• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran ekstrak tempe terhadap kadar DNA dan RNA testis tikus usia lepas sapih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran ekstrak tempe terhadap kadar DNA dan RNA testis tikus usia lepas sapih"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN EKSTRAK TEMPE TERHADAP KADAR DNA DAN

RNA TESTIS TIKUS USIA LEPAS SAPIH

RETNO TEGARSIH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Peran Ekstrak Tempe Terhadap Kadar DNA dan RNA Testis Tikus Usia Lepas Sapih” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

RETNO TEGARSIH. Peran Ekstrak Tempe terhadap Kadar DNA dan RNA Testis Tikus Usia Lepas Sapih. Dibimbing oleh NASTITI KUSUMORINI dan ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS.

Tempe merupakan salah satu makanan berbahan dasar kedelai mengandung fitoestrogen yang berkhasiat menyerupai hormon estrogen. Fitoestrogen yang terdapat dalam kedelai berasal dari kelompok isoflavon. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tempe pada usia lepas sapih terhadap kadar DNA dan RNA testis serta konsentrasi testosteron tikus setelah mencapai usia menjelang pubertas. Tikus jantan sebanyak 18 ekor dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan dan kelompok perlakuan yang diberi ekstrak tempe sebanyak 0.5 g/mL/hari. Pada saat berusia 28, 42 dan 56 hari diambil sampel organ testis dan darah tikus jantan. Parameter yang diamati meliputi bobot basah, bobot kering testis, kadar DNA dan RNA, serta konsentrasi hormon testosteron. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan t-test dengan selang kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot basah, bobot kering testis, serta total kadar DNA dan RNA pada usia 28 hari mengalami penurunan (P<0.05), tetapi meningkat untuk anak tikus usia 42 hari (P<0.05). Konsentrasi hormon testosteron cenderung menurun pada usia 28 dan 42 hari tetapi meningkat pada usia 56 hari.

Kata kunci: fitoestrogen, tempe, testis, testosteron, total DNA dan RNA

ABSTRACT

RETNO TEGARSIH. The Role of Tempeh Extract on Total of DNA and RNA Testes of Rats in Weaning Age. Supervised by NASTITI KUSUMORINI and ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS.

Tempeh is one of soy-based foods containing phytoestrogen which has similar benefit with estrogen. The phytoestrogen in soybean derived from isoflavone group. The objective of this research was to understand the effect of feeding tempeh extract on testes’ DNA and RNA level also testosterone concentration of weaning age rat until before puberty. Eighteen male rats were divided into two groups, which were control group that did not receive any treatment, and group that received 0.5 g/mL/day tempeh-extract-feeding treatment. At the age of 28, 42 and 56 days, testes and blood of male rats were collected. Parameters observed in this research were wet and dry weight testes, DNA and RNA levels, also testosterone concentration. Data obtained were analysed using Independent Samples T-test method with 95% confidence interval. Results showed that there was a significant decreasing (P<0.05) wet and dry weight testes, also total DNA and RNA level on age 28 days, but there were a significant increasing (P<0.05) on age 28 days. Testosteron concentration tended to decrease on 28 and 42 days old but it tended to increase on 56 days old.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

PERAN EKSTRAK TEMPE TERHADAP KADAR DNA DAN

RNA TESTIS TIKUS USIA LEPAS SAPIH

RETNO TEGARSIH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 hingga Juli 2014 dengan judul “Peran Ekstrak Tempe terhadap Kadar DNA dan RNA Testis Tikus Usia Lepas Sapih”.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Dra Nastiti Kusumorini selaku dosen pembimbing skripsi, serta Ibu Dr Drh Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc selaku dosen pembimbing skripsi dan dosen pembimbing akademik yang telah membimbing, mengarahkan, dan memberi saran positif kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Ida, Ibu Sri, dan Pak Didik yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.

Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada ibu tercinta, kedua kakak kandung penulis, teman-teman Alola (Aby, Benno, Eneng, Dila, Wida, Nur, Putri, Fida, Arie, Agitha, dan Dewi) dan teman-teman Acromion 47 atas segala doa, canda tawa dan kasih sayangnya. Penghargaan penulis sampaikan kepada teman-teman satu penelitian Roro Ambarwati Arum Pakarti, Ghina Indriani, Nurul Chotimah, Nur Hasreena Nadia binti Ahlun, Alfonsa Sri Handayani, Erlanda Satria, Agung Tobing, dan Firman Eka yang telah membantu selama pengumpulan data dan kerja sama dalam penelitian ini, serta sahabat terbaik penulis Septie, Tyas, Ayu, Badri dan Satrya atas segala dukungan, doa, semangat dan canda tawa selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan, namun penulis tetap mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Sistem Reproduksi Jantan 2

Peranan Hormon pada Reproduksi Jantan 3

Isoflavon pada Tempe 4

BAHAN DAN METODE 4

Waktu dan Tempat 4

Alat dan Bahan 4

Materi Penelitian 5

Prosedur Penelitian 5

Parameter yang Diamati dan Teknik Pengukuran 6

Analisis Statistik 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Peran Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Organ Testis Tikus Usia 28 Hari 7 Peran Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Organ Testis Tikus Usia 42 Hari 9 Peran Ekstrak Tempe terhadap Kinerja Organ Testis Tikus Usia 56 Hari 10

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 11

LAMPIRAN 14

(10)

DAFTAR TABEL

1 Bobot basah, bobot kering, total kadar DNA dan RNA testis serta

konsentrasi hormon testosteron anak tikus usia 28 hari 8 2 Bobot basah, bobot kering, total kadar DNA dan RNA testis serta

konsentrasi hormon testosteron anak tikus usia 42 hari 9 3 Bobot basah, bobot kering, total kadar DNA dan RNA testis serta

konsentrasi hormon testosteron anak tikus usia 56 hari 10

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan Prosedur Penelitian 5

DAFTAR LAMPIRAN

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tempe merupakan salah satu makanan hasil fermentasi kedelai yang banyak tersedia dan dikonsumsi secara luas oleh penduduk, khususnya di Indonesia dan juga di berbagai belahan dunia lain. Banyak penduduk golongan menengah dan bawah yang mengkonsumsi produk olahan kedelai ini. Tempe yang berbahan dasar kedelai ini mengandung fitoestrogen yang berkhasiat menyerupai hormon estrogen atau dapat berinteraksi dengan reseptor estrogen. Terdapat kurang lebih 20 golongan tanaman yang telah diidentifikasi berkhasiat estrogen dari sejumlah 300 jenis tanaman yang berasal dari 16 gugus tanaman dan sebagian besar golongan ini menjadi bahan makanan sehari-hari, termasuk kedelai. Fitoestrogen yang terdapat dalam kedelai termasuk kelompok isoflavon yang paling banyak diteliti (Biben 2012).

Berbagai penelitian yang berkaitan dengan terpaparnya fitoestrogen dalam tubuh hewan dan dampaknya terhadap reproduksi sudah banyak diteliti, baik pada hewan jantan maupun betina. Pemberian fitoestrogen akan berdampak positif bila diberikan pada dosis dan waktu yang tepat. Fitoestrogen dapat bersifat sebagai substrat androgenik dan dapat bersifat sebagai antiandrogenik. Efek antiandrogenik fitoestrogen ini dapat menghambat sekresi Luteinising Hormone (LH) pada hipofisis, yang berakibat penurunan konsentrasi sekresi testosteron pada sel Leydig. Hasil penelitian Puspasari (2007) mengemukakan bahwa pemberian fitoestrogen dapat mengganggu jalannya spermatogenesis, karena fitoestrogen dapat menghambat kerja enzim 17-β- hidroksisteroidoksidoreduktase, enzim yang dibutuhkan untuk sintesis testosteron. Hambatan kerja enzim tersebut menyebabkan penurunan konsentrasi testosteron yang pada akhirnya dapat mempengaruhi organ-organ di bawah pengaruh hormon tersebut, seperti perkembangan sel Leydig, penurunan bobot testis maupun pengaturan feedback negative terhadap hipotalamus.

Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa efek antiandrogen pada ekstrak tempe dengan dosis pemberian 0,25 g/kg BB/hari pada anak tikus jantan usia lepas sapih dapat menaikkan kadar Ribonucleic Acid (RNA) testis namun tidak berpengaruh pada konsentrasi testosteron plasma serta Deoxyribos Nucleic Acid (DNA) testis (Yassin 2014). Penelitian ini akan dilakukan untuk melihat efek antiandrogen dari fitoestrogen yang terkandung dalam ekstrak tempe dengan dosis yang lebih tinggi, yaitu 0.5 g/ekor/hari.

Tujuan Penelitian

(12)

2

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efektivitas fitoestrogen berupa senyawa isoflavon yang terdapat pada tempe terhadap pertumbuhan reproduksi anak tikus jantan usia lepas sapih. Data yang diperoleh diharapkan dapat mendukung pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang kedokteran dan biologi reproduksi.

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Reproduksi Tikus

Tikus jantan mempunyai sepasang testis yang berfungsi untuk menghasilkan sperma (spermatogenesis) dan memproduksi androgen. Oleh sebab itu, testis dapat juga dikatakan sebagai kelenjar ganda karena secara fungsional bersifat endokrin dan juga eksokrin. Fungsi endokrin terletak pada sel Leydig yang menghasilkan androgen, terutama testosteron. Fungsi eksokrin terletak pada epitelium seminiferus yang menghasilkan spermatozoa (Fawcett 2002). Spermatogenesis terjadi di dalam suatu struktur yang disebut tubulus seminiferus. Tubulus seminiferus dilapisi oleh epitelium bertingkat yang sangat kompleks yang mengandung sel spermatogenik dan sel-sel yang menunjang. Sel-sel penunjang berjenis tunggal disebut dengan sel Sertoli. Sel Sertoli berperan menjaga spermatozoa yang sedang berkembang. Proses spermatogenesis pada tikus terjadi di dalam tubulus seminiferus dan dibutuhkan 12 hari untuk menyelesaikan satu tahapan proses spermatogenesis. Spermatogonium tikus membutuhkan empat tahapan proses sampai akhirnya membentuk spermatozoa, dan diperlukan 48 hari untuk menyelesaikan seluruh tahap spermatogenesis (Krinke 2000). Testis ini akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan seiring dengan meningkatnya usia tikus. Sistem reproduksi jantan baru mulai berkembang saat dilahirkan, namun belum mengalami pematangan dan sel Leydig masih dalam keadaan inaktif sehingga konsentrasi testosteron yang dihasilkan masih sedikit. Hormon gonadotropin Follicle Stimulating Hormone dan Luteinising Hormone (FSH dan LH) yang dihasilkan oleh Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) dari hipotalamus akan mengaktifkan sel Leydig sehingga testosteron dapat dihasilkan (Faranita 2009). Secara umum, hormon testosteron berfungsi merangsang pertumbuhan spermatogonium, perkembangan spermatosit primer dan sekunder serta diferensiasi spermatid menjadi spermatozoa atau dengan kata lain hormon testsoteron berperan utama dalam spermatogenesis (Hafez 1996).

Deoxyribos Nucleic Acid (DNA) merupakan unit paling kecil yang terdapat dalam sel organisme hidup. DNA bersama dengan protein dan molekul RNA terdapat dalam inti sel dan saling berikatan membentuk kromosom yang merupakan komponen yang penting dalam semua makhluk hidup (Muladno 2002). Peningkatan konsentrasi DNA menggambarkan bahwa adanya peningkatan mitosis sel atau proliferasi sel sedangkan konsentrasi RNA merupakan indikator aktivitas dari sintesis protein di sel (Guyton dan Hall 1997).

(13)

3 terganggu sehingga terjadi penurunan jumlah sel-sel spermatogenik. Terganggunya spermatogenesis juga dapat menyebabkan penurunan bobot testis yang dapat disebabkan karena menurunnya FSH dan konsentrasi hormon testosteron yang memiliki fungsi penting dalam proses spermatogenesis (Wahyuni 2012). Testis yang mengalami penurunan bobot dapat diperkirakan merupakan indikator awal terjadinya gangguan pada testis sehingga kapasitas produksi spermatozoa bisa berkurang (Fatkhawati 2007).

Peranan Hormon pada Reproduksi Jantan

Reproduksi merupakan keseluruhan suatu proses yang meliputi perkembangan sistem reproduksi mulai dari perkembangan sel kecambah sampai dengan terbentuknya individu baru. Selain pengaturan oleh syaraf, dalam sistem reproduksi diperlukan suatu subtansi yang disebut hormon. Oleh karena itu pengaturan sistem reproduksi merupakan kerjasama antara sistem syaraf dan endokrin.

Gonadotrophin Releasing Hormone (GnRH) pada hewan jantan dewasa disekresikan dari hipothalamus untuk menstimulasi pelepasan Luteinising Hormone (LH) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dari kelenjar pituitari anterior. Sel-sel Leydig pada testis dirangsang oleh LH untuk memproduksi testosteron. Sel-sel Sertoli pada testis akan distimulasi oleh FSH untuk proses pembentukan sel-sel germinal dalam proses spermatogenesis. FSH dan testosteron merangsang sel-sel spermatogenik untuk melakukan meiosis dan berdiferensiasi dari spermatosit menjadi spermatozoa (Surjono 2001). Menurut Squires (2003) dan Bearden et al. (2004), hormon testosteron akan masuk ke sel-sel target dan langsung diikat oleh Androgen Receptor (AR). Selanjutnya kompleks testosteron dan AR mengikat gen pada rantai urutan DNA tertentu dan mengatur kejadian transkripsi gen. Ikatan inilah yang dapat memicu dan mengatur proses spermatogenesis serta merangsang libido.

(14)

4

Isoflavon pada Tempe

Kedelai merupakan salah satu komoditi pangan utama setelah padi dan jagung di Indonesia. Hasil penelitian yang dilakukan Muchtadi (2010) menyimpulkan bahwa produk olahan kedelai yang paling banyak dikonsumsi oleh penduduk golongan menengah dan bawah adalah tahu dan tempe. Kedelai juga mengandung isoflavon yang merupakan salah satu senyawa fitokimia (Muchtadi 2010). Kandungan isoflavon pada kedelai berkisar 2-4 mg/g kedelai. Senyawa isoflavon pada umumnya berupa senyawa kompleks atau konjugasi dengan senyawa ikatan glukosa. Selama proses pengolahan, baik melalui proses fermentasi maupun proses non-fermentasi, senyawa isoflavon dapat mengalami transformasi, terutama melalui proses hidrolisa, sehingga dapat diperoleh senyawa isoflavon bebas yang disebut aglikon (Prawiroharsono 1998). Isoflavon memiliki kemiripan struktur kimia dengan estrogen pada mamalia. Cincin fenolat pada isoflavon merupakan struktur penting pada kebanyakan komponen isoflavon yang berfungsi untuk berikatan dengan reseptor estrogen. Isoflavon mampu berikatan dengan reseptor estrogen (RE), dengan sifatnya yang agonis ataupun antagonis. Isoflavon sebagai senyawa estrogen like, mengawali kerjanya dengan cara meniru cara kerja estrogen (Winarsi 2005). Menurut Ganong (2003), reseptor estrogen dalam tubuh ada dua, yaitu reseptor estrogen α dan reseptor estrogen β, distribusi kedua reseptor ini berbeda. Reseptor estrogen α terdapat pada organ uterus, testis, hipofisis, ginjal, epididymis, dan adrenal, sedangkan reseptor estrogen β terdapat di ovarium, prostat, paru-paru, kantung kemih, dan tulang. Isoflavon dapat berikatan dengan reseptor estrogen α di hipofisis anterior untuk menstimulus pengeluaran Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) sesuai dengan poros hipotalamus-hipofisis-tetis.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2014 di bagian Unit Pengelola Hewan Laboratorium (UPHL), Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, serta Laboratorium Hormon, Unit Rehabilitasi Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang tikus plastik dengan penutup kawat kasa yang dialasi sekam pada dasarnya, timbangan analitik, mortar, stamper, sonde lambung, spoit 1 mL, spoit 3 mL, botol ekstrak, alat bedah (alas bedah, gunting, pinset, skalpel), pot organ, tabung reaksi, tabung eppendorf, alat sentrifugasi, pipet, kertas label, tisu, kulkas, freezer, dan spektrofotometer Hitachi tipe U-2001.

(15)

5 Testosteron Enzym Linked Immunoabsorbant Assay (ELISA) EIA-1559 produksi DRG Instruments GmbH Jerman. Bahan untuk pengujian RNA, antara lain Trichloroacetic acid (TCA) 5%, KOH 1 N, H2O, HCl 1 N, FeCl3 0.1%, orcinol dan standar RNA. Bahan untuk pengujian kadar DNA, yaituGenomic DNA Mini Kit (Tissue) yang mengandung GTbuffer, GBTbuffer, wash buffer, elution buffer, dan Proteinase K.

Materi penelitian

Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah 18 ekor anak tikus putih (Rattus norvegicus) jantan lepas sapih umur 21 hari. Pemeliharaan hewan coba dilakukan di Unit Pengelola Hewan Laboratorium (UPHL), Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian menggunakan kandang plastik berukuran 30x20x12 cm dilengkapi kawat kasa penutup di bagian atasnya serta diberi alas sekam yang diganti secara berkala. Selama penelitian, pakan dan minum diberikan secara ad libitum.

Fitoestrogen yang digunakan berasal dari ekstrak tempe mengandung 87.55 mg isoflavon per 100 gram ekstrak tempe yang terdiri atas 83.30 mg diadzein dan 4.25 mg genistein.

Prosedur Penelitian

Tikus putih jantan usia 21 hari sebanyak 18 ekor dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol (K) atau kelompok yang tidak diberi perlakuan dan kelompok perlakuan (P) atau kelompok yang diberi ekstrak tempe dengan dosis 0.5 g/ekor/hari dalam volume 1 mL yang telah ditambahkan dengan akuades. Ekstrak tempe diberikan secara force feeding menggunakan sonde lambung selama 28 hari dimulai pada saat tikus berusia 21 hari hingga usia 48 hari. Saat tikus berusia 28, 42 dan 56 hari, 3 ekor dari masing-masing kelompok dinekropsi untuk diambil sampel darah guna mengukur konsentrasi hormon testosteron. Selanjutnya, organ testis diambil untuk melihat kemampuan reproduksi mencakup bobot basah testis, bobot kering testis, total kadar DNA dan RNA testis. Bagan prosedur penelitian disajikan pada Gambar 1.

Masa adaptasi Pemberian ekstrak tempe

Gambar 1 Bagan Prosedur Penelitian

(16)

6

Parameter yang Diamati dan Teknik Pengukuran Bobot organ

Organ testis yang diperoleh ditimbang menggunakan timbangan analitik untuk mendapatkan data bobot basah yang dinyatakan dalam gram. Testis kemudian dimasukkan ke dalam botol atau pot organ berisi larutan Neutral Buffered Formalin (NBF) untuk difiksasi. Setelah difiksasi, organ testis dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60 oC selama 3 hari. Organ yang telah kering ditimbang menggunakan timbangan analitik untuk mendapatkan data bobot kering. Kemudian digerus untuk keperluan analisis DNA dan RNA.

Konsentrasi hormon testosteron

Konsentrasi hormon testosteron diukur menggunakan sampel serum darah yang diambil secara intracardial sekitar 3-5 cc pada saat sampling tikus usia 28, 42 dan 56 hari dan telah disentrifugasi selama 15 menit kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendorf. Pengukuran konsentrasi hormon testosteron dilakukan di Laboratorium Hormon, Unit Rehabilitasi Reproduksi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor menggunakan teknik ELISA dengan memakai kit komersial. Hasil yang diperoleh dinyatakan dalam satuan ng/mL.

Kadar DNA organ

Metode pengujian kadar DNA dilakukan menggunakan Genomic DNA Mini Kit (Tissue) dengan mengikuti instruksi prosedur perusahaan Geneaid (PT Genetika Science Indonesia 2008). Testis dikeringkan di oven pada suhu 50 – 60 0

C untuk mendapatkan sampel testis kering, digerus kemudian langsung dimasukkan ke tabung reaksi. Selanjutnya ditambahkan TCA 5% lalu ditutup dan dimasukkan ke dalam penangas air selama 20 menit. Sampel lalu didinginkan selama 5 menit dan dihomogenkan dengan centrifuge pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipisahkan dan pelet yang diperoleh diekstraksi ulang seperti tata cara di atas. Supernatan hasil ekstraksi pertama dan kedua dicampur, kemudian diencerkan sampai volume 15 mL dengan TCA 5% dan disimpan dalam refrigerator selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan pewarnaan dan pengujiaan konsentrasi DNA menggunakan Genomic DNA Mini Kit (Tissue). Konsentrasi DNA dibaca menggunakan spektrofotometer U-2001 Merk Hitachi 670 µm dengan panjang gelombang 260 µm, yang dipanaskan terlebih dahulu selama 15 menit sebelum digunakan. Kadar DNA dinyatakan dalam satuan mg/gram sampel. Perhitungan total kadar DNA dapat diperoleh dengan rumus : Total kadar DNA (µg) = Kadar DNA (µg/g sampel) X Bobot kering (g)

Kadar RNA organ

(17)

7 dengan mengeringkan testis di oven pada suhu 50 – 60 0C selama 3 hari dan digerus kemudian langsung dimasukkan ke tabung reaksi. Sebanyak 1 mL KOH 1 N ditambahkan pada setiap sampel dan diletakkan pada penangas air 370C selama 5 jam. Selanjutnya tabung reaksi ditempatkan dalam wadah yang berisi es dan ditambahkan 100 µL HCl 6 N. Kemudian di tempat yang sama, 5 mL TCA 5% ditambahkan sehingga terbentuk larutan putih keruh. Larutan ini kemudian disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan dituangkan pada tabung 15 mL dan disimpan. Pelet yang diperoleh diekstraksi ulang dengan 5 mL TCA 5% dan kemudian disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan hasil ekstraksi pertama dan kedua kemudian diencerkan sampai volume 15 mL dengan TCA 5%. Selanjutnya dilakukan pewarnaan dan pengujian konsentrasi RNA dengan mempersiapkan tabung reaksi yang dilabel untuk blank, standar, dan sampel. Masing – masing tabung reaksi diisi reagan FeCl3 0.1 % dan 100 µL orcinol 10.75% hingga berwarna kuning.

Selanjutnya semua tabung ditutup dengan aluminium foil dan diletakkan pada penangas selama 30 menit. Pemanasan diusahakan merata untuk setiap tabung sehingga larutan berwarna hijau. Konsentrasi RNA dalam tabung dibaca dengan spektrofotometer U-2001 Merk Hitachi 670 µm dengan panjang gelombang 280 µm. Kadar RNA dinyatakan dalam satuan mg/gram sampel. Perhitungan total kadar RNA dapat diperoleh dengan rumus :

Total kadar RNA (µg) = Kadar RNA (µg/g sampel) X Bobot kering (g)

Analisis Statistik

Parameter hasil pengukuran hormon reproduksi dan kadar DNA dan RNA testis dinyatakan dengan rataan ± simpangan baku. Perbedaan antar kelompok perlakuan diuji secara statistika dengan metode Independent Sample T-Test pada selang kepercayaan 95% menggunakan software SPSS 2.1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

(18)

8

Tabel 1 Bobot basah, bobot kering, total kadar DNA dan RNA testis serta konsentrasi hormon testosteron anak tikus usia 28 hari

Parameter Kelompok

Kontrol Perlakuan Bobot Basah Testis (g) 0.190±0.016a 0.111±0.033b Bobot Kering Testis (g) 0.030±0.004a 0.018±0.005b Total Kadar DNA Testis (x 103μg) 0.287±0.188a 0.204±0.012b Total Kadar RNA Testis (x 103μg) 1.502±0.219a 0.717±0.158b Konsentrasi Hormon Testosteron (ng/mL) 0.520±0.185 0.264±0.058

a,b

Superscript berbeda pada baris yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji independent test)

Berdasarkan hasil analisis statistik didapatkan bobot basah testis dan bobot kering testis tikus usia 28 hari menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05). Kelompok perlakuan memiliki bobot basah dan bobot kering yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak tempe pada usia lepas sapih dapat menurunkan bobot testis. Hasil penelitian ini diperkuat dari penelitian Wahyuni (2012) yang menyatakan bahwa penurunan rata-rata bobot testis diduga disebabkan oleh pemberian isoflavon dosis tinggi yang mengakibatkan sel Leydig terhambat oleh efek antiandrogenik isoflavon. Hambatan sekresi ini menyebabkan terjadinya penurunan jumlah sel Leydig. Dugaan lain penurunan bobot testis juga disebabkan oleh menurunnya FSH sehingga fungsi FSH untuk menstimulasi atau merangsang sel-sel Sertoli menurun dan konsentrasi hormon testosteron yang memiliki fungsi penting dalam proses spermatogenesis.

Penurunan bobot basah testis dan bobot kering testis ini juga ditunjukkan dari adanya penurunan kadar DNA. Analisa DNA dilakukan untuk mengetahui terjadinya proliferasi sel. Total kadar DNA dan RNA testis usia 28 hari juga menunjukkan penurunan yang signifikan (P<0.05). Kelompok perlakuan memiliki total kadar DNA dan RNA testis yang lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol. Yassin (2014) melaporkan bahwa pemberian ekstrak tempe dosis 0.25 g meningkatkan total kadar RNA testis tetapi cenderung menurunkan total kadar DNA testis usia 28 hari. Penurunan DNA ini diduga menghambat aktivitas enzim DNA isomerase II sehingga ekspresi protein dalam sel terhambat (Jusuf 1988). Analisis RNA dilakukan untuk mengetahui terjadinya proses aktivitas sintesis sel. Penurunan kadar RNA menyebabkan penurunan aktivitas sintesis protein dalam sel yang menyebabkan berkurangnya hormon testosteron dalam sel Leydig. Menurut Payne dan Hales (2004), progenitor dan sel Leydig yang belum matang mempunyai kapasitasi untuk mengaktivasi mitotik, sedangkan sel Leydig yang sudah matang memiliki kapasitasi penuh pada steroidogenik.

(19)

9 Peran Ekstrak Tempe Terhadap Kinerja Organ Testis Tikus Usia 42 Hari

Peran ekstrak tempe dengan dosis 0.5 g/ekor/hari terhadap bobot basah testis, bobot kering testis, total kadar DNA dan RNA testis serta konsentrasi hormon testosteron usia 42 hari dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Bobot basah, bobot kering, total kadar DNA dan RNA testis serta konsentrasi hormon testosteron anak tikus usia 42 hari

Parameter Kelompok

Kontrol Perlakuan Bobot Basah Testis (g) 0.304±0.095a 1.007±0.194b Bobot Kering Testis (g) 0.044±0.010a 0.134±0.025b Total Kadar DNA Testis (x 103μg) 0.385±0.094a 1.206±0.218b Total Kadar RNA Testis (x 103μg) 1.977±0.591a 6.829±1.349b Konsentrasi Hormon Testosteron (ng/mL) 0.669±0.103 0.624±0.084

a,b

Superscript berbeda pada baris yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji independent test)

Berdasarkan hasil yang didapatkan pada usia 42 hari, bobot basah testis, bobot kering testis, total kadar DNA dan RNA testis menunjukkan peningkatan yang signifikan pada kelompok perlakuan. Fitoestrogen yang terdapat dalam ekstrak tempe diduga mempunyai kemampuan untuk berinteraksi dengan reseptor (Adlercreutz 1998) sehingga dapat mengubah struktur endoplasmik retikulum dan memengaruhi transkripsi (Santti et al.1998). Konsentrasi hormon testosteron juga cenderung mengalami peningkatan (P>0.05). Penelitian serupa yang dilakukan oleh Yassin (2014) melaporkan bahwa pemberian ekstrak tempe dosis 0.25 g memberi dampak pada peningkatan yang signifikan pada total kadar RNA testis tetapi cenderung menurunkan total kadar DNA testis usia 42 hari di kelompok perlakuan. Svechnikov et al. (2005) menyatakan fitoestrogen dilaporkan dapat mengurangi meiosis sintesis DNA pada spermatosit primer.

Besarnya aktivitas proliferasi sel dan sintesis protein yang terjadi di dalam sel dapat menyebabkan terjadinya peningkatan bobot organ. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2009) yang menyatakan adanya perubahan bobot testis setelah perlakuan genistein diberikan secara injeksi dengan dosis 4 mg/kgBB/hari selama 40 hari. Berbeda dengan Fritz et al. (2003) yang menyatakan pemberian isoflavon pada dosis tinggi mengakibatkan terhambatnya bobot testis. Penyusutan bobot testis telah dilaporkan berhubungan dengan penyusutan dimensi tubuli seminiferi sebagai tempat utama berlangsungnya proses spermatogenesis untuk menghasilkan spermatozoa.

(20)

10

Peran Ekstrak Tempe Terhadap Kinerja Organ Testis Tikus Usia 56 Hari Peran ekstrak tempe dengan dosis 0.5 g/ekor/hari terhadap bobot basah testis, bobot kering testis, total kadar DNA dan RNA testis serta konsentrasi hormon testosteron usia 56 hari dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Bobot basah, bobot kering, total kadar DNA dan RNA testis serta konsentrasi hormon testosteron anak tikus usia 56 hari

Parameter Kelompok

Kontrol Perlakuan Bobot Basah Testis (g) 2.053±0.277 1.863±0.212 Bobot Kering Testis (g) 0.276±0.032 0.250±0.033 Total Kadar DNA Testis (x 103μg) 2.420±0.275 2.212±0.279 Total Kadar RNA Testis (x 103μg) 13.680±1.829 12.385±1.598 Konsentrasi Hormon Testosteron (ng/mL) 1.697±0.209 2.014±0.860

Secara umum, hasil analisis statistik bobot basah testis, bobot kering testis, total kadar DNA dan RNA testis, serta konsentrasi hormon testosteron usia 56 hari menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0.05). Namun, konsentrasi hormon testosteron pada kelompok perlakuan cenderung mengalami peningkatan daripada kelompok kontrol. Yassin (2014) melaporkan bahwa pemberian ekstrak tempe dosis 0.25 g cenderung terjadi peningkatan (P>0.05) pada bobot basah testis, bobot kering testis, total kadar RNA testis serta konsentrasi hormon testosteron. Pada penelitian ini, pemberian ekstrak tempe dengan dosis 0,5 g/ekor/hari sudah dihentikan pada usia 48 hari sehingga pengaruh ekstrak tempe sudah tidak berperan pada perubahan kadar DNA, RNA, ataupun hormon testosteron. Menurut Tanu (2005), ikatan antara isoflavon dan reseptor estrogen lebih lemah dibandingkan dengan estrogen endogenous sehingga dibutuhkan jumlah isoflavon yang relatif banyak untuk memperoleh efek yang memadai seperti estrogen endogenous. Total kadar DNA dan RNA testis yang cenderung menunjukkan adanya penurunan diduga karena tikus jantan usia 56 hari sudah dalam masa pubertas sehingga isoflavon yang terdapat dalam ekstrak tempe dapat bersifat antagonis terhadap reseptor estrogen. Menurut Malole dan Pramono (1989) usia pubertas tikus adalah pada 50-60 hari setelah kelahiran dan akan dewasa kelamin dan siap untuk dikawinkan pada usia 65-110. Selain itu, proses sintesis protein dalam sel berjalan secara normal.

(21)

11

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian ekstrak tempe dengan dosis 0.5 g/ekor/hari pada tikus jantan usia lepas sapih yang dimulai dari usia 21 hingga 48 hari menyebabkan penurunan yang signifikan pada bobot basah testis, bobot kering testis, total kadar DNA dan RNA testis pada usia 28 hari, tetapi meningkat secara signifikan pada usia 42 hari. Pemberian ekstrak tempe dosis 0.5 g/ekor/hari terhadap hasil konsentrasi hormon testosteron cenderung menurun pada usia 28 dan 42 hari tetapi terjadi peningkatan pada usia 56 hari.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis pemberian ekstrak tempe yang ditingkatkan pada saat tikus jantan usia lepas sapih hingga memasuki usia dewasa kelamin sehingga dapat diketahui secara pasti pengaruh pemberian fitoestrogen yang terdapat dalam ekstrak tempe terhadap perkembangan kinerja reproduksi.

DAFTAR PUSTAKA

Adlercreutz H. 1998. Evolution, nutrition, intestinal microflora, and prevention of cancer: a hypothesis. Proc Soc Exp Biol Med. 217:241-246.

Akinola OB, Akinlolu AA, Adekeye NA. 2007. Effect ofmethanol extract of soy on testicular morphometry and plasma testosterone levels. Pakistan J Pathol. 18(1):120-124.

Astuti S, Muchtadi D, Astawan M, Purwantara B dan Wresdiyati T. 2008. pengaruh pemberian tepung kedelai kaya isoflavon, seng (Zn) dan vitamin E terhadap konsentrasi hormon testosteron serum dan jumlah sel spermatogenik pada tubuli seminiferi testis tikus jantan. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 13(4) : 288 – 293

Astuti S. 2009. Kualitas spermatozoa tikus jantan yang diberi tepung kedelai kaya isoflavon. Majalah Kedokteran Bandung. 41(4):180-186.

Bearden HJ, John W Fukuray, Scott TW. 2004. Applied animal reproduction 6th ed. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall

Biben HA. 2012. Fitoestrogen: Khasiat Terhadap Sistem Reproduksi, Non Reproduksi dan Keamanan Penggunaannya. Seminar Ilmiah Nasional Estrogen sebagai Sumber Hormon Alami; 2012 Mar 31; Bandung, Indonesia. Bandung (ID): Universitas Padjajaran. Pp 1-7.

Faranita OV. 2009. Kualitas Spermatozoa Pada Tikus Wistar Jantan Diabetes Melitus. Laporan Akhir Penelitian Karya Tulis Ilmiah. Semarang (ID): Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Fatkhawati I. 2007. Hubungan diameter testis dan epididymis terhadap kualitas spermatozoa pada sapi [skripsi]. Malang (ID): Universitas Islam Negeri. Fawcett DW. 2002. Buku Ajar Histologi dan Fawcetr 12th ed Trans Tambayong

(22)

12

Fritz WA, Cotroneo MS, Wang J, Eltoum IE, Lamartiniere CA. 2003. Dietary diethylstilbestrol but not genistein adversely affects rat testicular development. J Nutr. 133:2287-2293.

Ganong WF. 2003. Fisiologi Kedokteran. Ed ke-20. Widjajakusuma HM, penerjemah; Djauhari, editor. Terjemahan dari: Medical Physiology. Jakarta (ID): EGC.

Genetika Science Indonesia, PT. 2008. Genomic DNA Mini Kit (Tissue) Protocol V. 04.09.12. Jakarta, Indonesia.

Greenspan B. 1998. Endokrinologi Dasar dan Klinik. Ed. IV. Caroline Wujaya, Maulany, Sonny Samsudin, penerjemah. Jakarta (ID): EGC.

Guyton AC, Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed ke-9. Setiawan I, Tengadi KA, Santoso A, penerjemah; Setiawan I, editor. Jakarta (ID): ECG. Terjemahan dari: Textbook of Medical Physiology 9th Ed.

Hafez E. 1996. Human semen and fertility regulation in men. The CV. Mosbyuni. Jusuf M. 1988. Genetika Dasar 1: Ekspresi Gen. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

Krinke GJ. 2000. The Laboratory Rat. San Diego (US): Academic Press. 150-152. Malole, M. B. M. dan C. S. Pramono. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Manalu W, Sumaryadi MY. 1998. Maternal serum progesterone concentration during gestation and mammary gland growth and development at parturition in Javanese thin-tail ewes with carrying a single or multiple fetuses. Small Rum Res. 27:131-136.

Muchtadi D, 2010. Kedelai Komponen Bioktif untuk Kesehatan. Bandung (ID): Penerbit Alpabeta.

Muladno. 2002. Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor (ID): Pustaka Wirausaha Muda.

Payne AH, Hales DB. 2004. Overview of steroidogenic enzymes in the pathway from cholesterol to active steroid hormones. Endocr Rev. 25:947-970.

Prawiroharsono, 1998. Benarkah tempe sebagai anti kanker. Jurnal Kedokteran dan Farmasi Medika. 12(14).

Puspasari D. 2007. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kedelai Dosis Bertingkat Terhadap Morfologi Spermatozoa Mencit Jantan Strain Balb/C. Semarang (ID): Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Santti R, Mӓkelӓ S, Strauss L, Korkman J, Kostian M-L. 1998. Phytoestrogen: potential endocrine disruptors in males. Toxicol Ind Health. 14:223-237.

Sitasiwi AJ. 2009. Efek paparan tepung kedelai dan tepung tempe sebagai sumber fitoestrogen terhadap jumlah kelenjar endometrium uterus mencit (Mus musculus). Buletin Anatomi dan Fisiologi. 17(1):1-10

Squires EJ. 2003. Applied Animal Endocrinology. Wallingford (UK): Cabi Publishing.

Surjono. 2001. Proses Perkembangan Embrio. Jakarta (ID): Universitas Terbuka. Svechnikov K, Supornsilchai V, Strand ML, Wahlgren A, Seidlova-Wittke D,

(23)

13 genistein to rats on the pituitary-gonadal axis and Leydig cell steroidogenesis. J Endocrinol. 187:117-124.

Tanu I. 2005. Farmakologi dan Terapi. Ed ke-4. Jakarta (ID): Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Wahyuni RS. 2012. Pengaruh isoflavon kedelai terhadap konsentrasi hormon testosteron berat testis diameter tubulus seminiferus dan spermatogenesis tikus putih jantan (Rattus norvegicus). [tesis]. Program Studi Ilmu Biomedik.

Winarsi, 2005. Isoflavon, Berbagai Sumber, Sifat dan Manfaatnya pada Penyakit Degeneratif. Yogyakarta (ID): UGM University Press.

(24)

14

Lampiran 1 Hasil analisis kinerja organ testis anak tikus usia 28 hari Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Bobot Basah Kontrol

3 ,18967 ,015948 ,009207

Perlakuan 3 ,11147 ,032764 ,018917

Bobot Kering Kontrol

3 ,03013 ,004244 ,002450

Perlakuan 3 ,01760 ,005139 ,002967

Total Kadar DNA Kontrol

3 287,17093 18,816842 10,863909

Perlakuan 3 204,17377 11,785146 6,804157

Total Kadar RNA Kontrol

3 1501,90020 219,061556 126,475249

Perlakuan 3 716,61433 157,812525 91,113104

Konsentrasi

Testosteron

Kontrol 3 ,52067 ,184538 ,106543

(25)

15 Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variances

t-test for Equality of Means

(26)

(2-16

Lampiran 2 Hasil analisis kinerja organ testis anak tikus usia 42 hari

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Bobot Basah Kontrol

3 ,30367 ,095296 ,055019

Perlakuan 3 1,00667 ,194251 ,112151

Bobot Kering Kontrol

3 ,04390 ,010368 ,005986

Perlakuan 3 ,13353 ,024646 ,014229

Total Kadar DNA Kontrol

3 384,97177 93,583680 54,030563

Perlakuan 3 1205,60567 218,378186 126,080705

Total Kadar RNA Kontrol

3 1976,93367 591,383788 341,435589

Perlakuan 3 6829,17280 1348,664252 778,651669

Konsentrasi

Testosteron

Kontrol 3 ,66900 ,102587 ,059228

(27)

17 Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variances

t-test for Equality of Means

(28)

18

Lampiran 3 Hasil analisis kinerja organ testis anak tikus usia 56 hari

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Bobot Basah Kontrol

3 2,05333 ,276827 ,159826

Perlakuan 3 1,86333 ,211975 ,122384

Bobot Kering Kontrol

3 ,27573 ,031591 ,018239

Perlakuan 3 ,25010 ,032645 ,018847

Total Kadar DNA Kontrol

3 2419,78107 275,182863 158,876900

Perlakuan 3 2212,16157 279,396354 161,309560

Total Kadar RNA Kontrol

3 13680,02687 1829,011172 1055,980093

Perlakuan 3 12384,71300 1597,516563 922,326618

Konsentrasi

Testosteron

Kontrol 3 1,69667 ,209096 ,120722

(29)

19

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean

Difference

Std. Error

Difference

95% Confidence Interval of

the Difference

Lower Upper

Bobot

Basah

Equal variances assumed ,198 ,679 ,944 4 ,399 ,190000 ,201301 -,368902 ,748902

Equal variances not

assumed ,944 3,745 ,402 ,190000 ,201301 -,384214 ,764214

Bobot

Kering

Equal variances assumed ,000 ,993 ,977 4 ,384 ,025633 ,026228 -,047187 ,098453

Equal variances not

assumed ,977 3,996 ,384 ,025633 ,026228 -,047217 ,098484

Total

Kadar

DNA

Equal variances assumed ,000 ,988 ,917 4 ,411 207,619500 226,412552 -421,002522 836,241522

Equal variances not

assumed ,917 3,999 ,411 207,619500 226,412552 -421,059762 836,298762

Total

Kadar

RNA

Equal variances assumed ,020 ,894 ,924 4 ,408 1295,313867 1402,062889 -2597,436780 5188,064513

Equal variances not

assumed ,924 3,929 ,409 1295,313867 1402,062889 -2625,369406 5215,997139

Konsentr

asi

Testoster

on

Equal variances assumed 5,756 ,074 -,622 4 ,568 -,317667 ,510758 -1,735760 1,100426

Equal variances not

(30)

20

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1 Bagan Prosedur Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Rerata produktivitas jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) dengan media tambahan limbah tongkol jagung (Zea mays L) paling tinggi pada perlakuan penambahan limbah tongkol

Ken­ dini dışarda tutmasını, kendini bile dışardan gözlemesini bilmiş.” (s. 113) Oktay Rifat’ın hemen hemen ilk şiirleri ( Yasayıp Ölmek, Aşk ve Avarelik

Dapat di gunakan sebagai masukan bagi petugas kesehatan utamanya bidan dalam penanganan kasus khususnya yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, nifas, Bayi baru

Akumulasi logam berat dalam tanaman tidak hanya tergantung pada kandungan logam dalam tanah, tetapi juga tergantung pada unsur kimia tanah, jenis logam, pH tanah dan spesies

Kendala yang dihadapi dalam keluarga Ibu Ni Ketut Suci dalam perekonomian dimana ibu Suci sudah berusia ketar 55 tahun yang sehari-harinya bekerja serabutan dan

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Segala-galanya, sumber dari segala sumber, yang telah memberikan petunjuk, rahmat, dan

Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini telah memenuhi kriteria cukup sehingga aspek ini dapat digunakan (bersyarat). Aspek bersedia mengajakteman

gambar vector dan pembuatan grafis sebagai penunjang fotografi.. Mengumpulkan data berbagai menu kuliner Pondok Jowi dari pemilik usaha. Sehingga kita lebih memahami dan