• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Spasial Sebaran Kasus Malaria Endemik Berdasarkan Faktor Internal dan Eksternal di Kabupaten Asahan Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Spasial Sebaran Kasus Malaria Endemik Berdasarkan Faktor Internal dan Eksternal di Kabupaten Asahan Tahun 2012"

Copied!
194
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SPASIAL SEBARAN KASUS MALARIA ENDEMIK BERDASARKAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL

DI KABUPATEN ASAHAN TAHUN 2012

TESIS

Oleh

MANSURSYAH 117032082/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

SPATIAL ANALYSIS OF DISTRIBUTION OF ENDEMIC MALARIA CASES BASED OFINTERNAL AND EXTERNAL FACTORS

ATASAHAN DISTRICT IN 2012

THESIS

By

MANSURSYAH 117032082/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTHSTUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ANALISIS SPASIAL SEBARAN KASUS MALARIA ENDEMIK BERDASARKAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL

DI KABUPATEN ASAHAN TAHUN 2012

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

MANSURSYAH 117032082/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : ANALISIS SPASIAL DAN STUDI KASUS

MALARIA ENDEMIK BERDASARKAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DI KABUPATEN ASAHAN TAHUN 2012

Nama Mahasiswa : Mansursyah

Nomor Induk Mahasiswa : 117032082

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/ Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

(Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes)

Anggota

(drh. Rasmaliah, M.Kes)

Dekan

( Dr.Drs. Surya Utama, M.S )

(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 6 Januari 2014

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes

Anggota : 1. drh. Rasmaliah, M.Kes

2. Drs. Jemadi, M.Kes

(6)

SURAT PERNYATAAN

ANALISIS SPASIAL DAN STUDI KASUS MALARIA ENDEMIK BERDASARKAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL

DI KABUPATEN ASAHAN TAHUN 2012

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, April2014

(7)

ABSTRAK

Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit menular yang upaya pengendalian dan penurunan kasusnya merupakan komitmen internasional dalam

Millenium Development Goals. Laporan WHO menyebutkan bahwa pada tahun 2011 malaria menyebabkan sekitar 2.414 kematian per hari. Pada tahun 2011 di Indonesia, terdapat 1,32 juta kasus malaria klinis dan sekitar 256 ribu dinyatakan positif malaria. Banyak daerah di Indonesia yang menjadi daerah endemis malaria, salah satunya adalah Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara dimana pada tahun 2011 terdapat 4.056 kasus klinis malaria dan 687 kasus positif.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis distribusi spasial dan pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap kasus malaria endemik di Kabupaten Asahan tahun 2012.Penelitian ini bersifat analitik dengan desain penelitiankasus kontrol berpasangan. Populasi penelitian ini adalah seluruh penderita dan bukan penderita malaria di Kabupaten Asahan tahun 2012. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 110 orang (55 orang kasus dan 55 orang kontrol). Analisis data dilakukan dengan analsis spasial dan uji statistik conditional logistic regression.

Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa tempat perindukan nyamuk dan dinding rumah memiliki pengaruh terhadap kejadian malaria di Kabupaten Asahan, dengan tempat perindukan nyamuk sebagai variabel dominannya. Analisis spasial menunjukkan bahwa sebaran kasus malaria menyebar di sekitar tempat genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk.

Diperlukan peran serta Dinas Kesehatan bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Asahan untuk memberikan informasi dan pemahaman tentang tata laksana malaria, terutama di daerah yang banyak memiliki genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk sehingga masyarakat tahu bagaimana cara hidup berdampingan dengan vektor malaria. Selain itu diperlukan pemanfaatan media (budaya tradisional lokal) sebagai sarana penyampaian informasi malaria serta modifikasi tempat tinggal (dinding rumah) untuk mencegah gigitan vektor malaria.

(8)

ABSTRACT

Malaria is one of the infectious diseases which the efforts of control and reduction of its cases are international commitment in Millennium Development Goals. WHO report said that in 2011 malaria caused an estimated 2,414 deaths per day. In 2011, there were 1.32 million cases of clinical malaria and about 256 thousand tested positive for malaria in Indonesia. Many areas in Indonesia are malaria-endemic areas, one of which is Asahan District in North Sumatera Province, where in 2011 there were 4,056 clinical cases of malaria and 687 cases were positive malaria.

The purpose of this study was to analyze the spatial distribution and the influence of internal and external factors on endemic malaria cases in the Asahan

District in 2012. This research was an analytical study with matched case-control design. The population was all people with and without malaria (+) in the Asahan

District in 2012. The sample of this study amounted to 110 people (55 cases and 55 controls). Data were analyzed with analysis of spatial and statistical tests of conditional logistic regression.

Multivariate analysis showed that mosquito breeding places (OR=2,0; 95% CI : 10,1-84,6) and house wall (OR=1,88; 95% CI : 0,02-0,17) have influenced on the incidence of malaria in the Asahan District where the breeding places of mosquitoes are the dominant variable. Spatial analysis showed that the spatial distribution of malaria cases spread around the water as breeding places of mosquitoes.

It is required the role of the District Health Office in collaboration with

Asahan District Local Government to provide the information and understanding of the administration of malaria, especially in the area that have a lot of water as breeding places of mosquitoes so that people know how to coexist with malaria vectors. In addition, it is required the usage of media (local traditional culture) as a way to deliver information and modification of residence (house wall) to prevent malaria vector bite.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahuwata`ala, karena atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul ”Analisis Spasial Sebaran Kasus Malaria Endemik Berdasarkan Faktor Internal dan Eksternal di Kabupaten Asahan Tahun

2012”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas / Epidemiologi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa bantuan, dukungan, bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini izinkanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu. DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(10)

4. Ibu Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis ini.

5. Ibu Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes selaku Ketua Komisi Pembimbing yang penuh perhatian, kesabaran, ketelitian dalam memberikan bimbingan dan arahan serta meluangkan waktu sejak penyusunan proposal hingga selesai tesis ini.

6. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku Anggota Komisi Pembimbing yang penuh perhatian, kesabaran, ketelitian dalam memberikan bimbingan dan arahan serta meluangkan waktu sejak penyusunan proposal hingga selesai tesis ini.

7. Bapak Drs. Jemadi, M.Kes selaku Ketua Komisi Penguji yang telah memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

8. Bapak Teguh Supriyadi, SKM, MPH selaku Anggota Komisi Penguji yang telah memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

9. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas / Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

(11)

11.Bapak (M. Hadi) dan Ibu (Suhasni, S.Pd) tercinta, abang (Aipda Jon Antoni dan Irwansyah) dan kakak (Agusnita, S.Pd) yang memberi dukungan baik moril maupun materil, untuk kelancaran penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

12.Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman Minat Studi AKKm/E Angkatan 2011 Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang selama ini selalu saling memberi semangat, menjaga keharmonisan, kekompakan demi kelancaran perkuliahan sampai tugas akhir selesai dan memberi dukungan kepada penulis agar bisa menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.

13.Terkhusus untuk istriku, Neni Simanjuntak, SKM yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan, dan doa serta rasa cinta yang dalam, setia menunggu, memotivasi, dan memberikan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.

Hanya Allah SWT yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan yang telah diperbuat. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, April2014 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Mansursyah, lahir pada tanggal 30 Agustus 1988 di Sei Putih, anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda M. Hadi dan Ibunda Suhasni.

Pendidikan formal penulis dimulai dari Sekolah Dasar di SD Negeri No. 104240 Tanjung Morawa pada tahun 1994 – 2000, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 3 Tanjung Morawa pada tahun 2000 – 2003, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Tanjung Morawa pada tahun 2003 – 2006 dan Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara pada tahun 2006 - 2010.

(13)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Permasalahan ... 12

1.3Tujuan Penelitian ... 13

1.3.1 Tujuan Umum ... 13

1.3.2 Tujuan Khusus ... 13

1.4 Hipotesis ... 14

1.5 Manfaat Penelitian ... 14

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 15

2.1 Malaria ... 15

2.1.1 Definisi ... 15

2.1.2 Etiologi ... 16

2.1.3 Siklus Hidup Parasit Malaria ... 18

2.1.4 Patogenesis ... 22

2.1.5 Diagnosis Malaria ... 25

2.1.6 Malaria Relaps ... 26

2.1.7 Penatalaksanaan Malaria ... 29

2.1.8 Pencegahan Malaria ... 31

2.2 Faktor-faktor yang Berperan dalam Terjadinya Malaria ... 32

2.2.1 Faktor Internal ... 33

2.2.1.1 Karakteristik Penderita Malaria ... 33

2.2.1.2 Perilaku Kesehatan ... 35

2.2.2 Faktor Eksternal ... 44

2.2.2.1 Faktor Lingkungan ... 44

2.2.2.2 Faktor Agent ... 47

2.2.2.3 Faktor Vektor Malaria ... 48

2.3 Sistem Informasi Geografis ... 50

2.3.1 Analisis Spasial ... 52

2.3.2 Sistem Pengolahan Data Spasial ... 53

(14)

2.4 Kerangka Teori ... 54

2.5 Kerangka Konsep ... 56

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 58

3.1 Jenis Penelitian ... 58

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 59

3.3 Populasi dan Sampel ... 59

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 61

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional ... 62

3.6 Aspek Pengukuran ... 70

3.7 Metode Analisis Data ... 72

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 74

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Asahan ... 74

4.1.1 Keadaan Demografi ... 75

4.1.2 Keadaan Administratif ... 76

4.2 Analisis Univariat ... 79

4.2.1 Distribusi Frekuensi Faktor Internal ... 79

4.2.2 Distribusi Frekuensi Faktor Eksternal ... 80

4.3 Analisis Bivariat ... 84

4.4 Analisis Multivariat ... 87

4.5 Analisis Spasial ... 88

BAB 5. PEMBAHASAN ... 99

5.1 Pengaruh Faktor Internal TerhadapKejadianMalaria ... 99

5.1.1 Pengaruh Pendapatan TerhadapKejadian Malaria ... 99

5.1.2 Pengaruh Penggunaan Anti Nyamuk Terhadap Kejadian Malaria ... 100

5.1.3 Pengaruh Penggunaan Kelambu TerhadapKejadian Malaria 101 5.2 Pengaruh Eksternal TerhadapKejadianMalaria ... 102

5.2.1 Pengaruh Tempat Perindukan Nyamuk Terhadap Kejadian Malaria ... 102

5.2.2 Pengaruh Kondisi Dinding Rumah Terhadap Kejadian Malaria ... 103

5.2.3 Pengaruh Luas Ventilasi TerhadapKejadian Malaria ... 103

5.2.4 Pengaruh Penggunaan Kawat Kasa TerhadapKejadian Malaria 104 5.2.5 Pengaruh Kondisi Lantai Rumah TerhadapKejadian Malaria 105 5.2.6 Pengaruh Penyuluhan Tentang Malaria Terhadap KejadianMalaria ... 106

(15)

Malaria 106

5.2.8 Pengaruh Sumber Informasi Tentang Malaria

dengan KejadianMalaria ... 107

5.3 Analisis Spasial dan Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Kejadian Malaria di Kabupaten Asahan ... 108

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 112

6.1 Kesimpulan ... 112

6.2 Saran ... 113

DAFTAR PUSTAKA ... 114

LAMPIRAN 1. Kuesioner Penelitian ... 121

LAMPIRAN 2.Master Data Koordinat Puskesmas dan Kasus Malaria ... 125

LAMPIRAN 3.Master Data Koordinat Kasus Malaria ... 126

LAMPIRAN 4. Master Data Penelitian ... 134

LAMPIRAN 5. Output Analisis Bivariat ... 147

LAMPIRAN 6. Output Analisis Multivariat... 169

(16)

DAFTAR TABEL

2.1 Bentuk-Bentuk Plasmodium Keempat Spesies Plasmodium

Manusia ... 21 3.1 Perhitungan Besar Sampel Berdasarkan Nilai Odds Ratio

Penelitian Sebelumnya ... 60 3.2 Nama Variabel, Cara dan Alat Ukur, Kriteria Penilaian

Indikatordan Kategori Variabel ... 70 4.1 Luas Wilayah, Jumlah Desa / Kelurahan, Jumlah Penduduk,

Jumlah Rumah Tangga dan Kepadatan Penduduk Menurut

Kecamatan di Kabupaten Asahan Tahun 2012 ... 77 4.2 Distribusi Frekuensi Faktor Internal Kelompok Kasus dan

Kontrol Penderita Malaria di Kabupaten Asahan Tahun 2012 ... 79 4.3 Distribusi Frekuensi Faktor Eksternal Kelompok Kasus dan

Kontrol Penderita Malaria di Kabupaten Asahan Tahun 2012 ... 81 4.4 Tabulasi Silang Faktor Internal dan Eksternal dengan

Kelompok Kasus dan Kontrol Penderita Malaria di

Kabupaten Asahan Tahun 2012 ... 84 4.5 Identifikasi Variabel Dominan Faktor Internal dan Eksternal

Terhadap Kelompok Kasus dan Kontrol Penderita Malaria di

Kabupaten Asahan Tahun 2012 ... 87

Halaman Judul

(17)

DAFTAR GAMBAR

1.1 Peta Negara-Negara yang Terserang Malaria Tahun 2010 ... 2

1.2 Peta KLB Malaria Tahun 2009 ... 4

1.3 Peta Endemisitas Malaria di Indonesia Tahun 2011 ... 5

2.1 Siklus Hidup Parasit Malaria ... 19

2.2 Perbedaan Bentuk Tropozoit Kelima Parasit Malaria ... 21

2.3 Kerangka Teori ... 55

2.4 Kerangka Konsep ... 57

3.1 Kerangka Penelitian Kasus Kontrol ... 58

3.2 Kerangka Penelitian Analisis Spasial ... 59

4.1 Peta Wilayah Endemik Malaria di Kabupaten Asahan Tahun 2012 ... 78

4.2 Sebaran Kasus Malaria Endemik di Kabupaten Asahan Tahun 2012 ... 89

4.3 Sebaran Kasus Malaria Endemik Berdasarkan Wilayah Kerja Puskesmas Tahun 2012 ... 91

4.4 Dataset Overlay dan Kepadatan Kasus Malaria di Cluster Pertama ... 93

4.5 Dataset Overlay dan Kepadatan Kasus Malaria di Cluster Kedua ... 94

4.6 Kepadatan Kasus Malaria Dilihat Berdasarkan Daerah Aliran Sungai di Kecamatan Air Joman ... 96

Halaman Judul

(18)

4.7 Kepadatan Kasus Malaria Dilihat Berdasarkan Daerah Aliran

(19)

ABSTRAK

Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit menular yang upaya pengendalian dan penurunan kasusnya merupakan komitmen internasional dalam

Millenium Development Goals. Laporan WHO menyebutkan bahwa pada tahun 2011 malaria menyebabkan sekitar 2.414 kematian per hari. Pada tahun 2011 di Indonesia, terdapat 1,32 juta kasus malaria klinis dan sekitar 256 ribu dinyatakan positif malaria. Banyak daerah di Indonesia yang menjadi daerah endemis malaria, salah satunya adalah Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara dimana pada tahun 2011 terdapat 4.056 kasus klinis malaria dan 687 kasus positif.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis distribusi spasial dan pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap kasus malaria endemik di Kabupaten Asahan tahun 2012.Penelitian ini bersifat analitik dengan desain penelitiankasus kontrol berpasangan. Populasi penelitian ini adalah seluruh penderita dan bukan penderita malaria di Kabupaten Asahan tahun 2012. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 110 orang (55 orang kasus dan 55 orang kontrol). Analisis data dilakukan dengan analsis spasial dan uji statistik conditional logistic regression.

Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa tempat perindukan nyamuk dan dinding rumah memiliki pengaruh terhadap kejadian malaria di Kabupaten Asahan, dengan tempat perindukan nyamuk sebagai variabel dominannya. Analisis spasial menunjukkan bahwa sebaran kasus malaria menyebar di sekitar tempat genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk.

Diperlukan peran serta Dinas Kesehatan bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Asahan untuk memberikan informasi dan pemahaman tentang tata laksana malaria, terutama di daerah yang banyak memiliki genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk sehingga masyarakat tahu bagaimana cara hidup berdampingan dengan vektor malaria. Selain itu diperlukan pemanfaatan media (budaya tradisional lokal) sebagai sarana penyampaian informasi malaria serta modifikasi tempat tinggal (dinding rumah) untuk mencegah gigitan vektor malaria.

(20)

ABSTRACT

Malaria is one of the infectious diseases which the efforts of control and reduction of its cases are international commitment in Millennium Development Goals. WHO report said that in 2011 malaria caused an estimated 2,414 deaths per day. In 2011, there were 1.32 million cases of clinical malaria and about 256 thousand tested positive for malaria in Indonesia. Many areas in Indonesia are malaria-endemic areas, one of which is Asahan District in North Sumatera Province, where in 2011 there were 4,056 clinical cases of malaria and 687 cases were positive malaria.

The purpose of this study was to analyze the spatial distribution and the influence of internal and external factors on endemic malaria cases in the Asahan

District in 2012. This research was an analytical study with matched case-control design. The population was all people with and without malaria (+) in the Asahan

District in 2012. The sample of this study amounted to 110 people (55 cases and 55 controls). Data were analyzed with analysis of spatial and statistical tests of conditional logistic regression.

Multivariate analysis showed that mosquito breeding places (OR=2,0; 95% CI : 10,1-84,6) and house wall (OR=1,88; 95% CI : 0,02-0,17) have influenced on the incidence of malaria in the Asahan District where the breeding places of mosquitoes are the dominant variable. Spatial analysis showed that the spatial distribution of malaria cases spread around the water as breeding places of mosquitoes.

It is required the role of the District Health Office in collaboration with

Asahan District Local Government to provide the information and understanding of the administration of malaria, especially in the area that have a lot of water as breeding places of mosquitoes so that people know how to coexist with malaria vectors. In addition, it is required the usage of media (local traditional culture) as a way to deliver information and modification of residence (house wall) to prevent malaria vector bite.

(21)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium Development Goals (MDGs), Indonesia mempunyai komitmen untuk melaksanakannya serta menjadikannya bagian yang tak terpisahkan dari program pembangunan nasional. Salah satu dari delapan tujuan MDGs yang juga menjadi tujuan utama program pembangunan nasional adalah memerangi berbagai penyakit menular berbahaya seperti HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya. Pemerintah sampai saat ini terus melaksanakan program kesehatan untuk mengendalikan penyebaran penyakit menular berbahaya di Indonesia (Bappenas, 2010).

(22)

(CFR) malaria di dunia sebesar 3,03 ‰ (655 ribu kematian dari 216 juta kasus malaria) (WHO, 2012a).

World Health Organization (WHO) (2012b) menyatakan dalam beberapa tahun terakhir, penanggulangan malaria (diagnostikdan pengobatan)telah menunjukkankemajuan yang signifikandi negara-negaradi luar Afrika. Namun, penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamukAnopheles ini terusmenyebabkan bebanbesar padasistemkesehatan nasional karenamemerlukanstrategi pengendalian yangdisesuaikan untukwilayah geografis yang berbedaantarnegara. Pada tahun 2010 terdapat 51negaraendemis malariadi luar wilayah Afrikadengan34 jutakasusdan sekitar46ribu kematian akibat penyakit ini.Laporan initerfokus padanegara-negaradi Asia, Asia Pasifik, Amerika, Timur Tengah, dan Eropa seperti terlihat pada Gambar 1.1 di bawah ini:

(23)

Laporan WHO (2012c) menyebutkan bahwa pada tahun 2011 malaria menyebabkan sekitar 2.414 kematian per hari dimana lebih dari 90% di antaranya terjadi di wilayah Afrika. Malaria yang terjadi di daerah endemik merupakan penyakit akibat kemiskinan sekaligus penyebab kemiskinan yang memperlambat pertumbuhan ekonomi sebesar 1,3% per tahun. WHO juga memperkirakan secara global 33,96 jutahari kerja hilang akibat malaria dan Asia Tenggara menyumbang sekitar 1,34 juta hari kerja. Afrika menempati urutan pertama persentase kasus malaria di dunia tahun 2011 (74,5% kasus klinis dan CFR 95,1%), kemudian diikuti oleh Amerika (32% kasus klinis dan CFR 0,1%), Asia Tenggara (15,2% kasus klinis dan CFR 2,7%) dan daerah lainnya seperti Eropa, Mediterania dan Asia Pasifik (74,5% kasus klinis dan CFR 95,1%).

Departemen Kesehatan RI menyatakan bahwa malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di dunia termasuk Indonesia. Morbiditas dan mortalitas akibat malaria di Indonesia sendiri juga masih menunjukkan angka yang cukup tinggi. Penyakit malaria menjadi salah satu perhatian global karena kasus malaria yang tinggi dapat berdampak luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi melalui hilangnya produktivitas kerja bahkan mengancam keselamatan jiwa manusia. Dalam jangka panjang, akan menimbulkan efek menurunnya mutu Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat Indonesia (Depkes RI, 2011a dan Trihono, 2009).

(24)

Dari jumlah tersebut, ada 1,32 juta kasus malaria klinis dan sekitar 256 ribu dinyatakan positif malaria dengan pemeriksaan sediaan darah. Angka Annual Parasite Incidence (API) malaria tahun 2011 adalah 1,7 per 1.000 penduduk. Artinya, setiap 1.000 penduduk di Indonesia tahun 2011, terdapat sekitar 2 orang yang menderita malaria (Depkes RI, 2012).

Tahun 2006 – 2009, Kejadian Luar Biasa (KLB) selalu terjadi di pulau Kalimantan walaupun kabupaten/kota yang terjangkit berbeda-beda tiap tahunnya. Pada tahun 2009 KLB dilaporkan terjadi di Pulau Jawa (Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten), Kalimantan (Kalimantan Selatan), Sulawesi (Sulawesi Barat), NAD dan Sumatera (Sumatera Barat dan Lampung), dengan total jumlah penderita 1.869 orang, dan meninggal sebanyak 11 orang (Depkes RI, 2011b). KLB malaria yang terjadi di Indonesia tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 1.2 di bawah ini:

(25)

Indonesia terletak di daerah tropis dengan iklim yang menguntungkan bagi perkembangan nyamuk penular malaria. Sekitar 400 spesies nyamuk Anopheles telah ditemukan, 67 dapat menularkan malaria dan 24 spesies diantaranya ditemukan di Indonesia. Walaupun angka kesakitan dan kematian akibat malaria di Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun terakhir cenderung menunjukkan trend menurun, namun kemungkinan besar penyakit ini meningkat bahkan bisa mewabah, sehingga pemerintah memandang malaria masih sebagai ancaman terhadap status kesehatan masyarakat terutama pada rakyat miskin yang hidup di daerah terpencil (Depkes RI dalam Abdullah, 2008).

Departemen Kesehatan RI (2011b) menyebutkan sampai saat ini, beberapa wilayah di Indonesia masih menjadi daerah endemis malaria. Peta endemisitas malaria di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1.3 berikut ini:

Gambar 1.3 Peta Endemisitas Malaria di Indonesia Tahun 2011 Peta Endemisitas Malaria di Indonesia

(26)

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa penyakit malaria tersebar merata di semua kelompok umur. Prevalensi malaria klinis di pedesaan dua kali lebih besar bila dibandingkan prevalensi di perkotaan. Prevalensi malaria klinis juga cenderung tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah, kelompok petani, nelayan, buruh dan kelompok dengan tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita rendah. Prevalensi malaria berdasarkan Riskesdas tahun 2010 diperoleh dalam bentuk point prevalence yang menunjukkan proporsi orang yang menderita penyakit malaria pada waktu tertentu. Data malaria dikumpulkan dengan wawancara terstruktur dan pemeriksaan darah menggunakan dipstick (Rapid Diagnostic Test/RDT). Besarnya sampel yang diperiksa dengan RDT adalah 75.192 orang. Hasilnya menunjukkan bahwa point prevalence malaria sebesar 0,6%, namun hasil ini tidak menunjukkan kondisi malaria secara keseluruhan dalam satu tahun, karena setiap wilayah dapat mempunyai masa-masa puncak (pola epidemiologi) kasus yang berbeda-beda. Spesies parasit yang paling banyak ditemukan adalah

Plasmodium falciparum (86,4%), sedangkan sisanya adalah Plasmodium vivax dan campuran antara Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax. Namun data sebaran parasit per wilayah tidak diperoleh sehingga tidak dapat diketahui jenis parasit yang dominan per suatu wilayah (Depkes RI, 2011b).

(27)

kebijakan ini mensyaratkan bahwa setiap kasus malaria harus dibuktikan dengan hasil pemeriksaan sediaan darah dan semua kasus positif harus diobati dengan pengobatan kombinasi berbasis artemisinin atau ACT (Artemisinin-based Combination Therapies) (Depkes RI, 2011c).

Prevalensi nasional malaria berdasarkan data Departemen Kesehatan RI adalah sebesar 2,85%. Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu dari 15 provinsi dengan prevalensi malaria di atas prevalensi nasional. Berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Kesehatan RI, ada 76,6 ribu kasus malaria klinis terjadi di Sumatera Utara selama tahun 2011 dan 6.358 dinyatakan positif malaria dengan pemeriksaan sediaan darah. Angka Annual Parasite Incidence (API) malaria di Sumatera Utara tahun 2011 adalah 0,5 per 1.000 penduduk. Beberapa kabupaten endemis malaria di Sumatera Utara di antaranya: Kabupaten Asahan, Karo, Labuhan Batu, Langkat, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Nias dan Nias Selatan (Depkes RI, 2012).

(28)

Kabupaten Asahan merupakan salah satu kabupaten endemis malaria di Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan tahun 2008-2010, jumlah kasus malaria di Kabupaten Asahan selama 2 tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2010, terdapat 2.416 kasus klinis malaria dengan 241 kasus positif dan pada tahun 2011 naik menjadi 4.056 kasus klinis dengan 687 kasus positif. API malaria di Kabupaten Asahan tahun 2011 mencapai 1,03 per 1.000 penduduk. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 1,01 per 1.000 penduduk. Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan selama tahun 2012 menunjukkan masih tingginya angka kesakitan akibat malaria. Mulai Bulan Januari sampai Bulan Desember 2012 terdapat 313 kasus positif malaria (Dinkes Asahan, 2012).

(29)

tinggal, perilaku petugas kesehatan, sarana dan prasarana pelayanan kesehatan dan sumber informasi yang diperoleh individu dari media-media yang ada (Depkes RI, 2009b; Friarayatini, 2006; Sarumpaet, 2007 dan Suhardiono, 2005).

Berdasarkan hasil survei pendahuluan, diketahui bahwa wilayah kerja Puskesmas Binjai Serbangan, Sei Kepayang Barat, Sei Apung, Bagan Asahan dan Aek Songsongan merupakan wilayah dengan insidensi malaria endemis. Hasil wawancara terhadap beberapa petugas pengendalian penyakit menular di puskesmas tersebut menunjukkan masih rendahnya kesadaran masyarakat akan bahaya yang ditimbulkan oleh malaria. Hal ini ditunjukkan masih banyaknya rumah warga di sekitar rawa-rawa dan kolam (genangan air). Selain itu perilaku masyarakat yang tidak waspada dengan gigitan vektor nyamuk Anopheles yang ditandai dengan malasnya mereka menggunakan kelambu saat tidur dan kebiasaan sering keluar di malam hari juga menjadi faktor lain masih tingginya angka kasus malaria di Kabupaten Asahan.

Penelitian yang dilakukan oleh Muslimin (2011) menunjukkan kondisi rumah, kebiasaan keluar rumah di malam hari dan penggunaan kelambu berhubungan erat dengan kejadian malaria di Kabupaten Pangkep tahun 2011. Selain itu pola spasial menunjukkan kedekatan antara tempat perindukan nyamuk (berupa kolam dan sawah) dengan tempat tinggal penderita malaria di kabupaten ini.

(30)

malaria, tidak menggunakan alat atau bahan pelindung bila keluar rumah pada malam hari merupakan perilaku yang memiliki risiko terbesar terhadap terjadinya penyakit malaria. Faktor-faktor lain yang berkontribusi terhadap terjadinya penyakit malaria adalah dukungan petugas kesehatan dan faktor lingkungan.

Berdasarkan hasil penelitian Kasnodihardjo (2008), tentang pola kebiasaan masyarakat dalam kaitannya dengan masalah malaria di daerah Sihepeng Kabupaten Tapanuli Selatan, menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat mengetahui bahwa malaria adalah penyakit menular dan nyamuk sebagai vektor penular. Mereka bahkan menganggap penyakit malaria berbahaya, namun kebanyakan mereka kurang mengetahui bagaimana cara penularan penyakit malaria. Hal ini memengaruhi tindakan masyarakat dalam pencegahan penyakit malaria.

WHO dalam Abdullah (2008) menetapkan bahwa, program pengendalian malaria harus menggunakan suatu pengembangan mekanisme yang tepat untuk meramalkan transmisi malaria. Melihat karakteristik dan sifat - sifat biologik nyamuk

Anopheles maka studi epidemiologi lingkungan sangat penting bagi upaya perencanaan dan pemberantasan penyakit malaria. Dalam program malaria, pemantauan biologik vektor nyamuk Anopheles dibutuhkan suatu sistem informasi geografi yang berguna untuk:

a. Menolong setiap petugas untuk mengenal daerah, bahkan letak rumah penduduk yang terjangkit malaria, sehingga memudahkan dalam melakukan penyelidikan epidemiologi, supervisi dan operasi pemberantasan.

(31)

c. Merencanakan tempat-tempat terbaik sebagai pusat kegiatan di lapangan.

d. Memikirkan kemungkinan tindakan anti larva misalnya oiling, pengeringan, irigasi, dan penyebaran ikan pemakan jentik.

Kemajuan teknologi saat ini telah merambah ke berbagai bidang termasuk kesehatan dan juga merupakan integrasi dari berbagai bidang salah satunya bidang kesehatan dengan bidang geografi. Geographic Information System (GIS) atau Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisis dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospatial. Data dalam kesehatan masyarakat memiliki komponen spasial (lokasi), lalu SIG menambahkan dimensi grafis dan memunculkan analisis yang kuat dengan menggunakan dasar segitiga epidemiologi, yaitu orang, waktu dan tempat yang sering terabaikan. SIG bermanfaat juga dalam mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya termasuk dalam bidang kesehatan untuk mendukung sistem surveilans (Wade et al, 2006).

(32)

hubungan antar variabel tersebut dimana masing-masing variabel dapat menjadi faktor risiko terjadinya penyakit malaria.

Sampai saat ini belum ada pola spasial yang terinci mengenai distribusi kasus malaria di Kabupaten Asahan. Padahal pola pemetaan kasus malaria penting sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh penyakit malaria. Penelitian ini mencoba menganalisis pola spasial yang terinci dari kasus malaria yang terjadi di Kabupaten Asahan sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk mengatasi masalah malaria di kabupaten ini.

1.2 Permasalahan

(33)

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis distribusi spasial dan pengaruh faktor internal (karakteristik individu dan perilaku pencegahan penularan malaria) dan eksternal (lingkungan fisik rumah, perilaku petugas kesehatan, sarana dan prasarana pelayanan kesehatan dan sumber informasi) terhadap kejadian malaria endemik di Kabupaten Asahan tahun 2012.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui distribusi spasial kasus malaria endemik berdasarkan faktor internal (karakteristik individu dan perilaku pencegahan penularan malaria) dan eksternal (lingkungan fisik rumah, perilaku petugas kesehatan, sarana dan prasarana pelayanan kesehatan dan sumber informasi) di Kabupaten Asahan. b. Untuk mengetahui pengaruh faktor internal (karakteristik individu dan perilaku

pencegahan penularan malaria) dan eksternal (lingkungan fisik rumah, perilaku petugas kesehatan, sarana dan prasarana pelayanan kesehatan dan sumber informasi) terhadap kasus malaria endemik di Kabupaten Asahan.

(34)

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh faktor internal (karakteristik individu dan perilaku pencegahan penularan malaria) dan eksternal (lingkungan fisik rumah, perilaku petugas kesehatan, sarana dan prasarana pelayanan kesehatan dan sumber informasi) terhadap kejadian malaria endemik di Kabupaten Asahan.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan dan puskesmas-puskesmas di Kabupaten Asahan mengenai pemetaan kasus malaria endemik sehingga dapat ditentukan alternatif pemecahan masalah penyakit malaria di wilayah kerjanya.

(35)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Malaria

2.1.1 Definisi

Malaria adalah penyakit yangdisebabkan olehparasit yang disebutPlasmodium, yangditularkanmelaluigigitan nyamuk yang terinfeksiPlasmodium. Dalamtubuh manusiaPlasmodiumberkembang biak dihati,

kemudianmenginfeksisel-seldarah merah(WHO, 2012d). Mengacu dari pengertian tersebut, malaria dapat didefenisikan sebagai penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles dengan gambaran penyakit berupa demam yang sering periodik, anemia, pembesaran limpa dan berbagai kumpulan gejala oleh karena pengaruhnya pada beberapa organ misalnya otak, hati dan ginjal.

(36)

oleh Patrick Manson dapat dibuktikan bahwa nyamuk adalah vektor penular malaria. Pada tahun 1890, Giovanni Batista Grassi dan Raimondo Feletti adalah dua peneliti Italia yang pertama kali memberi nama dua parasit penyebab malaria pada manusia, yaitu Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae. Pada tahun 1897 seorang Amerika bernama William H. Welch memberi nama parasit penyebab malaria tropika sebagai Plasmodium falciparum dan pada 1922 John William Watson Stephens menguraikan nama parasit malaria keempat, yaitu Plasmodium ovale (Harijanto, 2000a). Walaupun begitu, studi terbaru telah menemukan suatu spesies Plasmodium baru yang menyerang primata dan bisa menginfeksi manusia. Spesies Plasmodium

yang kelima ini dikenali sebagai Plasmodium knowlesi (Marano et al, 2009).

2.1.2 Etiologi

Penyebab penyakit malaria adalah parasit malaria, suatu protozoa dari Genus

Plasmodium. Parasit tersebut menyebar ke manusia melalui gigitan nyamuk

Anopheles, yang disebut vektor malaria. Sampai saat ini dikenal 5 jenis spesies

plasmodium penyebab malaria pada manusia, yaitu (CDC, 2013a):

a. Plasmodium falciparum, adalah parasit malaria yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis di dunia. Diperkirakan setiap tahunnya ada 1 juta orang yang terbunuh akibat parasit ini, terutama di Afrika. Plasmodium falciparum

adalah penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria yang berat, karena memiliki kemampuan melipat ganda secara cepat dalam darah sehingga dapat menyebabkan anemia. Selain itu Plasmodium falciparum

(37)

menyebabkanmalaria serebral dengankomplikasiyang dapatberakibat fatal (kematian).

b. Plasmodium vivax, adalah parasit malaria penyebab malaria tertiana yang kebanyakan ditemukandi Asia, Amerika Latin, dan beberapabagian di Afrika. Karena padatnya penduduk terutama di Asia menyebabkan Plasmodium vivax

merupakan parasit malariayang paling umumditemukan pada manusia.Plasmodium vivaxmemilikitahapandormansi dalam hati(hypnozoites) yang dapataktif danmenyerangdarah(relapse) dalam beberapa bulanatau tahunsetelahgigitan nyamukyang terinfeksi.

c. Plasmodium malariae, adalah penyebab malaria quartana yang ditemukan di seluruh dunia. Plasmodium malariae adalah satu-satunyaspesiesparasitmalariapada manusia yangmemiliki siklusquartan(siklus tiga hari), sedangkantigaspesieslainnyamemiliki siklustertiana(siklus dua hari). Infeksi Plasmodium malariaemampubertahan dalam waktu yang lama jika tidak diobati.Dalam beberapa kasus, infeksikronis dapatberlangsung seumur hidup. Pada beberapa pasienkronisyang terinfeksiPlasmodium malariaedapatmenyebabkan komplikasiyang seriussepertisindromnefrotik. d. Plasmodium ovale, adalah parasit malaria yang menyebabkan malaria ovale

tetapi jenis ini jarang dijumpai. Plasmodium ovalebanyak ditemukandi Afrika(terutama Afrika Barat) danpulau-pulaudi PasifikBarat.Plasmodium ovale secara biologisdanmorfologissangat mirip denganPlasmodium vivax.

(38)

darahduffy (salah satu penggolongan darah selain ABO dan Rh) sedangkan

Plasmodium vivax tidak. Golongan darahduffy banyak ditemukan pada penduduk Sub-Sahara Afrika. Hal inimenjelaskanprevalensi infeksi

Plasmodium ovale banyak terjadi di sebagian besarAfrika.

e. Plasmodium knowlesi merupakan parasit malaria baru yang bisa menginfeksi manusia. Plasmodium knowlesi ditemukandi seluruh Asia Tenggarasebagaipatogenalamidari keraekor panjangdan babi. Baru-baru iniini

Plasmodium knowlesi terbukti menjadipenyebab signifikanmalariazoonosis, terutama diMalaysia. Plasmodium knowlesi memiliki siklusreplikasi24jam dan begitu cepatdapat berkembangmenjadiinfeksiyang parah.Kasus kematian akibat infkesi Plasmodium knowlesi telah dilaporkan terjadi di Malaysia.

2.1.3 Siklus Hidup Parasit Malaria

(39)
[image:39.612.117.523.108.341.2]

Gambar 2.1 Siklus Hidup Parasit Malaria

Sumber: CDC, 2013b

Pada gambar di atas, dapat dijelaskan siklus hidup parasit malaria sebagai berikut:

a. Siklus pada manusia

(40)

hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif kembali sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).

Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit menjadi skizon (8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual (gatosit jantan dan betina).

b. Siklus pada nyamuk Anopheles betina

(41)

Menurut Harijanto (2000a), perbedaan siklus hidup keempat jenis

[image:41.612.116.526.239.391.2]

Plasmodium berdasarkan lama stadium pre-eritrosit, diameter skizon pre-eritrosit, jumlah merozoit dan masa inkubasinya dijelaskan dalam Tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Bentuk-Bentuk Plasmodium Keempat Spesies Plasmodium Manusia

Spesies

Lama Stadium

Pre-Eritrosit

Diameter Skizon

Pre-Eritrosit

Jumlah Merozoit

Masa Inkubasi

Plasmodium

vivax 6-8 hari 45 μm 10.000 9-14 hari

Plasmodium

malariae 14-16 hari 55 μm 15.000 12-17 hari

Plasmodium

ovale 9 hari 60 μm 15.000 16-18 hari

Plasmodium

falciparum 5-7 hari 60 μm 30.000 18-24 hari

Selain perbedaan pada tabel di atas, CDC (2013a) juga memperlihatkan perbedaan bentuk tropozoit dari masing-masing parasit malaria, seperti pada Gambar 2.2 di bawah ini:

[image:41.612.129.512.488.592.2]

(a) (b) (c) (d) (e)

Gambar 2.2 Perbedaan Bentuk Tropozoit Kelima Parasit Malaria

Gambar di atas menunjukkan bahwa (a) adalah gambar tropozoit dari

(42)

tebal tidak teratur dan kromatin 1-2 titik. Gambar (c) menunjukkan tropozoit dari

Plasmodium ovale yang berbentuk cincin tebal dan kromatin 1 titik. Gambar (d) menunjukkan tropozoit dari Plasmodium malariae yang berbentuk cincin tebal dan kromatin 1 titik. Gambar (e) menunjukkan tropozoit dari Plasmodium knowlesi yang berbentuk cincin tebal dan kromatin 1 titik.

2.1.4 Patogenesis

Patogenesis malaria sangat kompleks, dan seperti patogenesis penyakit infeksi pada umumnya melibatkan faktor parasit, faktor penjamu, dan lingkungan. Ketiga faktor tersebut saling terkait satu sama lain, dan menentukan manifestasi klinis malaria yang bervariasi mulai dari yang paling berat, yaitu malaria dengan komplikasi gagal organ, malaria ringan tanpa komplikasi, atau yang paling ringan, yaitu infeksi asimtomatik (Harijanto, 2000b).

Tanda dan gejala klinis malaria yang timbul bervariasi tergantung pada berbagai hal antara lain usia penderita, cara transmisi, status kekebalan, jenis plasmodium, infeksi tunggal atau campuran. Selain itu yang tidak kalah penting adalah kebiasaan menggunakan obat anti malaria yang kurang rasional yang dapat mendorong timbulnya resistensi. Berbagai faktor tersebut dapat mengacaukan diagnosis malaria sehingga dapat disangka demam tifoid atau hepatitis, terlebih untuk daerah yang dinyatakan bebas malaria atau yang Annual Parasite Incidence–nya rendah (Depkes RI, 2009b).

(43)

prodromal berupa malaise, sakit kepala, nyeri pada tulang atau otot, anoreksia, mual, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan ini sering terjadi pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sedangkan Plasmodium falciparum dan Plasmodium malariae keluhan prodromal tidak jelas bahkan gejala dapat mendadak (Harijanto, 2000a).

Demam periodik berkaitan dengan saat pecahnya schizon matang (sporolasi). Pada malaria tertiana (Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale), pematangan

schizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3, sedangkan malaria kuartana (Plasmodium malariae) pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Gejala klasik malaria biasanya terdiri atas 3 (tiga) stadium yang berurutan, yaitu (Depkes RI, 2009b):

a. Stadium dingin (Cold stage)

Penderita akan merasakan dingin menggigil yang amat sangat, nadi cepat dan lemah, sianosis, kulit kering, pucat, kadang muntah. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.

b. Stadium demam (Hot stage)

(44)

c. Stadium berkeringat (Sweating stage)

Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali. Hal ini berlangsung 2-4 jam. Meskipun demikian, pada dasarnya gejala tersebut tidak dapat dijadikan rujukan mutlak, karena dalam kenyataannya gejala sangat bervariasi antar manusia dan antar Plasmodium.

Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria, dan lebih sering dijumpai pada penderita daerah endemik terutama pada anak-anak dan ibu hamil. Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia karena Plasmodium falcifarum. Anemia di sebabkan oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan. eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time) dan gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang (Mansjoer, 2001).

(45)

2.1.5 Diagnosis Malaria

Malariaharus segeradidiagnosis sehinggapenderita dapat segera diobatiuntuk mencegahpenyebaran lebih lanjut dariinfeksimalaria di masyarakatluas. Malariaharus dianggap sebagaimasalah kesehatan potensial. Hal ini karena keterlambatandiagnosisdan pengobatanmerupakan penyebabutama kematianpada penderitamalaria. Malariadapat dideteksiberdasarkan riwayatperjalananpasien, gejala, dantemuan fisikpadapemeriksaan. Namun, untukdiagnosis pasti, tes laboratoriumpaling baik digunakan (CDC, 2013c).

CDC (2013c) menyebutkan bahwa ada 2 hal yang menyebabkan diagnosismalariamenjadi sulit, yaitu:

a. Di daerah yang bukan endemik malaria, petugas kesehatanmungkin tidak begitu akrabdengan malaria. Di daerah seperti ini dokter sering salah mempertimbangkan diagnosis malaria. Laboratorian juga terkadang gagal mendeteksi parasit malaria karena kurangnya pengalaman dengan malaria. b. Didaerah endemis malaria, penularan malariabegitu sering, terkadang

sebagianbesarpenduduk terinfeksitetapi tidakmuncul gejala-gejala klinisnya. Orang yang terinfeksi tersebut telah memiliki kekebalan terhadap malaria, namun tidak dari infeksi malaria. Dalam kasus ini, menemukan parasit malaria pada orang yang sakit tidak begitu berarti.

(46)

itu positif malaria atau tidak yaitu pemeriksaan darah tepi (tipis/tebal) dengan mikroskop dan deteksi antigen (Harijanto, 2000a).

Meskipun sangat sederhana pemeriksaan darah tepi dengan mikroskop merupakan gold standard dan menjadi pemeriksaan terpenting yang tidak boleh dilupakan. Interpretasi yang didapat dari hasil pemeriksaan darah tepi adalah jenis dan kepadatan parasit (Guerin, 2002).

Deteksi antigen digunakan apabila tidak tersedia mikroskop untuk memeriksa preparat darah tepi atau pada daerah yang sulit dijangkau dan keadaan darurat yang perlu diagnosis segera. Teknik yang digunakan untuk deteksi antigen adalah immunokromatografi dengan kertas dipstick yang dikenal dengan Rapid Diagnostic Test (RDT). Alat ini dapat mendeteksi antigen dari Plasmodium falciparum dan non

falciparum terutama Plasmodium vivax (Harijanto, 2000a).

2.1.6 Malaria Relaps

Istilah relaps telah digunakan secara luas dalam dunia kedokteran yang berarti kambuh atau adanya serangan ulang dari suatu penyakit setelah serangan pertama hilang atau sembuh. Istilah ini juga digunakan untuk penyakit malaria, namun sedikit lebih spesifik (Cogswell, 1992).

Relaps pada penyakit malaria dapat bersifat :

(47)

b. Rekurens (atau relaps jangka panjang) yang timbul karena parasit daur eksoeitrosit (yang dorman, hipnozoit) dari hati masuk dalam darah dan menjadi banyak, sehingga demam timbul lagi dalam waktu 24 minggu atau lebih setelah serangan pertama hilang (Prabowo, 2004).

Marchoux (1979) dalamCogswell (1992) menjelaskan mekanisme terjadinya relaps pada penyakit malaria sebagai berikut:

a. Pada akhir fase praeritrosit, skizon pecah, merozoit keluar dan masuk ke dalam peredaran darah. Sebagian besar menyerang eritrosit yang berada di sinusoid hati tetapi beberapa di fagositosis. Pada Plasmodium vivax dan

Plasmodium ovale, sebagian sporozoit yang menjadi hipnozoit setelah beberapa waktu (beberapa bulan hingga 5 tahun) menjadi aktif kembali dan mulai dengan skizogoni eksoeritrosit sekunder. Proses ini dianggap sebagai timbulnya relaps jangka panjang (long term relaps) atau rekurens (recurrence).

b. Dalam perkembangannya Plasmodium falciparum dan Plasmodium malariae

(48)

yang panjang kadang dijumpai pada Plasmodium malariae yang disebabkan oleh stadium eritrositik yang menetap dalam sirkulasi mikrokapiler jaringan. Timbulnya relaps atau serangan ulang pada penderita malaria berkaitan dengan keadaan berikut:

a. Tidak efektifnya respon imun dari penderita.

Suatu kenyataan bahwa terjadinya penyakit akan menimbulkan respons imun dari hospes yaitu dengan adanya reaksi radang, hal tersebut bergantung pada derajat infeksinya. Terjadinya relaps dan timbulnya penyakit erat hubungannya dengan rendahnya titer antibodi atau peningkatan kemampuan parasit melawan antibodi tersebut. Respon imun terhadap malaria bersifat spesies spesifik, seseorang yang imun terhadap Plasmodium vivax akan terserang penyakit malaria lagi bila terinfeksi oleh Plasmodium.

b. Pengobatan yang tidak sempurna

(49)

c. Reinfeksi atau terpapar dengan gigitan nyamuk yang berulang

Penyebab terjadinya serangan ulang yang paling sering terutama di daerah endemis adalah adanya reinfeksi atau infeksi ulang yang terjadi segera setelah penderita menyelesaikan pengobatannya. Reinfeksi bisa terjadi 14 hari setelah pengobatan. Hal ini dimungkinkan bila lingkungan penderita mendukung berkembangnya vektor malaria sehingga penderita selalu terpapar dengan gigitan nyamuk yang infektif (Omunawa, 2002).

Masalah malaria menjadi semakin sulit untuk diatasi dan diperkirakan akan menjadi hambatan bagi keberhasilan pembangunan kesehatan, oleh karena kejadian kesakitan dapat berlangsung berulang kali dan menyebabkan kelemahan fisik bagi penderitanya. Kerugian semakin terasa bila kelompok usia produktif yang terkena, mengingat mereka adalah tenaga pembangunan utama.

Menurut Gani (2000), kerugian jangka pendek yang ditimbulkan akibat malaria dapat mencapai 11% sampai dengan 49% dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) di beberapa Kabupaten/Kota. Pada dimensi jangka panjangnya, ternyata akibat malaria tidak kalah hebat. Ia akan menyebabkan gangguan kesehatan ibu dan anak, intelegensia, produktivitas angkatan kerja, serta merugikan kegiatan pariwisata.

2.1.7 Penatalaksanaan Malaria

(50)

disebabkan oleh Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae atau

Plasmodium knowlesi, infeksi bisa diobati dengan obat standar yaitu klorokuin (Roe et al, 2009). Harga murah dan ketersediaan klorokuin menyebabkannya sebagai antimalarial yang paling sering digunakan. Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, dan Plasmodium malariae hampir selalu sensitif terhadap obat ini dan hanya beberapa strain Plasmodium vivax dari daerah Oceania yang resistan (Finch et al, 2005). Roe (2009) mengatakan bahwa vaquone dan proguanil, atau meflokuin, ataupun kuinin tambah tetrasiklin dapat diberi pada kasus Plasmodium vivax yang resisten. Primakuin digunakan untuk mengeradikasi hipnozoit yang menyebabkan relaps. Menurut Marano (2009), Plasmodium knowlesi sensitif terhadap semua obat antimalarial yang biasa digunakan dan tidak memerlukan regimen pengobatan yang khas.

Terdapat peningkatan resistensi terhadap klorokuin dan sulfadoksin pada infeksi malaria falciparum sehingga obat-obatan tersebut tidak bisa digunakan sebagai pengobatan infeksi tersebut. Infeksi malaria falciparum ringan sering diobati dengan kombinasi obat atovaquone dan proguanil, artemether dan lumefantrin yang bisa ditoleransi lebih baik daripada penggunaan kuinin. Meflokuin juga bisa digunakan sebagai pengobatan infeksi malaria ringan (Roe et al, 2009).

(51)

terbaru oleh karena obat ini mempunyai efektivitas yang lebih tinggi serta efek samping yang kurang berbanding dengan kuinidin. WHO merekomendasikan artesunate secara intravena sebagai pilihan pengobatan untuk orang dewasa dan kanak-kanak yang terinfeksi dengan malaria berat di kawasan dengan kadar penularan yang rendah. Pada daerah dengan kadar penularan yang tinggi, juga direkomendasikan pengobatan dengan artesunate, artemether atau kuinin.

Malaria berat ataupun hitung parasit yang melebihi 1% pada pasien non-imun merupakan suatu keadaan gawat darurat. Kuinin harus diberikan secara intravena dengan segera. Fasilitas perawatan intensif seperti ventilasi mekanik dan dialisis mungkin diperlukan. Anemia berat mungkin akan memerlukan transfusi darah. Pemantauan yang teliti terhadap keseimbangan cairan merupakan hal yang penting oleh karena edema paru dan gagal ginjal pre-renal sering berlaku pada keadaan seperti ini (Finch et al, 2005).

2.1.8 Pencegahan Malaria

Seperti kebanyakan penyakit vektor, pengontrolan malaria bergantung pada kombinasi pengobatan penyakit, eradikasi vektor, dan perlindungan terhadap gigitan nyamuk yang berupa vektor malaria. Eradikasi vektor biasanya dicapai dengan penggunaan insektisida, menyemprot rumah-rumah dengan DDT (dichloro diphenyl trichloroethane) yang merupakan pestisida sintetik, ataupun dengan pengontrolan habitat seperti drainase rawa (Finch et al, 2005).

(52)

perilaku untuk mengurangi paparan terhadap nyamuk, misalnya tinggal di dalam pada senja sampai fajar, menggunakan barrier clothing, penggunaan kelambu yang telah disemprot dengan insektida, dan penggunaan mosquito repellent yang efektif.

Mosquito repellent yang digunakan harus mengandung 30%-50% DEET (N,N-diethyl-3-methylbenzamide) dan dioleskan pada kulit setiap 4-6 jam.

Sampai saat ini, tidak terdapat vaksin yang efektif untuk malaria (Finch et al, 2005). Menurut Chen (2006), kebanyakan chemoprophylaxis regimen memberi proteksi sebanyak 75% - 95%. Tidak terdapat chemoprophylactic regimen yang 100% efektif, walaupun obat tersebut dikonsumsi dengan teratur dan baik. Walaupun begitu, chemoprophylaxis antimalarial dapat mengurangkan keparahan infeksi jika seseorang digigit oleh nyamuk yang terinfeksi. Berdasarkan itu, profilaksis malaria dianjurkan untuk orang yang berpergian ke tempat endemis malaria. Orang yang baru pulang dari tempat endemis malaria dan menderita demam harus segera bertemu dokter untuk pemeriksaan.

2.2 Faktor-Faktor yang Berperan dalam Terjadinya Malaria

(53)

2.2.1 Faktor Internal

2.2.1.1 Karakteristik Penderita Malaria a. Umur

Penyakit malaria pada umumnya dapat menyerang semua golongan umur, dan anak-anak lebih rentan terhadap infeksi parasit malaria. Namun bayi di daerah endemik malaria mendapat perlindungan antibodi maternal yang diperoleh secara transplasental. Telah diamati bahwa ada pengaruh spesies Plasmodium terhadap penyebaran malaria pada berbagai kelompok umur, yaitu: Plasmodium vivax lebih banyak dijumpai pada kelompok umur muda, kemudian diikuti oleh Plasmodium malaria dan Plasmodium falciparum (Harijani, 1992).

b. Jenis Kelamin

Infeksi malaria tidak membedakan jenis kelamin, perbedaan angka kesakitan malaria pada laki-laki dan perempuan dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain pekerjaan, pendidikan, migrasi penduduk dan kekebalan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respons imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan menambah risiko untuk terjadinya infeksi malaria (Depkes RI, 1999 dan Harijanto, 2000a).

c. Pendidikan

(54)

kecerdasan, pengetahuan, dan keterampilan. Tingkat pendidikan sangat menentukan daya nalar seseorang yang lebih baik sehingga memungkinkan untuk menyerap informasi-informasi juga dapat berpikir secara rasional dalam menanggapi suatu informasi atau masalah yang dihadapi.

Penelitian yang dilakukan oleh Saifuddin (2004), di Kabupaten Bireuen, menunjukkan bahwa kejadian malaria sebagian besar terjadi pada kelompok umur 15–49 tahun (36,4%), menyerang lebih banyak laki-laki (56,8%), dan terbanyak berpendidikan rendah (97%) serta terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dan pendidikan responden dengan kejadian malaria.

d. Pekerjaan

Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang. Pekerjaan lebih banyak dilihat dari kemungkinan keterpaparan khusus dan derajat keterpaparan tersebut serta besarnya resiko menurut sifat pekerjaan juga akan berpengaruh pada lingkungan kerja dan sifat sosial ekonomi karyawan pada pekerjaan tertentu (Notoatmodjo, 2003a).

Hal ini sesuai dengan penelitian Piyarat (1986) yang menyatakan bahwa orang yang tempat bekerjanya di hutan mempunyai risiko untuk tertular penyakit malaria karena di hutan merupakan tempat hidup dan berkembangbiaknya nyamuk Anopheles

(55)

2.2.1.2Perilaku Kesehatan

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup berperilaku karena mereka semua mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai kegiatan yang sangat luas sepanjang kegiatan yang dilakukannya, yaitu antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan seterusnya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati dari luar (Notoatmodjo, 1993).

Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya menyangkut pengetahuan, dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan (Notoatmodjo, 2003b).

(56)

1. Perilaku sehat (Healthy behavior)

Perilaku sehat adalah perilaku-perilaku berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya, antara lain makan dengan menu seimbang, melakukan kegiatan fisik secara teratur dan cukup, tidak merokok dan meminum minuman keras serta menggunakan narkoba, istirahat yang cukup, mengatasi atau mengendalikan stres dan memelihara gaya hidup positif untuk kesehatan.

2. Perilaku sakit (Illness behavior).

Perilaku sakit adalah bentuk tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan. Faktor pencetus perilaku sakit adalah faktor persepsi dipengaruhi oleh medis dan sosial budaya, intensitas gejala (menghilang atau terus menetap gejala), motivasi individu untuk mengatasi gejala dan sosial psikologis yang mempengaruhi respon sakit.

3. Perilaku peran orang sakit (The sick role behavior)

(57)

dokter, ekonomi keluarga yang sulit, sosial budaya masyarakat dan minimnya informasi kesehatan.

Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni:

a. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

b. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Bloom (1956) dalam Notoatmodjo (2005) membagi perilaku manusia itu ke dalam tiga domain yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (pshycomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni :

a. Pengetahuan (knowledge)

(58)

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2005).

Menurut Notoatmodjo (2005), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:

a.1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

a.2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

a.3. Aplikasi (application)

(59)

sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

a.4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

a.5. Sintesis (synthetis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

a.6. Evaluasi (evaluation)

(60)

b. Sikap (attitude)

Menurut Notoatmodjo (2005), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak, berpersepsi dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan, situasi atau kelompok.

Sikap mengandung daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro dan kontra terhadap sesuatu, menentukan apakah yang disukai, diharapkan dan diinginkan, mengesampingkan apa yang tidak diinginkan dan apa yang harus dihindari. Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari beberapa tingkatan (Notoatmodjo, 2005) yaitu:

b.1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau memperhatikan stimulus yang diberikan. Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah.

b.2. Menanggapi (responding)

(61)

b.3. Menghargai (valuing)

Mengahargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus. Dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi orang lain.

b.4. Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tindakannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek yang bersangkutan. Pertanyaan secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan kata “setuju” atau “tidak setuju” terhadap pertanyaan-pertanyaan terhadap objek tertentu.

c. Praktek atau tindakan (practice).

(62)

Menurut Notoatmodjo (1993), tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari tubuh setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Secara logis, sikap dapat dicerminkan dalam suatu bentuk tindakan namun tidak pula dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis. Tindakan terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu :

c.1. Persepsi, mengenal dan memilih suatu objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

c.2. Respon terpimpin, dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar.

c.3. Mekanisme, apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan.

c.4. Adopsi, suatu tindakan yang sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

(63)

behaviour), perilaku sekarang (current behaviour) dan perilaku yang diharapkan (expected behaviour).

Bentuk perilaku ideal yang berkaitan dengan kejadian malaria pada individu atau keluarga disuatu daerah endemis antara lain:

1. Perilaku ideal yang berkaitan dengan pencegahan malaria adalah :

a. Malam hari berada di dalam rumah dan bila keluar rumah selalu memakai obat anti nyamuk oles (repellent) atau mengenakan pakaian yang tertutup. b. Menggunakan obat anti nyamuk atau kelambu waktu tidur malam hari. c. Tidak menggantungkan pakaian bekas di dalam kamar/rumah.

d. Mengupayakan keadaan dalam rumah tidak gelap dan lembab dengan memasang genting kaca dan membuka jendela pada siang hari.

e. Memasang kawat kasa di semua lubang/ventilasi dan jendela untuk mencegah nyamuk masuk ke dalam rumah.

f. Membuang air limbah di saluran air limbah agar tidak menyebabkan genangan air yang menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk.

g. Melestarikan hutan bakau di rawa-rawa sepanjang pantai. h. Menjauhkan kandang ternak dari rumah/tempat tinggal.

i. Membunuh jentik nyamuk dengan menebarkan ikan pemakan jentik (kepala timah, gupi, mujair) pada mata air, saluran irigasi tersier, sawah, anak sungai yang dangkal, rawa-rawa pantai dan tambak ikan yang tidak terpelihara.

(64)

2. Perilaku ideal berkaitan dengan pengobatan malaria antara lain: a. Segera ke tempat pelayanan kesehatan bila demam.

b. Bersedia diperiksa sediaan darah.

c. Minum obat sesuai anjuran petugas kesehatan.

3. Perilaku sekarang adalah perilaku yang dilakukan saat ini yang dapat diidentifikasi melalui observasi langsung atau wawancara baik langsung atau tidak langsung. Perilaku ini bisa sesuai atau bertentangan dengan perilaku ideal atau perilaku yang diharapkan (Daulay, 2006).

2.2.2 Faktor Eksternal

2.2.2.1Faktor Lingkungan

Lingkungan berperan dalam pertumbuhan vektor penular malaria, menurut Harijanto (2000a) ada beberapa faktor lingkungan yang sangat berperan yaitu :

a. Lingkungan fisik

Faktor geografi dan meteorologi di Indonesia sangat menguntungkan transmisi malaria di Indonesia. Pengaruh suhu ini berbeda pada setiap spesies. Pada suhu 26,7°C masa inkubasi ekstrinsik adalah 10-12 hari untuk Plasmodium falciparum dan 8-11 hari untuk Plasmodium vivax, 14-15 hari untuk

Gambar

Gambar 2.1 Siklus Hidup Parasit Malaria
Tabel 2.1  Bentuk-Bentuk Plasmodium Keempat Spesies Plasmodium Manusia
Gambar 2.3  Kerangka Teori
Gambar 2.4  Kerangka Konsep
+7

Referensi

Dokumen terkait

Uji coba dilakukan dalam dua tahap, yang pertama yaitu dilakukan pencarian rute minimum pada data sampel menggunakan program aplikasi dengan metode heuristic

Atas dasar harga berlaku, sektor ekonomi yang menunjukkan nilai tambah bruto yang terbesar pada triwulan I-2013 adalah sektor pertambangan dan penggalian sebesar 4,56 triliun

Penerapan standar memerlukan prasarana teknis dan institusional meliputi standar produk dan standar pendukungnya (cara uji, cara pengukuran, dsb), lembaga penilaian

20. Amalu Ahlil Madinah : Khas Mazhab Maliki Yang Paling menonjol dan membedakan dengan mazhab lain adalah penggunaan amalu ahlil Madinah. Imam Malik hidup di Madinah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan umur masak polong, maka plasma nutfah kedelai yang diuji dapat dipilah ke dalam empat kelompok, yaitu berumur genjah (70–79

 Perlindungan terhadap hidrolisis dapat dilakukan dengan cara menghilangkan air, sehingga obat disimpan dalam bentuk kering atau pun disuspensikan dalam bubuk yang tidak larut

Indikator kinerja dalam penelitian ini menggunakan media kelereng dan batu kerikil dapat meningkat kemampuan berhitung awal pada siswa kelas 1 SD Negeri 1 Sumurgede dengan