kecelakaan diri. Usaha asuransi jiwa adalah usaha yang
menyelenggarakan jasa penanggulangan risiko yang m€emberikan pembayaran
kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak dalam hal
tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup, atau pembayaran lain kepada
pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu
yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan
pada hasil pengelolaan dana.
Berdasarkan mekanisme pengelolaan risikonya, lini usaha asuransi
kesehatan dan lini usaha asuransi kecelakaan diri lebih tepat digolongkan sebagai
usaha asuransi umum. Namun, mengingat objek asuransi yang dipertanggungkan
menyangkut diri manusia, maka lini usaha asuransi kesehatan dan lini usaha
asuransi kecelakaan diri dapat digolongkan sebagai usaha asuransi jiwa.
3. Perusahaan Reasuransi.
Perusahaan reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha reasuransi.
Usaha reasuransi adalah usaha jasa pertanggungan ulang terhadap risiko yang
dihadapi oleh perusahaan asuransi, perusahaan penjaminan, atau perusahaan
reasuransi lainnya.
Pasal 3 UUP mengatur tentang :
1. Perusahaan Asuransi Umum Syariah.
Perusahaan asuransi umum syariah hanya dapat menyelenggarakan usaha
syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah guna saling
menolong dan melindungi dengan memberikan penggantian kepada peserta atau
pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan
keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin
diderita peserta atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak
pasti, termasuk lini usaha asuransi kesehatan dan lini usaha asuransi kecelakan
diri yang berdasarkan prinsip syariah.
2. Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah.
Hanya dapat menyelenggarakan usaha asuransi jiwa syariah termasuk lini
usaha anuitas, lini usaha asuransi kesehatan, dan lini usaha asuransi kecelakaan
diri yang berdasarkan prinsip syariah. Prinsip syariah adalah prinsip Hukum Islam
dalam kegiatan perasuransian berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga
yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Usaha
asuransi jiwa syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah
yang berguna untuk saling menolong dan melindungi dengan memberikan
pembayaran yang didasarkan pada meninggal atau hidupnya peserta, atau
pembayaran lain kepada peserta atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu.
3. Perusahaan Reasuransi Syariah.
Hanya dapat menyelenggarakan usaha reasuransi syariah. Usaha
reasuransi syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah
atas risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi syariah, perusahaan penjamin
Usaha asuransi syariah dan usaha reasuransi syariah berbeda dari usaha
asuransi konvensional dan usaha reasuransi konvensional. Usaha asuransi dan
usaha reasuransi yang dikelola secara konvensional menerapkan konsep trasnfer
risiko, sedangkan usaha asuransi dan usaha reasuransi yang menganut prinsip
syariah merupakan penerapan konsep berbagi risiko (risk sharing). Mengingat
perbedaan konsep yang mendasari kedua penyelenggara usaha perasuransian ini,
usaha asuransi syariah dan usaha reasuransi syariah yang saat ini diperkenankan
dalam bentuk unit di dalam perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi
konvensional akan didorong untuk diselenggarakan oleh entitas terpisah.
Usaha asuransi yang menganut prinsip syariah lebih rinci lagi diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentang Penerapan
Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi Dengan
Prinsip Syariah. Berdasarkan peraturan menteri keuangan ini dijelaskan asuransi
berdasarkan prinsip syariah adalah usaha saling tolong menolong (ta’awuni) dan
melindungi (takafuli) di antara para peserta melalui pembentukan kumpulan dana
(dana tabarru’) yang dikelola sesuai dengan prinsip syariah untuk menghadapi
risiko tertentu.
Sedangkan dalam Pasal 4 UUP mengatur tentang perusahaan pialang
asuransi, perusahaan pialang reasuransi, dan perusahaan penilai kerugian asuransi.
Perusahaan pialang asuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha pialang
asuransi. Usaha pialang asuransi adalah usaha jasa konsultasi dan/atau
penyelesaian klaimnya dengan bertindak untuk dan atas nama pemegang polis,
tertanggung, atau peserta.
Perusahaan pialang reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha
pialang reasuransi yaitu usaha jasa konsultasi dan/atau keperantaraan dalam
penempatan reasuransi atau penempatan reasuransi syariah serta penangangan
penyelesaian klaimnya dengan bertindak untuk dan atas nama perusahaan
asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan penjaminan, perusahaan
penjaminan syariah, perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransi syariah
yang melakukan penempatan reasuransi atau reasuransi syariah. Perusahaan
penilai kerugian asuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha penilaian kerugian
asuransi yaitu usaha jasa penilaian klaim dan/atau jasa konsultasi atas objek
asuransi.
Ruang lingkup usaha asuransi umum, asuransi jiwa, asuransi umum
syariah, dan asuransi jiwa syariah dapat diperluas sesuai dengan kebutuhan
masyarakat yang berupa penambahan manfaat yang besarnya didasarkan pada
hasil pengelolaan dana dengan ketentuan lebih lanjut diatur dalam Peraturan OJK.
Hal ini tercantum dalam Pasal 5 UUP.
B. Pendirian Usaha
1. Bentuk Badan Hukum Perusahaan Perasuransian
Menurut R. Subekti pengertian badan hukum adalah suatu badan atau
perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti
di depan hakim. Sedangkan menurut Rochmat Soemitro badan hukum ialah suatu
badan yang dapat mempunyai harta, hak serta kewajiban seperti orang pribadi.15
Badan hukum memiliki beberapa bentuk, di antaranya adalah perseroan
terbatas, koperasi, dan yayasan. Bentuk perusahaan perasuransian di Indonesia
saat ini termuat dalam Pasal 6 ayat 1 UUP berbunyi “Bentuk badan hukum
penyelenggara usaha perasuransian adalah : perseroan terbatas, koperasi, atau
usaha bersama yang telah ada pada saat undang-undang ini diundangkan” dan
usaha bersama tersebut dinyatakan sebagai badan hukum berdasarkan
undang-undang dan ketentuan lebih lanjut mengenai badan hukum usaha bersama diatur
dalam peraturan pemerintah. Perusahaan perasuransian paling banyak ditemukan
di Indonesia adalah berbentuk perseroan terbatas, seperti PT. Asuransi Jiwasraya,
PT. Asuransi ABRI (ASABRI), PT. Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI), PT.
Asuransi Jasa Indonesia (JASINDO), PT. Asuransi Jasa Raharja, PT. Askrindo,
PT. Reasuransi Umum Indonesia (RUI), PT. Taspen (Persero).
Pihak yang bermaksud menyelenggarakan usaha asuransi berbentuk badan
hukum usaha bersama baru didorong untuk menjadi berbentuk koperasi dengan
pertimbangan kejelasan tata kelola dan prinsip usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan dan wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam undang-undang
paling lama tiga tahun.16 Permasalahan yang terjadi kepada perusahaan asuransi
yang berbentuk badan hukum usaha bersama pernah terjadi terhadap Asuransi
Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912. Hal ini dikarenakan adanya putusan
15
www.jurnalhukum.com/pengertian-badan-hukum/ diakses pada 27 April 2015 pukul 10:04 WIB
16
Mahkamah Konstitusi terhadap bentuk badan hukum usaha bersama di bidang
perasuransian yang bertentangan dengan Pasal 28D (1) UUD 1945 yang
menimbulkan perlakuan yang tidak sama di hadapan hukum karena perusahaan
asuransi yang berbadan hukum perseroan dan koperasi telah memperoleh
kepastian hukum dengan adanya undang-undang yang mengatur khusus untuk
itu.17
2. Perizinan usaha
Izin usaha merupakan suatu bentuk persetujuan atau pemberian izin dari
pihak berwenang atas penyelenggaraan suatu kegiatan usaha oleh seorang
pengusaha atau suatu perusahaan. Agar kegiatan usaha berjalan dengan lancar,
maka setiap perusahaan wajib mengurus dan memiliki izin usaha dari instansi
pemerintah yang sesuai dengan jenis bidang usahanya.
Perizinan usaha dalam mendirikan suatu perusahaan sangatlah penting
sebab izin usaha yang diperoleh merupakan langkah awal dalam mendirikan suatu
perusahaan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti cacat
administrasi. Begitu juga dalam hal pendirian usaha perasuransian dimana proses
untuk mendirikan usaha peransuransian tersebut memerlukan izin yang
didapatkan dari OJK.
Persyaratan mengenai izin usaha perasuransian diatur dalam UUP dan
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perasuransian. Dalam memperoleh izin usaha tersebut terdapat beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi mengenai :
17
a) Anggaran dasar
Unsur-unsur yang harus terdapat dalam anggaran dasar suatu perusahaan
perasuransian meliputi maksud dan tujuan pendirian suatu perusahaan
hanya untuk menjalankan salah satu jenis usaha perasuransian serta
perusahaan tidak memberikan pinjaman kepada pemengang saham. Pada
anggaran dasar juga harus dinyatakan secara tegas jenis usaha
perasuransian apa yang akan dijalankan dan harus dibuat dihadapan
notaris.
b) Susunan organisasi
Susunan organisasi perusahaan perasuransian sekurang-kurangnya
meliputi fungsi-fungsi sebagai berikut :
1) Bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi, yaitu fungsi
pengelolaan risiko,fungsi pengelolaan keuangan, dan fungsi
pelayanan.
2) Bagi perusahaan pialang asuransi dan perusahaan reasuransi, yaitu
fungsi pengelolaan keuangan dan fungsi pelayanan.
3) Bagi perusahaan agen asuransi, perusahaan penilai kerugian
asuransi, dan perusahaan konsultan aktuaria, yaitu fungsi teknis
sesuai dengan bidang jasa yang diselenggarakannya.
c) Modal disetor
Persyaratan modal yang disetor bagi perusahaan asuransi sebesar
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dan modal yang disetor bagi
rupiah). Namun jika dalam suatu pendirian perusahaan perasuransian,
kepemilikan saham pihak asing melalui penyertaan langsung paling
banyak 80% (delapan puluh per seratus).
d) Dana jaminan
Dana jaminan adalah kekayaan perusahaan asuransi, perusahaan asuransi
syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang
merupakan jaminan terakhir dalam rangka melindungi kepentingan
pemegang polis, tertanggung, atau peserta dalam hal perusahaan asuransi,
perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah dilikuidasi. Dana jaminan perusahaan perasuransian
ditetapkan oleh OJK dalam bentuk dan jumlah yang harus sesuai dengan
perkembangan usaha dengan ketentuan tidak kurang dari yang
dipersyaratkan pada awal pendirian. Dana jaminan ini dilarang untuk
diagunkan ataupun dibebani dengan hak-hak apa pun tetapi dapat
dipindahkan atau dicairkan hanya setelah mendapat persetujuan dari OJK.
e) Kepemilikan
Kepemilikan perusahaan perasuransian di Indonesia diatur dalam Pasal 7
UUP berisi perusahaan perasuransian hanya dapat dimiliki oleh warga
negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang secara langsung
atau tidak langsung sepenuhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia atau
warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia bersama-sama
dengan warga negara asing atau badan hukum asing yang merupakan
induk yang salah satu anak perusahaannya bergerak di bidang usaha
perasuransian yang sejenis. Warga negara asing yang dapat menjadi
pemilik perusahaan perasuransian hanya melalui transaksi di bursa efek.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria badan hukum asing dan
kepemilikan badan hukum asing dalam perusahaan perasuransian diatur
dalam peraturan pemerintah.
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan
Usaha Perasuransian menyatakan bahwa perusahaan asuransi dan
perusahaan reasuransi dimungkinkan untuk melakukan perubahan
kepemilikan melampaui batas kepemilikan sebagaimana dimaksud pada
pasal 6 ayat (2) pada saat pendirian perusahaan, kepemilikan saham pihak
asing melalui penyertaan lanngsung dalam perusahaan perasuransian
paling banyak 80% (delapan puluh per seratus). Namun tidak mengubah
ketentuan jumlah modal yang telah disetor oleh pihak Indonesia. Setiap
perubahan atas kepemilikan perusahaan perasuransian harus dilaporkan
kepada menteri keuangan.
f) Kelayakan dan kepatutan pemegang saham dan pengendali
g) Kemampuan dan kepatutan direksi dan dewan komisaris atau yang setara
dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk
koperasi atau usaha bersama, dewan pengawas syariah, aktuaris
Setiap anggota dewan komisaris dan pengurus perusahaan perasuransian
tidak boleh pernah melakukan tindakan tercela di bidang perasuransian
dan atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang
perasuransian dan perekonomian, serta memiliki akhlak dan moral yang
baik. Sekurang-kurangnya setengah dari jumlah anggota pengurus harus
memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang penggelolaan risiko.
Pengurus diluar jabatan komisaris tidak diperkenankan untuk merangkap
jabatan pada perusahaan lain.
h) Tenaga ahli
Memperkerjakan tenaga ahli harus sesuai dengan bidang usahanya dalam
jumlah yang memadai untuk mengelolah kegiatan usahanya. Pengelolaan
perusahaan perasuransian ini sekurang-kurangnya harus didukung dengan
sistem pengembangan sumber daya manusia, sistem administrasi, dan
sistem pengelolaan data.
i) Kelayakan rencana kerja
j) Kelayakan sistem manajemen risiko
k) Produk yang akan dipasarkan
l) Perikatan dengan pihak terafiliasi apabila ada dan kebijakan pengalihan
sebagian fungsi dalam penyelenggaraan usaha
m) Infrastruktur penyiapan dan penyampaian laporan kepada OJK
n) Konfirmasi dari otoritas pengawas di negara asal pihak asing, dalam hal
o) Hal lain yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan usaha yang
sehat.
Setelah seluruh persyaratan untuk memperoleh izin usaha perusahaan
perasuransian tersebut dipenuhi barulah izin usaha dapat dimiliki oleh setiap
perusahaan perasuransian dan dapat menjalankan usahanya.
Namun ada ketentuan khusus mengenai izin usaha pada perusahaan
asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah yang di atur dalam
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 426/KMK.06/2003
Tentang Perizinan Usaha dan Kelembangaan Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi Pasal 4 ayat (3) yang menyatakan pendirian atau konversi
perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah harus
menyampaikan bukti pendukung bahwa tenaga ahli yang dipekerjakan memiliki
keahlian di bidang asuransi dan atau ekonomi syariah, bukti pengesahan Dewan
Syariah Nasional tentang penunjukan anggota Dewan Pengawas Syariah
Perusahaan, bukti pengesahan Dewan Pengawas Syariah Perusahaan atas produk
asuransi yang akan dipasarkan, pedoman pelaksanaan manajemen keuangan
sesuai syariah yang sekurang-kurangnya mengatur mengenai penempatan
investasi baik batasan jenis maupun jumlah, pedoman penyelenggaraan usaha
sesuai syariah yang sekurang-kurangnya mengatur mengenai penyebaran risiko,
bukti pemenuhan persyaratan sebagaimana bagi konversi Perusahaan Asuransi
atau Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah.
Penyetujuan atau penolakan izin usaha Perusahaan Perasuransian oleh
lengkap dan apabila OJK menolak permohonan izin usaha Perusahaan
Perasuransian, penolakan harus dilakukan secara tertulis dan disertai dengan
alasan penolakannya.
C. Penyelenggaraan usaha
Penataan lembaga-lembaga keuangan agar mampu melaksanakan fungsi
dan tugasnya masing-masing merupakan langkah awal untuk tercapainya
peningkatan pelaksanaan pembangunan nasional yang dibutuhkan oleh
masyarakat dan dunia usaha dalam mendorong pertumbuhan ekonomi,
pemerataan pembangunan, dan termasuk memperluas kesempatan berusaha atau
menambah lapangan pekerjaan. Untuk memperkuat pelaksanaan penyelenggaraan
perusahaan perasuransian perlu diberikan kesempatan yang luas kepada setiap
pihak yang ingin melakukan usaha di bidang perasuransian tersebut yang
dilakukan secara sehat, bertanggung jawab, dan tidak mengabaikan kepentingan
masyarakat pada umumnya dan kepentingan tertanggung atau pemegang polis.
Unsur-unsur penyelenggaraan usaha perasuransian yang terdapat pada
UUP terdiri atas :
1. Tata kelola perusahaan yang baik bagi perusahaan perasuransian
Bagi perusahaan perasuransian wajib menerapkan tata kelola perusahaan
yang baik dalam menyelenggarakan usahanya yang diatur dalam Peraturan OJK
Nomor 2/POJK.05/2014 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik Bagi
Perusahaan Perasuransian. Prinsip tata kelola yang baik bagi perusahaan
pertanggungjawaban (responsibility), kemandirian (independency), kesetaraan dan
kewajaran (fairness).
Penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi perusahaan asuransi bertujuan
untuk mengoptimalkan nilai perusahaan perasuransian bagi pemangku
kepentingan khususnya pemegang polis, tertanggung, peserta dan/atau pihak yang
berhak memperoleh manfaat, meningkatkan pengelolaan perusahaan
perasuransian secara profesional, efektif, dan efisien, meningkatkan kepatuhan
organ perusahaan perasuransian dan dewan pengawas syariah serta jajaran di
bawahnya agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi
pada etika yang tinggi, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan
kesadaran atas tanggung jawab sosial perusahaan perasuransian terhadap
pemangku kepentingan maupun kelestarian lingkungan, mewujudkan perusahaan
perasuransian yang lebih sehat, dapat diandalkan, amanah, dan kompetitif, dan
meningkatkan kontribusi perusahaan perasuransian dalam perekonomian nasional.
Perusahaan perasuransian wajib melaksanakan prinsip tata kelola perusahaan yang
baik dalam setiap pelaksanaan kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau
jenjang organisasi sekurang-kurangnya harus diwujudkan dalam pelaksanaan
tugas dan tanggung jawab direksi dan dewan komisaris, pelaksanaan tugas satuan
kerja dan komite yang menjalankan fungsi intern perusahaan perasuransian,
penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal dan auditor eksternal, penerapan
manajemen risiko, termasuk sistem pengendali intern, penerapan kebijakan
remunerasi, rencana strategis perusahaan perasuransian, dan transparansi kondisi
2. Syarat dan tata cara penilaian kemampuan bagi pengurus perusahaan
perasuransian
Pasal 12 UUP menyebutkan anggota direksi, anggota dewan komisaris,
atau yang setara dengan anggota direksi dan anggota dewan komisaris pada badan
hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama, anggota dewan pengawas syariah,
aktuaris perusahaan, auditor internal dan pengendali setiap saat wajib memenuhi
persyaratan kemampuan dan kepatutan. Mengenai persyaratan kemampuan dan
kepatutan diatur lebih lanjut dalam Peraturan OJK Nomor 4/POJK.05/2013
tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Bagi Pihak Utama Pada Perusahaan
Perasuransian, Dana Pensiun, Perusahaan Pembiayaan, dan Perusahaan Penjamin.
Pihak Utama dalam perusahaan perasuransian meliputi anggota direksi, anggota
dewan komisaris, anggota dewan pengawas syariah, anggota badan perwakilan
anggota, pemegang saham pengendali, tenaga ahli, dan tenaga kerja asing harus
lulus penilaian kemampuan dan kepatutan sebelum menjalankan tugas dan
fungsinya yang dilakukan pada saat dicalonkan sebagai pihak utama, saat
berakhirnya jangka waktu berlakunya penetapan kelulusan hasil penilaian
kemampuan dan kepatutan, atau setiap waktu dalam rangka penilaian kembali
kemampuan dan kepatutan. Penilaian kemampuan dan kepatutan yang dilakukan
kepada pihak yang dicalonkan sebagai pihak utama dikecualikan ketika calon
pihak utama tersebut merupakan orang yang sama pada keperiodean
kepengurusan pihak utama sebelumnya.18
3. Pengendali pada perusahaan perasuransian
18
Pengendali adalah pihak yang secara langsung atau tidak langsung
mempunyai kemampuan untuk menentukan direksi, dewan komisaris, atau yang
setara dengan direksi atau dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi
atau usaha bersama dan/atau mempengaruhi tindakan direksi, dewan komisaris,
atau yang setara dengan direksi atau dewan komisaris pada badan hukum
berbentuk koperasi atau usaha bersama. Penetapan pengendali diperlukan agar
OJK dapat menentukan pihak yang dimintai pertanggungjawaban, selain direksi
dan komisaris, apabila terjadi kegagalan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
pemegang polis, tertanggung, atau peserta akibat pengaruh pihak pengendali
tersebut dalam pengelolaan perusahaan. Pada perusahaan asuransi, perusahaan
asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah wajib
menetapkan paling sedikit seorang pengendali tetapi ketika perusahaan
perasuransian tersebut belum menetapkan pengendali lainnya maka OJK
berwenang dalam menetapkan pengendali diluar pengendali yang ditetapkan
perusahaan perasuransian. Penetapan pengendali maupun perubahan pengendali
yang dilakukan oleh perusahaan perasuransian harus dilaporkan kepada OJK.
Pengendali wajib ikut bertanggung jawab atas kerugian perusahaan asuransi,
perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, perusahaan reasuransi syariah
yang disebabkan oleh pihak dalam pengendaliannya. Ketika pihak yang
ditetapkan sebagai pengendali hendak diberhentikan harus memperoleh
persetujuan dari Otoritas Keuangan. Persetujuan ini diperlukan agar pihak yang
tidak lagi menjadi pengendali dipastikan tidak lagi memiliki kewajiban untuk ikut
syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang
disebabkan oleh pihak yang sebelumnya berada dalam pengendaliannya.
4. Pemegang saham pengendali
Pasal 16 UUP menjelaskan setiap pihak hanya dapat menjadi pemegang
saham pengendali pada 1 (satu) perusahaan asuransi jiwa, 1 (satu) perusahaan
asuransi umum, 1 (satu) perusahaan reasuransi, 1 (satu) perusahaan asuransi jiwa
syariah, 1 (satu) perusahaan asuransi umum syariah, dan 1 (satu) perusahaan
reasuransi syariah. Namun ketentuan tersebut tidak berlaku ketika pemegang
saham pengendali adalah Negara Republik Indonesia, hal ini disebabkan agar
negara dapat memiliki dan/atau mengendalikan lebih dari satu perusahaan dengan
usaha sejenis dalam rangka menyediakan jasa asuransi bagi kelompok masyarakat
tertentu atau daerah tertentu, menjadi perintis kegiatan usaha asuransi yang belum
dapat dilaksanakan oleh pihak swasta, atau menyelenggarakan kemanfaatan
umum lain yang strategis bagi masyarakat.
Direktur Pengaturan Penelitian dan Pengembangan Industri Keuangan
Non Bank (INKB) OJK, Yusman, mengatakan ketentuan mengenai sahak
pengendali mengatur bahwa setiap pihak yang dapat menjadi pemegang saham
pengendali pada satu perusahaan perasuransian sejenis, jika pemegang saham
pengendali memiliki lebih dari satu perusahaan perasuransian maka wajib
menyesuaikan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian paling lama tiga tahun lamanya setelah undang-undang tersebut
diundangkan. Selain mengenai besaran saham pengendali, isu yang akan dibahas
Keterkaitan antara pemegang saham ini penting untuk menentukan agar pemegang
saham pengendali tersebut mudah dilacak oleh regulator. 19
5. Tenaga ahli
Tenaga ahli adalah orang perseorangan yang memiliki kualifikasi dan/atau
keahlian tertentu dan ditunjuk sebagai tenaga ahli pada perusahaan perasuransian,
dana pensiun, perusahaan pembiayaan, atau perusahaan penjamin tempatnya
bekerja. Perusahaan perasuransain wajib memperkerjakan tenaga ahli dalam
jumlah yang cukup sesuai dengan jenis dan lini usaha yang dieselenggarakannya,
dalam rangka memastikan penerapan manajemen asuransi yang baik. Perusahaan
asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan
reasuransi syariah wajib memperkerjakan aktuaris dalam jumlah yang cukup
sesuai dengan jenis dan lini usaha yang diselenggarakannya, untuk secara
independen dan sesaui dengan strandar praktik yang berlaku mengelola dampak
keuangan dan risiko yang dihadapi perusahaan.
Tenaga ahli pada perusahaan perasuransian wajib memenuhi kriteria
penilaian kemampuan dan kepatutan berdasarkan permohonan tertulis dari direksi
kepada OJK. Permohonan tertulis tersebut harus disertai dokumen sebagai berikut
; daftar riwayat hidup yang dilampiri fotokopi KTP atau paspor yang masih
berlaku; fotokopi NPWP; surat keterangan pengalaman bekerja; dan 2 (dua)
19
www.hukumonline.com/berita/baca/lt54bdf9f8b863c8/ojk-godok-aturan-saham-lembar pas foto berwarna terbaru ukuran 4x6 cm serta surat pernyataan dari
tenaga ahli.20
6. Kerjasama perusahaan perasuransian
Perusahaan perasuransian dapat bekerja sama dengan pihak lain yang
memliki izin untuk menjalankan usahanya dari pihak yang berwenang dalam
rangka memperoleh bisnis atau melaksanakannya sebagai fungsi dalam
penyelenggaraan usaha perasuransian yang wajib menerapkan standar seleksi dan
akuntabilitas dalam melaksanakan kerja sama terhadap pihak lainnya. Salah
satunya kerjasama yang dilakukan perusahaan perasuransian dengan pihak bank
dalam hal aktivitas pemasaran yang disebut bancassurance.
Bancassurance adalah aktivitas kerjasama antara pihak perusahaan
perasuransian dengan bank dalam rangka memasarkan produk asuransi melalui
bank. Aktivitas kerjasama ini diklarifikasikan dalam 3 (tiga) model bisnis yaitu :
referensi, kerjasama distribusi, dan integrasi produk. Bank yang melakukan
bancassurance harus mematuhi ketentuan terkait yang berlaku di bidang
perbankkan dan perasuransian, antara lain ketentuan terkait dengan manajemen
risiko, rahasia bank, transparansi informasi produk, dan ketentuan otoritas
pengawas perasuransian terutama yang terkait dengan bancassurance21.
7. Kesehatan keuangan perusahaan perasuransian
Sesuai Pasal 19 UUP yang menyatakan bahwa dalam melakukan
penyelenggaraan usaha perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah,
20
Pasal 9 ayat 5 Peraturan OJK Nomor 4/POJK.05/2013 Tentang Penilaian Kemampuan Dan Kepatutan Bagi Pihak Utama Pada Perusahaan Perasuransian, Dana Pensiun, Perusahaan Pembiayaan, dan Perusahaan Penjamin.
21
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah wajib mematuhi
ketentuan mengenai kesehatan keuangan, wajib melakukan evaluasi secara
berkala terhadap kemampuan dana asuransi atau dana tabarru’ untuk memenuhi
klaim atau kewajiban lain yang timbul dari polis, wajib merencanakan dan
menerapkan metode mitigasi risiko untuk menjaga kesehatan keuangannya.
Ketentuan mengenai kesehatan keuangan perusahaan perasuransian konvensional
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.010/2012 tentang
Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi sedangkan
untuk perusahaan perasuransian dengan prinsip syariah diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2011 tentang Kesehatan Keuangan Usaha
Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah.
8. Dana jaminan
Dana jaminan dibentuk untuk memberikan jaminan atas penggantian
sebagian atau seluruh hak pemegang polis dalam hal perusahaan harus dilikuidasi.
Dengan demikian dana jaminan merupakan bagian dari upaya melindungi
pemegang polis. Perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan
reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah wajib untuk membentuk dana
jaminan dalam bentuk dan jumlah yang ditetapkan oleh OJK. Dana jaminan yang
ditetapkan harus disesuakan jumlahnya dengan perkembangan usaha namum tidak
kurang dari yang dipersyaratkan pada awal pendirian, tidak boleh diagunkan atau
dibebani dengan hak apapun, hanya dapat dipindahkan atau dicairkan setelah
memperoleh izin dari OJK. Pada umumnya perkembangan usaha mengakibatkan
bertambah besar hak pemegang polis yang perlu dijamin pengembaliannya jika
perusahaan dilikuidasi.
9. Kekayaan dan kewajiban
Kekayaan dan kewajiban yang terkait antara hak pemegang polis dengan
kekayaan dan kewajiban yang lain dari perusahaan asuransi, perusahaan asuransi
syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah wajib
dipisahkan. Khusus untuk perusahaan asuransi jiwa syariah kekayaan dan
kewajiban peserta untuk keperluan saling menolong dalsam menghadapi risiko
wajib dipisahkan dari kekayaan dan kewajiban peserta untuk keperluan investasi.
Untuk menginvestasikan kekayaan pemegang polis, perusahaan perasuransian
wajib menerapkan prinsip kehatia-hatian dan kesesuaian antara kekayaan dan
kewajiban. Pemisahaan kekayaan dan kewajiban dilaksanakan dengan tetap
memperhatikan keseimbangan antara pengembangan usaha dan perlindungan
konsumen.
10.Laporan, informasi, data, dan dokumen
Perusahaan perasuransian wajib menyampaikan laporan, informasi, data,
dan dokumen kepada OJK. Penyampaian laporan tersebut dapat dilakukan melalui
sistem data elektronik. Laporan yang wajib disampaikan kepada OJK antara lain
laporan keuangan, laporan kegiatan usaha, dan laporan program dukungan
reasuransi otomatis. Namun laporan tertentu dan hasil analisis atas laporan
tersebut tidak dapat dibuka oleh OJK kepada pihak lain, kecuali kepada ; polisi
dan jaksa untuk kepentingan penyidikan, hakim untuk kepentingan peradilan,
tugasnya, atau pihak lain berdasarkan peraturan perundang-undangan. Perusahaan
asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan
reasuransi syariah wajib mengumumkan posisi keuangan, kinerja keuangan, dan
kondisi kesehatan keuangan perusahaan dalam surat kabar harian berbahasa
Indonesia yang beredar secara nasional dan media elektronik. Informasi mengenai
posisi keuangan, kinerja keuangan, dan risiko yang dihadapi perusahaan asuransi
wajib disediakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Laporan keuangan yang telah diaudit wajib diumumkan paling lama 1 (satu) bulan
setelah batas waktu penyampaian laporan keuangan kepada OJK.
11.Pialang asuransi, pialang reasuransi, dan Agen asuransi
Pialang asuransi, pialang reasuransi, dan agen asuransi wajib terdaftar di
OJK dan wajib memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup serta memiliki
reputasi yang baik. Tugas pialang asuransi memberi rekomendasi atau mewakili
pemegang polis dalam melakukan penutupan asuransi atau asuransi syariah
dan/atau penyelesaian klaim. Tugas pialang reasuransi untuk memberikan
rekomendasi atau mewakili perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah,
perusahaan penjaminan, perusahaan penjaminan syariah, perusahaan reasuransi,
atau perusahaan reasuransi syariah dalam melakukan penutupan reasuransi atau
reasuransi syariah dan/atau penyelesaian klaim. Sedangkan agen asuransi, orang
yang bekerja sendiri atau bekerja pada badan usaha yang bertindak untuk dan atas
nama perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah dan memenuhi
persyaratan untuk mewakili perusahaan asuransi tersebut dalam memasarkan
12.Premi atau kontribusi
Premi atau kontribusi dapat dibayarkan langsung oleh pemegang polis
kepada perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah atau dapat
dibayarkan melalui agen asuransi dan perusahaan pialang asuransi. Agen asuransi
hanya dapat menerima pembayaran premi atau kontribusi dari pemegang polis
setelah mendapatkan persetujuan dari perusahaan asuransi atau perusahaan
asuransi syariah. Premi atau kontribusi yang dibayarkan melalui agen asuransi
harus diserahkan kepada perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah
dalam jangka waktu yang diatur dalam Peraturan OJK. Jika agen asuransi tidak
menyerahkan pembayaran premi atau kontribusi pemegang polis, perusahaan
asuransi atau perusahaan asuransi syariah wajib bertanggung jawab atas
pembayaran klaim yang timbul. Agen berhak memperoleh imbalan jasa
keperantaraan dari perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah setelah
menerima premi atau kontribusi.
Premi atau kontribusi dapat dibayarkan langsung oleh perusahaan asuransi
atau perusahaan asuransi syariah kepada perusahaan reasuransi atau perusahaan
reasuransi syariah, atau dapat dibayarkan melalui perusahaan pialang reasuransi.
Premi atau kontribusi yang dibayar melalui perusahaan pialang asuransi atau
perusahaan pialang reasuransi harus diserahkan kepada perusahaan asuransi,
perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi
syariah dalam jangka waktu yang diatur dalam Peraturan OJK. Namun jika dalam
waktu yang ditentukan premi atau kontribusi yang dibayar melaui perusahaan
perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah maka perusahaan pialang asuransi atau perusahaan
pialang reasuransi wajib bertanggung jawab atas pembayaran klaim dan kerugian
yang timbul dari berakhirnya jangka waktu tersebut. Perusahaan pialang asuransi
dan perusahaan pialang reasuransi berhak memperoleh imbalan jasa keperantaraan
dari pemegang polis.
13.Penutupan asuransi
Perusahaan pialang asuransi dilarang menempatkan penutupan asuransi
atau penutupan asuransi syariah pada perusahaan asuransi atau perusahaan
asuransi syariah yang merupakan afiliasi dari pialang asuransi atau perusahaan
pialang asuransi yang bersangkutan. Perusahaan pialang reasuransi dilarang
menempatkan penutupan reasuransi atau penutupan reasuransi syariah pada
perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransi syariah yang merupakan afiliasi
dari pialang reasuransi atau perusahaan pialang reasuransi yang bersangkutan.
Perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang reasuransi bertanggung
jawab atas tindakan pialang asuransi dan pialang reasuransi yang memberikan
rekomendasi kepada pemegang polis terkait penutupan asuransi atau penutupan
reasuransi.
14.Penanganan klaim dan keluhan
Agen asuransi, pialang asuransi, pialang reasuransi, dan perusahaan
perasuransian wajib menerapkan segenap keahlian, perhatian, dan kecermatan
dalam melayani atau bertransaksi dengan pemegang polis serta wajib memberikan
polis mengenai risiko, manfaat, kewajiban dan pembebanan biaya terkait dengan
produk asuransi atau produk asuransi syariah yang ditawarkan. Perusahaan
asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, perusahaan
reasuransi syariah, perusahaan pialang asuransi, dan perusahaan pialang
reasuransi wajib menangani klaim dan keluhan melalui proses yang cepat,
sederhana, mudah diakses, dan adil. Perusahaan asuransi, perusahaan asuransi
syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah dilarang
melakukan tindakan yang dapat memperlambat penyelesaian atau pembayaran
klaim, atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan sehingga
mengakibatkan kelambatan penyelesaian atau pembayaran klaim.
15.Kebijakan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme
Perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, dan perusahaan pialang
asuransi wajib menerapkan kebijakan anti pencucian uang dan pencegahan
pendanaan terorisme. Agar kebijakan anti pencuci uang dan pencegahan
pendanaan terorisme perusahaan asuransi tersebut wajib mendapatkan informasi
yang cukup mengenai calon pemegang polis, tertanggung, peserta, atau pihak lain
yang terkait dengan penutupan asuransi atau asuransi syariah.
D. Pembubaran, Likuidasi, dan Kepailitan
Pembubaran, likuidasi, dan kepailitan perusahaan perasuransian diatur
dalam BAB X UUP.
Perusahaan perasuransian yang menghentikan kegiatan usahanya wajib
terlebih dahulu melaporkan rencana penghentian kegiatan usaha kepada OJK yang
terlebih dahulu harus menyelesaikan seluruh kewajibannya. Setelah seluruh
kewajibannya diselesaikan maka OJK mencabut izin usaha perusahaan
perasuransian yang bersangkutan. Ketentuan lebih lanjut mengenai penghentian
kegiatan usaha dan penyelesaian kewajiban perusahaan perasuransian diatur
dalam Peraturan OJK yang meliputi adaya transfer portofolio pertanggungan atau
pengembalian hak pemegang polis atau tertanggung sebelum perusahaan asuransi
atau perusahaan reasuransi tersebut menghentikan kegiatan usahanya.
Pemegang saham, direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan
pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk
koperasi dan usaha bersama, dan pegawai perusahaan asuransi, perusahaan
asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah
dilarang untuk mengalihkan, menjaminkan, mengagunkan, menggunakan
kekayaan, melakukan tindakan lain yang dapat mengurangi aset, atau menurunkan
nilai aset perusahaan asuransi tersebut sejak dicabut izin usahanya. Perusahaan
perasuransian yang telah dicabut izin usahanya wajib menghentikan seluruh
kegiatan usahanya.
2. Likuidasi
Perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi,
atau perusahaan reasuransi syariah yang dicabut izin usahanya wajib
menyelenggarakan rapat umum pemegang saham atau yang setara dengan rapat
bersama paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal dicabutnya izin usaha
perusahaan asuransi tersebut untuk memutuskan pembubaran badan hukum
perusahaan yang bersangkutan dan membentuk tim likuidasi. Apabila dalam
jangka waktu tersebut rapat umum pemegang saham atau yang setara dengan rapat
umum pemegang saham pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha
bersama tidak diselenggarakan atau tidak berhasil memutuskan pembubaran
badan hukum perusahaan dan tidak berhasil membentuk tim likuidasi maka OJK
berhak untuk memutuskan pembubaran badan hukum perusahaan dan membentuk
tim likuidasi, mendaftarkan dan memberitahukan pembubaran badan hukum
perusahaan kepada instansi yang berwenang serta mengumumkannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia dan 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai
peredaran luas, memerintahkan tim likuidasi melaksanakan likuidasi sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang Perasuransian, dan memerintahkan tim
likuidasi melaporkan hasil pelaksanaan likuidasi. Likuidasi perusahaan
perasuransian yang telah dicabut izin usahanya perlu segera dilakukan untuk
melindungi kepentingan pemegang polis atau tertanggung.
Tanggung jawab dan kepengurusan perusahaan asuransi, perusahaan
asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dalam
hal likuidasi dilaksanakan oleh tim likuidasi setelah terbentuk tim likuidasi. Tim
likuidasi berwenang untuk mewakili perusahaan asuransi, perusahaan asuransi
syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dalam likuidasi
dalam segala hal yang berkaitan dengan penyelesaian hak dan kewajiban
perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah diatur dalam Peraturan OJK yang meliputi;
mekanisme pembubaran badan hukum perusahaan asuransi, perusahaan asuransi
syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah; jumlah
anggota tim likuidasi; penghasilan tim likuidasi; tata cara pelaksanaan likuidasi;
jangka waktu likuidasi; pengawasan pelaksanaan likuidasi oleh OJK; tata cara
pengalihan aset dan kewajiban perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah; dan
pertanggungjawaban tim likuidasi.
Direksi dan dewan komisaris atau yang setara dengan direksi dan dewan
komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama setelah
dibentuknya tim likuidasi pada perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuansi syariah tidak memiliki
kewenangan sebagai direksi dan dewan komisaris atau yang setara dengan direksi
dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama
dalam hal likuidasi. Pemegang saham, direksi, dewan komisaris, atau yang setara
dengan pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris pada badan hukum
berbentuk koperasi atau usaha bersama, dan pegawai perusahaan asuransi,
perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, perusahaan reasuransi syariah
wajib memberikan data, informasi, dan dokumen yang diperlukan oleh tim
likuisdasi dan dilararang menghambat proses likuidasi.
Seluruh biaya pelaksanaa likuidasi yang tercantum dalam daftar biaya
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dalam likuidasi dan
dikeluarkan terlebi dahulu dari setiap hasil pencairannya. Setelah dilakukan
pembayaran atas seluruh kewajiban perusahaan asuransi tersebut masih terdapat
sisa hasil likuidasi maka sisa hasil likuidasi itu merupakan hak pemegang saham
atau yang setara dengan pemegang saham pada badan hukum berbentuk koperasi
atau usaha bersama. Apabila dalam jangka 2 (dua) tahun sejak proses likuidasi
selesai terdapat tagihan yang berasal dari sisa hasil likuidasi diajukan melalui OJK
kepada pemegang saham atau yang setara dengan pemegang saham pada badan
hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama dan tagihan tersebut dibebankan
pada sisa hasil likuidasi. Tagihan tersebut diajukan melalui OJK bertujuan agar
memudahkan proses penagihan namun OJK tidak melakukan verifikasi terhadap
tagihan tersebut.
Tim likuidasi yang dibentuk harus bertindak adil dan objektif dalam
melaksanakan tugasnya. Ketika terjadi benturan kepentingan antara pemegang
saham atau yang setara dengan pemegang saham pada badan hukum berbentuk
koperasi atau usaha bersama dengan pemegang polis, tertanggung atau peserta,
tim likuidasi harus mengutamakan kepentingan pemegang polis, tertanggung atau
peserta.
3. Kepailitan
Sejalan dengan ruang lingkup tugas OJK yang berfungsi untuk
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap
keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, maka kewenangan pengajuan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang semula dilakukan oleh
Menteri Keuangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang beralih menjadi
kewenangan OJK.
Tata cara dan persyaratan permohonan pernyataan pailit terhadap
perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Kreditor menyampaikan permohonan kepada OJK untuk
mengajukan permohonan pernyataan pailit ke pengadilan niaga. Permohonan
pernyataan pailit terhadap perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah tidak dapat diajukan
dalam rangka mengeksekusi putusan pengadilan. OJK menyetujui atau menolak
permohonan yang disampaikan oleh kreditor paling lama 30 (tiga puluh) hari
sejak permohonan diterima secara lengkap. Ketika OJK menolak permohonan
yang disampaikan oleh kreditor, penolakan tersebut harus dilakukan secara tertulis
dengan disertai alasannya.
Hak pemegang polis, tertanggung, atau peserta atas pembagian harta
kekayaan mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada hak pihak lainnya ketika
perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah dipailitkan atau dilikudasi. Pada perusahaan
asuransi dan perusahaan reasuransi konvensional dikenal istilah dana asuransi.
Dana asuransi adalah kumpulan dana yang berasal dari premi yang dibentuk untuk
asuransi. Ketika perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi konvensional
dipailitkan atau dilikuidasi maka pembagian dana asuransi harus terlebih dahulu
digunakan untuk memenuhi kewajiban kepada pemegang polis, tertanggung, atau
pihak lain yang berhak atas manfaat asuransi. Apabila terjadi kelebihan dana
asuransi setelah dana asuransi tersebut digunakan untuk memenuhi kewajiban
kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lainnya yang berhak atas manfaat
asuransi, maka pihak ketiga yang berhak atas kelebihan dana asuransi tersebut.
Pada perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah
dikenal istilah dana tabarru’. Dana tabarru’ adalah kumpulan dana yang berasal
dari kontribusi para peserta yang mekanisme penggunaanya sesuai dengan
perjanjian asuransi syariah dan perjanjian reasuransi syariah. Ketika perusahaan
asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah dipailitkan atau
dilikuidasi maka dana tabarru’ dan dana investasi peserta tidak dapat digunakan