• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kolaborasi Perawat dan Dokter di Rumah Sakit dr. Pirngadi Medan : Studi Fenomenologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kolaborasi Perawat dan Dokter di Rumah Sakit dr. Pirngadi Medan : Studi Fenomenologi"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1:

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Kolaborasi Perawat dan Dokter di Ruang ICU RSUD Pirngadi Medan : Studi Fenomenologi

Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang “Kolaborasi Perawat dan Dokter di Ruang ICU RSUD Pirngadi Medan : Studi Fenomenologi”. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Demi terlaksananya penelitian ini, saya mengharapkan kesediaan Bapak dan Ibu untuk berpartisipasi sebagai responden. Jawaban/tanggapan yang Bapak dan Ibu berikan adalah berdasarkan pendapat Bapak dan Ibu sendiri tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Saya menjamin kerahasiaan pendapat dan identitas Bapak dan Ibu. Informasi yang Bapak dan Ibu berikan hanya akan digunakan untuk pengembangan ilmu keperawatan dan tidak akan dipergunakan untuk maksud-maksud lainnya.

Partisipasi Bapak dan Ibu dalam penelitian ini bersifat bebas. Bapak/Ibu dipersilahkan memilih untuk bersedia menjadi peserta penelitian atau menolak tanpa ada sanksi apa pun. Jika Bapak dan Ibu bersedia menjadi peserta penelitian ini, silahkan Bapak dan Ibu menandatangani formulir persetujuan di bawah ini.

Medan, 2013

(2)

Lampiran 2

Data Demografi

Inisial :

Jenis Kelamin : perempuan / laki-laki

Usia :

Agama :

Suku :

Lama masa kerja di ICU :

(3)

Panduan Wawancara

1. Menurut Ibu/Bapak, apa itu kolaborasi?

2. Bagaimana cara Ibu/Bapak mendiskusikan kondisi pasien dengan dokter? 3. Menurut Ibu/bapak, apakah perawat dan dokter memiliki tanggung jawab

yang sama dalam merawat pasien?

4. Bagaimana cara Ibu/Bapak menjelaskan kepada dokter apabila anda berbeda pendapat mengenai kondisi pasien?

5. Apakah Ibu/Bapak memiliki tujuan yang sama dengan dokter dalam melakukan perawatan pasien?

(4)

MASTER DATA FRISKA MANIK

KOLABORASI PERAWAT DAN DOKTER DI RUANG ICU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PIRNGADI MEDAN : STUDI FENOMENOLOGI

No. Pernyataan Partisipan Tema Subtema

1. Jadi kami gak mau melakukan kecuali di ACC PPDS nya. 1 Baris 118-119

P Berkolaborasi dengan PPDS

2. dokternya kita panggil untuk melakukan suatu tindakan, kan biasanya dokter PPDS

4 Baris 25-26

P Berkolaborasi dengan PPDS

3. Misalnya kalau untuk intubasi, kita tetap kolaborasi dengan beliau. Kita siapkan semua peralatannya, injeksi obat-obatan, kita tetap yang melaksanakan.

5 Baris 16-18

(5)

4. Kadang ada dokter yang melakukan tindakan sendiri, tapi ada juga yang berkolaborasi dengan kita.

7 Baris 102-103

P Berkolaborasi dalam tindakan medis

5. Terkadang macet, komunikasi tidak lancar. Karena kita kan berhubungan lewat telepon. Gak bisa dari HP kita langsung, terkadang operatornya macetlah. Kita gak bisa berhubungan. Itulah kendalanya satu dalam berhubungan dengan dokter.

1 Baris 7-9

Pengalaman Fasilitas yang kurang memadai menghambat

kolaborasi

6. Kolaborasi di sini secara keseluruhan dengan semuanya berjalan dengan baik, Cuma kadang terganggu di alat, alat kurang memadai, ya itulah. Kalau kolaborasi perawat dengan dokter itu sendiri bagus. Gak ada kendala. Paling hambatanya ya itulah, banyak alat yang rusak. Gak bisa dipakai. Atau alatnya gak ada. Kayak saturasi O2 banyak yang rusak alatnya. Kalau dokternya mau minta saturasinya, kita gak punya alat

3 Baris 38-44

P Fasilitas yang kurang memadai menghambat

(6)

untuk mengeceknya. Itulah salah satu hambatannya. Mengatasinya, ngomong langsunglah ama dokternya. Alatnya gak ada. Tapi udah kita minta, tapi alatnya belum datang.

7. Waktu dokter visitkan kita kolaborasi juga. Ada hambatannya juga, terkadang gini, terkadang pendapat perawat itu gak diterima dokter. Padahal lebih jago kita, ijazah aja kita kalah dari mereka , lebih tinggi ijazah mereka.

1 Baris 9-16

P Dokter kurang

menghargai perawat menghambat kolabrasi

8. Yah, gimana ya,sebenarnya, karena jarang dilakukan ajanya kolaborasinya, itu ajanya. Orang itupun kan, kalau dokter kan merasa gak butuhnya ama kita. Dokterkan jarangnya nanyak ama kita. Kondisi pasiennya pun kalau gak kita laporkan mana ada ditanyaknya. Kesenjangan masih tinggilah.

2 Baris 82-85

P Dokter kurang

(7)

9. Kadang ada dokter yang gak mau terima pendapat ataupun masukan dari kita. Mereka bilangnya gak usahlah kak. Ini ajalah kak. Gitu. Kita bilang, kayaknya ginilah dok, lebih cocok begini. Kita kasih pendapat. Tapi mereka bilang, gak usahlah kak, gini ajalah kak. Biasanya dalam pemberian obat sama perawatan luka. Seringnya di situ.

6

10. Kalau pengalaman pribadi ya, masih banyak dokter yang belum dapat berkolaborasi dengan baik dengan kita. Mereka masih menganggap kita bukan rekan sejawat mereka, bukan rekan sekerja kita, mereka menganggap kita sebagai bawahan mereka. Yang cukup disuruh, diperintah.

7 Baris 6-10

P Dokter kurang

menghargai pendapat perawat

11. Itu dia tadi, kadang pemikiran dokter yang menganggap kita bukan sebagai rekan kerja, kita dianggap bawahan, kita gak dianggap sejawat. Dia merasa dia yang berhak atas pasiennya, segala tindakan harus keputusannya. Kita bukan mau menggurui dokter, tapi kita hanya memberikan pendapat saja.

7 Baris 83-97

(8)

12. Manfaatnya, kalau sama kita, kita jadi mengerti lah, tentang tindakan, pemberian ini misalnya, gini kata dokternya, jadi tau lah kita.

2 Baris 24-25

P Kolaborasi menambah pengetahuan perawat

13. Ya, dengan kolaborasi itu, kita jadi tahu melakukan suatu tindakan. Dokternya kasih tau sama kita, gimana cara melakukannya. Jadinya bertambah pengetahuan kita.

4 Baris 30-44

P Kolaborasi menambah pengetahuan perawat

14. Waktu melakukan tindakan, jadinya kita tau gimana melakukan tindakannya. Peralatan apa aja yang dibutuhkan. Kita jadi tahu apa yang harus kita lakukan. Kolaborasi itu banyaklah manfaatnya untuk kita. Artinya kan, gak perlu menunggu beliau, tapi kita memiliki batasan-batasannya. Dan kita tetap harus menghubungi beliau juga. Kita jadi tahu gimana melakukan tindakan dengan kolaborasi.

5 Baris 29-33

(9)

15. Pengetahuan kita bertambah. Pengetahuan paling banyak dari kolaborasi. Pasien henti nafas, kita tau gimana mengatasinya. Pasien sirosis,kan banyak juga di sini. Kita juga jadi tau gimana mengatasinya. Semua pasien dengan berbagai kondisi masuk kemari. Jadi dengan kolaborasi, kita jadi semakin tahu gimana mengatasi kondisi pasien yang berbagai macam.

6 Baris 45-48

P Kolaborasi menambah pengetahuan perawat

16. Banyaklah, kolaborasi itu kan hubungan yang erat antara dokter dan perawat . Kolaborasi itu udah semualah disitu. Gak bisa hanya kita sendiri. Gak bisa hanya ilmu kita sendiri. Perlu juga ilmu ahli gizi, ahli fisioterapi, biarpun skill kita lebih tinggi gak bisa, harus kolaborasi dengan yang lain. Untuk penyakitnya pasien. Pasiennya jadi gak terlantar. Misalnya, dokternya siang gak visit. Datanglah suster, kak terapi pasien A ini tadi adalah kak, tolong Tanya dokterlah kak. Gitu. Waktu aplusan misalnya dibilang, kalau gak kolaborasi gak tau dia. Terlantarlah jadinya pasiennya.

1 Baris 83-99

P Kolaborasi meningkatkan kondisi pasien menjadi

(10)

17. Kondisi pasien kan bisa jadi lebih baik dengan kolaborasi. 2 Baris 25

P Kolaborasi meningkatkan kondisi pasien menjadi

lebih baik

18. Untuk pasien sendiri, bisa cepat pindah ruangan dengan kolaborasi itu. Kolaborasi dari perawatan, dari pemberian terapi, makanannya, obat-obatan, tindakan, semuanya sama-sama dikerjakan, jadinya membantu pasien cepat sehat, bisa pindah ke ruangan.

3 Baris 19-22

P Kolaborasi meningkatkan kondisi pasien jadi lebih

baik

19. Pasiennya jadi cepat sembuh, cepat pindah ke ruangan, akhirnya nanti bisa cepat pulang.

5 Baris 28

P Kolaborasi meningkatkan kondisi pasien menjadi

lebih baik 20. Nah kita bilang, jangan basa basilah dok sama keluarganya.

Kadang-kadang dokter ini kan, dibilanglah, udah ini udah mau angkat tangan dia, padahal yang mau kejangnya dia, koma kan, udah bagus kan, katanya gitu, kadang-kadang bergerak kaki pasien itukan, TIK tinggi, mau kejang, dibilangnya, mau bagus kan, udah bagus kan bu, katanya gitu sama keluarganya.

Tau-1 Baris 28-36

(11)

tau, malamnya meninggallah pasien yang dibilangnya bagus ini. Gitu kan. Susterlah diserang keluarga. Tadi pagi dibilang dokter udah bagus, udah bisa angkat kaki, kok mati sekarang ? Kalian bunuh istriku, kok kalian bunuh binikku! Mengamuklah sejadi-jadinya. Surat keterangannya gak beres, tagihan yang mau kita tagih 6 juta, makin mengganaslah, komplainlah keluarga.

21. Ya kadang apa yang diperintahkannya, gak sesuai dengan kita, dengan pendapat kita. Tapi ga pernah kita bicarakan dengan dokternya. Ini lah dibilangnya, kasih terapi ini, gak sesuai kita rasa. Kan kita pengalaman disitu. Kadang kita sampaikan sama dokter pendapat kita, kadang gak juga. Tergantunglah. Terkadang dokternya ada yang terima, iya katanya, yaudah itu aja buat.

2 Baris 5-8

(12)

22. Ya gimana, kan yang penting kita udah bilang pendapat kita. Kan orang beda-beda sifatnya. Ada orang yang okelah kak, kita oba dulu. Ada juga orang yang janganlah kak, ini ajalah dikasi. Yang penting kita bilang, mau dia terima atau gak,ya terserah dia.

4 Baris 42-44

P Cara perawat mengatasi hambatan dengan dokter

23. Yah namanya manusia, pasti adalah. Tapi masih bisa diselesaikan dengan baiklah. Persepsinya bisa disamakan. Misalnya, asidosis, koq gak dilakukan ini? Misalnya kita mikir gitu. Tapikan mereka punya dasar teori juga. Ilmu kedokterankan berkembang terus, dinamis. Mungkinkan udah berubah caranya. Tapikan kita tanyak, koq gitu dok? Iya kak, memang harus gini. Mereka jelaskanlah ama kita. Kita pun harus bisa terima, karena kan mereka punya dasar teori juga.

5 Baris 46-50

(13)

24. Ya, biasa aja, berpikir positif aja. Namanya pendapat, bisa diterima atau gak kalau gak diterima, kita jangan langsung sakit hati. Mereka pun kan menolak karena ada dasar ilmu yang mereka punya. Yang pentingkan kita menyampaikan pendapat kita, soal diterima atau gak, ya urusan mereka. Kita berpikir positif aja, jangan langsung sakit hati karena gak diterima pendapatnya.

6 Baris 14-17

P Cara perawat mengatasi hambatan dengan dokter

25. Ya,gimana bilangnya ya. Ya adalah. Dalam pemberian terapi. Kata dokter gini, tapi kata perawat gini. Ya gitulah. Kalau udah gitu, ya kita turutilah apa maunya dokter itu. Tapi kita tetap memberikan pendapat, tapikan kuasa tetap di tangan dokter. Apa yang dokter mau, kan gak bisa kemauan kita. Itukan pasiennya dokter, dokternya yang berhak atas mereka itu. Hak kita hanya di perawatannya saja.

3 Baris 13-17

(14)

26. Biasanya, setelah dilakukan diskusi, dikembalikan lagi ke dokter. Karena kitakan hanya memberikan pendapat. Wewenang ada mereka, sesuai kompetensi mereka. Yang penting kita ada di sana dan memberikan pendapat. Kembali lagi, dokter yang menentukan terapi.

7 Baris 105-107

P Keputusan ada di tangan dokter

27. Dokter yang menjelaskan itu. Tapi yang bisa kita jelaskan, ya sebatas apa yang kita tau tentang perawatannya. Kalau terkait prognosa, diagnosa, tentag penyakitnya, itu bagian dokter menjelaskan. Itukan kewajiban dokter dok. Gitu kita bilang. Tapi kalau kondisi kenapa dia pake ventilator, kita bilang ke keluarga ini berat ya bu kondisinya. Kita bilang gitu aja. Tapi tentang proses penyakitnya, tanyak ke dokter aja ya bu biar lebih jelas lagi. Karnakan keluarga pasien ini mau tahu tentang penyakit pasien,jadi kita bilang tanyak dokter aja ya bu biar lebih lengkap.

4 Baris 77-82

P Penjelasan prognosa merupakan tanggung

(15)

28. Kalau terkait dengan kondisi penyakitnya, itu bagian dokter untuk menjelaskan. Karena kan mereka yang lebih paham gimana perjalanan sebuah penyakit, mereka mengerti secara mendalam. Nanti kalau kita yang jelaskan,jadi salah-salah pula. Jadi bahaya kan?

6 Baris 30-33

P Penjelasan prognosa tanggung jawab dokter

29. Bertanggung jawab terhadap tindakan yang dia lakukan. Dia harus betul-betul bertanggung jawab. Sama penjelasan terkait prognosa pasien kepada keluarga. Kadang-kadang keluarga pasien terkejut melihat kondisi pasien yang memburuk, padahal memang karena buruknya makanya masuk ICU. Dokter gak menjelaskan prognosanya kepada keluarga. Akhirnya, perawatlah yang kena maki-maki ama keluarga pasien. Penjelasan itu tanggung jawab dokter. Kita hanya bisa menjelaskan setau kita tentang keadaan umumnya. Masalah baik jeleknya penyakitnya,itu tanggung jawab dokter.

7 Baris 43-49

(16)

30. Ya harapannya, coass-coass ini sebelum masuk rumah sakit maunya dikasih breafing, dibimbing dulu. Biar berkolaborasi sama kita.karena coas-coass ini sama PPDS sebagian menganggap kita ini, ah hanya perawatnya kau, kami dokter , gitu kadang mikirnya mereka. Ada juga kadang coass masih, tapi nyuruh kita, apakan dulu ini kak,gitu-gitu. Jadi perlu sebelum masuk perlu dibina, kalian perlulah mendekatkan diri sama perawat-perawat. Nah gitu. Kalau ini, mereka , gak ada mereka semua. Itu contohnya. Mudah-mudahan semua baiklah, kolaborasinya baik, hubungan dokter sama perawat lebih baik.

1 Baris 138-149

H Pembinaan kepada coass dan PPDS

31. Harapannya ya perawat ke depannya tetap diberikan keahlian. Ditingkatkan skillnya. Dengan mengikuti pelatihan-pelatihan. Karenakan ilmu kedokteran dan keperawatan berubah terus, dinamis gak statis. Kayak sayalah, dapatnya 5 tahun yang lalu, inikan udah berlalu. Batasannya arinya kan 5 tahun, udah lewat. Artinya memang perlu pelatihan yang barukan. Jadi harapan saya tetaplah dibimbing, diberikan keahlian. Dengan misalnya sekolah atau pelatihan. Jadi kita tetap punya skill. Kalau kita udah punya skill, kolaborasi kita semakin baik.

5 Baris 71-79

(17)

Dokter pun selalu percaya dan yakin sama kita. Mereka kan memang sudah menguasai kiannya. Harapannya perawat bisa diarahkanlah, komunikasinya semakin baik. Jadi bisa semakin baik kolaborasinya. Skillnya tadilah ditingkatkan.

32. Harapannya jadi lebih baiklah. Jangan kayak dulu lagi. Dulukan kita dianggap pembantu dokter. Tapi sekarang kita udah jadi mitra dokter. Kolaborasi itu sampai seterusnyalah. Saya ambil S1, ilmunyakan membuat saya jadi lebih mudah berkolaborasi. Semakin banyak ilmunya. Harapannya juga ya perawatnya jangan cepat tersinggung. Jangan mudah sakit hati. Namanya kita tukar pendapat. Ada saatnya diterima atau tidak. Kita harus terima. Mungkin dulu ilmunya begini, tapi sekarang udah berbeda. Kita harus terima. Mereka kan rajin ikut seminar-seminar, jadi lebih baru pengetahuan mereka. Kalau ada yang bagus, kita kerjakan, yang gak bagus itu kita tinggalkan. Begitu.

6 Baris 60-67

(18)

33. Maunya kan lebih lengkap alatnya, biar lebih bagus kolaborasinya, biar pasiennya cepat sembuh.

1 Baris 108-109

(19)

TEMA HASIL WAWANCARA

A.

1. Berkolaborasi dengan dokter PPDS

Pengalaman perawat berkolaborasi dengan dokter di ruang ICU (P)

2. Berkolaborasi dalam tindakan medis

3. Fasilitas rumah sakit yang kurang memadai menghambat kolaborasi

4. Dokter yang kurang menghargai pendapat perawat 5. Kolaborasi menambah pengetahuan perawat

6. Kolaborasi meningkatkan kondisi pasien menjadi lebih baik 7. Cara perawat mengatasi hambatan dengan dokter

8. Keputusan ada di tangan dokter

9. Penjelasan prognosa tanggung jawab dokter B.

1. Pembinaan terhadap coass dan PPDS sebelum masuk rumah sakit Harapan perawat terhadap kolaborasi ke depannya (H)

(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)

Jadwal Penelitian

1 Mengajukan judul dan Acc judul proposal penelitian

5 Mengajukan izin pengumpulan data

11 Revisi dan pengumpulan laporan penelitian

(26)

Diketahui oleh Dosen Pembimbing

(27)

TAKSASI DANA

1. Persiapan Proposal

a. Biaya print : Rp. 100.000,-

b. Foto kopi sumber-sumber tinjauan pustaka : Rp. 100.000,- c. Perbanyak proposal : Rp. 50.000,-

d. Biaya internet : Rp. 100.000,-

e. Sidang proposal : Rp. 100.000,-

2. Pengumpulan Data

a. Izin penelitian di RSUD dr.Pirngadi Medan : Rp. 800.000,-

b. Transportasi : Rp. 100.000,-

c. Cendera Mata : Rp. 100.000,-

3. Analisa Data dan Penyusunan Laporan Penelitian

a. Biaya print : Rp. 100.000,-

b. Penjilidan : Rp. 100.000,-

c. Penggandaan laporan penelitian : Rp. 100.000,-

4. Biaya Tak Terduga : Rp. 100.000,-

(28)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama lengkap : Friska Manik 2. NIM : 091101062 3. Jenis kelamin : Perempuan

4. Tempat/tgl. Lahir : Sidikalang, 16 Oktober 1990

5. Alamat lengkap : Jl.Sentosa no. 16A Batang Beruh, Sidikalang Telp/Fax : -

Hp. : 085762545008

E-mail : manik.friska@rocketmail.com URL : facebook Friska Manik 6. Status pendidikan :

Semester : 7

Program Studi : S1 Keperawatan Jurusan : Ilmu Keperawatan Fakultas : Keperawatan

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara 7. Riwayat pendidikan :

(29)

Daftar Pustaka

Siegler, Eugenia L. & Whitney, Fay W. (1999). Kolaborasi Perawat-Dokter; Perawatan Orang

Dewasa dan Lansia. Jakarta. EGC.

Polit, Denise F. & Hungler, Bernadette P. (1997). Essentials of Nursing Research; Methods,

Appraisal, and Utilization. Philadelphia. Lippincott.

Loiselle, Carmen G., McGrath, Joanne Profetto, Polit, Deise F. & Beck, Cheryl Tatano (2004).

Canadian Essentials of Nursing Research. Philadelphia. Lippincott.

Moleong, Prof. Dr. Lexy J. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif; Ed. Revisi. Bandung. PT

Remaja Rosdakarya.

Gruendemann, Barbara J. (2005). Buku Ajar Keperawatan Perioperatif, Vol.1 Prinsip. Jakarta.

EGC.

Kozier, Barbara, Erb, Glenora, Berman, Audrey, & Shirley, Snyder. (2010). Buku Ajar

Fundamental Keperawatan; Konsep, Proses, Praktik Vol.1. Jakarta. EGC.

Waluya, Nandang Ahmad. (2007). Kolaborasi Perawat dan Dokter. Diperoleh tanggal 5

November 2012, dari

Polohindang, M.I., Umboh, J.M.L., Rattu, A.J.MM., Tilaar, Ch. R. (2012) Analisis Kolaborasi

Dokter Perawat di RSUD dr. Sam Ratulangi Tondano Tahun 2012.

Diperoleh tanggal 6 November 2012, dari Taylor, Cassandra L. CRNA, DNP, DMP, CNE. (2009). Attitudes Toward Physician-Nurse

(30)

Setyawati, Andina, Sedyowinarso, Mariyono, Palupi, Niken W.N. Gambaran Komunikasi Dokter

dan Perawat Sebagai Salah Satu Aspek Kolaborasi. JIK Vol.04I No.Oll

Januari I 2009.

Diperoleh tanggal 6 November 2012 dari https://www.google.com.

Kramer, Marlene, Schmalenberg, Claudia. (2003). Securing Good Nurse Physician relationships.

Nursing Management;Jul 2003;32,7. Diperoleh tanggal 22 September

2012 dari

Donald, Faith, Mohide, E. Ann, DiCenso, Alba, Brazil, Kevin , Stephenson, Michael , & Danesh,

Noori Akhtar. (2009) .Nurse Practitioner and Physician Collaborationin Long-Term Care Homes: Survey Results

.

Canadian Journal on Aging /

La Revue canadienne du vieillissement 28 (1) : 77 – 87 (2009) diperoleh

tanggal 22 September 2012 dari

Miller, Peggy Ann. ( 2001). Nurse-Physician Collaboration in a Intensive Care Unit. American

Journal of CriticalCare, September 2001, Volume 10 No.5 diperoleh

tanggal 22 September 2012 dari

Rungta, Dr Narendra, Govil , Dr Deepak, Myatra , Dr Sheila Nainan, Munjal , Dr Manish,

Kulkarni , Dr Atul, Divatia Dr J, Jani, Dr C. K. (2010). Intensive Care Unit Planning and Designing in India Guidelines 2010 Intensive Care

Unit Planning and Designing in India Guidelines 2010. Diperoleh tanggal

9 November 2012 dari Depkes RI. (2006). Standart Pelayanan Keperawatan di ICU.

Parbury, Jane Stein & Liaschenko, Joan. ( 2007). Understanding Collaboration Between Nurses

and Physician as Knowledge at Work. Diperoleh tanggal 22 September

2012 dari

________. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK

02.02/MENKES/148/01/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Keperawatan. Diperoleh tanggal 11 November 2012 dari

Marino, Ann E. Dechairo, Jordan-Marsh, Maryalice, Traiger, Glenna, and Saulo, Mileva.

(31)

Volume 31, Number 5, pp 223–232©2001, Lippincott Williams & Wilkins, Inc.

Le Blanc, Pascale M., Schaufeli, Wilmar B., Salanova, Marisa, Llorens, Susana and Nap, Raoul

E. (2009). How Efficacy Beliefs predict Collaborative Practice: a Two-wave Study among

(32)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif dengan pendekatan studi fenomenologi untuk menggali pengalaman perawat dalam melakukan kolaborasi dengan dokter di ruang ICU. Desain ini bertujuan untuk memahami pengalaman perawat dalam berkolaborasi dengan dokter di ruang ICU.

3.2 Partisipan Penelitian

Partisipan pada penelitian ini sebanyak 7 orang perawat. Pada awalnya terdapat 8 orang partisipan. Namun karena salah seorang partisipan tidak dilakukan member cheking dan data yang dikumpulkan melalui wawancara dirasa tidak mencukupi, maka diputuskan untuk hanya menggunakan data dari 7 partisipan saja.

(33)

3.3Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit pendidikan yang digunakan oleh USU. Penelitian dilakukan selama bulan Maret-Juni 2013.

3.4Pertimbangan Etik

Penelitian dilakukan setelah memperoleh surat izin penelitian dari fakultas yang kemudian diteruskan ke bagian penelitian dan pengembangan RSUD dr.Pirngadi Medan. Setelah diperoleh surat izin untuk memulai dari kepala bidang keperawatan rumah sakit dan kepala ruangan ICU, kemudian penelitian dilakukan. Etika penelitian dilakukan saat pengambilan data dengan cara :

a. Informed consent

Lembar persetujuan diberikan kepada partisipan yang akan diteliti yang memenuhi kriteria. Penjelasan tujuan penelitian dan prosedurnya diberikan pada subjek. Pada subyek yang menolak berpartisipasi, peneliti tidak memaksa dan menghormati hak-hak subyek. Partisipan yang setuju diminta untuk menandatangani lembar informed consent.

b. Anonimity

Peneliti tidak mencantumkan nama asli dari partisipan, hanya inisialnya saja, sehingga kerahasiaan partisipan akan terjaga. Peneliti kemudian memberi kode-kode pada data-data yang terkumpul untuk memudahkan dalam pengolahan data.

c. Confidentiality

(34)

3.5 Instrumen Penelitian

Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas semuanya. Dalam pengumpulan data digunakan kuesioner data demografi dan panduan wawancara berisi pengalaman perawat berkolaborasi, hambatan-hambatan yang dialami perawat, dan tanggung jawab antara perawat dan dokter. Pertanyaan kemudian berkembang sesuai dengan jawaban-jawaban yang diberikan partisipan.

3.6Proses Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, selanjutnya mengirim surat tersebut ke bagian Litbang Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan. Surat pengantar dari bagian Litbang Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan kemudian diteruskan kepada Kepala Bidang Keperawatan RSUD dr. Pirngadi Medan. Setelah mendapat surat izin, kemudian dilakukan penelitian dari tanggal 15 Maret-15 April. Selama tanggal tersebut peneliti mengikuti dinas di ruang ICU satu shift setiap hari Senin sampai Sabtu. Peneliti kemudian memperpanjang masa penelitian satu bulan. Setelah mendapat izin perpanjangan penelitian dari Litbang dan Kepala Bidang Keperawatan RSUD dr. Pirngadi Medan, peneliti kemudian mulai meminta persetujuan partisipan untuk melakukan wawancara.

(35)

partisipan yang didapat masih dua orang. Pada bulan Juni dilakukan wawancara dengan enam orang partisipan lainnya. pengumpulan data pada penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah. Selama satu bulan mengikuti penelitian, dilakukan prolonged engagement dengan cara memperkenalkan diri kepada calon partisipan dan menjelaskan tujuan mengikuti jadwal dinas di ICU. Proses keperawatan di ruang ICU juga diikuti secara aktif. Setelah terbina rasa percaya, peneliti kemudian meminta persetujuan calon partisipan yang telah ditetapkan untuk dijadikan sumber data penelitian. Setelah mendapat persetujuan partisipan, kemudian dilakukan wawancara dengan partisipan. Wawancara dilakukan selama 15-30 menit sebanyak satu dan direkam menggunakan alat perekam.

Pengumpulan data kuisioner dan data demografi dilakukan di berbagai tempat yang masih termasuk dalam ruang lingkup ruang ICU. Diantaranya di dapur ruang ICU, di ruang ICU sendiri, dan di ruang istirahat perawat di ICU. Hal ini disebabkan partisipan menolak untuk mengadakan wawancara di luar jadwal dinas mereka.

3.7Analisa Data

Analisa data dilakukan bersamaan pada saat transkrip data dan dilakukan seleksi satu persatu. Analisa data menggunakan metode Colaizzi. Setelah wawancara dilakukan, kemudian hasil wawancara dibuat transkripnya. Setelah semua hasil wawancara dibuatkan transkripnya, kemudian peneliti membaca ulang semua transkrip data yang telah terkumpul. Peneliti kemudian menandai pernyataan-pernyataan spesifik dari tiap transkrip data.

(36)

dikelompokkan dalam tema-tema. Tema-tema kemudian dibagi lagi dalam kelompok-kelompok sub tema. Hasil pengelompokan kemudian dibandingkan lagi dengan transkrip data. Hasil pengelompokan yang dirasa sudah sesuai kemudian divalidasi kembali kepada partisipan dengan cara menanyakan partisipan tema-tema yang telah dibuat tadi. Peneliti juga megadakan confirmability dengan dosen ahli kualitatif.

3.8Tingkat Keabsahan Data

Tingkat kepercayaan data dipertahankan dengan prolonged engagement selama sebulan. Setiap hari Senin-Jumat, pada bulan April, peneliti mengikuti jadwal dinas sore. Pada hari Sabtunya peneliti mengikuti jadwal dinas pagi dan hari Minggu peneliti tidak mengikuti kegiatan dinas. Pada waktu dinas, peneliti mengikuti kegiatan di ICU secara aktif. Peneliti juga melakukan pendekatan dengan calon partisipan dengan cara bertanya kegiatan-kegiatan apa yang akan dilakukan dan aktif melakukan perawatan bersama perawat. Peneliti juga menjelaskan tujuan peneliti mengikuti jadwal dinas di ruang ICU sehingga calon partisipan mengerti dan tidak merasa risih dengan kehadiran peneliti.

Member checking dilakukan dengan menanyakan kepada partisipan

(37)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Hasil Penelitian

Penelitian fenomenologi ini bertujuan untuk menggali lebih dalam pengalaman perawat selama ini dalam berkolaborasi dengan dokter di ruang ICU. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam dan menggunakan kuesioner data demografi.

4. 1.1 Karakteristik Partisipan

(38)

tahun sebanyak satu orang, sepuluh tahun sebanyak satu orang, sebelas tahun sebanyak satu orang, dan enam belas tahun sebanyak satu orang.

Tabel 4.1

Distribusi Karakteristik Partisipan di ruang ICU Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan

Umur Range 26-53 tahun

<30 tahun 1 orang 30-40 tahun 5 orang >40 tahun 1 orang

Jenis kelamin Perempuan 6 orang

Laki-laki 1 orang

Agama Islam 3 orang

Kristen protestan 4 orang

Suku Batak Toba 3 orang

Karo 1 orang

Melayu 1 orang

(39)

4. 1.2 Kolaborasi Perawat dan Dokter di Ruang ICU

Hasil penelitian didapat dengan cara melakukan wawancara dengan partisipan, yaitu perawat di ruang ICU rumah sakit dr. Pirngadi Medan. Berdasarkan hasil penelitian, diidentifikasi pengalaman perawat dalam berkolaborasi dengan dokter di ruang ICU, yang terdiri dari (a) pengalaman perawat berkolaborasi di ruang ICU yang terdiri dari berkolaborasi dengan dokter PPDS, berkolaborasi dalam tindakan medis, fasilitas rumah sakit yang kurang memadai menghambat kolaborasi, dokter yang kurang menghargai pendapat perawat, kolaborasi menambah pengetahuan perawat, kolaborasi meningkatkan kondisi pasien menjadi lebih baik, cara perawat mengatasi hambatan dengan dokter, keputusan ada di tangan dokter, penjelasan prognosa merupakan tanggung jawab dokter dan (b) harapan perawat untuk kolaborasi yang terdiri dari pembinaan terhadap coass dan PPDS sebelum masuk rumah sakit, peningkatan skill perawat, dan fasilitas yang lebih lengkap.

4.1.2.1 Pengalaman perawat berkolaborasi dengan dokter di ruang ICU

(40)

yang kurang menghargai pendapat perawat; (5) kolaborasi menambah pengetahuan perawat; (6) kolaborasi meningkatkan kondisi pasien menjadi lebih baik; (7) cara perawat mengatasi hambatan dengan dokter; (8) keputusan ada di tangan dokter; (9) penjelasan prognosa merupakan tanggung jawab dokter. Pengalaman-pengalaman tersebut diuraikan sebagai berikut :

1. Berkolaborasi dengan dokter PPDS

Berdasarkan hasil penelitian, didapati partisipan menyatakan mereka sering berkolaborasi dengan dokter PPDS. Hal ini sesuai dengan pernyataan dua partisipan berikut :

“ Jadi kami gak mau melakukan kecuali di ACC PPDS nya.” (P1L118)

”dokternya kita panggil untuk melakukan suatu tindakan, kan biasanya

dokter PPDS.”(P4L25)

2. Berkolaborasi dalam tindakan medis

Hal-hal yang sering dikolaborasikan antara perawat dengan dokter di ruang ICU berupa tindakan-tindakan medis. Perawat dengan dokter bersama-sama dalam melakukan tindakan. Perawat menyiapkan peralatan dan mendampingi dokter sampai selesai melakukan tindakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut :

“ Misalnya kalau untuk intubasi, kita tetap kolaborasi dengan beliau. Kita

siapkan semua peralatannya, injeksi obat-obatan, kita tetap yang

(41)

“ Kadang ada dokter yang melakukan tindakan sendiri, tapi ada juga

yang

berkolaborasi dengan kita.” (P7L102)

3. Fasilitas rumah sakit yang kurang memadai menghambat kolaborasi Setiap hubungan pasti memiliki hambatannya masing-masing. Fasilitas yang kurang memadai di rumah sakit merupakan salah satu hambatan partisipan dalam berkolaborasi. Hal ini disebabkan ketika akan melakukan suatu tindakan terhalang dengan tidak adanya alat. Pernyataan partisipan berikut mendukung hal ini:

“ Terkadang macet, komunikasi tidak lancar. Karena kita kan

berhubungan lewat telepon. Gak bisa dari HP kita langsung, terkadang

operatornya macetlah. Kita gak bisa berhubungan. Itulah kendalanya satu

dalam berhubungan dengan dokter.” (P1L7)

“ Kolaborasi di sini secara keseluruhan dengan semuanya berjalan

dengan baik, Cuma kadang terganggu di alat, alat kurang memadai, ya

itulah. Kalau kolaborasi perawat dengan dokter itu sendiri bagus. Gak

ada kendala. Paling hambatanya ya itulah, banyak alat yang rusak. Gak

bisa dipakai. Atau alatnya gak ada. Kayak saturasi O2 banyak yang rusak

alatnya. Kalau dokternya mau minta saturasinya, kita gak punya alat

untuk mengeceknya. Itulah salah satu hambatannya. Mengatasinya,

ngomong langsunglah ama dokternya. Alatnya gak ada. Tapi udah kita

minta, tapi alatnya belum datang. “ (P3L38)

(42)

Fasilitas bukan satu-satunya penghambat dalam kolaborasi antara partisipan dengan dokter. Sikap dokter yang kurang menghargai pendapat partisipan menjadi salah satu hambatan. Dokter seringkali tidak mendengarkan dan menolak pendapat dari partisipan. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan berikut:

“ Kadang ada dokter yang gak mau terima pendapat ataupun masukan

dari kita. Mereka bilangnya gak usahlah kak. Ini ajalah kak. Gitu. Kita

bilang, kayaknya ginilah dok, lebih cocok begini. Kita kasih pendapat.

Tapi mereka bilang, gak usahlah kak, gini ajalah kak. Biasanya dalam

pemberian obat sama perawatan luka. Seringnya di situ.” (P6L9)

“ Itu dia tadi, kadang pemikiran dokter yang menganggap kita bukan

sebagai rekan kerja, kita dianggap bawahan, kita gak dianggap sejawat.

Dia merasa dia yang berhak atas pasiennya, segala tindakan harus

keputusannya. Kita bukan mau menggurui dokter, tapi kita hanya

memberikan pendapat saja.” (P7L83)

5. Kolaborasi menambah pengetahuan perawat

Menurut partisipan, kolaborasi berdampak secara langsung kepada mereka. Kolaborasi membantu menambah pengetahuan mereka dalam melakukan tindakan-tindakan medis yang sebelumnya mereka tidak tahu. Dokter mengajari partisipan bagaimana cara melakukan suatu tindakan. Hal ini diunkapkan partisipan dalam pernyataan berikut:

“ Ya, dengan kolaborasi itu, kita jadi tahu melakukan suatu tindakan.

Dokternya kasih tau sama kita, gimana cara melakukannya. Jadinya

(43)

“ Waktu melakukan tindakan, jadinya kita tau gimana melakukan

tindakannya. Peralatan apa aja yang dibutuhkan. Kita jadi tahu apa yang

harus kita lakukan. Kolaborasi itu banyaklah manfaatnya untuk kita.

Artinya kan, gak perlu menunggu beliau, tapi kita memiliki batasan

batasannya. Dan kita tetap harus menghubungi beliau juga. Kita jadi tahu

gimana melakukan tindakan dengan kolaborasi.” (P5L29)

6. Kolaborasi meningkatkan kondisi pasien menjadi lebih baik

Salah satu manfaat lain dari kolaborasi menurut partisipan adalah meningkatkan kondisi pasien menjadi lebih baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan berikut:

“ Untuk pasien sendiri, bisa cepat pindah ruangan dengan kolaborasi itu.

Kolaborasi dari perawatan, dari pemberian terapi, makanannya, obat

obatan, tindakan, semuanya sama-sama dikerjakan, jadinya membantu

pasien cepat sehat, bisa pindah ke ruangan.” (P3L19)

“Pasiennya jadi cepat sembuh, cepat pindah ke ruangan, akhirnya nanti

(44)

7. Cara mengatasi hambatan dengan dokter

Partisipan melakukan berbagai cara dalam mengatasi hambatan dengan dokter. Namun pada dasarnya partisipan tetap memberikan pendapat walaupun dokter mendengarkan atau tidak apabila terdapat perbedaan pendapat. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan berikut:

“ Ya gimana, kan yang penting kita udah bilang pendapat kita. Kan orang

beda-beda sifatnya. Ada orang yang okelah kak, kita oba dulu. Ada juga

orang yang janganlah kak, ini ajalah dikasi. Yang penting kita bilang,

mau dia terima atau gak,ya terserah dia.” (P4L24)

“Ya, biasa aja, berpikir positif aja. Namanya pendapat, bisa diterima atau

gak kalau gak diterima, kita jangan langsung sakit hati. Mereka pun kan

menolak karena ada dasar ilmu yang mereka punya. Yang pentingkan kita

menyampaikan pendapat kita, soal diterima atau gak, ya urusan mereka.

Kita berpikir positif aja, jangan langsung sakit hati karena gak diterima

(45)

8. Keputusan ada di tangan dokter

Berdasarkan hasil penelitian didapati setiap keputusan yang ada di ICU diambil berdasarkan keputusan dokter. Partisipan merasa bahwa wewenag sepenuhnya ada di tangan dokter. Hal ini dikemukakan partisipan dalam pernyataan berikut:

“ Ya,gimana bilangnya ya. Ya adalah. Dalam pemberian terapi. Kata

dokter gini, tapi kata perawat gini. Ya gitulah. Kalau udah gitu, ya kita

turutilah apa maunya dokter itu. Tapi kita tetap memberikan pendapat,

tapikan kuasa tetap di tangan dokter. Apa yang dokter mau, kan gak bisa

kemauan kita. Itukan pasiennya dokter, dokternya yang berhak atas

mereka itu. Hak kita hanya di perawatannya saja.” (P3L13)

“ Biasanya, setelah dilakukan diskusi, dikembalikan lagi ke dokter.

Karena kitakan hanya memberikan pendapat. Wewenang ada mereka,

sesuai kompetensi mereka. Yang penting kita ada di sana dan memberikan

pendapat. Kembali lagi, dokter yang menentukan terapi.” (P7L105)

9. Penjelasan prognosa merupakan tanggung jawab dokter

Penjelasan prognosa merupakan hak dari pasien dan keluarganya. Berdasarkan hasil analisa data, didapatkan bahwa partisipan menyatakan penjelasan prognosa merupakan seutuhnya tanggung jawab dokter. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan sebagai berikut:

“ Dokter yang menjelaskan itu. Tapi yang bisa kita jelaskan, ya sebatas

(46)

diagnosa, tentag penyakitnya, itu bagian dokter menjelaskan. Itukan

kewajiban dokter dok. Gitu kita bilang. Tapi kalau kondisi kenapa dia

pake ventilator, kita bilang ke keluarga ini berat ya bu kondisinya. Kita

bilang gitu aja. Tapi tentang proses penyakitnya, tanyak ke dokter aja ya

bu biar lebih jelas lagi. Karnakan keluarga pasien ini mau tahu tentang

penyakit pasien,jadi kita bilang tanyak dokter aja ya bu biar lebih

lengkap.” (P4L77)

“ Kalau terkait dengan kondisi penyakitnya, itu bagian dokter untuk

menjelaskan. Karena kan mereka yang lebih paham gimana perjalanan

sebuah penyakit, mereka mengerti secara mendalam. Nanti kalau kita

yang jelaskan,jadi salah-salah pula. Jadi bahaya kan?” (P6L30)

4.1.2.2 Harapan perawat terhadap kolaborasi ke depannya

Selama penelitian, partisipan juga menyatakan harapannya untuk kolaborasi kedepannya. Harapan tersebut dikategorikan sebagai berikut : (1) Pembinaan terhadap coass dan PPDS sebelum masuk rumah sakit; (2) Peningkatan skill perawat; dan (3) Fasilitas yang lebih lengkap. Hal ini diuraikan sebagai berikut:

1. Pembinaan terhadap coass dan PPDS sebelum masuk rumah sakit

(47)

mengharapkan hal ini diajarkan kepada calon dokter sebelum mereka masuk ke rumah sakit. Hal ini tampak dari pernyataan salah seorang partisipan:

“ Ya harapannya, coass-coass ini sebelum masuk rumah sakit

maunya dikasih breafing, dibimbing dulu. Biar berkolaborasi sama

kita.karena coas-coass ini sama PPDS sebagian menganggap kita

ini, ah hanya perawatnya kau, kami dokter , gitu kadang mikirnya

mereka. Ada juga kadang coass masih, tapi nyuruh kita, apakan

dulu ini kak,gitu-gitu. Jadi perlu sebelum masuk perlu dibina,

kalian perlulah mendekatkan diri sama perawat-perawat. Nah gitu.

Kalau ini, mereka , gak ada mereka semua. Itu contohnya.

Mudah-mudahan semua baiklah, kolaborasinya baik, hubungan dokter

sama perawat lebih baik.” (P1L138)

2. Peningkatan skill perawat

Partisipan menginginkan adanya peningkatan skill perawat. Dalam artian perawat tetap dibekali dengan keahlian-keahlian khusus yang diperbaharui secara berkala. Sehingga perawat lebih berkompeten dan menghasilkan kolaborasi yang lebih baik. Hal ini dinyatakn oleh partisipan dalam pernyataan berikut:

“ Harapannya ya perawat ke depannya tetap diberikan keahlian.

Ditingkatkan skillnya. Dengan mengikuti pelatihan-pelatihan.

Karenakan ilmu kedokteran dan keperawatan berubah terus,

dinamis gak statis. Kayak sayalah, dapatnya 5 tahun yang lalu,

inikan udah berlalu. Batasannya arinya kan 5 tahun, udah lewat.

(48)

tetaplah dibimbing, diberikan keahlian. Dengan misalnya sekolah

atau pelatihan. Jadi kita tetap punya skill. Kalau kita udah punya

skill, kolaborasi kita semakin baik. Dokter pun selalu percaya dan

yakin sama kita. Mereka kan memang sudah menguasai kiannya.

Harapannya perawat bisa diarahkanlah, komunikasinya semakin

baik. Jadi bisa semakin baik kolaborasinya. Skillnya tadilah

ditingkatkan.” (P5L71)

3. Fasilitas yang lebih lengkap

Salah seorang partisipan juga menyatakan harapannya untuk perbaikan dan kelengkapan fasilitas ruangan oleh rumah sakit. Partisipan merasa fasilitas membantu mewujudkan kolaborasi yang lebih baik. Dinyatakan dalam pernyataan berikut :

“ Maunya kan lebih lengkap alatnya, biar lebih bagus

kolaborasinya, biar pasiennya cepat sembuh.” (P1L108)

4.2 Pembahasan

(49)

berbeda. Kesembuhan pasien merupakan tujuan dari kolaborasi diantara keduanya (Parbury & Liaschenko, 2007)

Intensive care unit merupakan area yang sangat spesifik dan canggih di

rumah sakit dimana desain, staf, lokasi, perlengkapan, dan peralatan yang didedikasikan untuk mengelola pasien pasien dengan penyakit kritis, luka dan komplikasi yang telah nyata terjadi maupun berpotensi untuk menjadi ancaman hidup. Ruang ICU menyediakan pelayanan keahlian dan fasilitas khusus yang berfungsi. Kolaborasi di ruang ICU tidak terbentuk secara spontan, namun membutuhkan proses sama seperti unit lainnya. Kolaborasi di ICU bersifat unik. Hal ini disebabkan kondisi pasien di ICU lebih buruk dibanding dengan pasien unit lainnya (Siegler & Whitney, 2002)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada tujuh orang partisipan perawat di ruang ICU, didapati hal-hal yang berkaitan dengan kolaborasi perawat dan dokter di ruang ICU. Hal-hal tersebut dibagi dalam dua bagian yakni, pengalaman berkolaborasi di ruang ICU dan harapan untuk kolaborasi ke depannya.

4.2.1 Berkolaborasi dengan dokter PPDS

(50)

menyatu dan mempengaruhi perawatan pasien (Weiss and Davis, 1985 in Le Blanc , Schaufeli, Salanova, Llorens, and Nap, 2009). Kolaborasi antara perawat dan dokter di ICU merupakan kerjasama dalam bekerja bersama dan berbagi tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah dan membuat keputusan untuk merumuskan dan mengimplementasikan rencana perawatan untuk pasien (Baggs & Shmitt, 1988 on Heinemen & Zeiss, 2002).

PPDS merupakan mahasiswa kedokteran yang dalam tahapan pendidikan untuk mengambil spesialisasi di bidang yang lebih spesifik dalam ilmu kedokteran. PPDS bukanlah professional di bidangnya.

4.2.2 Berkolaborasi dalam tindakan medis

Kerjasama berarti menghargai pendapat orang lain, bersedia untuk memeriksa beberapa alternatif pendapat dan bersedia merubah kepercayaan. Rahaminta dan Sulisno, 2012 mendapati pelaksanaan kerjasama antara perawat dan dokter di ruang ICU RSUD Ambarawa telah dilakukan dengan cara saling memberi pertimbangan, mengoreksi, serta mau melengkapi satu sama lain.

(51)

4.2.3 Fasilitas rumah sakit yang kurang memadai menghambat kolaborasi

Hambatan dalam fasilitas disebabkan karena RSUD dr. Pirngadi Medan merupakan rumah sakit pemerintah. Pemerintah daerah memberikan subsidi untuk membantu pengobatan masyarakat yang kurang mampu. Pemerintah menyediakan obat generik untuk pasien di rumah sakit, sehingga ketika dibutuhkan obat yang lebih mahal, terkendali oleh dana pasien. Peralatan rusak juga membutuhkan waktu untuk diperbaiki atau diganti.

4.2.4 Dokter kurang menghargai pendapat perawat

Kolaborasi bukan mengenai siapa yang terbaik, siapa yang salah atau benar, saling mengadu pendapat, ataupun membuat kelonggaran mengenai suatu peraturan. Kolaborasi berarti komitmen pribadi untuk bekerja bersama dengan orang lain dalam setiap cara yang memungkinkan dengan saling menaruh hormat, komunikasi yang kuat bahkan dalam situasi yang tidak membangun ( Marino et al, 2001).

(52)

Bates, 1970 dalam Gruendemann, 2005 menyebutkan perbedaan yang ada pada dokter dan perawat. Dokter biasanya dari kalangan yang bertaraf sosioekonomi tinggi, dan mendapatkan pendidikan dasar yang bebas diikuti dalam bidang medis dan berfokus pada diagnose dan penanganan penyakit. Mereka diajarkan tentang kebutuhan manusia, namun hanya sedikitwaktu yang mereka seiakan untuk kebutuhan psikososial pasien. Mereka sebagai solois, tidak mengakui kebutuhan orang lain. Mereka menganggap perawat sebagai asisten, melakukan perintahnya dan melakukan apapun yang dilakukan.

Perbedaan pendapat merupakan hal yang lumrah terjadi antara perawat dan dokter. Hal ini disebabkan perbedaan latar belakang keilmuan keduanya. Perbedaan itu pada akhirnya menghasilkan perbedaan bahasa. Setiap bahasa memiliki kelemahan sendiri. Terminologi medis seringkali tidak mampu menyampaikan pengaruh fungsional suatu penyakit di lain pihak diagnose keperawatan memang merinci secara jelas kebutuhan pasien tapi sering kurang spesifik dan dapat membingungkan pemberi layanan kesehatan lain dan pasien sendiri (Siegler & Whitney, 2002).

4.2.5 Kolaborasi menambah pengetahuan perawat

(53)

disembuhkan menerima kondisinya, dan membantu klien yang menghadapi ajal untuk diperlakukan secara manusiawi sesuai martabatnya sampai meninggal.

Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator. Efektifitas hubungan kolaborasi profesional membutuhkan mutual respek baik setuju atau ketidaksetujuan yang dicapai dalam interaksi tersebut. Partnership kolaborasi merupakan usaha yang baik sebab mereka menghasilkan outcome yang lebih baik bagi pasien dalam mecapai upaya penyembuhan dan memperbaiki kualitas hidup.

Harus diakui, dalam kolaborasi didapati bahwa pengetahuan dan pekerjaan sangat erat kaitannya. Pekerjaan yang berjalan dengan lancar memberikan kesan bahwa basis pengetahuan dibagi antara perawat dan dokter dan pekerjaan mereka masing-masing dipahami dan didukung. Situasi klinis pasien ICU yang tidak pasti memberikan ilustrasi yang baik tentang bagaimana pengetahuan dan pekerjaan tidak ditukar atau masing-masing dipahami. Model kasus, pasien, pengetahuan menjelaskan bagaimana dokter dan perawat bekerja dengan menggunakan berbagai jenis pengetahuan. Sebagian karena 2 kelompok terlibat dalam berbagai jenis pekerjaan. Ketika pengetahuan dasar tidak dipahami, diberhentikan, atau tidak dapat dikomunikasikan, batas-batas profesional diperkuat dan pengelolaan pasien diturunkan hanya untuk perawat (Parbury & Liaschenko, 2007).

4.2.6 Kolaborasi meningkatkan kondisi pasien menjadi lebih baik

(54)

memiliki hubungan dengan angka kematian dan lama rawatan di ICU dan harus menjadi bagian integral dari program peningkatan kualitas setiap unit. Karena interaksi diantara pemberi layanan kesehatan dipengaruhi dan dikontrol oleh pemberi layanan kesehatan dan manajer di unit tersebut, interaksi tersebut merupakan tuas untuk tindakan korektif dan perbaikan kualitas yang berkesinambungan (Miller, 2001).

4.2.7 Cara perawat mengatasi hambatan dengan dokter

Komunikasi sangat diperlukan dalam berkolaborasi karena kolaborasi membutuhkan pemecahan masalah yang lebih kompleks, dibutuhkan komunikasi efektif yang dapat dimengerti oleh semua orang. Komunikasi yang efektif dapat terjadi hanya bila pihak yang terlibat berkomitmen untuk saling memahami peran professional dan saling menghargai sebagai individu. Alih-alih berfokus pada perbedaan, kelompok professional perlu memusatkan perhatian pada kesamaan mendasar mereka yakni kebutuhan pasien (Kozier, 2010).

(55)

kesediaan anggota tim kolaborasi menawarkan informasi, menghargai pendekatan masing-masing disipli ilmu dan pengalaman individu, mendukung pendapat orang lain, serta menjamin bahwa pendapat masing-masing individu benar-benar didengar (Way, 2000 dalam Rahaminta & Sulisno, 2012).

4.2.8 Penjelasan prognosa tanggung jawab dokter

PERMENKES No.290/Menkes/Per/III/2008 tanggal 26 Maret 2008 menyatakan, dalam pemberian informasi ini, dokter berkewajiban untuk mengungkapkan dan menjelaskan kepada pasien dalam bahasa sesederhana mungkin sifat penyakitnya, sifat pengobatan yang disarankan, alternatif pengobatan, kemungkinan berhasil dan resiko yang dapat timbul serta komplikasi-komplikasi yang tak dapat diduga. Kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan hak-hak pasien terutama hak pasien untuk mendapatkan informasi yang akurat tentang penyakit beserta cara/upaya penyembuhannya yang sekaligus menjadi kewajiban dokter berupa memberikan informasi yang akurat tentang penyakit serta acara/upaya penyembuhannya.

4.2.9 Keputusan ada di tangan dokter

(56)

Aspek penting pembuatan keputusan terpenuhi ketika tim interdisiplin berfokus pada prioritas kebutuhan klien dan mengatur intervensi berdasarkan kebutuhan tersebut. Disiplin ilmu yang paling dapat memenuhi kebutuhan klien diberi prioritas dalam menyusun perencanaan dan bertanggung jawab memberikan intervensi sesuai waktu. Perawat berdasarkan sifat praktiknya yang holistic, seringkali mampu membantu tim dalam mengidentifikasi prioritas dan area yang membutuhkan perhatian lebih jauh (Kozier, 2010).

4.3 Kelemahan Penelitian

(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian kolaborasi antara perawat dan dokter di ICU, diidentifikasi pengalaman dan harapan perawat dalam berkolaborasi dengan dokter di ruang ICU. Pengalaman perawat berkolaborasi di ruang ICU yang terdiri dari berkolaborasi dengan dokter PPDS, berkolaborasi dalam tindakan medis, fasilitas rumah sakit yang kurang memadai menghambat kolaborasi, dokter yang kurang menghargai pendapat perawat, kolaborasi menambah pengetahuan perawat, kolaborasi meningkatkan kondisi pasien menjadi lebih baik, cara perawat mengatasi hambatan dengan dokter, keputusan ada di tangan dokter, penjelasan prognosa merupakan tanggung jawab dokter.

Harapan perawat untuk kolaborasi yang terdiri dari pembinaan terhadap coass dan PPDS sebelum masuk rumah sakit, peningkatan skill perawat, dan fasilitas yang lebih lengkap.

2. Rekomendasi

2.1Peneliti Selanjutnya

(58)

2.2Pendidikan Keperawatan

Ilmu keperawatan terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan jaman dan kebutuhan masyarakat agar pelayanan kesehatan melalui asuhan keperawatan yang diberikan dapat lebih berkualitas. Oleh karena itu, dengan adanya informasi mengenai pengalaman kolaborasi perawat dan dokter dapat menjadi bahan masukan dalam upaya peningkatan kolaborasi sejak dari tingkat pendidikan.

2.3Praktik Keperawatan

Diharapkan dengan adanya informasi pengalaman kolaborasi perawat dan dokter di ruang ICU, perawat bisa semakin membenahi dirinya dan menemukan inovasiinovasi baru dalam upaya peningkatan hubungan kerjasama antara perawat dan dokter di rumah sakit.

2.4Rumah Sakit

(59)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Intensive Care Unit

Intensive care unit (ICU) merupakan suatu area yang sangat spesifik dan

canggih di rumah sakit dimana desain, staf, lokasi, perlengkapan dan peralatan, didedikasikan untuk mengelola pasien dengan penyakit kritis, luka dan komplikasi yang telah nyata terjadi maupun berpotensi untuk terjadi yang mengancam kehidupan. Ruang ICU menyediakan pelayanan keahlian dan fasilitas khusus yang berfungsi untuk mendukung tanda-tanda vital dan menggunakan staf kesehatan yang telah berpengalaman mengatasi permasalahan tersebut (Rungta et al, 2007, Depkes RI, 2006). Ruang ICU memberikan pelayanan berupa diagnosa dan penatalaksanaan spesifik penyakit akut yang mengancam nyawa dan berpotensi menimbulkan kematian dalam beberapa menit ataupun beberapa hari. Memberikan bantuan untuk fungsi vital tubuh, pemenuhan kebutuhan dasar, pemantauan fungsi vital, penatalaksanaan komplikasi dan memberikan bantuan psikologis pada pasien yang bergantung pada orang lain ataupun mesin (Depkes RI, 2006).

(60)

pendukung lainnya seperti petugas kebersihan dan penjaga keamanan. Kepala arsitek yang bekerja harus berpengalaman dalam menata ruang-ruang dalam rumah sakit dan penataan fungsi-fungsi ruang dalam rumah sakit (Rungta et al, 2007, Society of Critical Care Medicine, 1995).

2.1.1 Klasifikasi Pelayanan ICU

Pelayanan di ruang ICU diklasifikasikan menjadi 3, pelayanan ini didasarkan pada fasilitas yang ada pada ICU. Pembagian ruang ICU meliputi ruang ICU primer, sekunder, dan tersier (Depkes RI, 2006).

2.1.1.1 ICU Primer

(61)

2.1.1.2 ICU Sekunder

Ruang ICU sekunder disarankan untuk rumah sakit yang lebih besar. Memiliki 6-12 tempat tidur, memiliki intensivist sebagai kepala ICU. Ruang ICU terletak berdekatan dengan kamar bedah, ruang darurat, dan ruang rawat lainnya. Memiliki kriteria pasien masuk, keluar, dan rujukan. Tersedia dokter spesialis sebagai konsultan yang dapat menanggulangi setiap saat bila diperlukan. Perawat yang bertugas di ICU, minimal sebanyak 50% telah bersertifikat ICU dan minimal berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama 3 tahun. Memiliki kemampuan memberikan bantuan ventilasi mekanis dalam batas tertentu, melakukan pemantauan invasive dan usaha-usaha penunjang hidup. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, rontgen untuk kemudahan diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi. Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi.

2.1.1.3 ICU Tersier

Ruang perawatan ini mampu melaksanankan semua aspek perawatan intensif, mampu memberikan pelayanan yang tertinggi termasuk dukungan atau bantuan hidup multisistem yang kompleks dalam jangka waktu yang tidak terbatas serta mampu melakukan bantuan renal ekstrakorporal dan pemantauan

kardiovaskular invasive dalam jangka waktu yang terbatas. Kekhususan yang

(62)

Memiliki seorang anasteologi konsultan intensive care atau dokter ahli konsultan intensive care yang lain yang bertanggung jawab secara keseluruhan. Dokter jaga yang minimal mampu resusitasi jantung paru. Perawat yang bertugas, minimal sebanyak 75% bersertifikat ICU dan minimal berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah 3 tahun. Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan intensif baik invasive maupun non invasive. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, rontgen untuk kemudahan diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi. Memiliki paling sedikit seorang yang mampu mendidik medik dan perawat, serta memiliki tambahan yang lain misalnya tenaga administrasi, tenaga rekam medik, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian.

2.2 Kolaborasi

(63)

2.2.1 Elemen-Elemen Kolaborasi a. Struktur

Siegler & Whitney (1999) menyebutkan ada tiga model praktik kolaborasi, yakni model praktik hirarkis, model praktik kolaboratif, dan pola praktik kolaboratif. Model praktik hirarkis merupakan pola yang menekankan komunikasi satu arah, antara pasien dengan dokter terdapat kontak yang terbatas, dan dokter merupakan tokoh yang dominan. Model praktik kolaboratif menekankan komunikasi dua arah, tetapi tetap menempatkan dokter pada posisi utama dan membatasi hubungan antar dokter dan pasien.

Model ketiga, pola praktik kolaboratif merupakan pola yang berbeda. Pola ini menekankan orientasi kepada pasien, semua pemberi layanan harus saling bekerja sama, juga dengan pasien. Pola ini melingkar, menekankan kontinuitas, kondisi timbal balik satu dengan yang lain dan tak ada satu pemberi layanan yang mendominasi secara terus menerus.

b. Proses

Kolaborasi terbentuk saat seseorang berusaha memuaskan kebutuhannya sendiri dan kebutuhan pihak lain secara maksimal. Ciri khas yang ada dalam proses kolaborasi meliputi kerjasama, koordinasi, saling berbagi, kompromi, rekanan, saling ketergantungan, dan kebersamaan.

c. Hasil Akhir

(64)

akhir berada di luar jangkauan kolaborasi dan kolaborasi dapat dicapai dengan proses berbagi saja. Kolaborasi memang tidak dapat diukur hanya menggunakan hasil akhir. Namun hasil akhir juga merupakan peranan penting dalam kolaborasi. Sulit melakukan kolaborasi apabila tidak ada hasil akhir yang ingin dicapai. Hasil akhir antara keefektifan kolaborasi dengan hasil akhir yang mendefenisikan kolaborasi merupakan dua hal yang sangat berbeda. Keefektifan kolaborasi biasanya hasil akhirnya berupa kualitas hidup, mortalitas, dan biaya.

2.2.2 Indikator Kolaborasi

Pelaksanaan kolaborasi yang efektif memerlukan pengetahuan tentang indikator kolaborasi. Ada empat buah indikator kolaboratif, yakni kontrol kekuasaan, lingkup praktik, kepentingan bersama, dan tujuan bersama.

Kontrol kekuasaan adalah keadaan dimana dokter dan perawat dapat menyadari kewenangan masing-masing dan mengkomunikasikannya dengan baik kepada anggota timnya. Kewenangan dokter menurut UU Praktek Kedokteran no. 29 tahun 2004 pasal 35 antara lain mewawancarai pasien, memeriksa fisik dan mental pasien, menentukan pemeriksaan penunjang, menegakkan diagnosis, menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien, melakukan tindakan kedokteran, menuliskan resep, dan menerbitkan surat keterangan dokter UU no. 29).

(65)

keperawatan, dan evaluasi, tindakan keperawatan tersebut meliputi intervensi keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang telah disebutkan, harus sesuai dengan standart asuhan keperawatan yang ditetapkan organisasi profesi ( Permenkes 148).

Lingkup praktek merupakan bagian yang menunjukkan kegiatan dan tanggung jawab masing-masing pihak. Dokter memang berbagi lingkungan praktek dengan perawat, namun dokter tidak dididik untuk menanggapinya sebagai rekanan. Di sisi lain, perawat masih sering menempatkan diri di bawah dokter, sebagai tenaga vokasional yang bertindak di bawah perintah dokter. Dalam membangun tanggungjawab bersama, perawat dan dokter harus dapat merencanakan dan mempraktekkan bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta menghargai orang lain yang berkontribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat.

Peneliti yang menganalisa kepentingan bersama sebagai indikator kolaborasi antara perawat dan dokter seringkali menanggapi dari sudut pandang perilaku organisasi. Para teoris ini menjabarkan kepentingan bersama secara operasional menggunakan istilah tingkat ketegasan masing-masing (usaha untuk memuaskan sendiri) dan faktor kerja sama (usaha untuk memuaskan kepentingan pihak lain).

(66)

pula tujuan yang merupakan tanggung jawab bersama antara dokter dan perawat (Siegler & Whitney, 1999).

2.2.2 Kompetensi Dasar Kolaborasi

Kompetensi dasar untuk kolaborasi meliputi adalah ketrampilan komunikasi efektif, saling menghargai, rasa percaya, dan proses pembuatan keputusan. Kolaborasi untuk memecahkan masalah kompleks membutuhkan ketrampilan komunikasi efektif. Komunikasi yang efektif dapat terjadi hanya bila pihak yang terlibat berkomitmen untuk saling memahami peran profesional dan saling menghargai sebagai individu. Selain itu, mereka harus peka terhadap perbedaan gaya komunikasi. Alih-alih berfokus pada perbedaan, kelompok profesional perlu memusatkan perhatian pada kesamaan mendasar mereka yakni kebutuhan klien.

Saling menghargai terjadi saat dua orang atau lebih menunjukkan atau merasakan rasa hormat atau mengargai satu sama lain. Rasa percaya terbina saat seseorang merasa percaya terhadap tindakan yang dilakukan oleh orang lain. Saling menghargai dan rasa percaya keduanya menyiratkan proses dan hasil bersama. Keduanya harus diekspresikan baik secara verbal maupun non verbal.

(67)

Aspek penting pembuatan keputusan terpenuhi ketika tim interdisiplin berfokus pada prioritas kebutuhan klien dan mengatur intervensi berdasarkan kebutuhan tersebut. Disiplin ilmu yang paling dapat memenuhi kebutuhan klien diberi prioritas dalam menyusun perencanaan dan bertanggung jawab memberikan intervensinya sesuai waktu. Sebagai contoh, petugas dinas sosial mungkin yang pertama kali memberikan perhatian terhadap kebutuhan sosial klien saat kebutuhan tersebut menggangu kemampuan klien untuk berespon terhadap terapi. Perawat, berdasarkan sifat praktik mereka yang holistik, sering kali mampu membantu tim dalam mengidentifikasi prioritas dan area yang membutuhkan perhatian lebih jauh (Kozier, 2010).

2.2.4 Elemen Kolaborasi Efektif

Kolaborasi yang efektif dapat dicapai dengan elemen-elemen berupa adanya kerjasama, asertifitas, tanggung jawab, komunikasi, otonomi, kordinasi, tujuan umum serta mutual respect. Kerjasama berarti menghargai pendapat orang lain, bersedia untuk memeriksa beberapa alternatif pendapat dan bersedia merubah kepercayaan. Asertifitas adalah kemauan anggota tim kolaborasi untuk menawarkan informasi, menghargai pendekatan masing masing disiplin ilmu dan pengalaman individu,individu dalam tim mendukung pendapat yang lain, menjamin bahwa pendapat masing – masing individu benar-benar didengar dan adanya konsensus bersama yang ingin dicapai.

(68)

maupun tanggung jawab bersama sebagai satu tim dalam pengelolaan pasien. Komunikasi artinya bahwa setiap anggota harus untuk membagi informasi penting mengenai perawatan pasien dan issu yang relevan untuk membuat keputusan klinis, secara terbuka mampu untuk mengemukakan ide-ide dalam pengambilan keputusan pengelolaan pasien. Otonomi mencakup kemandirian (independent) anggota tim dalam batas kompetensinya. Otonomi bukan berarti berlawanan dari makna kolaborasi. Justru dengan otonomi masing masing profesi mempunyai kebebasan mempraktekkan ilmu dan mengelola pasien sesuai kompetensi masing-masing.

Kordinasi diperlukan untuk efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan permasalahan. Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi profesional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien. Kolegalitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan profesional untuk masalah-masalah dalam tim dari pada menyalahkan seseorang atau atau menghindari tangung jawab. Mutual respect and trust, Norsen (1995) menyarankan konsep ini dimana dia mengartikan sebagai suatu hubungan yang memfasilitasi suatu proses dinamis antara orang-orang ditandai oleh keinginan maju untuk mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota. Kepercayaan adalah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa percaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindar dari tanggung jawab, terganggunya komunikasi, otonomi akan ditekan dan koordinasi tidak akan terjadi (Rumanti, 2009).

(69)

Area keperawatan kritis khususnya ICU merupakan satu area yang terbukti membantu memahami kolaborasi antara perawat dan dokter. Kolaborasi di ruang ICU tidak terbentuk secara spontan, namun membutuhkan proses sama seperti unit lainya. Kolaborasi di ruang ICU bersifat unik. Pasien di ICU kondisinya lebih parah dibanding dengan pasien di unit lain, sehingga masalah yang ada lebih kompleks dibanding unit lainnya. Pelayan kesehatan perlu diskusi hangat tentang kondisi pasien, apakah perlu diberi tindakan, apakah perlu dirujuk, ataupun penghentian terapi sama sekali.

Kolaborasi di ruang ICU memberikan dampak positif terhadap pasien. Penelitian membuktikan adanya hubungan positif antara kolaborasi pelayan kesehatan di ICU dengan tingkat mortalitas, mortalitas prediksi, dan rawat ulang pasien. Kolaborasi juga berdampak terhadap kepuasan kerja. Namun stres perawat di ICU juga mempengaruhi kepuasan kerja tersebut (Siegler & Whitney, 1999). 2.4 Fenomenologi

Fenomenologi merupakan sebuah studi yang bersumber dari tradisi filosofi yang dicetuskan oleh Husserl dan Heidegger yang menggunakan pendekatan memahami pengalaman hidup manusia. Pertanyaan utama dalam studi fenomenologi adalah apa yang menjadi fenomena dalam pengalaman orang-orang dan apa esensinya ( Polit & Beck, 2004).

(70)
(71)

Title : Collaboration of nurses and doctors in ICU Room “ Rumah Sakit Umum Daerah-dr. Pirngadi Medan” : A Phenomenological Study

Name : Friska Manik NIM : 091101062 Department : Nursing-Reguler

Abstract

Collaboration is a complex work relation between health service providers that need planned shared-knowledge and shared responsibility in caring the patiens. Collaboration between nurses and doctors gave positive effects to patient’s condition. The purpose of this study is to elaborate the experience of nurses collaborating with doctors in ICU room of Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan, started from March until July 2013. This is a qualitative with a phenomenologic study approach. The participants in this study were 7 nursess that choosen by purposive sampling. The data were obtained using demographic questionnaire and recorded in-depth interview. The result of this study was categorized into two theme groups. The first theme is about the experience of nursess collaborating with doctors of PPDS, collaborating in medical action, ack of facilities in hospital that hinder collaboration, doctors who lack respect to the opinion of nursess, collaboration adding knowedge, collaboration improving the condition of patients into better condition the way nuses overcome barriers with doctors. The second theme is about the hope of nurses to collaborate consist of the development of nurses’s skills, and the facilities in hospital. The result of this study is expected to be knowledge and information to nurses about application of collaboration in ICU room beween nurses and doctors.

(72)

Judul : Kolaborasi Perawat dan Dokter di Ruang ICU Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan : Studi Fenomenologi

Nama : Friska Manik NIM : 091101062

Jurusan : S1 Keperawatan Reguler

Abstrak

Kolaborasi merupakan suatu hubungan kerja yang kompleks antara pemberi layanan kesehatan yang membutuhkan sharing pengetahuan yang direncanakan dan memiliki tanggung jawab bersama dalam merawat pasien. Kolaborasi antara perawat dan dokter memberikan dampak positif terhadap kondisi pasien. Tujuan dari penelitian ini untuk menggali lebih dalam lagi pengalaman perawat berkolaborasi dengan dokter di ruang ICU Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan. Penelitian ini dilakukan di ruang ICU Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan dan dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2013. Penelitian ini menggunakan desain kualitatif dengan pendekatan studi fenomenologi. Partisipan penelitian ini sebanyak tujuh orang perawat yang dipilih secara purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuisioner data demografi dan wawancara mendalam yang direkam. Hasil penelitian dikelompokkan ke dalam dua kelompok tema. Tema pertama tentang pengalaman perawat berkolaborasi di ruang ICU yang terdiri dari berkolaborasi dengan dokter PPDS, berkolaborasi dalam tindakan medis, fasilitas rumah sakit yang kurang memadai menghambat kolaborasi, dokter yang kurang menghargai pendapat perawat, kolaborasi menambah pengetahuan perawat, kolaborasi meningkatkan kondisi pasien menjadi lebih baik, cara perawat mengatasi hambatan dengan dokter, keputusan ada di tangan dokter, dan penjelasan prognosa merupakan tanggung jawab dokter. Tema kedua tentang harapan perawat untuk kolaborasi yang terdiri dari pembinaan terhadap coass dan PPDS sebelum masuk rumah sakit, peningkatan skill perawat, dan fasilitas yang lebih lengkap di rumah sakit. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pengetahuan dan informasi bagi perawat mengenai pelaksanaan kolaborasi di ruang ICU antara perawat dan dokter.

(73)

Kolaborasi Perawat dan Dokter di Ruang ICU Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan: Studi Fenomenologi

Oleh :

Nama : Friska Manik

NIM : 091101062

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Gambar

Tabel 4.1

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang diperoleh peneliti, menurut ketujuh partisipan mengenai persepsi keluarga pasien terhadap perilaku caring perawat di ruang ICU terdapat empat tema

Penelitian lebih lanjut mengenai pengalaman kolaborasi antara perawat dan dokter di Ruang ICU disarankan untuk dapat dilakukan oleh seseorang yang menjadi bagian dari

STUDI FENOMENOLOGI: PENGALAMAN PERAWAT MENENTUKAN CARA MELAKUKAN TINDAKAN SUCTION PADA KLIEN YANG TERPASANG VENTILATOR MEKANIK DI RUANG ICU RSUD ULIN

kepuasan kerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Pasaman. Barat masih rendah yaitu 56,78%

12 Dokter menerima dengan baik setiap informasi yang saya berikan tentang kondisi dan rencana pengobatan pasien dengan tindakan kolaborasi.. 13 Dokter menghargai pendapat yang

Defenisi kolaborasi dapat disimpulkan yaitu hubungan kerja sama antara perawat dan dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada klien yang didasarkan pada pendidikan

Penelitian lebih lanjut mengenai pengalaman kolaborasi antara perawat dan dokter di Ruang ICU disarankan untuk dapat dilakukan oleh seseorang yang menjadi bagian dari

11 Perawat mampu melakukan pemberian obat yang ditentukan dokter kepada pasien dengan benar. 12 Perawat mampu mengelola sampai tuntas pemeriksaan