• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Inovasi Teknologi Ramah Lingkungan 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prosiding Inovasi Teknologi Ramah Lingkungan 2013"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN KOMBINASI PUPUKDAN FREKUENSI PEMBERIAN ZPT

TERHADAP TANAMAN TERUNG UNGU

Umi Pudji Astuti, Tri Wahyuni, dan Siti Rosmanah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu

Jalan Irian Km 6,5 Bengkulu 38119 Telp/Fax. (0736) 23030/(0736) 345568 Email : bptp_bengkulu@yahoo.com

ABSTRAK

Terung merupakan salah satu komoditas sayuran yang berpotensial untuk dikembangkan. Di pasar Eropa terung menduduki urutan keempat sayuran utama dunia dan dalam kurun waktu 12 tahun dari tahun 1990 areal penanaman terung naik 95% dengan produksi naik 158%. Peningkatan produksi terung dapat dilakukan melalui pemupukan dan pemberian ZPT. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi antara jenis pupuk dan frekuensi pemberian ZPT terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman terung ungu. Penelitian dilaksanakan di Kompleks Perkantoran BPTP Bengkulu pada Februari-Juni 2013. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 ulangan. Perlakuan merupakan kombinasi antara pupuk dengan frekuensi pemberian ZPT dan diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 8 kombinasi. Adapun kombinasi perlakuan tersebut adalah 1) pupuk tunggal + frekuensi ZPT 2 kali (PTH2); 2) pupuk tunggal + frekuensi ZPT 4 kali (PTH4); 3) pupuk tunggal + frekuensi ZPT 6 kali (PTH6); 4) pupuk tunggal + frekuensi ZPT 8 kali (PTH8); 5) pupuk majemuk + frekuensi ZPT 2 kali (PMH2); 6) pupuk majemuk + frekuensi ZPT 4 kali (PMH4); 7) pupuk majemuk + frekuensi ZPT 6 kali (PMH6); dan 8) pupuk majemuk + frekuensi ZPT 8 kali (PMH8). Data yang diperoleh dianalisis dan diuji dengan menggunakan uji Duncan pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan kombinasi pupuk tunggal dan pupuk majemuk dengan frekuensi pemberian ZPT tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil terung ungu. Kombinasi pupuk majemuk dan pemberian ZPT sebanyak 8 kali menunjukkan jumlah buah/batang tertinggi (17 buah/batang) dan kombinasi pupuk tunggal dengan pemberian ZPT sebanyak 8 kali menunjukkan bobot buat/batang tertinggi (995,67 gram).

Kata kunci: terung ungu,pupuk majemuk, pupuk tunggal, hormon tumbuh, frekuensi

PENDAHULUAN

Terung merupakan salah satu komoditas sayuran yang berpotensial untuk dikembangkan. Di pasar Eropa terung menduduki urutan keempat sayuran utama dunia dan dalam kurun waktu 12 tahun dari tahun 1990 areal penanaman terung naik 95% dengan produksi naik 158%. Terung merupakan tanaman yang berasal dari Afrika Timur dengan pusat keragamannya berada di daerah Cina dan Indo-Burma. Negara Asia merupakan produsen terbesar (80%), dimana Cina (53%) dan India (30%). Kedua negara tersebut merupakan produsen terbesar di Asia, sedangkan Indonesia hanya menyumbang 1% dari produksi terung dunia (Anonymous, 2004). Menurut BPS Indonesia (2012), produksi terung Indonesia pada tahun 2012 sebanyak 518.827 ton.

Tingginya kandungan gizi pada terung merupakan salah satu alasan komoditas terung banyak digemari. Menurut Lakitan (1995), di dalam 100 gram terung mengandung 24 kalori, air (94 gram), protein (1,1 gram), lemak (0,2 gram), karbohidrat (5,7 gram) serta mengandung mineral dan vitamin yang lain. Selain dimanfaatkan sebagai sayuran, terung juga dimanfaatkan sebagai obat gatal-gatal pada kulit, sakit perut, cuci perut, dan tekanan darah tinggi (Samadi, 2001). Menurut Jumini dan Marliah (2009), terung mempunyai khasiat sebagai obat karena mengandung alkaloid solanin, dan solasodin yang berfungsi sebagai bahan baku kontrasepsi oral.

(2)

Terung merupakan tanaman yang membutuhkan hara yang cukup tinggi dan biasanya dilakukan pemupukan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Secara umum, tanaman terung membutuhkan pupuk N sebanyak 110 kg/ha, P2O5 55 kg/ha dan K2O sebanyak 30 kg/ha (Ashari, 1995). Menurut Hardjowigeno (2003), bahwa unsur N berfungsi untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman, seperti akar, batang dan daun. Unsur P berfungsi untuk pembelahan sel, pembentukan bunga, buah dan biji serta mempercepat pematangan. Selain N dan P, unsur K juga merupakan unsur hara makro yang berfungsi sebagai unsur penyusun jaringan tanaman, pembentukan pati, serta sebagai aktivator berbagai enzim yang berperan dalam proses metabolisme.

Selain melalui pemupukan, peningkatan produktivitas tanaman terung juga dapat dilakukan melalui penggunaan ZPT. Menurut Jumini dan Marliah (2009), ZPT Harmonik berperan dalam pembesaran dan diferensiasi sel, mempercepat aliran asam amino dan zat makanan ke seluruh bagian tanaman dengan konsentrasi sitokinin tinggi. Selain itu, ZPT Harmonik mengandung auksin, giberelin dan sitokinin yang mampu mendorong pertumbuhan dan perpanjangan bagian tanaman (akar dan batang), merangsang pembungaan dan menormalkan pertumbuhan tanaman yang kerdil. Keuntungan lain dari pemberian ZPT Harmonik adalah mempunyai kisaran pemberian dengan konsentrasi lebih besar, sehingga apabila pemberian berlebih tidak membahayakan tanaman, mudah terurai oleh alam, aman bagi manusia dan ramah lingkungan. Konsentrasi ZPT Harmonik yang dianjurkan untuk tanaman sayur-sayuran adalah 1-2 cc/liter air. Berdasarkan uraian tersebut, belum diketahui frekuensi pemberian ZPT Harmonik terhadap tanaman terung, sehingga perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi antara jenis pupuk dan frekuensi pemberian ZPT terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman terung ungu.

METODOLOGI

Penelitian di laksanakan di Kompleks perkantoran BPTP Bengkulu pada Februari-Juni 2013. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial 2 x 4 dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah pupuk dengan 2 taraf yaitu pupuk tunggal (PT) dan pupuk majemuk (PM). Faktor kedua adalah frekuensi pemberian ZPT yang terdiri dari 4 taraf yaitu frekuensi 2 kali (F2), frekuensi 4 kali (F4), frekuensi 6 kali (F6) dan frekuensi 8 kali (F8).

Terung yang digunakan adalah jenis Craigi dengan varietas Raos. Terung jenis Craigi adalah terung yang memiliki buah bulat panjang dengan ujung runcing dan berbentuk lurus atau bengkok berwarna ungu (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, 2011). Penanaman dilakukan setelah bibit berumur 21 hari setelah semai dengan cara memindahkan bibit dari polybag kecil ke polybag yang sudah siap ditanami.

Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk Urea, SP-36 dan KCl dengan dosis masing-masing sebanyak 400 kg/ha, 311 kg/ha dan 225 kg/ha. Pemupukan dilakukan sebanyak 4 kali yaitu sebelum tanam dengan dosis 0,70 gram Urea/polybag, SP-36 1,36 gram/polybag, dan KCl 0,4 g/polybag. Pemupukan kedua dilakukan pada 2, 5, dan 7 Minggu Setelah Tanam (MST) menggunakan pupuk Urea dan KCl dengan dosis masing-masing 0,35 gram/polybag dan 0,20 gram/polybag. Pemupukan dilakukan dengan menaburkan pupuk pada lubang di sekeliling tanaman. Pada perlakuan pupuk majemuk dilakukan dengan menggunakan pupuk NPK (15:15:15) yang diberikan sebanyak 5 gram/polybag setiap satu minggu sekali dengan cara dicor.

Aplikasi ZPT pada frekuensi 2 kali dilakukan pada 40 Hari Setelah Tanam (HST) dan 50 HST. Pada frekuensi 4 kali diaplikasikan pada 22, 42, 62, dan 82 HST. Aplikasi pada frekuensi 6 kali dilakukan pada 14, 26, 39, 52, 65, dan 78 HST. Sedangkan pada frekuensi 8 kali diaplikasikan pada 12, 21, 31, 41, 51, 61, 71, dan 81 HST. Penyemprotan ZPT dilakukan pada pagi hari (pukul 08,00-09.00) dengan menggunakan hand sprayer.

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Tanah

Berdasarkan hasil analisis tanah yang dilakukan sebelum penelitian dilakukan, status unsur hara makro N tinggi, P sangat rendah dan K sangat tinggi, sedangkan unsur mikro K sangat tinggi, Ca rendah dan Mg tinggi. Hasil analisis tanah pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisis tanah lokasi penelitian.

Parameter Nilai*) Keterangan**)

Kadar Air (%) 7,20

N-total (%) 0.68 Tinggi

P-Bray (ppm) 2,12 Sangat rendah

K-dd (me/100 gr) 1,11 Sangat Tinggi

Ca-dd (me/100g) 2,20 Rendah

Mg-dd (me/100g) 7,63 Tinggi

*) Hasil Analisis Laboratorium Tanah BPTP Bengkulu, 2013 **)Balai Penelitian Tanah, 2009

Kadar Nitrogen (N) dalam tanah penelitian masuk ke dalam kategori tinggi. Hal ini sangat menguntungkan karena dapat mengurangi dosis pupuk N yang harus diberikan. Nitrogen adalah unsur hara makro utama yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak. N di dalam tanah berasal dari bahan organik, hasil pengikatan N dari udara oleh mikroba, pupuk, dan air hujan. Nitrogen yang dikandung tanah pada umumnya rendah, sehingga harus selalu ditambahkan dalam bentuk pupuk atau sumber lainnya pada setiap awal pertanaman (Hakim, et al., 1986).

Kadar Fosfat (P) tanah termasuk dalam kategori sangat rendah sehingga kebutuhan tanaman akan unsur P harus di pasok melalui pupuk tambahan.Ketersediaan unsur fosfat sangat tergantung dari bentuk kehadiran fosfat tersebut. Sumber fosfat yang paling mudah dijumpai ialah Ca dan P-Mg, sedangkan di tanah asam terdapat P-Fe dan P-Al yang relatif lebih mantap. Sumber primer terpenting bagi P di dalam tanah ialah mineral apatit. Apatit dirombak relatif cepat oleh air yang mengandung CO2, sehingga kalsium dan fosfor di dalamnya menjadi larut (Mustafa, et al., 2012).

Kadar (Kalium) K dalam tanah termasuk kategori sangat tinggi sehingga diperlukan sedikit penambahan pupuk KCl sesuai dengan dosis. Ketersediaan Kalium merupakan Kalium yang dapat dipertukarkan dan dapat diserap tanaman yang tergantung penambahan dari luar, fiksasi oleh tanahnya sendiri dan adanya penambahan dari kaliumnya sendiri. Ketersediaan hara kalium di dalam tanah dapat dibagi menjadi tiga bentuk yaitu kalium relatif tidak tersedia, kalium lambat tersedia, kalium sangat tersedia. dipercepat lagi oleh serapan tanaman dan jasad renik. Beberapa tipe tanah mempunyai kandungan kalium yang melimpah. Kalium dalam tanah ditemukan dalam mineral-mineral yang terlapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion adsorpsi pada kation tertukar dan cepat tersedia untuk diserap tanaman. Tanah-tanah organik mengandung sedikit Kalium.

Pertumbuhan Tinggi Tanaman

Pengukuran tinggi tanaman mulai dilakukan pada 10 HST, dengan tujuan untuk mengetahui pertambahan tinggi tanaman pada masing-masing perlakuan. Hasil analisis statistik terhadap tinggi tanaman pada 10-60 HST pada Tabel 2.

Tabel 2. Pertumbuhan tinggi tanaman terung 10-60 HST.

Perlakuan Pengamatan (HST)

10 20 30 40 50 60

Frekuensi 2 kali 13,79a 26,17a 37,83a 49,83a 55,33a 59,67a Frekuensi 4 kali 14,58a 27,50a 40,00a 50,17a 56,17a 61,50a Frekuensi 6 kali 13,63a 24,67a 38,00a 50,50a 58,33a 60,33a Frekuensi 8 kali 13,81a 26,83a 37,67a 49,17a 55,83a 59,17a

Pupuk tungggal 14,29p 27,48p 37,50p 47,54p 54,86p 58,60p

Pupuk majemuk 13,62p 25,79p 40,06p 53,16p 58,92p 62,46p

(4)

Hasil uji statistik terhadap tinggi tanaman pada 10-60 HST tidak menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan. Frekuensi pemberian ZPT sebanyak 4 kali menunjukkan tanaman tertinggi yaitu 61,50 cm, lebih tinggi dibandingkan frekuensi 2 kali (59,67 cm), frekuensi 6 kali (60,33 cm) dan frekuensi 8 kali (59,17 cm). Frekuensi pemberian ZPT sebanyak 2 kali cenderung meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman, diduga bahwa pemberian ZPT tersebut telah dapat merangsang pertumbuhan tinggi tanaman. Hasil penelitian Jumini dan Marliah (2009), menunjukkan bahwa pemberian ZPT dengan konsentrasi 1 cc/liter air cenderung lebih baik dibandingkan perlakuan lain.

Pemberian pupuk yang berbeda dan frekuensi pemberian ZPT tidak memberikan interaksi terhadap pertumbuhan tinggi tanaman (Gambar 1). Peningkatan tinggi tanaman cenderung terjadi pada masing-masing perlakuan dan semakin meningkat seiring dengan umur tanaman. Laju pertumbuhan tinggi tanaman dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Lakitan (1995), faktor yang berpengaruh terhadap pemanjangan batang adalah suhu dan intensitas cahaya. Suhu yang optimum untuk pemanjangan batang tergantung jenis tanaman, sedangkan tanaman yang berada pada kondisi dengan intensitas cahaya rendah akan memacu pertumbuhan. Sehingga tanaman cenderung tinggi pada kondisi kekurangan cahaya matahari.

Gambar 1. Peningkatan tinggi setelah tanam

Pertumbuhan Daun Tanaman

Hasil analisis statistik terhadap jumlah daun pada 10-60 HST menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan pengujian Duncan pada taraf 5%. Jumlah daun 10-60 HST pada Tabel 3.

Tabel 2. Pertumbuhan jumlah daun tanaman terung pada 10-60 HST.

Perlakuan Pengamatan (HST)

(5)

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Duncan pada taraf 5%, menunjukkan perbedaan nyata terhadap jumlah daun pada 20 HST dan tidak menunjukkan perbedaan nyata pada 10, 30, 40, 50 dan 60 HST. Pemberian ZPT pada beberapa frekuensi tidak mempengaruhi jumlah daun, peningkatan frekuensi pemberian ZPT tidak mempengaruhi jumlah daun pada tanaman terung. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Onggo (2009) dimana penggunaan pupuk dan dosis pupuk tidak menunjukkan adanya interaksi terhadap jumlah daun.Jumlah daun merupakan komponen yang dapat menunjukkan pertumbuhan tanaman. Faktor yang mempengaruhi pembentukan daun adalah genetik dan lingkungan. Kondisi lingkungan yang baik dapat mempercepat pembentukan daun. Grafik pertumbuhan jumlah daun pada Gambar 2.

Gambar 2. Pertumbuhan jumlah daun pada frekuensi penggunaan ZPT.

Komponen Hasil

Hasil pengujian statistik terhadap komponen hasil, hanya komponen jumlah buah/batang yang menunjukkan hasil yang berbeda nyata, sedangkan bobot/buah dan bobot buah/batang tidak menunjukkan hasil yang berbeda. Hasil uji statistik terhadap komponen hasil pada Tabel 3.

Tabel 3. Komponen hasil jumlah buah dan bobot buah/tanaman.

Perlakuan Jumlah buah/batang

(buah) Bobot/buah (gram)

Bobot buah/batang (gram)

Frekuensi 2 kali 12,00a 68,50a 789,50a

Frekuensi 4 kali 12,83a 67,00a 846,33a

Frekuensi 6 kali 10,33a 76,50a 751,17a

Frekuensi 8 kali 15,00b 64,50a 944,50a

Pupuk tungggal 12,17p 73,15p 790,10p

Pupuk majemuk 12,92p 66,12p 793,24p

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang tidak berbeda nyata menurut Duncan pada taraf 5%.

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00

10 20 30 40 50 60

Frekuensi 2 kali

Frekuensi 4 kali

Frekuensi 6 kali

Frekuensi 8 kali

Ju

m

la

h

d

au

n

(6)

Jumlah buah menunjukkan perbedaan hasil pada frekuensi pemberian ZPT sebanyak 8 kali, sedangkan frekuensi pemberian sebanyak 4 kali dan 6 kali tidak menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap frekuensi pemberian 2 kali. Frekuensi pemberian ZPT sebanyak 8 kali menunjukkan jumlah buah/batang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Komponen bobot/buah dan bobot buah/batang tidak menunjukkan hasil yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi pemberian ZPT tidak mempengaruhi bobot/buah dan bobot buah/batang. Penggunaan pupuk tunggal dan pupuk majemuk juga tidak menunjukkan adanya interaksi terhadap komponen hasil. Hasil penelitian Onggo (2009), dimana penggunaan pupuk majemuk lengkap (formula pril maupun tablet) menunjukkan berat buah/plot dan jumlah buah/plot dibandingkan dengan pemberian campuran 3 pupuk tunggan (Urea, SP36 dan KCl). Selain itu, pemberian pupuk majemuk NPK (16:16:16) menghasilkan buah tomat paling baik tiap tanaman maupun tiap petak (Koswara, 2006). Hal ini diduga selain mengandung NPK juga mengandung hormon lain yaitu geberelin dan sitokinin. Tidak adanya perbedaan komponen hasil tanaman terung menunjukkan bahwa penggunaan pupuk tunggal maupuk pupuk majemuk tidak berpengaruh terhadap komponen hasil.

KESIMPULAN

Frekuensi pemberian ZPT dan penggunaan pupuk tunggal maupun pupuk majemuk tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif serta komponen hasil tanaman terung ungu.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2004. Pertemuan tahunan ketiga : produksi terung tahan terhadap penyakit layu Fusarium dan layu Bakteri melalui teknik fusi protoplas. Warta Balitbio No.25 : 5-6.

Ashari, S. 1995. Hortikultura aspek budidaya. UI Press. Jakarta.

Balai Penelitian Tanah. 2009. Analisa kimia tanah, tanaman, dan pupuk. Balai Penelitian Tanah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor.

BPS Indonesia. 2012. Produksi sayuran di Indonesia, 1997-2012. Badan Pusat Statistik Indonesia.

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2012. Produksi sayuran di Indonesia, 1997-2012. Direktorat Jenderal Hortikultura. Kementerian Pertanian.

Gomes, K.A. dan Gomes, A.A. 2007. Prosedur statistik untuk penelitian pertanian (edisi revisi). UI Press. Jakarta. Hakim N., Y. Nyakpa, A.M.Lubis, S.G. Nugroho, A.Diha, G.B.Hong, dan Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah.

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. 286 hal.

Jumini dan A. Marliah. 2009. Pertumbuhan dan hasil tanaman terung akibat pemberian pupuk daun Gandasil dan zatpengatur tumbuh Harmonik. Jurnal Floraltek 4 : 73-80.

Koswara, E. 2006. Teknik percobaan beberapa jenis pupuk majemuk NPK pada tanaman tomat. Buletin Teknik Pertanian Volume 11 No.1 : 41-43.

Lakitan, B. 1995. Hortikultura teori, budidaya, dan pasca panen. RajaGrafindo Persada. 219 hal.

Lingga, P. 1994. Petunjuk penggunaan pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta. 152 hal.Petunjuk Teknis Budidaya Aneka Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Mustafa, M., A.Ahmad, M. Ansar, dan M.Syafiuddin. 2012. Modul pembelajaran dasar-dasar ilmu tanah. Universitas Hasanudin. Makasar. 169 hal.

Onggo, T.M. 2009. Pertumbuhan dan hasil tanaman tomat pada aplikasi berbagai formula dan dosis pupuk majemuk lengkap.

Rubatzky, V.C. dan M.Yamaguchi. 1999. Sayuran dunia 3, prinsip, produksi dan gizi. Penerjemah Catur Herison. ITB Bandung. 320 hal.

Gambar

Tabel 1. Hasil analisis tanah lokasi penelitian.
Tabel 2. Pertumbuhan jumlah daun tanaman terung pada 10-60 HST.
Tabel 3. Komponen hasil jumlah buah dan bobot buah/tanaman.

Referensi

Dokumen terkait

Setiap Departemen terintegrasi dengan mengandalkan sistem informasi serta jaringan internet untuk menunjang serta memudahkan dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga

Pemutusan kontrak yang dilakukan oleh PPK merupakan suatu konsekuensi hukum akibat kesalahan dari penyedia barang/jasa yang berdampak kepada tidak dapat

raiškas specializuotame mokslo žurnale „Lyčių studijos ir tyrimai“, septyniuose socialinių mokslų krypties žurnaluose bei periodiniuose leidiniuose ir nustatyti lyčių

Hasil penelitian didapatkan bahwa kondisi yang menghasilkan nilai ketebalan tertinggi dengan parameter diameter 1.3mm, dipadukan dengan parameter tekanan sebesar 3 bar,

Dalam Staatsblaad 1835 Nomor 58 dinyatakan bahwa “jika di antara orang Jawa dengan orang Madura terjadi perselisihan tentang perkara perkawinan atau pembagian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata n-gain dari kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol, hal ini menunjukkan LKS berbasis inkuiri terbimbing

Arba’in Nawawiyah ” adalah bentuk rangkaian tugas akhir yang harus ditempuh untuk menyelesaikan pendidikan S1 di Jurusan Tarbiyah Fakultas Agama Islam Universitas

3HQHOLWLDQ LQL EHUMXGXO ³.RPXQLNDVL 3HUVXDVLI 37 +HUED 3HQ awar Alwahida indonesia (HPAI) dalam Membangun -DULQJDQ GL .RWD 3HNDQEDUX´ 7 ujuan penelitian untuk mengetahui