commit to user
Purwaningsih. HUBUNGAN ANTARA MINAT MENJADI GURU DAN
LINGKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI AKADEMIK PADA
MAHASISWA PENDIDIKAN SEJARAH FKIP UNS. Skripsi. Surakarta: Fakultas
keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Agustus 2010.
Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara minat menjadi guru dan prestasi akademik pada mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP UNS, (2) untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara lingkungan keluarga dan prestasi akademik pada mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP UNS, (3) untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara minat menjadi guru dan lingkungan keluarga secara bersama-sama terhadap prestasi akademik pada mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP UNS.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif statistik korelasional. Populasi terdiri dari seluruh mahasiswa Pendidikan sejarah angkatan 2006, 2007, 2008, dan 2009. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Proportionate Stratified Random Sampling
dengan tingkat signifikansi 5% berdasarkan tabel Isaac dan Michael diperoleh sampel sebanyak 120. Data minat menjadi guru dan data lingkungan keluarga diperoleh dengan menyebar angket atau kuesioner, sedangkan untuk data prestasi akademik menggunakan teknik dokumentasi.
Berdasarkan analisis data diperoleh hasil sebagai berikut (1) terdapat hubungan positif yang signifikan antara minat menjadi guru dan prestasi akademik. Hasil ditunjukkan dari perhitunganrhitung >rtabel atau 0,715 > 0,176 pada n=120 dengan taraf signifikansi 5%, (2)
terdapat hubungan positif yang signifikan antara minat menjadi guru dan prestasi akademik. Hasil ditunjukkan dari perhitungan rhitung >rtabel atau 0,766 > 0,176 pada n=120 dengan taraf
signifikansi 5%, (3) terdapat hubungan positif yang signifikan antara minat menjadi guru dan lingkungan keluarga terhadap prestasi akademik. Hasil ditunjukkan dari perhitungan
tabel hitung F
F > atau 120,227 > 3,07 pada n=120 dengan taraf signifikansi 5%. Diperoleh hasil persamaan garis regresi linier ganda yaitu
Purwaningsih. A CORRELATION BETWEEN THE INTEREST FOR BEING A
TEACHER AND FAMILY ENVIRONMENT WITH THE ACADEMIC
ACHIEVEMENT TO THE STUDENT OF HISTORICAL EDUCATION OF TEACHING AND TRAINING FACULTY OF SEBELAS MARET UNIVERSITY
(UNS). Thesis. Surakarta: Teaching and Training Faculty. Sebelas Maret University. August
2010.
The aims of this research are to find out the existence of correlations between (1) the interest for being a teacher and academic achievement, (2) the family environment and academic achievement, (3) the interest for being a teacher and the environment of family to the academic achievement collectively, to the student of historical education program of teaching and training faculty of UNS.
This research method was descriptive-corelational statistic. The population consisted of the whole students of historical education in the academic years of 2006, 2007, 2008, and 2009. The sampling technique used was Proportionate Stratified Random Sampling with the level of significance is 5 % based on the Isaac and Michael tables. It was obtained 120 samples. The data of the interest for being a teacher and family environment was obtained by using questionnaire instrument, while the data of academic achievement was by using documentation technique.
Based on the data analysis, it is obtained the result as follows: there is the significant positive relationship between (1) the interest for being a teacher and academic achievement. The result is showed by the rarithmetic > rtable calculation or 0,715 > 0,176 at n=120 wit the
level of significance is 5%, (2) the interest for being a teacher and academic achievement. The result is showed by rarithmetic > rtable calculation or 0,766 > 0,176 at n=120 with the level
of significance is 5 %, (3) the interest for being a teacher and family environment to the academic achievement. The result is showed by the Farithmetic >Fttable or 120.227 > 3.07 at
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Hal ini
dibuktikan dengan adanya semboyan “Belajar sepanjang hayat”, yang
mengindikasikan betapa besarnya peranan pendidikan. Selain itu, pendidikan juga
merupakan wahana yang penting untuk menciptakan generasi muda sebagai
penerus bangsa agar pembangunan bangsa berkualitas.
Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3 menyatakan bahwa
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Untuk mewujudkan suatu pendidikan yang berkualitas, diperlukan peranan
guru yang berkualitas serta diperlukan komitmen yang tinggi pula sebagai tenaga
pendidik yang terlibat langsung dalam penyelenggaraan pendidikan. Implikasi
dari adanya upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan tersebut adalah usaha
peningkatan kualitas guru.
Untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas agar diperoleh output
yang berkualitas pula, diperlukan para guru yang berkarakter kuat dan cerdas.
Guru yang berkarakter kuat, bukan hanya mampu mengajar tetapi ia juga mampu
mendidik. Ia bukan hanya mampu mentransfer pengetahuan (transfer of
knowledge), tetapi ia juga mampu menanamkan nilai-nilai yang diperlukan untuk
mengarungi kehidupan. Guru yang cerdas, ia bukan hanya memiliki kemampuan
yang bersifat intelektual, tetapi yang memiliki kemampuan secara emosi dan
spiritual sehingga guru mampu mambuka mata hati peserta didik untuk belajar,
yang selanjutnya ia mampu hidup dengan baik di tengah-tengah masyarakat
Di Indonesia khususnya di UNS Surakarta, LPTK (Lembaga Pengadaan
tenaga Kependidikan) yang berperan untuk mencetak calon guru adalah FKIP
(Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan). Melalui lembaga atau fakultas ini,
mahasiswa diberi bekal mengenai dasar-dasar menjadi guru serta Praktek
Pengalaman Lapangan (PPL) yang diharapkan pada nantinya mampu
menghasilkan output berupa para guru yang berkualitas dan berkompeten pada
bidangnya. Menurut A. Samana (1994:87), unsur-unsur LPTK agar diperoleh
output yang berkualitas adalah :
1. Guru calon guru ( Dosen di LPTK )
2. Kurikulum LPTK
3. Standardisasi masukan LPTK yang lain, meliputi prasarana, sarana, media,
sumber, sekolah tempat praktik keguruan, dan situasi umum yang kondusif
demi terselenggaranya pembelajaran di LPTK perlu dibina mutu dan
jumlahnya
4. Standardisasi penilaian dan norma kelulusan
5. Peran LPTK dalam pelayanan pendidikan guru yang telah berdinas
Menurut Furqon Hidayatullah (2007:77), upaya-upaya agar output dari
FKIP UNS ini nantinya dapat menjadi guru yang handal dapat diarahkan dengan:
1. Penajaman kurikulum,
2. Fasilitas dan sarana prasarana,
3. Sumber Daya Manusia (khususnya tenaga pengajar),
4. Aspek penunjang,
5. dan manajemen yang kuat.
Lulusan pendidikan guru yang berkualifikasi siap pakai menunjuk adanya
kemampuan untuk mengolah,menyesuaikan, dan mengorranisir pesan
pengajarannya selaras dengan situasi siswa yang dihadapinya dengan tetap
mengacu pada pedoman kurikuler yang disahkan oleh Pemerintah. Kualitas guru
yang diharapkan oleh masyarakat atau negara adalah tidak sekadar siap pakai,
tetapi juga bersifat mandiri dalam menjalankan tugas keguruannya ( A. Samana,
pilihan karirnya, susila serta bertanggungjawab dalam segala tindakannya, setiap
keputusan serta tindak keguruannya berdasar pada pertimbangan rasional yang
mantap, dan output (guru) tersebut mampu menginvestasikan semua perolehan
belajarnya untuk meraih perkembangan diri serta karirnya lebih lanjut.
Di FKIP UNS, prestasi belajar atau prestasi akademik ditunjukkan dalam
bentuk Indeks Prestasi (IP). Oleh karena output yang dihasilkan oleh FKIP UNS
adalah para guru, maka untuk membentuk guru yang berkualitas dan berkompeten
di bidangnya, diperlukan minat yang tinggi untuk menjadi guru. Selain minat
menjadi guru, hal yang juga penting agar mahasiswa menjadi guru yang
berkompeten adalah lingkungan keluarga yang harmonis dan kondusif.
Minat menjadi guru sangat penting dimiliki oleh calon guru, terutama bagi
mahasiswa yang mengambil kuliah di FKIP. Tanpa adanya minat yang tinggi,
sulit untuk mencapai hasil yang diinginkan dan hal ini berakibat pada output yang
dihasilkan pada nantinya tidak memiliki kualifikasi yang bagus. Padahal, setelah
lulus mahasiswa diharapkan dapat menjadi tenaga pendidik yang profesional dan
memiliki kualifikasi yang memadai.
Lingkungan keluarga yang mendukung dan kondusif juga diharapkan
dapat meningkatkan prestasi belajar. Lingkungan keluarga yang mendukung
prestasi belajar mahasiswa dengan yang tidak mendukung belajar tentu akan
menghasilkan prestasi yang berbeda pula.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diharapkan prestasi
belajar mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP UNS dapat meningkat dengan cara
menumbuhkan kecintaan dan minat mereka untuk menjadi guru dan berusaha
menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif sebagai motivasi untuk belajar.
Minat menjadi guru harus ditingkatkan sebab dengan adanya minat yang tinggi
untuk menjadi guru, dapat meningkatkan motivasi untuk belajar dan berdampak
pada hasil prestasi akademik. Selain itu, dengan adanya minat menjadi guru yang
tinggi diharapkan dapat meningkatkan dan menghasilkan lulusan yang nantinya
memiliki profesionalitas dan kualifikasi yang bagus dalam bidang pendidikan.
Lingkungan keluarga juga perlu diupayakan kondusif, sebab lingkungan keluarga
akademik. Peranan keluarga sangat penting dalam pendidikan anak, sehingga cara
orang tua mendidik anaknya akan berpengaruh terhadap belajarnya. Orang tua
yang kurang memperhatikan pendidikan anaknya pasti tidak mengetahui
kesulitan-kesulitan belajar yang dialami anaknya. Sebetulnya, anak mungkin
pandai, tetapi karena kurang perhatian dari orang tuanya maka si anak menjadi
malas belajar. Oleh karena itu, diperlukan bimbingan dan pengarahan orang tua
demi keberhasilan anaknya (Ngalim Purwanto, 1988:148). Selain itu, relasi
keluarga yang harmonis, keadaan ekonomi keluarga yang mencukupi, sifat
pengertian dari orang tua, dan suasana rumah yang kondusif turut pula menjadi
faktor penting dalam memacu mahasiswa untuk mengapai prestasi akademik yang
baik.
Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA MINAT MENJADI GURU DAN
LINGKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI AKADEMIK PADA
MAHASISWA PENDIDIKAN SEJARAH FKIP UNS”.
B. Identifikasi Masalah
Berkaitan dengan kondisi yang diuraikan di atas dapat diidentifikasikan
masalah sebagai berikut :
1. Mengapa prestasi akademik mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP UNS
rendah ?
2. Mengapa prestasi akademik mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP UNS
perlu ditingkatkan ?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi rendahnya prestasi akademik
mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP UNS?
4. Apakah minat menjadi guru berhubungan dengan prestasi akademik
mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP UNS ?
5. Apakah lingkungan keluarga berhubungan dengan prestasi akademik
C. Pembatasan Masalah
Guna mengkaji dan menjawab masalah secara lebih mendalam,
permasalahan yang akan diteliti perlu dibatasi karena kualitas ilmiah bukan hanya
terletak pada keluasan masalah akan tetapi terletak pada kedalaman pengkajian
pemecahan masalah. Oleh karena itu, perlu diberi batasan yang terkait dalam
penelitian ini yaitu hubungan antara minat menjadi guru dan lingkungan keluarga
dengan prestasi akademik pada mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP UNS.
1. Ruang lingkup Permasalahan
Ruang lingkup permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah
mengenai hubungan antara variabel minat menjadi guru dan variabel lingkungan
keluarga terhadap variabel prestasi akademik.
2. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP
UNS.
3. Obyek Penelitian
Sesuai dengan judul, maka yang menjadi obyek dalam penelitian ini
adalah :
a. Variabel bebas adalah :
a) Minat untuk menjadi guru, khususnya guru sejarah.
b) Lingkungan keluarga.
b. Variabel terikat adalah hasil atau prestasi akademik atau prestasi belajar.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah diatas, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Adakah hubungan antara minat menjadi guru dengan prestasi
akademik pada mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP UNS ?
2. Adakah hubungan antara lingkungan keluarga dengan prestasi
3. Adakah hubungan antara minat menjadi guru dan lingkungan keluarga
secara bersama-sama dengan prestasi akademik pada mahasiswa
Pendidikan Sejarah FKIP UNS ?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pokok permasalahan yang dikemukakan, maka tujuan
penelitian ini adalah :
1. Secara umum :
Dalam penelitian ini berusaha untuk memperoleh gambaran yang nyata
tentang adanya hubungan yang signifikan antara minat menjadi guru dan
lingkungan keluarga dengan prestasi akademik mahasiswa Pandidikan
Sejjarah FKIP UNS.
2. Secara khusus :
Penelitian ini berusaha untuk :
a. Mengetahui ada tidaknya hubungan antara minat menjadi guru dengan
prestasi akademik pada mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP UNS.
b. Mengetahui ada tidaknya hubungan antara lingkungan keluarga dengan
prestasi akademik pada mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP UNS.
c. Mengetahui ada tidaknya hubungan antara minat menjadi guru dan
lingkungan keluarga secara bersama-sama dengan prestasi akademik
pada mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP UNS.
F. Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat mempunyai
manfaat sebagai berikut :
1. Bagi penulis yaitu penelitian ini disusun sebagai syarat guna menempuh
gelar Sarjana dan juga sebagai sarana menerapkan ilmu yang diterima di
bangku kuliah sekaligus menambah wawasan dan pengetahuan yang
2. Bagi Fakultas yaitu dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membuka
wawasan dan pengetahuan serta dapat sebagai tambahan referensi
kepustakaan karya ilmiah bagi peneliti berikutnya.
3. Hasil penelitian yang ada berguna untuk mendapatkan pengetahuan
tentang hubungan antara minat menjadi guru dan lingkungan keluarga
dengan prestasi akademik pada mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP UNS.
4. Hasil penelitian yang ada berguna untuk pengembangan penelitian bagi
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Untuk mempermudah jalannya penelitian, maka dikemukakan teori-teori
yang relevan dengan permasalahan sebagai pedoman dalam penyusunan
penelitian, yaitu :
1. Tinjauan Tentang Minat Menjadi Guru
a. Pengertian Minat.
Seseorang dikatakan memiliki minat apabila seseorang tersebut
menunjukkan sikapnya atau perhatiannya terhadap obyek tertentu. W.S Winkel
(2004 : 105) berpendapat bahwa , “Minat adalah kecenderungan subyek yang
menetap untuk merasa tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan
merasa senang mempelajari materi itu “. Minat sangat besar pengaruhnya terhadap
prestasi akademik, sebab dengan minat seseorang akan melakukan sesuatu yang
diminatinya.
Definisi lebih rinci dikemukakan oleh A. Samana (1994 : 71) bahwa “
Minat sebagai kecenderungan untuk memperhatikan suatu obyek tertentu serta
rela mencurahkan kesadarannya, tenaganya, waktu (luang) yang dimilikinya dan
fasilitas yang dimilikinya untuk mendalami obyek tersebut dan dengan sadar
menghindarkan diri dari tarikan obyek-obyek pengamatan lain yang dapat
mengganggu”. Jadi, dapat dikatakan bahwa bila seseorang memiliki ketertarikan
terhadap sesuatu obyek, maka seseorang tersebut akan mencurahkan dan
mengorbankan segenap kesadarannya, tenaganya, waktunya, dan fasilitas yang
dimilikinya untuk mempelajari, mengamati, dan mendalami suatu obyek tersebut.
Selain itu, demi mendalami obyek yang diminatinya tersebut, seseorang akan
berupaya untuk menghindarkan diri dengan sadar dari obyek-obyek pengamatan
lain yang dapat mengganggu pengamatannya.
Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang
menunjukkan bahwa seseorang lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya.
Seseorang yang memiliki minat terhadap suatu obyek, maka orang tersebut
cenderung memberi perhatian besar terhadap obyek tersebut. Hal ini sesuai
dengan pendapat dari Agus Sujanto (2001 :92) bahwa “Minat ialah suatu
pemusatan perhatian yang tidak disengaja yang terlahir dengan penuh
kemauannya dan yang tergantung dari bakat dan lingkungannya”.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa minat
adalah kecenderungan untuk merasa tertarik, senang, dan memilih sesuatu, baik
itu suatu kegiatan, benda, orang dan keadaan tertentu sehingga dengan minat
tersebut seseorang terdorong untuk mempelajarinya.
b. Karakteristik Minat
Minat sebagai salah satu aspek tingkah laku afektif memiliki karakteristik.
Karakteristik tersebut dikemukakan oleh beberapa pendapat, antara lain :
Menurut Slameto (2003: 57), “Minat tidak dibawa sejak lahir dan minat
selalu diikuti dengan perasaan senang dan dari itu diperoleh kepuasaan. Hal ini
berarti, suatu minat bisa ditumbuhkan kepada seseorang sedari dini dan bisa
dipupuk dengan belajar.
Sedangkan menurut Ngalim Purwanto (1990: 66), ”Sesuatu yang menarik
minat tidak hanya menyenangkan tapi juga menakutkan”. Menurut pandapat lain
yang dikemukakan Sardiman A. M ( 2004: 76) bahwa, ”Minat tidak tumbul secara
tiba-tiba, melainkan timbul dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan”.
Menurut User Usman (2001: 27), ”Minat merupakan sifat yang relatif
menetap pada diri seseorang”.
Minat terhadap sesuatu perlu dipelajari dan akan mempengaruhi belajar
selanjutnya serta mempengaruhi penerimaan minat-minat baru. Jadi minat
terhadap sesuatu merupakan hasil dari belajar dan mendukung belajar selanjutnya.
Walaupun minat terhadap sesuatu tidak merupakan hal yang hakiki untuk dapat
mempelajari hal tersebut, asumsi umum menyatakan bahwa minat akan membantu
seseorang mempelajarinya. Seseorang dikatakan berminat apabila ia merasa
tertarik pada obyek tertentu sepenuh jiwanya, dan ia akan menerima obyek itu
Menurut Ariesta Damayanti (2005: 8), aspek-aspek minat dapat dirinci
dalam beberapa aspek, antara lain adalah : Kesadaran, Perhatian, Perasaan senang,
Kemauan.
Ke empat aspek tersebut untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai
berikut :
a)Kesadaran.
Seseorang akan memiliki minat terhadap suatu obyek bila ia
memiliki kesadaran. Pada individu yang belajar juga demikian, bila
ia belajar dengan dilandasi oleh minat yang tinggi, maka prestasi
akademik yang diperolehpun juga tinggi.
b) Perhatian.
Orang yang memiliki minat terhadap suatu obyek disebabkan
karena ia memiliki perhatian terhadap suatu obyek tersebut.
c) Perasaan Senang.
Perasaan senang merupakan aspek yang besar yang berhubungan
erat dengan terciptanya minat pada seseorang. Tanpa adanya
perasaaan senang terhadap sesuatu obyek, sulit untuk membangun
suatu minat pada diri individu.
d) Kemauan.
Kemauan adalah dorongan yang terarah terhadap suatu tujuan serta
dikendalikan oleh akal pikiran. Dengan adanya kemauan dalam diri
individu, maka akan mengakibatkan timbulnya perhatian terhadap
suatu obyek, sehingga muncul minat.
c. Pengertian Guru
Menurut Oemar Hamalik (2006:36 ) “Guru merupakan jabatan
profesional yang memerlukan keahlian khusus”. Sedangkan menurut Undang
Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, “Guru atau pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas
merancanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada
Perguruan Tinggi”. Merujuk pada hal tersebut, jelas bahwa guru tidak hanya
terbatas pada mengajar, tetapi juga melakukan penelitian untuk pengabdian
kepada masyarakat.
Sebagai seorang guru, tugas guru tidak hanya sebatas mengajar saja, tetapi
juga guru harus mau bertanggungjawab akan keseluruhan kepribadian siswa. Guru
harus mampu menciptakan kondisi belajar-mengajar yang kondusif, sehingga
dapat merangsang siswa untuk berpikir aktif.
Menurut Wagiman (2002: 10), tugas atau kemampuan guru
dikelompokkan menjadi tiga jenis, yakni dalam bidang profesional,
personal/pribadi, dan kemasyarakatan. Untuk lebih jelasnya, diuraikan sebagai
berikut :
1) Kemampuan Profesional mencakup :
(1) Penguasaan materi pelajaran, yang terdiri atas penguasaan bahan
yang harus diajarkan dan konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan
yang diajarkannya itu.
(2) Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan
kependidikan dan keguruan.
(3) Penguasaan profesi-profesi kependidikan, keguruan, dan
pembelajaran siswa.
2) Kemampuan Sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri
kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan
tugasnya sebagai guru.
3) Kemampuan Personal (Pribadi) mencakup :
(1) Sikap terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap
keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya.
(2) Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang
seyogyanya dianut oleh seorang guru.
(3) Upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi
Standar-standar itu selanjutnya dirinci secara khusus menjadi sepuluh (10)
kemampuan dasar guru agar guru tersebut dapat melaksanakan tugas dan
kewajibannya secara profesional, yaitu :
1) Menguasai bahan pelajaran beserta konsep-konsep dasar keilmuannya.
2) Mengelola kegiatan belajar mengajar.
3) Mengelola kelas.
4) Menggunakn media dan sumber pembelajaran.
5) Menguasai landasan-landasan kependidikan.
6) Mengelola interaksi belajar mengajar.
7) Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.
8) Mengenal fungsi dan program bimbingan dan konseling di sekolah.
9) Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah.
10)Memahami prinsip-prinsip dan memanfaatkan hasil-hasil penelitian
pendidikan untuk kepentingan peningkatan mutu pengajaran.
Menurut pendapat lain dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan dalam Pasal 28 Ayat (3) dinyatakan bahwa :
Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan
pendidikan anak usia dini meliputi :
1) Kompetensi pedagogik.
2) Kompetensi kepribadian.
3) Kompetensi sosial; dan
4) Kompetensi profesional
Keempat kompetensi tersebut juga tertuang dalam UU Nomor 14 tentang
Guru dan Dosen dalam Pasal 8 dan Pasal 10 ayat (1). Pasal 8 menyebutkan
bahwa, “Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional”. Adapun Pasal 10 ayat (1) berbunyi,
“Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi
pedagogik; kompetensi kepribadian; kompetensi sosial; dan kompetensi
1) Kompetensi Pedagogik.
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan mengelola pmbelajaran
peserta didik yang meliputi pemahaman peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya,
2) Kompetensi Kepribadian.
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap,
stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan
berakhlak mulia.
3) Kompetensi Sosial.
Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik,
sesama pendidik, tenaga kependidikan, oarang tua/ wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar.
4) Kompetensi Profesional.
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi secara
luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik
memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional
Pendidikan.
Menurut pendapat Furqon Hidayatullah (2007: 8), agar guru dapat
menjalankan tugasnya sebagai pendidik, guru harus memiliki komitmen terhadap
tugas mendidik yang diembannya. Komitmen yang dimaksud adalah sebagai
berikut :
1) Memiliki visi ke depan dan tekad dalam melaksanakan tugas sebagai
pendidik;
2) Memiliki karakter, budi pekerti, dan akhlak mulia;
3) Mampu mengelola dan mengontrol diri dalam mendidik peserta didik;
4) Mampu memberikan yang terbaik dalam mengembangkan potensi peserta
5) Mampu memberikan yang terbaik dalam mengembangkan potensi peserta
didik; dan
6) Bekerja keras dengan penuh pengabdian.
d. Terbentuknya Minat Menjadi Guru
Minat menjadi guru merupakan kekuatan pendorong yang memaksa
seseorang untuk menaruh perhatian, merasa senang dan tertarik untuk
mempelajari keahlian khusus sebagai guru serta hal-hal yang berhubungan dengan
profesi guru. Minat menjadi guru merupakan faktor intern yang mendorong dan
mempengaruhi tingkah laku seseorang untuk merasa tertarik dan menunjukkan
perhatiannya terhadap keinginannya untuk menjadi guru, sehingga ada
kecenderungan untuk memilih kegiatan yang diminatinya, dan seseorang tersebut
akan menggunakan waktu, tenaga, maupun uang untuk memenuhi keinginannya
itu. Jadi, seseorang yang mempunyai minat untuk menjadi guru akan
mendorongnya untuk belajar sungguh-sungguh.
Terbentuknya minat terhadap sesuatu pada dasarnya adalah membantu
mahasiswa melihat bagaimana hubungan antara materi yang diharapkan untuk
dipelajarinya dengan dirinya sendiri sebagai individu. Proses ini berarti
menunjukkan pada mahasiswa bagaimana pengetahuan mempengaruhi dirinya,
melayani tujuan-tujuannya, memuaskan kebutuhan-kebutuhannya. Bila
mahasiswa menyadari bahwa belajar dianggap penting, dan bila mahasiswa
melihat bahwa hasil dari pengalaman belajarnya akan membawa kemajuan pada
dirinya, kemungkinan besar mahasiswa tersebut akan berminat untuk
mempelajarinya.
Laster dan Alice Crow dalam The Liang Gie (1998:12) menyatakan lima
(5) motif yang dapat mendorong terbentuknya minat, yaitu :
1. Suatu hasrat keras untuk memperoleh nilai-nilai lebih baik dalam semua
mata pelajaran.
2. Suatu dorongan batin untuk memuaskan rasa ingin tahu dalam satu atau
3. Hasrat mahasiswa untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
pribadi.
4. Gambaran diri di masa mendatang untuk meraih sukses dalam suatu
bidang khusus tertentu.
Berdasarkan motif-motif tersebut di atas, maka dorongan untuk menjadi
guru dapat berupa hasrat untuk memperoleh prestasi yang sebaik-baiknya pada
semua mata kuliah dan dorongan ingin tahu mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan keguruan, meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan pribadi serta
hasrat mendapat pujian, sehingga mahasiswapun mendapat gambaran kehidupan
di masa mendatang sebagai seorang tenaga pengajar.
Dengan demikian, minat menjadi guru merupakan kecenderungan yang
merupakan kekuatan pendorong yang memaksa seseorang untuk menaruh
perhatian, merasa senang dan tertarik untuk mempelajari keahlian khusus sebagai
guru serta hal-hal yang dapat berhubungan dengan profesi guru agar menjadi guru
yang profesional di bidangnya. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka
aspek-aspek yang mendorong seseorang untuk menjadi guru adalah :
1. Rasa senang, tertarik terhadap profesi guru
2. Timbul kehendak atau keinginan diri dalam jiwa untuk menjadi guru
3. Kemauan untuk belajar menjadi guru
4. Memiliki perhatian nterhadap profesi guru
5. Memiliki penilaian terhadap profesi guru
6. Kecenderungan untuk bertindak menjadi guru
2. Tinjauan Tentang Lingkungan Keluarga
a. Pengertian Lingkungan.
Lingkungan adalah “kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup
keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan
fauna yang tumbuh di atas tanah maupun lautan, dengan kelembagaan yang
meliputi ciptaan manusia seperti kaputusan bagaimana menggunakan lingkungan
cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan dan perkembangan atau
life processes (http://cut3z.blogspot.com/2008/08/please.html).
Suatu lingkungan meskipun tidak bertanggung jawab terhadap kedewasaan
anak didik, namun merupakan faktor yang sangat menentukan yaitu pengaruhnya
yang sangat besar terhadap anak didik, sebab bagaimanapun anak tumbuh dan
berkembang dalam suatu lingkungan yang disadari atau tidak pasti akan
mempengaruhi anak. Pada dasarnya lingkungan mencakup lingkungan fisik,
lingkungan budaya, dan lingkungan sosial. Oleh karena itu, adanya lingkungan
yang kondusif di sekeliling anak akan mendukung pula pada kegiatan belajar
anak. Sehingga dengan adanya lingkungan sekitar yang kondusif diharapkan dapat
mempengaruhi hasil belajar anak.
b. Pengertian Keluarga.
Menurut Abu Ahmadi (1991: 108), “Keluarga adalah wadah yang sangat
penting di antara individu dan group, dan merupakan kelompok sosial yang
pertama di mana anak-anak menjadi anggotanya”. Keluarga sudah barang tentu
yang pertama-tama menjadi tempat bersosialisasi kehidupan anak-anak. Sampai
memasuki lingkungan sekolah, anak-anak menghabiskan seluruh waktunya di
dalam unit keluarga. Hingga sampai masa adolesent, anak-anak diperkirakan
menghabiskan separuh waktunya dalam keluarga. Di dalam suatu keluarga,
terdapat dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah,
hubungan perkawinan atau pengangkatan dan individu-individu tersebut hidup
dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya
masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.
Menurut Bossard dan Boll (1996: 23), “Masyarakat itu mula-mula terdiri
dari small family (keluarga kecil), yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan
anaknya paling banyak 2 atau 3 anak. Pengertian lebih rinci dikemukakan oleh
Soerjono Soekanto (2004: 1 ) bahwa “Keluarga merupakan kelompok sosial kecil
yang terdiri dari suami, istri beserta anak-anaknya yang belum menikah”.
Keluarga yang lazimnya juga disebut dengan rumah tangga merupakan unit
keluarga bertanggung jawab terhadap proses sosialisasi anak karena merupakan
lingkungan pertama anak.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
keluarga ialah satuan atau unit terkecil dalam suatu masyarakat yang terdiri dari
suami, istri beserta anak-anaknya yang belum menikah.
Soerjono Soekanto (2004: 1) mengemukakan bahwa, “suatu keluarga
dianggap sebagai suatu sistem sosial karena memiliki unsur-unsur sistem sosial
yang meliputi :
1. Adanya kepercayaan bahwa terbentuknya keluarga merupakan suatu
kodrat Yang Maha Pencipta.
2. Adanya perasaaan-perasaan tertentu pada diri anggota-anggota keluarga
batih yang mungkin berwujud rasa saling mencintai, saling menghargai,
atau rasa saling bersaing.
3. Tujuan, yaitu bahwa keluarga merupakan wadah dimana manusia
mengalami proses sosialisasi, serta mendapatkan suatu jaminan
ketentraman jiwanya.
4. Setiap keluarga senantiasa diatur oleh kaidah-kaidah yang mengatur timbal
balik antara anggota-anggotanya, maupun pihak-pihak luar keluarga yang
bersangkutan.
5. Keluarga maupun anggota-anggotanya mempunyai kedudukan dan
peranan tertentu dalam masyarakat.
6. Anggota-nggota keluarga mempunyai kekuasaan yang menjadi salah satu
dasar bagi pengawasan proses hubungan kekeluargaan.
7. Masing-masing anggota keluarga mempunyai posisi sosial tertentu dalam
hubungan kekeluargaaan, kekerabatan maupun dengan pihak luar.
8. Lazimnya sanksi-sanksi positif maupun negatif diterapkan dalam keluarga
tersebut, bagi mereka yang patuh serta taerhadap mereka yang
menyeleweng.
Menurut Soerjono Soekanto (2004: 2 ), suatu keluarga pada dasarnya
mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut :
1. Unit terkecil dalam masyarakat yang mengatur hubungan seksual yang
seyogyanya.
2. Wadah tempat berlangsungnya sosialisasi, yakni proses dimana
anggota-anggota masyarakat yang baru mendapatkan pendidikan untuk mengenal,
memahami, menaati dan menghargai kaidah-kaidah serta nilai-nilai
berlaku.
3. Unit terkecil dalam masyarakat yang memenuhi kebutuhan ekonomis.
4. Unit terkecil dalam masyarakat tempat anggota-anggotanya mendapatkan
perlindungan bagi ketentraman dan perkembangan jiwanya.
Menurut Oqbum yang dikutip oleh Abu Ahmadi (1991:108), fungsi
keluarga adalah :
1. Fungsi kasih sayang.
2. Fungsi ekonomi
3. Fungsi pendidikan
4. Fungsi perlindungan/penjagaan
5. Fungsi rekreasi
6. Fungsi status keluarga
7. Fungsi agama.
Menurut pendapat Bierstadt yang dikutip oleh Abu Ahmadi (1991:109),
fungsi keluarga adalah menggantikan keluarga, mengatur dan menguasai
impuls-impuls seksuil, bersifat membantu, mengerakkan nilai-nilai kebudayaan, dan
menunjukkan status.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, terdapat suatu kesamaan bahwa
salah satu fungsi keluarga adalah guna edukatif. Hal ini dikarenakan, keluarga
adalah tempat yang pertama kali di mana anak mendapatkan pendidikan dan
sosialisasi. Jelas di sini bahwa keluarga berperan penting dan bertanggungjawab
terhadap pendidikan anak. Jadi, lingkungan keluarga berhubungan erat dengan
pendidikan anak. Lingkungan keluarga yang kondusif akan dapat meningkatkan
Berkaitan dengan hal di atas, pendidikan dan prestasi belajar anak juga
ditentukan oleh banyak sedikit jumlah anak dalam suatu keluarga. Menurut
Soerjono Soekanto (2004: 86), pada keluarga kecil yang memiliki satu sampai tiga
anak terdapat gejala-gejala umum sebagai berikut :
1. Keluarga batih kecil biasanya merupakan hasil dari suatu perencanaan,
sehingga pendidikanpun berlangsung menurut program tertentu.
2. Proses pendidikan dari orangtua berlangsung secara intensif daripada
ekstensif.
3. Interaksi berlangsung secara kooperatif dan demokratis.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa keluarga batih kecil yang
memiliki satu sampai tiga anak, berperan sangat besar terhadap pendidikan dan
prestasi belajar anak. Di sini, anak juga memiliki peranan yang penting, karena
dengan jumlah anak yang lebih sedikit (satu sampai tiga anak), maka keluarga
lebih dapat memberikan fasilitas belajar yang memadai. Sehingga, anak tumbuh
dalam keluarga yang kondusif dan ia akan lebih banyak memperoleh kesempatan
untuk mencapai pendidikan yang memadai.
Pada keluarga batih besar yang jumlah anak-anaknya lebih dari tiga orang,
biasanya ditemui gejala-gejala sebagai berikut :
1. Proses pendidikan dilangsungkan secara ekstensif.
2. Anak-anak secara lebih langsung berhubungan dengan realitas pergaulan
hidup di luar lingkungan keluarga batih yang bersangkutan.
3. Kepatuhan sangat dipentingkan dalam keluarga batih yang besar.
4. Pendidikan cenderung berlangsung massal.
Ngalim Purwanto (1988:148 ) menyatakan bahwa “Macam-macam
lingkungan kependidikan adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan
lingkungan masyarakat”. Dalam lingkungan keluarga, minat belajar siswa
dipengaruhi oleh :
1. Lingkungan Fisik dan Lingkungan Non-Fisik Keluarga
cara orangtua mendidik anaknya akan berpengaruh terhadap belajarnya.
Orang tua yang kurang memperhatikan pendidikan anaknya pasti tidak
mengetahui kesulitan-kesulitan belajar yang dialami anaknya. Sebetulnya,
anak mungkin pandai, tetapi karena kurang perhatian dari orang tuanya
maka si anak menjadi malas belajar. Oleh karena itu, diperlukan
bimbingan dan pengarahan orang tua demi keberhasilan anaknya.
2. Relasi antar anggota keluarga
Relasi antar anggota keluarga yang terpenting adalah relasi antara
anak, saudara, orang tua dan anggota keluarga yang lain. Relasi itu dapat
berupa cinta dan kasih sayang yang diwujudkan dalam keharmonisan
keluarga.
3. Keadaan ekonomi keluarga
Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak.
Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya,
juga membutuhkan fasilitas belajar yang mendukung. Jika anak hidup
dalam keluarga yang kurang mampu maka secara tidak langsung
kebutuhan anak kurang terpenuhi dan kesehatan kurang terjamin, sehingga
belajar anak menjadi terganggu. Akibat lain adalah anak bisa menjadi
minder saat bergaul dengan teman-temannya. Namun, tak dapat dipungkiri
bahwa keadaan yang serba kekurangan justru akan menjadi cambuk bagi
anak untuk belajar lebih giat.
4. Sifat pengertian dari orang tua
Ketika anak sedang belajar, anak perlu pengertian dari orang tua.
Pengertian di sini adalah anak memerlukan dorongan, semangat dan
motivasi agar semangat belajar anak tumbuh.
5. Suasana rumah
Suasana rumah diartikan sebagai situasi yang sering terjadi di
dalam rumah tempat anak tinggal dan belajar. Agar anak belajar dengan
Oleh karena itu, untuk menciptakan hal-hal tersebut di atas, maka
seyogyanya lingkungan keluarga menjadi lingkungan yang kondusif bagi anak
untuk belajar. Menurut Ngalim Purwanto (1995: 85-86 ), hal-hal yang perlu
dihindari oleh orang tua dalam mendidik anak antara lain :
1. Jangan sering melemahkan semangat anak dalam usahanya untuk mandiri.
Dalam hal ini masih banyak orang tua yang selalu menganggap
anaknya itu masih kecil, belum dapat berbuat atau mengerjakan sesuatu
sehingga orang tua kerap kali melarang anak-anaknya. Larangan
merupakan alat mendidik satu-satunya yang lebih banyak dipakai para
orang tua terhadap anaknya. Sebenarnya pendapat yang seperti itu tidak
benar. Seorang anak yang selalu dilarang dalam segala perbuatan dan
permainannya sejak kecil dapat terhambat perkembangan jasmani dan
rohaninya.
2. Jangan memalukan atau mengejek anak-anak di hadapan orang lain.
Hal ini bila sering dilakukan oleh orang tua ataupun guru, akan
dapat berakibat buruk bagi perkembangan psikologi anak di kemudian
hari. Anak yang sering ditertawakan dan diejek jika tidak berhasil
melakukan sesuatu, maka dengan tidak sadar ia akan selalu berhati-hati
ataupun tidak akan mencoba melakukan hal-hal yang baru atau yang sukar.
Ia akan menjadi orang yang selalu diliputi keragu-raguan.
3. Jangan selalu membeda-bedakan dan berlaku pilih kasih.
Perlakuan membeda-bedakan dan berlaku pilih kasih terhadap anak
dalam keluarga, baik antara yang besar dan kecil maupun antara anak
laki-laki dan anak perempuan akan mengakibatkan kecemburuan dan kompetisi
yang negatif. Jadi, dalam hal ini orang tua harus mengusahakan agar dalam
segala tingkah laku dan perbuatannya menunjukkan cinta dan kasih sayang
yang merata kepada anak-anaknya.
4. Jangan terlalu memanjakan anak.
Seorang anak yang dimanjakan dan kurang tanggungjawabnya, selalu
bersandar dan minta pertolongan kepada orang lain, merasa diri tidak
memperdulikan anak, karena anak yang tidak diperdulikan atau kurang
terpelihara oleh orang tuanya, akan merasa bahwa dirinya itu rendah tak
berharga, merasa diasingkan oleh orang lain, dan sebagainya. Akibatnya,
ia akan berbuat sekehendak hatinya. Oleh karena itu, orang tua
seyogyanya mampu menempatkan diri dan bisa memilah serta memilih
sikap yang bagaimana yang pada nantinya berdampak kurang baik bagi
kemandirian anak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lingkungan keluarga adalah
suatu unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri dari suami, istri beserta
anak-anaknya, di mana para anggotanya terikat hubungan darah, perkawinan, maupun
pengangkatan anak atau adopsi yang berinteraksi satu sama lain yang dengan
cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan, perkembangan atau
life processes. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka aspek-aspek yang
mendukung adanya lingkungan keluarga yang kondusif adalah :
1. Adanya perhatian orang tua
2. Adanya sikap saling perhatian sesama anggota keluarga
3. Adanya sikap saling menyayangi antar anggota keluarga
4. Kondisi fisik yang kondusif ( kebersihan, kesehatan, kerapian lingkungan
rumah )
5. Kondisi non fisik yang kondusif ( keharmonisan, kerukunan anggota
keluarga)
3.Tinjauan Tentang Prestasi Akademik
Prestasi akademik atau prestasi belajar berasal dari kata prestasi dan
akademik atau belajar :
a. Pengertian Prestasi
Menurut W.J.S Purwodarminto (1987 :768), “Prestasi adalah hasil yang
telah dicapai, dilakukan dan dilaksanakan”.
W. S Winkel (1987: 161) berpendapat bahwa, “Prestasi adalah bukti usaha
Jadi prestasi tercapai setelah melakukan kegiatan tertentu, sehingga
merupakan tingkat pencapaian kegiatan. Prestasi ini dapat tercapai melalui proses
interaksi dengan lingkungan alam dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan
tujuan yang dirumuskan. Sehingga, dapat dikatakan bahwa prestasi belajar adalah
sesuatu yang telah dicapai sebagai suatu bukti usaha yang telah dilakukan.
b. Pengertian Akademik.
Secara harfiah, akademik berarti belajar atau pembelajaran (UNS,
2006:11). Menurut W. J. S Purwodarminto (1987: 108), “Belajar adalah berusaha
(berlatih dan sebagainya) supaya mendapatkan suatu kepandaian”. Muhibbin Syah
(1995: 91) berpendapat bahwa “…………Belajar dapat dipahami sebagai tahapan
perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai pengalaman
dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif”.
Definisi serupa dikemukakan oleh M. Dimyati Mahmud (1990:121 )
bahwa “ Belajar adalah suatu perubahan dalam diri seseorang yang terjadi karena
pengalaman”. Berdasarkan pernyataan tersebut, jelas bahwa pengertian belajar itu
terkandung dua faktor yaitu perubahan dan pengalaman. Perubahan yang dialami
setelah belajar ini mendapat pandangan yang berbeda, yaitu pandangan
behavioristik dan pandangan kognitif .
Menurut Pandangan behavioristik yang dipelopori oleh J. B Watson, E. L
Thorndike dan B. F Skinner dalam M. Dimyati Mahmud (1990: 122),
mengemukakan bahwa “Belajar adalah perubahan dalam tingkah laku, dalam cara
seseorang berbuat pada situasi tertentu”. Pengertian tingkah laku disini ialah
tingkah laku yang dapat diamati. Sedangkan Pandangan kognitif yang dipelopori
oleh Jean Piaget, Robert Glaser, John Anderson, Jerome Bruner dan David
Ausubel, “Belajar adalah proses internal yang tidak dapat diamati secara
langsung. Perubahan terjadi dalam kemampuan seseorang untuk bertingkah laku
dan berbuat dalam situasi tertentu; perubahan dalam tingkah laku hanyalah suatu
refleksi dari perubahan internal”.
Dari pengertian-pengertian belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa
kecakapan yang biasa, keterampilan, pengetahuan, kebiasaan, kegemaran dan
sikap manusia terbentuk dan berkembang karena perubahan belajar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar anak atau mahasiswa
menurut pendapat Abu Ahmadi (1991: 128 ) adalah sebagai berikut :
1. Faktor internal, yang termasuk faktor internal adalah:
a. Faktor Jasmaniah (fisiologis), baik yang bersifat bawaan maupun yang
diperoleh dari pengalaman anak dari kehidupan sehari-hari. Contoh
faktor jasmaniah adalah penglihatan, pendengaran, struktur tubuh, dan
lain sebagainya.
b. Faktor Psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh
dari pengalaman anak dari kehidupan sehari-hari, terdiri atas :
1) faktor intelektual yang meliputi :
a) faktor potensial kecerdasan dan bakat.
b) Faktor non-intelektual yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu,
seperti : sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi,
dan penyesuaian diri.
2. Faktor eksternal, yang tergolong faktor eksternal adalah :
a. Faktor sosial, terdiri atas : lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat,
dan kelompok.
b. Faktor budaya, seperti adat-istiadat, IPTEK, dan kesenian.
c. Faktor lingkungan fisik, seperti : fasilitas rumah, cara belajar, iklim.
Menurut M. Dimyati Mahmud (1990:87), prestasi akademik biasanya
diukur dari nilai sehari-hari hasil tes belajar dan lamanya bersekolah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik selama masa remaja adalah :
1. Status sosial ekonomi keluarga
2. Perbedaan-perbedaan sosial ekonomi yang dimiliki anak dalam bidang
intelektual dan motivasi
3. Perbedaan-perbedaan sosial ekonomi yang dimiliki anak dalam hal
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil
maksimal yang dicapai dengan adanya perubahan atau perkembangan diri
seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku baru yang tetap berkat
pengalaman di lapangan. Jadi, hasil yang dicapai seseorang tersebut tidak hanya
dalam bentuk angka-angka atau nilai, tapi juga adanya perubahan sikap dan
tingkah laku yang lebih baik daripada sebelum ia menerima pelajaran, dan adanya
perubahan-perubahan tersebut dikarenakan pengalaman dan latihan yang didapat
seseorang melalui belajar dan pengalaman di lapangan.
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan prestasi akademik adalah
hasil belajar yang diperoleh mahasiswa pada akhir semester yang dapat dilihat
secara nyata dalam bentuk nilai atau angka. Prestasi akademik yang diperoleh
oleh mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP UNS dapat dilihat dalam buku Kartu
Hasil Studi (KHS). Melalui Kartu Hasil Studi (KHS) ini dapat diketahui prestasi
belajar dari tiap-tiap Mata Kuliah (MK) yang telah ditempuh oleh Mahasiswa
Pendidikan Sejarah FKIP UNS dalam 1 (satu) semester akademik.
B.Penelitian Yang Relevan
1. Skripsi Perbedaan Prestasi Mahasiswa ditinjau dari Minat Menjadi Guru pada
Mahasiswa Program Pendidikan Akuntansi FKIP UNS Tahun Akademik
2006/2007 oleh Fitri Nurul. Sampel dengan menggunakan mahasiswa
Pendidikan Akuntansi angkatan 2003 yang berjumlah 72 dengan menggunakan
rumus Slovin dengan metode pengumpulan data berdasar dari angket yang
disebar kepada mahasiswa dan dokumentasi nilai KHS).
Berdasarkan analisis data, tidak terdapat perbedaan prestasi mahasiswa
ditinjau dari minat menjadi guru pada mahasiswa Program Pendidikan
Akuntansi FKIP UNS Tahun Akademik 2006/2007, terbukti dari perolehan
tabel hitung t
t atau 0,444 < 2,00.
2. Skripsi Hubungan Antara Minat Menjadi Guru dan Motivasi Belajar dengan
Prestasi Belajar Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar ( Studi pada
Hastini Retnaningsih. Sample dengan menyebar angket terhadap mahasiswa
Pendidikan Ekonomi Angkatan 2007/2008 FKIP UNS.
Penelitian dengan menggunakan teknik deskriptif kuantitatif. Populasi
adalah mahasiswa pndidikan Ekonomi FKIP angkatan 2007/2008 yang terdiri
dari 3 kelas dengan jumlah 196 mahasiswa. Sampel berjumlah 60 mahasiswa
yang diambil secara proporsional random sampling. Untuk data prestasi belajar
menggunakan teknik dokumentasi, sedangkan untuk data minat menjadi guru
dan motivasi belajar dengan memnyebar angket. Teknik analisis yang
digunakan adalah analisis korelasi dan regresi linier ganda.
Berdasarkan analisis data diperoleh hasil sebagai berikut :
1) ada hubungan yang positif antara Minat menjadi Guru dengan Prestasi
belajar MK Strategi Belajar Mengajar. Hasil perhitungan pada n=60
dengan taraf signifikansi 5% diperoleh rxy
1 > rtabel atau 0,589 > 0,254. 2) Ada hubungan yang positif antara motivasi belajar dengan prestasi
belajar MK strategi Belajar Mengajar . Hal ini ditunjukkan dari hasil
perhitungan pada n=60 dengan taraf signifikansi 5% diperoleh rxy
2 >
tabel
r atau o,557 > 0,523.
3) Ada hubungan yang positif antara minat menjadi Guru, Motivasi
Belajar dan prestasi Belajar MK Strategi Belajar Mengajar. Hal ini
ditunjukkan dengan hasil perhitungan pada dk pembilang =2, dk
penyebut=57 dan taraf signifikansi 5% diperoleh fhitung > ftabel atau
35,02 > 3,17.
3. Skripsi Hubungan antara Lingkungan Belajar siswa, Kelengkapan Sumber
Belajar dan Penggunaan Waktu Belajar dengan prestasi Belajar Akuntansi
Siswa Kelas XI SMAN 1 Gondangrejo tahun Pelajaran 2007/2008 oleh Ria
Prabangkara.
Penelitian dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan
pendekatan korelasional. Populasi adalah seluruh siswa kelas XI IPS SMAN 1
Gondangrejo TA 2007/2008 yang berjumlah 114 siswa. Sampel diambil
pengumpulan data variabel lingkungan belajar siswa, kelengkapan sumber
belajar dan penggunaan waktu belajar menggunakan angket, sedangkan
prestasi belajar akuntansi menggunakan teknik dokumentasi. Teknik analisis
data yang digunakan adalah teknik analisis korelasi (Product moment) dan
regresi ganda.
Berdasar hasil analisis diperoleh :
1) Ada hubungan antara Lingkungan Belajar Siswa dengan Prestasi
Belajar sebesar 0,343. Hasil ditunjukkan dari hasil perhitungan
tabel hitung r
r > atau 0,343 > 0,279 pada n=50 dengan taraf signifikansi
5%.
2) Ada hubungan antara Kelengkapan Sumber Belajar dengan Prestasi
Belajar sebesar 0,347. Hasil ditunjukkan dari perhitungan rhitung >rtabel
atau 0,347 > 0,279 pada n=50 dengan taraf signifikansi 5%.
3) Ada hubungan antara Penggunaan Waktu Belajar dengan Prestasi
Belajar sebesar 0,340. hasil ditunjukkan dari hasil perhitungan
tabel hitung r
r > atau 0,340 > 0,279 pada n=50 dengan taraf signifikansi
5%.
4) Ada hubungan antara Lingkungan Belajar Siswa, Kelengkapan Sumber
Belajar dan Penggunaan Waktu Belajar secara bersama-sama dengan
Prestasi Belajar sebesar 3,551. Hal ini ditunjukkan dari hasil
perhitungan fhitung > ftabel atau 3,551 > 2,81 pada n=50 dengan taraf
signifikansi 5%.
4. Skripsi Pengaruh Motivasi, Metode Pembelajaran, Lingkungan Sekolah dan
Lingkungan Keluarga Terhadap Prestasi Belajar Akuntansi Siswa Kelas X
SMK Bina Negara Gubug Kab. Grobogan oleh Eni Asih (2007).
Penelitian dengan menggunakan populasi yaitu siswa kelas X Jurusan
Akuntansi SMK Bina Negara Gubug kab. Grobogan TA 2005/2006 yang
berjumlah 100 siswa. Metode pengumpulan data menggunakan dokumentasi
presentase, analisis Structural Equation Modelling (SEM) dan uji asumsi SEM
yang terdiri dari uji normalitas dan outliners.
Berdasarkan analisis data menunjukkan bahwa ada pengaruh langsung
antara metode pembelajaran (MP), Lingkungan Sekolah (LS) dan Lingkungan
Keluarga (LK) terhadap Motivasi Belajar (MB) dan Motivasi Belajar (MB)
terhadap Prestasi Belajar (PB). Ada pengaruh tidak langsung antara Metode
Pembelajaran (MP), Lingkungan Sekolah (LS) dan Lingkungan Keluarga(LK)
terhadap Prestasi Belajar (PB) dengan melalui motivasi sebagai variabel
perantara. Pengaruh langsung MP →MB sebesar 53%, dan MB → PB sebesar
83%, sehingga pengaruh MP secara tidak langsung yaitu MP → MB → PB
sebesar 43,99%. Pengaruh LS → MB 13% dan pengaruh MB → PB sebesar
83%, sehingga pengaruh LS secara tidak langsung yaitu LS → MB → PB
sebesar 10,79%. Penaruh langsung LK → MB sebesar 33% dan MB → PB
sebesar 83%, sehingga secara tidak langsung pengaruh LK yaitu LK → MB
→ PB sebesar 28,39%.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
langsung antara metode pembelajaran, lungkungan sekolah, lingkungan
keluarga terhadap motivasi, dan akhirnya motivasi berpengaruh terhadap
prestasi belajar. Ada pengaruh tidak langsung antara metode pembelajaran,
lingkungan sekolah, serta lingkungan keluarga terhadap prestasi belajar
dengan melalui variabel perantara yaitu motivasi belajar.
5. Thesis Pengaruh Lingkungan Keluarga dan Partisipasi Siswa dalam kegiatan
Ekstrakurikuler Terhadap Prestasi Belajar Akuntansi Siswa Kelas X SMK
Negeri 1 Juwiring Klaten Tahun Ajaran 2007/2008 oleh Diyah Meirina
Prihatini Mulyono.
Penelitian dengan menggunakan populasi yakni siswa kelas X sebanyak 80
siswa. Data tentang lingkungan keluarga dan partisipasi siswa dalam kegiatan
ekstrakurikuler diperoleh melalui angket, sedangkan data prestasi belajar
diperoleh melelui dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah
analisis regresi ganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa lingkungan keluarga
akuntansi diperoleh persamaan regresi : Y = 2,923 + 0,061 + 0,0354X2. uji
regresi diperoleh fhitung > ftabel atau 41,847 > 3,12 dengan taraf signifikansi
5%, berarti antara lingkungan keluarga dan partisipasi siswa dalam kegiatan
[image:31.612.136.509.211.462.2]ekstrakurikuler secara bersama-sama berpengaruh terhadap prestasi belajar
akuntansi. Uji t untuk variabel lingkungan keluarga diperoleh thitung >ttabel
atau 6,651 > 1,99 dan untuk variabel partisipasi siswa dalam kegiatan
ekstrakurikuler diperoleh thitung >ttabel atau 4,365 > 1,99 dengan taraf
signifikansi 5%. Kedua variabel tersebut secara signifikan mempunyai
pengaruh terhadap prestasi belajar akuntansi. Koefisien Determinasi (R2)
sebesar 0,521 ini menunjukkan bahwa variabel lingkungan keluarga dan
partisipasi siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler berpengaruh terhadap
terhadap prestasi belajar akuntansi sebesar 52,1%, sedangkan sisanya sebesar
47,9% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak terdapat di dalam penelitian
ini. Besarnya sumbangan relatif untuk variabel X1 sebesar 65,42% , X2
sebesar 34,58% dan besarnya sumbangan efektif untuk X1 sebesar 34,08% dan X2 sebesar 18,01%.
6. Jurnal Internasional bertajuk Family Environment, Socioeconomic Status and
Academik Acchievement oleh Keith F. Kennett dan Edward Grant. Penelitian
dilakukan pada mahasiswa Fakultas Psikologi, University of Saskatchewan
Regina Campus, Kanada.
Penelitian dilakukan pada 60 mahasiswa mahasiswa laki-laki yang
berumur 19-25 tahun. Penelitian dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara lingkungan keluarga dan status sosial ekonomi (SES)
keluarga dengan prestasi akademik mahasiswa. Untuk data lingkungan
keluarga dan status sosial ekonomi (SES) keluarga dilakukan dengan cara
menyebar angket. Sedangkan untuk data prestasi akademik dilakukan dengan
cara tes dan ditunjukkan dalam bentuk hasil tes IQ.
Berdasarkan analisis data diperoleh hasil sebagai berikut :
1) Dari seluruh sampel didapatkan mean IQ adalah 120,4 dengan Standar
dan signifikan antara SES dan prestasi akademik ( IQ ). Hasil ditunjukkan
dari hasil perhitungan rhitung rtabel atau 3,144 > 2,000 pada n=60 dengan
taraf signifikansi 5%.
2) Ada hubungan yang positif dan signifikan antara prestasi akademik ( IQ )
dan lingkungan keluarga. Hal ini diketahui setelah diperoleh kesimpulan
bahwa anak yang mendapatkan dukungan dari keluarga akan memiliki
kepribadian yang positif ( baik ) dan prestasi akademik yang tinggi. Hal ini
diperkuat dengan data statistik bahwa keluarga dengan kesadaran
memelihara kesehatan yang rendah , tidak mendukung anak untuk belajar ,
dan kurang harmonis menyebabkan anak atau mahasiswa drop-out
(keluar). Hasil ditunjukkan dari hasil perhitungan rhitung rtabel atau 3,511
> 2,000 pada n=60 dengan taraf signifikansi 5%.
7. Jurnal Internasional bertajuk Academic Achievement – Family Background and
Family Structure.
Penelitian dilakukan pada keluarga yang memiliki status sosial dan latar
belakang keluarga yang mampu dan memiliki anggota keluarga lengkap ( ayah
, ibu dan anak ) dan pada keluarga dengan orang tua tunggal (single-parent
families)
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data sebagai berikut :
1) Latar belakang keluarga ( keadaan sosial ekonomi ) mempengaruhi
prestasi belajar anak. Hal ini dikarenakan keluarga yang harmonis,
kondusif dan mampu secara ekonomi, lebih mampu untuk mendukung
kegiatan belajar anak. Sedangkan keluarga yang kurang mampu akan
berdampak pada prestasi belajar anak menjadi buruk atau rendah. Hal ini
dikarenakan sumber,sarana dan prasarana serta fasilitas belajar yang
kurang, sehingga tidak menunjang prestasi belajar anak. Hasil ditunjukkan
dari hasil perhitungan rhitung rtabel atau 0,304 > 0,279.
2) Relasi yang baik antar anggota keluarga dan perhatian kedua orang tua
terhadap kegiatan belajar anak akan berpengaruh positif terhadap prestasi
dukungan dari orang tuanya. Sedangkan pada anak dengan orang tua
tunggal (single–parent families), baik dikarenakan orang tua bercerai,
berpisah, meninggal atau orang tua yang tidak pernah menikah akan
berpengaruh negatif terhadap hasil belajar anak dan berpengaruh terhadap
perkembangan psikologis anak. Hal ini dikarenakan anak pada keluarga
dengan orang tua tunggal (single-parent families) kurang mendapatkan
dukungan, perhatian dan bimbingan dari orang tuanya sehingga
berdampak pada rendahnya prestasi akademik anak. Hasil ditunjukkan dari
hasil perhitungan rhitung rtabel atau 0,302 > 0,279.
8. Jurnal Internasional bertajuk Personal, Family, and Academic Factors Affecting
Low Achievement in Secondary School oleh Antonia Lozano Diaz.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
pribadi, keluarga, dan faktor-faktor akademik dengan rendahnya prestasi
belajar muri-murid di Sekolah Lanjutan. Aspek-aspek dari variabel pribadi
adalah: umur, jenis kelamin, konsep belajar, kebiasaan dalam kelas dan sikap
dalam pergaulan. Aspek-aspek dari variabel keluarga adalah: jenjang
pendidikan orang tua, relasi atau hubungan dalam keluarga, dan dukungan
keluarga. Sedangkan aspek-aspek variabel faktor-faktor akademik adalah:
Sekolah Lanjutan, sosialisasi dalam kelas, hubungan pertemanan, visi dan misi
ke depan, dan hubungan dengan guru.
Metode penelitian dengan menggunakan sampel yaitu 1178 pelajar di
empat Sekolah Lanjutan di Almeria City, Spanyol dengan komposisi:
a. Murid sekolah pada tahun pertama sekolah sebanyak 255 murid
b. Murid sekolah pada tahun kedua sekolah sebanyak 316 murid
c. Murid sekolah pada tahun ketiga sekolah sebanyak 296 murid
d. Murid sekolah pada tahun keempat sekolah sebanyak 259 murid
Berdasarkan analisis data, diperoleh hasil sebagai berikut:
1) Ada hubungan positif dan signifikan anatara pribadi dan hasil akademik.
Dari semua aspek-aspek variabel pribadi (umur, jenis kelamin, konsep
belajar, kebiasaan dalam kelas, dan sikap dalam pergaulan), semuanya
ditunjukkan dari hasil perhitungan rhitung rtabel atau 2,234 > 1,960 pada
n=1178 dengan taraf signifikansi 5%.
2) Ada hubungan yang positif dan signifikan antara keluarga dan hasil
akademik. Dari semua aspek-aspek variabel keluarga (jenjang pendidikan
orang tua, relasi atau hubungan dalam keluarga, dan dukungan keluarga),
hanya jenjang pendidikan orang tua yakni jenjang pendidikan ibu yang
tidak berpengaruh terhadap hasil belajar anak. Hasil ditunjukkan dari hasil
perhitungan rhitung rtabel atau 2,890 > 1,960 pada n=1178 dengan taraf
signifikansi 5%.
3) Ada hubungan yang positif dan signifikan antara faktor-faktor akademik
dan hasil akademik. Dari semua aspek-aspek variabel fakor-faktor
akademik (Sekolah Lanjutan, sosialisasi dalam kelas, hubungan
pertemanan, visi dan misi ke depan, hubungan dengan guru, dan asessmen
akademik), semuanya berpengaruh positif dan signifikan terhadap hasil
belajar anak. Hasil ditunjukkan dari hasil perhitungan rhitung rtabel atau
2,046 > 1,960 pada n=1178 dengan taraf signifikansi 5%.
C.Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan alur berpikir yang digunakan peneliti untuk
memberikan jawaban sementara atas permasalahan yang dirumuskan. Dari
deskripsi teori di atas, maka akhirnya pada hubungan antara minat menjadi guru
dan lingkungan keluarga dengan prestasi akademik pada mahasiswa Pendidikan
Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta ini, penulis berpendapat untuk mencapai prestasi akademik secara
maksimal banyak sekali fakta yang mempengaruhi.
1. Hubungan antara Minat Menjadi Guru dengan Prestasi Akademik
Prestasi akademik mahasiswa dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu faktor
yaitu minat untuk belajar yang rendah atau minat belajar yang tinggi. Sedangkan
faktor eksternal meliputi lingkungan sekitar, khususnya lingkungan keluarga.
Faktor internal yang mempengaruhi prestasi akademik mahasiswa adalah
minat mahasiswa. Minat merupakan kecenderungan untuk merasa tertarik,
memilih sesuatu baik kegiatan, benda, orang maupun situasi tertentu dan ikut
ambil bagian secara sadar di dalam obyek yang dipilihnya itu. Apabila seseorang
mempunyai minat terhadap sesuatu, maka ia akan suka rela menggeluti sesuatu
yang diminatinya tersebut. Demikian halnya dengan minat mahasiswa untuk
menjadi guru akan menumbuhkan semangat dan perhatian untuk mempelajari
teori-teori keguruan.
Apabila mahasiswa merasa tertarik dengan profesi guru, maka mereka
akan bersungguh-sungguh dalam belajarnya agar mendapat prestasi akademik
yang tinggi. Sebaliknya, jika mahasiswa kurang berminat terhadap profesi guru,
maka mahasiswa tersebut akan kurang bersungguh-sungguh dalam belajarnya,
sehingga prestasi akademik yang diraih juga rendah. Dengan demikian, diduga
ada hubungan yang positif dan signifikan antara minat menjadi guru dan prestasi
akademik mahasiswa, khususnya mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP UNS.
2. Hubungan antara Lingkungan Keluarga dengan Prestasi Akademik
Prestasi akademik mahasiswa selain dipengaruhi oleh faktor intenal juga
dipengaruhi oleh faktor eksternal. Faktor ekternal yang mempengaruhi prestasi
akademik mahasiswa meliputi lingkungan sekitar, khususnya lingkungan
keluarga. Lingkungan keluarga adalah suatu unit terkecil dari suatu masyarakat di
mana para anggotanya terikat karena hubungan darah, perkawinan, maupun
pengangkatan anak atau adopsi yang berinteraksi satu sama lain yang dengan
cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan, perkembangan atau
life processes.
Apabila mahasiswa dalam belajarnya didukung oleh lingkungan kelurga
yang kondusif, yang meliputi: lingkungan fisik dan lingkungan non-fisik keluarga
yang kondusif, relasi antar anggota keluarga yang harmonis, keadaan ekonomi
hangat, maka mahasiswa dapat mencapai prestasi akademik yang tinggi.
Sebaliknya, jika mahasiswa hidup dalam lingkungan keluarga yang tidak kondusif
dan tidak mendukungnya untuk belajar, maka prestasi akademik yang diraih juga
rendah. Dengan demikian, diduga ada hubungan yang positif dan signifikan antara
lingkungan keluarga dan prestasi akademuk mahasiswa, khususnya mahasiswa
Pendidikan Sejarah FKIP UNS.
3. Hubungan antara Minat menjadi Guru dan Lingkungan Keluarga
terhadap Prestasi Akademik
Minat menjadi guru dan lingkungan keluarga secara bersama-sama
mempunyai peranan terhadap prestasi akademik mahasiswa. Ketertarikan
terhadap profesi guru akan menimbulkan sifat yang aktif pada mahasiswa untuk
mempelajari teori-teori keguruan. Lingkungan keluarga yang kondusif dan
harmonis juga mempengaruhi motivasi belajar mahasiswa yang akhirnya
berpengaruh terhadap prestasi akademik. Sehingga, diduga ada hubungan yang
positif dan signifikan antara minat menjadi guru dan lingkungan keluarga secara
bersama-sama terhadap prestasi akademik pada mahasiswa Pendidikan Sejarah
FKIP UNS.
D. Perumusan Hipotesis
Dari variabel minat menjadi guru dan lingkungan keluarga yang
mempengaruhi prestasi belajar pada mahasiswa Pendidikan Sejarah dapat disusun
perumusan hipotesisi sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara minat menjadi guru dan
prestasi akademik pada mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP UNS.
2. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara lingkungan keluarga dan
prestasi akademik pada mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP UNS.
3. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara minat menjadi guru dan
lingkungan keluarga secara bersama-sama terhadap prestasi akademik