PENGARUH BULLYING DI TEMPAT KERJA TERHADAP BURNOUT PADA KARYAWAN
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan
Ujian Sarjana Psikologi
Oleh:
CITRA WAHYUNI
111301109
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan
sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:
Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Burnout pada karyawan
adalah hasil karya sendiri dan belum pernah disiapkan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penelitian skripsi ini saya kutip dari
hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi
ini, maka saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara sesuai peraturan yang berlaku.
Medan, April 2015
Citra Wahyuni
Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Burnout Pada Karyawan Citra Wahyuni & Zulkarnain
Abstrak
Perubahan yang dilakukan oleh organisasi akan meningkatkan tuntutan pekerjaan dan persaingan di tempat kerja. Adanya persaingan kerja yang kurang sehat antara sesama rekan kerja merupakan suatu kondisi lingkungan kerja psikologis yang dapat mempengaruhi munculnya burnout pada diri karyawan. Burnout terjadi karena adanya tekanan. Tekanan yang dialami karyawan dalam jangka waktu yang lama dengan intensitas yang cukup tinggi akan mengakibatkan karyawan yang bersangkutan mengalami burnout. Salah satu fenomena yang dapat memunculkan tekanan adalah bullying ditempat kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bullying ditempat kerja terhadap burnout pada karyawan. Partisipan yang dilibatkan dalam penelitian ini berjumlah 111 orang karyawan PT. Pertamina Medan dan di pilih melalui teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala bullying di tempat kerja dan skala burnout. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan metode simple regression analysis dan hasil penelitian menunjukkan bahwa bullying di tempat kerja memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap burnout (R2= 0,328; F= 53.211; p = 0,000). Bullying di tempat kerja memberikan sumbangan terhadap burnout sebesar 32,8%. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ketiga indikator bullying di tempat kerja yaitu work-related bullying, person-related bullying, dan physical intimidation bullying memiliki pengaruh positif terhadap burnout. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai bagaimana bullying ditempat kerja dapat mempengaruhi burnout pada karyawan dan agar pihak perusahaan dapat menindaklanjuti bullying yang terjadi di perusahaan tersebut.
The Influence of Workplace Bullying toward Burnout among Employees Citra Wahyuni & Zulkarnain
Abstract
Changes in an organization will increase the job demand and competition among employees in workplace. Unhealthy work competition among coworkers is a psychological work environment that can affect burnout to occur. Burnout can happens because of pressure. Long term and intense pressure experienced by the employee may occur burnout. One of the phenomena that can bring pressure is workplace bullying. This research aimed to determine the influence of workplace bullying toward burnout among employees. This research involved 111 employees at PT Pertamina Medan and was selected through purposive sampling technique. Data were collected using bullying scale and burnout scale. Data were analyzed by simple regression analysis and the result showed that workplace bullying has a positive significant influence toward burnout (R2= 0,328; F= 53.211; p = 0,000). Workplace bullying contributed 32.8% to burnout. This research also showed that three indicators of bullying namely work-related bullying, person related bullying and physical intimidation bullying positively influence toward burnout. The results of this study are expected to provide an
understanding of how workplace bullying influences employees’ burnout so the
organization can follow up the bullying that happens in the company.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat hidayat serta ridho-Nya kepada saya sehingga saya
dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Burnout Pada Karyawan”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bullying di tempat kerja terhadap burnout pada
karyawan.
Peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan dukungan, bantuan, dorongan semangat, bimbingan, serta saran
selama peneliti menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini peneliti ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi USU atas
dukungan yang telah diberikan demi kesuksesan seluruh .mahasiswa
Fakultas Psikologi USU.
2. Bapak Zulkarnain, Ph.D., psikolog selaku dosen pembimbing skripsi
peneliti. Terima kasih atas bimbingan, arahan, dorongan semangat, dan
dukungannya selama ini sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
3. Bapak Ferry Novliadi M.Si., selaku dosen pembimbing akademik peneliti.
Terima kasih atas bimbingan, arahan, dorongan semangat, dan
dukungannya selama ini.
4. Keluarga peneliti, khususnya kedua orang tua tercinta yang selalu
peneliti yang terus menerus memberikan dukungan kepada peneliti selama
penulisan skripsi.
5. Sahabat terbaik yaitu Wahyu Habibie dan semua teman-teman Fakultas
Psikologi USU yang selalu memberikan masukkan-masukkan dan
dorongan untuk menyelesaikan skripsi dengan baik.
6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi USU. Terima kasih untuk ilmu yang
sudah bapak dan ibu ajarkan kepada peneliti.
7. Para staf dan pegawai di Fakultas Psikologi USU. Terima kasih atas
pelayanan yang baik buat para mahasiswa Fakultas Psikologi USU.
Sebagai seseorang yang masih dalam proses belajar, peneliti menyadari bahwa
skripsi ini masih jauh dari kata kata sempurna yang dikarenakan oleh keterbatasan
kemampuan, pengalaman, dan pengetahuan yang dimiliki peneliti. Oleh karena
itu, peneliti mengharapkan segala kritik dan saran yang merupakan masukan bagi
peneliti untuk menyempurnakan skripsi ini.
Akhir kata peneliti mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat.
Medan, 17April 2015
Peneliti,
Citra Wahyuni
DAFTAR ISI
halaman LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN... i
ABSTRAK... ii
ABSTRACT... iii
KATA PENGANTAR... iv
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GRAFIK... xii
DAFTAR LAMPIRAN...xiii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah... 8
C. Tujuan Penelitian... 8
D. Manfaat Penelitian... 8
E. Sistematika Penulisan... 9
BAB II LANDASAN TEORITIS... 11
A. Burnout... 11
1. Definisi Burnout...11
2. Dimensi Burnout... 12
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Burnout... 15
B. Bullying di Tempat Kerja... 21
1. Definisi Bullying... 21
2. Pihak-pihak yang terlibat didalam Bullying... 23
3. Indikator perilaku Bullying... 23
4. Dampak Bullying... 24
C. Pengaruh Bullying di tempat kerja terhadap burnout...25
D. Hipotesa Penelitian... 28
BAB III METODE PENELITIAN... 30
A. Identifikasi Variabel Penelitian... 30
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian... 30
1. Bullying di Tempat Kerja... 30
2. Burnout... 31
C. Populasi dan Sampel Penelitian... 31
D. Metode dan Alat Pengumpulan Data... 33
1. Skala Bullying... 33
2. Skala Burnout... 35
E. Uji Coba Alat Ukur... 36
1. Validitas Alat Ukur... 36
2. Uji Daya Diskriminasi Item... 37
3. Reliabilitas Alat Ukur...38
1. Tahap Persiapan Penelitian... 38
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian... 39
3. Tahap Pengolahan Data... 40
G. Metode Analisis Data... 40
1. Uji Normalitas... 40
2. Uji Linearitas... 41
H. Hasil Uji Coba Alat Ukur... 41
1. Hasil Uji Coba Skala Bullying... 41
2. Hasil Uji Coba Skala Burnout... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 43
A. Gambaran Umum Subjek Penelitian... 43
1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin... 43
2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia... 44
3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pernikahan 45 4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Bekerja... 46
B. Hasil Penelitian... 47
1. Hasil Uji Asumsi ... 47
a. Uji Normalitas ... 47
b. Uji Linearitas ... 48
2. Hasil Utama Penelitian... 49
b. Koefisien Determinasi... 51
c. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik... 52
1.Nilai Empirik dan Hipotetik Bullying.... 52
2.Nilai Empirik dan Hipotetik Burnout... 53
d. Kategorisasi Data Penelitian... 55
1.Kategorisasi Bullying di tempat kerja... 55
2.Kategorisasi Burnout... 56
e. Tambahan Hasil Penelitian... 57
C. Pembahasan... 65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 71
A. Kesimpulan... 71
B. Saran... 72
1. Saran Metodologis... 72
2. Saran Praktis... 73
DAFTAR TABEL
Tabel 1.Blueprint Skala Bullying... 34
Tabel 2.Blueprint Skala Burnout... 36
Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Bullying Setelah Uji Coba... 42
Tabel 4. Distribusi Aitem Skala Burnout Setelah Uji Coba... 42
Tabel 5. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin... 43
Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia... 44
Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pernikahan... 45
Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Bekerja... 46
Tabel 9. Uji Linearitas Variabel Bullying dan Burnout... 49
Tabel 10. Hasil Analisis Regresi Sederhana... 50
Tabel 11. Hasil Analisis Regresi Sederhana... 50
Tabel 12. Koefisien Determinasi... 51
Tabel 13. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik bullying... 53
Tabel 14. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik burnout... 54
Tabel 15. Norma Kategorisasi bullying di tempat kerja... 55
Tabel 16. Norma Kategorisasi bullying di tempat kerja... 55
Tabel 17. Norma Kategorisasi burnout... 56
Tabel 18. Norma Kategorisasi Burnout... 57
Tabel 19. Hasil Analisis Regresi Sederhana... 58
Tabel 20. Hasil Analisis Regresi Sederhana... 59
Tabel 21. Koefisien Determinasi... 60
Tabel 22. Hasil Analisis Regresi Sederhana... 60
Tabel 24. Koefisien Determinasi... 62
Tabel 25. Hasil Analisis Regresi Sederhana... 63
Tabel 26. Hasil Analisis Regresi Sederhana... 64
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A
1. Reliabilitas & Daya Beda Aitem Skala Bullying 2. Reliabilitas & Daya Beda Aitem Skala Burnout
Lampiran B
1. Data Mentah Subjek Penelitian Pada Skala Bullying 2. Data Mentah Subjek Penelitian Pada Skala Burnout
Lampiran C
1. Uji Normalitas 2. Uji Linearitas
3. Pengaruh Bullying di tempat kerja terhadap Burnout pada karyawan. 4. Pengaruh Indikator-indikator Bullying di tempat kerja terhadap burnout
pada karyawan.
Lampiran D
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan yang dilakukan oleh organisasi akan meningkatkan tuntutan
pekerjaan dan persaingan di tempat kerja. Persaingan kerja dapat berupa
persaingan kerja yang sehat dan tidak sehat. Adanya persaingan kerja yang
kurang sehat antara sesama rekan kerja merupakan suatu kondisi lingkungan
kerja psikologis yang dapat mempengaruhi munculnya burnout pada diri
karyawan (Rizka, 2013). Burnout merupakan suatu respon yang disebabkan
oleh masalah emosional yang kronis dan tekanan dalam hubungan
interpersonal dipekerjaan yang terdiri dari emotional exhaustion,
depersonalization, dan low personal accomplishment (Maslach, Leiter &
Schaufeli, 2001; Sedjo, 2005). Emotional exhaustion merupakan penentu
utama kualitas burnout, dikatakan demikian karena perasaan lelah
mengakibatkan seseorang merasa kehabisan energi dalam bekerja sehingga
timbul perasaan enggan untuk melakukan pekerjaan baru dan enggan untuk
berinteraksi dengan orang lain sedangkan depersonalization, ditandai
dengan kecenderungan individu meminimalkan keterlibatannya dalam
pekerjaan bahkan kehilangan idealismenya dalam bekerja dan low personal
accomplishment yang merupakan kecenderungan memberikan evaluasi
kemampuannya bekerja, sehingga setiap pekerjaan dianggap sebagai beban
yang berlebihan (Maslach, Leiter & Schaufeli, 2001; Asi, 2013).
Terdapat beberapa pernyataan yang mengungkapkan bahwa burnout
cenderung terjadi pada orang yang bekerja dalam bidang human services.
Greenberg & Valletutti (2003) menyatakan bahwa burnout seringkali
dialami oleh orang-orang yang bekerja di bidang pelayanan sosial seperti
perawat, guru, pekerja sosial, polisi, pengacara, konselor, dan pendeta.
Wulandari (2013), juga menyatakan bahwa burnout banyak terjadi pada
karyawan human service, yaitu orang-orang yang bekerja pada bidang yang
berkaitan langsung dengan banyak orang dan melakukan pelayanan kepada
masyarakat umum. Resiko terjadinya burnout pada pekerja bidang
pelayanan sosial disebabkan karena pekerja pada bidang sosial memiliki
keterlibatan langsung dengan objek kerja atau kliennya dan selama proses
pemberian pelayanan, pekerja mengalami situasi yang kompleks dan
mendapatkan beban emosional, seperti menangani klien yang tidak
kooperatif, dan berhubungan dengan penderitaan pasien. Berhadapan
terus-menerus dengan hal seperti itu dapat membuat pekerja menjadi rentan
terhadap burnout (Ema, 2004). Burnout juga dapat terjadi pada pekerja non
human service. Burnout tidak hanya terjadi pada seseorang yang berprofesi
sebagai pekerja pemberi layanan saja, burnout juga banyak ditemukan di
berbagai pekerjaan lain yaitu dalam bidang organisasi maupun industri. Hal
ini terjadi karena setiap manusia tentu mengalami tekanan-tekanan dalam
Burnout muncul sebagai tanggapan dari tekanan kerja yang berlebihan.
tekanan kerja yang berlebihan, berulang, dan sulit diatasi akan
menghantarkan individu untuk mengalami kondisi yang lebih buruk dimana
muncul apatisme, sinisme, frustrasi, dan berkembangnya penarikan diri
(Widiastuti & Astuti, 2008). Selanjutnya, Lailani (2012) juga menyatakan
bahwa burnout dapat membuat kondisi fisik, emosional, dan mental
individu menjadi memburuk. Selain berdampak pada diri sendiri, burnout
juga berdampak pada organisasi. Burnout akan menyebabkan berkurangnya
kepuasan kerja karyawan, memburuknya kinerja karyawan, dan
produktifitas karyawan menjadi rendah yang akhirnya akan membawa
dampak yang buruk pada kinerja perusahaan (Andarika, 2004; Dam, Ger,
Mare, Verbraak, Paul, Eling, & Eni, 2012).
Berdasarkan survey dari careerbuilder.com pada tahun 2007 dilaporkan
77 persen dari pekerja Amerika merasakan burnout di tempat kerjanya
(Lorenz, 2009). Hal ini juga terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil
penelitian Wulandari (2013) mengenai burnout dan persepsi dukungan
sosial rekan kerja pada teller bank menunjukkan bahwa teller bank yang
mengalami burnout dengan kategori tinggi sebanyak 68% karyawan
(Wulandari, 2013). Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Hardiyanti
(2013) tentang burnout ditinjau dari big five factors personality pada
karyawan kantor pos pusat Malang menunjukkan bahwa 45% karyawan
Sumber atau penyebab terjadinya burnout yaitu kelebihan beban kerja,
kurangnya kontrol, sistem imbalan yang tidak memadai, hilangnya keadilan,
dan konflik nilai (Maslach & Leiter, 1997; Nurjayadi, 2004). Adawiyah
(2013), juga menyatakan bahwa kecenderungan burnout dapat dipengaruhi
oleh faktor internal dan eksternal individu. Faktor internal antara lain
adalah kecerdasan emosional (EQ). Sedangkan faktor eksternal yang dapat
mempengaruhi burnout adalah lingkungan kerja. Sisi negatif dari
lingkungan kerja yang dapat menimbulkan burnout adalah hubungan
dengan rekan kerja yang buruk yang di warnai dengan konflik, saling tidak
percaya, dan saling bermusuhan (Hariyadi, 2006). Salah satu masalah
mengenai konflik di tempat kerja adalah bullying (Clifford, 2006).
Bullying yang terjadi di tempat kerja merupakan tindakan negatif yang
terus menerus diberikan kepada seseorang atau beberapa orang karyawan
sehingga akan mengakibatkan perasaan tidak berdaya dan tekanan
psikologis pada korban yang kemudian akan mempengaruhi perilaku
kerjanya (Rudi, 2010). Contoh perilaku bullying yaitu mengejek,
mengucilkan, menyebarkan rumor, menakuti, mengancam, menindas, atau
menyerang secara fisik seperti mendorong, menampar dan memukul (Rudi,
2010). Bullying dalam konteks pekerjaan dapat dilakukan oleh semua orang
yang bekerja di dalam organisasi mulai dari atasan, bawahan sampai teman
sekerja dan juga dapat dilakukan oleh pihak dari luar organisasi yaitu client
atau pelanggan (Bullying at Work: A Guide for Employees, 2009). Bullying
direksi sampai dengan karyawan dengan level yang paling rendah (Gardner,
Bentley, Catley, Cooper-Thomas, O'Driscoll, & Trenberth, 2009).
Fenomena bullying merupakan fenomena yang sedang menjadi pusat
perhatian para peneliti, pendidik, pihak organisasi perlindungan, dan tokoh
masyarakat (Rudi, 2010). National workplace bullying survey mengadakan
sebuah survey yang di mulai pada pertengahan Maret 2005 sampai Mei
2006 pada korban-korban bullying di UK dan melaporkan bahwa 60%
responden menyatakan bahwa bullying yang mereka alami di tempat kerja
telah mempengaruhi kualitas kerja mereka, 51% responden menyatakan
bahwa bullying di tempat kerja menyebabkan mereka sering tidak masuk
kerja, 50,2% responden mengatakan bahwa mereka sudah di bully lebih dari
satu tahun, dan 22,7% mengatakan bahwa mereka sudah di bully selama
enam sampai dua belas bulan (Donnellan, 2006). Hal ini juga sudah menjadi
pembahasan di Indonesia. Kasus bullying di Indonesia juga sudah menjadi
pusat perhatian publik karena banyak korban bullying yang telah melakukan
usaha bunuh diri dan juga banyak korban yang akhirnya bunuh diri (Jakarta
Globe, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Alison & Chris (2004) menemukan
bahwa korban bullying dapat mengalami tekanan. Perry & Potter (2005),
menyatakan bahwa setelah periode tekanan berkepanjangan yang berkaitan
dengan pekerjaan, maka individu akan mengalami kondisi penurunan energi
mental atau fisik yang mana keadaan ini disebut burnout (Perry & Potter,
adalah hasil psikologis dan fisik yang parah akibat tekanan yang terus
menerus dialami di tempat kerja. Penelitian yang di lakukan oleh Einarsen
& Raknes (1997) dan Zapf & Knorz (1996), juga menunjukkan bahwa
bullying di tempat kerja dapat meningkatkan keluhan-keluhan psikologis
dan burnout pada karyawan (Einarsen & Raknes, 1997; Zapf & Knorz,
1996; Vartia, 2001).
Berdasarkan beberapa hasil dari penelitian, ditemukan bahwa bullying
memiliki hubungan dengan burnout. Hasil penelitian Fei (2010) menyatakan
bahwa bullying di tempat kerja secara signifikan berhubungan positif
dengan Burnout. Trepanier, Fernet & Austin (2013) juga menyatakan bahwa
bullying di tempat kerja berhubungan positif dengan burnout.
Einarsen, Hoel & Notelaers (2009) mengatakan bahwa
indikator-indikator bullying terdiri dari work-related bullying, person-related bullying
dan physical intimidation bullying.
Indikator pertama dari bullying adalah work-related bullying.
Korban-korban yang merasakan work-related bullying mendeskripsikan tempat kerja
mereka sebagai tempat yang kompetitif, tidak ramah, dan banyak terjadi
konflik interpersonal (Seigne, 1998). Tentunya kondisi kerja tersebut tidak
diinginkan dan tidak sesuai dengan harapan karyawan. Putra & Mulyadi
(2010), memaparkan bahwa burnout biasanya disebabkan oleh situasi kerja
yang tidak mendukung atau tidak sesuai dengan kebutuhan dan harapan.
Indikator kedua dari bullying adalah person-related bullying. Bullying
saling menyerang self-image satu sama lainnya, sering sekali
dikarakteristikkan dengan keterlibatan emosional yang intens (Einarsen,
1999). Burnout yaitu suatu keadaan dimana individu mengalami kelelahan
fisik, mental dan emosional yang terjadi karena tekanan yang dialami dalam
dalam jangka waktu yang cukup lama dalam situasi yang menuntut
keterlibatan emosional yang cukup tinggi (Adawiyah, 2013).
Indikator ketiga dari bullying adalah physical intimidation bullying.
Contoh physical intimidation bullying diantaranya adalah memberikan
perilaku intimidasi seperti mendorong, menunjuk-nunjuk korban,
menghalangi jalannya, memberikan ancaman kekerasan dan lain-lain
(Einarsen, Hoel & Notelaers, 2009). Dari pernyataan ini korban yang
mengalami physical intimidation bullying tentunya akan secara rutin berada
pada suatu situasi yang menuntut keterlibatan emosional yang tinggi yang
mana korban akan sering mengalami rasa cemas, rasa takut, dan kemarahan.
Leatz & Stoler (1993) menyatakan bahwa salah satu hal yang dapat
menimbulkan burnout adalah ketika seseorang harus secara rutin
menghadapi situasi yang menuntut keterlibatan emosional yang tinggi.
Penelitian mengenai bullying di tempat kerja dan burnout juga sudah
banyak dilakukan pada pekerja human service contohnya penelitian yang
dilakukan oleh Trapanier, Fernet & Austin (2013) pada perawat, penelitian
Einarsen, Mathieson & Skogstad (1998) pada perawat dan Chipps,
Stelmaschuk, Albert, Bernhard & Holloman (2013) yang meneliti mengenai
kesehatan seperti ahli bedah dan lain-lain. Dari pernyataan-pernyataan di
atas maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai bullying di tempat kerja
dan burnout dengan melibatkan subjek-subjek yang bekerja dibidang non
human service juga.
Dari penjelasan di atas peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh
bullying ditempat kerja terhadap burnout pada karyawan.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh
bullying di tempat kerja terhadap burnout pada karyawan ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bullying
di tempat kerja terhadap burnout pada karyawan.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data-data empiris yang
berkaitan dengan bullying di tempat kerja dan burnout.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pengetahuan yang bermanfaat bagi ilmu psikologi, khususnya
dalam bidang Psikologi Industri dan Organisasi mengenai bullying
2. Manfaat Praktis
Manfaat Praktis dalam penelitian ini adalah bagi pihak perusahaan
dapat mengetahui tingkat burnout dan bullying yang terjadi di
perusahaan tersebut sehingga dapat menanganinya.
E. Sistematika Penulisan
Penelitian ini disajikan dengan sistematika penelitian sebagai berikut:
1. BAB I : Pendahuluan
Bab ini menyajikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian yang terdiri dari manfaat teoritis dan
manfaat praktis dan sistematika penulisan yang terdiri dari sistematika
penulisan bab satu, dua, tiga, empat, dan lima.
2. BAB II : Tinjauan Pustaka
Bab ini menyajikan teori-teori kepustakaan yang digunakan sebagai
landasan dalam penelitian, antara lain teori mengenai burnout dan
bullying di tempat kerja. Teori burnout terdiri dari definisi burnout,
dimensi burnout, gejala burnout, dan faktor-faktor yang mempengaruhi
burnout. Sedangkan teori bullying di tempat kerja terdiri dari definisi
bullying, pihak-pihak yang terlibat didalam bullying, indikator perilaku
bullying dan dampak bullying. Selain itu bab ini juga menyajikan
pengaruh bullying di tempat kerja terhadap burnout pada karyawan dan
3. BAB III : Metode Penelitian
Bab ini menjabarkan mengenai metode penelitian yang berisi tentang
identifikasi variabel penelitian yang terdiri dari variabel prediktor dan
variabel kriteria, defenisi operasional variabel penelitian yang terdiri
dari bullying di tempat kerja dan burnout, populasi dan sampel
penelitian, metode dan alat pengumpulan data yang terdiri dari skala
bullying dan skala burnout, uji coba alat ukur yang tediri dari validitas
alat ukur, uji daya diskriminasi aitem dan reliabilitas alat ukur, prosedur
pelaksanaan penelitian yang terdiri dari tahap persiapan penelitian,
tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap pengolahan data dan metode
analisis data serta hasil uji coba alat ukur.
4. BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini menjabarkan mengenai hasil penelitian dan pembahasan
yang berisi gambaran umum subjek penelitian yang terdiri dari
gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, status
pernikahan dan masa bekerja, selanjutnya berisi mengenai hasil
penelitian yang terdiri dari hasil uji asumsi dan hasil utama penelitian,
serta berisi tentang pembahasan.
5. BAB V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini menjabarkan mengenai kesimpulan dan saran penelitian.
Kesimpulan berisi mengenai hasil utama apa saja yang didapatkan dari
penelitian dan saran berisi mengenai saran metodologis dan saran
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Burnout
1. Definisi Burnout
Istilah burnout pertama kali diperkenalkan oleh Freudenberger pada
tahun 1973 (Farber, 1991; Widiyanti, Yulianto & Purba, 2007). Burnout
dapat terjadi diantara karyawan yang tidak mampu mengatasi tekanan
pekerjaan yang luas yang menuntut energi, waktu, dan sumber daya,
burnout juga dapat terjadi diantara karyawan yang bekerja di bidang
pelayanan, serta dapat terjadi karena situasi kerja yang tidak sesuai
dengan kebutuhan dan harapan (Rizka, 2013).
Burnout merupakan sindrom psikologis yang merupakan reaksi
individu terhadap tekanan pekerjaan yang berkepanjangan (Maslach &
Leiter, 1997; Lorensya & Wirawan, 2009). Putra & Mulyadi (2010),
memaparkan bahwa burnout adalah kondisi seseorang yang terkuras
habis dan kehilangan energi psikis maupun fisik yang dialami dalam
bentuk kelelahan fisik, mental, dan emosional. Biasanya hal itu
disebabkan oleh situasi kerja yang tidak mendukung atau tidak sesuai
dengan kebutuhan dan harapan.
Burnout didefinisikan oleh Leatz & Stoler (1993) sebagai kelelahan
fisik, mental, dan emosional yang terjadi karena tekanan yang dialami
keterlibatan emosional yang tinggi, dan ditambah dengan tingginya
standar keberhasilan pribadi (Leatz & Stoler, 1993; Zulkarnain, 2011).
Burnout juga merupakan sindrom yang terdiri dari emotional
exhaustion, depersonalization, reduce personal accomplishment yang
terjadi diantara individu-individu yang melakukan pekerjaan yang
memberikan pelayanan kepada orang lain dan sejenisnya (Maslach &
Jackson, 1986; Jansen, dkk, 1996).
Berdasarkan beberapa definisi tokoh di atas, dapat disimpulkan
bahwa burnout adalah suatu kondisi dimana individu mengalami
kelelahan emosional, depersonalisasi dan penurunan pencapaian pribadi
yang merupakan hasil dari ketidakmampuan individu dalam mengatasi
tekanan kerja yang dialami dalam waktu yang cukup lama.
2. Dimensi Burnout
Burnout dapat dijabarkan ke dalam tiga dimensi (Maslach, Leiter &
Schaufeli, 2001) yaitu :
a. Exhaustion. Ketika mengalami exhaustion, individu akan
merasakan energinya seperti terkuras habis dan ada perasaan
“kosong” yang tidak dapat diatasi lagi. Pada dimensi ini, akan
muncul perasaan lelah berkepanjangan baik secara emosional
(bosan, sedih, tertekan, frustrasi, putus asa, dan tidak berdaya),
mental (tidak berharga, rasa gagal, dan lain-lain), dan fisik (sakit
menyatakan lelah secara fisik dapat meliputi sakit kepala, susah
tidur, demam, sakit punggung, rentan terhadap penyakit, tegang
pada otot leher dan bahu, mual-mual, gelisah dan perubahan
kebiasaan makan (Pines & Aroson, 1989; Amelia & Zulkarnain,
2005).
b. Depersonalization/cynicism. Dimensi ini merupakan
perkembangan dari dimensi kelelahan. Depersonalisasi adalah
coping (proses mengatasi ketidakseimbangan antara tuntutan
dengan kemampuan individu) yang dilakukan individu untuk
mengatasi kelelahan. Perilaku ini juga merupakan upaya untuk
melindungi diri dari perasaan kecewa, karena penderitanya
menganggap bahwa dengan berperilaku seperti itu maka mereka
akan aman dan terhindar dari ketidakpastian dalam bekerja.
Gambaran dari depersonalisasi adalah adanya sikap sinis terhadap
orang-orang yang berada dalam lingkup pekerjaan, menjaga jarak
dari lingkungan kerja, dan cenderung menarik diri serta
mengurangi keterlibatan diri dalam bekerja
c. Low Personal Accomplishment. Dimensi ini ditandai dengan
adanya perasaan tidak puas terhadap diri sendiri, pekerjaan bahkan
terhadap kehidupannya. Selain itu mereka juga merasa belum
melakukan hal-hal yang bermanfaat dalam hidupnya yang akan
memicu timbulnya penilaian rendah terhadap kompetensi diri dan
mampu melakukan tugas dan menganggap tugas-tugas yang
dibebankan terlalu berlebihan sehingga tidak sanggup lagi
menerima tugas baru.
Berdasarkan uraian di atas maka dimensi burnout adalah exhaustion,
depersonalization, dan low personal accomplishment.
3. Gejala Burnout
Smith, Segal, & Segal (2014), menyatakan bahwa terdapat beberapa
gejala burnout secara umum. Gejala burnout ini dapat digunakan
sebagai tanda peringatan bahwa ada sesuatu yang salah yang perlu
ditangani. Gejala burnout, yaitu :
a. Gejala fisik
1. Merasa lelah dan terkuras energinya.
2. Menurunnya kekebalan tubuh, sering sakit-sakitan seperti sakit
kepala, nyeri punggung, nyeri otot, flu, dan lain sebagainya.
3. Perubahan nafsu makan dan susah tidur.
b. Gejala emosional
1. Merasa gagal dan selalu ragu dengan kemampuan.
2. Merasa tidak berdaya dan kurang semangat.
3. Kehilangan motivasi.
4. Semakin sinis dan berfikir negatif.
c. Perilaku
1. Lari dari tanggung jawab.
2. Menunda-nunda waktu dalam menyelesaikan tugas.
3. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan
tugas.
4. Menggunakan obat-obatan dan alkohol.
5. Frustrasi.
6. Bolos kerja atau datang terlambat dan pulang lebih awal.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Burnout.
Terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
timbulnya burnout pada karyawan :
a. Interaksi dengan client
Caputo (1991) menyatakan bahwa pekerjaan yang melibatkan
interaksi langsung dengan pelanggan dapat menimbulkan tekanan
yang berpotensi menyebabkan burnout. Karyawan biasanya
dituntut untuk dapat menunjukkan kebaikan, kesabaran, kepedulian
dan rasa hormat, bersikap sabar dan tenang dalam menghadapi
pelanggan, aktif dalam memberikan penjelasan yang dibutuhkan
pelanggan, dan efektif ketika menghadapi pelanggan dan berbagai
kebutuhannya tanpa memperdulikan rasa lelah dan marah yang
dengan pelanggan adalah perawat, dokter, penjaga perpustakaan,
dan lain-lain (Caputo, 1991; Fatmawati, 2012).
b. Beban kerja yang berlebihan
Caputo (1991) menyatakan banyaknya tanggung jawab yang
harus diterima dan banyaknya tugas-tugas yang harus ditangani
yang diberikan secara terus menerus diidentifikasikan sebagai
penyebab terjadinya burnout (Caputo, 1991; Sedjo, 2005).
c. Dukungan sosial
Dari hasil penelitian yang dilakukan Adawiyah (2013),
menyatakan adanya hubungan negatif yang sangat signifikan antara
dukungan sosial dengan kecenderungan burnout. Hal ini
menunjukkan bahwa dukungan sosial yang tinggi dapat
mendukung berkurangnya kecenderungan burnout. Karena dengan
adanya dukungan sosial yang tinggi maka individu dapat lebih baik
dalam menyelesaikan tekanan pekerjaan yang berpotensi
menimbulkan burnout.
d. Persepsi terhadap lingkungan kerja
Persepsi terhadap lingkungan kerja dengan kecenderungan
burnout telah diteliti oleh Andriani (2004) yang menunjukkan hasil
terdapat korelasi negatif antara persepsi terhadap kondisi
lingkungan kerja terhadap kecenderungan burnout pada perawat
Instalasi Gawat Darurat. Artinya semakin positif persepsi terhadap
sebaliknya. Kondisi linkungan kerja meliputi kondisi fisik
(penerangan, suhu udara atau temperatur, dan kebisingan) dan non
fisik/struktur kerja (kekaburan peran, konflik peran, beban kerja,
dan tanggung jawab).
e. Kurangnya kontrol
Banyaknya tugas yang harus dilakukan membuat seseorang sulit
menentukan prioritas, mana tugas yang harus dilaksanakan terlebih
dahulu karena seringkali banyak tugas yang harus menjadi prioritas
karena tingkat kepentingan yang sama tingginya atau karena sama
tingkat urgensinya. Ketika seseorang tidak dapat melakukan
kontrol terhadap pekerjaannya maka hal itu akan lebih mudah
memicu terjadinya burnout (Maslach & Leiter, 1997; Nurjayadi,
2004).
f. Sistem imbalan yang tidak memadai
Kurangnya keseimbangan antara imbalan (gaji, imbalan) dan
pekerjaan yang harus dilakukan karyawan akan melemahkan
semangat untuk menyukai pekerjaan dan akhirnya membuat
seseorang merasa terbelenggu dengan hal-hal rutin yang
mengakibatkan turunnya komitmen dan motivasi kerja. Hal ini
menandakan burnout mulai muncul (Maslach & Leiter, 1997;
g. Interaksi dengan rekan kerja
Dalam melaksanakan pekerjaannya, karyawan juga harus
berinteraksi dengan rekan-rekan kerja lainnya. Interaksi yang buruk
dapat memicu timbulnya tekanan yang akan menyebabkan burnout
(Caputo, 1991; Fatmawati, 2012).
h. Hilangnya keadilan
Salah satu kondisi dari sistem manajemen yang dapat
menimbulkan ketidakadilan adalah penerapan aturan yang tidak
konsisten. Ketika pekerja merasakan ketidakadilan akan timbul
berbagai reaksi dan sebagian orang dapat bereaksi dengan cara
menarik diri dan mengurangi keterlibatannya dalam pekerjaan.
Selanjutanya gejala-gejala kejenuhan kerja mulai tampak (Maslach
& Leiter, 1997; Nurjayadi, 2004).
i. Peran ambigu
Peran ambigu adalah kekaburan tanggung jawab atau harapan
dalam pekerjaan. Ketidakjelasan tujuan individu dan organisasi
atau adanya parameter dan ruang lingkup pekerjaan yang tidak
jelas dapat menyebabkan stres yang kronis yang nantinya berujung
kepada burnout (Caputo, 1991; Sedjo, 2005).
j. Konflik nilai
Sistem nilai akan mempengaruhi interaksi seseorang dengan
pekerjaannya. Dewasa ini krisis yang terjadi dalam dunia kerja
bertentangan satu sama lain. Namun seringkali pihak manajemen
melupakan kebutuhan pekerjanya. Sehingga menimbulkan konflik
atau pertentangan bagi pekerja. Tidak ada penyaluran keluhan bagi
karyawan dan akhirnya terjadi proses exhaustion. Karena mereka
merasa harus menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa bantuan
organisasi (Maslach & Leiter, 1997; Nurjayadi, 2004).
k. Kepribadian
Menurut Maslach, faktor kepribadian merupakan salah satu
faktor penting yang menentukan munculnya burnout (Maslach,
Leiter & Schaufeli, 2001; Ginting & Rahmat 2005). Hasil
penelitian Hardiyanti membuktikan bahwa orang yang memiliki
tingkat neuroticism yang tinggi lebih mungkin untuk mengalami
burnout (Hardiyanti, 2013). Hasil penelitian Adawiyah, (2013)
menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan
antara kecerdasan emosional dengan kecendrungan burnout. Orang
yang memiliki kecerdasan emosional akan mampu untuk
mengelola emosinya sehingga memungkinkan orang tersebut untuk
bertindak lebih rasional dan tentunya terhindar dari burnout. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Widiastuti & Astuti (2008),
menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara kepribadian
hardiness dengan burnout. Artinya semakin rendah kepribadaian
Hardiness maka burnout pada individu cenderung semakin tinggi
menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara konsep diri
dengan tingkat burnout. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
positif konsep diri seseorang, maka semakin rendah tingkat burnout
yang dialami oleh seseorang dan sebaliknya.
l. Jenis kelamin
Schultz & Schultz (1994) mengungkapkan bahwa wanita
memperlihatkan frekuensi lebih besar untuk mengalami burnout
daripada pria, disebabkan karena seringnya wanita mengalami
kelelahan emosional (Schultz & Schultz, 1994; Sihotang, 2004).
m. Status perkawinan
Caputo (1991) menyatakan bahwa, individu yang belum
menikah lebih banyak mengalami burnout dari pada individu yang
sudah menikah. Ini dikarenakan dukungan sosial yang diterima dari
pasangan dapat membantu individu menyelesaikan tekanan
pekerjaannya (Caputo, 1991; Fatmawati, 2012).
n. Usia
Orang-orang dengan usia muda cendrung lebih rentan
mengalami burnout dari pada orang-orang dengan usia yang lebih
tua. Karena dianggap semakin banyak pengalaman bekerja
seseorang maka semakin kecil kemungkinan untuk mengalami
burnout karena sudah terbiasa untuk mengatasi tuntutan kerja
Berdasarkan uraian di atas maka faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi burnout adalah interaksi dengan client, beban kerja yang
berlebihan, dukungan sosial, persepsi terhadap lingkungan kerja,
kurangnya kontrol, sistem imbalan yang tidak memadai, interaksi
dengan rekan kerja, hilangnya keadilan, peran ambigu, konflik nilai,
kepribadian, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, dan
usia.
B. Bullying di Tempat Kerja 1. Definisi Bullying
Dalam Bahasa Indonesia, secara harfiah kata bully diartikan sebagai
penggertak atau orang yang mengganggu orang lemah. Istilah bullying
dalam Bahasa Indonesia, disebut “Menyakat” yang berasal dari kata
sakat dan pelakunya (bully) disebut penyakat (Rudi, 2010).
Einarsen, Hoel, Zapf & Cooper (2003) menyatakan bahwa bullying
dapat dikatakan terjadi dengan adanya pengulangan, periode waktu
yang lama dan adanya pola perilaku.
Peneliti Devanport, Schwartz, Elliott (2005) menggunakan istilah
mobbing untuk menjelaskan bullying. Mobbing merupakan suatu
bentuk serangan emosional yang ditujukan untuk seorang individu
melalui rumor, perilaku tidak sopan, dan perilaku yang berbahaya yang
dilakukan oleh beberapa individu yang dikumpulkan oleh satu orang
tersebut keluar dari pekerjaannya (Davenport, Schwartz & Elliott, 2005;
Daniel, 2009).
Bullying di tempat kerja adalah berbagai bentuk perilaku yang
dilakukan secara berulang-ulang, sistematis, dan di tujukan pada
seorang karyawan atau sekelompok karyawan yang mana perilaku
tersebut dapat mengancam keselamatan dan kesehatan korban (Dealing
With Workplace Bullying, 2005; Guidelines on The Prevention of
Workplace Harassment, 2012).
Hoel dan Cooper (2000) juga menyatakan bahwa bullying
merupakan suatu kondisi yang mana seorang karyawan atau beberapa
karyawan secara berulang-ulang menerima perlakuan negatif dari
seseorang atau beberapa orang karyawan selama periode waktu tertentu
dan target bullying sendiri mengalami kesulitan dalam membela dirinya
sendiri atas perilaku yang diterimanya.
Peyton (2003) mendefinisikan bullying sebagai perilaku yang
negatif, menyinggung dan mengancam keamanan seseorang yang
nantinya akan mengakibatkan stres. Perilaku tersebut biasanya
bertujuan untuk menyakiti korban. Korban bullying sering tidak
menyadari bahwa mereka sedang di ganggu. Mereka sering berfikir
bahwa mereka adalah satu-satunya orang yang terus melakukan
kesalahan dan mereka biasanya menyadari bahwa ada sesuatu yang
salah dengan mereka. Mereka biasanya takut untuk melaporkan hal
Berdasarkan penjelasan di atas, bullying di tempat kerja merupakan
segala bentuk perilaku yang bersifat negatif yang dilakukan secara
berulang-ulang, sistematis, dan ditujukan kepada seorang karyawan
atau sekelompok karyawan yang mana perilaku tersebut bertujuan
untuk membuat korban tersakiti dan keluar dari pekerjaannya, perilaku
tersebut dimulai dari menyebarkan rumor sampai melakukan tindakan
yang berbahaya pada target bullying yang nantinya semua perilaku itu
dapat mengancam keselamatan dan kesehatan korban.
2. Pihak-pihak yang terlibat didalam bullying
Pihak-pihak yang terlibat dalam bullying ada tiga (Johnson &
Johnson, 2007), yaitu: (i) Bully, yaitu orang yang terus menerus
melakukan perilaku bullying contohnya seperti menyakiti secara verbal
maupun non verbal. (ii) Victim, yaitu target yang dikenakan perilaku
bullying dan (iii) Bystanders, yaitu korban yang menyaksikan terjadinya
perilaku bullying.
3. Indikator Perilaku Bullying
Dalam penelitian ini alat yang digunakan untuk mengukur bullying
adalah NAQ-R yang dikembangkan oleh Einarsen, Hoel & Notelaers,
(2009). Einarsen, Hoel & Notelaers (2009) menyatakan bahwa NAQ-R
mengukur satu persatu dari indikatornya. Einarsen, Hoel & Notelaers
(2009) menyatakan bahwa terdapat tiga Indikator bullying :
a. Work-related bullying: Perilaku atau tindakan negatif yang terkait
dengan pekerjaan. Perilaku ini juga merupakan perilaku yang
menimbulkan kesulitan saat melaksanakan pekerjaan. Seperti
memberikan tugas dengan deadline yang tidak memungkinkan,
memberikan tugas diluar kemampuan korban, dan lain-lain.
b. Person-related bullying: Perilaku atau tindakan negatif yang terkait
dengan target. Seperti menyebarkan gosip mengenai korban,
mengejek korban, dan lain-lain.
c. Physical intimidation bullying : Perilaku atau tindakan negatif yang
berkaitan dengan intimidasi fisik. Contohnya, memberikan perilaku
intimidasi seperti mendorong, menunjuk-nunjuk korban, atau
menghalangi jalannya, dan lain-lain.
.
4. Dampak bullying
Setiap individu akan bereaksi secara berbeda terhadap bullying.
Reaksi yang dialami korban bullying pada umumnya (Bullying At
Work: A Guide For Employees, 2009; Oade, 2009):
a. Cemas, panik dan susah tidur.
b. Mengalami gangguan konsentrasi dan gangguan dalam membuat
keputusan.
d. Merasa terisolasi.
e. Mengalami resiko bunuh diri.
f. Depresi.
g. Mengalami penurunan harga diri.
h. Mengalami keluhan fisik seperti mual-mual, sakit kepala, dan sakit
punggung.
i. Marah tanpa alasan yang jelas.
C. Pengaruh Bullying Di Tempat Kerja Terhadap Burnout Pada Kayawan Menurut hasil studi Cordes & Dougherty (1993), burnout dapat
memberikan dampak negatif terhadap pekerja antara lain penurunan kinerja
pekerja, penurunan kepuasan kerja, peningkatan tingkat absen dan juga
turnover. Dampak-dampak ini nantinya akan mempengaruhi produktifitas
perusahaan (Cordes & Dougherty, 1993; Advani, Sarang, Kumar, & Rohtas,
2005).
Menurut Caputo (1991), banyak sekali faktor-faktor yang dapat turut
menyebabkan burnout diantaranya yaitu idealisme yang tinggi,
overcommitment, single mindedness, kurangnya kontrol dalam bekerja,
banyak berhadapan dengan publik, peran ambigu, beban kerja berlebihan
yang diberikan secara terus menerus dan kurangnya personal support
(Caputo, 1991; Sedjo, 2005). Lovell & Lee (2011), menyatakan bahwa
burnout dapat juga merupakan hasil dari bullying di tempat kerja (Lovell &
Bullying memiliki konsekuensi yang merugikan bagi korbannya. Korban
bullying dilaporkan menghasilkan masalah psikologis seperti
ketidakberdayaan (Mathiesen & Einarsen, 2004; Mikkelsen & Einarsen,
2002; Aydin, 2012) dan masalah kesehatan fisik seperti sakit kepala dan
insomnia (Workplace Bullying Institute, 2012). Masalah psikologis seperti
ketidakberdayaan serta masalah kesehatan fisik seperti sakit kepala dan
insomnia merupakan ciri dari salah satu dimensi burnout yaitu dimensi
exhaustion (Maslach, Leiter & Schaufeli, 2001).
Selanjutnya, korban bullying dilaporkan sering tidak masuk kerja
(Agervold & Mikkelsen, 2004; Gardner, dkk, 2009) Sering tidak masuk
kerja merupakan suatu bentuk jaga jarak dari lingkungan kerja yang masuk
kedalam salah satu ciri dimensi burnout yaitu depersonalisasi. Ketika
mengalami depersonalisasi, individu akan menjaga jarak dari lingkungan
kerja (Maslach, Leiter & Schaufeli, 2001).
Selain itu, Oade (2009) juga menyatakan bahwa korban bullying dapat
mengalami penurunan harga diri yang mana individu menganggap dirinya
tidak memiliki kemampuan yang baik dalam pekerjaannya. Hal ini tentunya
mirip dengan ciri dari dimensi burnout yaitu low personal accomplishment.
Ketika mengalami low personal accomplishment mereka akan membuat
penilaian yang rendah terhadap kompetensi diri dan pencapaian
Einarsen, Hoel & Notelaers (2009) mengatakan bahwa
indikator-indikator bullying terdiri dari work-related bullying, person-related bullying
dan physical intimidation bullying.
Indikator pertama dari bullying adalah work-related bullying.
Work-related bullying dapat meliputi memberikan tugas dengan deadline yang
tidak memungkinkan dan memberikan tugas diluar kemampuan korban
(Einarsen, Hoel & Notelaers, 2009). Hal ini tentunya akan membuat
individu yang bersangkutan mengalami tekanan. Tekanan yang
terus-menerus menyerang akan menyebabkan gejala fisik dan emosional pada
korbannya (Donnellan, 2006). Contoh dari gejala yang dialami dapat berupa
frustrasi, tidak beraya, putus asa, insomnia, sinis terhadap orang-orang
dalam lingkungan kerja dan merasa tidak memiliki kompetensi diri yang
baik. Frustasi, tidak berdaya, putus asa dan insomnia merupakan beberapa
ciri dari salah satu dimensi burnout yaitu exhaustion, selanjutnya bersikap
sinis terhadap orang-orang dalam lingkungan kerja merupakan ciri dari
salah satu dimensi burnout yaitu depersonalisasi, dan merasa tidak memiliki
kompetensi diri yang baik merupakan ciri dari salah satu dimensi burnout
yaitu low personal accomplishment (Maslach, Leiter & Schaufeli, 2001).
Indikator kedua dari bullying adalah person-related bullying. Contoh dari
person-related bullying adalah menyebarkan gosip dan mengejek korban
(Einarsen, Hoel & Notelaers, 2009). Hal ini tentunya akan membuat
individu yang bersangkutan mengalami rasa sedih, tertekan, frustrasi, sakit
tertekan, frustrasi dan sakit kepala merupakan salah satu ciri dari dimensi
burnout yaitu exhaustion. Selanjutnya sinis merupakan salah satu ciri dari
dimensi burnout yaitu depersonalization, dan merasa tidak puas dengan diri
sendiri merupakan ciri dari salah satu dimensi burnout yaitu low personal
accomplishment (Maslach, Leiter, Schaufeli, 2001).
Indikator ketiga dari bullying adalah physical intimidation bullying.
Contoh dari physical intimidation bullying adalah memberikana perilaku
intimidasi seperti mendorong korban, menunjuk-nunjuk korban,
menghalangi jalannya serta memberikan ancaman kekerasan (Einarsen,
Hoel & Notelaers, 2009). Hal ini tentunya akan menimbulkan rasa tidak
berdaya, tertekan, insomnia, sinis, dan merasa tidak puas dengan
pekerjaannya. Rasa tidak berdaya, tertekan, dan insomnia merupakan salah
satu ciri dari dimensi burnout yaitu exhaustion, selanjutnya sinis merupakan
salah satu ciri dari dimensi burnout yaitu depersonalization, dan selanjutnya
merasa tidak puas dengan pekerjaannya merupakan salah satu ciri dari
dimensi burnout yaitu low personal accomplishment (Maslach, Leiter,
Schaufeli, 2001).
D. Hipotesa Penelitian
Berdasarkan uraian teoritis di atas maka hipotesa yang diajukan dalam
Selain itu, terdapat tiga hipotesis lainnya yang juga ingin dibuktikan
didalam penelitian ini berkaitan dengan bullying di tempat kerja, yaitu :
1. Ada pengaruh positif work-related bullying terhadap burnout pada
karyawan. Work-related bullying dapat meningkatkan burnout pada
karyawan.
2. Ada pengaruh positif person-related bullying terhadap burnout pada
karyawan. Person-related bullying dapat meningkatkan burnout pada
karyawan.
3. Ada pengaruh positif Physical intimidation bullying terhadap burnout
pada karyawan. Physical intimidation bullying dapat meningkatkan
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif yang bersifat
korelasional. Tujuan metode penelitian korelasional adalah untuk mendeteksi
sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi
pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi. Dalam hal ini
peneliti ingin mengetahui pengaruh bullying di tempat kerja terhadap burnout
pada karyawan.
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Adapun variabel yang terlibat dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel prediktor : Bullying di tempat kerja.
2. Variabel kriteria : Burnout.
B. Defenisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional variabel – variabel dalam penelitian ini adalah : 1. Bullying di tempat kerja
Bullying di tempat kerja merupakan segala bentuk perilaku negatif
yang diterima oleh pekerja secara berulang-ulang dan memberi efek
negatif seperti mengancam keselamatan dan kesehatan. Bullying di
tempat kerja di ukur dengan menggunakan skala bullying yang
dikembangkan oleh Einarsen, Hoel & Notelaers (2009). Kuisioner
NAQ-R ini disusun berdasarkan tiga indikator yang mencakup
work-related bullying, person-related bullying, dan physical intimidation
bullying (Einarsen, Hoel & Notelaers, 2009). Semakin tinggi skor skala
bullying, maka semakin tinggi pula tingkat bullying yang di terima
karyawan. Sebaliknya, semakin rendah skor skala bullying, maka
semakin rendah pula tingkat bullying yang diterima karyawan.
2. Burnout
Burnout adalah kelelahan, depersonalisasi dan pencapaian pribadi
yang rendah yang dialami pekerja sebagai hasil dari tekanan kerja
yang dialami dalam jangka waktu yang cukup lama dan tidak
terselesaikan. Burnout akan diukur melalui skala burnout yang
disusun berdasarkan dimensi-dimensi burnout dari Maslach, Leiter &
Schaufeli (2001) yaitu exhaustion, depersonalization/cynicism, dan
low personal accomplishment. Semakin tinggi skor skala burnout,
maka semakin tinggi tingkat burnout yang dialami seorang karyawan.
Sebaliknya, semakin rendah skor skala burnout, maka semakin rendah
tingkat burnout yang dialami karyawan.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Menurut Sukmadinata (2011), populasi dapat didefinisikan sebagai
Azwar (2004), populasi dapat didefenisikan sebagai kelompok subjek yang
hendak dikenai generalisasi hasil penelitian. Populasi dalam penelitian ini
adalah karyawan yang bekerja di PT. Pertamina Medan.
Sampel penelitian merupakan suatu hal yang sangat penting
kedudukannya dalam penelitian. Dalam sebuah penelitian, sampel memiliki
peran yang sangat strategis karena pada sampel penelitian itulah data
tentang variabel penelitian yang akan diamati dapat diperoleh. Menurut
Arikunto (2006), Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.
Teknik sampling yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
non-probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak
memberi peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau
anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2013). Dalam
teknik sampling non-probability, terdapat berbagai jenis metode pemilihan
sampel lagi. Metode pemilihan sampel yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah purposive sampling yaitu pemilihan sampel didasarkan
pada ciri-ciri atau karakteristik tertentu yang dipandang mempunyai sangkut
paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya (Hadi, 2000). Jumlah sampel yang akan digunakan dalam
penelitian ini sebanyak 111 orang. Adapun karakteristik sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sudah bekerja lebih dari enam bulan
D. Metode Dan Alat Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data dengan
menggunakan skala. Penggunaan skala merupakan metode untuk
mendapatkan jawaban subjektif dari subjek dengan menempatkan respon
pada titik-titik yang kontinum (Azwar, 2010). Stimulus diberikan dalam
bentuk pernyataan-pernyataan. Skala yang akan diberikan di dalam
penelitian ini merupakan skala Likert, yang menyediakan respon yang
kontinum dari respon negatif sampai dengan respon positif. Penelitian ini
menggunakan dua skala psikologis, yaitu skala bullying dan skala burnout.
1. Skala Bullying
Penyusunan skala bullying diadaptasi dari Negative Acts
Questionnaire Revised (NAQ-R) yang merupakan skala yang
dikembangkan oleh Einarsen, Hoel & Notelaers (2009). Versi asli dari
kuisioner ini diciptakan dalam bahasa Norwegia, kemudian kuisioner
ini dikembangkan dalam bahasa Inggris serta direvisi lagi (Tambur &
Vadi, 2009). Einarsen, Hoel & Notelaers (2009) menyatakan bahwa
kuisioner NAQ-R ini disusun berdasarkan tiga indikator yang
mencakup work-related bullying, seperti memberikan tugas dengan
deadline yang tidak memungkinkan, memberikan tugas diluar
kemampuan korban, dan lain-lain, person-related bullying, seperti
menyebarkan gosip mengenai korban, mengejek korban, dan lain-lain,
dan physical intimidation bullying, contohnya memberikan perilaku
menghalangi jalannya, dan lain-lain (Einarsen, Hoel & Notelaers,
2009). NAQ-R merupakan kuisioner yang terdiri dari 22 aitem yang
memuat daftar-daftar perilaku negatif dan partisipan harus merespon
seberapa sering selama 6 bulan terakhir mereka mengalami
peilaku-perilaku negatif tersebut. Skala bullying ini terdiri dari 30 aitem.
Metode skala yang digunakan adalah metode likert. Setiap aitem
meliputi lima pilihan jawaban yaitu tidak pernah, jarang, setiap bulan,
setiap minggu, dan setiap hari. Semakin tinggi skor skala bullying,
maka semakin tinggi pula tingkat bullying yang di terima karyawan.
Sebaliknya, semakin rendah skor skala bullying, maka semakin rendah
pula tingkat bullying yang diterima karyawan.
Aitem dalam skala ini memuat pernyataan favorable. Pernyataan
favorable merupakan pernyataan yang sesuai atau mendukung atribut
yang diukur (Azwar, 2012).
Tabel. 1 Blue Print Skala Bullying
No. Indikator Nomor aitem
1. Work-related bullying 1,3,14,16,18,19,20,23,24,29.
2. Person-related bullying 2,4,5,6,7,10,11,12,15,21.
3. Physical intimidation bullying 8,9,13,17,22,25,26,27,28,30.
2. Skala Burnout
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala burnout
yang terdiri dari 30 aitem. Skala ini dibuat berdasarkan
dimensi-dimensi yang dibuat oleh Maslach, Leiter & Schaufeli (2001) yaitu
exhaustion, depersonalization/cynicism, dan low personal
accomplishment. Metode skala yang digunakan adalah metode likert.
Setiap aitem meliputi lima pilihan jawaban yaitu Sangat Tidak Sesuai
(STS), Tidak Sesuai (TS), Netral (N), Sesuai (S), dan Sangat Sesuai
(SS). Semakin tinggi skor skala burnout, maka semakin tinggi tingkat
burnout yang dialami seorang karyawan. Sebaliknya, semakin rendah
skor skala burnout, maka semakin rendah tingkat burnout yang dialami
karyawan.
Aitem dalam skala ini memuat pernyataan favorable dan pernyataan
unfavorable. Pernyataan favorable merupakan pernyataan positif yang
mendukung objek sikap yang diungkap, sedangkan pernyataan
unfavorable merupakan pernyataan negatif yang tidak mendukung
Tabel. 2 Blue Print Skala Burnout
2. Depersonalization/cynicism 2,6,14,16,30 12,13,18,20,26
3. Low Personal Accomplishment 3,4,9,11,28 8,17,22,23,29
Total 15 15
E. Uji Coba Alat Ukur
Uji coba alat ukur bertujuan untuk melihat seberapa jauh alat ukur dapat
mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur dan seberapa jauh alat ukur
menunjukkan kecermatan pengukuran (Azwar, 2000).
1. Validitas Alat Ukur
Pada dasarnya, validitas berasal dari kata validity, yaitu sejauh mana
sebuah alat ukur mampu menjalankan fungsi ukurnya (Azwar, 2010).
Suatu tes atau instrumen pengukur akan dikatakan valid jika hasil
pengukurannya sesuai dengan tujuan dilakukannya pengukuran tersebut
(Azwar, 2003). Anastasi dan Urbina (1997) juga mengatakan bahwa
Sebuah alat ukur dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat
tersebut menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya dan
memberikan hasil pengukuran sesuai dengan tujuan yang dimasudkan.
Validitas yang terpenuhi dalam penelitian ini yaitu validitas isi (content
Validitas isi atau content validity, yaitu sejauh mana alat tes yang
digunakan dilihat dari segi isi adalah benar-benar mengukur apa yang
seharusnya diukur (Hadi, 2000). Anastasi & Urbina (1997), juga
menyatakan bahwa validitas isi pada dasarnya berhubungan dengan
pengujian yang sistematis terhadap isi (konten) dari tes untuk
mengetahui apakah tes tersebut secara representatif telah mencakup
konsep yang ingin diukur. Validitas isi dalam penelitian ini diperoleh
dengan bertanya kepada professional judgement, pendapat profesional
diperoleh dengan cara berdiskusi dengan dosen pembimbing.
2. Uji Daya Diskriminasi Aitem
Uji daya diskriminasi aitem digunakan untuk melihat apakah aitem
yang digunakan mampu membedakan individu yang memiliki atribut
yang diukur dan individu yang tidak memiliki atribut yang diukur.
Pengujian daya diskriminasi aitem ini dilakukan dengan komputasi
koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan skor
total tes itu sendiri dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson
Product Moment dengan bantuan program SPSS 16.0 for windows.
Nilai daya beda aitem yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0.3
sehingga hanya aitem-aitem yang memiliki nilai beda aitem di atas 0.3
3. Reliabilitas Alat Ukur
Reliabilitas alat ukur merupakan konsep sejauh mana alat ukur dapat
dipercaya dan konsisten (Azwar, 2010). Reliabilitas mengacu kepada
keterpercayaan atau konsistensi hasil ukur, yang mengandung makna
seberapa tinggi kecermatan pengukuran (Azwar, 2012).
Uji reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
pendekatan konsistensi internal berupa koefisien Cronbach alpha.
Metode ini menguji konsistensi tes antaraitem atau antarbagian. Sebuah
tes dikatakan reliabel apabila konsistensi di antara
komponen-komponen yang membentuk tes tinggi. Dalam Azwar (2010),
reliabilitas dapat dikatakan memuaskan apabila koefisien
konsistensinya mencapai 0,9. Dalam penelitian ini, perhitungan
koefisien reliabilitas akan dilakukan secara komputasi.
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap Persiapan Penelitian
Pertama-tama peneliti akan membuat konstruksi alat ukur yang
terdiri dari skala bullying dan skala bunout yang akan dimulai dengan
membuat blue-print terlebih dahulu. Skala bullying terdiri dari 30 item
dan skala burnout terdiri dari 30 item. Skala akan di buat dalam model
likert. Setiap respon terdiri dari 5 alternatif pilihan jawaban. Setelah
Setelah alat ukur selesai dibuat, peneliti meminta bantuan
professional judgement untuk menganalisis aitem-aitem yang telah
dibuat. Selanjutnya peneliti akan mendatangi pihak perusahaan dan
meminta izin dari pihak perusahaan untuk melakukan penelitian.
Setelah di beri izin peneliti akan langsung mengurus surat dari pihak
Fakultas Psikologi USU lalu mengantarkan surat itu kepada pihak
perusahaan. Pada saat mengantarkan surat izin ke pihak perusahaan
peneliti akan membicarakan mengenai teknik sampling yang akan
digunakan, karakteristik sampel yang dibutuhkan dan jumlah sampel
yang akan digunakan dalam penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Pada tahap ini peneliti akan melakukan try out. Penelitian ini
menggunakan try out terpakai. Menurut Hadi (2000), tryout atau uji
coba terpakai hasil uji cobanya langsung digunakan untuk menguji
hipotesis penelitian dan tentu saja hanya data dari butir-butir yang sahih
saja yang dianalisis. Tryout terpakai memiliki kelemahan yaitu jika
terlalu banyak butir yang gugur dan terlalu sedikit butir yang bertahan,
peneliti tidak lagi mempunyai kesempatan untuk merevisi instrumen
atau kuesionernya sedangkan kelebihannya adalah peneliti tidak perlu
membuang-buang waktu, tenaga dan biaya hanya untuk keperluan uji
coba semata (Hadi, 2000). Dalam pengambilan data, skala akan