ABDULLAH AMAN DAMAI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Sistem perencanaan tata ruang wilayah pesisir: Studi kasus Teluk Lampung, adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2012
ABDULLAH AMAN DAMAI. Spatial planning system of coastal area: Lampung Bay case study. Under direction of MENNOFATRIA BOER, MARIMIN, ARIO DAMAR, and ERNAN RUSTIADI.
Coastal area is complex and dynamic in nature, and also vulnerable against stress. On the other side, it has various resources and environment services, and hence tend to be overexploited. For that reason, conflict of space utilization whether intersectors or internal sector, and various of stakeholders’ interest, became an ordinary problem. The conflict has to be prevailed through a proper administration spatial management based on spatial planning that might accommodate economic and population growth, and also implementable. Through the system approach, comprehensive spatial planning of coastal area could be met, which able to accommodate stakeholders’ interest. Due to its complexity, in which various activities and stakeholders are present, coastal area of Lampung Bay was determined as study area. The research was aimed to develop an approach of spatial planning of coastal area that integrate waters and terrestrial space, in a system framework with participatory features. The research was carried out through system dynamics approach that incorporated with geographic information system. Furthermore, participatory prospective analysis for mapping stakeholders’ need, and regional analysis, was prepared. The result showed that: (1) system approach is able to provide a scenario of coastal area spatial planning comprehensively, in which waters and terrestrial space could be integrated through simultaneous analysis of components of system and their interactions, and further intervention on it; (2) stakeholders involvement through participatory prospective analysis is the key of simplification of spatial policies formulation, in which various of interest in an area could be accommodated; (3) main components of system (i.e. population, economic activities, and space availability) in coastal area of Lampung Bay, are interrelated and interdependent, and in order to achieve sustainable relation among them until the end of analysis (year 2029), consequently it has to be attained and maintained a proportion of protected area as 54,482 ha (42.09%) of land and 4,822 ha (3.02%) of waters; (4) accomplishment of spatial planning of coastal area of Lampung Bay require conversion of a part of production area (50.67%) to become protected area, and development of service centers and infrastructure networks; and (5) Suggestions of space alocation and service center hierarchies, could be prepared based on model simulation of condition and regional capabilities of Lampung Bay coastal area, the scenario could accommodate stakeholders’ need toward the sustainable regional development
ABDULLAH AMAN DAMAI. Sistem perencanaan tata ruang wilayah pesisir: Studi kasus Teluk Lampung. Dibimbing MENNOFATRIA BOER, MARIMIN, ARIO DAMAR, dan ERNAN RUSTIADI.
Penelitian dan disertasi ini dilatarbelakangi oleh kekhasan wlayah pesisir yang kompleks dan meliputi ekosistem daratan dan perairan. Dengan kompleksitasnya yang tinggi, pengelolaan wilayah pesisir harus bersifat holistik dan terintegrasi, dengan salah satu komponen kuncinya adalah perencanaan tata ruang. Urgensi penataan ruang merupakan bentuk intervensi positif guna meningkatkan kesejahteraan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, perencanaan tata ruang memiliki posisi penting dalam kerangka pengelolaan wilayah pesisir terpadu. Namun demikian, perencanaan tata ruang wilayah pesisir memerlukan suatu pendekatan yang mampu memadukan karakteristik ruang daratan dan perairan secara sejajar, sehingga sulit diakomodasi oleh perencanaan tata ruang yang bias daratan
Pendekatan sistem dapat memberikan pemahaman fenomena dunia nyata secara komprehensif. Wilayah pesisir yang kompleks, dapat dipandang sebagai suatu sistem, dengan komponen utama terdiri dari populasi (penduduk), aktivitas ekonomi, dan penggunaan ruang. Melalui pemodelan sistem, dapat dipelajari perilakunya secara komprehensif dan diterapkan skenario perencanaan sebagai bentuk intervensi terhadap sistem tersebut. Dengan demikian, melalui intervensi terhadap sistem, dapat dihasilkan perencanaan tata ruang terpadu, komprehensif, dan akomodatif terhadap kebutuhan para pemangku kepentingan (stakeholders).
Sebagai wilayah pesisir yang kompleks dengan beragam aktivitas, Teluk Lampung dipilih sebagai lokasi penelitian. Tujuan penelitian adalah untuk mengembangkan suatu pendekatan perencanaan tata ruang wilayah pesisir yang memadukan ruang daratan dan perairan dalam suatu kerangka sistem dan bersifat partisipatif. Pendekatan penelitian melalui sistem dinamik dengan pemodelan deterministik, yang mampu mengkaji sistem kompleks. Pemetaan kebutuhan para pemangku kepentingan menggunakan analisis prospektif partispatif, dan penyajian spasial menggunakan sistem informasi geografis.
Wilayah penelitian meliputi: (1) daratan kecamatan di Kota Bandar Lampung (Telukbetung Barat, Telukbetung Selatan, dan Panjang), Kabupaten Lampung Selatan (Ketibung, Sidomulyo, Kalianda, Rajabasa, dan Bakauheni), dan Kabupaten Pesawaran (Padang Cermin dan Punduh Pidada); dan (2) perairan Teluk Lampung antara 105o11’-105o43’ BT dan 5o26’-5o
Kebutuhan para pemangku kepentingan dipetakan dari analisis prospektif partisipatif melalui forum pertemuan 27 partisipan, yang berlatar belakang: nelayan dan pembudidaya ikan, pengusaha, institusi pemerintah daerah, dan perguruan tinggi setempat. Secara konsensus terpilih 6 variabel yang paling
59’ LS.
penegakan hukum, pertumbuhan penduduk, infrastruktur wilayah, aktivitas ekonomi kerakyatan, dan zonasi wilayah. Keenam variabel terpilih tersebut merupakan representasi kebutuhan para pemangku kepentingan. Partisipan juga merumuskan empat skenario berdasarkan kombinasi dari kondisi variabel terpilih. Di dalam pengembangan model, skenario tersebut diterjemahkan dalam variasi nilai parameter peubah “kebijakan”, yaitu: optimis, bernilai 1; moderat, bernilai 0,75; pesimis, bernilai 0,25; dan sangat pesimis, bernilai 0. Kemudian masing-masing skenario disimulasi.
Simulasi sub-model populasi, menunjukkan bahwa populasi skenario optimis meningkat lebih besar, pada tahun 2029 mencapai 763 ribu orang, sedangkan pada skenario sangat pesimis hanya mencapai 663 ribu orang. Populasi skenario optimis yang lebih tinggi, disumbang dari imigrasi yang masuk ke wilayah pesisir lebih besar daripada skenario lainnya. Di sisi lain, tingkat pengangguran pada skenario optimis lebih rendah daripada skenario lainnya, karena perekonomian menjadi lebih baik.
Simulasi sub-model aktivitas ekonomi menunjukkan perbedaan antar skenario. Aktivitas ekonomi (PDRB harga konstan tahun 2000) pada skenario optimis menjadi sekitar Rp 14,06 triliun pada tahun 2029, pada skenario sangat pesimis hanya meningkat menjadi Rp 7,41 triliun. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh perbedaan besarnya peubah investasi, yang ditentukan oleh perbedaan ”inkonsistensi tata ruang”, ”degradasi sumberdaya pesisir”, dan ”kendala ruang”.
Simulasi sub-model ketersediaan ruang, menunjukkan bahwa lahan pertanian skenario sangat pesimis, relatif tetap, yaitu dari 105,2 ribu ha pada tahun 2003, menjadi 103,4 ribu ha pada tahun 2029, sedangkan pada skenario optimis menurun tajam menjadi 51,9 ribu ha. Secara keseluruhan, skenario sangat pesimis memerlukan total kebutuhan lahan untuk kawasan budidaya (terutama pertanian) yang paling besar daripada skenario lainnya, yaitu mencapai 120,3 ribu ha pada tahun 2029. Skenario optimis hanya membutuhkan 73,9 ribu ha, karena terdapat kebijakan dihentikannya perluasan lahan pertanian dan dilakukan konversi lahan pertanian menjadi kawasan lindung. Luas pemanfaatan umum perairan antar skenario tidak berbeda tajam, kecuali perikanan budidaya. Perluasan perairan perikanan budidaya terjadi secara signifikan pada skenario optimis, yaitu dari awal simulasi hanya 8,0 ribu ha, meningkat menjadi 11,9 ribu ha pada tahun 2029, sedangkan untuk skenario sangat pesimis hanya mencapai 8,8 ribu ha. Secara keseluruhan, luas total kawasan pemanfaatan umum perairan (perikanan dan non-perikanan) pada skenario optimis akan berjumlah 133,5 ribu ha pada tahun 2029, sedangkan skenario sangat pesimis hanya mencapai 130,4 ribu ha. Perbedaan antar skenario tersebut bersumber dari perairan perikanan budidaya.
berbeda-(produk ruang per luas wilayah) kawasan budidaya darat dan pemanfaatan umum perairan yang berbeda-beda pula. Penurunan inkonsistensi tata ruang akan memberikan peningkatan rente ruang. Skenario optimis akan memberikan rente ruang tertinggi, yaitu mencapai Rp 67,80 juta per ha pada tahun 2029. Pada tahun yang sama, skenario moderat, pesimis, dan sangat pesimis, hanya berturut-turut Rp 56,46 juta per ha, Rp 31,56 juta per ha, dan Rp 29,57 juta per ha
Pemilihan skenario didasarkan pada 11 kriteria yang merupakan pewakil dari 6 variabel kebutuhan para pemangku kepentingan, dengan menggunakan indeks kinerja komposit (CPI). Hasil analisis menunjukkan bahwa hanya skenario optimis yang paling mampu mengakomodasi kebutuhan para pemangku kepentingan, dengan demikian perencanaan pola dan struktur ruang mengacu pada parameter dan nilai awal model skenario optimis.
Hasil analisis kesesuaian ruang menunjukkan bahwa kebutuhan ruang daratan dan perairan sampai tahun 2029, dapat dipenuhi. Berdasarkan analisis wilayah yang meliputi location quotient (LQ), localization index (LI),
specialization index (SI), dan skalogram, dapat dirumuskan kebijakan struktur dan pola ruang.
Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan: (1) Pendekatan sistem dapat memberikan skenario perencanaan wilayah pesisir yang komprehensif, yaitu memadukan ruang daratan dan perairan dengan semua komponen sistem dan interaksinya dapat dianalisis secara simultan serta dilakukan intervensi; (2) Pelibatan pemangku kepentingan melalui analisis prospektif partisipatif, merupakan kunci yang mempermudah perumusan kebijakan tata ruang yang akomodatif terhadap berbagai kepentingan dalam satu wilayah yang sama; (3) Komponen utama sistem berupa populasi, aktivitas ekonomi, dan ketersediaan ruang di wilayah pesisir Teluk Lampung menunjukkan keterkaitan dan saling mempengaruhi, untuk menjaga hubungan antar komponen secara berkelanjutan, sampai akhir analisis (pada tahun 2029) harus dicapai dan dipertahankan suatu proporsi kawasan lindung daratan seluas 54.482 ha (42,09%) dan konservasi perairan 4.822 ha (3,02%); (4) Perencanaan tata ruang wilayah pesisir Teluk Lampung mensyaratkan dilakukannya konversi sebagian kawasan budidaya (50,67%) menjadi kawasan lindung, serta pengembangan pusat-pusat pelayanan dan jaringan prasarana wilayah; dan (5) Arahan alokasi ruang dan hierarki pusat pelayanan dapat dirumuskan sesuai simulasi model berdasarkan kondisi dan kemampuan wilayah pesisir Teluk Lampung, skenario ini dapat mengakomodasi berbagai kebutuhan para pemangku kepentingan dalam menuju pengembangan wilayah yang berkelanjutan.
Disarankan: (1) Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini, yang meliputi keseluruhan wilayah pesisir Teluk Lampung, agar dilakukan perencanaan wilayah yang lebih detil, pengaturan zonasi, dan segera melaksanakan penyelenggaraan penataan ruang wilayah pesisir Teluk Lampung secara utuh; dan (2) untuk pelaksanaan penelitian pada tingkat wilayah yang lebih detil agar dilakukan dengan pemodelan probabilistik, dengan demikian aspek ketidakpastian dapat lebih diakomodasi.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
ABDULLAH AMAN DAMAI
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc. Dr. Ir. Setia Hadi, MS.
Studi Kasus Teluk Lampung Nama Mahasiswa : Abdullah Aman Damai
NIM : C261040031
Disetujui:
Komisi Pembimbing
Ketua
Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA.
Anggota
Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc.
Anggota
Dr. rer. nat. Ir. Ario Damar, M.Si.
Anggota
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr.
Diketahui:
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Alur pelayaran merupakan bagian dari perairan yang alami maupun buatan yang dari segi kedalaman, lebar, dan hambatan pelayaran lainnya dianggap aman untuk dilayari.
Bakosurtanal = Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional.
Bapedalda = Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah.
Bappeda = Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.
BBM = bahan bakar minyak.
BOD = biological oxygen demand (kebutuhan oksigen biologis), merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk melangsungkan aktivitas air; sebagai salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat pencemaran air.
BPMD = Badan Penanaman Modal Daerah.
BPS = Badan Pusat Statistik.
BT = Bujur Timur.
CA = cellular automata.
CAPSA = centre for alleviation of poverty through secondary crops’ development in Asia and the Pacific.
CMARIS = coastal and marine resource information system.
COD = chemical oxygen demand (kebutuhan oksigen kimiawi), merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk melangsungkan proses kimiawi (oksidasi) zat terlarut dan tersuspensi di dalam air; sebagai salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat pencemaran air.
CPI = composite performance index (indeks kinerja gabungan).
CPO = crude palm oil (minyak kelapa sawit).
CRMP = coastal resources management project.
DAS = daerah aliran sungai.
Dishidros = Dinas Hidrooseanografi.
DKP = Departemen Kelautan dan Perikanan.
DLKp = daerah lingkungan kepentingan (perairan), merupakan wilayah perairan di sekeliling daerah lingkungan kerja perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran.
dalam kolom air; sebagai salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat pencemaran air.
DUKS = dermaga untuk kepentingan sendiri.
ESRI = Environmental Systems Research Institute, Inc.
FGD = fish gathering device (alat pengumpul ikan), merupakan alat yang ditanam dalam kolom air secara permanen, yang berfungsi sebagai pengumpul ikan, seperti rumpon.
GIS = geographic information systems (sistem informasi geografis, SIG), merupakan sistem perangkat keras dan lunak berbasis komputer, yang digunakan untuk pengumpulan, penyimpanan, analisis, dan penyebaran informasi tentang area di permukaan bumi.
HAB = harmful algal blooms.
HPS = High Performance Systems, Inc.
I/D = influence/dependence (pengaruh/ketergantungan).
IP = indeks pelayanan.
IUU = illegal, unreported and unregulated (ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak mengikuti peraturan).
KJA = keramba jaring apung.
knot adalah satuan laju, yaitu mil laut/jam (1,85 km/jam), biasa digunakan untuk satuan laju arus laut dan angin.
KSN = kawasan strategis nasional.
KUD = koperasi unit desa.
Lanal = Pangkalan Angkatan Laut.
LAPAN = Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional.
LI = localization index (indeks lokalisasi).
LQ = location quotient (quasi lokasi).
LS = Lintang Selatan.
LSM = lembaga swadaya masyarakat.
MCDM = multicriteria decision making (pembuatan keputusan kriteria jamak).
MIT = Massachusetts Institute of Technology.
Model merupakan suatu abstraksi dari realitas, yang menunjukkan hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab akibat.
MSL = mean sea level.
Pasut = pasang surut.
suatu proses.
PDRB = produk domestik regional bruto, merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi; PDRB atas dasar harga berlaku (PDRB-ADHB) merupakan PDRB yang dihitung menggunakan harga pada tahun yang bersangkutan; dan PDRB atas dasar harga konstan (PDRB-ADHK) merupakan PDRB yang dihitung menggunakan harga pada satu tahun tertentu sebagai dasar (dalam penelitian ini adalah tahun 2000).
Pelindo = Pelabuhan Indonesia, PT.
Pendekatan sistem merupakan pendekatan penelitian yang terdiri dari beberapa tahap proses, yaitu penetapan tujuan dan analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan sistem, dan evaluasi. Pelaksanaan semua tahap tersebut dalam satu kesatuan kerja merupakan analisis sistem.
PKL = Pusat Kegiatan Lokal.
PKN = Pusat Kegiatan Nasional.
PKW = Pusat Kegiatan Wilayah.
PKWp = Pusat Kegiatan Wilayah Provinsi.
PPA = participatory prospective analysis (analisis prospektif partisipatif) merupakan adaptasi dari berbagai metode komprehensif yang dikemas dalam suatu kerangka kerja operasional yang komprehensif dan cepat, dengan tahapan: penentuan/definisi sistem, identifikasi variabel sistem, definisi variabel kunci, analisis pengaruh antar variabel, interpretasi dari pengaruh dan ketergantungan antar variabel, pendefinisian kondisi (state) variabel di masa datang, pembangunan skenario, serta penyusunan implikasi strategis dan aksi antisipatif.
PTBA = Bukit Asam, PT.
RePPProT = regional physical planning programme for transmigration.
RTP = rumah tangga perikanan, merupakan rumah tangga dengan mata pencaharian utama sebagai nelayan atau pembudidaya ikan.
RTRW = rencana tata ruang wilayah.
SDA = sumberdaya alam.
SDM = sumberdaya manusia.
SDSS = spatial decision support system (sistem penunjang keputusan spasial).
SDWM = system dynamics watershed model (model sistem dinamik daerah aliran sungai).
SHE = sibernetik, holistik, dan efektif.
mencapai tujuan tertentu.
Sistem dinamik merupakan suatu metode dalam mempelajari sifat-sifat sistem, dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana interrelasi dari suatu keputusan, kebijakan, struktur dan penundaan (delay), dalam mempengaruhi pertumbuhan dan stabilitas sistem tersebut.
Sistem lahan merupakan pengelompokan lahan berdasarkan tipe fisiografik, yang antara lain meliputi pegunungan, perbukitan, dataran, dan rawa. Di dalam wilayah penelitian terdapat 22 sistem lahan, yang meliputi: AHK (Air Hitam Kanan), BBG (Bukit Balang), BBR (Bukit Barangin), BGA (Batang Anai), BLI (Beliti), BMS (Bukit Masung), BTA (Batu Ajan), BTK (Barong Tongkok), KHY (Kahayan), KJP (Kajapah), KNJ (Kuranji), LBS (Lubuk Sikaping), MBI (Muara Beliti), PKS (Pakasi), PLB (Pidoli-dombang), SAR (Sungai Aur), SKA (Sukaraja), SMD (Sungai Medang), TGM (Tanggamus), TLU (Talamau), TWI (Telawi), dan UBD (Ulubandar).
SME = spatial modeling environment (pemodelan lingkungan spasial).
SSME = Sulu-Sulawesi marine ecoregion.
Stakeholder(s) diterjemahkan sebagai “pemangku kepentingan” adalah seseorang, organisasi, atau kelompok yang berkepentingan dengan suatu isu atau sumberdaya tertentu.
STORET-EPA = short for STOrage and RETrieval - Environmental Protection Agency (US).
Tidal range (tunggang pasut), merupakan beda tinggi muka air laut antara pasang dan surut.
Tide (pasang surut, pasut), merupakan merupakan proses naik turunnya muka air laut, yang dibangkitkan oleh gaya tarik bulan dan matahari secara harian.
TELPP = Tanjung Enim Lestari Pulp and Paper, PT.
TNI-AL = Tentara Nasional Indonesia - Angkatan Laut.
TSS = total suspended solid (padatan tersuspensi total), merupakan jumlah padatan yang tersuspensi di dalam air berupa bahan organik dan anorganik yang tidak lolols saringan berpori 0,45 μm.
UMKM = usaha mikro, kecil, dan menengah.
USDA = United States Department of Agriculture.
UU = Undang-undang.
WWF = World Wide Fund for Nature.
Berkat limpahan rahmat dan ridlo Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menulisnya dalam bentuk disertasi. Melalui disertasi ini penulis berupaya untuk dapat memberikan kontribusi akademik bagi pengembangan ilmu pengetahuan, serta memberikan sumbangan pemikiran bagi pembangunan daerah Lampung.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang besar penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA., Prof. Dr. Ir. Marmin, M.Sc., Dr. rer. nat. Ir. Ario Damar, M.Si., dan Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. selaku komisi pembimbing, yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah membimbing penulis selama melaksanakan penelitian dan penulisan disertasi. Kepada Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, M.Sc. dan Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Sc. disampaikan terima kasih atas kesediaan beliau berdua menjadi penguji di luar komisi pembimbing, pada ujian pra kualifikasi. Kepada Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc dan Dr. Ir. Setia Hadi, MS. disampaikan terima kasih atas kesediaan beliau berdua menjadi penguji di luar komisi pembimbing pada ujian tertutup. Demikian juga kepada Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc. dan Dr. Ir. Sapta Putra Ginting, M.Sc. disampaikan terima kasih atas kesediaan beliau berdua menjadi penguji di luar komisi pembimbing pada ujian terbuka. Kepada seluruh dosen dan karyawan pada Program Studi SPL khususnya, serta Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) dan Sekolah Pascasarjana IPB umumnya, yang telah menambah ilmu dan wawasan serta membantu penulis selama menempuh studi, dengan tulus disampaikan terima kasih.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dekan Fakultas Pertanian, Rektor, serta seluruh dosen dan karyawan Universitas Lampung atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan sehingga penulis mendapat kesempatan menempuh pendidikan S3. Kepada seluruh unsur Pemerintah Provinsi Lampung, Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Selatan, dan Kabupaten Pesawaran, yang telah membantu selama penulis melakukan penelitian, disampaikan terima kasih. Kepada seluruh lembaga pemerintah dan swasta, serta masyarakat luas dan LSM, di wilayah pesisir Teluk Lampung; yang telah membantu selama penulis melakukan penelitian, disampaikan terima kasih.
Kepada seluruh teman mahasiswa SPL, penulis ucapkan banyak terima kasih atas kebersamaan selama menempuh pendidikan. Kepada seluruh teman di Lampung yang telah memberikan dukungan material dan semangat, dan seluruh pihak yang telah membantu, dengan tulus penulis sampaikan rasa terima kasih.
Kepada Buya dan Umi, serta seluruh keluarga besar yang telah mendidik, membesarkan, dan membantu penulis dengan tulus, hanya rasa terima kasih yang dapat disampaikan. Akhirnya secara khusus kepada Icoen, Sha-sha, Abang, dan Adek Tia tercinta, yang terus mendampingi, mendorong, dan membantu penulis, hanya rasa terima kasih dan cinta mendalam yang dapat kupersembahkan.
Semoga seluruh amal perbuatan di atas mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, amin.
Bogor, Januari 2012
Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 1 Mei 1965, sebagai anak ke enam dari sepuluh bersaudara, dari pasangan Abdul Madjid (almarhum) dan Siti Idjabah (almarhumah). Pada tahun 1993 penulis menikah dengan Nelly, anak ke tujuh dari delapan bersaudara, dari pasangan Ibrahim Hanafiah (almarhum) dan Tuti Dewi Nasution (almarhumah). Penulis telah dikaruniai tiga orang anak, yaitu Amalia Shafira Damai (perempuan, lahir tahun 1995), Farras Naufal Damai (laki-laki, lahir tahun 2004), dan Ashila Meutia Damai (perempuan, lahir tahun 2009).
Pada tahun 1989, penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, sebagai dosen pada Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Halaman
DAFTAR TABEL --- xxix
DAFTAR GAMBAR --- xxxi
DAFTAR TABEL LAMPIRAN --- xxxv
DAFTAR GAMBAR LAMPIRAN --- xxxix
1 PENDAHULUAN --- 1 1.1 Latar Belakang --- 1 1.2 Tujuan dan Manfaat --- 5 1.3 Perumusan Masalah --- 5 1.4 Definisi Operasional --- 8 1.5 Lingkup Penelitian --- 12 1.6 Kerangka Konsepsional --- 13
2 TINJAUAN PUSTAKA --- 23 2.1 Wilayah dan Wilayah Pesisir --- 23 2.2 Teori Sistem --- 28 2.3 Sistem dan Model --- 31 2.4 Penelitian Partisipatif --- 34 2.5 Perencanaan Tata Ruang Partisipatif --- 39 2.6 Sistem Informasi Geografis (SIG) --- 43 2.7 Tinjauan Penelitian Terdahulu --- 45
3 METODE PENELITIAN --- 49 3.1 Pendekatan Penelitian --- 49 3.2 Wilayah Penelitian --- 49 3.3 Kerangka Pemikiran dan Analisis --- 49 3.4 Batas Sistem --- 54 3.5 Tahapan Pendekatan Sistem --- 56 3.6 Analisis Prospektif Partisipatif --- 57 3.7 Pemodelan Sistem --- 62 3.7.1 Faktor-faktor penyusun model --- 63 3.7.2 Blok bangunan dasar dan persamaan dalam model --- 64 3.8 Analisis SIG --- 67 3.9 Data dan Analisis --- 70 3.9.1 Analisis biofisik wilayah --- 71 3.9.2 Analisis pemilihan skenario --- 71 3.9.3 Analisis ekonomi wilayah dan kewilayahan --- 73 3.9.4 Metode manual alokasi pola ruang --- 80
4 KONDISI UMUM DAN ANALISIS WILAYAH PESISIR
Halaman
4.2 Kependudukan --- 99 4.2.1 Jumlah, kepadatan, dan pertumbuhan penduduk --- 99 4.2.2 Tenaga kerja --- 101 4.2.3 Keluarga dan keluarga miskin --- 102 4.2.4 Rumah tangga perikanan --- 103 4.3 Ekonomi Wilayah --- 104
4.3.1 Produk domestik regional bruto (PDRB) --- 104 4.3.2 Struktur perekonomian --- 104 4.3.3 Sektor ekonomi basis --- 107 4.3.4 Daya saing sektor ekonomi --- 108 4.3.5 Investasi --- 111 4.4 Prasarana dan Sarana Wilayah --- 112
4.4.1 Jalan dan rel kereta api --- 112 4.4.2 Pelabuhan dan dermaga --- 113 4.4.3 Prasarana wisata pantai --- 114 4.4.4 Armada kapal nelayan --- 115 4.4.5 Koperasi --- 116 4.5 RTRW Terkait Teluk Lampung --- 117
5 ANALISIS PROSPEKTIF PARTISIPATIF --- 123 5.1 Penentuan Variabel Kunci --- 123 5.2 Analisis Pengaruh Antar-Variabel Kunci --- 128 5.3 Penentuan Kondisi Variabel Kunci di Masa Depan --- 132 5.4 Pembangunan Skenario --- 134 5.5 Implikasi Strategis dan Aksi Antisipatif --- 136 5.6 Hubungan Analisis Prospektif Partisipatif dengan Pemodelan - 137
6 ANALISIS SISTEM --- 139 6.1 Pemodelan Sistem Dinamik --- 139 6.1.1 Sub-model --- 139 6.1.2 Nilai awal dan parameter --- 140 6.1.3 Validasi model --- 144 6.2 Informasi Geografis Wilayah --- 147
6.2.1 Penutupan lahan --- 147 6.2.2 Kemampuan lahan --- 148 6.2.3 Penggunaan perairan --- 154 6.2.4 Jaringan transportasi --- 155 6.3 Kecenderungan Sistem --- 159
6.3.1 Populasi --- 161 6.3.2 Aktivitas ekonomi --- 162 6.3.3 Penggunaan ruang --- 165
7 KEBIJAKAN TATA RUANG WILAYAH PESISIR --- 171
7.1 Simulasi Skenario --- 171 7.1.1 Kebutuhan pemangku kepentingan dari analisis
Halaman
7.1.4 Simulasi sub-model aktivitas ekonomi --- 178 7.1.5 Simulasi sub-model ketersediaan ruang --- 182 7.1.6 Pemilihan skenario --- 192 7.2 Kebijakan Pola dan Strukur Ruang --- 195 7.2.1 Kebutuhan dan kesesuaian ruang --- 195 7.2.2 Karakteristik kewilayahan dan pusat pelayanan --- 203 7.2.3 Arahan pola ruang --- 206 7.2.4 Arahan struktur ruang --- 214 7.3 Strategi Implementasi Kebijakan Tata Ruang --- 219
8 KESIMPULAN DAN SARAN --- 223 8.1 Kesimpulan --- 223 8.2 Saran --- 224
DAFTAR PUSTAKA --- 225
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Karakteristik sistem perencanaan spasial yang diajukan --- 21
2. Tipologi partisipasi --- 36
3 Tahapan dalam analisis prospektif partisipatif --- 59
4 Data dan informasi yang dikumpulkan --- 70
5 Luas daratan wilayah penelitian --- 83
6 Luas perairan wilayah penelitian --- 83
7 Satuan geologi lingkungan pantai Teluk Lampung --- 85
8 Ringkasan sistem lahan di wilayah pesisir Teluk Lampung --- 86
9 Arus pasut di Teluk Lampung --- 89
10 Arah dan tinggi maksimum kejadian gelombang --- 92
11 Kualitas air Teluk Lampung --- 93
12 Kualitas air Teluk Lampung berdasarkan Metode Storet-EPA --- 95
13 Komponen pertumbuhan penduduk --- 100
14 Penduduk usia lebih dari 15 tahun di wilayah pesisir
Teluk Lampung --- 101
15 Lapangan usaha pekerja di wilayah pesisir
Teluk Lampung --- 102
16 Jumlah keluarga dan bangunan rumah di wilayah pesisir
Teluk Lampung --- 102
17 PDRB wilayah pesisir Teluk Lampung per
lapangan usaha --- 106
18 PDRB wilayah pesisir Teluk Lampung per kecamatan --- 106
19 Nilai LQ sektor ekonomi wilayah pesisir Teluk Lampung --- 108
20 Komponen pergeseran-pertumbuhan wilayah pesisir
Teluk Lampung --- 110
21 Daya saing sektor ekonomi wilayah pesisir Teluk Lampung --- 111
22 Jalan dan rel kereta api di wilayah pesisir Teluk Lampung --- 113
23 Lokasi terminal di wilayah pesisir Teluk Lampung --- 113
24 Lokasi pelabuhan dan dermaga di wilayah pesisir Teluk Lampung 114
25 Lokasi prasarana wisata pantai di wilayah pesisir Teluk Lampung 115
26 Armada nelayan di wilayah pesisir Teluk Lampung --- 116
Halaman
28 Variabel pengaruh yang diidentifikasi oleh partisipan --- 124
29 Variabel pengaruh yang diidentifikasi dan didefinsikan
oleh partisipan --- 125
30 Variabel yang disimpulkan paling berpengaruh oleh partisipan --- 127
31 Skor pengaruh antar-variabel yang dinilai oleh partisipan --- 129
32 Skor kekuatan variabel global tertimbang --- 132
33 Kondisi variabel yang ditetapkan oleh partisipan secara konsensus 133
34 Ringkasan beberapa nilai awal dan parameter model --- 143
35 Pengujian nilai tengah data historis dan data pemodelan --- 147
36 Penutupan lahan wilayah penelitian --- 150
37 Kelas kemampuan lahan wilayah penelitian --- 150
38 Penggunaan ruang perairan Teluk Lampung --- 154
39 Rekapitulasi simulasi sub-model populasi --- 178
40 Rekapitulasi simulasi sub-model aktivitas ekonomi --- 182
41 Rekapitulasi simulasi sub-model ketersediaan ruang --- 191
42 Kriteria dan bobot kinerja CPI --- 194
43 Rekapitulasi hasil analisis CPI --- 194
44 Kebutuhan ruang wilayah pesisir Teluk Lampung --- 195
45 Kesesuaian ruang wilayah pesisir Teluk Lampung --- 196
46 Nilai LQ sektor ekonomi per kecamatan --- 203
47 Nilai LI sektor ekonomi wilayah pesisir Teluk Lampung --- 204
48 Nilai SI per kecamatan di wilayah pesisir Teluk Lampung --- 205
49 Nilai IP skalogram per kecamatan di wilayah pesisir Teluk
Lampung --- 206
50 Arahan alokasi pola ruang wilayah pesisir Teluk Lampung
yang memenuhi skenario optimis --- 207
51 Arahan hierarki pusat pelayanan di wilayah pesisir
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Klasifikasi perencanaan tata ruang --- 15
2 Rejim perencanaan spasial di Indonesia --- 17
3 Pendekatan perencanaan tata ruang wilayah yang umum
dilakukan --- 19
4 Pendekatan sistem perencanaan tata ruang wilayah pesisir
yang diajukan --- 20
5 Sistematika konsep-konsep wilayah --- 24
6 Wilayah pesisir dan sistem sumberdaya pesisir --- 26
7 Prinsip dasar metode analisis prospektif partisipatif --- 38
8 Sistem penataan ruang --- 40
9 Struktur penyelenggaraan penataan ruang --- 41
10 Beberapa penelitian terdahulu yang dirujuk dan berkaitan dengan
penelitian --- 48
11 Peta batas wilayah penelitian --- 50
12 Kerangka pemikiran penelitian --- 52
13 Kerangka alur analisis penelitian --- 53
14 Komponen sistem dan interaksinya, serta arah kebijakan dan
implikasinya --- 55
15 Tahap analisis sistem dinamik --- 57
16 Model secara global --- 62
17 Bagan alir interpretasi citra satelit --- 68
18 Bagan alir analisis sistem informasi geografis (SIG) --- 69
19 Peta sistem Lahan --- 87
20 Peta perairan --- 90
21 Distribusi jumlah dan kepadatan penduduk wilayah pesisir
Teluk Lampung --- 100
22 Jumlah rumah tangga perikanan (RTP) dan produksi ikan segar di
wilayah pesisir Teluk Lampung --- 103
23 Pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung dan wilayah pesisir
Teluk Lampung --- 105
24 Pangsa sektor terhadap PDRB wilayah pesisir Teluk Lampung --- 107
25 Investasi langsung swasta di wilayah pesisir Teluk Lampung --- 112
Halaman
27 Pengaruh langsung antar variabel PPA --- 130
28 Pengaruh tidak langsung antar variabel PPA --- 130
29 Pengaruh langsung dan tidak langsung antar variabel PPA --- 131
30 Sub-model populasi --- 141
31 Sub-model aktivitas ekonomi --- 141
32 Sub-model ketersediaan ruang --- 142
33 Hubungan antara populasi dan penggunaan ruang permukiman dan
perkotaan di wilayah pesisir Teluk Lampung --- 145
34 Hubungan antara aktivitas ekonomi dan penggunaan ruang
perkotaan di wilayah pesisir Teluk Lampung --- 145
35 Hubungan antara aktivitas ekonomi dan lapangan kerja
di wilayah pesisir Teluk Lampung --- 146
36 Peta penutupan lahan --- 151
37 Peta kemampuan lahan --- 152
38 Peta penggunaan ruang perairan --- 156
39 Peta orientasi transportasi --- 160
40 Kecenderungan populasi, angkatan kerja, dan lapangan kerja
di wilayah pesisir Teluk Lampung --- 162
41 Kecenderungan aktivitas ekonomi (PDRB harga konstan tahun
2000) dan investasi di wilayah pesisir Teluk Lampung --- 163
42 Dinamika produk sektor-sektor ekonomi sebagai komponen PDRB harga konstan tahun 2000 di wilayah pesisir
Teluk Lampung --- 164
43 Kecenderungan penggunaan ruang perkotaan dan permukiman
di wilayah pesisir Teluk Lampung --- 166
44 Kecenderungan penggunaan lahan pertanian di wilayah
pesisir Teluk Lampung --- 166
45 Kecenderungan penggunaan ruang budidaya pesisir (tambak)
dan budidaya laut di wilayah pesisir Teluk Lampung --- 167
46 Kecenderungan luas lahan total dan lahan budidaya
di wilayah pesisir Teluk Lampung --- 168
47 Kecenderungan luas perairan total dan pemanfaatan umum
perairan di wilayah pesisir Teluk Lampung --- 169
48 Skenario perkembangan populasi --- 176
49 Skenario perkembangan angkatan kerja --- 176
Halaman
51 Skenario perkembangan tingkat pengangguran --- 176
52 Skenario perkembangan imigrasi --- 177
53 Skenario perkembangan emigrasi --- 177
54 Skenario perkembangan aktivitas ekonomi (PDRB harga konstan
tahun 2000) --- 179
55 Skenario perkembangan investasi --- 179
56 Skenario perkembangan sektor pertanian --- 179
57 Skenario perkembangan sektor perikanan --- 179
58 Skenario perkembangan sektor pariwisata --- 180
59 Skenario perkembangan sektor industri --- 180
60 Skenario perkembangan sektor angkutan laut --- 181
61 Skenario perkembangan PDRB per kapita (berdasarkan harga
konstan tahun 2000) --- 181
62 Skenario perkembangan pemanfaatan/penggunaan lahan
pertanian --- 183
63 Skenario perkembangan pemanfaatan/penggunaan lahan tambak 183
64 Skenario perkembangan lahan permukiman --- 185
65 Skenario perkembangan lahan bisnis dan industri --- 185
66 Skenario perkembangan lahan untuk prasarana wilayah --- 185
67 Skenario perkembangan lahan permukiman dan perkotaan --- 185
68 Skenario perkembangan lahan budidaya --- 186
69 Skenario penggunaan lahan tidak sesuai kemampuan --- 186
70 Skenario kemampuan penyediaan lahan untuk kawasan
lindung darat --- 186
71 Skenario perkembangan perairan perikanan budidaya laut --- 188
72 Skenario perkembangan perairan perikanan budidaya
laut dan tangkap --- 188
73 Skenario perkembangan pemanfaatan umum perairan
non-perikanan --- 188
74 Skenario perkembangan total kawasan pemanfaatan
umum perairan --- 188
75 Skenario konversi perairan terumbu karang dan padang lamun --- 189
76 Skenario upaya penyediaan kawasan konservasi perairan --- 189
Halaman
78 Skenario rente ruang kawasan budidaya darat dan perairan --- 190
79 Peta kesesuaian lahan tanaman perkebunan (tahunan) --- 197
80 Peta kesesuaian lahan tanaman pangan (semusim) --- 198
81 Peta kesesuaian lahan tambak --- 199
82 Peta kesesuaian lahan permukiman --- 200
83 Peta kesesuaian lahan bisnis dan industri --- 201
84 Peta kesesuaian kawasan pemanfaatan umum perairan --- 202
85 Peta alokasi ruang kawasan lindung dan konservasi --- 208
86 Peta arahan alokasi ruang --- 211
DAFTAR TABEL LAMPIRAN
Halaman
1 Matriks karakteristik sistem perencanaan spasial yang umum
dilakukan dan yang diajukan --- 235
2 Sistem lahan di wilayah pesisir Teluk Lampung --- 239
3 Nilai awal dan parameter model --- 243
4 Kriteria kawasan lindung daratan --- 265
5 Kriteria kawasan konservasi perairan --- 265
6 Kriteria kesuaian lahan untuk pertanian tanaman pangan --- 265
7 Kriteria kesuaian lahan untuk pertanian tanaman perkebunan ---- 265
8 Kriteria kawasan untuk budidaya pesisir (tambak) --- 266
9 Kriteria kesesuaian kawasan bisnis dan industri --- 266
10 Kriteria kawasan permukiman dan prasarana wilayah --- 266
11 Kriteria wilayah perairan perikanan budidaya keramba jaring
apung (KJA) --- 267
12 Daftar investor dan investasi langsung swasta di wilayah
penelitian tahun 2000-2007 --- 269
13 Data analisis skalogram --- 271
14 Uji nilai tengah data historis dan model --- 275
15 Perbandingan skenario untuk perkembangan populasi --- 277
16 Perbandingan skenario untuk perkembangan angkatan kerja --- 278
17 Perbandingan skenario untuk perkembangan lapangan kerja --- 279
18 Perbandingan skenario untuk perkembangan pengangguran --- 280
19 Perbandingan skenario untuk perkembangan tingkat
pengangguran --- 281
20 Perbandingan skenario untuk perkembangan imigrasi --- 282
21 Perbandingan skenario untuk perkembangan emigrasi --- 283
22 Perbandingan skenario untuk perkembangan aktivitas ekonomi
(PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000) --- 284
23 Perbandingan skenario untuk perkembangan investasi --- 285
24 Perbandingan skenario untuk perkembangan produk
sektor pertanian --- 286
25 Perbandingan skenario untuk perkembangan produk
sektor perikanan --- 287
26 Perbandingan skenario untuk perkembangan produk
Halaman
27 Perbandingan skenario untuk perkembangan produk sektor
angkutan laut dan penyeberangan --- 289
28 Perbandingan skenario untuk perkembangan produk sektor
pariwisata --- 290
29 Perbandingan skenario untuk perkembangan produk sektor
sektor lain --- 291
30 Perbandingan skenario untuk perkembangan PDRB per kapita
(berdasarkan harga konstan tahun 2000) --- 292
31 Perbandingan skenario untuk perkembangan lahan pertanian --- 293
32 Perbandingan skenario untuk perkembangan lahan budidaya
pesisir (tambak) --- 294
33 Perbandingan skenario untuk perkembangan lahan permukiman -- 295
34 Perbandingan skenario untuk perkembangan lahan bisnis
dan industri --- 296
35 Perbandingan skenario untuk perkembangan prasarana --- 297
36 Perbandingan skenario untuk perkembangan lahan permukiman
dan perkotaan --- 298
37 Perbandingan skenario untuk perkembangan lahan budidaya
total (terpakai) --- 299
38 Perbandingan skenario untuk perkembangan penggunaan lahan
tidak sesuai kemampuan --- 300
39 Perbandingan skenario untuk perkembangan penyediaan lahan
untuk kawasan lindung darat --- 301
40 Perbandingan skenario untuk perkembangan perairan perikanan
budidaya laut --- 302
41 Perbandingan skenario untuk perkembangan perairan perikanan
budidaya laut dan tangkap --- 303
42 Perbandingan skenario untuk perkembangan perairan budidaya
non-perikanan --- 304
43 Perbandingan skenario untuk perkembangan total perairan
budidaya --- 305
44 Perbandingan skenario untuk perkembangan konversi perairan
terumbu karang dan padang lamun --- 306
45 Perbandingan skenario untuk perkembangan upaya penyediaan
kawasan lindung perairan --- 307
46 Perbandingan skenario untuk perkembangan inkonsistensi tata
ruang darat dan perairan --- 308
Halaman
48 Nilai kriteria CPI tahun 2014 --- 311
49 Transformasi CPI, nilai alternatif, dan peringkat skenario
tahun 2014 --- 311
50 Nilai kriteria CPI tahun 2019 --- 312
51 Transformasi CPI, nilai alternatif, dan peringkat skenario
tahun 2019 --- 312
52 Nilai kriteria CPI tahun 2024 --- 313
53 Transformasi CPI, nilai alternatif, dan peringkat skenario
tahun 2024 --- 313
54 Nilai kriteria CPI tahun 2029 --- 314
55 Transformasi CPI, nilai alternatif, dan peringkat skenario
DAFTAR GAMBAR LAMPIRAN
Halaman
1 Lapisan pada Stella 7.r --- 316
2 Kontrol pada lapis antarmuka --- 317
3 Kontrol pada lapis map/model --- 318
4 Kontrol pada lapis persamaan --- 319
5 Prosedur pemilihan, peletakan stok, dan kotak dialognya --- 321
6 Prosedur pemilihan, peletakan aliran, dan kotak dialognya --- 322
7 Prosedur pemilihan, peletakan pengubah, dan kotak dialognya --- 323
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wilayah pesisir memiliki kompleksitas yang lebih tinggi dibandingkan
wilayah daratan, karena merupakan perpaduan dari daratan dan perairan, bersifat
dinamik, dan rentan terhadap berbagai tekanan. Ruang daratan dan perairan di
wilayah pesisir, dengan karakteristiknya masing-masing yang berbeda, saling
terkait secara ekologis, ekonomi, dan sosial. Di sisi lain, wilayah pesisir memiliki
beragam sumberdaya dan jasa lingkungan, sehingga cenderung dieksploitasi
secara berlebihan. Oleh karena itu, secara umum di wilayah pesisir terjadi konflik
pemanfaatan ruang, baik antar-sektor maupun intra-sektor, dengan masing-masing
pemangku kepentingan (stakeholder) yang mempunyai kebutuhan beragam
(Shui-sen et al. 2005; Liangju et al. 2010).
Konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir harus diatasi dengan
penyelengaraan penataan ruang yang mampu mengakomodasi pertumbuhan
ekonomi dan penduduk, serta dapat dilaksanakan secara berkelanjutan.
Penyelenggaraan penataan ruang harus didukung oleh pelaksanaan penataan ruang
yang dilandasi dengan perencanaan yang baik. Suatu perencanaan tata ruang yang
baik seharusnya dapat menjadi instrumen utama dalam pengembangan suatu
kawasan seperti wilayah pesisir, agar ekses dari perkembangan ekonomi dan
penduduk tidak menimbulkan permasalahan yang lebih kompleks (Rustiadi et al.
2009; Gangai dan Ramachandran 2010; Zacharias dan Tang 2010). Namun
demikian, dari pengalaman di wilayah daratan selama ini, instrumen tata ruang
belum dapat memainkan peran yang diharapkan dalam pengembangan wilayah.
Pengalaman di daratan menunjukkan bahwa kelemahan dari pelaksanaan
penataan ruang untuk dapat berperan sebagai instrumen pengembangan wilayah,
telah dimulai dari proses perencanaan tata ruang. Perencanaan tata ruang
umumnya dilakukan hanya melalui pendekatan rasional (rational planning) tetapi
tidak melibatkan pemangku kepentingan secara substansial, sehingga tahap
implementasi dan pengendalian tata ruang menjadi sulit dilaksanakan (Gilliland et
al. 2004; Martin dan Hall-Arber 2008; Rustiadi et al. 2009; Gangai and
Ramachandran 2010). Di sisi lain dengan berlakunya UU Nomor 26 tahun 2007
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, perencanaan spasial di Indonesia
dianggap mengalami dikotomi. Terdapat anggapan yang tidak tepat dan
cenderung saling bertentangan, yaitu bahwa perencanaan spasial daratan tunduk
pada rejim UU Nomor 26 tahun 2007, sedangkan perairan tunduk pada rejim UU
Nomor 27 tahun 2007. Hal tersebut semakin memperumit proses perencanaan
wilayah pesisir yang meliputi daratan dan perairan (Adrianto 2010). Dengan
demikian, perencanaan tata ruang yang biasa dilakukan pada wilayah daratan akan
semakin sulit untuk diterapkan secara efektif di wilayah pesisir.
Wilayah pesisir yang memiliki paduan karakteristik ekologis daratan dan
perairan tidak dapat diakomodasi oleh perencanaan tata ruang yang umumnya bias
daratan. Perencanaan komprehensif yang memadukan karakteristik daratan dan
perairan merupakan prasyarat bagi pengembangan wilayah pesisir. Perencanaan
tata ruang wilayah pesisir memerlukan suatu pendekatan yang mampu
memadukan karakteristik ruang daratan dan perairan secara sejajar, sehingga
dapat memberikan arah yang lebih baik dalam pengembangan wilayah secara
berkelanjutan (Chua 2006; Liangju et al. 2010). Terlebih lagi wilayah pesisir pada
umumnya mengemban berbagai kepentingan yang beragam.
Kelemahan dalam proses perencanaan tata ruang di wilayah pesisir harus
diatasi melalui pendekatan perencanaan yang melibatkan para pemangku
kepentingan. Pendekatan perencanaan rasional, harus dimodifikasi sedemikian
rupa sehingga menjadi bersifat partisipatif dengan melibatkan pemangku
kepentingan. Pendekatan partisipatif akan menghasilkan suatu perencanaan
konsensus (consensus planning), yang pada dasarnya dihasilkan oleh para
pemangku kepentingan terhadap wilayah yang bersangkutan (Grimble 1998;
Sutherland 1998; Bourgeois dan Jesus 2004; Rustiadi et al. 2009).
Wilayah pesisir yang memiliki kompleksitas tinggi sangat sulit dipahami
melalui pendekatan yang bersifat parsial (Wiek and Walter 2009). Upaya
pemahaman fenomena kompleks melalui pengembangan beragam model
seringkali tidak konsisten, hanya bersifat parsial, tidak berkesinambungan, dan
gagal memberikan penjelasan yang utuh. Pendekatan sistem yang berlandaskan
pada unit keragaman dan selalu mencari keterpaduan antar komponen, dapat
karakter yang dikenal dengan SHE (sibernetik atau berorientasi tujuan, holistik,
dan efektif), pendekatan sistem menawarkan cara pandang baru dalam
pemahaman fenomena dunia nyata (real world) secara lebih komprehensif
(Eriyatno 1999; Marimin 2004). Sebagai suatu metode pendekatan sistem,
pemodelan sistem dinamik dapat diterapkan dalam kajian sistem alam yang
kompleks, yang memiliki kemampuan dalam memahami bagaimana kebijakan
(policies) mempengaruhi sifat sistem. (Forrester 1998 dan 2003; White dan
Engelen 2000; Sterman 2002; Deal dan Schunk 2004; Elshorbagy et al. 2005;
Yufeng dan ShuSong 2005). Dengan demikian, pendekatan sistem dinamik dapat
diterapkan dalam perencanaan wilayah pesisir yang kompleks, melalui intervensi
sistem dalam bentuk kebijakan tata ruang.
Teluk Lampung merupakan salah satu teluk yang terletak di ujung selatan
Provinsi Lampung, pada mulanya termasuk dalam wilayah administrasi Kota
Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Selatan. Dengan adanya pemekaran
Kabupaten Lampung Selatan menjadi Kabupaten Lampung Selatan dan
Kabupaten Pesawaran berdasarkan Undang-undang Nomor 33 tahun 2007 tentang
Pembentukan Kabupaten Pesawaran yang diundangkan pada tanggal 10 Agustus
2007, wilayah Teluk Lampung termasuk ke dalam wilayah administrasi Kota
Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Selatan, dan Kabupaten Pesawaran.
Sebagai wilayah pesisir, wilayah Teluk Lampung meliputi daratan dan
perairan (laut). Wilayah tersebut merupakan lokasi beragam aktivitas yang
meliputi permukiman dan perkotaan, pertanian, kehutanan dan perkebunan,
industri manufaktur, perikanan tangkap dan budidaya, transportasi laut, militer,
dan pariwisata (Wiryawan et al. 1999; Pemerintah Provinsi Lampung 2001;
Pemerintah Provinsi Lampung 2009). Kota Bandar Lampung merupakan wilayah
tersibuk dan terpadat dan berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi, administrasi
pemerintahan, dan pelayanan lainnya bagi wilayah Provinsi Lampung, terletak
menghadap ke Teluk Lampung. Beragam aktivitas tersebut menunjukkan bahwa
Teluk Lampung memiliki arti dan peran strategis bagi pengembangan wilayah
Lampung secara keseluruhan. Oleh karena itu, perhatian terhadap Teluk Lampung
harus diberikan lebih baik, agar kawasan tersebut dapat lebih berkembang dan
Perkembangan perekonomian dan pertumbuhan penduduk yang tinggi
telah memperbesar kebutuhan ruang di wilayah pesisir Teluk Lampung, baik
daratan maupun perairan. Dalam kurun waktu 2004-2007, pertumbuhan ekonomi
wilayah pesisir di atas 5%; dengan pertumbuhan penduduk mencapai 2,32% (BPS
Lampung 2008a; BPS Bandar Lampung 2008a; BPS Lampung Selatan 2008a;
BPS Pesawaran 2008a). Peningkatan kebutuhan ruang, menimbulkan ekses
berupa ketidakharmonisan, ketidaknyamanan dan konflik pemanfaatan ruang
antar-berbagai kepentingan. Konflik tersebut ditunjukkan oleh gejala yang
meliputi pencemaran pantai, reklamasi pantai tidak terencana, kerusakan terumbu
karang, dan belum adanya zonasi pemanfaatan perairan bagi bagan, kapal nelayan,
alur pelayaran, keperluan militer dan pariwisata (Wiryawan et al. 1999; Damar
2003; Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung 2007).
Beberapa catatan yang menunjukkan terjadinya konflik pemanfaatan ruang
di Teluk Lampung meliputi konflik antar sektor dan konflik di dalam sektor yang
sama. Alokasi penggunaan ruang wilayah pesisir Teluk Lampung untuk
pengembangan kota juga akan menggusur permukiman nelayan. Konflik antar
nelayan di Teluk Lampung juga semakin serius, dan pada gilirannya
menyebabkan kerusakan ekosistem perairan dan semakin tersisihnya nelayan
kecil. Di sisi lain, pencemaran yang bersumber dari daratan dan perairan dan
praktek penangkapan ikan tidak ramah lingkungan semakin memperburuk kualitas
air, merusak ekosistem, menumbuhkan harmful algal blooms (HAB), menguras
sumberdaya ikan, dan menurunkan potensi pariwisata di Teluk Lampung (CRMP
1998a; Wiryawan et al. 1999).
Pendekatan sistem melalui pemodelan sistem dinamik yang dipadukan
dengan pendekatan partisipatif, diharapkan dapat menghasilkan perencanaan tata
ruang wilayah pesisir yang bersifat terpadu, komprehensif, dan mampu
mengakomodasi kebutuhan para pemangku kepentingan. Dengan demikian, dapat
dibangun suatu pendekatan baru bagi perencanaan tata ruang wilayah pesisir yang
bersifat kompleks. Sebagai suatu wilayah pesisir yang kompleks, seperti disajikan
1.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan penelitian adalah mengembangkan suatu pendekatan perencanaan
tata ruang wilayah pesisir yang memadukan ruang daratan dan perairan dalam
suatu kerangka sistem dan bersifat partisipatif. Terkait dengan penelitian yang
dilaksanakan di wilayah pesisir Teluk Lampung, tujuan penelitian dapat dirinci
sebagai berikut:
1) Memetakan secara komprehensif wilayah pesisir Teluk Lampung secara
utuh, yang mengkaitkan kondisi ekologis daratan dan perairan, dan kondisi
ekologis yang dikehendaki pada masa mendatang.
2) Memetakan berbagai kebutuhan para pemangku kepentingan serta titik
temu diantara kepentingan tersebut sebagai dasar dari suatu perencanaan
tata ruang.
3) Merancang peruntukan ruang wilayah pesisir Teluk Lampung yang
bersifat partisipatif, komprehensif dan mampu mengakomodasi berbagai
kebutuhan para pemangku kepentingan.
Manfaat hasil penelitian adalah:
1) Sebagai informasi komprehensif bagi para pemangku kepentingan di
wilayah pesisir Teluk Lampung.
2) Sebagai masukan bagi berbagai pihak, khususnya pemerintah daerah
dalam perencanaan pembangunan Teluk Lampung secara berkelanjutan.
1.3 Perumusan Masalah
Wilayah pesisir merupakan suatu kawasan yang khas sebagai interaksi
ekosistem terrestrial (daratan) dan perairan (laut). Pada dasarnya kondisi tersebut
sangat rentan terhadap pengaruh dari luar, sehingga membutuhkan perlindungan
yang cukup untuk menjaga keberlanjutannya secara ekologis. Namun demikian,
secara ekonomi wilayah ini memiliki daya tarik besar karena posisi geografis,
kandungan sumberdaya, dan jasa lingkungan yang dimilikinya. Oleh karena itu,
wilayah pesisir umumnya menjadi sentra bagi beragam aktivitas ekonomi, dan
sebagai konsekuensi logisnya juga terjadi pertumbuhan penduduk yang tinggi,
Interaksi antara pertumbuhan ekonomi dan penduduk (populasi) secara
simultan memberikan tekanan pada wilayah pesisir Teluk Lampung. Wujud
tekanan tersebut berupa peningkatan kebutuhan ruang yang menimbulkan konflik
pemanfaatan ruang antar berbagai kepentingan. Dengan kata lain terdapat suatu
kesenjangan (gap) antara rencana tata ruang dan kebutuhan ruang berbagai
pemangku kepentingan, dapat saling bertentangan dan menimbulkan ekses
negatif, dan akan berujung pada kerusakan sumberdaya pesisir dan jasa
lingkungan Teluk Lampung. Ekses negatif tersebut harus dikelola dengan
penyelenggaraan penataan ruang yang kuat, dan salah satu pilarnya adalah
pelaksanaan penataan ruang. Pelaksanaan penataan ruang hanya akan berjalan
dengan baik jika didasari dengan perencanaan tata ruang yang dapat memenuhi
kebutuhan pemangku kepentingan dan diimplementasikan di lapangan. Dengan
demikian, perencanaan tata ruang memiliki peran strategis dalam pengelolaan
wilayah pesisir Teluk Lampung secara berkelanjutan.
Secara formal, wilayah pesisir Teluk Lampung telah dimasukkan sebagai
salah satu wilayah perencanaan dalam berbagai dokumen rencana tata ruang
wilayah (RTRW) yaitu: RTRW Provinsi Lampung, RTRW Kota Bandar
Lampung, RTRW Kabupaten Lampung Selatan, dan RTRW Kabupaten
Pesawaran. Namun pada kenyataannya, perencanaan tata ruang tersebut masih
menunjukkan kelemahan, kurang diindahkan oleh para pemangku kepentingan,
dan perkembangan wilayah pesisir Teluk Lampung terus mengindikasikan
terjadinya kerusakan sumberdaya pesisir dan jasa lingkungan. Sumber kelemahan
tersebut adalah bahwa perencanaan yang telah ada belum memperlakukan wilayah
pesisir Teluk Lampung sebagai suatu kawasan yang terintegrasi dengan
kompleksitasnya yang khas, dan belum disusun secara partisipatif. Perencanaan
yang ada menjadi bias daratan, bias sektor, bias wilayah administratif, masih
bersifat formal, belum bersifat substansial dan operasional.
Dengan mengacu pada tujuan penataan ruang yaitu untuk mewujudkan
ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan, perencanaan tata
ruang wilayah pesisir Teluk Lampung memerlukan suatu pendekatan yang
komprehensif dan mampu mengakomodasi berbagai kepentingan. Oleh karena itu
berorientasi tujuan, holistik, dan efektif) yang dipadukan dengan pendekatan
partisipatif yang melibatkan para pemangku kepentingan, perlu dilakukan untuk
mengkaji berbagai permasalahan yang ada.
Berdasarkan kondisi lokasi penelitian yang dipilih (Teluk Lampung), dan
tujuan penelitian untuk mengembangkan sistem perencanaan tata ruang wilayah
pesisir yang komprehensif dan partisipatif, dirumuskan permasalahan yang dikaji
dalam penelitian ini, yaitu:
1) Sebagai wilayah pesisir, Teluk Lampung mewakili daratan dan perairan
yang masing-masing memiliki karakteristik berbeda, namun saling terkait
secara ekologi, ekonomi, dan sosial. Oleh karena itu, perbedaan dan
keterkaitan antara wilayah daratan dan perairan merupakan permasalahan
yang harus dipahami secara menyeluruh.
2) Kondisi ekosistem wilayah daratan dan perairan merupakan suatu ambang
yang akan menentukan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan
jasa lingkungan Teluk Lampung. Oleh karena itu, pemahaman mengenai
kondisi eksisting sumberdaya hayati (ekologis) saat ini dan kondisi yang
diinginkan merupakan permasalahan yang harus dikaji sebagai masukan
dasar bagi penyusunan rencana tata ruang yang berkelanjutan.
3) Perencanaan tata ruang harus dapat mengakomodasi berbagai kebutuhan
pemangku kepentingan agar tahap pelaksanaan dan pengendaliannya dapat
dilakukan. Oleh karena itu, permasalahan pemetaan berbagai kebutuhan
pemangku kepentingan harus dikaji secara komprehensif, dan dicari titik
temu antar kepentingan tersebut untuk dijadikan dasar penyusunan suatu
perencanaan tata ruang yang partisipatif.
4) Wilayah pesisir Teluk Lampung yang kompleks, serta kebutuhan
pemangku kepentingan harus dapat dianalisis secara holistik dalam suatu
kerangka metodologi yang komprehensif. Oleh karena itu, permasalahan
metodologis merupakan kajian yang harus dilakukan, yaitu melalui
pendekatan sistem untuk mendapatkan keluaran yang memuaskan bagi
penyusunan rencana tata ruang.
5) Pada akhirnya permasalahan yang dikaji adalah bagaimana membangun
sehingga dapat berkelanjutan dan mampu mengakomodasi berbagai
kebutuhan para pemangku kepentingan di wilayah pesisir Teluk Lampung.
1.4 Definisi Operasional
Sebagian besar istilah yang berhubungan dengan tata ruang yang
digunakan dalam penelitian ini, didefinisikan dengan mengacu pada UU Nomor
26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan UU Nomor 27 tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Definisi operasional dari
berbagai istilah yang dipakai adalah sebagai berikut:
1) Bioekoregion adalah bentang alam yang berada di dalam satu hamparan
kesatuan ekologis yang ditetapkan oleh batas-batas alam, seperti daerah
aliran sungai, teluk, dan arus.
2) Daya dukung wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah kemampuan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk mendukung perikehidupan
manusia dan makhluk hidup lain.
3) Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau
budidaya.
4) Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam,
sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan.
5) Kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah
kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang
dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil secara berkelanjutan.
6) Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya
alam dan sumberdaya buatan.
7) Kawasan pemanfaatan umum adalah bagian dari wilayah pesisir yang
ditetapkan peruntukkannya bagi berbagai sektor kegiatan.
8) Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
9) Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
10) Kawasan strategis adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting terhadap ekonomi, sosial,
budaya, dan/atau lingkungan.
11) Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan
ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
12) Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan
pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
13) Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja
penataan ruang yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat.
14) Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
15) Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum
bagi pemerintah dan masyarakat dalam penataan ruang.
16) Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan
ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
17) Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib
tata ruang.
18) Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliput i
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.
19) Perairan pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi
perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan
yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan
20) Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur
ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana
tata ruang.
21) Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan
tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
22) Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
untuk fungsi budidaya.
23) Prasarana wilayah adalah kelengkapan dasar fisik wilayah yang
memungkinkan wilayah tersebut dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
24) Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
25) Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,
tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya.
26) Sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya
proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100
(seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
27) Sistem internal perkotaan adalah struktur ruang dan pola ruang yang
mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat internal perkotaan.
28) Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai
jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah.
29) Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan
sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan
fungsional.
30) Sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil adalah sumberdaya hayati,
sumberdaya nonhayati; sumberdaya buatan, dan jasa-jasa lingkungan;
sumber daya hayati meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun,
laut, mineral dasar laut; sumber daya buatan meliputi infrastruktur laut
yang terkait dengan kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa lingkungan
berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air
yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi gelombang laut
yang terdapat di wilayah pesisir.
31) Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
32) Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
33) Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut
yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
34) Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui
penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumberdaya dan
daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu
kesatuan dalam ekosistem pesisir.
35) Makna dari simbol-simbol bagan alir yang digunakan dalam penjelasan
sistem adalah sebagai berikut:
Penghubung
Penjumlahan bercabang (summing junction), menunjukkan percabangan jamak yang menuju proses tunggal
Data
Dokumen
Dokumen jamak
Ekstraks
Keputusan (decision) Entitas
Objek
1.5 Lingkup Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk menyajikan suatu pendekatan
perencanaan tata ruang yang memadukan wilayah daratan dan perairan dalam
suatu kerangka sistem dan bersifat partisipatif, yang dilakukan di wilayah pesisir
Teluk Lampung, lingkup penelitian adalah meliputi aktivitas sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi kondisi wilayah pesisir Teluk Lampung secara holistik
dari aspek-aspek biofisik (ekologi), ekonomi, dan sosial, serta menentukan
kondisi yang dikehendaki pada masa mendatang sebagai ambang batas
kemampuan kawasan dalam mendukung pemanfaatan ruang. Aktivitas ini
dilakukan berdasarkan data dan informasi sekunder (terutama dokumen
RTRW Provinsi Lampung, RTRW Kota Bandar Lampung, dan RTRW
Kabupaten Lampung Selatan, dan analisis citra satelit) yang selanjutnya
divalidasi dengan observasi dan penelitian lapangan.
2) Menganalisis sistem dinamik yang terintegrasi dengan analisis spasial
dengan sistem informasi geografis (SIG) berdasarkan data dan informasi
yang didapat dari berbagai kajian yang dilakukan, kemudian menyusun
indikasi rencana tata ruang wilayah pesisir Teluk Lampung.
3) Memaparkan kondisi wilayah pesisir Teluk Lampung dan indikasi rencana
tata ruang wilayah pesisir Teluk Lampung, dalam suatu pertemuan ahli
menggunakan metode prospektif partisipatif. Aktivitas ini ditujukan untuk
memetakan berbagai kebutuhan para pemangku kepentingan dalam rangka
mencari titik temu yang dapat mendasari suatu perencanaan tata ruang
yang akomodatif terhadap kepentingan tersebut. Proses
Proses yang dilakukan sebelumnya (predefined)
Simpanan (storage) internal
4) Menyusun skenario perencanaan tata ruang Teluk Lampung yang bersifat
partisipatif, komprehensif dan mampu mengakomodasi berbagai
kebutuhan para pemangku kepentingan.
1.6 Kerangka Konsepsional
Secara konsepsional, penelitian dan disertasi ini dilatarbelakangi oleh
kekhasan wilayah pesisir yang kompleks dan meliputi ekosistem daratan dan
perairan. Dengan kompleksitasnya yang tinggi, pengelolaan wilayah pesisir harus
bersifat holistik dan terintegrasi, dengan salah satu komponen kuncinya adalah
perencanaan tata ruang (Dahuri et al. 2001; Tyldesley 2004; Gangai dan
Ramachandran 2010). Urgensi penataan ruang merupakan bentuk intervensi
positif guna meningkatkan kesejahteraan yang berkelanjutan, atau sebagai bentuk
koreksi terhadap kegagalan mekanisme pasar dalam menciptakan pola dan
struktur ruang yang sesuai dengan tujuan bersama (Rustiadi et al. 2009). Oleh
karena itu, perencanaan tata ruang memiliki posisi penting dalam kerangka
pengelolaan wilayah pesisir terpadu. Namun demkian, perencanaan tata ruang
wilayah pesisir memerlukan suatu pendekatan yang mampu memadukan
karakteristik ruang daratan dan perairan secara sejajar, sehingga sulit diakomodasi
oleh perencanaan tata ruang yang bias daratan.
Sesuai dengan hukum geografi pertama dari Tobler (1970), yang
menyatakan bahwa “Setiap hal memiliki keterkaitan dengan hal lainnya, namun
yang lebih berdekatan memiliki keterkaitan yang lebih dari lainnya”. Oleh karena
itu, ruang daratan dan perairan yang berbatasan langsung di wilayah pesisir akan
saling terkait dan mempengaruhi secara lebih erat. Dengan demikian, paduan
karakteristik ruang daratan dan perairan di wilayah pesisir harus dapat
diakomodasi dalam suatu perencanaan tata ruang yang komprehensif.
Penataan ruang dan perencanaan tata ruang pada dasarnya merupakan
proses "pembelajaran" yang berkelanjutan sebagai buah pengalaman manusia dan
bersifat iteratif (Rustiadi et al. 2009). Dalam perkembangannya, perencanaan tata
ruang tidak terlepas dari berbagai t