• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Pendekatan Problem Based Learning terhadap Keterampilan Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri Le

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Pendekatan Problem Based Learning terhadap Keterampilan Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri Le"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dijelaskan bahwa IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Pembelajaran IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanankan secara inkuiri imliah untuk menumbuhkan keterampilan dan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagi aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada

(2)

pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyatakan bahwa ruang lingkup IPA SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. 2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat,

gas.

3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana.

4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

(3)

Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22 tahun 2006 yang mencakup komponen :

1. Standar Kompetensi (SK), merupakan ukuran kemampuan minimal yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dan mahir dilakukan oleh peserta didik pada setiap tingkatan dari suatu materi yang diajarkan. 2. Kompetensi Dasar (KD), merupakan penjabaran SK yang

cakupan materinya lebih sempit dibanding dengan SK

Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. SK dan KD untuk mata pelajaran IPA yang ditujukan bagi siswa kelas 5 SD disajikan melalui tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1

SK dan KD IPA Kelas 5 SD Semester II Tahun 2014/2015

SK KD

5. Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya

5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet)

5.2Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat 6.2Membuat suatu karya/model, misalnya

periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya. 7.4Mendeskripsikan proses daur air dan

kegiatan manusia yang dapat mempengaruhinya

7.5Mendeskripsikan perlunya penghematan air

7.6Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungan

7.7Mengidentifikasi beberapa kegiatan manusia yang dapat mengubah permukaan bumi (pertanian, perkotaan, dsb)

(4)

2.1.2 Pendekatan Problem Based Learning

Pendekatan problem based learning menurut Wardani, Naniek Sulistya (2010:27) adalah pembelajaran yang menyajikan masalah autentik dan bermakna sehingga mahasiswa dapat melakukan penyelidikan dan menemukan sendiri.

Menurut Barrows dalam Amir (2010 : 21) pendekatan problem based learning adalah “kurikulum dan proses pembelajaran yang di dalamnya dirancang masalah-masalah yang menuntut siswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim”. Menurut Arends (2008:41) pendekatan problem based learning adalah “pendekatan pembelajaran memberikan berbagai situasi masalah yang autentik dan bermakna kepada siswa, yang berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan”.

Berdasarkan pendapat dari beberapa pakar mengenai definisi pendekatan problem based learning dapat disimpulkan bahwa pendekatan problem based

learning adalah pembelajaran yang menghadapkan siswa dalam masalah nyata

(5)

Pendekatan problem based learning mempunyai karakteristik di dalam penerapannya. Menurut Rusman (2010:232) karakteristik pendekatan problem based learning adalah sebagai berikut:

1. Permasalah menjadi staring point dalam belajar.

2. Permasalahan yang didapat adalah permasalahan yang terjadi di dunia nyata yang tidak terstruktur.

3. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda.

4. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar.

5. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.

6. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam pendekatan problem based learning.

7. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif.

8. Pengembangan keterampilan inquiri dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.

9. Keterbukaan proses dalam problem based learning meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.

10. PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.

Menurut Tan dalam Taufiq Amir (2010:77) karakteristik yang terdapat dalam pendekatan problem based learning adalah:

1. Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran.

2. Biasanya masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara mengambang (ill-structured).

3. Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple perspektif)

4. Masalah membuat pebelajar tertantang untuk mendapatkan pembelajaran diranah pembelajaran yang baru.

5. Sangat mengutamakan belajar mandiri (self direct learning).

6. Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi tidak dari satu sumber saja.

(6)

Arends dalam Riyanto (2010:287) berpendapat ada beberapa karakteristik dalam pendekatan problem based learning yakni :

1. Pengajuan masalah

Langkah awal dari pembelajaran berbasis masalah adalah mengajukan masalah, selanjutnya berdasarkan masalah ditemukan konsep, prinsip serta aturan-aturan. Masalah yang diajukan secara autentik ditujukan dengan mengacu pada kehidupan nyata.

2. Keterkaitan antardisiplin ilmu.

Dalam kegiatan pemecahan masalah siswa dapat menyelidiki permasalahan tersebut dari berbagai ilmu. Misalnya dalam menemukan konsep “masalah sosial” dalam mata pelajaran sosiologi, siswa dapat menggunakan kcamata pandang dari disiplin ilmu ekonomi, geografi, sains, dan lain-lain.

3. Menyelidiki masalah autentik.

Siswa menganalisis dan merumuskan masalah, mengembangkan hipotesis dan meramalkan, mengumpulkan, dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen, (jika diperlukan), membuat acuan dan menyimpulkan.

4. Memamerkan hasil kerja.

Tim yang sudah menyelesaikan lembar kerja, kemudian menyajikan hasil kerjanya di depan kelas dan siswa dari tim lain memberikan tanggapan kritik terhadap pemecahan masalah yang disajikan oleh temannya.

5. Kolaborasi.

(7)

bersifat kolaboratif, komunikatif dan kooperatif, dalam menerapkan pendekatan problem based learning sumber belajar tidak hanya diambil dari satu sumber

belajar saja, dan pendekatan problem based learning mengutamakan belajar mandiri (siswa aktif), solusi yang didapat siswa dikomunikasikan didepan kelas.

Penggunaan pendekatan problem based learning ini guru berusaha meningkatkan keterampilan belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran. Tentunya pendekatan ini memiliki kelebihan dan kekurangan, menurut Sanjaya (2009) memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan pendekatan problem

based learning diantaranya :

a. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.

b. Meningkatakan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa.

c. Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk memahami masalah dunia nyata.

d. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu, PBM dapat mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya. e. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan

mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.

f. Memberikan kesemnpatan bagi siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

g. Mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

h. Memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari guna memecahkan masalah dunia nyata.

Pendekatan problem based learning juga memiliki kelemahan, diantaranya: a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai

kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya.

b. Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai materi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka harus berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

(8)

(2011:94-96) pendekatan problem based learning memiliki tujuan untuk beberapa hal berikut ini:

1. Membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan pemecahan masalah.

Pendekatan problem based learning memberikan dorongan kepada peserta didik tidak untuk berfikir sesuai yang bersifat kongkrit tapi lebih dari itu berfikir terhadap ide-ide yang abstrak dan kompleks.

2. Belajar peranan orang tua yang autentik.

Model pembelajaran berdasar masalah amat penting untuk menjebatani antara pembelajaran di sekolah formal dengan aktifitas mental yang lebih praktis yang dijumpai di luarsekolah (Resnick dalam trianto, 2011:95).

3. Menjadi pembelajar yang mandiri.

Pendekatan problem based learning berusaha membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri dan otonom. Dengan bimbingan guru secara berulang-ulang mendorong dan mengarahkan mereka untuk mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri.

Sintaks Pelaksanaan Pendekatan Problem Based Learning

Demi tercapainya tujuan dari pendekatan problem based learning, pelaksanaan pendekatan problem based learning dapat dilakukan dengan langkah-langkah tertentu. Adapun langkah-langkah pendekatan problem based learning menurut beberapa ahli pendidikan, diantaranya yaitu menurut Endang

(2011:221) menyatakan bahwa langkah-langkah atau sintaks pendekatan problem based learning meliputi:

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran kemudian memberi tugas atau memperlihatkan masalah untuk dipecahkan. Masalah yang dipecahkan adalah masalah yang memiliki jawaban kompleks atau luas,

2. Guru menjelaskan prosedur yang harus dilakukan dan memotivasi siswa agar lebih aktif dalam pemecahan masalah,

(9)

4. Guru membantu siswa untuk melakukan evaluasi dan refleksi proses-proses yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah.

Menurut Solso dalam Wena (2011:56) langkah-langkah pendekatan problem based learning adalah :

1. Identifikasi permasalahan.

2. Representasi/penyajian permasalahan. 3. Perencanaan pemecahan masalah.

4. Menerapkan/mengimplementasikan perencanaan pemecahan masalah.

5. Menilai perencanaan pemecahan masalah. 6. Menilai hasil pemecahan masalah.

Sintaks atau langkah-langkah pendekatan problem based learning menurut Richard I. Arends (2008: 57), dirumuskan sebagai berikut :

1. Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa.

Guru membahas tujuan pelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.

2. Mengorganisasikan siswa untuk meneliti.

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya.

3. Membantu investigasi mandiri dan kelompok.

Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi.

4. Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit.

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan artefak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model, dan membantu mereka untuk menyampaikan kepada orang lain.

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah.

(10)

Sintaks pembelajaran yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan sebagai sintaks pendekatan problem based learning yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Melihat permasalahan. Dalam tahap ini guru memfasilitasi siswa untuk melihat permasalahan dunia nyata melalui gambar yang disediakan guru. 2. Mengidentifikasi permasalahan. Dalam tahap ini guru membimbing siswa

untuk menentukan permasalahan.

3. Merumuskan masalah. Dalam tahap ini guru memfasilitasi siswa untuk merumuskan maslah.

4. Mengumpulkan informasi. Dalam tahap ini siswa mencari informasi yang relevan tentang topik permasalahan yang dihadapi.

5. Menganalisis informasi. Dalam tahap ini siswa menganalisis informasi-informasi yang didapat untuk dikembangkan menjadi laporan.

6. Mempresentasikan laporan. Dalam tahap ini siswa menjelaskan kepada siswa lainnya tentang temuan atau informasi yang didapat.

7. Melakukan refleksi.Siswa mengevaluasi terhadap masalah yang dimunculkan oleh guru, sehingga guru dapat meganalisis dan siswa dapat melakukan tanya jawab mengenai hal-hal yang belum diketahui siswa.

2.1.3 Keterampilan Belajar

Keterampilan belajar salah satu aspek untuk mencapai tiga tujuan belajar

yang mencakup aspek ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Benyamin S.

Bloom dalam Wardani, Naniek Sulistya, dkk ( 2012 : 3.23-3.25) menyatakan

bahwa

„„aspek kognitif terdiri dari knowledge ( pengetahuan, ingatan),

comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh),

application (menerapkan), analysys (menguraikan, menentukan,

(11)

Keterampilan belajar merupakan aspek dalam mencapai tujuan belajar ranah

psikomotorik. Benyamin S.Bloom dalam Sudrajat, Akhmad (2008:2)

mendefinisikan bahwa “keterampilan belajar adalah hasil belajar yang pencapainnya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik”. Jadi dalam keterampilan ini dituntut adanya gerak fisik. Sependapat dengan itu, keterampilan belajar menurut Wardani, Naniek Sulistya, dkk (2012:134) ialah „keterampilan melakukan kegiatan yang melibatkan anggota badan/gerak fisik‟. Menurut Djemari (2004: 4-5) keterampilan belajar adalah „keterampilan yang berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otak dalam pembelajaran. Dengan kata lain, kemampuan psikomotor berhubungan dengan gerak, yaitu menggunakan otot seperti lari, melompat, melukis, berbicara, membongkar dan memasang peralatan, dan sebagainya‟.

Mendasarkan pada pendapat tiga pakar di atas maka keterampilan belajar adalah keterampilan dengan menggunakan gerak fisik dan memerlukan koordinasi antara syaraf dan otak dalam kegiatan pembelajaran.

Tujuan pembelajaran pada keterampilan belajar dapat dicapai dengan menggunakan kata kerja operasional (KKO) sebagai indikator. Dalam taksonomi tujuan belajar ranah psikomotor dari Norman E. Grounlund dan R.W. de Maclay, ds dalam Wardani, Naniek Sulistya. dkk (2012:115-116) keterampilan dibagi seperti berikut ini:

1. Persepsi

Menunjukkan kepada proses kesadaran akan adanya perubahan setelah keaktifan: melihat, mendengar, menyentuh, merasakan, membau, serta gerak dari urat saraf kita. Untuk mencapai itu digunakan kata kerja operasional sebagai berikut: Melihat, mendengar, menyentuh, mengecap, membau, memegang.

2. Kesiapan

(12)

sebagai berikut: Memilih, memisahkan, menunjukkan, mengambil, menggunakan, melakukan, menimbang, mengerjakan, menjawab, memecahkan, memperlihatkan.

3. Response terpimpin

Menggunakan persepsi dan kesiapan di atas, mengembangkan kemampuan dalam mengembangkan aktifitas mencatat dan membuat laporan. Untuk mencapai itu digunakan kata kerja operasional sebagai berikut: Menirukan, meragakan, menggerakkan, menggunakan, memisahkan, mengubah, menyusun, membuat, merangkaikan, menyingkat, menyimpulkan.

4. Mekanisme

Menggunakan sejumlah skill dalam aktifitas yang kompleks meliputi 1, 2 dan 3 di atas. Untuk mencapai itu digunakan kata kerja operasional sebagai berikut: Memilih, menentukan, memasang, menggunakan, memperbaiki, melakukan, mengubah, menyusun, membentuk.

5. Respons yang kompleks

Menggunakan sikap dan pengalaman 1, 2, 3 dan 4 di atas, menggunakan perencanaan tes, mengembangkan model. Untuk mencapai itu digunakan kata kerja operasional sebagai berikut: Menyesuaikan, merencanakan, menggunakan, melakukan, melaporkan, menjelaskan.

(13)

Teknik nontes sangat penting dalam mengakses siswa pada ranah afektif dan psikomotor. Ada beberapa macam teknik non tes. Menurut Poerwanti, Endang, (2008:3-19), teknik non tes dapat berupa:

1. Observasi

Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapat dilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan instrumen yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar peserta didik, maupun observasi informal yang dapat dilakukan oleh pendidik tanpa menggunakan instrumen.

2. Wawancara

Wawancara merupakan cara untuk memperoleh informasi mendalam yang diberikan secara lisan dan spontan, tentang wawasan, pandangan atau aspek kepribadian peserta didik.

3. Angket

Suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi yang berupa data deskriptif. Teknik ini biasanya berupa angket sikap (Attitude Questionnaires).

4. Work Sample Analysis (Analisa Sampel Kerja)

Digunakan untuk mengkaji respon yang benar dan tidak benar yang dibuat siswa dalam pekerjaannya dan hasilnya berupa informasi mengenai kesalahan atau jawaban benar yang sering dibuat siswa berdasarkan jumlah, tipe, pola, dan lain sebagainya.

5. Task Analysis (Analisis Tugas)

Dipergunakan untuk menentukan komponen utama dari suatu tugas dan menyusun skills dengan urutan yang sesuai dan hasilnya berupa daftar komponen tugas dan daftar skills yang diperlukan.

6. Checklists dan Rating Scales

Dilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam bentuk semi terstruktur, yang sulit dilakukan dengan teknik lain dan data yang dihasilkan bisa kuantitatif ataupun kualitatif, tergantung format yang dipergunakan.

(14)

Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik dalam karya tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan belajar dan prestasi siswa.

Berdasarkan uraian tentang teknik non tes di atas, dalam pengukuran keterampilan belajar siswa, teknik non tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan observasi atau pengamatan. Instrumen yang digunakan dalam observasi atau pengamatan adalah lembar observasi atau lembar pengamatan.

Besarnya kompetensi nilai keterampilan siswa dapat diketahui melaui pengukuran. Pengukuran diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda Wardani, Naniek Sulistya. dkk (2012:47). Pengukuran dalam suatu penelitian memiliki bermacam-macam skala pengukuran. Menurut Sugiyono (2012:136-142) macam-macam skala pengukuran berupa:

1. Skala Likert.

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atan pernyataan. Jawaban setiap instrumen pada skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif yang berupa kata-kata antara lain : Sangat setuju sampai sangat tidak setuju, selalu sampai tidak pernah, dan sebagainya. Untuk keperluan analisis kuantitatif, jawaban itu dapat diberi skor, misalnya:

1) Setuju/selalu/sangat positif 5

2) Setuju/sering/positif 4

3) Ragu-ragu/kadang-kadang/netral 3 4) Tidak setuju/hampir tidak pernah/negatif 2 5) Sangat tidak setuju/tidak pernah 1

(15)

2. Skala Guttman.

Skala pengukuran tipe ini akan didapat jawaban yang tegas, yaitu “ya -tidak”; “benar-salah” dan sebagainya. Data yang diperoleh dapat berupa data interval atau rasio dikotomi (dua alternatif). Penelitian menggunakan skala guttman dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan. Skala Guttman dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda dan checklist. Jawaban dapat dibuat skor tertinggi satu dan terendah nol. Misalnya untuk jawaban setuju diberi skor satu dan tidak setuju diberi skor nol. Analisa dilakukan seperti pada skala Likert.

Contoh : Bagaimana pendapat anda bila orang itu menjabat pimpinan di perusahaan ini?

a. Setuju. b. Tidak setuju.

Peryataan yang berkenaan dengan fakta benda bukan termasuk dalam skala pengukuran interval dikotomi.

Contoh : Apakah tempat kerja anda dekat dengan Jalan Protokol ? a. Ya

b. Tidak 3. Rating Scale.

Data yang diperoleh pada rating scale merupakan data berupa angka kemudian ditafsirkan dalam penelitian kualitatif. Dalam skala model ini responden tidak menjadan salah satu dari jawaban kualitatif yang telah disediakan, tetapi menjawab salah satu jawaban kuantitatif (berupa angka) yang telah disediakan.

Contoh : Seberapa baik data ruang kerja anda di perusahaan A ? Berilah jawaban dengan angka

(16)

Skala ini dinyatakan dalam bentuk satu garis kontinum yang jawaban paling positif terletak di bagian kanan garis, dan jawaban yang sangat negatif terletak di bagian kiri garis atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data interval, dan biasanya skala ini digunakan untuk mengukur sikap/karakteristik tertentu yang dipunyai seseorang.

Contoh : Beri nilai gaya kepemimpinan Manager anda

Bersahabat 5 4 3 2 1 Bermusuhan

Tepat janji 5 4 3 2 1 Ingkar janji

Demokratis 5 4 3 2 1 Otoriter

Memberi pujian 5 4 3 2 1 Mencela

Mempercayai 5 4 3 2 1 Mendominasi

Responden yang memberi jawaban angka 5, berarti persepsi responden sangat positif, angka 3 berarti netral dan angka 1 berarti sangat negartif.

(17)

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan Priski, Chikita dengan judul “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SDN 3 Jepon Kecamatan Jepon Kabupaten Blora Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai thitung > ttabel (5.345>4660). Signifikansi (0.000<0.005).

Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan pengaruh penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran IPA pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Jepon semester II tahun ajaran 2011/2012. Kelebihan dalam penelitian ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa kelas eksperimen dengan model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dari kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional. Kelemahan penelitian ini adalah penilaian hasil belajar hanya menonjolkan aspek kognitif. Mendasarkan kelemahan tersebut seharusnya penilaian hasil belajar juga harus menonjolkan penilaian afektif dan psikomotorik.

Penelitian yang dilakukan Prametasari, Merinda Dian dengan judul “Efektifitas Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning-PBL) Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 di SD Gugus Hasanudin Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil penelitian menunjukkan ada efektifitas penggunaan model pembelajaran berbasis masalah. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan rata-rata dari hasil belajar kelas kontrol dan kelas eksperimen dengan perolehan rata-rata nilai tes siswa kelas kontrol lebih rendah daripada rata-rata nilai tes siswa kelas eksperimen, yaitu 74,53 < 83,38 dengan perbedaan rata-rata (mean difference) sebesar 8,851.

Perbedaan tersebut ditinjau dari kesignifikansiannya nampak t hitung > t tabel (3.201 > 1.674) dengan taraf signifikansi diperoleh angka 0,002 < 0,05. Kelebihan dari penelitian ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa kelas eksperimen dengan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning-PBL) lebih tinggi dari kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran

(18)

pengukuran hasil belajar hanya ditonjolkan dari rata-rata nilai tesnya saja. Mendasarkan kelemahan tersebut seharusnya penilaian hasil belajar juga harus menonjolkan penilaian sikap dan keterampilan.

Penelitian yang dilakukan Darsana, I Kadek Adi dengan judul “Pengaruh Pendekatan Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas 5 Sd Gugus 1 Sidemen Karangasem”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara signifikan hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan pendekatan problem based learning dengan siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional thitung > ttabel (3,52 > 2,000).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan problem based learning berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas 5

(19)

2.3 Kerangka Berpikir

Pembelajaran IPA seringkali menggunakan metode pembelajaran berupa ceramah atau penjelasan kemudian diberi contoh. Pembelajaran IPA ini berpusat pada guru, dan tanggung jawab serta kekuasaan dalam pembelajaran sepenuhnya berada di tangan guru. Dalam penelitian ini, pembelajaran yang menggunakan model tersebut merupakan pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Pendekatan ini digunakan guru IPA untuk dapat menyelesaikan target kurikulum. Guru merupakan sumber informasi dan siswa aktif mendengar dan mencatat penjelasan guru. Hal yang dilakukan siswa adalah menerima, mencatat, dan menghafalkan materi yang diberikan guru serta mengerjakan soal-soal latihan. Pembelajaran yang demikian lebih mementingkan penguasaan akademik dan kurang memperhatikan nilai-nilai yang terkandung dalam mata pelajaran IPA. Selain itu, pembelajaran yang demikian belum menanamkan dan mengajarkan konsep IPA sehingga siswa mengalami kesulitan mempraktekkan ilmunya untuk memecahkan masalah dalam kehidupan nyata. Selain itu, interaksi yang terjalin hanya satu arah, yaitu dari guru kepada siswa karena dalam pembelajaran ini, siswa bekerja secara individualis.

(20)
(21)

Gambar 2.1

Kerangka Berpikir Pengaruh pendekatan Problem Based Learning Terhadap Keterampilan Belajar IPA

Mempresentasikan dampak masing-masing peristiwa alam yang terjadi di Indonesia bagi makhluk hidup dan lingkungan peristiwa alam yang terjadi di Indonesia bagi makhluk hidup

Melihat gambar peristiwa alam

Refleksi Mengidentifikasi empat permasalahan peristiwa alam yang terjadi di Indonesia

Merumuskan masalah dampak peristiwa alam yang terjadi di Indonesia

Mengumpulkan tiga dampak masing-masing peristiwa alam yang terjadi di Indonesia

1. Terampil melihat gambar keberadaan air bersih (P1).

2. Terampil menentukan empat

permasalahan pada keberadaan air bersih (P4).

3. Terampilbertanya masalah faktor yang mempengaruhi keberadaan air bersih (P2). 4. Terampil mengumpulkan tiga kegiatan

manusia yang mempengaruhi keberadaan air bersih (P3).

5. Terampil menganalisis kegiatan manusia yang mempengaruhi keberadaan air bersih (P3).

(22)

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, hipotesis yang dirumuskan

adalah “terdapat pengaruh pendekatan problem based learning terhadap

Gambar

Tabel 2.1 SK dan KD IPA Kelas 5 SD Semester II Tahun 2014/2015
Gambar 2.1

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Slameto (2011: 7) pendekatan PBL merupakan pendekatan pembelajaran yang melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada

Dengan demikian dapat disimpulkan penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD Negeri Kalinanas 01

Tanggung jawab individual dala belajar kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalah hal: (a) membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan (b) siswa tidak

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan adalah menyusun perangkat pembelajaran, yang berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IPA (lampiran 2) dengan KD 7.6

Dalam penelitian ini, akan membandingkan pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran think pair share berbantu media visual yang sering digunakan dalam

Berdasarkan pendapat ahli diatas, maka untuk menerapkan pembelajaran problem based learning dalam pembelajaran IPA dengan menggunakan langkah- langkah yang telah

Penggunaan model pembelajaran Problem Solving yang dipadukan dengan metode Numbered Heads Together (NHT) pada mata pelajaran IPA untuk kelas V diharapkan siswa mampu meningkatkan

Dari penjelasan yang sudah dikemukakan pada tabel , bahwa apabila dalam pembelajaran IPA materi berbagai energi alternatif dan cara penggunaannya menggunakan