PENGARUH SEMANGAT KERJA TERHADAP EMPLOYEE
ENGAGEMENT PADA PT. PERKEBUNAN X
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Gelar Magister Profesi Psikologi
Oleh
FARHAH MEUTHIA
097029006
PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan
sesungguhnya bahwa Tesis saya yang berjudul “Pengaruh Semangat
Kerja terhadap Employee Engagement Pada PT. Perkebunan X”
yang saya susun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister
Psikologi Profesi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk
memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi di perguruan tinggi
manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan Tesis ini yang
saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya
secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di
dalam Tesis ini, saya bersedia menerima sanksi pancabutan gelar
akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku
Medan, Desember 2012
Farhah Meuthia
Pengaruh Semangat Kerja terhadap Employee Engagement Pada PT. Perkebunan X
Farhah Meuthia dan Cherly Kemala Ulfa, M.Psi, Psikolog
Abstrak
Employee engagement menjadi isu yang menarik dalam pembahasan
mengenai perilaku organisasi dalam beberapa tahun terakhir. Daya tarik ini timbul karena employee engagement berpengaruh pada kinerja perusahaan secara keseluruhan dan merupakan kunci keberhasilan dan profitabilitas organisasi.
Engagement pada karyawan akan muncul ketika karyawan memiliki semangat kerja yang tinggi. Ketika kondisi lingkungan dipersepsikan positif baik secara fisik maupun sosial maka karyawan akan mengalami perasaan sejahtera yang membangkitkan semangat kerja, ia akan bekerja dengan penuh antusias untuk menghasilkan yang lebih banyak dan lebih baik. Dengan kata lain, semangat kerja merupakan aspek yang harus muncul terlebih dahulu pada diri karyawan sebelum karyawan merasa engaged. Semangat kerja yang dimiliki oleh setiap karyawan merupakan sikap mental yang mampu memberikan dorongan bagi seseorang untuk dapat bekerja lebih giat, cepat, dan baik. Semangat kerja karyawan yang tinggi akan berpengaruh terhadap efisiensi kerja dan efektivitas kerja.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bersifat korelasional yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh semangat kerja terhadap employee engagement. Subjek pada penelitian ini adalah karyawan PT. Perkebunan X yang berjumlah 42 orang. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala yaitu skala employee engagement dan skala semangat kerja yang disusun berdasarkan dimensi employee engagement oleh Menurut Macey, Schneider, Barbera & Young (2009) serta aspek semangat kerja oleh Anoraga dan Suyati (1995). Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan analisa regresi sederhana menunjukkan hubungan yang positif antara semangat kerja dengan employee engagement (R=0.661 dan p=0.000). Sumbangan efektif variabel semangat kerja sebesar 43.7% terhadap employee engagement. Hasil penelitian ini selanjutnya menjadi dasar untuk menetapkan intervensi berupa pelatihan peningkatan semangat kerja dengan tujuan untuk meningkatkan semangat kerja yang akhirnya akan meningkatkan employee engagement pada karyawan.
Effect Of Morale On Employee Engagement at PT.Perkebunan X.
Farhah Meuthia and Cherly Kemala Ulfa, M.Psi, Psikolog
Abstract
Employee engagement becomes an interesting issue on organizational behavior in recent years. Employee engagement has impact on overall company performance as key to success and high profitability to organization. Employee engagement will arise when employees have high morale. When workplace conditions are perceived positively both physical and social, the employee will experience a feeling of well-being that evokes the high level of morale, and then they will work with enthusiasm. In other words, morale should appear first before the employees getting engaged. Morale is a mental attitude that can provide impetus for someone to be able to work harder, faster, and better. High employee morale will affect the work efficiency and effectiveness.
This study used quantitative correlation methods to determine the influence of the morale to employee engagement. The subject in this study were 42 employee of PT. Perkebunan X. Measurement tool used in this study was scale, namely employee engagement scale and morale scale that composed based on the dimensions of employee engagement by Macey, Schneider, Barbera & Young (2009) and the aspect of morale by Anoraga and Suyati (1995). Data Analyze using simple regression method showed a positive relationship between morale and employee engagement. (R=0.661 dan p=0.000). Contribution of morale to employee engagament was 43.7%. Result of this study as basis to create an intervention in form of training that namely Improved Morale Training in order to increasing employee engagement through employee morale.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim…
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T karena berkat rahmat dan hidayah
Nya maka penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “Pengaruh Semangat Kerja
terhadap Employee Engagement Pada PT. Perkebunan X” ini. Tesis ini diajukan untuk
memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera
Utara dan dipersembahkan kepada Erwin Alimansyah Siregar yang telah memberikan doa,
cinta, perhatian dan dukungan hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.
Puji syukur juga penulis panjatkan kepada Allah S.W.T yang telah memberikan
rahmat dan hidayah Nya kepada kedua orang tua penulis, Ibunda Diana Roswita Iriani
Sitorus dan Ayahanda A. Natsir Tanjung, sehingga mereka bisa terus-menerus memberikan
semangat, motivasi, dan doanya kepada penulis dalam mengerjakan Tesis ini.
Selama proses penulisan Tesis ini, penulis menerima banyak bantuan dari berbagai
pihak. Bantuan yang diberikan sangat penulis hargai. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara
2. Kak Cherly Kemala Ulfa, M.Psi, psikolog selaku dosen pembimbing Tesis yang
dengan sabar memberikan ilmunya, arahannya, dan kerelaannya untuk meluangkan
waktunya membimbing penulis dalam mengerjakan Tesis ini.
3. Bapak Zulkarnain, Ph.D, psikolog yang telah meluangkan waktunya untuk menguji
dan membimbing penulis.
4. Ucapan terima kasih yang spesial buat Siti Annisa Rizki sebagai sahabat terbaik
menghadapi masalah. Tanpa dirinya, menyelesaikan Tesis ini pasti akan terasa
berat.
5. Marintan Octarina, Laila Maya dan Frandawati, terima kasih sudah menjadi sahabat
dan teman berbagi keluh kesah bagi penulis. Terima kasih untuk selalu bersedia
mendengarkan curahan hati penulis dan memberikan semangat sepanjang masa
kuliah hingga akhir pengerjaan Tesis ini. Karena kehadiran mereka, menjalani
perkuliahan sehari-hari menjadi terasa sangat menyenangkan.
6. Kepada Fauzi Kurniawan dan Fahmi Ananda, terima kasih telah menjadi teman
seperjuangan di Magister Profesi Psikologi ini, kalianlah idola sesungguhnya.
7. Kak Shirley, kak Suryati, Dian dan Keke. Terima kasih atas berbagai bantuan yang
diberikan kepada penulis dan kebersamaan selama menjalani perkuliahan.
8. Pihak PT. Perkebunan X yang telah memberikan izin pengambilan data dan telah
memberikan bantuan yang sangat berharga bagi penyelesaian tesis ini.
9. Saudara-saudaraku tersayang, Bang Yuri, Kak Rina, Dita, Nobel dan ponakan
penulis Amanda dan Luna. Semoga kita tetap akur dan saling menyayangi. Amin.
10.Seluruh Pihak yang telah membantu dan namanya mungkin tidak tersebutkan,
penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya, semoga pengorbanan dan jasa baik
yang diberikan kepada penulis mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT.
Akhir kata, penulis menyadari Tesis ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran penulis
harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan Tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi
pihak-pihak yang terkait serta para pembaca pada umumnya.
Medan, Desember 2012
DAFTAR ISI
E. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II LANDASAN TEORI ... 14
A. Employee Engagement ... 14
I. Pengertian Employee Engagement ... 14
II. Tipe Karyawan berdasarkan Employee Engagement ... 16
III. Dimensi Employee Engagement ... 17
IV. Gejala Employee Engagement ... 19
V. Keuntungan Dari Employee Engagement ... 20
VI. Faktor Yang Menyebabkan Employee Engagement ... 21
B. Semangat Kerja ... 25
I. Pengertian Semangat Kerja ... 25
II. Faktor Yang Mempengaruhi Semangat Kerja ... 27
III. Indikator Turunnya Semangat Kerja... 31
IV. Ciri-Ciri Semangat Kerja Yang Tinggi... 32
C. Gambaran Umum PT. Perkebunan X ... 33
I. Sejarah PT. Perkebunan X ... 33
II. Struktur PT. Perkebunan X ... 35
D. Pengaruh Semangat Kerja Terhadap Employee Engagement ... 36
E. Hipotesis Penelititan ... 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 39
A. Identifikasi Variabel ... 39
B. Definisi Operasional ... 39
C. Populasi Penelitan ... 42
D. Metode Pengambilan Data ... 42
2. Skala Semangat Kerja ... 46
E. Validitas, Reabilitas dan Uji Daya Beda Aitem ... 47
1. Validitas ... 47
2. Reabilitas... 48
3. Daya Beda Aitem ... 49
F. Hasil Analisa Alat Ukur Penelitian ... 50
1. Hasil Analisa Skala Employee Engagement ... 50
2. Hasil Analisa Skala Semangat Kerja ... 51
G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 52
1. Tahap Persiapan Penelitian ... 52
A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 56
I. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 56
II. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 56
B. Hasil Penelitian ... 57
I. Uji Asumsi Penelitian ... 57
II. Hasil Utama Penelitian ... 59
C. Kategorisasi Skor Penelitian ... 61
D. Pembahasan ... 65
E. Keterbatasan Penelitian ... 68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69
A. Kesimpulan ... 69
B. Saran ... 70
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Keterlambatan Karyawan ... 9
Tabel 1.2 DataPenilaian Kinerja Karyawan ... 10
Tabel 3.1 Definisi Operasional Dimensi Employee Engagement ... 40
Tabel 3.2 Definisi Operasional Dimensi Semangat Kerja ... 41
Tabel 3.3 Blue Print Distribusi Aitem-Aitem Employee Engagement ... 45
Tabel 3.4 Rincian Skor dari Pilihan Respon pada Skala Employee Engagement ... 46
Tabel 3.5 Blue Print Distribusi Aitem-Aitem Semangat Kerja ... 47
Tabel 3.6 Rincian Skor dari Pilihan Respon pada Skala Semangat Kerja ... 47
Tabel 3.7 Jumlah Aitem Skala Employee Engagement Setelah Analisa ... 51
Tabel 3.8 Jumlah Aitem Skala Semangat Kerja Setelah Analisa... 51
Tabel 4.1 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 56
Tabel 4.2 Gambaran Subjek Berdasarkan Usia ... 56
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas ... 58
Tabel 4.4 HasilUji Linearitas... 59
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Analisa Regresi ... 59
Tabel 4.6 Sumbangan Efektif Variabel Semangat Kerja ... 60
Tabel 4.7 Model Persamaan Regresi ... 60
Tabel 4.8 Perbandingan Data Emprik Dan Teoritik Employee Engagement ... 61
Tabel 4.9 Kategorisasi Skor Employee Engagement ... 62
Tabel 4.10 Perbandingan Data Emprik Dan Teoritik Semangat Kerja ... 63
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1Factor Leading to Employee Engagement ... 24
Pengaruh Semangat Kerja terhadap Employee Engagement Pada PT. Perkebunan X
Farhah Meuthia dan Cherly Kemala Ulfa, M.Psi, Psikolog
Abstrak
Employee engagement menjadi isu yang menarik dalam pembahasan
mengenai perilaku organisasi dalam beberapa tahun terakhir. Daya tarik ini timbul karena employee engagement berpengaruh pada kinerja perusahaan secara keseluruhan dan merupakan kunci keberhasilan dan profitabilitas organisasi.
Engagement pada karyawan akan muncul ketika karyawan memiliki semangat kerja yang tinggi. Ketika kondisi lingkungan dipersepsikan positif baik secara fisik maupun sosial maka karyawan akan mengalami perasaan sejahtera yang membangkitkan semangat kerja, ia akan bekerja dengan penuh antusias untuk menghasilkan yang lebih banyak dan lebih baik. Dengan kata lain, semangat kerja merupakan aspek yang harus muncul terlebih dahulu pada diri karyawan sebelum karyawan merasa engaged. Semangat kerja yang dimiliki oleh setiap karyawan merupakan sikap mental yang mampu memberikan dorongan bagi seseorang untuk dapat bekerja lebih giat, cepat, dan baik. Semangat kerja karyawan yang tinggi akan berpengaruh terhadap efisiensi kerja dan efektivitas kerja.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bersifat korelasional yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh semangat kerja terhadap employee engagement. Subjek pada penelitian ini adalah karyawan PT. Perkebunan X yang berjumlah 42 orang. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala yaitu skala employee engagement dan skala semangat kerja yang disusun berdasarkan dimensi employee engagement oleh Menurut Macey, Schneider, Barbera & Young (2009) serta aspek semangat kerja oleh Anoraga dan Suyati (1995). Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan analisa regresi sederhana menunjukkan hubungan yang positif antara semangat kerja dengan employee engagement (R=0.661 dan p=0.000). Sumbangan efektif variabel semangat kerja sebesar 43.7% terhadap employee engagement. Hasil penelitian ini selanjutnya menjadi dasar untuk menetapkan intervensi berupa pelatihan peningkatan semangat kerja dengan tujuan untuk meningkatkan semangat kerja yang akhirnya akan meningkatkan employee engagement pada karyawan.
Effect Of Morale On Employee Engagement at PT.Perkebunan X.
Farhah Meuthia and Cherly Kemala Ulfa, M.Psi, Psikolog
Abstract
Employee engagement becomes an interesting issue on organizational behavior in recent years. Employee engagement has impact on overall company performance as key to success and high profitability to organization. Employee engagement will arise when employees have high morale. When workplace conditions are perceived positively both physical and social, the employee will experience a feeling of well-being that evokes the high level of morale, and then they will work with enthusiasm. In other words, morale should appear first before the employees getting engaged. Morale is a mental attitude that can provide impetus for someone to be able to work harder, faster, and better. High employee morale will affect the work efficiency and effectiveness.
This study used quantitative correlation methods to determine the influence of the morale to employee engagement. The subject in this study were 42 employee of PT. Perkebunan X. Measurement tool used in this study was scale, namely employee engagement scale and morale scale that composed based on the dimensions of employee engagement by Macey, Schneider, Barbera & Young (2009) and the aspect of morale by Anoraga and Suyati (1995). Data Analyze using simple regression method showed a positive relationship between morale and employee engagement. (R=0.661 dan p=0.000). Contribution of morale to employee engagament was 43.7%. Result of this study as basis to create an intervention in form of training that namely Improved Morale Training in order to increasing employee engagement through employee morale.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Organisasi atau perusahaan selalu mempunyai berbagai macam tujuan yang
hendak dicapai. Hal ini menjadi dasar bahwa setiap organisasi yang didirikan
mempunyai harapan bahwa kelak di kemudian hari akan mengalami perkembangan
yang pesat di dalam lingkup kegiatannya dan menginginkan terciptanya produktivitas
yang tinggi dalam bidang pekerjaannya. Untuk mewujudkan operasinya tersebut
dibutuhkan beberapa faktor produksi yaitu, tenaga kerja, modal, dan keahlian, dimana
ketiga faktor tersebut tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus saling mendukung
untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisisen. Diantara ketiga faktor utama
tersebut faktor tenaga kerja atau manusia dalam hal ini adalah pegawai, merupakan
hal yang terpenting karena manusia merupakan pemakai dan penggerak serta penentu
dari semua aktivitas. Oleh karena itu karyawan merupakan asset yang sangat bernilai
bagi perusahaan untuk mencapai tujuan bisnis (Dessler, 2003).
Setiap perusahaan tentu sangat ingin mempertahankan karyawan terbaiknya untuk
tetap berada di dalam perusahaan. Karyawan tersebut sebisa mungkin dipelihara agar
karyawan akan merasa betah dalam perusahaan. Untuk itu perilaku karyawan
dipelajari oleh perusahaan agar mampu memelihara mereka dengan baik. Perusahaan
akan lebih beruntung lagi apabila karyawan mereka sudah merasa terikat dengan
perusahaan (Sandy & Suharnomo, 2011)
Employee engagement menjadi isu yang menarik dalam pembahasan mengenai
perilaku organisasi dalam beberapa tahun terakhir. Daya tarik ini timbul karena
employee engagement berpengaruh pada kinerja perusahaan secara keseluruhan dan
Employee engagement pertama kali dikemukakan oleh kelompok peneliti Gallup
(Endres & Smoak, 2008). Mereka mengklaim bahwa employee engagement dapat
memprediksi peningkatan kinerja pada karyawan, profitabilitas, mempertahankan
karyawan, menghasilkan kepuasan konsumen, serta keberhasilan untuk organisasi
(Bates, 2004; Baumruk, 2004; Richman, 2006).
Harter, Schmidt, dan Hayes (2002) mendefinisikan employee engagement sebagai
bentuk keterlibatan individu dan kepuasan serta antusiasmenya dalam melakukan
pekerjaan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Frank et al (dalam Saks,
2006) bahwa employee engagement sebagai sejumlah usaha yang diberikan melebihi
apa yang diharapkan oleh perusahaan (discretionary effort) dalam bekerja. Karyawan
yang memiliki keterikatan dengan perusahaan akan berkomitmen secara emosional
dan intelektual terhadap perusahaan serta akan memberikan usaha terbaiknya
melebihi apa yang diharapkan dalam suatu pekerjaan.
Vazirani (2007) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor penting yang
menyebabkan karyawan menjadi engage yaitu: 1) Kesempatan untuk pengembangan
pribadi. 2) Manajemen yang efektif atas potensi atau bakat individu. 3) Kejelasan dari
nilai inti perusahaan. 4) Perlakuan organisasi yang penuh hormat kepada karyawan.
5) Perilaku etis yang sesuai standar perusahaan. 6) Pemberdayaan. 7) Image 8) Faktor
lainnya yang meliputi: a) Kesempatan yang sama dan perlakuan yang adil. b)
Penilaian kinerja. c) Gaji dan bonus. d) Kesehatan dan keselamatan. e) Kepuasan
kerja. f) Komunikasi. g) Family friendliness h) Co-operation.
Satu artikel yang membahas mengenai Engagement pada situs HR Portal
menunjukkan sebuah penelitian yang dilakukan Wayne Hochwarter yang merupakan
seorang Profesor administasi bisnis di Florida State University College of Business
biasa maupun pejabat perusahaan, untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas
tentang employee engagement, manfaatnya pada perusahaan, dan juga bahaya yang
mungkin timbul apabila tidak dikelola dengan baik. Hasil penelitian tersebut
menemukan bahwa karyawan yang merasa terlibat 50% lebih tinggi dalam hal
kepuasan kerja, 45% lebih tinggi dalam kinerja, dan 40% lebih tinggi dalam kepuasan
hidup. Mereka juga 33% lebih kecil kemungkinannya untuk pindah ke tempat lain
dan 30% lebih berkomitmen kepada perusahaan. Hochwarter juga menambahkan
bahwa karyawan yang engaged bekerja dengan lebih keras, lebih kreatif dan lebih
berkomitmen, dan mereka merupakan prediktor yang penting terhadap produktivitas
perusahaan. Selain itu organisasi yang memiliki karyawan engaged dapat lebih
berhasil mengatasi tekanan resesi.
Employee engagement adalah hasil dari kondisi pekerjaan yang mendukung
seperti reputasi organisasi sebagai perusahaan yang baik, ketersediaan sumber daya
yang dibutuhkan untuk menghasilkan kualitas kinerja yang tinggi serta penyampaian
visi yang jelas dari top managemen mengenai keberhasilan yang diraih untuk jangka
panjang (Paradise, 2008). Bowles & Cooper (2009) mengatakan bahwa karyawan
yang merasa engaged, akan melakukan beberapa tindakan seperti: advocacy
(merekomendasikan organisasinya sebagai tempat bekerja yang baik atau
merekomendasikan barang dan jasa yang dihasilkan); “going the extra mile” (tidak
langsung pulang ketika jam kerja berakhir, tetap mengusahakan agar kebutuhan
pelanggan dapat terpenuhi); menjadi relawan dalam menyelesaikan suatu tugas;
menunjukkan rendahnya penentangan dan sebagainya.
Engagement pada karyawan akan muncul ketika karyawan memiliki semangat
kerja yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Bowles & Cooper (2009) yang
lebih jauh dikatakan bahwa ketika kondisi lingkungan dipersepsikan positif baik
secara fisik maupun psikososial maka karyawan akan mengalami perasaan sejahtera
yang membangkitkan semangat kerja, ia akan bekerja dengan penuh antusias untuk
menghasilkan yang lebih banyak dan lebih baik. Ketika semangat kerja pada level
yang tinggi, maka akan memicu perilaku karyawan yang telah dijelaskan diatas tadi
(advocacy, going to the extra mile, menolong orang lain, komitmen dsb). Perilaku
karyawan inilah yang disebut dengan perilaku karyawan yang memiliki engagement.
Selanjutnya dikatakan bahwa engagement tidak mungkin ada tanpa semangat kerja
yang tinggi, dan semangat kerja yang tinggi biasanya menghasilkan engagement
(Bowles & Cooper, 2009). Dengan kata lain, semangat kerja merupakan aspek yang
harus muncul terlebih dahulu pada diri karyawan sebelum karyawan merasa engaged.
Semangat kerja yang dimiliki oleh setiap karyawan merupakan sikap mental yang
mampu memberikan dorongan bagi seseorang untuk dapat bekerja lebih giat, cepat,
dan baik. Semangat kerja karyawan yang tinggi akan berpengaruh terhadap efisiensi
kerja dan efektivitas kerja. Semangat kerja adalah kesinambungan dari situasi yang
dipengaruhi oleh lingkungan kerja yang akan mempengaruhi sikap dan keinginan
seseorang untuk bekerja dengan giat dan kemudian akan mempengaruhi orang lain di
lingkungan kerjanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Kasali (1998) yang menyatakan
bahwa semangat kerja terdiri dari sikap para individu dan kelompok terhadap hidup,
lingkungan dan pekerjaan.
Anoraga dan Suyati (1995) mengemukakan semangat kerja sebagai sikap individu
maupun kelompok terhadap lingkungan kerja yang tercermin dengan adanya minat,
gairah, dan bekerja secara lebih giat terhadap pekerjaan yang dilakukan. Semangat
kerja juga dapat diartikan sebagai sikap perorangan dan kelompok terhadap
mengerahkan kemampuan yang dimiliki secara sukarela. Dalam hal ini lebih
menekankan pada dorongan untuk bekerja dengan sebaik-baiknya daripada sekedar
kesenangan saja (Werther & Davis, 1989).
Karyawan yang memiliki semangat kerja yang tinggi akan bekerja dengan
energik, antusias dan penuh dengan kemauan untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Karyawan ingin datang bekerja dan antusias untuk bekerja ketika sampai di kantor
(Carlaw, Deming, dan Friedman, 2003). Sebaliknya, ketika semangat kerja rendah
dalam perusahaan, karyawan akan merasakan kebosanan dan malas dalam bekerja.
Dengan kata lain, karyawan tidak bergairah dalam menyelesaikan tugas-tugasnya dan
hanya bermalas-malasan ketika sampai di kantor. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan performansi kerja karyawan menjadi rendah, menciptakan masalah di
tempat kerjanya, cenderung menarik diri dari lingkungan kerja, sering terlambat
datang ke tempat kerja dan pulang lebih awal dari waktu yang ditetapkan dalam
aturan perusahaan, tidak mau berinteraksi dengan karyawan lain dan akhirnya terjadi
tingkat pindah kerja yang tinggi dalam perusahaan (Carlaw, Deming dan Friedman,
2003).
Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh Tohardi (2002) mengenai
pentingnya semangat kerja karyawan pada organisasi atau perusahaan. Alasannya
dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Dengan semangat kerja yang tinggi, tentunya
dapat mengurangi angka absensi atau tidak bekerja karena malas dan tidak
terjadinya peringatan secara lisan dan tertulis tidak terjadi. 2) Pekerjaan yang
diberikan atau yang ditugaskan kepada karyawan dapat diselesaikan dalam waktu
yang lebih singkat. 3) Pihak organisasi atau perusahaan memperoleh keuntungan dari
sudut kecilnya angka kerusakan, karena semakin karyawan tidak puas dalam bekerja,
semakin besar angka kerusakan yang terjadi diperusahaan. 4) Membuat karyawan
akan merasa senang bekerja, sehingga kecil kemungkinan karyawan akan pindah
bekerja ke tempat lain. 5) Dengan semangat kerja yang tinggi dapat mengurangi
angka kecelakaan, karena karyawan yang mempunyai semangat kerja tinggi
cenderung bekerja dengan hati-hati dan teliti, sehingga bekerja sesuai dengan
prosedur yang ada.
PT. Perkebunan X adalah perusahaan swasta nasional yang bergerak dalam
bidang perkebunan kelapa sawit yang didirikan pada tahun 1983. Perusahaan ini
mengelola perkebunan kelapa sawitnya dengan memakai sistem swakelola yang
artinya perkebunan diawasi oleh perusahaan sendiri, mulai dari penyediaan bibit,
pupuk, pemeliharaan dan penjualan. Perusahaan ini memiliki lebih dari 2.351
karyawan yang terdiri dari karyawan organik 590 orang, karyawan harian tetap 327
orang, karyawan harian lepas 1.375 orang serta karyawan honorer 59 orang. Kantor
pusat PT. Perkebunan X berlokasi di kota Medan, dengan jumlah karyawan sebanyak
51 orang.
Pada awal didirikan, perusahaan ini hanyalah satu dari sedikit perusahaan swasta
yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit, sehingga tujuan utama perusahaan
lebih terfokus pada pencapaian profit dan kurang memperhatikan aspek sumber daya
manusianya. Namun seiring berjalannya waktu, banyak bermunculan perusahaan
yang juga bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit, bahkan perusahaan
perkebunan yang menjadi saingan memiliki teknologi yang lebih maju serta skala
produksi yang lebih besar dan pemasaran hingga ke luar negeri. Persaingan ini
menyebabkan perusahaan akhirnya mulai merubah pandangan dan lebih memberi
perhatian pada sumber daya manusia yang ada. Pemberian fasilitas komputer dan
teknologi dalam hal mempermudah proses kerja. Perbaikan sistem penerimaan
karyawan juga dilakukan, jika pada awalnya proses perekrutan karyawan hanya
melalui wawancara dengan manager namun saat ini seluruh karyawan yang direkrut
harus melalui psikotes disalah satu biro psikologi yang ditunjuk. Selain itu, syarat
karyawan yang direkrut juga ditingkatkan, jika pada awalnya seseorang yang lulus
SMA dapat diterima menjadi karyawan, maka saat ini tingkat pendidikan karyawan
pelaksana minimal adalah D3.
Perjalanan menuju perusahaan yang lebih global tentunya membutuhkan daya
upaya yang luar biasa. Fasilitas hari demi hari terus dilengkapi, dikembangkan
dengan mengikuti perkembangan zaman dan teknologi. Dilain pihak ketiadaan HRD
yang profesional menjadi kendala dalam menciptakan sistem manajemen yang baik
bagi sumber daya manusia yang ada. Meskipun memiliki keterbatasan, departemen
personalia berusaha untuk memperbaiki sistem manajemen karyawan perusahaan PT.
Perkebunan X. Namun tidak dapat dipungkiri dalam pelaksanaannya banyak
tantangan dan hambatan yang terjadi sehingga belum semua aspek yang ada dapat
berjalan sebagaimana yang diharapkan untuk kemajuan perusahaan, seperti terungkap
dari wawancara dengan Manajer personalia PT. Perkebunan X berikut ini.
Belum semua aspek perusahaan yang berjalan dengan maksimal untuk mendukung kelancaran proses kerja sarana dan fasilitas yang ada dirasa belum dipergunakan secara efektif. Karyawan juga belum mengeluarkan kemampuan maksimal yang mereka miliki dalam bekerja…..
(Komunikasi Personal, Juli 2012)
Sebagai salah satu perusahaan yang mencari profit melalui pengolahan kepala
sawit, PT. Perkebunan X memiliki tentunya mengharapkan karyawan harus memiliki
rasa antusias yang tinggi, menyambut tantangan kerja dan tidak diharapkan menjadi
karyawan yang pasrah, bekerja apa adanya dan tidak ingin maju. Akan tetapi
semangat kerja yang tinggi, hal ini dikarenakan masih banyaknya karyawan yang
belum bekerja secara optimal bahkan cenderung bekerja seadanya seperti yang
dikemukakan oleh manager personalia PT. Perkebunan X.
...tidak semua karyawan memiliki semangat kerja yang tinggi. Dari sepuluh orang karyawan, pasti ada salah satu atau dua yang semangatnya rendah, tidak semua karyawan memiliki semangat yang besar seperti yang diharapkan oleh perusahaan.
(Komunikasi Personal, Juli 2012)
Hasil observasi yang dilakukan bulan Mei – Juli 2012 menunjukkan hal-hal
sebagai berikut: (1) ketika jam kerja dimulai, kebanyakan karyawan masih belum
memulai aktivitas kerja namun masih melaksanakan aktivitas pribadi seperti
berdandan, sarapan, membaca koran, dan berkumpul diruang pantry perusahaan. Hal
ini berlangsung antara 30 menit hingga 1 jam sebelum mereka kembali ke meja kerja
masing-masing. (2) hampir setiap hari ditemukan karyawan yang meninggalkan
pekerjaannya di jam kerja untuk melakukan aktivitas lain seperti membaca koran,
bercanda gurau, makan dan minum dll diruang pantry. (3) beberapa karyawan
terlihat bermain game pada saat bekerja, hal ini bahkan berlangsung hingga
berjam-jam. (4) beristirahat makan siang sebelum jam istirahat dan terlambat kembali ke
kantor. (5) sering meninggalkan lingkungan kantor ketika jam kerja dengan berbagai
alasan seperti menjemput anak, melihat saudara sakit, menghadiri acara adat
pernikahan tetangga, membuat SIM, ke bank dsb. Rendahnya semangat kerja juga
ditunjukkan dengan perilaku keterlambatan karyawan. Tabel hasil keterlambatan
karyawan dapat dilihat sbb:
Dari tabel I.1 dapat dilihat bahwa pada bulan Juni, tingkat keterlambatan karyawan
mencapai 15,6%, bahkan 3 orang diantaranya telah mendapat surat peringatan (Data
Surat Keluar Perusahaan, Juli 2012). Disamping itu, terdapat penurunan kategori
baik dari hasil penilaian kinerja karyawan, data penilaian prestasi kerja karyawan dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel I.2 Data Keterlambatan Karyawan
Tahun Kategori Penilaian Jumlah Karyawan Baik Cukup Kurang
2009 26 (59%) 16 (36%) 2 (5%) 44
2010 25 (53%) 14 (30%) 8 (17%) 47
2011 21 (41%) 21 (41%) 9 (18%) 51
Sumber: PT. Perkebunan X, Medan
Berdasarkan tabel I.2 dapat dilihat persentase kategori baik dari penilaian kinerja
karyawan untuk tahun 2011 lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya dan terjadi
peningkatan persentase pada kategori kurang dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya. Hal ini mengindikasikan adanya penurunan semangat kerja yang
berdampak pada kinerja mereka namun hal ini perlu diteliti lebih lanjut.
Permasalahan mengenai rendahnya semangat kerja karyawan haruslah diatasi
sedini mungkin. Karyawan harus selalu diupayakan untuk bekerja dengan baik dan
selalu antusias dalam mengerjakan tugas-tugasnya semaksimal mungkin untuk
mencegah terjadinya penurunan kinerja. Hasil Siroto Survey Intelligence
(Ubaydillah, 2006) tentang antusiasme karyawan menunjukkan bahwa sebagian
besar karyawan mempunyai antusias tinggi ketika menemukan pekerjaan baru, tetapi
antusiasme itu akan menurun setelah enam bulan bekerja. Ini dirasakan oleh 85%
dari 1000 perusahaan yang dijadikan obyek studi dan melibatkan kurang lebih satu
bahwa kegairahan karyawan hanya akan berlangsung maksimal satu tahun dari sejak
mendapatkan pekerjaan. Selama masa satu tahun pertama ini, karyawan sangat
antusias, komitmen bagus, bersedia untuk menerima nasihat dari atasan, dan datang
tepat waktu (The Gallup Organization dalam Ubaydillah, 2006).
Menurunnya kegairahan dan antusias karyawan dalam bekerja tentunya menjadi
indikator dalam melihat penurunan semangat kerja (Anoraga & Suyati, 1995). Hal ini
juga akan berdampak pada tingkat engagement yang dimiliki karyawan.
Melihat pentingnya semangat kerja dengan kaitannya terhadap employee
engagement, maka peneliti tertarik untuk mengkaji semangat kerja yang dimiliki
karyawan PT. Perkebunan X serta pengaruhnya terhadap employee engagement.
Hasil penelitian ini akan digunakan untuk menentukan intervensi yang tepat dalam
meningkatkan employee engagement melalui peningkatan semangat kerja karyawan
PT. Perkebunan X.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang penelitian diatas, peneliti mengangkat 4 rumusan masalah
penelitian, yaitu:
1. Bagaimana gambaran employee engagement karyawan PT. Perkebunan X.
2. Bagaimana gambaran semangat kerja karyawan PT. Perkebunan X.
3. Seberapa besar pengaruh antara semangat kerja dengan employee engagement PT.
Perkebunan X.
4. Intervensi apa yang dapat diberikan untuk meningkatkan semangat kerja
karyawan dengan tujuan meningkatkan employee engagement PT. Perkebunan X.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui gambaran employee engagement dan semangat kerja pada karyawan
PT. Perkebunan X.
2. Mengetahui pengaruh semangat kerja terhadap employee engagement pada
karyawan PT. Perkebunan X.
3. Merancang intervensi untuk meningkatkan employee engagement melalui
peningkatan semangat kerja karyawan PT. Perkebunan X.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat:
1. Secara akademis, manfaat penelitian ini adalah memberikan sumbangan kepada
ilmu pengetahuan tentang employee engagement dan semangat kerja. Penelitian
ini juga diharapkan menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.
2. Secara praktis penelitian ini memberi gambaran mengenai employee engagement,
semangat kerja dan rancangan intervensi dalam meningkatkan semangat kerja.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai apa yang harus
dilakukan organisasi dalam meningkatkan employee engagement melalui
peningkatan semangat kerja karyawan.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang
menjadi objek penelitian yaitu memuat teori mengenai employee
engagement dan semangat kerja
Bab III Metode penelitian
Bab ini menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel,
metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji validitas dan
reliabilitas alat ukur, dan metode analisa data yang digunakan untuk
mengolah hasil data penelitian.
Bab IV Analisa Data dan Pembahasan
Berisikan gambaran subjek penelitian, hasil penelitian utama, dan hasil
penelitian tambahan.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Berisikan kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran untuk pihak-pihak
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Employee Engagement
I. Pengertian Employee Engagement
Terdapat suatu definisi yang sering digunakan oleh salah satu lembaga
konsultan yang bergerak dalam bidang sumber daya manusia yaitu
Gallup Organization. Gallup Oranization menyatakan bahwa karyawan yang
mempunyai nilai engagement merupakan pekerja yang memiliki keterlibatan
secara penuh serta antusias terhadap pekerjaan mereka (Tritch, 2003). Definisi
ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Harter dkk (2002) yang
menyatakan engagement sebagai keterlibatan seorang karyawan serta kepuasan
pada pekerjaan yang dilengkapi dengan antusiasme.
Tokoh lain yang yang menyebutkan definisi employee engagement adalah
Marciano (2010) yang mendefinisikan employee engagement sebagai berikut:
“the extent to which one is committed, dedicated, and loyal to one’s organization,supervisor, work, and colleagues”
Pengertian dari Marciano (2010) ini dapat diartikan sejauh mana seseorang
berkomitmen, mendedikasikan dirinya dan loyal kepada organisasi, atasan,
pekerjaan dan rekan kerjanya.
Dvir, Eden, Avolio & Shamir (2002) mendefinisikan engagement dalam
istilah “high level of activity, initiative and responsibility”. Secara lebih
spesifik Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma dan Bakker (2002)
dari pusat pikiran yang dikarakteristikkan dengan vigor, dedication dan
absorption.
Pengertian employee engagement ini juga dikemukakan oleh Robinson,
Perryman & Hayday (2004) yang mendefinisikan keterikatan karyawan sebagai
sikap positif individu karyawan terhadap organisasi dan nilai organisasi.
Seorang karyawan yang memiliki tingkat keterikatan tinggi pada organisasi
memiliki pemahaman dan kepedulian terhadap lingkungan operasional
organisasi, mampu bekerja sama untuk meningkatkan pencapaian unit
kerja/organisasi melalui kerja sama antara individu karyawan dengan
manajemen. Menurut Kahn (dalam Mujiasih dan Ratnaningsih, 2012)
employee engagement dalam pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota
organisasi yang melaksanakan peran kerjanya, bekerja dan mengekspresikan
dirinya secara fisik, kognitif dan emosional selama bekerja. Sedangkan Hewitt
Associate (2004) menyatakan bahwa employee engagement sebagai keinginan
karyawan untuk say (berbicara positive mengenai organisasi), stay (keinginan
untuk menjadi anggota dari organisasi, dan strive (berbuat melebihi harapan
organisasi). Employee engagement juga dikaitkan dengan dorongan motivasi
internal yang tinggi (Colbert, Mount, Harter, Witt & Barrick, 2004). Hal ini
sejalan dengan Wellins dan Concelman (dalam Little & Little, 2006) yang
mengatakan bahwa employee engagement adalah dorongan ilusi yang
memotivasi karyawan untuk menunjukkan performance yang tinggi. Dorongan
ini merupakan gabungan dari komitmen, loyalitas, produktivitas dan
kepemilikan. Definisi ini kemudian ditambahkan dengan memasukkan perasaan
Institute of Employee Studies (dalam Robinson, Perryman & Hayday,
2004) mendefinisikan employee engagement sebagai suatu sikap positif dari
karyawan terhadap sikap organisasi tempat dirinya bekerja. Karyawan yang
terpacu akan peduli terhadap bisnis organisasi dan bekerja secara tim untuk
meningkatkan performasi organisasi.
Dari beberapa pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa
keterikatan karyawan adalah sikap positif individu karyawan terhadap
organisasi dan nilai organisasi yang ditunjukkan dengan adanya komitmen,
dedikasi dan loyal kepada organisasi, atasan, pekerjaan dan rekan kerjanya.
Seorang karyawan yang memiliki tingkat keterikatan yang tinggi pada
organisasi memiliki pemahaman dan kepedulian terhadap lingkungan
operasional organisasi, antuasias dalam bekerja, mampu bekerja sama dengan
karyawan lain, berbicara positif mengenai organisasi, dan berbuat melebihi
II. Tipe Karyawan berdasarkan tingkat Employee engagement
Seorang karyawan yang engaged akan merasa loyal dan peduli dengan
masa depan organisasinya. Karyawan tersebut memiliki kesediaan untuk
melakukan usaha ekstra demi tercapainya tujuan organisasi untuk tumbuh dan
berkembang. Gallup (2004) mengelompokkan 3 jenis karyawan berdasarkan
tingkat engagement yaitu:
1. Engaged
Karyawan yang engaged adalah seorang pembangun (builder). Mereka
selalu menunjukkan kinerja dengan level yang tinggi. Karyawan ini akan
bersedia menggunakan bakat dan kekuatan mereka dalam bekerja setiap
hari serta selalu bekerja dengan gairah dan selalu mengembangkan inovasi
agar perusahaan berkembang.
2. Not Engaged
Karyawan dalam tipe ini cenderung fokus terhadap tugas dibandingkan
untuk mencapai tujuan dari pekerjaan itu. Mereka selalu menunggu perintah
dan cenderung merasa kontribusi mereka diabaikan.
3. Actively Disengaged
Karyawan tipe ini adalah penunggu gua “cave dweller”. Mereka secara
konsisten menunjukkan perlawanan pada semua aspek. Mereka hanya
actively disengaged ini melemahkan apa yang dilakukan oleh pekerja yang
engaged.
III. Dimensi Employee engagement
Menurut Macey, Schneider, Barbera & Young (2009) employee engagement
mencakup 2 dimensi penting, yaitu:
a. Employee engagement sebagai energi psikis
Karyawan merasakan pengalaman puncak (peak experience) dengan
berada di dalam pekerjaan dan arus yang terdapat di dalam pekerjaan
tersebut. Employee engagement merupakan keseriusan ketika larut
dalam pekerjaan (immersion), perjuangan dalam pekerjaan (striving),
penyerapan (absorption), fokus (focus) dan juga keterlibatan
(involvement).
b. Employee engagement sebagai energi tingkah laku:
Bagaimana employee engagement terlihat oleh orang lain. Employee
engagement terlihat oleh orang lain dalam bentuk tingkah laku yang
berupa hasil. Tingkah laku yang terlihat dalam pekerjaan berupa:
1) Karyawan akan berfikir dan bekerja secara proaktif, akan
mengambil tindakan dengan cara yang sesuai dengan tujuan
organisasi.
2) Karyawan yang engaged tidak terikat pada “job description”,
mereka fokus pada tujuan dan mencoba untuk mencapai secara
konsisten mengenai kesuksesan organisasi.
3) Karyawan secara aktif mencari jalan untuk dapat memperluas
kemampuan yang dimiliki dengan jalan yang sesuai dengan visi
dan misi perusahaan.
4) Karyawan pantang menyerah walau dihadapkan dengan
rintangan atau situasi yang membingungkan.
Marciano (2010) mengembangkan model RESPECT yang didasarkan
pada prinsip sederhana yang menyatakan bahwa ketika orang
diperlakukan dengan respect mereka akan engage dan bekerja keras untuk
mencapai tujuan organisasi. Keterikatan karyawan tergantung kepada
sejauh mana karyawan merasa respect atau disrespect pada5 area dimensi
berikut:
1. Organisasi
Mencakup visi, misi, nilai, tujuan, kebijakan dan tindakan organisasi.
2. Kepemimpinan
Sikap terhadap pimpinan khususnya pimpinan langsung, meyakini
bahwa ia adalah orang yang kompeten, beretika, membuat keputusan
yang bagus dan memperlakukan orang lain dengan adil.
Meyakini bahwa anggota tim adalah orang yang berkompeten,
kooperatif, jujur, suportif dan mau mendorong dan mendukung diri
mereka sendiri.
4. Pekerjaan
Meyakini bahwa pekerjaan tersebut menantang, berharga, menarik dan
memiliki nilai kepada pelanggan baik internal maupun eksternal.
5. Individu
Memiliki perasaan bahwa ia dihargai oleh organisasi, supervisor dan
oleh sesama anggota tim
IV. Gejala Employee Engagement
Marciano (2010) menunjukkan perilaku khusus yang menggambarkan
employee engagement yaitu sebagai berikut:
1. Mengutarakan ide-ide baru dalam bekerja
2. Menunjukkan sikap bergairah dan antusias tentang pekerjaan
3. Mengambil inisiatif
4. Selalu mencari cara untuk memperbaiki dan mengembangkan diri, orang
lain maupun perusahaan.
5. Secara konsisten bertindak melampaui tujuan yang ditentukan serta
harapan-harapan terhadap dirinya.
6. Memiliki sifat ingin mendalami segala sesuatu, tertarik dan selalu
mengajukan pertanyaan-pertanyaan
8. Bersifat optimis dan positif, senyum
9. Mengatasi hambatan dan tetap fokus terhadap tugas dan persisten.
10.Komit terhadap organisasi
Albrecht (2010) merangkum beberapa gejala engagement pada seorang
karyawan antara lain:
1. Karyawan akan mengerahkan dan menunjukkan semua usaha baik fisik,
pemikiran maupun perasaan dalam melakukan pekerjaannya (Kahn, 1990)
2. Karyawan mengerahkan seluruh tenaga, antusiasme, dan menunjukkan
semangat, dedikasi dan dirinya larut dalam pekerjaan, muncul perasaan
mengasikkan pada saat melaksanakan tugasnya
3. Karyawan menginternalisasi semua tujuan dan aspirasi perusahaan sebagai
tujuan dan aspirasi miliknya sendiri. karyawan merasa memiliki ikatan
emosi antara dirinya dan perusahaan.
V. Keuntungan Dari Engagement
Biro konsultasi DDI (dalam Marciano, 2010) menyatakan bahwa semakin
tinggi tingkat keterikatan maka akan semakin tinggi kinerja organisasi tersebut.
Marciano (2010) menjelaskan bahwa banyak keuntungan yang dihubungkan
dengan level keterikatan yang tinggi, yaitu:
1. Meningkatkan produktivitas
2. Meningkatkan keuntungan perusahaan
3. Kualitas kerja yang tinggi
4. Meningkatkan efisiensi kerja
5. Turnover yang rendah
7. Meminimalkan kecurangan dan kesalahan karyawan
8. Meningkatnya kepuasan pelanggan
9. Meningkatnya kepuasan karyawan
10.Mengurangi waktu yang hilang akibat kecelakaan kerja
11.Meminimalkan keluhan EEO atau Employee Employment Opportunity
VI. Faktor Yang Menyebabkan Employee Engagement Dan Disengagement
Vazirani, (2007) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor penting yang
menyebabkan employee engagement, yaitu:
1. Pengembangan karir - kesempatan untuk pengembangan pribadi
Organisasi dengan tingkat engagement yang tinggi memberikan
kesempatan kepada karyawan untuk mengembangkan kemampuan
mereka, mempelajari keahlian baru, mendapatkan pengalaman baru dan
menyadari potensi karyawan mereka. Ketika organisasi merancang
jenjang karir bagi karyawan mereka dan mengembangkan pelaksanaannya
bagi karyawan, maka karyawan juga akan menjadi investasi bagi
perusahaan.
2. Pengembangan karir - manajemen yang efektif dari potensi atau bakat
Pengembangan karir mempengaruhi keterikatan karyawan dan
mempertahankan karyawan yang paling berbakat dan menyediakan
kesempatan bagi pengembangan pribadi.
3. Kepemimpinan - kejelasan dari nilai perusahaan
Nilai inti organisasi jelas dan tidak ambigu.
4. Kepemimpinan - perlakuan yang penuh hormat kepada karyawan
Organisasi menunjukkan respek pada setiap kualitas dan kontribusi dari
karyawan tanpa memperhatikan level mereka.
5. Kepemimpinan - standar perilaku etis sesuai standar perusahaan
Standar etika organisasi juga menyebabkan karyawan engage
6. Pemberdayaan
Karyawan ingin dilibatkan dalam keputusan yang mempengaruhi kerja
mereka. pemimpin dari tempat kerja yang memiliki keterikatan tinggi
menciptakan lingkungan yang menantang dan penuh rasa percaya, dimana
karyawan dibiarkan berinovasi untuk memajukan organisasi.
7. Image
Seberapa besar karyawan untuk memberikan dukungan pada produk dan
jasa yang dihasilkan organisasinya tergantung pada luasnya persepsi
pelanggan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan organisasinya
tersebut.
8. Faktor lainnya yang meliputi:
a. Kesempatan yang sama dan perlakuan yang adil
Keterikatan karyawan akan tinggi jika atasan mereka memberikan
perlakuan yang sama kepada semua karyawan dalam untuk
b. Penilaian kinerja
Evaluasi yang adil terhadap kinerja karyawan merupakan kritaria
penting untuk menentukan tingkat employee engagement.
Organisasi yang melakukan penilain kinerja dengan cara yang
sesuai (transparan dan tidak bias) akan meningkatkan level
engagement karyawannya.
c. Gaji dan bonus
Organisasi harus memiliki sistem upah yang sesuai sehingga
karyawan termotivasi untuk bekerja di perusahaan. Untuk
meningkatkan level keterikatan karyawan organisasi harus
menyediakan upah dan benefit yang sesuai.
d. Kesehatan dan keselamatan
Hasil penelitian mengindikasikan bahwa keterikatan karyawan
akan menurun jika karyawan merasa tidak aman ketika bekerja.
Sehingga organisasi harus memiliki metode dan sistem yang sesuai
untuk menjamin keselamatan dan kesehatan karyawan.
e. Kepuasan kerja
Hanya karyawan yang puas yang akan menjadi engage.
f. Komunikasi
Organisasi harus mengikuti kebijakan terbuka, sistem komunikasi
keatas dan kebawah harus sesuai dan diatur sebaik mungkin. Jika
karyawan dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan mendapat
hak untuk didengarkan maka level keterikatan karyawan akan
meningkat.
Career Development – Opportunities for
Keluarga karyawan mempunyai pengaruh dalam kehidupan
kerjanya. Ketika seorang karyawan menyadai bahwa organisasi
tempat ia bekerja juga memberikan perhatian pada keluarganya
(tunjangan anggota keluarga) maka ia akan memiliki kedekatan
emosional dengan organisasinya yang akan membuatnya engage.
h. Co-operation
Jika seluruh organisasi saling bekerja sama dan saling membantu
maka karyawan akan menjadi engage dengan organisasinya.
Faktor-faktor ini kemudian digambarkan dalam sebuah bagan
berikut:
Pay and Benefits Communication
Health and Safety Family friendliness
B. Semangat Kerja
I. Pengertian Semangat Kerja
Upaya pencapaian tujuan operasional masalah semangat kerja pegawai
tidak dapat diabaikan begitu saja karena pegawai perupakan faktor yang sangat
penting disamping faktor-faktor lainnya. Oleh karena itu semangat kerja
pegawai perlu dipupuk dan ditingkatkan demi tercapainya tujuan organisasi
secara efektif dan efisien.
Semangat kerja merupakan terjemahan dari kata morale yang artinya
moril atau semangat juang (Echols & Shadily,1997). Beach (1980)
mendefinisikan semangat kerja sebagai sikap individu dalam kelompok
terhadap lingkungan kerjanya dan bekerja sama secara sukarela mengerahkan
kemampuannya untuk mencapai tujuan organisasi. Pendapat lain mengatakan
bahwa semangat kerja merupakan perasaan yang memungkinkan seseorang
bekerja untuk menghasilkan yang lebih banyak dan lebih baik (Halsey, 2003).
Sementara menurut Kossen (1993) semangat kerja adalah suasana yang
ditimbulkan oleh sikap kerja dari para anggota suatu organisasi. Nitisemito
(1996) mengatakan bahwa semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara
lebih giat sehingga pekerjaan dapat diharapkan lebih cepat dan lebih baik.
Pendapat lain dikemukakan oleh Strauss dan Sayless (1999) yang
menyebutkan semangat kerja sebagai sikap partisipasi pekerja dalam mencapai
tujuan organisasi yang harus dilakukan dengan dorongan yang kuat, antusias
dan bertanggung jawab terhadap prestasi serta konsekuensi organisasi di masa
sekarang dan yang akan datang. Hasibuan (2005) menyatakan bahwa semangat
kerja sebagai keinginan dan kesungguhan seseorang mengerjakan pekerjaannya
Sastrohadiwiryo (2002) mengatakan bahwa semangat kerja dapat diartikan
sebagai suatu kondisi mental, atau perilaku individu tenaga kerja dan
kelompok-kelompok yang menimbulkan kesenangan yang mendalam pada diri
tenaga kerja untuk bekerja dengan giat dan konsekuen dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan perusahaan.
Pengertian semangat kerja juga dikemukakan oleh Davis & Newstrom
(2000) yang menyatakan bahwa semangat kerja adalah kesediaan perasaan
maupun perilaku yang memungkinkan seseorang bekerja untuk menghasilkan
kerja lebih banyak dan lebih baik. Semangat kerja merupakan suasana kerja
yang positif yang terdapat dalam suatu organisasi dan terungkap dalam sikap
individu maupun kelompok yang mendukung seluruh aspek kerja termasuk di
dalamnya lingkungan, kerjasama dengan orang lain yang secara optimal sesuai
dengan kepentingan dan tujuan perusahaan. Menurut Winardi (2004) semangat
kerja mengandung pengertian ketiadaan konflik, perasaan senang, penyesuaian
pribadi secara baik, dan tingkat keterlibatan ego dalam pekerjaan.
Para ahli lain yang menyebutkan pengertian semangat kerja adalah Danim
(2004) yang mendefenisikan semangat kerja atau kegairahan kerja sebagai
kesepakatan batiniah yang muncul dari dalam diri seseorang untuk mencapai
tujuan tertentu. Selain itu Carlaw, Deming & Friedman (2003) juga
menyatakan bahwa karyawan yang memiliki semangat kerja yang tinggi adalah
karyawan yang bekerja dengan berenergi, antusias, dan memiliki rasa
kebersamaan. Karyawan yang memiliki semangat kerja rendah adalah ketika
karyawan merasa bosan, berkecil hati, dan malas. Semangat kerja merupakan
bentuk nyata dari komitmen yang ditunjukkan dengan semangat, antusiasme
Semangat kerja ditunjukkan dengan apa yang individu dan kelompok katakan
dan lakukan untuk memperlihatkan ketertarikan, pemahaman dan identifikasi
diri terhadap keutuhan dan kesuksesan kelompok kerja (Yoder & Staudohar,
1982).
Berdasarkan para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa semangat kerja
adalah sikap pekerja dalam mencapai tujuan organisasi yang harus ditunjukkan
dengan bekerja penuh energi, antusias, dan memiliki rasa kebersamaan.
II. Faktor yang Mempengaruhi Semangat Kerja
Bowles dan Cooper (2009) mengemukakan ada beberapa faktor yang
mempengaruhi semangat kerja karyawan, yaitu:
a. Pekerjaan itu sendiri dan image organisasi
Hal ini termasuk bagaimana karyawan melihat organisasi dan pekerjaan
mereka serta bagaimana ia berpikir mengenai orang lain (masyarakat dan
pelanggan) akan melihat organisasi tempat dia berada.
b. Kompensasi dan benefit
Hal ini mencakup pembayaran upah serta benefit lain yang diberikan oleh
organisasi.
c. Karir dan pengembangan
Merupakan aspek yang berhubungan dengan kesempatan untuk berprestasi,
keadilan dalam proses promosi, perekrutan secara internal maupun
eksternal, kesempatan mendapatkan pelatihan dan pengembangan dalam
upaya meningkatkan kemampuan dan pengetahuan.
Perasaan aman yang didapatkan oleh karyawan dalam bekerja, dan adanya
jaminan bahwa organisasi akan terus bertahan dan berkembang.
e. Komunikasi
Mencakup seluruh informasi yang diberikan kepada karyawan, apa
informasi itu penting, apakah informasi tersebut dapat dipercaya, apakah
cara penyampaiannya sesuai.
f. Produktifitas
Bagaimana cara karyawan menjadi produktif, apakah sudah cukup
diarahkan atau tidak, ketiadaan atau kurangnya pelatihan yang diberikan,
kebijaksanaan dari manajemen, bagaimana desain alur kerja dan apakah
seseorang mendapatkan beban kerja yang lebih banyak dibanding kan orang
lain tanpa mendapatkan konsekuensi
g. Kondisi kerja
Hal ini termasuk kondisi kerja secara fisik, keselamatan, perlengkapan dan
peralatan yang memadai, pengaturan jarak ruangan kantor, fasilitas
kesehatan dan aspek yang berhubungan.
h. Manajemen dan pengawasan
Bagaimana karyawan melihat atasannya, apa yang diharapkan oleh
pimpinan untuk karyawan lakukan atau kerjakan, bagaimana image
pimpinan yang dilihat oleh karyawan, apakah perlakuan manajer atau
pimpinan adil atau tidak, kapan terakhir kali karyawan mendapat masukan
dari atasan atas kinerjanya, dan apakah masukan tersebut mampu
memotivasinya.
Mencakup bagaimana suatu keputusan dibuat, apakah sudah sesuai atau
belum, apakah keputusan itu berkualitas dsb.
Pattanayak (2002) mengemukakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi
semangat kerja, yaitu :
a. Perasaan kebersamaan.
Karyawan memiliki rasa saling memiliki dan peduli antar anggota
kelompok kerja.
b. Kejelasan tujuan atau objektif yang diraih.
Karyawan memiliki beban kerja yang jelas dan tujuan yang jelas.
c. Pengharapan keberhasilan terhadap tujuan yang diinginkan.
Memiliki kepercayaan bahwa pekerjaan dapat dilakukan sesuai tujuan yang
diinginkan perusahaan atau organisasi.
d. Rasa kerja sama dalam melaksanakan tugas demi tercapainya tujuan.
Tugas yang diberikan akan dilaksanakan dengan saling berpartisipasi antar
anggota kelompok kerja.
e. Memiliki pemimpin yang memberikan dukungan dan dorongan.
Pemimpin sering berhubungan langsung dengan para karyawan,
memberikan motivasi yang membangun dan mengarahkan bawahan agar
bekerja lebih produktif.
Menurut Anoraga dan Suyati (1995), bahwa terdapat beberapa aspek yang
dapat digunakan untuk mengukur semangat kerja antara lain:
a. Kerjasama
Kerjasama berarti bekerja bersama-sama ke arah tujuan yang sama dimana
bersungut-sungut dan rasa malas. Selanjutnya Anoraga menyatakan bahwa
kerjasama dapat dilihat dari beberapa hal yaitu:
1) Kesediaan para karyawan untuk bekerjasama dengan teman-teman
sekerja maupun dengan atasan mereka yang berdasarkan tujuan
bersama.
2) Kesediaan untuk saling membantu di antara teman sekerja sehubungan
dengan tugasnya.
b. Disiplin Kerja
Disiplin kerja merupakan sikap dimana seorang pegawai dituntut untuk
mematuhi ketentuan-ketentuan organisasi secara sadar sehingga menjadi
kebiasaan yang berlaku di dalam pelaksanaan kerja sehari-hari. Mematuhi
secara sadar berarti sudah tertanam adanya unsur pengendalian diri dalam
mengimplementasikan apa yang telah disadari itu. Adanya sikap pengendalian
berarti sudah menunjukkan adanya sikap mental dan moral yang tinggi yang
melekat pada diri seseorang.
c. Kegairahan Kerja
Kegairahan kerja merupakan unsur penting dalam rangka terselesaikannya
suatu tugas, karena setiap pemimpin harus dapat meningkatkan dan berusaha
untuk membangkitkan kegairahan kerja karyawannya. Menurut Anoraga dan
Suyati (1995), bahwa untuk mengetahui pelaksanaan kerja bawahan yang
dilakukan dengan bergairah dapat dilihat dari beberapa hal:
1) Karyawan dalam melaksanakan pekerjaan dengan disertai perasaan
gembira dan senang hati serta rela berkorban tanpa banyak perintah.
2) Karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan dengan penuh perhatian
3) Karyawan selalu mengisi waktu kosong dengan bekerja.
III. Indikator Turunnya Semangat Kerja
Yoder dan Staudohar (1982) mengemukakan beberapa hal yang dapat
dijadikan indikator dari turunnya semangat kerja karyawan, yaitu :
a. Kurang tertarik, kelelahan dan bosan
Ketika mengalami kegagalan dalam melakukan pekerjaan, karyawan
kurang tertarik untuk memperbaiki kesalahannya, bersikap acuh dan
meninggalkan tugasnya. Karyawan mengalami kelelahan fisik dan mental.
Pekerjaan menjadi sesuatu yang sangat membosankan (monoton).
b. Ketidakhadiran dan keterlambatan
Ukuran dari semangat tidaknya para karyawan dalam bekerja dapat dilihat
dari besar tidaknya ketidakhadiran atau keterlambatan kerja.
c. Pindah kerja
Jumlah karyawan yang berhasrat untuk keluar atau mengundurkan diri dari
perusahaan adalah merupakan indikasi dari semangat kerja karyawan yang
rendah.
d. Hasil kerja yang lebih rendah
Karyawan menghasilkan hasil kerja yang lebih rendah daripada
kemampuan yang dimilikinya. Hal ini merupakan indikasi dari rendahnya
semangat kerja karyawan.
IV. Ciri-Ciri Semangat Kerja Tinggi
Carlaw, Deming & Friedman (2003) menyatakan bahwa yang menjadi ciri-ciri
semangat kerja yang tinggi adalah sebagai berikut:
Senyum dan tawa mencerminkan kebahagiaan individu dalam bekerja.
Walaupun individu tidak memperlihatkan senyum dan tawanya, tetapi di
dalam dirinya individu merasa tenang dan nyaman bekerja serta menikmati
tugas yang dilaksanakannya.
b. Memiliki inisiatif
Individu yang memiliki semangat kerja yang tinggi akan memiliki kemauan
diri untuk bekerja tanpa pengawasan dan tanpa perintah dari atasan.
c. Berfikir kreatif dan luas
Individu mempunyai ide-ide baru, dan tidak mempunyai hambatan untuk
menyalurkan ide-idenya dalam menyelesaikan tugas.
d. Menyenangi apa yang sedang dilakukan
Individu lebih fokus terhadap pekerjaan daripada memperlihatkan
gangguan selama melakukan pekerjaan.
e. Tertarik dengan pekerjaannya
Individu menaruh minat pada pekerjaan karena sesuai keahlian dan
keinginannya.
f. Bertanggung jawab
Individu bersungguh-sungguh dalam menjalankan pekerjaan.
g. Memiliki kemauan bekerja sama
Individu memiliki kesediaan untuk bekerja sama dengan individu yang lain
untuk mempermudah atau mempertahankan kualitas kerja.
h. Berinteraksi dengan atasan
Individu berinteraksi dengan atasan dengan nyaman tanpa ada rasa takut
C. Gambaran umum perusahaan PT. Perkebunan X
I. Sejarah PT. X
PT. Perkebunan X adalah suatu perusahaan swasta nasional yang bergerak
dibidang perkebunan kelapa sawit dan industri. Perusahaan ini didirikan sesuai
dengan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) No. 6
Tahun 1968 dan No. 12 Tahun 1970, dan perseroan ini didirikan berdasarkan
Akte No. 37 Tanggal 16 Januari 1982 dan Akte No. 53 Tanggal 24 Oktober
1983 dihadapan seorang Notaris di Medan.
Pada awal pendiriannya perusahaan ini menyerap tenaga kerja sebanyak 1.881
orang yang terdiri dari:
1. Karyawan Organik 257 Orang
2. Karyawan Harian Tetap 249 Orang
3. Karyawan Harian Lepas 1.375 Orang
Pada juni 2012, karyawan yang dimiliki adalah sebanyak 2.351 orang yang
terdiri dari:
1. Karyawan Organik 590 Orang
2. Karyawan Harian Tetap 327 Orang
3. Karyawan Harian Lepas 1.375 Orang
4. Honorer, Guru SD, Dokter 59 Orang
PT. Perkebunan X mengelola perkebunan kelapa sawitnya dengann memakai
sistem swakelola yang artinya perkebunan diawasi oleh perusahaan sendiri
perkebunan berupa Tandan Buah Segar (TBS) yang nantinya akan diolah
menjadi PKO, CPO, Karnel (inti sawit) dan PKM. Kantor Pusat PT.
Perkebunan X berada di Medan. Kantor pusat ini berfungsi sebagai pusat
pengendali dan pengaturan kegiatan produksi perkebunan.
II. Struktur perusahaan PT. Perkebunan X
Struktur organisasi perkebunan PT. Perkebunan X disusun pada bulan April
1987 dan tertuang dalam surat keputusan Direksi No. SK/804/II/88 tanggal 1
Maret 1988. Adapun penjelasan bagan tersebut adalah sbb:
1. Dewan Komisaris
2. Kelompok Direksi
a. Direktur Utama
b. Direktur Keuangan
c. Direktur Operasional
3. Staf Khusus
4. Pengembangan Proyek
5. Staf Direksi
a. Biro Personalia/Umum/Humas
b. Biro Keuangan
6. Processing Departement
7. Estate Departement