• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perubahan Ruang Terbuka Hijau Di Daerah Ciputat Timur Dari Tahun 1990-2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perubahan Ruang Terbuka Hijau Di Daerah Ciputat Timur Dari Tahun 1990-2015"

Copied!
187
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah

Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

Lilik Nurholidah

NIM 1112015000092

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

i

2015”.

Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.

Keberadaan RTH/wilayah hijau di suatu wilayah merupakan hal yang sangat penting mengingat banyaknya manfaat dari keberadaan Ruang Terbuka Hijau tersebut. Daerah Ciputat Timur sebagai daerah yang strategis, dan sebagai daerah penyangga ibukota, setiap tahunnya mengalami perubahan, khususnya perubahan Ruang Terbuka Hijau atau wilayah hijau yang disebabkan karena maraknya pembangunan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Perubahan Ruang Terbuka Hijau di Daerah Ciputat Timur dari Tahun 1990-2015. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif. Analisis data dilakukan dengan pendekatan pengindraan jauh menggunakan aplikasi ER Mapper 7.0 dan Citra Landsat 5, 7 dan 8 untuk mengetahui perubahan luas Ruang Terbuka Hijau dari tahun 1990-2015. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perubahan Ruang Terbuka Hijau diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi. Berdasarkan hasil interpretasi citra didapat hasil penelitian luas Ruang Terbuka Hijau mengalami penurunan. Luas Ruang Terbuka Hijau pada tahun 1990 seluas 1.113,6 ha, pada tahun 1995 berkurang menjadi 936,8 ha, tahun 2000 berkurang menjadi 930 ha, tahun 2005 berkurang menjadi 759,3 ha, tahun 2010 berkurang menjadi 442,8 ha, dan pada periode terakhir tahun 2015 berkurang menjadi 417,6 ha atau sekitar 23,5% dari total luas wilayah Ciputat Timur. Jika dihitung secara keseluruhan maka RTH/wilayah hijau dari tahun 1990 hingga tahun 2015 berkurang seluas 696 ha atau 61% dari total luas wilayah RTH semula. Faktor yang mempengaruhi perubahan luas Ruang Terbuka Hijau dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor ekonomi, pertambahan jumlah penduduk, dan pemerintahan.

(6)

ii 2015”.

Sciences, Faculty of Science and Teaching, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.

The existence of RTH / green area in the region is very important given the many benefits of the presence of the green space. East Chester area as a strategic area, and as the buffer area of the capital, each year changes, particularly changes Green Open Space or green area due to rampant development. This study aims to determine how changes in the area of Green Open Space East Chester from 1990 to 2015. The research method used is descriptive quantitative method. Data analysis was performed with a remote sensing approach using applications ER Mapper 7.0 and Image Landsat 5, 7 and 8 to determine changes in spacious green open space from 1990-2015. To determine the factors affecting changes in the green open space obtained from observation, interviews, and documentation. Based on the results of image interpretation results obtained extensive green space has decreased. Spacious green space in 1990 covering an area of 1113.6 ha, in 1995 was reduced to 936.8 ha, in 2000 was reduced to 930 ha, in 2005 was reduced to 759.3 ha, the year 2010 was reduced to 442.8 ha, and on the last period in 2015 decreased to 417.6 ha or approximately 23.5% of the total area of East Chester. If calculated with the Green Open Space or green region from 1990 to 2015 reduced area of 696 ha or 61% of the total area of the original RTH. Factors affecting the green open space area change is influenced by several factors such as economic factors, population growth, and governance.

(7)

iii

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan

skripsi ini. Tidak lupa shalawat serta salam tetap tercurah limpahkan kepada baginda

alam Nabi besar Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya hingga kepada

ummatnya semoga kita semua senantiasa mendapat syafaat.

Skripsi yang berjudul “Analisis Perubahan Ruang Terbuka Hijau di daerah

Ciputat Timur dari Tahun 1990-2015” merupakan salah satu syarat kelulusan penulis

untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan pada Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial Konsentrasi Geografi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Akan tetapi penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini jauh dari

sempurna baik dari segi penyusunan, bahasa ataupun penulisannya. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun khususnya dari

pembimbing guna menjadi acuan dan bekal pengalaman bagi penulis di masa yang

akan datang.

Adapun keberhasilan penulis dalam melakukan penelitian hinga skripsi

penulis selesai ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak selama penelitan

berlangsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak teri kasih kepada :

1. Bpk. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya,MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. H.Syarifullah, M.Si, Sekertaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

(8)

iv

5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, khususnya Dosen Jurusan

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, atas ilmu yang diberikan selama penulis

menyelesaikan bangku kuliah, semoga ilmunya bermanfaat dan senantiasa kita

diberikan kesehatan oleh Allah SWT.

6. Bapak Drs. Durahman, M.Pd, Selaku Kepala Kecamatan Ciputat Timur yang telah

memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan penelitian di daerah

Ciputat Timur dan Bapak Saduni Zaelani Staf Kecamatan Ciputat Timur yang

telah memberikan data-datanya bagi kepentingan skripsi penulis.

7. Masyarakat Kecamatan Ciputat Timur khususnya masyarakat yang telah bersedia

diwawancarai penulis.

8. Alm. Mamah Ratnengsih tercinta, atas jasamu yang dengan sabar telah

membesarkan penulis, semoga senantiasa mendapat syafaat, magfiroh Alloh SWT

dan ditempatkan disisi-Nya.

9. Ayahanda dan Ibunda (Bpk.Taryo dan Ibu Nani Sumarni) yang selalu memberikan

nasihat baik serta memotivasi penulis selama ini. Adik-adiku tercinta Apip Shobar

Muldani, Rifa Rachmat Al-Wazdi, Aditya Rachmat Haqiqi, tak lupa nenek, kakek,

dan juga seluruh keluarga besar semoga selalu mendapat kesehatan dan lindungan

dari-Nya.

10. Seluruh sahabat Jurusan P.IPS khususnya untuk teman-teman dari konsentrasi

Geografi, yang telah memberikan banyak pengelaman kepada penulis selama ada

di bangku kuliah. Serta tak lupa juga teman-teman Praktik Profesi Keguruan

Terpada (PPKT) semoga kebersamaan selama PPKT menjadi kenangan yang

selalu dikenang. Tak lupa juga kepada Faizah Zulaiha, Roikhatul Zannah,

Farhatunnisa, Siti Umaryati, Siti Syarah, Susi Mulyati atas masukan-masukannya

(9)

v

12. Cahya Setiya, yang selalu menemani penulis observasi, mendengar keluh kesah,

serta senantiasa memberikan motivasi dan bantuannya pada penulis.

13. Sahabat-sahabat MAN Rancah, Dewi Yuni, Nining Nurmalasari, Heny

Muthmainnah, Wati Widia, Eva yang sampai saat ini penulis ucapkan

Alhamdulillah silaturahminya masih tetap terjaga erat dan saling memotivasi satu

sama lain.

14. Semua pihak yang terlibat dalam penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan

satu persatu.

Akhirnya hanya kepada Alloh SWT panjatkan do’a semoga amal baik semuanya dibalas oleh Alloh SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Jakarta, Desember 2016

(10)

vi

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI SIDANG SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR GRAFIK ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

A. Deskripsi Teoritik... 8

1. Ruang Terbuka Hijau ... 8

a. Pengertian Ruang Terbuka Hijau ... 8

b. Fungsi Ruang Terbuka Hijau ... 9

(11)

vii

g. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Ruang Terbuka

Hijau ... 18

2. Pengindraan Jauh ... 20

a. Pengertian Pengindraan Jauh ... 20

b. Sistem Pengindraan Jauh... 21

c. Manfaat Pengindraan Jauh ... 24

d. Karakteristik Citra landsat ... 25

3. Sistem Informasi Geografis... 30

a. Pengertian Sistem Informasi Geografis ... 30

b. Pembagian Sistem Informasi Geografis ... 31

c. Komponen Sistem Informasi Geografis ... 32

d. Manfaat Sistem Informasi Geografis ... 34

e. Keunggulan Sistem Informasi Geografis ... 34

f. Fungsi Aplikasi Sistem Informasi Geografis ... 35

B. Penelitian Yang Relevan ... 37

C. Kerangka Berfikir... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 41

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 41

1. Tempat Penelitian... 41

2. Waktu Penelitian ... 41

B. Metode Penelitian... 42

C. Jenis dan Sumber Data ... 43

1. Data Primer ... 43

2. Data Sekunder ... 43

(12)

viii

1. Observasi ... 44

2. Interpretasi Citra... 44

3. Ground check Lapangan ... 45

4. Wawancara ... 45

5. Dokumentasi ... 45

F. Populasi dan Sampel ... 45

1. Pupulasi ... 45

2. Sampel ... 46

G. Teknik Analisis Data ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Kondisi Umum Daerah Penelitian ... 49

B. Hasil Penelitian ... 59

1. Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau di Daerah Ciputat Timur dari Tahun 1990-2015 ... 59

2. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Luas Area Ruang Terbuka Hijau ... 74

C. Pembahasan ... 89

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

A. Kesimpulan ... 92

B. Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 95 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(13)

ix

Tabel 2.2 Karakteristik Citra Landsat 5 ... 26

Tabel 2.3 Karakteristik Band pada Landsat 5 ... 26

Tabel 2.4 Karakteristik Citra Landsat 7 ... 27

Tabel 2.5 Karakteristik Band pada Landsat 7 ... 27

Tabel 2.6 Karakteristik Citra Landsat 8 ... 29

Tabel 2.7 Karakteristik Band pada Landsat 8 ... 29

Tabel 2.8 Penelitian yang Relevan ... 37

Tabel 3.1 Waktu dan Kegiatan Penelitian ... 41

Tabel 4.1 Letak Geografis Kelurahan yang ada di Ciputat Timur ... 50

Tabel 4.2 Pembagian Penduduk Daerah Kecamatan Ciputat Timur berdasarkan Jenis Kelamin ... 53

Tabel 4.3 Fasilitas Pendidikan Daerah Ciputat Timur ... 54

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 55

Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ... 58

Tabel 4.6 Fasilitas Keagamaan ... 59

Tabel 4.7 Perubahan Luas Penggunaan Lahan ... 60

Tabel 4.8 Tabel Perubahan RTH ... 68

(14)

x

sensor satelit ... 22

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian RTH ... 41

Gambar 4.1 Peta Kecamatan Ciputat Timur ... 49

Gambar 4.2 Tahun 1990 ... 67

Gambar 4.3 Tahun 1995 ... 67

Gambar 4.4 Tahun 2000 ... 67

Gambar 4.5 Tahun 2005 ... 67

Gambar 4.6 Tahun 2010 ... 67

Gambar 4.7 Tahun 2015 ... 67

(15)

xi

(16)

xii Lampiran A.1 Pedoman Observasi

Lampiran A.2 Pedoman Wawancara

Lampiran B. Hasil Observasi

Lampiran B.1 Hasil Observasi ke 1

Lampiran B.2 Hasil Observasi ke 2

Lampiran B.3 Hasil Observasi ke 3

Lampiran C. Hasil Wawancara

Lampiran C.1 Hasil wawancara dengan Bpk. Taja

Lampiran C.2 Hasil wawancara dengan Bpk. Syamsul Bahri

Lampiran C.3 Hasil wawancara dengan Ibu Wiwi

Lampiran C.4 Hasil wawancara dengan Bpk. Yudhi

Lampiran C.5 Hasil wawancara dengan Bpk. Thabrani

Lampiran C.6 Hasil wawancara dengan Bpk. Widya

Lampiran C.7 Hasil wawancara dengan Ibu Yuyun

Lampiran C.8 Hasil wawancara dengan Bpk. Saduni Zaelani

Lampiran C.9 Hasil wawancara dengan Bpk. Suparman

Lampiran C.10 Hasil wawancara dengan Bpk. Nasuki

Lampiran C.11 Hasil wawancara dengan Bpk. Deden

Lampiran C.12 Hasil wawancara dengan Ibu Fitriyani

Lampiran C.13 Hasil wawancara dengan Bpk. Daryadi

(17)

xiii Lampiran E. Surat-surat

Lampiran E.1 Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran E.2 Surat Telah Melakukan Penelitian

Lampiran E.3 Lembar Uji Referensi

(18)

1 A. Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya zaman, setiap wilayah yang ada di

permukaan bumi pastinya mengalami perubahan secara signifikan.

Perubahan tersebut terjadi baik secara fisik maupun non fisik seperti

perkembangan ekonomi, sosial, budaya, dan demografis. Perubahan secara

fisik terjadi pada perubahan-perubahan kenampakan fisiknya seperti pada

perubahan wilayahnya baik berupa luasnya, fungsinya, bangunannya dan

sebagainya. Sedangkan perubahan non fisik terjadi pada perkembangan

ekonominya, keadaan penduduknya, budaya, dan sebagainya.1 Tidak dapat

dipungkiri bahwa luasan wilayah hijau atau Ruang Terbuka Hijau dalam

setiap tahunnya mengalami perubahan sehingga menjadikan kualitas

lingkungan di wilayah tersebut menjadi menurun. Hal ini disebabkan

karena meningkatnya jumlah penduduk serta maraknya

pembangunan-pembangunan di wilayah tersebut. Keberaadaan Ruang Terbuka Hijau atau

yang disingkat menjadi RTH pada wilayah perkotaan sangat penting.

Mengingat banyak sekali manfaat yang bisa dirasakan dengan keberadaan

Ruang Terbuka Hijau ini.

Secara sistem, Ruang Terbuka Hijau kota pada dasarnya adalah

bagian dari kota yang tidak terbangun, yang berfungsi menunjang

kenyamanan, kesejahteraan, peningkatan kualitas lingkungan, dan

pelestarian alam.2 Artinya Ruang Terbuka Hijau ini merupakan suatu

wilayah yang didalamnya terdapat tumbuhan hijau, tanaman, yang

memiliki fungsi dan memberikan manfaat untuk kehidupan.

Dalam rangka mewujudkan suatu wilayah yang bersih dan sehat,

harus ada paru-paru kota baik itu berupa taman, lapangan olahraga, TPU,

1

Hadi Sabari Yunus, Dinamika Wilayah Peri Urban, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), Cet. I, h. 319

(19)

situ, rawa, dan lain-lain. Suatu wilayah dapat dikatakan sehat jika wilayah

tersebut memiliki setidaknya 30% RTH dari luas keseluruhan wilayah

tersebut. Dimana 20% tersebut merupakan Ruang Terbuka Hijau Publik

yang merupakan Ruang Terbuka Hijau dimana sistem pemeliharaan dan

sistem penyediannya merupakan tanggungjawab dan dikelola oleh badan

pemerintahan Kota atau Kabupaten, sedangkan sisanya 10% merupakan

Ruang Terbuka Hijau Privat yang merupakan sistem pemeliharaan dan

penyediaanya dikelola dan menjadi tanggungjawab pihak swasta ataupun

masyarakat yang sudah mendapatkan izin oleh Pemerintah setempat yaitu

pemerintah Kabupaten atau Kota. 3

Keberadaan Ruang Terbuka Hijau atau wilayah hijau yang banyak

ditumbuhi tanaman hijau ini, banyak sekali manfaat yang bisa dirasakan

khususnya bagi yang tinggal di daerah perkotaan. Diantaranya dapat

dijadikan sebagai pencipta lingkungan udara sehat yang berfungsi sebagai

ventilasi kota dan menurunkan polutan di udara, penyedia ruang untuk

kenyamanan hidup, pendukung estetika lingkungan.4 Selain itu dengan

ditumbuhinya berbagai macam tumbuhan di suatu wilayah menjadikan

wilayah tersebut menjadi subur dan indah. Sesuai dengan firman Allah

SWT di dalam Al-Qur’an, QS. Al-Hajj ayat 5.



Artinya: “Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila Kami

turunkan air diatasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah, dan menumbuhkan

tetumbuhan yang indah.”

Selain itu manfaat keberadan Ruang Terbuka Hijau juga

merupakan salah satu sarana untuk mengingat serta menyadari akan

kebesaran ciptaan Allah SWT (tadabbur) yaitu perenungan kita kepada

3

Undang-undang No. 26 Tahun 2007. Tentang Penataan Ruang. Bab VI Pasal 29

4

(20)

Allah SWT.5 Hal ini dipaparkan di dalam Al-Qur’an, Q.S Ali Imran ayat 191.



















Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi , dan

silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang

yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri

atau duduk atau dalam keadaan terbaring dan mereka memikirkan tentang

penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah

Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka

perihalah kami dari siksa neraka.”

Pelajaran yang dapat diambil dari ayat Al-Qur’an tersebut yaitu

mengenai adanya interaksi antara manusia dengan alam. Salah satunya

dalam Al-Qur’an, menceritakan tentang gambaran rumah di syurga yang

dikelilingi oleh keindahan alam, dimana didalamnya terdapat taman-taman

indah dan ditanami pohon-pohon. Bahkan tidak hanya indah dipandang

namun juga menghasilkan buah yang bermanfaat lengkap dengan sungai

yang jernih. Keindahan yang digambarkan mengenai keadaan rumah di

syurga bukanlah semata-mata keindahan yang diwujudkan dengan

kemegahan, tetapi juga kedekatan dengan alam. Hikmah yang dapat

diambil dalam kehidupan sehari-hari mengenai kehidupan di syurga

tersebut adalah kehidupan yang dekat dengan alam, memelihara

keberlangsungan alam, dan menjadikan alam sebagai sarana tadabbur

akan kekuasaan dan kebesaran Allah SWT.6

5 Nunik Junara dan Yulia Eka Putri, Rumah Ramah Lingkungan Interpretasi Arsitektural Konsep Islam dalam Hunian, (Malang: UIN Malang Press, 2009), Cet. I, h. 165

6

(21)

Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Tangerang Selatan hingga

saat ini masih belum memenuhi syarat pemenuhan 30 persen luasan Ruang

Terbuka Hijau seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun

2007 tentang Tata Ruang Wilayah. Saat ini, Kota Tangerang Selatan baru

memiliki 18 persen Ruang Terbuka Hijau.7 Hal ini berarti penyebaran

Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Tangerang Selatan masih belum merata.

Menurut beberapa media online tercatat dari tujuh kecamatan yang

ada di kota pemekaran dari kabupaten Tangerang ini, tiga kecamatan

diantaranya masih kekurangan Ruang Terbuka Hijau. Dari tujuh

kecamatan, ada tiga kecamatan yang masih kekurangan Ruang Terbuka

Hijau. Tiga kecamatan itu adalah Pamulang, Ciputat, dan Ciputat Timur.

Sedangkan untuk empat kecamatan lainnya sudah cukup.8

Wilayah Kecamatan Ciputat Timur merupakan bagian dari wilayah

Kota Tangerang Selatan di Provinsi Banten. Daerah Ciputat Timur

merupakan daerah yang cukup strategis karena daerah ini berbatasan

dengan Provinsi DKI Jakarta khususnya Kota Jakarta Selatan dan Kota

Tangerang. Dikarenakan letak daerah Ciputat Timur strategis, menjadikan

daerah ini banyak didatangi masyarakat dari luar, banyak masyarakat yang

melalui jalur ini baik yang ingin pergi ke daerah Jakarta ataupun

Tangerang. Sehingga menjadikan wilayah tersebut banyak dilalui

kendaraan yang dapat menyebabkan meningkatnya polusi kendaran di

wilayah tersebut.

Keberadaan Ruang Terbuka Hijau di daerah Ciputat Timur

nampakanya dari tahun ke tahun mengalami beberapa perubahan,

mengingat banyak sekali pembangunan-pembangunan gedung seperti

halnya pusat-pusat perbelanjaan, perumahan-perumahan yang disebabkan

karena tingginya tingkat urbanisasi sehingga banyak penduduk yang

bermukim disana. Ditambah lagi dengan adanya kampus Universitas Islam

7 http://www.bantenhits.com/mega-metropolitan/berita/45253/rth-di-kota-tangerang-hanya-terpenuhi-11-persen. Diakses pada Jum’at, 04 September 2016. Pukul 13.31 WIB

(22)

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Muhammadiyah Jakarta,

dan kampus lainnya yang tepatnya berada di wilayah Ciputat Timur ini

menjadikan banyak berdirinya bangunan-bangunan yang dijadikan lahan

bisnis seperti kos-kosan, warnet, toko sembako, toko buku, dan lain

sebagainya sehingga menjadikan wilayah hijau di daerah Ciputat Timur ini

mengalami perubahan.

Salah satu contoh perubahan Ruang Terbuka Hijau di daerah

Ciputat Timur berupa situ yang dulunya banyak ditumbuhi tanaman hijau,

yaitu Situ Kuru yang letaknya berada di belakang kampus Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Seperti pada tahun 70 an Situ

Kuru ini merupakan Ruang Terbuka Hijau yang dijadikan tempat jogging

track atau sarana olahraga. Namun, seiring perkembangan zaman luas

wilayah hijau di sekitar situ tersebut mengalami penyusutan yang tadinya

memiliki luas sekitar lima hektar, namun kini telah menyusut hingga

beberapa meter persegi saja. Hal ini disebakan karena banyaknya warga

yang mendirikan bangunan di wilayah tersebut.9 Sehingga dengan

berkurangnya wilayah resapan air, menjadikan wilayah tersebut sering

terjadi banjir. Tentu saja perubahan wilayah hijau atau Ruang Terbuka

Hijau tersebut bukan hanya terjadi di daerah sekitar Situ Kuru saja,

melainkan juga di beberapa titik Ruang Terbuka Hijau lainnya.

Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut, penulis tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Perubahan Ruang

Terbuka Hijau di Daerah Ciputat Timur dari Tahun 1990-2015”.

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah yang dapat disimpulkan dalam penelitian

tersebut adalah :

1. Bertambahnya masyarakat urban maupun non urban.

2. Alih fungsi lahan Ruang Terbuka Hijau menjadi lahan terbangun.

9 Nur Atikah Nasution, “Dampak Perubahan Pemanfaatan Tanah Situ Kuru Terhadap

(23)

3. Banyaknya pembangunan pemukiman seperti perumahan yang

disebabkan karena tingginya tingkat urbanisasi.

4. Meningkatnya kebutuhan lahan bisnis seperti berdirinya kontrakan,

kos-kosan dan ruko.

5. Berubahnya luas area Ruang Terbuka Hijau seperti di sekitar kampus

UIN Syarif Hidayatullah.

6. Sering terjadinya banjir di daerah yang kurang resapan air seperti

daerah situ Kuru.

C. Batasan Masalah

Masalah yang dibahas pada penelitian ini dibatasi pada perubahan

luas Ruang Terbuka Hijau di Daerah Ciputat Timur dari Tahun 1990-2015

serta faktor yang mempengaruhi perubahan luas Ruang Terbuka Hijau di

Daerah Ciputat Timur dari Tahun 1990-2015.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah, maka rumusan

masalah yang penulis ambil, diantaranya :

1. Bagaimana perubahan luasan wilayah Ruang Terbuka Hijau di Daerah

Ciputat Timur dari Tahun 1990-2015 ?

2. Apa faktor yang mempengaruhi perubahan luas area Ruang Terbuka

Hijau di Daerah Ciputat Timur ?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarakan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan

dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui perubahan luasan wilayah Ruang Terbuka Hijau di

Daerah Ciputat Timur dari Tahun 1990-2015.

2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perubahan luas area

(24)

F. Manfaat penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Penulis

Menambah wawasan penulis mengenai analisis penurunan

Ruang Terbuka Hijau dan mengetahui beberapa faktor penyebab

dari menurunnya Ruang Terbuka Hijau tersebut dari tahun ke

tahun.

b. Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dapat dijadikan bahan informasi dalam bidang pendidikan

dan diharapkan dapat memberikan kontribusi yang lebih baik bagi

pihak kampus.

c. Bagi Dinas Tata Ruang

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk

penataan wilayah di daerah Ciputat Timur khususnya penataan

wilayah hijau atau Ruang Terbuka Hijau.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pemerintah Daerah Ciputat Timur

Penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah setempat,

agar lebih tegas lagi dalam menjaga dan tetap melestarikan Ruang

Terbuka Hijau, dengan cara lebih tegas lagi terhadap warganya

yang menyalahgunakan Ruang Terbuka Hijau.

b. Bagi Masyarakat Daerah Ciputat Timur

Menambah wawasan bagi warganya tentang besarnya

manfaat menjaga Ruang Terbuka Hijau dan agar tetap menjaga

(25)

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoritik

1. Ruang Terbuka Hijau

a. Pengertian Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau

wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area atau kawasan

maupun dalam bentuk area memanjang atau jalur dimana dalam

penggunaanya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa

bangunan.1

Pengertian Ruang Terbuka Hijau atau wilayah hijau ternyata mempunyai makna yang bermacam-macam. Ruang Terbuka Hijau mempunyai arti yang lebih sempit dibandingkan dengan istilah ruang terbuka semata, karena pemakaian istilah hijau sudah mengacu pada fungsi tertentu. Istilah ruang terbuka mempunyai dua interpretasi, yaitu ruang terbuka yang diatasnya memang sudah ada sentuhan campur tangan manusia dan ruang terbuka yang diatasnya belum terdapat campur tangan manusia.2

Selain Ruang Terbuka Hijau atau yang sering disebut juga

wilayah hijau, atau ada pula yang menamakan Ruang Terbuka.

Dimana Ruang Terbuka, tidak harus ditanami tetumbuhan, atau

hanya sedikit terdapat tetumbuhan, namun mampu berfungsi

sebagai unsur ventilasi kota, seperti plaza dan alun-alun. Tanpa

Ruang Terbuka, apalagi Ruang Terbuka Hijau, maka lingkungan

kota akan menjadi hutan beton yang gersang, kota menjadi sebuah

pulau panas (heat island) yang tidak sehat karena kurangnya udara

segar, tidak nyaman, tidak manusiawi, dan tidak layak huni. Dalam

1 Peraturan Mentri Dalam Negri. No 1 Tahun 2007. BAB I Pasal 1

(26)

sistem ruang terbuka, Ruang Terbuka Hijau merupakan bagian dari

ruang terbuka. 3

Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjan, jalur, atau

mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat

tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun secara

sengaja ditanam.4

Pada dasarnya Ruang Terbuka dan Ruang Terbuka Hijau

mempunyai arti dan makna yang hampir sama, dimana keduanya

merupakan suatu tempat pertemuan dan aktivitas manusia di udara

terbuka. Yang membedakannya sesuai definisi tadi bahwa Ruang

Terbuka Hijau ini lebih menonjolkan unsur hijaunya.

Dari beberapa uraian mengenai pengertian Ruang Terbuka

Hijau atau yang biasa disebut juga dengan wilayah hijau

merupakan suatu area yang ditumbuhi banyak tanaman baik itu

tanaman yang sengaja ditanam oleh manusia maupun tanaman

yang tumbuh dengan sendirinya di wilayah tersebut dimana

memberikan banyak manfaat untuk kehidupan.

b. Fungsi Ruang Terbuka Hijau

Selain mengingat dampak yang ditimbulkan dari kurangnya

kehijauan atau kurangnya Ruang Terbuka Hijau di suatu wilayah

terhadap kesehatan. Ruang Terbuka Hijau juga memiliki banyak

fungsi, diantaranya :

1. Identitas kota

Jenis tanaman dan hewan yang merupakan simbol atau

lambang suatu kota dapat dikoleksi pada areal Ruang Terbuka

Hijau kota.

2. Upaya pelestari plasma nutfah

Plasma nutfah merupakan bahan baku yang penting untuk

pembangunan di masa depan, terutama di bidang pangan,

3 Ning Purnomohadi, Ruang Terbuka Hijau Sebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota, (Jakarta: Direktorat Jendral Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum, 2006), h. 52

(27)

sandang, papan, obat-obatan dan industri. Ruang Terbuka Hijau

kota dapat dijadikan sebagai tempat koleksi keanekaragaman

hayati yang tersebar di seluruh wilayah tanah air kita.

3. Penahan dan penyaring partikel padat dari udara

Dengan adanya Ruang Terbuka Hijau kota, partikel padat yang

tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan daapt dibersihkan

oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan.

4. Mengatasi genangan air

Daerah bawah yang sering digenangi air perlu ditanami jenis

tanaman yang mempunyai kemampuan evaporasi tinggi. Jenis

tanaman yang memenuhi kriteria ini adalah tanaman yang

mempunyai jumlah daun yang banyak, sehingga mempunyai

stomata (mulut daun) yang banyak pula.

5. Produksi terbatas

Penanaman dengan tanaman yang menghasilkan biji atau buah

dapat dipergunakan untuk berbagai macam keperluan warga

masyarakat serta dapat pula meningkatkan taraf gizi atau

kesehatan dan penambah penghasilan masyarakat.

6. Ameliorasi iklim

Ruang Terbuka Hijau kota dapat dibangun untuk mengelola

lingkungan perkotaan agar pada saat siang hari tidak terlalu

panas, sebagai akibat banyaknya permukaan yang dikeras,

misalnya jalan, gedung bertingkat, jembatan layang, dan

lain-lain.

7. Pengelolaan sampah

Ruang Terbuka Hijau kota dapat diarahkan untuk pengelolaan

sampah, yaitu dapat berfungsi sebagai penyekat bau, penyerap

bau, pelindung tanah hasil bentukan dekomposisi dari sampah,

dan penyerap zat yang berbahaya dan beracun atau B3 yang

terkandung dalam sampah seperti lgam berat, pestisida serta B3

(28)

8. Pelestarian air tanah

Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi

humus akan memperbesar jumlah pori-pori tanah. Karena

humus bersifat lebih higroskopis dengan kemampuan menyerap

air yang besar, maka kadar air tanah hutan akan meningkat.

9. Penapis cahaya silau

Manusia sering dikelilingi oleh benda-benda yang dapat

memantulkan cahaya seperti kaca, alumunium, baja, beton,

dana air. Apabila permukaan yang halus dari benda-benda

tersebut memantulkan cahaya dari depan, akan terasa sangat

menyilaukan, dan akan mengurangi daya pandang pengendara.

Oleh sebab itu, cahaya silau tersebut perlu untuk dikurangi

bahkan kalau mungkin dapat sama sekali dihilangkan.

Keaktifan pohon dalam meredam dan melunakkan cahaya

tersebut bergantung pada ukuran, dan kerapatannya.

10.Meningkatkan keindahan

Manusia dalam hidupnya tidak saja membutuhkan tersedianya

makanan, minuman, udara bersih dan sejuk, namun juga

membutuhkan keindahan. Benda-benda disekitar kita dapat

ditata dengan indah menurut garis, bentuk, warna, ukuran dan

teksturnya sehingga dapat diperoleh suatu bentuk komposisi

yang menarik.

11.Sebagai habitat burung

Masyarakat modern kini cenderung kembali ke alam (back to

nature). Desiran angin, kicauan burung, dan atraksi satwa

lainnya dikota diharapkan dapat menghalau kejenuhan dan

stress yang banyak dialami penduduk perkotaan.

12.Mengurangi stress (tekanan mental)

Kehidupan masyarakat di kota besar menuntut aktifitas,

mobilitas, dan persaingan yang tinggi. Namun, dilain pihak

(29)

tinggi untuk tercemar, baik oleh kendaraan bermotor, industri

maupun permukiman yang tidak berwawasan lingkungan.

13.Mengamankan pantai terhadap abrasi

Ruang Terbuka Hijau kota berupa formasi tanaman (hutan)

mangrove dapat bekerja meredam gempuran ombak dan dapat

membantu proses pengendapan lumpur di pantai. Dengan

demikian hutan kota selain dapat menurangi bahaya abrasi

pantai, juga dapat berperan dalam proses pembentukan daratan.

14.Meningkatkan industri pariwisata

Tamu-tamu asing akan mempunyai kesan tersendiri, jika

berkunjung atau singgah pada suatu kota yang dilengkapi

Ruang Terbuka Hijau yang unik, indah, dan menawan, baik itu

dikawasan pantai, bukit atau pegunungan maupun daerah

diantaranya.5

c. Dampak Kuranganya Ruang Terbuka Hijau

Dampak kurangnya kehijauan dalam kota terhadap kesehatan

diantaranya :

1. Tidak terserap dan terjerapnya partikel timbal

Kendaraan bermotor merupakan sumber utama timbal yang

mencemari udara di daerah perkotaan. Untuk itulah beberapa

tumbuhan mempunyai kemampuan yang sedang dan tinggi

dalam menurunkan kandungan timbal dari udara.

2. Tidak terserap dan terjerapnya debu semen

Debu semen merupakan debu yang sangat berbahaya bagi

kesehatan, karena dapat mengakibatkan penyakit sementosis.

Oleh karena itu debu semen yang terdapat di udara bebas harus

diturunkan kadarnya.

(30)

3. Tidak ternetralisirnya bahaya hujan asam

Pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak negatif hujan

asam melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses

gutasi.

4. Tidak terserapnya karbon monoksida (CO)

Mikro organisme serta tanah pada lantai hutan mempunyai

peranan yang baik dalam menyerap gas ini. Tanah dengan

mikro organismenya dapat menyerap gas ini dari udara yang

semula konsentrasinya sebesar 120 ppm (13,8X104 ug/m3)

menjadi hampir mendekati nol hanya dalam waktu 3 jam saja.

5. Tidak terserapnya karbondioksida (CO2)

Hutan merupakan penyerap gas CO2 yang cukup penting,

selain dari fitoplankton, gang-gang dan rumput laut di

Samudra. Dengan berkurangnya kemampuan hutan dalam

menyerap gas ini sebagai akibat menurunnya luasan hutan

akibat perladangan, pembalakan dan hutan kebakaran, maka

perlu dibangun Ruang Terbuka Hijau hutan kota untuk

membantu mengatasi penurunan fungsi hutan tersebut. Cahaya

matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan baik hutan

kota, hutan alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses

fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas CO2 dan air

menjadi karbohidrat dan oksigen.

6. Tidak terendamnya kebisingan

Dengan menanam berbagai jenis tanaman dalam berbagai strata

yang cukup rapat dan tinggi akan dapat mengurangai

kebisisngan, khususnya sumber suara bising yang berasal dari

bawah, dedaunan tanaman dapat menyerap kebisingan sampai

95%. Suara yang bisisng atau yang tidak enak di dengar seperti

suara dari pabrik dan juga kendaraan tentunya akan

(31)

akan mengundang orang mudah cepat marah, lelah serta

konsentrasi yang buyar.

7. Tidak tertahannya hembusan angin

Angin kencang dapat dikurangi sampai sebesar 75-80% oleh

suatu penahan angin berupa struktur suatu Ruang Terbuka

Hijau (hutan) kota.

8. Tidak terserap dan tertapisnya bau

Daerah yang merupakan tempat penimbunan sampah sementara

(TPS) atau permanen (TPA), akan mengeluarkan bau yang

tidak sedap. Selain perlu upaya untuk mengurangi timbunan

(volume) sampah dari sumbernya, maka tanaman tertentu dapat

digunakan untuk mengurangi bau.6

d. Bentuk-Bentuk Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau adalah bagian dari ruang terbuka (open

space) yang diklasifikasikan sebagai ruang atau lahan yang

mengandung unsur dan struktur alami. Ruang Terbuka Hijau ini

dapat dibedakan ke dalam dua macam :

1. Ruang Terbuka Hijau alami

Ruang Terbuka Hijau alami terdiri atas daerah hijau yang

masih alami (wilderness areas), daerah hijau yang dilindungi

agar tetap dalam kondisi alami (protected areas), dan daerah

hijau yang difungsikan sebagai taman publik tetapi tetap

dengan mempertahankan karakter alam sebagai hasil tamannya

(natural park areas).

2. Ruang Terbuka Hijau binaan

Ruang terbuka Hijau binaan terdiri atas daerah hijau di

perkotaan yang dibangun sebagai taman kota (urban park

areas), daerah hijau yang dibangun dengan fungsi rekreasi bagi

warga kota (recreational areas), dan daerah hijau antar

bangunan maupun halaman-halaman bangunan yang digunakan

(32)

sebagai area penghijauan (urban development open spaces).

Khusus daerah hijau dikawasan perkotaan dapat dikembangkan

sebagai plaza, jalur hijau jalan, maupun sabuk hijau kota (green

belt).7

Berdasarkan Peraturan Mentri Dalam Negri no. 1 tahun

2007, status ruang kepemilikan Ruang Terbuka Hijau Kawasan

Perkotaan (RTHKP) dibagi dalam 2 klasifikasi, yaitu :

a. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Publik, yaitu Ruang

Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang penyediaan dan

pemeliharaannya menjadi tanggung jawab Pemerintah

Kabupaten atau Kota.

b. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Privat, yaitu Ruang

Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang penyediaan dan

pemeliharaannya menjadi tanggungjawab pihak atau lembaga

swasta, perseorangan, masyarakat yang dikendalaikan melalui

izin pemanfaatan ruang oleh Pemerintah Kabupaten atau Kota,

kecuali Provinsi DKI Jakarta oleh Pemerintah Provinsi.8

Berdasarkan bobot kealamiannya bentuk Ruang Terbuka

Hijau dapat diklasifikasikan menjadi ;

a. Bentuk Ruang Terbuka Hijau alami (habitat alami atau liar,

kawasan hutan lindung)

b. Ruang Terbuka Hijau non alami atau Ruang Terbuka Hijau

binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olahraga,

pemakaman, dan lain-lain).9

7Nirwono Joga dan Iwan Ismaun, RTH 30%! Resolusi (Kota) Hijau, (Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 2011), h. 93

8

Peraturan Mentri Dalam Negri No.01 Tahun 2007. Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. BAB I Pasal I

(33)

e. Model-model Ruang Terbuka Hijau

Model-Model Ruang Terbuka Hijau sesuai dengan arahan

yang berlaku :

1. Model taman kota dan taman lingkungan

Taman ini melayani penduduk satu Rukun Tetangga khususnya

balita, ibu rumah tangga, dan atau manula. Idealnya taman ini

berada pada radius 100-200 meter dengan standar luas 1 m2 per

penduduk.

2. Taman rukun warga (2500 penduduk)

Taman ini melayani penduduk satu Rukun Warga khususnya

menampung aktivitas remaja, seperti berolahraga dan kegiatan

sosial penduduk lainnya. Standar luas taman ini adalah 0,5 m2

per penduduk. Idealnya taman ini berada pada radius 200

sampai 300 m.

3. Taman kelurahan (30.000 penduduk)

Taman ini melayani penduduk satu kelurahan, untuk

menampung berbagai kegiatan sosial masyarakat seperti

pertunjukan seni, pameran pembangaunan, perayaan hari besar

nasional dan keagamaan serta kegiatan olahraga. Standar luas

taman ini adalah 0,3 m2 per penduduk.

4. Taman kecamatan (120.000 penduduk)

Taman ini melayani penduduk satu kecamatan, untuk

menampung berbagai kegiatan sosial masyarakat seperti

pertunjukan seni, pameran pembangunan, perayaan hari besar

nasional dan keagamaan serta kegiatan olahraga. Standar luas

taman ini adalah 0,2 m2 per penduduk.

5. Taman kota (480.000 penduduk)

Taman ini melayani penduduk kota atau bagian wilayah kota,

untuk berbagai kegiatan masyarakat baik aktif maupun pasif.

(34)

fasilitas olahrga. Standar luas taman ini adalah 0,3m2 per

penduduk.

6. Ruang Terbuka Hijau pemakaman

Pada umumnya pemakaman di kota-kota besar menggunakan

berbagai elemen perkerasan sebagai bangunan taman, sehingga

presentase building coverage ratio (BCR) menjadi sangat

tinggi, beberapa diantaranya telah mendekati 100%. Dengan

kondisi ini maka akan sulit menjadikan pemakaman sebagai

Ruang Terbuka Hijau.

7. Ruang Terbuka Hijau lingkungan perumahan kecil

Keterbatasan luas halaman dengan jalan lingkungan yang

sempit, tidak menutup kemungkinan mewujudkan Ruang

Terbuka Hijau.

8. Ruang Terbuka Hijau pada jalan lingkungan yang sempit

Pada lingkungan-lingkungan perumahan kecil, dapat

memanfaatkan sisa-sisa ruang untuk mewujudkan Ruang

Terbuka Hijau.

9. Ruang Terbuka Hijau pada sempadan sungai

Mewujudkan Ruang Terbuka Hijau pada sempadan sungai,

disamping akan mewujudkan koridor hijau di sebuah kota, juga

melindungi sungai di perkotaan dari kemungkinan gangguan

terhadap kelestariannya.

10.Hutan Kota

Hutan kota idealnya memiliki luas dalam satu hamparan

minimal 2500 m2. Hutan kota daapat berbentuk jalur,

mengelompok, dan menyebar. Sedangkan strukturnya dapat

berupa hutan kota berstrata dua dan hutan kota berstrata

banyak. Hutan kota berstrata dua adalah hutan kota yang

memiliki dua tingkat tanaman, yaitu pohon dan rumput

(penutup tanah). Hutan kota berstrata banyak adalah hutan kota

(35)

perdu semak, liana, dan penutup tanah. Hutan kota semacam ini

memiliki kemampuan yang sangat baik dalam memlindungi

tanah dari erosi, penyerapan air serta mereduksi polusi dan

menyeimbangkan kelembaban udara serta menurunkan suhu

udara di perkotaan.10

f. Perubahan Ruang Terbuka Hijau

Pada dasarnya perubahan yaitu adanya perbedaan dari

bentuk awal menjadi bentuk baru baik dari segi positif ataupun

negatif. Contohnya perubahan yang positif yaitu adanya perbedaan

dari cara membajak sawah yang dahulu memakai tenaga manusia

dan prosesnya lambat, namun kini ditemukan tenaga mesin yang

prosesnya lebih cepat. Sedangkan perubahan negatif yaitu

perubahan yang menuju ke arah yang semakin memperburuk

keadaan awal walaupun dengan adanya perubahan tersebut bisa

menambah wawasan si pengguna.11

Perubahan juga terjadi dalam berbagai aspek, salah satunya

perubahan luasan lahan yaitu berupa lahan hijau atau Ruang

Terbuka Hijau yang terjadi dalam jangka waktu atau periode

tertentu. Dimana perubahan tersebut bisa mengarah ke arah yang

lebih baik, tapi bisa juga sebaliknya.

g. Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Ruang Terbuka Hijau

Menurut Acha Sugandhy dan Rustam Hakim, terdapat 3

faktor yang dapat mempengaruhi perubahan wilayah hijau atau

Ruang Terbuka Hijau :

1. Ekonomi

Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau tampaknya masih

mempunyai makna pelengkap atau penyempurna bagi

10Ning Purnomohadi, h. 124

11Nur Atikah Nasution, “Dampak Perubahan Pemanfaatan Tanah Situ Kuru Terhadap Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Sekitar”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta,

(36)

perkotaan sehingga pemanfaatan lahan untuk Ruang Terbuka

Hijau dianggap sebagai penambah estetika lingkungan. Lebih

parah lagi, Ruang Terbuka Hijau dianggap sebagai cadangan

untuk penggunaan lahan di masa mendatang. Hal ini

mengakibatkan munculnya paradigma bahwa setiap saat Ruang

Terbuka Hijau dapat diganti dengan penggunaan lain, yang

dirasakan lebih menguntungkan secara ekonomis. Dimana

penggunaan lahan berupa Ruang Terbuka Hijau di daerah

perkotaan banyak dipengaruhi oleh mekanisme pasar sehingga

banyak terjadi perubahan penggunaan lahan terbuka hijau

menjadi area pertokoan, hotel, pompa bensin, restoran, serta

lahan bisnis lainnya yang dirasa memiliki nilai ekonomis tinggi

tanpa memperhatikan kondisi lingkungan dan dampak

lingkungan yang ditimbulkan.12

2. Pertambahan jumlah penduduk

Faktor pendorong perubahan Ruang Terbuka Hijau salah

satunya disebabkan karena bertambahnya jumlah penduduk,

baik yang disebakan karena tingginya angka kelahiran, maupun

urbanisasi yaitu perpindahan penduduk dari desa ke kota.

Urbanisasi adalah suatu proses perpindahan penduduk

dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi

merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan. Seorang

sarjana lain mengartikan urbanisasi sebagai suatu proses,

membawa bagian yang semakin besar dari penduduk suatu

Negara untuk berdiam di pusat perkotaan.13

Dengan bertambahnya penduduk pendatang atau

urbanisasi, bagi mereka yang berpendapatan rendah dan

kurangnya tingkat pendidikan, mendorong mereka untuk

menduduki lahan Ruang Terbuka Hijau di wilayah Jabotabek.

12

Aca Sugandhy dan Rustam Hakim, Pembanguan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. II, h. 99

(37)

Seperti pemanfaatan tepian bantaran sungai dan tepian jalur rel

kereta api sebagai tempat tinggal.14

3. Pemerintahan

Kurangnya pengendalian aparat pemerintahan terhadap

perkembangan kota wilayah Jabotabek, anatara lain

menyebabkan berubahnya fungsi Ruang Terbuka Hijau kota.

Penggunaan Ruang Terbuka Hijau mulanya diawali dengan

tumbuhnya perumahan liar yang semakin meluas dan sulit

dikendalikan, yang selanjutnya menimbulkan terbentuknya

kawasan kumuh. Apalagi para penghuni tersebut dikenakan

pajak tidak resmi, sehingga mereka merasakan seolah

mendapatkan legalitas untuk tinggal di tempat tersebut.15

2. Pengindraan Jauh

a. Pengertian Pengindraan Jauh

Menurut Lillesend and Kiefer bahwa Pengindraan jauh

(remote sensing) adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi

tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data

yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan

objek, daerah, atau fenomena yang dikaji.16

Jadi, yang dinamakan dengan pengindraan jauh yaitu

merupakan suatu ilmu untuk menganalisis suatu objek,

dimana-data-data tersebut bisa diperoleh tanpa harus turun langsung pada

objek yang dikaji.

Pengumpulan data pengindraan jauh dilakukan dengan

menggunakan alat pengindra disebut sensor. Sensor pengumpul

data pengindraan jauh umumnya dipasang dalam satu platform

yang berupa pesawat terbang atau satelit. Data pengindraan jauh

berupa citra (imagery). Data tersebut dapat dianalisis untuk

14Aca Sugandhy dan Rustam Hakim, h. 100 15

Ibid.,

(38)

mendapatkan informasi tentang objek, daerah atau fenomena yang

diteliti. Proses penerjemahan data penginderaan jauh menjadi

informasi disebut interpretasi data. Apabila interpretasi dilakukan

secara digital maka disebut interpretasi citra digital (digital image

interpretation).17

Penginderaan jauh dalam pengertian yang lebih luas,

pengukuran atau pemerolehan informasi dari beberapa sifat obyek

atau fenomena, dengan menggunakan alat perekam yang secara

fisik tidak terjadi kontak langsung atau bersinggungan dengan

obyek atau fenomena yang dikaji.18

b. Sistem Pengindraan Jauh

Konsep dasar pengindraan jauh terdiri dari beberapa

elemen meliputi sumber tenaga, atmosfer, interaksi tenaga dengan

objek, sensor, dan sistem pengolahan data. Seluruh sistem

pengindraan jauh memerlukan sumber energi baik aktif (misalnya,

sistem pengindraan jauh radar) maupun pasif (misalnya, sistem

pengindraan jauh satelit secara optik). Spektrum elektromagnetik

merupakan berkas dari tenaga elektromagnetik yang meliputi sinar

gamma, x, ultraviolet, tampak, inframerah, gelombang mikro, dan

gelombang radio. Spektrum elektromagnetik yang biasa digunakan

dalam pengindraan jauh adalah sebagian dari spektrum ultraviolet

(0,3-0,4 µm), spektrum tampak (0,4-0,7 µm), spektrum inframerah

dekat (0,7-1,3 µm), spektrum inframerah thermal (3-18 µm), dan

gelombang mikro (1mm-1m).19

Interaksi tenaga dengan objek sesuai dengan asas

kekekalan tenaga, maka terdapat 3 interaksi, yaitu dipantulkan,

diserap, dan di transmisikan atau diteruskan. Besarnya tenaga yang

dipantulkan, diserap, ditransmisikan akan berbeda pada tiap

17 Ibid.,

18 Hartono,dkk, Penginderaan Jauh Untuk Sumberdaya Hutan Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), h. 16

(39)

penutupan lahan. Hal ini mengandung pengertian bahwa apabila

nilai tenaga yang dipantulkan pada suatu tempat sama dengan

tempat lain maka dapat disimpulkan tempat tersebut memiliki

karakteristik penutupan lahan yang sama.20

[image:39.595.183.509.215.504.2]

Sumber: Sodikin, 2013

Gambar 2.1Ilustrasi mengenai interaksi sinar matahari dengan objek yang diterima sensor satelit.

Gambar 2.1 menjelaskan mengenai skema sistem kerja

pengindraan jauh. Dimana sumber energi dari sistem pengindraan

jauh tersebut adalah matahari. Matahari menghasilkan energi alami

yang diserap oleh objek-objek yang ada di bumi, misalnya gedung,

jalan, rumput, vegetasi, serta objek-objek yang lainnya. Pantulan

objek tersebut ditangkap oleh sensor yang dibawa oleh wahana

baik berupa balon udara ataupun dengan pesawat terbang. Dari

sensor tersebut data disalurkan kembali ke stasiun bumi dan

kemudian dihasilkanlah data citra. Kemudian data citra tersebut di

(40)

olah, diinterpretasikan untuk keperluan pemetaan, dan untuk

[image:40.595.97.515.165.720.2]

keperluan yang lainnya.21

Tabel 2.1Karakteristik beberapa satelit pengindraan jauh

Satel it/ sense

Resolusi spektral Resolusi

spasial Resolusi temporal Resolusi radiomet rik

MSS Band 1 (0.5-0.6) Band 2 (0.6-0.7) Band 3 (0.7-0.8) Band 4 (0.8-1.1)

79mx79m 16 hari 7 bit

(band 1,2,3)

6 bit

(band 4)

TM Band 1 (0.45-0.52)

Band 2 (0.52-0.60) Band 3 (0.63-0.69) Band 4 (0.76-0.90) Band 5 (1.55-.75) Band 7 (2.08-2.35) Band 6 (10.40-12.50)

30mx30m

120mx12 0m

16 hari 8 bit

ETM +

Band 1 (0.45-0.52) Band 2 (0.52-0.60) Band 3 (0.63-0.69) Band 4 (0.76-0.90) Band 7 (2.08-2.35) Band 6 (10.40-12.50) Band 8 (0.52-0.90) (Pankromatik)

30mx30m

120mx 120m 15mx15m

16 hari 8 bit

SPO T/H RV/ XS

Band 1 (0.5-0.59) Band 2 (0.61-0.68) Band 3 (0.79-0.89) Band 4 (0.51-0.73) (Pankromatik)

20mx20m

10mx10m

26 hari 8 bit

IKO NOS

Band 1 (0.45-0.52) Band 2 (0.52-0.60) Band 3 (0.63-0.69) Band 4 (0.76-0.90) Pan (0.45-0.90)

4m x 4m

1m x 1m

3 hari 16 bit

Quic k-Bird

Band 1 (0.45-0.52) Band 2 (0.52-0.60) Band 3 (0.63-0.69) Band 4 (0.76-0.90) Pan (0.45-0.90)

2.5mx2.5 m

0.6mx0.6 m

3 hari 16 bit

Sumber : Erwin Hardika Putra, 2011

21Sodikin, “Kerusakan Mangrove Serta Kolerasinya Terhadap Tingkat Intrusi Air Laut,”

(41)

Pada dasarnya sistem pengolahan data citra satelit terdiri

dari 2 perangkat yang saling melengkapi yaitu hardware dan

software. Hardware yang digunakan adalah komputer dengan

spesifikasi yang mampu untuk mengolah citra satelit digital.

Software yang digunakan adalah tergantung dari aplikasi yang akan

diteliti. Terdapat berbagai macam software aplikasi pengindraan

jauh di pasaran dunia. Namun pertimbangan pilihan dapat

didasarkan pada harga software dan penggunaanya. Diantaranya

adalah ERMAPPER, ERDAS, ENVI, ILWIS, IDRISI, dan

lain-lain.22

c. Manfaat Pengindraan Jauh

Pengindraan jauh sangat bermanfaat sekali dalam berbagai

bidang kehidupan, terutama di bidang kelautan, hidrologi,

klimatologi, lingkungan dan juga kedirgantaraan.

1. Manfaat di bidang kelautan

a) Pengamatan sifat fisis air laut

b) Pengamatan pasang surut air lautdan gelombang laut

c) Pemetaan perubahan pantai, abrasi, sedimentasi

2. Manfaat di bidang hidrologi

a) Pengamatan DAS

b) Pengamatan luas daerah dan intensitas banjir

c) Pemetaan pola aliran sungai

d) Studi sedimentasi sungai

3. Manfaat di bidang klimatologi

a) Pengamatan iklim suatu daerah

b) Analisis cuaca

c) Pemetaan iklim dan perubahannya

4. Manfaat dalam bidang sumber daya bumi dan lingkungan

a) Pemetaan penggunaan lahan

(42)

b) Mengumpulkan data kerusakan lingkungan karena berbagai

sebab

c) Mendeteksi lahan kritis

d) Pemantauan distribusi sumber daya alam

e) Pemetaan untuk keperluan HANKAMNAS

f) Perencanaan pembanguan wilayah

5. Manfaat di bidang angkasa luar

a) Penelitian tentang planet-planet

b) Pengamatan benda angkasa23

d. Karakteristik Citra Landsat

Program landsat merupakan satelit tertua dalam program

observasi bumi. Landsat dimulai tahun 1972 dengan satelit

Landsat-1 yang membawa sensor MSS multispektral. Setelah tahun

1982, Thematic Mapper TM ditempatkan pada sensor MSS dan

TM. Satelit Landsat (Satelit Bumi) ini merupakan milik Amerika

Serikat. Setelah muncul landsat 1 dan 2, muncul landsat seri

berikutnya, yaitu landsat 3, 4, 5, 6. Landsat 5, diluncurkan pada 1

Maret 1984, membawa sensor TM (Thematic Mapper), yang

mempunyai resolusi spasial 30 x 30 m pada band 1, 2, 3, 4, 5 dan

7. Sensor Thematic Mapper mengamati obyek-obyek di permukaan

bumi dalam 7 band spektral, yaitu band 1, 2 dan 3 adalah sinar

tampak (visible), band 4, 5 dan 7 adalah infra merah dekat, infra

merah menengah, dan band 6 adalah infra merah termal yang

mempunyai resolusi spasial 120 x 120 m. Luas liputan satuan citra

adalah 185 x 185 km pada permukaan bumi. Landsat 5 mempunyai

kemampuan untuk meliput daerah yang sama pada permukaan

bumi pada setiap 16 hari, pada ketinggian orbit 705 km.24

23Kemendikbud. Rumah Belajar Belajar Untuk Semua, (Diakses dari

www.kemendikbud.go.id pada Selasa, 13 september 2016, Pukul 16:11).

(43)
[image:43.595.117.525.118.734.2]

Tabel 2.2Karakteristik Citra Landsat 5

Sistem Landsat-5

Orbit 705 km, 98,2o, sun-synchronous, 99 minute (14

orbit/day) equatoer 09.45 Crossing, Rotasi 16 hari (repeat cycle)

Sensor TM (Thematic Mapper)

Swath Width 185 km

Off-track viewing Tidak tersedia

Revisit Time 16 hari

Resolusi Spasial 30x30 m band 1,2,3,4,5, 7. 120x120m band 6

Sumber: www.Rastermapas.com & www.oocities.org

Tabel 2.3 Karakteristik Band pada Landsat 5

Band Panjang

Gelombang (µm)

Resolusi Spasial

(m)

Keterangan

1 0,450-0,515

Visibel-biru 30

Untuk pemetaan perairan pantai pembedaan tana dan vegetasi, analisa tanah dan air, dan pembedaan tumbuhan berdaun lebar dan conifer

2 0,525-0,605

Visibel-hijau 30

Untuk inventarisasi vegetasi dan penilaian kesuburan

3 0,630-0,690

Visibel-merah 30

Untuk pemisahan kelas vegetasi dan memperkuat kontras anatara penampakan vegetasi dan non vegetasi

4 0,750-0,900

Infra merah dekat 30

Untuk deteksi akumulasi

biomassa vegetasi, identifikasi jenis tanaman, dan memudahkan pembedaan tanah dan tanaman, serta lahan dan air

5

1,550-1,750 Infra merah menengah

30

Untuk menunjukan kandungan air pada tanaman, kondisi kelembapan tanah dan berguna

untuk membedakan awan

dengan salju 6 10,400-12,500 Thermal infra merah 60

Untuk analisa stress vegetasi, pembedaan kelembapan tanah, klasifikasi vegetasi, analisis

gangguan vegetasi, dan

pemetaan suhu 7 2,090-2,35 Infra merah menengah 30

Untuk pemetaan formasi geologi dan pemetaan hidrotermal

(44)

Citra landsat-7 ETM adalah satelit bumi dengan membawa

instrumen ETM yang menyajikan delapan sailorman. Diluncurkan

pada bulan April 1999 yang merupakan bentuk baru dari landsat 6

yang gagal mengorbit dengan membawa ETM+scanner. Terdapat

banyak aplikasi dari data Landsat TM-7 ini, manfaatnya adalah

untuk pemetaan penutupan lahan, pemetaan pengguanaan lahan,

pemetaan geologi, pemetaan suhu permukaan laut dan lain-lain.

Untuk pemetaan penutupan dan pengguanaan lahan dapat memilih

[image:44.595.147.521.100.662.2]

data Landsat TM karena terdapat band infra merah menengah. 25

Tabel 2.4Karakteristik Citra landsat 7

Sistem Landsat-7

Orbit 705 km, 98,2o, sun-synchronous, 10:00 AM

Crossing, Rotasi 16 hari (repeat cycle)

Sensor ETM+ (Enhanced Thematic Mapper)

Swath Width 185 km (FOV=15o)

Off-track viewing Tidak tersedia

Revisit Time 16 hari

Resolusi Spasial 15 m (pankromatik), 30 m (multispektral), 60 m (termal)

Sumber : http://www.rastermaps.com/2014/12/landsat.html

Citra landsat dalam pengoperasiannya mempunyai 7 band

(saluran) yang masing-masing mempunyai karakter dan fungsinya

masing-masing.

Tabel 2.5Karakteristik Band pada Landsat 7

Band Panjang

gelombang (µm)

Resoslusi

spasial Karakteristik

1 0,45-0,51

Biru 30

Penetrasi maksimum pada air berguna untuk pemetaan batimetri perairan dangkal

2 0,52-0,60

Hijau 30

Berfungsi untuk mengindra puncak pantulan vegetasi 3

0,63-0,69

Merah 30

Berfungsi untuk membedakan absorsi klorofil dan tipe vegetasi

[image:44.595.184.515.297.505.2]
(45)

Lanjutan Tabel 2.5

4 0,75-0,90

Inframerah dekat 30

Untuk menentukan kandungan biomas, tipe vegetasi, pemetaan garis pantai 5 1,55-1,75 Infra merah tengah I 30 Menunjukan kandungan kelembaban tanah dan kekontrasan tipe vegetasi

6

10,4-12,5 Infra merah

thermal

30

Untuk mendeteksi gejala alas yang berhubungan dengan panas 7 2,09-2,35 Inframerah tengah II 30

Rasio antara kanal 5 dan 7 untuk pemetaan perubahan batuan secara hidrotermal dan sensitive terhadap kandungan kelembapan vegetasi

8 0,52-0,90

Pankromatik 15

Bermanfaat untuk identifikasi obyek lebih detail

Sumber : Erwin Hardika Putra, 2011

Landsat 8 merupakan satelit Landsat seri terbaru yang

diluncurkan pada tanggal 11 Februari 2013. Satelit ini merupakan

satelit kedelapan dalam program Landsat (ketujuh untuk berhasil

mencapai orbit). Pada awalnya disebut Landsat Data Continuity

Mission (LDCM), adalah sebuah kolaborasi antara NASA dan

Geological Survey Amerika Serikat (USGS). Nasa menyediakan

pengembangan rekayasa sistem misi dan akuisisi kendaraan

peluncuran, sementara USGS disediakan untuk pengembangan

sistem darat dan melakukan operasi misi terus menerus.

Landsat-8 direncanakan mempunyai durasi misi selama 5-10 tahun,

dilengkapi dua sensor yang merupakan hasil pengembangan dari

sensor yang terdapat pada satelit-satelit pada program Landsat

(46)

Land Manager (OLI) yang terdiri dari 9 Band serta Sensor

[image:46.595.102.518.163.700.2]

InfraRed Sensor (TIRS) yang terdiri dari 2 band.26

Tabel 2.6Karakteristik Citra Landsat 8

Sistem Landsat-8

Orbit 705 km, 98,2o, sun-synchronous, 10:00 AM Crossing, Rotasi 16 hari (repeat cycle)

Sensor LDCM

Swath Width 185 km (FOV=15o) Off-track viewing Tidak tersedia Revisit Time 16 hari

Resolusi Spasial 15 m (pankromatik), 30 m (multispektral), 60 m (termal)

Sumber : http://www.rastermaps.com/2014/12/landsat.html

Tabel 2.7Karakteristik Band pada Landsat 8

Band

Panjang Gelombang

(µm)

Resolusi

Spasial Karakteristik

1 0.43-0.45

Aerosol pesisir 30

Studi aerosol dan wilayah pesisir

2 0.45-0.51

Biru 30

Pemetaan bathimetrik, membedakan tanah dari vegetasi dan daun dari vegetasi konifer

3 0.53-0.59

Hijau 30

Mempertegas puncak vegetasi untuk menilai kekuatan vegetasi

4 0.64-0.67

Merah 30

Membedakan sudut vegetasi 5 0.85-0.88 Infra merah dekat-Near Infrared (NIR) 30 Menekankan konten biomassa dan garis pantai

6 1.57-1.65 Short-wave infrared (SWIR 1) 30 Mendiskriminasikan kadar air tanah dan vegetasi, menembus awan tipis

7 2.11-2.29 Short-wave infrared (SWIR 2) 30

Peningkatan kadar air tanah dan vegetasi dan penetrasi awan tipis

26

Rastermaps, Landsat, (Diakses dari www.rastermaps.com pada Minggu, 04 Sepetember

(47)

Lanjutan Tabel 2.7

8 0.50-0.68

Pankromatik 15

Resolusi 15 m, penajaman citra

9 1.36-1.68

Sirus 30

Peningkatan deteksi awan sirus yang terkontaminasi

10 10.60-11.19

TIRS 1 100

Resolusi 100 m, pemetaan suhu dan penghitungan kelembaban tanah

11 11.5-12.51

TIRS 2 100

Resolusi 100 m, peningkatan pemetaan suhu dan penghitungan kelembaban tanah

Sumber: LAPAN 2015

3. Sistem Informasi Geografis

a. Pengertian Sistem Informasi Geografis

Menurut Murai, SIG merupakan sebuah sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisis dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospatial, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan, transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya.27

Adapun menurut Bernhardsen, mengartikan SIG sebagai sistem komputer yang digunakan untuk memanifulasi data geografi. Sistem ini diimplementasikan dengan perangkat keras dan perangkat lunak komputer yang berfungsi untuk akusisi dan verifikasi data, kompilasi data, penyimpanan data, perubahan dan pembaharuan data, manajemen dan pertukaran data, manipulasi data, pemanggilan dan presentasi data serta analisis data. 28

Meskipun banyak ahli yang mendefisnisikan SIG, namun

pada intinya SIG merupakan sebuah sistem yang ada di komputer

yang tidak bisa lepas dari perangkat keras (hardware) dan

perangkat lunak (software) komputer yang kegunaannya untuk

mengolah serta memanajemen data serta menginformasikan

dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan permukaan

27 Muhammad Jafar Elly, Sistem Informasi Geografi Menggunakan Aplikasi ArcView 3.2 dan ErMapper 6.4, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), Cet. I, h. 3

(48)

bumi baik untuk kepentingan pendidikan, analisis wilayah dan

sebagainya.

Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan oleh para

ahli, Demers menguraikan SIG ke dalam 4 bagian sub sistem,

yaitu :

1. Data input: Sub sistem ini berfungsi mengumpulkan dan

mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber

sekaligus bertanggungjawab dalam mengkonversi atau

mentransformasikan format-format data aslinya ke dalam

format yang dapat digunakan oleh SIG.

2. Data Storage and Retrieval: Sub sistem ini mengorganisasikan

baik data spasial maupun atribut ke dalam sebuah basis data

sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, diperbaharui dan

diedit.

3. Data Manipulation and analysis: subsistem ini menentukan

informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu

juga melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk

menghasilkan informasi yang diharapkan.

4. Data output atau reporting: sub sistem ini menampilkan

keluaran seluruh atau sebagian basis data baik dalam bentuk

softcopy maupun hardcopy seperti tabel, grafik dan lain-lain.29

b. Pembagian Sistem Informasi Geografis

Menurut Nurshanti, SIG dibagi menjadi dua kelompok

yaitu:

1. SIG dengan sistem yang sistem manual (analog)

Dimana SIG dengan sistem yang manual biasanya

menggabungkan beberapa data seperti peta, lembar

transparansi untuk tumpang susun (overlay), foto udara,laporan

statistik dan laporan survey lapangan. Artinya semua data-data

Gambar

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian RTH ...............................................................
Grafik 4.1 Perubahan Penggunaan Lahan .................................................................
Gambar 2.1 Ilustrasi mengenai interaksi sinar matahari
Tabel 2.1 Karakteristik beberapa satelit pengindraan jauh
+7

Referensi

Dokumen terkait

Telah dilakukan penelitian tentang peranan stabilitas termal dan karakter kovalen pada zat pengaktif pada arang aktif yang dibuat dari limbah gergajian kayu meranti

b) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh undang-undang dasar. Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus sengketa lembaga

Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal.. Jakarta: Departemen

38 Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Tentang Cahaya Dan Sifat – Sifatnya Melalui Penggunaan Metode Inquiri Pada Siswa Kelas VI SDN Balagedog I Kecamatan Sindangwangi -

Struktur senyawa ini terdiri dari 2 cincin aromatik (A dan B), cincin ini dihubungkan dengan satu cincin siklis yang memiliki gugus eter dan keton dan pada atom C-2 dan C-3

Rangkaian ini merupakan tingkat pertama dari rangkaian pengukur kapasitansi berbasis phase-sensitive demodulation (PSD), di mana vi adalah tegangan eksitasi dari DDS

Investigasi video selama satu tahun dalam kompleks Indah Kiat Perawang mendokumentasi bagaimana ramin ilegal secara teratur bercampur dengan spesies hutan hujan lainnya (juga

Menu Input Bidang Penugasan didesain untuk menginput data tugas pegawai disetiap seksi yang nantinya akan tersimpan dalam tabel input bidang penugasan pada database. Menu