Pendekatan Spasial
p
Dalam Pembangunan Kesehatan
Berdimensi Wilayah
Berdimensi Wilayah
Arum Atmawikarta
Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat
BAPPENAS
Outline Presentasi
1. Latar Belakang Pembangunan Berdimensi
g
g
Wilayah
2. Disparitas Status Kesehatan dan Gizi Masyarakat
2. Disparitas Status Kesehatan dan Gizi Masyarakat
3. Pembangunan Kesehatan berdimensi Wilayah
dalam RPJMN 2010‐2014
dalam RPJMN 2010 2014
Sasaran
Arah Kebijakan dan Strategi
Kebijakan Operasional untuk Mengurangi
Disparitas
I. Latar Belakang Pembangunan
Berdimensi Wilayah
e d
e s W aya
ISU UTAMA:
KESENJANGAN ANTAR WILAYAH
• Pembangunan di Indonesia belum memberikan hasil secara
merata kepada seluruh wilayah dan penduduk
merata kepada seluruh wilayah dan penduduk.
• Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
2005-2025 mengamanatkan pendekatan regional sebagai salah satu
strategi untuk mencapai tujuan pembangunan
strategi untuk mencapai tujuan pembangunan.
• Pengembangan wilayah di Indonesia perlu diarahkan kepada
pendekatan yang lebih komprehensif dan disesuaikan dengan
dinamika dan kebutuhan setiap masa
dinamika dan kebutuhan setiap masa.
• Daerah-daerah memiliki karakteristik geografis yang beragam dan
membutuhkan perencanaan berbasis karakteristik ruang
geografis
geografis.
• Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam memerlukan
intervensi kebijakan yang berbasis kewilayahan berdasarkan
pemanfaatan sumber daya setempat dan penguatan sinergi
pemanfaatan sumber daya setempat dan penguatan sinergi
antara Pusat dan Daerah serta Antardaerah.
Wilayah Sulawesi
Share PDRB thdp
Nasional
4,60%
Pertmbh Ekonomi
7.72%
P
d
t
k
it
4 98 jt
KESENJANGAN WILAYAH
KESENJANGAN WILAYAH
Wilayah Sumatera
Share PDRB thdp
Nasional
21,55%
P t
b Ek
i
4 65%
Wilayah Kalimantan
Share PDRB thdp
Nasional
8,83%
P t
b Ek
i
5 26%
Pendapt perkapita
4,98 jt
Pendudk miskin
2,61 jt (17,6%)
Wilayah Papua
Share PDRB thdp
Nasional
1,28%
KESENJANGAN WILAYAH
KESENJANGAN WILAYAH
Pertumb. Ekonomi
4,65%
Pendaptn perkapita
9,80 jt
Penduduk miskin
7,3 jt (14,4%)
Pertumb. Ekonomi
5.26%
Pendaptn perkapita
13,99 jt
Pendudk miskin 1,21 jt (9%)
Nasional
Pertmbuh Ekonomi
0,60%
Pendaptn perkapita
8,96 jt
Pndudk miskin
0,98 jt (36,1%)
Wilayah
Wilayah Jawa
Jawa Bali
Bali
Share PDRB thdp
Nasional
62,00%
Pertumbh Ekonomi
5.89%
Pendapt perkapita
11,27 jt
Pendudk miskin
20,19 jt
(12,5%)
Wilayah Nusa Tenggara
Share PDRB thdp
Nasional
1,42%
Wilayah Maluku
Share PDRB thdp
Nasional
0,32%
Pertumbh Ekonomi
4,94%
Pertmbuh Ekonomi3,50%
Pendapt perkapita
3,18 jt
Pendudk miskin
2,17 jt
(24,8%)
Pendaptn perkapita
2,81 jt
Pendudk miskin
0,49 jt (20,5%)
Sumber : BPS 2008 (diolah)
Ket
: Atas Dasar
Harga Konstan
KETERKAITAN ANTARWILAYAH
KETERKAITAN ANTARWILAYAH
• Perdagangan antardaerah
terpusat di Jawa dan
Sumatera Î Blok Ekonomi
Sumatera Î Blok Ekonomi
Utama.
• Perdagangan antardaerah
di Kalimantan, Sulawesi,
Nusa Tenggara, Maluku
dan Papua masih relatif
kecil dan belum
kecil dan belum
berkembang Î Wilayah ini
percepatan pembangunan.
Catatan: Arah panah menunjukkan arus perdagangan antarwilayah. Angka yang
digarisbawahi menunjukkan produksi bruto di setiap wilayah. Angka
dalam lingkaran menunjukkan input antara dalam wilayah.
Kesenjangan ekonomi wilayah menghambat perwujudan wawasan nusantara
Kesenjangan ekonomi wilayah menghambat perwujudan wawasan nusantara
Sumber : Tabel IRIO 2005, BPS (diolah)
II. Disparitas Status
Kesehatan & Gizi Masyarakat
Kesehatan & Gizi Masyarakat
WHAT IS HEALTH EQUITY?
•
Melihat perbedaan status kesehatan penduduk
dalam populasi.
•
Dapat dilihat dari ketidaksetaraan kondisi
•
Dapat dilihat dari ketidaksetaraan kondisi
sosial ekonomi yang terjadi secara sistemik dan
sebenarnya dapat dihindari
sebenarnya dapat dihindari.
•
Berkaitan dengan ke‐”
tidak adil
”‐an dan ke‐
”
tidak fair
”‐an.
(California Newsreel 2007)
(California Newsreel, 2007)
Disparitas Antarwilayah
Kesenjangan status kesehatan dan gizi masyarakat antarwilayah
dan antartingkat sosial ekonomi masih lebar.
UHH meningkat dari 66,2 menjadi 70,5 pada tahun 2008, namun masih
terjadi disparitas antarprovinsi yang cukup lebar.
10
Angka kematian ibu melahirkan menurun dari 307 menjadi 228 per 100
ribu kelahiran hidup.
400
450
Angka Kematian Ibu
390
334
307
300
350
400
H
Sasaran RPJM
228
226
200
250
P
e
r 100
.0
00
K
H
102
100
150
AK
I
P
MDG Target
0
50
1994
1997
2002
2007
2009
2015
T h
11
Sumber data SDKI, 2007
Tahun
Masih terjadi disparitas status gizi balita yang cukup lebar
antarwilayah.
Prevalensi Kekurangan Gizi
y
33 .6 7. 8 7 .6 6 .6 6 .5 4 4 8 230 0
35.0
40.0
2 27 26 26 25. 4 25. 4 24. 8 24 .2 23 .2 22 .8 22 .7 22 .7 22 .5 21 .4 21 .2 20 .2 19.3 18.9 18.4 18.3 18.2 17 .6 17 .5 17 .4 16 .7 16 .6 16 .0 15 .8 15 .0 12.9 12.4 11 .4 10 .915.0
20.0
25.0
30.0
0.0
5.0
10.0
ara … ku gah tan … e h a lo rat ara … tan … rat ara ara esi … ra t au ua rat mur mbi sia ung e ra …tan ng mur ulu en ah ara rat rta iau Bal
i a rt a Nu s a T e n g g a Ma lu Su la w e s i T e n g Ka li m a n t Ac e Go ro n ta Su la w e s i Ba Nu s a T e n g g a Ka li m a n t P a p ua B a r Mal u k u U ta Su m a te ra U ta Su la w e Ka li m a n ta n Ba Ri Pap Su m a te ra Ba r K a lim a n ta n T im Ja m In don e Ba n g k a Be li tu Su m a te Su la w e s i Se la t La mp u Ja w a T im B e ngk u Ba n te Ja w a T e n g S u la we s i Ut a Ja w a B a r D K I Ja ka K e p u laua n R i B D .I. Y o g y ak a
Sumber data : Riskesdas, 2007
12
Sumber: Riskesdas, 2007
Disparitas
Status Gizi
Status Gizi
13
ARUM BAPPENAS - JAN 2010
14
ARUM BAPPENAS - JAN 2010
Angka kematian bayi menurun dari 35 menjadi 34 per 1000 kelahiran hidup,
namun masih terjadi disparitas antarwilayah.
Angka Kematian Bayi (Per 1.000 Kelahiran Hidup)
Per Provinsi Tahun 2007
Angka Nasional
34
46 47 46 43 43 46 72 57 46 58 60 52 74 59 5150
60
70
80
a
n H
idup
34
25 6 37 39 42 6 43 39 43 28 39 26 19 35 6 34 6 30 26 35 41 41 41 36 3420
30
40
50
1.
000 K
e
la
h
ir
a
0
10
NA D ter a U tar a ter a B a ra t Ri a u Ja m b i ra S e la ta n B engk ul u Lampu ng a B e lit u n g a uan R iau K I Ja ka rt a a wa B a ra t a T e ngah o gy a k ar ta a wa T im u r B ant en Bali g ar a B a ra t g ar a T im u r n tan B a ra t a n T e ngah a n S e la ta n n tan T imur e si U ta ra s i T eng ah s i S e la ta n T e ngga ra G or o n ta lo e si B a ra t Mal u k u u k u U tar a Pa p u a a ya B a ra t N DO N E S IAPe
r
Su m a t Su m a t Su m a te r B ang k a K epu la DK J a Ja w a D .I. Y o J a Nu s a T e n g g Nu s a T e n g g K a lim a n K a lim a n ta K a lim a n ta K a lim a n Su la w e Su la w e s Su la w e s Su la w e s i T G Su la w e Mal Ir ian J a IN15
Sumber : SDKI , 2007
Angka Kematian Bayi (Per 1.000 Kelahiran Hidup) di Pulau Sumatera Tahun 2007 Angka Nasional
Angka Kematian Bayi (Per 1.000 Kelahiran Hidup)
di Pulau Kalimantan Tahun 2007
47 46 46 43 43 42 39 39 37 25 25 30 35 40 45 50 K el a h ir an H id u p Angka Nasional 34
di Pulau Kalimantan Tahun 2007
58 46 40 50 60 70 ir a n H id u p Angka Nasional 34 0 5 10 15 20 m at er a B ar at m at er a U ta ra n gk ul u m pu ng u la u a n R ia u m at er a e la ta n Ja m b i a ngk a e lit u n g Ri a u NA D P e r 1. 000 K 30 26 0 10 20 30 P e r 1. 00 0 K e la h Su m B Su m U Be n La m Ke p u R Su m S e Ba Be
Angka Kematian Bayi (Per 1.000 Kelahiran Hidup)
Angka Kematian Bayi (Per 1.000 Kelahiran Hidup) di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2007
0
Kalimantan Selatan Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Timur
Angka Kematian Bayi (Per 1.000 Kelahiran Hidup) di Pulau Jawa-Bali Tahun 2007
46 39 35 34 28 30 35 40 45 50 a n H idup Angka Nasional 34
di Pulau Nusa Tenggara Tahun 2007 72 57 50 60 70 80 n Hi d u p Angka Nasional 34 28 26 19 5 10 15 20 25 30 P e r 1 .000 K e la h ir a 10 20 30 40 50 P e r 1. 000 K e la h ir a n
16
0Banten Jawa Barat Jawa Timur Bali DKI Jakarta Jawa Tengah D.I. Yogyakarta
0
Angka Kematian Bayi (Per 1.000 Kelahiran Hidup)
Disparitas AKB terjadi
di Pulau Sulawesi Tahun 2007
74 60 52 41 41 50 60 70 80 ir a n H idup Angka Nasional 34
Disparitas AKB terjadi
antarprovinsi dalam
satu regional.
41 41 35 0 10 20 30 40 P e r 1. 000 K e la h iSulawesi Barat Sulawesi
Tengah Gorontalo Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara
Angka Kematian Bayi (Per 1.000 Kelahiran Hidup)
Angka Kematian Bayi (Per 1.000 Kelahiran Hidup)di Pulau Papua Tahun 2007
di Pulau Maluku Tahun 2007
59 56 58 60 n H idup
di Pulau Papua Tahun 2007
41 39 40 41 42 a n H
idup Angka Nasional
34 51 48 50 52 54 P e r 1. 000 K e la h ir a n 36 34 35 36 37 38 P e r 1. 000 K e la h ir a
17
46Maluku Maluku Utara
33
Papua Irian Jaya Barat
Angka Kematian Bayi
Disparitas kota desa
32
52
31
45
40
50
60
10
20
30
0
10
SDKI 02/03
SDKI 2007
Perkotaan
Perdesaan
Pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan
Uraian
2000
2004
2007
Kota
81,5
85,8
88,8
kesehatan
Pada umumnya status
k
h
di
d
Kota
81,5
85,8
88,8
Desa
49,8
61,1
60,6
Total
62,8
71,5
72,5
kesehatan di perdesaan
lebih buruk daripada di
perkotaan
18
Total
62,8
71,5
72,5
Gap Kota‐Desa
31,7
24,7
28,2
Di
it
Disparitas
Antartingkat Ekonomi
ta t g at
o o
19
ARUM BAPPENAS - JAN 2010
Angka Kematian Bayi
Disparitas antartingkat
ekonomi
56 47 33 29 26 40 50 60 29 26 0 10 20 30 0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q5Sumber data : SDKI 2007
22.1 25Kekurangan Gizi Pada Balita
19.5 18.1 16.5 13.7 15 20
Kematian bayi dan kekurangan
gizi pada kelompok miskin
0 5 10
gizi pada kelompok miskin
hampir 2 kali lipat dibanding
kelompok kaya
20
Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Kekurangan Gizi
Sumber data : Susenas, 2007
Di
it
Disparitas
Antartingkat Pendidikan
ta t g at e d d a
Angka Kematian Bayi
Disparitas antartaraf
pendidikan
73 51 44 35 50 60 70 80 35 24 0 10 20 30 40 Tidak Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tidak Tamat SMTA SMTA+ 72 8 80Cakupan Imunisasi
Sumber data : SDKI 2007
37.3 52.1 60.6 72.8 40 50 60 70 80Kematian bayi lebih tinggi pada
18.6 0 10 20 30
y
gg p
penduduk dengan pendidikan
rendah.
22
Tidak Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tidak Tamat SMTA SMTA+Sumber data : SDKI 2007
Disparitas Sarana
dan Prasarana Kesehatan
dan Prasarana Kesehatan
Fasilitas Kesehatan 2005‐2008
2005 (Jumlah Desa:6.9957)
2008 (Jumlah Desa: 75.410)
Jumlah
Jumlah Desa
dgn Fasilitas
Jml Desa
Tanpa Fasilitas
Jumlah Desa dgn
Fasilitas
Jml Desa
Tanpa Fasilitas
Rumah Sakit
1,728
68466 (97.9%)
1556
73854 (97.9%)
RS Bersalin
5 370
66154 (94 6%)
3264
72146 (95 7%)
RS. Bersalin
5,370
66154 (94.6%)
3264
72146 (95.7%)
Poli/BP
10,659
62734 (89.7%)
7145
68265 (90.5%)
Puskemas
8,279
61693 (88.2%)
8570
66840 (88.6%)
Pustu
ustu
22,785
, 85
48010 (68.6%)
80 0 (68.6%)
23163
3 63
52247 (69.3%)
5
(69.3%)
Tempat praktek
Dokter
29,634
58545 (83.7%)
12291
63119 (83.7%)
Tempat praktek
Bid
44 616
39721 (56 8%)
34575
40835 (54 2%)
Bidan
44,616
39721 (56.8%)
34575
40835 (54.2%)
Poskesdes
11287
64123 (85.0%)
Polindes
27,686
43502 (62.2%)
25271
50139 (66.5%)
Apotek
9 406
65658 (93 9%)
5537
69873 (92 7%)
Apotek
9,406
65658 (93.9%)
5537
69873 (92.7%)
Warung Obat/Jamu
18,268
61720 (88.2%)
9560
65850 (87.3%)
Posyandu
228,625
6760 (9.7%)
70046
5364 (7.1%)
S
b
d t
PODES 2005 d
2008
24
Ketersediaan Fasilitas Kesehatan di Desa masih terbatas
Sumber data : PODES, 2005 dan 2008
Keberadaan Tenaga Kesehatan: 2005‐2008
Jenis
tenaga
2005
(Jumlah Desa:69957)
(Jumlah Desa:75410)
2008
Jumlah
T
Jml Desa Tanpa
T
T
Jumlah
Jml Desa Tanpa
T
Tenaga
Tenaga
Tenaga
Tenaga
Dokter
39.294 57.786 (82.6%)
44.173 61.578 (81.6%)
Dokter Gigi
g
7.454 70.311 (93.2%)
(
)
Bidan
79.661 21.218 (30.3%)
97.879 22.435 (29.7%)
Nakes lainnya
53.112 44.227 (63.2%)
75.921 42.336 (56.1%)
Dukun Bayi
155.177 20.801 (27.6%)
Dukun Bayi
155.177 20.801 (27.6%)
Dukun Bayi Terlatih
104.702 25.157 (35.9%)
Dukun Bayi
Belum dilatih
78 833 40 503 (57 9%)
Belum dilatih
78.833 40.503 (57.9%)
• Desa yang belum tersedia tenaga kesehatan masih cukup tinggi, terutama
untuk tenaga dokter
Sumber: Balitbang Depkes, 2009
25
g
• Tenaga bidan walaupun sudah cukup banyak, namun belum seluruh desa
tersedia tenaga bidan
Persen Desa ada Polindes‐Poskesdes dan Bidan (2008)
40.0
50.0
9
38.3
20 0
30.0
40.0
28.3
30.
26.6
17.4
3
.3
28.1
3
.4
20.3
3.3
0 0
10.0
20.0
1
3
8.2
1
3
4.9
9.3
6.1
5.5
0.8
1
0.0
% Desa ada Polindes & Bidan
% Desa ada Poskesdes & Bidan
S
b
d t
PODES 2008
26
Tantangan ke depan adalah memperbaiki
kesenjangan status kesehatan dan gizi masyarakat
kesenjangan status kesehatan dan gizi masyarakat
antarwilayah dan antartingkat sosial ekonomi melalui
pemihakan kebijakan, pengalokasian
p
j
, p
g
sumberdaya, pengembangan instrumen monitoring
serta peningkatan advokasi dan capacity building
untuk daerah tertinggal.
III Pembangunan Kesehatan
III. Pembangunan Kesehatan
Berdimensi Wilayah
D l
RPJMN
J
4
Dalam RPJMN 2010‐2014
28
Sasaran
SASARAN
SASARAN
•
Menurunnya disparitas status kesehatan
dan gizi masyarakat antarwilayah dan
dan gizi masyarakat antarwilayah dan
antartingkat sosial ekonomi serta gender.
Provinsi
Angka Kematian Bayi
Angka Harapan Hidup
PERKIRAAN PERKEMBANGAN WILAYAH
Provinsi
Perkiraan
Perkiraan
2010
2014
2010
2014
Prov. Aceh
32
30
69,08
69,93
Prov. Sumut
23
20
71,64
72,93
Prov. Sumbar
27
23
70,58
72,33
Prov. Kep. Riau
20
19
72,38
72,88
Prov Riau
22
20
71 92
72 91
Prov. Riau
22
20
71,92
72,91
Prov.Sumsel
25
23
70,97
72.26
Prov. Kep. Babel
26
24
70,72
71,69
Prov.Jambi
27
24
70,43
71,70
Prov.Jambi
27
24
70,43
71,70
Prov.Bengkulu
29
25
69,97
71,74
Prov. Lampung
25
21
70,98
72,99
Prov.Banten
32
29
69,26
70,49
Prov.DKI Jakarta
8
7
75,84
76,81
Prov.Jawa Barat
27
24
70,36
71,97
Prov.Jawa Tengah
21
18
72,21
73,64
Prov.DIY
9
8
75,62
76,84
Prov.Jawa Timur
25
21
71,09
72,97
31
ARUM BAPPENAS - JAN 2010
Provinsi
Angka Kematian Bayi
Angka Harapan Hidup
Perkiraan
Perkiraan
PERKIRAAN PERKEMBANGAN WILAYAH (2)
Provinsi
2010
2014
2010
2014
Prov. Bali
13
12
70,09
74,64
Prov. KalBar
28
25
70,31
71,37
Prov. KalTeng
23
21
71,75
72,60
Prov. KalSel
34
30
68,54
70,55
Prov. KalTim
20
14
72,63
74,37
l
Prov.Sulut
12
9
74,47
75,88
Prov.Gorontalo
31
26
68,28
71,79
Prov.SulTeng
35
31
70,28
70,25
Prov SulBar
28
24
69 82
72 04
Prov.SulBar
28
24
69,82
72,04
Prov. SulSel
28
24
69,33
72,04
Prov.SulTra
30
25
70,28
71,75
Prov.NTB
44
37
66,18
68.66
Prov.NTB
44
37
66,18
68.66
Prov.NTT
32
27
69,25
71.48
Prov.Maluku Utara
35
29
68,42
70,89
Prov.Maluku
32
28
69,12
70,83
Prov.Papua Barat
32
27
69,13
71,50
Prov.Papua
31
27
69,38
71,46
32
Arah Kebijakan dan Strategi
Arah Kebijakan dan Strategi
Prioritas Peningkatan Akses dan Kualitas Pelayanan Kesehatan
difokuskan pada :
1
Peningkatan kesehatan ibu bayi dan balita;
1.
Peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita;
2.
Perbaikan status gizi masyarakat;
3.
Pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak
menular, diikuti penyehatan lingkungan;
4.
Pengembangan sumber daya manusia kesehatan;
5
Peningkatan ketersediaan keterjangkauan pemerataan mutu dan
5.
Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, mutu dan
penggunaan obat serta pengawasan obat dan makanan;
6.
Pengembangan sistem Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas);
7.
Pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan bencana dan krisis
kesehatan; dan
;
8.
Peningkatan pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tersier.
Upaya peningkatan akses dan kualitas pelayanan
kesehatan tersebut juga diarahkan untuk mengurangi
j g
g
g
kesenjangan status kesehatan dan gizi masyarakat,
melalui :
a)
pemihakan kebijakan yang lebih membantu kelompok miskin
dan daerah yang tertinggal;
b)
pengalokasian sumberdaya yang lebih memihak kepada
b)
pengalokasian sumberdaya yang lebih memihak kepada
kelompok miskin dan daerah yang tertinggal;
c)
pengembangan instrumen untuk memonitor kesenjangan
antarwilayah dan antartingkat sosial ekonomi;
d)
peningkatan advokasi dan capacity building bagi daerah yang
tertinggal;
tertinggal;
e)
pendekatan pembangunan kesehatan berdimensi wilayah; dan
f)
penanggulangan daerah bermasalah kesehatan (PDBK)
f)
penanggulangan daerah bermasalah kesehatan (PDBK).
Kebijakan Operasional untuk
Kebijakan Operasional untuk
Mengurangi Disparitas
Kebijakan Pembiayaan
1. Jamkesmas
•
Peningkatan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin.
2. DAK
•
Peningkatan biaya kelengkapan dan ketersediaan fasilitas
kesehatan primer.
3. Bantuan Operasional Kesehatan
•
Penyediaan biaya operasional kesehatan di puskesmas
dan jaringannya;
dan jaringannya;
•
Mendukung pencapaian SPM;
•
Mendukung peningkatan upaya kesehatan preventif dan
Mendukung peningkatan upaya kesehatan preventif dan
promotif.
Kebijakan Pengembangan dan pemberdayaan
Sdm kesehatan berbasis kewilayahan
JAWA
JAWA--BALI
BALI
AKI
AKB
GIZI
PENYAKIT
S A S A R A N
STRATEGI
JAWA
JAWA--BALI
BALI
SUMATERA
SUMATERA
JUMLAH
-Sarana Yankes
-Jumlah Penduduk
- Lokasi Geografis
1.Mapping existing
Kondisi Ketenagaan
2. Gambaran Kesenjangan antara
Kebutuhan dan Ketersediaan
3. Filling the Gap, melalui
Perencanaan
KALIMANTAN
KALIMANTAN
JENIS
-Kebutuhan Spesifik Lokal
-Isu Kesehatan Lokal
Perencanaan,
Pengadaan, Pendayagunaan,
Pembinaan
4. Peningkatan Standar
Kompetensi
SULAWESI
SULAWESI
NUSA TENGGARA
NUSA TENGGARA
KUALITAS
-Standar Kompetensi
-Kemampuan dan
Kebijakan Daerah
FOKUS
• Daerah Tertinggal
• Daerah Perbatasan
• Daerah Kepulauan
NUSA TENGGARA
NUSA TENGGARA
MALUKU
MALUKU
PERSEBARAN
-Dukungan Fasilitas
dan Sarana
-Insentif
PAPUA
PAPUA
Kebijakan Penanggulangan Daerah
Bermasalah Kesehatan (PDBK)
Bermasalah Kesehatan (PDBK)
PDBK merupakan upaya kesehatan terfokus, terintegrasi, berbasis evidence,
dilakukan secara bertahap di daerah yang menjadi prioritas bersama
kementerian terkait, dalam jangka waktu tertentu, sampai mampu mandiri
dalam menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang kesehatan
l
l
seluas‐luasnya.
Tujuan
1.
Segera terselenggaranya upaya kesehatan yang terfokus dan terintegrasi
untuk menanggulangi masalah kesehatan prioritas di 50 kabupaten
terburuk menurut IPM dan IPKM (short‐term);
terburuk menurut IPM dan IPKM (short term);
2.
Penguatan organisasi Dinkes Kabupaten + unit terkait rengar + unit
terkait KIA, KB, UKS, Gizi, Imunisasi, PP‐PL (long‐term).
3.
Penguatan organisasi Dinkes Provinsi + unit terkait wasdal + unit terkait
39
g
g
KIA, KB, UKS, Gizi, Imunisasi, PP‐PL (long‐term).
Kebijakan Lain Dalam Mengurangi Disparitas Kesehatan
1.
Penguatan peraturan perundangan (regulasi)
2.
Peningkatan kerjasama lintas sektor, pusat-daerah, swasta dan
2.
Peningkatan kerjasama lintas sektor, pusat daerah, swasta dan
masyarakat serta dukungan internasional dalam sinkronisasi
perencanaan program dan kegiatan
3
Perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik dalam manajemen
3.
Perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik dalam manajemen
program dan kegiatan:
•
Penataan pembagian kewenangan antar berbagai tingkat
pemerintahan pusat-daerah
•
Perbaikan sistem perencanaan dan penganggaran untuk
meningkatkan integrasi dan sinkronisasi program dan kegiatan
g
g
p g
g
antara pusat dan daerah
4. Peningkatan komitmen daerah dalam pencapaian sasaran
pembangunan kesehatan melalui advokasi pemerintah pusat
40
pembangunan kesehatan melalui advokasi pemerintah pusat
kepada stakeholder terkait, pemda, legislatif dan masyarakat.
Buku III RPJMN 2010‐2014
MATRIKS SINKRONISASI PUSAT DAN DAERAH DALAM PENCAPAIAN PRIORITAS NASIONAL
PRIORITAS 3 KESEHATAN
PRIORITAS 3 : KESEHATAN
SUBSTANSI
INTI/KEGIATAN
PRIORITAS
INSTANSI
PELAKSANA
SASARAN PELAKSANAAN DI WILAYAH
NUSA
PRIORITAS
SUMATERA JAWA BALI KALIMANTAN
SULAWESI
NUSA
TENGGARA
MALUKU
PAPUA
Kesehatan
Masyarakat
• Peningkatan
l
Kementerian
Kesehatan
•
Menurunnya tingkat kematian ibu di regional mengacu pada sasaran nasional,
yaitu 118 per 100.000 kelahiran hidup.
M
i k
k
i
b i di
i
l
i
i
l (24
1 000
pelayanan
kesehatan ibu dan
anak.
•
Menurunnya tingkat kematian bayi di regional mencapai sasaran nasional (24 per 1.000
kelahiran hidup), khusus DIY <19 per 1.000 kelahiran hidup.
Kesehatan
Masyarakat
• Pemberian
Kementerian
Kesehatan
•
Cakupan imunisasi di tingkat regional harus mencapai sasaran nasional sebesar 90% pada
• Pemberian
imunisasi dasar
kepada balita.
tahun 2014.
Kesehatan
Masyarakat
• Penyediaan akses
Kementerian
Kesehatan
• Tersedianya akses air bersih di tingkat regional hingga mencapai sasaran nasional sebesar 67%,
khusus DIY >78%.
Kementerian PU
•
Tersedianya akses minum di tingkat regional hingga mencapai sasaran nasional sebesar 67%
• Penyediaan akses
sumber air bersih.
Kementerian PU
•
Tersedianya akses minum di tingkat regional hingga mencapai sasaran nasional sebesar 67%,
khusus DIY >78%.
Kementerian PU
•
Tersedianya akses minum di tingkat regional hingga mencapai sasaran nasional sebesar 67%,
khusus DIY >78%.
Kesehatan
Masyarakat
Kementerian PU
•
Meningkatnya akses sanitasi dasar di tingkat regional (terutama di Ibukota Provinsi) hingga
i
i
l
b
75%
d d k
b l
t h
2014
Masyarakat
• Peningkatan akses
sanitasi dasar
berkualitas.
mencapai sasaran nasional sebesar 75% penduduk sebelum tahun 2014.
Kementerian
Kesehatan
•
Meningkatnya akses sanitasi dasar di tingkat regional hingga mencapai sasaran nasional
sebesar 75% penduduk sebelum tahun 2014.
41SUBSTANSI INTI/KEGIATAN PRIORITAS
INSTANSI PELAKSANA
SASARAN PELAKSANAAN DI WILAYAH SUMATERA JAWA BALI KALIMANTAN SULAWESI NUSA
TENGGARA MALUKU PAPUA
Matrik Buku III (2)
Sarana Kesehatan • Peningkatan kualitas layanan rumah sakit berakreditasi internasional. Kementerian Kesehatan • Meningkatnya kualitas layanan rumah sakit berakreditasi internasional • Meningkatnya kualitas layanan rumah sakit berakreditasi internasional • Meningkatnya kualitas layanan rumah sakit berakreditasi internasional internasional di Medan (Sumatera Utara). internasional di DKI Jakarta, DIY, Denpasar. internasional di Makasar (Sulawesi Selatan). Obat • Pemberlakuan Daftar Obat Kementerian Kesehatan Esensial Nasional (DOEN) sebagai dasar pengadaan obat di seluruh Indonesia dan pembatasan harga obat generik bermerek pada tahun 2010.
•
Pemberlakuan DOEN akan diterapkan secara nasional.
A i K h t N i l K t i Asuransi Kesehatan Nasional • Perluasan asuransi kesehatan nasional melalui: i) pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat miskin; ii) pelayanan kesehatan rujukan bagiKementerian Kesehatan
•
100% keluarga miskin memperoleh pelayanan asuransi pada 2011.
•
Secara bertahap seluruh keluarga Indonesia mendapatkan pelayanan asuransi antara tahun
kesehatan rujukan bagi masyarakat miskin; iii) pembinaan, pengembangan pembiayaan dan jaminan pemeliharaan kesehatan.2012‐2014.
Keluarga Berencana BKKBN • Peningkatan kualitas dan jangkauan layanan KB melalui klinik pemerintah dan swasta melalui: pengembangan Kebijakan dan Pembinaan kesertaan ber KB. Kementerian Kesehatan•
23.500 klinik KB pemerintah dan swasta di 33 provinsi melayani KB.
•
23.500 klinik KB pemerintah dan swasta di 33 provinsi mendapatkan dukungan sarana dan
prasarana.
SUBSTANSI INTI/KEGIATAN PRIORITAS INSTANSI PELAKSANA SASARAN PELAKSANAAN DI WILAYAH SUMATERA JAWA BALI KALIMANTAN SULAWESI NUSA
TENGGARA MALUKU PAPUA
Matrik Buku III (3)
Pengendalian Penyakit Menular • Penurunan prevalensi Tuberculosis dari 235 menjadi 224 Kementerian Kesehatan Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular pada 2014, yang ditandai Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular pada 2014, yang ditandai Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular pada 2014, yang ditandai Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular pada 2014, yang ditandai Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular pada 2014, yang ditandai Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular pada 2014, yang ditandai Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular pada 2014, yang ditandai 235 menjadi 224 per 100.000 penduduk. • Penurunan kasus malaria (Annual Parasite Index‐API) dengan: • Menurunnya prevalensi Tuberculosis dari 235 menjadi 224 dengan: • Menurunnya prevalensi Tuberculosis dari 235 menjadi 224 dengan: • Menurunnya prevalensi Tuberculosis dari 235 menjadi 224 dengan: • Menurunnya prevalensi Tuberculosis dari 235 menjadi 224 dengan: • Menurunnya prevalensi Tuberculosis dari 235 menjadi 224 dengan: • Menurunnya prevalensi Tuberculosis dari 235 menjadi 224 dengan: • Menurunnya prevalensi Tuberculosis dari 235 menjadi 224 dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk. • Pengendalian prevalensi HIV pada populasi dewasa (persen) hingga menjadi 224 per 100.000 penduduk. • Menurunnya kasus malaria (Annual P it menjadi 224 per 100.000 penduduk. • Menurunnya kasus malaria (Annual P it I d menjadi 224 per 100.000 penduduk. • Menurunnya kasus malaria (Annual P it I d menjadi 224 per 100.000 penduduk. • Menurunnya kasus malaria (Annual P it I d menjadi 224 per 100.000 penduduk. • Menurunnya kasus malaria (Annual P it I d menjadi 224 per 100.000 penduduk. • Menurunnya kasus malaria (Annual P it I d menjadi 224 per 100.000 penduduk. • Menurunnya kasus malaria (Annual P it I d (p ) gg menjadi < 0,5. Parasite Index‐API) dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk. Parasite Index‐ API) di bawah 0,4 per 1.000 penduduk (khusus Jatim dibawah 0.18 per 1000 Parasite Index‐ API) dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk. Parasite Index‐ API) dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk. Parasite Index‐ API) dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk. Parasite Index‐ API) dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk. Parasite Index‐ API) dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk. • Terkendalinya prevalensi HIV pada populasi per 1000 penduduk. • Terkendalinya prevalensi HIV pada populasi • Terkendalinya prevalensi HIV pada populasi • Terkendalinya prevalensi HIV pada populasi • Terkendalinya prevalensi HIV pada populasi • Terkendalinya prevalensi HIV pada populasi • Terkendalinya prevalensi HIV pada populasi dewasa (persen) hingga menjadi < 0,5. dewasa (persen) hingga menjadi < 0,5 dewasa (persen) hingga menjadi < 0,5. dewasa (persen) hingga menjadi < 0,5. dewasa (persen) hingga menjadi < 0,5. dewasa (persen) hingga menjadi < 0,5. dewasa (persen) hingga menjadi < 0,5. 43
SUBSTANSI INTI/KEGIATAN PRIORITAS INSTANSI PELAKSANA SASARAN PELAKSANAAN DI WILAYAH SUMATERA JAWA BALI KALIMANTAN SULAWESI NUSA
TENGGARA MALUKU PAPUA
Matrik Buku III (4)
PRIORITAS TENGGARA Perbaikan Gizi • Penurunan prevalensi kekurangan gizi (terdiri dari gizi‐ Kementerian Kesehatan • Menurunnya prevalensi kekurangan gizi (terdiri dari gizi‐ kurang dan • Menurunnya prevalensi kekurangan gizi (terdiri dari gizi‐ kurang dan • Menurunnya prevalensi kekurangan gizi (terdiri dari gizi‐ kurang dan • Menurunnya prevalensi kekurangan gizi (terdiri dari gizi‐ kurang dan • Menurunnya prevalensi kekurangan gizi (terdiri dari gizi‐ kurang dan • Menurunnya prevalensi kekurangan gizi (terdiri dari gizi‐ kurang dan • Menurunnya prevalensi kekurangan gizi (terdiri dari gizi‐ kurang dan kurang dan gizi‐ buruk) pada anak balita dari 18,4 menjadi <15 persen pada 2014. kurang dan gizi‐buruk) pada anak balita dari 18,4 menjadi <15 persen d 2014 kurang dan gizi‐buruk) pada anak balita dari 18,4 menjadi <14 persen d 2014 kurang dan gizi‐buruk) pada anak balita dari 18,4 menjadi <15 persen d 2014 kurang dan gizi‐buruk) pada anak balita dari 18,4 menjadi <15 persen d 2014 kurang dan gizi‐buruk) pada anak balita dari 18,4 menjadi <15 persen d 2014 kurang dan gizi‐buruk) pada anak balita dari 18,4 menjadi <15 persen d 2014 kurang dan gizi‐buruk) pada anak balita dari 18,4 menjadi <15 persen d 2014 pada 2014. pada 2014, khusus DIY dibawah 10%.
pada 2014. pada 2014. pada 2014. pada 2014. pada 2014.