• Tidak ada hasil yang ditemukan

Migrasi Batak Toba Ke Sumbul Pegagan, Dairi (1971-1990)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Migrasi Batak Toba Ke Sumbul Pegagan, Dairi (1971-1990)"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

MIGRASI BATAK TOBA KE SUMBUL PEGAGAN,

DAIRI (1971- 1990)

Dikerjakan

O

L

E

H

NAMA : REFI ROSLILA SIRINGO- RINGO

NIM : 030706021

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

DEPARTEMEN SEJARAH

MEDAN

(2)

MIGRASI BATAK TOBA KE SUMBUL PEGAGAN,

DAIRI (1971- 1990)

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

O

L

E

H

NAMA : REFI ROSLILA SIRINGO- RINGO NIM : 030706021

Pembimbing,

Drs. Bebas Surbakti NIP 131571775

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi

MIGRASI BATAK TOBA KE SUMBUL PEGAGAN,

DAIRI (1971-1990)

Yang diajukan Oleh

Nama : Refi Roslila Siringo- ringo NIM : 030706021

Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh :

Pembimbing,

Drs. Bebas Surbakti Tanggal,……….

NIP 131571775

Ketua Departemen Ilmu Sejarah,

Dra. Fitriaty Harahap, S.U Tanggal,……….

NIP 131284309

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi

MIGRASI BATAK TOBA KE SUMBUL PEGAGAN,

DAIRI (1971- 1990)

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

Nama : Refi Roslila Siringo- ringo Nim : 030706021

Pembimbing

Drs. Bebas Surbakti

NIP 131571775

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Sastra USU Medan,

Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra

Dalam bidang Ilmu Sejarah

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(5)

Lembar Persetujuan Ketua

MIGRASI BATAK TOBA KE SUMBUL PEGAGAN,

DAIRI (1971- 1990)

DISETUJUI OLEH :

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH

Ketua,

Dra. Fitriaty Harahap, S.U

NIP 131284309

(6)

Lembar Pengesahan Skripsi Oleh Dekan dan Panitia Ujian

PENGESAHAN : Diterima Oleh :

Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra

Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra USU Medan

Pada :

Tanggal : 28 Maret 2008

Hari : Jumat

Fakultas Sastra USU

Dekan,

Drs. Syaifuddin, MA,Ph. D

NIP 132098531

Panitia Ujian :

No. Tanda Tangan

1. Dra. Fitriaty Harahap, SU (__________________)

2. Dra. Nurhabsyah, M. Si (__________________)

3. Drs. Bebas Surbakti (__________________)

4. Dra. Nina Karina, M. Si (__________________)

(7)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur saya ucapkan kepada Allah Bapa melalui Puteranya Yesus Kristus, atas berkat, kasih serta penyertaan-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra di bidang Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.

Adapun skripsi ini berjudul “MIGRASI BATAK TOBA KE SUMBUL PEGAGAN, DAIRI (1971-1990)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sekaligus untuk meraih gelar kesarjanaan.

Saya sangat menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan, oleh sebab itu saya mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun untuk dapat mencapai kesempurnaan dari penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi saya maupun bagi setiap orang yang membacanya.

Medan, Maret 2008 Penulis

(8)

Ucapan Terima Kasih

Segala puji dan syukur kepada Allah Bapa melalui putera-Nya Yesus Kristus, atas berkat, kasih serta penyertaan-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra di bidang Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.

Atas segala kritik, saran dan bantuan spiritual maupun materil yang telah diterima dari berbagai pihak yang membantu penyelesaian skripsi ini, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayahanda, Alm. M. Siringo- ringo dan Ibunda, M. Silitonga yang selalu memberikan dukungan selama masa pendidikan hingga penulisan skripsi ini. Terima kasih atas doanya, apa yang telah kalian berikan pada saya tidak dapat dibalas dengan apapun. Kakanda Baik Siringo- ringo beserta istri, Kak Rostauli Siringo- ringo beserta suami, Kak Nurlida, dan beserta keponakan- keponakanku tersayang atas dukungan dan perhatiannya kepada saya selama menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Syaiffudin, Ma, Ph.D selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

3. Ketua Departemen Ilmu Sejarah, Ibu Dra. Fitriaty Harahap, SU dan Sekretaris Jurusan Ibu Dra. Nurhabsyah, M.Si atas bimbingan yang telah diberikan dalam masa perkuliahan maupun dalam proses menyelesaikan skripsi ini.

(9)

ini, dan Bapak Drs. Samsul Tarigan selaku dosen pembimbing akademik saya yang telah memberikan masukan selama masa perkuliahan.

5. Seluruh Staff Pengajar di Departemen Sejarah, yang telah mendidik dan memberi pengetahuan selama ini, semoga dapat bermanfaat bagi saya.

6. Seluruh informan yang telah memberikan informasi maupun sumber-sumber yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

7. Seluruh teman-teman stambuk 2003, Helda, Lia F.F.S, Eltrini, Christanty, Tika Anawanti, dan seluruh teman-teman stambuk ’03 Departemen Ilmu Sejarah.

Medan, Maret 2008 Penulis

(10)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar………... i

Ucapan Terimakasih……… ii

Daftar Isi………...………... iii

Daftar Tabel………... iv

Abstrak... v

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan……….. 1

1.2 Rumusan Masalah……… 6

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 7

1.4 Tinjauan Pustaka……….. 8

1.5 Metode Penelitian……… 12

Bab II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN 2.1 Letak Geografis Sumbul Pegagan………... 15

2.2 Komposisi Penduduk………... 20

2.2.1 Komposisi Berdasarkan Etnis……….. 20

2.2.2 Komposisi Berdasarkan Mata Pencaharian………. 24

2.2.3 Komposisi Berdasarkan Pendidikan……… 25

2.2.4 Komposisi Berdasarkan Agama……….. 28

(11)

3.3 Faktor Pendorong Migrasi Batak Toba………...………. 44

3.3.1 Faktor Pendorong dari Daerah Asal……… 45

3.3.2 Faktor Penarik dari Daerah Tujuan……….. 56

Bab IV MIGRASI DAN MOBILITAS SOSIAL 4.1 Pengaruh Migrasi Terhadap Kehidupan Masyarakat..……… 62

4.1.1 Pengaruh Dalam Bahasa……….. 63

4.1.2 Pengaruh Dalam Ekonomi………... 67

4.1.3 Pengaruh Dalam Budaya………. 71

4.2 Komunitas Migran Batak Toba di Sumbul Pegagan………... 74

Bab V Kesimpulan……… 83

Daftar Pustaka

Daftar Informan

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Klasifikasi Desa/Kelurahan Menurut Jenisnya Tabel 2 Tata Guna Tanah Kecamatan Sumbul Pegagan

Tabel 3 Komposisi Penduduk Sumbul Pegagan Berdasarkan Etnis Tabel 4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5 Komposisi Penduduk Sumbul Pegagan menurut Luas, Rumah Tangga, dan Rata-rata Penduduk Per Rumah Tangga menurut Desa/Kelurahan

Tabel 6 Komposisi Penduduk Sumbul Pegagan menurut Mata pencaharian Tabel 7 Komposisi Penduduk Sumbul Pegagan menurut Pendidikan

(13)

ABSTRAK

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sejarah adalah mengulas tentang tiga hal penting yaitu pelaku, tematis, dan

tempat.1

Setiap manusia pasti mengalami pertumbuhan penduduk di dalam

menjalani kehidupannya.

Ketiga hal ini akan terlihat saling menjelaskan sehingga terbentuk sebuah

peristiwa yang dinamakan dengan peristiwa sejarah. Mengenai pelaku akan

diketahui siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut, sedangkan dari tematis akan

menjelaskan peristiwa apa yang terjadi dan tempat, akan menjelaskan di mana

peristiwa itu terjadi. Demikian juga tentang sejarah migrasi dimensi yang menjadi

pokok permasalahan adalah tiga hal tersebut.

Migrasi merupakan sebuah perpindahan penduduk dari satu tempat ke

tempat lain.Dalam hal ini penduduk sebagai pelaku terhadap peristiwa migrasi

adalah Batak Toba yang melakukan migrasi dengan berbagai faktor sosial dan

kondisi lingkungan dari daerah asal dan juga daerah tempat migrasi.

2

1

Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, (terj.) Nugroho Notosutanto, Jakarta: UI Press, 1985, hlm.27.

2

Budiarto Munir Rozi, Teori- teori Kependudukan, Jakarta: PT Bina Aksara, 1986, hlm. 45.

Begitu juga dengan etnis Batak Toba mengalami

pertambahan penduduk secara alamiah yang terjadi di daerah Tapanuli (Tanoh

(15)

hidupnya. Masyarakat harus berusaha mencari lahan baru di luar Tapanuli karena

lahan pertanian yang semakin sempit dan juga semakin meningkatnya persaingan

hidup di antara sesama masyarakat. Budaya Batak Toba yang identik dengan

marga- marga atau kelompok etnis yang bermukim pada sebuah Huta (kampung) di

daerah pedalaman.

Perkembangan Huta (kampung) membuat suatu kampung penuh dengan

penduduk dan juga keluarga- keluarga yang baru membentuk keluarga baru.

Keluarga- keluarga baru ini ada yang tidak mempunyai lahan pertanian untuk

diolah. Keluarga- keluarga baru ini membentuk keluarga sendiri dan memisahkan

diri dari keluarganya atau dalam Batak Toba disebut Manjae. Mereka membentuk

kampung baru serta membuka lahan- lahan pertanian yang baru yang sering disebut

dengan Banjar atau Lumban.3

3

Batara Sangti Simanjuntak, Sejarah Batak, Balige, Karl Sianipar Company, 1977, hlm. 200.

Di Tapanuli masyarakat Batak Toba hidup dari sistem pertanian dimana

Masyarakat Batak Toba memiliki keahlian dalam mengolah tanah dan juga dari

segi fisik sangat kuat bekerja.Di daerah asalnya (Tapanuli) tanahnya tergolong

tandus dan kurang menguntungkan ditanami tanaman pertanian. Hal ini

mengakibatkan masyarakat selalu devisit dan kekurangan dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya.Cara yang dilakukan masyarakat untuk mengatasi lahan yang

(16)

Proses Migrasi yang dilakukan Batak Toba juga sebagai cara mewujudkan

filosofi mereka yaitu 3H seperti Hagabeon, Hamoraon, dan Hasangapon. Filosofi

ini adalah salah satu ciri yang sangat terlihat di dalam keseharian dan kehidupan

etnis Batak Toba.4 Untuk menempuh filosofi ini, beberapa tindakan di lakukan oleh

Orang Batak yaitu Hasangapon di tempuh dengan melanjutkan sekolah atau

Pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sehingga mereka nantinya dihargai dan

dapat berkuasa dan juga Hagabeon di tempuh dengan mendambakan panjang umur

dan mendapatkan keturunan dalam ikatan perkawinan khususnya anak laki- laki.

orang Batak sangat mendambakan anak laki- laki. Hal ini dilatarbelakangi oleh

sistem keturunan yang Patrinial, di mana anak laki- laki adalah sebagai penerus

Marga. Yang ketiga adalah Hamoraon, bagian ini di tempuh dengan berusaha

sekuat tenaga untuk mencari kekayaan dan kesejahteraan. Dalam bagian ini harta

mempunyai peranan penting dalam kehidupan orang Batak, kesejahteraan hidup

yang lebih baik sangat diimpikan oleh orang Batak Toba. Masing- masing orang

Batak mengejar hal ini, sehingga tanpa disadari akan menimbulkan persaingan

tidak sehat atau konflik- konflik di antara sesama keluarga maupun konflik dalam

Huta(kampung). Latarbelakang inilah yang merupakan faktor masyarakat Batak

Toba bermigrasi.5

4

Elvis. F. Purba., O. H. S., Purba, Migrasi Batak Toba: di Luar Tapanuli Utara (Suatu Deskripsi) , Medan, 1997, hlm. 1.

5

(17)

Daerah Migran yang di tempuh oleh migran Batak Toba pada umumnya

adalah daerah yang identik dengan budaya dalam kesehariannya. Seperti Migrasi

yang di lakukan Batak Toba ke tanah Dairi (tanah Pakpak) pada tahun 1910-1980.

Dairi sebagai tempat bermigrasi adalah alasan Administratif, di mana wilayah Dairi

pada tahun 1950- 1958 bergabung dengan wilayah Tapanuli Utara.

Sebagai alternatif lain tempat tujuan migrasi ke Dairi adalah karena unsur

kemiripan budaya, sifat, dan juga keseharian orang Batak Toba yaitu sebagai

masyarakat yang hidup tergantung dari sistem pertanian. Migrasi yang di lakukan

Batak Toba tergolong sukses, hal ini dapat di lihat dari perubahan yang terjadi di

daerah Sumbul Pegagan yang tergolong maju karena proses migrasi ke daerah ini.

Sekitar tahun 1970-an pertanian di daerah Sumbul mencapai kemajuan yang

sangat pesat, khususnya tanaman kopi yang hasilnya sangat berlimpah apabila di

bandingkan dengan daerah sekitarnya. Hasil pertanian kopi tersebut adalah

penanaman kopi Robusta yang melampaui eksport. Dalam hal ini Sumbul Pegagan

menjadi daerah pertanian maju.6

Kemajuan ini merupakan proses dari migrasi yang mengarahkan

masyarakat menuju persaingan sehat yang saling meniru. Hal ini berawal dari

besarnya komposisi suku dan juga keahlian dari masing- masing etnis. Proses

migrasi yang terlihat sangat positif membuat suku asli atau menetap dalam hal ini

Pakpak Dairi menerima proses tersebut.Keterbukaan masyarakat Pakpak Dairi

6

(18)

khususnya Pakpak Pegagan adalah awal dari migrasi menuju sebuah kesuksesan.

Masyarakat asli memberi peluang kepada kelompok migran (Batak Toba) untuk

berusaha dan juga bekerja sama. Sebagai contoh adalah keterbukaan dalam

memberikan tanah untuk dikelola. Kebebasan berusaha ini tidak mempunyai batas

ataupun persyaratan yang membebani kelompok migran.

Migrasi Batak Toba ke Sumbul Pegagan membawa perubahan yang besar

terhadap daerah ini. Daerah Sumbul Pegagan yang latarbelakang etnisnya adalah

Pakpak Dairi khususnya Pakpak Pegagan, Tapi kelompok dominan di daerah

Sumbul bukan lagi etnis Pakpak tetapi etnis Batak Toba.Hal ini bukan lagi

diakibatkan oleh proses migrasi, sebab pada periode 1990-an sudah jarang

ditemukan. Banyaknya jumlah Penduduk diakibatkan oleh proses perkawinan

antara sesama suku Batak Toba dan perkawinan silang yang terjadi antara

masyarakat menetap (Pakpak) dengan kelompok suku lainnya yang ada di Sumbul

Pegagan. Dalam bidang lainnya terdapat perubahan seperti komunikasi dalam

percakapan sehari- hari. Bahasa Batak Toba lebih sering di pakai dalam percakapan

sehari- hari di Sumbul Pegagan.7

Dari proses migrasi menyebabkan sebuah perubahan yang sangat besar

terjadi di daerah Sumbul Pegagan. Proses perubahan ini menjadi hal yang unik dan

menarik untuk diteliti dari perspektif Ilmu Sejarah.Keunikan ini menjadi alasan

penulis untuk memilih judul tulisan yaitu MIGRASI BATAK TOBA KE

7

(19)

SUMBUL PEGAGAN, DAIRI (1971- 1990). Sebagai kajian penulis di mana

peristiwa ini dekat dengan keseharian penulis dan masih memungkinkan untuk

dikaji sebab pelaku, orang yang mengetahui, dan sumber- sumber masih

ditemuka n.

Untuk mempermudah pembahasan dan penulisan sejarah ini, penulis

membatasi waktu antara tahun 1971- 1990 karena pada awal tahun 1971

perekonomian Sumbul Pegagan mulai mengalami peningkatan seiring dengan

penanaman kopi Robusta.Hasil pertanian kopi dari daerah ini mulai diperhitungkan

di pasaran sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat baik etnis menetap

maupun etnis pendatang. Sedangkan tahun akhir batasan penulisan ini yaitu pada

tahun 1990 di mana pada tahun ini perpindahan spontan ke daerah ini sudah tidak

ditemuka n lagi, diharapkan dengan pembatasan waktu ini mempermudah penulis

dalam pengkajiannya.

1.2. Rumusan Masalah

Melihat latarbelakang yang telah diuraikan di atas maka penulis perlu untuk

membuat pokok permasalahan yang dianggap penting dalam studi sejarah.

Demikian pula penulisan mengenai “MIGRASI BATAK TOBA KE SUMBUL

PEGAGAN (1971- 1990)” memiliki beberapa pokok permasalahan yang ingin

(20)

1. Apa yang melatarbelakangi etnis Batak Toba bermigrasi ke Sumbul

Pegagan?

2. Bagaimana pengaruh proses migrasi Batak Toba terhadap kehidupan

sosial?

3. Komunitas etnis apa yang paling berkembang di Kecamatan Sumbul

Pengagan?

1.3. Tujuan dan Manfaat penelitian

Secara Ilmiah untuk mengetahui kejadian yang pernah terjadi dalam

masyarakat memerlukan proses perencanaan. Perencanaan penelitian yang

dilakukan dengan Ilmiah akan memperoleh perspektif terhadap masyarakat

tersebut.Dalam hal ini masyarakat Batak Toba yang melakukuan perpindahan ke

Kecamatan Sumbul Pegagan. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui latarbelakang migrasi Batak Toba ke ke Sumbul

Pegagan.

2. Untuk mengetahui pengaruh yang diakibatkan dari proses migrasi Batak

Toba bagi masyarakat asli (pakpak) dan masyarakat pendatang (Batak

Toba).

3. Untuk mengetahui komunitas etnis apa yang paling berkembang dan

(21)

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Untuk dapat memberikan gambaran yang jelas tentang terjadinya migrasi

Batak Toba ke Kecamatan Sumbul Pegagan.

2. Untuk memberikan keterangan yang benar tentang keberadaan etnis Batak

Toba di Kecamatan Sumbul Pegagan dimana penduduk asli di daerah

tersebut adalah etnis Pakpak.

3. Untuk menambah literatur penulisan sejarah khususnya Sejarah Lokal.

1.4. Tinjauan Pustaka

Setiap penelitian memerlukan kejelasan arah dan alur berpikir sebagai

langkah awal atau landasan berpikir dalam melihat dan membahas suatu peristiwa.

Untuk itu perlu sebuah kerangka teori yang memuat pokok- pokok pikiran dari

sudut pandang mana masalah penelitian akan disorot.8

Berbicara tentang Batak Toba di Sumbul Pegagan dengan segala aspek

kehidupannya, harus dilengkapi dengan tinjauan kepustakaaan sebagai sumber

data, dengan cara mengumpulkan dan menyusun sumber sebanyak mungkin

sehingga permasalahan yang ada dapat dijelaskan dengan baik. Selain Wawancara Dengan cara ini maka

pembahasan tentang Batak Toba yang bermigrasi ke Sumbul Pegagan akan

menghasilkan tulisan seperti yang diharapkan.

8

(22)

dengan Etnis Batak Toba dan etnis menetap, cara yang lain adalah dengan mencari

dan membaca buku- buku yang berkaitan dengan penelitian ini.

O. H. S. Purba dan Elvis F. Purba, dalam bukunya yang berjudul Migran

Batak Toba: di Luar Tapanuli Utara (Suatu Deskriptif) menjelaskan bahwa Batak

Toba keluar dari daerahnya (daratan tinggi Tapanuli) sekitar tahun 1900 menuju

Dairi.Dua hal yang menyebakan orang Batak Toba datang ke Dairi, yaitu kehadiran

kolonial Belanda di tanah Batak dan usaha missioner Jerman yang ingin

memperluas wilayah kerjanya. Perang Batak yang dipimpin Sisingamangaraja XII

untuk melawan Belanda ikut menjadi faktor alam sebab pejuang Batak Toba ikut

membantu tentara kolonial masuk ke Dairi seiring dengan bergesernya wilayah

perang dari Holbung ke Humbang selanjutnya ke Dairi.

Selain itu, Pembukaan jalan dari Dolok Sanggul ke Sidikalang pada saat itu

memengkinkan orang datang ke Dairi.Mereka mulai membuka lahan persawahan

dan berjualan. Kehadiran Missioner Jerman juga membawa pengaruh positif bagi

kesejahteraan masyarakat setempat. Hal ini didukung oleh pemerintah kolonial

Belanda seperti dalam bidang kerohanian yang akhirnya memberi teladan hidup

kristiani. Di samping itu pendidikan modern, serta bidang pertanian diperkenalkan,

akibatnya orang Batak Toba mampu mengolah persawahan bahkan sudah mampu

menanam tanaman kopi sebagai salah satu upaya pemanfaatan lahan luas.

Penulisan migrasi juga dapat dilihat dalam tulisan Andi Ima Kesuma, dalam

(23)

Bugis khususnya orang Wajo yang memiliki filosofi “Dimana perahu sampai, di

sana kehidupan ditegakkan.Artinya jika tidak mendapat tempat perantauan maka di

negeri manapun itu hidup dapat dilanjutkan. Orang Bugis yang memiliki jiwa

pelaut/berlayar memungkinkan mereka untuk menjelajahi samudera dan juga

negara- negara lainnya.

Faktor lain yang melatarbelakangi migrasi orang Bugis adalah peristiwa

yang terjadi di daerah asal seperti terjadinya perang, tuntutan ekonomi dimana

mereka dilanda kemiskinan. Sehingga mereka berusaha mencari kehidupan yang

lebih baik di tempat yang baru, yakni menyangkut semua aspek kehidupan

termasuk ekonomi dan politik. Orang Bugis yang telah bermigrasi pada umumnya

berhasil mencapai sukses, baik dalam bidang politik maupun bidang ekonomi.

Banyak di antara mereka menjadi pejabat- pejabat pemerintah, bahkan di Johor

keturunan Bugis dapat menjadi yang dipertuan Agung untuk Malaysia.

O. H. S. Purba dan Elvis F. Purba, dalam bukunya Migrasi Spontan Batak

Toba (Marserak) Sebab, Motip, dan Akibat Perpindahan Penduduk dari Dataran

Tinggi Toba menjelaskan bahwa orang Batak Toba pada mulanya berdiam di

sekitar danau Toba. Perkampungan leluhur mereka(Siraja Batak) adalah Sianjur

mula- mula, di kaki gunung Pusuh Buhit. Masuknya pengaruh dunia luar tarhadap

masyarakat dan adat- istiadat suku Batak Toba antara lain melalui

perdagangan.Bandar Barus sebagai pelabuhan eksport kapur barus dan kemenyan

(24)

mempengaruhi kebudayaan Batak. Bagi orang Batak Toba, tanah merupakan salah

satu faktor produksi yang paling penting dan sumber penghasilan utama. Begitu

pula adat- istiadat berhubungan erat dangan tanah dan usaha pertanian tersebut.

Akibatnya lahan pertanian sudah mulai terasa sempit disebabkan peningkatan

jumlah penduduk.

Penyebaran etnis Batak Toba ke luar daerah Tapanuli Utara melebihi

jumlah penduduk yang ada di daerah asal. Pertambahan penduduk yang pesat di

Tapanuli menimbulkan tekanan terhadap lahan pertanian dan perkampungan.

Lahan yang semakin sempit dan kurang subur menjadi salah satu alasan mengapa

orang Batak Toba berpindah. Selain itu keluarga- keluarga muda yang baru

berumah- tangga (Manjae) mendorong penduduk mendirikan rumah- rumah baru

dan bahkan membuka kampung baru. Kampung baru yang telah di buka

menciptakan perpencaran dan jauh dari kampung induknya.Mereka mulai

menyebar ke daerah yang lebih jauh di luar batas budaya sendiri.Inilah yang

disebut dengan Marserak.

Seiring dengan perkembangan zaman, Marserak mengandung pengertian

yang luas. Selain dari menyebar (perpindahan dari kampung halaman keluar

wilayah budaya sendiri), marserak memiliki arti mobilitas sosial dan ekonomi,

pendidikan. Kemajuan zaman yang berkembang dan kebutuhan manusia yang

semakin banyak menyebabkan pola hidup penduduk harus disesuaikan dengan

(25)

1.5. Metode Penelitian

Dalam mendeskripsikan sebuah tulisan yang bersifat ilmiah harus didukung

oleh tehnik untuk mendapatkan data yang akurat. Adanya metode penelitian yang

dilakukan penulis dalam memperoleh data- data harus berdasarkan seleksi sehingga

melahirkan suatu tulisan yang bersifat ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan

kebenarannya. Dalam hal ini penulis menggunakan metode pengumpulan data

sebagai berikut:

1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Study kepustakaan ditujukan pada penggunaan buku- buku hasil karya para

ahli. Namun dalam hal ini buku- buku yang mendukung masih jarang

dijumpai. Tapi paling tidak ada buku yang membahas tentang penelitian

tersebut untuk menghindari pemalsuan data.Study kepustakaan juga bisa

dilakukan dengan laporan- laporan hasil kajian lembaga statistik, jurnal-

jurnal ilmiah serta majalah yang sesuai dengan masalah yang dibahas.

2. Penelitian Lapangan (Field Research) dengan langkah- langkah sebagai

berikut :

a.Wawancara

Kegiatan Wawancara dilakukan dengan penyaringan atau pengumpulan

data yang cukup penting dalam suatu penelitian.Wawancara dilakukan

kepada orang- orang yang mengetahui tentang permasalahan penelitian

(26)

yang diwawancarai adalah orang yang melakukan migrasi ke daerah

tersebut maupun penduduk asli yang dapat menjelaskan kedatangan serta

pengaruh dari migrasi Batak Toba.Pengumpulan data melalui wawancara

ini lebih menguntungkan karena akan terjadi interaksi dan komunikasi

antara penulis dengan masyarakat yang bersangkutan sehingga diperoleh

informasi yang lebih lengkap mengenai sikap, kelakuan, pengalaman dan

harapan dari informan.

b.Observasi

Dalam penelitian ini observasi dilakukan dengan mengadakan pengamatan

secara langsung terhadap kondisi daerah dan kehidupan masyarakat Sumbul

Pegagan yang menjadi sasaran penelitian.

Setelah dilakukan observasi tahap selanjutnya adalah Heuristik yang

merupakan langkah awal penelitian, penulis mengumpulkan informasi berupa

sumber tertulis dan lisan yang yang berhubungan dengan objek yang diteliti.

Dari sumber sejarah yang didapat kemudian dianalisa kembali

keakuratannya yaitu dengan kritik ekstern dan intern. Kritik ekstern bertujuan

untuk membuktikan keaslian data tersebut, sedangkan kritik intern bertujuan untuk

membuktikan bahwa isi dokumen tersebut adalah benar. Selanjutnya adalah tahap

Interpretasi yaitu pemahaman terhadap data yang ada, disini kita menganalisa

fakta yang telah didapat yang merupakan langkah akhir penulisan sejarah. Tahap

(27)

sudah ada sehingga menjadi sebuah kisah sejarah yang bermanfaat untuk orang

lain.

(28)

BAB II

GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN

2.1 Letak Geografis Sumbul Pegagan

Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten

Dairi, Propinsi Sumatera Utara. Secara geografis Sumbul Pegagan terletak antara

02. 25˚- 02. 45˚LU dan 98. 00˚- 98. 30˚BT dengan luas 268, 20 Km² dan berada pada ketinggian1.400 m di atas permukaan laut. Sebagian besar arealnya terdiri

dari pegunungan yang bergelombang dan hanya sebagian kecil yang datar dan rata,

sebagian besar terdiri dari hutan, maka iklim daerah ini adalah sedang (Sub

Tropis). Dalam penyebutan sehari- hari bagi masyarakat setempat bahwa tentang

kecamatan Sumbul Pegagan lebih akrab dengan sebutan Sumbul Pegagan tanpa

menyebut nama kecamatan didepannya.

Secara administratif pemerintahan Sumbul Pegagan memiliki batas wilayah

sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pegagan Hilir

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten

Simalungun

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Parbuluan

(29)

Kecamatan Sumbul Pegagan terdiri dari 14 Desa/Kelurahan, Yaitu:

- Pegagan Julu V

- Pegagan Julu VI

- Silalahi II

- Silalahi I

- Pegagan Julu II

- Pegagan Julu I

- Pegagan Julu III

- Pegagan Julu IV

- Paropo

- Pegagan Julu VII

- Pegagan Julu VIII

- Pegagan Julu IX

- Pegagan Julu X

- Tanjung Beringin

Tingkat perkembangan Desa/Kelurahan menurut klasifikasi Desa terdiri

dari 2 desa swakarya dan 12 desa swasembada yang dapat dijelaskan dalam tabel

(30)

TABEL I

Klasifikasi Desa/Kelurahan Menurut Jenisnya

No. Desa/Kelurahan Desa Swadaya Desa Swakarya Desa Swasembada

1 Pegagan Julu V _ _ √

2 Pegagan Julu IV _ _ √

3 Silalahi II _ _ √

4 Silalahi I _ _ √

5 Pegagan Julu II _ _ √

6 Pegagan Julu I _ _ √

7 Pegagan Julu III _ √ _

8 Pegagan Julu VI _ _ √

9 Paropo _ _ √

10 Pegagan Julu VII _ _ √

11 Pegagan Julu VIII _ √ _

12 Pegagan Julu IX _ _ √

13 Pegagan Julu X _ _ √

14 Tanjung Beringin _ _ √

Jumlah _ 2 12

(31)

Kepadatan penduduk adalah sebanyak 156 jiwa/km dengan penyebaran

yang tidak merata pada setiap desa/kelurahan. Dari 14 desa/kelurahan yang ada di

kecamatan Sumbul Pegagan terdapat penduduk yang terpadat di Desa Pegagan Julu

I yaitu dengan kepadatan sebanyak 1.551 jiwa/km persegi. Desa /Kelurahan yang

terjarang Penduduknya adalah Desa Silalahi II dengan tingkat kepadatan 55 jiwa/

km persegi. Jumlah Rumah tangga di Kecamatan Sumbul sebanyak 8.676 Rumah

tangga dengan penyebaran yang tidak merata. Rata- rata banyaknya jiwa per

Rumah tangga adalah sebanyak 5 Jiwa.Luas wilayah kecamatan Sumbul Pegagan

268,20 hektar dan dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan penduduk yang terdiri

dari Tanah Sawah, Tanah kering, bangunan/pekarangan, dan lain- lainnya.Untuk

lebih jelasnya perincian penggunaan tanah di kecamatan Sumbul dapat dilihat pada

(32)

Tabel II

Tata Guna Tanah Kecamatan Sumbul Pegagan

No. Tata Guna Tanah Luas (ha)

1. Tanah Sawah 3.247

2. Tanah Kering 19.763

3. Bangunan/Pekarangan 3.010

4. Lain- lainnya 800

Jumlah 268,20

Sumber: Kantor Kecamatan Sumbul Pegagan, 1990.

Dari Tabel 2 dapat kita lihat bahwa tanah yang paling luas dari tata guna

tanah adalah tanah kering. Tanah kering ini merupakan lahan perladangan yang

ditanami dengan kopi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau,

kedelai dan jenis buah- buahan untuk kebutuhan sehari- hari.Lahan perladangan

lebih banyak digunakan dari semua lahan yang ada karena dianggap lebih

menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dari hasil panen kopi, hampir setiap rumah

tangga di Sumbul Pegagan menanam tanaman kopi. Sedangkan untuk tanah sawah

ditanami tanaman dengan padi yang panennya dua kali dalam satu tahun dengan

sistem irigasi. Untuk tanah lainnya ini kebanyakan lahan yang kurang baik untuk

dikelola karena faktor kesuburan dan kurang aman untuk mendirikan rumah

(33)

Dalam hal pemilikan tanah, pada umumnya migran Batak Toba telah

memilikinya seluas ½ km/ kk untuk dikelola, baik tanah ladang maupun sawah.

Karena pada awal kedatangan mereka ke Sumbul Pegagan mereka diberi tanah

secara sukarela oleh etnis menetap, yaitu Pakpak Dairi. Namun di antara etnis

Batak Toba ini masih ada juga yang menyewa dari etnis menetap karena alasan

pada saat mereka sampai ke Sumbul Pegagan tanah di daerah ini sudah tidak

kosong lagi, caranya petani yang menyewa tanah wajib membayar sewa pada saat

panen tiba.9

9

Wawancara dengan Jahilim Simbolon, Pegsgsn Julu I, 23 agustus 2007.

Pembangunan sarana jalan beraspal sudah ada, yaitu menghubungkan setiap

desa.Lancarnya jalur transportasi mengakibatakan semakin meningkatnya

perpindahan etnis Batak Toba ke Sumbul Pegagan.

2.2. Komposisi Penduduk

2.2.1.Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis

Menurut data dari kantor kecamatan Sumbul Pegagan tahun 1990, Sumbul

Pegagan memiliki jumlah penduduk sebanyak 42.078 jiwa dengan jumlah kepala

keluarga 8.679 kk. Penduduk Sumbul Pegagan terdiri dari berbagai etnis dan

agama. Etnis yang terdapat di Sumbul Pegagan adalah Etnis Pakpak, Batak Toba,

Simalungun, Karo, dan etnis lainnya.Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel dibawah

(34)

Tabel III

Komposisi Penduduk Sumbul Pegagan Berdasarkan Etnis

No. Etnis Jumlah (Jiwa)

1. Pakpak 5425

2. Toba 21.523

3. Simalungun 2023

4. Karo 2407

5. Etnis lainnya 5

Jumlah 42.078

Sumber: Kantor Kecamatan Sumbul Pegagan, 1990.

Berdasarkan data- data di atas dapat dilihat bahwa etnis Batak Toba

sebagai penduduk pendatang adalah penduduk mayoritas, sedangkan etnis Pakpak

(Menetap) sudah menjadi etnis minoritas bila dibandingkan dengan etnis migran

yang datang ke Sumbul Pegagan.

Keseluruhan jumlah penduduk Sumbul Pegagan yang asli warga negara

Indonesia menurut jenis kelamin adalah jumlah laki- laki sebanyak 21.041 Jiwa

dan perempuan berjumlah 21.037 Jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

(35)

TABEL IV

Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah( Jiwa)

1 Laki- laki 21.041

2 Perempuan 21.037

Jumlah 42.078

Sumber: Kantor Kecamatan Sumbul Pegagan, 1990.

Sejak Tahun 1970 jumlah penduduk semakin meningkat. Hal ini bukan

karena tingginya angka kelahiran melainkan karena perpindahan penduduk dari

daerah lain ke desa masih terus berlangsung hingga akhir tahun 1990. Selain

mereka yang berkedudukan sebagai pegawai negeri seperti guru- guru sekolah,

juga terdapat orang- orang yang sudah menjalani pensiun.mengenai tingkat

kelahiran hanya sekitar 1%- 2% setahun. Sejak diperkenalkannya KB

menyebabkan pertumbuhan penduduk merata. Mengenai Usia produktif dan usia

tidak produktif hampir seimbang.

Penduduk Sumbul Pegagan berjumlah 42.078 jiwa yang diklasifikasikan menurut

luas, rumah tangga, kepadatan, dan rata- rata penduduk per rumah tangga menurut

(36)

Tabel V

Komposisi Penduduk Sumbul Pegagan menurut Luas, Rumah Tangga, dan

Rata-rata Penduduk Per Rumah Tangga menurut Desa/Kelurahan

No

(37)

2.2.2.Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Untuk mengetahui bagaimana kehidupan ekononi masyarakat Sumbul

Pegagan, maka perlu mengetahui jenis- jenis mata pencaharian

penduduk.Penduduk Sumbul Pegagan memiliki mata pencaharian yang

beranekaragam antara lain sebagai Petani, Pedagang, Pengrajin Sapu, PNS, Supir,

dan lain- lain. Pekerjaan yang paling utama dalam kehidupan sehari- hari penduduk

suku Batak Toba adalah bertani. Etnis Batak Toba tidak dapat meninggalkan

kebiasaan mereka yang masih tergantung dari lahan pertanian. Awal kedatangan

mereka ke Sumbul Pegagan adalah dengan membuka lahan- lahan kosong dan

mulai menanami jenis tanaman kopi. Setiap rumah tangga memiliki lahan pertanian

untuk dikelola sehingga ekonomi rumah tangga ditopang oleh sektor

pertanian.Dalam hal ini suami- istri dan anak bekerja sama untuk bekerja di sawah

atau ladang. Di samping itu mereka mempunyai pekerjaan sampingan yaitu

berjualan ke pasar atau di depan rumah tempat tinggalnya. Demikian juga dengan

etnis menetap (Pakpak), yakni mengikuti kebiasaan Batak Toba dalam hal bertani,

bahkan etnis- etnis lain seperti karo, simalungun, juga melakukan rutinitas yang

sama dalam kehidupan sehari- harinya. Penduduk yang sudah menjadi PNS, pun

masih berusaha menambah penghasilan dengan bertani dan berjualan, dengan

demikian masyarakat Sumbul Pegagan mempunyai pekerjaan ganda. Maka tidak

heran kalau penduduk Sumbul Pegagan mempunyai penghasilan yang lumayan.

(38)

TABEL VI

Komposisi Penduduk Sumbul Pegagan menurut Mata pencaharian

No. Jenis Matapencaharian Jumlah

1. Pegawai Negeri Sipil 538

2. ABRI 11

3. Karyawan Swasta 34

4. Wiraswasta/Pedagang 52

5. Petani 899

6. Pertukangan/Pengrajin 23

7. Pensiunan 8

Jumlah 1565

Sumber: Kantor Kecamatan Sumbul Pegagan,1990.

Dari tabel di atas terlihat bahwa petani adalah pekerjaan yang paling banyak

di lakukan penduduk dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun selain bertani,

mereka juga mempunyai pekerjaan sampingan yang lain.

2.2.3.Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan

Dalam bidang pendidikan, penduduk sangat antusias sekali. Hal ini tidak

terlepas dari sifat etnis Batak Toba yang masih memegang teguh cita- citanya

untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan yang setinggi- tingginya.

(39)

Keadaan ini dapat dilihat dari minat anak- anak untuk sekolah karena mereka

akan merasa minder kalau anak- anak tersebut tidak sekolah. Jika dilihat dari tahun

ke tahun pendidikan di Sumbul Pegagan semakin meningkat, hampir dari setiap

anak di Sumbul telah mengecap pendidikan sampai ke tingkat menengah atas,

bahkan sebagian dari anak- anak ini melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan

tinggi. Pentingnya pendidikan semakin disadari oleh para orangtua, karena bila

bahwa tidak bersekolah mereka menganggap akan bernasib seperti orangtua

mereka yang pada umumnya menjadi petani. Sebaliknya dengan sekolah akan

menambah pengalaman dan pengetahuan anak- anak sehingga mereka dapat

berhasil melebihi orangtuanya, bahkan dapat menaikkan status sosial keluarga.

Dalam proses pendidikan dapat diartikan sebagai proses tingkah laku

dengan tujuan untuk mencapai kematangan dalam segi- segi kehidupan. Juga dapat

diartikan sebagai kesempatan pembinaan dari individu guna meningkatkan cara

berpikir supaya mampu menilai dan mengambil keputusan dalam bertingkah laku

dalam masyarakat.

Sarana pendidikan yang ada di kecamatan Sumbul Pegagan terdapat 46 unit

Sekolah Dasar (SD) dengan jumlah murid sebanyak 8.239 dan tenaga

pengajar(Guru) sebanyak 334 orang. Tingkat pendidikan SLTP , terdapat 9 unit

Sekolah SLTP, dengan jumlah murid sebanyak3.035 orang dan tenaga pengajar

(Guru) sebanyak 141 orang. Sedangkan sekolah untuk tingkat SLTA terdapat 6

(40)

Tabel VII

Komposisi Penduduk Sumbul Pegagan menurut Pendidikan

Sumber: Kantor Kecamatan Sumbul Pegagan, 1990.

No. Desa/Kelurahan SD SLTP SLTA

1. Pegagan Julu V 912 168 -

2. Pegagan Julu IV 1.140 40 -

3. Silalahi II 340 - -

4. Silalahi I 370 310 -

5. Pegagan Julu II 332 - -

6. Pegagan Julu I 948 149.412 9.721

7. Pegagan Julu III 243 - -

8. Pegagan Julu VI 642 - -

9. Paropo 364 148 -

10. Pegagan Julu VII 563 344 182

11. Pegagan Julu VIII 197 - -

12. Pegagan Julu IX 386 - -

13. Pegagan Julu X 281 - -

14. Tanjung Beringin 980 532 141

(41)

2.2.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

Penduduk Sumbul Pegagan pada umumnya menganut agama kristen, hanya

sebagian kecil yang beragama Islam. Penduduk Sumbul Pegagan seluruhnya

menganut agama, dengan demikian tidak dijumpai lagi masyarakat yang menganut

kepercayaan yang lain.Agama kristen yang dianut penduduk sudah mereka

percayai sejak kedatangan mereka ke Sumbul. Sedangkan penduduk menetap

(Pakpak) juga telah menganut agama yang sama, namun sebagian kecil ada yang

menganut agama Islam. Hal ini tidak terlepas dengan adanya penyebaran agama

kristen oleh misionaris Jerman yang sampai ke Dairi.

Keadaan agama yang dianut oleh penduduk Sumbul Pegagan dapat dilihat

pada tabel berikut ini.

Tabel VIII

Komposisi Penduduk Sumbul Pegagan menurut Agama

No. Agama yang Dianut Jumlah Jiwa

1. Islam 1.988

2. Kristen Katolik 7.363

3. Kristen Protestan 31.967

Jumlah 41.078

Sumber: Kantor Kecamatan Sumbul Pegagan, 1990.

Agama Kristen merupakan agama terbesar, walaupun demikian kerukunan

(42)

menjalankan ibadahnya sesuai dengan ajaran agamanya masing- masing dengan

tenang.

Untuk meningkatkan ketaqwaan masing- masing umat beragama maka di

desa ini terdapat beberapa buah sarana peribadatan. Rumah- rumah ibadat yang

dibangun merupakan hasil swadaya masing- masing para penganut agama. Sarana

ibadah di Sumbul Pegagan sudah memadai, yakni dengan adanya Gereja,

Mushollah dan Mesjid.Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut:

Tabel IX

JUMLAH SARANA IBADAH DI SUMBUL PEGAGAN

No. Agama Jumlah

1. Gereja 86

2. Mesjid 5

3. Musholla 8

Jumlah 99

(43)

BAB III

MIGRASI BATAK TOBA KE SUMBUL PEGAGAN

3.1. Pengertian Migrasi

Migrasi Penduduk dalam kehidupan manusia bukanlah merupakan hal yang

baru lagi melainkan sebaliknya telah terjadi dimana- mana. Migrasi dalam artian

sederhana yaitu berpindah tempat tinggal tanpa disadari telah memainkan peranan

penting dalam sejarah umat manusia yang disebabkan oleh bermacam- macam

faktor.

“Migrasi dalam bentuknya yang manapun juga, selalu memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia semenjak permulaan sejarah manusia”. “Sebab- sebab umumnya yang dapat diperhatikan pada migrasi primitif”, katanya terus berlaku sampai sekarang, meskipun dengan tekanan pengertian yang telah berubah dan dalam bentuk yang sedikit berlainan. Dixon mengelompokkan penyebab- penyebab itu ke dalam dua golongan fisik, seumpama bencana alam yang tiba- tiba dan perubahan iklim; dan golongan sosial ekonomis, seumpama pengusiran besar- besaran, kalah perang oleh pendatang yang menyerang dan motivasi- motivasi yang lebih suka rela seperti keinginan untuk mengeksploitasikan kemungkinan ekonomi baru atau menaklukkan negeri baru. Sebab itu migrasi sebagai bagian dari tabiat manusia secara difinitif ditentukan atau diarahkan oleh faktor- faktor lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial”.10

Namun demikian, migrasi merupakan bagian tabiat manusia, tidaklah dapat

dibenarkan tanpa diikuti sejumlah faktor.Alasannya adalah sifat manusia untuk

hidup aman tenteram dan berkecukupan tanpa gangguan dari pihak lain. Bila pada

10

(44)

suatu tempat yang dirasakan aman dan mencukupi kebutuhan hidupnya, manusia

akan berpindah ke tempat itu. Namun jika terdapat gangguan keamanan dan

kedamaian yang disebabkan faktor dari dalam dan luar maka perpindahan menjadi

keharusan untuk selanjutnya mencari daerah yang lain sebagai pemukiman. Pada

pihak lain, perpindahan telah menjadi suatu kebiasaan dari sifat manusia. Artinya

gangguan dan keamanan berupa tantangan senantiasa sulit untuk dihadapi sebagai

jawabannya adalah berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain pada setiap

saat. Hal tersebut banyak terdapat di beberapa daerah di Indonesia.Mereka hidup

secara nomaden karena merupakan kebiasaan atau yang lebih tepat adalah bagian

dari kehidupan sosial budayanya.

Perpindahan penduduk dalam beberapa bagian tertentu selalu dihubungkan

dengan kondisi sosial ekonomi di daerah asalnya. Meskipun sulit diterima secara

keseluruhan tetapi baik dalam penelitian di lapangan maupun yang terdapat dalam

sumber kepustakaan, hal tersebut merupakan faktor penentu.

Batasan waktu yang disepakati untuk seseorang yang pergi meninggalkan

tempat tinggalnya yang lama ke tempat yang baru sehingga disebut sebagai migran

belum ada. Perserikatan Bangsa Bangsa menyatakan bahwa seseorang yang

bermigrasi adalah orang yang bermaksud tinggal di daerah yang baru lebih dari 12

bulan. Para ahli yang mengemukakan teori tentang migrasi tidak menyebutkan

batasan temporal( perpindahan tempat tinggal) jauh atau dekat, dengan kemauan

(45)

Payung Bangun mengatakan bahwa “Huta (bahasa Batak Toba) biasanya

merupakan teritorial yang dihuni oleh keluarga yang asal dari satu klen”. Namun di

Sumbul Pegagan sudah sangat jarang dijumpai masyarakat Pakpak berdomisili

dengan ciri khas budaya Pakpak yang dimiliki, karena Sumbul Pegagan sudah

penuh dengan rumah penduduk Batak Toba (pendatang).

Menurut B.A. Simanjuntak mengemukakan beberapa alasan orang manjae

dari desa induk, yakni: karena desa induk penuh penghuni, sehingga pertambahan

rumah sudah tidak memungkinkan lagi dan sebagian orang merasa kurang sehat

atau kurang memperoleh rejeki di desa induk sehingga berniat mengadu nasib di

tempat yang baru baik dengan cara membuka desa/perkampungan baru.

Pada umumnya mereka membuka kampung baru sekitar kampung induk

atau tidak jauh jaraknya dari kampung asal, kampung utama merupakan titik tolak

dan pembukaan kampung- kampung baru ini makin sering berakibat lebih jauh dari

kampung asal atau di luar batas budayanya sendiri. Dilihat dari sudut ekologi

kebudayaan Batak, huta merupakan manifestasi konsep harajaon.

Pederson dalam bukunya Batak Blood and Protestand Soul menyatakan,

“Jalan lain ke kerajaan ialah mendirikan sebuah kampung (huta) baru dengan

merintis suatu daerah yang belum didiami”. Mendirikan sebuah huta adalah suatu

cara yang diakui untuk mendapatkan kekayaan material tetapi lebih banyak untuk

mendapatkan kedudukan sosial. Selain hal tersebut, bertambahnya jumlah

(46)

dengan kampung yang lain atau marga yang satu dengan marga yang lain. Perang

ini dapat terjadi karena perbedaan pendapat atau dikarenakan mengambil alih

tanah kampung lain.

Salah satu usaha etnis Batak Toba untuk dapat berkembang dan

meningkatkan taraf hidupnya adalah dengan melakukan migrasi ke daerah yang

lain yang lebih dapat memberikan kehidupan lebih baik. Salah satu daerah tempat

migrasi etnis Batak Toba di Sumatera adalah di daerah Sumbul Pegagan karena di

kampung asal (Bonapasogit) kesempatan untuk memperoleh hidup yang lebih baik

sangat minim, dan inilah alasan mereka untuk meninggalkan kampung halaman

(asal) dan melaksanakan migrasi ke daerah lain, baik untuk jangka waktu tertentu

maupun untuk untuk selama- lamanya.

Etnis Batak Toba merupakan penduduk pendatang yang pertama kali

bermigrasi ke Sumbul Pegagan dari pendatang lain seperti Karo, Simalungun, dan

lain- lainnya. Hal ini dikarenakan Sumbul Pegagan dengan daerah asal Batak

Toba(Tapanuli) satu administratif, Dairi sebagai kabupaten pada tahun 1950- 1958

bergabung dengan keresidenan Tapanuli. Namun hal tersebut hanya masalah

waktu, sebab seiring bergulirnya waktu etnis- etnis lain mulai berdatangan ke

daerah ini. Migrasi mereka berlangsung baik karena keterbukaan masyarakatnya

dari pengaruh luar seperti agama Kristen, pemerintahan Belanda di Tapanuli,dan

pembukaan lahan- lahan kosong di Dairi untuk penanaman kopi.Agama Kristen

(47)

memperkenalkan pendidikan, dan organisasi dalam Gereja. Sedangkan

pemerintahan Belanda memperkenalkan sistem pemerintahan baru yakni antar huta

disatukan yang sebenarnya saling bermusuhan. Dengan memperkenalkan bentuk

organisasi kemasyarakatan kedaerahan yang baru, maka desa- desa yang

berdekatan dikumpulkan menjadi satu sekolah Gereja, akibatnya huta yang kecil

dan merupakan dunia kecil yang berdiri sendiri, telah berganti menjadi suatu

masyarakat yang lebih luas. Sistem ini diperkuat oleh Belanda dengan

memperkenalkan pemerintahan yang mempunyai suatu kesatuan wilayah yang

lebih luas, maka huta atau desa nantinya mempunyai wilayah administratif, dan

memenuhi syarat- syarat yang diperlukan bagi seseorang yang memegang jabatan,

termasuk termasuk ilmu pengetahuan tentang dunia luar.

Masyarakat Batak Toba terdiri dari petani- petani ulet yang mengerjakan

tanah dengan caranya sendiri. .Mereka mengerjakan sawah dengan cangkul dan

kemudian mendapat hasil yang memuaskan. Keberhasilan mereka di daerah

dataran rendah karena dianggap penduduk setempat orang- orang Batak Toba

berhasil membuat sawah dan lahan kopi sehingga mendorong masyarakat setempat

menirunya.

Tanah merupakan salah satu yang paling penting bagi etnis Batak Toba.

Migrasi mereka ke dataran rendah terutama ingin memperoleh tanah- tanah subur

yang belum dimanfaatkan, tanah- tanah itu mereka tanami dengan padi, kopi,dan

(48)

dari migrasi setempat. Sebelumnya mereka atau setidaknya orangtua mereka telah

bermigrasi ke daerah-daerah lain di Dairi.11

11

Wawancara dengan Gibson Samosir, Pegagan Julu III, tanggal 24 agustus 2007.

Evereet Lee menyatakan bahwa “Yang disebut dengan Migrasi adalah

perubahan tempat tinggal secara permanen, dengan tidak ada pembatasan dan tidak

berkeinginan untuk kembali lagi kedaerah asalnya. Alasan Migran tidak kembali

karena keinginan hidupnya untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik telah

terpenuhi di tempat yang baru seperti pemilikan tanah, rumah, pekerjaan, dan dapat

menyekolahkan anak- anaknya sampai dapat mandiri. Sebagai contoh migrasi

permanen ini adalah migrasi yang terjadi di Sumbul Pegagan.Hal ini dapat dilihat

dari penduduk pendatang(Batak Toba) tidak pernah kembali ke daerah asal, mereka

hanya sering berkunjung.

Sedangkan dalam kamus antropologi dikatakan bahwa migrasi adalah

pemindahan/gerak penduduk secara tetap yang menempuh jarak tertentu melewati

perbatasan tertentu ke tempat baru. Dari pendapat yang di kemukan di atas maka

dapat diambil kesimpulan bahwa migrasi yaitu perpindahan penduduk dari suatu

tempat ke tempat yang lain dengan melewati daerah asal untuk tujuan menetap

(49)

3.2. Proses Migrasi

Kehadiran kolonial Belanda dan usaha misioner Jerman yang ingin

memperluas daerah kerjanya sangat berpengaruh terhadap etnis Batak Toba.

Pemerintah kolonial yang ingin memperluas daerah kolonialnya dan ingin

menguasai daerah- daerah Batak lainnya termasuk Dairi yang pada saat itu masih

merdeka dari kekuasaan lain, akhirnya melakukan perang. Perang Batak pada

waktu itu dipimpin oleh Raja Sisingamangaraja XII. Perang ini merupakan

jawaban terhadap rencana Belanda yang mau menguasai seluruh Tanah Batak.

Pada Tahun 1906 tentara Belanda membawa 400 orang pembantunya dari Tarutung

yang pada umumnya adalah etnis Batak Toba, dengan tujuan untuk membantu

Belanda.12

Setelah Dairi dikuasai dan tugas Civil Gezaghebber yang telah ditempatkan

dua tahun sebelumnya di Dairi semakin banyak mengeluarkan tenaga kerja. Maka

tahun1907 pemerintah kolonial membawa beberapa orang dari Tarutung menjadi

pengawai pemerintahan ke Sidikalang.Hal ini mengakibatkan semakin banyak

etnis Batak Toba yang tinggal di Dairi. Dalam kurun waktu dua tahun orang- orang

dari Humbang. Silindung, maupun Toba Holbung datang ke Sidikalang untuk

melihat keadaan sekaligus bertempat tinggal disana. Kehadiran mereka

mempercepat Sidikalang menjadi kampung yang ramai.13

12

Elvis. F. Purba., O.H.S., Purba, Migrasi Batak Toba: di Luar Tapanuli Utara (Suatu Deskripsi), Medan, 1997, hlm. 50.

13

(50)

Pada tahun 1908 jumlah orang Batak Toba yang tinggal dan menetap di

Dairi sudah ratusan dan tahun- tahun selanjutnya jumlah Batak Toba yang

mengadakan migrasi ke Dairi terus meningkat, dari Sidikaling mereka berangkat

menuju arah barat laut dan membentuk perkampungan baru seperti

Buluduri,Kanopan, Kintara Jumahteguh dan ada yang sampai Tigalingga, dan

kemudian ke Panji. Hingga dasawarsa (1916- 1925) jumlah pendatang Batak Toba

sekitar 1.500 orang pertahunnya.

Semakin banyak jumlah pendatang semakin banyak sumber berita tentang

Dairi kepada saudara- saudara mereka yang ada di Bonapasogit.Sejak tahun 1925

Dairi semakin di kenal sebagai daerah panombangan. Orang- orang dari Holbung,

Silindung, dan Toba Holbung tidak hanya berbondong- bondong ke Sidikalang

atau daerah- daerah yang sudah ditempati pendatang yang sudah lebih duluan,

tetapi juga mencari daerah- daerah baru ke seluruh pelosok Dairi bahkan ada yang

sampai ke Tanah Alas dan Singkil.Mereka mendirikan rumah- rumah sederhana di

ladang- ladang mereka atau beberapa marga dari daerah asal yang sama

mendirikan satu kampung di daerah yang baru ditempati. Maka tidak heran kalau

di temukan pada satu tempat yang semuanya satu marga(klen). Pendatang dari

Humbang dan Toba Holbung ada yang membuka lahan persawahan dan tentu lebih

banyak yang membuka kebun kopi karena kondisi daerah.

Tahun 1929 dimulai pembukaan jalan Dairiweg dari Merek (Merek pada

(51)

Sumbul Pegagan dan kemudian Sidikalang. Arus perpindahan juga semakin

meningkat setelah pembukaan jalan raya tersebut. Demikian juga dari Simalungun

karena hubungan lalu lintas dari Pematang Siantar , Merek ke Sidikalang sudah

semakin baik.14

Keanekaragaman suku bangsa yang tinggal di Dairi didominasi oleh etnis-

etnis Batak Toba. Menurut data sensus 1930, penduduk utama Dairi adalah Batak

Toba, Pakpak, dan Karo. Jumlah penduduknya pada waktu itu sebanyak 54.037

jiwa yang terdiri dari 53.307 orang Batak Toba, 277 orang Cina, dan 20 orang

Eropah. Dari antara Etnis Batak, orang Toba sebanyak 24.893 jiwa, Pakpak

sebanyak 18.888 jiwa, Karo sebanyak 8.892 jiwa, Simalungun sebanyak 548jiwa, Memang tidak terjadi perpindahan besar- besaran seperti ke

Sumatera Timur setelah pembukaan jalan tersebut karena tidak banyak dijumpai

lahan persawahan. Namun dikemudian hari, keterbatasan lahan persawahan

menjadi faktor pendorong bagi mereka untuk meninggalkan daerah yang baru

ditempati di Dairi. Bagi sebagian orang, kebun kopi kurang menarik perhatian

mereka, sehingga setelah beberapa tahun, yaitu tahun lima atau sepuluh tahun,

berdomisili di suatu tempat mereka pindah lagi untuk mencari lahan persawahan

yang lebih luas. Sementara itu Sidikalang sudah berubah menjadi kota dan paling

ramai di Dairi. Kota ini menjadi daerah transit pendatang- pendatang baru dari

Toba Holbung, Humbang, dan Silindung, untuk meneruskan perjalanan ke daerah

lainnya.

14

(52)

Angkola sebanyak 42 jiwa, Mandailing sebanyak 29 jiwa dan Batak lainnya 15

jiwa. Pada waktu itu penduduk kota Sidikalang sudah ada sekitar 3.000 jiwa.

Dilihat dari agama yang dianut penduduk Dairi terdapat 13.561 yang menganut

agama Kristen, 6.449 menganut agama Islam, dan 33.246 menganut agama

suku.Angka- angka ini menunjukkan bahwa 46 persen dari penduduk Dairi adalah

etnis Batak Toba, yang jumlahnya lebih banyak dari penduduk setempat(Pakpak).

Disamping itu banyak di antara mereka yang belum menganut agama Kristen

sewaktu datang, tetapi setelah sampai di Dairi sebagian ada yang telah belajar

kekristenan dan pendatang yang lebih belakangan sudah lebih banyak yang

beragama sehingga mempercepat munculnya jemaat- jemaat baru.15

Semasa kolonial Belanda banyak orang Batak pindah dari Dairi ke Tanah

Alas, sebagian kecil ke Singkil (Aceh Selatan). Salah satu penyebabnya adalah

lahan persawahan yang terbatas. Banyak dari antara petani Batak Toba di Dairi

adalah para peladang yang sering tidak dapat bertahan lama di satu- satu daerah. Tahun 1931 telah ada 38 jemaat HKBP di seluruh Dairi, yang tersebar di

seluruh pelosok daerah. Banyaknya jemaat tidak terlepas dari banyaknya

pendatang- pendatang baru.Tidak ketinggalan juga dengan missi Katolik, yang

kebanyakan datang dari Simalungun dan Sumatera Timur yang pindah karena

mutasi pegawai ke Sidikalang.Sebaliknya yang datang dari Humbang atau Samosir

juga mempercepat jemaat- jemaat Katolik muncul dan tersebar di Dairi.

15

(53)

Tanaman kopi mendominasi tanaman penduduk, sementara orang- orang yamg

datang dari Toba Holbung dan Silindung lebih suka bekerja di persawahan. Dari

daerah- daerah yang tidak memiliki lahan persawahan yang luas, sebagian

penduduknya pindah ke Tanah Alas dan Sumatera Timur.16

Migrasi Batak Toba ke Sumbul Pegagan terjadi pada tahun 1910. Migrasi

Batak Toba pada awal kedatangannya ke Sumbul Pegagan berjumlah 25-40 kepala

keluarga. Kedatangan mereka ada yang berkelompok, individu dengan ikatan

persaudaraan yang sama dan juga ada yang berbeda marga. Misalnya migran yang

tinggal di Pegagan Julu I kebanyakan bermarga Simbolon. Sedangkan di daerah

Silalahi hampir seluruhnya bermarga Silalahi sehingga desa ini di sebut desa

Silalahi. 17

Melalui wawancara dengan anak dari orang yang pertama sekali datang ke

Sumbul Pegagan yang masih hidup adalah migran yang meninggalkan kampung

halamannya karena semakin sempitnya lahan pertanian di Silindung menjadikan

mereka harus bergerak untuk mencari lahan yang bisa di tanami lagi. Hal ini di

sebabkan karena hampir tiap Rumah tangga memiliki 10 orang anak

mengakibatkan sempitnya lahan. Kondisi tanah yang kurang subur mengakibatkan

hasil panen padi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari

termasuk untuk menyekolahkan anak- anak mereka.Didorong rasa tidak puas dan

keinginan untuk maju maka mereka meninggalkan kampung halaman mereka dan

16

Wawancara dengan Viktor Sianipar, Tanjung Beringin, tanggal 27 agustus 2007. 17

(54)

keluarga- keluarga lainnya dengan harapan mendapatkan kehidupan yang lebih

baik dan mapan. Sumbul Pegagan menjadi tujuan maereka karena daerah ini masih

memungkinkan untuk didiami melihat daerah ini masih banyak lahan yang kosong

dan subur.18

Proses migrasi etnis Batak Toba ke Sumbul Pegagan dari Tapanuli terjadi

tahun 1910 dan terjadi secara langsung ke daerah tujuan dan ada pula migrasi yang

terjadi secara tidak langsung atau migrasi ke daerah lain terlebih dahulu baru Selain itu Sumbul Pegagan sangat strategis wilayahnya karena

menghubungkan jalan ke Merek sampai ke Sidikalang hingga ke Singkil (Aceh).

Lahan di Sumbul Pegagan masih banyak yang belum dijamah atau masih hutan

belukar. Kondisi tanah di daerah ini cukup bagus, hanya saja lahan di daerah ini

kebanyakan lahan kering yang hanya cocok untuk tanaman kopi dan sayur-

sayuran. Hal ini membuat para petani Batak Toba yang datang ke daerah ini harus

mencocokkan diri untuk mulai beralih ke perladangan. Awal kedatangan petani

Batak ini mereka menebang hutan untuk lahan pertanian. Mereka bekerja keras

untuk membuka lahan baru untuk di tanami tanaman kopi. Hal ini merupakan

pekerjaan yang biasa bagi mereka karena di kampung halamannya Batak Toba

sudah biasa bekerja keras. Dengan cara seperti ini memberi harapan baru kepada

para migran Batak Toba, sehingga mereka gigih bekerja untuk mendapatkan hasil

yang lebih baik yang akan memperbaiki hidup dan dapat memenuhi kebutuhan

hidup mereka dan anak- anaknya.

18

(55)

bermigrasi ke Sumbul Pegagan. Dalam proses bermigrasi langsung maupun secara

tidak langsung biasanya para migran yang sudah berumah tangga tidak langsung

memboyong keluarganya ke daerah tujuan migrasi, tetapi di antara mereka yang

terlebih dahulu bermigrasi adalah para suami karena mereka belum mempunyai

tempat tinggal menetap dan biasanya mereka tinggal di rumah- rumah saudaranya

dan di rumah penduduk Asli (Pakpak) yang mempunyai ladang yang luas untuk

dijadikan sebagai pekerjanya.19

a. migrasi etnis Batak Toba secara langsung

Setelah dirasa mampu untuk membiayai

keluarganya, maka mereka menjemput istri dan keluarganya untuk pindah ke

tempat tujuan yaitu ke Sumbul. Untuk lebih jelasnya proses migrasi tersebut akan

dibahas dalam dua cara yakni:

Migrasi ini terjadi akibat dibukanya seperti jaringan perrhubungan dan

pembukaan jalan- jalan yang menghubungkan daerah Sumbul Pegagan

dengan daerah lainnya sehingga turut mempermudah dan mempercepat arus

perpindahan secara langsung bagi etnis Batak Toba ke daerah ini. Selain

faktor di atas faktor penyebab migrasi Batak Toba di daerah ini secara

langsung yaitu keadaan ekonomi karena keterbatasan lahan pertanian di

daerah asalnya dimana peduduk sudah semakin banyak, sementara di

daerah Sumbul Pegagan lahan pertanian masih sangat luas. Disamping itu

yang tidak bisa diabaikan adalah falsafah hidup atau nilai budaya yang

19

(56)

dianut Batak Toba yang di kenal dengan istilah 3H seperti yang dijabarkan

di atas,yaitu hamoraon, hagabeon, dan hasangapon, hal inilah yang

sekarang ini memotivasi etnis Batak Toba melakukan migrasi.

b. migrasi etnis Batak Toba secara tidak langsung

Keputusan untuk bermigrasi yang diwujudkan dalam tindakan untuk

meninggalkan kampung halamannya, dan biasanya diambil dengan tidak

memperhitungkan bahwa kehidupan mereka yang baru akan lebih baik dari

pada di tempat asalnya (baik dalam arti jasmani, sosial maupun kejiwaan).

Namun kadang kala apa yang diidamkan itu lain dari kenyataannya yang

mereka alami. Terutama mereka yang bermigrasi tidak memiliki pendidikan

atau pengetahuan khusus seperti buruh tani. Sehingga mereka mencari

daerah yang sesuai dengan keahlian mereka. Begitu jugalah halnya dengan

para migran Batak Toba, karena alasan keadaan lingkungan, keadaan

ekonomi, sosial budaya di daerah Toba mempersulit kehidupan mereka

sehingga mendorong mereka meninggalkan kampung halaman, Bahkan

diantara mereka ada yang tanpa memperhitungkan lebih dulu atau tidak

mempersiapkan diri sebelum merantau ke daerah lain. Para migran Batak

Toba baik yang sudah berumah tangga maupun yang belum, banyak

diantara mereka yang terlebih dahulu bermigrasi ke daerah lain tetapi

karena beberapa alasan mereka meninggalkan daerah tersebut. Seperti

(57)

Jakarta mengatakan: bahwa dirinya telah termakan rayuan teman, sehingga

apa yang ada dalam benaknya semasa di kampung berbeda dengan yang

dialaminya di kota tersebut. Sehingga dia kembali ke kampung dan

mengikuti temannya untuk menambah pengalaman di daerah Sumbul

Pegagan. Maka untuk bertahan hidup dan dapat menwujudkan apa yang

menjadi impian orang Batak Toba, lalu mereka mencari daerah lain yang

sesuai dengan keahliannya sebagai petani dan salah satu daerah yang masih

luas lahan pertaniannya adalah Sumbul Pegagan. Seperti yang dikemukakan

oleh Sianturi yang bermigrasi dari daerah Muara yaitu:

“Tumangon ma marhassit- hassit di taon di huta ni halak on daripada

mulak muse tu huta,dang tarbereng annon dongan di huta molo pe ingkon

pindah unang be tuhuta, niluluan ma huta na asing”.

Bila diterjemahkan kira- kira artinya: lebih baik menderita di daerah

perantauan dari pada harus kembali ke daerah asal, sebab kemungkinan besar akan

mendapat ejekan dari teman- teman sekampung bila tidak berhasil.

3.3. Faktor- faktor Pendorong dan Penarik Migrasi Batak Toba

Pada dasarnya setiap individu mempunyai kebutuhan- kebutuhan yang

ingin dipenuhi dan dicapai. Apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi

(58)

melakukan migrasi.20

Setiap proses migrasi berlangsung karena adanya sejumlah faktor

pendorong dan faktor penarik serta sejumlah faktor- faktor lainnya yang turut

menunjang proses migrasi tersebut.

Begitu juga dengan migrasi Batak Toba untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya telah melakukan migrasi ke Sumbul Pegagan. Migrasi ini

didasari oleh kemauan sendiri dan usaha sendiri. Artinya bahwa perpindahan yang

dilakukan adalah diluar program dan bantuan pemerintah.

21

Letak geografis suatu daerah sangat mempengaruhi kehidupan

masyarakatnya yang tinggal di daerah itu, sama halnya dengan masyarakat etnis

Batak Toba yang secara geografis mempengaruhi kehidupan etnis Batak Toba

dengan segala sistem kehidupannya. Dilihat secara geografis Kabupaten Tapanuli Faktor pendorong dan penarik migrasi

merupakan dua hal yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Adanya

permasalahan- permasalahan yang dihadapi di daerah asal menyebabkan mereka

berkeinginan untuk keluar dari kampung halaman dan mencari kehidupan yang

lebih baik di daerah yang baru. Untuk memudahkan pembahasan maka terlebih

dahulu akan dibahas mengenai faktor- faktor pendorongnya.

3.3.1. Faktor Pendorong Dari Daerah Asal

a. faktor geografis

20

. Aris Ananta, Ciri Demografis Kualitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi, Jakarta: Universitas Indonesia, 1993, hlm. 141.

21

(59)

terletak pada 1˚-20¹- 2º4¹LU dan 98º 10¹ -99º 35¹ BT dengan luas seluruhnya

1.060.530 Ha. Sebagian besar daerahnya berupa dataran tinggi yang dikenal

dengan dataran tinggi Toba dan berada pada punggung jajaran Bukit Barisan. Jika

dilihat dari ketinggian permukaan laut maka daerah ini berada diantara 300 sampai

dengan 1500 m di atas permukaan laut. Tofografi bergelombang sampai curam

dengan kemiringan antara 0 sampai dengan diatas 40%.

Dengan melihat uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa keadaan

permukaan tanah yang bergunung- gunung dan berlembah- lembah menyebabkan

berbagai hambatan dalam usaha perkembangan usaha pertanian seperti perluasan

tanah pertanian, perluasan areal permukiman juga kesulitan untuk pembangunan

jalan dan sarana pengairan. Daerah Tapanuli kurang menguntungkan menyebabkan

dampak negatif terhadap lahan pertanian yang akhirnya mendorong penduduk,

terutama pada petani yang pindah dan mencari daerah yang lebih baik. Selain itu

kesuburan tanah yang kurang mendukung dan musim yang kurang baik

mempengaruhi pertanian sehingga mempengaruhi panen di Tapanuli. Kegagalan

musim panen pada masa dahulu sering terjadi karena musim kering yang

berkepanjangan, seperti di daerah Humbang Samosir. Akibat musim seperti ini

bukan hanya merusak tanaman tahunan tapi juga mengakibatkan penderitaan petani

karena padi dan tanaman palawija lainnya menjadi layu dan akhirnya punah.22

22

Elvis. F. Purba., O. H. S., Purba, Migrasi Batak Toba: di Luar Tapanuli Utara (Suatu Deskripsi), Medan, 1997, hlm. 52.

(60)

Hasil pertanian seperti beras, jagung, dan ubi jalar yang merupakan

kebutuhan pokok bagi penduduk semakin berkurang. Hal tersebut terjadi

disebabkan semakin banyak lahan pengairan menjadi lahan kering, sehingga sektor

pertanian tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan sub sistem penduduknya.

Kondisi ini menjadi salah satu faktor pendorong perpindahan penduduk dari daerah

ini ke daerah lain di luar Tapanuli.

b. faktor 3H

Berbicara mengenai motif dan faktor menyebab penduduk dari dataran

Toba, kita tidak bisa lepas dari keinginan untuk mencapai nilai- nilai atau harapan

yang terdapat dalam 3H (Hamoraon, Hagabeon, dan Hasangapon). Sampai saat ini

idaman 3H masih tetap dipertahankan bahkan disuarakan sebagai aspirasi pada adat

masyarakat Batak Toba.23

Hal ini dapat kita lihat dimana orang yang belum kaya (mamora) maupun

orang yang belum berketurunan banyak (gabe), akan berupaya untuk dihormati

dimuliakan(sangap), idaman dan cita- cita di ataslah membekali orang- orang Batak

Toba pada khususnya melakukan migrasi, karena di daerah asalnya (Bonapasongit) Sekalipun orang Batak Toba sudah menganut Kristen

atau Islam dan sudah mempunyai GBHN secara nasional, nilai- nilai 3H itu masih

ingin dicapai sekaligus.

23

Gambar

TABEL I
Tabel II
Tabel III
TABEL IV
+5

Referensi

Dokumen terkait

etnis batak toba di daerah perantuan khusunya daerah Simalungun yaitu Desa Bah Jambi adalah:.. Buku pertama: Usman Pelly dalam bukunya yang berjudul Urbanisasi