• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan tujuan perkawinan pendidikan iman dan moral anak oleh orang tua yang usia perkawinan 7 15 tahun di Paroki Santa Maria Bunda Karmel Mansalong

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pelaksanaan tujuan perkawinan pendidikan iman dan moral anak oleh orang tua yang usia perkawinan 7 15 tahun di Paroki Santa Maria Bunda Karmel Mansalong"

Copied!
197
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN TUJUAN PERKAWINAN PENDIDIKAN IMAN DAN MORAL

ANAK OLEH ORANGTUA

YANG USIA PERKAWINAN 7-15 TAHUN

DI PAROKI SANTA MARIA BUNDA KARMEL MANSALONG

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Lidwina Santi NIM: 121124034

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan kepada:

Kedua orangtua tercinta: S. Lukas. J dan Brigita Saini, serta

(5)

v MOTTO

“Aku cinta pada-Mu, Tuhan, Dan satu-satunya rahmat yang kuminta

Ialah mencintai Engkau selamanya,

Allahku, jika lidahku tidak dapat mengatakan setiap saat Bahwa aku mencintai Engkau,

Aku ingin agar hatiku mengulanginya kepada-Mu Sesering tarikan nafasku.”

(6)
(7)
(8)

viii

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul PELAKSANAAN TUJUAN PERKAWINAN: PENDIDIKAN IMAN DAN MORAL ANAK OLEH ORANGTUA YANG USIA PERKAWINAN 7–5 TAHUN DI PAROKI SANTA MARIA BUNDA KARMEL MANSALONG, dipilih penulis untuk membantu para orangtua katolik dalam melaksanakan tujuan perkawinan, yaitu pendidikan iman dan moral anak dalam keluarga. Pada hakekatnya perkawinan adalah persekutuan seluruh hidup yang terarah pada kesejahteraan suami istri serta kelahiran dan pendidikan anak, oleh karena itu orangtua adalah pendidik utama dan pertama bagi putra-putrinya terutama dibidang iman dan moral.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap orangtua-orangtua katolik yang usia perkawinan 7-15 tahun, beberapa orangtua memahami pendidikan iman dan moral anak merupakan tugas dari guru agama atau katekis, mereka cenderung memberikan tanggungjawab mendidik kepada pihak lain karena keterbatasan pendidikan orangtua dan keterbatasan pengetahuan terutama dalam bidang rohani. Beberapa orangtua yang melaksanakan tugas dan tanggungjawab mendidik anak secara katolik dibidang iman dan moral, misalnya mengajarkan anak untuk mencintai lingkungan hidup beserta segala isinya terutama mencintai sesama manusia sebagaimana Allah mencintai manusia, mengajari anak sopan santun, mengajari anak untuk berkata lembut dan rendah hati, Mereka mengetahui tugas sebagai orangtua mewartakan Kristus kepada anak sejak dari kandungan sampai dewasa, karena menyadari bahwa keluarga adalah sekolah nilai-nilai kemanusiaan dan iman. Dalam penelitian juga ditemukan pendidikan iman dan moral yang sudah dilaksanakan oleh orangtua namun belum maksimal, orangtua belum mengajarkan kepada anak bahwa menyontek saat ulangan adalah perbuatan yang salah, mereka juga belum mengajarkan bahwa mengambil barang milik orang lain merupakan dosa, mereka kurang mengajak anaknya berdoa bersama dan doa pribadi setiap hari. Ada juga yang belum dilaksanakan oleh orangtua yaitu: menceritakan kisah dalam Kitab Suci, kisah para martir dan orang kudus dalam gereja katolik, serta mengajak anak menonton kartun yang menceritakan tentang tokoh-tokoh dalam Kitab Suci dan membacakan Kitab Suci.

(9)

ix ABSTRACT

The title of the thesis is “ THE IMPLEMENTATION OF MARRIAGE PURPOSE: FAITH AND MORAL EDUCATION FOR THE CHILDREN OF THE PARENTS OF WHICH 7-15 YEAR MARRIAGE PERIOD IN SAINT MARRY MOTHER OF CARMEL PARISH AT MANSALONG”. The title is chosen selected by the author to help Catholic families to carry out the purpose of marriage, concerning with the faith and moral education of children in the family. Marriage essentially is an alliance of life that is directed for the welfare of husband and wife, the birth and the education of children. Therefore the parents are the first and primary educators for their children especially in faith and moral.

Based on research conducted on Catholic parents with are 7-15 year marriage period, some parents in that parish think that children education on faith and moral is the duty of the religion teacher and catechist. They shift the responsibility the lach of education and poor knowleg in religion. Some parents carry out the duties and responsibilities in educating children with Catholic values in faith and moral, for seen as teaching children to love the environment and all its creature, to love fellow human beings as God loves humans, teaching children as politeness, teaching children to speak softly and humbly. The parents the realize their duty as to proclaiming Christ to their children, from womb until adulthood, because they realize that the family is a school of human values and faith. In the research the author also finds the education of faith and moral have been implemented by in the parents but not maximally, such as: the parents have not been teaching children yet cheating during the examination is a wrong act, taking the property of others is a sin, the family never invites their children to pray together and to pray personally. There parents also have not been: telling stories in the Bible, the stories of martyrs and saints in the Catholic church and inviting children to watch cartoons about the characters in the Bible and read the Bible.

Based on the results of this research, the author in this thesis proposes an ministry program to the Catholic family, in the form of catechesis Shared Christian Praxis (SCP) so that the Catholic families can mutually reinforce and enrich each other through sharing experiences of each participant and are confirmed through the word of God.Then building an intention to carry out the purpose of marriage in educating the children on faith and moral. Thus Catholic parents can educate the faith and moral of the children and remain faithful in the Catholic faith until adulthood even though they face many challenges and temptations at this era.

(10)

viii

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul PELAKSANAAN TUJUAN PERKAWINAN: PENDIDIKAN IMAN DAN MORAL ANAK OLEH ORANGTUA YANG USIA PERKAWINAN 7–5 TAHUN DI PAROKI SANTA MARIA BUNDA KARMEL MANSALONG, dipilih penulis untuk membantu para orangtua katolik dalam melaksanakan tujuan perkawinan, yaitu pendidikan iman dan moral anak dalam keluarga. Pada hakekatnya perkawinan adalah persekutuan seluruh hidup yang terarah pada kesejahteraan suami istri serta kelahiran dan pendidikan anak, oleh karena itu orangtua adalah pendidik utama dan pertama bagi putra-putrinya terutama dibidang iman dan moral.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap orangtua-orangtua katolik yang usia perkawinan 7-15 tahun, beberapa orangtua memahami pendidikan iman dan moral anak merupakan tugas dari guru agama atau katekis, mereka cenderung memberikan tanggungjawab mendidik kepada pihak lain karena keterbatasan pendidikan orangtua dan keterbatasan pengetahuan terutama dalam bidang rohani. Beberapa orangtua yang melaksanakan tugas dan tanggungjawab mendidik anak secara katolik dibidang iman dan moral, misalnya mengajarkan anak untuk mencintai lingkungan hidup beserta segala isinya terutama mencintai sesama manusia sebagaimana Allah mencintai manusia, mengajari anak sopan santun, mengajari anak untuk berkata lembut dan rendah hati, Mereka mengetahui tugas sebagai orangtua mewartakan Kristus kepada anak sejak dari kandungan sampai dewasa, karena menyadari bahwa keluarga adalah sekolah nilai-nilai kemanusiaan dan iman. Dalam penelitian juga ditemukan pendidikan iman dan moral yang sudah dilaksanakan oleh orangtua namun belum maksimal, orangtua belum mengajarkan kepada anak bahwa menyontek saat ulangan adalah perbuatan yang salah, mereka juga belum mengajarkan bahwa mengambil barang milik orang lain merupakan dosa, mereka kurang mengajak anaknya berdoa bersama dan doa pribadi setiap hari. Ada juga yang belum dilaksanakan oleh orangtua yaitu: menceritakan kisah dalam Kitab Suci, kisah para martir dan orang kudus dalam gereja katolik, serta mengajak anak menonton kartun yang menceritakan tentang tokoh-tokoh dalam Kitab Suci dan membacakan Kitab Suci.

(11)

ix families to carry out the purpose of marriage, concerning with the faith and moral education of children in the family. Marriage essentially is an alliance of life that is directed for the welfare of husband and wife, the birth and the education of children. Therefore the parents are the first and primary educators for their children especially in faith and moral.

Based on research conducted on Catholic parents with are 7-15 year marriage period, some parents in that parish think that children education on faith and moral is the duty of the religion teacher and catechist. They shift the responsibility the lach of education and poor knowleg in religion. Some parents carry out the duties and responsibilities in educating children with Catholic values in faith and moral, for seen as teaching children to love the environment and all its creature, to love fellow human beings as God loves humans, teaching children as politeness, teaching children to speak softly and humbly. The parents the realize their duty as to proclaiming Christ to their children, from womb until adulthood, because they realize that the family is a school of human values and faith. In the research the author also finds the education of faith and moral have been implemented by in the parents but not maximally, such as: the parents have not been teaching children yet cheating during the examination is a wrong act, taking the property of others is a sin, the family never invites their children to pray together and to pray personally. There parents also have not been: telling stories in the Bible, the stories of martyrs and saints in the Catholic church and inviting children to watch cartoons about the characters in the Bible and read the Bible. purpose of marriage in educating the children on faith and moral. Thus Catholic parents can educate the faith and moral of the children and remain faithful in the Catholic faith until adulthood even though they face many challenges and temptations at this era.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan

kasih serta pernyertaan-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang

berjudul PELAKSANAAN TUJUAN PERKAWINAN PENDIDIKAN IMAN

DAN MORAL ANAK OLEH ORANGTUA YANG USIA PERKAWINAN

7-15 TAHUN DI PAROKI SANTA MARIA BUNDA KARMEL

MANSALONG tepat pada waktunya. Melalui skripsi ini Penulis hendak memberikan sumbangan pemikiran, gagasan, dan inspirasi bagi siapapun yang

memiliki kerinduan dalam mengembangkan Gereja Katolik di manapun berada.

Dalam menyelesaikan skripsi ini Penulis mengalami banyak tantangan,

namun berkat dukungan dan doa serta motivasi yang terus mengalir dari

pembimbing, keluarga, serta teman-teman sehingga penyusunan skripsi ini selesai

sesuai harapan. Penulis mengalami pendampingan, dukungan, motivasi, serta

perhatian, yang diyakini sebagai karya Tuhan dalam membimbing serta

memampukan penulis menyelesaikan skripsi dengan penuh kesetiaan. Pada

kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. CB. Kusmaryanto, SCJ, selaku dosen pembimbing utama dan dosen

penelitian yang telah setia meluangkan waktu untuk membimbing dan

mendampingi penulis dengan penuh perhatian, motivasi dan kesabaran,

memberi masukan-masukan dan kritikan-kritikan, sehingga penulis

(13)

xi

2. Yoseph Kristianto, SFK.,M.Pd selaku dosen pembimbing akademik dan

dosen penguji II yang telah meluangkan waktu untuk mempelajari dan

memberi masukan sehubungan dengan skripsi ini.

3. Martinus Ariya Seta, S.Pd, Mag. Theol selaku dosen penguji III yang telah

meluangkan waktu untuk mempelajari dan memberikan masukan sehubungan

dengan skripsi ini.

4. Para dosen Program Studi Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang telah

mendidik dan membimbing penulis selama belajar hingga selesainya skripsi

ini dengan penuh kasih dan sepenuh hati.

5. Kedua orangtua penulis Bapak S. Lukas J. dan Brigita Saini yang selalu

memberikan dukungan baik doa maupun biaya kuliah bagi penulis selama

studi sampai selesainya skripsi ini.

6. Ketiga saudari dan ipar yang memberikan dukungan dan motivasi bagi

penulis selama studi.

7. Sr. Anastasia, SdC; Sr. Marsiana, SdC; Sr. Laeti, SdC; Sr. Virgiana PK; Sr.

Martha, KSFL, Julierni dan Luci Manalu yang mendukung dan

menyemangati penulis.

8. Sahabat karibku Sr. Vianney Caroline, KKS (Njo Mei Fang); Fr. Rian, Pr; Fr

Rafael, Pr yang selalu menyemangati, mendoakan, memotivasi dan

mendukung penulis selama menjalani studi.

9. Pastor FX. Wahyu Tri Wibowo, Pr yang telah mendukung penulis studi di

(14)
(15)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL . ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

BAB II. PENDIDIKAN IMAN DAN MORAL ANAK OLEH ORANGTUA 8

(16)

xiv

a. Awal-Elementer (Primal Faith) ... 16

b. Intuitif-Proyektif (Intuitif-Projective Faith) ... 18

c. Mistis-Literal (Misthic-Literal Faith) ... 19

3. Faktor Pendukung Perkembangan Iman ... 19

a. Keyakinan Bahwa Allah Mencintai Dan Menganugerahi Talenta .. 20

b. Teladan Iman Orang Tua ... 20

c. Rasa Aman Untuk Mengagumi Dan Bertanya ... 22

d. Dorongan Untuk Mencintai Alam Dan Segala Isinya ... 23

4. Faktor Penyebab Gagalnya Pendidikan Iman dalam Keluarga ... 24

a. Orangtua Kurang Menghayati Iman ... 24

b. Orangtua Mempercayakan Tanggung Jawab Kepada Pihak Lain ... 25

c. Orangtua Kurang Mendidik Anak Hidup Di Jalan Tuhan ... 26

d. Perkembangan Jaman (Media) Menjauhkan Anak Dari Tuhan ... 27

5. Pendidikan Iman dalam Keluarga ... 28

a. Doa Pribadi Dan Doa Bersama ... 28

b. Memperkenalkan Lagu-Lagu Rohani ... 29

c. Ambil Bagian Dalam Perayaan Liturgi ... 30

d. Membaca Dan Merenungkan Kitab Suci ... 30

e. Aktif Dalam Pembinaan Iman ... 31

f. Ikut Ambil Bagian Dalam Rekoleksi, Retret Dan Ziarah ... 31

6. Penerapan Pendidikan Iman Berdasarkan tahap Perkembangan Iman . 32

(17)

xv

3. Bentuk-Bentuk Pendidikan Moral ... 41

a. Suara Hati ... 41

1) Fungsi Suara Hati ... 42

2) Pembinaan Suara Hati ... 43

3) Kemutlakan Suara Hati ... 43

b. Kebebasana Kehendak ... 43

c. Tanggungjawab ... 44

d. Norma Moral ... 44

e. Norma Moral Kristiani ... 45

1) Larangan Menyembah allah-allah Lain ... 45

2) Larang Menyebut Nama Allah Dengan Tidak Hormat ... 45

3) Perintah Menguduskan Hari Sabat ... 46

4) Perintah Menghormati Orangtua ... 47

5) Larangan Membunuh ... 48

6) Larangan Mencuri ... 48

7) Larangan Bersaksi Dusta ... 49

f. Norma Moral ... 49

1) Sikap Menghargai Orang Lain Dan Kehidupan ... 49

2) Kejujuran ... 49

3) Kerendahan Hati Dan Menolong Orang Lain ... 50

4) Penuh Cinta Kasih ... 50

g. Penerapan pendidikan moral berdasarkan tahap perkembangan moral anak ... 50

1) Pra-Konvensional ... 50

2) Konvensional ... 51

(18)

xvi

BAB III PENELITIAN MENGENAI PELAKSANAAN TUJUAN

PERKAWINAN: PENDIDIKAN IMAN DAN MORAL ANAK OLEH ORANGTUA YANG USIA PERKAWINAN 7-15 TAHUN DI

PAROKI SANTA MARIA

BUNDA KARMEL MANSALONG ... 52

A.Gambaran Situasi Umum Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong ... 52

1. Sejarah Singkat Paroki Santa Maria Bunda Karmel Mansalong ... 53

2. Situasi Geografis Paroki Mansalong ... 56

3. Situasi Umat di Paroki Santa Maria Bunda Karmel Mansalong ... 57

a. Mata Pencarian Umat ... 58

1) Segi Ekonomi ... 59

2) Segi Pendidikan ... 59

3) Segi Kebudayaan ... 60

4. Visi, Misi dan Strategi Paroki Santa Maria Bunda Karmel Mansalong .... 61

a. Visi ... 62

b. Misi ... 62

c. Strategi ... 63

B. Penelitian mengenai Pelaksanaan Tujuan Perkawinan: Pendidikan Iman dan Pendidikan Moral bagi Anak oleh Keluarga yang Usia Perkawinan 7–15 Tahun di Paroki Santa Maria Bunda Karmel Mansalong ... 64

1. Metodologi Penelitian ... 64

a. Latarbelakang Penelitian ... 64

b. Tujuan Penelitian ... 66

(19)

xvii

a. Gambaran pelaksanaan tujuan perkawinan pendidikan iman dan moral anak di Paroki St. Maria Bunda Karmel

Mansalong ... 71

a) Tujuan Perkawinan ... 71

b) Pendidikan Iman ... 73

(1) Alasan Pentingnya Pendidikan Iman Untuk Anak ... 73

(2) Tujuan Pendidikan Iman Untuk Anak ... 76

(3) Cara Memberikan Pendidikan Dalam Keluarga ... 77

(4) Pendidikan Iman Dalam Keluarga ... 80

(5) Faktor Pendukung Pendidikan Iman Dalam Keluarga ... 86

(6) Faktor Penyebab Kegagalan Dalam Memberikan Pendidikan Iman Dalam Keluarga ... 90

c) Pendidikan Moral ... 91

(1) Norma Moral Katolik ... 91

(2) Pembinaan Suara Hati Dalam Keluarga ... 98

(3) Pendidikan Moral Dalam Keluarga ... 101

C. Pengolahan Hasil Penelitian Pelaksanaan Tujuan Perkawinan Pendidikan Iman Dan Moral Bagi Anak………109

1. Keterbatasan Penelitian ... 115

2. Kesimpulan Penelitian ... 116

BAB IV PROGRAM KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS (SCP): KATEKESE BAGI ORANGTUA KATOLIK YANG USIA PERKAWINAN 7-15 TAHUN DI PAROKI MANSALONG ... 118

A.Latar Belakang Pemilihan Program dalam Bentuk Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP) ... 119

B. Usulan Program Pendampingan bagi Orangtua Katolik di Paroki Santa Maria Bunda Karmel Mansalong ... 122

C. Tema dan Tujuan Pendampingan ... 123

D. Matriks Program ... 127

(20)

xviii

F. Contoh Salah Satu Pelaksanaan Program: Pendampingan Katekese

Umat Model Shared Christian Praxis (SCP) ... 132

BAB V PENUTUP ... 144

A. KESIMPULAN . ... 144

B. SARAN ... 146

DAFTAR PUSTAKA ... 149

Lampiran 1: Surat Izin Melakukan Penelitian ... (1)

Lampiran 2: Surat Telah Melakukan Penelitian ... (2)

Lampiran 3: Kuisioner Penelitian ... (3)

Lampiran 4: Salah Satu Contoh Jawaban Responden Penelitian ... (9)

(21)

xix

DAFTAR SINGKATAN

A.Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti singkatan

Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat.

(Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik

Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende:

Arnoldus, 1984/1985, hal. 8.

Kej : Kejadian

Kel : Keluaran

Ul : Ulangan

Ayb : Ayub

Ams : Amsal

Mat : Matius

Mrk : Markus

Luk : Lukas

Yoh : Yohanes

Gal : Galatia

Rom : Roma

Ef : Efesus

Kor : Korintus

(22)

xx B.Singkatan Dokumen Resmi Gereja

DV : Dei Verbum. Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Wahyu

Ilahi, 18 November 1965.

FC : Familiaris Consortio. Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II

tentang Peranan Keluarga Kristen dalam Dunia Modern, 22

November 1981.

GS : Gaudium et Spes. Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang

Gereja dalam Dunia Modern, 7 Desember 1965.

GE : Gravissium Educationis. Dekrit Konsili Vatikan II tentang

Pendidikan Kristen.

IM : Inter Mirifica. Dekrit Konsili Vatikan II tentang Upaya-Upaya

Komunikasi Sosial, 4 Desember 1963.

LG : Lumen Gentium. Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang

Gereja. Tanggal 21 November 1964.

LF : Lumen Fidei. Ensiklik Paus Fransiskus tentang Iman.

KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh

Paus Yohanes Paulus II, 25 Januari 1983.

C.Singkatan Lain

Alm : Almarhum

Bdk : Bandingkan

Dok : Dokumen

HPN : Hatiku Penuh Nyanyian

(23)

xxi KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia

KTP : Kartu Tanda Pengenal

KKI : Karya Kepausan Indonesia

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

Lih : Lihat

MBK : Maria Bunda Karmel

No : Nomor

OMI : Oblat Maria Imaculata

OMK : Orang Muda Katolik

SD : Sekolah Dasar

SCP : Shared Christian Praxis

SMP : Sekolah Menengah Pertama

SEKAMI : Serikat Kepausan Anak-anak dan remaja Misioner

Sr : Suster

SSpS : Congregatio Missionalis Servarum Spiritus Sancti atau

Kongregasi Suster Misi Abdi Roh Kudus

St : Santo/ Santa

TV : Televisi

TOP : Tahun Orientasi Pastoral

PPK : Pedoman Pastoral Keluarga

PPL : Praktek Program Lapangan

PAK : Pendidikan Agama Katolik

(24)

BAB I PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Perkawinan mempunyai beberapa tujuan sesuai dengan pemahaman dan

agama yang dianut (Ketut Adi Hardana, 2013: 11). Pendidikan anak merupakan

konsekuensi logis dan natural dari kelahiran anak (Catur Raharso, 2006: 41). Hal

ini menegaskan bahwa ketika sepasang suami istri memutuskan memiliki anak,

berarti menjadi tanggung jawab mereka memberikan pendidikan yang baik untuk

anaknya, terutama dalam bidang iman dan bidang moral. Pedoman Pastoral

Keluarga (PPK) 30 menegaskan bahwa orangtua memiliki tanggungjawab dan

kewajiban untuk memberikan pendidikan iman dan moral kepada anak-anak

mereka namun kadang orangtua lebih mempercayakan pendidikan anak kepada

lembaga pendidikan. Pendidikan formal lebih menekankan kemampuan

intelektual, sehingga kurang memperhatikan hal iman. Pendidikan pertama-tama

diperoleh anak di dalam keluarga, sedangkan pendidikan formal di sekolah

sebagai pelengkap pendidikan yang sudah diperoleh di rumah dari orangtua.

Beberapa alasan orangtua sebagai pendidik utama dan pertama

menyerahkan tugas dan tanggungjawab kepada orang luar, misalnya karena

kurang pengetahuan iman orangtua, kesibukan kerja, orangtua kurang terlibat dari

kehidupan menggereja. Hal ini mendorong penulis tertarik mendalami mengenai

(25)

Keluarga yang menjadi fokus perhatian adalah keluarga yang usia

perkawinan 7–15 tahun, alasannya keluarga tersebut memiliki keturunan, mungkin juga ditemukan keluarga muda belum memiliki anak.

Paroki Santa Maria Bunda Karmel Mansalong adalah paroki baru dengan

jumlah umat sekitar 3.770 jiwa. Umat katolik di Paroki berasal dari agama

Protestan dan agama kepercayaan, sehingga belum memahami ajaran iman Gereja

Katolik. Penulis menemukan beberapa alasan orang muda belum menikah,

misalnya belum memiliki kesiapan mental untuk berkeluarga, belum memiliki

pekerjaan, pasangan tidak seiman, masih muda, tidak siap mengurus anak dan

ingin bebas, salah pilih pasangan. Pernyataan-pernyataan di atas tidak ditemukan

di paroki Santa Maria Bunda Karmel Mansalong, karena banyak orang muda

setelah lulus SMA, bahkan lulus SMP dan SD sudah menikah.

Penulis berpikir apakah pasangan yang menikah muda dapat memenuhi

tuntutan gereja terkait dengan tujuan perkawinan terdapat dalam Kitab Hukum

Kanonik ? Selain itu, penulis menemukan bahwa banyak orang muda katolik di

paroki Santa Maria Bunda Karmel Mansalong, meninggalkan iman katolik ketika

menikah. Penulis berpikir, bahwa salah satu penyebab utama orang muda

meninggalkan iman katolik, karena orangtua kurang memberikan pendidikan iman

dalam keluarga, sehingga ajaran-ajaran iman kurang melekat dalam hati anak,

mengakibatkan ketika menikah mereka dengan mudah pindah keyakinan atau

pindah gereja.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka penulis

(26)

perkawinan mengenai pendidikan iman dan pendidikan moral, dengan mengambil

judul skripsi “Pelaksanaan Tujuan Perkawinan Pendidikan Iman Dan Moral

Anak Oleh Orangtua Yang Usia Perkawinan 7-15 Tahun Di Paroki Santa Maria Bunda Karmel Mansalong.”

B.RUMUSAN MASALAH

Penulis mengidentifikasikan beberapa permasalahan yang muncul sebagai

berikut:

1. Bagaimana orangtua dapat memaknai tujuan perkawinan untuk pendidikan

iman dan moral anak ?

2. Bagaimana pemahaman keluarga mengenai pendidikan iman dan moral anak?

3. Bagaimana pelaksanaan tujuan perkawinan mengenai pendidikan iman dan

moral anak di Paroki Santa Maria Bunda Karmel Mansalong?

4. Upaya apa yang dapat dilakukan agar orangtua-orangtua katolik melaksanakan

tujuan perkawinan dalam bidang pendidikan iman dan moral ?

C.TUJUAN PENULISAN

1. Menambah wawasan penulis mengenai tujuan perkawinan katolik mengenai

pendidikan iman dan moral anak.

2. Mengetahui pelaksanaan tujuan perkawinan mengenai pendidikan iman dan

(27)

3. Memberikan sumbangan program pendampingan iman kepada

orangtua-orangtua katolik di Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong, mengenai pendidikan

iman dan moral anak.

4. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Sarjana Strata 1 Program Studi Ilmu

Pendidikan Agama Katolik Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

D.MANFAAT PENULISAN

Adapun manfaat dari penulisan ini adalah:

1. Bagi Orangtua-orangtua Katolik

a. Orangtua-orangtua Katolik diharapkan semakin memahami tujuan perkawinan

Katolik, khususnya mengenai pendidikan iman dan moral anak.

b. Orangtua-orangtua Katolik diharapkan semakin mengupayakan perwujudan

tujuan perkawinan, khususnya pendidikan iman dan moral anak dalam hidup

sehari-hari.

2. Bagi penulis

a. Penulis semakin diperkaya dalam pemahaman mengenai tujuan perkawinan

Katolik, khususnya mengenai pendidikan iman dan moral anak.

b. Penulis semakin dibantu dalam mendampingi orangtua-orangtua katolik untuk

mewujudkan tujuan perkawinan mengenai pendidikan iman dan moral anak di

(28)

3. Bagi Pembaca

Pembaca semakin memahami tujuan perkawinan katolik, khususnya

mengenai pendidikan iman dan moral anak.

4. Bagi Kampus

Memberikan ide-ide dan pengetahuan bagi mahasiswa prodi PAK dalam

mencari bahan mengenai tujuan perkawinan Katolik, khususnya mengenai

pendidikan iman dan moral anak..

E.METODE PENULISAN

Metode Penulisan yang akan digunakan penulis dengan penelitian

kualitatif dan studi pustaka. Penulis mengumpulkan data dengan menyebarkan

kuisioner kepada orangtua-orangtua katolik berupa pertanyaan tertutup (memilih

jawaban yang sudah tersedia) dan pertanyaan terbuka (jawaban menurut pendapat

sendiri), agar memperoleh data yang lengkap mengenai pelaksanaan tujuan

perkawinan mengenai pendidikan iman dan moral anak dalam keluarga di Paroki

St. Maria Bunda Karmel Mansalong. Penulis menggunakan teknik sampling

random yaitu dengan menyebarkan kuisioner secara acak kepada orangtua yang

(29)

Defenisi metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

yang diamati (Moleong, 1989: 3). Studi Pustaka digunakan untuk memperkuat

teori mengenai tujuan perkawinan katolik, khususnya mengenai pendidikan iman

dan moral.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Gambaran umum mengenai sistematika penulisan yang akan dibahas di

dalam penulisan skripsi, sebagai berikut:

Bab I berisikan pendahuluan, meliputi: latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penulisan, metode penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II berisikan tujuan perkawinan katolik, khususnya mengenai

pendidikan iman dan moral anak.

Bab III berisikan penelitian mengenai pelaksanaan tujuan perkawinan

khususnya pendidikan iman dan moral anak oleh keluarga katolik yang usia

perkawinan 7-15 di paroki Santa Maria Bunda Karmel Mansalong, meliputi

gambaran situasi umum Paroki Maria Bunda Karmel Mansalong dan penelitian

mengenai pelaksanaan tujuan perkawinan: pendidikan iman dan moral anak oleh

orangtua katolik yang usia perkawinan 7–15 tahun di Paroki Santa Maria Bunda Karmel Mansalong.

Bab IV berisikan pengolahan hasil penelitian tentang pelaksanaan tujuan

(30)

Bab V berisikan program pendampingan iman: Katekese Model Shared

Christian Praxis (SCP) bagi orangtua katolik yang usia perkawinan 7-15 tahun di

Paroki Santa Maria Bunda Karmel Mansalong, meliputi: latar belakang pemilihan

program, usulan program dalam bentuk katekese, tema dan tujuan katekese,

matriks program, gambaran pelaksanaan program, contoh pelaksanaan program.

Bab VI Penutup berisikan kesimpulan dan saran.

Demikian proses berpikir penulis yang dituangkan dalam skripsi ini.

Penulis berharap penulisan mengenai pelaksanaan tujuan perkawinan, khususnya

mengenai pendidikan iman dan moral anak berguna bagi orangtua-orangtua

(31)

BAB II

PENDIDIKAN IMAN DAN MORAL ANAK OLEH ORANGTUA

Pada bab II, penulis menguraikan dua pokok bahasan, yaitu pertama,

menjelaskan mengenai pendidikan iman anak, kedua, menjelaskan mengenai

moral anak. Sebelum pembahasan mengenai pendidikan iman dan moral, penulis

menjelaskan mengenai tujuan perkawinan dalam Gereja katolik.

A.Tujuan Perkawinan

KHK 1983 kanon 1055 menegaskan bahwa “Perkawinan menurut ciri kodratinya memiliki tiga tujuan, yaitu kesejahteraan suami istri (bonum

coniugum) dan kelahiran serta pendidikan anak (bonum prolis). Kemudian

Familiaris Consortio art. 36 menjelaskan mengenai tugas orangtua dalam

mendidik anaknya. Tugas mendidik berakar dalam panggilan utama suami istri

untuk berperan serta dalam karya penciptaan Allah. Hak maupun kewajiban

orangtua dalam mendidik bersifat hakiki, pertama dan utama, karena

keistimewaan hubungan cinta kasih antara orangtua anak. Perkawinan memiliki

beberapa tujuan sesuai dengan pemahaman, adat-istiadat dan kepercayaan atau

agama yang dianut (I Ketut Adi Hardana, 2013: 11). Gereja Katolik menetapkan

(32)

1. Kesejahteraan Suami Istri

Kitab Suci menuliskan tujuan pokok perkawinan adalah kesatuan dan

kebahagiaan suami-istri, dengan saling mencintai dan menyerahkan diri secara

utuh (totalitas), yakni seorang laki-laki dan seorang perempuan dipersatukan oleh

Allah dalam ikatan perkawinan, maka mereka bukan lagi dua melainkan menjadi

satu daging (Kej. 2:24; Mat. 19:5; Mrk. 10:8, Ef. 5:31).

Gaudium et Spes 48 mengatakan bahwa “Persekutuan hidup dan kasih suami istri yang mesra, yang diadakan oleh Sang Pencipta dan dikukuhkan dengan

hukum-hukumnya, dibangun oleh janji perkawinan yang tidak dapat ditarik

kembali.” Kemudian PPK 17.a mengatakan bahwa “Keluarga adalah persekutuan

seluruh hidup (consortium totius vitae) antara seorang laki-laki dan seorang

perempuan berlandaskan perjanjian antara kedua pihak dan diteguhkan melalui

kesepakatan perkawinan”. Demikianlah karena tindakan manusiawi yakni saling memberi dan menerima, menimbulkan suatu hubungan yang erat menurut

kehendak Ilahi dan bersifat kekal.

Kesejahteraan suami istri menyangkut dua hal yaitu kesejahteraan lahir dan

kesejahteraan batin. Kesejahteraan lahir maksudnya suami bertanggung jawab

dalam menafkahi keluarganya baik sandang, papan dan pangan. Sedangkan

kesejahteraan batin maksudnya suami-istri mempunyai kewajiban suci untuk

saling memenuhi kebutuhan seksual pasangannya.

Perkawinan merupakan kesatuan yang amat erat antara seorang laki-laki dan

seorang perempuan, dan bahwa perkawinan memberikan hak prerogatif kepada

(33)

Paulus menasehati umat di Korintus supaya mereka tidak berhubungan seksual

dengan orang yang bukan pasangan mereka sendiri, karena tubuh suami adalah

milik istri dan sebaliknya tubuh istri adalah milik suami, Hal ini ditegaskan di

dalam 1Kor. 7:4 mengatakan “Isteri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya, demikian pula suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi

isterinya.”

2. Kelahiran anak

Pasangan suami istri ikut serta dalam karya penciptaan, seperti yang

dikatakan Allah saat selesai menciptakan manusia dan memberkatinya serta

memberikan perintah kepada manusia "Beranakcuculah dan bertambah banyak

(Kej. 1:28). Oleh karena itu 1096§ 1 mengharapkan bahwa sebelum menikah

calon pasangan suami istri sekurang-kurangnya mengetahui bahwa perkawinanan

merupakan suatu perkawinan yang tetap dan terarah pada kelahiran anak melalui

kerja sama seksual (consummatum). Seorang laki-laki dan seorang perempuan

yang menikah secara alamiah mempunyai kerinduan menurunkan anak atau

generasi baru. Perkawinan yang sah adalah satu-satunya lembaga yang sah

menurunkan anak. Walaupun demikian anak bukanlah tujuan utama dari

perkawinan. Anak adalah anugerah dari Tuhan yang tidak boleh dimutlakkan

(34)

3. Pendidikan anak

Pendidikan anak merupakan konsekuensi moral dan pemenuhan dari

kelahiran anak (prokreasi). Konsili Vatikan II, di dalam Gravissimum Educationis

(GE) 50 a mengatakan bahwa “Hakekat perkawinan dan cinta kasih suami istri tertuju pada keturunan serta pendidikan untuk anak”. Kemudian KHK 1983 kanon 1136 mengatakan bahwa “Orangtua mempunyai kewajiban yang sangat berat dan hak primer untuk sekuat tenaga mengusahakan pendidikan anak, baik fisik, sosial,

dan kultural maupun moral dan religius.” Oleh karena itu orangtua adalah pendidik utama dan pertama bagi putra-putrinya, terutama nilai-nilai dasar, nilai

kehidupan dan nilai-nilai religius. Pendidikan anak mencakup banyak hal, namun

penulis memfokuskan pada pendidikan iman dan pendidikan moral dalam

keluarga. Dengan demikian orangtua ikut membangun Gereja melalui pendidikan

anak-anak secara manusiawi an kristiani sepenuhnya dan menjadi Gereja Rumah

Tangga (ecclesia domestica) dalam menjalankan tugas-tugas ilahi dan gerejawi

terhadap anak-anak, sehingga dapat menemukan guru iman sejati dalam diri

orangtua mereka (Catur Raharso, 2006: 62).

Tugas menyelenggarakan pendidikan pertama-tama menjadi tanggung

jawab orangtua, memerlukan bantuan seluruh masyarakat (GE 3). Orangtua

hendaknya mendidik anak dengan sungguh-sungguh dan jangan sampai

menyesatkan pikiran anak terdapat pada Matius 18:6 mengatakan bahwa

(35)

lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut.” Hal ini menegaskan bahwa dalam

pengajaran jangan sampai menyesatkan pikiran anak.

B.Pendidikan Iman

Kata pendidikan berasal dari kata “pedagogi” yakni “paid” artinya anak dan “agogos” artinya membimbing. Pedagogi adalah ilmu dalam membimbing anak. Pendidikan yaitu sebuah proses pembelajaran bagi setiap individu untuk

mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek tertentu

dan spesifik. Pengetahuan yang diperoleh secara formal tersebut berakibat pada

setiap individu yaitu memiliki pola pikir, perilaku dan akhlak yang sesuai dengan

pendidikan yang diperolehnya (KBBI).

Proses pertumbuhan adalah proses penyesuaian pada setiap fase dan

menambah kecakapan dalam perkembangan seseorang melalui pendidikan. Iman

merupakan tanggapan manusia atas wahyu Allah dalam ketaatan iman, dengan

penuh kebebasan. Kebebasan dimaksud agar manusia dapat menyerahkan diri

seutuhnya kepada Allah dengan mempersembahkan kepatuhan akal budi,

kehendak dan dengan sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu yang

dikaruniakan oleh-Nya. Dalam beriman kepada Allah, manusia membutuhkan

rahmat Allah yang menolong untuk menyadari kehadiran Allah di dalam

kehidupan sehari-hari dan Roh Kudus akan menyempurnakan iman manusia

melalui kurnia-kurnia-Nya (DV 5). Allah adalah Sang Pencipta dan sumber

kehidupan dan sesuatu yang berkaitan dengan Allah itu ialah iman, maka perlulah

orangtua mendidik iman anaknya, sehingga anak mengenal siapa itu Allah dan

(36)

Iman datang dari pendengaran (fides ex auditu) dan pendengaran timbul

dari pewartaan sabda dan karya Kristus (Rom. 10:17).Oleh karena itu, tugas

orangtua adalah mewartakan Kristus kepada anak-anak mereka sejak dari

kandungan hingga dewasa. Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Efesus

mengatakan bahwa “Orangtua terutama seorang ayah untuk mendidik anak berdasarkan ajaran dan nasehat Tuhan” (Ef. 6:4).

PPK 31 mengatakan bahwa “Pendidikan dalam keluarga harus memperhatikan pendidikan iman dan moral katolik, karena keluarga adalah

sekolah nilai-nilai kemanusiaan dan iman katolik.” Kemudian Pedoman Pastoral keluarga art. 32 mengatakan “Salah satu aspek pendidikan iman adalah pemberian dan pengembangan pengetahuan iman melalui harta kekayaan Gereja, yakni Kitab

Suci, katekismus, dokumen Gereja dan buku-buku katekese.”

Pada zaman Skolastik (abad XIII-XI) Thomas Aquino mengatakan bahwa

menurut kodrat yang khas manusiawi, hubungan seks suami-istri juga terarah

kepada pendidikan anak yang dilahirkan (Hadiwardoyo, 2015: 67-68). KHK

1917§ 1 menekankan tentang tujuan primer dalam sebuah perkawinan yaitu

prokreasi dan pendidikan untuk anak yang dilahirkan. Paus Yohanes Paulus II

dalam surat kepada keluarga-keluarga artikel 16 mengatakan bahwa “Mendidik anak merupakan suatu sarana komunikasi yang hidup, bukan hanya menciptakan

suatu hubungan yang mendalam antara pendidik dengan orang yang dididik, tetapi

(37)

Proses menurunkan anak tidak selesai pada saat kelahiran, tetapi

hendaknya berlangsung terus melalui kehidupan sampai anak mencapai

kedewasaannya (Eminyan, 2001: 152). Oleh karena itu setiap orangtua memiliki

tanggungjawab mendidik iman anak, tidak hanya merawat dan memberi makan.

Orangtua bertanggungjawab mampu memberikan pendidikan iman kepada anak

yang dilahirkan, karena pendidikan adalah konsekuensi dari kelahiran anak.

Manusia dipanggil untuk hidup dalam kebenaran dan kasih, serta

menemukan pemenuhan melalui pemberian diri yang tulus, kebenaran itu

menyangkut dua hal, yaitu menjadi pendidik dan orang yang dididik.Manusia

sebagai seorang pendidik bukan seorang yang hanya memberikan pengajaran

berupa materi, melainkan seorang pribadi yang dapat melahirkan dalam arti

rohani.Paus Yohanes Paulus II dalam surat kepada keluarga-keluarga art.

16mengatakan bahwa “Mendidik anak dianggap sebagai suatu kerasulan yang sejati, karena orangtua atau pendidik tidak hanya mempersiapkan pendidikan

untuk anaknya, tetapi sekaligus untuk generasi berikutnya.”

Paus Yohanes Paulus II dalam surat kepada keluarga-keluarga 16

mengatakan bahwa “Tugas mendidik anak merupakan sarana yang digunakan untuk komunikasi yang hidup, tidak hanya menciptakan hubungan yang

mendalam antara orangtua dan anak, tetapi juga ikut ambil bagian dalam

kebenaran dan kasih yang bertujuan terakhir dimana setiap orang akan dipanggil

(38)

1. Makna Pendidikan Iman

Iman merupakan hubungan pribadi manusia dengan Allah penciptanya

karena iman lahir dari suatu pengalaman perjumpaan dengan Allah yang hidup

yang memanggil kita dan mewahyukan kasih-Nya (LF 4). Maka pendidikan iman

berarti usaha-usaha orang dewasa untuk membantu anak-anak agar mampu

menghormati dan mengasihi Allah sebagai Pencipta dan Penyelamat (Pudjiono,

2007: 10). Iman membantu untuk memahami seluruh kedalaman dan kekayaan

arti melahirkan anak-anak sebagai tanda kasih Sang Pencipta yang

mempercayakan kepada kita misteri seorang pribadi yang baru yang perlu kita

rawat, kembangkan dan cintai (LF 52). Beriman berarti menerima atau

mempercayai sesuatu yang dikatakan oleh orang lain. Iman memberi pengetahuan

akan Allah, diri kita, alam tempat kita hidup, namun sifat khas dari pengetahuan

baru tersebut dapat kita miliki hanya dengan iman, tidak hanya dengan penalaran.

Paus Yohanes Paulus II mengatakan dalam suratnya kepada

keluarga-keluarga 15 mengatakan bahwa “Cinta yang dipercayakan Allah kepada laki-laki dan perempuan di dalam Sakramen Perkawinan sebagai prinsip dasar dari

kewajiban dan tanggung jawab timbal balik bagi mereka sebagai pasangan suami

istri dan sebagai orangtua bagi anak-anak mereka. Oleh karena itu, dalam

sakramen perkawinan mereka saling memberi dan menerima dan menyatakan

kesediaan mereka untuk menerima dan mendidik anak sesuai dengan iman

(39)

2. Tahap-Tahap Perkembangan Iman

Iman anak berkembang sesuai dengan tahap-tahap perkembangan usia.

James W. Fowler adalah seorang psikolog dan teolog Amerika Serikat, teorinya

dipengaruhi oleh perkembangan masa kecilnya dan suasana keluarga dimana ia

dibesarkan. Ia membedakan antara kepercayaan eksistensial (iman) dengan agama

dan juga membedakan iman dari kepercayaan (Budiningsih, 2008: 34-35).

Hasil analisis data yang diperoleh melalui wawancara semi klinisnya,

Fowler menemukan teori baru yang dikenal dengan istilah Faith Development

Theory (Teori Perkembangan Kepercayaan) dengan tujuh tahap. James W. Fowler

membagi teori perkembangan imannya ke dalam tujuh kategori yakni, awal-

elementer (Primal Faith), intuitif-proyektif (Intuitive-ProjectiveFaith),

mistis-literal (Mithic-Literal Faith), sintesis-konvensional (Synthetic-Conventional

Faith),individual-reflektif (Individuative-Reflective Faith), eksistensial-konjungtif

(Conjunctive Faith), dan eksistensial-universalitas (Universalizing Faith). Namun

penulis membahas tiga kategori sesuai dengan penelitian yang dilakukan,yaitu:

primal faith, intuitive-projective faith dan mithic-literal faith.

a. Awal-Elementer (Primal Faith)

Tahapan usia kanak-kanak 0-2 atau 3 tahun disebut sebagai “Tahapan Primal”, benih iman dalam diri anak terbentuk melalui rasa percaya terhadap orang yang merawat dan membesarkannya. Kepercayaan ini disebut pratahap

(40)

sebagai sesuatau yang terpisah dan berbeda dari dirinya serta daya kepercayaan,

keberanian, cinta maupun harapannya belum dapat ia bedakan melalui proses

pertumbuhannya, melainkan masih tercampur dalam keadaan yang samar-samar

(Cremers, 1995: 27).

Kepercayaan elementer adalah rasa yang menyusun gambaran atau

pragambaran. Fowler menyebut gambaran sebagai preimages, karena disatu

pihak gambaran dibentuk oleh adanya perasaan sebelum kemampuan berbahasa

dan daya konseptual anak mulai berfungsi, namun dilainpihak telah terbentuk

suatu kepercayaan diri dari seluruh kenyataan lainnya, sehingga pragambaran

tentang Allah dan lingkungannya akhirnya matriks ontogenetiknya pada gambaran

anak tentang orang yang mengasuhnya (Cremers, 1995: 99-100).

Pengalaman anak terhadap orang yang merawat, mengasuh dan

memberikannya kehangatan serta kasih sayang, terutama ibu dan ayahnya akan

mempengaruhi gambaran asli tentang Allah (Cremers, 1995: 101), sebaliknya

pengalaman negatif sejak kanak-kanak dalam keluarga yang kurang harmonis

terlebih perlakuan oangtua yang keras akan membuat anak memiliki gambaran

yang negatif pula terhadap Allah yang transenden. Dengan demikian sebagai

pendidik utama dan pertama, orangtua menumbuhkan keyakinan dalam diri anak

bahwa sebagai manusia yang secitra dengan Allah, ia adalah insan yang dicintai

(41)

b. Intuitif-Proyektif (Intuitive-Projective Faith)

Tahapan usia 3-7 tahun disebut tahapan intuitif proyektif. Intuisi

memungkinkan anak untuk menangkap nilai-nilai religius yang dipantulkan oleh

orang disekitarnya terutama kedua orangtua. Disini daya imajinasi dan dunia

gambaran anak sangat berkembang, namun pada tahap ini anak belum memiliki

kemampuan operasi logis yang mantap, tetapi dengan timbulnya kemampuan

simbolis dan bahasa maka imajinasi dan dunia gambaran dirangsang oleh cerita,

gerak, isyarat, upacara, simbol maupun kata-kata (Budiningsih, 2008: 37).

Dunia gambaran dan imajinasi berkembang secara bebas karena belum

dikontrol oleh pikiran logis dan operasi-operasi kognitif lain yang baru

berkembang kemudian (budiningsih, 2008: 37). Pada tahap inilah akan membuka

kepekaan anak terhadap dunia misteri dan Yang Ilahi serta tanda-tanda

kekuasaannya (Cremers, 1995: 28).

Pada tahap ini anak lebih banyak meniru tingkah laku orang dewasa baik

vokal saat berbicara dan anak mulai menguasai dan menggunakan bahasa menurut

peraturan bahasa itu sendiri, sehingga memiliki medium untuk menyusun,

mengatur dan mengantarai seluruh relasinya dengan dunia (Cremers, 1995: 104-

105). Di sini cerita dari orangtua membentuk imajinasi dalam pikiran anak

mengenai gambaran tentang Tuhan, misalnya ketika orangtua mengajarkan anak

menyebut Allah sebagai Bapa, maka dalam pikiran anak membayangkan Allah

seperti bapa yang memiliki jenggot, baik, berambut putih seperti yang dilihatnya

dalam kartun atau bahkan anak membayangkan bahwa Allah seperti kakek atau

(42)

c. Mistis-Literal (Misthic-Literal Faith)

Bentuk kepercayaan biasanya muncul pada usia 7 atau 8-12 tahun.

Gambaran emosional dan imajinal masih berpengaruh kuat, tetapi muncul pula

operasi-operasi logis yang melampaui tingkat perasaan dan imajinasi pada tahap

sebelumnya. Operasi-operasi tersebut masih bersifat konkret, tetapi sudah

memungkinkan suatu daya pikir logis mengunakan kategori-kategori

sebab-akibat, ruang dan waktu (Budiningsih: 2008:38). Tahapan mistis literal, peran

kelompok atau intuisi kemasyarakatan berperan penting dalam perkembangan

iman anak, misalnya melalui sekolah, bina iman atau PIA, sekolah minggu atau

yang lebih di kenal dengan SEKAMI.

3. Faktor Pendukung Perkembangan Iman

Dalam Ensiklik Paus Fransiskus Luman Fidei 52-53 mengatakan bahwa

“Lingkungan pertama dimana iman menerangi kota manusia adalah keluarga.” Iman menemani tahap setiap kehidupan, diawali dengan masa kanak-kanak ketika

anak belajar percaya pada kasih orangtuanya. Iman tidak dapat bertumbuh dengan

sendirinya tanpa faktor pendukung dalam memperkembangankan iman, baik

intern maupun ekstern. Perkembangan iman mengantar dan mendorong anak

(43)

Soerjanto (2007: 11-12) memaparkan beberapa faktor pendukung dalam

perkembangan iman anak antara lain:

a. Keyakinan Bahwa Allah Mencintai Dan Menganugerahi Berbagai Talenta

Dalam keluarga perhatian khusus perlu diberikan kepada anak-anak,

dengan mengembangkan penghargaan yang mendalam terhadap martabat pribadi

mereka, serta sikap sungguh menghormati dan memperhatikan hak-hak mereka,

sehingga anak-anak merasakan cinta yang tulus dari keluarga. Sebagai citra Allah,

setiap anak dianugerahi berbagai talenta bagaikan benih yang masih dapat

bertumbuh dan berkembang. Maka orangtua hendaknya membantu anak-anak

supaya memahami diri sebagai insan yang berpotensi (Soerjanto, 2007:12). Oleh

karena itu cinta dari orangtua merupakan gambaran cinta dari Allah kepada

anak-anak, sehinggaanak-anak sungguh merasakan bahwa Allah mencintai pribadi

mereka dan menganugerahi berbagai talenta.

b. Teladan Iman Dari Orangtua

Teladan iman orangtua dan orang disekitar dapat membantu anak dalam

proses beriman. Iman anak-anak dapat berkembang ketika mereka hidup bersama

dengan orangtua yang sungguh beriman (Soerjanto, 2007: 12). Anak kecil adalah

seorang peniru yang hebat, maka ketika orangtua memiliki teladan hidup yang

baik, terutama dalam hal teladan iman, maka anak dapat meneladani atau meniru

orangtuanya. Gereja mewariskan seluruh kekayaan imannya kepada anak-anak

(44)

anak-anak melalui keluarga. Pewarisan iman terjadi melalui pembaptisan sebagai

pintu masuk bagi setiap orang dalam menerima sakramen-sakramen lainnya.

Orangtua sebagai figur untuk diteladani oleh anak. Allah sebagai Bapa,

maka peran seorang ayah berpengaruh terhadap pandangan anak tentang Allah

Bapa.Ketika anak tidak mendapatkan cinta dari seorang ayah atau gambaran ayah

yang keras, kejam, pemabuk, suka memukul, memaki dan suka membatasi

kebebasan anak, maka menjadi gambaran Allah yang ia yakini.

Pada suatu kali Yesus sedang berdoa dan para murid memintaNya untuk

mengajari mereka berdoa, seperti halnya Yohanes mengajari para muridnya.Yesus

mengajarkan para murid-Nya memanggil Allah sebagai “Bapa” sebagaimana

Yesus menyebut-Nya dengan sebutan Bapa (Luk. 11:1-2). Ketika Yesus berada

diatas salib, Yesus mengatakan bahwa Bunda Maria adalah Ibu bagi mereka dan

sejak saat itu para murid menerima Maria sebagai ibu (Yoh. 19:27). Yesus

menunjukkan bahwa Allah yang diimani sungguh sangat dekat. Allah

bersemayam dalam hati dan tinggal bersama kita, sehingga kita mengalami

kehadiran Allah setiap saat dalam figur seorang ayah dan seorang ibu.

Maka teladan dari orangtua berpengaruh pada anak-anak untuk dapat

menerima dan mengimani Allah yang transenden, serta menghormati Bunda

Maria. Dalam kehidupan keluarga, keteladanan seorang ayah lebih menjadi

perhatian, karena sosok ayah berpengaruh di dalam memandang Allah sebagai

(45)

c. Rasa Aman Untuk Mengagumi Dan Bertanya

Pada saat anak merasa aman dalam mengagumi sesuatu,dapat

menimbulkan pertanyaan yang membantu untuk berkembang, terlebih ketika

anak-anak bertanya untuk menambah wawasannya mengenai iman.

Perkembangan iman membantu anak berkembang mendekati kebaikan dan

kebenaran, kebaikan dan kebenaran dapat dicapai bila anak lebih dahulu

mengagumi segala sesuatu yang ia lihat (Soerjanto, 2007: 12).

Anak-anak memiliki sikap ingin tahu yang sangat besar. Pada saat anak

mengagumi sesuatu, maka menimbulkan banyak pertanyaan dalam pikirannya

mengenai sesuatu yang dikagumi. Maka orangtua diharapkan dapat menjalin

relasi yang personal dan fungsional dengan anak.

PPK 25 mengatakan bahwa ”Orangtua hendaknya menjalin relasi yang bersifat personal dan fungsional, oleh karena itu dalam membangun relasi

personal orangtua menghargai kepribadian dan potensi anak dan tidak bertindak

sewenang-wenang, agar proses perkembangan kepribadian anak secara utuh dan

menyeluruh sebab orangtua sebagai pendidik dapat mengarahkan dan membina

anak, ketika anak bertanya karena merasa kagum. Kemudian melalui relasi yang

fungsional orangtua diharapkan menyadari dan melaksanakan tugasnya sebagai

pendidik utama dan pertama dengan mengarahkan, membina dengan menasehati

atau keteladanan hidup.

Rasa kagum dapat berlanjut dengan aneka pertanyaan jujur yang

menuntunnya menuju kebenaran (Soerjanto, 2007: 12). Anak-anak memiliki rasa

(46)

menimbulkan pertanyaan. Rasa ingin tahu mendorong anak untuk bertanya

sampai ia mendapatkan jawaban yang memuaskan. Pertanyaan anak yang polos

dan kritis, kadang sikap orangtua mengabaikan bahkan memarahi, sebab tidak

dapat menjawab. Hal ini terjadi pada Yesus ketika masih kanak-kanak. Pada saat

itu Yesus bersama dengan orangtuanya pergi ke Yerusalem merayakan paskah

orang Yahudi. Yesus bertemu dengan para alim ulama sambil mendengarkan

perkataan mereka, Yesus mengajukan banyak pertanyaan, sehingga mereka

tercengang (Luk.2:46).

Pada saat Yusuf dan Maria mencari Yesus, Ia menanyakan alasan

mengapa harus mencari-Nya. Orangtua akan melakukan hal yang sama, jika

anaknya hilang. Setelah orangtua susah mencari dan setelah menemukan

mendapat pertanyaan alasan mencari, dapat menimbulkan sikap kurang sabar

bahkan marah serta mengatakan tidak sopan. Maria sebagai seorang ibu yang

penuh kasih sayang, menyimpan semuanya dalam hati (Luk. 2:49-51).

d. Dorongan Untuk Mencintai Alam Dan Segala Isinya

Perkembangan iman mengantar anak semakin dekat dengan Allah. Anak

semakin dekat dengan Allah Sang Pencipta, pada saat anak diajarkan mencintai

dan menghargai alam dan segala isinya, terutama mahkluk-makhluk hidup

terkhusus sesama manusia (Soerjanto, 2007: 12). Orangtua mengajarkan anak

untuk mencintai sesama, maka secara tidak langsung telah mengajarkan anak

(47)

Allah memberikan manusia segala tumbuh-tumbuhan, pepohonan, segala

binatang baik di darat, air maupun di udara, agar manusia dapat memenuhi

kelangsungan hidupnya. Allah menciptakan segalanya dan menempatkan manusia

dalam taman Eden. Allah menghendaki agar manusia merawat, menjaga dan

mencintai ciptaan yang diberikan-Nya itu (Kej. 1:29-30, 2:15).

Beberapa orang kudusyang akrab dan mencintai makhluk ciptaan Allah,

contohnya Santo Fransiskus dari Asisi. Orangtua dapat memperkenalkan

kisah-kisah orang kudus kepada anak-anak, sehingga anak-anak semakin mencintai

alam dan segala isinya.

4. Faktor Penyebab Gagalnya Pendidikan Iman Dalam Keluarga

Pendidikan dalam keluarga dapat terlaksana, jika relasi orangtua dan

anak-anak terjalin dengan baik. Pada saat kurangnya komunikasi antara orangtua dan

anak-anakdapat merugikan proses pendidikan. Pudjiono (2007: 5) mengatakan

beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan orangtua dalam memberikan

pendidikan iman bagi anak dalam keluarga antara lain:

a. Orangtua Kurang Menghayati Iman

Iman lahir didalam hati manusia merupakan tindakan Allah.Iman

berkembang melalui kaidah-kaidah tertentu, seperti perkembangan manusia

sendiri. Sebaliknya iman tidak bertumbuh dan berkembang, jika tidak

dipeliharamelalui Sabda Allah dan doa kehidupan setiap hari. Hidup manusia

(48)

sumber air yang cukup, maka tumbuhan menjadi kerdil bahkan mati. Demikian

halnya dengan iman (Powell, 1991: 130).

Dalam masyarakat dapat ditemukan orang katolik sejati, yang memiliki

pengetahuan mengenai iman,melainkanjuga menghayati iman yang diwujudkan

dalam tindakan nyata hidup sehari-hari, Selain itu ditemukan keluarga katolik

beriman KTP, maksudnya sebatas tanda pengenal sebagai orang katolik, tetapi

jarang pergi ke gereja dan kurang berdoa. Anak-anak memperhatikan tingkah laku

orang dewasa, sehingga ketika orangtua menyuruh anak berdoa atau pergi ke

gereja, namun orangtua sendiri tidak melakukan, maka anak mengalami kesulitan

melaksanakannya. Sebaliknya ketika orangtua menghayati imannya secara baik

dan benar,maka anak menuruti perkataan orangtua untuk mengikuti kegiatan

hidup menggereja ataupun berdoa.

b. Orangtua Mempercayakan Tanggungjawab Pada Pihak Lain

Pendidikan pertama-tama diperoleh anak didalam keluarga, sedangkan

pendidikan formal di sekolah sebagai pelengkap pendidikan yang diperoleh di

rumah dari orangtua. PPK 31 mengatakan bahwa “Pendidikan dalam keluarga harus memperhatikan pendidikan iman dan moral katolik, karena keluarga adalah

sekolah nilai-nilai kemanusiaan dan iman katolik.”

Kesibukan orangtua bekerja mencari nafkah, mendorong orangtua

menyerahkan tanggungjawab mendidik anak kepada pihak lain, misalnya

pengasuh, guru agama atau lembaga sekolah, sehingga pendidikan iman anak

(49)

cenderung menekankan kemampuan intelektual, mengakibatkan anak-anak kurang

memiliki kepekaan, solidaritas dan nilai-nilai hidup beriman.”

c. Orangtua Kurang Mendidik Anak Hidup Di Jalan Tuhan

Orangtua mengajarkan anak-anak agar taat pada orangtua, sama dengan

mengajarkan anak-anak taat kepada Allah, karena orangtua adalah gambaran

Allah yang nyata dalam keluarga (Ef. 6:1). Orangtua hendaknya mendidik

anaknya dijalan Tuhan, karena Tuhan sebagai jalan dan menuntun, sehingga

anak-anak tidak menyimpang dari jalan itu (Ams. 4:11, 22:6).

Dalam kehidupan ditemukan orangtua kurang mendidik anak-anak hidup

dijalan Tuhan dan membiarkan anak-anak melakukan sesuai keinginan hatinya,

sehingga ketika anak-anak menjadi dewasa, mereka dapat melakukan hal-hal yang

kurang baik dan salah. Yesus mengatakan bahwa orangtua yang menyesatkan

pikiran anak-anak, maka lebih baik sebuah batu diikatkan pada lehernya,

kemudian ditenggelamkan ke dasar laut (Mat. 18:6, Mrk. 9:42, Luk 17:2)

misalnya, orangtua mengajarkan anak-anak mencuri, berbuat curang, menipu,

balas dendam dan perbuatan jahat lainnya. Orangtua yang salah dalam mendidik

anak-anak, maka suatu saat anak-anak menjadi duri dalam daging orangtua

sendiri, karena itulah Yesus dengan keras mengatakan orang yang salah dalam

mendidik anak lebih baik mati.

d. Perkembangan Jaman (Media) Menjauhkan Anak Dari Tuhan

Manusia jaman sekarang dari anak-anak, remaja, orang dewasa maupun

(50)

merupakan hasil dari proses yang panjang dari jaman oral ke literer, kemudian ke

jaman elektronik (Iswarahadi, 2013: 36). Perkembangan media khususnya

komunikasi memiliki banyak manfaat, namun penyalahgunaan media dapat

merugikan diri sendiri maupun orang lain, karena orang dapat mengakses

informasi dari berbagai sumber dari internet.

Konsili Vatikan II menerbitkan dekrit mengenai upaya-upaya komunikasi

sosial atau Inter Mirifica. Gereja melihat bahwa media memiliki dampak positif

maupun dampak negatif, tergantung cara memanfaatkannya. Penggunaan media

tanpa dibatasi dapat menyita waktu bersama dalam keluarga terhadap pasangan

dan anak-anak. Selain itu ketika mengikuti perayaan ekaristi sibuk dengan hand

phone, sehingga tidak dapat berdoa dengan sepenuh hati.

Dirumah orangtua tidak bereaksi terhadap apa yang ditampilkan dilayar

televisi padahal anak-anak cenderung dipengaruhi oleh pesan-pesan televisi yang

mereka terima, tidak semua stasiun televisi menampilkan acara-acara yang

bersifat mendidik (Tondowidjojo, 1987: 8-9). Orangtua perlu mengontrol

anak-anak dalam menonton acara di televisi di rumah, sehingga nilai-nilai yang

ditawarkan oleh media tidak dapat menggoncangkan nilai-nilai tradisional

(agama). Kehebatan bahasa televisi dalam menyampaikan pesan-pesan sangat

diakui oleh sebab itu orangtua di tantang untuk menggunakan bahasa televisi

sebagai bahasa baru dalam mendidik iman (Iswarahadi, 2013: 82). Maka orangtua

perlu bersikap kritis pada media dan memanfaatkan media sebagai pewartaan

kepada anak-anak, misalnya menonton kartun yang mengisahkan tokoh-tokoh

(51)

5. Pendidikan Iman Dalam Keluarga

Keluarga adalah tempat iman dapat bertumbuh dan berkembang, namun

suasana atau situasi dalam keluarga dapat membuat iman mengalami kesulitan

bertumbuh. Keluarga memiliki peran penting dalam perkembangan dan

pendidikan anak. Yanto Raring mengatakan dalam sebuah artikel bahwa

pendidikan bagaikan sebuah bangunan dan keluarga menjadi fondasinya (Beku,

2005: 18). Pedoman Pastoral Keluarga (PPK) 31-33 mengatakan beberapa contoh

memberikan pendidikan iman kepada anak dalam keluarga, antara lain:

a. Doa Pribadi Dan Doa Bersama

Berdoa berarti berbicara dengan Tuhan dalam keheningan dari hati kehati.

Doa dapat dilaksanakan secara pribadi seperti dianjurkan Yesus (Mat. 6:6). Doa

bersama dan doa pribadi merupakan salah satu cara konkret memberikan

pendidikan iman kepada anak-anak. Yesus sendiri mengatakan bahwa dua atau

tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka"

(Mat. 18:20).

FC 60 mengatakan bahwa “Karena martabat dan perutusannya, maka keluarga katolik mempunyai tanggungjawab yang khas untuk membina anak

mereka dalam doa sebab rahmat sakramen pernikahan yang telah diterima

menuntut orangtua untuk memperkenalkan kapada anak sejak dini tentang Allah.”

Orangtua dalam keluarga perlu membiasakan anak-anak berdoa, baik doa bersama

(52)

kebiasaan orangtua, namun sesuai dengan tahap perkembangan umur dan

pemahamannya anak-anak perlu didorong untuk mengungkapkan isi hatinya

secara spontan dalam doa.” Doa bersama dalam keluarga, misalnya doa sebelum dan sesudah makan, doa malam, doa rosario dll.

b. Memperkenalkan Lagu-Lagu Rohani

Buku “Hatiku penuh nyanyian” (2005: 5-6) mengatakan bahwa lagu-lagu rohani merupakan suatu pengajaran, khususnya lagu-lagu yang mengandung

ajaran-ajaran Kristiani. Lagu-lagu rohani dapat menjadi sarana pewartaan

mengenai Allah dan karya-Nya. Lagu yang tepat dan gerakkan yang pantas dalam

perayaan liturgis, membantu pertumbuhan iman anak.

Orangtua mendidik iman anak-anak dengan memperkenalkan lagu-lagu

rohani, sehingga anak-anak menghayati iman dengan hati penuh nyanyian, doa,

pujian, syukur, tobat. Orangtua dapat memperkenalkan tokoh-tokoh dalam Kitab

Suci melalui nyanyian, misalnya Bapa Abraham, Nabi Nuh, Yunus diperut ikan,

Dua belas Rasul dan sebagainya. Orang tua membantu anak-anak mengingat

nasehat dengan menggunakan lagu-lagu, misalnya hati-hati gunakan tanganmu,

cintailah sesama, dalam Yesus kita bersaudara, didalam dunia ada dua jalan dan

sebagainya. Pada saat orangtua mengajarkan anak-anakmenyanyikan lagu-lagu

rohani, maka orangtua secara tidak langsung telah berkatekese.

c. Ambil Bagian Dalam Perayaan Liturgi

Anak perlu sejak dini ikut ambil bagian dalam perayaan liturgi, terutama

(53)

Orangtua perlu memperkenalkan Kitab Suci kepada anak, sehingga

anak-anak semakin mengenal Yesus melalui sabda dan karya dengan menjadikan Yesus

Kristus sebagai fokus utama dari semua pelajaran rohani bagi anak-anak.

(Pudjiono, 2007: 8). Ketika anak belum dapat menghayati makna perayaan yang

diikutinya,namun menjadi pembiasaan anak untuk terlibat aktif dalam kegiatan

hidup menggereja. Keluarga katolik diharapkan ikut serta dalam perayaan Ekaristi

Suci, khususnya pada hari Minggu dan Hari Raya dalam gereja Katolik dan bila

memungkinkan dapat melaksanakan ibadat harian bersama di rumah (FC 61).

d. Membaca Dan Merenungkan Kitab Suci

PPK 35.3 mengatakan bahwa “Kitab Suci memuat kekayaan iman yang sangat baik dan efektif untuk mengembangkan iman anak-anak.” Orangtua katolik perlu membacakan Kitab Suci kepada anak-anak, sehinggaanak-anak menemukan

dasar iman yaitu dan semakin mengenal Allah yang menyelamatkan manusia

dalam diri Yesus Kristus. Dalam Kitab Suci terdapat dasar iman yaitu

ajaran-ajaran Tuhan Yesus.

Rasul Paulus mengatakan kepada jemaat di Roma “Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.” Maka kewajiban orangtua

untuk mewartakan Kristus kepada anak-anak, dengan menceritakan kisah-kisah

dalam kitab suci menggunakan bahasa anak-anak, sehingga anak-anak semakin

tertarik mendengarkannya. Keluarga menerima tugas perutusan dari Allah

menjadi sel pertama dan sangat penting bagi masyarakat, karena keluarga

(54)

e. Aktif Dalam Pembinaan Iman

PPK 35.4 mengatakan bahwa “Orangtua dapat mendorong anak untuk terlibat aktif dalam kegiatan pembinaan iman sebagai usaha untuk memberikan

pendidikan iman dan menumbuhkan sikap menggereja dalam diri anak.” Hal itu bisa dilakukan dengan mengajak untuk bergabung di Sekolah Minggu, Sekami,

PIA, PIR. Dengan demikian anak terbantu untuk memperkembangkan iman dan

dilatih untuk menghayati kebersamaan sebagai Gereja.

f. Ikut Ambil Bagian Dalam Rekoleksi, Retret Dan Ziarah

PPK 35.5 mengatakan bahwa “Rekoleksi, retret, ziarah dan lain sebagainya merupakan salah satu metode yang dikembangkan dalam Gereja dan

menghasilkan buah-buah yang baik, agar orang terbantu menghayati imannya,

oleh karena itu Gereja megharapkan agar orangtua memberikan dorongan dan

dukungan pada anak-anaknya untuk ikut ambil bagian dalam kegiatan tersebut.”

6. Penerapan Pendidikan Iman Berdasarkan Tahap Perkembangan Iman

Sebelum kelahiran, orangtua telah mempersiapkan berbagai macam

keperluan lahiriah bayi, namun kurang mempersiapkan keperluan rohani.

Orangtua tidak memberikan pendidikan iman kepada anaknya sejak awal bukan

karena tidak mau melainkan karena kurang mengetahui cara yang tepat dalam

(55)

iman anak sesuai dengan perkembangan usianya,sehinggamembantu orangtua

dalam memberikan pendidikan iman kepada anak-anaknya di dalam kehidupan

sehari-hari. Tahap-tahap perkembangan iman anak sesuai usianya sebagai berikut:

a. Awal-Elementer

Tahapan ini disebut tahapan primal, karena benih iman dalam diri anak

terbentuk melalui rasa percaya terhadap orang yang merawat dan

membesarkannya. Anak memiliki rasa percaya pada orang-orang yang

mengasuhnya, sehingga menumbuhkan suatu keyakinan dalam dirinya bahwa ia

begitu dicintai dan sangat dihargai. Orangtua dapat menumbuhkan iman pada

anaknya, misalnya membelai penuh kasih sayang, mencium, menggendong,

merangkul, mengajaknya berbicara saat menyuapi atau mengganti pakaian,

menjaga dan merawatnya, karena mata si anak bertatapan dengan sang ibu dan

menatap orang-orang yang merawatnya.

b. Intuitif-Proyektif

Dalam tahapan intuitif proyektif, daya imajinasi dan dunia gambaran anak

sangat berkembang. Pada tahapan ini, figur orangtua yang baik sangat penting

bagi perkembangan iman anak, karena anak membayangkan atau menggambarkan

sosok Allah seperti tokoh-tokoh disekitarnya terutama bapa, ibu, guru agama dll.

Dalam mendidik anak, orangtua tidak perlu menyampaikan pengajaran dengan

nasehat atau kata-kata saja,melainkan mendidik anak dengan menjadi figur atau

teladan bagi anak, sehingga anak dapat melihat dan meneladani yang dilakukan.

Iman anak tahap ini diwarnai oleh rasa takut pada orang dewasa, namun

Gambar

Tabel 1. Pertanyaan Tertutup
Tabel 2. Pertanyaan Terbuka
Tabel  dan diagram lingkaran di atas berdasarkan hasil penelitian penulis
Tabel  dan diagram lingkaran di atas berdasarkan hasil penelitian penulis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penulis menyadari bahwa Skripsi dengan judul “Kewajiban Orang Tua Untuk Mencegah Terjadinya Perkawinan Pada Usia Anak” dalam proses penyelesaiannya, penulis melibatkan banyak pihak

Skripsi yang berjudul PENDAMPINGAN IMAN ORANG MUDA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN HIDUP MENGGEREJA ORANG MUDA KATOLIK PAROKI KRISTUS RAJA BARONG TONGKOK,

Skripsi yang berjudul PENDAMPINGAN IMAN ORANG MUDA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN HIDUP MENGGEREJA ORANG MUDA KATOLIK PAROKI KRISTUS RAJA BARONG TONGKOK,

Memberikan masukan kepada para pemandu katekese/pendalaman iman di Lingkungan Santo Paulus Paroki Santa Maria Pengantara Lahat bahwa tayangan “Penyejuk Imani Katolik”

Judul skripsi PERAN PENDAMPINGAN ORANG TUA DALAM SEKOLAH MINGGU TERHADAP PERILAKU IMAN ANAK DI PAROKI St FRANSISKUS ASISI BERASTAGI ini dipilih bertitik tolak dari

Judul skripsi “ KATEKESE MODEL GROUP MEDIA SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN RASA SOLIDARITAS KAUM MUDA KATOLIK PAROKI ADMINISTRATIF SANTA MARIA RATU, BAYAT, KLATEN

Skripsi berjudul “Studi Kasus Penerapan Sentra Bahan Alam Dalam Mengembangkan Motorik Halus Anak Usia 3-4 Tahun di KB Santa Maria Surabaya”, yang ditulis oleh

Beberapa orangtua yang melaksanakan tugas dan tanggungjawab mendidik anak secara katolik dibidang iman dan moral, misalnya mengajarkan anak untuk mencintai lingkungan hidup beserta