• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN FIELDTRIP SURVEI TANAH DAN EVALU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN FIELDTRIP SURVEI TANAH DAN EVALU"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN FIELDTRIP

SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN

DI DESA TULUNGREJO KECAMATAN BUMIAJI

BATU MALANG

Kelompok 1

Asiseten: Aditya Nugraha Putra, S.P

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

(2)

DAFTAR KELOMPOK Kelompok 1 :

(3)

DAFTAR ISI

DAFTAR KELOMPOK ... i

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

2.1 Waktu dan Tempat ... 3

2.3 Alur Kerja ... 9

2.3.1 Tahap Pra Survei ... 9

2.3.2 Tahap Pelaksanaan di Lapang ... 10

2.4 Persiapan Peta Kerja ... 11

2.6 Perizinan ... 11

2.7 Pengamatan Morfologi Tanah di Lapangan ... 11

2.8 Pengukuran pH Tanah ... 14

2.9 Evaluasi Lahan ... 15

2.9.1 Kemampuan Lahan ... 15

2.9.2 Kesesuaian Lahan ... 17

2.10 Analisis Kelayakan Usahatani... 20

A. Biaya Tetap ... 21

C. Break Even Point ... 21

D. R/C Ratio ... 22

E. B/C Ratio ... 22

III. Hasil dan Pembahasan Survei ... 23

3.1.1 Bahan Induk Tanah ... 23

3.1.2 Bentuk Lahan ... 25

3.1.3 Kemiringan Lahan ... 28

3.1.4 Penggunaan Lahan dan Vegetasi ... 30

3.1.5 a) Drainase, b) Kedalaman Efektif, c) Batuan Permukaan, d) Bahan Kasar, e) Erosi, f) Bahaya Banjir... 32

(4)

3.3 Klasifikasi Tanah ... 41

3.4 Kemampuan Lahan ... 43

3.5 Kesesuaian Lahan ... 45

3.5.1 kesesuaian actual ... 47

3.5.2 Kesesuaian Potensial ... 48

3.6 Kelayakan Usaha Tani di Lokasi Penelitian ... 48

4.1 Kesimpulan ... 53

4.2 Saran ... 55

(5)

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Praktikum Stela ... 3

Tabel 2. Alat dan Bahan ... 5

Tabel 3 kelas kemapua lahan ... 15

Tabel 4. Kelas Kesuaian Lahan untuk Padi Gogo ... 18

Tabel 5 Morfologi tanah dan simbol horizon ... 35

Tabel 6 hasil pemboran tanah ... 36

Tabel 7 hasil survei tanah ... 37

Tabel 8 Hasil Pemboran Tanah Minipit (3x pemboran)... 38

Tabel 9 klasifikasi tanah ... 42

Tabel 10 kemampuan lahan pada plot 1 ... 43

Tabel 11 kemampuan lahan pada plot 2 ... 44

Tabel 12 kelas kemampuan lahan ... 44

Tabel 13 kesesuaian lahan pada plot 1(Komoditas jagung) ... 45

Tabel 14 kesesuaian lahan pada plot 2 (Komoditas Sawi) ... 46

Tabel 15 kelas dan faktor pembatas ... 47 DAFTAR TABEL

(6)

DAFTAR GAMBAR

NO. NAMA GAMBAR HALAMAN

Gambar 1. Peta administrasi lokasi survei ... 4

Gambar 2 Peta Geologi Tempat Penelitian (Kec. Bumiaji) ... 23

Gambar 3 Peta Bentuk Lahan Tempat Penelitian (Kec. Bumiaji) ... 25

(7)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Survei tanah adalah metode atau cara mengumpulkan data dengan turun langsung kelapangan. Data yang diperoleh berupa data

fisik, kimia, biologi, lingkungan, dan iklim. Kegiatan survei terdiri dari kegiatan dilapangan, analisis di laboratorium, mengklasifikasikan tanah kedalam sistem taksonomi atau sistem klasifikasi tanah, melakukan pemetaan tanah atau interpretasi atau penafsiran dari survei tanah dan ahli teknologi pertanian (Abdullah, 1996). Sementara Sitorus

(1998) menyatakan bahwa evaluasi lahan pada hakekatnya merupakan proses pendugaan potensi sumber daya lahan untuk berbagai kegunaan dengan cara membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan dengan sifat sumber daya yang ada pada lahan tersebut.

Dari dua pengertian tersebut maka survei tanah dan evaluasi lahan merupakan metode atau cara mengumpulkan data dengan turun langsung ke lapangan yang merupakan proses pendugaan potensi sumber daya lahan pada suatu daerah tertentu. Kegiatan survei tanah dan evaluasi lahan pada praktikum ini adalah di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Lahan pada daerah ini memiliki tingkat kemiringan sekitar 10%, dimana tingkat kemiringan tersebut

masuk kemampuan lahan kelas S2.

Tujuan survei tanah dan evaluasi lahan tersebut adalah untuk mengetahui kondisi fisiografi dan morfologi dari lahan yang ada di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Kota Batu, sehingga dapat

(8)

1.2Tujuan

1. Untuk memahami dan menjelaskan pengertian dan membedakan satuan peta dan satuan taksonomi.

2. Untuk memberi nama satuan peta tanah pada berbagai kategori dan berbagai skala peta.

(9)

II. METODE 2.1 Waktu dan Tempat

Waktu : Dilaksanakan Hari Sabtu, 17 Oktober 2015 Tempat : Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Berikut merupakan jadwal kegiatan yang dilaksanakan pada hari

tersebut:

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Praktikum Stela No Waktu

(WIB)

Durasi( menit)

Kegiatan

1 04.00-09.00 300’ Pemberangkatan asisten dan praktikan

2 09.00-09.45 45’ Materi Pendahuluan :

1. Penggunaaan GPS menuju titik pengamatan yang telah ditetapkan

2. Teknik membaca peta (google

eart dan kontur, lereng, geologi, dan administrasi)

3.Pengamatan kondisi fisiografi

3 09.45-10.30 45’ Pembuatan minipit dan profil tanah

4 10.30-11.15 45’ Identifikasi tanah

5 11.15-11.30 15’ Pindah ke titik selanjutnya

6 11.30-12.00 30’ Identifikasi tanah

7 12.00-12.15 15’ Pindah ke titik selanjutnya

8 12.15-12.45 30’ Identifikasi tanah

9 12.45-13.15 30’ Ishoma

10 13.15-14.15 60’ Klasifikasi tanah

(10)

12 14.45-16.00 75’ Kesesuaian lahan aktual dan potensial

13 16.00-16.15 15’ Penutupan

Gambar 1. Tempat: Pengamatan fieldtrip survei tanah dan Evaluasi Lahan di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.

(11)

2.2 Alat dan Bahan

Alat bahan yang digunakan pada praktikum ini merupakan alat yang digunakan pada saat kegiatan pra survei dan pelaksanaan. Jenis dan fungsi dari alat dan bahan disajikan pada table 1:

Tabel 2. Alat dan Bahan

No. Tahapan Alat/Bahan Fungsi

1. Pra Survei 1.Alat tulis Menggambar

bayangan berupa titik yang dihasilkan oleh stereoskop cermin untuk mengetahui tingkat kefokusan mata praktikan pada

laboratorium.

2. Stereoskop cermin Untuk melihat dan mengidentifikasi land use dan

landform yang ada di daerah Kediri

3. Foto Udara Sebagai bahan yang

akan dilihat pada stereoskop cermin

4. Mika bening Untuk menggambar hasil delineai landform dan land use dari foto udara

(12)

yang akan diinterpretasikan landform dan land use nya pada stereoskop cermin

6. Spidol OHP Untuk penulisan dan deliniasi batas-batas landform pada mika bening

7. Mistar 50 cm Untuk menggaris

bayangan yang didapatkan dari stereoskop cermin 8. Aplikasi ArcGIS Aplikasi software

untuk mengubah peta yang belum memilki koordinat menjadi peta yang memiliki koordinat dan skala

9. Komputer Untuk menjalankan aplikasi ArcGIS

2. Pelaksanaan 1. Modul Untuk memberikan panduan tentang cara praktikum fieldtrip di lapang

2. Alat tulis Untuk mencatat hasil fieldtrip di lapang

(13)

kemampuan 6. Morfologi Mengetahui

ketebalan horizo,

8. Peta Geologi Untuk mengetahui jenis tanah pada tempat fieldtrip

(14)

kelerengan dari tempat fieldtrip

10.Cangkul Untuk membuat minipit tanah 13.Pisau Untuk membatasi

lapisan horizon pada

15.Plastik Untuk membungkus tanah sebagai sampel

16.Klinometer Untuk mengetahui kelerengan pada tempat fieldtrip

17.GPS Untuk menentukan titik pengamatan pada saat fieldtrip

18.Botol air+air Untuk mengetahui tekstur tanah

(15)

memperjelasbatasan-batasan horizon saat di dokumentasi

20.Meteran (roll meter) 2 meter

Untuk mengetahui kedalaman minipit saat fieldtrip

21.PH meter Untuk mngethaui pH tanah yang dgunakan sebagai sampel

22.Kamera Untuk dokumentasi saat praktikum lapang.

2.3 Alur Kerja

2.3.1 Tahap Pra Survei a. Laboratotium SIG

Pemberangkatan dari UB kampu IV ke UB kampus Malang

Persiapan alat dan bahan di laboratorium

Pengamatan peta menggunakan stereoskop cermin untuk mengetahui gambaran dari land use dan landform pada

peta udara

Menginterpretasikan hasil landform dan land use yang sudah di delineasi

(16)

b. Laboratorium PJP

2.3.2 Tahap Pelaksanaan di Lapang

Menyalakan komputer dan membuka aplikasi ArcGIS

Mengambil data yang ada pada folder UB kampus IV

Merubah peta yang belum memiliki koordinat dan skala menjadi peta yang memilki koordinat dan skala pada

aplikasi ArcGIS

Mendelineasi peta yang sudah memiliki koordinat dan skala

Interpretasi dari delineasi yang sudah dilakukan

Berangkat dari UB kampus IV menuju ke lahan fieldtrip Bumiaji

Identifikasi peta penggunaan lahan, kesesuaian lahan, geologi, dan administrasi

Pembuatan minipit

Pengamatan morfologi tanah

Pengamatan fisiologi tanah

Dokumentasi

(17)

2.4 Persiapan Peta Kerja

Peta kerja yang digunakan dalam survei lapang di Bumiaji ada empat macam yakni:

1. Peta Geologi 2. Peta Jenis Tanah 3. Peta Administrasi 4. Peta Penggunaan lahan

Keempat peta tersebut diperoleh dari tim asisten survei tanah dan evaluasi lahan 2015. Peta-peta tersebut sangat berfungsi untuk membantu memperlancar kegiatan fieltrip. Peta tersebut diperoleh dalam bentuh soft copy lalu kemudian diprint dalam kertas foto dan dibawa kelapang untuk membentu memperlancar kegiatan fieltrip.

2.5 Metode Penentuan Titik Pengamatan

Dalam mentukan titik pengamatan harus di tempat yang representative sesuai dengan tujuan kajian yang dilakukan. Beberapa hal yang penting dalam penentuan lokasi pembuatan minipit tersebut adalah :

1. Berada jauh dari lokasi penimbunan sampah, tanah galian atau bekas bangunan, kuburan atau bahan-bahan lainnya.

2. Berjarak > 50m dari pemukiman, pekarangan, jalan, saluran air dan bangunan lainnya.

3. Pada daerah berlereng, profil dibuat searah lereng.

2.6 Perizinan

Untuk perizinan dilakukan oleh asisten dosen dan asisten praktikum dari UB Malang, sehingga praktikan langsung ke lokasi fieldtrip untuk melakukan fieldtrip lapang.

2.7 Pengamatan Morfologi Tanah di Lapangan

(18)
(19)

Adapun langkah-langkah pengamatan morfologi tanah pada lahan adalah:

Siapkan alat dan bahan

Buat lubang minipit pada lahan yang akan diteliti

Buat batas berdasarkan kenampakan perbedaan-perbedaan yang terlihat jelas di tanah

Tusuk-tusuk bidang profil tanah menggunakan pisau untuk mengetahui konsistensi atau kepadatan keseluruhan profil.

Tentukan warna tanah, kepadatan dan tekstur tanah ,apabila sama maka perbedaan konsistensi, struktur, kenampakan redoksimorfik

dapat digunakan sebagai dasar penarikan batas horizon.

Setelah horizon ditentukan , letakkan meteran tegak lurus bidang profil tanah

Pasang sabuk profil, untuk menentukan jarak antar horizon tanah

Kemudian foto bidang profil yang diamati.

Tentukan tebal penampang horizon menggunakan meteran

Tentukan karakteristik tanah

(20)

2.8 Pengukuran pH Tanah

Tanah merupakan media tumbuh alami yang menyediakan makanan (unsur hara) bagi kelangsungan hidup tumbuh-tumbuhan (tanaman). Agar tanaman mampu berproduksi optimal berkesinambungan, kualitas tanah harus tetap dipertahankan. Kesalahan-kesalahan dalam pengolahan tanah dapat mengakibatkan kerusakan pada tanah, berakibat menurunkan produktifitas tanaman. Produktifitas tanah dalam menghasilkan produk pertanian sangat tergantung pada kemampuan suatu tanah dalam menyediakan unsur hara yang berimbang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Reaksi tanah secara umum dinyatakan dengan pH tanah. Kemasaman tanah bersumber dari asam organik dan anorganik serta H+ dan Al3+ dapat tukar pada misel tanah. Sedangkan tanah alkalis dapat bersumber dari hasil hidroksil dari ion dapat tukar atau garam-garam alkalis seperti : Belerang dan sebagainya.

Nilai pH tanah merupakan ciri kimia tanah yang sangat penting dalam menentukan kesuburan tanah karena ketersediaan unsur hara bagi tanaman sangat berkitan dengan nilai pH tanah. Semakin tinggi nilai pH tanah berarti semakin basa tanah tersebut. Populasi dan kegiatan mikroorganisme di dalam tanah juga sangat dipengaruhi oleh pH tanah. Pengukuran pH tanah dapat dengan berbagai cara, yaitu menggunakan kertas lakmus, pH meter dan pH tester. Selain itu PH tanah juga digunakan untuk mengukur tingkat kesuburan dari tanah tersebut.

(21)

nilai perlahan sampai akhirnya berhenti (stabil). Angka pada kondisi ini merupakan nilai pH. Dan dilakukan untuk semua titik sampel.

2.9 Evaluasi Lahan 2.9.1 Kemampuan Lahan

Kemampuan lahan adalah penilaian lahan secara sistematik dan pengelompkannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaanya secara lestari. Data hasil pengamatan data kemampuan lahan dimasukkan dalam table kelas kemampuan lahan survei (Tabel. 2.9.1) dengan beberapa kriteria tertentu.

Tabel 3. Kelas Kemampuan Lahan Survei Tabel 3 kelas kemapua lahan

No Faktor Pembatas Hasil Pengamatan Kelas

1

Tekstur

a. Tekstur Atas b. Tekstur Bawah

2 Lereng

3 Drainase

4 Kedalaman Efektif

5 Tingkat Erosi

6 Batuan/Kerikil

7 Bahaya banjir

Kelas Kemampuan Lahan

Sub Kelas Kemampuan Lahan

(22)

penghambat. Tingkat terendah adalah Unit yang merupakan pengelompokan lahan yang mempunyai respon sama terhadap sistem pengelolaan tertentu.

Secara umum sistem ini menggunakan delapan Klas. Apabila makin besar faktor penghambatnya dan makin tinggi Klasnya maka akan semakin terbatas pula penggunaannya. Pembagian Klas-klas tersebut adalah sebagai berikut :

 Klas I – IV dapat digunakan untuk sawah, tegalan atau

tumpangsari

 Klas V untuk tegalan atau tumpangsari dengan tindakan

konservasi tanah

 Klas VI untuk hutan produksi

 Klas VII untuk hutan produksi terbatas  Klas VIII untuk hutan lindung

Adapun penghambat yang digunakan adalah e (erosi), w (drainase), s (tanah), c (iklim) dan g (kelerengan). Pada klasifikasi ini dikenal prioritas penanganan penghambat berdasarkan tingkat kemudahan penanganannya. Pada kelas yang sama, bilamana mempunyai beberapa penghambat maka akan dipilih prioritas penghambat yang paling besar. Urutan prioritas penghambat tersebut adalah (dari yang paling mudah diatasi) e – w – – s – c – g. Jadi apabila hasil klasifikasi dalam satu unit lahan menunjukkan Klas IVe, IVw dan IVs, maka akan ditetapkan sebagai Klas IVs karena mempunyai jenis penghambat yang paling sulit ditangani.

Deskripsi tiap Klas, Sub Klas dan Unit dalam sistem klasifikasi KPL mengikuti standar yang ada. Deskripsi tersebut dapat dinyatakan dalam satu tabel kriteria atau disebut juga tabel matching. Kriteria ini

(23)

tanah > 90 cm, lereng 0 – 8 % dan tidak ada batuan singkapan pada permukaan tanah.

2.9.2 Kesesuaian Lahan

Berbeda dengan klasifikasi ‘Kemampuan Lahan’ yang merupakan klasifikasi tentang potensi lahan untuk penggunaan secara umum, ‘Kesesuaian Lahan’ lebih menekankan pada kesesuaian lahan untuk jenis tanaman tertentu. Dengan demikian klasifikasi kemampuan dan kesesuaian lahan akan saling melengkapi dan memberikan informasi yang menyeluruh tentang potensi lahan.

Pada prinsipnya klasifikasi kesesuaian lahan dilaksanakan dengan cara memadukan antara kebutuhan tanaman atau persyaratan tumbuh tanaman dengan karakteristik lahan. Oleh karena itu klasifikasi ini sering juga disebut species matching. Klas kesesuaian lahan terbagi menjadi empat tingkat, yaitu : sangat sesuai (S1), sesuai (S2), sesuai marjinal (S3) dan tidak sesuai (N). Sub Klas pada klasifikasi kesesuaian lahan ini juga mencerminkan jenis penghambat. Ada tujuh jenis penghambat yang dikenal, yaitu e

(erosi), w (drainase), s (tanah), a (keasaman), g (kelerengan) sd (kedalaman tanah) dan c (iklim). Pada klasifikasi kesesuaian lahan tidak dikenal prioritas penghambat. Dengan demikian seluruh hambatan yang ada pada suatu unit lahan akan disebutkan semuanya. Akan tetapi dapat dimengerti bahwa dari hambatan yang disebutkan ada jenis hambatan yang mudah (seperti a, w, e, g dan sd) atau sebaliknya hambatan yang sulit untuk ditangani (c dan s).

(24)

mempunyai faktor penghambat c atau s sulit untuk diperbaiki keadaannya.

Prinsip klasifikasi kesesuaian lahan hampir sama dengan kemampuan lahan, yaitu: 1. Katagori Kelas diputuskan sesuai dengan Kelas kesesuaian terendah. 2. Pada kelas yang sama tetapi ada beberapa sub Kelas yang berbeda, semua sub kelas yang ada perlu disebut dan tidak ada prioritas.

Berukut adal tabel kriteria lahan berupa tanaman padi pada titik ke satu. Padi merupakan tanman yang paling dominan dari daerah lokasi survei.

(25)

agak

(26)

Sodisitas (xn)

Bahaya erosi sangat rendah

rendah– sedang

berat sangat berat

Bahaya banjir pertanian, tetapi hasilnya tidak sebesar pada lahan kelas s1

2.10 Analisis Kelayakan Usahatani

(27)

tidak untuk dugunakan. Adapun perhitungan dalam analisis kelayakan usaha tani antara lain:

A. Biaya Tetap

Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya relatif tetap, dan secara tetap dikeluarkan meskipun jumlah produksi banyak atau sedikit. Sehingga besarnya biaya tidak terpengaruh oleh besar kecilnya produksi yang dijalankan.

B. Biaya Variabel

Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya variabel per unit konstan (tetap) dengan adanya perubahan volume produksi.

C. Break Even Point

Menurut Soekartawi (2002) analisis BEP atau nilai impas adalah suatu teknis analisis untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variable, keuntungan, volume penjualan BEP dalam penelitian merupakan pengukuran dimana kapasitas riil pengolahan bahan baku menjadi output menghasilkan total penerimaan yang sama dengan pengeluaran BEP dalam unit dan dalam Rupiah yang dirumuskan sebagai berikut:

1. BEP Rp/unit

Keterangan

TC = total biaya Q = Total produksi

2. BEP Unit

BEP Unit =

Keterangan

(28)

D. R/C Ratio

Menurut Kardiman (2006) R/C rasio merupakan metode analisis untuk mengukur kelayakan usaha dengan menggunakan rasio penerimaan (revenue) dan biaya (cost). Analisis kelayakan usaha digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian usaha dalam menerapkan suatu teknologi. Dengan kriteria hasil:

R/C > 1 berarti usaha sudah dijalankan secara efisien.

R/C = 1 berarti usaha yang dijalankan dalam kondisi titik impas/Break

Event Point (BEP).

R/C ratio < 1 usaha tidak menguntungkan dan tidak layak

Menurut Soetriono (2003) menyatakan bahwa secara sederhana dapat ditulis rumus perhitungan R/C rasio :

Penerimaan = PQ . Q Total Biaya = TFC + TVC

R/C ratio = {( PQ . Q) / (TFC + TVC)} Keterangan :

PQ = Harga output Q = Output

TFC = Total Biaya Tetap (fixed cost) TVC = Total Biaya Variabel (variable cost)

E. B/C Ratio

Metode Benefit Cost Ratio (BC Ratio) merupakan perbandingan antara nilai sekarang dari penerimaan atau pendapatan yang diperoleh dari investasi dengan nilai sekarang dari pengeluaran (biaya) selama investasi tersebut berlangsung dalam kurun waktu tertentu. Kriteria kelayakan apabila nilai BC Ratio > 1 dan dirumuskan dengan :

(29)

III. Hasil dan Pembahasan Survei

3.1 Kondisi Umum Wilayah 3.1.1 Bahan Induk Tanah

Gambar 2 Peta Geologi Tempat Penelitian (Kec. Bumiaji) Bahan induk adalah keadaan tanah pada waktu nol (time zero) dari proses pembentukan tanah. Melalui proses pelapukan, batuan

(30)

berubah menjadi bahan induk, dan dengan adanya proses pelapukan lebih lanjut serta proses-proses pembentukan tanah lain, bahan induk berubah menjadi tanah dalam waktu yang lama (Jenny,1941). Informasi geologi diperoleh dari Peta Geologi dengan skala 1:100.000 Lembar Malang. Secara umum tanah yang berkembang di Kecamatan Bumiaji berasal dari bahan vulkanik hasil gunungapi yang dipengaruhi oleh Gunung Arjuno dan Gunung Anjasmoro di bagian utara, dan Gunung Panderman di bagian selatan.

(31)

3.1.2 Bentuk Lahan

(32)

bentuklahan merupakan bentang permukaan lahan yang mempunyai relief khas karena pengaruh kuat dari struktur kulit bumi dan akibat dari proses alam yang bekerja pada batuan di dalam ruang dan waktu tertentu. Masing-masing bentuk lahan dicirikan oleh adanya perbedaan dalam hal struktur dan proses geomorfologi, relief/topografi dan material penyusun (Zmit, 2013).

Kondisi geologi dan proses pembentukan lahan menghasilkan bentuk lahan yang dipengaruhi oleh proses vulkanisme. Berdasarkan reliefnya, bentuk lahan di Kota Batu dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu: (1) jalur pelembahan sempit (Ac) dan jalur aliran lahar (Al), (2) dataran (P), (3) perbukitan (H), dan (4) pegunungan (M),

dimana, berdasarkan posisinya pada suatu lereng dan kemiringan lerengnya, masih dapat dibagi lagi menjadi berbagai macam bentuk lahan. Sebaran masing-masing bentuk lahan disajikan pada Gambar 7.

Jalur perlembahan tersebar di seluruh lokasi merupakan hasil proses denudasional/ pengikisan dari bentuk lahan asalnya. Pada beberapa jalur, ditumpuki oleh sedimentasi lahar tua atau debris. Kedalaman, lebar dan bentuknya tergantung lokasi jalur ini. Di bagian lereng atas pegunungan umumnya cukup lebar dan dalam dengan lemah bentuk V. Di bagian dataran, tidak terlalu lebar, tidak terlalu dalam dan berbentuk U.

Sistem dataran dijumpai di bagian tengah, merupakan dataran vulkanik antar pegunungan yang terbentuk oleh berbagai bahan hasil letusan dan atau sedimentasi hasil erosi dan atau longsor dari kawasan perbukitan/ pegunungan di atasnya. Berdasarkan atas posisi dan proses pegikisan yang dapat dibagi lagi ke beberapa subsistem, yaitu: dataran bagian bawah (Pl), bagian tengah (Pm), bagian atas (Pu), dataran yang

(33)

memiliki amplitudo ketinggian antara 50 – 300m. Berdasarkan atas posisi dan kemiringan lerengnya dapat dibedakan atas: puncak/ punggung perbukitan (Hp), pereng perbukitan (Hs), kaki perbukitan (Hc), dan lereng perbukitan yang tertoreh (Hd).

Sistem Pegunungan berapi di bagian lereng atas kompleks pegunungan yang ada, yaitu Gunung Arjuna-Welirang, Anjasmara dan Kawi-Butak. Berdasarkan atas konfigurasi permukaannya, grup ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, yaitu: Plato, spurs dan punggung gunung (Mp), kerucut gunung vulkanik pada bagian lereng atas (Mu), lereng-lereng gunung curam (Ms), bahan tertimbun akibat longsoran di gunung (Mc ), gunung tertoreh dengan punggung

tajam sejajar (Md), Kerucut gunung vulkanik terisolir, curam sampai sangat curam (Mi), dan bekas longsoran tanah di gunung (Ml).

(34)

3.1.3 Kemiringan Lahan

Gambar 4. Peta Kelerengan Tempat Penelitian (Kec. Bumiaji)

Berdasarkan pada daerah penelitian yakni plot 1 yang merupakan dataran yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah plot 2 namun merupakan satu daerah yang memiliki kelerengan yang searah. Kemiringan lereng di daerah penelitian sangat bervariasi dari datar sampai sangat curam. Lereng datar dijumpai pada dataran antar

(35)

Arjuna dan Anjasmara. Lereng terjal umumnya dijumpai pada tebing lereng hampir di semua lokasi.

Lereng datar sampai agak datar (<8%) sekitar 19.18% luas areal berada pada dataran vulkanik antar pegunungan. Lereng landai (8-15%) sekitar 16.8% luas wilayah pada dataran berombak di kaki perbukitan yang dimanfaatkan untuk lahan budidaya (tanaman pangan di Kecamatan Bumiaji dan Batu), dan sayuran dan atau buah-buahan di Kecamatan Bumiaji. Lereng agak curam (15-25%) sekitar 15.45% luas wilayah pada dataran berombak-bergelombang di kaki perbukitan yang budidaya tanaman pangan dan kebun campuran (Kecamatan Junrejo dan Batu) dan kebun apel dan atau sayuran di Kecamatan Bumiaji.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji yang digunakan sebagai tempat pelaksanaan praktikumsurveitanah dan evaluasi lahan ini berada pada kelerengan landai yakni berkisar 8-15% dan kelerengan agak curam yakni berkisar 15-25%, dan masing-masing penggunaan lahan disesuaikan dengan kelerengan lahannya. Pada lahan dengan kelerengan landai pada dataran yang berombak di kaki perbukitan penggunaan lahannya sebagai budidaya tanaman pangan, sayuran dan buah-buahan. Sedangkan untuk lahan dengan kelerengan agak curam pada dataran berombak-bergelombang di kaki perbukitan digunakan untuk budidaya tanaman pangan, kebun campuran, sayuran dan budidaya tanaman apel.

Sedangkan berdasarkan data kemiringan lereng yang didapat dari penggunaan alat klinometer pada kedua plot yakni plot 1 dan 2 diketahui kemiringan lahan di tempatsurveiDesa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji adalah 10% 50.

(36)

se-Kecamatan, sedangkan pada hasil penelitian atausurveidilakukan pada satu titik atau melalui satu plot atau dua plot yang lebih fokus. Pada datasurveidiperoleh 10% hasil kemiringan lahan yang masih termasuk dalam hasil data dari peta yang terdapat dua hasil yakni pada lereng landai <8% dan lereng agak curam 15-25%.

3.1.4 Penggunaan Lahan dan Vegetasi

Menurut Purwowidodo (1983) lahan mempunyai pengertian, “suatu lingkungan fisik yang mencakup iklim, relief tanah, hidrologi, dan tumbuhan yang sampai pada batas tertentu akan mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan”. Penggunaan lahan itu sendiri merupakan bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun spiritual (Arsyad, 1989:207). Sedangkan Luthfi Rayes (2007:162) menyatakan bahwa penggunaan lahan adalah penggolongan penggunaan lahan secara umum seperti pertanian tadah hujan, pertanian beririgasi, padang rumput, kehutanan, perkebunan atau

daerah rekreasi.

(37)

merupakan batas desa. Ttitik sampel plot ke-2 bertempat di wilayah desa yang sama yaitu Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Batu-Malag apabila dilihat dari peta geologi termasuk dalam daerah QPVA yaitu daerah batuan gunung api Anjasamara muda. Mengacu pada peta penggunaan lahan plot titik ke-2 termasuk dalam penggunaan lahan perkebunan.

Vegetasi sebagai mosaik komunitas tumbuhan dalam lansekap dan vegetasi alami diartikan sebagai vegetasi yang terdapat dalam lansekep yang belum dipengaruhi oleh manusia. Vegetasi merupakan sekumpulan dari berbagai jenis tumbuhan yang mendiami suatu kawasan dan di antara individu - individu penyusunnya terdapat

hubungan interaksi yang erat, baik antara tumbuhan itu sendiri maupun dengan hewan yang hidup dalam vegetasi itu, dengan demikian vegetasi bukan hanya kumpulan dari individu-individu tumbuhan saja melainkan membentuk suatu kesatuan yang saling bergantung satu sama lain yang disebut sebagai suatu komunitas tumbuh - tumbuhan (Marsono, 1997).

Pada titik ke- 1 N2 (minipit) ini masih termasuk pada vegetasi alami yakni hutan dengan kondisi iklim submontana altitude 1000-2000 m. Sedangkan untuk jenis vegetasi alami yang terdapat di sekitar daerah titik 1 N2 meliputi rumput, ilalang, ecaliptus (tanaman minyak kayu putih), pohon paitan, semak dan pohon juwek. Untuk lahan pertanian di daerah titik 1 N2 digunakan sebagai kebun campuran. Jenis tanaman yang ditanam disana adalah tanaman jambu dan kersen.

Melihat keadaan lapangan yang sebenarnya pada plot titik ke-2 vegetasi alaminya termasuk belukar dengan kondisi iklim submontana altitude 1000-2000 m. Untuk jenis vegetasi alami yang terdapat di

(38)

sampel tanah di titik ke-2 merupakan bagian lahan persawahan yang sedang diberokan, bekas penanaman bawang merah. Jenis tanaman yang ditanam disana selain bawang merah adalah sayuran seperti bunga kol yang di tumpangsari dengan tanaman apel.

Dari hasil pengamatan vegetasi tersebut, terlihat jelas bahwa ada perbedaan jenis vegetasi yang tumbuh di kedua sampel titik plot yang berbeda. Hal ini tentu terlihat jelas karena adanya perbedaan kelerengan di kedua daerah titik tersebut dimana pada plot titik ke-1 kelerengannya lebih tinggi dan lebih curam dibandingkan pada plot titik ke-2. Sehingga dengan mengacu pada perbedaan kelerengan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kelerengan juga

mempengaruhi macam vegetasi yang terdapat pada suatu wilayah. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjowigeno (1993) yang menyatakan bahwa perbedaan lereng juga menyebabkan perbedaan banyaknya air tersedia bagi tumbuh-tumbuhan, sehingga mempengaruhi pertumbuhan vegetasi di tempat tersebut. Lahan yang mempunyai kemiringan dapat lebih mudah terganggu atau rusak,lebih-lebih bila derajat kemiringannya besar. Tanah yang mempunyai kemiringan >15% dengan curah hujan yang tinggi dapat mengakibatkan longsor tanah (Kartasapoetra,1990 dalam Andrian, 2014).

3.1.5 a) Drainase, b) Kedalaman Efektif, c) Batuan Permukaan, d) Bahan Kasar, e) Erosi, f) Bahaya Banjir

a) Drainase

(39)

Sedangkan untuk daerah survei titik ke-2, juga memiliki kelas drainase yang baik, namun untuk permeabilitasnya sedang yaitu 0.6-6.0 cm/jam, dan kemampuan runoff yang cepat serta terdapat pengelolaan air atau drainase buatan berupa embung yang diletakkan disamping lahan pertanian. Adanya embung, membuktikan bahwa di daerah survei titik ke-2 sudah menerapkan adanya teknik konservasi air.

b) Kedalaman Efektif

Kedalaman tanah efektif berpengaruh terhadap kepekaan tanah pada erosi. Menurut Hardjowigeno (2007:57), “Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus oleh akar tanaman”. Kedalaman tanah sampai lapisan kedap air menetukan banyaknya air yang dapat diserap tanah, dengan demikian mempengaruhi besarnya aliran permukaan. Menurut Arsyad (1989:226) kedalaman tanah efektif diklasifikasikan sebagai berikut:

No. Kedalaman tanah (cm) Kelas

1. > 90 Dalam

2. 90 – 50 Sedang

3. 50 – 25 Dangkal

4. < 25 Sangat Dangkal

Sumber: Arsyad, (1989:226)

Dari hasil pengamatan survei di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Batu-Malang, pada titik survei ke-1 N2 kedalaman efektifnya adalah 1 m. Jadi, menurut Arsyad (1989:226) pada titik survei ke-1 ini

(40)

c) Batuan Permukaan

Berdasarkan pengamatan pada survei titik ke-1 dan pada survei titik ke-2, tidak ditemukan batuan permukaan seperti kerikil, dikarenakan telah melapuk dan pada kenyataan kondisi lahan survei pada titik ke-1 telah digunakan sebagai agroforestri dan pada titik ke-2 telah digunakan sebagai lahan perkebunan dan lahan pertanian.

d) Bahan Kasar

Pada data pengamatan survei titik ke-1 dan titik ke-2 juga tidak ditemukan batuan kasar yang berupa kerikil.

e) Erosi

Menurut Sarief (1985:109), “Erosi adalah proses pengikisan lapisan tanah dipermukaan sebagai akibat dari tumbukan butir hujan dan aliran air permukaan”. Tanah di bagian bawah lereng mengalami erosi lebih besar daripada di bagian atas lereng karena semakin ke bawah, air terkumpul semakin banyak dan kecepatan aliran juga meningkat, sehingga daya erosinya besar (Utomo, 1989:36). Lereng yang semakin curam dan semakin panjang akan meningkatkan kecepatan aliran permukaan dan volume air permukaan semakin besar, sehingga benda yang bisa diangkut akan lebih banyak (Martono, 2004 dalam Andrian, 2014). Salah satu upaya untuk mengurangi tingkat

bahaya erosi pada kemiringan lahan dengan cara pembuatan teras (Kartasapoetra, dkk, 1987 dalam Andrian, 2014).

Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh, di daerah survei

(41)

f) Bahaya Banjir

Berdasarkan hasil dari survei tanah dan evaluasi lahan di daerah ini merupakan dataran tinggi yang berlereng. Sehingga pada plot titik ke-1dan titik ke-2 tidak ada bahaya terjadinya banjir yang diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi.

3.2 Morfologi Tanah

Tabel. 5 ringkasmorfologitanahdansimbol horizon besertapenjelasan.

Plot 1

Tabel 5morfologi tanah dan simbol horizon

No Hasil Survei Tanah Titik N2 (Minipit)

1 Jumlah/Nomor Horison 1 2 3

(42)

Ukuran >10 mm 5-10 mm 1-2 mm

Tingkat Kuat cukup Lemah

11 Tekstur Lempung

liat berdebu

Lempung liat berdebu

Lempung berdebu

12 Konsistensi Lembab Sangat

gembur

Lepas Lepas

Basah Tidak lekat Agak lekat Agak lekat

13 Plastisitas Tidak Plastis Tidak Plastis Sangat Plastis

14 Horison Penciri Epipedon Okrik

Epipedon Okrik Endopedon Kambik

Tabel. 6 Hasil Pemboran Tanah Minipit (4x pemboran) Tabel 6 hasil pemboran tanah

No Pemboran 1 2 3 4

1 Warna 10YR 4/4 10YR 4/6 10YR 6/6 10YR 5/8

2 PH 7,5 7,3 7,1 6,4

(43)

PLOT 2

Tabel 7 hasil survei tanah

No Hasil Survei Tanah Titik N2 (Minipit)

1 Jumlah/Nomor

Liat berdebu Liat berdebu

12 Konsisten si

Lembab lepas Lepas Gembur Teguh

(44)

Tabel 8 Hasil Pemboran Tanah Minipit (3x pemboran) empat kali pengeboran. Horizon pertama memiiki kedalaman 32,33

cm. kedalaman di dapat dari hasil rata – rata tiga sisi minipit yaitu tepi kiri, tengah dan tepi kanan. Perakaran yang ada pada horizon ini banyak dengan ukuran sedang. Pori yang ada kasar dan banyak. Warna pada horizon ini coklat cerah dan memiliki struktur butir >10mm serta kuat. Untuk konsistensi lembab sangat gembur dan konsistensi basah tidak lekat. Konsistensi basah di dapat dengan penambahan sedikit air untuk mengetahuinya. Sementara plastisitasnya tidak plastis dengan horizon penciri epipedon okrik.

Horizon kedua, symbol horizon nya A2 memiliki kedalaman 41,33 cm. Jumlah perakarannya biasa (Bi) dengan ukuran halus. Pori horizon kedua memiliki pori sedang dan banyak. Warna yang tidak beda jauh dari horizon pertama namun sedikit gelap. Sementara untuk strukturnya memiliki tipe remah, ukuran 5-10 mm dan tingkat 13 Plastisitas Tidak

Plastis

Agag plastis

Agag Plastis Sangat plastis

(45)

kekuatan cukup. Tekstur tanah yang ada di horizon adalah lempung liat berdebu. Konsistensi lembab tanpa penambahan air adalah lepas dan setelah penambahan air atau konsistensi basahnya adalah agak lekat karena masih tertinggal di ujung jari. Plastisitasnya tidak plastis, di dapat dengan menggulung tanah yang sudah di beri air dan dirasakan dengan ibu jari dan telunjuk. Sementara horizon pencirinya epipedon okrik yang berada pada bagian atas.

Yang terakhir pada minipit ini yaitu horizon ke tiga. Dengan symbol A3, memiliki kedalaman horizon 52 cm. jumlah perakarannya adalah sedang dan memiliki serabut yang halus. Pori yang terdapat di horizon ini halus dan banyak/besar(Ba). Warna mulai agag gelap dan

strukturnya remah dengan ukuran 1-2 mm dan kekuatan lemah. Sementara teksturnya lempung berdebu dan konsistensi lembab nya lepas. Untuk konsistensi basahnya agag lekat. Sementara plastisitasnya dan horizon pencirinya adalah sangat plastis dan endopedon kambik.

Titik kedua, juga terletak di bumiaji namun terletak sedikit bawah dari lokasi kedua. Memiliki empat horizon dan tiga pengeboran. Horizon pertama, kedalaman horizon pada horizon pertama 9,67. Perakaran yang ada pada horizon ini banyak berukuran besar. Pori yang ada halus dan sedang. Warna pada horizon ini coklat kekuningan dan memiliki tipe remah halus dan ukuranya >10mm dan tingkat struktur pada horizon ini termasuk cukup untuk konsistensi lembab lepas dan konsistensi basah tidak lekat. Plastisitas pada horizon ini tidak plastis dengan horizon penciri epipedon okrik.

Horizon kedua, kedalaman horizon ini 27cm. Perakaran yang ada pada horizon ini banyak berukuran sedang dan pori yang ada halus serta cukup. Warna pada horizon ini coklat kehitaman dan memiliki

(46)

lepas dan untuk konsistensi basah agak lekat. Plastisitas pada horizon ini agak plastisitas dengan horizon penciri epideon okrik

Horizon ketiga, kedalaman horizon ini 51,67cm. Perakaran yang ada pada horizon ini banyak berukuran sedang dan pori yang ada halus serta cukup. Warna pada horizon ini coklat kehitaman dan memiliki tipe sudut dan ukuranya 10-20mm dan tingkat stuktur pada horizon ini termasuk kuat untuk tekstur liat berdebu untuk konsistensi lembab gembur dan untuk konsistensi basah lekat. Plastisitas pada horizon ini agak plastisitas dengan horizon penciri epideon kambik

Horizon keempat, kedalaman horizon ini 80cm. Perakaran yang ada pada horizon ini banyak berukuran sedang dan pori yang ada halus

dan cukup. Warna pada horizon ini coklat kehitaman dan memiliki tipe sudut dan ukuranya 5-10mm dan tingkat stuktur pada horizon ini termasuk kuat untuk tekstur liat berdebu untuk konsistensi lembab teguh dan untuk konsistensi basah lekat. Plastisitas pada horizon ini sangat plastisitas dengan horizon penciri epideon kambik. Morfologi yang ada seperti karatan, gejala redoksi morfik, dan gejala non redoksi morfik tidak ditemukan pada kedua plot tersebut.

Setiap plot yang telah di identifikasi horizon mempunyai warna tanah, tekstur, struktur dan konsistensi yang berbeda. Warna tanah yang di temukan kedua plot tersebut adalah coklat terang dan coklat kekuningan dan semakin gelap. Menurut Hardjowigeno (1992) bahwa warna tanah berfungsi sebagai penunjuk dari sifat tanah, karena warna tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terdapat dalam tanah tersebut. Penyebab perbedaan warna permukaan tanah umumnya dipengaruhi oleh perbedaan kandungan bahan organik. Makin tinggi kandungan bahan organik, warna tanah makin gelap.

(47)

sudah berkembang lanjut, dan (3) indikator kesuburan tanah atau kapasitas produktivitas lahan.

Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah dari fraksi tanah halus. Berdasarkan atas perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu, dan liat maka tanah dikelompokkan ke dalam beberapa macam kelas tekstur. Kelas kasar terdiri dari pasir dan pasir berlempung. Kelas agak kasar terdiri dari lempung berpasir dan lempung berpasir halus(Hakim, dkk. 1986).Kelas sedang terdiri dari lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, dan debu. Kelas agak halus terdiri dari lempung liat, lempung liat berpasir, dan lempung liat berdebu. Dan yang terakhir, kelas halus terdiri dari liat berpasir, liat berdebu, dan liat (Hardjowigeno, 2003).

3.3 Klasifikasi Tanah

SatuanPeta Tanah(1 angkatan) + penjelasan singkat Gambarp enampang tanah yang diamati dan table klasifikasi beserta uraian. Dari data yang didapat dari praktikum yang dilakukan pada plot 1 dan plot 2, diperoleh hasil berupa pada plot 1 diperoleh data berupa jenis tanah

dengan tekstur lempung liat berdebu, struktur butir – butir dengan konsistensi kuat dan lekat plastis dengan warna 10 YR 4/4; pada horizon 2 diperoleh data berupa jenis tanah dengan tekstur lempung liat berdebu, struktur remah dengan konsistensi agak lekat dan plastis dengan warna 10 YR 4/6; pada horizon 3 diperoleh data berupa jenis tanah dengan tekstur lempung berdebu, struktur remah dengan konsistensi lepas dan plastis dengan warna 10 YR 6/6 .

(48)

jenis tanah dengan tekstur Liat berdebu, struktur sudut dengan ukuran 5-10 mm, dengan konsistensi lepas agak lekat agak plastis dengan warna 10 YR 5/6 ; hasil pada horizon 3 diperoleh data berupa jenis tanah dengan tekstur liat berdebu, struktur sudut dengan ukuran 10-20mm dengan konsistensi teguh lekat agak plastis dengan warna 10 YR 5/6; pada horizon 4 diperoleh data berupa jenis tanah dengan tekstur liat berdebu, struktur sudut denga ukuran 5-10 mm dengan konsistensi

teguh lekat sangat plastis dengan warna 10 YR 5/6. Tabel 9 klasifikasi tanah

Parameter Titik I Titik II

Ordo Andisol Andisol

Endopedon kambik Argilik

Epipedon Okrik Okrik

Permeabilitas Cepat Sedang

Pada pengklasifikasian jenis tanah dapat di uraikan dengan Urutan  epipedon  endopedon  ordo  dst

Tanah pada titik plot1 ini memiliki Ordo andisol dengan epipedon okrik karena warna value dan kroma 4 pada kondisi lembab dan 6 pada kondisi kering. Endopedon kambik karena memiliki tekstur yang berlempung. Plot 1 memiliki permeabilitas cepat sehingga tidak terjadi genangan. Sedangkan pada plot 2 termasuk ordo andisol

epipedan okrik karena warna value dan kroma 4 pada kondisi lembab dan 6 pada kondisi kering. Endopedon argilik karena mengandung lebih banyak liat pada horison eluviasi dan terdapat selaput liat pada permukaan gumpalan struktur. Pada plot 2 ini memiliki permeabilitas

(49)

3.4 Kemampuan Lahan

Kemampuan lahan adalah sifat lahan yang menyatakan kesanggupannya untuk memberikan hasil optimum dalam penggunaannya secara lestari tanpa menimbulkan kerusakan lahan atau kerusakan lingkungan. Menurut USDA (dalam Arsyad, 1989), kelas kemampuan lahan dibedakan menjadi 8 kelas. Kelas I, II,III, dan IV termasuk lahan yang dapat diolah atau digarap untuk tanaman semusim, sedangkan kelas V,VI, VII dan VIII termasuk lahan yang tidak dapat digarap.

Tabel 10 kemampuan lahan pada plot 1

No Faktor Pembatas Hasil Pengamatan Kode Kelas 1 Tekstur

Tekstur Atas Lempung Liat berdebu

T2 I

Tekstur Bawah Lempung Liat berdebu

T2 I

2 Lereng 10 % l2 III

3 Drainase Baik d0 I

4 Kedalaman Efektif 1 m K0 I

5 Tingkat Erosi Ringan E1 I

6 Batuan/Kerikil 0 b0 III

7 Bahaya banjir Tidak pernah o0 I

Kelas Kemampuan Lahan III

Faktor Pembatas Tektur,erosi,batuan

(50)

Tabel 11 kemampuan lahan pada plot 2

No Faktor Pembatas Hasil Pengamatan Kode Kelas

1 Tekstur

Tekstur Atas Debu T3 I

Tekstur Bawah Liat berdebu t1 III

2 Lereng 10 % i2 III

3 Drainase Baik d0 I

4 Kedalaman Efektif 30 cm k2 IV

5 Tingkat Erosi Sedang E2 IV

6 Batuan/Kerikil 0 b0 b0

7 Bahaya banjir Tidak pernah o0 I

Kelas Kemampuan Lahan IV

Faktor Pembatas Kedalaman

efektif ,Erosi

Sub Kelas Kemampuan Lahan IV, k2. E2

Tabel 12 kelas kemampuan lahan

Plot Kelas Faktor pembatas

Plot 1 III Tekstur,erosi, batuan

Plot 2 IV Kedalaman efektif dan erosi

(51)

karena masih memungkinkan untuk berproduksi dengan sifat-sifat yang dimiliki. Namun untuk kedua lahan tersebut masih membutuhkan adanya pengolahan untuk digunakan sebagai lahan pertanian.

Menurut Rayes (2007), lahan yang memiliki kelas kemampuan lahan IV mempunyai kendala yang sangat berat sehingga membatasi pilihan penggunaan atau memerlukan tindakan pengelolaan yang sangat hati-hati atau keduanya. Kelas kemampuan lahan ini masih bisa untuk tanaman semusim, namun dengan pengelolaan yang hati-hati dan konservasi yang lebih sulit untuk diterapkan dan dipertahankan. Tanah didalam kelas IV dapat digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman pertanian, padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung atau suaka alam.

3.5 Kesesuaian Lahan

Tabel 13 kesesuaian lahan pada plot 1(Komoditas jagung) Persyaratan

Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) pada masa pertumbuhan

> 1600 S3

Kelembaban (%) > 42 S1

Ketersediaan oksigen (oa)

Drainase Baik S1

Media perakaran (rc)

Tekstur Halus S1

(52)

Kedalaman tanah (cm) >100 S1

Penyiapan lahan (lp)

Batuan di permukaan (%) 0% S1

Singkapan batuan (%) 0% S1

KELAS KESESUAIAN LAHAN S3

FAKTOR PEMBATAS Temperature,

curah hujan

SUB KELAS KESESUAIAN LAHAN S3 tc,wa

Tabel 14 kesesuaian lahan pada plot 2 (Komoditas Sawi) Persyaratan

Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) pada masa pertumbuhan

150 – 200 S3

Kelembaban (%) 40 – 80 S1

Ketersediaan oksigen (oa)

Drainase Baik S1

Media perakaran (rc)

Tekstur Halus S1

(53)

Kedalaman tanah (cm) 30 S3

Bahaya erosi (eh)

Lereng (%) 10% S2

Bahaya erosi Sangat rendah S1

Bahaya banjir (fh)

Genangan - S1

Penyiapan lahan (lp)

Batuan di permukaan (%) 0% S1

Singkapan batuan (%) 0% S1

KELAS KESESUAIAN LAHAN S3

FAKTOR PEMBATAS Rc, wa

SUB KELAS KESESUAIAN LAHAN S3rc,wa

Tabel 15 kelas dan faktor pembatas

Plot Kelas Faktor pembatas

Plot 1 S3 Tc, wa

Plot 2 S3 Rc, wa

3.5.1 kesesuaian actual

Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukan-masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala.

Plot 1Kesesuaian lahan aktualnya yaitu dengan komoditas jagung dengan faktor pembatasnya adalah temperature dan curah hujan. Pada kesesuaian lahan aktual termasuk kedalam kelas S3. Sehingga termasuk dalam kelas kurang sesuai.

(54)

kedalaman tanah dan curah hujan sehingga kedalaman efektif dan curah hujan di daerah tersebut kurang sesuai untuk komoditas Sawi.

3.5.2 Kesesuaian Potensial

Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih sesuai.

Pada plot 1 kesesuaian lahan potensialnya yaitu untuk komoditas jagung kurang sesuai dengan faktor pembatasnya adalah temperatur dan curah hujan. Faktor pembatas temperatur tersebut tidak dapat di perbaiki, sedangkan untuk faktor pembatas curah hujan dapat di perbaiki dengan sisitem irigasi pada tingkat pengelolaan sedang. Sehingga faktor pembatas dapat diatasi sehingga kelas kesesuaian lahan yang kelas aktualnya kurang sesuai (s3) manjadi agak sesuai (s2).

Untuk kesesuaian lahan potensial pada plot 2 dengan komoditas Sawi, dapat dilakukan pengolahan tanah pada daerah tersebut karena dilahan tersebut faktor pembatasnya adalah kedalaman efektif dan curah hujan. Faktor pembatas kedalaman efektif tersebut dapat di perbaiki kecuali pada lapisan padas lunak dan tipis dengan membongkarnya saat pengolahan tanah dengan tingkat pengelolaan tinggi, sedangkan untuk faktor pembatas curah hujan dapat di perbaiki dengan sisitem irigasi pada tingkat pengelolaan sedang. Sehingga faktor pembatas dapat diatasi sehingga kelas kesesuaian lahan yang kelas aktualnya kurang sesuai (s3) manjadi agak sesuai (s2).

3.6 Kelayakan Usaha Tani di Lokasi Penelitian

(55)

a) Analisa Biaya Usahatani Plot 1 Komoditi Jagung Diketahui : TVC = Rp 7.295.000

TFC = Rp 5.032.025  Total Cost (TC)

= Total Biaya Tetap (TFC) + Total Biaya Variabel (TVC) = Rp5.032.025 + Rp 7.295.000

= Rp 12.327.025

 Total Revenue (TR)

Diketahui Produktivitas Jagung adalah 6 ton/Ha

Harga Jagung per November 2015 adalah Rp 4.500.000/ton Total Revenue (TR)

= Kuantitas (Q) x Harga (P)

= 6 ton x Rp 4.500.000 = Rp 28.000.000

 Keuntungan (π)

= Total Revenue (TR) – Total Cost (TC) = Rp 28.000.000 - Rp 12.327.025 = Rp 15.672.975,-

 Analisis Kelayakan Usahatani Jagung di Plot 1

RC Rasio

=

=

= 2,27 %

(56)

 Analisa BEP

 BEP Penerimaan_Jagung

Berdasarkan hasil perhitungan BEP penerimaan

didapatkan nilai impas harga jual (tudak untung atau rugi) sawi sebesar , apabila petani dapat menjual diatas nilai tersebut maka akan mendapatkan keuntungan, apabila petani menjual di bawah niali tersebut maka petani akan rugi.

 BEP Unit jagung

=

Berdasarkan hasil perhitungan BEP unit komoditas sawi didapatkan nilai impas jumlah prouksi (tidak untung atau rugi) komoditas sawi sebesar atau setara dengan 5,4 ton apabila

petani dapat memproduksi diatas nilai tersebut maka akanmendapatkan keuntungan, apabila petani memperoleh produksi di bawah niali tersebut maka akan rugi.

(57)

TFC = Rp 3.350.950  Total Cost (TC)

= Total Biaya Tetap (TFC) + Total Biaya Variabel (TVC) = Rp3.350.950 + Rp15.400.000

= Rp 18.750.950  Total Reveneu (TR)

Diketahui Produktivitas Sawi 7 ton/Ha

Harga Jagung per November 2015 adalah Rp 3.500.000/ton Total Revenue (TR)

= Kuantitas (Q) x Harga (P) = 7 ton x Rp 3.500.000

= Rp 24.500.000

 Keuntungan (π)

= Total Revenue (TR) – Total Cost (TC) = Rp 24.500.000 - Rp 18.750.950 = Rp 5.749.050

 Analisis Kelayakan Usahatani Sawi di Plot 2

RC Rasio

=

=

= 1,3 %

Berdasarkan hasil analisis RC Rasio diatas diketahui nilai RC sebesar 1,3 %. Nilai ini > 1 % sehingga dapat dinyatakan bahwa usahatani jagung di daerah Plot 2 Bumiaji untuk budidaya Sawi Layak.

 Analisa BEP

(58)

/ha

Berdasarkan hasil perhitungan BEP penerimaan didapatkan nilai impas harga jual (tudak untung atau rugi) sawi

sebesar , apabila petani dapat menjual diatas nilai tersebut maka akan mendapatkan keuntungan, apabila petani menjual di bawah niali tersebut maka petani akan rugi.  BEP Unit sawi

=

Berdasarkan hasil perhitungan BEP unit komoditas sawi didapatkan nilai impas jumlah prouksi (tidak untung atau rugi) komoditas sawi sebesar atau setara dengan 5,4 ton apabila petani dapat memproduksi diatas nilai tersebut maka

(59)

IV. PENUTUP 4.1 Kesimpulan

Morfologi tanah dan symbol horizon, pada titik pertama atau plot satu terletak di bumiaji terdapat tiga horizon dan empat kali pengeboran. Horizon pertama memiiki kedalaman 32,33 cm. kedalaman di dapat dari hasil rata – rata tiga sisi minipit yaitu tepi kiri, tengah dan tepi kanan. Perakaran yang ada pada horizon ini banyak dengan ukuran sedang. Pori yang ada kasar dan banyak. Warna pada horizon ini coklat cerah dan memiliki struktur butir >10mm serta kuat.

Untuk konsistensi lembab sangat gembur dan konsistensi basah tidak lekat. Konsistensi basah di dapat dengan penambahan sedikit air untuk mengetahuinya. Sementara plastisitasnya tidak plastis dengan horizon penciri epipedon okrik.

Horizon kedua, symbol horizon nya A2 memiliki kedalaman 41,33 cm. Jumlah perakarannya biasa (Bi) dengan ukuran halus. Pori horizon kedua memiliki pori sedang dan banyak. Warna yang tidak beda jauh dari horizon pertama namun sedikit gelap. Sementara untuk strukturnya memiliki tipe remah, ukuran 5-10 mm dan tingkat kekuatan cukup. Tekstur tanah yang ada di horizon adalah lempung liat berdebu. Konsistensi lembab tanpa penambahan air adalah lepas dan setelah penambahan air atau konsistensi basahnya adalah agak lekat karena masih tertinggal di ujung jari. Plastisitasnya tidak plastis, di dapat dengan menggulung tanah yang sudah di beri air dan dirasakan dengan ibu jari dan telunjuk. Sementara horizon pencirinya epipedon okrik yang berada pada bagian atas. Yang terakhir pada minipit ini yaitu horizon ke tiga. Dengan symbol A3, memiliki kedalaman horizon 52 cm. jumlah perakarannya adalah sedang dan memiliki serabut yang

(60)

konsistensi lembab nya lepas. Untuk konsistensi basahnya agag lekat. Sementara plastisitasnya dan horizon pencirinya adalah sangat plastis dan endopedon kambik.

Klasifikasi tanah pada plot 1 termasuk ordo andisol dengan epipedon okrik dan endopedon kambik dengan permeabilitas tinggi sedangkan pada plot 2 ordo andisol dengan epipedon okrik dan endopedon argilik dengan permeabilitas sedang. Pada kelas kemampuan lahan pada plot 1 kelas kemampuannya III dengan faktor pembatas tekstur erosi dan batuan, sedangkan pada plot 2 kelas kemampuan III dengan faktor pembatas kedalaman efektif dan erosi.

Berdasarkan hasil pengkelasan data-data pengukuran lapangan

di tiap satuan lahan menunjukkan bahwa pada lokasi titik pertama mempunyai kelas kemampuan lahan III, sedangkan plot 2 juga mempunyai kelas kemampuan lahan III. Pada Plot 1 memiliki pembatas tekstur, erosi, batuan, sedangkan pada plot 2 mempunyai factor pembatas kedalam efektif dan erosi. Lahan tersebut merupakan kelas lahan yang masih dapat digunakan sebagai lahan pertanian karena masih memungkinkan untuk berproduksi dengan sifat-sifat yang dimiliki. Namun untuk kedua lahan tersebut masih membutuhkan adanya pengolahan untuk digunakan sebagai lahan pertanian

Pada kesesuaian lahan aktual pada plot 1 kelas s3 dengan faktor pembatas temperature dan curah hujan, sedangkan pada plot 2 termasuk kelas s3 dengan faktor pembatas kedalaman efektif dan curah hujan. Pada kesesuaian potensial plot 1 cukup sesuai untuk penanaman jagung sedangkan pada plot 2 sesuai untuk penanaman sawi.

(61)

4.2 Saran

(62)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, T.S.1996. Survai Tanah dan Evaluasi Lahan. Jakarta. PT Penebar Swadaya.

Andrian, Suriadi, Marpaung P. 2014. Pengaruh Ketinggian Tempat Dan Kemiringan Lereng Terhadap Produksi Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Di Kebun Hapesong Ptpn Iii

Tapanuli Selatan. Jurnal Online Agroekoteknologi. Vol. 2, No. 3, Hal. 981-989, ISSN No. 2337-6597. Fakultas

Pertanian. USU, Medan. (Online)

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=164122& val=4122. Diakses pada tanggal 19 November 2015. Pukul 14:38 WIB.

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah Dan Air. Penerbit IPB. Bogor.

Hakim, N.M.Y. Nyakpa, A.M.Lubis, S.Ghani, Nugroho, M.R.Soul, M.A.Diha, G.B.Hong, N.H.Balley., 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung.

Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Divisi Buku Perguruan Tinggi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 360 halaman.

Hardjowigeno, S., 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo, Jakarta.

Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Edisi ketiga. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. 233 halaman.

Hardjowigeno, S dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Lahan. Yogyakarta: Gadjah

(63)

Jenny, H., 1941. Factor of Soil Formation. McGraw-Hill Book Company, Inc. New York And London.

Kardiman. 2006. Prinsip-prinsip Akuntansi 1. Jakarta: Yudistira. Luthfi, Rayes.2007. Metode Inventarisasi Sumberdaya Lahan.

Yogyakarta : Andi..

Marsono DJ. 1997. Peningkatan Produktivitas dalam Pembangunan Hutan Alam Berkelanjutan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru

Besar dalam Ekologi Hutan pada Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Purwowidodo. 1983. Teknologi Mulsa. Jakarta : Dewaruci Press.

Rayes, M., Luthfy. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Andi Offset. Yogyakarta

Santosa et.al., 2005. Penentuan tingkat kesesuaian lahan tanaman apel, alpokad dan kopi arabika di Sumberjo Batu. Jurusan

Tanah. Fakultas Pertanian. UB

Sarief. (1985). Konservasi Tanah dan Air. Bandung: PT. Pustaka Buana

Sitorus, Santun RP. (1998). Evaluasi Sumber Daya lahan.Bandung: Tarsito

Soekartawi. 2002. Analisis Usaha Tani. Ui-Press. Jakarta

Soetriono, Salyo, 2003. Pengantar Ilmu Pertanian Umum. Universitas Brawijaya. Malang.

Strahler, A.N.,&Strahler, A.H., 1983. Modern Physical Geography. John Willey&Sons. 532p

Suhendra. 2009. Peta Mangroves Indonesia. Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut, Bakosurtanal, Cibinong. 329 pp.

(64)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Deskripsi Morfologi dan Klasifikasi Tanah (2Titik)

Plot 1

No Hasil Survei Tanah Titik N2 (Minipit)

1 Jumlah/Nomor Horison 1 2 3

Tidak ditemukan Tidak

ditemukan

8 Gejala Redoksi Morfik Tidak ditemukan

Tidak ditemukan Tidak

ditemukan

9 Gejala Non Redoksi Marfik Tidak

ditemukan

Tidak ditemukan Tidak

ditemukan 12 Konsistensi Lembab Sangat

gembur

Lepas Lepas

Basah Tidak lekat Agak lekat Agak lekat

(65)

14 Horison Penciri Epipedon Okrik

Epipedon Okrik Endopedon Kambik

Tabel Hasil Pemboran Tanah Minipit (4x pemboran)

No Pemboran 1 2 3 4

(66)

Tabel Hasil Pemboran Tanah Minipit (3x pemboran)

Endopedon Kambik argilik

Epipedon Okrik okrik

Permeabilitas Cepat sedang

9 Gejala Non Redoksi

11 Tekstur Debu Liat berdebu Liat berdebu Liat berdebu

12 Konsistens i

Lembab Lepas Lepas Gembur Teguh Basah Tidak lekat Agak lekat Lekat Lekat

13 Plastisitas Tidak Plastis Agag plastis Agag Plastis Sangat plastis

(67)

Lampiran 2. Hasil Pengkelasan Kemampuan Lahan Pengkelasan Kemampuan Lahan Pada Plot 1

No Faktor Pembatas Hasil Pengamatan Kode Kelas

1 Tekstur

Tekstur Atas Lempung Liat berdebu T2 I

Tekstur Bawah Lempung Liat berdebu T2 I

2 Lereng 10 % l2 III

3 Drainase Baik d0 I

4 Kedalaman Efektif 1 m K0 I

5 Tingkat Erosi Ringan E1 I

6 Batuan/Kerikil 0 b0 III

7 Bahaya banjir Tidak pernah o0 I

Kelas Kemampuan Lahan III

Faktor Pembatas Tektur,erosi,batuan

Sub Kelas Kemampuan Lahan III L2, E1, BO

Pengkelasan Kemampuan Lahan Pada Plot 2

No Faktor Pembatas Hasil Pengamatan Kode Kelas

1 Tekstur

Tekstur Atas Debu T3 I

Tekstur Bawah Liat berdebu t1 III

2 Lereng 10 % i2 III

3 Drainase Baik d0 I

4 Kedalaman Efektif 30 cm k2 IV

5 Tingkat Erosi Sedang E2 IV

6 Batuan/Kerikil 0 b0 b0

7 Bahaya banjir Tidak pernah o0 I

(68)

Faktor Pembatas Kedalaman efektif ,Erosi

Sub Kelas Kemampuan Lahan IV, k2. E2

Lampiran 3. Hasil Pengkelasan Kesesuaian Lahan (Aktual dan Potensial)

Lokasi 1 komoditas jagung Persyaratan

penggunaan/karakteristik lahan

SPL 1

Data Kelas

Temperatur (tc)

Temperatur rerata (°C) 16 – 20 S3 Ketersediaan air (wa)

Curah hujan (mm) pada masa pertumbuhan

> 1600 S3

Kelembaban (%) > 42 S1

Ketersediaan oksigen (oa)

Drainase Baik S1

Media perakaran (rc)

Tekstur Halus S1

Bahan kasar (%) >5% S1

Kedalaman tanah (cm) >100 S1

Bahaya erosi (eh)

Lereng (%) 10% S2

Bahaya erosi Sangat rendah S1

Bahaya banjir (fh)

(69)

Penyiapan lahan (lp)

Batuan di permukaan (%) 0% S1

Singkapan batuan (%) 0% S1

KELAS KESESUAIAN LAHAN S3

FAKTOR PEMBATAS Temperature,

curah hujan

SUB KELAS KESESUAIAN LAHAN S3 tc,wa

Lokasi 2 komoditas Sawi

Persyaratan

Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) pada masa pertumbuhan

150 – 200 S3

Kelembaban (%) 40 – 80 S1

Ketersediaan oksigen (oa)

Drainase Baik S1

Media perakaran (rc)

(70)

Penyiapan lahan (lp)

Batuan di permukaan (%) 0% S1

Singkapan batuan (%) 0% S1

KELAS KESESUAIAN LAHAN S3

FAKTOR PEMBATAS Rc, wa

(71)

Lampiran 4. Analisa Kelayakan Usahatani a) Komoditas Jagung pada Plot 1

 Biaya Tetap Plot 1 Komoditas Jagung

Tabel 16. Biaya Tetap Komoditas Jagung

No. Biaya Tetap Kuantitas (unit)

Total penyusutan dalam satu tahun 20.128.100

(72)

 Biaya Variabel Plot 1 Komoditas Jagung

Tabel 17. Biaya Variabel Komoditas Jagung

No. Biaya Variabel Jumlah Harga per

Fungisida 2Lt 125.000 250.000

Atonik 1 Lt 100.000 100.000

(73)

b) Komoditas Sawi pada Plot 2  Biaya Tetap Plot 2 Komoditas Sawi

Tabel 18. Biaya Tetap Komoditas Sawi

No. Biaya

Total penyusutan dalam satu tahun 20.105.700

(74)

 Biaya Variabel Plot 2 Komoditas Sawi

Tabel 19. Biaya Variabel Sawi

(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)

Gambar

Tabel 1.  Jadwal Kegiatan Praktikum Stela
Gambar 1. Tempat: Pengamatan fieldtrip survei tanah dan Evaluasi Lahan di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu
Tabel 3 kelas kemapua lahan
Tabel 4. Kelas Kesuaian Lahan untuk Padi Gogo
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data primer yang dibutuhkan pada penelitian ini seperti data pasien, data rekam medis pasien untuk menentukan attribut dalam pembuatan sistem, alur kerja pada Klinik dan

nasabah kepada bank banyak yang menggunakan akad murabahah , ini yang menjadi dasar bahwa akad murabahah atau jual beli secara tangguh mendominasi transaksi

Proses pembelajaran dengan kegiatan bermain peran dengan tema Profesi untuk meningkatkan kepercayaan diri anak pada siklus I ini tentunya sesuai dengan masalah yang

Pada biaya produksi terendah, jenis tanaman yang ditanam adalah kombinasi tanaman buah dan tanaman pagar dengan luas lahan 1 ha, sedangkan pada biaya produksi

Non Aplicable  Dari  hasil  verifikasi  penerimaan  bahan  baku  selama  periode  audit,  PT  Paradise  Island  Furniture  tidak  menerima  bahan  baku  berupa 

Adapun perbedaan perencanaan dari siklus pertama ke siklus dua mengenai cara atau teknik guru dalam pembelajaran adalah menetapkan dan membatasi waktu pada langkah

59 4.3 The Frequency of Elements and the Patterns of Experiential structure and Logical Structure of Nominal Group of Article are found in the Jakarta Post

Kriteria subsistem penyediaan sarana produksi memiliki nilai bobot terendah dalam rangka pengembangan agribisnis cabai merah di Kabupaten Sleman, yang ditunjukan