• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Burnout Pada Karyawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Burnout Pada Karyawan"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BULLYING DI TEMPAT KERJA TERHADAP BURNOUT PADA KARYAWAN

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan

Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

CITRA WAHYUNI

111301109

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan

sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Burnout pada karyawan

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah disiapkan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan di perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penelitian skripsi ini saya kutip dari

hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan

norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi

ini, maka saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas

Sumatera Utara sesuai peraturan yang berlaku.

Medan, April 2015

Citra Wahyuni

(4)

Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Burnout Pada Karyawan Citra Wahyuni & Zulkarnain

Abstrak

Perubahan yang dilakukan oleh organisasi akan meningkatkan tuntutan pekerjaan dan persaingan di tempat kerja. Adanya persaingan kerja yang kurang sehat antara sesama rekan kerja merupakan suatu kondisi lingkungan kerja psikologis yang dapat mempengaruhi munculnya burnout pada diri karyawan. Burnout terjadi karena adanya tekanan. Tekanan yang dialami karyawan dalam jangka waktu yang lama dengan intensitas yang cukup tinggi akan mengakibatkan karyawan yang bersangkutan mengalami burnout. Salah satu fenomena yang dapat memunculkan tekanan adalah bullying ditempat kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bullying ditempat kerja terhadap burnout pada karyawan. Partisipan yang dilibatkan dalam penelitian ini berjumlah 111 orang karyawan PT. Pertamina Medan dan di pilih melalui teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala bullying di tempat kerja dan skala burnout. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan metode simple regression analysis dan hasil penelitian menunjukkan bahwa bullying di tempat kerja memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap burnout (R2= 0,328; F= 53.211; p = 0,000). Bullying di tempat kerja memberikan sumbangan terhadap burnout sebesar 32,8%. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ketiga indikator bullying di tempat kerja yaitu work-related bullying, person-related bullying, dan physical intimidation bullying memiliki pengaruh positif terhadap burnout. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai bagaimana bullying ditempat kerja dapat mempengaruhi burnout pada karyawan dan agar pihak perusahaan dapat menindaklanjuti bullying yang terjadi di perusahaan tersebut.

(5)

The Influence of Workplace Bullying toward Burnout among Employees Citra Wahyuni & Zulkarnain

Abstract

Changes in an organization will increase the job demand and competition among employees in workplace. Unhealthy work competition among coworkers is a psychological work environment that can affect burnout to occur. Burnout can happens because of pressure. Long term and intense pressure experienced by the employee may occur burnout. One of the phenomena that can bring pressure is workplace bullying. This research aimed to determine the influence of workplace bullying toward burnout among employees. This research involved 111 employees at PT Pertamina Medan and was selected through purposive sampling technique. Data were collected using bullying scale and burnout scale. Data were analyzed by simple regression analysis and the result showed that workplace bullying has a positive significant influence toward burnout (R2= 0,328; F= 53.211; p = 0,000). Workplace bullying contributed 32.8% to burnout. This research also showed that three indicators of bullying namely work-related bullying, person related bullying and physical intimidation bullying positively influence toward burnout. The results of this study are expected to provide an

understanding of how workplace bullying influences employees’ burnout so the

organization can follow up the bullying that happens in the company.

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa

yang telah memberikan rahmat hidayat serta ridho-Nya kepada saya sehingga saya

dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Burnout Pada Karyawan”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bullying di tempat kerja terhadap burnout pada

karyawan.

Peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

memberikan dukungan, bantuan, dorongan semangat, bimbingan, serta saran

selama peneliti menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini peneliti ingin

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi USU atas

dukungan yang telah diberikan demi kesuksesan seluruh .mahasiswa

Fakultas Psikologi USU.

2. Bapak Zulkarnain, Ph.D., psikolog selaku dosen pembimbing skripsi

peneliti. Terima kasih atas bimbingan, arahan, dorongan semangat, dan

dukungannya selama ini sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Bapak Ferry Novliadi M.Si., selaku dosen pembimbing akademik peneliti.

Terima kasih atas bimbingan, arahan, dorongan semangat, dan

dukungannya selama ini.

4. Keluarga peneliti, khususnya kedua orang tua tercinta yang selalu

(7)

peneliti yang terus menerus memberikan dukungan kepada peneliti selama

penulisan skripsi.

5. Sahabat terbaik yaitu Wahyu Habibie dan semua teman-teman Fakultas

Psikologi USU yang selalu memberikan masukkan-masukkan dan

dorongan untuk menyelesaikan skripsi dengan baik.

6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi USU. Terima kasih untuk ilmu yang

sudah bapak dan ibu ajarkan kepada peneliti.

7. Para staf dan pegawai di Fakultas Psikologi USU. Terima kasih atas

pelayanan yang baik buat para mahasiswa Fakultas Psikologi USU.

Sebagai seseorang yang masih dalam proses belajar, peneliti menyadari bahwa

skripsi ini masih jauh dari kata kata sempurna yang dikarenakan oleh keterbatasan

kemampuan, pengalaman, dan pengetahuan yang dimiliki peneliti. Oleh karena

itu, peneliti mengharapkan segala kritik dan saran yang merupakan masukan bagi

peneliti untuk menyempurnakan skripsi ini.

Akhir kata peneliti mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat

bermanfaat.

Medan, 17April 2015

Peneliti,

Citra Wahyuni

(8)

DAFTAR ISI

halaman LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN... i

ABSTRAK... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GRAFIK... xii

DAFTAR LAMPIRAN...xiii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 8

C. Tujuan Penelitian... 8

D. Manfaat Penelitian... 8

E. Sistematika Penulisan... 9

BAB II LANDASAN TEORITIS... 11

A. Burnout... 11

1. Definisi Burnout...11

2. Dimensi Burnout... 12

(9)

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Burnout... 15

B. Bullying di Tempat Kerja... 21

1. Definisi Bullying... 21

2. Pihak-pihak yang terlibat didalam Bullying... 23

3. Indikator perilaku Bullying... 23

4. Dampak Bullying... 24

C. Pengaruh Bullying di tempat kerja terhadap burnout...25

D. Hipotesa Penelitian... 28

BAB III METODE PENELITIAN... 30

A. Identifikasi Variabel Penelitian... 30

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian... 30

1. Bullying di Tempat Kerja... 30

2. Burnout... 31

C. Populasi dan Sampel Penelitian... 31

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data... 33

1. Skala Bullying... 33

2. Skala Burnout... 35

E. Uji Coba Alat Ukur... 36

1. Validitas Alat Ukur... 36

2. Uji Daya Diskriminasi Item... 37

3. Reliabilitas Alat Ukur...38

(10)

1. Tahap Persiapan Penelitian... 38

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian... 39

3. Tahap Pengolahan Data... 40

G. Metode Analisis Data... 40

1. Uji Normalitas... 40

2. Uji Linearitas... 41

H. Hasil Uji Coba Alat Ukur... 41

1. Hasil Uji Coba Skala Bullying... 41

2. Hasil Uji Coba Skala Burnout... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 43

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian... 43

1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin... 43

2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia... 44

3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pernikahan 45 4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Bekerja... 46

B. Hasil Penelitian... 47

1. Hasil Uji Asumsi ... 47

a. Uji Normalitas ... 47

b. Uji Linearitas ... 48

2. Hasil Utama Penelitian... 49

(11)

b. Koefisien Determinasi... 51

c. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik... 52

1.Nilai Empirik dan Hipotetik Bullying.... 52

2.Nilai Empirik dan Hipotetik Burnout... 53

d. Kategorisasi Data Penelitian... 55

1.Kategorisasi Bullying di tempat kerja... 55

2.Kategorisasi Burnout... 56

e. Tambahan Hasil Penelitian... 57

C. Pembahasan... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 71

A. Kesimpulan... 71

B. Saran... 72

1. Saran Metodologis... 72

2. Saran Praktis... 73

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.Blueprint Skala Bullying... 34

Tabel 2.Blueprint Skala Burnout... 36

Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Bullying Setelah Uji Coba... 42

Tabel 4. Distribusi Aitem Skala Burnout Setelah Uji Coba... 42

Tabel 5. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin... 43

Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia... 44

Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pernikahan... 45

Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Bekerja... 46

Tabel 9. Uji Linearitas Variabel Bullying dan Burnout... 49

Tabel 10. Hasil Analisis Regresi Sederhana... 50

Tabel 11. Hasil Analisis Regresi Sederhana... 50

Tabel 12. Koefisien Determinasi... 51

Tabel 13. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik bullying... 53

Tabel 14. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik burnout... 54

Tabel 15. Norma Kategorisasi bullying di tempat kerja... 55

Tabel 16. Norma Kategorisasi bullying di tempat kerja... 55

Tabel 17. Norma Kategorisasi burnout... 56

Tabel 18. Norma Kategorisasi Burnout... 57

Tabel 19. Hasil Analisis Regresi Sederhana... 58

Tabel 20. Hasil Analisis Regresi Sederhana... 59

Tabel 21. Koefisien Determinasi... 60

Tabel 22. Hasil Analisis Regresi Sederhana... 60

(13)

Tabel 24. Koefisien Determinasi... 62

Tabel 25. Hasil Analisis Regresi Sederhana... 63

Tabel 26. Hasil Analisis Regresi Sederhana... 64

(14)

DAFTAR GRAFIK

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A

1. Reliabilitas & Daya Beda Aitem Skala Bullying 2. Reliabilitas & Daya Beda Aitem Skala Burnout

Lampiran B

1. Data Mentah Subjek Penelitian Pada Skala Bullying 2. Data Mentah Subjek Penelitian Pada Skala Burnout

Lampiran C

1. Uji Normalitas 2. Uji Linearitas

3. Pengaruh Bullying di tempat kerja terhadap Burnout pada karyawan. 4. Pengaruh Indikator-indikator Bullying di tempat kerja terhadap burnout

pada karyawan.

Lampiran D

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan yang dilakukan oleh organisasi akan meningkatkan tuntutan

pekerjaan dan persaingan di tempat kerja. Persaingan kerja dapat berupa

persaingan kerja yang sehat dan tidak sehat. Adanya persaingan kerja yang

kurang sehat antara sesama rekan kerja merupakan suatu kondisi lingkungan

kerja psikologis yang dapat mempengaruhi munculnya burnout pada diri

karyawan (Rizka, 2013). Burnout merupakan suatu respon yang disebabkan

oleh masalah emosional yang kronis dan tekanan dalam hubungan

interpersonal dipekerjaan yang terdiri dari emotional exhaustion,

depersonalization, dan low personal accomplishment (Maslach, Leiter &

Schaufeli, 2001; Sedjo, 2005). Emotional exhaustion merupakan penentu

utama kualitas burnout, dikatakan demikian karena perasaan lelah

mengakibatkan seseorang merasa kehabisan energi dalam bekerja sehingga

timbul perasaan enggan untuk melakukan pekerjaan baru dan enggan untuk

berinteraksi dengan orang lain sedangkan depersonalization, ditandai

dengan kecenderungan individu meminimalkan keterlibatannya dalam

pekerjaan bahkan kehilangan idealismenya dalam bekerja dan low personal

accomplishment yang merupakan kecenderungan memberikan evaluasi

(17)

kemampuannya bekerja, sehingga setiap pekerjaan dianggap sebagai beban

yang berlebihan (Maslach, Leiter & Schaufeli, 2001; Asi, 2013).

Terdapat beberapa pernyataan yang mengungkapkan bahwa burnout

cenderung terjadi pada orang yang bekerja dalam bidang human services.

Greenberg & Valletutti (2003) menyatakan bahwa burnout seringkali

dialami oleh orang-orang yang bekerja di bidang pelayanan sosial seperti

perawat, guru, pekerja sosial, polisi, pengacara, konselor, dan pendeta.

Wulandari (2013), juga menyatakan bahwa burnout banyak terjadi pada

karyawan human service, yaitu orang-orang yang bekerja pada bidang yang

berkaitan langsung dengan banyak orang dan melakukan pelayanan kepada

masyarakat umum. Resiko terjadinya burnout pada pekerja bidang

pelayanan sosial disebabkan karena pekerja pada bidang sosial memiliki

keterlibatan langsung dengan objek kerja atau kliennya dan selama proses

pemberian pelayanan, pekerja mengalami situasi yang kompleks dan

mendapatkan beban emosional, seperti menangani klien yang tidak

kooperatif, dan berhubungan dengan penderitaan pasien. Berhadapan

terus-menerus dengan hal seperti itu dapat membuat pekerja menjadi rentan

terhadap burnout (Ema, 2004). Burnout juga dapat terjadi pada pekerja non

human service. Burnout tidak hanya terjadi pada seseorang yang berprofesi

sebagai pekerja pemberi layanan saja, burnout juga banyak ditemukan di

berbagai pekerjaan lain yaitu dalam bidang organisasi maupun industri. Hal

ini terjadi karena setiap manusia tentu mengalami tekanan-tekanan dalam

(18)

Burnout muncul sebagai tanggapan dari tekanan kerja yang berlebihan.

tekanan kerja yang berlebihan, berulang, dan sulit diatasi akan

menghantarkan individu untuk mengalami kondisi yang lebih buruk dimana

muncul apatisme, sinisme, frustrasi, dan berkembangnya penarikan diri

(Widiastuti & Astuti, 2008). Selanjutnya, Lailani (2012) juga menyatakan

bahwa burnout dapat membuat kondisi fisik, emosional, dan mental

individu menjadi memburuk. Selain berdampak pada diri sendiri, burnout

juga berdampak pada organisasi. Burnout akan menyebabkan berkurangnya

kepuasan kerja karyawan, memburuknya kinerja karyawan, dan

produktifitas karyawan menjadi rendah yang akhirnya akan membawa

dampak yang buruk pada kinerja perusahaan (Andarika, 2004; Dam, Ger,

Mare, Verbraak, Paul, Eling, & Eni, 2012).

Berdasarkan survey dari careerbuilder.com pada tahun 2007 dilaporkan

77 persen dari pekerja Amerika merasakan burnout di tempat kerjanya

(Lorenz, 2009). Hal ini juga terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil

penelitian Wulandari (2013) mengenai burnout dan persepsi dukungan

sosial rekan kerja pada teller bank menunjukkan bahwa teller bank yang

mengalami burnout dengan kategori tinggi sebanyak 68% karyawan

(Wulandari, 2013). Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Hardiyanti

(2013) tentang burnout ditinjau dari big five factors personality pada

karyawan kantor pos pusat Malang menunjukkan bahwa 45% karyawan

(19)

Sumber atau penyebab terjadinya burnout yaitu kelebihan beban kerja,

kurangnya kontrol, sistem imbalan yang tidak memadai, hilangnya keadilan,

dan konflik nilai (Maslach & Leiter, 1997; Nurjayadi, 2004). Adawiyah

(2013), juga menyatakan bahwa kecenderungan burnout dapat dipengaruhi

oleh faktor internal dan eksternal individu. Faktor internal antara lain

adalah kecerdasan emosional (EQ). Sedangkan faktor eksternal yang dapat

mempengaruhi burnout adalah lingkungan kerja. Sisi negatif dari

lingkungan kerja yang dapat menimbulkan burnout adalah hubungan

dengan rekan kerja yang buruk yang di warnai dengan konflik, saling tidak

percaya, dan saling bermusuhan (Hariyadi, 2006). Salah satu masalah

mengenai konflik di tempat kerja adalah bullying (Clifford, 2006).

Bullying yang terjadi di tempat kerja merupakan tindakan negatif yang

terus menerus diberikan kepada seseorang atau beberapa orang karyawan

sehingga akan mengakibatkan perasaan tidak berdaya dan tekanan

psikologis pada korban yang kemudian akan mempengaruhi perilaku

kerjanya (Rudi, 2010). Contoh perilaku bullying yaitu mengejek,

mengucilkan, menyebarkan rumor, menakuti, mengancam, menindas, atau

menyerang secara fisik seperti mendorong, menampar dan memukul (Rudi,

2010). Bullying dalam konteks pekerjaan dapat dilakukan oleh semua orang

yang bekerja di dalam organisasi mulai dari atasan, bawahan sampai teman

sekerja dan juga dapat dilakukan oleh pihak dari luar organisasi yaitu client

atau pelanggan (Bullying at Work: A Guide for Employees, 2009). Bullying

(20)

direksi sampai dengan karyawan dengan level yang paling rendah (Gardner,

Bentley, Catley, Cooper-Thomas, O'Driscoll, & Trenberth, 2009).

Fenomena bullying merupakan fenomena yang sedang menjadi pusat

perhatian para peneliti, pendidik, pihak organisasi perlindungan, dan tokoh

masyarakat (Rudi, 2010). National workplace bullying survey mengadakan

sebuah survey yang di mulai pada pertengahan Maret 2005 sampai Mei

2006 pada korban-korban bullying di UK dan melaporkan bahwa 60%

responden menyatakan bahwa bullying yang mereka alami di tempat kerja

telah mempengaruhi kualitas kerja mereka, 51% responden menyatakan

bahwa bullying di tempat kerja menyebabkan mereka sering tidak masuk

kerja, 50,2% responden mengatakan bahwa mereka sudah di bully lebih dari

satu tahun, dan 22,7% mengatakan bahwa mereka sudah di bully selama

enam sampai dua belas bulan (Donnellan, 2006). Hal ini juga sudah menjadi

pembahasan di Indonesia. Kasus bullying di Indonesia juga sudah menjadi

pusat perhatian publik karena banyak korban bullying yang telah melakukan

usaha bunuh diri dan juga banyak korban yang akhirnya bunuh diri (Jakarta

Globe, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Alison & Chris (2004) menemukan

bahwa korban bullying dapat mengalami tekanan. Perry & Potter (2005),

menyatakan bahwa setelah periode tekanan berkepanjangan yang berkaitan

dengan pekerjaan, maka individu akan mengalami kondisi penurunan energi

mental atau fisik yang mana keadaan ini disebut burnout (Perry & Potter,

(21)

adalah hasil psikologis dan fisik yang parah akibat tekanan yang terus

menerus dialami di tempat kerja. Penelitian yang di lakukan oleh Einarsen

& Raknes (1997) dan Zapf & Knorz (1996), juga menunjukkan bahwa

bullying di tempat kerja dapat meningkatkan keluhan-keluhan psikologis

dan burnout pada karyawan (Einarsen & Raknes, 1997; Zapf & Knorz,

1996; Vartia, 2001).

Berdasarkan beberapa hasil dari penelitian, ditemukan bahwa bullying

memiliki hubungan dengan burnout. Hasil penelitian Fei (2010) menyatakan

bahwa bullying di tempat kerja secara signifikan berhubungan positif

dengan Burnout. Trepanier, Fernet & Austin (2013) juga menyatakan bahwa

bullying di tempat kerja berhubungan positif dengan burnout.

Einarsen, Hoel & Notelaers (2009) mengatakan bahwa

indikator-indikator bullying terdiri dari work-related bullying, person-related bullying

dan physical intimidation bullying.

Indikator pertama dari bullying adalah work-related bullying.

Korban-korban yang merasakan work-related bullying mendeskripsikan tempat kerja

mereka sebagai tempat yang kompetitif, tidak ramah, dan banyak terjadi

konflik interpersonal (Seigne, 1998). Tentunya kondisi kerja tersebut tidak

diinginkan dan tidak sesuai dengan harapan karyawan. Putra & Mulyadi

(2010), memaparkan bahwa burnout biasanya disebabkan oleh situasi kerja

yang tidak mendukung atau tidak sesuai dengan kebutuhan dan harapan.

Indikator kedua dari bullying adalah person-related bullying. Bullying

(22)

saling menyerang self-image satu sama lainnya, sering sekali

dikarakteristikkan dengan keterlibatan emosional yang intens (Einarsen,

1999). Burnout yaitu suatu keadaan dimana individu mengalami kelelahan

fisik, mental dan emosional yang terjadi karena tekanan yang dialami dalam

dalam jangka waktu yang cukup lama dalam situasi yang menuntut

keterlibatan emosional yang cukup tinggi (Adawiyah, 2013).

Indikator ketiga dari bullying adalah physical intimidation bullying.

Contoh physical intimidation bullying diantaranya adalah memberikan

perilaku intimidasi seperti mendorong, menunjuk-nunjuk korban,

menghalangi jalannya, memberikan ancaman kekerasan dan lain-lain

(Einarsen, Hoel & Notelaers, 2009). Dari pernyataan ini korban yang

mengalami physical intimidation bullying tentunya akan secara rutin berada

pada suatu situasi yang menuntut keterlibatan emosional yang tinggi yang

mana korban akan sering mengalami rasa cemas, rasa takut, dan kemarahan.

Leatz & Stoler (1993) menyatakan bahwa salah satu hal yang dapat

menimbulkan burnout adalah ketika seseorang harus secara rutin

menghadapi situasi yang menuntut keterlibatan emosional yang tinggi.

Penelitian mengenai bullying di tempat kerja dan burnout juga sudah

banyak dilakukan pada pekerja human service contohnya penelitian yang

dilakukan oleh Trapanier, Fernet & Austin (2013) pada perawat, penelitian

Einarsen, Mathieson & Skogstad (1998) pada perawat dan Chipps,

Stelmaschuk, Albert, Bernhard & Holloman (2013) yang meneliti mengenai

(23)

kesehatan seperti ahli bedah dan lain-lain. Dari pernyataan-pernyataan di

atas maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai bullying di tempat kerja

dan burnout dengan melibatkan subjek-subjek yang bekerja dibidang non

human service juga.

Dari penjelasan di atas peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh

bullying ditempat kerja terhadap burnout pada karyawan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh

bullying di tempat kerja terhadap burnout pada karyawan ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bullying

di tempat kerja terhadap burnout pada karyawan.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data-data empiris yang

berkaitan dengan bullying di tempat kerja dan burnout.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pengetahuan yang bermanfaat bagi ilmu psikologi, khususnya

dalam bidang Psikologi Industri dan Organisasi mengenai bullying

(24)

2. Manfaat Praktis

Manfaat Praktis dalam penelitian ini adalah bagi pihak perusahaan

dapat mengetahui tingkat burnout dan bullying yang terjadi di

perusahaan tersebut sehingga dapat menanganinya.

E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disajikan dengan sistematika penelitian sebagai berikut:

1. BAB I : Pendahuluan

Bab ini menyajikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian yang terdiri dari manfaat teoritis dan

manfaat praktis dan sistematika penulisan yang terdiri dari sistematika

penulisan bab satu, dua, tiga, empat, dan lima.

2. BAB II : Tinjauan Pustaka

Bab ini menyajikan teori-teori kepustakaan yang digunakan sebagai

landasan dalam penelitian, antara lain teori mengenai burnout dan

bullying di tempat kerja. Teori burnout terdiri dari definisi burnout,

dimensi burnout, gejala burnout, dan faktor-faktor yang mempengaruhi

burnout. Sedangkan teori bullying di tempat kerja terdiri dari definisi

bullying, pihak-pihak yang terlibat didalam bullying, indikator perilaku

bullying dan dampak bullying. Selain itu bab ini juga menyajikan

pengaruh bullying di tempat kerja terhadap burnout pada karyawan dan

(25)

3. BAB III : Metode Penelitian

Bab ini menjabarkan mengenai metode penelitian yang berisi tentang

identifikasi variabel penelitian yang terdiri dari variabel prediktor dan

variabel kriteria, defenisi operasional variabel penelitian yang terdiri

dari bullying di tempat kerja dan burnout, populasi dan sampel

penelitian, metode dan alat pengumpulan data yang terdiri dari skala

bullying dan skala burnout, uji coba alat ukur yang tediri dari validitas

alat ukur, uji daya diskriminasi aitem dan reliabilitas alat ukur, prosedur

pelaksanaan penelitian yang terdiri dari tahap persiapan penelitian,

tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap pengolahan data dan metode

analisis data serta hasil uji coba alat ukur.

4. BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab ini menjabarkan mengenai hasil penelitian dan pembahasan

yang berisi gambaran umum subjek penelitian yang terdiri dari

gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, status

pernikahan dan masa bekerja, selanjutnya berisi mengenai hasil

penelitian yang terdiri dari hasil uji asumsi dan hasil utama penelitian,

serta berisi tentang pembahasan.

5. BAB V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini menjabarkan mengenai kesimpulan dan saran penelitian.

Kesimpulan berisi mengenai hasil utama apa saja yang didapatkan dari

penelitian dan saran berisi mengenai saran metodologis dan saran

(26)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Burnout

1. Definisi Burnout

Istilah burnout pertama kali diperkenalkan oleh Freudenberger pada

tahun 1973 (Farber, 1991; Widiyanti, Yulianto & Purba, 2007). Burnout

dapat terjadi diantara karyawan yang tidak mampu mengatasi tekanan

pekerjaan yang luas yang menuntut energi, waktu, dan sumber daya,

burnout juga dapat terjadi diantara karyawan yang bekerja di bidang

pelayanan, serta dapat terjadi karena situasi kerja yang tidak sesuai

dengan kebutuhan dan harapan (Rizka, 2013).

Burnout merupakan sindrom psikologis yang merupakan reaksi

individu terhadap tekanan pekerjaan yang berkepanjangan (Maslach &

Leiter, 1997; Lorensya & Wirawan, 2009). Putra & Mulyadi (2010),

memaparkan bahwa burnout adalah kondisi seseorang yang terkuras

habis dan kehilangan energi psikis maupun fisik yang dialami dalam

bentuk kelelahan fisik, mental, dan emosional. Biasanya hal itu

disebabkan oleh situasi kerja yang tidak mendukung atau tidak sesuai

dengan kebutuhan dan harapan.

Burnout didefinisikan oleh Leatz & Stoler (1993) sebagai kelelahan

fisik, mental, dan emosional yang terjadi karena tekanan yang dialami

(27)

keterlibatan emosional yang tinggi, dan ditambah dengan tingginya

standar keberhasilan pribadi (Leatz & Stoler, 1993; Zulkarnain, 2011).

Burnout juga merupakan sindrom yang terdiri dari emotional

exhaustion, depersonalization, reduce personal accomplishment yang

terjadi diantara individu-individu yang melakukan pekerjaan yang

memberikan pelayanan kepada orang lain dan sejenisnya (Maslach &

Jackson, 1986; Jansen, dkk, 1996).

Berdasarkan beberapa definisi tokoh di atas, dapat disimpulkan

bahwa burnout adalah suatu kondisi dimana individu mengalami

kelelahan emosional, depersonalisasi dan penurunan pencapaian pribadi

yang merupakan hasil dari ketidakmampuan individu dalam mengatasi

tekanan kerja yang dialami dalam waktu yang cukup lama.

2. Dimensi Burnout

Burnout dapat dijabarkan ke dalam tiga dimensi (Maslach, Leiter &

Schaufeli, 2001) yaitu :

a. Exhaustion. Ketika mengalami exhaustion, individu akan

merasakan energinya seperti terkuras habis dan ada perasaan

“kosong” yang tidak dapat diatasi lagi. Pada dimensi ini, akan

muncul perasaan lelah berkepanjangan baik secara emosional

(bosan, sedih, tertekan, frustrasi, putus asa, dan tidak berdaya),

mental (tidak berharga, rasa gagal, dan lain-lain), dan fisik (sakit

(28)

menyatakan lelah secara fisik dapat meliputi sakit kepala, susah

tidur, demam, sakit punggung, rentan terhadap penyakit, tegang

pada otot leher dan bahu, mual-mual, gelisah dan perubahan

kebiasaan makan (Pines & Aroson, 1989; Amelia & Zulkarnain,

2005).

b. Depersonalization/cynicism. Dimensi ini merupakan

perkembangan dari dimensi kelelahan. Depersonalisasi adalah

coping (proses mengatasi ketidakseimbangan antara tuntutan

dengan kemampuan individu) yang dilakukan individu untuk

mengatasi kelelahan. Perilaku ini juga merupakan upaya untuk

melindungi diri dari perasaan kecewa, karena penderitanya

menganggap bahwa dengan berperilaku seperti itu maka mereka

akan aman dan terhindar dari ketidakpastian dalam bekerja.

Gambaran dari depersonalisasi adalah adanya sikap sinis terhadap

orang-orang yang berada dalam lingkup pekerjaan, menjaga jarak

dari lingkungan kerja, dan cenderung menarik diri serta

mengurangi keterlibatan diri dalam bekerja

c. Low Personal Accomplishment. Dimensi ini ditandai dengan

adanya perasaan tidak puas terhadap diri sendiri, pekerjaan bahkan

terhadap kehidupannya. Selain itu mereka juga merasa belum

melakukan hal-hal yang bermanfaat dalam hidupnya yang akan

memicu timbulnya penilaian rendah terhadap kompetensi diri dan

(29)

mampu melakukan tugas dan menganggap tugas-tugas yang

dibebankan terlalu berlebihan sehingga tidak sanggup lagi

menerima tugas baru.

Berdasarkan uraian di atas maka dimensi burnout adalah exhaustion,

depersonalization, dan low personal accomplishment.

3. Gejala Burnout

Smith, Segal, & Segal (2014), menyatakan bahwa terdapat beberapa

gejala burnout secara umum. Gejala burnout ini dapat digunakan

sebagai tanda peringatan bahwa ada sesuatu yang salah yang perlu

ditangani. Gejala burnout, yaitu :

a. Gejala fisik

1. Merasa lelah dan terkuras energinya.

2. Menurunnya kekebalan tubuh, sering sakit-sakitan seperti sakit

kepala, nyeri punggung, nyeri otot, flu, dan lain sebagainya.

3. Perubahan nafsu makan dan susah tidur.

b. Gejala emosional

1. Merasa gagal dan selalu ragu dengan kemampuan.

2. Merasa tidak berdaya dan kurang semangat.

3. Kehilangan motivasi.

4. Semakin sinis dan berfikir negatif.

(30)

c. Perilaku

1. Lari dari tanggung jawab.

2. Menunda-nunda waktu dalam menyelesaikan tugas.

3. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan

tugas.

4. Menggunakan obat-obatan dan alkohol.

5. Frustrasi.

6. Bolos kerja atau datang terlambat dan pulang lebih awal.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Burnout.

Terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

timbulnya burnout pada karyawan :

a. Interaksi dengan client

Caputo (1991) menyatakan bahwa pekerjaan yang melibatkan

interaksi langsung dengan pelanggan dapat menimbulkan tekanan

yang berpotensi menyebabkan burnout. Karyawan biasanya

dituntut untuk dapat menunjukkan kebaikan, kesabaran, kepedulian

dan rasa hormat, bersikap sabar dan tenang dalam menghadapi

pelanggan, aktif dalam memberikan penjelasan yang dibutuhkan

pelanggan, dan efektif ketika menghadapi pelanggan dan berbagai

kebutuhannya tanpa memperdulikan rasa lelah dan marah yang

(31)

dengan pelanggan adalah perawat, dokter, penjaga perpustakaan,

dan lain-lain (Caputo, 1991; Fatmawati, 2012).

b. Beban kerja yang berlebihan

Caputo (1991) menyatakan banyaknya tanggung jawab yang

harus diterima dan banyaknya tugas-tugas yang harus ditangani

yang diberikan secara terus menerus diidentifikasikan sebagai

penyebab terjadinya burnout (Caputo, 1991; Sedjo, 2005).

c. Dukungan sosial

Dari hasil penelitian yang dilakukan Adawiyah (2013),

menyatakan adanya hubungan negatif yang sangat signifikan antara

dukungan sosial dengan kecenderungan burnout. Hal ini

menunjukkan bahwa dukungan sosial yang tinggi dapat

mendukung berkurangnya kecenderungan burnout. Karena dengan

adanya dukungan sosial yang tinggi maka individu dapat lebih baik

dalam menyelesaikan tekanan pekerjaan yang berpotensi

menimbulkan burnout.

d. Persepsi terhadap lingkungan kerja

Persepsi terhadap lingkungan kerja dengan kecenderungan

burnout telah diteliti oleh Andriani (2004) yang menunjukkan hasil

terdapat korelasi negatif antara persepsi terhadap kondisi

lingkungan kerja terhadap kecenderungan burnout pada perawat

Instalasi Gawat Darurat. Artinya semakin positif persepsi terhadap

(32)

sebaliknya. Kondisi linkungan kerja meliputi kondisi fisik

(penerangan, suhu udara atau temperatur, dan kebisingan) dan non

fisik/struktur kerja (kekaburan peran, konflik peran, beban kerja,

dan tanggung jawab).

e. Kurangnya kontrol

Banyaknya tugas yang harus dilakukan membuat seseorang sulit

menentukan prioritas, mana tugas yang harus dilaksanakan terlebih

dahulu karena seringkali banyak tugas yang harus menjadi prioritas

karena tingkat kepentingan yang sama tingginya atau karena sama

tingkat urgensinya. Ketika seseorang tidak dapat melakukan

kontrol terhadap pekerjaannya maka hal itu akan lebih mudah

memicu terjadinya burnout (Maslach & Leiter, 1997; Nurjayadi,

2004).

f. Sistem imbalan yang tidak memadai

Kurangnya keseimbangan antara imbalan (gaji, imbalan) dan

pekerjaan yang harus dilakukan karyawan akan melemahkan

semangat untuk menyukai pekerjaan dan akhirnya membuat

seseorang merasa terbelenggu dengan hal-hal rutin yang

mengakibatkan turunnya komitmen dan motivasi kerja. Hal ini

menandakan burnout mulai muncul (Maslach & Leiter, 1997;

(33)

g. Interaksi dengan rekan kerja

Dalam melaksanakan pekerjaannya, karyawan juga harus

berinteraksi dengan rekan-rekan kerja lainnya. Interaksi yang buruk

dapat memicu timbulnya tekanan yang akan menyebabkan burnout

(Caputo, 1991; Fatmawati, 2012).

h. Hilangnya keadilan

Salah satu kondisi dari sistem manajemen yang dapat

menimbulkan ketidakadilan adalah penerapan aturan yang tidak

konsisten. Ketika pekerja merasakan ketidakadilan akan timbul

berbagai reaksi dan sebagian orang dapat bereaksi dengan cara

menarik diri dan mengurangi keterlibatannya dalam pekerjaan.

Selanjutanya gejala-gejala kejenuhan kerja mulai tampak (Maslach

& Leiter, 1997; Nurjayadi, 2004).

i. Peran ambigu

Peran ambigu adalah kekaburan tanggung jawab atau harapan

dalam pekerjaan. Ketidakjelasan tujuan individu dan organisasi

atau adanya parameter dan ruang lingkup pekerjaan yang tidak

jelas dapat menyebabkan stres yang kronis yang nantinya berujung

kepada burnout (Caputo, 1991; Sedjo, 2005).

j. Konflik nilai

Sistem nilai akan mempengaruhi interaksi seseorang dengan

pekerjaannya. Dewasa ini krisis yang terjadi dalam dunia kerja

(34)

bertentangan satu sama lain. Namun seringkali pihak manajemen

melupakan kebutuhan pekerjanya. Sehingga menimbulkan konflik

atau pertentangan bagi pekerja. Tidak ada penyaluran keluhan bagi

karyawan dan akhirnya terjadi proses exhaustion. Karena mereka

merasa harus menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa bantuan

organisasi (Maslach & Leiter, 1997; Nurjayadi, 2004).

k. Kepribadian

Menurut Maslach, faktor kepribadian merupakan salah satu

faktor penting yang menentukan munculnya burnout (Maslach,

Leiter & Schaufeli, 2001; Ginting & Rahmat 2005). Hasil

penelitian Hardiyanti membuktikan bahwa orang yang memiliki

tingkat neuroticism yang tinggi lebih mungkin untuk mengalami

burnout (Hardiyanti, 2013). Hasil penelitian Adawiyah, (2013)

menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan

antara kecerdasan emosional dengan kecendrungan burnout. Orang

yang memiliki kecerdasan emosional akan mampu untuk

mengelola emosinya sehingga memungkinkan orang tersebut untuk

bertindak lebih rasional dan tentunya terhindar dari burnout. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Widiastuti & Astuti (2008),

menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara kepribadian

hardiness dengan burnout. Artinya semakin rendah kepribadaian

Hardiness maka burnout pada individu cenderung semakin tinggi

(35)

menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara konsep diri

dengan tingkat burnout. Hal ini menunjukkan bahwa semakin

positif konsep diri seseorang, maka semakin rendah tingkat burnout

yang dialami oleh seseorang dan sebaliknya.

l. Jenis kelamin

Schultz & Schultz (1994) mengungkapkan bahwa wanita

memperlihatkan frekuensi lebih besar untuk mengalami burnout

daripada pria, disebabkan karena seringnya wanita mengalami

kelelahan emosional (Schultz & Schultz, 1994; Sihotang, 2004).

m. Status perkawinan

Caputo (1991) menyatakan bahwa, individu yang belum

menikah lebih banyak mengalami burnout dari pada individu yang

sudah menikah. Ini dikarenakan dukungan sosial yang diterima dari

pasangan dapat membantu individu menyelesaikan tekanan

pekerjaannya (Caputo, 1991; Fatmawati, 2012).

n. Usia

Orang-orang dengan usia muda cendrung lebih rentan

mengalami burnout dari pada orang-orang dengan usia yang lebih

tua. Karena dianggap semakin banyak pengalaman bekerja

seseorang maka semakin kecil kemungkinan untuk mengalami

burnout karena sudah terbiasa untuk mengatasi tuntutan kerja

(36)

Berdasarkan uraian di atas maka faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi burnout adalah interaksi dengan client, beban kerja yang

berlebihan, dukungan sosial, persepsi terhadap lingkungan kerja,

kurangnya kontrol, sistem imbalan yang tidak memadai, interaksi

dengan rekan kerja, hilangnya keadilan, peran ambigu, konflik nilai,

kepribadian, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, dan

usia.

B. Bullying di Tempat Kerja 1. Definisi Bullying

Dalam Bahasa Indonesia, secara harfiah kata bully diartikan sebagai

penggertak atau orang yang mengganggu orang lemah. Istilah bullying

dalam Bahasa Indonesia, disebut “Menyakat” yang berasal dari kata

sakat dan pelakunya (bully) disebut penyakat (Rudi, 2010).

Einarsen, Hoel, Zapf & Cooper (2003) menyatakan bahwa bullying

dapat dikatakan terjadi dengan adanya pengulangan, periode waktu

yang lama dan adanya pola perilaku.

Peneliti Devanport, Schwartz, Elliott (2005) menggunakan istilah

mobbing untuk menjelaskan bullying. Mobbing merupakan suatu

bentuk serangan emosional yang ditujukan untuk seorang individu

melalui rumor, perilaku tidak sopan, dan perilaku yang berbahaya yang

dilakukan oleh beberapa individu yang dikumpulkan oleh satu orang

(37)

tersebut keluar dari pekerjaannya (Davenport, Schwartz & Elliott, 2005;

Daniel, 2009).

Bullying di tempat kerja adalah berbagai bentuk perilaku yang

dilakukan secara berulang-ulang, sistematis, dan di tujukan pada

seorang karyawan atau sekelompok karyawan yang mana perilaku

tersebut dapat mengancam keselamatan dan kesehatan korban (Dealing

With Workplace Bullying, 2005; Guidelines on The Prevention of

Workplace Harassment, 2012).

Hoel dan Cooper (2000) juga menyatakan bahwa bullying

merupakan suatu kondisi yang mana seorang karyawan atau beberapa

karyawan secara berulang-ulang menerima perlakuan negatif dari

seseorang atau beberapa orang karyawan selama periode waktu tertentu

dan target bullying sendiri mengalami kesulitan dalam membela dirinya

sendiri atas perilaku yang diterimanya.

Peyton (2003) mendefinisikan bullying sebagai perilaku yang

negatif, menyinggung dan mengancam keamanan seseorang yang

nantinya akan mengakibatkan stres. Perilaku tersebut biasanya

bertujuan untuk menyakiti korban. Korban bullying sering tidak

menyadari bahwa mereka sedang di ganggu. Mereka sering berfikir

bahwa mereka adalah satu-satunya orang yang terus melakukan

kesalahan dan mereka biasanya menyadari bahwa ada sesuatu yang

salah dengan mereka. Mereka biasanya takut untuk melaporkan hal

(38)

Berdasarkan penjelasan di atas, bullying di tempat kerja merupakan

segala bentuk perilaku yang bersifat negatif yang dilakukan secara

berulang-ulang, sistematis, dan ditujukan kepada seorang karyawan

atau sekelompok karyawan yang mana perilaku tersebut bertujuan

untuk membuat korban tersakiti dan keluar dari pekerjaannya, perilaku

tersebut dimulai dari menyebarkan rumor sampai melakukan tindakan

yang berbahaya pada target bullying yang nantinya semua perilaku itu

dapat mengancam keselamatan dan kesehatan korban.

2. Pihak-pihak yang terlibat didalam bullying

Pihak-pihak yang terlibat dalam bullying ada tiga (Johnson &

Johnson, 2007), yaitu: (i) Bully, yaitu orang yang terus menerus

melakukan perilaku bullying contohnya seperti menyakiti secara verbal

maupun non verbal. (ii) Victim, yaitu target yang dikenakan perilaku

bullying dan (iii) Bystanders, yaitu korban yang menyaksikan terjadinya

perilaku bullying.

3. Indikator Perilaku Bullying

Dalam penelitian ini alat yang digunakan untuk mengukur bullying

adalah NAQ-R yang dikembangkan oleh Einarsen, Hoel & Notelaers,

(2009). Einarsen, Hoel & Notelaers (2009) menyatakan bahwa NAQ-R

(39)

mengukur satu persatu dari indikatornya. Einarsen, Hoel & Notelaers

(2009) menyatakan bahwa terdapat tiga Indikator bullying :

a. Work-related bullying: Perilaku atau tindakan negatif yang terkait

dengan pekerjaan. Perilaku ini juga merupakan perilaku yang

menimbulkan kesulitan saat melaksanakan pekerjaan. Seperti

memberikan tugas dengan deadline yang tidak memungkinkan,

memberikan tugas diluar kemampuan korban, dan lain-lain.

b. Person-related bullying: Perilaku atau tindakan negatif yang terkait

dengan target. Seperti menyebarkan gosip mengenai korban,

mengejek korban, dan lain-lain.

c. Physical intimidation bullying : Perilaku atau tindakan negatif yang

berkaitan dengan intimidasi fisik. Contohnya, memberikan perilaku

intimidasi seperti mendorong, menunjuk-nunjuk korban, atau

menghalangi jalannya, dan lain-lain.

.

4. Dampak bullying

Setiap individu akan bereaksi secara berbeda terhadap bullying.

Reaksi yang dialami korban bullying pada umumnya (Bullying At

Work: A Guide For Employees, 2009; Oade, 2009):

a. Cemas, panik dan susah tidur.

b. Mengalami gangguan konsentrasi dan gangguan dalam membuat

keputusan.

(40)

d. Merasa terisolasi.

e. Mengalami resiko bunuh diri.

f. Depresi.

g. Mengalami penurunan harga diri.

h. Mengalami keluhan fisik seperti mual-mual, sakit kepala, dan sakit

punggung.

i. Marah tanpa alasan yang jelas.

C. Pengaruh Bullying Di Tempat Kerja Terhadap Burnout Pada Kayawan Menurut hasil studi Cordes & Dougherty (1993), burnout dapat

memberikan dampak negatif terhadap pekerja antara lain penurunan kinerja

pekerja, penurunan kepuasan kerja, peningkatan tingkat absen dan juga

turnover. Dampak-dampak ini nantinya akan mempengaruhi produktifitas

perusahaan (Cordes & Dougherty, 1993; Advani, Sarang, Kumar, & Rohtas,

2005).

Menurut Caputo (1991), banyak sekali faktor-faktor yang dapat turut

menyebabkan burnout diantaranya yaitu idealisme yang tinggi,

overcommitment, single mindedness, kurangnya kontrol dalam bekerja,

banyak berhadapan dengan publik, peran ambigu, beban kerja berlebihan

yang diberikan secara terus menerus dan kurangnya personal support

(Caputo, 1991; Sedjo, 2005). Lovell & Lee (2011), menyatakan bahwa

burnout dapat juga merupakan hasil dari bullying di tempat kerja (Lovell &

(41)

Bullying memiliki konsekuensi yang merugikan bagi korbannya. Korban

bullying dilaporkan menghasilkan masalah psikologis seperti

ketidakberdayaan (Mathiesen & Einarsen, 2004; Mikkelsen & Einarsen,

2002; Aydin, 2012) dan masalah kesehatan fisik seperti sakit kepala dan

insomnia (Workplace Bullying Institute, 2012). Masalah psikologis seperti

ketidakberdayaan serta masalah kesehatan fisik seperti sakit kepala dan

insomnia merupakan ciri dari salah satu dimensi burnout yaitu dimensi

exhaustion (Maslach, Leiter & Schaufeli, 2001).

Selanjutnya, korban bullying dilaporkan sering tidak masuk kerja

(Agervold & Mikkelsen, 2004; Gardner, dkk, 2009) Sering tidak masuk

kerja merupakan suatu bentuk jaga jarak dari lingkungan kerja yang masuk

kedalam salah satu ciri dimensi burnout yaitu depersonalisasi. Ketika

mengalami depersonalisasi, individu akan menjaga jarak dari lingkungan

kerja (Maslach, Leiter & Schaufeli, 2001).

Selain itu, Oade (2009) juga menyatakan bahwa korban bullying dapat

mengalami penurunan harga diri yang mana individu menganggap dirinya

tidak memiliki kemampuan yang baik dalam pekerjaannya. Hal ini tentunya

mirip dengan ciri dari dimensi burnout yaitu low personal accomplishment.

Ketika mengalami low personal accomplishment mereka akan membuat

penilaian yang rendah terhadap kompetensi diri dan pencapaian

(42)

Einarsen, Hoel & Notelaers (2009) mengatakan bahwa

indikator-indikator bullying terdiri dari work-related bullying, person-related bullying

dan physical intimidation bullying.

Indikator pertama dari bullying adalah work-related bullying.

Work-related bullying dapat meliputi memberikan tugas dengan deadline yang

tidak memungkinkan dan memberikan tugas diluar kemampuan korban

(Einarsen, Hoel & Notelaers, 2009). Hal ini tentunya akan membuat

individu yang bersangkutan mengalami tekanan. Tekanan yang

terus-menerus menyerang akan menyebabkan gejala fisik dan emosional pada

korbannya (Donnellan, 2006). Contoh dari gejala yang dialami dapat berupa

frustrasi, tidak beraya, putus asa, insomnia, sinis terhadap orang-orang

dalam lingkungan kerja dan merasa tidak memiliki kompetensi diri yang

baik. Frustasi, tidak berdaya, putus asa dan insomnia merupakan beberapa

ciri dari salah satu dimensi burnout yaitu exhaustion, selanjutnya bersikap

sinis terhadap orang-orang dalam lingkungan kerja merupakan ciri dari

salah satu dimensi burnout yaitu depersonalisasi, dan merasa tidak memiliki

kompetensi diri yang baik merupakan ciri dari salah satu dimensi burnout

yaitu low personal accomplishment (Maslach, Leiter & Schaufeli, 2001).

Indikator kedua dari bullying adalah person-related bullying. Contoh dari

person-related bullying adalah menyebarkan gosip dan mengejek korban

(Einarsen, Hoel & Notelaers, 2009). Hal ini tentunya akan membuat

individu yang bersangkutan mengalami rasa sedih, tertekan, frustrasi, sakit

(43)

tertekan, frustrasi dan sakit kepala merupakan salah satu ciri dari dimensi

burnout yaitu exhaustion. Selanjutnya sinis merupakan salah satu ciri dari

dimensi burnout yaitu depersonalization, dan merasa tidak puas dengan diri

sendiri merupakan ciri dari salah satu dimensi burnout yaitu low personal

accomplishment (Maslach, Leiter, Schaufeli, 2001).

Indikator ketiga dari bullying adalah physical intimidation bullying.

Contoh dari physical intimidation bullying adalah memberikana perilaku

intimidasi seperti mendorong korban, menunjuk-nunjuk korban,

menghalangi jalannya serta memberikan ancaman kekerasan (Einarsen,

Hoel & Notelaers, 2009). Hal ini tentunya akan menimbulkan rasa tidak

berdaya, tertekan, insomnia, sinis, dan merasa tidak puas dengan

pekerjaannya. Rasa tidak berdaya, tertekan, dan insomnia merupakan salah

satu ciri dari dimensi burnout yaitu exhaustion, selanjutnya sinis merupakan

salah satu ciri dari dimensi burnout yaitu depersonalization, dan selanjutnya

merasa tidak puas dengan pekerjaannya merupakan salah satu ciri dari

dimensi burnout yaitu low personal accomplishment (Maslach, Leiter,

Schaufeli, 2001).

D. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan uraian teoritis di atas maka hipotesa yang diajukan dalam

(44)

Selain itu, terdapat tiga hipotesis lainnya yang juga ingin dibuktikan

didalam penelitian ini berkaitan dengan bullying di tempat kerja, yaitu :

1. Ada pengaruh positif work-related bullying terhadap burnout pada

karyawan. Work-related bullying dapat meningkatkan burnout pada

karyawan.

2. Ada pengaruh positif person-related bullying terhadap burnout pada

karyawan. Person-related bullying dapat meningkatkan burnout pada

karyawan.

3. Ada pengaruh positif Physical intimidation bullying terhadap burnout

pada karyawan. Physical intimidation bullying dapat meningkatkan

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif yang bersifat

korelasional. Tujuan metode penelitian korelasional adalah untuk mendeteksi

sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi

pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi. Dalam hal ini

peneliti ingin mengetahui pengaruh bullying di tempat kerja terhadap burnout

pada karyawan.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Adapun variabel yang terlibat dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel prediktor : Bullying di tempat kerja.

2. Variabel kriteria : Burnout.

B. Defenisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional variabel – variabel dalam penelitian ini adalah : 1. Bullying di tempat kerja

Bullying di tempat kerja merupakan segala bentuk perilaku negatif

yang diterima oleh pekerja secara berulang-ulang dan memberi efek

negatif seperti mengancam keselamatan dan kesehatan. Bullying di

tempat kerja di ukur dengan menggunakan skala bullying yang

(46)

dikembangkan oleh Einarsen, Hoel & Notelaers (2009). Kuisioner

NAQ-R ini disusun berdasarkan tiga indikator yang mencakup

work-related bullying, person-related bullying, dan physical intimidation

bullying (Einarsen, Hoel & Notelaers, 2009). Semakin tinggi skor skala

bullying, maka semakin tinggi pula tingkat bullying yang di terima

karyawan. Sebaliknya, semakin rendah skor skala bullying, maka

semakin rendah pula tingkat bullying yang diterima karyawan.

2. Burnout

Burnout adalah kelelahan, depersonalisasi dan pencapaian pribadi

yang rendah yang dialami pekerja sebagai hasil dari tekanan kerja

yang dialami dalam jangka waktu yang cukup lama dan tidak

terselesaikan. Burnout akan diukur melalui skala burnout yang

disusun berdasarkan dimensi-dimensi burnout dari Maslach, Leiter &

Schaufeli (2001) yaitu exhaustion, depersonalization/cynicism, dan

low personal accomplishment. Semakin tinggi skor skala burnout,

maka semakin tinggi tingkat burnout yang dialami seorang karyawan.

Sebaliknya, semakin rendah skor skala burnout, maka semakin rendah

tingkat burnout yang dialami karyawan.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut Sukmadinata (2011), populasi dapat didefinisikan sebagai

(47)

Azwar (2004), populasi dapat didefenisikan sebagai kelompok subjek yang

hendak dikenai generalisasi hasil penelitian. Populasi dalam penelitian ini

adalah karyawan yang bekerja di PT. Pertamina Medan.

Sampel penelitian merupakan suatu hal yang sangat penting

kedudukannya dalam penelitian. Dalam sebuah penelitian, sampel memiliki

peran yang sangat strategis karena pada sampel penelitian itulah data

tentang variabel penelitian yang akan diamati dapat diperoleh. Menurut

Arikunto (2006), Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.

Teknik sampling yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

non-probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak

memberi peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau

anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2013). Dalam

teknik sampling non-probability, terdapat berbagai jenis metode pemilihan

sampel lagi. Metode pemilihan sampel yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah purposive sampling yaitu pemilihan sampel didasarkan

pada ciri-ciri atau karakteristik tertentu yang dipandang mempunyai sangkut

paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui

sebelumnya (Hadi, 2000). Jumlah sampel yang akan digunakan dalam

penelitian ini sebanyak 111 orang. Adapun karakteristik sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sudah bekerja lebih dari enam bulan

(48)

D. Metode Dan Alat Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data dengan

menggunakan skala. Penggunaan skala merupakan metode untuk

mendapatkan jawaban subjektif dari subjek dengan menempatkan respon

pada titik-titik yang kontinum (Azwar, 2010). Stimulus diberikan dalam

bentuk pernyataan-pernyataan. Skala yang akan diberikan di dalam

penelitian ini merupakan skala Likert, yang menyediakan respon yang

kontinum dari respon negatif sampai dengan respon positif. Penelitian ini

menggunakan dua skala psikologis, yaitu skala bullying dan skala burnout.

1. Skala Bullying

Penyusunan skala bullying diadaptasi dari Negative Acts

Questionnaire Revised (NAQ-R) yang merupakan skala yang

dikembangkan oleh Einarsen, Hoel & Notelaers (2009). Versi asli dari

kuisioner ini diciptakan dalam bahasa Norwegia, kemudian kuisioner

ini dikembangkan dalam bahasa Inggris serta direvisi lagi (Tambur &

Vadi, 2009). Einarsen, Hoel & Notelaers (2009) menyatakan bahwa

kuisioner NAQ-R ini disusun berdasarkan tiga indikator yang

mencakup work-related bullying, seperti memberikan tugas dengan

deadline yang tidak memungkinkan, memberikan tugas diluar

kemampuan korban, dan lain-lain, person-related bullying, seperti

menyebarkan gosip mengenai korban, mengejek korban, dan lain-lain,

dan physical intimidation bullying, contohnya memberikan perilaku

(49)

menghalangi jalannya, dan lain-lain (Einarsen, Hoel & Notelaers,

2009). NAQ-R merupakan kuisioner yang terdiri dari 22 aitem yang

memuat daftar-daftar perilaku negatif dan partisipan harus merespon

seberapa sering selama 6 bulan terakhir mereka mengalami

peilaku-perilaku negatif tersebut. Skala bullying ini terdiri dari 30 aitem.

Metode skala yang digunakan adalah metode likert. Setiap aitem

meliputi lima pilihan jawaban yaitu tidak pernah, jarang, setiap bulan,

setiap minggu, dan setiap hari. Semakin tinggi skor skala bullying,

maka semakin tinggi pula tingkat bullying yang di terima karyawan.

Sebaliknya, semakin rendah skor skala bullying, maka semakin rendah

pula tingkat bullying yang diterima karyawan.

Aitem dalam skala ini memuat pernyataan favorable. Pernyataan

favorable merupakan pernyataan yang sesuai atau mendukung atribut

yang diukur (Azwar, 2012).

Tabel. 1 Blue Print Skala Bullying

No. Indikator Nomor aitem

1. Work-related bullying 1,3,14,16,18,19,20,23,24,29.

2. Person-related bullying 2,4,5,6,7,10,11,12,15,21.

3. Physical intimidation bullying 8,9,13,17,22,25,26,27,28,30.

(50)

2. Skala Burnout

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala burnout

yang terdiri dari 30 aitem. Skala ini dibuat berdasarkan

dimensi-dimensi yang dibuat oleh Maslach, Leiter & Schaufeli (2001) yaitu

exhaustion, depersonalization/cynicism, dan low personal

accomplishment. Metode skala yang digunakan adalah metode likert.

Setiap aitem meliputi lima pilihan jawaban yaitu Sangat Tidak Sesuai

(STS), Tidak Sesuai (TS), Netral (N), Sesuai (S), dan Sangat Sesuai

(SS). Semakin tinggi skor skala burnout, maka semakin tinggi tingkat

burnout yang dialami seorang karyawan. Sebaliknya, semakin rendah

skor skala burnout, maka semakin rendah tingkat burnout yang dialami

karyawan.

Aitem dalam skala ini memuat pernyataan favorable dan pernyataan

unfavorable. Pernyataan favorable merupakan pernyataan positif yang

mendukung objek sikap yang diungkap, sedangkan pernyataan

unfavorable merupakan pernyataan negatif yang tidak mendukung

(51)

Tabel. 2 Blue Print Skala Burnout

2. Depersonalization/cynicism 2,6,14,16,30 12,13,18,20,26

3. Low Personal Accomplishment 3,4,9,11,28 8,17,22,23,29

Total 15 15

E. Uji Coba Alat Ukur

Uji coba alat ukur bertujuan untuk melihat seberapa jauh alat ukur dapat

mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur dan seberapa jauh alat ukur

menunjukkan kecermatan pengukuran (Azwar, 2000).

1. Validitas Alat Ukur

Pada dasarnya, validitas berasal dari kata validity, yaitu sejauh mana

sebuah alat ukur mampu menjalankan fungsi ukurnya (Azwar, 2010).

Suatu tes atau instrumen pengukur akan dikatakan valid jika hasil

pengukurannya sesuai dengan tujuan dilakukannya pengukuran tersebut

(Azwar, 2003). Anastasi dan Urbina (1997) juga mengatakan bahwa

Sebuah alat ukur dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat

tersebut menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya dan

memberikan hasil pengukuran sesuai dengan tujuan yang dimasudkan.

Validitas yang terpenuhi dalam penelitian ini yaitu validitas isi (content

(52)

Validitas isi atau content validity, yaitu sejauh mana alat tes yang

digunakan dilihat dari segi isi adalah benar-benar mengukur apa yang

seharusnya diukur (Hadi, 2000). Anastasi & Urbina (1997), juga

menyatakan bahwa validitas isi pada dasarnya berhubungan dengan

pengujian yang sistematis terhadap isi (konten) dari tes untuk

mengetahui apakah tes tersebut secara representatif telah mencakup

konsep yang ingin diukur. Validitas isi dalam penelitian ini diperoleh

dengan bertanya kepada professional judgement, pendapat profesional

diperoleh dengan cara berdiskusi dengan dosen pembimbing.

2. Uji Daya Diskriminasi Aitem

Uji daya diskriminasi aitem digunakan untuk melihat apakah aitem

yang digunakan mampu membedakan individu yang memiliki atribut

yang diukur dan individu yang tidak memiliki atribut yang diukur.

Pengujian daya diskriminasi aitem ini dilakukan dengan komputasi

koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan skor

total tes itu sendiri dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson

Product Moment dengan bantuan program SPSS 16.0 for windows.

Nilai daya beda aitem yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0.3

sehingga hanya aitem-aitem yang memiliki nilai beda aitem di atas 0.3

(53)

3. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas alat ukur merupakan konsep sejauh mana alat ukur dapat

dipercaya dan konsisten (Azwar, 2010). Reliabilitas mengacu kepada

keterpercayaan atau konsistensi hasil ukur, yang mengandung makna

seberapa tinggi kecermatan pengukuran (Azwar, 2012).

Uji reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

pendekatan konsistensi internal berupa koefisien Cronbach alpha.

Metode ini menguji konsistensi tes antaraitem atau antarbagian. Sebuah

tes dikatakan reliabel apabila konsistensi di antara

komponen-komponen yang membentuk tes tinggi. Dalam Azwar (2010),

reliabilitas dapat dikatakan memuaskan apabila koefisien

konsistensinya mencapai 0,9. Dalam penelitian ini, perhitungan

koefisien reliabilitas akan dilakukan secara komputasi.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap Persiapan Penelitian

Pertama-tama peneliti akan membuat konstruksi alat ukur yang

terdiri dari skala bullying dan skala bunout yang akan dimulai dengan

membuat blue-print terlebih dahulu. Skala bullying terdiri dari 30 item

dan skala burnout terdiri dari 30 item. Skala akan di buat dalam model

likert. Setiap respon terdiri dari 5 alternatif pilihan jawaban. Setelah

(54)

Setelah alat ukur selesai dibuat, peneliti meminta bantuan

professional judgement untuk menganalisis aitem-aitem yang telah

dibuat. Selanjutnya peneliti akan mendatangi pihak perusahaan dan

meminta izin dari pihak perusahaan untuk melakukan penelitian.

Setelah di beri izin peneliti akan langsung mengurus surat dari pihak

Fakultas Psikologi USU lalu mengantarkan surat itu kepada pihak

perusahaan. Pada saat mengantarkan surat izin ke pihak perusahaan

peneliti akan membicarakan mengenai teknik sampling yang akan

digunakan, karakteristik sampel yang dibutuhkan dan jumlah sampel

yang akan digunakan dalam penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap ini peneliti akan melakukan try out. Penelitian ini

menggunakan try out terpakai. Menurut Hadi (2000), tryout atau uji

coba terpakai hasil uji cobanya langsung digunakan untuk menguji

hipotesis penelitian dan tentu saja hanya data dari butir-butir yang sahih

saja yang dianalisis. Tryout terpakai memiliki kelemahan yaitu jika

terlalu banyak butir yang gugur dan terlalu sedikit butir yang bertahan,

peneliti tidak lagi mempunyai kesempatan untuk merevisi instrumen

atau kuesionernya sedangkan kelebihannya adalah peneliti tidak perlu

membuang-buang waktu, tenaga dan biaya hanya untuk keperluan uji

coba semata (Hadi, 2000). Dalam pengambilan data, skala akan

Gambar

Tabel. 1  Blue Print Skala Bullying
Tabel. 2  Blue Print Skala Burnout
Tabel. 4 Distribusi Aitem Skala Burnout Setelah Uji Coba
Tabel 5. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Di samping tiga model pembelajaran di atas, di SMK dapat digunakan modelProduction Based Training (PBT) untuk mendukung pengembangan Teaching Factory pada mata pelajaran pengembangan

Hasil penelitian ini adalah Strategi yang digunakan oleh KSPPS BMT AL-Hikmah dalam pengembangan mutu sumber daya manusia adalah pemberian motivasi, pelatihan

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif di mana peserta didik belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan

Tujuan dari Penelitian Tindakan Kelas ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika bilangan pecahan melalui model pembelajaran the learning cell

Kategori perusahaan kedua belum menginstall suatu himpunan lengkap enterprise software (walaupun mungkin sudah menginstall beberapa modul ES). Perusahaan ini kami

tagauttgrya Kemegraa ParHdanrnt k*- 32 C «a-Aaia 1974 bulan Eonmbtr yang. akan datang

yang dikonsumsi dan semakin besar jumlah kalori junk food yang dikonsumsi maka semakin tinggi kajadian obesitas. Hal ini menyatakan bahwa perilaku konsumsi junk food pada

Sejatinya Payakumbuh merupakan kota kecil yang berpotensi untuk berkembang menjadi kota menengah dengan Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten 50 Kota