• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktik Kerja Profesi Farmasi Industri Di Pt. Kimia Farma Persero Tbk. Plant Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Laporan Praktik Kerja Profesi Farmasi Industri Di Pt. Kimia Farma Persero Tbk. Plant Medan"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI

PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN

2.1 Sejarah Perusahaan

Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1917. Nama perusahaan ini pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. Berdasarkan kebijaksanaan nasionalisasi atas eks perusahaan Belanda di masa awal kemerdekaan, pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga nama perusahaan berubah menjadi PT. Kimia Farma (Persero). Sejak  berdirinya  hingga  sekarang  ini  PT.  Kimia  Farma  (Persero)  Tbk.  telah  mengalami  beberapa perubahan (Anonim, 2013), yaitu:

1. Periode I (1957-1959)

Periode ini adalah periode dimana pemerintah melaksanakan nasionalisasi perusahaan farmasi milik bangsa Belanda yang ada di Indonesia. Program nasionalisasi ini dikoordinasi oleh Badan Pengambil Alihan Perusahaan Farmasi (BAPPHAR).

2. Periode II (1960-1968)

(2)

dinasionalisasikan sebelumnya. Perusahaan Negara Farmasi (PNF) ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 1961 dibawah koordinasi Badan Pimpinan Umum Farmasi Negara sebagai peleburan Badan Pengambil Alihan Perusahaan Farmasi (BAPPHAR) yang bernaung dibawah Departemen Kesehatan.

3. Periode III (1969-1970)

Untuk meningkatkan efisiensi setiap Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dikeluarkan Intruksi Presiden Nomor 17 tahun 1967 sehingga Departemen Kesehatan melebur perusahaan-perusahaan milik negara tersebut ke dalam Perusahaan Negara Farmasi (PNF) dan Alat-Alat Kesehatan Bhinneka Kimia Farma serta Perusahaan Negara Farmasi (PNF) Kasa Husada di Surabaya dirubah menjadi Perusahaan Umum dan Perusahaan Daerah, kemudian Perusahaan Negara Farmasi (PNF) Sari Husada di Yogyakarta berdiri sendiri sebagai anak perusahaan.

4. Periode IV (1971-2001)

(3)

5. Periode V (2001-sekarang)

Pada periode ini tepatnya tanggal 28 Juni 2001 PT. Kimia Farma (Persero) menjadi Perusahaan Terbuka (Tbk.) dengan nama PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. dimana untuk privatisasi tahap I saham yang lepas adalah sebanyak 9% dengan rincian 3% untuk program Kepemilikan Saham Karyawan dan Manajemen (KSKM) PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. dan sebanyak 6% untuk masyarakat umum.

Pada tanggal 4 Januari 2003 PT. Kimia Farma membentuk 2 anak perusahaan yaitu:

a. PT. Kimia Farma Health & Care

b. PT. Kimia Farma Trading & Distribution

Pada tanggal 4 Juli 2001, PT. Kimia Farma (Persero) kembali mengubah statusnya menjadi perusahaan publik - PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, dalam penulisan berikutnya disebut Perseroan. Bersamaan dengan perubahan tersebut, Perseroan telah dicatatkan pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang kedua bursa telah merger dan kini bernama Bursa Efek Indonesia). Berbekal pengalaman selama puluhan tahun, Perseroan telah berkembang menjadi perusahaan dengan pelayanan kesehatan terintegrasi di Indonesia. Perseroan kian diperhitungkan kiprahnya dalam pengembangan dan pembangunan bangsa, khususnya pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia.

(4)

industri, dimana kelimanya telah mendapat sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan sertifikat ISO 9001, ISO 9002 dan ISO 14001 dari institusi luar negeri.

Plant Jakarta memproduksi sediaan tablet, tablet salut, kapsul, sirup kering,

suspensi, sirup, tetes mata, krim, antibiotika dan injeksi. Unit ini merupakan satu-satunya pabrik obat di Indonesia yang mendapat tugas dari pemerintah untuk memproduksi obat golongan narkotika. Industri formulasi ini telah memperoleh sertifikat, yaitu: Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan ISO (International Organization for Standardization) 9001:2008.

Plant Bandung memproduksi bahan baku kina dan turunan-turunannya,

rifampisin, obat asli indonesia dan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR). Selain itu, Plant Bandung juga memproduksi tablet, sirup, serbuk dan produk kontrasepsi Pil Keluarga Berencana (Pil KB). Unit produksi ini telah menerima sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan ISO (International Organization for Standardization) 9002.

Plant Semarang mengkhususkan diri pada minyak jarak, minyak nabati,

serta bedak. Untuk menjamin kualitas produksi, unit ini secara konsisten menerapkan Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO (International Organization for Standardization) 9001:2008 serta telah memperoleh sertifikat Cara Pembuatan

Kosmetika yang Baik (CPKB) dan memperoleh sertifikat HACCP untuk memproduksi minyak nabati.

Plant Watudakon di Jawa Timur merupakan satu-satunya pabrik yang

(5)

besi untuk obat penambah darah. Plant Watudakon juga mempunyai fasilitas produksi formulasi seperti tablet, tablet salut, kapsul lunak, salep, sirup dan cairan obat. Unit ini telah memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), ISO (International Organization for Standardization) 9002 dan ISO (International Organization for Standardization) 14001.

Plant Medan di Tanjung Morawa, Sumatera Utara, memproduksi obat

dalam sediaan tablet, krim dan kapsul. Mendapatkan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk seluruh jenis sediaan yang diproduksi serta menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO (International Organization for Standardization) 9001:2008.

(6)

2.2 Visi dan Misi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 2.2.1 Visi Perusahaan

Visi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. adalah menjadi korporasi bidang kesehatan terintegrasi dan mampu menghasilkan pertumbuhan nilai yang berkesinambungan melalui konfigurasi dan koordinasi bisnis yang sinergis (Anonim, 2013).

2.2.2 Misi Perusahaan

Selain memiliki visi, PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. memiliki empat misi utama, yaitu menghasilkan pertumbuhan nilai korporasi melalui usaha di bidang-bidang sebagai berikut (Anonim, 2013):

1. Industri kimia dan farmasi dengan basis penelitian dan pengembangan produk yang inovatif.

2. Perdagangan dan jaringan distribusi.

3. Pelayanan kesehatan yang berbasis jaringan retail farmasi dan jaringan pelayanan kesehatan lainnya.

4. Pengelolaan aset-aset yang dikaitkan dengan pengembangan usaha perusahaan.

2.3 Budaya Perusahaan

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. memiliki budaya perusahaan prima yang mencakup aspek nilai diri dan nilai kerja yang telah ditetapkan sejak tahun 2004, yang masih tetap relevan dengan visi dan misi perusahaan tersebut.

(7)

1. Profesionalisme

Merupakan kesadaran dalam berpikir, berbicara dan bertindak dalam menjalankan tugas dan fungsinya dengan penuh semangat dan berbekal pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam situasi dan kondisi apapun.

2. Integritas

Merupakan sikap mental yang positif yang melandasi semangat dan antusiasme dalam bekerja secara profesional.

3. Kerja Sama

Merupakan bekerja dalam kebersamaan dalam langkah dan pikiran yang tercermin dalam kerja sama tim antar karyawan yang erat dan solid untuk mendapatkan hasil terbaik bagi perusahaan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

2.4 Lokasi dan Sarana Produksi 2.4.1 Lokasi

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan terletak di jalan Sisingamangaraja Kilometer 9 dengan luas 20.269 meter persegi Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia.

2.4.2 Sarana Produksi

Perusahaan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan berdiri di atas lahan dengan luas 20.269 meter persegi yang terdiri dari:

1. Ruang perkantoran.

(8)

Ruang Contoh Pertinggal) dan Pengawasan Selama Proses (In Process Control/ IPC).

3. Ruang produksi tablet/ kapsul. 4. Ruang produksi krim/ salep. 5. Ruang penimbangan sentral. 6. Gudang bahan baku.

7. Gudang bahan kemas. 8. Gudang etiket.

9. Gudang obat jadi.

10. Bangunan penunjang seperti tempat pencucian, dapur, mushola dan tempat olahraga.

Konstruksi bangunan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang terdiri dari lantai, dinding dan langit-langit serta sistem pengaturan udara telah dibuat sesuai dengan persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

2.4.2.1 Lantai

Lantai di dalam ruangan produksi dilapisi dengan epoksi, ruang produksi untuk masing-masing bentuk sediaan terletak terpisah dinding dan langit-langit memiliki permukaaan licin dan tidak terdapat sambungan, mudah dibersihkan, tidak menahan partikel, tahan terhadap deterjent, desinfektan dan tahan terhadap bahan kimia.

2.4.2.2 Dinding

(9)

dibersihkan, tahan terhadap bahan kimia, desinfektan, deterjen, tidak menahan partikel, serta tidak menjadi tempat bersarangnya binatang kecil.

2.4.2.3 Langit–langit

Langit-langit ruangan produksi dilapisi dengan epoksi, sehingga permukaan langit-langit menjadi licin dan rata, kedap air, mudah dibersihkan, tahan terhadap bahan kimia, deterjen, desinfektan, tidak menahan partikel.

2.4.2.4 Pengaturan Udara

Sistem pengaturan udara pada ruang produksi menggunakan Unit Pengatur Udara (Air Handling Unit/ AHU) dengan Penyejuk Udara (Air Conditioner/ AC) sentral. Supply udara yang akan disalurkan kedalam ruang produksi berasal dari dua sumber, yaitu berasal dari udara yang disirkulasi kembali (80%) dan berasal dari udara bebas (sebanyak 20%). Kecepatan pertukaran udara dalam ruangan produksi adalah 20 kali per jam dan untuk koridor 25 kali per jam.

(10)

2.6 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) 2.6.1 Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)

Peningkatan tuntutan terhadap jaminan khasiat, keamanan, dan kualitas produk, maka “konsep pengawasan mutu” hanya bisa mendeteksi kesalahan yang sudah terjadi, maka konsep yang demikian sudah tidak memadai lagi. Jaminan terhadap khasiat, keamanan, dan mutu produk industri farmasi tersebut hanya bisa dilakukan dengan sistem yang secara proaktif mencegah sebelum terjadinya kesalahan dan/atau penyimpangan dalam proses pembuatan obat tersebut. Konsep ini disebut dengan “Konsep Penjaminan Mutu”.

Pemastian mutu merupakan suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif yang akan mempengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya, karena itu Pemastian Mutu mencakup Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ditambah dengan faktor lain di luar pedoman ini seperti desain dan pengembangan produk.

Struktur organisasi mutu menurut CPOB yaitu Pengawasan Mutu benar-benar terpisah dengan fungsi Pemastian Mutu. Manager Pemastian Mutu berada langsung dibawah direksi perusahaan sehingga merupakan “wakil perusahaan” dalam urusan mutu (Quality Management Representative). Dengan model organisasi seperti ini, maka mutu benar-benar tertanam ke dalam produk, karena seluruh aspek dalam organisasi “diawasi” oleh bagian Pemastian Mutu.

(11)

untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk.

ISO-9001:2008 adalah suatu standar internasional untuk sistem manajemen kualitas yang dikeluarkan oleh International Organization for Standarization (ISO). Tujuan implementasi Sistem Manajemen Mutu

ISO-9001:2008 adalah untuk meningkatkan daya saing industri yang bersangkutan.

2.6.2 Personalia

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan.

Personil Kunci mencakup Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan Mutu dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Posisi utama tersebut dijabat oleh personil purna waktu. Kepala Bagian Produksi dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) serta Kepala Bagian Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain.

(12)

Bagian Produksi hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam produksi obat.

Kepala Bagian Pengawasan Mutu hendaklah seorang Apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan Manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Kepala Bagian Pengawasan Mutu hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh untuk melaksanakan tugas yang berhubungan pengawasan mutu obat selama proses produksi.

Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah seorang Apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan Manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan sistem mutu atau pemastian mutu.

(13)

beresiko tinggi, toksis atau yang menimbulkan alergi. Pelatihan hendaknya diberikan oleh orang yang cakap. Dokumen pelatihan harus disimpan dengan baik dan efektifitas program pelatihan hendaknya dinilai secara berkala.

2.6.3 Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain dan memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.

Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki ukuran, rancangan kontruksi serta letak yang memadai agar memudahkan dalam melaksanakan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik. Tiap sarana kerja hendaklah memadai, sehingga setiap resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat dapat dihindarkan.

(14)

Dalam menentukan rancang bangun dan penataan gedung hendaklah dipertimbangkan hal-hal berikut:

1. Kesesuaian dengan kegiatan lain, yang mungkin dilakukan dalam sarana yang sama atau dalam sarana yang berdampingan.

2. Luasnya ruang kerja, yang memungkinkan penempatan peralatan dan bahan-bahan secara teratur dan logis serta memungkinkan terlaksananya kegiatan, kelancaran arus kerja, komunikasi dan pengawasan yang efektif maupun untuk mencegah kesesakan dan ketidakteraturan.

3. Pencegahan terjadinya penggunaan kawasan produksi sebagai lalu lintas umum bagi karyawan atau bahan-bahan ataupun sebagai tempat penyimpanan kecuali untuk bahan-bahan yang sedang dalam proses.

Rancangan bangun dan penataan gedung hendaklah memenuhi persyaratan-persyaratan berikut:

1. Mencegah resiko tercampur baurnya obat atau komponen obat yang berbeda, kemungkinan terjadinya pencemaran silang oleh obat atau bahan-bahan lain serta resiko terlewatnya salah satu langkah dalam proses produksi.

2. Kegiatan pengolahan bahan bagi produk bukan obat dipisahkan dari ruang produksi obat.

3. Disediakan ruang terpisah untuk membersihkan alat yang dapat dipindah-pindahkan dan ruangan untuk menyimpan alat pembersih.

(15)

5. Toilet tidak terbuka langsung ke daerah produksi dan dilengkapi dengan ventilasi yang baik.

Untuk kegiatan-kegiatan berikut diperlukan daerah tertentu yaitu: 1. Penerimaan bahan.

2. Karantina barang masuk. 3. Ruang sampling.

4. Penyimpanan bahan awal. 5. Penimbangan dan penyerahan. 6. Pengolahan.

7. Penyimpanan produk ruahan. 8. Pengemasan.

9. Karantina obat jadi selama menunggu pelulusan akhir. 10. Penyimpanan obat jadi.

11. Pengiriman barang. 12. Laboratorium. 13. Pencucian peralatan.

Bangunan hendaklah mendapatkan penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi dengan fasilitas Sistem Pengatur Udara (Air Handling Sistem/ AHS) (termasuk suhu, kelembaban dan penyaring) yang sesuai untuk kegiatan dalam bangunan maupun dengan lingkungan sekitarnya.

2.6.4 Peralatan

(16)

tepat, agar mutu obat terjamin sesuai dengan desain serta seragam dari Batch ke Batch dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan.

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki rancang bangunan dan kontruksi yang tepat. Permukaan peralatan yang bersentuhan langsung dengan bahan atau produk tidak boleh bereaksi karena dapat merubah identitas, mutu dan kemurnian produk yang dihasilkan, tidak boleh mencemari produk, harus mudah dibersihkan baik bagian dalam maupun bagian luar mesin atau alat tersebut. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur dan menguji harus diperiksa ketelitiannya secara teratur serta dikalibrasi menurut program dan prosedur yang tepat.

Pemasangan dan penempatan alat harus dapat mencegah terjadinya kontaminasi silang dan cukup renggang untuk memberikan keleluasaan kerja. Saluran air, uap dan udara bertekanan harus diatur dengan baik sehingga kualitas ruangan dan sediaan yang baik dicapai selama kegiatan berlangsung.

Peralatan hendaknya dirawat menurut jadwal agar tetap berfungsi dengan baik dan mencegah pencemaran terhadap produk. Catatan mengenai pelaksanaan, pemeliharaan dan pemakaian suatu peralatan utama hendaklah dicakup dalam buku catatan harian yang menunjukkan Tanggal, Waktu, Kekuatan, Nomor Batch Produk dan Jumlah Produk yang dihasilkan yang diolah dengan peralatan tersebut serta pelaksana pembersihan.

2.6.5 Sanitasi dan Higiene

(17)

sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.

2.6.5.1 Higiene Perorangan

1. Tiap personil yang masuk ke area pembuatan hendaklah mengenakan pakaian pelindung yang sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakan.

2. Prosedur higiene perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan pakaian pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua personil yang memasuki area produksi, baik karyawan purna waktu, paruh waktu atau bukan karyawan yang berada di area pabrik, misalnya karyawan kontraktor, pengunjung anggota manajemen senior dan inspektur.

3. Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk keamanan personil, hendaklah personil mengenakan pakaian pelindung yang bersih dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup rambut. Pakaian kerja kotor (yang dapat dipakai ulang) hendaklah disimpan dalam wadah tertutup hingga saat pencucian.

(18)

5. Semua personil hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat direkrut. Industri harus bertanggung jawab agar tersedia instruksi yang memastikan bahwa keadaan kesehatan personil yang dapat mempengaruhi mutu produk diberitahukan kepada manajemen industri. Harus dilakukan pemeriksaan kesehatan personil secara berkala. Petugas pemeriksa visual hendaklah menjalani pemeriksaan mata secara berkala.

6. Semua personil hendaklah menerapkan higiene perorangan yang baik. Hendaklah mereka dilatih mengenai penerapan higiene perorangan. Semua personil yang berhubungan dengan proses pembuatan hendaklah memperhatikan tingkat higiene perorangan yang tinggi.

7. Tiap personil yang mengidap penyakit atau menderita luka terbuka yang dapat merugikan mutu produk hendaklah dilarang menangani bahan awal, bahan pengemas, bahan yang sedang diproses dan obat jadi sampai dia sembuh kembali.

8. Semua personil hendaklah diperintahkan dan didorong inisiatifnya untuk melaporkan kepada atasan langsung tiap keadaan (pabrik, peralatan atau personil) yang menurut penilaian mereka dapat merugikan produk.

9. Hendaklah dihindarkan persentuhan langsung antara tangan operator dengan bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang terbuka dan juga dengan bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk.

(19)

11. Merokok, makan, minum, mengunyah, memelihara tanaman, menyimpan makanan, minuman, bahan untuk merokok atau obat pribadi hanya diperbolehkan di area tertentu dan dilarang dalam area produksi, laboratorium, area gudang dan area lain yang mungkin berdampak terhadap mutu produk.

2.6.5.2 Sanitasi Bangunan dan Fasilitas

1. Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik.

2. Hendaklah tersedia dalam jumlah yang cukup sarana toilet dengan ventilasi yang baik dan tempat cuci bagi personil yang letaknya mudah diakses dari area pembuatan.

3. Hendaklah disediakan sarana yang memadai untuk penyimpanan pakaian personil dan milik pribadinya di tempat yang tepat.

4. Penyiapan, penyimpanan dan konsumsi makanan dan minuman hendaklah dibatasi di area khusus, misalnya kantin. Sarana ini hendaklah memenuhi standar sanitasi.

5. Sampah tidak boleh dibiarkan menumpuk. Sampah hendaklah dikumpulkan di dalam wadah yang sesuai untuk dipindahkan ke tempat penampungan di luar bangunan dan dibuang secara teratur dan berkala dengan mengindahkan persyaratan sanitasi.

(20)

7. Hendaklah ada prosedur tertulis untuk pemakaian rodentisida, insektisida, agen fumigasi, pembersih dan sanitasi yang tepat. Prosedur tertulis tersebut hendaklah disusun dan dipatuhi untuk mencegah pencemaran terhadap peralatan, bahan awal, wadah obat, tutup wadah, bahan pengemas dan label atau produk jadi. Rodentisida, insektisida dan fungisida hendaklah tidak digunakan kecuali yang sudah terdaftar dan digunakan sesuai peraturan terkait.

8. Hendaklah ada prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab untuk sanitasi serta menguraikan dengan cukup rinci mengenai jadwal, metode, peralatan dan bahan pembersih yang harus digunakan untuk pembersihan sarana dan bangunan. Prosedur tertulis terkait hendaklah dipatuhi.

9. Prosedur sanitasi hendaklah berlaku untuk pekerjaan yang dilaksanakan oleh kontraktor atau karyawan sementara maupun karyawan purna waktu selama pekerjaan operasional biasa.

10. Segala praktik tidak higiene di area pembuatan atau area lain yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu produk, hendaklah dilarang.

2.6.5.3 Pembersihan dan Sanitasi Peralatan

(21)

2. Metode pembersihan dengan cara vakum atau cara basah lebih dianjurkan. Udara bertekanan dan sikat hendaklah digunakan dengan hati-hati dan sedapat mungkin dihindari karena menambah risiko pencemaran produk. 3. Pembersihan dan penyimpanan peralatan yang dapat dipindah-pindahkan dan

penyimpanan bahan pembersih hendaklah dilaksanakan dalam ruangan yang terpisah dari ruangan pengolahan.

4. Prosedur tertulis yang cukup rinci untuk pembersihan dan sanitasi peralatan serta wadah yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah dibuat, divalidasi dan ditaati. Prosedur ini hendaklah dirancang agar pencemaran peralatan oleh agen pembersih atau sanitasi yang dicegah. Prosedur ini setidaknya meliputi penanggung jawab pembersihan, jadwal, metode, peralatan dan bahan yang dipakai dalam pembersihan serta metode pembongkaran dan perakitan kembali peralatan yang mungkin diperlukan untuk memastikan pembersihan yang benar terlaksana. Jika perlu, prosedur juga meliputi sterilisasi peralatan, penghilangan identitas Batch sebelumnya serta perlindungan peralatan yang telah bersih terhadap pencemaran sebelum digunakan.

5. Catatan mengenai pelaksanaan pembersihan, sanitasi dan inspeksi sebelum penggunaan peralatan hendaklah disimpan secara benar.

(22)

2.6.5.4 Validasi Prosedur Pembersihan dan Sanitasi

Prosedur pembersihan sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas prosedur memenuhi persyaratan.

2.6.6 Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Prosedur produksi hendaklah dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama-sama penanggung jawab pengawasan mutu. Setiap penyimpangan prosedur yang telah ditetapkan hendaknya dicatat pada Catatan Batch dan bila perlu proses produksi setiap Batch sebelumnya dievaluasi kembali.

2.6.6.1 Bahan Awal

1. Setiap pemasukan, pengeluaran dan sisa bahan harus dilakukan pencatatan. 2. Pada saat diterima harus diperiksa keutuhan kemasan dan kebenaran label

dari bahan tersebut.

3. Setiap bahan awal, sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan hendaklah memenuhi spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan yang diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi.

(23)

5. Bahan awal yang mudah terurai atau menurun potensinya harus dinyatakan batas waktu penggunaannya.

6. Penyimpanan hendaklah dilakukan dalam ruangan atau tempat yang suhunya diatur dan disesuaikan dengan sifat fisik dan kimia bahan tersebut.

7. Persediaan bahan awal diperiksa dalam selang waktu tertentu untuk menyakinkan bahwa wadahnya tertutup rapat, bertanda yang benar dan dalam kondisi yang baik pemeriksaan laboratorium kembali dilakukan sesuai prosedur yang ditentukan.

8. Semua bahan awal yang tidak memenuhi syarat ditandai dengan jelas, di tempatkan terpisah dan secepatnya dikembalikan ke pemasok atau dimusnahkan.

2.6.6.2 Validasi Prosedur

Semua prosedur produksi hendaklah divalidasi dengan tepat. Validasi dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan dan catatan hasilnya harus disimpan. Program dan dokumentasi validasi hendaklah membuktikan kecocokan bahan yang dipakai, keandalan peralatan dan sistem serta kemampuan petugas pelaksana.

Perubahan penting dalam proses, peralatan atau bahan hendaklah disertai dengan validasi ulang, untuk menjamin bahwa perubahan tersebut akan tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.

2.6.6.3 Pencemaran

(24)

kualitas suatu produk, tidak dapat diterima. Perhatian khusus hendaklah diberikan pada masalah pencemaran silang, karena sekalipun sifat dan tingkatannya tidak berpengaruh langsung pada kesehatan, hal ini menunjukkan pelaksanaan pembuatan obat yang tidak sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Tindakan pencegahan terhadap pencemaran silang dan efektifitasnya hendaklah diperiksa secara berkala misalnya dengan pemeriksaan rutin pada saringan udara, pemeriksaan lingkungan dan pemeriksaan perbedaan tekanan antar ruang terutama ruang penyangga.

2.6.6.4 Sistem Penomoran Batch

Penomoran Batch diperlukan secara rinci untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan dan produk jadi dapat dikenali dengan Nomor Batch tertentu. Sistem penomoran ini hendaknya menjamin bahwa Nomor Batch yang sama tidak digunakan secara berulang. Tidak diperkenankan memakai Nomor Batch yang sama selama periode tertentu yaitu paling sedikit 10 tahun. Untuk

Batch yang diolah ulang hendaklah diberikan kode tambahan terhadap Nomor

Batch tersebut.

2.6.6.5 Penimbangan dan Penyerahan

(25)

bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang ada di daerah penyerahan hanya boleh untuk satu Batch saja.

2.6.6.6 Pengolahan

Semua bahan yang digunakan dalam pengolahan harus diperiksa lebih dahulu. Hendaklah tidak memasukkan bahan lain selain bahan untuk Batch yang sedang diolah tersebut. Pemantauan kondisi area pengolahan dan langkah yang harus dilakukan sebelum memulai proses pengolahan sebaiknya menggunakan suatu daftar periksa yang mencakup, antara lain: kondisi daerah pengolahan harus dipantau dan dikendalikan sesuai persyaratan yang telah ditetapkan dan peralatan harus dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan. Kegiatan pengolahan harus mengikuti Prosedur Tetap (Protap) dan tiap penyimpangan harus segera dilaporkan kepada supervisor dan didokumentasikan di dalam catatan pengolahan Batch.

2.6.6.7 Pengawasan Selama Proses (In Process Control/ IPC)

Prosedur Pengawasan Selama Proses (In Process Control/ IPC) harus dipatuhi seperti pengambilan contoh, frekuensi pengambilan contoh dan jumlah yang diambil untuk pemeriksaan. Hasil pengujian Pengawasan Selama Proses (In Process Control/ IPC) harus dicatat dan didokumentasikan.

Pengawasan mutu selama proses produksi atau Pengawasan Selama Proses (In Process Control/ IPC) dilakukan untuk:

(26)

sample diambil pada waktu permulaan, pertengahan dan akhir pencetakan tablet.

2. Sediaan setengah padat, meliputi: keseragaman dan homogenitas obat, pemeriksaan ukuran partikel, pemeriksaan tampilan, viskositas, berat jenis, pemeriksaan berat, pemeriksaan kebocoran tube (wadah).

2.6.6.8 Pengemasan

Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Proses pengemasan hendaklah dilaksanakan dibawah pengawasan ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan kualitas barang yang sudah dikemas. Sebelum kegiatan pengemasan dimulai hendaklah dilakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa peralatan dan ruang kerja dalam keadaan bersih dan bebas dari produk dan sisa produk lain atau dokumen yang tidak diperlukan untuk kegiatan yang dilakukan.

Sebelum menempatkan bahan pengemas pada jalur pengemasan hendaklah diadakan pemeriksaan kesiapan jalur pengemasan yang bersangkutan oleh petugas yang ditunjuk sesuai dengan prosedur tertulis yang ditentukan.

(27)

Produk dalam status karantina hendaklah diberi label “Karantina” dan disimpan dalam rak khusus untuk karantina atau di tempat yang diberi tanda khusus sehingga mudah dibedakan dengan produk yang telah diluluskan.

2.6.6.9 Penyimpanan Bahan Awal, Produk Antara, Produk Ruahan dan Obat Jadi

Semua bahan hendaklah disimpan secara rapi dan teratur untuk mencegah resiko tercampur atau beresiko terjadinya pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan. Semua bahan ini disimpan dengan jarak yang cukup terhadap bahan lainnya maupun terhadap dinding, tidak diletakkan di lantai dan dalam kondisi lingkungan yang sesuai. Penyimpanan di luar gudang diperbolehkan bagi bahan yang dikemas dalam wadah kedap yang mutunya tidak terpengaruh oleh suhu, kelembaban dan faktor lainnya. Bahan yang mudah terbakar hendaklah disimpan di gudang khusus yang letaknya terpisah sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Setiap bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi yang disimpan hendaklah mempunyai kartu persediaan yang senantiasa dirujuk dan jika terdapat penyimpangan hendaklah dicatat disertai penjelasan.

2.6.7 Pengawasan Mutu

(28)

Pengawasan mutu adalah bagian yang penting dari Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) agar tiap obat yang dibuat memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Rasa keterikatan dan tanggung jawab semua unsur dalam semua rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk menghasilkan obat yang bermutu mulai dari saat obat dibuat sampai pada distribusi obat jadi. Untuk keperluan tersebut harus ada suatu Bagian Pengawasan Mutu yang berdiri sendiri.

Pengawasan mutu meliputi semua fungsi analisa yang dilakukan laboratorium termasuk pengambilan contoh, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi. Pengawasan mutu juga meliputi program uji stabilitas, pemantauan lingkungan kerja, validasi, dokumentasi suatu Batch, program penyimpanan contoh dan penyusunan serta penyimpanan

spesifikasi yang berlaku dari tiap bahan dan produk termasuk metode pengujiannya.

2.6.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu

(29)

Untuk mendapatkan standar inspeksi diri yang maksimal dan seragam maka disusun daftar pemeriksaan selengkap mungkin. Daftar pemeriksaan hendaklah meliputi pertanyaan mengenai hal-hal berikut:

1. Karyawan.

2. Bangunan termasuk fasilitas untuk karyawan. 3. Penyimpanan bahan awal dan bahan jadi. 4. Peralatan.

5. Produksi.

6. Pengawasan mutu. 7. Dokumentasi.

8. Pemeliharaan gedung dan peralatan.

Tim inspeksi diri ditunjuk oleh pimpinan perusahaan terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang yang ahli dibidang yang berlainan dan paham mengenai Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Anggota tim dapat berasal dari lingkungan perusahaan atau dari luar lingkungan perusahaan. Tiap anggota tim hendaklah bebas dalam memberikan penilaian atas hasil inspeksi.

2.6.9 Penanganan Keluhan Terhadap produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian

Keluhan dan laporan dapat menyangkut kualitas, efek samping yang merugikan atau masalah medis lainnya. Semua keluhan dan laporan hendaklah diselidiki dan dievaluasi serta diambil tindak lanjut yang sesuai.

(30)

memenuhi persyaratan kualitas atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping yang diperhitungkan yang merugikan kesehatan. Penarikan kembali seluruh obat jadi tertentu dapat merupakan tindak lanjut penghentian pembuatan satu jenis obat jadi yang bersangkutan.

Penanganan terhadap keluhan ditangani oleh bagian QA. Apabila jenis keluhan beresiko besar terhadap kesehatan maka dilakukan penarikan kembal obat yang beredar.

2.6.10 Dokumentasi

(31)

Manfaat dokumentasi antara lain:

1. Untuk memberikan kepada konsumen maupun kepada tim pemeriksa (auditor) bahwa obat telah diproduksi dengan benar, sesuai prosedur dan persyaratan yang telah ditetapkan.

2. Untuk menjamin bahwa obat yang diproduksi senantiasa dijaga dan ditingkatkan mutunya.

3. Untuk menjamin bahwa proses yang dilakukan oleh petugas yang berada dari waktu ke waktu akan memberikan hasil yang sama.

4. Untuk menghindari kemungkinan yang dapat terjadi pada tahap proses berikutnya serta penyimpanan dan distribusi.

2.6.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindar kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap batch tiap produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jwab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

2.6.11.1 Umum

(32)

2. Semua pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak termasuk usul perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain hendaklah sesuai dengan izin edar untuk produk yang bersangkutan.

3. Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, pelulusan akhir harus diberikan oleh Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian mutu) pemberi kontrak.

2.6.11.2 Pemberi Kontrak

1. Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi penerima kontrak dalam melaksanakan pekerjaan atau pengujian yang diperlukan dan memastikan bahwa prinsip dan pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) diikuti.

2. Pemberi kontrak hendaklah menyediakan semua informasi yang diperlukan kepada penerima kontrak untuk melaksanakan pekerjaan kontrak secara benar sesuai izin edar dan persyaratan legal lain.

2.6.11.3 Penerima Kontrak

1. Penerima kontrak harus mempunyai gedung dan peralatan yang cukup, pengetahuan dan pengalaman dan personil yang kompeten untuk melakukan pekerjaan yang diberikan oleh pemberi kontrak dengan memuaskan. Pembuatan obat berdasarkan kontrak hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang diterbitkan oleh Otoritas Pengawasan Obat (OPO).

(33)

2.6.11.4 Kontrak

Kontrak hendaklah dibuat antara pemberi kontrak dan penerima kontrak dengan menetapkan tanggung jawab masing-masing pihak yang berhubungan dengan produksi dan pengendalian mutu produk. Semua pengaturan pembuatan dan analisis harus sesuai dengan izin edar dan disetujui oleh kedua belah pihak.

2.6.12 Kualifikasi dan Validasi 2.6.12.1 Kualifikasi

Validasi untuk mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang disebut dengan kualifikasi. Jadi, kualifikasi adalah istilah yang digunakan untuk validasi mesin, peralatan produksi maupun sarana penunjang. Kualifikasi mesin, peralatan produksi maupun sarana penunjang merupakan langkah pertama (first step) dalam pelaksanakan validasi di industri farmasi.

Kualifikasi adalah “Kegiatan Pembuktian” bahwa perlengkapan fasilitas atau sistem yang digunakan dalam suatu proses atau sistem akan selalu bekerja sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten. Kualifikasi peralatan merupakan identitas sifat suatu peralatan yang berkaitan dengan kinerja dan fungsinya serta pemberian batasan nilai tertentu terhadap identitas atau sifat tersebut.

Validasi atau kualifikasi mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang terdiri dari 4 tingkatan, yaitu:

1. Kualifikasi Desain.

(34)

spesifikasi yang diatur dalam ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang berlaku.

2. Kualifikasi Instalasi.

Tujuan Kualifikasi Instalasi adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang diinstalasi atau dipasang sesuai dengan spesifikasi yang tertera pada dokumen pembelian, buku manual alat yang bersangkutan dan pemasangannya dilakukan memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.

3. Kualifikasi Operasional.

Tujuan dari Kualifikasi Operasional adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang telah diinstalasi bekerja (beroperasi) sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan.

4. Kualifikasi Kinerja.

Tujuan dari Kualifikasi Kinerja adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang telah diinstalasi bekerja (beroperasi) sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan dengan cara menjalankan sistem sesuai dengan tujuan penggunaan.

Masing-masing pelaksanaan kualifikasi harus dilakukan secara berurutan dan berkesinambungan. Artinya, dalam pelaksanaan kualifikasi dimulai dari Kualifikasi Desain, kemudian Kualifikasi Instalasi, Kualifikasi Operasional dan yang terakhir Kualifikasi Kinerja, tidak bisa dibolak-balik.

2.6.12.2 Validasi

(35)

digunakan dalam produksi dan pengawasan mutu akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan.

2.6.12.3 Validasi Prosedur Analitik

Validasi Prosedur Analitik merupakan proses yang dilakukan melalui penelitian laboratorium untuk membuktikan bahwa karakteristik kinerja prosedur itu memenuhi persyaratan aplikasi analitik yang dimaksudkan. Jenis prosedur analitik yang harus divalidasi pada umumnya adalah uji identifikasi, uji kuantitatif komponen terpilih lainnya dalam suatu produk obat, uji kuantitatif kandungan cemaran dan uji batas untuk mengendalikan jumlah cemaran.

2.6.12.4 Validasi Berkala

Bagian Pengawasan Mutu hendaklah memberikan bantuan yang diperlukan atau mengambil bagian dalam pelaksanaan validasi berkala oleh bagian lain, khususnya bagian produksi untuk menjamin bahwa setiap produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.

2.6.12.5 Langkah-Langkah Pelaksanaan Validasi

Administrasi Makanan dan Obat (Food and Drug Administration/ FDA) dalam Pedoman Prinsip Umum Validasi Proses (Guideline on General Principles of Process Validation) memberikan langkah-langkah dalam pelaksanaan validasi,

yang tertuang dalam Siklus Hidup Validasi (Validation Life Cycle) berikut ini, yaitu:

(36)

2. Menyusun Rencana Induk Validasi (Validation Master Plan), yaitu dokumen yang menguraikan (secara garis besar) pedoman pelaksaan validasi di industri farmasi yang bersangkutan.

3. Membuat Dokumen Validasi, yaitu Prosedur Tetap (Protap), protokol serta laporan validasi.

4. Pelaksanaan Validasi.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Secara umum kemampuan bakteri dalam menekan penyakit yang disebabkan oleh patogen tular tanah dilakukan dengan empat cara yaitu menghambat patogen dengan cara berkompetisi

Metode: Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah adanya hubungan antara jenis pekerjaan dengan timbulnya nyeri kepala tipe tegang.. Penelitian ini

1) Hasil analisis Tipologi Klassen yang dilakukan menunjukkan bahwa rata-rata laju pertumbuhan PDRB sebesar 5,60 persen lebih besar dibandingkan rata-rata laju

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang diperoleh oleh (Sulistyowati, 2014) yang menyatakan bahwa usia kepala keluarga tidak mempunyai pengaruh

Kini akibat bom bardir informasi yang disajikan media sedemikian rupa maka tidak heran selain wanita para priapun, terutama yang berada di wilayah perkotaan

Dilihat dari segi kuantitas dan kualitas, kegunaan aluminium dapat mengatasi kegunaan logam lain kecuali besi. Karena itu aluminium sangat penting dalam kehidupan

Berdasarkan analisa sidik ragam penambahan konsentrasi gula pasir yang berbeda pada pembuatan abon ikan Gulamah, memberi pengaruh yang berbeda terhadap warna, aroma dan