• Tidak ada hasil yang ditemukan

Feminisme tokoh wanita dalam novel Sali : Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Feminisme tokoh wanita dalam novel Sali : Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari."

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

FEMINISME TOKOH WANITA DALAM NOVEL SALI: KISAH SEORANG WANITA SUKU DANI

KARYA DEWI LINGGASARI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Disusun oleh : Meilia Kristiana

061224077

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

FEMINISME TOKOH WANITA DALAM NOVEL SALI: KISAH SEORANG WANITA SUKU DANI

KARYA DEWI LINGGASARI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Disusun oleh : Meilia Kristiana

061224077

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Teriring syukur dan terimakasih penulis persembahkan

skripsi ini kepada:

™ Allah SWT

karena rahmat dan hidayah-Nyalah

™ Kedua orangtuaku Markus Murdiyono dan Natalia Sumiyati

Yang telah memberikan kasih sayang, dukungan, dan

doa yang tak pernah ada habisnya, serta kesabarannya

(6)

v

MOTO

Sebetulnya hidup ini sangat sederhana; tetapi kita

merumitkannya dengan rencana yang tidak kita

laksanakan, dengan janji yang tidak kita penuhi, dengan

kewajiban yang kita lalaikan, dan dengan larangan yang

kita langgar

(Mario Teguh)

Tak ada rahasia untuk manggapai sukses, sukses itu dapat

terjadi karena persiapan, kerja keras dan mau belajar dari

kegagalan.

(7)
(8)
(9)

viii

ABSTRAK

Kristiana, Meilia. 2013. Feminisme Tokoh Wanita dalam Novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani Karya Dewi Linggasari. Skripsi. Yogyakarta. PBSID. FKIP. Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengkaji feminisme tokoh wanita dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan tokoh, penokohan, latar, dan tema dalam novel Sali: Kisah

Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari, dan (2) mendeskripsikan

feminisme tokoh wanita dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani

karya Dewi Linggasari. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena wujud penelitian ini berupa kata-kata, bukan angka-angka. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif. Dalam penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka. Teknik pengumpulan data dalam penelitian menggunakan tiga teknik, yaitu teknik pustaka, teknik baca, dan teknik catat.

Hasil analisis menunjukkan bahwa novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari merupakan novel feminis. Feminisme novel Sali:

Kisah Seorang Wanita Suku Dani merupakan feminisme vernacular, yaitu

feminisme kedaerahan yang dipengaruhi oleh kondisi setempat pada masa itu. Feminisme yang muncul sebagai reaksi atas terjadinya ketidakadilan terhadap wanita oleh adat setempat. Tokoh utama dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari adalah Liwa. Tokoh protagonis adalah Liwa, tokoh antagonis adalah Ibarak dan tokoh Wirawati adalah Gayatri. Latar dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari terdiri dari latar tempat, waktu dan sosial. Tema yang terkadung dalam novel adalah adat yang telah meminggirkan hak wanita akan kenyamanan dan menjalani segala pilihan dengan bebas.

(10)

ix

ABSTRACT

Kristiana, Meilia. 2013. Feminism of Women Characters in the Novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani Written by Dewi Linggasari.

Thesis. Yogyakarta. PBSID. FKIP. Sanata Dharma University.

The research analyzed the feminism in the women characters in novel

Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani Written by Dewi Linggasari. The purposes are (1) to describe the characters, characterization, setting, and theme in the novel

Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani Written by Dewi Linggasari, (2) to

describe the feminism in the women characters in the novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani Written by Dewi Linggasari. It is descriptive research. The data collection included word and pictures except number. For finding the data is the technic literature, technic read, and technic record.

The result of the analysis shows that the novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani Written by Dewi Linggasari a feminist novel. Feminism novel Sali:

Kisah Seorang Wanita Suku Dani a vernacular feminism, namely that is

influenced by feminism regionalism local conditions at that time. Feminism that emerged as a reaction to the injustice against women by local custom. The main character in the novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani Written by Dewi Linggasari is Liwa. Liwa is the protagonist, the antagonist is Ibarak and Wirawati figure is Gayatri. The setting of the novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani

consist of the setting of place, time and social. The theme of the story is has marginalized the rights custom women will undergo all the comfort and choice freely.

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat

dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Feminisme

Tokoh Wanita dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi

Linggasari. Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar sarjana pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra

Indonesia dan Daerah Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan, dan dukungan dari

berbagai pihak, skripsi tidak akan selesai tepat pada waktunya. Oleh karena itu,

penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan

bantuan dan dukungan, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses

penyelesaian skripsi ini. Ucapan terimakasih ini penulis sampaikan kepada:

1. Rohandi, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan.

2. Dr. Yuliana Setiyaningsih selaku Ketua Program Studi PBSID yang

selalu memberikan dorongan bagi penulis untuk menyelesaikan

skripsi.

3. Drs. J. Prapta Diharja, S.J., M.Hum, selaku dosen pembimbing

pertama yang telah mengarahkan dan membimbing dengan telaten

dalam penulisan skripsi.

4. Drs. G. Sukadi selaku dosen pembimbing yang kedua yang dengan

sabar membimbing dan memberikan banyak masukan selam penulisan

skripsi.

5. Seluruh dosen PBSID yang telah memberikan pengetahuan, wawasan,

dan imu yang dapat menjadi bekal masa depan bagi penulis.

6. Bapak Markus Murdiono dan Ibu Natalia Sumiati selaku orang tua

yang telah memberikan kasih sayang serta doa yang tidak pernah putus

untuk anak-anaknya.

7. Ambar Pambudi adikku yang selalu memberikan dukungan baik secara

(12)
(13)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan ... 6

D. Manfaat ... 7

E. Batasan Istilah ... 8

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

G. Sistematika Penyajian ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

A. Penelitian Terdahulu ... 11

B. Kajian Teori ... 13

1. Feminisme ... 13

2. Teori Struktur Novel ... 19

a. Tokoh ... 21

b. Penokohan ... 22

c. Latar ... 27

(14)

xiii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 32

A. Jenis Penelitian ... 32

B. Sumber Data ... 33

C. Teknik Pengumpulan Data ... 34

D. Instrumen Penelitian ... 35

E. Teknik Analisis Data ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Deskripsi Data ... 38

B. Analisis Data ... 41

1. Tokoh dan Penokohan ... 41

2. Latar ... 83

3. Tema ... 97

4. Hubungan Antarunsur ... 99

a. Tema dengan Tokoh ... 100

b. Tema dengan Latar ... 100

c. Latar dengan Tokoh ... 102

5. Feminisme dalam Novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani ... 103

a. Berani Melawan ... 108

1) Tindakan Pergi dari Rumah ... 109

2) Tindakan Membalas Pukulan ... 110

b. Berani Bertanya ... 111

c. Berani Menolak ... 114

C. Pembahasan ... 117

BAB V PENUTUP ... 122

A. Kesimpulan ... 122

B. Implikasi ... 125

C. Saran ... 125

DAFTAR PUSTAKA ... 126

LAMPIRAN ... 128

(15)

  1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perempuan dan laki-laki secara kodrati oleh Tuhan diciptakan berbeda,

perempuan dapat hamil dan melahirkan sementara laki-laki dapat menghamili.

Dalam sejarah umat manusia lahir budaya patriarkat ketika perempuan (karena

kodratnya melahirkan) dianggap hanya mampu berperan di sektor domestik

(sekitar rumah), sementara laki-laki didorong untuk menguasai sektor publik (di

luar rumah) yang kenyataannya menghasilkan uang, kekuasaan dan pengaruh.

Akibat pandangan ini laki-laki yang bekerja mencari nafkah menguasai uang,

kekuasaan dan pengaruh sedangkan perempuan tidak. Perempuan mengalami

diskriminasi, subordinasi (dianggap sebagai warga kelas dua), marginalisasi

(peminggiran), dan kekerasan (Gandhi dan Hetty, 2010 :130-131).

Berbicara tentang wanita tak terlepas dari konsep emansipasi, karena

justru hal inilah yang menjadi tema sentral perdebatan panjang selama ini.

Penindasan kaum wanita dianggap mengingkari nilai-nilai hakiki pemberian Ilahi

dan merupakan penyelewengan terhadap martabat wanita sendiri. Karena itulah

muncul gerakan-gerakan emansipasi yang meratakan persamaan hak antara pria

dan wanita (Manus dkk., 1993:1).

Menjelang abab ke-21, gaung emansipasi wanita semakin menanjak pada

posisi yang semakin diakui dalam masyarakat, karena gerak maju kaum wanita

(16)

dengan kaum pria, tetapi dimaksudkan untuk meningkatkan perannya baik dalam

kehidupan berkeluarga maupun di dalam masyarakat dan bangsanya (Manus dkk.,

1993:1).

Salah satu agenda kemanusiaan yang mendesak untuk segera digarap

adalah mewujudkan kesetaraan dalam sistem hubungan laki-laki dan perempuan

dalam masyarakat. Dalam banyak hal perempuan itu tersubordinasi,

kedudukannya dalam masyarakat lebih rendah daripada laki-laki. Mereka

dianggap sebagai the second sex, warga kelas dua (Sugihastuti, 2010:Vii).

Gerakan kaum perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara

kaum perempuan dan laki-laki disebut feminisme (Moeliono, 1988:241).

Feminisme lebih luas dari makna emansipasi. Emansipasi cenderung

digunakan sebagai istilah yang berarti pembebasan dari perbudakan yang

sesungguhnya dan persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Dengan demikian, emansipasi tidak mutlak sebagai persamaan hak perempuan.

Jika kata emansipasi diletakkan pada kata perempuan, emansipasi cenderung lebih

menekankan pada partisipasi perempuan tanpa mempersoalkan jender, sedangkan

feminisme sudah mempersoalkan hak serta kepentingan perempuan yang selama

ini dinilai tidak adil. Perempuan dalam pandangan feminisme mempunyai

aktivitas dan inisiatif sendriri untuk memperjuangkan hak dan kepentingan

tersebut dalam gerakan untuk menuntut haknya sebagai manusia secara penuh

(Kridalaksana, 1999:275). Feminisme memperjuangkan dua hal yang selama ini

(17)

dengan laki-laki dan otonomi untuk menentukan apa yang baik bagi dirinya

(Sugihastuti, 2010:Vii).

Feminisme muncul sebagai akibat dari adanya prasangka jender yang

menomorduakan perempuan. Anggapan bahwa secara universal laki-laki berbeda

dengan perempuan mengakibatkan perempuan dinomorduakan, perbedaan itu

tidak hanya pada kriteria biologis, melainkan juga pada sosial-budaya. Asumsi

tersebut membuat kaum perempuan semakin terpojok, oleh karena itulah kaum

feminis memperjuangkan hak-hak perempuan di semua aspek kehidupan, dengan

tujuan agar kaum perempuan mendapat kedudukan yang sederajat dengan kaum

laki-laki.

Menurut Selden via Suguhastuti & Suharto (2010:32) selain di dalam

dunia empiris, diskriminasi perempuan juga dapat terjadi di dalam dunia literer.

Dalam hal ini, karya sastra sebagai dunia imajinatif merupakan media tumbuhnya

subordinasi perempuan. Dunia sastra dikuasai oleh laki-laki. Artinya, karya sastra

seolah-olah ditujukan untuk pembaca laki-laki. Kalaupun ada perempuan, ia

dipaksa untuk membaca sebagai seorang laki-laki.

Karya sastra merupakan tulisan yang mengekspresikan pikiran, perasaan,

dan sikap pengarang terhadap kehidupan atau realitas sosial sebagai refleksi

terhadap fenomena sosial yang terjadi disekelilingnya. Karya satra merupakan

salah satu hasil seni, ada juga yang menyebutnya sebagai salah satu karya fiksi.

Menurut Nurgiantoro (2007:3), fiksi sebagai karya imajiner, biasanya

menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan

(18)

kesungguhan yang kemudian diungkapkan kembali melalui sarana fiksi dengan

pandangannya. Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dan

interaksinya dengan lingkungan dan sesama.

Novel merupakan salah satu karya sastra yang digunakan pengarang

untuk menggambarkan, mengekspresikan, dan mengkritik kenyataan sosial yang

terjadi disekitarnya. Hubungan antara satu orang dengan orang lain, antara

perempuan dan laki-laki dalam masyarakat juga terdapat dalam novel

terepresentasikan dalam tokoh-tokohnya. Pengarang menceritakan bagaimana

relasi antara satu tokoh dengan tokoh lain, tokoh-tokoh dalam cerita dengan

masyarakat.

Dalam perkembangan novel di Indonesia dari zaman dahulu sampai

sekarang, banyak bermunculan novel yang bertemakan masalah-masalah yang

berhubungan dengan perempuan. Permasalahan itu terjadi karena perempuan

cenderung dianggap lemah oleh lelaki. Salah satu fenomena menarik dalam

khasanah sastra Indonesia akhir-akhir ini adalah munculnya sejumlah pengarang

yang pada umumnya merupakan generasi muda.

Salah satu novel yang mengangkat mengenai ketidakadilan jender

dengan pembacaan sekilas terlihat dalam Novel Etnografi Karya Dewi Linggasari

yang berjudul Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani. Novel ini bercerita tentang

kepedihan hidup wanita suku Dani di Papua. Garis hidup yang bernama adat telah

meminggirkan segala hak akan kenyamanan hidup dan menjalani segala pilihan

dengan bebas. Keindahan lembah Baliem yang digambarkan dengan hijaunya

(19)

yang bergerumbul bak cendawan di musim hujan tak mampu menutup luka hati

akibat penindasan hidup atas nama adat kepada kaum perempuannya.

Hal inilah yang mendasari penulis untuk menganalisa permasalahan yang

terdapat dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi

Linggasari dalam persektif karya sastra feminisme. Dasar pemikiran dalam

penelitian sastra berperspektif feminis adalah upaya pemahaman kedudukan dan

peran perempuan seperti tercermin dalam karya sastra. Pertama, kedudukan dan

peran tokoh perempuan dalam karya sastra Indonesia menunjukkan masih

didominasi oleh laki-laki. Dengan demikian, upaya pemahaman merupakan

keseharusan untuk mengetahui ketimpangan jender dalam karya sastra, seperti

terlihat dalam realitas sehari-hari masyarakat. Kedua, dari resepsi pembaca karya

sastra Indonesia, secara sepintas terlihat bahwa para tokoh perempuan dalam

karya sastra Indonesia tertinggal dari laki-laki, misalnya dalam latar sosial

pendidikannya, pekerjaannya, peranannya dalam masyarakat, dan pendeknya

derajat mereka sebagai integral dan susunan masyarakat. Ketiga, masih adanya

resepsi pembaca karya sastra Indonesia yang menunjukan bahwa hubungan antara

laki-laki dan perempuan hanyalah merupakan hubungan yang didasarkan pada

pertimbngan biologis dan sosial-ekonomi semata-mata (Sugihastuti & Suharto,

2010:15).

Hal yang mendorong peneliti melakukan penelitian ini dikarenakan, (1)

Novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani mempunyai banyak keistimewaan,

salah satunya adalah menggambarkan kehidupan perempuan dan bagaimana

(20)

Kisah Seorang Wanita Suku Dani mengungkapkan feminisme yang menarik

untuk dikaji. (3) penelitian sastra yang mengkaji dari sudat pandang feminisme

jarang dilakukan oleh mahasiswa Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah

(PBSID), Universitas Sanata Dharma. Sehingga, novel tersebut masih

memungkinkan untuk diteliti dari aspek feminisme.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan

yang akan dikaji. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:

1. Bagaimanakah tokoh, penokohan, latar dan tema dalam novel Sali: Kisah

Seorang Wanita Suku Dani Karya Dewi Linggasari?

2. Bagaimanakah feminisme tokoh wanita dalam novel Sali: Kisah Seorang

Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari?

C. Tujuan Penelitian

Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari pembahasan,

maka ada dua tujuan penelitian yang perlu dikemukakan dalam penelitian ini,

yaitu:

1. Menganalisis dan mendeskripsikan tokoh, penokohan, latar dan tema

dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani Karya Dewi

Linggasari.

2. Menganalisis dan mendeskripsikan feminisme tokoh wanita dalam

(21)

D. Manfaat Penelitian

Pada prinsipnya penelitian ini diharapkan akan dapat berhasil dengan

baik, yaitu dapat mencapai tujuan penelitian secara optimal, menghasilkan laporan

yang sistematis dan dapat bermanfaat secara umum. Adapun manfaat yang

diambil dari penelitian ini sebagai berikut.

a) Manfaat Teoretis

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai

studi analisis terhadap sastra di Indonesia, terutama dalam bidang

penelitian novel Indonesia yang memanfaatkan teori sastra feminis.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam

mengaplikasikan teori sastra feminis dalam mengungkapkan masalah

sosial yang tercermin dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku

Dani karya Dewi Linggasari.

b) Manfaat Praktis

1. Hasil penelitian ini dapat menambah referensi penelitian karya sastra

Indonesia dan menambah wawasan kepada pembaca tentang

feminisme dalam karya sastra.

2. Melalui pemahaman mengenai kajian feminisme diharapkan dapat

membantu pembaca dalam mengungkapkan makna dalam novel

Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari.

3. Hasil analisis ini menjadi masukan bagi masyarakat dalam

memandang perempuan secara proporsional pada kehidupan sosial

(22)

E. Batasan Istilah

Beberapa istilah penting yang dipakai dalam penelitian ini perlu

penegasan supaya tidak menimbulkan salah penafsiran.

1. Feminisme

Suatu gerakan yang memusatkan perhatian pada perjuangan perempuan

dalam menempatkan eksistensinya (Redyanto, 2005: 100).

2. Kritik Sastra Feminis

kritik sastra feminis merupakan sebuah pendekatan akademik pada studi

sastra yang mengaplikasikan pemikiran feminis untuk menganalisis teks

sastra dan konteks produksi dan resepsi (Goodman via Sofia, 2009:10).

3. Novel

sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang,

namun juga tidak terlalu pendek (Nurgiyantoro, 2010:50).

4. Tokoh

individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan di dalam

berbagai perostiwa cerita (Sudjiman, 1991: 61).

5. Penokohan

pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam

sebuah cerita (Nurgiyantoro, 1995:165).

6. Tema

gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra

(23)

7. Latar

segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu,

ruang dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra

(Sudjiman, 1991:46).

F. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah feminisme dalam novel Sali: Kisah

Seorang Wanita Suku Dani Karya Dewi Linggasari.

G. Sistematika Penyajian

Skripsi ini terdiri dari lima Bab yaitu bab I Pendahuluan, bab II

Landasan Teori, bab III Metodologi Penelitian, bab IV Hasil Penelitian dan

Pembahasan dan bab V Kesimpilan dan Saran.

Bab I Pendahaluan, pada bab ini membahas tentang latar belakang,

masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

batasan istilah, ruang lingkup penelitian dan sistematika penyajian.

Bab II Landasan Teori, pada bab ini membahas tentang penelitian

terdahulu yang relevan dan kerangka teori.

Bab III Metodologi Penelitian, pada bab ini membahas tentang jenis

penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, instrument penelitian dan

(24)

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, pada bab ini akan membahas

tentang hasil penelitian dan pembahasan yang terkandung dalam karya sastra yang

diteliti.

Bab V Kesimpulan dan Saran, pada bab ini akan membahas tentang

(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu

Tinjauan pustaka bertujuan untuk mengetahui keaslian sebuah karya

Ilmiah. Pada dasarnya suatu penelitian tidak beranjak dari awal, tetapi pada

umumnya telah ada acuan yang mendasarinya. Hal ini bertujuan sebagai titik tolak

untuk mengadakan suatu penelitian. Oleh karena itu, peneliti perlu meninjau

penelitian yang telah ada.

Untuk mengetahui keaslian penelitian ini akan dipaparkan beberapa

tinjauan pustaka yang telah dimuat dalam skripsi yang menyinggung tentang

feminisme, diantaranya adalah sebagai berikut.

Siti Suryani (USD, 1999) dengan Judul Feminisme dalam Roman Saman

Karya Ayu Utami Tinjauan Sosiologis. Menyimpulkan bahwa pada roman Saman

karya Ayu Utami aspek feminisme secara beragam terpancar kuat pada karakter

tokoh empat wanita dalam roman tersebut: Laila, Yasmin, Shakuntala, dan Cok,

meskipun dengan tanggapan yang berbeda-beda atasa feminisme tersebut. Antara

lain mereka menganut paham: feminisme liberal, feminisme sosialis, feminisme

radikal.

Oktavianus Rendi, (USD, 2011) dengan judul Feminisme Tokoh

Perempuan dalam Kumpulan Cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet! Karya Djenar

Maesa Ayu. Menyimpulkan bahwa tokoh dalam kumpulan cerpen Mereka Bilang,

Saya Monyet! Karya Djenar Maesa Ayu terlibat dalam tema yang mengandung

(26)

nilai feminisme. Diantaranya yaitu saya (monyet), Maha dan ibu, serta Marya.

Saya (monyet), Maha dan Marya merupakan tokoh utama dalam kumpulan cerpen

Mereka Bilang, Saya Monyet! Karya Djenar Maesa Ayu. Tema besar dalam

kumpulan cerpen ini adalah tentang feminisme yang mencakup kekerasan

terhadap perempuan, anak yang kurang mendapat perhatian dari orangtuanya,

tema seks, dan kemunafikan. Dalam kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya

Monyet! karya Djenar Maesa Ayu, penulis menemukan lima karakter feminis

tokoh perempuan yaitu (1) berani melawan, (2) berani mengutarakan pendapat,

(3) berani bertanya, (4) berpendidikan, dan (5) mandiri. Penelitian terhadap

kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet! karya Djenar Maesa Ayu

membuktikan bahwa dalam kumpulan cerpen ini terdapat nilai-nilai feminis tokoh

perempuan.

Bernadeta Diah Puspitasari, (USD, 2012) dengan Judul Feminisme

Tokoh Srintil dalm Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari (Kajian

Tindak Tutur Pragmatik). Menyimpulkan bahwa hasil klasifikasi tuturan-tuturan

Srintil dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari, ditemukan ada

tujuh karakter feminisme, yaitu (1) kekecewaan terhadap budaya ronggeng, (2)

pemaksaan terhadap perempuan, (3) perasaan keibuan seorang perempuan, (4)

peran perempuan dalam membela keadilan, (5) pesimistis terhadap kemampuan

diri, (6) pemberontakan terhadap hak-hak perenpuan, dan (7) kegagalan dalam

pemperjuangkan hak perempuan. Peneliti menganalisis tuturan-tuturan yang

sudah diklasifikasikan menurut karakteristik feminisme dengan teori tindak tutur

(27)

tindak tutur yang terdapat dalam tuturan feminism novel, yaitu tindak tutur

langsung literal, dan tindak tutur langsung tidak literal.

Sepengetahuan peneliti, penelitian dengan judul Feminisme Tokoh

Wanita dalam Novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani Karya Dewi

Linggasari belum pernah diteliti oleh peneliti terdahulu. Akan tetapi jenis

penelitian yang meneliti mengenai feminisme banyak dilakukan oleh peneliti

terdahulu. Dengan demikian, penelitian tersebut relevan untuk diteliti.

B. Kajian Teori 1. Feminisme

Kesadaran akan adanya ketidakadilan terhadap perempuan,

sebenarnya sudah terjadi. Kaum perempuan sudah lama melakukan

perjuangan untuk membebaskan diri dari ketidakadilan. Tetapi pada waktu

itu, belum ada istilah feminism (Murniati, 2004:xxviii). Menurut Djajanegara,

(2000: 1-3) terdapat tiga pendapat asal mula munculnya feminisme di

Amerika Serikat, yakni pendapat pertama berkaitan dengan aspek politis,

pendapat kedua berkaitan dengan aspek agama, dan pendapat ketiga berkaitan

dengan konsep sosialisme dan konsep marxis.

Awal 1960-an dan 1970-an merupakan tonggak berdirinya gerakan

feminis. Gerakan feminis itu muncul di Amerika sebagai bagian dari kultur

radikal termasuk hak-hak sipil (civil rights) dan kebebasan seksual (sexual

liberation) (Fakih, 1996: 106). Pada awalnya gerakan feminisme berangkat

(28)

kebutuhan untuk mengakhiri penindasan terhadap perempuan. Feminisme

dianggap sebagai alat yang tepat untuk mendobrak penindasan dan eksploitasi

perempuan. Meski terjadi perbedaan antar feminis mengenai apa, mengapa,

dan bagaimana penindasan dan eksploitasi itu terjadi, namun mereka sepaham

bahwa hakikat perempuan feminis adalah demi kesamaan, martabat, dan

kebebasan mengontrol raga dan kehidupan baik di dalam maupun di luar

rumah.

Feminisme berasal dari kata feminist (pejuang hak-hak kaum wanita)

yang kemudian meluas menjadi feminism (suatu faham yang

memperjuangkan hak-hak kaum wanita). Secara leksikal Moeliono, dkk.

(1988: 241) menyatakan bahwa feminisme adalah gerakan kaum perempuan

yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan kaum

laki-laki. Persamaan hak itu meliputi semua aspek kehidupan, baik dalam

bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya (Djajanegara, 1995: 16).

Feminisme merupakan kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan

hak-hak dan kepentingan perempuan (Geofe via Sugihastuti, 2010: 61). Jika

perempuan sederajat dengan laki-laki, berarti mereka mempunyai hak untuk

menentukan dirinya sendiri sebagaimana yang dimilki oleh kaum laki-laki

selama ini. Ihromi via Sugihastuti (2010: 61) menyebutkan hal ini sebagai

otonomi perempuan. Dengan kata lain, feminisme merupakan gerakan kaum

perempuan untuk memperoleh otonomi atau kebebasan menentukan dirinya

(29)

Kemunculan feminisme diawali dengan gerakan emansipasi

perempuan, yaitu proses pelepasan diri kaum perempuan dari kedudukan

sosial ekomoni yang rendah serta pengekangan hokum yang membatasi

kemungkinan-kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju (Moeliono,

dkk., 1993: 225). Feminisme muncul sebagai akibat dari adanya prasangka

jender yang menomorduakan perempuan. Anggapan bahwa secara universal

laki-laki berbeda dengan perempuan mengakibatkan perempuan

dinomorduakan. Perbedaan tersebut tidak hanya pada kriteria biologis,

melainkan juga pada sosial-budaya. Asumsi tersebut membuat kaum

perempuan semakin terpojok, oleh karena itulah kaum feminis

memperjuangkan hak-hak perempuan di semua aspek kehidupan, dengan

tujuan agar kaum perempuan mendapat kedudukan yang sederajat dengan

kaum laki-laki.

Nancy F.cott via Murniati (2004:xxvii), menulis dalam buku The

Grounding of Modern Feminism bahwa pengertian feminisme mengandung

tiga komponen penting. Pertama, suatu keyakinan bahwa tidak ada perbedaan

hak berdasarkan seks (sex equality), yakni menentang adanya posisi

hirerarkis diantara jenis kelamin. Kedua, suatu pengakuan bahwa dalam

masyarakat telah terjadi konstruksi sosial yang merugikan perempuan.

Ketiga, feminisme menggugat perbedaan yang mencampuradukan seks dan

jender, sehingga perempuan dijadikan sebagai kelompok tersendiri dalam

(30)

Jadi menurut Nancy, feminisme memperjuangkan persamaan hak

tetapi dalam perbedaan seks. Sedangkan menurut Moeliono (1988: 41), dalam

arti leksikal feminisme berarti gerakan kaum wanita yang menuntut

persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria.

Menurut Redyanto (2005:100), feminisme adalah suatu gerakan

perempuan dalam memusatkan perhatian pada perjuangan perempuan dalam

menempatkan eksistensinya. Feminisme sebagai suatu gerakan pada mulanya

berangkat dari asumsi bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan

dieksploitasi, serta usaha untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi

tersebut. Mereka sepaham bahwa hakikat perjuangan feminis adalah demi

kesamaan, martabat, dan kebebesan mengontrol raga dan kehidupan baik di

dalam maupun di luar rumah (Fakih, 1996:13).

Wolf via Sofia (2009:13) mengartikan feminisme sebagai sebuah

teori yang mengungkapkan harga diri pribadi dan harga diri semua

perempuan. Sementara itu, Budianta via Sofia (2009:13), mengartikan

feminisme sebagai suatu kritik ideologis terhadap cara pandang yang

mengabaikan permasalahan ketimpangan dan ketidakadilan dalam pemberian

peran dan identitas sosial berdasarkan perbedaan jenis kelamin.

Menurut Geofe via Suguhastuti (2000:37) feminisme adalah teori

persamaan hak antara laki-laki dan wanita di bidang politik, ekonomi, dan

sosial, atau gerakan yang terorganisir yang memperjuangkan hak-hak serta

(31)

Teori feminisme memfokuskan diri pada pentingnya kesadaran

mengenai persamaan hak antara perempuan dan laki-laki dalam sebuah

bidang. Teori ini berkembang sebagai reaksi dari fakta yang terjadi di

masyarakat, yaitu adanya konflik kelas, konflik ras, dan terutama karena

adanya konflik jender. Feminisme mencoba untuk mendominasi dan

didominasi, serta sistem hegemoni dimana kelompok subordinat terpaksa

harus menerima niali-nilai yang ditetapkan oleh kelompok yang berkuasa.

Feminisme mencoba untuk menghilangkan pertentangan antara kelompok

yang lemah dengan kelompok yang kuat. Lebih jauh lagi, feminisme menolak

ketidakadilan sebagai akibat masyarakat patriarki, menolak sejarah dan

filsafat sebagai disiplin yang berpusat pada laki-laki (Ratna. 2004:186).

Dalam ilmu sastra, feminisme berhubungan dengan konsep kritik

sastra feminis, yaitu studi sastra yang mengarahkan focus analisisnya pada

perempuan (Sugihastuti, 2010: 18). Label perjuangan untuk mengidentifikasi

telaah perempuan dalam sastra diperoleh melalui perpaduan tiga kata, yaitu

‘kritik’, ‘sastra’, ‘feminis’ (Ruthven via Sofia, 2009:20). Kritik sastra feminis

merupakan sebuah pendekatan akademik pada studi sastra yang

mengaplikasikan pemikiran feminis untuk menganalisis teks sastra dan

konteks produksi dan resepsi (Goodman via Sofia, 2009:10).

Kritik sastra feminis bukan berarti pengkritik perempuan, atau kritik

tentang perempuan, juga bukanlah kritik tentang pengarang perempuan. Arti

sederhana yang dikandungnya ialah pengkritik memandang sastra dengan

(32)

berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan (Sugihastuti, 2010: 19).

Membaca sebagai perempuan berarti membaca dengan kesadaran

membongkar praduga dan ideology kekuasaan laki-laki yang androsentris

atau patriarkhat..

Kritik sastra feminis mempermasalahkan asumsi tentang perempuan

yang berdasarkan paham tertentu selalu dikaitkan dengan kodrat perempuan

yang kemudian menimbulkan isu tertentu tentang perempuan. Selain itu,

kritik ini berusaha mengidentifikasi suatu pengalaman dan perspektif

pemikiran laki-laki dan cerita yang dikemas sebagai pengalaman dalam

sastra. Kerja kritik ini ialah meneliti karya sastra dengan melacak ideologi

yang membentuknya dan menunjukan perbedaan-perbedaan antara yang

dikatakan oleh karya dengan yang tampak dari sebuah pembacaan yang teliti

(Ruthven via Sofia, 2009:20).

Sasaran kritik sastra feminis adalah memberikan respons kritik

terhadap pandangan-pandangan yang mempertanyakan hubungan antara teks,

kekuasaan, dan seksualitas yang terungkap dalam teks (Millett via Culler,

1983: 47). Dari pemikiran tersebut Culler (1983:43), menawarkan konsep

reading as a women (membaca sebagai perempuan) sebagai bentuk kritik

sastra feminis. Yang dimaksud “membaca sebagai perempuan” adalah

kesadaran pembaca perempuan bahwa ada perbedaan penting dalam jenis

(33)

2. Teori Struktur Novel

Menurut Abrams (1979: 3-29; 1981: 36-37) ada empat pendekatan

terhadap karya sastra, yaitu pendekatan mimetik, pendekatan pragmatik,

pendekatan ekspresif, dan pendekatan objektif. Teori strukturalisme

merupakan pendekatan yang bersifat objektif, yaitu pendekatan yang

menganggap karya sastra sebagai “makhluk” yang berdiri sendiri. Karya

sastra yang bersifat otonom, terlepas dari alam sekitasrnya, pembaca, dan

bahkan pengarangnya sendiri. Oleh karena itu, untuk dapat memahami

sebuah karya sastra (novel), karya sastra (novel) itulah yang harus dianalisis

struktur instrinsiknya (Pradopo, 1995:141).

Karya sastra (novel) merupakan struktur yang bermakna. Novel tidak

sekedar merupakan serangkaian tulisan yang menggairahkan ketika dibaca,

tetapi merupakan struktur pikiran yang tersusun dari unsur-unsur yang padu.

Untuk mengetahui makna-makna atau pikiran tersebut, karya sastra (novel)

harus dianalisis. Kritik sastra, menurut Culler dalam Sugihastuti (2002:43),

pada dasarnya merupakan upaya untuk menangkap atau memberi makna

karya sastra, dan menurut Teeuw (1983:4) kritik sastra merupakan usaha

untuk merebut makna karya sasta.

Sebuah karya sastra, fiksi atau puisi, menurut kaum strukturalisme

adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur

pembangunnya. Di satu pihak, struktur karya sastra dapat diartikan sebagai

susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi

(34)

1981:68). Di pihak lain, struktur karya sastra juga menyaran pada pengertian

hubungan antarunsur (instrinsik) yang bersifat timbal-balik, saling

menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama membentuk satu

kesatuan yang utuh.

Analisis struktural merupakan prioritas pertama sebelum

diterapkannya analisis yang lain. Tanpa analisis struktural, kebulatan makna

instrinsiknya yang dapat digali dari karya sastra tersebut tidak dapat dipahami

maknanya. Makna unsur-unsur karya sastra dapat dipahami sepenuhnya, dan

dinilai atas dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur-unsur itu di dalam

keseluruhan karya sastra (Teeuw, 1983:61).

Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini adalah novel,

dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan

fungsi dan hubungan antarunsur instrinsik fiksi yang bersangkutan

(Nurgiyantoro, 1995:37). Pada dasarnya analisis struktural bertujuan

memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan unsur karya sastra

yang secara bersama menghasilkan sebuah keseluruhan (Nurgiyantoro,

1995:37).

Novel sebagai salah satu bentuk karya sastra merupakan bangunan

yang berstruktur. Struktur di sini berarti bahwa novel merupakan susunan

yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan timbal-balik

dan saling menentukan. Unsur-unsur itu meliputi tokoh dan penokohan, alur,

latar, tema, sudut pandang, dan gaya bahasa. Dalam penelitian ini peneliti

(35)

latar dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi

Linggarsari. Dari analisis keempat unsur tersebut maka secara keseluruhan

dapat diungkap dengan jelas.

a. Tokoh

Tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu

karya naratif yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan

kecenderungan tertentu seperti yang diekpresikan dalam ucapan dan apa

yang dilakukan dalam tindakan (Abrams via Nurgiyantoro, 2007:20).

Sedangkan menurut Sudjiman (1991:61) tokoh adalah individu rekaan

yang mengalami peristiwa dalam cerita. Individu rekaan itu dapat berupa

manusia atau binatang diinsankan.

Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam

cerita, ada tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama (sentral) adalah

tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia

merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku

kejadian maupun yang dikenai kejadian. Biasanya tokoh utama (sentral)

merupakan tokoh yang mengambil bagian terbesar dalam peristiwa cerita.

Tokoh utama (sentral) dapat ditentukan paling tidak dengan tiga cara.

Pertama, tokoh itu yang paling terlibat dengan makna dan tema. Kedua,

tokoh itu yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain. Ketiga,

tokoh itu paling banyak memerlukan waktu penceritaan (Sayuti, 2000:74).

(36)

dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan

tokoh utama, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Jika dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke

dalam tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah

tokoh yang kita kagumi, menampilkan sesuatu yang sesuai dengan

pandangan kita, harapan kita, sebagai pembaca. Sedangkan tokoh

antagonis adalah tokoh penyebab terjadinya konflik.

Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dibedakan ke dalam

tokoh sederhana dan tokoh kompleks atau bulat. Tokoh sederhana adalah

tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak

yang tertentu saja. Sedangkan tokoh kompleks atau bulat adalah tokoh

yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya,

sisi kepribadian, dan jati dirinya.

Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan

dibedakan menjadi tokoh statis dan tokoh berkembang. Tokoh statis adalah

tokoh yang memiliki sikap dan watak yang relatif tetap, tak berkembang,

sejak awal cerita sampai akhir cerita. Sedangkan untuk tokoh berkembang

adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan

perwatakan sejalan dengan perkembangan dan perubahan peristiwa dan

plot yang dikisahkan.

b. Penokohan

Istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada “tokoh” dan

(37)

bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya

dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas

kepada pembaca. Penokohan sekaligus menyaran pada teknik perwujudan

dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2007:166).

Menurut Sudjiman via Sugihastuti & Suharto (2010:50)

penokohan adalah penyajian watak, penciptaan citra, atau pelukisan

gambaran tentang seseorang yang ditampilkan sebagai tokoh cerita.

Secara garis besar teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya atau

lengkapnya: pelukisan sifat, sikap, watak, tingkah laku, dan berbagai hal

lain yang berhubungan dengan jati diri tokoh – dapat dibedakan ke dalam

dua cara atau teknik, yaitu teknik ekspositoris (langsung) dan teknik

dramatik (tidak langsung).

1) Teknik Ekspositoris

Teknik ekspositoris dapat juga disebut dengan teknik analitis,

pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian,

atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita yang dihadirkan oleh

pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan

begitu saja dan digambarkan secara langsung dengan disertai deskripsi

kedirinya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau

bahkan ciri fisiknya.

Teknik pelukisan tokoh secara langsung bersifat sederhana dan

(38)

Pengarang dengan cepat dan singkat dapat mendeskripsikan kedirian

tokoh ceritanya.

Deskripsi kedirian tokoh yang dilakukan secra langsung oleh

pengarang akan berwujud penuturan yang bersifat deskriptif pula.

Artinya, ia tak akan berwujud penuturan yang bersifat dialog, walau

bukan merupakan suatu pantangan atau pelanggaran jika dalam dialog

tercermin watak para tokoh yang terlibat.

2) Teknik Dramatik

Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik, mirip dengan

yang ditampilkan para drama, yaitu dilakukan secara tidak langsung.

Artinya, pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan

sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh

cerita menunjukan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang

dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat

tindakan atau tingkah laku dan juga melalui peristiwa yang terjadi.

Kelebihan teknik dramtik adalah sifatnya yang lebih sesuai dengan

situasi kehidupan nyata. Sedangkan kelemahan dari teknik dramatik ini

adalah sifatnya yang tidak ekonomis. Pelukisan kedirian seorang tokoh

memerlukan banyak kata, di berbagai kesempatan dan berbagai bentuk

yang relatif cukup panjang.

Wujud penggambaran teknik dramatik dapat dilakukan dengan

(39)

a) Teknik Cakapan

Percakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh cerita

biasanya juga dimaksudkan untuk menggambarkan

sifat-sifat tokoh yang bersangkautan.

b) Teknik Tingkah Laku

Teknik tingkah laku menunjukan tindakan yang bersifat

nonverbal, fisik. Apa yang dilakukan orang dalam wujud

tindakan dan tingkah laku, dipandang sebagai menunjukan

reaksi, tanggapan, sifat, dan sikap yang mencerminkan

sifat-sifat kedirian.

c) Teknik Pikiran dan Perasaan

Bagaimana keadaan dan jalan pikiran serta perasaan, apa

yang melintas di dalam pikiran dan perasaan, serta apa yang

(sering) dipikirkan dan dirasakan oleh tokoh, dalam banyak

hal akan mencerminkan sifat-sifat kediriannya. Teknik

pikiran dan perasaan dapat ditemukan dalm teknik cakapan

dan tingkah laku. Artinya, penuturan itu sekaligus untuk

menggambarkan pikiran dan perasaan tokoh.

d) Teknik Arus Kesadaran

Teknik arus kesadaran berkaitan erat dengan teknik pikiran

dan perasaan. Aliran kesadaran berusaha menangkap dan

mengungkapkan proses kehidupan batin, yang memang

(40)

kesadaran maupun ketidaksadaran, termasuk kehidupan

bawah sadar.

e) Teknik Reaksi Tokoh

Teknik reaksi tokoh dimaksudkan sebagai reaksi tokoh

terhadap suatu kejadian, masalah, keadaan, kata, dan sikap

tingkah laku orang lain, dan sebagainya yang berupa

“rangsang” dari luar diri tokoh yang bersangkutan.

Bagaimana reaksi tokoh terhadap hal-hal tersebut dapat

dipandang sebagai suatu bentuk penampilan yang

mencerminkan sifat-sifat kediriannya.

f) Teknik Reaksi Tokoh Lain

Reaksi tokoh lain dimaksudkan sebagai reaksi yang

diberikan oleh tokoh lain terhadap tokoh utama, atau tokoh

yang dipelajari kediriannya, yang berupa pandangan,

pendapat, sikap, komentar, dan lain-lain.

g) Teknik Pelukisan Latar

Suasana latar sekitar tokoh juga sering dipakai untuk

melukiskan kediriannya. Pelukisan suasana latar dapat lebih

mengintensifkan sifat kedirian tokoh seperti yang telah

diungkapkan dengan berbagai teknik yang lain.

h) Teknik Pelukisan Fisik

Keadaan fisik seseorang sering berkaitan dengan keadaan

(41)

memeperhubungkan adanya keterkaitan. Keadaan fisik

tokoh perlu dilukiskan, terutama jika ia memiliki bentuk

fisik khas sehingga pembaca dapat menggambarkan secara

imajinatif.

c. Latar

Dalam analisis novel, latar atau setting juga merupakan unsur

yang sangat penting bagi penentuan nilai estetikanya. Latar sering disebut

atmosfer (Nurgiyantoro, 2007:243) karya sastra, terutama novel, yang

turut mendukung masalah, tema, alur, serta tokoh dan penokohan.

Peristiwa-peristiwa pada umumnya terjadi pada lingkungan tertentu, baik

lingkungan tempat fisik, lingkungan sosial, maupun waktu. Hal ini berarti

bahwa keseluruhan lingkungan pergaulan tokoh, misalnya

kebiasaan-kebiasaan, pandangan hidup, lingkungan geografis, alat-alat yang

digunakan, dan latar belakang suatu lingkungan, dapat dimasukkan ke

dalam latar. Latar mempunyai fungsi untuk membuat cerita rekaan terasa

lebih hidup dan segar. Latar yang baik dapat mendeskripsikan secara lebih

jelas peristiwa-peristiwa, perwatakan tokoh, dan konflik yang dihadapi

tokoh cerita tersebut terasa sungguh-sungguh terjadi seperti di dalam

kehidupan nyata (Sugihastuti, 2010:168).

Menurut Nurgiyantoro (2007:227) unsur latar dapat dibedakan ke

dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu dan sosial. Ketiga unsur itu

(42)

dibicarakan secara sendiri. Pada kenyataannya saling berkaitan dan saling

mempengaruhi satu dengan yang lainya.

1) Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang

diceritakaan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang

dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu

atau inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas

(Nurgiyantoro, 2007:227). Menurut Sayuti (2000:127) latar tempat

menyakut deskripsi tempat suatu peristiwa cerita terjadi. Melalui

tempat terjadinya peristiwa diharapkan tercermin pemerian tradisi

masyarakat, tata nilai, tingkah laku, suasana, dan hal-hal yang

mungkin berpengaruh pada tokoh dan karakternya.

2) Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu

faktual, waktu yang ada kaitanya dengan peristiwa sejarah

(Nurgiyantoro, 2007:230). Menurut Sayuti (2000:127) latar waktu

mengacu pada saat terjadinyan peristiwa dalam plot secara historis.

Rangkaian peristiwa tidak mungkin terjadi jika dilepaskan dalam

perjalanan waktu, yang dapat berupa jam, hari, tanggal, bulan, tahun,

(43)

3) Latar Sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan

perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan

dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup

berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat

berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan

hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain. Latar sosial juga

berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya

rendah, menengah, atau atas (Nurgiyantoro, 2007:233). Menurut

Sayuti (2000:127) latar sosial merupakan lukisan status yang

menunjukan hakikat seorang atau beberapa orang tokoh dalam

masyarakat yang ada di sekelilingnya.

Latar sosial merupakan bagian latar secara keseluruhan jadi

ia berada dalam kepaduaanya dengan unsur latar yang lain, yaitu

unsur tempat dan waktu. Ketiga unsur tersebut dalam satu kepaduan

jelas akan menyaran pada makna yang lebih khas dan meyakinkan

daripada secara sendiri-sendiri. Latar memberikan pijakan cerita

secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan

realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang

seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Pembaca dengan demikian

dipermudah untuk mengoperasikan daya imajinasinya, di samping

dimungkinkan untuk berperan serta secara kritis sehubungan dengan

(44)

d. Tema

Tema menjadi salah satu unsur cerita rekaan yang memberikan

kekuatan dan sekaligus sebagai unsur pemersatu semua fakta dan sarana

cerita yang mengungkapkan permasalahan kehidupan. Tema dapat

dirasakan pada semua fakta dan sarana cerita pada sepanjang sebuah

novel. Tema tidak dapat dipisahkan dari permasalahan kehidupan yang di

rekam oleh karya sastra. Akan tetapi, tema tidak sama dengan masalah

(Sugihastuti, 2010:45-46). Masalah adalah persoalan kehidupan yang

harus dipecahkan (Moeliono, dkk., 1993:562), sedangkan tema adalah

sikap atau pandangan hidup orang terhadap masalah tersebut. Pembicaraan

tema dan masalah tidak dapat dipisahkan karena masalah dalam karya

sastra merupakan sarana untuk membangun tema.

Menurut Staton via Sugihastuti (2010:45), tema adalah makna

sebuah cerita yang secara khusus menerangkan sebagian besar unsurnya

dengan cara yang sederhana. Menurutnya, tema bersinonim dengan ide

utama (central idea) dan tujuan utama (central purpose). Tema, dengan

demikian, dapat dipandang sebagai dasar cerita atau gagasan dasar umum

sebuah karya novel.

Menurut Sudjiman (1991:50), tema merupakan gagasan, ide yang

mendasari suatu karya sastra. Tema yang banyak dijumpai dalam karya

sastra bersifat didaktis, yaitu pertentangan antara baik dan buruk. Tema

(45)

Menurut Hantoko & Rahmanto via Nurgiyantoro (2007:68), tema

merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya satra dan

yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang

menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.

Menurut Nurgiyantoro (2007:71) tema sebuah karya sastra selalu

berkaitan dengan makna (pengalaman) kehidupan. Melalui karyanya itulah

pengarang menawarkan makna tertentu kehidupan, mengajak pembaca

untuk melihat, merasakan, dan menghayati makna (pengalaman)

kehidupan tersebut dengan cara memandang permasalahan sebagaimana ia

memandang.

Tema dalam banyak hal bersifat “mengikat” kehadiran atau

ketidakhadiran peristiwa-konflik-situasi tertentu, termasuk berbagai unsur

instrinsik yang lain, karena hal-hal tersebut haruslah bersifat mendukung

kejelasan tema yang ingin disampaikan. Tema menjadi dasar

pengembangan seluruh cerita, maka ia pun bersifat menjiwai seluruh

bagian cerita itu (Nurgiyantoro,2007:68). Tema dapat ditemukan dengan

(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang berjudul Feminisme Tokoh Wanita dalam Novel Sali:

Kisah Seorang Wanita Suku Dani Karya Dewi Linggasari termasuk penelitian

kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya

perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik dan dengan cara

deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang

alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2006:6).

Metode yang digunakan dalam penelitian yang berjudul Feminisme

Tokoh Wanita dalam Novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani Karya Dewi

Linggasari adalah metode deskriptif dokumentatif. Metode deskriptif mempelajari

masalah-masalah dalam masyarakat, baik itu menyangkut tata cara, situasi,

hubungan, sikap, perilaku, cara pandang dan pengaruh-pengaruh dalam suatu

kelompok masyarakat (Widi, 2010:84). Metode dokumentasi sendiri berasal dari

kata dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan

metode domentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku,

majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan

sebagainya (Arikunto, 2002:135).

Ciri-ciri umum metode deskriptif adalah memusatkan perhatian terhadap

masalah-masalah yang ada pada saat paneelitian dilakukan (masa sekarang) atau

(47)

masalah-masalah yang bersifat aktual, serta menggambarkan fakta-fakta tentang

masalah yang diselidiki sebagaimana adanya disertai interpretasi rasional (Widi,

2010:85). Menurut Koutour (2003:105-106) penelitian deskriptif mempunyai

ciri-ciri sebagai berikut : (1) berhubungan dengan keadaan yang terjadi saat itu, (2)

menguraikan satu variable saja atau beberapa variabel namun diuraikan satu

persatu, dan (3) variabel yang diteliti tidak dimanipulasi atau tidak ada perlakuan

(tretment)

B. Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland via Moleong 92007:175) sumber data

utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan, selebihnya

adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data dalam

penelitian ini adalah kata, frasa, dan kalimat dalam novel yang berbentuk buku.

Adapun identitas buku yakni:

Judul : Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani

Pengarang : Dewi Linggasari

Penerbit : Kunci Ilmu

Tahun Terbit : 2007

Kota Terbit : Yogyakarta

Jumlah Halaman : 252 halaman

Dewi Linggasari, lahir di Pekalongan Jawa Tengah, di bulan Mei 1967.

(48)

sarjana jurusan Antropologi UGM selesai pada tahun 1993. Pengalaman

penelitian dimulai sejak kuliah dan pada tahun 1993-1994 Dewi Linggasri

menjadi asisten peneliti di Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan UGM. Dewi

Linggasari sudah berkeluarga. Bersama suaminya menetap di Agats dan sudah

dikarunia dua purti yang sudah menginjak remaja. Tinggal dan bertugas hingga

kini di bumi Papua, menjadikan Dewi semakin kaya batinnya sehingga dari

tangan dan pikirannya telah muncul karya tulis yang berlatar suku bangsa Papua.

Tahun 2002 buku Realitas di Balik Indanya Ukiran (Kunci Ilmu) telah

terbit, buku ini berkisah tentang indanya ukiran Asmat yang telah dikenal seantero

dunia, namun tidak seindah nasib yang dialami para perajinnya. Buku lain tentang

potret hidup wanita Asmat yang semakin hari semakin tertindas, dilukiskannya

lewat buku Yang Perkasa, Yang Tertindas (Bigraf, 2004). Sebuah novel berjudul

Kapak (Kunci Ilmu, 2005) juga pernah Dewi tulis, bertutur tentang kerasnya

hidup yang dilalui seorang anak Asmat dalam mempertahankan hidup dengan

tidak diimbangi gizi yang mencukupi. Tahun 2007 (Kunci Ilmu) Dewi

mengelurkan novel berjudul Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani. Lewat novel

ini, Dewi ingin memperlihatkan bila masih terjadi ketidakadilan terhadap sesama

kaumnya akibat masih kuatnya dominasi laki-laki dan masih rendanya arus

keutamaan gender.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian yang

(49)

Karya Dewi Linggasari adalah teknik pustaka, baca dan catat. Teknik pustaka

adalah teknik yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data.

Teknik baca, yakni peneliti sebagai instrumen melakukan pembacaan secara

terarah, cermat, dan teliti terhadap sumber data tertulis yaitu karya sastra yang

berupa teks novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari.

Teknik catat, yaitu hasil dari keseluruhan membaca tersebut dicatat dan hasil

pencatatan tersebut dijadikan sebagai sumber data yang sesuai dengan topik

penelitian.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen dapat diartikan sebagai alat, yang akan digunakan untuk

memahami feminisme wanita yang terdapat dalam novel Sali: Kisah Seorang

Wanita Suku Dani Karya Dewi Linggasari. Dalam penelitian ini yang menjadi

instrumen penelitian atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti

sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih

informan sebagai dumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas

data, analisis data, manafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya

(Sugiyono, 2012:222).

E. Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono (2012:244), analisis data adalah proses mencari dan

menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan

(50)

kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam

pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat

kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke

dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan

dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong,

1989:112). Menurut Janice McDrury melalui Moleong (2007: 248), tahapan

analisis data kualitatif adalah sebagai berikut. (1) Membaca atau mempelajari

data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data, (2)

Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang berasal

dari data, (3) Menuliskan ‘model’ yang temukan, (4) Koding yang telah

dilakukan.

Secara ringkas langkah-langkah analisis adalah sebagai berikut:

1. Menentukan teks yang dipakai sebagai objek, yaitu novel yang

berjudul Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi

Linggasari.

2. Mengarahkan fokus analisis, yang mencangkup struktur novel dan

feminisme yang terdapat di dalam novel Sali: Kisah Seorang

Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari.

3. Mengumpulkan data-data dari sumber kepustakaan yang ada

kaitannya dengan objek analisis. Data tersebut dapat berupa karya

(51)

4. Menganalisis novel yang menjadi objek dengan analisis struktural

dan kritik sastra feminis. Caranya adalah sebagai berikut:

a. Mula-mula dianalisis struktur novel yang mengungkapkan

tokoh, penokohan, tema, dan latar.

b. Setelah itu, struktur novel dianalisis dengan kritik sastra

feminis (membaca sebagai perempuan) untuk mengungkapkan

feminisme yang terdapat di dalam novel Sali: Kisah Seorang

Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari.

c. Ditarik kesimpulan yang menunjukan feminisme dalam novel

Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi

Linggasari.

(52)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Secara keseluruhan hasil penelitian dalam bab IV ini dapat dikelompokan

dalam dua bagian. Hasil penelitian tersebut meliputi (1) deskripsi dan analisis

tokoh dan penokohan, tema dan latar karya sastra, yaitu novel yang berjudul Sali:

Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari, (2) analisis feminisme

tokoh wanita dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi

Linggasari.

Novel yang akan dianalisis dalam penelitian tersebut berjudul Sali: Kisah

Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari. Novel Sali: Kisah Seorang

Wanita Suku Dani terdiri dari 252 halaman. Sinopsis dari novel Sali: Kisah

Seorang Wanita Suku Dani adalah sebagai berikut:

Sinopsis Cerita

Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani

Terlahir menjadi seorang wanita berarti penderitaan yang tidak kunjung

henti sebab, dari kecil wanita suku Dani harus membantu ibunya di kebun,

membantu mengasuh bayi, memberi makan babi-babi, membelah kayu bakar, dan

menyiapkan makanan untuk seluruh keluarga. Sedangakan laki-laki tidak

mempunyai tugas apapun selain berburu dan berperang.

(53)

Bagi wanita suku Dani perkawinan adalah kematian. Mereka harus siap

menjadi budak bagi suami mereka karena mereka telah dibeli oleh suami mereka

dengan membayarkan dua puluh ekor babi. Bagi laki-laki suku Dani babi

merupakan harta yang paling berharga yang mereka miliki. Keindahan lembah

Baliem yang digambarkan dengan hijaunya hutan yang belum terjamah dan selalu

berselimut kabut putih tipis serta honai dan silimo yang bergerumbul tidak

mampu menutup luka hati akibat penindasan hidup atas nama adat kepada wanita

suku Dani.

Liwa adalah sosok wanita suku Dani yang menjalani segala bentuk

penderitaan sedari kecil. Liwa merupakan wanita kesekian, sebelumnya ibu

kandungnya Aburah dan ibu tirinya Lapina, bernasib sama. Penderitaan sebagai

wanita awalnya Liwa terima ketika ditinggal mati oleh ibunya Aburah. Belum

hilang rasa sakit karena kehilangan Aburah, ia harus mengalami penderitaan lain

yang mengatasnamakan adat yaitu pemotongan ruas jarinya ketika ayahnya

Kugara mati di medan peperangan.

Puncak dari penderitaan itu adalah ketika perkawinan Liwa dengan Ibarak,

yang membawa Liwa pada kejenuhan terhadap adat istiadat sukunya dan

kehidupannya. Liwa sudah tidak tahan dengan segala macam bentuk adat sukunya

yang selalu mengsubordinatkan wanita dibawah laki-laki dan ketidakadilan

perlakuan laki-laki kepada wanita seperti yang Ibarak lakukan kepada Liwa dan

seperti apa yang ayahnya Kugara lakukan kepada Aburah dan Lapina dulu. Liwa

tidak seberuntung Lapina. Kematian Kugara akibat perang suku telah

(54)

mengharapkan kematian suaminya Ibarak direnggut oleh perang suku, karena

Liwa hidup di masa ketika peradaban sudah mulai memasuki Wamena, Papua.

Negara, seperti juga gereja sudah mengharamkan perang suku.

Diceritakan juga tentang awal-awal ketika peradaban modern mulai

bersentuhan dengan peradaban tradisional suku-suku Papua dan sangat

mempengaruhi kehidupan mereka. Semua hal termasuk bidang ekonomi juga

tidak lepas dari pengaruh modernitas, yang akhirnya membuat suku Dani terseret

arus. Mereka diperkenalkan dengan yang namanya uang sebagai alat pembayaran

dalam perdagangan. Barang-barang konsumsi baru pun akhirnya menjadi suatu

kebutuhan mutlak bagi mereka.

Semua pergesekan budaya diamati oleh Gayatri, seorang perempuan muda

dari kota Yogyakarta yang memutuskan mengambil PTT di daerah Wamena,

Papua. Keputusan itu dipilih setelah rencana pernikahannya dengan Ardana

kandas oleh pengkhianatan sahabatnya yaitu Nilasari. Gayatri bertemu dengan

Liwa ketika L:iwa dalam keadaan hamil tua yang sedang sakit dan berobat di

rumah sakit tempat Gayatri berkerja. Dari situ, terjalinlah hubungan batin antara

Liwa dan Gayatri. Terlebih ketika Gayatri mengadopsi salah satu anak kembar

yang dilahirkan Liwa.

Di akhir cerita, dimana Liwa tidak kuat lagi menanggung beban hidup

yang sudah tidak bisa lagi ditanggungnya. Sebuah Sali, pakaian tradisional wanita

suku Dani yang seperti rumbai-rumbai dengan cara pakai dililitkan di bagian

pinggul, milik Liwa ditemukan oleh Gayatri tergeletak dibebatuan sungai Fugima.

(55)

bunuh diri wanita suku Dani yang sudah turun menurun yang diyakini sebagai

jalan terakhir yang dipilih.

B. Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke

dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan

dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong,

1989:112).

1. Tokoh dan Penokohan

Menurut Sudjiman (1991:61) tokoh adalah individu rekaan yang

mengalami peristiwa dalam cerita. Individu rekaan itu dapat berupa manusia

atau binatang diinsankan.

Tokoh-tokoh cerita dalam novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku

Dani adalah manusia. Mereka diberi nama untuk membedakan tokoh yang

satu dengan tokoh yang lainnya. Nama-nama tokoh itu anatara lain Liwa,

Aburah, Lapina, Kugara, Ibarak, Gayatri, Ardana, Nilasari, Herlambang, Alya,

Kadarisman, Hera, Trimas, Anton, Dr. Yohanis, dan Bupati.

1) Liwa

Liwa adalah anak dari Aburah dan Kugara. Liwa merupakan wanita

kesekian, sebelumnya ibu kandungnya Aburah dan ibu tirinya Lapina,

bernasib sama. Penderitaan sebagai wanita awalnya Liwa terima ketika

(56)

a. Penokohan

Penokohan pada Liwa dapat diketahui secara langsung dan tidak

langsung yaitu melalui tingkah laku, pikiran, dan percakapannya

dengan tokoh lain. Uraian yang menjelaskan penokohan Liwa sebagai

berikut:

(1)Fisik Liwa

Liwa digambarkan sebagai seorang gadis remaja yang

mempunyai ciri fisik menarik dengan bentuk tubuh yang indah

dan memakai Sali, sebuah pakaian tradisional suku Dani.

Liwa terus tumbuh sebagai gadis remaja dengan pinggang yang kian ramping, dada membukit dan wajah yang lugu. (hlm. 57).

Semakin hari, sepasang bukit kembar di dada Liwa tampak semakin ranum, pinggangnya semakin ramping dengan pinggul padat membayang di balik Sali yang cantik. (hlm. 63).

(2)Perhatian

Liwa adalah sosok anak kecil yang mempunyai perhatian

besar terhadap ibunya Aburah. Hal ini terbukti ketika ibunya

Aburah sedang terbaring sakit dan tidak bisa berbuat apa-apa. Hal

ini terlihat pada paercakapan Liwa dengan Aburah.

“Mama…” sebuah suara halus menyadarkan Aburah dari lamunannya. Ia menatap Liwa, anak perempuannya dengan sayu. Anak itu mengulurkan ubi manis yang telah dibakar dengan tangannya yang mungil. (hlm. 5).

“Mama, makanlah”, Liwa menyuapkan ubi manis ke mulut ibunya, tapi Aburah tampak tak berselera. (hlm. 7).

Dalam kutipan tersebut tampak jelas bahwa Liwa

menyayangi ibunya, ia memberikan perhatian lebih kepada ibunya

(57)

(3)Pengertian

Liwa yang telah ditinggal ibunya Aburah harus terus

menjalani hidup. Ayahnya Kugara telah menikah lagi dengan

Lapina. Lapina adalah adik dari Aburah ibunya Liwa. Kematian

Aburah membuat Liwa tumbuh menjadi gadis yang pengertian,

terlebih kepada Lapina.

Liwa seolah mengerti kesulitan Lapina, ia diam mengikuti tak banyak menuntut ketika Lapina membawanya ke kebun dengan tubuh yang lemah. Liwa membantu Lapina bekerja, hanya sedikit hasil kebun yang di bawa pulang, Lapina memilih berbaring dengan Liwa di atas rumput, di bawah pohon yang rindang. (hlm. 32).

Seakan Liwa mengerti betapa sulitnya hidup yang dijalani

oleh Lapina ibu tirinya. Ia tidak ingin kehilangan seorang ibu,

setelah kepergian aburah ibu kandungnya. Liwa pun membantu

Lapina dalam mengasuh bayinya yang masih kecil di kala Lapina

sibuk bekerja di kebun.

Pagi hari ketika Lapina pergi ke kebun dengan bayi terbaring di dalam noken di belakang punggungnya, Liwa terus mengekornya. Sementara Lapina bekerja di kebun, maka Liwa menjaga anaknya, sehingga bayi kecil dapat tinggal dengan tenang, terbebas dari gangguan serangga liar. (hlm. 39).

Rasa pengertian Liwa kepada Lapina didasari oleh rasa takut

Liwa akan kehilangan Lapina seperti ia telah kehilangan Aburah

ibunya karena tidak ada yang membantunya dalam menyelesaikan

(58)

(4)Keras kepala

Watak Liwa yang keras kepala ini terlihat pada percakapan

Lapina dengan Liwa. Walaupun Liwa sudah mendapatkan teguran

dari Lapina tetapi ia masih saja melakukannya.

Teguran Lapina sama sekali tidak menyurutkan niatnya untuk

bertemu dengan Ibarak kekasihnya. Akhirnya Liwa pun menunggu

waktu yang tepat untuk bertemu dengan Ibarak. Ketika Lapina

sakit Liwapun mempergunakan kesempatan itu untuk bertemu

dengan Ibarak dan memadu kasih di semak-semak.

“Jadi, ini yang kau lakukan selama ini?” sejak kapan ada seorang pemuda dapat menyentuh gadis tanpa terlebih dahulu membayarnya dengan babi dan memintanya secara adat kepada orang tuannya?” Lapina menyampaikan teguran, matanya menatap tajam pada Liwa,

“Kalau sekali lagi engkau berani melakukan hal seperti itu, maka akutak segan-segan akan memukulmu. Kau mengerti Liwa?

“Kau masih juga keras kepala Liwa!” Lapina setengah berteriak. (hlm. 65-67).

Teguran Lapina sama sekali tidak menyurutkan niatnya untuk

bertemu dengan Ibarak kekasihnya. Akhirnya Liwa pun menunggu

waktu yang tepat untuk bertemu dengan Ibarak. Ketika Lapina

sakit Liwapun mempergunakan kesempatan itu untuk bertemu

dengan Ibarak.

Lapina jatuh sakit, ia terus berbaring di dalam honai dalam keadaan demam. Persediaan ubi manis dan hasil kebun yang lain telah habis. Apabila Liwa tidak pergi ke kebun, maka penghuni honai itu tak dapat memperoleh lagi makanan. Liwa tahu kesempatan itu, ia tak mengalami kesulitan untuk pergi ke luar, karena Lapina sibuk dengan penyakitnya.

Referensi

Dokumen terkait

“ Ya kalau saya dulu pernah mengaji,wartawan itu kan menyebarkan informasi, kalau menyampaikan berita baik akan di pandang baik kalau menyampaikan berita tidak baik

Fpeleka\ krena molorjuea alat lislrik yads bisa selvakru Naktu lidak diP.t te.jadi gan-qgnan dari jarinsan list.ik alau dari molur iru scliap mod yarg diguaakdr

Rian Ningsih Pramunita, 2017. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Peta Pikiran Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Materi Benda Dan Sifatnya Kelas V MI Islamiyah

3. Pemeriksaan karya ilmiah yang telah terkumpul oleh panitia yang ditunjuk. Pendokumentasian hasil-hasil seminar. Pembentukan panitia penyelenggara seminar. Untuk

Uraian mengenai latar belakang kehidupan ekonomi, pendidikan dan politik akan bisa menjelaskan mengenai lahirnya jiwa nasionalisme dari Mohammad Hatta, sehingga ia akan

HASIL PENILAIAN SEJAWAT SEBIDANG ATAU PEER REVIEW KARYA ILMIAH : PROSIDING.. Judul KarYa

Selain itu, dalam rangka meningkatkan ketersediaan bahan baku domestik bagi setiap sub-industri TPT, Pemerintah/Kementerian Perindustrian perlu juga merancang kebijakan untuk

thuringiensis yaitu K.K1.S.K2 dan W.Swh.S.K2 dari 26 isolat bakteri yang mampu membunuh larva Aedes aegypti instar III lebih dari 50 %.. Isolat W.Swh.S.K2 hasil isolasi dari