• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekuitas Merek Produk Teh Celup pada Mahasiswa S1 Institut Pertanian Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ekuitas Merek Produk Teh Celup pada Mahasiswa S1 Institut Pertanian Bogor"

Copied!
211
0
0

Teks penuh

(1)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Tradisi minum teh merupakan suatu kebiasaan yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa. Teh sangat digemari oleh semua lapisan masyarakat, baik orang tua maupun muda. Hasil penelitian ahli-ahli kesehatan berhasil menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya minuman teh bagi kesehatan. Kesadaran masyarakat akan khasiat minum teh ini oleh pelaku ekonomi dilihat sebagai peluang bisnis yang cukup menjanjikan, terbukti dengan bermunculannya minuman teh beragam merek yang dikemas dalam kemasan yang praktis dan menarik. Dulu masyarakat hanya mengenal teh dalam bentuk bubuk, namun sejak tahun 1980-an teh sudah bisa diseduh tanpa harus menyisakan ampas buangan. Teh ini kemudian dikenal dengan nama teh celup.

Fenomena persaingan yang ada dalam era globalisasi akan semakin mengarahkan sistem perekonomian Indonesia ke mekanisme pasar yang memposisikan pemasar untuk selalu mengembangkan dan merebut market share

(pangsa pasar). Salah satu aset untuk mencapai keadaan tersebut adalah brand

(merek) (Durianto, dkk, 2001). Puluhan merek teh celup sekarang ini dengan mudah dapat kita temui di pasar. Merek-merek tersebut bersaing dalam benak konsumen untuk menjadi yang terbaik. Perubahan perilaku konsumen yang cenderung brand minded mendorong perusahaan untuk memberikan merek pada setiap produknya dan berusaha menjadikan merek tersebut dikenal konsumen. Produsen telah menyadari pentingnya penggunaan merek. Merek membuat masyarakat menjadi kenal dengan produk yang ditawarkan, merekapun terkadang menjadi jaminan kualitas produk yang diperdagangkan.

(2)

Tabel 1. Top Brand Index produk teh celup tahun 2010

Merek Top Brand Index (%)

Sariwangi 80,7

Sosro 7,2

Bendera 2,7

2 Tang 2,3

Poci 1,9

Tong Tji 1,3

Sumber: www.topbrand-award.com (2010)

Top brand mampu memberikan ukuran kesuksesan sebuah merek di pasar melalui tiga pengukuran dimensi. Ketiga pengukuran dimensi tersebut adalah TOM (Top of Mind) dengan bobot 40%, LU (Last Usage) dengan bobot 30%, dan FI (Future Intention) dengan bobot 30%. Ketiga dimensi ini bisa dikatakan mampu memberikan gambaran secara cepat tentang kondisi merek di pasar. Top of mind mencerminkan seberapa dikenal merek oleh khalayak luas, last usage

menunjukkan seberapa besar penetrasi merek di khalayak luas dan future intention

menunjukkan seberapa menarik sebuah merek bagi khalayak luas di masa datang. Ketiga dimensi mampu mendiagnosa kondisi merek dengan lebih cepat. Dasar pengukuran top brand adalah perilaku pelanggan. Ini terlihat dari tiga dimensi top brand, pelanggan tahu, pelanggan menggunakan, dan menjadi pilihan di masa datang. Jadi, top brand menyajikan gambaran jelas atas hasil aktivitas merek seperti iklan, event, public relation terhadap perubahan perilaku pelanggan. Bagi merek-merek yang tidak termasuk top brand bukan berarti merek tersebut tidak kuat, bukan juga secara penjualan tidak memiliki kinerja yang baik demikian juga sebaliknya.

(3)

1.2. Perumusan Masalah Penelitian

Pesatnya perkembangan industri pengolahan teh, terutama teh celup dapat dilihat dari semakin bervariasinya jenis, rasa, kemasan dan merek. Banyaknya merek yang bermunculan membuat konsumen sulit untuk memilih yang sesuai dengan selera dan memenuhi kebutuhan kesehatan. Konsumen sering berganti merek dan mudah untuk melepaskan loyalitasnya karena belum menemukan merek yang sesuai dan masih sering tergoda untuk mencoba merek lainnya. Untuk itu, teh celup Sariwangi terus berusaha untuk melakukan pengelolaan merek agar dapat menjadi merek yang berbeda dan lebih unggul dibanding pesaing-pesaingnya. Itu artinya teh celup Sariwangi harus memiliki brand equity yang kuat. Produk yang memiliki brand equity kuat mampu memberikan nilai bagi perusahaan dan pelanggan sehingga mendatangkan keuntungan-keuntungan jangka panjang, baik dari segi finansial maupun non finansial.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana posisi kesadaran merek (brand awareness) teh celup Sariwangi? 2. Bagaimana asosiasi merek (brand association) teh celup Sariwangi?

3. Bagaimana persepsi kualitas (perceived quality) di benak konsumen produk teh celup Sariwangi?

4. Bagaimana loyalitas merek(brand loyalty) produk teh celup Sariwangi?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis elemen-elemen utama ekuitas merek (brand equity) produk Teh Celup Sariwangi, adapun tujuan yang lebih rinci dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui posisi kesadaran merek (brand awareness) Teh Celup Sariwangi di benak konsumen

2. Menganalisis asosiasi merek (brand association) Teh Celup Sariwangi

3. Menganalisis persepsi kualitas (perceived quality) di benak konsumen terhadap merek Teh Celup Sariwangi

(4)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak terkait, diantaranya yaitu:

1. Memberikan informasi dan masukan mengenai brand equity sehingga dapat memperbaiki dan meningkatkan nilai-nilai yang telah dimiliki oleh produk Teh Celup Sariwangi

2. Menjadi salah satu sumber informasi saat mengadakan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan ekuitas merek (brand equity)

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menganalisis elemen-elemen brand equity dari Teh Celup Sariwangi, yaitu brand awareness, brand association, perceived quality dan

(5)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Merek

Menurut Aaker dalam Durianto dkk (2001) merek adalah nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap atau kemasan) untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual tertentu, atau membedakannya dari barang atau jasa yang dihasilkan para pesaing.

Menurut Susanto (2004) merek merupakan kombinasi nama, kata, simbol dan desain kemasan yang menjadi ciri khas suatu produk yang membedakannya dengan pesaingnya. Merek merupakan suatu sarana bagi perusahaan untuk mengembangkan dan memelihara loyalitas pelanggan. Sekitar 70 % pelanggan menggunakan merek sebagai petunjuk alam membuat keputusan pembelian. Sebuah merek yang terkenal dan terpercaya merupakan aset yang tak ternilai. Keahlian yang paling unik dari pemasar profesional adalah kemampuannya untuk menciptakan, memelihara dan melindungi dan meningkatkan merek.

Kotler (2002) menjelaskan pada hakikatnya merek mengidentifikasikan penjual atau pembuat. Merek dapat berupa nama, merek dagang, logo atau simbol lainnya. Merek sebenarnya janji penjual untuk secara konsisten memberikan keistimewaan, manfaat dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan jaminan mutu.

Engel dkk (1994) mengemukakan bahwa merek memiliki tiga dimensi. Dimensi pertama adalah atribut fisik (physical atribute), seperti warna, harga, bahan. Dimensi kedua adalah atribut fungsional (functional atribute) atau konsekuensi pemakaian suatu merek. Dimensi ketiga adalah karakterisasi, kepribadian merek sebagaimana dirasakan oleh konsumen. Elemen-elemen ini diperantarai oleh pengolahan informasi dari individu yang berinteraksi dengan merek itu cocok atau tidak cocok dengannya.

(6)

huruf-huruf atau kata-kata yang dapat terbaca, serta brand mark yang berbentuk simbol, desain atau warna tertentu yang spesifik. Kedua unsur dari sebuah merek berguna untuk mempermudah konsumen, untuk mengenali dan mengidentifikasi barang dan jasa yang hendak dibeli.

2.2. Pengertian Ekuitas Merek (Brand Equity)

Ekuitas Merek (Brand Equity) adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa baik pada perusahaan maupun pada pelanggan. Aset dan liabilitas harus mendasari ekuitas merek, maka aset dan liabilitas merek harus berhubungan dengan nama atau sebuah simbol sehingga jika dilakukan perubahan terhadap nama dan simbol merek, beberapa atau semua aset dan liabilitas yang mendasari dasar ekuitas merek akan berubah pula. (Durianto dkk,2001).

Analisis ekuitas merek merupakan kegiatan memperoleh informasi untuk menyusun strategi agar suatu merek menjadi merek yang kuat. Kegiatan penyusunan strategi tersebut meliputi kegiatan menciptakan, mengembangkan, mengimplementasikan, dan mengelola merek secara terus menerus sampai merek tersebut menjadi kuat. Menurut Kapferer dalam Rangkuti (2004), apabila suatu konsep merek yang kuat dapat dikomunikasikan secara baik kepada pasar sasaran yang tepat, maka merek tersebut akan menghasilkan brand image yang dapat mencerminkan identitas merek yang jelas. Pembahasan mengenai merek saat ini dapat dibedakan menjadi dua pendekatan besar, yaitu:

1. Pembahasan mengenai konsep merek yang dikembangkan oleh manajemen. 2. Pembahasan mengenai konsep brand image yang dikembangkan oleh

pelanggan.

Pembahasan konsep merek yang dikembangkan oleh manajemen adalah menyususn visi, misi, serta nilai suatu merek, lalu pelanggan memberikan respons terhadap merek tersebut, misalnya dengan membentuk asosiasi, kesan dan persepsi, tergantung pada situasi yang terbentuk. Terdapat proses yang berurutan dan saling berkaitan antara brand manager dan pelanggan. Tugas brand manager

(7)

serangkaian penelitian berupa analisis ekuitas merek dikaitkan dengan nilai yang dimiliki oleh suatu merek.

Menurut Aaker dalam Durianto dkk (2001), ekuitas merek dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu:

1. Kesadaran merek (brand awareness)

Menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tersebut.

2. Asosiasi merek (brand association)

Mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga pesaing, selebritis, dan lain-lain.

3. Persepsi kualitas (Perceived quality)

Mencerminkan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan.

4. Loyalitas merek (brand loyalty)

Mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek produk. 5. Aset-aset merek lainnya (other proprietary brand asset)

Empat elemen ekuitas merek di luar aset-aset merek lainnya dikenal dengan elemen-elemen utama dari ekuitas merek. Elemen ekuitas merek yang kelima secara langsung akan dipengaruhi oleh kualitas dari empat elemen utama tersebut. Konsep ekuitas merek ini dapat ditampilkan pada Gambar 1, yang memperlihatkan kemampuan ekuitas merek dalam menciptakan nilai bagi perusahaan atau pelanggan atas dasar lima kategori aset yang telah disebutkan.

(8)

bagi konsumen dan perusahaan, nilai-nilai yang didapat oleh perusahaan dalam bentuk:

Gambar 1. Konsep Ekuitas Merek (Durianto dkk, 2001)

1. Ekuitas merek yang kuat dapat mempertinggi keberhasilan program dalam memikat konsumen baru atau merangkul kembali konsumen lama. Promosi yang dilakukan akan lebih efektif jika merek dikenal. Ekuitas merek yang kuat dapat menghilangkan keraguan konsumen terhadap kualitas merek. 2. Empat dimensi ekuitas merek: kesadaran merek, persepsi kualitas,

asosiasi-asosiasi, dan aset merek lainnya dapat mempengaruhi alasan pembelian konsumen. Seandainya kesadaran merek, persepsi kualitas, asosiasi-asosiasi tidak begitu penting dalam proses pemilihan merek, ketiganya tetap dapat mengurangi keinginan atau rangsangan konsumen untuk mencoba merek-merek lain.

3. Loyalitas merek yang telah diperkuat merupakan hal penting dalam merespon inovasi yang dilakukan para pesaing. Loyalitas merek adalah salah satu kategori ekuitas merek yang dipengaruhi oleh kategori ekuitas merek lainnya. Kategori-kategori ekuitas merek lainnya juga berhubungan satu sama lain. Persepsi kualitas dapat dipengaruhi oleh kesadaran merek. Nama merek dapat memberikan kesan bahwa produk dibuat dengan baik (persepsi kualitas), diyakinkan oleh asosiasi dan loyalitas (seorang konsumen yang loyal tidak akan menyukai produk yang kualitasnya rendah).

Kesadaran Merek Asosiasi Merek

Aset-aset merek yang

lain Ekuitas merek

(Nama, Simbol) Loyalitas Merek

Memberikan nilai kepada perusahaan dengan memperkuat:

1. Efisiensi dan efektivitas program pemasaran 2. Loyalitas merek 3. Harga/laba 4. Perluasan merek

5. Peningkatan perdagangan 6. Keuntungan kompetitif Memberikan nilai kepada pelanggan

dengan memperkuat:

1.Interpretasi/proses informasi 2.Rasa percaya diri dalam pembelian

(9)

4. Asosiasi merek juga sangat penting sebagai dasar strategi positioning maupun strategi perluasan produk. Suatu analisis terhadap portofolio merek sangat diperlukan untuk mengetahui efektivitas dari perluasan merek yang telah dilakukan.

5. Salah satu cara memperkuat ekuitas merek adalah dengan melakukan promosi besar-besaran yang membutuhkan biaya besar. Ekuitas merek yang kuat memungkinkan perusahaan memperoleh margin yang lebih tinggi dengan menerapkan premium price (harga premium), dan mengurangi ketergantungan pada promosi sehingga dapat diperoleh laba yang lebih tinggi. 6. Ekuitas merek yang kuat dapat digunakan sebagai dasar untuk pertumbuhan dan perluasan merek kepada produk lainnya atau menciptakan bidang bisnis baru yang terkait yang biayanya akan jauh lebih mahal untuk dimasuki tanpa merek yang memiliki ekuitas merek tersebut.

7. Ekuitas merek yang kuat dapat meningkatkan penjualan karena mampu menciptakan loyalitas saluran distribusi. Toko, super market dan tempat-tempat penjualan lainnya tidak akan ragu-ragu untuk menerima suatu produk dengan ekuitas merek yang kuat yang sudah terkenal untuk dijual kepada konsumen. Produk dengan ekuitas merek yang kuat akan dicari oleh pedagang karena mereka yakin bahwa produk dengan merek tersebut akan memberikan keuntungan bagi mereka. Ekuitas merek yang kuat membuat saluran distribusi dapat berkembang sehingga semakin banyak tempat penjualan yang pada akhirnya akan memperbesar volume penjualan produk tersebut.

(10)

tersebut menyebabkan penekanan riset ekuitas merek diberikan pada keempat elemen utama dari ekuitas merek, sedangkan aset ekuitas merek lainnya akan secara otomatis terimbas oleh kekuatan dari keempat elemen utama tersebut.

2.2.1 Kesadaran Merek (Brand Awareness)

Durianto, dkk (2001), Kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Bagian dari suatu kategori produk perlu ditekankan karena terdapat suatu hubungan yang kuat antara kategori produk dengan merek yang dilibatkan. Menurut Shimp (2000), kenal akan merek mencerminkan tingkat kesadaran yang cenderung dangkal, sedangkan kemampuan mengingat merek mencerminkan tingkat kesadaran lebih dalam. Kesadaran merek membutuhkan continuum ranging

(jangkauan kontinum) dari perasaan yang tidak pasti bahwa merek tertentu telah dikenal sebelumnya, sehingga konsumen yakin bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya merek dalam suatu kelompok produk. Durianto dkk (2001) menyatakan jangkauan kontinyu dapat terwakili dalam tingkatan kesadaran merek yang berbeda yang dapat digambarkan dalam suatu piramida pada Gambar 2.

Gambar 2. Piramida Brand Awarenes (Durianto, dkk, 2001)

Puncak Pikiran (Top of Mind) Pengingatan kembali merek (Brand Recall)

Pengenalan merek (Brand Recognition)

(11)

1. Brand Unaware (tidak menyadari merek)

Tingkat ini merupakan tingkat terendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek 2. Brand Recognition (pengenalan merek)

Tingkat minimal dari kesadaran merek. Hal ini penting pada saat seorang pembeli memilih suatu merek pada saat melakukan pembelian. Tahap ini disebut juga sebagai tingkatan pengingatan kembali dengan bantuan (aided recall)

3. Brand Recall (pengingatan kembali merek)

Tingkatan ini disebut juga sebagai tingkatan pengingatan kembali merek tanpa bantuan (unaided recall) karena konsumen tidak perlu dibantu untuk mengingat merek. Brand recall didasarkan pada permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk.

4. Top of Mind (puncak pikiran)

Tingkatan kesadaran merek tertinggi yang merupakan pimpinan dari berbagai merek yang ada dalam pikiran konsumen. Top of mind

menggambarkan merek yang pertama kali diingat responden atau pertama kali disebut ketika seseorang ditanya tentang suatu kategori produk.

Peran kesadaran merek terhadap ekuitas merek dapat dipahami dengan membahas bagaimana kesadaran merek menciptakan suatu nilai. Penciptaan nilai ini dapat dilakukan paling sedikit dengan empat cara yaitu:

1. Anchor to which other association can be attached (jangkar yang menjadi cantolan bagi asosiasi lain)

Suatu merek dapat digambarkan seperti suatu jangkar dengan beberapa rantai. Rantai menggambarkan asosiasi dari merek tersebut.

2. Familiarity-Liking (rasa suka)

(12)

3. Substance/Commitment (substansi/komitmen)

Kesadaran akan nama dapat menandakan keberadaan, komitmen, dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Secara logika, suatu nama dikenal karena beberapa alasan, mungkin karena program iklan perusahaan yang ekstensif, jaringan distribusi yang luas, ekstensi yang sudah lama dalam indistri, dll. Jika kualitas dua merek sama, kesadaran merek akan menjadi faktor yang menentukan dalam keputusan pembelian konsumen.

4. Brand to Consider (Mempertimbangkan merek)

Langkah pertama dalam suatu langkah pembelian adalah menyeleksi dari suatu kelompok merek-merek yang dikenal untuk dipertimbangkan merek mana yang akan diputuskan dibeli. Merek yang memiliki top of mind yang tinggi mempunyai nilai yang tinggi. Suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, maka merek tersebut tidak dipertimbangkan di benak konsumen. Merek-merek yang biasanya disimpan dalam ingatan konsumen adalah merek yang disukai atau merek yang dibenci. Pengenalan maupun pengingatan merek akan melibatkan upaya mendapatkan identitas nama dan menghubungkannya ke kategori produk.

Brand awareness dapat dicapai dan diperbaiki dengan beberapa cara berikut:

1. Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan tampil beda dibandingkan dengan lainnya serta harus ada hubungannya antara merek dengan kategori produknya.

2. Memakai slogan atau jingle lagu yang menarik sehingga membatu konsumen untuk mengingat merek.

3. Jika merek memiliki simbol, hendaknya simbol yang dipakai dapat dihubungkan dengan mereknya.

4. Perluasan nama merek dapat dipakai agar merek semakin banyak diingat pelanggan.

(13)

6. Melakukan pengulangan untuk meningkatkan pengingatan karena membentuk ingatan lebih sulit dibandingkan membentuk pengenalan (Durianto dkk, 2001)

2.2.2 Asosiasi Merek(Brand Association)

Brand association (Asosiasi merek) adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Kesan-kesan yang terkait merek akan semakin meningkat dengan semakin banyakya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek atau dengan semakin seringnya penampakan merek tersebut dalam strategi konsumsinya, ditambah lagi jika kaitan tersebut didukung oleh suatu jaringan dari kaitan-kaitan lain. Suatu merek yang telah mapan akan memiliki posisi menonjol dalam persaingan bila didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand image. Semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, semakin kuat brand image yang dimiliki oleh merek tersebut. (Durianto dkk, 2001).

Menurut Rangkuti (2004), Asosiasi merek dapat menciptakan suatu nilai bagi perusahaan dan para pelanggan karena ia dapat membantu proses penyusunan informasi untuk membedakan merek yang satu dengan merek yang lain. Terdapat lima keuntungan asosiasi merek, yaitu:

1. Dapat membantu proses penyusunan informasi

Asosiasi-asosiasi yang terdapat pada suatu merek, dapat membantu mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang dapat dengan mudah dikenal oleh pelanggan.

2. Perbedaan

Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang sangat penting bagi usaha pembedaan. Asosiasi-asosiasi merek dapat memainkan peran yang sangat penting dalam membedakan satu merek dari merek yang lain.

3. Alasan untuk membeli

(14)

4. Penciptaan sikap atau perasaan positif

Asosiasi merek dapat merangsang perasaan positif yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap produk yang bersangkutan.

5. Landasan untuk perluasan

Asosiasi merek dapat menghasilkan landasan bagi suatu merek perluasan merek, yaitu dengan menciptakan rasa kesesuaian antara suatu merek dan sebuah produk baru.

Asosiasi merek (terutama yang membentuk brand image) menjadi pijakan konsumen dalam keputusan pembelian dan loyalitasnya pada merek tersebut. Banyak sekali didapati kemungkinan asosiasi dan variasi dari

brand association yang dapat memberikan nilai bagi suatu merek, dipandang dari sisi perusahaan maupun dari sisi pengguna. Menurut Durianto dkk (2001), berbagai fungsi asosiasi merek tersebut adalah:

1. Help process/retrieve information (Membantu proses penyusunan informasi)

Asosiasi-asosiasi dapat membantu mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang mungkin sulit diproses dan diakses para pelanggan. Sebuah asosiasi dapat menciptakan informasi padat bagi pelanggan yang memberikan suatu cara untuk menghadapinya.

2. Differentiate (Membedakan)

Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi upaya pembedaan suatu merek dari merek yang lain.

3. Reason to buy (Alasan pembelian)

Brand association membangkitkan berbagai atribut produk atau manfaat bagi konsumen (customer benefits) yang dapat memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli dan menggunakan merek tersebut.

4. Create positive attitude/feelings (Menciptakan sikap atau perasaan positif)

(15)

mereka sebelumnya serta pengubahan pengalaman tersebut menjadi sesuatu yang lain daripada yang lain.

5. Basis for extentions (Landasan untuk perluasan)

Suatu asosiasi dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan dengan menciptakan rasa kesesuaian (sense of fit) antara merek dan sebuah produk baru, atau dengan menghadirkan alasan untuk membeli produk perluasan tersebut.

Asosiasi-asosiasi yang terkait dengan suatu merek umumnya dihubungkan dengan berbagai hal berikut (Durianto dkk, 2001):

1. Product attributes (Atribut produk)

Mengasosiasikan atribut atau karakteristik suatu produk merupakan strategi positioning yang paling sering digunakan. Mengembangkan asosiasi semacam ini efektif karena jika atribut tersebut bermakna, asosiasi dapat secara langsung diterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek.

2. Intangibles attributes (Atribut tak berwujud)

Suatu faktor tak berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya persepsi kualitas, kemajuan teknologi, atau kesan nilai yang mengikhtisarkan serangkaian atribut yang objektif.

3. Customer’s benefits (Manfaat bagi pelanggan)

Karena sebagian besar atribut produk memberikan manfaat bagi pelanggan, maka biasanya terdapat hubungan antar keduanya. Manfaat bagi pelanggan dapat dibagi menjadi dua, yaitu rational benefit

(16)

4. Relative price (Harga relatif)

Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk ini akan diawali dengan penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua dari tingkat harga.

5. Application (Penggunaan)

Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu penggunaan atau aplikasi tertentu.

6. User/customer (Pengguna/pelanggan)

Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe pengguna atau pelanggan dari produk tersebut.

7. Celebrity/person (orang terkenal/khalayak)

Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentransfer asosiasi kuat yang dimiliki oleh orang terkenal ke merek tersebut.

8. Life style/personality (Gaya hidup/kepribadian)

Asosiasi sebuah merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi para pelanggan merek tersebut dengan aneka kepribadian dan karakteristik gaya hidup yang hamper sama.

9. Product class (Kelas produk)

Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya. 10. Competitors (Para pesaing)

Mengetahui pesaing dan berusaha untuk menyamai atau bahkan mengungguli pesaing.

11. Country/geographic area (Negara/wilayah geografis)

Sebuah Negara dapat menjadi simbol yang kuat asalkan memiliki hubungan yang erat dengan produk, bahan, dan kemampuan. Asosiasi tersebut dapat dieksploitasi dengan mengaitkan merek pada sebuah negara.

2.2.3 Persepsi kualitas(Perceived quality)

(17)

quality merupakan persepsi dari pelanggan, maka perceived quality tidak dapat ditentukan secara obyektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan (yang diukur secara relatif) yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa, maka dapat dikatakan bahwa membahas perceived quality berarti akan membahas keterlibatan dan kepentingan pelanggan (Durianto dkk, 2001)

Garvin dalam Durianto (2001), mengemukakan tujuh dimensi persepsi kualitas,yaitu:

1. Kinerja

Melibatkan berbagai karakteristik operasional utama, misalnya karakteristik operasional mobil adalah kecepatan, akselerasi, sistem kemudi, serta kenyamanan. Faktor kepentingan pelanggan berbeda satu sama lain, seringkali pelanggan mempunyai sikap yang berbeda dalam menilai atribut-atribut kerja ini. Kecepatan akan dinilai tinggi oleh sebagian pelanggan, namun dianggap tidak relevan atau dinilai rendah oleh sebagian pelanggan lain yang lebih mementingkan atribut kenyamanan.

2. Pelayanan

Mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk tersebut

3. Ketahanan

Mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut 4. Keandalan

Konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu pembelian ke pembelian berikutnya

5. Karakteristik produk

Bagian-bagian tambahan dari produk, seperti remote control sebuah

(18)

6. Kesesuaian dengan spesifikasi

Pandangan mengenai kualitas proses manufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji. 7. Hasil

Mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan “hasil akhir” produk yang baik maka kemungkinan produk tersebut tidak akan mempunyai atribut kualitas lain yang penting.

Secara umum, perceived quality dapat menghasilkan nilai-nilai sebagai berikut (Durianto dkk, 2001):

1. Alasan untuk membeli

Keterbatasan informasi, uang, dan waktu membuat keputusan pembelian seorang pelanggan sangat dipengaruhi oleh perceived quality

suatu merek yang ada dibenak konsumen, sehingga sering kali alasan keputusan pembeliannya hanya didasarkan kepada perceived quality

dari merek yang akan dibelinya. 2. Diferensiasi atau posisi

Salah satu karakteristik yang penting dari merek produk adalah posisinya dalam dimensi perceived quality , apakah merek tersebut merupakan yang terbaik atau sama baiknya dengan merek lainnya, apakah merek tersebut lebih ekonomis, super optimum, atau optimum. 3. Harga premium

Salah satu keuntungan dari perceived quality adalah memberikan ruang pilihan dalam menentukan premium price (harga premium). Harga premium dapat meningkatkan laba yang secara langsung dapat meningkatkan profitabilitas.

4. Perluasan saluran distribusi

Perceived quality mempunyai arti penting bagi para pengecer, distributor, dan saluran distribusi lainnya. Para pengecer dan distributor akan termotivasi untuk menjadi penyalur produk atau merek dengan

(19)

5. Perluasan merek

Suatu merek produk dengan perceived quality yang kuat dapat dieksploitasi kearah perluasan merek. Merek dengan kuat dapat digunakan untuk memperkenalkan kategori produk baru. Merek dengan merek yang perceived quality-nya kuat akan mempunyai kemungkinan sukses yang lebih besar dibandingkan dengan merek yang perceived quality-nya lemah sehingga perluasan produk dari merek dengan

perceived quality yang kuat memungkinkan perolehan pasar yang lebih besar lagi.

Sedemikian pentingnya peran perceived quality bagi suatu merek sehingga upaya membangun perceived quality yang kuat perlu memperoleh perhatian serius agar perusahaan dapat merebut dan menaklukan pasar di setiap kategori produk. Membangun perceived quality harus diikuti dengan peningkatan kualitas nyata dari produknya karena akan sia-sia meyakinkan pelanggan bahwa kualitas merek produknya adalah tinggi bilamana kenyataan menunjukkan kebalikannya. upaya tersebut dalam jangka panjang akan menjadi boomerang. Hal ini karena pelanggan yang pada tahap awal memutuskan untuk membeli produk karena perceived quality-nya, pada gilirannya akan sampai kepada tahap evaluasi yang menghantarkannya kepada rasa puas atau tidak puas.

Pelanggan yang tidak puas akan merasa dikecewakan sehingga

(20)

1. Komitmen terhadap kualitas

Perusahaan harus mempunyai komitmen terhadap kualitas serta memelihara kualitas secara terus-menerus. Upaya memelihara kualitas bukan hanya basa-basi tetapi tercermin dalam tindakan tanpa kompromi.

2. Budaya Kualitas

Komitmen kualitas harus terefleksi dalam budaya perusahaan, norma perilakunya, dan nilai-nilainya. Jika perusahaan dihadapkan kepada pilihan kualitas dan budaya maka kualitas yang harus dimenangkan. 3. Informasi masukan dari pelanggan

Pelanggan yang mendefinisiskan kualitas dalam membangun perceived quality. Sering kali para pimpinan keliru dalam memperkirakan apa yang dianggap penting oleh pelanggannya, maka perusahaan perlu secara berkesinambungan melakukan riset terhadap pelanggannya sehingga diperoleh informasi yang akurat.

4. Sasaran/standar yang jelas

Sasaran kualitas harus jelas dan tidak terlalu umum karena sasaran kualitas yang terlalu umum cenderung menjadi tidak bermanfaat. Kualitas juga harus memiliki standar yang jelas, dapat dipahami, dan diprioritaskan.

5. Kembangkan karyawan yang inisiatif

Karyawan harus dimotivasi dan diizinkan untuk berinisiatif serta dilibatkan dalam mencari solusi masalah yang dihadapi dengan pemikiran yang kreatif dan inovatif. Karyawan juga secara aktif dilibatkan dalam pengendalian kualitas layanan.

2.2.4 Loyalitas merek(Brand Loyalty)

(21)

pembeliannya ke merek lain, apapun yang terjadi dengan merek tersebut. Bila loyalitas pelanggan terhadap suatu merek meningkat, kerentanan kelompok pelanggan tersebut dari ancaman dan serangan merek produk pesaing dapat dikurangi. Brand loyalty merupakan salah satu indikator inti dari brand equity yang jelas terkait dengan peluang penjualan, yang berarti pula jaminan perolehan laba perusahaan di masa mendatang. Pelanggan yang loyal pada umumnya akan melanjutkan pembelian merek tersebut walaupun dihadapkan pada banyak alternative merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul dipandang dari berbagai sudut atributnya. Banyak pelanggan dari suatu merek masuk dalam kategori ini berarti merek terse4ut memiliki brand equity yang kuat (Durianto dkk, 2001).

Pengelolaan dan pemanfaatan yang benar mambuat brand loyalty dapat menjadi aset strategis bagi perusahaan. Beberapa potensi yang dapat diberikan oleh brand loyalty kepada perusahaan, yaitu:

1. Reduced marketing costs (mengurangi biaya pemasaran)

Terkait dengan biaya pemasaran, akan lebih murah mempertahankan pelanggan dibandingkan dengan upaya untuk mendapatkan pelanggan baru. Biaya pemasaran akan mengecil jika loyalitas merek meningkat. Ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah.

2. Trade leverage (meningkatkan perdagangan)

Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan menghasilkan peningkatan perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran. Kesimpulannya adalah pembeli ini dapat membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini.

3. Attracting new costumer (menarik minat pelanggan baru)

(22)

umumnya akan merekomendasikan merek tersebut kepada orang yang dekat dengannya sehingga akan menarik pelanggan baru.

4. Provide time to respond to the competitive threats (memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan)

Loyalitas merek akan memberikan waktu pada sebuah perusahaan untuk merespon gerakan pesaing. Satu pesaing mengembangkan produk yang unggul, maka pelanggan yang loyal akan memberikan waktu pada perusahaan tersebut untuk memperbaharui produknya dengan cara menyesuaikan dan menetralisasikannya.

Terkait dengan brand loyalty suatu produk, didapati adanya beberapa tingkatan brand loyalty. Masing-masing tingkatannya menunjukkan tantangan pemasaran yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan. Tingkatan brand loyalty tersebut adalah sebagai berikut (Durianto dkk, 2001):

1. Switcher (berpindah-pindah)

Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkat yang paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek-merek yang lain mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Tingkatan ini menjelaskan bahwa merek apapun mereka anggap memadai serta memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah.

2. Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan)

(23)

biaya maupun pengorbanan lain. Kesimpulannya bahwa pembeli ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini.

3. Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan)

Tingkatan satisfied buyer ini menjelaskan bahwa pembeli merek masuk dalam kategori puas bila mereka mengkonsumsi produk tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung switching cost (biaya peralihan) yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih merek. Para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung oleh pembeli yang masuk dalam kategori ini agar dapat menarik minat pembeli yang masuk dalam tingkat loyalitas ini dengan menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya (switching cost loyal).

4. Likes the brand (menyukai merek)

Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut dan dijumpai perasaan emosiaonal yang terkait pada merek. Rasa suka pembeli bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam pengunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi maupun oleh kerabatnya ataupun disebabkan oleh perceived quality

yang tinggi. Sering kali rasa suka ini merupakan suatu perasaan yang sulit diidentifikasi dan ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan ke dalam sesuatu yang spesifik.

5. Commited buyer (pembeli yang komit)

(24)

Tiap tingkatan brand loyalty mewakili tantangan pemasaran yang berbeda dan juga mewakili tipe aset yang berbeda dalam pengelolaan dan eksploitasinya. Tampilan piramida brand loyalty yang umum dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Piramida Brand Loyalty yang umum (Durianto, dkk, 2001)

Piramida loyalitas tersebut memperlihatkan bahwa bagi merek yang belum memiliki brand equity yang kuat, porsi terbesar dari konsumennya berada pada tingkatan switcher. Porsi terbesar kedua ditempati oleh konsumen yang berada pada taraf habitual buyer. Bagi merek yang memiliki brand equity yang kuat, tingkatan dalam brand loyalty-nya diharapkan membentuk segitiga terbalik, maksudnya makin ke atas makin melebar sehingga diperoleh jumlah committed buyer yang lebih besar daripada switcher seperti tampak pada Gambar 4.

Schiffman dan Kanuk (2004) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya/terciptanya loyalitas merek adalah:

1. Perceived product superiority (penerimaan keunggulan produk)

2. Personal fortitude (keyakinan yang dimiliki oleh seeorang terhadap merek tersebut)

3. Bonding with the product or company (keterikatan dengan produk atau perusahaan)

Commited Buyer

Liking the Brand Satisfied Buyer

Habitual Buyer

(25)

4. Kepuasan yang diperoleh konsumen

Gambar 4. Piramida Brand Loyalty bagi merek yang memiliki Brand Equity yang kuat (Durianto, dkk, 2001)

2.3. Hasil Penelitian Terdahulu

Wardhani (2006) melakukan penelitian mengenai Analisis Ekuitas Merek Kartu GSM Prabayar pada Mahaiswa S1 IPB. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui posisi brand awareness, mengetahui kesan-kesan yang terkait dengan merek melalui analisis brand association, menganalisis

perceived quality dan mengetahui tingkat loyalitas pelanggan melalui analisis

brand loyalty terhadap merek kartu seluler GSM prabayar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, uji Cochran, analisis biplot dan brand switching pattern matrix. Pada analisis brand awareness, posisi top of mind diraih merek simPATI sebanyak 40 persen, brand recall dengan persentase terbesar ditempati merek mentari sebanyak 22,82 persen, brand recognition tertinggi diraik merek jempol sebanyak 52,27 persen dan posisi unaware of brand terbanyak yaitu Jempol sebanyak 73,91 persen. Pada analisis brand association, atribut-atribut pembentuk

brand image simPATI adalah sinyal kuat, jaringan luas, suara jernih, mudah mendapatkan voucher isi ulang, kemudahan melakukan pengisian ulang, fasilitas beragam serta dapat menerima dan mengirim SMS. Sedangkan IM3

Switcher Habitual Buyer

(26)

memiliki atribut-atribut mudah mendapatkan voucher isi ulang, nilai nominal voucher isi ulang beragam, kemudahan melakukan pengisian ulang, fasilitas yang beragam, dapat menerima dan mengirim SMS, sering memberikan bonus/hadiah, jangka waktu masa aktif dan masa tenggang lama. Pada analisis perceived quality, dilihat per atributnya, simPATI unggul untuk atribut sinyal kuat, jaringan luas, suara jernih, kemudahan melakukan pengisian ulang, dapat menerima dan mengirim SMS. Dilihat per atributnya, IM3 unggul untuk atribut harga kartu perdana murah, harga voucher isi ulang murah, mudah mendapatkan voucher isi ulang dan nilai nominal voucher isi ulang beragam. Sedangkan untuk atribut cepat merespon pengaduan pelanggan, Bebas menempati nilai tertinggi. Dari hasil pengolahan analisis biplot, dapat diinterpretasikan bahwa IM3 meru pakan merek GSM prabayar yang diposisikan sebagai kartu yang memiliki sebagian besar atribut, dengan kata lain IM3 adalah merek yang paling mampu menjawab kebutuhan konsumen. Pada analisis brand loyalty, tingkat switcher yang paling tinggi pada merek Jempol sebanyak 20 persen, tingkat habitual buyer tertinggi pada merek Mentari sebanyak 45,46 persen, tingkat satisfied buyer tertinggi terdapat pada merek Bebas sebanyak 100 persen, tingkat liking the brand

tertinggi terdapat pada merek Bebas dan Jempol yaitu sebanyak 100 persen, sedangkan tingkat committed buyer tertinggi pada merek Jempol sebanyak 80 persen.

Verawati (2006) melakukan penelitian mengenai Analisis Ekuitas Merek Coca-cola serta Implikasinya terhadap Bauran Pemasaran (Studi Kasus Mahasiswa Universitas Padjajaran Bandung). Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis ekuitas merek Coca-cola dan implikasinya terhadap bauran pemasaran, serta mengidentifikasi elemen-elemen ekuitas merek Coca-cola (brand awareness, brand association, perceived quality dan brand loyalty). Metode yang digunakan antara lain analisis deskriptif, uji Cochran dan Importance Performance Analysis (IPA). Pada analisis brand awareness, posisi top of mind terbanyak sebesar 49 persen diraih oleh merek Coca-cola. Sedangkan analisis brand recall

(27)

recognition, terdapat 6,12 persen responden Coca-cola yang perlu diberikan bantuan untuk mengenal mereknya. Tidak ada seorangpun yang tidak mengenal merek Coca-cola pada hasil analisis unaware of brand. Pada analisis brand association, asosiasi-asosiasi yang membentu brand image

merek Coca-cola adalah asosiasi nama perusahaan pembuatnya, rasa yang enak, pelepas dahaga seketika dan kemasan. Pada analisis perceived quality, atribut yang memiliki tingkat kepentingan tinggi dan tingkat persepsi rendah adalah atribut memiliki rasa yang segar dan harga yang ditawarkan terjangkau. Atribut yang memiliki tingkat kepentingan dan persepsi yang tinggi adalah atribut bebas dari bahan pengawet dan memiliki kemasan yang bersih. Atribut yang memiliki tingkat kepentingan dan persepsi yang rendah adalah atribut menarik tidaknya warna yang ditawarkan, mempunyai aroma yang khas, mempunyai kemasan yang menarik dan volume yang diberikan sesuai dengan kebutuhan. Atribut yang memiliki tingkat kepentingan rendah tetapi persepsinya tinggi adalah atribut kemudahan dalam mendapatkan, iklan dan promosi yang sering ditampilkan, memiliki citra merek yang kuat dan atribut produk dijual dalam kondisi dingin. Pada analisis brand loyalty,

switcher sebanyak 16,33 persen, habitual buyer sebanyak 33,67 persen,

(28)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis elemen-elemen brand equity

(ekuitas merek), yaitu brand awareness (kesadaran merek), brand association

(asosiasi merek), perceived quality (persepsi kualitas), dan brand loyalty (loyalitas merek) pada beberapa merek teh celup namun berfokus pada merek Teh Celup Sariwangi. Pertama, dilakukan analisis brand awareness untuk mengetahui posisi atau tingkat kesadaran merek Teh Celup. Kedua, dilakukan analisis brand association untuk mengetahui asosiasi merek atau brand image merek teh celup. Ketiga, dilakukan analisis perceived quality untuk mengetahui persepi kualitas merek. Keempat, dilakukan analisis brand loyalty untuk mengetahui loyalitas pelanggan terhadap merek Teh Celup Sariwangi. Hasil akhir analisis adalah brand equity yang dimiliki oleh Teh Celup Sariwangi. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kampus Dramaga Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan metode pemilihan responden secara sengaja. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni s/d Agustus 2010.

3.3. Pengumpulan Data

(29)

Gambar 5. Kerangka Pemikiran Penelitian

3.4. Penentuan Jumlah Sampel Data

Penarikan sampel dilakukan dengan judgment sampling dalam populasi mahasiswa Program Sarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) yang dapat dilihat pada Tabel 2. Pengambilan contoh dari masing-masing fakultas dilakukan berdasarkan proporsi dari jumlah mahasiswa di dalam masing-masing fakultas. Penentuan jumlah sampel berdasarkan rumus Slovin dengan rumus:

=

……….……… (1)

Keterangan: n = jumlah contoh N = jumlah populasi

e = nilai kritis yang digunakan 7,5%

Teh Celup Sariwangi

Analisis Brand Equity Teh Celup Sariwangi Merek Minuman Teh Celup

Analisis Deskriptif Uji Cochran Nilai rata-rata & Skala Semantic

Differential

Nilai rata-rata

Brand Equity

Teh Celup Sariwangi Analisis

Brand Awareness

Analisis

Brand Association

Analisis

Perceived Quality

Analisis

(30)
[image:30.612.150.482.96.288.2]

Tabel 2. Populasi mahasiswa S1 Institut Pertanian Bogor

Fakultas Laki-laki

(orang)

Perempuan (orang)

Jumlah (orang)

Pertanian 791 1074 1865

Kedokteran Hewan 275 403 678

Perikanan dan Ilmu Kelautan 795 819 1614

Peternakan 377 585 962

Kehutanan 774 824 1598

Teknologi Pertanian 837 894 1731

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

1274 1567 2841

Ekonomi dan Manajemen 556 1195 1751

Ekologi Manusia 238 900 1138

Jumlah 5917 8261 14178

Sumber: Direktorat AJMP-IPB (31 Desember 2009)

Berdasarkan rumus Slovin didapat jumlah responden sebanyak 200 orang.

= 14178

1 + 14178 ( 0,075) = 175,58≈ 200

Selanjutnya dilakukan pembagian jumlah responden dari setiap fakultas yang ada agar respondennya terwakili. Sebaran responden di setiap lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Sebaran Responden di Setiap Lokasi Pengambilan Sampel

Fakultas Jumlah

Mahasiswa (orang)

Persentase Sampel (%)

Jumlah Sampel (orang)

Pertanian 1865 13 26

Kedokteran Hewan 678 5 10

Perikanan dan Ilmu Kelautan 1614 12 24

Peternakan 962 7 14

Kehutanan 1598 11 22

Teknologi Pertanian 1731 12 24

MIPA 2841 20 40

Ekonomi dan Manajemen 1751 12 24

Ekologi Manusia 1138 8 16

(31)

3.5. Pengolahan dan Analisis Data

3.5.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Analisis deskriptif menggambarkan data yang telah diperoleh secara terperinci. Data yang dianalisis menggunakan analisi deskriptif yaitu karakteristik responden Mahasiswa S1 Institut Pertanian Bogor. Metode analisis deskriptif juga digunakan untuk menganalisis brand awareness, brand association, perceived quality dan brand loyalty.

3.5.2 Skala Likert dan Rata-rata

Skala likert merupakan skala yang dapat memperlihatkan tanggapan konsumen terhadap karakteristik suatu produk (sangat setuju, setuju, biasa saja, tidak setuju, dan sangat tidak setuju). Skala likert adalah skala pengukuran ordinal, oleh sebab itu hasilnya hanya dapat dibuat rangking tanpa dapat diketahui berapa besar selisih antara satu tanggapan ke tanggapan yang lain.

Skala likert memiliki rentang skala dari 1 sampai 5. Pemetaan bobot penilaian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pemetaan bobot penilaian pada skala likert

Data yang diperoleh lalu dicari nilai rata-ratanya untuk mengetahui ukuran pemusatan dan ukuran keragaman tanggapan responden dengan menggunakan rumus (Durianto dkk, 2001):

Skala/bobot Keterangan

1 Sangat tidak setuju

2 Tidak setuju

3 Biasa saja

4 Setuju

(32)

Rata-rata ( x ) = ∑ . ………(3) Keterangan:

xi = nilai pengukuran ke-i

fi = frekuensi kelas ke-i n = banyaknya pengamatan

Hasil dari rata-rata tersebut dipetakan ke rentang skala dengan mempertimbangkan informasi interval berikut:

Interval = − ℎ………..(4)

= = 0,8

Setelah besarnya skala diketahui, kemudian dibuat rentang skala agar dapat diketahui dimana letak rataan penilaian responden terhadap setiap unsur diferensiasinya dan sejauh mana variasinya. Skala likert dan rata-rata digunakan untuk menganalisis perceivedquality dan brandloyalty. Rentang skala tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rentang Skala pada Nilai Rata-rata

Rentang skala Keterangan

1,00 – 1,80 Sangat buruk

1,80 – 2,60 Buruk

2,60 – 3,40 Cukup

3,40 – 4,20 Baik

4,20 – 5,00 Sangat baik

3.5.3 Uji Cochran

Uji Cochran digunakan dalam menganalisis brand association. Uji ini dilakukan untuk menguji signifikansi hubungan setiap asosiasi yang ada dalam suatu merek (Simamora, 2002). Asosiasi yang saling berhubungan akan membentuk brand image dari merek tersebut.

Hipotesis yang hendak diuji adalah:

(33)

H : Jawaban “Ya” berbeda antara atribut yang satu dengan atribut yang lain.

Langkah-langkah pada uji Cochran (Durianto, dkk, 2004) adalah : 1. Hitung nilai Q dengan rumus:

Q = C (C-1) ∑ ²- (C-1)N² ………(5) CN-∑ ²

Keterangan:

C = Banyaknya asosiasi Ri =Jumlah baris jawaban “ya” Cj = Jumlah kolom jawaban “ya” N = Total besar

2. Tolak Ho bila Q > ( . ), V = C-1

Tahap pertama dalam uji Cochran adalah untuk mengetahui signifikansi setiap asosiasi yang terdapat dalam suatu merek dimulai dengan pengujian semua asosiasi. Atas dasar hasil analisis dilakukan perbandingan antara nilai Q dengan ( , )

.

Jika diperoleh nilai Q < ( , )

, maka

H diterima yang berarti semua asosiasi yang diuji saling berhubungan membentuk brand image dari suatu merek. Jika diperoleh nila Q > ( , ), maka dapat disimpulkan belum cukup bukti menerima H . Hal tersebut berarti tidak semua asosiasi adalah sama dan pengujian dilanjutkan ke tahap kedua.

Tahap kedua adalah mengetahui asosiasi-asosiasi mana yang tidak sama dan dapat dikeluarkan dari asosiasi-asosiasi pembentuk brand image suatu merek. Dengan demikian nilai N sekarang akan berkurang sebesar nilai total kolom yang dikeluarkan. Nilai Q dihitung kembali dengan mempertimbangkan kondisi terbaru tersebut. Saat ini asosiasi yang diuji signifikansi hubungannya menjadi berkurang satu pula sehingga derajat bebas dari ( , ) berkurang satu juga. Jika Q >

( , ), tahap pengujian dilanjutkan ke tahap ketiga dengan teknik

(34)

dihentikan yang berarti brand image suatu merek terbentuk dari asosiasi-asosiasi sisanya yang belum diuji dan asosiasi-asosiasi terakhir yang diuji.

3.5.4 Skala Semantic Differential

Skala semantic differential digunakan untuk menganalisis salah satu elemen dari brand equity yaitu perceived quality (persepsi kualitas. Metode skala ini dikembangkan untuk mengukur arti psikologis dari suatu objek di mata seseorang. Metode ini didasarkan pada proporsi bahwa suatu objek memiliki berbagai dimensi pengertian kuantitatif yang berada dalam ruang ciri multidimensi yang disebut ruang semantik.

Tahap-tahap penggunaan skala semantic differential (Durianto, dkk, 2001):

1. Pemilihan konsep yang akan digunakan dalam studi

2. Menentukan pilihan dua kata yang akan ditempatkan dalam titik kutub/ekstrim

3. Observasi tanggapan responden terhadap faktor-faktor tersebut, dengan meminta kesediaan responden mengisi kolom-kolom alternatif yang tersedia diantara dua kutub polar.

4. Menghitung rata-rata skor jawaban responden dan memplotnya dalam suatu grafik yang akan menggambarkan kecenderungan positif atau negatif.

3.6. Metode Pengumpulan Data

3.6.1 Uji Validitas

Instrumen yang sah berarti alat ukur yang digunakan untuk

mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. Hasil penelitian yang valid adalah bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti (Sugiono, 2003)

Langkah-langkah mengukur validitas adalah sebagai berikut (Umar, 2008):

(35)

2. Siapkan tabel tabulasi jawaban.

3. Hitung korelasi antar data pada masing-masing pernyataan dengan skor total, dengan menggunakan rumus korelasi product moment. Rumus korelasi product moment adalah sebagai berikut:

= (∑ ) (∑ ∑ )

{( ∑ ) (∑ ) }{( ∑ ) (∑ ) }………(6) Keterangan:

r = Koefisien validitas yang dicari N = Jumlah Responden

X = Skor masing-masing pertanyaan X Y = Skor masing-masing pertanyaan Y

rhitung dibandingkan dengan rtabel dengan taraf kesalahan tertentu. Jika

diperoleh nilai rhitung > rtabel, maka instrumen tersebut dinyatakan valid

3.6.2Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu alat ukur cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data, karena alat ukur tersebut sudah baik (Arikunto dalam Rangkuti, 2004). Alat ukur yang baik tidak akan bersifat tendesius atau mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Alat ukur yang reliabel akan menghasilkan data yang juga dapat dipercaya. Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataan, maka berapa kalipun diambil, hasilnya tetap akan sama.

Pada penelitian ini, uji reliabilitas digunakan dengan menggunakan metode Alfa Cronbach dan metode Spearman-Brown. Teknik Alpha Cronbach digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 0-1, tetapi merupakan rentangan antara beberapa nilai, misalnya 0-10 atau 0-100 atau bentuk skala 1-3, 1-5, atau 1-7 dan seterusnya (Umar, 2008). Teknik ini digunakan pada pengujian elemen perceived quality. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

=

( )

{1-∑

(36)

Keterangan:

= Reliabilitas instrumen k = Mean kuadrat antara subyek

∑ = Mean kuadrat kesalahan = Varians total

Rumus untuk varians total dan varians item adalah:

=

(∑ )

...

(8)

=

...

(9)

Keterangan:

= Jumlah kuadrat seluruh skor item = Jumlah kuadrat subyek

Sedangkan untuk elemen brand association digunakan metode Spearman-Brown. Dalam metode ini, skor yang diperoleh dikelompokkan menjadi dua berdasarkan belahan bagian butirnya. Teknik pembelahan yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik ganjil-genap. Dengan teknik belah ganjil-genap, dikelompokkan skor butir bernomor ganjil sebagai belahan pertama dan skor butir genap sebagai belahan kedua. Langkah selanjutnya adalah mengkorelasikan skor belahan pertama dengan skor belahan kedua sehingga diperoleh nilai korelasi antara dua belahan istrumen

( r ). Rumus selengkapnya (Durianto dkk, 2001) adalah:

r = ∑ ∑ ∑

∑ (∑ ) ∑ (∑ )

...

(10) Keterangan:

∑ = total skor ya belahan ganjil ∑ = total skor ya belahan genap

∑ = total skor hasil kali belahan ganjil dan genap

r = korelasi antara dua belahan instrumen

Selanjutnya nilai tersebut dimasukkan dalan rumus Spearman Brown

berikut:

r

=

(37)

Keteranga:

r = reliabilitas instrument

r = korelasi antara dua belahan instrumen

Nilai reliabilitas yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan r

(38)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum PT Unilever Indonesia Tbk

4.1.1 Sejarah PT Unilever Indonesia Tbk

PT Unilever Indonesia Tbk (perusahaan) didirikan pada 5 Desember 1933 sebagai Zeepfabrieken N.V. Lever. Pada tanggal 22 Juli 1980, nama perusahaan diubah menjadi PT Unilever Indonesia, kemudian pada tanggal 30 Juni 1997, nama perusahaan diubah menjadi PT Unilever Indonesia Tbk. Saham perseroan pertama kali ditawarkan kepada masyarakat pada tahun 1981 dan tercatat di Bursa Efek Indonesia sejak 11 Januari 1982. Pada akhir tahun 2009, saham perseroan menempati peringkat ke tujuh kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia.

PT Unilever Indonesia Tbk memiliki dua anak perusahaan: PT Anugrah Lever (dalam likuidasi), kepemilikan Perseroan sebesar 100% (sebelumnya adalah perusahaan patungan untuk pemasaran kecap) yang telah konsolidasi dan PT Technopia Lever, kepemilikan Perseroan sebesar 51%, bergerak di bidang distribusi ekspor, dan impor produk dengan merek Domestos Nomos. PT Unilever Indonesia Tbk memiliki enam pabrik di Kawasan Industri Jababeka, Cikarang, Bekasi, dan dua pabrik di Kawasan Industri Rungkut, Surabaya, Jawa Timur, dengan kantor pusat di Jakarta. Produk-produknya berjumlah sekitar 32 brand utama dan 700 SKU, dipasarkan melalui jaringan yang melibatkan sekitar 370 distributor independen yang menjangkau ratusan ribu toko yang tersebar di seluruh Indoneisa. Produk-produk tersebut didistribusikan melalui pusat distribusi milik sendiri, gudang tambahan, depot dan fasilitas distribusi lainnya. Ringkasan sejarah PT Unilever Indonesia Tbk dapat dilihat pada Tabel 6.

4.1.2 Visi dan Misi PT Unilever Indonesia Tbk

(39)
[image:39.612.146.505.136.666.2]

hari” menjadikan perusahaan mampu menciptakan strategi manajemen yang handal dengan tetap menjaga kepercayaan konsumen sebagai penduannya. Tabel 6. Ringkasan Sejarah PT Unilever Indonesia Tbk

Tahun Keterangan

1920-1930 Import oleh van den Bergh, Jurgen and Brothers

1933 Pabrik sabun – Zeepfabrieken NV Lever – Angke, Jakarta 1936 Produksi margarin dan minyak oleh Pabrik van den Bergh

NV – Angke, Jakarta

1941 Pabrik komestik – Colibri NV, Surabaya

1942-1946 Kendali oleh unilever dihentikan (Perang Dunia II) 1965-1966 Di bawah kendali pemerintah

1967 Kendali usaha kembali ke Unilever berdasarkan undang-undang penanaman modal asing

1981 Go public dan terdaftar di Bursa Efek Jakarta

1982 Pembangunan pabrik Ellida Gibbs di Rungkut, Surabaya 1988 Pemindahan Pabrik Sabun Mandi dari Colibri ke Pabrik

Rungkut, Surabaya 1990 Terjun di bisnis teh 1992 Membuka pabrik es krim

1995 Pembangunan pabrik deterjen dan makanan di Cikarang, Bekasi

1996-1998 Penggabungan instalasi produksi – Cikarang, Rungkut 1999 Deterjen Cair NSD – Cikarang

2000 Terjun ke bisnis kecap

2001 Membuka pabrik teh – Cikarang

2002 Membuka pusat distribusi sentral Jakarta 2003 Terjun ke bisnis obat nyamuk bakar 2004 Terjun ke bisnis makanan ringan

2005 Membuka pabrik sampo cair – Cikarang 2008 Terjun ke bisnis minuman sari buah

Empat pilar utama dari visi PT Unilever Indonesia Tbk menggambarkan arah jangka panjang dari perusahaan, kemana tujuan perusahaan dan bagaimana perusahaan dapat menuju ke arah sana:

1.Bekerja untuk membangun masa depan yang lebih baik setiap hari

2.Membantu orang-orang merasa nyaman, berpenampilan baik dan lebih menikmati kehidupan dengan brand dan pelayanan yang baik bagi mereka dan bagi orang lain

(40)

4.Mengembangkan cara baru dalam melakukan bisnis dengan tujuan membesarkan perusahaan menjadi dua kali lipat sambil mengurangi dampak lingkungan

4.1.3 Struktur Organisasi PT Unilever Indonesia Tbk

Jajaran pemimpin dalam struktur PT Unilever Indonesia Tbk terdiri dari dewan komisaris dan direksi. Dewan Komisaris adalah sebuah dewan yang bertugas untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direktur Perseroan terbatas (PT), sedangkan direksi adalah seseorang yang ditunjuk untuk memimpin Unilever Indonesia. Saat ini PT Unilever Indonesia Tbk dipimpin oleh seorang presiden direktur yakni Maurits Daniel Rudolf Lalisang, lalu presiden komisaris yakni Jan Zijderveld yang merupakan warga negara Belanda dan didampingi oleh tiga orang komisaris independen yang merupakan Warga Negara Indonesia yaitu Bambang Subianto, Ciryllus Harinowo, Erry Firmansyah. Kantor pusat PT Unilever Indonesia Tbk berada di kawasan industri jababeka, cikarang bekasi 17520, po box 1162 jkt 10011, Indonesia

4.1.4 Produk PT Unilever Tbk

PT Unilever Indonesia Tbk memproduksi jenis produk makanan dan minuman, produk perawatan pribadi sampai produk perawatan rumah. Produk makanan terdiri dari Bango, Blue Band, Buavita, Royco, Sariwangi, Taro, Wall’s. Produk perawatan pribadi meliputi Axe, Citra, Clear, Dove, Lifebuoy, Lux, Pepsodent, Pond’s, Rexona, Sunsilk, Vaseline. Produk perawatan rumah meliputi CIF, Domestos Nomos, Pureit, Rinso, Sunlight, Viso, Vixal, dan Wipolt.

(41)

celup. Beberapa inovasi produk yang telah dilakukan oleh Sariwangi diantaranya format dalam 4 varian yaitu Teh Jahe, Teh Jeruk Lemon, Teh Madu dan Teh Susu pada tahun 2005, lalu varian teh hijau pada tahun 2006. Sariwangi juga mengembangkan kelembutan untuk varian inti (Hitam, Melati dan Vanila). Inovasi lain adalah lebih pada mengkomunikasikan dan mengaktivasi penggunaan teh celup untuk mengalihkan pengguna teh bungkus menjadi pengguna teh celup. Pada bulan April 2007, Sariwangi meluncurkan Sarimurni teh bundar (Teh dengan teknologi Osmofilter).

4.2. Hasil Uji Awal

Uji awal dalam penelitian ini melibatkan 30 konsumen yang memberikan jawaban pada kuesioner yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui keandalan atribut dan asosiasi yang akan digunakan dalam penelitian. Merek-merek yang dilakukan pengujian adalah Teh Celup Sariwangi, Teh celup Sosro dan Teh celup 2 Tang.

4.2.1Uji Awal Brand Association

Brand Association adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Asosiasi itu tidak hanya eksis, namun juga memiliki suatu tingkat kekuatan. Seorang konsumen sangat mungkin mempunyai asosiasi-asosiasi yang berbeda dengan konsumen lain terhadap merek yang sama. Keterkaitan konsumen pada suatu merek tergantung pada banyaknya pengalaman dalam mengkonsumsi merek tersebut atau seringnya penampakan merek tersebut.

Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan citra merek (brand image). Semakin banyaknya asosiasi yang berhubungan, maka semakin kuat pula citra merek yang dimiliki oleh merek tersebut. Asosiasi-asosiasi yang diuji adalah:

1. Harga yang terjangkau 2. Rasanya enak

(42)

7. Mudah diperoleh

8. Praktis dalam penggunaan 9. Warna seduhan pekat 10. Waktu penyeduhan singkat 11. Info produk lengkap 12. Aman bagi kesehatan

Asosiasi-asosiasi tersebut akan diuji dengan menggunakan metode Spearman-Brown. Jika diperoleh nilai |r | > r tabel maka dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut reliabel. Berdasarkan hasil penghitungan uji reliabilitas, diperoleh nilai |r | untuk masing-masing merek yang disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil pengujian reliabilitas brand association

Merek Responden | | r tabel Kesimpulan

Sariwangi 30 orang 0,791 0,361 Reliabel Sosro 29 orang 0,732 0,367 Reliabel 2 Tang 23 orang 0,775 0,413 Reliabel

Berdasarkan Tabel 7 di atas, terlihat bahwa semua merek memiliki nilai

|r | > r tabel dan dapat disimpulkan bahwa seluruh asosiasi-asosiasi yang akan diteliti dapat diandalkan. Hasil pengujian reliabilitas brand association

dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.2.2Uji Awal Perceived Quality

Perceived quality adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan

mutu atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan maksud yang diharapkan. Kesan kualitas dapat menjadi alasan kuat dalam menghasilkan suatu keputusan pembelian. Seorang konsumen mungkin tidak memiliki cukup informasi untuk mengarahkannya pada penentuan kualitas suatu merek secara objektif. Mungkin juga ia tidak tahu atau kurang termotivasi untuk memproses informasi, ataupun tidak mempunyai kesanggupan dan sumberdaya untuk mendapatkan informasi.

(43)

2. Rasanya enak 3. Aromanya enak 4. Volume/isinya banyak 5. Kemasan menarik 6. Menjaga stamina 7. Mudah mendapatkannya 8. Penggunaannya praktis 9. Terasa manfaatnya 10. Warna seduhan pekat 11. Info produk lengkap 12. Aman bagi kesehatan

[image:43.612.172.380.370.575.2]

Terdapat dua macam pengujian awal elemen perceived quality ini, yaitu uji validitas dengan menggunakan metode korelasi product moment Pearson dan uji reliabilitas dengan menggunakan metode alpha Cronbach.

Tabel 8. Nilai validitas perceived quality merek Sariwangi

Atribut Kesimpulan

Atribut 1 0,645 0,361 rhitung > rt abel

Atribut 2 0,698 0,361 rhitung > rt abel Atribut 3 0,755 0,361 r > r

Atribut 4 0,652 0,361 r > r

Atribut 5 0,674 0,361 r > r

Atribut 6 0,687 0,361 r > r

Atribut 7 0,399 0,361 r > r

Atribut 8 0,557 0,361 r > r

Atribut 9 0,747 0,361 r > r

Atribut 10 0,774 0,361 r > r

Atribut 11 0,806 0,361 r > r

Atribut 12 0,796 0,361 r > r

Tabel 8 menunjukan hasil pengujian validitas untuk analisis

perceived quality teh celup merek Sariwangi yang melibatkan 30 konsumen. Hasil pengujian tersebut memperlihatkan bahwa semua atribut memiliki nilai r > r pada selang kepercayaan 95% yaitu 0,361.

(44)
[image:44.612.169.377.179.380.2]

semua konsumen dikarenakan hanya 29 konsumen yang pernah mengkonsumsi merek tersebut. Hasil pengujian tersebut memperlihatkan bahwa semua atribut memiliki nilai r > r pada selang kepercayaan 95% yaitu 0,367.

Tabel 9. Nilai validitas perceived quality merek Sosro

[image:44.612.169.376.411.613.2]

Tabel 10. Nilai validitas uji awal perceived quality merek 2 Tang

Tabel 10 menunjukkan hasil pengujian validitas teh celup merek 2 Tang yang hanya melibatkan 23 konsumen. Hasil pengujian tersebut memperlihatkan bahwa semua atribut memiliki nilai r > r pada selang kepercayaan 95% yaitu 0,413.

Atribut Kesimpulan

Atribut 1 0,390 0,367 rhitung > rtabel

Atribut 2 0,587 0,367 rhitung > rtabel Atribut 3 0,559 0,367 r > r

Atribut 4 0,643 0,367 r > r

Atribut 5 0,423 0,367 r > r

Atribut 6 0,536 0,367 r > r

Atribut 7 0,457 0,367 r > r

Atribut 8 0,548 0,367 r > r

Atribut 9 0,694 0,367 r > r

Atribut 10 0,668 0,367 r > r

Atribut 11 0,484 0,367 r > r

Atribut 12 0,664 0,367 r > r

Atribut Kesimpulan

Atribut 1 0,456 0,413 rhitung > rtabel Atribut 2 0,644 0,413 rhitung > rtabel Atribut 3 0,464 0,413 r > r

Atribut 4 0,685 0,413 r > r

Atribut 5 0,518 0,413 r > r

Atribut 6 0,725 0,413 r > r

Atribut 7 0,548 0,413 r > r

Atribut 8 0,679 0,413 r > r

Atribut 9 0,815 0,413 r > r

Atribut 10 0,723 0,413 r > r

Atribut 11 0,625 0,413 r > r

(45)

Hasil pengujian validitas analisis perceived quality teh celup merek Sariwangi, Sosro dan 2 Tang menunjukkan bahwa seluruh pernyataan nyata dan sahih. Konsumen dapat mengerti maksud dari setiap pernyataan dalam kuesioner. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Selain dilakukan pengujian validitas, atribut-atribut pada elemen

perceived quality juga diuji reliabilitasnya dengan menggunakan metode

[image:45.612.168.462.273.371.2]

Alfa Cronbach. Menurut George dan Mallery (2003) nilai alpha yang dihasilkan dari pengujian reliabilitas suatu instrumen penelitian dapat dibagi berdasarkan beberapa klasifikasi (Tabel 11).

Tabel 11. Klasifikasi nilai alpha

Klasifikasi Nilai Alpha Kesimpulan

α > 0,9 Sempurna (excellent)

α > 0,8 Baik (good)

α > 0,7 Dapat diterima (acceptable)

α > 0,6 Diragukan (questionable)

α > 0,5 Lemah (poor)

α < 0,5 Tidak dapat diterima (unacceptable)

Berdasarkan klasifikasi di atas, maka peneliti menggunakan standar klasifikasi nilai α > 0,7 untuk menyimpu

Gambar

Tabel 2. Populasi mahasiswa S1 Institut Pertanian Bogor
Tabel 6. Ringkasan Sejarah PT Unilever Indonesia Tbk
Tabel 8. Nilai validitas perceived quality merek Sariwangi
Tabel 9. Nilai validitas perceived quality merek Sosro
+7

Referensi

Dokumen terkait

penelitian untuk meningkatkan khasanah iptek maupun inovasi teknologi yang dapat diterapkan. Beberapa peralatan untuk anl;llisis mutu benih dan beberapa peralatan

Berdasarkan analisis deskriptif terhadap sepuluh atribut produk diperoleh hasil bahwa harga merupakan atribut yang paling dipentingkan oleh kons umen dalam

Dengan ini menyatakan dengan sebenarnya bahwa karya ilmiah ini telah diperiksa/divalidasi dan hasilnya teiah memenuhi kaidah ilmiah, norma akademik dan norma hukum

Implikasi manajerial dari hasil penelitian yaitu memberikan prioritas pada atribut-atribut yang menurut mahasiswa memiliki tingkat kepentingan tinggi dan kinerjanya

Tujuan dari penelitian ini yaitu: (1) mengindentifikasi faktor internal (kepemilikan perangkat akses internet, kepemilikan website pribadi, jumlah alamat e-mail, kepemilikan

Selain itu, upaya untuk meningkatkan kepuasan konsumen dapat dilakukan dengan mengevaluasi atribut-atribut mutu produk dari susu Bear Brand antara lain fungsi atau manfaat

Tujuan dari penelitian ini yaitu: (1) mengindentifikasi faktor internal (kepemilikan perangkat akses internet, kepemilikan website pribadi, jumlah alamat e-mail, kepemilikan

yang mempengaruhi konsumen dalam membeli handphone Nokia, yaitu garansi yang diberikan, harga beli, fitur yang ditawarkan, model yang dipasarkan, teknologi yang