Lampiran 1
FORMULIR
UJI KESUKAAN (UJI HEDONIK)
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Petunjuk
1. Cicipilah sampel nugget satu persatu.
2. Berikan penilaian anda dengan cara mengisi kolom kode sampel pada tabel berdasarkan tingkat kesukaan anda (lihat keterangan yang ada dibawah tabel).
3. Netralkan indera pengecap anda dengan air putih setelah selesai mencicipi satu sampel.
Indikator Kode sampel
J1 J2
Aroma Warna Rasa Tekstur
Keterangan : Keterangan untuk warna : - Sangat suka = 4 Sangat menarik = 4
- Suka = 3 Menarik = 3
Lampiran 3
Hitungan AKG Nugget dengan Penambahan Jantung Pisang Kepok
Angka kecukupan protein, lemak, serat dan fosfor yang dianjurkan untuk
orang Indonesia (per orang per hari), dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel L. 1. Angka Kecukupan Zat Gizi per orang per hari
Protein (gr) Lemak (gr) Serat (gr) Fosfor (mg)
Kandungan gizi pada satu potong nugget dengan berat 37,5 gram dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel L. 2. Hasil Analisis Kandungan Gizi Nugget per 37,5 gram bahan
No. Zat Gizi J1 J2
1. Protein 3,45 4,01
2. Lemak 0,79 0,67
3. Serat pangan 1,33 2,47
4. Fosfor 0,12 0,04
Berdasarkan tabel L.2 hasil kandungan gizi nugget, dapat dihitung energi
yang dihasilkan dari protein dan lemak pada konsumsi nugget per satu potong, yaitu :
Energi pada Nugget perlakuan J1
Protein = 3,45 gram , Energi yang dihasilkan = 3,45 x 4 = 13,8 kkal Lemak = 0,79 gram, Energi yang dihasilkan = 0,79 x 9 = 7,11 kkal
Protein = 4,01 gram , Energi yang dihasilkan = 4,01 x 4 = 16,04 kkal Lemak = 0,67 gram, Energi yang dihasilkan = 0,67 x 9 = 6,03 kkal
Catatan :
- 1 kkal protein = 4 gram protein - 1 kkal lemak = 9 gram lemak
Konsumsi normal serta aman untuk nugget agar tidak melebihi kebutuhan protein, lemak, serat dan fosfor per hari, pada masing-masing kelompok umur
yaitu :
- Anak- anak, nugget perlakuan J1 = maksimal 4 potong nugget nugget perlakuan J2 = maksimal 10 potong nugget
- Remaja laki-laki, nugget perlakuan J1 = maksimal 10 potong nugget
nugget perlakuan J2 = maksimal 14 potong nugget
- Remaja perempuan, nugget perlakuan J1 = maksimal 10 potong nugget nugget perlakuan J2 = maksimal 12 potong nugget
- Dewasa laki-laki, nugget perlakuan J1 = maksimal 5 potong nugget
nugget perlakuan J2 = maksimal 12 potong nugget
- Dewasa perempuan, nugget perlakuan J1 = maksimal 5 potong nugget
nugget perlakuan J2 = maksimal 11 potong nugget
- Lansia laki-laki, nugget perlakuan J1 = maksimal 5 potong nugget
nugget perlakuan J2 = maksimal 9 potong nugget
- Lansia perempuan, nugget perlakuan J1 = maksimal 5 potong nugget
Lampiran 4
Perhitungan Nilai Ekonomis Nugget dengan Penambahan Jantung Pisang - Jantung Pisang Kepok Segar ± 700 gram = Rp. 5.000,-
Perhitungan harga nugget dengan penambahan jantung pisang dalam 300 gr bahan.
Ukuran Bahan Pembuatan Nugget Ayam Kombinasi
Bahan J1 J2
- Dari semua ukuran bahan yang digunakan menghasilkan nugget dengan berat adonan seluruhnya adalah 600 gram.
No. Bahan
Harga (Rp)
J1 J2
1. Jantung pisang Rp. 800,- Rp. 1.500,- 2. Daging Ayam Rp. 6.500,- Rp. 5.000,- 3. Tepung terigu Rp. 1.000,- Rp. 1.000,-
4. Telur Rp. 1.500,- Rp. 1.500,-
5. Bawang putih Rp. 500,- Rp. 500,-
6. Merica Rp. 500,- Rp. 500,-
7. Tepung panir Rp. 3.000,- Rp. 3.000,- 8. Minyak goreng Rp. 6.500,- Rp. 6.500,-
Total Rp. 20.300,- Rp. 19.500,-
- Total harga dalam pembuatan nugget perlakuan J1 adalah Rp. 20.000,-
- Harga per satu potong nugget adalah Rp. 1.250,-
Lampiran 8
Dokumentasi Penelitian
Gambar : Jantung Pisang Kepok Gambar : Irisan Jantung Pisang
Gambar : Perebusan Irisan Jantung Gambar : Jantung Pisang Kepok
Pisang Kepok dihaluskan
Gambar : Pencampuran bahan menjadi adonan
Gambar : Pengukusan Adonan Gambar : Nugget yang telah
Nugget dikukus
Gambar : Potongan Nugget Gambar : Nugget yang
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, Y. 2008. Nugget. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Almatsier, S. 2003. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta : Gramedia Pustaka
Astawan, I.M. 1998. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. Akademi Presindo. Jakarta.
Astawan, I.M. 2006. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta Astawan, I.M. 2007. Nugget Ayam Bukan Makanan Sampah.
http://64.203.71.11/kesehatan/news/0508/0/130052.htm. Diakses tanggal 26 Juli 2007
Astawan, I.M. 2008. Pisang Sebagai Buah Kehidupan. www.edukasi.kompas.com. Diakses tanggal 17 Agustus 2008
Astawan, I.M. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-Bijian. Depok : Penebar Swadaya
Azwar, A. 1995. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. PT. Mutiara Sumber Widya. Jakarta
BPS. 2012. Produksi Buah-Buahan di Indonesia 1995-2012. BPS. Jakarta
Badan Standarisasi Nasional. 2002. Nugget Ayam. SNI 01-6683- 2002. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional.
Direktorat Gizi Depkes RI. 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.
Farhana, A. 2013. Pemanfaatan Jantung Pisang Kepok Kuning (Musa paradisiaca), Tepung Kedelai dan Tepung Tapioka sebagai Bahan Tambahan Pada Bakso Daging Sapi. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta Fitri, S.J. 2011. Kebiasaan konsumsi fast food pada siswa yang berstatus gizi
lebih di SMA Kartini Batam. Skripsi. Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Heath, H. B. 1981. SourceBook of Flavors. AVI Publishing Company: Westport, Connecticut
Jaclyn, S. 2012. What’s in your chicken nugget. Edisi pertama, The Rossen Publishing Group.Inc, Newyork.
Kartika dkk. 1998. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta : UGM Kaleka, N. 2013. Pisang Pisang Komersial. PT. Gramedia, Surakarta
Kementrian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta : Bakti Husada
Khomsan, A. 2007. Sehat Dengan Makanan Berkhasiat. Jakarta : Kompas Medanense, H. 2011. Klasifikasi Pisang Kepok. Universitas Sumatera Utara
Munadjim, 1983. Teknologi Pengolahan Pisang. PT. Gramedia, Jakarta. Nio, O.K. 1992. Daftar Analisa Bahan Makanan. UI-Press, Jakarta.
Nurhadi, B. dan Nurhasanah, S. 2010. Sifat Fisik Bahan Pangan. Bandung : Widya Padjadjaran
Nurmalina, R. 2011. Pencegahan & Manajemen Obesitas. Elex Media Komputindo, Bandung.
Nurzainah, G. dan Namida, U. 2005. Pengunaan Bahan Pengisi Pada Nugget Itik Air. http://www.repository.usu.ac.id. Diakses tanggal 8 Mei 2011 Palungkun, R. dan Budiarti, A. 1992. Bawang Putih Dataran Rendah. Penebar
Swadaya, Jakarta
Piliang, W.G dan S. Djojosoebagio. 1996. Fisiologi Nutrisi Edisi Kedua. Jakarta: UI- Press
Prabawati, S., Suyanti dan Setyabudi, D.A. 2008. Teknologi Pascapanen dan Teknik Pengolahan Buah Pisang. Penyunting: Wisnu Broto. Balai
Besar Penerbitan dan Pengembangan Pertanian
Prayitno,S. dan Susanto T. 2001. Kupang dan makanan tradisional Sidoarjo. Surabaya: Trubus Agriasasana.
Pujimulyani, D. 2009. Teknologi Pengolahaan Sayur dan Buah-buahan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Rahayu, W.P. 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Bogor.
Redaksi. Agro Media. 2009. Budidaya Tanaman Buah Unggul Indonesia. Jakarta : Agro Media Pustaka
Rimbawan dan Siagian, A. 2004. Indeks Glikemik Pangan. Jakarta : Penebar Swadaya
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). 2013. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Tahun 2013
Santoso, A. 2011. Serat Pangan (Dietary Fiber) Dan Manfaatnya Bagi
Kesehatan. Fakultas Teknologi Pertanian.
http://journal.unwidha.ac.id/index.phpmagistra/article/viewfile/74/36. Diakses tanggal 8 februari 2016
Sari, N.K. 2010. Analisa Instrumentasi. Cetakan Pertama. Klaten : Yayasan Humaniora
Satuhu, S. dan Supriyadi, A. 2004. Budi daya, Pengolahan dan Prospek Pasar Pisang. Penebar Swadaya. Jakarta.
Setyaningsih, D., Apriyanto, A., dan Sari, M.P. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor : IPB Press
Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhatara Karya Aksara. Jakarta.
Soewitomo, S. 2009. 1000 Resep Makanan & Kue Sisca Soewitomo yang Paling Dicari. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Solihin, M. A. 2005. Substitusi Tepung Terigu dengan Pati Sagu dalan Proses Pembuatan Cake. Skripsi. Riau : Fakultas Teknologi Agrikultur Universitas Riau
Sulistijani, D.A. 2002. Sehat dengan Menu Berserat. Jakarta: Trubus Agriwidia.
Sunaryo, E. 1985. Pengolahan produk Serelia dan Biji-bijian. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.
Syamsir, E. 2006. Panduan Praktikum Pengolahan Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fateta IPB. Bogor.
Tarwotjo, C.S. 1998. Dasar- dasar Gizi Kuliner. Grasindo. Jakarta.
Vogel, A. I. 1979. Textbook of Macro and Semimacro Qualitative Inorganic Analysis. Penerjemah: Soetiono, L. dan Pudjaatmaka, A.H. Buku Tekas Vogel Kimia Analisis Anorganik Kualitatif. Edisi Kelima. Bagian II. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka. Halaman 378-379
Wahyuningsih, M. 2010. Kenapa Makan sayur dan Buah itu Penting. http://us.detikhealth.com. Diakses 3 Mei
Wattimena dkk. 2012. Kualitas Bakso Berbahan Dasar Daging Ayam dan Jantung Pisang dengan Bahan Pengikat Tepung Sagu. Skripsi. Program Studi Magister Ilmu Ternak. Fakultas Perternakan. Universitas Diponegoro. Semarang
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan Keenam. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor
Winarno, F.G. 2002. Pangan Bagi Kesehatan dan Vitalitas. Bogor : M-Brio Press.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka. Winarti, S. 2010. Makanan Fungsional. Yogyakarta : Graha Ilmu
Wirakusuma, E.S. 2007. Jus Buah dan Sayuran. Jakarta : Niaga Swadaya
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat eksperimen dengan desain rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari satu faktor saja yaitu penambahan jantung pisang kepok pada pembuatan nugget. Pada penelitian ini
pembuatan nugget dengan penambahan jantung pisang kepok dan memiliki 2 perlakuan yang digunakan yaitu dengan penambahan jantung pisang J1 dan J2
sebesar 20% dan 40%.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian pembuatan nugget hasil penambahan jantung pisang kepok dilakukan di tempat tinggal peneliti di Jl. Ampera No. 47 E. Pengujian zat gizi
nugget hasil penambahan jantung pisang dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi
Industri Medan dan pelaksanaan uji daya terima nugget dilakukan di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 3.2.2 Waktu Penelitian
Pengajuan judul skripsi Pemanfaatan Jantung Pisang Kepok dalam
Pembuatan Nugget, Nilai Gizi dan Daya Terimanya memperoleh izin pada tanggal 21 September 2015 dari peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas
3.3 Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah nugget dengan substitusi jantung pisang kepok
yang dibuat dengan formulasi 80% : 20% dan 60% : 40%. Formulasi 80% : 20% yaitu nugget yang dibuat dengan daging ayam 80% dan jantung pisang 20%,
sedangkan formulasi 60% : 40% yaitu nugget yang dibuat dengan daging ayam 60% dan jantung pisang 40%.
3.4 Definisi Operasional
1. Jantung pisang kepok adalah bagian dari tanaman pisang yang berbentuk jantung yang berwarna merah keunguan.
2. Nugget adalah produk olahan daging yang dicetak, dimasak, dibuat dari campuran daging giling yang diberi bahan pelapis dengan penambahan
bahan makanan lain.
3. Daya terima adalah tingkat kesukaan panelis terhadap nugget yang di substitusi jantung pisang kepok.
4. Warna adalah corak rupa yang ditimbulkan oleh nugget hasil subtitusi jantung pisang yang dapat dibedakan dengan indera penglihatan.
5. Rasa adalah daya terima panelis terhadap nugget yang di subtitusi jantung pisang kepok yang dapat dirasakan oleh indera pengecap.
6. Aroma adalah bau khas yang dihasilkan oleh nugget hasil penambahan
jantung pisang yang dapat dirasakan oleh indera pencium.
7. Tekstur adalah tingkat keempukan yang dihasilkan oleh nugget hasil
3.5 Tahapan Penelitian 3.5.1 Tahapan Persiapan
Tahapan pertama yaitu kita harus mempersiapkan bahan dan alat yang dibutuhkan untuk membuat nugget hasil penambahan jantung pisang kepok,
dimana alat dan bahan yang dibutuhkan yaitu : a. Alat
Alat yang digunakan harus memenuhi syarat yaitu dalam kondisi bersih, dapat digunakan sesuai dengan fungsinya dan peralatan tidak menimbulkan reaksi kimia seperti berkarat. Alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah alat penggiling/ blender, pengukus, pisau, timbangan, loyang berukuran sedang, wajan, talenan, kompor.
b. Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan nugget hasil substitusi jantung pisang kepok dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Jenis dan Ukuran Bahan Pembuatan Nugget Subtitusi
Berat total dari bahan utama adalah
3.5.2 Tahapan pelaksanaan dan penyelesaian
Tahap pelaksanaan dalam pembuatan nugget hasil penambahan
jantung pisang sebagai berikut :
a. Jantung pisang dibersihkan lalu diiris-iris menjadi potongan kecil
dengan ukuran 3 x 3 cm selanjutnya irisan jantung pisang direbus selama 5 menit. Rebusan jantung pisang dihaluskan menggunakan
blender.
b. Daging ayam yang telah dibersihkan kemudian dihaluskan menggunakan alat penggilingan.
c. Jantung pisang halus dan daging ayam giling lalu dicampur dengan tepung terigu dan bumbu yaitu garam, gula, bawang putih, merica
dilanjutkan dengan menambah air. Kemudian diaduk sampai rata dan menjadi sebuah adonan.
d. Adonan dimasukkan ke dalam loyang dikukus dengan suhu di atas 66˚C selama 20 menit. Adonan yang sudah dikukus kemudian
didinginkan.
e. Selanjutnya pemotongan adonan nugget menjadi bentuk empat persegi berukuran 2,5 x 3 cm dengan tebal 1,5 cm.
f. Potongan nugget lalu dilumuri perekat tepung (batter) dan diselimuti
tepung roti (breading).
g. Nugget yang sudah diselimuti tepung roti digoreng dalam minyak
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Nugget Penambahan Jantung Pisang Pengupasan dan dibersihkan
Pengirisan (3 x 3 cm)
Perebusan 100˚C, 5 menit
Penggilingan
Dibersihkan
Penggilingan daging ayam selama 2 menit
Jantung Pisang Kepok Daging Ayam
Jantung Pisang Halus Daging Ayam Giling
Pencampuran bahan
Dicetaak dalam loyang ukuran sedang
Batter dan breading Adonan Nugget
Penggorengan selama 4 menit Dipotong – potong ukuran 4x4
Dikukus 20 menit (100˚C)
Didinginkan 25-27˚C
Dibekukan selama 30 menit
3.6 Uji Daya terima
Untuk mengetahui hasil dari percobaan perlu dilaksanakan penilaian
kepada masyarakat dengan uji daya terima (uji organoleptik). Jenis uji daya terima yang digunakan adalah uji kesukaan atau hedonik menyatakan suka atau tidak
sukanya terhadap suatu produk.
Uji hedonik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat
daya terima konsumen dengan mempergunakan skala hedonik sembilan titik sebagai acuan, namun mempermudah penelis dan peneliti skala ini diperkecil menjadi 4 tingkatan dengan skor yang paling rendah adalah 1 dan skor yang
paling tinggi adalah 4. Berdasarkan tingkatannya, tingkat penerimaan konsumen dapat diketahui sesuai dengan tabel berikut ini :
Tabel 3.3 Tingkat Penerimaan Panelis pada Uji Hedonik
Organoleptik Skala Hedonik Skala Numerik
1. Panelis
Penilaian kesukaan/ analisa sifat sensoris suatu komoditi diperlukan alat instrumen, alat yang digunakan terdiri dari orang/ kelompok orang yang
disebut panel, orang yang bertugas sebagai panel disebut panelis. Panelis dalam penelitian ini adalah panelis tidak terlatih yaitu Mahasiswa/i
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sebanyak 30 orang.
2. Pelaksanaan Penilaian
a. Tempat
Penilaian uji daya terima terhadap pembuatan nugget hasil subtitusi
jantung pisang dilaksanakan di Fakultas Kesehatan Masyarakat. b. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam pembuatan nugget hasil olahan jantung
pisang dengan . Sedangkan alat yang digunakan adalah formulir penilaian, alat tulis, saus dan air minum dalam kemasan.
3. Langkah – langkah pada uji kesukaan
a. Mempersilahkan panelis untuk duduk di ruangan yang telah disediakan.
b. Membagikan sampel, formulir, alat tulis, saus dan air minum dalam kemasan.
d. Memberikan kesempatan kepada panelis untuk memulai dan menuliskan penilaian pada lembar fomulir penilaian.
e. Mengumpulkan formulir yang telah diisi oleh panelis.
f. Setelah formulir penilaian dikumpulkan kemudian dianalisis dengan
analisis deskriptif persentase. 3.7 Metode Analisis
Pada metode analisis dilakukan uji laboratorium yang dilaksanakan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan. Nugget penambahan jantung pisang kepok di uji kadar protein, kadar lemak dan kadar serat kasar. Adapun
langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pengujian adalah sebagai berikut 3.7.1 Uji Kadar Serat Kasar
Metode pengujian yang dilakukan dalam penetuan kadar serat berdasarkan pada SNI 01-2891-1992 adalah sebagai berikut :
1. Ditimbang 5 gram bahan, kemudian dimasukkan ke dalam tabung fluks
2. Kemudian ditambahkan 200 mL H2SO4 1,25%, dan dididihkan selama 30 menit
3. Selanjutnya disaring dan residu yang tertinggal dalam erlemeyer dicuci dengan aquadest mendidih. Residu dalam kertas saring dicuci sampai tidak bersifat asam lagi
5. Dalam keadaan panas disaring dengan kertas saring yang telah diketahui bobotnya. Dicuci berturut turut dengan air panas, hingga tidak bersifat
basa lagi
6. Residu dicuci lagi dengan alkohol 95% sebanyak 15 ml. Setelah itu, kertas
saring dengan isinya dikeringkan pada 105 selama 1-2 jam hingga bobot tetap
Perhitungan :
Kadar serat kasar = − −
ℎ x 100% Keterangan :
A = bobot cawan + kertas saring + isi B = bobot abu + cawan
C = bobot kertas saring 3.7.2 Uji Kadar Kalsium
Penentuan kadar kalsium dan fosfor dilakukan dengan menggunakan metode SSA (Spektrofotometri Serapan Atom). Prinsip metode SSA adalah kelarutan logam akan mencapai kondisi maksimum pada derajat keasaman yang
tinggi, hal ini akan dicapai pada PH 2-4. Kelarutan logam tersebut dapat diperbesar sehingga menaikkan temperatur. Larutan bahan disemprotkan
melalui aspirator kedalam nyala pada alat SSA akan mengalami proses penguapan-pelarut, sublimasi akan menyerap sejumlah sinar. Jumlah sinar diserap akan sebanding dengan konsentrasi unsur yang dianalisis (Sari, 2010).
2. Kemudian diabukan, sampai terbentuk abu putih
3. Kemudian, abu ditambahkan dengan campuran larutan standart Ca dan Mg
ke dalam tabung kimia
4. Setelah itu, ditambahkan larutan Cl3
5. Sampel dianalisis dengan SSA Perhitungan :
� = C1 x P x fk1
w x 100%+ =
C2 x P x fk2
w x 100%
3.7.3 Uji Kadar Fosfor
Cara kerja dalam menentukan kadar fosfor dengan metode SSA yaitu : 1. Ditimbang 5 gram sampel
2. Kemudian diabukan, sampai terbentuk abu putih
3. Kemudian, abu ditambahkan dengan pereaksi ammonium
4. Setelah itu ditambahkan larutan standar fosfor dan diamkan selama 10 menit sampai pengembangan warna terjadi
5. Lalu, intensitas warna diukur dengan spektropotometer pada panjang gelombang 420 nm
6. Kemudian dibuat kurva standar dan dihitung kadar fosfor
Perhitungan :
� � = O x P
w x 100%
3.7.4 Uji Protein (Metode Semimikro kjeldhal) Cara Kerja :
2. Tambahkan 2 g campuran selen dan 25 ml H2SO4 pekat.
3. Panaskan di atas pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih dan
larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 2 jam).
4. Biarkan dingin, kemudian encerkan dan masukkan ke dalam labu ukur 100
ml, tepatkan sampai tanda garis.
5. Pipet 5 ml larutan dan masukkan ke dalam alat penyuling tambahkan 5 ml
NaOH 30% dan beberapa tetes indikator PP.
6. Sulingkan selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung gunakan 10 ml larutan asam borat 2% yang telah dicampur indikator.
7. Bilas ujung pendingin dengan air suling. 8. Titar dengan larutan HCl 0.01 N
9. Kerjakan penetapan blanko.
V1 : Volume HCl 0,01 N yang dipergunakan penitaran contoh V2 : Volume HCl yang diperguakan penitaran blanko
N : Normalitas HCl
f.k. : Protein dari – makanan secara umum 6,25 - susu dan hasil olahannya 6,38 - minyak kacang 5,46
f.p. : Faktor pengenceran
3.7.5 Uji Lemak (Metode Hidrolisis / Weibull) Cara kerja :
1. Timbang seksama 1 g – 2 g cuplikan ke dalam gelas piala.
3. Tutup gelas pial dengan kaca arloji dan didihkan selama 15 menit.
4. Saring dalam keadaan panas dan cuci dengan air panas sehingga tidak
bereaksi asam lagi.
5. Keringkan kertas saring berikut isinya pada suhu 100°C - 105°C.
6. Masukkan ke dalam kertas saring pembungkus (paper thimble) dan ekstrak dengan heksana atau pelarut lemak lainnya 2 jam – 3 jam pada suhu lebih
kurang 80°C.
7. Sulingkan larutan heksana atau pelarut lemak lainnya dan keringkan ekstrak lemak pada suhu 100°C - 105°C.
8. Dinginkan dan tibang.
9. Ulangi proses pengeringan ini hingga tercapai bobot tetap.
Perhitungan:
Kadar Lemak =
w
1−
w
2w
x 100%
Dimana:
W : Bobot cuplikan, dalam g
W1 : Bobot labu lemak sesudah ekstraksi, dalam g W2 : Bobot labu lemak sebelum ekstraksi, dalam g
3.8 Pengolahan dan Analisa Data
Data yang dikumpulkan, diolah secara manual kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif persentase. Analisis deskriptif persentase ini digunakan untuk mengkaji reaksi panelis terhadap suatu bahan yang diujikan.
dahulu untuk dijadikan data kuantitatif. Nilai untuk mendapatkan persentase
Untuk mengubah data skor persentase menjadi nilai kesukaan konsumen,
analisisnya sama dengan analisis kualitatif dengan nilai yang berbeda, yaitu sebagai berikut :
Nilai tertinggi = 4 (suka)
Nilai terendah = 1 (tidak suka) Jumlah kriteria yang ditentukan = 4
Jumlah panelis = 30 orang
a. Skor maximum = jumlah panelis x nilai tertinggi
= 30 x 4 = 120
e. Rentangan = persentase maximum - persentase minimum = 100% - 25% = 75%
f. Interval persentase = rentangan : jumlah kriteria = 75% : 4 = 18,75%
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka dapat dibuat interval persentase dan kriteria kesukaan sebagai berikut.
Tabel 3.4. Interval Persentase dan Kriteria Kesukaan
Persentase (%) Kriteria Kesukaan
81,25 – 100,00 Sangat suka/Sangat menarik
62,50 – 81,24 Suka/Menarik
43,75 – 62,49 Kurang suka/Kurang menarik
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Karakteristik Nugget dengan Penambahan Jantung Pisang Kepok
Berdasarkan kedua perlakuan yang telah dilakukan terhadap nugget dengan penambahan jantung pisang kepok maka dihasilkan nugget yang berbeda.
Perbedaan tersebut dapat dilihat pada gambar dan tabel 4.1 berikut ini :
Gambar 4.1 Nugget dengan konsentrasi Gambar 4.1 Nugget dengan konsentrasi
20% 40%
Tabel 4.1 Karakteristik Nugget dengan Penambahan Jantung Pisang Kepok
Karakteristik Nugget
J1 J2
Aroma Khas nugget Khas nugget
Warna Putih keabu-abuan Putih keabu-abuan
Rasa Khas nugget Khas nugget
Tekstur Kompak, sedikit serat halus Kompak, banyak serat halus Keterangan :
J1 : Nugget dengan penambahan jantung pisang kepok 20%
J2 : Nugget dengan penambahan jantung pisang kepok 40%
Berdasarkan berat bahan dasar daging ayam dan jantung pisang kepok yaitu 300 gram, menghasilkan adonan dengan berat 600 gram dan dibagi menjadi 16 potong nugget. Satu potong nugget dengan penambahan jantung pisang kepok
4.2 Deskriptif Panelis
Panelis adalah 30 orang mahasiswa/i Fakultas Kesehatan Masyarakat
(FKM) Universitas Sumatera Utara (USU). Panelis terdiri dari 18 orang perempuan dan 12 orang laki-laki. Umur panelis berkisar 19-24 tahun, dan pada
saat diminta tanggapan/penilaian, secara visual panelis tidak dalam keadaan sakit, tidak mengalami cacat fisik pada organ yang dipakai untuk menilai dan dalam
keadaan emosional yang stabil.
4.3 Analisis Organoleptik Aroma Nugget dengan Penambahan Jantung Pisang Kepok
Hasil analisis organoleptik aroma nugget kombinasi jantung pisang kepok dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini :
Tabel 4.2 Hasil Analisis Organoleptik Aroma Nugget
Aroma Perlakuan
J1 : Nugget dengan penambahan jantung pisang kepok 20%
J2 : Nugget dengan penambahan jantung pisang kepok 40%
Berdasarkan tabel 4.2, dapat dilihat dari kedua perlakuan dalam uji organoleptik terhadap aroma, nugget dengan penambahan jantung pisang kepok J1
memiliki total skor tertinggi persentase yaitu 102 (85%) dengan kriteria sangat suka, sedangkan nugget dengan penambahan jantung pisang kepok J2 memiliki
menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai aroma nugget dengan penambahan jantung pisang kepok.
4.4 Analisis Organoleptik Warna Nugget dengan Penambahan Nugget Jantung Pisang Kepok
Hasil analisis organoleptik warna nugget kombinasi jantung pisang kepok dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini :
Tabel 4.3 Hasil Analisis Organoleptik Warna Nugget
Warna Perlakuan
Kriteria Skor J1 J2
Panelis Skor % Panelis Skor %
Sangat menarik 4 6 24 20 4 16 13,33
Menarik 3 12 36 30 15 45 37,50
Kurang menarik 2 12 24 20 11 22 18,33
Tidak menarik 1 0 0 0 0 0 0
Total 30 84 70 30 83 69,16
Keterangan :
J1 : Nugget dengan penambahan jantung pisang kepok 20%
J2 : Nugget dengan penambahan jantung pisang kepok 40%
Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat dilihat dari kedua perlakuan dalam uji
organoleptik terhadap warna, nugget dengan penambahan jantung pisang kepok J1
memiliki total skor persentase tertinggi yaitu 84 (70%) dengan kriteria kesukaan adalah menarik. Sedangkan skor persentase terendah pada nugget dengan
penambahan jantung pisang kepok J2 adalah 83 (69,16%) dengan kriteria
kesukaan adalah menarik. Hal ini berarti bahwa sebagian besar panelis menyukai
4.5 Analisis Organoleptik Rasa Nugget dengan Penambahan Jantung Pisang Kepok
Hasil analisis organoleptik rasa nugget kombinasi jantung pisang kepok dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini :
Tabel 4.4 Hasil Analisis Organoleptik Rasa Nugget
Rasa Perlakuan
J1 : Nugget dengan penambahan jantung pisang kepok 20%
J2 : Nugget dengan penambahan jantung pisang kepok 40%
Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat dari kedua perlakuan dalam uji organoleptik terhadap rasa, nugget dengan penambahan jantung pisang kepok J2
memiliki total skor persentase tertinggi yaitu 110 (91,67%) dengan kriteria kesukaan adalah sangat suka, sedangkan nugget dengan penambahan jantung
pisang kepok J1 memiliki total skor persentase terendah yaitu 94 (78,34%) dengan
kriteria suka. Hal ini berarti bahwa sebagian besar panelis menyukai nugget dengan konsentrasi jantung pisang kepok.
4.6 Analisis Organoleptik Tekstur Nugget dengan Penambahan Jantung Pisang Kepok
Tabel 4.5 Hasil Analisis Organoleptik Tekstur Nugget
Tekstur Perlakuan
Kriteria Skor J1 J2
Panelis Skor % Panelis Skor %
Sangat suka 4 7 28 23,33 11 44 36,67
Suka 3 18 54 45 12 36 30
Kurang suka 2 5 10 8,33 7 14 11,67
Tidak suka 1 0 0 0 0 0 0
Total 30 92 76,66 30 94 78,34
Keterangan :
J1 : Nugget dengan penambahan jantung pisang kepok 20%
J2 : Nugget dengan penambahan jantung pisang kepok 40%
Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat dilihat dari kedua perlakuan dalam uji
organoleptik terhadap tekstur, nugget dengan penambahan jantung pisang kepok J2 memiliki total skor persentase tertinggi yaitu 94 (78,34%) dengan kriteria
kesukaan adalah suka. Sedangkan total skor persentase tertinggi pada nugget
dengan penambahan jantung pisang kepok J1 adalah 92 (76,67%) dengan kriteria
kesukaan adalah suka. Hal ini berarti sebagian besar panelis menyukai nugget
dengan konsentrasi jantung pisang kepok.
4.7 Kandungan Zat Gizi Nugget dengan Penambahan Jantung Pisang Kepok Perlakuan yang berbeda dalam penambahan jantung pisang kepok
menghasilkan nugget dengan penambahan jantung pisang kepok dengan kandungan zat gizi yang berbeda. Pada penelitian ini dilakukan perhitungan
Tabel 4.6 Hasil Analisis Kandungan Gizi Nugget dengan Penambahan Jantung Pisang Kepok dalam 100 gram
No. Parameter Satuan J1
Berdasarkan hasil analisis kandungan zat gizi nugget penambahan jantung pisang kepok dalam 100 gram pada tabel 4.6 diatas, dapat dilihat bahwa nugget J1
memiliki kadar serat kasar 0,71%, kadar fosfor 0,32%, kalsium <0,010 mg, kadar protein 10,70 dan kadar lemak 2,11%. Sedangkan nugget J2 memiliki kadar serat
kasar 1,32%, kadar fosfor 0,12%, kalsium <0,010 mg, kadar protein 9,20%, dan kadar lemak 1,80%.
Dilihat dari hasil ini kadar protein, lemak dan fosfor meningkat pada
nugget J1 sesuai dengan semakin tingginya konsentrasi daging ayam yang
digunakan dalam pembuatan nugget, dengan kata lain semakin banyak daging
ayam yang ditambahkan dalam pembuatan nugget maka semakin tinggi kandungan gizinya. Sedangkan kandungan serat kasar pada J2 lebih tinggi
dibandingkan dengan J1 hal ini dikarenakan penggunaan jantung pisang kepok
yang lebih banyak sebesar 120 gr dibanding J1 adalah 60 gr.
Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi jantung pisang
nugget. Sedangkan semakin banyak daging ayam yang ditambahkan dan semakin
sedikit konsentrasi jantung pisang yang digunakan maka kandungan serat semakin
rendah dan kadar lemak, protein serta fosfor nugget akan meningkat.
Kandungan zat gizi nugget dengan penambahan jantung pisang kepok juga
dihitung sebelumnya berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Perhitungan kandungan gizi nugget berdasarkan DKBM merupakan perhitungan
kandungan gizi sebelum nugget dibuat. Sedangkan kandungan gizi hasil analisis laboratorium merupakan kandungan gizi sesudah nugget dibuat melalui proses pengolahan seperti pemasakan yang dapat menghilangkan kandungan gizi dalam
nugget tersebut. Untuk itu, perlu dibandingkan nugget sebelum dan sesudah dibuat agar kita bisa melihat banyaknya kandungan gizi yang hilang ataupun
bertambah dalam pembuatan nugget tersebut. Kandungan gizi serat, fosfor, protein dan lemak nugget dapat dilihat pada tabel 4.7 di bawah ini :
Tabel 4.7 Komposisi Zat Gizi per 100 g Nugget
Jenis Zat Gizi Kandungan Gizi Nugget
Jantung pisang kepok : Ayam Sumber : Dihitung berdasarkan bahan yang pada Tabel Komposisi Pangan Indonesia (2009)
Apabila dilihat kandungan gizi hasil analisis di laboratorium dan kandungan gizi yang dihitung berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan
pisang kepok merupakan hasil uji laboratorium per 100 gram nugget. Sedangkan hasil perhitungan nugget berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan
merupakan perhitungan per berat nugget seluruhnya yaitu 600 gram.
Berdasarkan tabel 4.7 per 100 gram nugget, kandungan protein nugget
substitusi pada J1 (11,02) dan J2 (9,32) lebih tinggi dibandingkan hasil analisis
laboratorium nugget substitusi pada J1 (10,70) dan J2 (9,20). Kandungan protein
hasil analisis laboratorium terhadap nugget sesudah dibuat lebih rendah dengan hasil perhitungan DKBM sebelum nugget dibuat. Menurut Khomsan (2007) penanganan bahan pangan dapat menyebabkan terjadinya perubahan nilai gizi. Zat
gizi yang terkandung dalam bahan pangan akan rusak pada sebagian besar proses pengolahan, karena sensitif PH, oksigen, sinar, dan panas atau kombinasi
diantaranya.
Lemak nugget substitusi pada J1 (10,03) dan J2 (7,55) lebih tinggi
dibandingkan hasil analisis laboratorium nugget substitusi pada J1 (2,11) dan J2
(1,80). Kandungan lemak nugget hasil analisis laboratorium lebih rendah daripada hasil perhitungan DKBM dikarenakan penggunaan bahan baku daging ayam
sebagai sumber lemak berkurang dan ditambahkan jantung pisang kepok dalam adonan. Selain itu daging ayam yang digunakan adalah bagian daging, bukan kulit yang lebih banyak mengandung lemak.
Demikian dengan serat pangan pada nugget substitusi pada J1 (7,00) dan J2
(14,00) lebih tinggi dibandingkan hasil analisis laboratorium nugget substitusi
pada J1 (3,55) dan J2 (6,60). Dilihat dari kandungan serat pangan nugget hasil
Kadar serat dalam makanan dapat mengalami perubahan akibat pengolahaan yang dilakukan terhadap bahan asalnya yaitu jantung pisang kepok. Menurut Piliang
dan Djojosoebagio (2002) serat adalah sisa bahan makanan yang telah mengalami proses pemanasan dengan asam kuat dan basa kuat selama 30 menit yang
dilakukan di laboratorium yang dapat merusak dan merendahkan jumlah beberapa macam serat yang tidak dapat dicerna manusia. Oleh karena itu kadar serat pangan
nugget hasil analisis laboratorium menjadi lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar serat pangan dari perhitungan DKBM.
Namun fosfor nugget substitusi pada J1 (0,16) dan J2 (0,11) lebih rendah
dibandingkan hasil analisis laboratorium nugget substitusi pada J1 (0,32) dan J2
(0,12). Kadar fosfor hasil laboratorium sesudah nugget dibuat lebih tinggi
daripada berdasarkan hasil perhitungan DKBM sebelum nugget dibuat.
Nugget dengan penambahan jantung pisang kepok yang dibuat sesuai
jenis dan ukuran bahan yang telah ditentukan, memiliki berat adonan nugget yang
telah dikukus 600 gram untuk dua jenis pelakuan yaitu perlakuan J1 dan perlakuan
J2. Kemudian nugget tersebut dibagi menjadi 16 potong dengan ukuran satu
potong 4 x 4 x 1,5 cm, dan memiliki berat satu potong nugget 37,5 gram.
Sumbangan zat gizi yang diperoleh untuk satu potong nugget dengan perlakuan J1 adalah serat 1.33 gram, fosfor 0,12 gram (120 mg), protein 3,45 gram
dan lemak 0,79 gram. Dan sumbangan zat gizi yang diperoleh untuk satu potong nugget dengan perlakuan J2 adalah serat 2,47 gram, fosfor 0,086 gram (86 mg),
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Nugget yang Dihasilkan
Dari hasil penelitian, karakteristik nugget dengan penambahan jantung pisang kepok 20% (perbandingan antara daging ayam 80% dan jantung pisang kepok 20% berwarna putih keabu-abuan cerah, beraroma khas nugget, rasanya
gurih khas nugget, dan terksturnya kompak dengan sedikit serat halus. Sedangkan nugget dengan penambahan jantung pisang kepok 40% (perbandingan antara
daging ayam 60% dan jantung pisang kepok 40%) bewarna putih keabu-abuan, beraroma khas nugget, rasanya gurih khas nugget dan teksturnya kompak dengan lebih banyak serat halus.
5.2 Daya Terima Panelis Terhadap Aroma Nugget
Aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan
dan dijelaskan, karena ragamnya yang begitu besar dan karena terdapat banyak sekali jenis bebauan yang dapat dikenali oleh panca indera penciuman yaitu
sekitar 17.000 senyawa volatile (senyawa kimia yang berperan memberikan rasa bau, memberikan kesan awal dan menguap dengan cepat) dengan tingkat kepekaan yang lebih tinggi dibanding indera pencicipan (10.000 kali)
(Setyaningsih dkk, 2010).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase tertinggi dalam uji
organoleptik terhadap aroma nugget dengan penambahan jantung pisang kepok 20% adalah 85% dengan kriteria kesukaan adalah sangat suka. Sedangkan persentase tertinggi pada nugget dengan penambahan jantung pisang kepok 40%
Nugget dengan penambahan jantung pisang kepok 20% dan nugget dengan
penambahan jantung pisang kepok 40% menghasilkan aroma khas nugget pada
umumnya. Pada dasarnya jantung pisang kepok memiliki aroma sepat yang berasal dari getah, namun pada proses pengolahaan jantung pisang direbus
sehingga dapat menghilangkan bau sepat sekaligus menghilangkan getah jantung pisang. Sesuai dengan Astawan (2009) bahwa bau sepat dapat hilang ketika
terkena suhu panas atau proses pemasakan dengan suhu tinggi.
Aroma nugget juga berasal dari bumbu yang digunakan seperti bawang putih dan merica. Merica sangat digemari karena memiliki dua sifat penting yaitu
rasa pedas dan aroma khas. Sedangkan bawang putih merupakan bahan alami yang ditambahkan yang memiliki bau khas yang berasal dari minyak volatile yang
berasal dari sulfur (Palungkun dkk, 1992).
Menurut Kartika dkk (1998) dalam menilai kualitas aroma biasanya menimbulkan pendapat yang berlainan. Perbedaan pendapat disebabkan setiap
orang memiliki perbedaan penciuman, meskipun mereka dapat membedakan aroma namun setiap orang mempunyai kesukaan yang berlainan.
5.3 Daya Terima Panelis Terhadap Warna Nugget
Warna merupakan atribut fisik yang dinilai terlebih dahulu dalam penentuan mutu makanan dan terkadang bisa dijadikan ukuran untuk menentukan
cita rasa, tekstur, nilai gizi dan sifat mikrobiologis (Nurhadi dkk, 2010). Warna makanan yang menarik dapat mempengaruhi dan membangkitkan selera makan
komoditas pangan karena memengaruhi penerimaan konsumen terhadap komoditas tersebut Winarno (1997).
Hasil penilaian terhadap daya terima warna nugget dengan penambahan jantung pisang kepok 20% memiliki total skor persentase tertinggi yaitu 70%
dengan kriteria kesukaan adalah menarik dan nugget dengan penambahan jantung pisang kepok 40% memiliki persentase tertinggi 69,16% dengan kriteria kesukaan
yang sama yaitu menarik. Nugget dengan penambahan jantung pisang kepok 20% menghasilkan warna yang sama dengan nugget penambahan jantung pisang kepok 40% yaitu putih keabu - abuan.
Pencampuran jantung pisang dengan konsentrasi yang tinggi dapat menghasilkan nugget dengan warna semakin gelap. Jantung pisang kepok
mengandung senyawa fenolik akibat reaksi enzimatis yang memberi dampak warna coklat yang bercampur dengan daging ayam kemudian menambahkan terpung terigu sebagi bahan pengikat yang mengakibatkan proses gelatinisasi pada
saat pemasakan, sehingga menghasilkan produk nugget yang berwarna semakin gelap.
Menurut Winarno (1992) warna pada bahan pangan dapat berasal dari pigmen alami bahan pangan itu sendiri, reaksi karamelisasi, reaksi maillard, reaksi senyawa organik dengan udara, dan penambahan zat warna, baik alami maupun
sintetik. Menurut Nurhadi dkk (2010) karakteristik warna bahan pangan sangat berhubungan dengan kualitas bahan tersebut. Perubahan warna yang terjadi pada
Penentuan mutu pangan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizinya. Tetapi sebelum
faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan terkadang sangat menentukan, selain faktor yang menentukan mutu, warna
juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan (Winarno, 2004).
5.4 Daya Terima Panelis Terhadap Rasa Nugget
Rasa adalah suatu sensasi yang muncul dan disebabkan oleh komponen kimia yang volatil atau non volatil yang berasal dari alam ataupun sintetis dan
timbul pada saat makan atau minum. Komponen volatil adalah komponen yang memberikan rasa bau, memberikan kesan awal dan menguap dengan cepat.
Komponen non volatil memberikan sensasi pada rasa manis, pahit, asam dan asin (Heath, 1981).
Berdasarkan hasil pengujian organoleptik terhadap rasa nugget oleh
panelis menunjukkan bahwa panelis menyukai rasa nugget dengan penambahan jantung pisang kepok 40% dengan skor persentase tertinggi yaitu 91,67% dengan
kerikteria kesukaan adalah sangat suka, sedangkan untuk nugget dengan penambahan jantung pisang kepok 20% memiliki skor persentase terendah yaitu 78,34% dengan kriteria kesukaan adalah suka. Penggunaan jantung pisang kepok
yang lebih banyak dalam nugget ternyata sangat disukai panelis dari segi rasa nugget.
penggunaan garam, gula dan merica untuk setiap perlakuan adalah sama. Rasa pada nugget dalam penelitian ini dihasilkan dari penggunaan garam, gula dan
merica. Garam ditambahkan dalam pembuatan nugget sebagai penegas cita rasa dan juga sebagai bahan pengawet. Pemakaian gula juga dapat memperbaiki rasa
serta dapat mempengaruhi aroma dan tekstur daging serta mampu menetralisir garam yang berlebihan. Merica dapat menjadi penyedap masakan karena memiliki
rasa pedas dan aroma khas, namun dalam jumlah tidak terlalu berlebihan rasa pedas merica pada nugget tidak terlalu kuat.
Menurut Hidayat dkk (2006) rasa suatu bahan makanan dipengaruhi oleh
senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa lain. Menurut Solihin (2005) bahwa umumnya bahan pangan tidak hanya terdiri dari
salah satu rasa tetapi merupakan gabungan dari berbagai macam rasa terpadu, sehingga menimbulkan cita rasa yang utuh.
Rasa suatu makanan merupakan salah satu faktor yang menentukan daya
terima konsumen terhadap suatu produk. Rasa makanan merupakan gabungan dari rangsangan cicip, bau dan pengalaman yang banyak melibatkan lidah (Winarno,
2002). Menurut Setyaningsih dkk (2010) pada kenyataanya, manusia selalu memberikan respon yang berbeda-beda terhadap rangsangan yang sama. Perbedaan sensasi yang terjadi di antara dua orang dapat disebabkan oleh adanya
5.5 Daya Terima Panelis Terhadap Tekstur Nugget
Tekstur bersifat kompleks dan terkait dengan struktur bahan yang terdiri
dari tiga elemen yaitu mekanik (kekerasan, kekenyalan), geometrik (berpasir, beremah), dan mouthfeel (berminyak, berair) (Setyaningsih dkk, 2010). Tekstur
merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut (pada waktu digigit, dikunyah, dan ditelan) ataupun perabaan dengan jari (Kartika dkk, 1998).
Berdasarkan hasil pengujian organoleptik terhadap tekstur nugget oleh panelis menunjukkan bahwa panelis menyukai tekstur nugget dengan penambahan jantung pisang kepok 40% memiliki total skor persentase tertinggi yaitu 78,34%
dengan kriteria kesukaan adalah suka sedangkan untuk nugget dengan penambahan jantung pisang kepok 20% memiliki skor persentase tertinggi
76,66% dengan kriteria kesukaan adalah suka. Tekstur nugget dengan penambahan jantung pisang kepok untuk masing – masing konsentrasi adalah kompak serta terasa serat serat halus dan lembut. Namun terdapat perbedaan
antara tekstur nugget dengan konsentrasi jantung pisang kepok 20% dan nugget dengan kosentrasi jantung pisang kepok 40% yaitu serat – serat halus lebih terasa
pada nugget dengan konsentrasi jantung pisang kepok 40% karena penggunaan jantung pisang yang lebih banyak yaitu 120 gram.
Menurut Winarno (1997), tekstur dan konsistensi suatu bahan akan
memengaruhi cita rasa yang ditimbulkan bahan tersebut karena dapat memengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan
5.6 Kadar Serat Kasar dalam Nugget
Berdasarkan hasil analisis laboratorium, nugget dengan penambahan
jantung pisang kepok 20% dan 40% memiliki perbedaan kadar serat kasar per 100 gram yaitu sebesar 0,71% dan 1,32%. Dari hasil laboratorium tersebut dapat
dilihat bahwa semakin banyak jantung pisang kepok yang dicampurkan dalam adonan nugget maka semakin banyak pula kandungan seratnya.
Secara alami serat makanan ada di dalam sumber makanan yang berasal dari tumbuhan. Serat makanan adalah komponen dalam tanaman yang tidak tercerna secara enzimatik menjadi bagian-bagian yang tidak diserap oleh saluran
pencernaan manusia (Rimbawan dkk, 2004). Komponen tersebut seperti pektin dan beberapa hemiselulosa mempunyai manfaat menahan air dan dapat
membentuk cairan kental dalam saluran pencernaan. Sehingga makanan kaya akan serat, waktu dicerna lebih lama dalam lambung, kemudian serat akan menarik air dan member rasa kenyang lebih lama sehingga mencegah untuk
mengkonsumsi makanan lebih banyak. Makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi biasanya mengandung kalori rendah, kadar gula dan lemak rendah
yang dapat membantu mengurangi terjadinya obesitas, mencegah gangguan gastrointestinal dan mengurangi tingkat kolesterol dan penyakit kardiovaskuler serat larut air menjerat lemak di dalam usus halus, dengan begitu serat dapat
menurunkan tingkat kolesterol dalam darah sampai 5% atau lebih.
Menurut pendapat Santoso (2011) dapat disimpulkan pengaruh merugikan
serta mempengaruhi aktivitas enzimenzim protease. Memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap penyerapan mineral dan dapat menyebabkan defisiensi
mineral sehingga meningkatkan resiko osteoporosis pada orang usia lanjut. Konsumsi serat dianjurkan, namun dalam jumlah yang sedikit karena dapat
memberikan pengaruh merugikan juga bagi tubuh manusia.
Dalam penelitian ini, nugget hasil penambahan jantung pisang kepok
merupakan sumber serat yang dapat memenuhi kebutuhan per hari, namun harus diperhatikan banyaknya jumlah nugget untuk setiap orang dan konsumsi makan sehari terutama sumber makanan lainnya yang mengandung serat.
Kebutuhan tubuh terhadap kecukupan serat per hari adalah berbeda untuk setiap orang. Kecukupan serat yang dianjurkan bagi anak-anak sebanyak 26 gram
per hari, remaja laki-laki sebanyak 37 gram per hari dan 30 gram per hari untuk remaja perempuan, laki-laki dewasa sebanyak 33 gram per hari dan 28 gram per hari untuk wanita dewasa, lansia laki-laki sebanyak 27 gram per hari dan 22 gram
per hari untuk lansia perempuan. Sehingga dengan konsumsi nugget 100 gram menyumbang serat 3,55 gram dan 6,6 gram untuk setiap perlakuan.
Berdasarkan kecukupan serat perhari dan memperhatikan pengaruh merugikan serat, nugget dengan penambahan jantung pisang kepok aman dikonsumsi kelompok usia lanjut dan anak-anak per hari adalah paling banyak 6
potong nugget J1 dan paling banyak 3 potong nugget J2 serta konsumsi nugget untuk remaja per hari paling banyak 8 potong untuk nugget J1 dan paling banyak
5.7 Kadar Protein dalam Nugget
Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh manusia, karena
berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh dan juga sebagai bahan pembangun dan pengatur (Winarno, 2004). Protein didapat dalam tumbuhan (biji-bijian,
serealia, padi-padian) dan hewan (susu, keju, daging, unggas).
Berdasarkan hasil analisis laboratorium, dapat dilihat perbedaan kadar
protein dalam nugget J1 dan J2 dimana kadar protein nugget per 100 gram adalah sebesar 10,70 % dan 9,20 %. Pada nugget J1 memiliki kandungan protein yang tinggi dari pada nugget J2, dikarenakan memiliki konsentrasi daging ayam yang
berbeda, yaitu pada nugget J1 memiliki konsentrasi 80% dan nugget J2 memiliki konsentrasi 60%.
Dilihat dari syarat mutu kandungan protein nugget ayam kombinasi berdasarkan SNI 01-6683-2014, hasil analisis laboratorium sudah memenuhi syarat kandungan protein minimal sebanyak 9 gram sehingga nugget ini
merupakan nugget yang cukup baik untuk dikonsumsi. Bila konsumsi sebanyak 100 gram, nugget J1 memiliki kandungan protein sebesar 10,7 gram dan konsumsi
nugget J2 memiliki kandungan protein sebesar 9,7 gram.
Nugget yang telah dilakukan uji daya terimanya terhadap panelis yaitu
dalam satu potong nugget dengan ukuran 4 x 4 x 1,5 cm dan memiliki berat yaitu
37,5 gram. Kebutuhan tubuh terhadap kecukupan protein per hari adalah berbeda untuk setiap orang. Angka kecukupan protein yang direkomendasikan sesuai
adalah 65 gram per hari dan wanita dewasa adalah 57 gram per hari, lansia laki-laki sebanyak 27 gram per hari dan 22 gram per hari untuk lansia perempuan.
Sehingga dengan mengkonsumsi satu potong nugget telah menyumbangkan protein 4,01 gram pada nugget J1 dan protein 3,45 gram pada nugget J2 dari
kebutuhan harian tubuh terhadap protein.
Dalam penelitian ini nugget hasil penambahan jantung pisang kepok
merupakan bukan sumber protein yang dapat memenuhi kebutuhan per hari namun dapat dijadikan pelengkap dalam pemenuhan protein, sehingga sisanya diambil dari konsumsi makan sehari terutama sumber makanan yang mengandung
protein.
5.8 Kadar Lemak dalam Nugget
Berdasarkan hasil analisis laboratorium, dapat dilihat perbedaan kadar lemak dalam nugget J1 dan J2 yaitu penambahan jantung pisang kepok 20% dan 40%. Kadar lemak nugget per 100 gram pada pelakuan J1 lebih tinggi yaitu
sebesar 2,11 % dibandingkan nugget dengan perlakuan J2 yaitu sebesar 1,80 %. Pada nugget J1 memiliki kandungan lemak yang tinggi dari pada nugget J2,
dikarenakan memiliki konsentrasi daging ayam yang berbeda, yaitu pada nugget J1 memiliki konsentrasi 80% dan nugget J2 memiliki konsentrasi 60%.
Hasil analisis kandungan lemak pada nugget ayam kombinasi jantung
pisang kepok ini diperoleh kandungan lemak yang lebih sedikit dibandingkan dengan lemak nugget ayam. Kandungan lemak nugget J1 (2,11 gr) dan nugget J2
pembuatan nugget dapat menurunkan kandungan lemak yang tinggi pada nugget ayam tersebut.
Konsumsi makanan yang mengandung lemak secara berlebihan dapat meningkatkan nilai persen lemak tubuh dan berakibat pada kegemukan (Winarti,
2010). Lemak menghasilkan 9 kalori per gram, lebih dari dua kali lipat energi yang dihasilkan protein dan karbohidrat, itulah sebabnya kita akan lebih mudah
menurunkan berat badan jika kita mengurangi asupan lemak dibandingkan protein atau karbohidrat.
Namun konsumsi lemak sangat diperlukan oleh tubuh karena lemak
merupakan salah satu dari ketiga makronutrisi yang sangat diperlukan tubuh. Lemak yang terdapat didalam makanan, berguna untuk meningkatkan jumlah
energi, membantu penyerapan vitamin A, D, E dan K, serta menambah lezatnya hidangan. Lemak juga berguna bagi tubuh dalam memperlancar sistem metabolisme dalam tubuh.
Angka kecukupan lemak yang direkomendasikan sesuai kebutuhan anak-anak sebanyak 72 gram per hari, remaja laki-laki sebanyak 89 gram per hari dan
71 gram per hari untuk remaja perempuan, laki-laki dewasa adalah 65 gram per hari dan wanita dewasa adalah 53 gram per hari, lansia laki-laki sebanyak 53 gram per hari dan 43 gram per hari untuk lansia perempuan. Dalam penelitian ini di
dapatkan bahwa konsumsi 100 gram nugget J1 dan nugget J2 menyumbang kandungan lemak 2,11 gram dan 1,80 gram yang belum bisa memenuhi
dijadikan pelengkap dalam pemenuhan harian, sisanya kita dapat memenuhinya dari sumber makanan lain terutama yang mengandung lemak.
Lemak dan minyak merupakan sumber energi paling padat, yang menghasilkan 9 kkal untuk tiap gram. Apabila konsumsi nugget adalah satu
potong nugget (37,5gram) maka kandungan lemak 0,79 gram dengan sumbangan energi sebesar 7,11 kkal untuk nugget J1. Sedangkan satu potong nugget J2
memiliki kandungan lemak 0,67 gram dengan sumbangan energi sebesar 6,03 kkal.
5.9 Kadar Fosfor dalam Nugget
Penetapan kadar fosfor dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode antara lain : titrasi asam-basa, kalorimetrik, spektrofotometri. Pada
penelitian ini yang dipilih adalah penetapan kadar fosfor dengan metode spektrofotometri sinar tampak karena metode ini dapat digunakan untuk kadar yang kecil (Vogel, 1989).
Berdasarkan hasil analisis laboratorium, dapat dilihat kadar fosfor dalam nugget dengan penambahan jantung pisang kepok 20% dan nugget dengan
penambahan jantung pisang kepok 40%. Kadar fosfor per 100 gram nugget J1 lebih tinggi yaitu 0,32% bila dibandingkan nugget J2 sebesar 0,12 %. Pada nugget J1 memiliki kandungan fosfor yang tinggi dari pada nugget J2, dikarenakan
memiliki konsentrasi daging ayam yang berbeda, yaitu pada nugget J1 memiliki konsentrasi 80% dan nugget J2 memiliki konsentrasi 60%.
Kandungan fosfor yang tinggi pada nugget dikarenakan penggunaan bahan seperti daging ayam dan telur. Penambahan jantung pisang kepok dalam pembuatan
nugget dapat meningkatkan kandungan fosfornya karena jantung pisang kepok
segar memiliki kandungan fosfor yang tinggi.
Fosfor merupakan mineral makro yang dibutuhan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari. Fosfor merupakan salah satu mineral yang dibutuhkan
dengan jumlah lebih kurang dari 22% dari seluruh mineral yang terdapat dalam tubuh. Kebutuhan tubuh terhadap kecukupan fosfor per hari adalah berbeda untuk setiap orang.
Jumlah asupan fosfor yang direkomendasikan bagi anak-anak sebanyak 500 miligram per hari, remaja laki-laki sebanyak 120 miligram per hari dan 120
miligram per hari untuk remaja perempuan, laki-laki dewasa adalah 700 miligram per hari dan wanita dewasa adalah 700 miligram, lansia laki-laki adalah 700 miligram dan lansia perempuan adalah 700 miligram. Sehingga dengan
mengkonsumsi satu potong nugget J1 dan J2 (37,5 gram) menyumbang fosfor 120 mg dan 86 mg yang bisa memenuhi kebutuhan harian tubuh terhadap fosfor.
Vitamin dan mineral termasuk zat gizi mikro jadi tubuh hanya memerlukan sedikit saja dari tiap zat gizi tertentu seperti fosfor. Sedangkan energi dihasilkan dari zat gizi makro atau makronutrien sehingga fosfor tidak memiliki
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada umumnya nugget dengan penambahan jantung pisang kepok yang
disajikan disukai panelis dari segi aroma, rasa, warna dan tekstur.
2. Nugget hasil penambahan jantung pisang kepok dapat dijadikan sumber
serat yang baik, tetapi diperhatikan banyaknya jumlah nugget yang dikonsumsi dan konsumsi makanan harian yang mengandung serat.
3. Nugget hasil penambahan jantung pisang kepok tidak dapat dijadikan
sumber protein yang baik tetapi dapat membantu memenuhi kebutuhan protein per hari.
4. Nugget hasil penambahan jantung pisang kepok tidak dapat dijadikan sumber lemak yang baik tetapi dapat membantu memenuhi kebutuhan lemak per hari.
5. Nugget hasil penambahan jantung pisang kepok dapat dijadikan sumber fosfor yang baik karena mengandung fosfor yang tinggi.
6. Nugget ayam merupakan makanan tinggi lemak dan rendah serat yang dapat meningkatkan resiko penyakit degeneratif. Penambahan jantung pisang kepok dalam pembuatan nugget ayam kombinasi berpengaruh
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :
1. Agar nugget dengan penambahan jantung pisang kepok ini dapat
dimanfaatkan semua kalangan masyarakat sebagai makanan sehat yang memiliki kandungan protein tinggi, lemak rendah dan kaya akan serat. 2. Agar nugget dengan penambahan jantung pisang kepok dapat dijadikan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Pisang
Menurut Putro dan Rosita (2006) tanaman pisang (Musa Sp) termasuk jenis tanaman yang mudah tumbuh. Diseluruh pelosok Indonesia baik dataran tinggi hingga ketinggian 2000 m dari permukaan laut yang dingin, pisang tetap
bisa tumbuh dan mampu berproduksi. Namun agar produktivitas tanaman pisang optimal sebaiknya ditanam di dataran rendah dan tanaman pisang termasuk mudah
tumbuh subur di daerah tropis. Pada dataran tinggi produksi pisang kurang optimal dan waktu berbuah lebih lama serta kulitnya lebih tebal (Satuhu dan Supriyadi, 2004).
Kata pisang berasal dari bahasa Arab, yaitu ”maus” yang oleh Linneus
dimasukkan ke dalam keluarga Musaceae untuk memberikan penghargaan kepada
Antonius Musa, dokter pribadi kaisar Romawi yang menganjurkan untuk memakan pisang (Astawan, 2008). Itulah sebabnya dalam bahasa latin, pisang
disebut Musa paradisiacal.
Tanaman pisang tumbuh baik pada tanah yang subur. Jenis tanah tempat tanaman pisang tumbuh dengan baik yaitu pada tanah liat yang mengandung
kapur dengan keasaman antara pH 4,5 – 7,5 (Dwiyati Pujimulyani, 2009). Jenis pisang yang ada di Indonesia pun sangat beragam dan berasal dari daerah yang
Di Indonesia yang berpenduduk cukup banyak ternyata konsumsi bsuah pisang menempati urutan tertinggi bila dibandingakan dengan konsumsi buah
lainnya. Hingga tahun 2001, pisang masih merupakan buah yang menempati urutan pertama dalam ekspor buah segar nasional. Namun pada tahun 2005,
ekspor pisang menempati urutan kedua setelah manggis. Permintaan pasar terhadap komoditas ini terus meningkat, baik untuk konsumsi segar maupun
bahan baku industri (Redaksi Agro Media, 2009).
Pisang dikonsumsi oleh lapisan masyarakat dari berbagai golongan usia : bayi, anak-anak, remaja maupun orang tua. Oleh karena itu, pisang merupakan
suatu komoditas yang sangat diperlukan untuk menambah nilai gizi (Dwiyati Pujimulyani, 2009).
2.1.1 Jenis-jenis Pisang
Menurut Dwiyati Pujimulyani (2009), secara umum jenis pisang dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
a. Pisang serat (Noe. Musa texstiles), dimanfaatkan untuk keperluan tekstil dengan memanfaatkan serat batangnya. Pisang ini disebut juga pisang
manila karena di duga berasal dari Manila.
b. Pisang hias (Heliconia indica Lamk), umumnya ditanam bukan untuk diambil buahnya tetapi sebagai hiasan di halaman rumah, contohnya
pisang kipas dan pisang-pisangan.
c. Pisang buah (Musa paradisiaca L.), dimanfaatkan untuk dikonsumsi
pisang susu, pisang hijau, pisang mas, pisang raja, dan sebagainya. Golongan kedua yaitu pisang yang dapat dimakan setelah diolah terlebih
dahulu, misalnya pisang tanduk, pisang oli, pisang kapas, dan sebagainya. Golongan ketiga yaitu pisang yang dapat dimakan langsung setelah masak
maupun diolah terlebih dahulu, misalnya pisang kepok dan pisang raja. Golongan keempat yaitu pisang yang dapat dimakan saat masih mentah,
contohnya yaitu pisang batu (pisang klutuk). Biasanya pisang ini dibuat rujak sewaktu masih muda dan memiliki rasa sepat.
2.1.2 Pisang Kepok
Pisang kepok merupakan jenis pisang olahan yang harus diolah terlebih dahulu terutama dalam pisang goreng dengan berbagai variasi, diolah menjadi
keripik, buah dalam sirup, aneka olahan tradisional dan tepung (Prabawati dkk, 2008). Di Filipina, pisang kepok disebut pisang saba, sedangkan di Malaysia disebut pisang nipah. Karakteristik morfologi tanaman pisang kepok adalah
sebagai berikut :
a. Tinggi pohon 3 m dengan lingkar batang 40-50 m berwarna hijau dengan
sedikit atau tanpa coklat kehitaman
b. Panjang daun 180 cm, lebar 50-60 cm berlapis lilin pada permukaan sebelah bawah
c. Tandan buah mencapai panjang 30-60 cm, merunduk, tidak berbulu halus d. Jantung berbentuk bulat telur, agak melebar, kelopak luar berwarna ungu
e. Sisir buah berjumlah 5-9 sisir dan tiap sisir berjumlah 10-14 buah berpenampang segi tiga atau segi empat atau bulat
f. Daging buah putih kekuning-kuningan, puting keunguunguan, rasa kurang lunak dengan tekstur yang agak berkapur (kecuali pisang siem)
g. Termasuk dalam kelompok pisang kepok adalah pisang kepok kuning, gajih putih, gajih kuning, saba, siem, cangklong dan pisang kates
Menurut Herbarium Medannense (2011), klasifikasi pisang kepok adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spematophyta Kelas : Monocotyledonease
Ordo : Zingiberales Famili : Musaceae Genus : Musa
Spesies : Musa paradisiaca L. Nama Lokal : Pisang Kepok
2.2 Jantung Pisang Kepok
Jantung pisang merupakan nama lain dari bunga pisang karena bentuknya menyerupai jantung. Jantung pisang merupakan temasuk jenis sayuran berupa
bunga dan beberapa jenis sayuran memiliki bentuk yang sama yaitu bunga turi, bunga kelapa yang masih muda, bunga kubis dan brokoli (Dwiyati
vitamin A, B dan vitamin C. Selain dibuat sayur, jantung pisang dapat pula dibuat manisan, acar maupun lalapan.
Gambar 2.1 Jantung pisang kepok segar
Menurut Satuhu dan Supriyadi (2004), bunga jantung pisang berkelamin
satu dan berumah satu dalam tandan. Daun pelindung bunga berjejal rapat dan tersusun secara spiral. Daun pelindung bunga atau seludang yang berada di luar
berwarna merah tua dan di dalam berwarna putih kekuningan, daun pelindung berlilin dan mudah rontok dengan panjang 10-25 cm. Bunga tersusun dalam dua baris melintang. Rangkaian bunga pada pangkal merupakan bunga betina dan bisa
menjadi buah. Rangkaian bunga bagian tengah merupakan bunga sempurna dan dapat menjadi buah. Sedangkan bunga yang berada di bagian pucuk adalah bunga
jantan dan tidak bisa menjadi buah. Bunga betina berada di bawah bunga jantan (jika ada). Lima daun tenda bunga melekat sampai tinggi, panjangnya 6-7 cm. Benang sari 5 buah pada bunga betina tidak sempurna, bakal buah persegi,
Jantung pisang kepok memiliki rasa gurih dan hambar, sehingga banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam olahan makanan. Beberapa olahan
makanan yang menggunakan jantung pisang kepok yaitu dalam pembuatan dendeng, bakso, burger, keripik dan masih banyak lainnya.
Jenis jantung pisang lainnya seperti jantung pisang raja memiliki rasa sepat, jantung pisang marlin memiliki rasa asam dan jantung pisang ambon putih
memiliki rasa pahit (Putro dan Rosita, 2006). Jantung pisang yang memiliki rasa pahit, sepat ataupun asam jarang dimanfaatkan dalam pengolahan makanan. Jantung pisang segar pada umumnya memiliki nilai gizi yang tinggi namun
komposisi nilai gizi dari seriap jantung pisang berbeda – beda tergantung jenis dan tempat pertumbuhannya. Kandungan zat gizi pada jantung pisang kepok dapat
dilihat pada tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Jantung Pisang Kepok per 100 g Bahan
Jenis Zat Gizi Kandungan Gizi
Protein (g)
Berdasarkan kandungan gizi jantung pisang kepok, pemanfaatan jantung