Terhadap Produk Deterjen Berdasarkan Faktor Pembeli (Studi kasus pada mahasiswa S1 IPB Darmaga, Bogor). Di bawah bimbingan Siti Rahmawati.
Mencuci merupakan kegiatan rumah tangga yang tidak bisa dielakkan lagi. Setiap orang mempunyai kebutuhan untuk mencuci dan kebutuhan tersebut akan berlangsung secara terus menerus. Artinya kebutuhan akan deterjen selalu ada. Ini merupakan peluang yang menjanjikan dalam dunia bisnis.
Konsumen selalu dihadapkan pada berbagai macam merek sebagai alternatif alat pemuas kebutuhan. Konsumen bisa membedakan antara merek satu dengan yang lain melalui atribut produk dari masing-masing merek. Adanya perbedaan tersebut membuat konsumen lebih mudah dalam melakukan keputusan pembelian. Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh keterlibatan konsumen terhadap produk. Konsumen yang melihat bahwa suatu produk memiliki konsekuensi relevan secara pribadi dikatakan terlibat terhadap produk tersebut.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengukur tingkat keterlibatan konsumen terhadap produk deterjen berdasarkan faktor pembeli, (2) Menganalisis perbedaan antar merek deterjen berdasarkan persepsi konsumen terhadap kualitas merek deterjen yang digunakan, (3) Mengidentifikasi tipe perilaku konsumen berdasarkan tingkat keterlibatan konsumen dan perbedaan antar merek deterjen dan (4) Menganalisis hubungan antara keterlibatan konsumen terhadap merek deterjen dengan persepsi konsumen terhadap kualitas merek deterjen .
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari penyebaran kuesioner, sedangkan data sekunder berupa data mengenai populasi mahasiswa S1 IPB dan studi pustaka. Penelitian ini dilakukan di kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Darmaga dengan populasi seluruh mahasiswa S1 IPB meliputi delapan fakultas yang ada di IPB dan Tingkat Persiapan Bersama. Jumlah sampel yang diambil adalah 100 orang responden yang dibagi berdasarkan proporsi masing-masing fakultas.
Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas terhadap kuesioner. Validitas kuesioner diuji menggunakan uji korelasi Product Moment Pearson. Sedangkan reliabilitas kuesioner diuji dengan rumus Alpha. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analysis of Variance (ANOVA) dan rank-order Spearman. Pengolahan data menggunakan software Microsoft Excell dan SPSS versi 12.00.
(Studi kasus pada mahasiswa S1 IPB Dramaga, Bogor)
Oleh
AJENG RYAGITA RESIYASARI SUTRISNO ENNY
YUNIARTIK
H24102051
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Terhadap Produk Deterjen Berdasarkan Faktor Pembeli (Studi kasus pada mahasiswa S1 IPB Darmaga, Bogor). Di bawah bimbingan Siti Rahmawati.
Mencuci merupakan kegiatan rumah tangga yang tidak bisa dielakkan lagi. Setiap orang mempunyai kebutuhan untuk mencuci dan kebutuhan tersebut akan berlangsung secara terus menerus. Artinya kebutuhan akan deterjen selalu ada. Ini merupakan peluang yang menjanjikan dalam dunia bisnis.
Konsumen selalu dihadapkan pada berbagai macam merek sebagai alternatif alat pemuas kebutuhan. Konsumen bisa membedakan antara merek satu dengan yang lain melalui atribut produk dari masing-masing merek. Adanya perbedaan tersebut membuat konsumen lebih mudah dalam melakukan keputusan pembelian. Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh keterlibatan konsumen terhadap produk. Konsumen yang melihat bahwa suatu produk memiliki konsekuensi relevan secara pribadi dikatakan terlibat terhadap produk tersebut.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengukur tingkat keterlibatan konsumen terhadap produk deterjen berdasarkan faktor pembeli, (2) Menganalisis perbedaan antar merek deterjen berdasarkan persepsi konsumen terhadap kualitas merek deterjen yang digunakan, (3) Mengidentifikasi tipe perilaku konsumen berdasarkan tingkat keterlibatan konsumen dan perbedaan antar merek deterjen dan (4) Menganalisis hubungan antara keterlibatan konsumen terhadap merek deterjen dengan persepsi konsumen terhadap kualitas merek deterjen .
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari penyebaran kuesioner, sedangkan data sekunder berupa data mengenai populasi mahasiswa S1 IPB dan studi pustaka. Penelitian ini dilakukan di kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Darmaga dengan populasi seluruh mahasiswa S1 IPB meliputi delapan fakultas yang ada di IPB dan Tingkat Persiapan Bersama. Jumlah sampel yang diambil adalah 100 orang responden yang dibagi berdasarkan proporsi masing-masing fakultas.
Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas terhadap kuesioner. Validitas kuesioner diuji menggunakan uji korelasi Product Moment Pearson. Sedangkan reliabilitas kuesioner diuji dengan rumus Alpha. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analysis of Variance (ANOVA) dan rank-order Spearman. Pengolahan data menggunakan software Microsoft Excell dan SPSS versi 12.00.
yang nyata ditunjukkan antara atribut daya bersih (0,323), keharuman (0,399), irit dalam pemakaian (0,339) dan tidak mudah apek (0,391) dengan tingkat kecocokan konsumen. Hubungan nyata juga terjadi antara atribut tidak mudah apek dengan konsistensi pembelian terhadap merek deterjen (0,362). Atribut irit juga berhubungan nyata dengan ketidakinginan konsumen berganti merek (0,335) dan konsistensi konsumen dalam membeli deterjen (0,344). Ini berarti bahwa hanya atribut irit yang berhubungan nyata dengan seluruh variabel keterlibatan merek.
(Studi kasus pada mahasiswa S1 IPB Dramaga, Bogor)
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
Ajeng Ryagita Resiyasari Sutrisno Enny Yuniartik
H24102051
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DEPARTEMEN MANAJEMEN
ANALISIS KETERLIBATAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK DETERJEN BERDASARKAN FAKTOR PEMBELI
(Studi kasus pada mahasiswa S1 IPB Darmaga, Bogor)
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
Ajeng Ryagita Resiyasari Sutrisno Enny Yuniartik H24102051
Menyetujui, Juni 2006
Dra. Hj. Siti Rahmawati, M.Pd. Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. Ketua Departemen
Jawa Timur. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, putri pasangan Bapak Sutrisno dan Ibu Enny Yunihartik.
Penulis mulai mengenyam pendidikan pada tahun 1989 di bangku Taman Kanak-kanak Dharma Wanita Trawas. Pada tahun 1990, penulis melanjutkan pendidikan ke SDN I Trawas. Pada tahun 1994, penulis pindah ke SDN I Sumberrejo sampai lulus pada tahun 1996. Selanjutnya, penulis diterima sebagai siswa SLTPN I Bojonegoro hingga lulus pada tahun 1999. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan di SMUN I Bojonegoro selama tiga tahun dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI, di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjalani perkuliahan, penulis pernah mengikuti organisasi himpunan profesi Manajemen, Centre of Management (COM@) sebagai sekretaris Direktorat Keuangan pada tahun 2003-2004. Penulis juga aktif dalam organisasi Forum Mahasiswa Studi Islam (Formasi) FEM sebagai anggota Departemen Pers dan Komunikasi pada tahun 2004-2005. Selain itu, penulis juga pernah terlibat dalam beberapa kepanitiaan kegiatan kampus, seperti rangkaian kegiatan Entrepreneurship & Economic Empowerment Program (E3P) 2004, Masa Perkenalan Fakultas 2004 dan Masa Perkenalan Departemen 2004.
memberikan karuniaNya, sehingga masih bisa terus berkarya sampai hari ini. Penulis menyusun skripsi yang berjudul Analisis Keterlibatan Konsumen Terhadap Produk Deterjen Berdasarkan Faktor Pembeli (Studi kasus pada mahasiswa S1 IPB Darmaga, Bogor) sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi dari Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Berbagai merek deterjen yang beredar di pasaran membuat konsumen harus mengambil keputusan deterjen mana yang akan dibelinya. Konsumen dapat mengambil keputusan dengan membandingkan antara kualitas merek deterjen satu dengan yang lain. Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh keterlibatan konsumen terhadap produk, dalam hal ini adalah deterjen. Kedua faktor tersebut, yakni persepsi konsumen terhadap kualitas merek deterjen dan keterlibatan konsumen terhadap deterjen, dapat digunakan untuk mengidentifikasi tipe perilaku pembelian terhadap produk deterjen.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Papa dan mama yang telah begitu banyak memberikan pengorbanan, kasih sayang dan doa demi mewujudkan impian dan cita-cita keluarga. Semoga Allah SWT senantiasa memberkahi papa dan mama berdua.
2. Dra. Hj. Siti Rahmawati, M.Pd. yang telah memberikan bimbingan, bantuan dan dorongan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Hardiana Widyastuti, S.Hut, M.M. dan Ir. Mimin Aminah, M.M. yang telah bersedia menjadi dosen penguji.
4. Seluruh staf pengajar dan karyawan Departemen Manajemen FEM IPB yang banyak membantu penulis selama berada di FEM.
5. Adikku, Chayriszal Syah Rochman, serta keluarga besar Trawas dan Sumberrejo yang selalu memberikan lecutan semangat kepada penulis.
penelitian.
8. Teh Sri dan teman-teman liqo, semoga ukhuwah yang telah terjalin diantara kita senantiasa terjaga.
9. Seluruh teman-teman Manajemen 39, semoga perjuangan dan kebersamaan kita selama empat tahun bisa menjadikan kita lebih dewasa dalam memaknai hidup.
10.Serta pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kalian.
Penulis berharap tulisan ini bisa memberikan manfaat baik bagi penulis sendiri, maupun pihak-pihak lain. Tulisan ini jauh dari sempurna, maka saran dan kritik sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil akhir yang lebih baik.
Bogor, Juni 2006
ABSTRAK
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deterjen ... 6
2.2 Konsumen ... 6
2.3 Perilaku Konsumen ... 6
2.4 Keputusan Pembelian ... 7
2.5 Perilaku Pembelian ... 9
2.6 Merek ... 10
2.7 Persepsi Kualitas ... 11
2.8 Keterlibatan ... 12
2.9 Penelitian terdahulu ... 15
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran ... 17
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17
3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Pengumpulan Data ... 19
3.3.2 Pengolahan dan Analisis Data ... 21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Penelitian ... 27
4.2 Uji Cochran untuk Penentuan Atribut Deterjen ... 27
4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 28
4.4 Karakteristik Responden ... 29
4.9 Tipe Perilaku Pembelian Terhadap Produk deterjen ... 45 4.10 Hubungan Antara Persepsi Konsumen Terhadap Kualitas
Deterjen dengan Keterlibatan Konsumen Terhadap Merek
Deterjen ... 46 KESIMPULAN DAN SARAN
1
1 Kesimpulan ... 51 2
1 Daftar merek deterjen yang dijual di lokasi penelitian ... 1
2 Rekapitulasi jumlah mahasiswa IPB program sarjana aktif tahun akademik 2005/2006 (tahun masuk 2001-2005) s/d 2 Januari 2006 ... 20
3 Jumlah sampel tiap fakultas ... 21
4 Pengamatan pada desain randomisasi lengkap ... 23
5 Tabel ANOVA ... 25
6 Sebaran jumlah dan persentase responden berdasarkan asal fakultas ... 30
7 Sebaran jumlah dan persentase responden berdasarkan usia ... 30
8 Sebaran jumlah dan persentase responden berdasarkan angkatan atau tahun masuk IPB... 31
9 Sebaran jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah pengeluaran per bulan... 31
10 Sebaran jumlah dan persentase responden berdasarkan merek deterjen yang digunakan ... 32
11 Sebaran jumlah dan persentase responden berdasarkan rencana pembelian merek deterjen ... 33
12 Sebaran jumlah dan persentase responden berdasarkan keterlibatan orang lain dalam memilih merek deterjen ... 34
13 Perbandingan antar merek ... 35
14 Faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam memilih merek deterjen . 36 15 Skor rata-rata keterlibatan konsumen dalam menggunakan produk deterjen ... 37
16 Persepsi konsumen laki-laki terhadap kualitas merek deterjen ... 40
17 Persepsi konsumen perempuan terhadap kualitas merek deterjen ... 41
18 Persepsi konsumen terhadap kualitas merek deterjen Attack... 42
19 Perbedaan antar merek deterjen menurut konsumen laki-laki ... 43
20 Persepsi konsumen laki-laki terhadap kualitas merek deterjen dengan pengelompokan baru ... 44
21 Perbedaan antar merek deterjen menurut konsumen laki-laki dengan pengelompokan baru ... 45
22 Perbedaan antar merek deterjen menurut konsumen perempuan ... 45
23 Tipe perilaku pembelian terhadap produk deterjen ... 46
24 Hubungan antara persepsi konsumen laki-laki terhadap kualitas deterjen dengan keterlibatan terhadap merek deterjen ... 47
1 Hasil uji Cochran untuk menentukan atribut deterjen ... 57
2 Hasil uji Cochran II untuk menentukan atribut deterjen ... 58
3 Kuesioner penelitian ... 59
4 Uji validitas kuesioner terhadap atribut keterlibatan ... 62
5 Uji validitas kuesioner terhadap atribut persepsi kualitas ... 63
6 Kuesioner penelitian setelah direvisi ... 64
7 Uji validitas kuesioner terhadap atribut persepsi kualitas setelah revisi ... 67
8 Hasil uji reliabilitas kuesioner terhadap atribut keterlibatan dan persepsi kualitas ... 68
9 Hasil pengolahan analisis variance untuk responden laki-laki ... 69
10 Hasil pengolahan analisis variance untuk responden laki-laki dengan pengelompokan baru ... 70
11 Hasil pengolahan analisis variance untuk responden perempuan ... 71
12 Hasil uji korelasi rank-order Sperman untuk responden laki-laki ... 72
Mencuci merupakan sebuah kegiatan rumah tangga yang tidak dapat
dielakkan lagi. Setiap orang mempunyai kebutuhan untuk mencuci dan
kebutuhan tersebut berlangsung secara terus menerus. Kebutuhan masyarakat
terhadap deterjen akan terus ada, hal ini merupakan peluang emas untuk
mendapatkan keuntungan yang besar dalam dunia bisnis. Di Indonesia,
konsumsi deterjen per kapita masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan
negara-negara lain seperti Jepang, Thailand dan Filipina. Oleh karena itu,
pasar domestik masih memiliki potensi besar untuk perusahaan dan
anak-anak perusahaan di masa yang akan datang.1
Berdasarkan studi pendahuluan di sekitar lokasi penelitian, terdapat
beberapa merek deterjen yang diperjualbelikan seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Daftar merek deterjen yang dijual di lokasi penelitian
Merek Deterjen Produsen Harga
Rinso Anti Noda Baru 1 kg Unilever Rp.12.250,00
Attack Softener 900 gr Kao Rp.13.995,00
Attack Clean Maximizer 1 kg Kao Rp.13.995,00
Attack Color 1 kg Kao Rp.13.975,00
So Klin Higienis 1 kg Sayap Mas Utama Rp.11.925,00 So Klin Power 1 kg Sayap Mas Utama Rp.11.850,00 So Klin Smart 1kg Sayap Mas Utama Rp.13.350,00 Daia Wangi Bunga 1 kg Sayap Mas Utama Rp.8.875,00 Daia Wangi Lemon 1 kg Sayap Mas Utama Rp.8.875,00 Wow Fresh Lime 1 kg Sinar Antjol Rp.5.250,00 Wow Sejuta Bunga 1 kg Sinar Antjol Rp.5.250,00
Boom 750 gr Sayap Mas Utama Rp.4.725,00
Total ekstra bunga 1 kg Total Chemindo Loka Rp.7.650,00 Total Ekstra Lemon 1 kg Total Chemindo Loka Rp.7.650,00 Fres Klin 1 kg Catur Wangsa Indah Rp.7.395,00 Cemara 700 gr Catur Wangsa Indah Rp.4.700,00 Surf Putih Cemerlang 1 kg Unilever Rp.9.695,00
Bu Krim 1 kg Birina Multi Daya Rp.4.950,00
Berbagai macam bentuk strategi pemasaran dilakukan oleh produsen
dalam mempengaruhi pembelian konsumen. Ada yang berusaha
1
mempengaruhi konsumen dengan membuat inovasi baru, seperti yang
dilakukan oleh Rinso dan Attack. Rinso Aloe Vera yang lebih lembut di
tangan dikeluarkan pada 2005 lalu dan yang paling baru Rinso Anti Noda
dengan kesegaran pewangi baru.2 Sedangkan Kao menawarkan Attack
Softener, deterjen yang membersihkan sekaligus memberikan keharuman dan
kelembutan pada pakaian. Ada juga produsen yang berupaya membujuk
konsumen melalui iklan, baik dengan menggunakan endorser artis yang
sedang naik daun ataupun menyajikan iklan yang menarik. So Klin, misalnya,
beriklan menggunakan artis senior Titiek Puspa. Bu Krim juga tak mau kalah
menggandeng bintang baru, Delon dan artis papan atas Titi D J.3 Lain halnya
deterjen Total yang beriklan dengan tema unik anak muda, dan dirangkai
dengan iklan Indomie dalam satu cerita. Sedangkan Daia lebih menonjolkan
iklannya pada penghargaan Superbrands yang baru diperolehnya.
Selain melalui iklan dan bintangnya, produsen juga berupaya
menggaet pelanggan dengan memberikan hadiah-hadiah yang menarik dan
mengadakan berbagai acara yang bisa mengangkat citra dari perusahaan itu
sendiri. Pada 2005 lalu, Surf dan Rinso menggelar program berhadiah bagi
konsumennya. Rinso juga membuat sebuah menara dari 3507 kantung Rinso
di hypermarket Carrefour dalam rangka ulang tahunnya yang ke-35 tahun lalu
dan akhirnya produk tersebut disumbangkan ke seluruh Indonesia.4 Surf dan
Total, keduanya juga berpromosi dengan mengadakan roadshow ke
kota-kota. Semua kegiatan tersebut pada dasarnya bermuara pada satu tujuan, yaitu
ingin produknya dibeli oleh konsumen.
Persaingan dalam bisnis memaksa produsen agar lebih kreatif dalam
menarik perhatian konsumen, apalagi untuk produk yang dikonsumsi
sehari-hari seperti deterjen. Salah satu hal yang dapat dilakukan produsen adalah
meningkatkan keterlibatan konsumen dalam mengkonsumsi produk dan
merek deterjen karena keterlibatan konsumen berkaitan erat dengan
keputusan pembelian. Seorang konsumen yang memiliki keterlibatan
terhadap produk deterjen akan berusaha mengumpulkan informasi sebelum
2
http://www.mediaindo.co.id/berita.asp?id=63048
3
memutuskan merek deterjen yang akan dibelinya. Konsumen akan berusaha
membuat keputusan terbaik dan cenderung setia terhadap merek yang sudah
dipilihnya tersebut. Ini dapat disebabkan konsumen sudah banyak berkorban
ketika membuat keputusan pembelian terhadap merek tersebut dan enggan
untuk melakukan proses pengambilan keputusan kembali. Produsen bisa
memanfaatkan keterlibatan konsumen tersebut untuk meningkatkan loyalitas
konsumennya.
1.2.Rumusan Masalah
Peter dan Olson (1999) menyatakan bahwa meskipun semua
konsumen di dunia mempunyai kebutuhan yang sama, terdapat perbedaan
mendasar tentang bagaimana kebutuhan tersebut dipenuhi. Antara konsumen
satu dengan yang lain, terdapat perbedaan perilaku dalam keputusan
pembelian. Perbedaan tersebut dipelajari oleh pemasar untuk mendesain
penawaran produk dan jasa yang menarik, melakukan segmentasi pasar dan
mengembangkan program-program pemasaran agar sesuai dengan keinginan
khusus dari segmen-segmen tersebut.
Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2004) mengungkapkan
bahwa seorang konsumen yang hendak melakukan keputusan harus memiliki
alternatif atau pilihan. Setiap hari, konsumen dihadapkan pada berbagai
produk dan merek yang disediakan oleh produsen sebagai alternatif
pemecahan masalah. Konsumen juga harus menghadapi gencarnya kegiatan
promosi yang dilakukan para produsen untuk mempengaruhi keputusan
pembelian mereka.
Pada dasarnya, produk yang ditawarkan produsen adalah sama, yaitu
deterjen. Oleh karena itu, produsen menggunakan merek untuk membedakan
produknya dengan pesaing. Masing-masing merek ditawarkan dengan
keunggulan dan positioning yang berbeda, agar konsumen bisa lebih mudah
menentukan pilihan pada produk atau merek yang dirasakan paling cocok
dengannya.
Upaya para konsumen dalam memenuhi kebutuhan dipengaruhi oleh
tingkat keterlibatan mereka terhadap produk. Konsumen dengan keterlibatan
4
tinggi terhadap produk akan melakukan pencarian informasi secara aktif dan
konsumen dengan keterlibatan rendah tidak akan berusaha mencari informasi
secara aktif.
Konsumen yang berusaha memenuhi kebutuhannya dengan upaya
maksimal sering kita temui di kehidupan sehari-hari. Mereka melakukan
pencarian informasi mengenai suatu produk dari berbagai sumber agar
keputusan yang diambil tidak salah, bahkan mereka rela mengorbankan uang,
waktu dan tenaga untuk mendapatkan produk yang memuaskan kebutuhan
mereka. Biasanya konsumen ini memiliki keterlibatan yang tinggi terhadap
produk. Konsumen yang merasa tidak perlu mencari informasi lebih jauh
tentang produk yang akan dibelinya mempunyai keterlibatan yang rendah
terhadap produk. Mereka merasa cukup dengan informasi yang ada dalam
ingatan mereka, atau mereka membeli produk sesuai dengan kebiasaan.
Assael dalam Kotler (2000) mengemukakan bahwa perbedaan antar
merek dan keterlibatan konsumen bisa digunakan untuk mengidentifikasi tipe
perilaku pembelian konsumen. Assael membagi perilaku pembelian menjadi
empat tipe, yaitu: tipe pembelian rumit (complex buying behaviour), tipe
pembelian pengurang ketidaknyamanan (dissonance-reducing buying
behaviour), tipe pembelian pencari variasi (variety-seekingbuyingbehaviour)
dan tipe pembelian berdasarkan kebiasaan (habitualbuyingbehaviour).
Berdasarkan penjelasan tersebut, ada beberapa masalah yang ingin
dipecahkan oleh peneliti, yaitu:
1. Bagaimana tingkat keterlibatan konsumen terhadap produk deterjen
berdasarkan faktor pembeli?
2. Bagaimana perbedaan antarmerek deterjen berdasarkan persepsi
konsumen terhadap kualitas merek deterjen yang digunakan?
3. Bagaimana tipe perilaku konsumen berdasarkan tingkat keterlibatan
konsumen dan perbedaan antarmerek deterjen?
4. Apakah terdapat hubungan antara keterlibatan konsumen terhadap merek
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengukur tingkat keterlibatan konsumen terhadap produk deterjen
berdasarkan faktor pembeli.
2. Menganalisis perbedaan antar merek deterjen berdasarkan persepsi
konsumen terhadap kualitas merek deterjen yang digunakan.
3. Mengidentifikasi tipe perilaku konsumen berdasarkan tingkat
keterlibatan konsumen dan perbedaan antar merek deterjen.
4. Menganalisis hubungan antara keterlibatan konsumen terhadap merek
deterjen dengan persepsi konsumen terhadap kualitas merek deterjen.
1.4.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat, baik bagi peneliti
maupun bagi pihak lain. Bagi peneliti, selain dalam rangka menyelesaikan
tugas akhir, penelitian ini juga bermanfaat sebagai proses belajar yang lebih
mendalam terhadap penerapan ilmu-ilmu yang telah dipelajari oleh peneliti di
bangku kuliah. Penelitian ini juga bermanfaat bagi produsen deterjen,
khususnya pemasar, karena dapat mengetahui perilaku konsumen dalam
melakukan pembelian, sehingga para pemasar bisa menyusun program
pemasaran yang lebih efektif. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai
bahan rujukan bagi penelitian-penelitian lain yang berkaitan di kemudian
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Deterjen
Deterjen adalah bahan pembersih pakaian (seperti sabun) yang tidak
dibuat dari lemak atau soda dan berupa tepung atau cairan (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1989). Deterjen juga didefinisikan sebagai
bahan yang digunakan untuk menghilangkan kotoran atau noda.5
2.2.Konsumen
Menurut Undang-undang No 8 tahun 1999 yang berisi tentang
perlindungan konsumen, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan
atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri,
keluarga, orang lain, maupun untuk makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan (Aida, 2005). Secara umum, konsumen didefinisikan sebagai
seseorang yang mengenali adanya kebutuhan atau keinginan, melakukan
pembelian dan menghabiskan produk dalam tiga tahap proses konsumsi, yaitu
tahap pra pembelian, pembelian dan pasca pembelian (Solomon, 1992).
Konsumen sering dibedakan menjadi dua jenis konsumen, yakni
konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli
barang dan jasa untuk digunakan secara langsung oleh individu dan sering
disebut sebagai pemakai akhir. Konsumen tersebut mungkin membeli barang
dan jasa untuk digunakan sendiri, digunakan oleh anggota keluarga yang
lain, atau mungkin untuk dihadiahkan kepada orang lain. Sedangkan
konsumen organisasi membeli barang atau jasa untuk menjalankan seluruh
kepentingan organisasinya (Sumarwan, 2004).
2.3.Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen adalah interaksi dinamis antara pengaruh dan
kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar kita dimana manusia melakukan
aspek pertukaran dalam hidup mereka. Perilaku konsumen penting dipelajari
untuk memahami konsumen dan mengembangkan strategi pemasaran dengan
mengetahui apa yang dipikirkan (kognisi), dirasakan (pengaruh) dan
dilakukan oleh konsumen (Peter dan Olson, 1999).
Menurut Engel et al (1994), perilaku konsumen adalah tindakan yang
langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan
produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti
tindakan ini. Tidak jauh berbeda, Schiffman dan Kanuk (2000)
mengemukakan bahwa perilaku konsumen adalah perilaku yang diperlihatkan
konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan
menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan
kebutuhan mereka. Perilaku konsumen berfokus pada bagaimana individu
membuat keputusan dalam menghabiskan sumber daya yang dimilikinya
(waktu, uang dan tenaga) untuk mengkonsumsi barang-barang yang
berhubungan dengannya.
2.4.Keputusan Pembelian
Kotler (2000) mengemukakan bahwa dalam proses pembelian sebuah
produk, konsumen akan melewati lima tahap, yaitu: pengenalan kebutuhan,
pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku
pasca pembelian. Kelima tahapan tersebut bisa dilihat pada Gambar 1.
Tahapan tersebut tidak berlaku untuk pembelian dengan tingkat keterlibatan
yang rendah. Konsumen bisa saja tidak melewati seluruh tahapan tersebut
atau terbalik dalam beberapa tahap.
Gambar 1. Tahap proses keputusan pembelian Sumber: Engel, et al (1994)
Tahap Pengenalan Kebutuhan
Proses pembelian produk diawali oleh adanya pengenalan kebutuhan.
Pengenalan kebutuhan ini dipicu oleh adanya rangsangan. Rangsangan bisa
berasal dari dalam diri konsumen itu sendiri, ataupun berasal dari luar diri
konsumen. Rangsangan internal misalnya, rasa lapar, haus dan kepanasan
yang menimbulkan kebutuhan akan makanan, minuman dan kipas angin.
Sedangkan contoh rangsangan eksternal antara lain: iklan, hadiah dan varian Pengenalan
Kebutuhan
Pencarian Informasi
Perilaku Pascapembelian Keputusan
Pembelian Evaluasi
baru dari produk yang mendorong konsumen untuk melakukan pembelian
(Kotler, 2000).
Tahap Pencarian Informasi
Setelah konsumen mengetahui adanya kebutuhan dalam dirinya, ia akan
terdorong untuk mencari informasi dalam memenuhi kebutuhan tersebut.
Kotler (2000) membagi sumber informasi konsumen menjadi empat yaitu:
-Sumber pribadi : keluarga, teman, sahabat, kenalan
-Sumber komersial : iklan, kemasan, pajangan toko, wiraniaga
-Sumber publik : media massa, organisasi penentu peringkat konsumen
-Sumber pengalaman: pemakaian produk
Berbeda dengan Kotler, Sumarwan (2004) mengemukakan bahwa
pencarian informasi bisa dilakukan secara internal dan eksternal. Pencarian
informasi internal berarti konsumen mengingat kembali semua informasi
mengenai produk yang ada dalam kepalanya. Sebaliknya, pencarian eksternal
berarti konsumen berusaha mencari informasi produk dari lingkungan
konsumen.
Tahap Evaluasi Alternatif
Setelah melakukan pencarian informasi, didapatkan beberapa alternatif yang
dipertimbangkan sebagai alat pemecah masalah. Konsumen melakukan
evaluasi terhadap produk atau merek, kemudian dipilih sebagai alat pemecah
masalah atau kebutuhan. Dalam melakukan evaluasi, hal-hal yang menjadi
pertimbangan konsumen bisa berupa manfaat produk, citra merek dan
keyakinan merek.
Tahap Keputusan Pembelian
Pada tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi dan niat untuk
membeli produk atau merek tertentu. Namun, niat untuk membeli ini tidak
berarti bahwa konsumen akan melakukan pembelian. Keputusan konsumen
untuk memodifikasi, menunda atau menghindari pembelian sangat
bergantung pada risiko yang dirasakan oleh konsumen terhadap produk atau
merek. Dalam melaksanakan niat pembelian, terdapat lima sub keputusan
pemasok, keputusan kuantitas, keputusan waktu dan keputusan pembayaran.
Kelima sub keputusan tersebut tidak semuanya dilakukan oleh konsumen,
melainkan tergantung pada tingkat kepentingan konsumen terhadap produk.
Tahap Perilaku Pasca Pembelian
Perilaku pasca pembelian ini meliputi puas atau tidaknya konsumen terhadap
pembelian yang telah dilakukannya. Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen
akan mempengaruhi perilaku selanjutnya. Perilaku pasca pembelian ini juga
menyangkut tindakan pemakaian dan pembuangan produk pasca pembelian.
2.5.Perilaku Pembelian
Pengambilan keputusan konsumen bervariasi bergantung pada jenis
keputusan pembelian. Assael dalam Kotler (2000) mengemukakan bahwa
perbedaan antar merek dan keterlibatan konsumen bisa digunakan untuk
mengidentifikasi tipe perilaku pembelian konsumen. Assael membagi
perilaku pembelian menjadi empat tipe, yaitu: tipe perilaku pembelian rumit
(complex buying behaviour), tipe perilaku pembelian pengurang
ketidaknyamanan (dissonance-reducing buying behaviour), tipe perilaku
pembelian pencari variasi (variety-seeking buying behaviour) dan tipe
perilaku pembelian berdasarkan kebiasaan (habitual buying behaviour).
Keempat tipe perilaku pembelian tersebut bisa dilihat pada Gambar 2.
KETERLIBATAN
Variety Seeking Buying
Behaviour
Gambar 2. Tipe perilaku konsumen menurut Henry Assael (Kotler, 2000)
Perilaku Pembelian Rumit
Perilaku pembelian rumit terjadi apabila konsumen memiliki keterlibatan
signifikan. Perilaku pembelian ini lazim terjadi pada produk mahal, jarang
dibeli, berisiko dan sangat mengekspresikan diri seperti mobil, rumah dan
jam tangan.
Perilaku Pembelian Pengurang Ketidaknyamanan
Perilaku pembelian ini terjadi jika keterlibatan konsumen terhadap produk
tinggi, tetapi perbedaan antarmerek tidak signifikan. Konsumen menganggap
pembelian tersebut mahal dan berisiko, tetapi mereka tidak menyadari adanya
perbedaan antarmerek yang tersedia. Contoh produknya adalah karpet dan
pipa.
Perilaku Pembelian Berdasarkan Kebiasaan
Banyak produk dibeli dengan keterlibatan konsumen rendah dan perbedaan
antarmerek tidak signifikan. Dalam situasi seperti ini, konsumen cenderung
memilih merek yang dikenalnya. Konsumen membeli produk dengan merek
yang sama berulang-ulang karena kebiasaan, bukan karena loyal. Perilaku
pembelian ini terjadi pada produk-produk yang murah dan sering dibeli
seperti gula, garam dan air mineral.
Perilaku Pembelian Pencari Variasi
Perilaku pembelian ini ditandai oleh rendahnya keterlibatan konsumen
terhadap produk, namun perbedaan antarmerek cukup sigifikan. Konsumen
membeli suatu produk atau merek tanpa banyak melakukan evaluasi dan
membeli merek yang berbeda pada kesempatan pembelian berikutnya.
Peralihan merek tersebut bukan karena konsumen tidak puas, melainkan ingin
mencari variasi.
2.6.Merek
Definisi merek menurut Undang-undang No. 15 Tahun 2001 adalah
tanda berupa gambar, nama, kata, huruf, angka-angka, susunan atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan
digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. Disebutkan pula
bahwa merek merupakan ‘suatu tanda pembeda’ atas barang atau jasa bagi
merek dalam satu klasifikasi barang/jasa tidak boleh memiliki persamaan
antara satu dan lainnya baik pada keseluruhan maupun pada pokoknya.6
Merek memang dibuat untuk memudahkan konsumen melakukan
identifikasi produk dan evaluasi alternatif. Namun, bisa saja terjadi konsumen
tidak terlalu menyadari adanya perbedaan tersebut. Atau dengan kata lain
perbedaannya tidak terlalu signifikan. Besar kecilnya perbedaan antar merek
ini mempengaruhi perilaku konsumen. Perbedaan merek yang signifikan
cenderung membuat konsumen untuk lebih banyak mencari informasi untuk
mendapat keputusan terbaik. Konsumen akan melakukan perbandingan
kelebihan dan kekurangan antara merek yang satu dengan merek yang lain.
Sebaliknya, perbedaan yang tidak terlalu signifikan cenderung membuat
konsumen tidak terlalu berpikir panjang dalam mengambil keputusan
pembelian.
2.7.Persepsi Kualitas (Perceived Quality)
Salah satu hal yang mempengaruhi seorang konsumen dalam
mengambil keputusan adalah persepsi konsumen terhadap kualitas produk
atau perceived quality. Persepsi kualitas berbeda dengan kualitas itu sendiri.
Aaker dalam Simamora (2003) menyatakan bahwa persepsi kualitas adalah
kualitas produk menurut pemikiran subjektif konsumen.
Schiffman dan Kanuk (2000) mengemukakan bahwa konsumen sering
menilai kualitas produk dan jasa berdasarkan petunjuk-petunjuk yang
memberikan informasi berhubungan dengan produk dan jasa tersebut, baik
petunjuk intrinsik maupun ekstrinsik. Petunjuk intrinsik berkaitan dengan
karakteristik fisik produk itu sendiri, seperti ukuran, warna, rasa dan aroma.
Sedangkan contoh petunjuk ekstrinsik adalah kemasan dan harga.
Cleland dan Bruno dalam Simamora (2002) memberikan tiga prinsip
tentang perceived quality, yakni:
1. Kualitas bersumber pada aspek produk dan bukan produk atau seluruh
kebutuhan bukan harga (nonprice needs) yang dicari konsumen untuk
memuaskan kebutuhannya. Mereka mengukur kualitas dari banyaknya
atribut.
6
2. Kualitas ada kalau bisa masuk dalam persepsi konsumen.
3. Perceived quality diukur secara relatif terhadap pesaing.
2.8.Keterlibatan
2.8.1.Definisi Keterlibatan
Antil dalam Engel et al (1994) mendefinisikan keterlibatan
sebagai tingkat kepentingan pribadi yang dirasakan dan atau minat yang
dibangkitkan oleh stimulus di dalam situasi yang spesifik. Sedangkan
Peter dan Olson (1999) menyatakan bahwa keterlibatan mengacu pada
persepsi konsumen tentang pentingnya atau relevansi personal suatu
objek, kejadian atau aktivitas. Keterlibatan berkaitan erat dengan
keputusan konsumen. Konsumen yang melihat bahwa produk memiliki
konsekuensi relevan secara pribadi dikatakan terlibat terhadap produk
dan memiliki hubungan dengan produk tersebut.
Menurut Simamora (2003), keterlibatan bisa terjadi pada
pembelian, produk dan juga merek. Keterlibatan produk dan merek
menunjukkan relevansi konsumen terhadap produk atau merek.
Keterlibatan pembelian adalah tingkat kepedulian atau minat terhadap
proses pembelian. Keterlibatan produk dan merek berbeda dengan
keterlibatan pembelian. Keterlibatan produk atau merek yang tinggi,
yang mengindikasikan loyalitas konsumen, membuat keterlibatan
konsumen terhadap pembelian menjadi rendah. Sebagai contoh, seorang
konsumen memiliki keterlibatan tinggi pada suatu produk atau merek
minuman ringan tertentu. Ketika ia butuh, ia cenderung untuk langsung
melakukan pembelian merek favoritnya tersebut tanpa melakukan
banyak pertimbangan. Tingkat keterlibatan yang digunakan peneliti
dalam menentukan tipe perilaku pembelian konsumen adalah tingkat
keterlibatan produk dari faktor pembeli.
2.8.2.Dimensi Keterlibatan
Menurut Engel et al (1994), keterlibatan bisa dinyatakan dalam
dua dimensi, yaitu tingkat keterlibatan dan tipe keterlibatan. Tingkat
keterlibatan tinggi (high-involvement consumer) dan tingkat
keterlibatan rendah (low-involvement consumer). Tingkat keterlibatan
tinggi ditandai dengan tingginya motivasi konsumen dalam mencari
informasi mengenai produk. Konsumen juga tertarik akan
perbedaan-perbedaan antarmerek. Sebaliknya, konsumen yang memiliki
keterlibatan rendah terhadap produk, tidak akan berusaha mencari
informasi secara aktif. Bahkan, terhadap informasi yang sudah ada pun,
mereka tidak memperhatikan atau melewatkannya begitu saja. Mereka
tidak terlalu mempermasalahkan perbedaan antara merek satu dengan
yang lain. Tingkat keterlibatan inilah yang digunakan peneliti dalam
menentukan tipe perilaku pembelian terhadap produk deterjen.
Dimensi keterlibatan yang kedua adalah tipe keterlibatan. Tipe
keterlibatan menunjukkan lamanya waktu keterlibatan konsumen
terhadap produk. Tipe keterlibatan juga terbagi menjadi dua, yaitu tipe
keterlibatan yang berlangsung lama (enduring involvement) dan tipe
keterlibatan situasional (situational involvement). Tipe keterlibatan
yang berlangsung lama menunjukkan ketertarikan konsumen terhadap
produk atau merek berlangsung pada waktu yang lama. Contohnya,
seorang pemilik usaha katering yang memiliki tingkat keterlibatan yang
berlangsung lama terhadap merek bahan-bahan pembuat kuenya.
Keterlibatannya akan berlangsung selama dia masih berprofesi sebagai
pemilik usaha katering. Tipe keterlibatan situasional menggambarkan
minat konsumen terhadap produk atau merek yang bersifat temporer
atau hanya terjadi pada situasi-situasi tertentu. Misalnya, seseorang
memiliki keterlibatan yang tinggi terhadap baju pengantin saat dia akan
menikah. Setelah menikah, keterlibatannya terhadap baju pengantin
akan menurun.
2.8.3.Anteseden Keterlibatan
Engel et al (1994) memahami keterlibatan sebagai fungsi dari
orang, objek dan situasi. Artinya tinggi rendah keterlibatan ditentukan
1. Faktor Pembeli
Tanpa adanya pengaktifan kebutuhan, keterlibatan tidak akan ada.
Keterlibatan dipandang paling kuat apabila produk atau jasa
dipandang sebagai citra diri oleh pembelinya. Pada penelitian ini,
hanya faktor pembeli yang digunakan untuk mengukur tingkat
keterlibatan.
2. Faktor Produk
Produk sebagai objek memiliki sifat pasif. Artinya produk itu
sendiri tidak menimbulkan keterlibatan pada diri konsumen.
Keterlibatan disini lebih kepada cara konsumen merespon produk.
Keterlibatan yang tinggi biasanya muncul pada produk yang
memenuhi kebutuhan dan nilai yang penting. Peningkatan
keterlibatan terjadi apabila produk semakin terdiferensiasi. Produk
atau merek juga menimbulkan keterlibatan apabila ada risiko yang
dirasakan oleh konsumen saat pembelian dan pemakaian produk.
Risiko itu bisa berupa risiko fisik, psikologis, sosial, fungsional,
waktu dan kesempatan. Terakhir, keterlibatan seringkali timbul
apabila produk yang akan dibeli bernilai hedonis atau nilai
emosionalnya lebih tinggi dibanding nilai objektifnya.
3. Faktor Situasi
Keterlibatan situasi bisa berubah sepanjang waktu. Konsumen
mempunyai keterlibatan yang tinggi pada waktu tertentu, tetapi
menjadi rendah setelah pembelian terjadi. Keterlibatan ini sering
terjadi pada produk yang bersifat musiman, seperti mode pakaian
atau gaya rambut. Perbedaan keterlibatan juga bisa disebabkan oleh
cara produk tersebut digunakan. Pembelian produk untuk
pemakaian pribadi bisa saja berbeda dengan pembelian untuk
diberikan kepada orang lain. Selain itu, keterlibatan juga meningkat
jika konsumen merasakan adanya tekanan sosial. Contohnya,
pembelian produk untuk keperluan pribadi mempunyai keterlibatan
2.9.Penelitian Terdahulu
Santoso (2004) melakukan penelitian yang berjudul Analisis
Keputusan Pembelian Susu Pasteurisasi oleh Mahasiswa IPB (Studi Kasus
Mahasiswa IPB Dramaga, Kabupaten Bogor). Penelitian ini melibatkan
responden berjumlah 100 mahasiswa yang dikelompokkan berdasarkan
tempat tinggal mereka, yakni mahasiswa IPB yang tinggal di asrama,
Babakan Tengah, Radar dan Babakan Lio. Data yang didapatkan dianalisis
menggunakan Chi-Square untuk mengetahui hubungan antara besarnya
penerimaan responden dengan keputusan pembelian. Pengolahan data
dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excell 2003 dan Minitab 11 for
Windows.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa alasan utama
konsumen, dalam hal ini mahasiswa, mengkonsumsi susu pasteurisasi adalah
karena haus. Konsumen mendapatkan informasi mengenai susu pasteurisasi
dari penjual keliling. Pertimbangan awal konsumen dalam mengkonsumsi
susu pasteurisasi adalah rasa. Kemudian merek yang paling banyak
dikonsumsi adalah susu KPBS. Perilaku konsumen terhadap susu pasteurisasi
pasca pembelian adalah biasa. Jika susu pasteurisasi yang diinginkan tidak
ada, mereka memilih untuk tidak membeli.
Hasil uji Chi-Square pada atribut produk, penerimaan mahasiswa per
bulan dan preferensi konsumen menunjukkan bahwa ketiganya memiliki
hubungan yang cukup erat meskipun tingkat keeratannya belum mencapai
tingkat tinggi. Ini berarti bahwa frekuensi pembelian konsumen atau
mahasiswa belum terlalu tinggi seiring dengan peningkatan penerimaan
mahasiswa dan preferensinya terhadap susu pasteurisasi.
Hasil analisis atribut ideal menunjukkan bahwa atribut yang dianggap
paling penting oleh mahasiswa adalah higienitas. Sedangkan atribut yang
dianggap paling tidak penting adalah bahan pengawet. Atribut yang dinilai
paling ideal adalah rasa. Sedangkan atribut yang dianggap paling tidak ideal
terutama oleh mahasiswa yang tinggal di asrama, Radar dan Bateng adalah
Budiarti (2004) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Perilaku
Konsumen di Kota Bogor Terhadap Produk Deterjen. Penelitian tersebut
mengambil sampel sebanyak 200 orang di wilayah kota Bogor. Data yang
diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan
software SPSS versi 11.5. Kemudian dilakukan analisis angka ideal
menggunakan software Excell terhadap sembilan atribut deterjen. Atribut
yang dinilai tersebut antara lain: daya bersih, keharuman, kehalusan di
tangan, kehalusan partikel, harga, kemasan, busanya banyak, hadiah dan daya
tahan keharuman.
Hasil yang diperoleh bahwa responden dari berbagai kelas ekonomi
lebih suka membeli deterjen di swalayan. Salah satu penyebabnya adalah
faktor kenyamanan swalayan. Sebanyak 70 persen responden mengaku
mendapatkan informasi mengenai deterjen dari televisi. Empat atribut yang
dinilai penting penting oleh responden adalah daya bersih, keharuman,
kehalusan di tangan dan daya tahan keharuman (apek atau tidak setelah
dicuci). Atribut yang dianggap tingkat kepentingannya paling kecil adalah
kemasan dan hadiah. Atribut yang diharapkan kinerjanya mendekati
maksimal adalah daya bersih, keharuman, kehalusan di tangan dan daya tahan
keharuman. Produk yang kinerjanya dianggap paling baik adalah Daia.
II. METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Kerangka Pemikiran
Kehidupan masyarakat sehari-hari tidak pernah lepas dari kebutuhan
terhadap deterjen. Dalam rangka memenuhi kebutuhannya tersebut,
konsumen melakukan berbagai macam pengambilan keputusan, baik disadari
atau tidak. Salah satu hal yang menjadi dasar perlunya pengambilan
keputusan konsumen adalah adanya alternatif produk dan merek. Tanpa
alternatif, konsumen tidak perlu melakukan pengambilan keputusan.
Semakin banyaknya merek deterjen yang tersedia di pasar membuat
konsumen berpikir lebih panjang dalam melakukan keputusan pembelian.
Konsumen akan membandingkan antara merek deterjen satu dengan yang lain
untuk menghasilkan kepuasan maksimal. Konsumen belajar membedakan
antara merek deterjen satu dengan yang lain, baik melalui atribut produk
maupun promosi yang dilakukan oleh pemasar. Penilaian konsumen tersebut
akan membentuk persepsi yang berbeda terhadap kualitas masing-masing
merek deterjen. Keputusan pembelian juga ditentukan oleh keterlibatan
konsumen, baik terhadap produk maupun merek. Tinggi rendahnya
keterlibatan berpengaruh pada perilaku pembelian konsumen.
Penelitian yang dilakukan ini meliputi tingkat keterlibatan produk dan
perbedaan antarmerek di mata konsumen dalam rangka mengetahui tipe
perilaku pembelian konsumen. Tingkat keterlibatan konsumen terhadap
produk deterjen diukur dengan menggunakan model Inventaris Keterlibatan
Pribadi yang dikembangkan oleh Zaichkowsky, sedangkan perbedaan
antarmerek diukur berdasarkan persepsi kualitas konsumen terhadap merek
deterjen yang digunakannya saat ini. Berdasarkan kedua faktor tersebut dapat
diketahui tipe perilaku pembelian konsumen deterjen, yang dalam penelitian
ini sebagai konsumennya adalah mahasiswa IPB. Alur kerangka pemikiran
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.
3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kampus Institut Pertanian Bogor (IPB)
Dramaga, kecamatan Dramaga, Bogor. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan
masa depan bagi produk deterjen dan populasi mahasiswa IPB yang cukup
besar, yaitu 12171 orang. Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai
April 2006.
Gambar 3. Kerangka pemikiran penelitian
Keterangan:
= diteliti
= tidak diteliti
3.3.Metode Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Riset
Deskriptif dengan teknik pengambilan sampel Single Cross-Sectional Design.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dan wawancara.
Pembeli
Produk
Keterlibatan Beda antar merek
Situasi Pembelian
Rataan skor Analisis variance
Analisis hubungan
3.3.1.Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini berasal dari
kuesioner yang disebarkan pada responden. Kuesioner ini terdiri atas
pertanyaan mengenai profil responden, pertanyaan mengenai
keterlibatan dan persepsi konsumen terhadap kualitas merek deterjen
yang digunakan. Data profil responden meliputi usia, jenis kelamin,
angkatan dan jumlah pengeluaran per bulan. Data sekunder berupa data
mengenai populasi mahasiswa S1 IPB dan studi pustaka.
Sebelum penelitian dilakukan, peneliti terlebih dahulu
mengadakan studi pendahuluan untuk mengetahui atribut-atribut yang
mempengaruhi pembelian konsumen terhadap produk deterjen.
Atribut-atribut yang diujikan dalam studi pendahuluan tersebut antara lain: daya
bersih, keharuman, kehalusan di tangan, kehalusan partikel, irit dalam
pemakaian, menjaga warna tetap cemerlang, banyaknya busa, daya
tahan keharuman, harga, gengsi, dan kemasan. Atribut-atribut tersebut
kemudian diuji menggunakan Cochran Q-Test untuk mengetahui
atribut-atribut yang dinilai sah menurut kriteria statistik. Hipotesis yang
digunakan untuk menguji atribut-atribut tersebut adalah:
Ho: semua atribut yang diuji memiliki proporsi jawaban YA yang sama
Ha: semua atribut yang diuji memiliki proporsi jawaban YA yang
berbeda
Langkah selanjutnya dicari Q hitungnya dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
2
Setelah mendapatkan atribut yang sah, peneliti melakukan uji
validitas dan reliabilitas terhadap kuesioner. Menurut Simamora (2002),
validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan atau
kevalidan suatu instrumen. Sedangkan reliabilitas menunjukkan tingkat
menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment. Nilai korelasi yang
didapatkan menunjukkan tingkat kesahihan pertanyaan, sedangkan
reliabilitas kuesioner diuji dengan rumus Alpha.
Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa S1 IPB
meliputi mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) dan mahasiswa
dari fakultas yang ada di IPB, yaitu Fakultas Pertanian, Fakultas
Kedokteran Hewan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Fakultas
Peternakan, Fakultas Kehutanan, Fakultas Teknologi Pertanian,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, serta Fakultas
Ekonomi dan Manajemen. Perincian jumlah mahasiswa dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 1. Rekapitulasi jumlah mahasiswa IPB program sarjana aktif tahun akademik 2005/2006 (tahun masuk 2001-2005) s/d 2 Januari 2006
No Kode Fakultas Jumlah
1 P TPB 2.801
2 A Pertanian 2.298
3 B Kedokteran Hewan 484
4 C Perikanan dan Ilmu Kelautan 1.335
5 D Peternakan 898
6 E Kehutanan 943
7 F Teknologi Pertanian 1.136
8 G Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam 1.564
9 H Ekonomi dan Manajemen 712
Jumlah 12.171
Sumber: Sub. Dit. Registrasi & Statistik DAJMP-IPB
Dalam menentukan jumlah sampel, peneliti menggunakan
rumus Slovin, yaitu (Simamora, 2002):
2
1 Ne N n
+
= ... (2)
dimana:
n = jumlah sampel
N = ukuran populasi
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan sampel
Berdasarkan data pada Tabel 1, jumlah populasi penelitian
adalah 12.171 orang. Persen kelonggaran yang digunakan adalah 0,1,
sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan bisa dihitung sebagai berikut:
( )
0.1 99,185 100Jadi, jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 100 orang
responden dan dibagi sesuai dengan proporsi masing-masing fakultas
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah sampel tiap fakultas No Kode Jumlah
Pengambilan sampel menggunakan teknik pengambilan sampel
nonprobabilitas, yakni judgement sampling. Artinya, peneliti memilih
anggota populasi yang dinilai paling tepat dalam memberikan informasi
yang akurat.
3.3.2.Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dari kuesioner selanjutnya diolah dan
dianalisis. Data mengenai profil konsumen dianalisis secara deskriptif.
Data mengenai keterlibatan konsumen terhadap produk deterjen
dihitung menggunakan rataan skor. Data tentang persepsi konsumen
terhadap kualitas merek deterjen dianalisis dengan analisis variance.
Hubungan antara keterlibatan konsumen terhadap merek deterjen
dengan persepsi konsumen terhadap kualitas merek deterjen diuji
menggunakan korelasi rank-order Spearman. Pengolahan data
Tingkat keterlibatan konsumen terhadap produk deterjen dari
faktor pembeli dapat diukur menggunakan model Inventaris
Keterlibatan Zaichkowsky (Engel et al, 1994). Model Inventaris
Keterlibatan Zaichowsky yang digunakan adalah model yang sudah
diadaptasi oleh Simamora (2003). Model tersebut terdiri dari tujuh
dimensi, yaitu tingkat kepentingan, tingkat kebutuhan, tingkat
keseriusan, daya tarik produk, arti produk, nilai pribadi dan dikehendaki
atau tidaknya produk oleh konsumen. Tingkat keterlibatan yang diukur
terbatas hanya pada faktor pembeli. Skala yang digunakan adalah skala
semantic differential yang berisi tujuh skala, dimana kedua ujung skala
berisikan sisi positif dan negatif. Keterlibatan konsumen bisa diketahui
dari skor yang dipilih responden. Keterlibatan paling tinggi ditunjukkan
oleh angka 7 pada sisi positif dan keterlibatan paling rendah
ditunjukkan oleh angka 1 pada sisi negatif. Skor tersebut kemudian
dijumlahkan dan dicari rata-ratanya. Nilai rata-rata tersebut yang
menunjukkan tingkat keterlibatan konsumen terhadap produk deterjen
tinggi atau rendah.
Perbedaan antarmerek dapat dihitung menggunakan analisis
variance. Analisis variance digunakan untuk menguji apakah rata-rata
dari beberapa sampel berbeda atau tidak (Pratisto, 2004). Pertama,
konsumen diberikan pertanyaan mengenai persepsi mereka terhadap
merek deterjen yang mereka gunakan saat data diambil. Skala yang
digunakan dalam mengukur persepsi konsumen adalah skala Likert 1
sampai 5. Skor 5 menunjukkan penilaian paling tinggi terhadap merek
dan skor 1 menunjukkan penilaian konsumen yang paling rendah
terhadap merek. Kemudian skor yang didapat dijumlahkan. Hasil
penjumlahan tersebut dikelompokkan untuk masing-masing merek dan
Tabel 3. Pengamatan pada Desain Randomisasi Lengkap
Sumber: Nazir (1999)
Menurut Nazir (1999), jika sebuah sampel dikenakan k buah
perlakuan dan jumlah anggota masing-masing adalah n1,n2 dan n3 maka
salah satu pengamatan adalah Xij. Xij adalah pengamatan ke-i dari
sampel j. Hipotesis yang digunakan dalam analisis variance ini adalah:
Ho : u1 = u2 = … = uk, tidak ada perbedaan antara mean-mean dari
populasi
Ha : u1 ≠ u2 ≠ … ≠ uk, terdapat perbedaan antara populasi
Dasar pengambilan keputusan yang digunakan adalah:
-Jika Fhitung < Ftabel atau probabilitasnya > 0,05, maka Ho diterima
-Jika Fhitung > Ftabel atau probabilitasnya < 0,05, maka Ho ditolak
Level signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
0.05. Selanjutnya, dibuat Tabel ANOVA dengan terlebih dahulu
melakukan perhitungan sebagai berikut:
a. Menghitung correction factor:
n
ΣTj = total nilai pengamatan (nilai variabel)
n = anggota sampel
b. Menghitung sumsquare total:
CF X
dimana:
SST = sumsquare total
Xij = nilai pengamatan i dari sampel j
c. Menghitung sumsquare antar perlakuan:
CF
d. Menghitung sumsquare error
P
e. Menentukan degree of freedom:
1
f. Menghitung mean square:
E
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, dibuat tabel ANOVA
seperti pada Tabel 4. Berdasarkan faktor tingkat keterlibatan konsumen
terhadap produk dan perbedaan antarmerek deterjen, dapat diketahui
tipe perilaku pembelian konsumen deterjen.
Tabel 4. Tabel ANOVA
Sumber variasi SS df MS F sig
Sumber: Nazir (1999)
Selanjutnya, untuk mengetahui adanya hubungan antara
keterlibatan konsumen terhadap merek deterjen dengan persepsi
konsumen terhadap kualitas merek deterjen dilakukan uji korelasi
Rank-Order Spearman dengan rumus:
N
di = beda antara dua pengamatan berpasangan
N = total pengamatan
ρ = koefisien korelasi Spearman
Tingkat keterlibatan konsumen terhadap merek diketahui dari
kesetiaan merek dan keinginan untuk beralih ke merek deterjen yang
lain.
Jika terdapat data yang memiliki ranking sama, perlu dilakukan koreksi
menggunakan rumus (Simamora, 2003):
2
t = banyaknya data yang mempunyai ranking sama
Selanjutnya, dilakukan pengujian hipotesa dengan membandingkan
antara nilai thitung dengan ttabel. Nilai thitung sendiri dihitung menggunakan
rumus:
Posisi tanggapan responden terhadap pertanyaan mengenai
persepsi merek dan keterlibatan konsumen dapat diketahui dengan
menggunakan rentang skala penilaian dengan rumus (Simamora, 2002):
b n m
RS= − ... (16)
dimana:
m = angka tertinggi dalam pengukuran
n = angka terendah dalam pengukuran
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Gambaran Umum Penelitian
Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Darmaga terletak di wilayah
kecamatan Darmaga, kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kampus yang
mempunyai luas ± 267 hektar ini terdiri atas sembilan fakultas, yaitu Fakultas
Pertanian, Fakultas Kedokteran Hewan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Fakultas Peternakan, Fakultas Kehutanan, Fakultas Teknologi
Pertanian, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, serta Fakultas Ekologi Manusia yang baru berdiri
pada tahun lalu. Di kampus IPB Darmaga ini juga terdapat berbagai macam
fasilitas umum dan sosial bagi mahasiswa, seperti: asrama yang
diperuntukkan bagi mahasiswa dan mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama
(TPB), gymnasium, masjid kampus, klinik dan sebagainya.
Di sekitar wilayah kampus Darmaga terdapat toko-toko, swalayan,
tempat fotokopi, warung makan yang memudahkan mahasiswa memenuhi
kebutuhan mereka sehari-hari. Sebagian mahasiswa IPB yang berasal dari
luar kota Bogor tinggal di rumah kos atau kontrakan di wilayah sekitar
kampus tersebut, sedangkan mahasiswa TPB diwajibkan untuk tinggal di
asrama TPB yang masih berada di dalam wilayah kampus IPB.
4.2.Uji Cochran untuk Penentuan Atribut Deterjen
Uji Cochran dilakukan untuk menentukan atribut-atribut yang akan
digunakan dalam kuesioner. Atribut-atribut yang diujikan antara lain: daya
bersih, keharuman, kehalusan di tangan, kehalusan partikel, irit dalam
pemakaian, menjaga warna tetap cemerlang, banyaknya busa, daya tahan
keharuman, harga, gengsi, dan kemasan. Uji Cochran I menghasilkan nilai
Qhitung sebesar 52,8 atau lebih besar dari nilai Qtabel(0,05, 10) = 18,307,
sehingga Ho ditolak. Artinya, semua atribut yang diuji memiliki proporsi
jawaban YA yang berbeda. Oleh karena itu, diperlukan pengujian lebih lanjut
dengan membuang atribut yang memiliki proporsi jawaban YA paling kecil,
Uji Cochran II dilakukan pada sembilan atribut yang tersisa dan
menghasilkan nilai Qhitung sebesar 10,73 (Lampiran 2). Nilai tersebut lebih
kecil jika dibandingkan dengan nilai Qtabel(0,05, 10) = 16,507, sehingga Ho
diterima. Artinya, proporsi jawaban YA pada sembilan atribut tersebut adalah
sama dan sah digunakan sebagai atribut deterjen.
4.3.Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Uji validitas kuesioner dilakukan dengan menyebarkan kuesioner
(Lampiran 3) kepada 30 orang responden. Jawaban masing-masing responden
mengenai keterlibatan produk dan persepsi kualitas dikorelasikan dengan skor
total. Pengujian validitas ini menggunakan korelasi Product Moment Pearson.
Level signifikansi yang digunakan sebesar 0,05 dan nilai kritisnya adalah
0,361. Suatu pertanyaan dinyatakan valid apabila nilai kofisien korelasinya
lebih besar dari 0,361 atau lebih kecil dari -0,361. Variabel pertanyaan yang
diuji terdiri dari pertanyaan mengenai keterlibatan konsumen dalam
menggunakan deterjen dan persepsi konsumen terhadap kualitas merek
deterjen. Pertanyaan mengenai keterlibatan terdiri atas tujuh variabel, yaitu:
tingkat kepentingan, tingkat kebutuhan, tingkat keseriusan, daya tarik produk,
arti produk, nilai pribadi dan dikehendaki atau tidaknya produk oleh
konsumen, sedangkan variabel pertanyaan mengenai persepsi kualitas terdiri
dari: daya bersih, keharuman, kehalusan di tangan, irit dalam pemakaian,
kemampuan menjaga warna tetap cemerlang, banyaknya busa, daya tahan
keharuman (tidak mudah apek), harga dan gengsi.
Hasil pengujian (Lampiran 4 dan 5) menunjukkan bahwa hanya
terdapat satu variabel pertanyaan yang tidak valid, yakni variabel harga pada
pertanyaan persepsi kualitas. Nilai koefisien korelasinya -0,29386 atau lebih
besar dari -0,361. Artinya variabel harga kurang tepat jika digunakan untuk
mengukur persepsi konsumen terhadap kualitas merek deterjen. Agar
instrumen penelitian valid, variabel harga dihilangkan, sehingga variabel
pertanyaan persepsi kualitas berkurang menjadi delapan variabel (Lampiran
Setelah seluruh variabel pertanyaan dinyatakan valid, selanjutnya
kuesioner diuji reliabilitasnya menggunakan Rumus Alpha. Dari tabel
diketahui untuk N=30 dengan α sebesar 0,05, nilai r-nya adalah 0,361.
Kuesioner yang reliabel adalah kuesioner yang nilai r-nya lebih besar dari
0,361 atau lebih kecil dari -0,361. Uji pertanyaan mengenai keterlibatan
produk menghasilkan nilai reliabilitas sebesar 0,914. Jadi, pertanyaan
mengenai keterlibatan produk tersebut reliabel. Uji reliabilitas terhadap
pertanyaan mengenai persepsi kualitas menghasilkan nilai r sebesar 0,912,
yang berarti kuesioner tersebut reliabel. Hasil pengujian ini dapat dilihat pada
Lampiran 8.
4.4.Karakteristik Responden
Karakteristik responden dilihat dari usia, angkatan atau tahun masuk
IPB, asal fakultas dan jumlah pengeluaran per bulan. Berdasarkan Tabel 6
dapat diketahui bahwa mayoritas responden berjenis kelamin perempuan atau
mahasiswi, yakni sejumlah 62 responden atau 62%, sedangkan responden
laki-laki atau mahasiswa hanya berjumlah 38 orang atau 38%. Ini disebabkan
sebagian besar mahasiswa laki-laki jarang mencuci semua pakaian mereka
sendiri. Kadang-kadang para mahasiswa menggunakan jasa laundry untuk
mencuci pakaiannya sehingga jarang melakukan pembelian deterjen. Oleh
karena itu, banyak diantara mahasiswa yang tidak memenuhi syarat untuk
dijadikan responden. Lain halnya dengan mahasiswi yang sebagian besar
mencuci semua pakaiannya sendiri, sehingga lebih mudah untuk memperoleh
Tabel 6. Sebaran jumlah dan persentase responden berdasarkan asal fakultas
Fakultas
Laki-laki Perempuan Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
P 12 31,6 11 17,7 23 23,0
A 6 15,8 13 21,0 19 19,0
B 1 2,6 3 4,8 4 4,0
C 5 13,2 6 9,7 11 11,0
D 1 2,6 6 9,7 7 7,0
E 3 7,9 5 8,1 8 8,0
F 4 10,5 5 8,1 9 9,0
G 5 13,2 8 12,9 13 13,0
H 1 2,6 5 8,1 6 6,0
Total 38 100,0 62 100,0 100 100,0
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner, mayoritas responden secara
keseluruhan berusia antara 21-22 tahun, yakni sebesar 51%. Responden
laki-laki paling banyak berada pada usia 21-22 tahun dengan persentase sebesar
55,3%. Responden laki-laki paling sedikit berusia di atas 22 tahun, yaitu 2
orang responden. Responden perempuan mayoritas berusia antara 21 hingga
22 tahun dengan persentase sebesar 48,4%. Jumlah responden perempuan
yang paling sedikit berada pada rentang usia di atas 22 tahun. Hal tersebut bisa
dimengerti mengingat sebagian besar mahasiswa yang masih melakukan
kegiatan perkuliahan di kampus adalah mahasiswa angkatan tahun 2002 ke
bawah. Sebagian besar mahasiswa angkatan 2001 sudah lulus dan keluar dari
IPB. Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia dapat dilihat secara
lengkap pada Tabel 7.
Tabel 7. Sebaran jumlah dan persentase responden berdasarkan usia
Usia Laki – laki Perempuan Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
<19 tahun 3 7,9 4 6,5 7 7,0
19-20 tahun 12 31,6 26 41,9 38 38,0
21-22 tahun 21 55,3 30 48,4 51 51,0
> 22 tahun 2 5,3 2 3,2 4 4,0
Total 38 100,0 62 100,0 100 100,0
Berdasarkan angkatan atau tahun masuk IPB, mayoritas responden
sebesar 41%. Baik responden laki-laki maupun perempuan, jumlah responden
yang paling sedikit ada pada angkatan 2001. Jumlah dan persentase responden
berdasarkan angkatan atau tahun masuk IPB dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Sebaran jumlah dan persentase responden berdasarkan angkatan atau tahun masuk IPB
Berdasarkan data mengenai jumlah pengeluaran responden tiap bulan
(Tabel 9), dapat diketahui bahwa mayoritas responden secara keseluruhan
mempunyai pengeluaran Rp.400.000,00-Rp.499.999,00 per bulan, yaitu
sebesar 33%. Responden laki-laki memiliki pengeluaran lebih besar daripada
responden perempuan. Sebagian besar responden laki-laki memiliki
pengeluaran diatas Rp.500.000,00 per bulan dengan jumlah 44,7% atau 17
orang, sedangkan sebagian besar pengeluaran responden perempuan adalah
Rp.400.000,00-Rp.499.999,00 dengan jumlah responden sebesar 33 orang atau
40,3%. Responden yang pengeluarannya paling rendah antara Rp.200.000,00
sampai dengan Rp.299.999,00 hanya berjumlah 12 orang, tidak ada satu pun
responden yang pengeluarannya kurang dari Rp.200.000,00.
Tabel 9. Sebaran jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah pengeluaran per bulan
Jumlah
200.000-299.999 4 10,5 8 12,9 12 12,0
300.000-399.999 9 23,7 19 30,6 28 28,0
400.000-499.999 8 21,1 25 40,3 33 33,0
> 500.000 17 44,7 10 16,1 27 27,0
4.5.Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen terhadap produk deterjen dapat diketahui dari
jawaban konsumen terhadap kuesioner yang diberikan. Berdasarkan data pada
Tabel 10 diketahui bahwa merek deterjen yang paling banyak digunakan, baik
oleh konsumen laki-laki maupun perempuan adalah Attack sebesar 45%.
Konsumen laki-laki yang menggunakan Attack berjumlah 21 orang atau
55,3%, sedangkan konsumen perempuannya berjumlah 24 orang atau 38,7%.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan, alasan sebagian konsumen
menggunakan Attack adalah karena daya bersihnya baik, sehingga konsumen
tidak menghabiskan terlalu banyak tenaga untuk mengucek pakaian.
Konsumen Attack memiliki tingkat kepercayaan yang baik terhadap kinerja
Attack.
Merek deterjen yang menempati urutan kedua adalah Rinso dengan
jumlah konsumen 25 orang. Konsumen laki-laki yang menggunakan Rinso
lebih banyak, jika dibandingkan dengan konsumen perempuan. Konsumen
perempuan lebih banyak yang menggunakan Daia, yaitu sebanyak 13 orang
konsumen. Jumlah tersebut lebih banyak daripada pengguna So Klin, merek
yang lebih dulu muncul daripada Daia. Hal tersebut dapat terjadi karena harga
Daia yang lebih murah dibandingkan So Klin. Selain itu Daia juga lebih
banyak melakukan kegiatan promosi dengan membagi-bagikan hadiah pada
konsumennya, sehingga banyak konsumen yang tertarik untuk
menggunakannya. Merek deterjen yang paling sedikit digunakan adalah Wow.
Tabel 10. Sebaran jumlah dan persentase konsumen berdasarkan merek deterjen yang digunakan
Merek deterjen yang digunakan
Laki – laki Perempuan Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Rinso 13 34,2 12 19,4 25 25
Attack 21 55,3 24 38,7 45 45
So Klin 1 2,6 8 12,9 9 9
Daia 1 2,6 13 21,0 14 14
Surf 2 5,3 3 4,8 5 5
Wow - - 2 3,2 2 2