KONDISI DAN POTENSI PENGEMBANGAN
KEPELABUHANAN PERIKANAN DI KABUPATEN SUBANG
RIO FANY NAIKTA GINTING
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRACT
RIO FANY NAIKTA GINTING, C44053282. Condition and Potential Development Fishing Port at District Subang. Mentoring by ANWAR BEY PANE and ERNANI LUBIS.
The condition of fishing port facilities related to its number availability and the facilities management had an effect on the outcome. This research aims to analyze the condition of facilities and activities, to know the production of fishing catch and supply trip, and to determine fishing port that potentially to develop. This research used literature study method, descriptive analysis, group, and scoring technique to analyze data. Pursuant to research result known that the condition of fishing port facility in district Subang was far from proper. So that required some effort to make the facilities proper. Gas station, water tank, and ice factory were the facilities that need to repairing, maintenance and improvement in PPP Muara Ciasem, PPP Blanakan, PPI Patimban, and PPI Mayangan. The condition of landing activity, auction, and fish processing was good at district Subang fishing port nor the supply trip such as water, ice and fuel. Pursuant to the result of scoring technique showed that PPP Blanakan get 117 points. It means that PPP Blanakan get the first priority to develop and then PPI Mayangan was the second place with 72,7 points and the last place was PPI Patimban with 71,7 points.
ABSTRACT
RIO FANY NAIKTA GINTING, C44053282. Condition and Potential Development Fishing Port at District Subang. Mentoring by ANWAR BEY PANE and ERNANI LUBIS.
The condition of fishing port facilities related to its number availability and the facilities
management had an effect on the outcome. This research aims to analyze the condition of facilities and activities, to know the production of fishing catch and supply trip, and to determine fishing port that potentially to develop. This research used literature study method, descriptive analysis, group, and scoring technique to analyze data. Pursuant to research result known that the condition of fishing port facility in district Subang was far from proper. So that required some effort to make the facilities proper. Gas station, water tank, and ice factory were the facilities that need to repairing, maintenance and improvement in PPP Muara Ciasem, PPP Blanakan, PPI Patimban, and PPI Mayangan. The condition of landing activity, auction, and fish processing was good at district Subang fishing port nor the supply trip such as water, ice and fuel. Pursuant to the result of scoring technique showed that PPP Blanakan get 117 points. It means that PPP Blanakan get the first priority to develop and then PPI Mayangan was the second place with 72,7 points and the last place was PPI Patimban with 71,7 points.
Key word: Disctrict Subang, fishing port, development
ABSTRAK
RIO FANY NAIKTA GINTING, C44053282. Kondisi dan Potensi Pengembangan Kepelabuhanan Perikanan di Kabupaten Subang. Dibimbing oleh ANWAR BEY PANE dan ERNANI LUBIS.
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kondisi dan Potensi Pengembangan
Kepelabuhanan Perikanan di Kabupaten Subang adalah benar dan merupakan
hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar
pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2011
KONDISI DAN POTENSI PENGEMBANGAN
KEPELABUHANAN PERIKANAN DI KABUPATEN SUBANG
RIO FANY NAIKTA GINTING
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
© Hak cipta IPB, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber:
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Judul Skripsi : Kondisi dan Potensi Pengembangan Kepelabuhanan Perikanan di Kabupaten Subang
Nama Mahasiswa : Rio Fany Naikta Ginting
NRP : C44053282
Mayor : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Program Studi
Departemen
:
:
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Menyetujui:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr.Ir. Anwar Bey Pane, DEA Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA.
NIP. 19541014 198003 1 003 NIP. 19561123 198203 2 002
Mengetahui:
Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP. 19621223 198703 1 001
UCAPAN TERIMA KASIH
Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,
bantuan secara moril, tenaga maupun materi yang sangat berguna bagi penulis.
Penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya
kepada pihak yang berjasa dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu:
1) Ayah Alm. P. Ginting dan ibu J. Sembiring dan kedua adik serta keluarga
besar di Medan yang tiada henti mendidik, berdoa dan mencurahkan kasih
sayang untuk penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Saya bersyukur
berada ditengah keluarga yang luar biasa dalam mendidik anaknya.
2) Oce dan keluarga di Subang yang telah menyediakan tempat tinggal bagi
penulis selama proses penelitian.
3) The SABAR (Sahat, Arief, Budiman, dan Asep) yang saling mendukung
selama proses penulisan.
4) Keluarga Perwira 43 yang selalu di hati. Terima kasih atas kebersamaan dan
keceriaan yang telah kalian berikan.
5) Teman – teman PSP angkatan 42, atas dukungan dan semangatnya.
6) Yessy Winda Panggabean yang selalu mendorong penulis untuk lebih giat
dan bersemangat dalam menyelesaikan skripsi.
7) Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
dalam kelancaran penyelesaian skripsi ini.
Bogor, Maret 2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Yesus Kristus yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”
Kondisi dan Potensi Pengembangan Kepelabuhanan Perikanan di Kabupaten Subang”.Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Februari hingga November 2010. Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat
mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1) Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA dan Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA selaku komisi
pembimbing atas pengarahan, bimbingan, curahan pemikiran dan motivasi
yang telah diberikan sejak proses penulisan proposal, pelaksanaan penelitian
sampai penulisan skripsi.
2) Dr. Ir. Muhammad Imron, M.Si selaku Ketua Program Studi Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
3) Retno Muninggar S.Pi, M.E selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran dan kritikan bagi penulis, semoga bermanfaat.
4) Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc selaku Ketua Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
5) Pihak DKP Kabupaten Subang yang telah bersedia menyediakan data untuk
penelitian.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun diharapkan
untuk perbaikan penulis. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat khususnya
bagi penulis dan juga bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Februari 2011
i
2.2.1 Pengelolaan pelabuhan perikanan ... 15
2.2.2 Output pelabuhan perikanan... 16
4.1.1 Kondisi geografi, topogrofi dan penduduk ... 27
ii 5. KONDISI KEPELABUHANAN PERIKANAN DI SUBANG
5.1 Unit Penangkapan Ikan ... 44
5.1.1 Armada penangkapan ikan ... 44
5.1.2 Alat penangkap ikan ... 45
5.1.3 Nelayan... 47
5.2 Fasilitas dan Aktivitas Kepelabuhanan Perikanan di Kabupaten Subang...49
5.2.1 Fasilitas tersedia menurut pelabuhan perikanan ... 49
5.2.2 Aktivitas menurut pelabuhan perikanan ... 57
6. OUTPUT PELABUHAN PERIKANAN DI SUBANG 6.1 Produksi dan nilai produksi pelabuhan perikanan ... 71
6.2 Penyediaan kebutuhan melaut ... 75
7. POTENSI PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN DI SUBANG 7.1 Fasilitas... 85
7.2 Aktivitas ... 92
7.3 Pelabuhan Potensial untuk Dikembangkan ... 94
8. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan... 98
8.2 Saran ... 98
DAFTAR PUSTAKA ... 99
iii DAFTAR TABEL
1 Data yang dikumpulkan pada penelitian kondisi fasilitas dan aktivitas
Pelabuhan perikanan di Kab. Subang ... 20
2 Kriteria pengambilan keputusan untuk fasilitas ... 25
3 Kriteria pengambilan keputusan untuk aktivitas ... 25
4 Kriteria pengambilan keputusan untuk output ... 25
5 Jumlah penduduk Kab. Subang tahun 2004-2008 ... 26
6 Perkembangan dan pertumbuhan produksi dan nilai produksi hasil Tangkapan di Kab. Subang tahun 2000-2009 ... 33
7 Perkembangan dan pertumbuhan jumlah alat tangkap di Kab. Subang tahun 1999-2008 ... 34
8 Perkembangan dan pertumbuhan jumlah kapal di Kab. Subang tahun 2000-2009 ... 38
9 Perkembangan dan pertumbuhan jumlah nelayan di Kab. Subang tahun 2005-2009 ... 39
10 Lokasi pelabuhan dan KUD di Kab. Subang ... 42
11 Jumlah armada penangkap ikan menurut kategori armada dan pelabuhan perikanan Kab. Subang tahun 2009 ... 44
12 Jumlah alat tangkap menurut pelabuhan perikanan di Kab. Subang tahun 2009 ... 46
13 Jumlah nelayan menurut pelabuhan perikanan di Kab. Subang tahun 2009 ... 47
14 Profil unit penangkapan dominan di ketujuh pelabuhan di Kab. Subang ... 48
15 Jenis fasilitas tersedia di pelabuhan perikanan Kab. Subang tahun 2009 ... 51
16 Aktivitas kepelabuhanan perikanan Kab. Subang tahun 2009 ... 58
17 Profil fasilitas di ketujuh pelabuhan perikanan Kab. Subang tahun 2009 ... 60
18 Profil aktivitas di ketujuh pelabuhan perikanan Kab. Subang tahun 2009 ... 61
19 Kategori pelabuhan perikanan Kab. Subang berdasarkan perhitungan dengan teknik skoring ... 64
20 Kategori pelabuhanan perikanan Kab. Subang berdasarkan perhitungan dengan teknik skoring ... 65
21 Volume dan nilai serta rasio nilai produksi terhadap hasil tangkapan didaratkan si seluruh pelabuhan perikanan Kab. Subang tahun 2009 ... 72
iv 22 Jenis hasil tangkapan ekonomis penting per pelabuhan perikanan
di Kab. Subang ... 73
23 Pendapatan hasil usaha unit SPDN di KUD Mandiri Mina Fajar
Sidik PPP Blanakan periode tahun 2005-2009 ... 77
24 Pendapatan hasil usaha unit penjualan es di KUD Mandiri Mina Fajar
Sidik PPP Blanakan periode tahun 2005-2009 ... 79
25 Profil output ketujuh pelabuhan perikanan Kab. Subang tahun 2009 ... 81 26 Kategori pelabuhan perikanan Kab. Subang berdasarkan perhitungan
dengan teknik skoring ... 84
27 Analisis kebutuhan fasilitas per pelabuhan perikanan per hari
di Kab. Subang tahun 2009 ... 88
28 Profil fasilitas yang perlu dikembangkan di pelabuhan perikanan
Kab. Subang tahun 2009 ... 91
29 Kriteria pengembangan pelabuhan perikanan Kab. Subang tahun 2009 ... 95
v DAFTAR GAMBAR
1 Grafik perkembangan produksi dan nilai produksi hasil tangkapan
di Kab. Subang periode tahun 1998-2009 ... 33
2 Grafik perkembangan alat tangkap dominan di Kab. Subang periode tahun 1999-2008 ... 36
3 Grafik perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kab. Subang periode tahun 2000-2009 ... 37
4 Grafik perkembangan jumlah nelayan di Kab. Subang periode tahun 2005-2009 ... 40
5 Peta lokasi seluruh pelabuhan perikanan di Kab. Subang tahun 2010 ... 43
6 Peta kondisi fasilitas seluruh pelabuhan perikanan di Kab. Subang tahun 2000-2009 ... 50
7 Beberapa fasilitas dan aktivitas pelelangan di PPP Blanakan tahun 2010 ... 66
8 Beberapa fasilitas di PPP Muara Ciasem tahun 2010 ... 67
9 Beberapa fasilitas di PPI Mayangan tahun 2010 ... 68
10 Beberapa fasilitas di PPI Rawameneng tahun 2010 ... 69
11 Beberapa fasilitas di PPI Cilamaya Girang tahun 2010 ... 70
12 Histogram rasio nilai produksi NP/P hasil tangkapan didaratkan di seluruh Kab. Subang tahun 2009 ... 74
13 Histogram jumlah pendapatan hasil usaha pabrik es PT Tirta Ratna di PPP Blanakan Kab. Subang tahun 2005-2009 ... 80
vi DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan variabel output ... 102
2 Perhitungan variabel fasilitas ... 105
3 Perhitungan variabel aktivitas ... 107
4 Perhitungan skoring gabungan ... 109
1.
PENDAHULUAN
1.1Latar belakang
Sektor perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang memberi
kontribusi dalam pembangunan nasional. Pendapat ini tidak lepas dari hasil
pendugaan stok ikan yang terdapat pada perairan pantai, perairan nusantara, serta
perairan ZEE yang dilakukan sejak tahun 1970. Wilayah Indonesia memiliki
potensi sumberdaya ikan yang sangat besar, diperkirakan sebesar 6,41 juta ton per
tahun. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) adalah 80% dari potensi
lestari atau sekitar 5,12 juta ton per tahun (PRPT, 2001).
Secara umum pemanfaatan sumberdaya ikan di Indonesia sampai saat ini
belum optimal dan masih berpeluang untuk dikembangkan. Salah satu
pengembangannya adalah melalui pembangunan dan rehabilitasi sarana dan
prasarana di bidang perikanan yang diharapkan mampu meningkatkan usaha
perikanan tangkap baik untuk skala kecil maupun besar yang nantinya dapat
menghidupkan sektor perekonomian bagi penduduk di sekitar wilayah pelabuhan
perikanan.
Kinerja pelabuhan perikanan tidak terlepas dari input pelabuhan itu sendiri. Fasilitas yang ada merupakan input di pelabuhan perikanan. Kondisi fasilitas berhubungan dengan ketersediaan dan jumlahnya di pelabuhan perikanan. Kondisi
aktivitas berhubungan dengan kemampuan memanfaatkan fasilitas yang tersedia.
Kedua kondisi tersebut apabila dikelola dengan optimal, selanjutnya mengalami
proses untuk menghasilkan output yang baik.
Pelabuhan perikanan dengan berbagai kelengkapan fasilitas yang
dimilikinya merupakan tempat dilaksanakannya segala aktivitas seperti
pendaratan, perdagangan dan pendistribusian produksi hasil tangkapan. Hal ini
menunjukkan bahwa fasilitas merupakan salah satu pendorong kinerja pelabuhan
perikanan. Ironisnya, tidak semua pelabuhan perikanan memiliki fasilitas yang
dibutuhkannya. Berdasarkan hasil penelitian Indrianto (2006), pada umumnya
pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang memiliki kondisi fasilitas cenderung
memprihatinkan atau bahkan tidak ada sama sekali padahal fasilitas tersebut
2
Ciasem, dimana fasilitas yang terdapat di pelabuhan tersebut masih jauh dari
kondisi yang sesuai dengan kapasitasnya. Gambaran mengenai kondisi
ketersediaan dan jumlah fasilitas yang berbeda ini merupakan salah satu faktor
yang menghambat kinerja pelabuhan perikanan.
Suatu pelabuhan perikanan memerlukan berbagai aktivitas kepelabuhanan
perikanan, agar fungsi pelabuhan terpenuhi. Berbagai aktivitas tersebut haruslah
diselenggarakan dengan baik dan dikembangkan. Pengembangan aktivitas yang
terjadi di pelabuhan perikanan pada umumnya terkait dengan ketersediaan
fasilitas. Sebagai contoh, aktivitas pelelangan di suatu pelabuhan perikanan terjadi
apabila di pelabuhan tersebut memiliki Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang
merupakan fasilitas fungsional. Begitu juga untuk aktivitas – aktivitas lainnya
seperti pendaratan hasil tangkapan, karena adanya fasilitas dermaga pendaratan
dan fasilitas lainnya; sarana pengangkut ikan, basket/keranjang ikan, air bersih.
Aktivitas yang terjadi di pelabuhan perikanan merupakan proses dari
pelaksanaan fungsi pelabuhan tersebut. Hasil dari proses tersebut akan
memberikan output. Sebagai contoh, fasilitas – fasilitas tangki bahan bakar, instalasi air minum dan pabrik es bersama dengan aktivitas – aktivitasnya akan
memberikan output volume produksi BBM, air minum, dan es. Secara umum
output pelabuhan perikanan dapat digolongkan menjadi dua. Golongan pertama adalah hasil tangkapan yang meliputi produksi, nilai, dan jenis hasil tangkapan,
serta harganya. Golongan kedua adalah penyediaan kebutuhan melaut yang
meliputi produksi air, BBM, dan es.
Kabupaten Subang merupakan salah satu daerah tingkat dua di Pantai Utara
Jawa Barat yang memiliki volume produksi ikan yang cukup besar. Rata-rata
volume produksi ikan yang didaratkan di Kabupaten Subang selama periode tahun
1995-2009 mencapai 18.562,8 ton/tahun atau 50,72 ton/hari. Nilai produksi ikan
yang dihasilkan pada periode tersebut rata-rata sebesar Rp
147.269.359.350,-/tahun (Anonymous, 2010a,data diolah kembali). Produksi ikan tersebut didaratkan di berbagai pelabuhan perikanan yang terdapat di Kabupaten Subang.
Di Kabupaten Subang sampai saat ini didominasi oleh unit pelabuhan tipe D
atau Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yaitu PPI Rawameneng, PPI Patimban, PPI
3
Cirewang (Anonymous, 2009b). Oleh karena itu kegiatan pengembangan perlu
menjadi perhatian bagi pengembang kawasan di pelabuhan tersebut.
Pengembangan yang dilakukan dapat mencakup perbaikan fasilitas sesuai
kapasitas dan penambahan fasilitas. Dengan demikian diharapkan dapat terjadi
berbagai aktivitas di kawasan pelabuhan tersebut yang nantinya dapat pula
meningkatkan status pelabuhan perikanan tersebut.
Produksi hasil tangkapan yang didaratkan di seluruh pelabuhan perikanan
yang ada di Kabupaten Subang tersebut hendaknya dapat terjamin pemasarannya,
yaitu pada tingkat harga yang layak dan memenuhi standar mutu ikan untuk
konsumsi. Hal ini dapat tercapai apabila didukung oleh ketersediaan sarana dan
prasarana perikanan yang ada antara lain pelabuhan perikanan. Berdasarkan
pemaparan di atas, adalah menarik untuk menelaah berbagai fasilitas dan aktivitas
yang dimiliki oleh berbagai pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang
beserta outputnya.
Beberapa penelitian sebelumnya mengenai kepelabuhanan perikanan di
Kabupaten Subang telah dilakukan secara parsial per pelabuhan perikanan antara
lain terkait fasilitas dan aktivitasnya di Kabupaten Subang, yaitu aktivitas dan
fasilitas di PPP Muara Ciasem (Indrianto,2006), keadaan perikanan tangkap di
PPP Muara Ciasem (Hartati, 1996), analisis hasil tangkapan jaring arad di PPP
Blanakan (Windarti, 2008), keadaan koperasi di PPP Blanakan (Kurniawan,
2009). Dengan demikian fasilitas, aktivitas dan output dari pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang belum diteliti secara menyeluruh. Oleh karena itu penelitian
ini penting dilakukan agar dapat diketahui gambaran kondisi pelabuhan perikanan
secara keseluruhan di Kabupaten Subang.
1.2. Permasalahan
1) Belum diketahuinya gambaran kondisi fasilitas dan aktivitas secara
menyeluruh dari pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan yang
ada di Kabupaten Subang
4
3) Belum diketahuinya pelabuhan perikanan mana saja yang berpotensi untuk
dikembangkan di Kabupaten Subang
1.3 Tujuan Penelitian
1) Mengetahui gambaran kondisi fasilitas dan aktivitas dari semua pelabuhan
perikanan dan pangkalan pendaratan ikan yang ada di Kabupaten Subang;
2) Mendapatkan besaran output ( produksi HT dan penyediaan kebutuhan melaut) dari semua pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan
yang ada di Kabupaten Subang;
3) Menentukan pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang yang berpotensi
untuk dikembangkan;
1.4 Manfaat Penelitian
1) Memberikan informasi tentang kondisi fasilitas dan aktivitas pelabuhan
perikanan di Kabupaten Subang untuk berinvestasi dibidang perikanan
tangkap.
2) Memberikan informasi tentang besaran output dari semua pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan di Kabupaten Subang;
3) Sebagai bahan masukan kepada PEMDA dan Kementrian Kelautan dan
Perikanan (KKP) setempat dalam menentukan langkah dan kebijakan
selanjutnya dalam membangun perikanan tangkap khususnya pelabuhan
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelabuhan perikanan
Pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di
sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan
kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal
perikanan bersandar, berlabuh dan atau bongkar muat ikan yang dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan (DKP,
2008). Keberadaan pelabuhan perikanan diperlukan untuk memperlancar aktivitas
perikanan tangkap mulai saat pendaratan sampai pada pemasarannya. Oleh karena
itu keterpaduan antara fasilitas dan aktivitas di pelabuhan perikanan mutlak
diperlukan guna memperoleh hasil yang optimal.
2.1.1 Fasilitas Pelabuhan Perikanan
Kondisi suatu pelabuhan perikanan dapat dilihat dari fasilitas dan aktivitas
yang ada. Kapasitas dan jenis fasilitas yang ada di suatu pelabuhan perikanan
umumnya akan menentukan skala atau tipe dari suatu pelabuhan dan akan
berkaitan pula dengan skala usaha perikanannya. Fasilitas-fasilitas tersebut
selanjutnya akan berkembang sesuai dengan kemajuan usaha perikanannya.
Berkembangnya fasilitas-fasilitas tersebut dapat berarti bertambahnya fasilitas
baru dan atau bertambahnya kapasitas dari fasilitas yang telah ada. Dengan kata
lain jenis dan kapasitas yang ada berkembang sesuai dengan kebutuhan
operasional pelabuhan (Lubis, 2006).
Pelabuhan perikanan dalam pelaksanaan fungsi dan perannya dilengkapi
dengan berbagai fasilitas. Fasilitas-fasilitas tesebut berupa fasilitas pokok, fasilitas
fungsional dan fasilitas penunjang.
1) Fasilitas Pokok
Fasilitas pokok atau juga dikatakan infrastruktur adalah fasilitas dasar yang
diperlukan oleh suatu pelabuhan perikanan guna melindungi tempat tersebut dari
gangguan alam, tempat tambat labuh dan bongkar muat sehingga kapal aman
6
(1) Dermaga merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat berlabuh
dan bertambatnya kapal, bongkar muat hasil tangkapan dan mengisi bahan
perbekalan untuk keperluan di laut (Lubis, 2006). Tipe dermaga ada tiga
yaitu wharf/quay,bulkhead/quaywall, dan pier/jetty.
(2) Kolam pelabuhan adalah perairan pelabuhan untuk masuknya kapal yang
akan bersandar di dermaga. Menurut Murdiyanto (2004) kolam pelabuhan
menurut fungsinya terbagi dua yaitu berupa:
a. Alur pelayaran yang merupakan pintu masuk kolam pelabuhan
sampai ke dermaga (navigational channels)
b. Kolam putar yaitu daerah perairan untuk berputarnya kapal (turning basin)
(3) Breakwater adalah struktur bangunan kelautan yang berfungsi khusus untuk melindungi pantai atau daerah di sekitar pantai terhadap pengaruh
gelombang laut. Menurut Pradoto vide Lubis (2006) bahwa ditinjau dari bentuk bangunannya, breakwater terdiri atas beberapa tipe antara lain tipe timbunan dan tipe dinding tegak.
(4) Alat bantu navigasi adalah alat bantu yang berfungsi untuk memberikan
peringatan atau tanda terhadap bahaya yang tersembunyi, misalnya batu
karang di suatu perairan dan memberikan petunjuk pada waktu kapal akan
keluar masuk pelabuhan atau ketika kapal akan merapat dan membuang
jangkar. Alat bantu yang biasa digunakan adalah:
a. Pelampung dan channel markers, digunakan terutama untuk memberi tanda pada pantai bagi kapal yang akan keluar masuk pelabuhan dan
alur pelayaran;
b. Lampu navigasi, diletakkan untuk memberitahukan suatu bangunan
kelautan antara lain pier, warf, breakwater;
c. Mercusuar, merupakan bangunan menara yang tinggi dengan lampu di
atasnya yang berfungsi untuk membimbing kapal sepanjang
perjalannya mendekati pelabuhan akan bahaya-bahaya seperti adanya
karang dan pendangkalan;
d. Instalasi lampu jajar atau suar penuntun, berfungsi khusus untuk
7
pada daerah sempit yang berbahaya, seperti belokan pada alur
pelayaran maupun pintu masuk pelabuhan (Hanan, 2006).
2) Fasilitas Fungsional
Menurut Lubis (2006), fasilitas fungsional dikatakan juga suprastruktur
adalah fasilitas yang berfungsi untuk meninggikan nilai guna dari fasilitas pokok
sehingga dapat menunjang aktivitas di pelabuhan. Fasilitas-fasilitas ini tidak harus
ada seketika semuanya di suatu pelabuhan namun dapat disediakan secara
bertahap sesuai dengan kebutuhan operasional pelabuhan perikanan tersebut.
Fasilitas fungsional tersebut antara lain adalah:
(1) Tempat Pelelangan Ikan, merupakan tempat untuk melelang ikan hasil
tangkapan, dimana terjadi pertemuan antara penjual dengan pembeli
(pedagang atau agen perusahaan perikanan) (Lubis, 2006). Keberadaan
TPI di daerah produksi baik di pusat pendaratan ikan maupun pelabuhan
perikanan sangatlah penting.
(2) Slipway atau docking merupakan suatu landasan dengan kelandaian tertentu yang dibangun di pantai untuk meluncurkan ke laut ataupun
menaikkan kapal dari dan ke daratan. Alat ini biasanya digunakan untuk
membangun dan mereparasi kapal. Slipway digunakan untuk membangun atau merawat kapal dibawah tonase kotor sekitar 1000 GT, untuk
kapal-kapal yang lebih besar digunakan galangan kapal-kapal jenis yang lain
(Wikipedia, 2009).
(3) Pabrik es bertujuan untuk menghasilkan es yang dipergunakan untuk
mempertahankan mutu ikan pada saat operasi penangkapan, di TPI dan
selama pengangkutan ke pasar atau ke pabrik.
(4) Tangki air tawar dan tangki pengisian bahan bakar merupakan bagian
dari fasilitas perbekalan.
3) Fasilitas Tambahan
Fasilitas tambahan adalah fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan
peranan pelabuhan atau para pelaku mendapatkan kenyamanan melakukan
8
(1) Fasilitas kesejahteraan: MCK, poliklinik, mess, kantin/warung, dan
musholla
(2) Fasilitas administrasi : Kantor pengelola pelabuhan, ruang operator,
kantor syahbandar dan kantor beacukai
2.1.2 Aktivitas Pelabuhan Perikanan
Pelabuhan perikanan dapat mempunyai beberapa aktivitas mulai dari
pendaratan sampai pemasaran hasil tangkapan. Dalam hal ini pelabuhan perikanan
lebih diutamakan sebagai pemusatan kegiatan pendaratan serta penjualan hasil
tangkapan.
1) Aktivitas Pendaratan Hasil Tangkapan
Menurut Pane (2005) aktivitas pendaratan hasil tangkapan meliputi
pembongkaran hasil tangkapan dari palkah ke dek, penurunan hasil tangkapan
dari dek ke dermaga dan pengangkutan hasil tangkapan dari dermaga menuju TPI.
(1) Pembongkaran Hasil Tangkapan
Pembongkaran hasil tangkapan merupakan proses sebelum hasil tangkapan
didaratkan di dermaga. Proses ini memerlukan waktu yang cukup lama karena
hasil tangkapan terlebih dahulu disortir berdasarkan jenis dan ukurannya.
Mekanisme pembongkaran hasil tangkapan yang baik adalah pembongkaran
dengan memperhatikan kualitas hasil tangkapan.
Pane (2005) mengemukakan bahwa pada pendaratan hasil tangkapan di
pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan terdiri atas proses,
penyortiran dan penyiapan pendistribusian hasil tangkapan.
Pembongkaran merupakan proses mengeluarkan hasil tangkapan dengan
menggunakan alat bantu atau tanpa alat bantu dari dalam palkah kapal ke atas dek
kapal yang selanjutnya dilakukan penyortiran kemudian diangkut menuju tempat
lain (dermaga, TPI dan atau konsumen). Cara pembongkaran ikan dari dalam
palkah dilakukan bermacam-macam, ada yang menggunakan alat bantu berupa
peti, kantong-kantong yang terbuat dari jaring, sekop atau ganco (Ilyas, 1983).
Hasil tangkapan di dalam palkah harus mendapatkan penanganan yang baik
saat proses pembongkaran terjadi. Penanganan tersebut antara lain adalah hasil
9
langsung, karena dapat menurunkan kualitas hasil tangkapan tersebut serta
alat-alat untuk pembongkaran tidak boleh merusak hasil tangkapan.
Menurut Djulaeti (1994) mekanisme pembongkaran hasil tangkapan
sebagaimana yang terjadi di PPN Palabuhanratu adalah sebagai berikut :
a. Sebelum kapal melakukan pembongkaran, nahkoda kapal melapor untuk
melakukan pembongkaran dengan membawa surat-surat kapal, yaitu pas biru,
surat izin berlayar dan buku lapor kedatangan kapal;
b. Petugas tambat labuh mencatat waktu dan kedatangan kapal di buku lapor
kapal serta memberi izin untuk melakukan pembongkaran;
c. Pembongkaran diawali dengan pengeluaran hasil tangkapan ikan dari palkah
ke geladak. Pengangkatan ikan-ikan yang berukuran besar seperti cakalang,
tuna, tongkol diangkat satu persatu sedangkan untuk ikan-ikan yang
berukuran kecil dengan menggunakan keranjang. Jenis ikan yang besar dan
berat seperti cucut, pengeluaran ikan dibantu dengan menggunakan tali yang
berdiameter dua sampai empat centimeter ke geladak kapal oleh dua sampai
tiga Anak Buah Kapal (ABK).
Cara pembongkaran hasil tangkapan disesuaikan dengan kondisi tempat
pendaratannya. Dalam pembongkaran hasil tangkapan, selain cara-cara dalam
pembongkaran yang benar, alat-alat yang dipergunakan harus sesuai dengan
karakteristik ikan, bersih dan tidak bersifat merusak sehingga mampu
mempertahankan mutu hasil tangkapan agar tidak menurun.
(2) Penurunan hasil tangkapan
Penurunan hasil tangkapan merupakan proses setelah hasil tangkapan
dilakukan pembongkaran dari dalam palkah, penyortiran di atas dek menuju ke
dermaga. Penurunan hasil tangkapan ini dilakukan dengan menggunakan alat
bantu, yaitu papan peluncur yang terbuat dari kayu maupun fiberglass. Hasil tangkapan sebelumnya diletakkan di dalam basket-basket sesuai ukuran dan jenis
ikan.
Penurunan hasil tangkapan dari dek ke dermaga (Pane, 2005) yaitu dengan:
a. Menggunakan tenaga pengangkut (ABK, buruh angkut di banyak pelabuhan
10
Tenaga pengangkut dalam hal ini adalah ABK atau buruh angkut, yaitu orang
yang bertugas mengangkut hasil tangkapan setelah didaratkan dari dek ke
dermaga untuk dibawa ke TPI.
b. Menggunakan papan peluncur (di PPS Nizam Zachman Jakarta, PPN
Pekalongan)
Papan peluncur merupakan alat yang digunakan untuk mempermudah
penurunan hasil tangkapan dari atas dek ke dermaga. Bahan papan peluncur ini
biasanya terbuat dari lempengan kayu atau fiberglass.
c. Menggunakan ban berjalan (di PP di Eropa seperti Prancis, Inggris dan
Jerman)
Ban berjalan digunakan untuk membawa hasil tangkapan yang dimasukkan
ke dalam basket setelah diturunkan ke dermaga menuju ke TPI.
(3) Pengangkutan Hasil Tangkapan
Pengangkutan merupakan proses pemindahan sesuatu dari satu tempat ke
tempat lain dengan menggunakan media angkut yang bertujuan mempermudah
pemindahan ke tempat lain. Pengadaan alat bantu untuk pengangkutan hasil
tangkapan, sangat penting dalam aktivitas pendaratan.
Menurut Djulaeti (1994), alat bantu yang digunakan dalam pengangkutan
hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu adalah sebagai berikut:
a. Gerobak dorong
Digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan dari dermaga ke daerah sekitar
Palabuhanratu.
b. Tong-tong plastik (blong)
Alat ini dilengkapi dengan es dan diangkut dengan kendaraan pick up untuk daerah luar Pelabuhanratu.
c. Keranjang
Digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan yang akan diolah.
d. Traise (keranjang plastik)
Alat ini digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan ke daerah di sekitar
11
2) Aktivitas Penyediaan Kebutuhan Melaut
Aktivitas ini merupakan aktivitas yang disiapkan sebelum melakukan operasi
penangkapan ikan. Persiapan yang dilakukan biasanya menyangkut perbekalan
yang akan dibawa. Perbekalan yang akan dibawa meliputi es, BBM, air bersih dan
bahan makanan yang akan dibawa.
(1) Es
Pemerintah seharusnya mendorong penggunaan es sebagai bahan pengawet
untuk menciptakan cold chain system dalam mempertahankan mutu ikan yang didaratkan di pelabuhan perikanan. Selain itu juga hal ini untuk mencegah
penggunaan formalin sebagai bahan pengawet ikan.
Es merupakan salah satu perbekalan kapal yang berfungsi untuk
mengawetkan ikan dengan cara menurunkan suhu ikan, sehingga pada akhirnya
penurunan mutu ikan dapat dihambat. Bentuk penggunaan es pada kapal
penangkapan ikan adalah es curah agar lebih memudahkan penanganan saat
berada di palka serta pendinginan yang dilakukan terhadap ikan lebih merata.
Kebutuhan perbekalan es di suatu pelabuhan perikanan biasanya dihasilkan
oleh pabrik es yang ada di pelabuhan tersebut. Menurut Ningsih (2006),
kebutuhan perbekalan es di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam
Zachman telah mampu disediakan oleh Perum PPS. Perum ini
mengoperasikan/mengelola 2 unit pabrik es dengan kapasitas 150 ton/hari
sebanyak 3.000 es balok/hari dan pabrik es yang dikelola swasta yaitu PT.
Safritindo Dwi Santoso mempunyai kapasitas 240 ton/hari sebanyak 4.000 es
balok/hari sedangkan permintaan es rata-rata sebesar 9.000-10.000 es balok/hari.
(2) BBM
BBM merupakan salah satu perbekalan penting dalam melakukan operasi
penangkapan ikan yang dibawa saat melaut. BBM diperlukan sebagai bahan bakar
mesin diesel yang merupakan mesin utama bagi armada penangkapan ikan.
Berdasarkan Perpres No. 55/2005 tentang kenaikan harga BBM yang
mengacu pada UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Pada 1 Oktober
2005 kenaikan harga BBM mencapai rata-rata diatas 100%. Hal ini terjadi setelah
harga minyak dunia meroket hingga mencapai US$80 per barel, lonjakan harga
12
diubah dari US$24 per barel menjadi US$45 per barel dan akhirnya diputuskan
menjadi sekitar US$54 per barel (Bisnis Indonesia, 2005 vide Wibowo 2009). Harga BBM yang semakin meningkat akan mempengaruhi biaya operasional
melaut. Biaya operasional yang paling mahal adalah biaya kebutuhan akan solar
dan oli. Semakin jauh daerah penangkapan ikan (DPI) akan membutuhkan jumlah
solar dan oli yang semakin banyak. Tingginya harga BBM dan dengan jumlah
hasil tangkapan di laut yang tidak pasti maka pendapatan pemilik kapal dan
nelayan akan semakin menurun, sehingga banyak pemilik kapal yang meminjam
uang sebelum mereka beroperasi ke laut. Keadaan ini akan mengakibatkan banyak
pengusaha perikanan yang menjual kapalnya maupun pindah usaha, sehingga
nelayan-nelayan tidak melaut, khususnya nelayan skala kecil akan merasa
terbebani dengan meningkatnya harga BBM.
Menurut Mahyuddin (2007) kebutuhan BBM solar untuk nelayan
Palabuhanratu yang memiliki kapal berukuran <30 GT dipasok dari SPDN
(Station Package Dealer untuk Nelayan) dengan harga Rp 4.300 per liter (Oktober 2005).
(3) Air Bersih
Kebutuhan air bersih untuk nelayan biasanya dipasok dari PDAM kemudian
dikelola oleh pelabuhan perikanan yang bersangkutan. Kebutuhan air bersih tidak
hanya diperlukan oleh nelayan yang hendak melaut saja tetapi juga untuk kegiatan
lainnya antara lain aktivitas kantor, kapal, TPI dan WC umum.
3) Aktivitas Pemasaran
Pelelangan ikan adalah salah satu mata rantai tata niaga ikan. Aktivitas
pelelangan ikan di tempat pelelangan ikan merupakan salah satu aktivitas di suatu
pelabuhan perikanan yang termasuk dalam kelompok aktivitas yang berhubungan
dengan pendaratan dan pemasaran ikan. Pelelangan ikan memiliki peran yang
cukup penting untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam pemasaran ikan.
Pelelangan ikan adalah suatu kegiatan di tempat pelelangan ikan guna
mempertemukan penjual dan pembeli sehingga terjadi tawar-menawar harga ikan
yang disepakati bersama.
Fungsi tempat pelelangan ikan adalah untuk melelang ikan, dimana terjadi
13
atau agen perusahaan perikanan). Letak dan pembagian ruang di gedung
pelelangan harus direncanakan supaya aliran produk (flow of product) berjalan dengan cepat (Lubis, 2006). Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa
produk perikanan merupakan produk yang cepat mengalami penurunan mutu,
sehingga apabila aliran produk ini terganggu akan menyebabkan terjadinya
penurunan mutu ikan.
Ruangan yang ada pada gedung pelelangan adalah:
a. Ruang sortir, yaitu tempat membersihkan, menyortir, dan memasukkan ikan
ke dalam peti atau keranjang;
b. Ruang pelelangan, yaitu tempat menimbang, memperagakan dan melelang
ikan;
c. Ruang pengepakan, yaitu tempat memindahkan ikan ke dalam peti lain
dengan diberi es, garam, dan lain-lain selanjutnya siap untuk dikirim; dan
d. Ruang administrasi pelelangan, terdiri dari loket-loket, gudang peralatan
lelang, ruang duduk untuk peserta lelang, toilet dan ruang cuci umum.
Fungsi lain dari tempat pelelangan ikan adalah sebagai pusat pendaratan
ikan, pusat pembinaan mutu hasil tangkapan, pusat pengumpulan data dan pusat
kegiatan para nelayan di bidang pemasaran. Proses pelelangan ikan yang terjadi di
dalam gedung TPI bertujuan untuk menarik sejumlah pembeli yang potensial,
menjual dengan penawaran tinggi, menerima harga sebaik mungkin dan menjual
sejumlah besar ikan dalam waktu yang sesingkat mungkin (Biro Pusat Statistik,
1990 vide Desiwardani, 2007).
4) Aktivitas Pengolahan
Aktivitas pengolahan yang ada di wilayah pelabuhan perikanan Indonesia
masih bersifat tradisional. Namun ada juga yang sudah bersifat semi modern
maupun modern. Pengolahan tradisional meliputi pemindangan, pengeringan,
pengasapan, dan fermentasi ikan. Pengolahan semi modern antara lain meliputi
pengalengan, fillet, pembuatan makanan jadi berbahan ikan (bakso ikan, fish nugget). Pengolahan modern meliputi surimi, industri tingkat tiga “rumput laut”
(bahan kosmetik, obat-obatan) (Sumiati, 2008).
Aktivitas pengolahan di suatu pelabuhan perikanan dimaksudkan untuk
14
untuk mempertahankan kemunduran mutu hasil tangkapan. Pengolahan hasil
tangkapan juga berfungsi agar hasil tangkapan dapat dipertahankan seperti saat
musim dimana harga ikan menjadi murah dan saat paceklik harga ikan menjadi
mahal.
Menurut Lubis (2006), jenis olahan yang umumnya terdapat di pelabuhan
perikanan Indonesia (kecuali PPS Nizam Zahman Jakarta), masih bersifat
tradisional dan kiranya belum memperhatikan kualitas ikan, sanitasi dan cara
pengepakan yang baik antara lain jenis pengolahan pengasinan dan pemindangan.
Jenis industri olahan lainnya yang sering dijumpai di lingkungan luar pelabuhan
seperti pengalengan ikan, kerupuk dan terasi. Beberapa perusahaan di Pelabuhan
Nizam Zachman, telah memodernisasi penanganan dan pengolahan ikannya yang
memungkinkan dipatuhinya norma-norma higienis internasional untuk tujuan
ekspor.
Pelabuhan perikanan berfungsi sebagai awal dari kegiatan distribusi dan
pengolahan ikan, sehingga untuk memenuhi fungsi ini, pelabuhan perikanan
dilengkapi dengan fasilitas pelelangan, tempat untuk usaha pengepakan ikan
basah, pengolahan, gudang dingin, dan gudang beku. Tersedia pula lapangan
parkir yang cukup luas untuk memperlancar pengiriman (Ilyas, 1983).
2.2 Pengelolaan dan Output Pelabuhan Perikanan
Kinerja pelabuhan perikanan sangat dipengaruhi oleh input pelabuhan itu
sendiri. Selanjutnya input tersebut akan mengalami proses untuk menghasilkan
produk/output. Tingkat keberhasilan proses yang terjadi salah satunya dipengaruhi oleh pengelolaan pelabuhan perikanan itu sendiri.
2.2.1 Pengelolaan Pelabuhan Perikanan
Suatu pelabuhan perikanan haruslah memperhatikan pengorganisasian dan
pengelolaan dengan baik agar pengoperasian dapat berjalan sesuai fungsinya.
Oleh karena itu perlu diketahui terlebih dahulu rincian kegiatan-kegiatan yang
dikelola oleh suatu pelabuhan dan kesiapan dalam mengelola kegiatan dan
fasilitas yang ada. Berhasilnya pengelolaan suatu pelabuhan antara lain
bergantung kepada pelaku-pelaku yang ada di pelabuhan, misalnya kualitas dan
kuantitas sumberdaya manusianya, adanya hubungan baik antara pengelola
15
dapat bekerja secara profesional, bekerja sama dan patuh terhadap peraturan yang
berlaku.
Pada dasarnya terdapat empat tipe pengelolaan pelabuhan, dimana
masing-masing tipe mempunyai pola yang berbeda menurut Lubis (2006) yaitu:
(1) Pengelolaan oleh Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah merupakan pengelola pelabuhan sekaligus pemiliknya.
Biaya pengoperasian pelabuhan dapat ditunjang oleh pemerintah daerah
tidak terkecuali dalam hal-hal tertentu seperti perbaikan dan perluasan
dermaga ada juga bantuan finansial dari pemerintah pusat.
(2) Pengelolaan oleh Perusahaan Umum (Semi Publik)
Pengelolaan pelabuhan dilakukan oleh perusahaan umum yang
dipercayakan oleh pemerintah setempat. Pelayanan umum dapat porsi
yang layak dalam pengelolaan tipe ini. Anggaran tidak lagi merupakan
bagian anggaran pemerintah daerah tapi dari pelabuhan sendiri.
(3) Pengelolaan oleh Pemerintah Pusat
Pengelola dan pemilik pelabuhan ini adalah pemerintah pusat. Fasillitas
yang ada sifatnya milik umum dan dikelola oleh wakil-wakil yang
ditunjuk pemerintah pusat dan bertanggung jawab langsung kepadanya.
(4) Pengelolaan oleh Swasta
Infrastruktur dibangun oleh perusahaan swasta sendiri atau sebagian
mendapatkan bantuan pembiayaan dari pemerintah pusat ataupun
pemerintah daerah. Pelabuhan ini dikelola oleh suatu perusahaan swasta
atau satu grup swasta yang bertujuan untuk mencari keuntungan
semata-mata, dalam hal ini kepentingan umum terabaikan, hanya pelayanan atau
kegiatan yang memberikan keuntungan saja dilakukan sedangkan kegiatan
yang tidak menguntungkan meskipun diperlukan oleh masyarakat tidak
dilakukan
2.2.2 Output Pelabuhan Perikanan
Secara umum output pelabuhan perikanan dapat digolongkan menjadi dua. Golongan pertama adalah hasil tangkapan yang meliputi produksi hasil tangkapan,
nilai produksi, jenis hasil tangkapan, dan harga. Golongan kedua adalah
16
1) Produksi Hasil Tangkapan
Produksi perikanan pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
produksi hasil tangkapan di laut dan produksi budidaya. Pada umumnya, produksi
perikanan yang didaratkan di pelabuhan perikanan berasal dari hasil tangkapan
nelayan di laut.
Menurut Hanafiah dan Saefudin (1983), produksi perikanan laut antara lain
sangat tergantung pada perahu atau kapal yang digunakan atau dimiliki nelayan.
Mengingat sifat ikan yang sering bermigrasi atau berpindah tempat maka fishing ground juga berpindah, dengan demikian, maka motorisasi kapal atau perahu akan dapat meningkatkan hasil tangkapan. Perkembangan motorisasi kapal
penangkapan ikan di Indonesia sangat lambat. Hal tersebut antara lain sebagai
salah satu hal yang menyebabkan lambatnya perkembangan produksi perikanan
laut Indonesia. Peningkatan produksi secara tidak langsung dapat meningkatkan
kesejahteraan nelayan.
Peningkatan produksi tidak terbatas pada kuantitas saja tetapi juga harus
memperhatikan kualitas hasil tangkapan. Jenis hasil tangkapan juga akan sangat
berpengaruh sehingga akan mendongkrak harga jual hasil tangkapan yang
nantinya akan meningkatkan kesejahteraan nelayan.
Jenis hasil tangkapan perikanan laut yang diharapkan adalah jenis hasil
tangkapan ekonomis penting. Hal ini dikarenakan hasil tangkapan jenis ini
memiliki harga pasar relatif lebih mahal. Hasil tangkapan jenis ini biasanya
dipasarkan ke luar negeri (ekspor) baik dalam keadaan segar maupun olahan.
Harga akan semakin mahal apabila nelayan mampu menjual hasil tangkapannya
dalam keadaan segar dibanding dalam bentuk olahan.
Negara yang biasa mengimpor hasil tangkapan Indonesia dalam bentuk
segar maupun olahan adalah Jepang, China, Amerika, dan Uni Eropa. Seluruh
negara pengimpor tersebut memiliki aturan masing-masing dalam hal pengawasan
mutu makanan. Oleh karenanya masalah mutu hasil tangkapan juga menjadi
mutlak untuk diperhatikan mengingat kondisi perikanan kita yang bersifat
17
2) Penyediaan Kebutuhan Melaut
Salah satu fungsi pelabuhan perikanan adalah melayani kapal-kapal
penangkap ikan dalam penyediaan bahan bakar, air bersih dan es. Penyediaan
kebutuhan melaut tersebut merupakan hasil yang diperoleh dari pengadaan
fasilitas yang ada di pelabuhan perikanan. Ketiga unsur tersebut merupakan hal
penting yang harus dipenuhi oleh pelabuhan perikanan.
Bahan bakar merupakan unsur utama yang harus dipenuhi ketika unit
penangkapan akan melakukan usaha penangkapan. Khusus bagi nelayan skala
usaha mikro dan kecil, Bahan Bakar Minyak (BBM) memang merupakan elemen
sangat penting dalam menjalankan kegiatannya, karena komponen biaya BBM
berkisar antara 40-60 % dari seluruh biaya operasional penangkapan ikan. Bahan
bakar tersebut akan digunakan untuk menggerakkan kapal dari fishing base
menuju fishing ground. Bahan bakar ini biasanya dijual dalam bentuk solar, bensin maupun minyak tanah.
Melalui kerjasama yang sinergis antara KKP, Pertamina, dan Dewan
Pimpinan Pusat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (DPP HNSI), maka
pembangunan SPDN di daerah telah terwujud. Program ini mulai diinisiasi pada
tahun 2003, hasilnya pun cukup menggembirakan karena sampai dengan Mei
tahun 2008 telah terbangun 225 SPDN.
Penyediaan air bersih merupakan unsur penting dalam menjaga kualitas
mutu ikan. Selain dipergunakan sebagai perbekalan untuk kebutuhan nelayan, air
bersih juga digunakan untuk menyiram ikan yang akan dilelang. Tingkat
kebutuhan air bersih bergantung kepada besarnya unit pelabuhan perikanan.
Persediaan air bersih biasanya disalurkan oleh PAM namun tidak jarang juga
pasokan air pelabuhan perikanan didapat dari sumur-sumur yang sengaja
dibangun. Berdasarkan penelitian Wibowo (2009), Air ledeng (PAM) lebih
banyak digunakan di kawasan sekitar pelabuhan dari pada air sumur karena
sifatnya yang netral, bersih dan tidak mengandung garam.
Jumlah pasokan air yang cukup di pelabuhan perikanan sebenarnya dapat
dipergunakan untuk membuat balok es. Es yang dihasilkan ini dapat dijual kepada
nelayan baik dalam bentuk beku maupun dalam bentuk curah. Sistem penjualan
18
Perum tidak langsung menjual es yang dihasilkan kepada nelayan tetapi oleh
agennya es tersebut ditawarkan kepada nelayan. Oleh nelayan, es akan digunakan
3.
METODOLOGI
3.1 Bahan Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Mei - Juni 2010 dengan menggunakan data
dan informasi literatur mengenai pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan
ikan Kabupaten Subang. Sumber-sumber literatur diperoleh dari Dinas Kelautan
dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Subang, Perpustakaan, dan Website.
3.2Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode studi literatur.
Pada penelitian ini akan diteliti mengenai aspek input, proses dan output yang dimiliki oleh seluruh pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang. Di
dalam aspek tersebut akan diteliti mengenai :
1) Pada input diteliti gambaran kondisi fasilitas pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang.
2) Pada proses, diteliti kondisi ada tidaknya aktivitas pelabuhan perikanan di
Kabupaten Subang.
3) Pada output diteliti besaran produksi hasil tangkapan, termasuk di dalamnya nilai produksi, jenis hasil tangkapan, dan harga atau rasio antara
nilai produksi dan produksi (NP/P) per jenis ikan; dan besaran perbekalan
bahan melaut di pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang
Pada penelitian ini akan dilakukan pemetaan gambaran/kondisi input, proses dan output semua pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan di KabupatenSubang. Input berupa fasilitas (pokok, fungsional, tambahan) dan proses berupa aktivitas-aktivitas yang ada sedangkan output berupa ketersediaan produksi hasil tangkapan terkait kekuatan hasil tangkapan (volume, jenis hasil
tangkapan, mutu, harga, dan ukuran) dan ketersediaan bahan kebutuhan melaut.
Pengumpulan data pada penelitian ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu
data utama dan data tambahan. Data dikumpulkan: Data utama meliputi:
1) Jenis fasilitas pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang
20
3) Output:
(1) Produksi pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang
(2) Nilai produksi pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang
(3) Jenis hasil tangkapan pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang
(4) Besaran perbekalan (BBM, es, air bersih) pelabuhan perikanan di
Kabupaten Subang Data tambahan meliputi:
1) Kondisi geografis pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang
2) Kependudukan di KabupatenSubang
3) Sarana dan prasarana umum di Kabupaten Subang
Tabel 1 Data yang dikumpulkan pada penelitian kondisi fasilitas dan aktivitas pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang
Informasi Data Sumber Sifat Data
Kondisi
21
3.3Analisis Data
1) Analisis untuk mengetahui gambaran kondisi fasilitas dan aktivitas dari semua pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan yang ada di KabupatenSubang
Gambaran kondisi fasilitas dan aktivitas dianalisis secara deskriptif dengan
menggunakan tabulasi, penghitungan rata-rata dan grafik. Ketersediaan fasilitas
terkait dari masing-masing pelabuhan akan dipetakan dengan menggunakan
Software Arc View 3.2. Gambaran kondisi fasilitas berhubungan dengan ketersediaan dan jumlahnya di pelabuhan perikanan sedangkan kondisi aktivitas
meliputi pendaratan, pelelangan, dan pengolahan.
Selanjutnya kondisi tersebut akan ditabulasi dan dipetakan. Fasilitas
pelabuhan akan dianalisis secara deskriptif kelengkapannya terhadap
kebutuhannya. Fasilitas yang akan diteliti dibatasi pada fasilitas pendaratan,
pelelangan, dan pengolahan. Adapun fasilitas yang diteliti pada proses pendaratan
adalah terkait dengan ketersediaan dan jumlah breakwater, dermaga, dan kolam pelabuhan. Pada proses pelelangan yang diteliti adalah ketersediaan dan jumlah
fasilitas TPI, air bersih, pabrik es. Pada proses pengolahan akan diteliti
ketersediaan dan jumlah gedung pengolahan, fasilitas pendingin seperti cool room
dan cold storage serta fasilitas penanganan dan pengolahan hasil perikanan seperti
transit sheed dan laboratorium pembinaan mutu. Hal tersebut akan digunakan sebagai salah satu kriteria untuk pengembangan pelabuhan perikanan.
Aktivitas pelabuhan perikanan yang terjadi dibatasi pada aktivitas
pendaratan, pelelangan, dan pengolahan. Pembatasan dilatarbelakangi oleh
metode penelitian yang dilakukan sehingga tidak memungkinkan peneliti untuk
mengamati langsung proses yang terjadi di lapangan. Alasan yang kedua adalah
bahwa ketiga aktivitas tersebut merupakan produk dari fasilitas yang ada sehingga
dapat dinilai langsung berdasarkan ketersediaan maupun kondisi fasilitas yang
terkait. Selain itu ketiga aktivitas tersebut juga sudah mewakili untuk melihat
22
2) Analisis untuk mendapatkan besaran output ( produksi hasil tangkapan dan penyediaan kebutuhan melaut) dari semua pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan yang ada di Kabupaten Subang
Besaran output yang diperoleh yaitu berupa produksi hasil tangkapan dan penyediaan kebutuhan melaut akan dianalisis melalui pengelompokan.
Pengelompokan produksi hasil tangkapan dilakukan berdasarkan masing-masing
pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan KabupatenSubang.
Berdasarkan pengelompokan tersebut akan diketahui volume produksi dan nilai
produksi yang nantinya dapat digunakan sebagai salah satu kriteria untuk
pengembangan pelabuhan perikanan.
Besaran output penyediaan kebutuhan melaut berupa BBM, es, dan air tawar dilihat jumlah yang mampu diproduksi dan terdistribusikan kepada nelayan
menurut pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan KabupatenSubang.
Penghitungan dilakukan dengan cara pengurangan antara kebutuhan aktual
dengan ketersediaan BBM, es, dan air bersih di setiap pelabuhan perikanan. Hasil
yang diperoleh akan menunjukkan kesimpulan berupa upaya pembenahan yang
harus dilakukan di setiap pelabuhan perikanan tersebut.
3) Analisis untuk menentukan pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan di KabupatenSubang yang berpotensi untuk dikembangkan
Penentuan pelabuhan perikanan di KabupatenSubang yang berpotensi
untuk dikembangkan dibatasi pada fasilitas dan aktivitas melalui metode skoring
berdasarkan kriteria terbaik yang akan disusun untuk itu. Variabel yang digunakan
dalam penghitungan teknik skoring untuk faktor fasilitas adalah variabel jenis
fasilitas. Faktor aktivitas yang diamati akan menggunakan variabel ketersediaan
aktivitas di masing-masing pelabuhan perikanan. Faktor output yang akan dihitung menggunakan variabel volume produksi, nilai produksi, rasio nilai
produksi per produksi (NP/P) di masing-masing pelabuhan perikanan
KabupatenSubang. Masing-masing variabel yang ada memiliki bobot yang
berbeda bergantung dari tingkat kepentingan yang dibutuhkan peneliti.
Selanjutnya dari masing-masing variabel yang ada akan dibuat selang kelas untuk
menentukan skor dari variabel tersebut. Penentuan selang kelas dibuat
berdasarkan banyaknya data yang diperoleh sehingga dapat mewakili seluruh data
23
variabel yang diamati. Hal ini disesuaikan dengan banyaknya data variabel yang
diamati.
Hasil dari skor yang didapat akan dikalikan dengan bobot variabel yang
telah ditentukan sebelumnya. Hasil dari perkalian antara bobot dan skor akan
disebut dengan nilai. Nilai dari masing-masing variabel yang diamati akan
dijumlahkan untuk mendapat nilai terbaik. Nilai terbaik yang diperoleh akan
digunakan sebagai cara untuk pengambilan keputusan. Kategori pengambilan
keputusan yang digunakan disesuaikan dengan kategori yang digunakan.
Dalam menentukan kategori penilaian analisis yang yang digunakan
melalui pendekatan teori statistik. Pembagian kategori penilaian tersebut didekati
melalui aturan sturges vide Sudjana (1996) tentang penentuan kelas interval yang berbentuk :
(N) = 1 + 3,3 log (n)
dengan N = banyaknya kelas atau kategori Penilaian
n = banyaknya data
= 17 untuk fasilitas; 4 untuk aktivitas; 6 untuk output
Banyaknya kelas di dalam penelitian ini diasumsikan sebagai banyaknya
kategori penilaian, sedangkan banyaknya data yang diamati terbagi dalam tiga
kelompok data yaitu fasilitas, aktivitas dan output. Fasilitas yang diamati sebagai banyaknya data sebanyak 17 (4 fasilitas pokok, 8 fasilitas fungsional, 5 fasilitas
penunjang) menghasilkan banyaknya kategori N= 5,06 sehingga banyaknya
kategori penilaian yang disarankan adalah 5. Pemilihan 5 kategori dilandasi oleh
nilai pengkategorian yang lebih sederhana dan mudah, yakni kategori baik sekali,
baik, cukup, buruk, dan buruk sekali. Pemilihan kategori ini pun masih sesuai
dengan yang dikemukakan Walpole (1988) bahwa biasanya banyaknya selang
kelas diambil antara 5 sampai 20. Semakin sedikit jumlah data maka akan
semakin sedikit pula banyaknya kelas yang diambil.
Selain itu kategori yang digunakan untuk menilai aktivitas berbeda dengan
fasilitas. Aktivitas yang digunakan sebagai variabel adalah sebanyak 4 (aktivitas
24
pengolahan). Sedikitnya jumlah data yang dimiliki oleh aktivitas menghasilkan
N= 2,98 sehingga menyebabkan jumlah selang kelas yang digunakan hanya 3.
Kelompok output yang diamati menghasilkan 6 variabel yaitu air besih, BBM, es, volume produksi, rasio NP/P dan nilai produksi. Dengan demikian
jumlah kategori penilaian yang dihasilkan N=3,56 sehingga banyaknya selang
kelas yang digunakan adalah 4.
Persentase yang diperoleh per kelompok fasilitas, akivitas dan output akan menentukan kategori penilaian. Kategori dan interval persentase kondisi fasilitas
adalah sama untuk semua kelompok fasilitas. Kondisi layak pakai menjadi acuan
utama dalam menentukan kategori penilaian secara umum yang akan diberikan.
Hal ini disebabkan persentase yang diperoleh pada kondisi layak pakai sudah
dapat memberikan gambaran kategori penilaian yang akan diberikan. Pembobotan
yang digunakan untuk fasilitas dilakukan sebanyak dua kali. Pembobotan pertama
diberikan pada kelompok fasilitas (pokok (3), fungsional (2), penunjang (1)).
Pembobotan kedua diberikan pada jenis fasilitas. Besarnya bobot bergantung
kepada tingkat kepentingan yang telah disusun oleh peneliti.
Berbeda dengan kelompok fasilitas, kelompok aktivitas hanya menilai ada
atau tidaknya aktivitas yang diteliti. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan peneliti
dalam melihat langsung ke lokasi penelitian. Pembobotan juga dilakukan kepada
faktor aktivitas. Besarnya bobot yang diberikan berdasarkan tingkat kepentingan
yang telah disusun untuk itu. Penilaian untuk output masing-masing pelabuhan perikanan ditentukan berdasarkan jumlah terbanyak hingga yang paling
sedikit.pembobotan juga dilakukan pada faktor output dengan tingkat kepentingan yang telah disusun peneliti untuk itu. Penerapan interval persentase kondisi
fasilitas dan aktivitas dapat dilihat pada pada Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4.
Selang nilai yang digunakan pada masing-masing kriteria adalah berbeda.
Selang nilai yang digunakan pada pengambilan keputusan untuk fasilitas adalah
sebanyak 5 selang kelas. Hal ini dikarenakan jumlah kategori yang ada pada
fasilitas adalah sebanyak 5. Perolehan angka persentase yang digunakan dibuat
berdasarkan perhitungan dengan cara jumlah selang nilai yang ada (5) dibagi
dengan 100 %, sehingga akan diperoleh selisih 20% untuk setiap kelasnya.
25
digunakan. Demikian juga cara yang sama dilakukan untuk memperoleh selang
nilai pada aktivitas dan output.
Tabel 2 Kriteria pengambilan keputusan untuk fasilitas
Kategori Pelabuhan Perikanan Selang Nilai
PP Baik Sekali 81 – 100% x Nilai Max
PP Baik 61 - 80% x Nilai Max
PP Cukup 41 – 60% x Nilai Max
PP Buruk 21 – 40% x Nilai Max
PP Buruk Sekali 0 – 20% x Nilai Max
Tabel 3 Kriteria pengambilan keputusan untuk aktivitas
Kategori Pelabuhan Perikanan Selang Nilai
PP Baik 68 – 100% x Nilai Max
PP Cukup 34 – 67% x Nilai Max
PP Buruk 0 – 33 % x Nilai Max
Tabel 4 Kriteria pengambilan keputusan untuk output
Kategori Pelabuhan Perikanan Selang Nilai
PP Baik Sekali 76 – 100% x Nilai max
PP Baik 51 – 75% x Nilai Max
PP Cukup 25 – 50% x Nilai Max
PP Buruk 0 – 25% x Nilai Max
Kategori penilaian pelabuhan perikanan juga berbeda antara variabel
fasilitas, aktivitas dan output. Kategori baik sekali menunjukkan nilai yang tertinggi berdasarkan selang kelas nilai. Fasilitas yang dimiliki oleh kategori ini
merupakan fasilitas terlengkap yang dimiliki oleh sebuah PPP maupun PPI.
Selanjutnya, kategori baik pada variabel aktivitas digunakan untuk menunjukkan
bahwa seluruh aktivitas yang diteliti telah terjadi di seluruh PPP/PPI yang ada di
Kabupaten Subang. Terakhir, pada variabel output kategori baik sekali digunakan untuk menunjukkan bahwa seluruh output yang diteliti mendapat nilai tertinggi di PPP/PPI yang ada di Kabupaten Subang.
Penentuan pengembangan pelabuhan perikanan dilakukan dengan
menghitung nilai terbaik dari ketiga faktor yang diamati yaitu fasilitas, aktivitas,
dan output yang ada di seluruh pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang. Hasil dari ketiga faktor tersebut akan diskor kembali dengan mengalikan bobot
26
untuk fasilitas dianggap yang terbesar yaitu 3 karena tanpa adanya fasilitas tidak
akan ada aktivitas. Bobot terbesar kedua adalah aktivitas (2) dan terakhir adalah
output (1). Jumlah nilai tertinggi dari ketiga faktor tersebut akan menjadi acuan dalam menentukan pelabuhan perikanan yang menjadi prioritas utama, kedua dan
4.
KEADAAN UMUM
4.1 Keadaan Daerah Penelitian4.1.1 Kondisi geografi, topografi dan penduduk
Kabupaten Subang berada pada ketinggian antara 0 – 1.500 m di atas
permukanan laut (dpl) dan secara geografis terletak di bagian utara Provinsi Jawa
Barat, yaitu antara 6°11’- 6°49’ Lintang Selatan dan 107°31’- 107°54’ Bujur
Timur (Anonymous, 2009a). Kondisi ini membuat sebagian wilayah Kabupaten
Subang berada di Pantai Utara Jawa dan sebagian aktivitasnya berupa perikanan
laut termasuk perikanan tangkap.
Menurut Anonymous, 2009 Kabupaten Subang terletak di sebelah utara
Pulau Jawa. Batas-batas wilayah administratif Kabupaten Subang adalah sebagai
berikut :
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Timur : Kabupaten Indramayu dan Sumedang
Sebelah Selatan : Kabupaten Bandung
Sebelah Barat : Kabupaten Karawang dan Purwakarta
Letak Kabupaten Subang yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa menjadikan
kabupaten ini cukup strategis sehingga berpotensi bagi pengembangan perikanan
tangkap.
Luas wilayah Kabupaten Subang adalah 205.175,95 ha atau sekitar 4,64 %
dari luas wiayah Provinsi Jawa Barat. Dilihat dari kemiringan lahan, maka tercatat
bahwa 80,80 % wilayah Kabupaten Subang memiliki kemiringan 0° - 17°,
sedangkan sisanya memiliki kemiringan di atas 18° (Anonymous, 2009a).
Secara topografi wilayah Kabupaten Subang terbagi ke dalam tiga zona,
yaitu :
1) Daerah pegunungan dengan ketinggian 500 – 1500 m dpl dengan luas
wilayah sekitar 20 % dari luas wilayah kabupaten subang,
2) Daerah berbukit dengan ketinggian 50 500 m dpl dengan luas wilayah
sekitar 35,85 % dari seluruh luas wilayah kabupaten subang, dan
3) Daerah dataran rendah dengan ketinggian 0 – 50 m dpl dengan luas
28
Secara administratif, Kabupaten Subang terdiri dari 22 kecamatan dengan
jumlah desa 244 desa dan 8 kelurahan. Terdapat empat kecamatan yang
merupakan kecamatan pesisir yaitu Kecamatan Blanakan, Kecamatan Pamanukan,
Kecamatan Pusakanegara, dan Kecamatan Legonkulon. Luas wilayah pesisir
Kabupaten Subang adalah 333,57 km2 atau 16% dari luas seluruh kabupaten
(Anonymous, 2009a). Sebagian penduduk di keempat kecamatan tersebut
melakukan kegiatan perikanan tangkap dan tambak.
Jumlah Penduduk Kabupaten Subang pada tahun 2008 berjumlah 1.425.677
jiwa, terdiri dari 711.443 laki-laki (49,90%) dan 714.234 perempuan (50,10%)
(Tabel 5). Selama periode tahun 2004 sampai dengan 2008 jumlah penduduk
Kabupaten Subang mengalami kenaikan setiap tahunnya, dengan rata-rata 0,828%
pertumbuhan per tahun atau kisaran 0,26% - 1,13% (Anonymous, 2009a).
Kepadatan penduduk Kabupaten Subang pada tahun 2008 sebesar 694,72
jiwa/km2. Kepadatan penduduk di kabupaten ini juga cenderung meningkat dalam
kurun waktu 2004-2008 dengan rata-rata 684,292 jiwa/km2 atau pada kisaran
673,65 – 694,72 jiwa/km2. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya areal pertanian
yang dibuka menjadi kawasan industri (Anonymous, 2009a).
Tabel 5 Jumlah penduduk Kabupaten Subang periode tahun 2004-2008
Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 Rataan
Jumlah
(jiwa) 1.379.534 1.386.400 1.402.134 1.422.028 1.425.677 - Pertumbuhan
(%) - 0,50 1,13 1,42 0,26 0,828
Kepadatan
(jiwa/km2) 673,65 676,17 683,38 693,54 694,72 684,29
Sumber : Anonymous, 2009a
4.1.2 Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu kegiatan penting untuk meningkatkan
kemampuan penduduk, termasuk masyarakat dan nelayan. Pendidikan dapat
berupa pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta. Pada
hakekatnya pemerintah berkewajiban memberikan pendidikan atau pengajaran