MIGRASI BATAK TOBA KE SUMBUL PEGAGAN,
DAIRI (1971- 1990)
Dikerjakan
O
L
E
H
NAMA : REFI ROSLILA SIRINGO- RINGO
NIM : 030706021
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS SASTRA
DEPARTEMEN SEJARAH
MEDAN
MIGRASI BATAK TOBA KE SUMBUL PEGAGAN,
DAIRI (1971- 1990)
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O
L
E
H
NAMA : REFI ROSLILA SIRINGO- RINGO NIM : 030706021
Pembimbing,
Drs. Bebas Surbakti NIP 131571775
DEPARTEMEN ILMU SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Lembar Persetujuan Ujian Skripsi
MIGRASI BATAK TOBA KE SUMBUL PEGAGAN,
DAIRI (1971-1990)
Yang diajukan Oleh
Nama : Refi Roslila Siringo- ringo NIM : 030706021
Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh :
Pembimbing,
Drs. Bebas Surbakti Tanggal,……….
NIP 131571775
Ketua Departemen Ilmu Sejarah,
Dra. Fitriaty Harahap, S.U Tanggal,……….
NIP 131284309
DEPARTEMEN ILMU SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi
MIGRASI BATAK TOBA KE SUMBUL PEGAGAN,
DAIRI (1971- 1990)
SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O
L E H
Nama : Refi Roslila Siringo- ringo Nim : 030706021
Pembimbing
Drs. Bebas Surbakti
NIP 131571775
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Sastra USU Medan,
Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra
Dalam bidang Ilmu Sejarah
DEPARTEMEN ILMU SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lembar Persetujuan Ketua
MIGRASI BATAK TOBA KE SUMBUL PEGAGAN,
DAIRI (1971- 1990)
DISETUJUI OLEH :
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
DEPARTEMEN ILMU SEJARAH
Ketua,
Dra. Fitriaty Harahap, S.U
NIP 131284309
Lembar Pengesahan Skripsi Oleh Dekan dan Panitia Ujian
PENGESAHAN : Diterima Oleh :
Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara
Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra
Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra USU Medan
Pada :
Tanggal : 28 Maret 2008
Hari : Jumat
Fakultas Sastra USU
Dekan,
Drs. Syaifuddin, MA,Ph. D
NIP 132098531
Panitia Ujian :
No. Tanda Tangan
1. Dra. Fitriaty Harahap, SU (__________________)
2. Dra. Nurhabsyah, M. Si (__________________)
3. Drs. Bebas Surbakti (__________________)
4. Dra. Nina Karina, M. Si (__________________)
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur saya ucapkan kepada Allah Bapa melalui Puteranya Yesus Kristus, atas berkat, kasih serta penyertaan-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra di bidang Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.
Adapun skripsi ini berjudul “MIGRASI BATAK TOBA KE SUMBUL PEGAGAN, DAIRI (1971-1990)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sekaligus untuk meraih gelar kesarjanaan.
Saya sangat menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan, oleh sebab itu saya mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun untuk dapat mencapai kesempurnaan dari penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi saya maupun bagi setiap orang yang membacanya.
Medan, Maret 2008 Penulis
Ucapan Terima Kasih
Segala puji dan syukur kepada Allah Bapa melalui putera-Nya Yesus Kristus, atas berkat, kasih serta penyertaan-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra di bidang Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.
Atas segala kritik, saran dan bantuan spiritual maupun materil yang telah diterima dari berbagai pihak yang membantu penyelesaian skripsi ini, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ayahanda, Alm. M. Siringo- ringo dan Ibunda, M. Silitonga yang selalu memberikan dukungan selama masa pendidikan hingga penulisan skripsi ini. Terima kasih atas doanya, apa yang telah kalian berikan pada saya tidak dapat dibalas dengan apapun. Kakanda Baik Siringo- ringo beserta istri, Kak Rostauli Siringo- ringo beserta suami, Kak Nurlida, dan beserta keponakan- keponakanku tersayang atas dukungan dan perhatiannya kepada saya selama menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Drs. Syaiffudin, Ma, Ph.D selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
3. Ketua Departemen Ilmu Sejarah, Ibu Dra. Fitriaty Harahap, SU dan Sekretaris Jurusan Ibu Dra. Nurhabsyah, M.Si atas bimbingan yang telah diberikan dalam masa perkuliahan maupun dalam proses menyelesaikan skripsi ini.
ini, dan Bapak Drs. Samsul Tarigan selaku dosen pembimbing akademik saya yang telah memberikan masukan selama masa perkuliahan.
5. Seluruh Staff Pengajar di Departemen Sejarah, yang telah mendidik dan memberi pengetahuan selama ini, semoga dapat bermanfaat bagi saya.
6. Seluruh informan yang telah memberikan informasi maupun sumber-sumber yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.
7. Seluruh teman-teman stambuk 2003, Helda, Lia F.F.S, Eltrini, Christanty, Tika Anawanti, dan seluruh teman-teman stambuk ’03 Departemen Ilmu Sejarah.
Medan, Maret 2008 Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………... i
Ucapan Terimakasih……… ii
Daftar Isi………...………... iii
Daftar Tabel………... iv
Abstrak... v
Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan……….. 1
1.2 Rumusan Masalah……… 6
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 7
1.4 Tinjauan Pustaka……….. 8
1.5 Metode Penelitian……… 12
Bab II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN 2.1 Letak Geografis Sumbul Pegagan………... 15
2.2 Komposisi Penduduk………... 20
2.2.1 Komposisi Berdasarkan Etnis……….. 20
2.2.2 Komposisi Berdasarkan Mata Pencaharian………. 24
2.2.3 Komposisi Berdasarkan Pendidikan……… 25
2.2.4 Komposisi Berdasarkan Agama……….. 28
3.3 Faktor Pendorong Migrasi Batak Toba………...………. 44
3.3.1 Faktor Pendorong dari Daerah Asal……… 45
3.3.2 Faktor Penarik dari Daerah Tujuan……….. 56
Bab IV MIGRASI DAN MOBILITAS SOSIAL 4.1 Pengaruh Migrasi Terhadap Kehidupan Masyarakat..……… 62
4.1.1 Pengaruh Dalam Bahasa……….. 63
4.1.2 Pengaruh Dalam Ekonomi………... 67
4.1.3 Pengaruh Dalam Budaya………. 71
4.2 Komunitas Migran Batak Toba di Sumbul Pegagan………... 74
Bab V Kesimpulan……… 83
Daftar Pustaka
Daftar Informan
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Klasifikasi Desa/Kelurahan Menurut Jenisnya Tabel 2 Tata Guna Tanah Kecamatan Sumbul Pegagan
Tabel 3 Komposisi Penduduk Sumbul Pegagan Berdasarkan Etnis Tabel 4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5 Komposisi Penduduk Sumbul Pegagan menurut Luas, Rumah Tangga, dan Rata-rata Penduduk Per Rumah Tangga menurut Desa/Kelurahan
Tabel 6 Komposisi Penduduk Sumbul Pegagan menurut Mata pencaharian Tabel 7 Komposisi Penduduk Sumbul Pegagan menurut Pendidikan
ABSTRAK
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sejarah adalah mengulas tentang tiga hal penting yaitu pelaku, tematis, dan
tempat.1
Setiap manusia pasti mengalami pertumbuhan penduduk di dalam
menjalani kehidupannya.
Ketiga hal ini akan terlihat saling menjelaskan sehingga terbentuk sebuah
peristiwa yang dinamakan dengan peristiwa sejarah. Mengenai pelaku akan
diketahui siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut, sedangkan dari tematis akan
menjelaskan peristiwa apa yang terjadi dan tempat, akan menjelaskan di mana
peristiwa itu terjadi. Demikian juga tentang sejarah migrasi dimensi yang menjadi
pokok permasalahan adalah tiga hal tersebut.
Migrasi merupakan sebuah perpindahan penduduk dari satu tempat ke
tempat lain.Dalam hal ini penduduk sebagai pelaku terhadap peristiwa migrasi
adalah Batak Toba yang melakukan migrasi dengan berbagai faktor sosial dan
kondisi lingkungan dari daerah asal dan juga daerah tempat migrasi.
2
1
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, (terj.) Nugroho Notosutanto, Jakarta: UI Press, 1985, hlm.27.
2
Budiarto Munir Rozi, Teori- teori Kependudukan, Jakarta: PT Bina Aksara, 1986, hlm. 45.
Begitu juga dengan etnis Batak Toba mengalami
pertambahan penduduk secara alamiah yang terjadi di daerah Tapanuli (Tanoh
hidupnya. Masyarakat harus berusaha mencari lahan baru di luar Tapanuli karena
lahan pertanian yang semakin sempit dan juga semakin meningkatnya persaingan
hidup di antara sesama masyarakat. Budaya Batak Toba yang identik dengan
marga- marga atau kelompok etnis yang bermukim pada sebuah Huta (kampung) di
daerah pedalaman.
Perkembangan Huta (kampung) membuat suatu kampung penuh dengan
penduduk dan juga keluarga- keluarga yang baru membentuk keluarga baru.
Keluarga- keluarga baru ini ada yang tidak mempunyai lahan pertanian untuk
diolah. Keluarga- keluarga baru ini membentuk keluarga sendiri dan memisahkan
diri dari keluarganya atau dalam Batak Toba disebut Manjae. Mereka membentuk
kampung baru serta membuka lahan- lahan pertanian yang baru yang sering disebut
dengan Banjar atau Lumban.3
3
Batara Sangti Simanjuntak, Sejarah Batak, Balige, Karl Sianipar Company, 1977, hlm. 200.
Di Tapanuli masyarakat Batak Toba hidup dari sistem pertanian dimana
Masyarakat Batak Toba memiliki keahlian dalam mengolah tanah dan juga dari
segi fisik sangat kuat bekerja.Di daerah asalnya (Tapanuli) tanahnya tergolong
tandus dan kurang menguntungkan ditanami tanaman pertanian. Hal ini
mengakibatkan masyarakat selalu devisit dan kekurangan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya.Cara yang dilakukan masyarakat untuk mengatasi lahan yang
Proses Migrasi yang dilakukan Batak Toba juga sebagai cara mewujudkan
filosofi mereka yaitu 3H seperti Hagabeon, Hamoraon, dan Hasangapon. Filosofi
ini adalah salah satu ciri yang sangat terlihat di dalam keseharian dan kehidupan
etnis Batak Toba.4 Untuk menempuh filosofi ini, beberapa tindakan di lakukan oleh
Orang Batak yaitu Hasangapon di tempuh dengan melanjutkan sekolah atau
Pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sehingga mereka nantinya dihargai dan
dapat berkuasa dan juga Hagabeon di tempuh dengan mendambakan panjang umur
dan mendapatkan keturunan dalam ikatan perkawinan khususnya anak laki- laki.
orang Batak sangat mendambakan anak laki- laki. Hal ini dilatarbelakangi oleh
sistem keturunan yang Patrinial, di mana anak laki- laki adalah sebagai penerus
Marga. Yang ketiga adalah Hamoraon, bagian ini di tempuh dengan berusaha
sekuat tenaga untuk mencari kekayaan dan kesejahteraan. Dalam bagian ini harta
mempunyai peranan penting dalam kehidupan orang Batak, kesejahteraan hidup
yang lebih baik sangat diimpikan oleh orang Batak Toba. Masing- masing orang
Batak mengejar hal ini, sehingga tanpa disadari akan menimbulkan persaingan
tidak sehat atau konflik- konflik di antara sesama keluarga maupun konflik dalam
Huta(kampung). Latarbelakang inilah yang merupakan faktor masyarakat Batak
Toba bermigrasi.5
4
Elvis. F. Purba., O. H. S., Purba, Migrasi Batak Toba: di Luar Tapanuli Utara (Suatu Deskripsi) , Medan, 1997, hlm. 1.
5
Daerah Migran yang di tempuh oleh migran Batak Toba pada umumnya
adalah daerah yang identik dengan budaya dalam kesehariannya. Seperti Migrasi
yang di lakukan Batak Toba ke tanah Dairi (tanah Pakpak) pada tahun 1910-1980.
Dairi sebagai tempat bermigrasi adalah alasan Administratif, di mana wilayah Dairi
pada tahun 1950- 1958 bergabung dengan wilayah Tapanuli Utara.
Sebagai alternatif lain tempat tujuan migrasi ke Dairi adalah karena unsur
kemiripan budaya, sifat, dan juga keseharian orang Batak Toba yaitu sebagai
masyarakat yang hidup tergantung dari sistem pertanian. Migrasi yang di lakukan
Batak Toba tergolong sukses, hal ini dapat di lihat dari perubahan yang terjadi di
daerah Sumbul Pegagan yang tergolong maju karena proses migrasi ke daerah ini.
Sekitar tahun 1970-an pertanian di daerah Sumbul mencapai kemajuan yang
sangat pesat, khususnya tanaman kopi yang hasilnya sangat berlimpah apabila di
bandingkan dengan daerah sekitarnya. Hasil pertanian kopi tersebut adalah
penanaman kopi Robusta yang melampaui eksport. Dalam hal ini Sumbul Pegagan
menjadi daerah pertanian maju.6
Kemajuan ini merupakan proses dari migrasi yang mengarahkan
masyarakat menuju persaingan sehat yang saling meniru. Hal ini berawal dari
besarnya komposisi suku dan juga keahlian dari masing- masing etnis. Proses
migrasi yang terlihat sangat positif membuat suku asli atau menetap dalam hal ini
Pakpak Dairi menerima proses tersebut.Keterbukaan masyarakat Pakpak Dairi
6
khususnya Pakpak Pegagan adalah awal dari migrasi menuju sebuah kesuksesan.
Masyarakat asli memberi peluang kepada kelompok migran (Batak Toba) untuk
berusaha dan juga bekerja sama. Sebagai contoh adalah keterbukaan dalam
memberikan tanah untuk dikelola. Kebebasan berusaha ini tidak mempunyai batas
ataupun persyaratan yang membebani kelompok migran.
Migrasi Batak Toba ke Sumbul Pegagan membawa perubahan yang besar
terhadap daerah ini. Daerah Sumbul Pegagan yang latarbelakang etnisnya adalah
Pakpak Dairi khususnya Pakpak Pegagan, Tapi kelompok dominan di daerah
Sumbul bukan lagi etnis Pakpak tetapi etnis Batak Toba.Hal ini bukan lagi
diakibatkan oleh proses migrasi, sebab pada periode 1990-an sudah jarang
ditemukan. Banyaknya jumlah Penduduk diakibatkan oleh proses perkawinan
antara sesama suku Batak Toba dan perkawinan silang yang terjadi antara
masyarakat menetap (Pakpak) dengan kelompok suku lainnya yang ada di Sumbul
Pegagan. Dalam bidang lainnya terdapat perubahan seperti komunikasi dalam
percakapan sehari- hari. Bahasa Batak Toba lebih sering di pakai dalam percakapan
sehari- hari di Sumbul Pegagan.7
Dari proses migrasi menyebabkan sebuah perubahan yang sangat besar
terjadi di daerah Sumbul Pegagan. Proses perubahan ini menjadi hal yang unik dan
menarik untuk diteliti dari perspektif Ilmu Sejarah.Keunikan ini menjadi alasan
penulis untuk memilih judul tulisan yaitu MIGRASI BATAK TOBA KE
7
SUMBUL PEGAGAN, DAIRI (1971- 1990). Sebagai kajian penulis di mana
peristiwa ini dekat dengan keseharian penulis dan masih memungkinkan untuk
dikaji sebab pelaku, orang yang mengetahui, dan sumber- sumber masih
ditemuka n.
Untuk mempermudah pembahasan dan penulisan sejarah ini, penulis
membatasi waktu antara tahun 1971- 1990 karena pada awal tahun 1971
perekonomian Sumbul Pegagan mulai mengalami peningkatan seiring dengan
penanaman kopi Robusta.Hasil pertanian kopi dari daerah ini mulai diperhitungkan
di pasaran sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat baik etnis menetap
maupun etnis pendatang. Sedangkan tahun akhir batasan penulisan ini yaitu pada
tahun 1990 di mana pada tahun ini perpindahan spontan ke daerah ini sudah tidak
ditemuka n lagi, diharapkan dengan pembatasan waktu ini mempermudah penulis
dalam pengkajiannya.
1.2. Rumusan Masalah
Melihat latarbelakang yang telah diuraikan di atas maka penulis perlu untuk
membuat pokok permasalahan yang dianggap penting dalam studi sejarah.
Demikian pula penulisan mengenai “MIGRASI BATAK TOBA KE SUMBUL
PEGAGAN (1971- 1990)” memiliki beberapa pokok permasalahan yang ingin
1. Apa yang melatarbelakangi etnis Batak Toba bermigrasi ke Sumbul
Pegagan?
2. Bagaimana pengaruh proses migrasi Batak Toba terhadap kehidupan
sosial?
3. Komunitas etnis apa yang paling berkembang di Kecamatan Sumbul
Pengagan?
1.3. Tujuan dan Manfaat penelitian
Secara Ilmiah untuk mengetahui kejadian yang pernah terjadi dalam
masyarakat memerlukan proses perencanaan. Perencanaan penelitian yang
dilakukan dengan Ilmiah akan memperoleh perspektif terhadap masyarakat
tersebut.Dalam hal ini masyarakat Batak Toba yang melakukuan perpindahan ke
Kecamatan Sumbul Pegagan. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui latarbelakang migrasi Batak Toba ke ke Sumbul
Pegagan.
2. Untuk mengetahui pengaruh yang diakibatkan dari proses migrasi Batak
Toba bagi masyarakat asli (pakpak) dan masyarakat pendatang (Batak
Toba).
3. Untuk mengetahui komunitas etnis apa yang paling berkembang dan
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Untuk dapat memberikan gambaran yang jelas tentang terjadinya migrasi
Batak Toba ke Kecamatan Sumbul Pegagan.
2. Untuk memberikan keterangan yang benar tentang keberadaan etnis Batak
Toba di Kecamatan Sumbul Pegagan dimana penduduk asli di daerah
tersebut adalah etnis Pakpak.
3. Untuk menambah literatur penulisan sejarah khususnya Sejarah Lokal.
1.4. Tinjauan Pustaka
Setiap penelitian memerlukan kejelasan arah dan alur berpikir sebagai
langkah awal atau landasan berpikir dalam melihat dan membahas suatu peristiwa.
Untuk itu perlu sebuah kerangka teori yang memuat pokok- pokok pikiran dari
sudut pandang mana masalah penelitian akan disorot.8
Berbicara tentang Batak Toba di Sumbul Pegagan dengan segala aspek
kehidupannya, harus dilengkapi dengan tinjauan kepustakaaan sebagai sumber
data, dengan cara mengumpulkan dan menyusun sumber sebanyak mungkin
sehingga permasalahan yang ada dapat dijelaskan dengan baik. Selain Wawancara Dengan cara ini maka
pembahasan tentang Batak Toba yang bermigrasi ke Sumbul Pegagan akan
menghasilkan tulisan seperti yang diharapkan.
8
dengan Etnis Batak Toba dan etnis menetap, cara yang lain adalah dengan mencari
dan membaca buku- buku yang berkaitan dengan penelitian ini.
O. H. S. Purba dan Elvis F. Purba, dalam bukunya yang berjudul Migran
Batak Toba: di Luar Tapanuli Utara (Suatu Deskriptif) menjelaskan bahwa Batak
Toba keluar dari daerahnya (daratan tinggi Tapanuli) sekitar tahun 1900 menuju
Dairi.Dua hal yang menyebakan orang Batak Toba datang ke Dairi, yaitu kehadiran
kolonial Belanda di tanah Batak dan usaha missioner Jerman yang ingin
memperluas wilayah kerjanya. Perang Batak yang dipimpin Sisingamangaraja XII
untuk melawan Belanda ikut menjadi faktor alam sebab pejuang Batak Toba ikut
membantu tentara kolonial masuk ke Dairi seiring dengan bergesernya wilayah
perang dari Holbung ke Humbang selanjutnya ke Dairi.
Selain itu, Pembukaan jalan dari Dolok Sanggul ke Sidikalang pada saat itu
memengkinkan orang datang ke Dairi.Mereka mulai membuka lahan persawahan
dan berjualan. Kehadiran Missioner Jerman juga membawa pengaruh positif bagi
kesejahteraan masyarakat setempat. Hal ini didukung oleh pemerintah kolonial
Belanda seperti dalam bidang kerohanian yang akhirnya memberi teladan hidup
kristiani. Di samping itu pendidikan modern, serta bidang pertanian diperkenalkan,
akibatnya orang Batak Toba mampu mengolah persawahan bahkan sudah mampu
menanam tanaman kopi sebagai salah satu upaya pemanfaatan lahan luas.
Penulisan migrasi juga dapat dilihat dalam tulisan Andi Ima Kesuma, dalam
Bugis khususnya orang Wajo yang memiliki filosofi “Dimana perahu sampai, di
sana kehidupan ditegakkan.Artinya jika tidak mendapat tempat perantauan maka di
negeri manapun itu hidup dapat dilanjutkan. Orang Bugis yang memiliki jiwa
pelaut/berlayar memungkinkan mereka untuk menjelajahi samudera dan juga
negara- negara lainnya.
Faktor lain yang melatarbelakangi migrasi orang Bugis adalah peristiwa
yang terjadi di daerah asal seperti terjadinya perang, tuntutan ekonomi dimana
mereka dilanda kemiskinan. Sehingga mereka berusaha mencari kehidupan yang
lebih baik di tempat yang baru, yakni menyangkut semua aspek kehidupan
termasuk ekonomi dan politik. Orang Bugis yang telah bermigrasi pada umumnya
berhasil mencapai sukses, baik dalam bidang politik maupun bidang ekonomi.
Banyak di antara mereka menjadi pejabat- pejabat pemerintah, bahkan di Johor
keturunan Bugis dapat menjadi yang dipertuan Agung untuk Malaysia.
O. H. S. Purba dan Elvis F. Purba, dalam bukunya Migrasi Spontan Batak
Toba (Marserak) Sebab, Motip, dan Akibat Perpindahan Penduduk dari Dataran
Tinggi Toba menjelaskan bahwa orang Batak Toba pada mulanya berdiam di
sekitar danau Toba. Perkampungan leluhur mereka(Siraja Batak) adalah Sianjur
mula- mula, di kaki gunung Pusuh Buhit. Masuknya pengaruh dunia luar tarhadap
masyarakat dan adat- istiadat suku Batak Toba antara lain melalui
perdagangan.Bandar Barus sebagai pelabuhan eksport kapur barus dan kemenyan
mempengaruhi kebudayaan Batak. Bagi orang Batak Toba, tanah merupakan salah
satu faktor produksi yang paling penting dan sumber penghasilan utama. Begitu
pula adat- istiadat berhubungan erat dangan tanah dan usaha pertanian tersebut.
Akibatnya lahan pertanian sudah mulai terasa sempit disebabkan peningkatan
jumlah penduduk.
Penyebaran etnis Batak Toba ke luar daerah Tapanuli Utara melebihi
jumlah penduduk yang ada di daerah asal. Pertambahan penduduk yang pesat di
Tapanuli menimbulkan tekanan terhadap lahan pertanian dan perkampungan.
Lahan yang semakin sempit dan kurang subur menjadi salah satu alasan mengapa
orang Batak Toba berpindah. Selain itu keluarga- keluarga muda yang baru
berumah- tangga (Manjae) mendorong penduduk mendirikan rumah- rumah baru
dan bahkan membuka kampung baru. Kampung baru yang telah di buka
menciptakan perpencaran dan jauh dari kampung induknya.Mereka mulai
menyebar ke daerah yang lebih jauh di luar batas budaya sendiri.Inilah yang
disebut dengan Marserak.
Seiring dengan perkembangan zaman, Marserak mengandung pengertian
yang luas. Selain dari menyebar (perpindahan dari kampung halaman keluar
wilayah budaya sendiri), marserak memiliki arti mobilitas sosial dan ekonomi,
pendidikan. Kemajuan zaman yang berkembang dan kebutuhan manusia yang
semakin banyak menyebabkan pola hidup penduduk harus disesuaikan dengan
1.5. Metode Penelitian
Dalam mendeskripsikan sebuah tulisan yang bersifat ilmiah harus didukung
oleh tehnik untuk mendapatkan data yang akurat. Adanya metode penelitian yang
dilakukan penulis dalam memperoleh data- data harus berdasarkan seleksi sehingga
melahirkan suatu tulisan yang bersifat ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Dalam hal ini penulis menggunakan metode pengumpulan data
sebagai berikut:
1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Study kepustakaan ditujukan pada penggunaan buku- buku hasil karya para
ahli. Namun dalam hal ini buku- buku yang mendukung masih jarang
dijumpai. Tapi paling tidak ada buku yang membahas tentang penelitian
tersebut untuk menghindari pemalsuan data.Study kepustakaan juga bisa
dilakukan dengan laporan- laporan hasil kajian lembaga statistik, jurnal-
jurnal ilmiah serta majalah yang sesuai dengan masalah yang dibahas.
2. Penelitian Lapangan (Field Research) dengan langkah- langkah sebagai
berikut :
a.Wawancara
Kegiatan Wawancara dilakukan dengan penyaringan atau pengumpulan
data yang cukup penting dalam suatu penelitian.Wawancara dilakukan
kepada orang- orang yang mengetahui tentang permasalahan penelitian
yang diwawancarai adalah orang yang melakukan migrasi ke daerah
tersebut maupun penduduk asli yang dapat menjelaskan kedatangan serta
pengaruh dari migrasi Batak Toba.Pengumpulan data melalui wawancara
ini lebih menguntungkan karena akan terjadi interaksi dan komunikasi
antara penulis dengan masyarakat yang bersangkutan sehingga diperoleh
informasi yang lebih lengkap mengenai sikap, kelakuan, pengalaman dan
harapan dari informan.
b.Observasi
Dalam penelitian ini observasi dilakukan dengan mengadakan pengamatan
secara langsung terhadap kondisi daerah dan kehidupan masyarakat Sumbul
Pegagan yang menjadi sasaran penelitian.
Setelah dilakukan observasi tahap selanjutnya adalah Heuristik yang
merupakan langkah awal penelitian, penulis mengumpulkan informasi berupa
sumber tertulis dan lisan yang yang berhubungan dengan objek yang diteliti.
Dari sumber sejarah yang didapat kemudian dianalisa kembali
keakuratannya yaitu dengan kritik ekstern dan intern. Kritik ekstern bertujuan
untuk membuktikan keaslian data tersebut, sedangkan kritik intern bertujuan untuk
membuktikan bahwa isi dokumen tersebut adalah benar. Selanjutnya adalah tahap
Interpretasi yaitu pemahaman terhadap data yang ada, disini kita menganalisa
fakta yang telah didapat yang merupakan langkah akhir penulisan sejarah. Tahap
sudah ada sehingga menjadi sebuah kisah sejarah yang bermanfaat untuk orang
lain.
BAB II
GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN
2.1 Letak Geografis Sumbul Pegagan
Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten
Dairi, Propinsi Sumatera Utara. Secara geografis Sumbul Pegagan terletak antara
02. 25˚- 02. 45˚LU dan 98. 00˚- 98. 30˚BT dengan luas 268, 20 Km² dan berada pada ketinggian1.400 m di atas permukaan laut. Sebagian besar arealnya terdiri
dari pegunungan yang bergelombang dan hanya sebagian kecil yang datar dan rata,
sebagian besar terdiri dari hutan, maka iklim daerah ini adalah sedang (Sub
Tropis). Dalam penyebutan sehari- hari bagi masyarakat setempat bahwa tentang
kecamatan Sumbul Pegagan lebih akrab dengan sebutan Sumbul Pegagan tanpa
menyebut nama kecamatan didepannya.
Secara administratif pemerintahan Sumbul Pegagan memiliki batas wilayah
sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pegagan Hilir
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten
Simalungun
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Parbuluan
Kecamatan Sumbul Pegagan terdiri dari 14 Desa/Kelurahan, Yaitu:
- Pegagan Julu V
- Pegagan Julu VI
- Silalahi II
- Silalahi I
- Pegagan Julu II
- Pegagan Julu I
- Pegagan Julu III
- Pegagan Julu IV
- Paropo
- Pegagan Julu VII
- Pegagan Julu VIII
- Pegagan Julu IX
- Pegagan Julu X
- Tanjung Beringin
Tingkat perkembangan Desa/Kelurahan menurut klasifikasi Desa terdiri
dari 2 desa swakarya dan 12 desa swasembada yang dapat dijelaskan dalam tabel
TABEL I
Klasifikasi Desa/Kelurahan Menurut Jenisnya
No. Desa/Kelurahan Desa Swadaya Desa Swakarya Desa Swasembada
1 Pegagan Julu V _ _ √
2 Pegagan Julu IV _ _ √
3 Silalahi II _ _ √
4 Silalahi I _ _ √
5 Pegagan Julu II _ _ √
6 Pegagan Julu I _ _ √
7 Pegagan Julu III _ √ _
8 Pegagan Julu VI _ _ √
9 Paropo _ _ √
10 Pegagan Julu VII _ _ √
11 Pegagan Julu VIII _ √ _
12 Pegagan Julu IX _ _ √
13 Pegagan Julu X _ _ √
14 Tanjung Beringin _ _ √
Jumlah _ 2 12
Kepadatan penduduk adalah sebanyak 156 jiwa/km dengan penyebaran
yang tidak merata pada setiap desa/kelurahan. Dari 14 desa/kelurahan yang ada di
kecamatan Sumbul Pegagan terdapat penduduk yang terpadat di Desa Pegagan Julu
I yaitu dengan kepadatan sebanyak 1.551 jiwa/km persegi. Desa /Kelurahan yang
terjarang Penduduknya adalah Desa Silalahi II dengan tingkat kepadatan 55 jiwa/
km persegi. Jumlah Rumah tangga di Kecamatan Sumbul sebanyak 8.676 Rumah
tangga dengan penyebaran yang tidak merata. Rata- rata banyaknya jiwa per
Rumah tangga adalah sebanyak 5 Jiwa.Luas wilayah kecamatan Sumbul Pegagan
268,20 hektar dan dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan penduduk yang terdiri
dari Tanah Sawah, Tanah kering, bangunan/pekarangan, dan lain- lainnya.Untuk
lebih jelasnya perincian penggunaan tanah di kecamatan Sumbul dapat dilihat pada
Tabel II
Tata Guna Tanah Kecamatan Sumbul Pegagan
No. Tata Guna Tanah Luas (ha)
1. Tanah Sawah 3.247
2. Tanah Kering 19.763
3. Bangunan/Pekarangan 3.010
4. Lain- lainnya 800
Jumlah 268,20
Sumber: Kantor Kecamatan Sumbul Pegagan, 1990.
Dari Tabel 2 dapat kita lihat bahwa tanah yang paling luas dari tata guna
tanah adalah tanah kering. Tanah kering ini merupakan lahan perladangan yang
ditanami dengan kopi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau,
kedelai dan jenis buah- buahan untuk kebutuhan sehari- hari.Lahan perladangan
lebih banyak digunakan dari semua lahan yang ada karena dianggap lebih
menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dari hasil panen kopi, hampir setiap rumah
tangga di Sumbul Pegagan menanam tanaman kopi. Sedangkan untuk tanah sawah
ditanami tanaman dengan padi yang panennya dua kali dalam satu tahun dengan
sistem irigasi. Untuk tanah lainnya ini kebanyakan lahan yang kurang baik untuk
dikelola karena faktor kesuburan dan kurang aman untuk mendirikan rumah
Dalam hal pemilikan tanah, pada umumnya migran Batak Toba telah
memilikinya seluas ½ km/ kk untuk dikelola, baik tanah ladang maupun sawah.
Karena pada awal kedatangan mereka ke Sumbul Pegagan mereka diberi tanah
secara sukarela oleh etnis menetap, yaitu Pakpak Dairi. Namun di antara etnis
Batak Toba ini masih ada juga yang menyewa dari etnis menetap karena alasan
pada saat mereka sampai ke Sumbul Pegagan tanah di daerah ini sudah tidak
kosong lagi, caranya petani yang menyewa tanah wajib membayar sewa pada saat
panen tiba.9
9
Wawancara dengan Jahilim Simbolon, Pegsgsn Julu I, 23 agustus 2007.
Pembangunan sarana jalan beraspal sudah ada, yaitu menghubungkan setiap
desa.Lancarnya jalur transportasi mengakibatakan semakin meningkatnya
perpindahan etnis Batak Toba ke Sumbul Pegagan.
2.2. Komposisi Penduduk
2.2.1.Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis
Menurut data dari kantor kecamatan Sumbul Pegagan tahun 1990, Sumbul
Pegagan memiliki jumlah penduduk sebanyak 42.078 jiwa dengan jumlah kepala
keluarga 8.679 kk. Penduduk Sumbul Pegagan terdiri dari berbagai etnis dan
agama. Etnis yang terdapat di Sumbul Pegagan adalah Etnis Pakpak, Batak Toba,
Simalungun, Karo, dan etnis lainnya.Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel dibawah
Tabel III
Komposisi Penduduk Sumbul Pegagan Berdasarkan Etnis
No. Etnis Jumlah (Jiwa)
1. Pakpak 5425
2. Toba 21.523
3. Simalungun 2023
4. Karo 2407
5. Etnis lainnya 5
Jumlah 42.078
Sumber: Kantor Kecamatan Sumbul Pegagan, 1990.
Berdasarkan data- data di atas dapat dilihat bahwa etnis Batak Toba
sebagai penduduk pendatang adalah penduduk mayoritas, sedangkan etnis Pakpak
(Menetap) sudah menjadi etnis minoritas bila dibandingkan dengan etnis migran
yang datang ke Sumbul Pegagan.
Keseluruhan jumlah penduduk Sumbul Pegagan yang asli warga negara
Indonesia menurut jenis kelamin adalah jumlah laki- laki sebanyak 21.041 Jiwa
dan perempuan berjumlah 21.037 Jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
TABEL IV
Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah( Jiwa)
1 Laki- laki 21.041
2 Perempuan 21.037
Jumlah 42.078
Sumber: Kantor Kecamatan Sumbul Pegagan, 1990.
Sejak Tahun 1970 jumlah penduduk semakin meningkat. Hal ini bukan
karena tingginya angka kelahiran melainkan karena perpindahan penduduk dari
daerah lain ke desa masih terus berlangsung hingga akhir tahun 1990. Selain
mereka yang berkedudukan sebagai pegawai negeri seperti guru- guru sekolah,
juga terdapat orang- orang yang sudah menjalani pensiun.mengenai tingkat
kelahiran hanya sekitar 1%- 2% setahun. Sejak diperkenalkannya KB
menyebabkan pertumbuhan penduduk merata. Mengenai Usia produktif dan usia
tidak produktif hampir seimbang.
Penduduk Sumbul Pegagan berjumlah 42.078 jiwa yang diklasifikasikan menurut
luas, rumah tangga, kepadatan, dan rata- rata penduduk per rumah tangga menurut
Tabel V
Komposisi Penduduk Sumbul Pegagan menurut Luas, Rumah Tangga, dan
Rata-rata Penduduk Per Rumah Tangga menurut Desa/Kelurahan
No
2.2.2.Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Untuk mengetahui bagaimana kehidupan ekononi masyarakat Sumbul
Pegagan, maka perlu mengetahui jenis- jenis mata pencaharian
penduduk.Penduduk Sumbul Pegagan memiliki mata pencaharian yang
beranekaragam antara lain sebagai Petani, Pedagang, Pengrajin Sapu, PNS, Supir,
dan lain- lain. Pekerjaan yang paling utama dalam kehidupan sehari- hari penduduk
suku Batak Toba adalah bertani. Etnis Batak Toba tidak dapat meninggalkan
kebiasaan mereka yang masih tergantung dari lahan pertanian. Awal kedatangan
mereka ke Sumbul Pegagan adalah dengan membuka lahan- lahan kosong dan
mulai menanami jenis tanaman kopi. Setiap rumah tangga memiliki lahan pertanian
untuk dikelola sehingga ekonomi rumah tangga ditopang oleh sektor
pertanian.Dalam hal ini suami- istri dan anak bekerja sama untuk bekerja di sawah
atau ladang. Di samping itu mereka mempunyai pekerjaan sampingan yaitu
berjualan ke pasar atau di depan rumah tempat tinggalnya. Demikian juga dengan
etnis menetap (Pakpak), yakni mengikuti kebiasaan Batak Toba dalam hal bertani,
bahkan etnis- etnis lain seperti karo, simalungun, juga melakukan rutinitas yang
sama dalam kehidupan sehari- harinya. Penduduk yang sudah menjadi PNS, pun
masih berusaha menambah penghasilan dengan bertani dan berjualan, dengan
demikian masyarakat Sumbul Pegagan mempunyai pekerjaan ganda. Maka tidak
heran kalau penduduk Sumbul Pegagan mempunyai penghasilan yang lumayan.
TABEL VI
Komposisi Penduduk Sumbul Pegagan menurut Mata pencaharian
No. Jenis Matapencaharian Jumlah
1. Pegawai Negeri Sipil 538
2. ABRI 11
3. Karyawan Swasta 34
4. Wiraswasta/Pedagang 52
5. Petani 899
6. Pertukangan/Pengrajin 23
7. Pensiunan 8
Jumlah 1565
Sumber: Kantor Kecamatan Sumbul Pegagan,1990.
Dari tabel di atas terlihat bahwa petani adalah pekerjaan yang paling banyak
di lakukan penduduk dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun selain bertani,
mereka juga mempunyai pekerjaan sampingan yang lain.
2.2.3.Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan
Dalam bidang pendidikan, penduduk sangat antusias sekali. Hal ini tidak
terlepas dari sifat etnis Batak Toba yang masih memegang teguh cita- citanya
untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan yang setinggi- tingginya.
Keadaan ini dapat dilihat dari minat anak- anak untuk sekolah karena mereka
akan merasa minder kalau anak- anak tersebut tidak sekolah. Jika dilihat dari tahun
ke tahun pendidikan di Sumbul Pegagan semakin meningkat, hampir dari setiap
anak di Sumbul telah mengecap pendidikan sampai ke tingkat menengah atas,
bahkan sebagian dari anak- anak ini melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan
tinggi. Pentingnya pendidikan semakin disadari oleh para orangtua, karena bila
bahwa tidak bersekolah mereka menganggap akan bernasib seperti orangtua
mereka yang pada umumnya menjadi petani. Sebaliknya dengan sekolah akan
menambah pengalaman dan pengetahuan anak- anak sehingga mereka dapat
berhasil melebihi orangtuanya, bahkan dapat menaikkan status sosial keluarga.
Dalam proses pendidikan dapat diartikan sebagai proses tingkah laku
dengan tujuan untuk mencapai kematangan dalam segi- segi kehidupan. Juga dapat
diartikan sebagai kesempatan pembinaan dari individu guna meningkatkan cara
berpikir supaya mampu menilai dan mengambil keputusan dalam bertingkah laku
dalam masyarakat.
Sarana pendidikan yang ada di kecamatan Sumbul Pegagan terdapat 46 unit
Sekolah Dasar (SD) dengan jumlah murid sebanyak 8.239 dan tenaga
pengajar(Guru) sebanyak 334 orang. Tingkat pendidikan SLTP , terdapat 9 unit
Sekolah SLTP, dengan jumlah murid sebanyak3.035 orang dan tenaga pengajar
(Guru) sebanyak 141 orang. Sedangkan sekolah untuk tingkat SLTA terdapat 6
Tabel VII
Komposisi Penduduk Sumbul Pegagan menurut Pendidikan
Sumber: Kantor Kecamatan Sumbul Pegagan, 1990.
No. Desa/Kelurahan SD SLTP SLTA
1. Pegagan Julu V 912 168 -
2. Pegagan Julu IV 1.140 40 -
3. Silalahi II 340 - -
4. Silalahi I 370 310 -
5. Pegagan Julu II 332 - -
6. Pegagan Julu I 948 149.412 9.721
7. Pegagan Julu III 243 - -
8. Pegagan Julu VI 642 - -
9. Paropo 364 148 -
10. Pegagan Julu VII 563 344 182
11. Pegagan Julu VIII 197 - -
12. Pegagan Julu IX 386 - -
13. Pegagan Julu X 281 - -
14. Tanjung Beringin 980 532 141
2.2.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
Penduduk Sumbul Pegagan pada umumnya menganut agama kristen, hanya
sebagian kecil yang beragama Islam. Penduduk Sumbul Pegagan seluruhnya
menganut agama, dengan demikian tidak dijumpai lagi masyarakat yang menganut
kepercayaan yang lain.Agama kristen yang dianut penduduk sudah mereka
percayai sejak kedatangan mereka ke Sumbul. Sedangkan penduduk menetap
(Pakpak) juga telah menganut agama yang sama, namun sebagian kecil ada yang
menganut agama Islam. Hal ini tidak terlepas dengan adanya penyebaran agama
kristen oleh misionaris Jerman yang sampai ke Dairi.
Keadaan agama yang dianut oleh penduduk Sumbul Pegagan dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
Tabel VIII
Komposisi Penduduk Sumbul Pegagan menurut Agama
No. Agama yang Dianut Jumlah Jiwa
1. Islam 1.988
2. Kristen Katolik 7.363
3. Kristen Protestan 31.967
Jumlah 41.078
Sumber: Kantor Kecamatan Sumbul Pegagan, 1990.
Agama Kristen merupakan agama terbesar, walaupun demikian kerukunan
menjalankan ibadahnya sesuai dengan ajaran agamanya masing- masing dengan
tenang.
Untuk meningkatkan ketaqwaan masing- masing umat beragama maka di
desa ini terdapat beberapa buah sarana peribadatan. Rumah- rumah ibadat yang
dibangun merupakan hasil swadaya masing- masing para penganut agama. Sarana
ibadah di Sumbul Pegagan sudah memadai, yakni dengan adanya Gereja,
Mushollah dan Mesjid.Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut:
Tabel IX
JUMLAH SARANA IBADAH DI SUMBUL PEGAGAN
No. Agama Jumlah
1. Gereja 86
2. Mesjid 5
3. Musholla 8
Jumlah 99
BAB III
MIGRASI BATAK TOBA KE SUMBUL PEGAGAN
3.1. Pengertian Migrasi
Migrasi Penduduk dalam kehidupan manusia bukanlah merupakan hal yang
baru lagi melainkan sebaliknya telah terjadi dimana- mana. Migrasi dalam artian
sederhana yaitu berpindah tempat tinggal tanpa disadari telah memainkan peranan
penting dalam sejarah umat manusia yang disebabkan oleh bermacam- macam
faktor.
“Migrasi dalam bentuknya yang manapun juga, selalu memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia semenjak permulaan sejarah manusia”. “Sebab- sebab umumnya yang dapat diperhatikan pada migrasi primitif”, katanya terus berlaku sampai sekarang, meskipun dengan tekanan pengertian yang telah berubah dan dalam bentuk yang sedikit berlainan. Dixon mengelompokkan penyebab- penyebab itu ke dalam dua golongan fisik, seumpama bencana alam yang tiba- tiba dan perubahan iklim; dan golongan sosial ekonomis, seumpama pengusiran besar- besaran, kalah perang oleh pendatang yang menyerang dan motivasi- motivasi yang lebih suka rela seperti keinginan untuk mengeksploitasikan kemungkinan ekonomi baru atau menaklukkan negeri baru. Sebab itu migrasi sebagai bagian dari tabiat manusia secara difinitif ditentukan atau diarahkan oleh faktor- faktor lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial”.10
Namun demikian, migrasi merupakan bagian tabiat manusia, tidaklah dapat
dibenarkan tanpa diikuti sejumlah faktor.Alasannya adalah sifat manusia untuk
hidup aman tenteram dan berkecukupan tanpa gangguan dari pihak lain. Bila pada
10
suatu tempat yang dirasakan aman dan mencukupi kebutuhan hidupnya, manusia
akan berpindah ke tempat itu. Namun jika terdapat gangguan keamanan dan
kedamaian yang disebabkan faktor dari dalam dan luar maka perpindahan menjadi
keharusan untuk selanjutnya mencari daerah yang lain sebagai pemukiman. Pada
pihak lain, perpindahan telah menjadi suatu kebiasaan dari sifat manusia. Artinya
gangguan dan keamanan berupa tantangan senantiasa sulit untuk dihadapi sebagai
jawabannya adalah berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain pada setiap
saat. Hal tersebut banyak terdapat di beberapa daerah di Indonesia.Mereka hidup
secara nomaden karena merupakan kebiasaan atau yang lebih tepat adalah bagian
dari kehidupan sosial budayanya.
Perpindahan penduduk dalam beberapa bagian tertentu selalu dihubungkan
dengan kondisi sosial ekonomi di daerah asalnya. Meskipun sulit diterima secara
keseluruhan tetapi baik dalam penelitian di lapangan maupun yang terdapat dalam
sumber kepustakaan, hal tersebut merupakan faktor penentu.
Batasan waktu yang disepakati untuk seseorang yang pergi meninggalkan
tempat tinggalnya yang lama ke tempat yang baru sehingga disebut sebagai migran
belum ada. Perserikatan Bangsa Bangsa menyatakan bahwa seseorang yang
bermigrasi adalah orang yang bermaksud tinggal di daerah yang baru lebih dari 12
bulan. Para ahli yang mengemukakan teori tentang migrasi tidak menyebutkan
batasan temporal( perpindahan tempat tinggal) jauh atau dekat, dengan kemauan
Payung Bangun mengatakan bahwa “Huta (bahasa Batak Toba) biasanya
merupakan teritorial yang dihuni oleh keluarga yang asal dari satu klen”. Namun di
Sumbul Pegagan sudah sangat jarang dijumpai masyarakat Pakpak berdomisili
dengan ciri khas budaya Pakpak yang dimiliki, karena Sumbul Pegagan sudah
penuh dengan rumah penduduk Batak Toba (pendatang).
Menurut B.A. Simanjuntak mengemukakan beberapa alasan orang manjae
dari desa induk, yakni: karena desa induk penuh penghuni, sehingga pertambahan
rumah sudah tidak memungkinkan lagi dan sebagian orang merasa kurang sehat
atau kurang memperoleh rejeki di desa induk sehingga berniat mengadu nasib di
tempat yang baru baik dengan cara membuka desa/perkampungan baru.
Pada umumnya mereka membuka kampung baru sekitar kampung induk
atau tidak jauh jaraknya dari kampung asal, kampung utama merupakan titik tolak
dan pembukaan kampung- kampung baru ini makin sering berakibat lebih jauh dari
kampung asal atau di luar batas budayanya sendiri. Dilihat dari sudut ekologi
kebudayaan Batak, huta merupakan manifestasi konsep harajaon.
Pederson dalam bukunya Batak Blood and Protestand Soul menyatakan,
“Jalan lain ke kerajaan ialah mendirikan sebuah kampung (huta) baru dengan
merintis suatu daerah yang belum didiami”. Mendirikan sebuah huta adalah suatu
cara yang diakui untuk mendapatkan kekayaan material tetapi lebih banyak untuk
mendapatkan kedudukan sosial. Selain hal tersebut, bertambahnya jumlah
dengan kampung yang lain atau marga yang satu dengan marga yang lain. Perang
ini dapat terjadi karena perbedaan pendapat atau dikarenakan mengambil alih
tanah kampung lain.
Salah satu usaha etnis Batak Toba untuk dapat berkembang dan
meningkatkan taraf hidupnya adalah dengan melakukan migrasi ke daerah yang
lain yang lebih dapat memberikan kehidupan lebih baik. Salah satu daerah tempat
migrasi etnis Batak Toba di Sumatera adalah di daerah Sumbul Pegagan karena di
kampung asal (Bonapasogit) kesempatan untuk memperoleh hidup yang lebih baik
sangat minim, dan inilah alasan mereka untuk meninggalkan kampung halaman
(asal) dan melaksanakan migrasi ke daerah lain, baik untuk jangka waktu tertentu
maupun untuk untuk selama- lamanya.
Etnis Batak Toba merupakan penduduk pendatang yang pertama kali
bermigrasi ke Sumbul Pegagan dari pendatang lain seperti Karo, Simalungun, dan
lain- lainnya. Hal ini dikarenakan Sumbul Pegagan dengan daerah asal Batak
Toba(Tapanuli) satu administratif, Dairi sebagai kabupaten pada tahun 1950- 1958
bergabung dengan keresidenan Tapanuli. Namun hal tersebut hanya masalah
waktu, sebab seiring bergulirnya waktu etnis- etnis lain mulai berdatangan ke
daerah ini. Migrasi mereka berlangsung baik karena keterbukaan masyarakatnya
dari pengaruh luar seperti agama Kristen, pemerintahan Belanda di Tapanuli,dan
pembukaan lahan- lahan kosong di Dairi untuk penanaman kopi.Agama Kristen
memperkenalkan pendidikan, dan organisasi dalam Gereja. Sedangkan
pemerintahan Belanda memperkenalkan sistem pemerintahan baru yakni antar huta
disatukan yang sebenarnya saling bermusuhan. Dengan memperkenalkan bentuk
organisasi kemasyarakatan kedaerahan yang baru, maka desa- desa yang
berdekatan dikumpulkan menjadi satu sekolah Gereja, akibatnya huta yang kecil
dan merupakan dunia kecil yang berdiri sendiri, telah berganti menjadi suatu
masyarakat yang lebih luas. Sistem ini diperkuat oleh Belanda dengan
memperkenalkan pemerintahan yang mempunyai suatu kesatuan wilayah yang
lebih luas, maka huta atau desa nantinya mempunyai wilayah administratif, dan
memenuhi syarat- syarat yang diperlukan bagi seseorang yang memegang jabatan,
termasuk termasuk ilmu pengetahuan tentang dunia luar.
Masyarakat Batak Toba terdiri dari petani- petani ulet yang mengerjakan
tanah dengan caranya sendiri. .Mereka mengerjakan sawah dengan cangkul dan
kemudian mendapat hasil yang memuaskan. Keberhasilan mereka di daerah
dataran rendah karena dianggap penduduk setempat orang- orang Batak Toba
berhasil membuat sawah dan lahan kopi sehingga mendorong masyarakat setempat
menirunya.
Tanah merupakan salah satu yang paling penting bagi etnis Batak Toba.
Migrasi mereka ke dataran rendah terutama ingin memperoleh tanah- tanah subur
yang belum dimanfaatkan, tanah- tanah itu mereka tanami dengan padi, kopi,dan
dari migrasi setempat. Sebelumnya mereka atau setidaknya orangtua mereka telah
bermigrasi ke daerah-daerah lain di Dairi.11
11
Wawancara dengan Gibson Samosir, Pegagan Julu III, tanggal 24 agustus 2007.
Evereet Lee menyatakan bahwa “Yang disebut dengan Migrasi adalah
perubahan tempat tinggal secara permanen, dengan tidak ada pembatasan dan tidak
berkeinginan untuk kembali lagi kedaerah asalnya. Alasan Migran tidak kembali
karena keinginan hidupnya untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik telah
terpenuhi di tempat yang baru seperti pemilikan tanah, rumah, pekerjaan, dan dapat
menyekolahkan anak- anaknya sampai dapat mandiri. Sebagai contoh migrasi
permanen ini adalah migrasi yang terjadi di Sumbul Pegagan.Hal ini dapat dilihat
dari penduduk pendatang(Batak Toba) tidak pernah kembali ke daerah asal, mereka
hanya sering berkunjung.
Sedangkan dalam kamus antropologi dikatakan bahwa migrasi adalah
pemindahan/gerak penduduk secara tetap yang menempuh jarak tertentu melewati
perbatasan tertentu ke tempat baru. Dari pendapat yang di kemukan di atas maka
dapat diambil kesimpulan bahwa migrasi yaitu perpindahan penduduk dari suatu
tempat ke tempat yang lain dengan melewati daerah asal untuk tujuan menetap
3.2. Proses Migrasi
Kehadiran kolonial Belanda dan usaha misioner Jerman yang ingin
memperluas daerah kerjanya sangat berpengaruh terhadap etnis Batak Toba.
Pemerintah kolonial yang ingin memperluas daerah kolonialnya dan ingin
menguasai daerah- daerah Batak lainnya termasuk Dairi yang pada saat itu masih
merdeka dari kekuasaan lain, akhirnya melakukan perang. Perang Batak pada
waktu itu dipimpin oleh Raja Sisingamangaraja XII. Perang ini merupakan
jawaban terhadap rencana Belanda yang mau menguasai seluruh Tanah Batak.
Pada Tahun 1906 tentara Belanda membawa 400 orang pembantunya dari Tarutung
yang pada umumnya adalah etnis Batak Toba, dengan tujuan untuk membantu
Belanda.12
Setelah Dairi dikuasai dan tugas Civil Gezaghebber yang telah ditempatkan
dua tahun sebelumnya di Dairi semakin banyak mengeluarkan tenaga kerja. Maka
tahun1907 pemerintah kolonial membawa beberapa orang dari Tarutung menjadi
pengawai pemerintahan ke Sidikalang.Hal ini mengakibatkan semakin banyak
etnis Batak Toba yang tinggal di Dairi. Dalam kurun waktu dua tahun orang- orang
dari Humbang. Silindung, maupun Toba Holbung datang ke Sidikalang untuk
melihat keadaan sekaligus bertempat tinggal disana. Kehadiran mereka
mempercepat Sidikalang menjadi kampung yang ramai.13
12
Elvis. F. Purba., O.H.S., Purba, Migrasi Batak Toba: di Luar Tapanuli Utara (Suatu Deskripsi), Medan, 1997, hlm. 50.
13
Pada tahun 1908 jumlah orang Batak Toba yang tinggal dan menetap di
Dairi sudah ratusan dan tahun- tahun selanjutnya jumlah Batak Toba yang
mengadakan migrasi ke Dairi terus meningkat, dari Sidikaling mereka berangkat
menuju arah barat laut dan membentuk perkampungan baru seperti
Buluduri,Kanopan, Kintara Jumahteguh dan ada yang sampai Tigalingga, dan
kemudian ke Panji. Hingga dasawarsa (1916- 1925) jumlah pendatang Batak Toba
sekitar 1.500 orang pertahunnya.
Semakin banyak jumlah pendatang semakin banyak sumber berita tentang
Dairi kepada saudara- saudara mereka yang ada di Bonapasogit.Sejak tahun 1925
Dairi semakin di kenal sebagai daerah panombangan. Orang- orang dari Holbung,
Silindung, dan Toba Holbung tidak hanya berbondong- bondong ke Sidikalang
atau daerah- daerah yang sudah ditempati pendatang yang sudah lebih duluan,
tetapi juga mencari daerah- daerah baru ke seluruh pelosok Dairi bahkan ada yang
sampai ke Tanah Alas dan Singkil.Mereka mendirikan rumah- rumah sederhana di
ladang- ladang mereka atau beberapa marga dari daerah asal yang sama
mendirikan satu kampung di daerah yang baru ditempati. Maka tidak heran kalau
di temukan pada satu tempat yang semuanya satu marga(klen). Pendatang dari
Humbang dan Toba Holbung ada yang membuka lahan persawahan dan tentu lebih
banyak yang membuka kebun kopi karena kondisi daerah.
Tahun 1929 dimulai pembukaan jalan Dairiweg dari Merek (Merek pada
Sumbul Pegagan dan kemudian Sidikalang. Arus perpindahan juga semakin
meningkat setelah pembukaan jalan raya tersebut. Demikian juga dari Simalungun
karena hubungan lalu lintas dari Pematang Siantar , Merek ke Sidikalang sudah
semakin baik.14
Keanekaragaman suku bangsa yang tinggal di Dairi didominasi oleh etnis-
etnis Batak Toba. Menurut data sensus 1930, penduduk utama Dairi adalah Batak
Toba, Pakpak, dan Karo. Jumlah penduduknya pada waktu itu sebanyak 54.037
jiwa yang terdiri dari 53.307 orang Batak Toba, 277 orang Cina, dan 20 orang
Eropah. Dari antara Etnis Batak, orang Toba sebanyak 24.893 jiwa, Pakpak
sebanyak 18.888 jiwa, Karo sebanyak 8.892 jiwa, Simalungun sebanyak 548jiwa, Memang tidak terjadi perpindahan besar- besaran seperti ke
Sumatera Timur setelah pembukaan jalan tersebut karena tidak banyak dijumpai
lahan persawahan. Namun dikemudian hari, keterbatasan lahan persawahan
menjadi faktor pendorong bagi mereka untuk meninggalkan daerah yang baru
ditempati di Dairi. Bagi sebagian orang, kebun kopi kurang menarik perhatian
mereka, sehingga setelah beberapa tahun, yaitu tahun lima atau sepuluh tahun,
berdomisili di suatu tempat mereka pindah lagi untuk mencari lahan persawahan
yang lebih luas. Sementara itu Sidikalang sudah berubah menjadi kota dan paling
ramai di Dairi. Kota ini menjadi daerah transit pendatang- pendatang baru dari
Toba Holbung, Humbang, dan Silindung, untuk meneruskan perjalanan ke daerah
lainnya.
14
Angkola sebanyak 42 jiwa, Mandailing sebanyak 29 jiwa dan Batak lainnya 15
jiwa. Pada waktu itu penduduk kota Sidikalang sudah ada sekitar 3.000 jiwa.
Dilihat dari agama yang dianut penduduk Dairi terdapat 13.561 yang menganut
agama Kristen, 6.449 menganut agama Islam, dan 33.246 menganut agama
suku.Angka- angka ini menunjukkan bahwa 46 persen dari penduduk Dairi adalah
etnis Batak Toba, yang jumlahnya lebih banyak dari penduduk setempat(Pakpak).
Disamping itu banyak di antara mereka yang belum menganut agama Kristen
sewaktu datang, tetapi setelah sampai di Dairi sebagian ada yang telah belajar
kekristenan dan pendatang yang lebih belakangan sudah lebih banyak yang
beragama sehingga mempercepat munculnya jemaat- jemaat baru.15
Semasa kolonial Belanda banyak orang Batak pindah dari Dairi ke Tanah
Alas, sebagian kecil ke Singkil (Aceh Selatan). Salah satu penyebabnya adalah
lahan persawahan yang terbatas. Banyak dari antara petani Batak Toba di Dairi
adalah para peladang yang sering tidak dapat bertahan lama di satu- satu daerah. Tahun 1931 telah ada 38 jemaat HKBP di seluruh Dairi, yang tersebar di
seluruh pelosok daerah. Banyaknya jemaat tidak terlepas dari banyaknya
pendatang- pendatang baru.Tidak ketinggalan juga dengan missi Katolik, yang
kebanyakan datang dari Simalungun dan Sumatera Timur yang pindah karena
mutasi pegawai ke Sidikalang.Sebaliknya yang datang dari Humbang atau Samosir
juga mempercepat jemaat- jemaat Katolik muncul dan tersebar di Dairi.
15
Tanaman kopi mendominasi tanaman penduduk, sementara orang- orang yamg
datang dari Toba Holbung dan Silindung lebih suka bekerja di persawahan. Dari
daerah- daerah yang tidak memiliki lahan persawahan yang luas, sebagian
penduduknya pindah ke Tanah Alas dan Sumatera Timur.16
Migrasi Batak Toba ke Sumbul Pegagan terjadi pada tahun 1910. Migrasi
Batak Toba pada awal kedatangannya ke Sumbul Pegagan berjumlah 25-40 kepala
keluarga. Kedatangan mereka ada yang berkelompok, individu dengan ikatan
persaudaraan yang sama dan juga ada yang berbeda marga. Misalnya migran yang
tinggal di Pegagan Julu I kebanyakan bermarga Simbolon. Sedangkan di daerah
Silalahi hampir seluruhnya bermarga Silalahi sehingga desa ini di sebut desa
Silalahi. 17
Melalui wawancara dengan anak dari orang yang pertama sekali datang ke
Sumbul Pegagan yang masih hidup adalah migran yang meninggalkan kampung
halamannya karena semakin sempitnya lahan pertanian di Silindung menjadikan
mereka harus bergerak untuk mencari lahan yang bisa di tanami lagi. Hal ini di
sebabkan karena hampir tiap Rumah tangga memiliki 10 orang anak
mengakibatkan sempitnya lahan. Kondisi tanah yang kurang subur mengakibatkan
hasil panen padi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari
termasuk untuk menyekolahkan anak- anak mereka.Didorong rasa tidak puas dan
keinginan untuk maju maka mereka meninggalkan kampung halaman mereka dan
16
Wawancara dengan Viktor Sianipar, Tanjung Beringin, tanggal 27 agustus 2007. 17
keluarga- keluarga lainnya dengan harapan mendapatkan kehidupan yang lebih
baik dan mapan. Sumbul Pegagan menjadi tujuan maereka karena daerah ini masih
memungkinkan untuk didiami melihat daerah ini masih banyak lahan yang kosong
dan subur.18
Proses migrasi etnis Batak Toba ke Sumbul Pegagan dari Tapanuli terjadi
tahun 1910 dan terjadi secara langsung ke daerah tujuan dan ada pula migrasi yang
terjadi secara tidak langsung atau migrasi ke daerah lain terlebih dahulu baru Selain itu Sumbul Pegagan sangat strategis wilayahnya karena
menghubungkan jalan ke Merek sampai ke Sidikalang hingga ke Singkil (Aceh).
Lahan di Sumbul Pegagan masih banyak yang belum dijamah atau masih hutan
belukar. Kondisi tanah di daerah ini cukup bagus, hanya saja lahan di daerah ini
kebanyakan lahan kering yang hanya cocok untuk tanaman kopi dan sayur-
sayuran. Hal ini membuat para petani Batak Toba yang datang ke daerah ini harus
mencocokkan diri untuk mulai beralih ke perladangan. Awal kedatangan petani
Batak ini mereka menebang hutan untuk lahan pertanian. Mereka bekerja keras
untuk membuka lahan baru untuk di tanami tanaman kopi. Hal ini merupakan
pekerjaan yang biasa bagi mereka karena di kampung halamannya Batak Toba
sudah biasa bekerja keras. Dengan cara seperti ini memberi harapan baru kepada
para migran Batak Toba, sehingga mereka gigih bekerja untuk mendapatkan hasil
yang lebih baik yang akan memperbaiki hidup dan dapat memenuhi kebutuhan
hidup mereka dan anak- anaknya.
18
bermigrasi ke Sumbul Pegagan. Dalam proses bermigrasi langsung maupun secara
tidak langsung biasanya para migran yang sudah berumah tangga tidak langsung
memboyong keluarganya ke daerah tujuan migrasi, tetapi di antara mereka yang
terlebih dahulu bermigrasi adalah para suami karena mereka belum mempunyai
tempat tinggal menetap dan biasanya mereka tinggal di rumah- rumah saudaranya
dan di rumah penduduk Asli (Pakpak) yang mempunyai ladang yang luas untuk
dijadikan sebagai pekerjanya.19
a. migrasi etnis Batak Toba secara langsung
Setelah dirasa mampu untuk membiayai
keluarganya, maka mereka menjemput istri dan keluarganya untuk pindah ke
tempat tujuan yaitu ke Sumbul. Untuk lebih jelasnya proses migrasi tersebut akan
dibahas dalam dua cara yakni:
Migrasi ini terjadi akibat dibukanya seperti jaringan perrhubungan dan
pembukaan jalan- jalan yang menghubungkan daerah Sumbul Pegagan
dengan daerah lainnya sehingga turut mempermudah dan mempercepat arus
perpindahan secara langsung bagi etnis Batak Toba ke daerah ini. Selain
faktor di atas faktor penyebab migrasi Batak Toba di daerah ini secara
langsung yaitu keadaan ekonomi karena keterbatasan lahan pertanian di
daerah asalnya dimana peduduk sudah semakin banyak, sementara di
daerah Sumbul Pegagan lahan pertanian masih sangat luas. Disamping itu
yang tidak bisa diabaikan adalah falsafah hidup atau nilai budaya yang
19
dianut Batak Toba yang di kenal dengan istilah 3H seperti yang dijabarkan
di atas,yaitu hamoraon, hagabeon, dan hasangapon, hal inilah yang
sekarang ini memotivasi etnis Batak Toba melakukan migrasi.
b. migrasi etnis Batak Toba secara tidak langsung
Keputusan untuk bermigrasi yang diwujudkan dalam tindakan untuk
meninggalkan kampung halamannya, dan biasanya diambil dengan tidak
memperhitungkan bahwa kehidupan mereka yang baru akan lebih baik dari
pada di tempat asalnya (baik dalam arti jasmani, sosial maupun kejiwaan).
Namun kadang kala apa yang diidamkan itu lain dari kenyataannya yang
mereka alami. Terutama mereka yang bermigrasi tidak memiliki pendidikan
atau pengetahuan khusus seperti buruh tani. Sehingga mereka mencari
daerah yang sesuai dengan keahlian mereka. Begitu jugalah halnya dengan
para migran Batak Toba, karena alasan keadaan lingkungan, keadaan
ekonomi, sosial budaya di daerah Toba mempersulit kehidupan mereka
sehingga mendorong mereka meninggalkan kampung halaman, Bahkan
diantara mereka ada yang tanpa memperhitungkan lebih dulu atau tidak
mempersiapkan diri sebelum merantau ke daerah lain. Para migran Batak
Toba baik yang sudah berumah tangga maupun yang belum, banyak
diantara mereka yang terlebih dahulu bermigrasi ke daerah lain tetapi
karena beberapa alasan mereka meninggalkan daerah tersebut. Seperti
Jakarta mengatakan: bahwa dirinya telah termakan rayuan teman, sehingga
apa yang ada dalam benaknya semasa di kampung berbeda dengan yang
dialaminya di kota tersebut. Sehingga dia kembali ke kampung dan
mengikuti temannya untuk menambah pengalaman di daerah Sumbul
Pegagan. Maka untuk bertahan hidup dan dapat menwujudkan apa yang
menjadi impian orang Batak Toba, lalu mereka mencari daerah lain yang
sesuai dengan keahliannya sebagai petani dan salah satu daerah yang masih
luas lahan pertaniannya adalah Sumbul Pegagan. Seperti yang dikemukakan
oleh Sianturi yang bermigrasi dari daerah Muara yaitu:
“Tumangon ma marhassit- hassit di taon di huta ni halak on daripada
mulak muse tu huta,dang tarbereng annon dongan di huta molo pe ingkon
pindah unang be tuhuta, niluluan ma huta na asing”.
Bila diterjemahkan kira- kira artinya: lebih baik menderita di daerah
perantauan dari pada harus kembali ke daerah asal, sebab kemungkinan besar akan
mendapat ejekan dari teman- teman sekampung bila tidak berhasil.
3.3. Faktor- faktor Pendorong dan Penarik Migrasi Batak Toba
Pada dasarnya setiap individu mempunyai kebutuhan- kebutuhan yang
ingin dipenuhi dan dicapai. Apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi
melakukan migrasi.20
Setiap proses migrasi berlangsung karena adanya sejumlah faktor
pendorong dan faktor penarik serta sejumlah faktor- faktor lainnya yang turut
menunjang proses migrasi tersebut.
Begitu juga dengan migrasi Batak Toba untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya telah melakukan migrasi ke Sumbul Pegagan. Migrasi ini
didasari oleh kemauan sendiri dan usaha sendiri. Artinya bahwa perpindahan yang
dilakukan adalah diluar program dan bantuan pemerintah.
21
Letak geografis suatu daerah sangat mempengaruhi kehidupan
masyarakatnya yang tinggal di daerah itu, sama halnya dengan masyarakat etnis
Batak Toba yang secara geografis mempengaruhi kehidupan etnis Batak Toba
dengan segala sistem kehidupannya. Dilihat secara geografis Kabupaten Tapanuli Faktor pendorong dan penarik migrasi
merupakan dua hal yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Adanya
permasalahan- permasalahan yang dihadapi di daerah asal menyebabkan mereka
berkeinginan untuk keluar dari kampung halaman dan mencari kehidupan yang
lebih baik di daerah yang baru. Untuk memudahkan pembahasan maka terlebih
dahulu akan dibahas mengenai faktor- faktor pendorongnya.
3.3.1. Faktor Pendorong Dari Daerah Asal
a. faktor geografis
20
. Aris Ananta, Ciri Demografis Kualitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi, Jakarta: Universitas Indonesia, 1993, hlm. 141.
21
terletak pada 1˚-20¹- 2º4¹LU dan 98º 10¹ -99º 35¹ BT dengan luas seluruhnya
1.060.530 Ha. Sebagian besar daerahnya berupa dataran tinggi yang dikenal
dengan dataran tinggi Toba dan berada pada punggung jajaran Bukit Barisan. Jika
dilihat dari ketinggian permukaan laut maka daerah ini berada diantara 300 sampai
dengan 1500 m di atas permukaan laut. Tofografi bergelombang sampai curam
dengan kemiringan antara 0 sampai dengan diatas 40%.
Dengan melihat uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa keadaan
permukaan tanah yang bergunung- gunung dan berlembah- lembah menyebabkan
berbagai hambatan dalam usaha perkembangan usaha pertanian seperti perluasan
tanah pertanian, perluasan areal permukiman juga kesulitan untuk pembangunan
jalan dan sarana pengairan. Daerah Tapanuli kurang menguntungkan menyebabkan
dampak negatif terhadap lahan pertanian yang akhirnya mendorong penduduk,
terutama pada petani yang pindah dan mencari daerah yang lebih baik. Selain itu
kesuburan tanah yang kurang mendukung dan musim yang kurang baik
mempengaruhi pertanian sehingga mempengaruhi panen di Tapanuli. Kegagalan
musim panen pada masa dahulu sering terjadi karena musim kering yang
berkepanjangan, seperti di daerah Humbang Samosir. Akibat musim seperti ini
bukan hanya merusak tanaman tahunan tapi juga mengakibatkan penderitaan petani
karena padi dan tanaman palawija lainnya menjadi layu dan akhirnya punah.22
22
Elvis. F. Purba., O. H. S., Purba, Migrasi Batak Toba: di Luar Tapanuli Utara (Suatu Deskripsi), Medan, 1997, hlm. 52.
Hasil pertanian seperti beras, jagung, dan ubi jalar yang merupakan
kebutuhan pokok bagi penduduk semakin berkurang. Hal tersebut terjadi
disebabkan semakin banyak lahan pengairan menjadi lahan kering, sehingga sektor
pertanian tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan sub sistem penduduknya.
Kondisi ini menjadi salah satu faktor pendorong perpindahan penduduk dari daerah
ini ke daerah lain di luar Tapanuli.
b. faktor 3H
Berbicara mengenai motif dan faktor menyebab penduduk dari dataran
Toba, kita tidak bisa lepas dari keinginan untuk mencapai nilai- nilai atau harapan
yang terdapat dalam 3H (Hamoraon, Hagabeon, dan Hasangapon). Sampai saat ini
idaman 3H masih tetap dipertahankan bahkan disuarakan sebagai aspirasi pada adat
masyarakat Batak Toba.23
Hal ini dapat kita lihat dimana orang yang belum kaya (mamora) maupun
orang yang belum berketurunan banyak (gabe), akan berupaya untuk dihormati
dimuliakan(sangap), idaman dan cita- cita di ataslah membekali orang- orang Batak
Toba pada khususnya melakukan migrasi, karena di daerah asalnya (Bonapasongit) Sekalipun orang Batak Toba sudah menganut Kristen
atau Islam dan sudah mempunyai GBHN secara nasional, nilai- nilai 3H itu masih
ingin dicapai sekaligus.
23