EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KARAKTER ENTREPRENEURSHIP BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL
DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING
(Studi Pre-Eksperimen pada Siswa Kelas VIII Tirtatedja di SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2015/2016)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Disusun oleh: Okdarina Krisputranti
131114037
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING
(Studi Pre-Ekperimen pada Siswa Kelas VIII Tirtatedja di SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2015/2016)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Disusun oleh: Okdarina Krisputranti
131114037
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN MOTTO
I don’t wanna be someone who so easly. I’m here to stay and make the
different that Ican make.
(Bruno Mars)
Urip iku Urup. Migunanani tumrap liyan. (NN)
What ever you make, make it yours
Aku akan mengalahkan keraguan, rasa takut, perasaan minder, dan menukarnya dengan Keberanian.
(Merry Riana)
Setiap bertemu dengan orang baru,
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya skripsi ini kupersembahkan kepada:
viii
BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL
DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING
(Studi Pre-Eksperimen pada Siswa Kelas VIII Tirtatedja SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2015/2016)
Okdarina Krisputranti Universitas Sanata Dharma
2017
Penelitian ini bertujuan: 1) mengukur seberapa tinggi peningkatan hasil implementasi pendidikan karakter entrepreneurship berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIII Tirtatedja SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016; 2) mengukur signifikansi atas peningkatan hasil sebelum dan sesudah proses implementasi; 3) menganalisis peningkatan karakter entrepreneurship antar sesi layanan bimbingan klasikal menggunakan pendekatan experiential learning; 4) mengukur efektivitas layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning menurut penilaian siswa.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif pre-eksperimen menggunakan one group pre-test post-test design. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 27 siswa kelas VIII Tirtatedja di SMP Stella Duce 2 Yogyakarta. Intrumen penelitian ini berupa Tes Karakter Entrepreneurship, Self Assesment scale Karakter Entrepreneurship dan Kuesioner Validasi Efektivitas Model. Koefisien reliabilitas tes karakter entrepreneurshipsebesar (0.542) dan self assesment scale sebesar (0,558) sehingga termasuk dalam kategori sedang diukur menggunakan teknik Alpha Cronbach. Untuk kuesioner validasi efektivitas model diukur dengan formula Kuder-Richardson dengan hasil hitung sebesar (0,454) termasuk kategori sedang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) berdasarkan hasil Tes Karakter Entrepreneurship terdapat peningkatan karakter entrepreneurship antara sebelum dan sesudah tindakan,meski kenaikan skor sangat kecil sehingga peningkatannya tak berarti/bermakna; 2) hasil perhitungan pada uji signifikansi menunjukkan layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning meningkat tetapi tidak signifikan;3) berdasarkan hasil Self Assesment Scale terdapat peningkatan karakter entrepreneurship antar sesi;4) menurut siswa, model ini efektif meningkatkan karakter entrepreneurship.
ix
BASED ON CLASSICAL GUIDANCE SERVICE USING EXPERIENTIAL LEARNING APPROACH
(A Pre-ExperimentalStudy in Class VIII Tirtatedja of SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Batch 2015/2016)
Okdarina Krisputranti Sanata Dharma University
2017
This study aims to: 1) measure how high the increase in the implementation result of entrepreneurship character education based on classical guidance services using experiential learning approach in class VIII Tirtatedja students of SMP Stella Duce 2 Yogyakarta batch 2015/2016; 2) measure the significance of the increase in results before and after the implementation process; 3) analyze the increase in entrepreneurship character in between classical guidance services using experiential learning approach; 4) measuring the effectiveness of classical guidance service using experiential learning approach according to the students' assessment.
This study is a experimental quantitative study using one group pre-test post-pre-test design. Subjects in this study are 27 students of class VIII Tirtatedja in SMP Stella Duce 2 Yogyakarta. The instrument used in this study were Entrepreneurship Characters Test, Self-Assessment scale of Entrepreneurship Characters and Model Effectiveness Validation Questionnaire. The reliability coefficients of the entrepreneurship character test was (0.542) and self-assessment scale of (0.558) that were included in the category of moderate measured using Alpha Cronbach technique. Kuder-Richardson formula was used to measure the model effectiveness validity questionnaire with the results of (0.454) which was included into moderate category.
The results show that 1) there is an increase in entrepreneurship character before and after the action based on the Entrepreneurship Characters Test result, despite the very small increase in score so that the increase is not significant; 2) the calculation result in the significance test shows that classical guidance services using experiential learning approach increased but not significantly; 3) there is an increase in entrepreneurship character in between sessions based on the Self-Assessment Scale results; 4) according to the students, this model effectively improves the entrepreneurship character.
x
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Baik atas segala kasih dan berkatNya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Efektivitas Implementasi Pendidikan Karakter Entrepreneurship Melalui Layanan Bimbingan Klasikal dengan Pendekatan Experiential Learning (Studi Pre Eksperimen pada Siswa Kelas VIII Tirtatedja SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2015/2016)”.
Selama penulisan tugas akhir ini, peneliti mendapatkan bantuan dari banyak pihak, maka peneliti ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Dr. Gendon Barus, M.Si. selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling serta Dosen Pembimbing Skripsi peneliti.
3. Bapak Juster Donal Sinaga, M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling.
4. Para Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling: Bu Indah, Pak Budi, Bu Hayu, Bu Reta, Pak Sinurat, dan Bu Retno.
5. Mas Moko atas segala bantuan pelayanan administrasi di Program Studi Bimbingan dan Konseling.
6. Kepala Sekolah, Bapak Ibu Guru, dan Siswa-Siswi SMP Stella Duce 2 Yogyakarta atas peran dalam penelitian ini.
xi memberikan canda tawa.
9. Sahabat-sahabat peneliti: Fransisca Ade, Rani Prihana, Tereyolanda, Anastasia Karisa, Donald Ivantoro, Yosep Yoga yang selalu ada dalam senang dan sedih serta memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi.
10.Teman-teman angkatan 2013 yang selalu memberikan canda tawa dalam proses kuliah dan saling menyemangati dalam menyelesaikan skripsi. 11.Sahabat, teman, saudara, dan keluarga yang tidak dapat disebutkan satu
per satu atas segala dukungan doa dan semangat dalam menyelesaikan skripsi.
12.Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung mulai proses penelitian hingga penyelesaian tugas akhir ini Peneliti menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu sumbang saran peneliti harapkan dari pembaca. Kiranya skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi siapapun yang membaca.
Yogyakarta, 10 Februari 2017 Peneliti
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii
HALAMAN PENGESAHAN...iii
HALAMAN MOTTO...iv
HALAMAN PERSEMBAHAN...v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...vii
ABSTRAK...viii
ABSTRACT...ix
KATA PENGANTAR...x
DAFTAR ISI...xii
DAFTAR TABEL...xv
DAFTAR GAMBAR...xvi
DAFTAR GRAFIK...xvii
DAFTAR LAMPIRAN...xviii
BAB I PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang Masalah...1
B. Identifikasi Masalah...9
C. Pembatasan Masalah...11
D. Rumusan Masalah...11
E. Tujuan Penelitian...12
F. Manfaar Penelitian...12
1. Manfaat Teoretis...12
2. Manfaat Praktis...12
G. Definisi Istilah...14
BAB II KAJIAN PUSTAKA...16
A. Hakikat Pendidikan Karakter...16
xiii
3. Tujuan Pendidikan Karakter...19
4. Strategi Pendidikan Karakter...20
5. Prioritas Nilai-Nilai Pendidikan Karakter...22
6. Faktor-faktor Pengaruh Keberhasilan Pendidikan Karakter...26
7. Hambatan Pendidikan Karakter Terintegrasi di SMP...27
B. Hakikat Karakter Entrepreneurship...28
1. Pengertian Karakter Entrepreneurship...28
2. Tujuan Pendidikan Karakter Entrepreneurship...29
3. Manfaat Karakter Entrepreneurship...30
4. Prinsip-Prinsip Penanaman Karakter Entrepreneurship...31
5. Aspek Karakter Entrepreneurship...34
6. Karakteristik Individu yang Memiliki Karakter Entrepreneurship...35
7. Faktor-faktor Pembentukan Karakter Entrepreneurship...37
8. Hambatan Pembentukan Karakter Entrepreneurship...38
9. Upaya Peningkatan Karakter Entrepreneurship...39
C. Hakikat Remaja...40
1. Pengertian Remaja...40
2. Ciri-ciri Remaja...41
3. Tugas Perkembangan Remaja...42
4. Upaya Penanaman Karakter Entrepreneurship pada Remaja...43
5. Urgensitas Peningkatan KarakterEntrepreneurship pada Remaja...44
D. Hakikat Bimbingan Klasikal...45
1. Pengertian Bimbingan Klasikal...45
2. Tujuan Bimbingan Klasikal...46
3. Manfaat Bimbingan Klasikal...47
4. Teknik/Strategi dalam Layanan Bimbingan Klasikal...47
5. Langkah-Langkah Layanan Bimbingan Klasikal...52
E. Hakikat Experiential Learning...53
1. Pengertian Experiential Learning...53
xiv
4. Kegiatan Inti dalam Experiential Learning...57
5. Kelebihan Pendekatan Experiential Learning...59
6. Metode Khas Experiential Learning...59
F. Kajian Penelitian Relevan...61
G. Kerangka Pikir...62
H. Hipotesis Penelitian...65
BAB III METODE PENELITIAN...66
A. Jenis dan Desain Penelitian...66
B. Tempat dan Waktu Penelitian...69
C. Subjek Penelitian...69
D. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen...70
E. Validitas & Reliabilitas Instrumen...77
F. Teknik Analisis Data...86
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...92
A. Hasil Penelitian...92
B. Pembahasan...105
BAB V PENUTUP...112
A. Kesimpulan...112
B. Keterbatasan Penelitian...113
C. Saran...114
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Elaborasi Aspek Karakter Entrepreneurship dalam Topik
Bimbingan...35
Tabel 3.1 Desan Penelitian One Group Pretest Posttest Design...67
Tabel 3.2 Jadwal Kegiatan Bimbingan Klasikal...69
Tabel 3.3 Data Subyek Penelitian...69
Tabel 3.4 Kisi-kisi Tes Karakter Entrepreneurship...74
Tabel 3.5 Kisi-kisi Self Assesment Scale...76
Tabel 3.6Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Tes Karakter Entrepreneurship...79
Tabel 3.7Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Self Assesment Scale...80
Tabel 3.8Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Kuesioner Validasi Efektivitas Model...82
Tabel 3.9 Norma Kategori Reliability StatisticGuilford...84
Tabel 3.10 Reliabilitas Item Tes KarakterEntrepreneurship...85
Tabel 3.11 Reliabilitas Item Self Assesment Scale...85
Tabel 3.12 Reliabilitas Item Kuesioner Validasi Efektivitas Model...85
Tabel 3.13 Norma Kategorisasi...87
Tabel 3.14 Norma Kategorisasi Tes Karakter Entrepreneurship...88
Tabel 3.15 Norma Kategorisasi Self Assement Scale Karakter Entrepreneurship...90
Tabel 4.1 Distribusi Peningkatan Hasil Implementasi Pendidikan Karakter Entrepreneurship Antara Sebelum dan Sesudah Implementasi...93
Tabel 4.2 Hasil Uji Z Sampel Berpasangan Pre test dan Post test...97
Tabel 4.3 Peningkatan Hasil Implementasi Pendidikan Karakter Entrepreneurship Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal dengan Pendekatan Experiential Learning Berdasarkan Antar Tiga Sesi Layanan...100
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Experiential Learning Cycle...55 Gambar 2.2 Kerangka Pikir...64 Gambar 3.1 Desain Pendidikan Karakter Entrepreneurship Berbasis Layanan
xvii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Peningkatan Rata-rata Skor Karakter Entrepreneurship Siswa Antara Pretest dan Posttest...93 Grafik 4.2 Komposisi Sebaran Subjek Berdasarkan Capaian Skor Karakter
xviii
Lampiran 1 Satuan Pelayanan Bimbingan...120
Lampiran 2 Instrumen Tes Karakter Entrepreneurship...146
Lampiran 3 Self Assesment Scale Karakter Entrepreneurship...150
Lampiran 4 Kuesioner Validasi Efektivitas Model...152
Lampiran 5 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Tes Karakter Entrepreneurship..153
Lampiran 6 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Self Assesment Scale...155
Lampiran 7 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Kuesioner Validasi Efektivitas Model...157
Lampiran 8 Hasil Uji Reliabilitas...158
Lampiran 9 Hasil Uji Wilcoxon Signed Ranks Test pada Tes Karakter Entrepreneurship...160
Lampiran 10 Tabulasi Data Penelitian...161
Lampiran 11 Hasil Uji Validitas Kuesioner Efektivitas Model dengan Korelasi Point Biserial...168
Lampiran 12 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Efektivitas Model dengan Rumus Kuder-Richardson 20...171
Lampiran 13 Dokumentasi ...174
Lampiran 14 Daftar Hadir Siswa...175
1 BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan secara berurutan mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembahasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi istilah.
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan karakter bangsa dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini sejalan dengan rumusan tujuan pendidikan Nasional Indonesia dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
2
Sejalan dengan tercapainya tujuan dan fungsi Pendidikan Nasional di Indonesia, pemerintah sebenarnya sudah membuat pedoman pelaksanaan pendidikan karakter terintegrasi yakni Pedoman Pendidikan Karakter di SMP yang dikeluarkan oleh Direktorat Pembinaan SMP tahun 2010. Jika ditinjau kembali, penerapan pendidikan karakter di sekolah belum konkret dan jelas, karena pada kenyataannya masih sebatas tempelan pada perangkat pembelajaran. Barus (2015) menyatakan bahwa 36,4% dari 653 siswa SMP di 5 kota ditemukan capaian karakternya masih berada pada kategori kurang baik dan hanya 12,3 % yang masuk pada kategori baik dengan capain skor ≥ 7 pada skala stannine. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pendidikan karakter belum mampu membawa perubahan sikap dari siswa. Hal ini bertentangan dengan pernyataan Buchori (2007), bahwa pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata.
3
nasional. Namun, di sisi lain pendidikan karakter berjalan kurang baik dan memenuhi hambatan, sehingga menimbulkan dampak negatif bagi perkembangan peserta didik (Suparno: 2015).
Hambatan penerapan pendidikan karakter dapat terjadi tanpa ada pemahaman yang cukup dan konsisten dari seluruh stakeholder sekolah. Seharusnya semua stakeholder sekolah sedapat mungkin turut serta mengajarkan dan memberikan teladan nilai-nilai karakter kepada siswa demi menunjang penerapan pendidikan karakter (Ilahi, 2014). Salah satu stakeholder adalah guru yang menjadi tonggak keberhasilan penerapan pendidikan karakter di sekolah. Namun, kenyataannya guru menemui hambatan dalam proses penerapan pendidikan karakter. Triatmanto (2010: 200-201) menyatakan bahwa terdapat beberapa tantangan dalam proses penerapan pendidikan karakter, yakni kurangnya pemahaman guru tentang pendidikan karakter dalam desain pembelajaran, guru kesulitan dalam hal penilaian, sehingga hasilnya tidak memadai, serta guru kesulitan dalam mengevaluasi hasil pembelajaran dalam target pendidikan karakter yang telah ditetapkan.
4
mengikuti perkembangan zaman. Peneliti tak sependapat terhadap pandangan tersebut, karena menurut peneliti banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan pribadi pada remaja. Salah satunya adalah kurangnya pendidikan karakter bagi remaja oleh orang-orang di sekitarnya, seperti orangtua dan guru di sekolahnya.
Persoalan karakter pada remaja tidak hanya menyoroti kenakalan pada remaja, perilaku anti sosial, dan perilaku menyimpang, namun juga nilai dan moral positif yang dapat menjadi bekal bagi remaja. Kaitannya dengan karakter entrepreneurship iniperlu untuk ditanamkan pada remaja sebagai bekal masa depannya.Keterbatasan remaja untuk mengelola sumber daya alam dipicu karena kurangnya kreativitas dan inovasi dalam diri remaja. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kao, 1993 (Ciputra, 2011) bahwa entrepreneurship adalah proses untuk melakukan sesuatu hal yang baru (kreatif), dan atau sesuatu yang berbeda (inovatif) yang bertujuan untuk menciptakan kekayaan bagi individu dan menambah nilai sosial. Jelaslah bahwa karakter entrepreneurship tepat dikaitkan dengan kreativitas dan inovasi. Karakteristik ini merupakan ciri seorang entrepreneurship yang seharusnya dapat ditanamkan dimulai sejak dini hingga jenjang perguruan tinggi.
5
dari sekitar 252 juta penduduknya dan masih membutuhkan sekitar 1,7 juta entrepreneurship untuk mencapai angka 2% (www.suara.com). Data tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan entrepreneurship di Indonesia masih tinggi.
Kebutuhan akan entrepreneurship yang tinggitidak mudah dicapai jika tidak diciptakan melalui pendidikan dan pelatihan entrepreneurship.Menurut Waringin (2016), sistem pendidikan di Indonesia belum mengarahkan pada siswa untuk menjadi entrepreneurship (www.JawaPos.com). Melalui karakter entrepreneurship peserta didik dibentuk mindset, attitude, skill dan pengetahuan dasar tentang entrepreneurship yang dapat menjadi bekal bagi masa depan mereka. Untuk itu diperlukan upaya orientasi kurikulum khusus pendidikan karakter entrepreneurship, namun desain dan perencanaannya oleh tenaga ahli perlu dipikirkan. Itulah alasan pentingnya karakter entrepreneurship diberikan kepada peserta didik di setiap jenjang pendidikan dan sebaiknya dimulai sejak SMP.
6
individu memahami, mengenal, dan mengembangkan keterampilan pekerjaan dalam menciptakan dan mengelola perkembangan karirnya. Jelas bahwa bimbingan karir dapat diterapkan di sekolah, salah satunya dapat dimulai sejak SMP.
Karakter entrepreneurship dianggap masih jauh dari kebutuhan siswa terutama remaja. Padahal jika dilihat dari tugas perkembangan, remaja perlu mendapatkan informasi mengenai karir yang berguna untuk bekal peminatan dalam pemilihan karirnya kelak. Menurut Erikson (Santrock: 1996) penting bagi remaja untuk mengeksplorasi karir. Mengambil keputusan karir merupakan salah satu tugas perkembangan remaja menuju kematangan secara ekonomi. Melalui eksplorasi karir diharapkan remaja mampu untuk mengidentifikasi dan merencanakan karir di masa depannya. Salah satu cara mencapai eksplorasi karir bagi remaja di sekolah adalah melalui bimbingan karir. Namun masih terdapat banyak remaja yang mendapatkan bimbingan karir sehingga remaja tidak cukup banyak mengeksplorasi pilihan karir mereka (Santrock: 1996).
7
yakni percaya diri, berani mengambil risiko, menjadi pemimpin, dan mampu mengambil peluang yang ada dll. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ciputra, Tanan & Waluyo (2012) bahwa tujuan pendidikan entrepreneur adalah membekali generasi muda dengan ilmu,sikap,dan keterampilan karakter entrepreneurship yang berguna bagi masa depannya kelak.
Apa yang terjadi jika karakter entrepreneur tidak diberikan sejak usia dini? Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru BK, terdapat beberapa gejala lemahnya karakter entrepreneurship pada remaja. Diantaranya adalah anak tidak mampu memastikan minatnya saat ia masuk kelas IX, orangtua yang tidak melibatkan anak dalam pelatihan khusus karakter entrepreneurship, guru tidak memberikan kesempatan anak untuk mengenal berbagai jenis pekerjaan, anak cenderung menjauh dari karir, dan anak yang masih beranggapan pekerjaan berkarir/berkantor lebih bergengsi daripada menjadi entrepreneurship. Beberapa hal tersebut menunjukkan bahwa masih lemahnya karakter entrepreneurship pada anak remaja. Salah satu upaya untuk meningkatkan karakter entrepreneurship melalui kegiatan layanan bimbingan karier seperti kegiatan pemahaman diri dan lingkungan, perencanaan masa depan, upaya mengatasi masalah dan hambatan dalam perencanaan dan pemilihan karir remaja (Hartinah, 2009).
8
kelas saat pelajaran berlangsung. Salah satu guru mengutarakan bahwa kelas VIII Tirtatedja merupakan kelas yang paling ramai dan kurang kondusif saat pembelajaran. Namun di sisi lain, anak-anak Tirtatedja memiliki kreativitas yang cukup baik, terlihat dengan terdapat beberapa hiasan dinding dan papan absensi yang dibuat sendiri oleh mereka. Maka untuk itu, kreativitas entrepreneurship perlu dikembangkan dalam sikap dan tindakan yang lebih positif. Sejauh ini, belum pernah diterapkan pendidikan karakter entrepreneurship di SMP Stella Duce 2 Yogyakarta, baik oleh guru BK maupun oleh guru mata pelajaran lainnya. Melihat permasalahan tersebut, peneliti mencoba menawarkan strategi meningkatkan karakter entrepreneurship melalui layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning.
9
Guru bimbingan dan konseling, melalui bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning dirasa cocok untuk membantu siswa dalam pengaktualisasi nilai-nilai karakter. Bimbingan klasikal dapat membantu guru bimbingan dan konseling dalam memberikan informasi, pengetahuan, dan memberikan keterampilan bagi siswa. Pendekatan experiential learning dirasa sangat cocok diberikan melalui bimbingan klasikal kepada siswa. Learning by doing dalam pendekatan experiential learning diharapakan mampu membantu siswa mengalami proses belajar dari pengalaman sehingga dapat memperoleh sesuatu yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Demikian pembelajaran nilai-nilai karakter diharapkan tidak hanya sampai pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.Berdasarkan berbagai situasi yang terjadi, peneliti tertarik untuk mengangkat judul berikut “Efektivitas Implementasi Pendidikan Karakter
Entrepreneurship Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal dengan Pendekatan Experiential Learning pada Siswa Kelas VIII Tirtatedja SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016”.
B. Identifikasi Masalah
10
1. Tujuan pendidikan nasional belum teruji keberhasilannya dalam pembentukan karakter peserta didik, khususnya ditingkat SMP.
2. Operasionalisasi praksis pendidikan karakter di sekolah kurang optimal dan menemui banyak hambatan.
3. Penerapan pendidikan karakter di sekolah belum konkret dan jelas, pada kenyataannya masih sebatas ditempelkan pada rancangan pembelajaran, namun tidak disertai implementasi secara kongkrit.
4. Semakin banyak pengangguran di Indonesia yang mempengaruhi kebutuhan lapangan pekerjaan oleh entrepreneurship.
5. Sistem pendidikan di Indonesia yang kurang mengarahkan pada pendidikan karakter entrepreneurship.
6. Karakter entrepreneurship di SMP masih diabaikan di sekolah karena masih dinggap jauh dari kebutuhan remaja
7. Belum adanya program sekolah dalam membangun dan meningkatkan karakterentrepreneurship bagi siswa.
8. Terdapat beberapa gejala lemahnya entrepreneurship pada remaja diantara anak yang kesulitan menentukan minat, orangtua yang tidak memberikan pendidikan entrepreneurship, anak yang menganggap pekerjaan berkantor lebih bergengsi daripada menjadi entrepreneurship, dll.
11
10.Perlunya mengembangkan sikap kreativitas dan inovatif sebagai modal karakter entrepreneurship bagi siswa kelas VIII Tirtatedja SMP Stella Duce 2 Yogyakarta.
C. Pembatasan Masalah
Bertolak dari pengidentifikasian masalah di atas, peneliti mencoba untuk memberi pembatasan pada poin 6,7, 8, 9, dan 10. Dalam penelitian ini, fokus kajian diarahkan pada hasil post-test yang menunjukkan seberapa efektif implementasi layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning guna meningkatkan karakter entrepreneurship. D. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut.
1. Seberapa tinggi peningkatan hasil implementasi pendidikan karakter entrepreneurship melalui layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIII Tirtatedja SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun 2015/2016 jika dilihat dari hasil pre test dan post test? 2. Apakah terdapat peningkatan yang signifikan pada hasil implementasi
pendidikan karakter entrepreneurship berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIII Tirtatedja SMP Stella Duce 2 Yogyakarta?
12
4. Seberapa efektif implementasi pendidikan karakter entrepreneurship berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning berdasarkan penilaian siswa?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini, yaitu :
1. Menganalisis seberapa tinggi peningkatan hasil implementasi pendidikan karakter entrepreneurship berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIII Tirtatedja SMP Stella Duce 2 Yogyakarta berdasarkan hasil pre test dan post test.
2. Menganalisis signifikansi pada hasil implementasi pendidikan karakter entrepreneurshipberbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIII Tirtatedja SMP Stella Duce 2 Yogyakarta.
3. Menganalisis seberapa tinggi hasil implementasi pendidikan karakter entrepreneurship berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIII Tirtatedja SMP Stella Duce 2 Yogyakarta antar sesi layanan.
4. Mengukur efektivitas implementasi pendidikan karakter entrepreneurship berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning berdasarkan penilaian siswa.
F. Manfaat Penelitian
13
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pengetahuan mengenai efektivitas hasil implementasi pendidikan karakter terintegrasi saat ini, sehingga mampu digunakan untuk meningkatkan pendidikan karakter di sekolah. Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan pengembangan penelitian bahan kajian serupa terutama pada karakter entrepreneurship.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi kepala sekolah dan para guru
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi acuan yang dapat digunakan oleh sekolah guna mengetahui dan memahami seberapa efektif penerapan pendidikan karakter dengan layanan bimbingan klasikal diterapkan pada siswa. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan oleh kepala sekolah dan para guru guna menyusun strategi tepat untuk meningkatkan kolaborasi pendidikan karakter di sekolah demi tercapainya nilai-nilai karakter pada siswa.
b. Bagi siswa kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta
14
tersebut akan semakin memotivasi siswa/i untuk dapat berkembang lebih optimal dan menjadi pribadi yang lebih baik.
c. Bagi peneliti
Peneliti dapat mengetahui dan memahami efektivitas hasil implementasi pendidikan karakter di SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016. Selain itu, peneliti dapat mengusulkan penyusunan modul pendidikan karakter yang sesuai guna meningkatkan nilai-nilai karakter dalam diri siswa.
G. Definisi Istilah
1. Karakter dalam penelitian ini adalah perwujudan pikiran, perasaan dan tindakan manusia yang didasarkan pada nilai-nilai yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, masyarakat, dan negara yang didasarkan pada norma, hukum, budaya, adat, dan agama.
2. Pendidikan Karakter dalam penelitian ini adalah upaya intervensi penanaman nilai-nilai karakter bagi siswa yang berguna bagi perkembangan pribadi siswa.
3. Karakter entrepreneurshipdalam penelitian ini adalah ilmu, pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam menciptakan peluang dan usaha bagi dirinya dan orang lain.
15
16 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan mengenai hakikat pendidikan karakter, hakikat karakter entrepreneurship, hakikat remaja, hakikat bimbingan klasikal, dan hakikat experiential learning, kajian penelitian yang relevan, kerangka pikir, dan hipotesis penelitian.
A. Hakikat Pendidikan Karakter 1. Pengertian Karakter
Suparno (2015) mengartikan karakter sebagai nilai-nilai dan sikap hidup positif, yang dimiliki seseorang sehingga mempengaruhi tingkah laku, cara berpikir dan bertindak orang itu hingga akhirnya menjadi tabiat hidupnya. Dari pengertian ini dapat dimaknai bahwa karakter dipandang secara positif sebagai nilai dan sikap hidup individu dalam berpikir dan bertindak. Karakter yang dibiasakan oleh individu itu akhirnya menjadi tabiat hidup individu tersebut.
Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara (Suyanto; 2010, dalam Zubaedi 2011). Karakter dianggap sebagai karakteristik seseorang yang dapat mempengaruhi pikiran dan perilaku individu dalam semua aspek kehidupannya.
17
seorang individu. Dengan kata lain, karakter dapat terwujud pada keterampilan individu dalam bersikap dan berperilaku dengan memiliki motivasi yang mengacu pada nilai-nilai positif.
Karakter terdiri dari pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral. Pengetahuan moral terbentuk atas kesadaran moral, pengetahuan tentang nilai-nilai moral, pengambilan perspektif, penalaran moral, pengambilan keputusan, dan pemahaman diri. Perasaan moral terbentuk atas hati nurani, penghargaan diri, empati, cinta kebaikan, kontrol diri, dan kerendahan hati. Sedangkan tindakan moral terbentuk atas kompetensi, kehendak, dan kebiasaan (Lickona, 2013).
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa karakter adalah nilai, keyakinan dan kepercayaan positif dari individu yang terdiri atas pengetahuan, perasaan dan tindakan moral. Karakter tersebut mempengaruhi serta membentuk sikap, perilaku, motivasi, keterampilan individu dalam kehidupannya pribadinya, sesama, masyarakat, dan negara.
2. Pengertian Pendidikan Karakter
18
perilaku dan sikap berkarakter pada siswa. (Direktorat Pembinaan SMP, 2011)
Koesoema, (2012) menjelaskan pendidikan karakter sebagai usaha sadar manusia untuk mengembangkan keseluruhan dinamika relasional antarpribadi dengan berbagai macam dimensi, baik dari dalam maupun dari luar diri. Sehingga pribadi tersebut semakin dapat menghayati kebebasannya dan semakin bertanggung jawab atas pertumbuhan dirinya sendiri sebagai pribadi perkembangan orang lain dalam hidup mereka berdasarkan nilai-nilai moral yang menghargai martabat manusia.
Elkind & Sweet, 2004 (dalam Safitri, 2015) mengatakan bahwa pendidikan karakter merupakan usaha yang sungguh-sungguh untuk membantu orang memahami, peduli dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etika inti. Dapat dipahami bahwa pendidikan karakter diharapkan mampu untuk membuat individu paham, peduli dan bertindak sesuai dengan nilai hidup. Individu diharapkan mampu untuk memahami akan nilai yang benar, peduli secara mendalam tentang apa yang benar, dan kemudian melakukan apa yang diyakininya benar ke dalam sikap dan perilakunya.
19 3. Tujuan Pendidikan Karakter
Kemendiknas (2011) menjabarkan pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi : (1) mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik, berpikiran baik, dan berprilaku baik; (2) membangun bangsa yang berkarakter Pancasila; (3) mengembangkan potensi warga negara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia.
Raka, dkk. (2011)menjelaskan beberapa tujuan pendidikan karakter di sekolah mencakup hal sebagai berikut
a. Membantu para siswa untuk mengembangkan potensi kebajikan mereka masing-masing secara maksimal dan mewujudkannya dalam kebiasaan baik: baik dalam pikiran, sikap, hati perkataan, dan perbuatan.
b. Membantu para siswa menyiapkan diri menjadi warga negara Indonesia yang baik.
c. Dengan modal karakter yang kuat dan baik, para siswa diharapkan dapat mengembangkan kebajikan dan potensi dirinya secara penuh dan dapat membantu kehidupan yang baik, berguna, dan bermakna.
20 4. Strategi Pendidikan Karakter
Sekolah memiliki harapan dalam upaya pembangunan karakter. Untuk itu, sekolah perlu menjalankan pendekatan pendidikan nilai yang komprehensif dan menyeluruh dengan menggunakan seluruh fase dalam kehidupan sekolah untuk mendorong perkembangan karakter.
Sejalan dengan pendidikan karakter Lickona, (2013) menjelaskan 12 strategi pendekatan komprehensif terhadap pendidikan nilai dan karakter, menuntut guru untuk:
a. Bertindak sebagai pengasuh, teladan, dan pembimbing. Artinya guru memperlakukan siswa dengan perasaan cinta dan hormat, memberi contoh-contoh yang baik, mendukung perilaku pro sosial, dan mengoreksi tindakan-tindakan yang keliru.
b. Menciptakan komunitas moral di kelas. Artinya guru membantu siswa saling mengenal, menghormati, dan peduli, serta menjadikan mereka merasa sebagai anggota yang dihargai dalam kelompok/kelasnya. c. Mempraktekkan disiplin moral. Guru perlu untuk menciptakan dan
menegakkan peraturan dan menjadikan peraturan tersebut sebagai sebuah kesempatan untuk menumbuhkan penalaran moral, kontrol diri, dan sikap hormat yang sama terhadap siapa saja.
21
e. Mengajarkan nilai-nilai melalui kurikulum, menggunakan mata pelajaran akademis sebagai sarana untuk mengkaji masalah-masalah etis.
f. Menggunakan pembelajaran kooperatif untuk mengajari sikap dan keterampilan tolong-menolong dan kerja sama pada siswa.
g. Membangun nurani dalam bekerja dengan mendorong pertumbuhan tanggung jawab akademis dan sikap hormat siswa terhadap nilai-nilai dalam belajar dan bekerja.
h. Mendorong refleksi moral melalui kegiatan seperti membaca, menulis, diskusi, mengambil keputusan, latihan praktis, dan debat.
i. Mengajari resolusi konflik agar siswa memiliki kapasitas dan komitmen untuk menyelesaikan konflik secara adil dan dengan cara-cara non kekerasan.
Sebuah pendekatan yang komprehensif menuntut sekolah untuk: j. Mendorong kepedulian hingga ke luar kelas, menggunakan
model-model peran yang menginspirasi dan kesempatan-kesempatan untuk melakukan pelayanan pada sekolah dan masyarakat guna memupuk kepedulian pada siswa.
22
l. Mengajak orang tua dan masyarakat menjadi mitra dalam pendidikan nilai dan karakter.
5. Prioritas Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
Kementerian Pendidikan Nasional memberikan prioritas pada 20 nilai-nilai yang ingin diterapkan dalam lembaga pendidikan. Nilai-nilai bagi pembentukan karakter dibagi berdasarkan lima bidang pengelompokkan menurut Kemdiknas, 2011 (dalam Koesoema, 2012).
a. Kelompok 1 - Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan (religius)
1) Religiositas
Pikiran, perkataan dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan/ ajaran agamanya.
b. Kelompok 2 – Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri
2) Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri maupun pihak lain.
3) Bertanggung jawab
23
terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya, negara dan Tuhan Yang Maha Esa).
4) Bergaya hidup sehat
Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat menganggu kesehatan.
5) Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan paruh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
6) Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/ pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.
7) Percaya diri
Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya. 8) Berjiwa wirausaha
Sikap dan perilaku yang mandiri, pandai/berbakat mengenali produk baru, menentukan dan menyusun cara guna menciptakan produk baru, memasarkan, serta mengatur permodalannya.
24
Berpikir dan melakukan sesuatu secara nyata atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki.
10)Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
11)Ingin tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih dalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
12)Cinta ilmu
Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.
c. Kelompok 3 – Nilai Karakter dalam hubungannya dengan sesama 13)Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
Tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/ hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/ kewajiban diri sendiri serta orang lain.
14)Patuh pada aturan-aturan sosial
25
15)Menghargai karya dan prestasi orang lain
Sifat dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain. 16)Santun
Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa ataupun tata perilkunya ke semua orang.
17)Demokratis
Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
d. Kelompok 4 – Nilai Karakter dalam hubungannya dengan lingkungan
18)Cinta lingkungan
26 e. Kelompok 5 – Nilai Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
19)Nasionalis
Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulain, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
20)Menghargai keragaman
Sikap memberikan peduli dan hormat terhadap berbagai macam hal, baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku, dan agama.
Karakter entrepreneurship termasuk dalam nilai pendidikan karakter nomor 8 yakni berjiwa berwirausaha. Karakter entrepreneuship membekali siswa dengan karakteristik individu/pribadi entrepreneur.
6. Faktor-faktor Pengaruh Keberhasilan Pendidikan Karakter
Menurut Zubaedi (2012) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan karakter, yaitu:
a. Insting (naluri)
27
b. Adat atau kebiasaan
Adat atau kebiasaan adalah tindakan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan, seperti berpakaian, makan, tidur, berolahraga, dan lain sebagainya.
c. Keturunan
Secara langsung atau tidak langsung keturunan sangat mempengaruhi pembentukan karakter seseorang.
d. Lingkungan
Lingkungan adalah variabel yang selalu melekat pada diri setiap individu, mulai dari lingkungan fisik hingga pada lingkungan sosial. 7. HambatanPendidikan Karakter Terintegrasi di SMP
Menurut Barus (2015) ditemukan hambatan-hambatan umum dalam pelaksanaan pendidikan karakter terintegrasi di SMP, yakni.
a. Pedoman Pendidikan Karakter dari Direktorat Pembinaan SMP (2010) tidak operasional.
b. Integrasi nilai karakter melalui pembelajaran masih bersifat sekedar tempelan, sulit menerapkannya.
c. Tidak tersedia alat dan cara evaluasi untuk mengukur ketercapaian karakter.
d. Penanaman nilai karakter masih cenderung pada tataran kognitif/diceramahkan.
28
baik antara para guru dan konselor/guru BK dalam implementasi pendidikan karakter.
B. Hakikat Karakter Entrepreneurship 1. Pengertian Karakter Entrepreneurship
Entrepreneurship berasal dari bahasa Prancis yaitu entreprendeyang berarti petualang, pencipta, dan pengelola usaha. Dalam bahasa Indonesia, entrepreneurship berarti kewirausahaan. Drucker (1994) mengemukan bahwa kewirausahaan merujuk pada sifat, watak, dan ciri-ciri yang melekat pada seseorang yang mempunyai kemauan keras untuk mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia usaha yang nyata dan mengembangkannya dengan tangguh. Oleh karena itu, dengan mengacu pada orang yang melaksanakan proses gagasan, memadukan sumber daya menjadi realitas, muncul apa yang dinamakan wirausaha/Entrepreneur (Suryana, & Kartib Bayu, 2014).
Menurut Steinhoff dan Burgess (1993) mengemukakan “entreprenur is a person who organizes, manages and assumes the risk of
a business or enterprise an entrepreneurship. Entreprenur is individual who risk financial, material, and human resources a new way to create a new bussiness concept or opportunities within an existing firm”.
29
menciptakan peluang dan usaha bagi dirinya dan orang lain (Sunarya, Sudaryono, & Asep Saefullah, 2011).
Menurut Zimmerer (2002), seorang entrepreneur adalah seorang yang menciptakan sebuah bisnis baru dengan menghadapi risiko dan ketidakpastian. Dari pengertian diatas terdapat hal menarik yakni seorang entrepreneur memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko dan ketidakpastian dalam proses menciptakan hal baru di dalam hidupnya.
Dari beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa entrepreneurship merupakan kemampuan/ keterampilan individu dalam melihat dan mengambil peluang, berupaya kreatif dan inovatif dengan mengembangkan ide menjadi pengusaha. Entrepreneurship tidak selalu diidentikkan dengan watak atau ciri pengusaha semata, karena sifat ini dimiliki juga bukan pengusaha. Entrepreneurship mencakup semua aspek pekerjaan baik sebagai karyawan maupun pemerintahan. Entrepreneurship adalah melakukan upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan jalan mengembangkan ide dan meramu sumberdaya untuk menemukan peluang dan perbaikan hidup. Dengan demikian kata kunci dari entrepreneurship adalah inovatif dan kreatif.
2. Tujuan Pendidikan Karakter Entrepreneurship
Ciputra (2011) menjelaskan bahwa terdapat 2 tujuan pendidikan entrepreneurship yakni:
30
tidak selalu bekerja dalam bidang bisnis. Artinya seorang entrepreneur bukan hanya seorang pengusaha atau pembisnis, namun lebih mengarah pada sikap dan perilaku kreatif dan inovatif dalam kehidupan sehari-harinya.
b. Membangun generasi muda yang sanggup menciptakan lapangan pekerjaan bagi diri sendiri melalui entrepreneurship. Pendidikan karakter entrepreneurship diharapkan mampu membekali anak dengan ilmu, pengetahuan, sikap, dan keterampilan karakter entrepreneurship bagi masa depannya kelak.
3. Manfaat Karakter Entrepreneurship
Zimmere, et al. 2005 (dalam Sunarya, Sudaryono, dan Saefullah, 2011) merumuskan manfaat kewirausahaan sebagai berikut:
a. Memberi peluang dan kebebasan untuk mengendalikan nasib sendiri
b. Memberi peluang melakukan perubahan
c. Memberi peluang untuk mencapai potensi diri sepenuhnya d. Memberikan peluang untuk meraih keuntungan seoptimal
mungkin
e. Memiliki peluang untuk berperan aktif dalam masyarakat dan mendapatkan pengakuan atas usahanya
31
4. Prinsip-Prinsip Penanaman KarakterEntrepreneurship
Instruksi Presiden No. 4 tahun 1995 tanggal 30 Juni 1995 tentang Gerakan Nasional memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan, mengamanatkan kepada seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia untuk mengembangkan program-program kewirausahaan. Melalui gerakan ini pada saatnya budaya kewirausahaan diharapkan menjadi bagian etos kerja masyarakat dan bangsa Indonesia, sehingga dapat melahirkan wirausahawan baru yang handal, tangguh dan mandiri (Forum Mangunwijaya V dan VI).
Sejalan dengan Inpres tersebut, Kementrian Pendidikan Nasional bekerja sama dengan lembaga penggiat wiraswasta Ciputra Entrepreneurshipship Centermelakukan upaya membangun karakter entrepreneurship dengan membenahi kurikulum, berbasis komunitas, memperbaiki praksis pendidikan di sekolah kejuruan dan sekolah tinggi, sampai pada pengarbitan calon-calon entrepreneurship yang dicangkokan di lembaga pendidikan tinggi (Ciputra, Tanan, & Waluyo: 2011)
32
pendidikan yang menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi ke arah pembentukan kecakapan hidup (life skill) pada peserta didiknya melalui kurikulum yang dikembangkan di sekolah.
Menurut Mardani (dalam Forum Mangunwijaya V & VI, 2012) disebutkan program pendidikan kewirausahaan di sekolah dapat diinternalisasikan melalui berbagai aspek, antara lain:
a. Terintegrasi dalam seluruh mata pelajaran
Pengintergrasian dilakukan dengan cara memasukkan nilai-nilai entrepreneurship ke dalam pembelajaran seluruh mata pelajaran yang ada di sekolah. Langkah pengintegrasian ini bisa dilakukan saat penyampaian materi, melalui metode pembelajaran maupun sistem penilaian oleh guru.
b. Terpadu dalam kegiatan ekstrakulikuler
Kegiatan ekstrakulikuler bertujuan untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minatnya. Melalui kegiatan ekstrakulikuler yang secara khusus diselenggarakan sekolah dengan memadukan nilai-nilai entrepreneurship, diharapkan peserta didik mampu berkembang potensi, bakat, dan minatnya secara optimal, serta tumbuhnya kemandirian dan kebahagiaan dalam dirinya.
c. Melalui pengembangan diri
33
dan kepribadian entrepreneurship peserta didik. Dalam pelaksaannya, kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan kreativitas dan informasi karier bagi peserta didik.
d. Perubahan pelaksanaan pembelajaran kewirausahaan dari konsep/teori ke pembelajaran praktik berwirausaha
Dengan pembelajaran praktik berwirausaha, pembelajaran entrepreneurship diarahkan pada pencapaian tiga kompetensi yang meliputi penanaman karakter entrepreneurship, pemahaman konsep, dan skill (keterampilan). Tentunya bobot pemberian kompetensi karakter entrepreneurship dan keterampilan kepada peserta didik lebih besar daripada pemahaman konsep.
e. Dalam bahan/buku ajar
Penginternalisasian karakter entrepreneurship dapat dilakukan dengan memasukkan nilai-nilai entrepreneurship dalam buku ajar baik dalam pemaparan materi, tugas, dan evaluasi.
f. Melalui kultur sekolah
34 g. Ke dalam muatan lokal
Mata pelajaran muatan lokal diharapkan memuat karakteristik budaya lokal, keterampilan, nilai-nilai luhur budaya setempat dan mengangkat permaalahan sosial dan lingkungan. Muatan lokal diharapkan juga mampu membekali peserta didik dengan keterampilan dasar (life skill) sebagai bekal dalam kehidupan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan.
5. Aspek Karakter Entrepreneurship
Menurut Suryana, & Bayu (2011) entrepreneurship dibentuk oleh beberapa aspek dibawah ini, yakni:
a. Motivasi Berprestasi
Seorang entrepreneurship memiliki motivasi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
b. Orientasi ke Masa Depan
Orang yang berorientasi ke masa depan ialah orang yang memiliki pandangan dan perspektif ke masa depan dalam hidupnya.
c. Menghadapi Perubahan
Seorang entrepreneurship harus tanggap dan kreatif dalam menghadapi perubahan pada lingkungan sekitarnya.
d. Jaringan Usaha
35 e. Kepemimpinan
Seorang entrepreneurship juga harus memiliki jiwa kepemimpinan yang unggul.
Aspek-aspek tersebut menjadi dasar pembuatan instrumen tes karakter entrepreneurship dan skala penilaian diri. Kemudian aspek-aspek tersebut juga dielaborasikan ke dalam 3 topik bimbingan dalam pemberian layanan bimbingan klasikal yang terlihat pada tebl 2.1.
Tabel 2.1
Elaborasi Aspek Karakter Entrepreneurshipdalam Topik Bimbingan
Aspek Topik Bimbingan
Menghadapi perubahan Berpikir Kreatif Orientasi ke Masa
Depan, Memiliki Jaringan, dan Kepemimpinan
Young
Entrepreneurship
Motivasi Berprestasi Hasil Karyaku
6. Karakteristik Individu yang Memiliki Karakter Entrepreneurship Wiryasaputra (dalam Suryana, & Bayu, 2011: 53) menyatakan bahwa ada sepuluh sikap dasar (karakter) entrepreneurship yaitu:
36
b. Positive(bersikap positif) yaitu membantu seorang wirausaha selalu berpikir yang baik, tidak tergoda untuk memikirkan hal-hal yang bersifat negatif, sehingga dia mampu mengubah tantangan menjadi peluang dan selalu berpikir akan sesuatu yang lebih besar.
c. Confident (percaya diri), sikap ini akan memandu seseorang dalam setiap mengambil keputusan dan langkahnya. Sikap percaya diri tidak selalu mengatakan “Ya” tetapi juga berani mengatakan “Tidak” jika memang diperlukan.
d. Genuine (asli), seorang wirausaha harus mempunyai ide, pendapat dan mungkin model sendiri. Bukan berarti harus menciptakan sesuatu yang betul-betul baru, dapat saja dia menjual sebuah produk yang sama dengan yang lain, namun dia harus memberi nilai tambah atau baru.
e. Goal Oriented (berpusat pada tujuan), selalu berorientasi pada tujuan dan hasil. Seorang wirausaha ingin selalu berprestasi, berorientasi pada laba, tekun, tabah, bekerja keras, dan disiplin untu mencapai sesuatu yang telah ditetapkan.
f. Persistent (tahan uji), harus maju terus, mempunyai tenaga, dan semangat tinggi, pantang menyerah, tidak mudah putus asa, dan kalau jatuh segera bangun kembali.
37
atau rugi, barang tidak laku atau tak tak ada order. Harus dihadapi dengan penuh keyakinan. Dia membuat perkiraan dan perencanaan yang matang, sehingga tantangan dan risiko dapat diminimalisir. h. Creative (kreatif menangkap peluang), sikap yang tajam tidak
hanya mampu melihat peluang, tetapi juga mampu menciptakan peluang.
i. Healthy Competitor (menjadi pesaing yang baik). Kalau berani memasuki dunia usaha, harus berani memasuki dunia persaingan. Persaingan jaringan membuat stres, tetapi harus dipandang untuk membuat lebih maju dan berpikir secara lebih baik. Sikap positif membantu untuk bertahan dan unggul dalam persaingan.
j. Democratic leader (pemimpin yang demokratis), memiliki kepemimpinan yang demokratis, mampu menjadi teladan dan inspirasi bagi yang lain. Mampu membuat orang lain bahagia, tanpa kehilangan arah dan tujuan, dan mampu bersama orang lain tanpa kehilangan identitas dirinya sendiri.
7. Faktor-Faktor Pembentukan Karakter Entrepreneurship
Slamet & Hetty (2014) menjelaskan terdapat 2 faktor yang terbentuknya karakter entrepreneurship.
a. Efikasi diri
38 b. Persepsi atas keinginan
Merupakan ukuran di mana seorang individu memiliki evaluasi disukai atau tidak disukai atas hasil dari kegiatan entrepreneurship yang dilakukannya.
8. Hambatan Pembentukan Karakter Entrepreneurship
Menurut Soemanto (2006) para ahli pendidikan di sekolah maupun diluar sekolah diharapkan memberikan sumbangan positif dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan nasional. Berikut beberapa macam sikap/pandangan sementara pendidik yang kurang menunjang usaha perwujudan karakter entrepreneurship di sekolah.
a. Adanya pendidik yang memandang rendah terhadap arti pendidikan. Pemberian isu pendidikan yang berkualitas rendah terlihat dalam pemikiran bahwa tamatan sekolah mulai dari SD hingga perguruan tunggi dianggap sebagai pencari kerja bukan pencipta lapangan pekerjaan.
b. Adanya pandangan yang keliru dari pendidik mengenai sumber utama pendidikan. Para pendidik masih beranggapan bahwa sumber utama pendidikan berasal dari luar diri siswa seperti buku, guru dan masyarakat. Akibatnya guru justru melupakan sumber pendidikan yang paling potensial, yaitu potensi siswanya.
39
9. Upaya Peningkatan Karakter Entrepreneurship
Ciputra, Tanan & Waluyo (2011) mengatakan dalam meningkatkan karakter entrepreneurship, pendidikan dan pelatihan entrepreneurship sangat penting dilakukan. Tentunya terdapat upaya yang dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan entrepreneurship, yakni sebagai berikut: a. Konsep dan struktur program pendidikan yang akan mengantar peserta didik menjadi (to be) entrepreneur inovatif bukan hanya sekedar tahu tentang entrepreneurship (to know). Pendididikan ini dapat dirancang untuk memberikan pengalaman belajar (experiential learning) bagi peserta didik. Pendidikan entrepreneurship juga perlu dibuat untuk memberikan waktu yang cukup bagi pembelajaran melalui pengalaman langsung.
b. Pendidikan dan pelatihan peningkatan karakter entrepreneurship harus melibatkan pelatih yang memiliki pengalaman nyata mulai dari penciptaan bisnis, pengelolaan bisnis, dan pengembangan bisnis.
c. Pendidikan dan pelatihan peningkatan entrepreneurship perlu membangun semangat dan kecakapan karakter entrepreneurship dengan waktu yang cukup. Pendidikan karakter entrepreneurship sangat perlu dilakukan sejak dini hingga sepanjang proses belajarr peserta didik.
40
menumbuhkan karakter entrepreneurship. Seperti yang dijelaskan Mustari, (2014) bahwa terdapat 3 program yang dapat digunakan dalam menumbuhkan jiwa entrepreneurship meliputi program pengembangan budaya berpikir, program pemupukan sikap positif usahawan, dan program ilmu pengetahuan dan teknologi.
Program-program pembangunan kewirausahaan pun harus terus dilancarkan oleh pihak pemerintah dari berbagai tingkatan dan kementerian. Peranan orang tua di rumah sangat signifikan dalam memupuk jiwa wirausaha dalam diri anak-anak mereka. Media massa ikut berperan penting dalam memupuk jiwa kewirausahaan di kalangan masyarakat.
C. Hakikat Remaja 1. Pengertian Remaja
Menurut Santrock (1996) remaja (adolescence) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial emosional. Masa remaja dimulai kira-kira pada usia 10-13 tahun dan berakhir kira-kira usia 18-22 tahun.
41
Perubahan-perubahan dalam tahap perkembangan remaja memiliki karakteristik yang sesuai dengan tugas perkembangan pada remaja. 2. Ciri-ciri Remaja
Menurut Erikson (Santrock; 1996) remaja (10-20 tahun) sedang berada pada tahap identity versus identity confusion yang berarti individu diharapkan menemukan siapa mereka, mereka sebetulnya apa, dan kemana mereka menuju dalam hidupnya. Dimensi yang penting adalah mengeksplorasi solusi alternatif mengenai peran. Eksplorasi tentang karir adalah penting.
Masa remaja merupakan masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik dan psikologis. Jahja (2011) menjelaskan terdapat perubahan-perubahan yang terjadi selama masa remaja, yakni:
a. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal sebagai masa storm dan stress.
b. Perubahan yang cepat pada fisik yang juga disertai kematangan seksual.
c. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain.
42
e. Kebanyakan remaja bersikap embivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi.
3. Tugas Perkembangan Remaja
Hurlock (1991) menjelaskan masa remaja adalah masa dimana terjadi perubahan dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Pertumbuhan dan perkembangan diharapkan sesuai dengan tugas perkembangan remaja yang meliputi:
a. Mampu menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif
b. Mampu menerima dan memahami peran sosial pria dan wanita. c. Mampu membina hubungan baru dan yang lebih matang dengan
teman sebaya baik pria maupun wanita.
d. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa lainnya.
e. Mempersiapkan kemandirian ekonomi
f. Mengembangkan perilaku tanggung-jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa.
g. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan dan keluarga. h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan
untuk berperilaku dan mengembangkan ideologi.
43
memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja. Perlu adanya masa pelatihan bagi remaja untuk mempersiapkan karier dalam bekerjanya. Sekolah dan pendidikan tinggi menekankan keterampilan intelektual dan konsep penting bagi kecakapan sosial. Namun, tidak banyak remaja yang kesulitan dalam mempratekkannya. Untuk itu diperlukan aktivitas/ kegiatan secara langsung bagi remaja untuk menerapkan ilmu dan pengetahuannya terutama dalam merencanakan kariernya kelak yang berguna bagi masa depannya.
4. Upaya Penanaman Karakter Entrepreneurshippada Remaja
Tugas perkembangan remaja dapat menjadi landasan untuk membentuk karakter entrepreneurship pada remaja. Karakter entrepreneurship pada remaja dapat digunakan untuk memenuhi tugas perkembangan remaja dalam mencapai kemandirian ekonomi, memahami, mempersiapkan serta mengembangkan perilaku tanggung-jawab pada diri sendiri, keluarga, dan lingkungan sosial masyarakat.Tentunya diperlukan upaya-upaya yang tepat dalam proses penanaman karakter entrepreneurship yang disesuaikan dengan tugas perkembangan dan karakteristik pada remaja.
44
remaja miliki dan diarahkan untuk mengembangkan nilai-nilai positif dalam perkembangan karirnya.
Tugas kematangan karir pada remaja masih berada dalam tahap eksplorasi. Penting bagi remaja dalam mengeksplorasi berbagai jalur karir di masa perkembangan karirnya. Remaja seringkali memandang eksplorasi karir dan pengambilan keputusan disertai kebimbangan, ketidakpastian, dan stres. Hal ini yang seringkali menyebabkan remaja mengalami perubahan dalam minat akan karirnya (Santrock: 1996). 5. Urgensitas Peningkatan Karakter Entrepreneurshippada Remaja
45 D. Hakikat Bimbingan Klasikal
1. Pengertian Bimbingan Klasikal
Istilah bimbingan kelompok mengacu pada aktivitas-aktivitas kelompok yang berfokus kepada penyediaan informasi atau pengalaman lewat aktivitas kelompok yang terencana dan terorganisasi. Aktivitas-aktivitas kelompok tersebut dapat berupa kegiatan orientasi (pengenalan), penelusuran karir dan bimbingan klasikal (Gibson & Mitchell; 2010). Bimbingan klasikal merupakan proses yang direncanakan untuk membantu siswanya memperoleh informasi, keterampilan atau pengalaman yang berguna dan dibutuhkan. Dalam aktivitas bimbingan kelas dicirikan dengan aktivitas perkembangan, berkelanjutan dan memposisika konselor sebagai instruktur.
Bimbingan klasikal menjadi salah satu cara efektif bagi konselor/ guru BK di sekolah dalam kegiatan pelayanan bimbingan, yakni layanan orientation (pengenalan), developmental (pengembangan), dan preventif (pencegahan). Winkel dan Hastuti (2004) menjelaskan bahwa bimbingan klasikal mencakup beberapa bidang seperti bidang akademik, sosial, pribadi, dan karier. Bidang-bidang tersebut diberikan kepada siswa dalam upaya membantu siswa memenuhi tugas perkembangnnya.
individu-46
individu yang memerlukan. Melalui dinamika kelompok sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber atau guru, membahas topik tertentu yang menunjang pemahaman yang berguna bagi perkembangan dirinya (Hartinah, 2009)
Dapat disimpulkan bahwa bimbingan klasikal merupakan layanan yang diberikan kepada siswa dalam memperoleh informasi, pengalaman, dan keterampilan. Bimbingan klasikal bertujuan untuk membantu siswa memenuhi tugas perkembangan di semua aspek kehidupannya.
2. Tujuan Bimbingan Klasikal
Tujuan bimbingan klasikal untuk mengembangkan dimensi sosial-psikologis, keterampilan hidup, klarifikasi nilai, dan perubahan sikap perilaku individu dalam kelompok (Barus, 2015). Bimbingan klasikal memunculkan perubahan yang positif pada diri individu. Secara lebih luas, bimbingan klasikal membantu individu-individu dalam mengembangkan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang pada perwujudan tingkah laku.
47 3. Manfaat Bimbingan Klasikal
Hartinah (2009) menyatakan terdapat beberapa manfaat penggunaan bimbingan klasikal, antara lain:
a. Terbatasnya jumlah tenaga pembimbing dalam mendampingi siswa sehingga bimbingan klasikal efisien untuk membantu perkembangan siswa.
b. Bimbingan klasikal mengajarkan dan melatih siswa untuk menyelesaikan tugas/masalah secara bersama/kelompok.
c. Bimbingan klasikal mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat orang lain.
d. Bimbingan klasikal membantu menyadarkan siswa untuk melakukan bimbingan secara lebih mendalam.
e. Bimbingan klasikal secara efektif memberikan informasi secara kelompok kepada siswa.
f. Bimbingan klasikal dapat dijadikan cara Guru BK untuk mendekatkan dan mendapatkan kepercayaan dari siswa.
4. Teknik/Strategi dalam Layanan Bimbingan Klasikal
48
Romlah (2001:86), “Bahwa teknik bukan merupakan tujuan tetapi sebagai alat untuk mencapai tujuan”. Berikut beberapa teknik yang biasa
digunakan dalam pelaksanaan bimbingan klasikal/kelompok:
a. Teknik pemberian informasi (expository)
Teknik pemberian informasi disebut juga dengan metode ceramah. Artinya pemberian penjelasan oleh seorang pembicara kepada sekelompok pendengar. Pelaksanaan teknik pemberian informasi mencakup tiga hal, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Keuntungan teknik pemberian informasi antara lain adalah:
1) Dapat melayani banyak orang,
2) Tidak membutuhkan banyak waktu sehingga efisien, 3) Tidak terlau banyak memerlukan fasilitas,
4) Mudah dilaksanakan dibandingkan teknik lain. Sedangkan kelemahannya antara lain:
1) Sering dilaksanakan secara monolog, 2) Individu yang mendengarkan kurang aktif,
3) Memerlukan keterampilan berbicara, supaya penjelasan menjadi menarik.
b. Diskusi kelompok
49
yaitu: (1) untuk mengembangkan terhadap diri sendiri, (2) untuk mengembangkan kesadaran tentang diri, (3) untuk mengembangkan pandangan baru mengenai hubungan antar manusia.
c. Teknik pemecahan masalah (problem solving)
Teknik pemecahan masalah mengajarkan pada individu bagaimana pemecahan masalah secara sistematis. Langkah-langkah pemecahan masalah secara sistematis adalah:
1) Mengidentifikasi dan merumuskan masalah
2) Mencari sumber dan memperkirakan sebab-sebab masalah 3) Mencari alternatif pemecahan masalah
4) Menguji masing-masing alternatif
5) Memilih dan melaksanakan alternatif yang paling menguntungkan 6) Mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai
d. Permainan peranan (role playing)
Bennett dalam Romlah (2001:99) mengatakan bahwa “permainan
peranan adalah suatu alat belajar yang menggambarkan keterampilan-keterampilan dan pengertian-pengertian mengenai hubungan anatar manusia dengan jalan memerankan situasi-situasi yang paralel dengan yang terjadi dalam kehidupan yang sebenarnya”. Menurut Bennett