Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh:
Ina Wita Krisna Sari NIM: 064114025
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh:
Ina Wita Krisna Sari NIM: 064114025
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA
v
Skripsi ini kupersembahkan
Kepada Kedua orang tuaku,
Bapak Widodo dan Ibu Yulita Sutarmi
sebagai tanda baktiku
atas segala ketulusan cinta, kasih sayang dan
vi
Life is too short to wake up in the morning with regret.
So love the people who treat you right and forget about the ones who
don’t and believe that everything happens for a reason.
If it get changes your life, let it. Nobody said that it would be easy,
they just promise it would be worth it.
There are many people
That we meet in few, will make a lasting impression
vii
Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Dalam skripsi ini dibahas tentang idiom yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata. Alasan topik ini didasarkan pada beberapa hal berikut. Pertama, sebagai novel terbitan mutakhir ternyata novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata tetap mempertahankan penggunaan idiom dalam berbagai satuan gramatikal yang secara umum sering digunakan dalam bahasa Indonesia. Novel ini merupakan novel kedua dari tetralogi Laskar Pelangi yang mengalami beberapa cetak ulang hingga cetakan kedua puluh empat November 2008. Untuk itulah, penelitian ini dimaksudkan untuk membuktikan bahwa walaupun novel ini adalah novel terbitan mutakhir tetapi tetap mempertahankan penggunaan idiom-idiom yang secara umum sudah lama digunakan dalam bahasa Indonesia. Kedua, idiom yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata termasuk dalam beberapa satuan gramatikal. Ketiga, idiom yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata juga dapat dibedakan menurut kategorinya. Keempat, idiom yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata juga dapat dibedakan berdasarkan kepenuhan makna idiomnya.
Ada tiga permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Pertama, apa saja satuan gramatikal idiom yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata? Kedua, apa saja kategori idiom yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata? Ketiga, apa saja jenis idiom yang terdapat dalam novel Sang
Pemimpi karya Andrea Hirata berdasarkan kepenuhan maknanya?
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan penggunaan idiom dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata yang dilihat dari sisi satuan garamatikal, kategori, dan jenis idiom berdasarkan kepenuhan maknanya.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu jenis penelitian yang mendeskripsikan penelitian berdasarkan fakta yang ada dengan menggunakan sumber data berupa idiom yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata. Penelitian ini dilaksanakan melalui tiga tahap, yaitu (i) tahap pengumpulan data, (ii) tahap analisis data dan (iii) tahap penyajian data. Metode yang dipergunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak, yaitu metode pangumpulan data dengan menyimak langsung satuan gramatikal yang mengandung idiom dalam novel Sang
Pemimpi karya Andrea Hirata. Teknik yang digunakan adalah teknik simak bebas
viii
kata-kata biasa, tidak menggunakan penggunaan rumus.
ix Sanata Dharma University.
This thesis discussed about the idiom in the novel of Sang Pemimpi by Andrea Hirata. This topic is based on several things. First of all, as a newst publishing novel which have a direct language. But, in fact the researcher finding many of idiom which this used in some of gramatical unit. So, this is meaning as the properly as letters occup, the expression which this used in this novel is undirectly so that problems needed to researched. Second, the idiom in the novel of Sang Pemimpi by Andrea Hirata included in some of gramatical unit. Third, idiom in this novel id divide based on the categories. Fourth, idiom in this novel can be divided based on the meaning of fullness idiom.
There are three problems which are discussed in this research. First, what are the unit of gramatical idiom in the novel of Sang Pemimpi by Andrea Hirata ? Second, what are the categories of idiom in the novel of Sang Pemimpi by Andrea Hirata ? Third, what are the kinds of idiom based on the meaning of fulness in the novel Sang Pemimpi by Andrea Hirata ?
The aim of this research is to describe the using of idiom in the novel Sang Pemimpi by Andrea Hirata which is focused on the side of gramatical unit, the categories, and the kinds of idiom based on the meaning of fullness.
This research is describes the research object based on the existing the real fact. This research involves three procedure, namely (i) data gathering, (ii) data analysis, and (iii) presentation of data analysis result. The method of data gathering is observation method, that is a method of data gathering by observing and reading the sentences wich contain of idiom. The methods employed is the non participant technigue or free, interview observation technigue by reading and note taking the data from the novel of Sang Pemipi by Andrea Hirata which takes note from the data sources. The method which used to analyze whether a contruction is included in an idiomatic construction or not. The distributional method is applied using the extending technique (teknik perluas) and the substituting technigue (teknik ganti). The extending technigue is applied with the extending technique and the substituting technique. The extending technique is used to prove the categories of idiom. The substituting is used to prove the meaning of fullness. The method which used in this result of analysis data is formal and informal methods. The formal method is the result of analysis data by using sign and symbol. Informal method is the result of analysis data with the commonwords and doesn’t use pattern.
x
xii
Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan anugerah yang dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi berjudul Idiom dalam Novel Sang Pemimpi Karya
Andrea Hirata ini ditulis dalam rangka untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana Strata 1 (S-1) pada Program Studi Sastra Indonesia,
Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Skripsi ini dapat terwujud berkat bantuan serta dukungan yang diberikan
kepada penulis. Semua bantuan serta dukungan tersebut senantiasa mengiringi
langkah penulis selama menempuh ilmu di kampus Universitas Sanata Dharma.
Oleh karena itu, perkenankan penulis untuk menyampaikan ucapan terima
kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu serta memperlancar penulis dalam
proses penulisan skripsi ini.
1. Bapak Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., selaku dosen pembimbing I
dalam memberikan semangat dan perhatian dalam memberikan
bimbingan kepada penulis sehingga penulis termotivasi untuk segera
menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Drs. Hery Antono M Hum., selaku dosen pembimbing II yang
membagikan ilmunya kepada penulis, membimbing, dan memberi
xiii
Santosa, M.S atas ilmu serta bimbingannya selama penulis menuntut ilmu
di Universitas Sanata Dharma.
4. Staf Sekretariat Fakultas Sastra yang dengan ramah memberikan
pelayanan administratif sejak awal perkulihan hingga penulisan tugas
akhir ini.
5. Staf Pepustakaan Universitas Sanata Dharma yang dengan ramah
melayani peminjaman buku yang diperlukan penulis.
6. Kedua orang tua tercinta, Bapak Widodo dan Ibu Yulita Sutarmi atas doa,
kasih sayang, semangat, dan usaha yang dikerahkan dengan segenap jiwa
dalam memenuhi segala kebutuhan penulis selama menuntut ilmu di
Universitas Sanata Dharma. Terima kasih, Bapak dan Ibuku orangtua
juara satu seluruh dunia.
7. Alm. Kakung Kromoharjo dan Kakung Ngadenan, atas kasih sayang, doa
serta semangat yang diberikan kepada penulis selama ini.
8. Sr. Carolina Cendrakasih Suryati, OSU atas doa dan semangat yang
diberikan kepada penulis
9. Teman-teman KKN: Dini Lukasmini, Kristian Bayu Kuncoro, Maria
Christy, Kusumo Wardani, dan I.Gusti Arya Asmarantana Astina, Yenny
Paruang dan Agatha Dyah Ayu Tyasari terima kasih atas kebersamaan
xiv
kenangan yang terindah yang tak terlupakan, masa-masa kita kuliah
bersama di Universitas Sanata Dharma.
Penulis telah berusaha dengan semaksimal mungkin dalam menyelesaikan
skripsi ini, namun penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan juga saran yang
bersifat membangun demi memperbaiki skripsi ini. Semoga karya ini dapat
bermanfaat.
Yogyakarta,
xv
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta,
xvi A. Daftar Singkatan
N : nomina V : verba Adj : adjektiva S : subjek P : predikat
B. Daftar Lambang
* : Untuk menyatakan bahwa ujaran tersebut tidak gramatikal
xvii
Halaman
HALAMAN JUDUL………. ….. ii
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING……… iii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI………. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN………... v
ABSTRAK... vii
ABSTRACT...……… ix
LEMBAR PERNYATAAN………. xi
KATA PENGANTAR………... xii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………. . xv
DAFTAR SINGKATAN……….. xvi
DAFTAR ISI……… xvii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………. 1
1.2 Rumusan Masalah……… 6
1.3 Tujuan Penelitian……….. 7
1.4 Manfaat Penelitian……… 7
1.5 Tinjauan Pustaka……….. 8
1.6 Landasan Teori………. 12
1.6.1 Pengertian Idiom………. 13
1.6.2 Pengertian Satuan Gramatikal………... 13
1.6.2.1 Kata……….... 13
1.6.2.2 Frase………... 14
xviii
1.6.3.3 Klausa... 18
1.6.3.4 Kalimat... 19
1.6.4 Jenis Idiom Berdasarkan Kepenuhan Makna Idiom……... 20
1.7 Metode dan Teknik Penelitian……….. 21
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data………... 21
1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data……….. 22
1.7.3 Metode Hasil Penyajian Analisis Data……….. 25
1.8 Sistematika Penyajian……… 25
BAB II SATUAN GRAMATIKAL YANG TERDAPAT DALAM NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA 2.1 Pengantar………. 27
2.2 Idiom yang Bertataran Kata...………... 27
2.2.1 Idiom yang Bertataran Kata Berimbuhan...………….... 27
2.2.2 Idiom yang Bertataran Kata Majemuk…...……... 29
2.2.3 Idiom yang Bertataran Kata Ulang………...……... 33
2.3 Idiom yang Bertataran Frasa…...……….. 33
2.4 Idiom yang Bertataran Klausa………...………... 34
2.5 Idiom yang Bertataran Kalimat…...……….. 35
BAB III KATEGORI IDIOM YANG TERDAPAT DALAM NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA 3.1 Pengantar………. 36
xix
3.4 Kategori Idiom Bertataran Klausa... 44
3.5 Kategori Idiom Bertataran Kalimat... 45
BAB IV JENIS IDIOM BERDASARKAN KEPENUHAN MAKNANYA YANG TERDAPAT DALAM NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA 4.1 Pengantar... 47
4.2 Idiom Penuh... 47
4.2.1 Idiom Penuh Bertataran Kata... 47
4.2.1.1 Idiom Penuh Bertataran Kata Berimbuhan... 48
4.2.1.2 Idiom Penuh Berbentuk Kata Majemuk... 50
4.2.1.3 Idiom Penuh Berbentuk Kata Ulang... 57
4.2.2 Idiom Penuh Bertataran Frasa... 57
4.2.3 Idiom Penuh Bertataran Klausa... 59
4.2.4 Idiom Penuh Bertatarank Kalimat... 59
4.3 Idiom Sebagian... 60
4.3.1 Idiom Sebagian Bertataran Kata Majemuk... 60
4.3.2 Idiom Sebagian Bertataran Klausa... 66
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan... 67
5.2 Saran... 70
DAFTAR PUSTAKA... 71
1.1 Latar Belakang
Objek penelitian ini adalah idiom yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi
karya Andrea Hirata. Idiom adalah satuan bahasa (kata, frase, maupun kalimat) yang
maknanya tidak dapat ‘ditarik’ dari kaidah gramatikal yang berlaku dalam bahasa
tertentu (Chaer, 1986:7). Berikut ini contoh idiom yang terdapat dalam novel Sang
Pemimpi karya Andrea Hirata.
(1) Aku menyesal telah mengubah sisiranku dan di ambang pintu
itu aku demam panggung. (Sang Pemimpi, hlm.35) (2) Nasib kami di ujung tanduk. (Sang Pemimpi, hlm.18)
Idiom demam panggung dan ujung tanduk yang terdapat pada contoh (1) dan
(2) maknanya tidak dapat ‘ditarik’ dari kaidah gramatikal yang berlaku dalam bahasa
Indonesia. Makna gramatikal demam panggung (1) adalah ‘panas badannya ketika
berada di panggung’, sedangkan makna idiomnya adalah ‘rasa takut atau gentar
(untuk naik ke atas panggung)’ (Chaer, 1986: 54). Makna gramatikal ujung tanduk
(2) adalah ‘bagian yang tajam dari tanduk binatang’, sedangkan makna idiomnya
adalah ‘keadaan yang membahayakan (mengkhawatirkan, gawat)’ (KBBI,
2008:1238).
Idiom yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata dipilih
sebagai topik dalam penelitian ini berdasarkan alasan berikut. Pertama, Pertama,
novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata merupakan novel kedua dari tetralogi
Laskar Pelangi yang mengalami beberapa cetak ulang hingga cetakan kedua puluh
empat November 2008. Sebagai novel terbitan mutakhir ternyata, novel ini tetap
mempertahankan penggunaan idiom dalam berbagai satuan gramatikal yang secara
umum sering digunakan dalam bahasa Indonesia. Untuk itulah, penelitian ini
dimaksudkan untuk membuktikan bahwa walaupun novel ini adalah novel terbitan
mutakhir tetapi tetap mempertahankan penggunaan idiom-idiom yang secara umum
sudah lama digunakan dalam bahasa Indonesia. Kedua, idiom yang terdapat dalam
novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata termasuk dalam beberapa satuan
gramatikal. Ketiga, idiom yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea
Hirata juga dapat dibedakan menurut kategorinya. Keempat, idiom yang terdapat
dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata juga dapat dibedakan berdasarkan
kepenuhan makna idiomnya.
Hal pertama yang dibahas dalam penelitian ini adalah satuan gramatikal
idiom yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata. Perhatikan
contoh berikut.
(3) Ayah ibunya merupakan anak-anak tunggal dan kakek neneknya dari kedua pihak orangtua juga telah tiada. (Sang Pemimpi, hlm.26)
(4) Pukul empat sore nanti hujan akan tumpah, tak berhenti sampai jauh malam , demikian di kota pelabuhan kecil Magai. di Pulau Belitong, sampai Maret tahun depan. (Sang Pemimpi,
(5) Arai adalah sebatang pohon kara di tengah padang karena hanya tinggal sendiri dari satu garis keturunannya. (Sang Pemimpi, hlm.26)
(6) Di mana ada kemaunan, di situ ada jalan. Pepatah lama yang
dianut semua bangsa di muka bumi, benar adanya. Sungguh benar adanya. (Sang Pemimpi, hlm. 104)
Idiom orangtua, hujan akan tumpah,sebatang pohon kara di tengah padang
dan di mana ada kemauan di situ ada jalan pada contoh (3), (4), (5) dan (6) termasuk
dalam idiom yang berbeda satuan gramatikalnya. Idiom orangtua pada contoh (3)
makna idiomnya adalah ‘ayah ibu (sekandung)’ (Chaer, 1986:128) termasuk satuan
gramatikal kata. Idiom hujan akan tumpah pada contoh (4) makna idiomnya adalah ‘
hujan akan turun’ termasuk satuan gramatikal klausa. Idiom sebatang pohon kara di
tengah padang pada contoh (5) makan idiomnya adalah ‘tidak mempunyai sanak
saudara’. Idiom di mana ada kemauan di situ ada jalan pada contoh (6) makna
idiomnya adalah ‘selama ada tekad dan usaha segala sesuatu tentu dapat dikerjakan’
termasuk satuan gramatikal kalimat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa idiom
dapat dibedakan berdasarkan satuan gramatikalnya. Oleh sebab itu, masalahnya
adalah apa saja satuan gramatikal idiom yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi
karya Andrea Hirata.
Masalah kedua yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah kategori unsur
idiom yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata, seperti terdapat
dalam contoh berikut:
(8) Laki-laki positif mencerna setiap usulan, memikirkannya dengan
lapangdada. .(Sang Pemimpi, hlm.189)
Idiom masuk akal (7) mempunyai makna ‘dapat diterima oleh akal (Chaer,
1986:177) dan lapang dada (8) yang mempunyai makna ‘sabar’ (Chaer, 1986:103)
termasuk dalam kategori yang berbeda. Idiom masuk akal terbentuk dari verba
masuk dan nomina akal termasuk dalam kategori verba karena dapat dinegatifkan
menggunakan kata tidak, tetapi tidak dapat dinegatifkan dengan kata bukan.
Perhatikan pembuktian berikut.
(7a) Hebat sekali teorimu, Rai!! Tidak Masuk akal sama sekali! Jimbron mau kauapakan??!!
(7b) * Hebat sekali teorimu, Rai!! Bukan masuk akal sama sekali! Jimbron mau kauapakan??!!
Idiom lapang dada (8) terbentuk dari adjektiva lapang dan nomina dada
termasuk kategori adjektiva karena dapat didahuli oleh kata sangat. Perhatikan
pembuktian berikut.
(8a) Laki-laki positif mencerna setiap usulan, memikirkannya dengan
sangat lapangdada
(8b) *Laki-laki positif mencerna setiap usulan, memikirkannya dengan tidak lapangdada.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa idiom memiliki kategori kata unsur
idiom tertentu. Permasalahannya, apa saja kategori unsur idiom yang terdapat dalam
novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata? Hal tersebut menjadi permasalahan kedua
Masalah ketiga yang dibahas dalam penelitian ini adalah jenis idiom
berdasarkan kepenuhan maknanya yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya
Andrea Hirata, seperti terlihat dalam contoh berikut.
(9) Aku, Arai, dan Jimbron tak menghiraukan penonton pria dan wanita yang gaduh dalam pertentangan. Beberapa di antara mereka sampai berdiri perang mulut. (Sang Pemimpi, hlm.111)
(10) Namun, kini yang tertinggal untuk kami di tengah malam buta ini hanyalah sebaris pesan dari orangtua. (Samg Pemimpi, hlm.234)
Idiom perang mulut dalam contoh (9) yang mempunyai makna ‘bertengkar’
(Chaer, 1986:138) dan idiom malam buta dalam contoh (10) yang mempunyai
makna ‘malam yang gelap sekali; tanpa bintang dan bulan’ (Chaer, 1986:144)
termasuk dalam jenis idiom yang berbeda berdasarkan kepenuhan maknanya. Idiom
perang mulut termasuk jenis idiom penuh. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
mengganti secara keseluruhan idiom perang mulut dengan ungkapan maknanya, yaitu
‘bertengkar’. Perhatikan contoh berikut:
(9a) Aku, Arai, dan Jimbron tak menghiraukan penonton pria dan wanita yang gaduh dalam pertentangan. Beberapa di antara mereka sampai berdiri bertengkar.
Idiom malam buta dalam contoh (10) termasuk jenis idiom sebagian. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan mengganti salah satu unsur yang mengandung
makna idiom, yaitu kata buta, dengan ungkapan maknanya ‘yang gelap sekali’.
Perhatikan contoh berikut.
Uraian tersebut membuktikan bahwa buta merupakan unsur idiomnya,
sedangkan malam masih mempertahankan makna leksikalnya. Berdasarkan contoh
(9) dan (10), jenis idiom yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea
Hirata merupakan permasalahan ketiga yang akan dibahas dalam penelitian ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.2.1 Apa saja satuan gramatikal idiom yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi
karya Andrea Hirata ?
1.2.2 Apa saja kategori unsur idiom yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi
karya Andrea Hirata ?
1.2.3 Apa saja jenis idiom berdasarkan kepenuhan makna yang terdapat dalam
novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata ?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan
idiom dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata. Secara khusus tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.3.1 Mendeskripsikan satuan gramatikal idiom yang terdapat dalam novel Sang
1.3.2 Mendeskripsikan kategori yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya
Andrea Hirata.
1.3.3 Mendeskripsikan jenis idiom berdasarkan kepenuhan makna yang terdapat
dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini berupa deskripsi satuan gramatikal, kategori, dan jenis
kepenuhan makna yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata.
Deskripsi tersebut memberikan manfaat teoritis bagi pengembangan linguistik,
khususnya semantik. Hasil penelitian ini juga memberikan manfaat praktis, yaitu
membantu pemakai bahasa menentukan satuan gramatikal, kategori idiom dan jenis
kepenuhan makna idiom. Hasil penelitian mengenai jenis kepenuhan makna idiom
dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu idiom penuh dan idiom sebagian
yang ternyata memiliki keterkaitan makna antara satu dan lainnya sehingga
mempermudah pengguna bahasa yang masih awam dalam membedakannya. Hal ini
juga melengkapi khazanah idiom dalam kamus idiom bahasa Indonesia.
1.5 Tinjauan Pustaka
Idiom dalam bahasa Indonesia telah dibahas dalam berbagai tulisan, antara
lain oleh Keraf (1984:109-110), Sudaryanto (1983:207), Badudu (1989:29),
Chaer(1986:76), Moeliono (1984:102), Soedjito (1988:101), Kridalaksana (1993:80)
berjudul Diksi dan Gaya Bahasa, menyebutkan bahwa idiom adalah pola-pola
struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya
berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau secara
gramatikal, dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya. Menurut
Keraf, idiom itu bersifat tradisional (setiap orang harus mempelajarinya sebagai
penutur asli) dan bukan bersifat logis maka untuk mengetahui makna sebuah idiom,
tidak mungkin hanya dari kata-kata yang membentuknya. Misalnya, frase makan
garam yang mempunyai makna idiom ‘berpengalaman’ , begitu pula dengan frase
makan hati, makan tangan, dan makankorban yang maknanya adalah ‘bersusah hati
(karena perbuatan orang lain)’, ‘kena tinju’, dan ‘merenggut korban’. Kata-kata di
atas tidak bisa diartikan berdasarkan kata-kata yang membentuknya tetapi hanya bisa
diartikan secara idiomatis.
Sudaryanto (1983:207), dalam Linguistik: Esai tentang Bahasa dan
Pengantar ke dalam Ilmu Bahasa, mengatakan bahwa sebuah idiom itu ada karena
adanya proses persubtansian peranan, yaitu adanya hubungan antara lambang dengan
yang terlambangkan secara tidak wajar. Maksudnya, ketidakwajaran itu tercipta
akibat adanya suatu unsur situasi yang berupa peristiwa. Misalnya idiom mengadu
domba tidak mendeskripsikan situasi ‘mengadu terhadap domba’ atau ‘domba
terhadap mengadu’ dari unsur situasi yang berupa peristiwa “mengadu domba”, tetapi
mengidentifikasi unsur situasi yang biasa dilambangkan dengan perkataan membuat
Badudu (1989:29), dalam Inilah Bahasa Indonesia yang Benar II,
menyebutkan idiom ialah ungkapan bahasa yang artinya tidak dapat dijabarkan dari
jumlah arti tiap unsurnya-unsurnya. Idiom itu telah membentuk satu kesatuan yang
padu sehingga harus muncul seperti itu, tidak boleh salah satu unsurnya dihilangkan.
Menurut Badudu, batasan idiom mencakup semua ungkapan teradat yang pemakaian
unsurnya tidak dapat diterangkan secara logis juga dianggap sebagai idiom seperti:
terdiri atas. Idiom terdiri atas terdiri atas kata terdiri dan diikuti kata atas. Setiap
unsur yang ada dalam idiom tersebut sudah membentuk satu kesatuan yang padu dan
salah satu unsurnya tidak boleh dihilangkan.
Dalam Inilah Bahasa Indonesia yang Benar III dijelaskan bahwa seringkali
orang tidak dapat menemukan hubungan logis antara makna tiap unsurnya dengan
makna idiomatisnya. Karena sudah teradat dan biasa dipakai, bentuk dan makna
idiom itu tidak terasa aneh. Sebagai contoh idiom gaji buta ‘upah yang diterima tanpa
bekerja’ tidak mempunyai hubungan logis antara makna kata gaji maupun buta
-dengan makna ‘upah yang diterima tanpa bekerja’. Contoh idiom seperti gaji buta
tidak terasa aneh bentuk dan maknanya karena sudah teradat dan biasa dipakai.
Chaer (1989:76), dalam Pengantar Semantik Bahasa Indonesia,
mengemukakan bahwa idiom adalah satuan bahasa (bisa berupa kata, frase, maupun
kalimat) yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal unsur-unsurnya
maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Chaer juga mengatakan bahwa
unsur-unsurnya. Chaer membagi idiom menjadi dua jenis, yaitu idiom penuh dan
idiom sebagian.
Moeliono (1989:177), dalam bukunya yang berjudul Kembara Bahasa:
Kumpulan Karangan Tersebar, menyatakan bahwa idiom adalah ungkapan bahasa
yang artinya tidak secara langsung dapat dijabarkan dari arti unsur-unsurnya.
Moeliono menjelaskan bahwa tidak ada alasan logis antara bentuk dengan makna
idiomatisnya sehingga untuk lebih memahaminya idiom harus dipelajari dan
dihafalkan. Misalnya bentuk salah lidah, tangan pertama dan uang muka tidak ada
alasan yang logis untuk memaknai bentuk idiom tersebut.
Soedjito (1988:101), dalam bukunya yang berjudul Kosa Kata Bahasa
Indonesia, menyatakan idiom adalah ungkapan bahasa berupa gabungan kata atau
frasa yang maknanya sudah menyatu dan tidak dapat ditafsirkan dengan makna
unsur-unsur yang membentuknya. Soedjito juga menjelaskan bahwa idiom terbentuk
atas kata yang digunakan untuk gabungan kata yang akan membentuk idiom.
Kridalaksana (1993:80), dalam Kamus Linguistik, menyatakan bahwa idiom
adalah konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna
anggota-anggotanya. Misalnya, makan garam dalam kalimat Orang itu sudah banyak makan
garam dalam hidupnya. Disini makna makan garam secara keseluruhan tidak sama
dengan makan maupun dengan garam. Makan garam memiliki makna yang tidak
sama dengan konstruksinya, yaitu ‘berpengalaman’.
Kristiana (2006), dalam skripsinya yang berjudul “Idiom Berunsur Nama
membentuk idiom, kategori kata yang dapat bergabung dengan nama benda sehingga
membentuk idiom, serta kategori dan pola idiom nama binatang.
Kurniawati (2005), dalam skripsinya yang berjudul “Kata Majemuk Idiomatis
dalam Tabloid Fantasi Tahun 2003,” menyatakan bahwa kata majemuk idiomatis
adalah gabungan dua kata atau lebih yang memiliki makna idiom. Dalam skripsi
tersebut juga dipaparkan tentang kategori kata majemuk idiomatis yang dibedakan
menjadi tiga kategori, yaitu kata majemuk idiomatis yang berkategori verba yang
berstruktur V + N dan V + Adj. kata majemuk idiomatis yang berkategori nomina
yang berstruktur N + N dan N + Adj. dan kata majemuk idiomatis yang berkategori
adjektiva yang berstruktur A + N. Dalam skripsi ini juga dibahas tentang jenis kata
majemuk idiomatis yang terdapat dalam tabloid Fantasi tahun 2003.
Setelah dilakukan tinjauan pustaka dari kajian Keraf (1984), Sudaryanto
(1983), Badudu (1989), Chaer (1986), Moeliono (1984), Soedjito (1988),
Kridalaksana (1993), Kristiana (2006) dan Kurniawati (2005) dapat dicatat bahwa
sudah pernah dilakukan kajian mengenai idiom yang berupa pengetahuan idiom
secara umum. Penelitian ini membahas tentang idiom yang terdapat dalam novel
Sang Pemimpi karya Andrea Hirata. Penelitian ini membuktikan bahwa dalam novel
terbitan mutakhir seperti Sang Pemimpi ternyata masih mempertahankan penggunaan
idiom-idiom yang secara umum sering digunakan dalam bahasa Indonesia.
Kekhususan penelitian ini terletak pada idiom itu termasuk satuan gramatikal,
kategori kata berunsur idiom dan juga jenis kepenuhan makna idiomnya. Oleh sebab
1.6Landasan Teori
Dalam landasan teori ini dipaparkan tentang pengertian idiom, pengertian
satuan gramatikal, kategori dan jenis idiom berdasarkan kepenuhan maknanya.
1.6.1 Pengertian Idiom
Menurut Chaer (1986:7), idiom adalah satuan bahasa (bisa berupa kata,
frasa maupun kalimat) yang maknanya tidak dapat ‘ditarik’ dari kaidah umum
gramatikal yang berlaku dalam bahasa tersebut atau tidak dapat diramalkan dari
makna leksikal unsur-unsur yang membentuknya. Dari definisi tersebut, dapat
dikemukakan bahwa idiom memiliki ciri yaitu, (i) idiom bisa berupa satuan bahasa
(kata, frasa, klausa dan kalimat), (ii) makna sebuah idiom tidak dapat ‘ditarik’ dari
kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia dan (iii) makna sebuah idiom tidak
dapat hanya dilihat dari kata-kata yang membentuknya. Misalnya, idiom kambing
hitam yang bermakna ‘orang yang dipersalahkan’ dan makan garam yang bermakna
‘berpengalaman’ kedua idiom tersebut mempunyai makna yang tidak bisa ‘ditarik’
dari kaidah bahasa Indonesia jika dilihat dari kata-kata yang menyusun idiom
tersebut.
1.6.2Satuan Gramatikal
Satuan gramatikal adalah satuan kebahasaan yang bermakna. Satuan
kebahasaan meliputi fona, fonem, silabel, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat,
paragraf dan wacana. Dari satuan kebahasaan tersebut, yang termasuk satuan
wacana. Sesuai dengan definisi idiom di atas, yaitu bahwa idiom itu berupa satuan
kata, frasa, klausa dan kalimat, maka dalam bagian ini dijelaskan tentang satuan
gramatikal kata, frasa, klausa dan kalimat.
1.6.2.1 Kata
Menurut Wijana (2009:33), kata adalah bentuk bebas yang terkecil yang tidak
dapat dibagi lagi menjadi bentuk bebas yang lebih kecil lagi. Bentuk bebas berupa
kata memiliki ciri dapat digabungkan dengan bentuk bebas yang lain. Misalnya dalam
kalimat berikut ini, Ibu akan pergi berbelanja kalimat tersebut terdiri dari 4 buah
kata, yakni ibu, akan, pergi dan berbelanja. Sebagai bentuk yang bebas ke empat kata
ini dapat digabungkan dengan menyisipkan bentuk bebas yang lain sehingga
didapatkan kalimat berikut, Pagi ini ibu akan pergi berbelanja sayuran. Kata dapat
dibedakan berdasarkan bentuknya. Pertama, kata berimbuhan adalah kata yang sudah
mendapat imbuhan atau afiks (prefiks, infiks, sufiks atau konfiks), misalnya
mendarah daging idiom tersebut mempunyai makna ‘sesuatu hal yang menjadi
kebiasaan’ , idiom darah daging ‘anak atau keturunan’ sudah mempunyai makna
yang berbeda bila pada kata darah tidak terdapat imbuhan ( me-).
Menurut Keraf (1980:123) kata majemuk adalah gabungan dua kata atau
lebih yang membentuk suatu kesatuan arti. Struktur kata majemuk tidak bisa
disisipkan dengan unsur lain karena gabungan itu sudah merupakan sebuah kesatuan.
Misalnya, kaki lima ‘pedagang yang menjajakan dagangannya dipinggir jalan’,
seperti kata dan. Jika bentuk kaki lima digunakan dalam sebuah kalimat disisipi kata
dan maka kalimat tersebut menjadi tidak gramatikal. Berdasarkan jenis maknanya
kata majemuk dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kata majemuk idiomatis dan
kata majemuk non-idiomatis (Kridalaksana, 1988:182). Kata majemuk idiomatis
adalah kata majemuk yang menyatakan makna idiom, sebagai contoh ‘naik darah ‘
marah sekali’ (Chaer,1986:124). Kata majemuk non-idiomatis adalah kata majemuk
yang mengandung makna leksikal, sebagai contoh ketua adat ‘orang yang dituakan
dalam suatu adat’.
Ketiga, kata ulang adalah kata yang terjadi sebagai hasil reduplikasi atau
pengulangan, misalnya bentuk idiom mata-mata yang mempunyai makna
‘penyelidik’ (Chaer, 1986:118).
1.6.2.2 Frase
Menurut Wijana (2009:46), frasa adalah gabungan kata yang tidak melewati
batas fungsi. Adapun yang dimaksud dengan fungsi adalah Subjek (S), Predikat (P),
Objek (O), pelengkap (pel), dan keterangan (K). Misalnya dalam kalimat Arab Saudi
dikenal sebagai negara padang pasir, bentuk idiom negara padang pasir yang
bermakna ‘negara di kawasan Timur Tengah’ (Chaer, 1986:125) terdiri dari satu kata
dan satu frase, yaitu kata negara dan frase padang pasir.
1.6.2.3 Klausa
Menurut Wijana (2009:54), klausa adalah satuan gramatikal yang bersifat predikatif dan melibatkan predikat sebagai unsur intinya. Misalnya dalam kalimat
bubur yang bermakna ‘sesuatu yang tidak bisa diubah lagi’ (Chaer, 1986:125) terdiri
atas nasi berfungsi sebagai subjek dan jadi bubur berfungsi sebagai predikat.
1.6.2.4 Kalimat
Menurut Wijana (2009:57) kalimat adalah satuan lingual yang diakhiri oleh
nada akhir selesai turun maupun nada akhir selesai naik. Berdasarkan jumlah
klausanya, kalimat dapat dibedakan menjadi kalimat tak berklausa, kalimat tunggal
dan kalimat majemuk. Idiom yang berbentuk kalimat contohnya adalah berupa
ungkapan, misalnya, kalau langkah sudah terlangkahkan, maka pantang dihelasurut
yang bermakna ‘bila pekerjaan sudah dimulai, jangan mundur bila menemui
kesukaran atau rintangan’ (Badudu, 1975:164) terdiri atas 2 klausa yaitu, klausa kalau
langkah sudah terlangkahkan dan klausa maka pantang dihela surut.
1.6.3 Kategori 1.6.3.1Katergori Kata
Kategori kata atau kelas kata adalah golongan kata yang sedikit banyak
prilaku formalnya sama dan diperlukan untuk mengungkapkan kaidah gramatikal
secara lebih sederhana (Kridalaksana, 1993:104).
Verba atau kata kerja adalah kelas kata yang memiliki fungsi utama sebagai
predikat. Kelas kata ini dalam bahasa Indonesia ditandai dengan adanya
kemungkinan dapat didampingi dengan kata tidak dan tidak dapat didampingi
dengan kata seperti sangat, lebih atau agak (Kridalaksana, 2007:51). Misalnya,
didampingi dengan kata tidak menjadi kakak tidak tidur di ruang tamu tetapi bila
didampingi dengan partikel agak menjadi *kakak agak tidur di ruang tamu.
Nomina atau kata benda dapat dilihat dari tiga segi, yaitu segi semantis, segi
sintaktis, dan segi bentuk. Dari segi semantis, nomina mengacu pada manusia,
binatang, benda, dan pengertian. Dari segi sintaktis, nomina mempunyai kedudukan
fungsi sebagai subjek, objek atau pelengkap. Nomina tidak dapat dinegatifkan dengan
menggunakan kata pengingkar tidak (Alwi dkk, 2003:213) nomina juga mempunyai
potensi untuk didahului oleh partikel dari. Misalnya, bentuk nomina kertas dalam
kalimat layang-layang itu terbuat dari bahan kertas contoh tersebut bila didampingi
dengan kata bukan menjadi layang-layang itu terbuat bukan dari bahan kertas.
Adjektiva adalah kategori kata yang menerangkan nomina, dapat ditandai oleh
kemungkinannya untuk bergabung dengan partikel tidak dan didampingi dengan
partikel seperti lebih, sangat dan agak. Misalnya, bentuk adjektiva aman dalam
kalimat Daerah lingkungan tempat tinggal Bayu cukup aman contoh tersebut bila
dinegatifkan dengan kata tidak menjadi Daerah lingkungan tempat tinggal Bayu
cukup tidak aman lalu jika didampingi dengan partikel sangat menjadi Daerah
lingkungan tempat tinggal Bayu cukup sangat tidak aman.
Adverbia adalah kategori yang dapat mendampingi adjektiva, numeralia, atau
preposisi dalam konstruksi sintaksis (Kridalaksana, 2007:81). Bentuk adverbia,
sangat, lebih, sudah, telah dsb. Misalnya, bentuk adverbia sudah dalam kalimat Ia
Kata tugas adalah kelas kata yang hanya memiliki arti gramatikal dan tidak
memiliki arti leksikal. Arti suatu kata tugas ditentukan bukan oleh kata itu secara
lepas, melainkan oleh kaitannya dengan kata lain dalam frase atau kalimat. Misalnya,
bentuk kata tugas seperti dan atau ke baru akan mempunyai arti apabila dirangkai
dengan kata lain seperti dalam kalimat berikut kakek dan nenek gemar berkebun dan
Adik sudah pergi ke sekolah.
1.6.3.2 Kategori Frase
Frase verba adalah kelompok kata yang unsur pusatnya verba misalnya frase
akan pergi, belum makan, tidak datang, dsb. (Wijana, 2009:48). Dalam kalimat Yulia
akan pergi berbelanja dalam contoh kalimat tersebut akan pergi merupakan frase
verba.
Frase nomina adalah kelompok kata yang unsur pusatnya nomina, bentuk
struktur kategorinya dapat bermacam-macam, misalnya (N + N), (N + V), (N + Adj),
dsb (Wijana, 2009:47). Misalnya, dalam kalimat ayah saya pergi membeli mejajati
contoh terdiri dari frase ayah saya dan frase meja jati tersebut unsur pusat frase
tersebut adalah nomina ayah dan meja.
Frase adjektiva adalah kelompok kata yang unsur pusatnya adjektiva.
Unsur-unsur yang menyertai Unsur-unsur pusat itu adalah kata-kata yang menyatakan tingkatan,
seperti sangat, kurang, lebih, agak, sekali, amat, dsb (Wijana, 2009:49). Misalnya,
dalam kalimat Kain ini terbuat dari bahan yang sangat tipis frase verba dalam contoh
Frase numeralia atau frase bilangan adalah kelompok kata yang unsur
pusatnya adalah numeralia dan unsur penyertanya adalah satuan (Wijana, 2009:50)
seperti, empat meter, seratus ekor, sebelas buah, sepuluh liter, dsb. Misalnya dalam
kalimat Ayah membeli sepuluh liter bensin di SPBU frase numeralia dalam contoh
tersebut adalah sepuluh liter.
Frase preposisional adalah kelompok kata yang ditandai dengan pereposisi.
Dalam hal ini, preposisi bukan sebagai unsur pusat, tetapi bersama-sama unsur yang
menyertainya saling melengkapi dalam bentuk frase itu. Adapun yang termasuk
dalam golongan kata preposisi di, dari, kepada, untuk, dsb (Wijana, 2009:51).
Misalnya, dalam contoh Pak pos memberikan surat itu kepada saya frase preposisi
dalam contoh tersebut adalah kepada saya.
Frase keterangan adalah kelompok kata yang unsur pusatnya adalah kata
keterangan (Wijana, 2009:52) misalnya, kata besok, tadi, kemarin, lusa, dsb. Bila
diikutii oleh atribut seperti siang, malam, petang, dsb akan membentuk frase
keterangan. Contoh, besok malam ayah mendapat undangan rapat RT frase
keterangan dalam contoh tersebt adalah besok malam.
1.6.3.3 Kategori Klausa
Klausa adalah satuan kebahasaan yang bersifat predikatif. Jadi, satuan lingual
ini melibatkan predikat sebagai unsur intinya. Kelas klausa dapat dibagi menjadi (a)
klausa verba, (b) klausa nomina (c) klausa. Masing-masing kategori klausa ini
ditentukan oleh kategori predikatnya.
Kategori pada kalimat didasarkan pada jumlah klausanya, yakni kalimat tak
berklausa kalimat, kalimat tunggal dan kalimat majemuk.
Kalimat tak berklausa adalah kalimat yang tidak terbangun dari klausa.
Kalimat-kalimat seruan yang hanya terbentuk dari kata seru, misalnya Wah! , Aduh! ,
Eh , Ssst, dsb.
Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri dari satu klausa. Subjek dan
predikat adalah unsur intinya (Wijana, 2009:59). Misalnya, Ayah akan membeli
(sebuah mobil bekas) (di Jalan Magelang), dalam situasi informal atau bila
bagian-bagian tertentu sudah diasumsikan diketahui, bagian-bagian-bagian-bagian kalimat itu dapat
dihilangkan sehinga bentuknya dapats seperti tuturan berikut ini, Yang membeli
mobil ayah. (Bukannya paman).
Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari dua klausa atau lebih dan
yang ditandai dengan adanya hubungan misalnya ditandai dengan dan, tetapi,
sedangkan, namun, bahkan, kemudian dsb. Misalnya kalimat Kami akan pergi ke
rumah sakit karena nenek sedang dirawat disana kalimat tersebut terdiri atas dua
klausa, yakni klausa kami akan pergi ke rumah sakit dan klausa nenek sedang
dirawat disana.
1.6.4 Jenis Idiom Berdasarkan Kepenuhan Maknanya
Idiom dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan kepenuhan maknanya,
idiom yang unsur-unsurnya sudah menjadi sebuah kesatuan makna. Perhatikan
contoh berikut.
(11) Seorang kuli yang buta nada, yang sadar betul dirinya tak’kan pernah bisa main gitar, ternyata mampu mendedikasikan dirinya sepenuh hati pada musik hanya untuk bisa membawakan satu lagu, satu lagu saja, demi menyampaikan jeritan hatinya pada belahan jiwanya. (Sang Pemimpi, hlm.201)
Idiom belahan jiwa yang mempunyai makna ‘kekasih’, termasuk dalam
bentuk idiom penuh. Hal tersebut terbukti karena kata belahan jiwa dapat diganti
secara keseluruhan dengan ungkapan maknanya. Perhatikan contoh berikut ini.
(11a) Seorang kuli yang buta nada, yang sadar betul dirinya tak’kan pernah bisa main gitar, ternyata mampu mendedikasikan dirinya sepenuh hati pada musik hanya untuk bisa membawakan satu lagu, satu lagu saja, demi menyampaikan jeritan hatinya pada kekasihnya.
Idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna
leksikal yang sebenarnya. Perhatikan contoh berikut.
(12) “Kiramu aku berdusta, Boi? Aku dengar sendiri dari Nyonya Pho, itu sudah berita basi”. (Sang Pemimpi, hlm:166)
Idiom berita basi yang mempunyai makna ’berita yang lama’ termasuk dalam bentuk
idiom sebagian karena kata basi dapat diganti salah dengan ungkapan ‘yang lama’.
Perhatikan contoh berikut
1.7 Metode Penelitian dan Teknik Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu pengumpulan data, analisis
data, dan penyajian analisis data. Pelaksaan pada setiap tahap digunakan metode dan
teknik tertentu sehingga ada metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik
pada tahap analisis data dan metode penyajian hasil analisis data.
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Objek dalam penelitian adalah idiom yang terdapat dalam novel Sang
Pemimpi karya Andrea Hirata. Data penelitian ini adalah kalimat atau gugus kalimat
yang mengandung idiom. Data diperoleh dari sumber tertulis yaitu novel Sang
Pemimpi karya Andrea Hirata. Novel ini merupakan buku kedua dari tetralogi Laskar
Pelangi. Novel ini diterbitkan oleh PT. Bentang Pustaka Yogyakarta, memiliki tebal
buku 288, dan mengalami beberapa cetak ulang hingga cetakan kedua puluh empat
November 2008. Novel ini merupakan novel best seller baik dalam skala nasional
hingga ke negeri tetangga seperti Malaysia.
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode simak dan teknik
simak bebas cakap. Metode simak adalah metode pengumpulan data dengan cara
mengamati dan menyimak langsung penggunaan bahasa, sedangkan teknik simak
bebas cakap adalah teknik pengumpulan data dengan cara menyimak dan mencatat
data berupa kalimat-kalimat dan gugus kalimat yang mengandung idiom yang
terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata pada kartu data
(Sudaryanto, 1993:132-133). Data yang sudah terkumpul diklasifikasikan
1.7.2 Metode dan Tahap Analisis Data
Langkah berikutnya adalah menganalisis data. Data yang sudah
diklasifikasikan kemudian dianalis dengan menggunakan metode padan, yaitu metode
yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue)
yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:13). Alat penentunya berupa referen bahasa
atau kenyataan yang ditunjuk oleh satuan kebahasaan. Metode padan merupakan
metode yang tepat digunakan karena idiom menyangkut permasalahan perbedaan
antara makna dengan unsur-unsur idiomatisnya. Metode padan digunakan untuk
menganalisis apakah bentuk suatu konstruksi merupakan sebuah idiom atau bukan.
Jika unsur-unsur satuan lingual memiliki makna yang berbeda maka itu merupakan
idiom. Metode padan yang dipergunakan adalah metode padan referensial.
(13) Sifat keras kepala arai tak bisa hilang. (Sang Pemimpi, 72)
Keras dalam keras kepala (13) tidak menunjuk pada referen tidak mudah
pecah tapi sudah membentuk makna baru karena sudah bergabung dengan kata
kepala yang bermakna ’tidak mau menuruti nasehat’. Dengan demikian keras kepala
termasuk dalam idiom.
Penelitian juga ini dilakukan dengan metode agih, yaitu metode penelitian
yang alat penentunya merupakan bagian dari bahasa langue itu sendiri (Sudaryanto,
1993:15). Teknik yang digunakan adalah teknik bagi unsur langsung. Misalnya,
kambing hitam dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu kata kambing yang berkategori
agih, yaitu teknik perluas dan teknik ganti. Teknik bagi unsur langsung adalah teknik
analisis data dengan cara membagi suatu konstruksi menjadi beberapa bagian atau
unsur dan bagian-bagian atau unsur-unsur itu dipandang sebagai bagian atau unsur
yang langsung membentuk konstruksi yang dimaksud (Sudaryanto, 1993:31).
Teknik perluas adalah teknik analisis data dengan cara memperluas satuan
kebahasaan yang dianalisis dengan menggunakan satuan kebahasaan tertentu
(Kesuma, 2007:59). Perhatikan contoh berikut ini.
(14) Jimbron bolos sekolah. Usai salat lohor dia sudah hilir mudik
di dermaga. (Sang Pemimpi, hlm.169)
(15) Ia mengejar-ngejar pembantunya yang jinak-jinak merpati di dapur. (Sang Pemimpi, hlm.107)
(16) “Kabar apa, Ikal...?“ jawabnya lembut. Walaupun langit akan tumpah, ia selalu senang. (Sang Pemimpi, hlm.159)
Bentuk idiom hilir mudik (14) ‘menganggur; tidak mempunyai pekerjaan’
(Chaer, 1986:71) merupakan idiom yang berkategori verba,. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan menambahkan kata tidak untuk menjadikan ke dalam bentuk
negatifnya tetapi tidak bisa menggunakan kata bukan. Perhatikan contoh berikut.
(14a) Jimbron bolos sekolah. Usai salat lohor dia sudah tidak hilir mudik di dermaga.
(14b) * Jimbron bolos sekolah. Usai salat lohor dia sudah bukanhilir mudik di dermaga.
Bentuk idiom jinak-jinak merpati (15) ‘perempuan yang nampaknya mudah
didapat, tetapi sebenarnya sangat sukar’ (Chaer, 1986:80) merupakan idiom yang
untuk menjadikan ke dalam bentuk negatifnya tetapi tidak bisa menggunakan kata
tidak. Perhatikan contoh berikut.
(14a) Ia mengejar-ngejar pembantunya yang bukan jinak-jinak merpati di dapur.
(14b) * Ia mengejar-ngejar pembantunya yang tidak jinak-jinak merpati di dapur.
Bentuk idiom langit akan tumpah (16) ‘mendung’ merupakan idiom yang
berkategori verba. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan menambahakan kata tidak
untuk menjadikan ke dalam bentuk negatifnya dengan mennyisipkannya sebelum
frase akan tumpah. Perhatikan contoh berikut.
(16a) “Kabar apa, Ikal...?“ jawabnya lembut. Walaupun langit tidak akan tumpah, ia selalu senang.
(16b) * “Kabar apa, Ikal...?“ jawabnya lembut. Walaupun langit belum akan tumpah, ia selalu senang.
Teknik ganti adalah teknik analisis data dengan cara mengganti satuan
kebahasaan tertentu di dalam suatu konstruksi yang bersangkutan (Kesuma, 2007:58).
Teknik ini digunakan untuk membuktikan jenis idiom berdasarkan kepenuhan makna
idiom unsur-unsurnya. Perhatikan contoh berikut.
(17) Ia kenyang pengalaman asam garam. (Sang Pemimpi, hlm.164)
(18) Kapal merapat ke bibir dermaga lalu kelasi tadi menebar jalinan jala yang disambut dua orang di bawah. (Sang Prmimpi, hlm.226)
Bentuk idiom asam garam (17) merupakan jenis idiom penuh. Hal tersebut
dapat dibuktikan dengan mengganti secara keseluruhan bentuk idiom asam garam
dengan menggunakan ungkapan maknanya ‘susah senang’ (Chaer, 1986:22).
(17a) Ia kenyang pengalaman susah senang.
Bentuk idiom bibir dermaga (18) merupakan jenis idiom sebagian. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan mengganti salah satu unsur yang mengandung
unsure idiom, yaitu kata bibir dangan maknanya ‘tepi’.
Perhatikan contoh berikut.
(18a) Kapal merapat ke tepi dermaga lalu kelasi tadi menebar jalinan jala yang disambut dua orang di bawah.
1.7.2 Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Dalam penelitian ini hasil analisis data disajikan dengan menggunakan
metode informal dan metode formal. Penyajian hasil analisis data dengan
menggunakan metode informal adalah suatu penyajian hasil analisis dengan
menggunakan kata-kata biasa. Penyajian hasil analisis data dengan menggunakan
metode formal adalah suatu penyajian hasil analisis dengan menggunakan kaidah
bahasa dengan memanfaatkan pengunaan rumus, lambang, tabel, tanda, bagan, dsb
(Sudaryanto, 1993:145). Tanda yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanda
bintang (*) dipakai untuk menandai bahwa suatu ujaran yang disebutkan tidak
gramatikal dan tanda petik tunggal (’...’) dipakai untuk menandai makna idiom.
1.9 Sistematika Penyajian
Sistematika penyajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Penelitian
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan masalah,
landasan teori, metode penelitian dan sistematika penelitian. Latar belakang
menguraikan tentang alasan mengapa penulis melakukan penelitian ini. Rumusan
masalah menguraikan tentang msalah-masalah yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini. Tujuan penelitian mendeskripsikan tujuan penelitian ini. Manfaat
penelitian memaparkan manfaat yang bisa diambil dari hasil penelitian ini. Tinjauan
pustaka membahas tentang pustaka yang mempunyai kaitan tentang idiom. Landasan
teori menyampaikan teori yang digunakan sebagai landasan teori. Metode penelitian
menjelaskan tentang teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan
teknikpenyajian hasil analisis. Sistematika penyajian menguraikan tentang urutan
hasil penelitian terhadap penelitian ini. Bab II berisi tentang satuan gramatikal idiom
yang mencakup kata, frase, klausa dan kalimat. Bab III berisi tentang kategori idiom
yang mencakup apakah idiom itu termasuk verba, nomina, dan adjektiva. Bab IV
berisi tentang jenis idiom berdasarkan kepenuhan makna idiomnya. Bab V
merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan hasil analisis data dan saran untuk
2.1 Pengantar
Dalam bab II dibahas tentang satuan gramatikal idiom yang terdapat dalam
novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata. Pembahasan mengenai satuan gramatikal
ini meliputi (i) idiom yang bertataran kata, (ii) idiom yang bertataran frasa, (iii)
idiom yang bertataran klausa, dan (iv) idiom yang bertataran kalimat.
2.2 Idiom yang Bertataran Kata
Idiom yang bertataran kata dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata
dapat bedakan menjadi tiga, yaitu (i) idiom yang bertataran kata berimbuhan, (ii)
idiom yang bertataran kata majemuk, dan (iii) idiom yang bertataran kata ulang.
2.2.1 Idiom yang Bertataran Kata Berimbuhan
Idiom yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata dapat
digolongkan ke dalam bentuk kata berimbuhan, jika mendapat imbuhan berupa
prefiks. Berikut ini adalah contohnya.
(19) Atau mungkin juga aku bertindak tolol karena persekongkolan kami sudah mendarah daging. (Sang Pemimpi, hlm.41)
(20) Kami memutar otak dengan keras. (Sang Pemimpi, hlm.102) (21) Kebiasaan asalah racun, rutinitas tak lain adalah seorang
pembunuh berdarah dingin. (Sang Pemimpi, hlm.215) (22) Setelah kejadian itu, Pak Mustar berubah menjadi seorang
guru bertangan besi. (Sang Pemimpi, hal.10)
(23) Sesungguhnya, aku dan Arai masih bertalian darah.
(Sang Pemimpi, hlm.24)
(24) Anehnya puteri kecil Mei-Mei justru senang bukan main melihat kami beradu otot. (Sang Pemimpi, hlm.46)
(25) “Pakai waktumu untuk belajar!! Awas!! Sempat tertangkap
tangan kau nonton di situ, rasakan akibatnya!!” (Sang
Pemimpi, hlm.96)
(26) Berhati-hatilah Ikal, sebab tentunya dia mengambil berat
perkara itu. (Sang Pemimpi, hlm.133)
(27) Kami seperti pesakitan di ruang sidang, seperti maling
tertangkap basah membongkar kandang ayam. (Sang Pemimpi, hlm.116)
(28) “Kau habiskan waktu mudamu hanya untuk membanting
tulang? Aiiiih…mengapa keras sekali pada dirimu sendiri…?? (Sang Pemimpi, hlm.99)
Idiom mendarah daging (19) ‘menjadi kebiasaan; meresap benar dalam hati’
memutar otak (20) ‘memikirkan dengan susah payah dan sungguh-sungguh’ (Chaer,
1986:143), berdarah dingin (21) ‘kejam’ (Chaer, 1986:53), bertangan besi (22)
‘bertindak dengan keras dan kejam’ (Chaer, 1986:167), bertalian darah (23)
‘berkerabat; seketurunan’ (Chaer, 1986:165), beradu otot (24) ‘berkelahi’ (Chaer,
1986:16), tertangkap tangan (25) ‘ketahuan; kedapatan’ (Badudu, 1975:291),
mengambil berat (26) ‘terlalu mengacuhkan (mengindahkan,memperhatikan,) (Chaer,
1986:17), tertangkap basah (27) ‘ketahuan dan ditangkap ketika sedang melakukan
kejahatan’ (Chaer,1986:169),), membanting tulang (28) ‘bekerja keras’ (Chaer,
2.2.2 Idiom yang Bertataran Kata Majemuk
Idiom yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata dapat
digolongkan ke dalam bentuk kata majemuk jika gabungan dari dua kata atau lebih
yang menyusunnya membentuk suatu kesatuan arti. Berikut ini dipaparkan
contohnya.
(29) Hebat sekali teorimu, Rai! Tak masuk akal sama sekali! Jimbron mau kauapakan??!! (Sang Pemimpi, hlm.3)
(30) Abrakadabara! Sim salabim! Tak tau karena campur tangan jin,
ilmu hitam, berkah sajen pada raja setan atau sugesti rasa sakit pada gigi itu lenyap saat itu juga. (Sang Pemimpi, hlm.57) (31) Di sampingnya, Arai, biang keladi seluruh kejadian ini, lebih
menyedihkan. (Sang Pemimpi, hlm.2)
(32) Abrakadabara! Sim salabim! Tak tau karena campur tangan jin, ilmu hitam, berkah sajen pada raja setan atau sugesti rasa sakit pada gigi itu lenyap saat itu juga. (Sang Pemimpi, hlm.57) (33) “Jangan, Bron. Kau kerja keras untuk tabungan itu?” (Sang Pemimpi, hlm.218)
(34) Sejak pertama kali melihatnya waktu hari pendaftaran di SMA Arai telah jatuh hati pada Nurmala. (Sang Pemimpi, hlm.187) (35) “Di sekitar peti tukang parkir berteriak-teriak menimpali obralan
pedagang Minang yang menjual baju di kaki lima. (Sang Pemimpi, hlm.20)
(36) Nasib kami di ujung tanduk. (Sang Pemimpi, hlm.18)
(37) Daratan ini mencuat dari perut bumi laksana tanah yang dilantakkan tenaga dahsyat kataklismik. (Sang Pemimpi, hlm.1)
(38) Dan di sini, di sudut dermaga ini, dalam sebuah ruangan yang asing, aku terkurung terperangkap, mati kutu. (Sang Pemimpi, hlm.1)
(39) Ratusan tahun mereka menanggungkan sakit hati sebab kalah bertikai. (Sang Pemimpi, hlm. 3)
(40) Bayangan tiga orang pria berkelebat, memutus sinar stainless tadi dan sekarang pemisah kami dengan nasib buruk hanya beberapa keping papan tipis. (Sang Pemimpi, hlm. 4)
(42) Dalam sandiwara memerangi kaum Quraish pada acara di balai desa, aku berperan selaku Khalifah Abu Bakar, Arai berkeras ingin menjadi panglima besar Hamzah. (Sang Pemimpi, hlm.31) (43) Aku menyesal telah mengubah sisiranku dan di ambang pintu itu
aku demam panggung. (Sang Pemimpi, hlm.35)
(44) Mak Cik menerimanya dengan canggung dan berat hati. (Sang Pemimpi, hlm.39)
(45) Tubuhku yang dari tadi kaku karena tegang mengantisipasi rencana Arai kini pelan-pelan merosot sehingga aku terduduk di balik daun pintu. (Sang Pemimpi, hlm.51)
(46) Rupanya setelah sebatang kara seperti Arai, ia menjadi anak asuh
sang pendeta. (Sang Pemimpi, hlm.60)
(47) Ia berusaha sekuat tenaga, panik, dan jatuh bangun terseok-seok membonceng ayahnya yang sesak napas sembil kesusahan memeganginya. (Sang Pemimpi, hlm.61)
(48) Kami tak bisa menahan cekikikan sampai perut kaku. (Sang Pemimpi, hlm.65)
(49) Sehebat muslihat Casanova, kenyataannya, setiap melirik Arai, Nurmala tampak seperti orang terserang penyakit angin duduk. (Sang Pemimpi, hlm. 76)
(50) Di televisi balai desa kami menyimak ulasan Ibu Toeti Adhitama tentang sepak terjang seorang patriot muda Mujahiddin yang baru saja menumbangkan komandan resien utara Tentara Merah Rusia. (Sang Pemimpi, hlm.83)
(51) Arai sudah tak bisa lagi merasakan sakit, ia mati rasa. (Sang Pemimpi, hlm.98)
(52) Lalu suatu pagi buta, kami merasa lelah setelah pontang-panting memikul ikan. (Sang Pemimpi, hlm.99)
(53) Ia memang tidak dilahirkan ke muka bumi ini untuk banyak-banyak mengunakan akal. (Sang Pemimpi, hlm.100)
(54) Berapa di antara mereka sampai berdiri perang mulut. (Sang Pemimpi, hlm.111)
(55) Aku juga sakit hati pada pak Mustar yang ketet mengawasi pekerjaan kami. (Sang Pemimpi, hlm.129)
(56) Setiap ia angkat bicara , para pedagang ikan di stanplat melepaskan apa pun yang sedang dikerjakan. (Sang Pemimpi, hlm.164)
(58) Istrinya itu hitam manis, bergelora, masih seperti anak SMP, dan sibuk mengunyah permen lolly pop. (hlm.190)
(59) Seorang kuli yang buta nada, yang sadar betul dirinya tak’kan pernah bisa main gitar, ternyata mampu mendedikasikan dirinya sepenuh hati pada musik hanya untuk bisa membawakan satu lagu, satu lagu saja, demi menyampaikan jeritan hatinya pada
belahan hati. (Sang Pemimpi, hlm.201)
(60) Salut juga ia dengan kami yang tahan banting. (Sang Pemimpi, hlm.223)
(61) Kapal merapat ke bibir dermaga lalu kelasi tadi menebar jalinan jala yang disambut dua orang di bawah. (Sang Pemimpi, hlm.226)
(62) Namun, kini hanya tertinggal untuk kami di tengah malam buta
ini hanya sebaris pesan dari orang tua. (Sang Pemimpi, hlm.234) (63) .Aku menjadi kurus tapi keras berisi, hitam legam seperti aspal. (Sang Pemimpi, hlm.242)
(64) Aku merasa besar hati pada kekuatan mental Arai. (Sang Pemimpi, hlm. 209)
(65) Dengan mudah, ia merengut carik-carik pertahanan terakhir babunya itu dan saat itu pula dengan amat jeli menghindari gunting tajam Badan Sensor, sang sutradara lemah iman itu menalihkan kamera dari adegan yang tidak pantas itu. (Sang Pemimpi, hlm.110)
Idiom masuk akal (29) ‘dapat diterima oleh akal; tidak aneh; wajar’ (Chaer,
1986:117), ilmu hitam (30) ‘pengetahuan / kepandaian yang dipakai untuk berbuat
kejahatan’ (Chaer, 1986:74), campur tangan (31) ‘ikut memasuki perkara atau
urusan orang lain’ (keikutsertaan) (Chaer, 1986:45), biang keladi (32) ‘orang yang
menjadi pemimpin (penganjur, dsb) suatu tindakan kejahatan (keributan, keonaran,
dsb) (Chaer, 1986:34), kerja keras (33) ‘melakukan suatu pekerjaan dengan
bersungguh-sungguh’ (susah payah) (Badudu, 1975:145), jatuh hati (34) ‘menaruh
cinta kasih’ (Chaer, 1986:79), kaki lima (35) ‘ pedagang yang menjajakan
membahayakan (mengkhawatirkan, gawat) (KBBI, 2008:1519), perut bumi (37)
‘bagian bumi yang di tengah-tengah (di dalam)’ (Badudu, 1975:138), mati kutu (38)
‘tidak dapat berbuat apa-apa lagi (karena malu, takut tidak mempunyai kekuatan lagi,
dsb)’ (Chaer, 1986:119), sakit hati (39) ‘merasa tidak senang, dendam, benci, dsb’
(Chaer, 1986:151), nasib buruk (40) ‘kemalangan’ (Chaer, 1986:125), anak angkat
(41) ‘anak orang lain yang diambil (dipelihara) serta disahkan secara hukum sebagai
anak sendiri’ (KBBI, 2008:56), panglima besar (42) ‘pemimpin dalam kemiliteran
yang tinggi’ (Chaer, 1986:132), demam panggung (43) ‘rasa takut atau gentar
untuk naik ke atas panggung’ (Chaer, 1986:54), berat hati (44) ‘merasa segan’
(Chaer, 1986:32), daun pintu (45) ‘papan penutup pintu’ (KBBI, 2008:298), anak
asuh (46) ‘anak yang diberi biaya pendidikan (oleh seseorang)’ (KBBI, 2008:56),
jatuh bangun (47) ‘susah payah’ (Chaer, 1986:78), perut kaku (48) ‘sakit perut’ ,
angin duduk (49) ‘penyakit masuk angin yang tetap’ (Chaer, 1986:20), sepak terjang
(50) ‘tingkah laku; perbuatan’ (Chaer, 1986:157), mati rasa (51) ‘tidak mempunyai
perasaan lagi’ (Chaer, 1986:119), pagi buta (52) ‘pagi-pagi sekali’ (Chaer,
1986:129), muka bumi (53) ‘alam tempat tinggal manusia’ (Chaer, 1986:121),
perang mulut (54) ‘berbantah dengan kata-kata yang kasar dan keras’ (Chaer,
1986:138), sakit hati (55) ‘merasa tidak senang (dendam, benci, dsb) karena
dihinakan, dsb’ (Chaer, 1986:151), angkat bicara (56) ‘mulai berbicara’ (Chaer,
1986:20), buta nada (57) ‘tidak tahu sedikit pun tentang nada musik’ hitam manis
(58) ‘hitam tetapi bersih dan elok’ (Chaer, 1986:72), belahan hati (59) ‘kekasih;
dermaga (61) ‘tepi dermaga’ (KBBI, 2008:187), malam buta (62) ‘malam yang
gelap sekali tanpa bulan dan bintang’ (Chaer, 1986:115), hitam legam (63) ‘hitam
sekali’ (Chaer, 1986:72), besar hati (64) ‘merasa bangga’ (Chaer, 1986:34), lemah
iman (65) ‘mudah tergiur (tergoda) dengan bujuk rayu’ (Chaer, 1986:107) merupakan
idiom yang berbentuk kata majemuk.
2.2.3 Idiom yang Bertataran Kata Ulang
Idiom dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata juga ada yang
berbentuk kata ulang yaitu, idiom yang terjadi dari pengulangan kata. Berikut ini
contohnya.
(66) “Pak Mustar punya mata-mata di mana-mana. Jangan coba-coba. Kalian tak’kan bisa masuk!!” (Sang Pemimpi, hlm.102)
Idiom mata-mata dalam contoh (66) ‘penyidik’ (dalam hal ini ‘orang yang
dipercaya’) (Chaer, 1986:118) termasuk kata ulang seluruh, artinya pengulangan
seluruh bentuk dasarnya tanpa proses perubahan bunyi ataupun pembubuhan afiks.
2.3 Idiom yang Bertataran Frasa
Idiom dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata termasuk satuan
gramatikal frasa jika tidak melampaui batas fungsi.
(67) Arai adalah sebatang pohon kara di tengah padang karena hanya tinggal sendiri satu garis keturunannya. (Sang Pemimpi, hlm.26) (68) Ia mengejar-ngejar pembantunya yang jinak-jinak merpati di
dapur. (Sang Pemimpi, hlm.107)
Idiom sebatang pohon kara di tengah padang (67) ‘tidak mempunyai sanak
saudara’ (Chaer, 1986:155), di ambang pintu (68) ‘ketika berlangsung’ (Chaer,
1986:16), jinak-jinak merpati (69) ‘perempuan yang nampaknya mudah didapat,
tetapi sebenarnya sangat sukar’ (Chaer, 1986:80), dan gunting yang tajam (70) ‘solusi
yang tepat’ (Badudu, 1975:321) termasuk frasa karena tidak melewati batas dari pada
fungsi, yaitu hanya mengisi satu fungsi.
2.4 Idiom yang Bertataran Klausa
Idiom dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata dapat digolongkan sebagai klausa jika sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat. Berikut iini
contohnya.
(70) Pukul empat sore nanti hujan akan tumpah, tak berhenti sampai jauh malam, demikian di kota pelabuhan kecil Magai di Pulau Belitong, sampai Maret tahun depan. (Sang Pemimpi, hal. 4) (71) “Kabar apa, Ikal...?“ jawabnya lembut. Walaupun langit akan
tumpah, ia selalu senang. (Sang Pemimpi, hlm.159)
Berikut ini dikemukakan struktur idiom yang berbentuk klausa pada contoh (70a) dan
(71a).
(70a) Pukul empat sore nanti hujan akan tumpah, tak berhenti sampai jauh
S P
malam, demikian di kota pelabuhan kecil Magai di Pulau Belitong,
(71a) “Kabar apa, Ikal...?“ jawabnya lembut. Walaupu langit akan tumpah,
S P
ia selalu senang.
Idiom hujan akan tumpah pada contoh (70) ‘hujan akan turun’ dan langit
akan tumpah pada contoh (71) ‘mendung’ merupakan idiom yang berbentuk klausa
karena terdiri atas subjek dan predikat.
2.5 Idiom yang Bertataran Kalimat
Idiom dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata yang berbentuk
kalimat adalah sebagai berikut.
(72) Di mana ada kemaunan, di situ ada jalan. Pepatah lama yang dianut semua bangsa di muka bumi, benar adanya. Sungguh benar adanya. (Sang Pemimpi, hlm.104)
Idiom di mana ada kemaunan, di situ ada jalan ‘selama ada tekad dan usaha
segala sesuatu tentu dapat dikerjakan’ (Badudu, 1975:551) pada contoh (72)
merupakan idiom yang berbentuk kalimat.
3.1 Pengantar
Dalam BAB III dibahas tentang kategori idiom yang terdapat dalam novel
Sang Pemimpi karya Andrea Hirata. Pembahasan kategori idiom ini meliputi (i)
kategori idiom bertataran kata, (ii) kategori idiom bertataran frasa, dan (iii) kategori
idiom bertataran kalimat.
3.2 Kategori Idiom Bertataran Kata
Kategori idiom yang bertataran kata dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea
Hirata dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (i) kategori idiom bertataran kata
berimbuhan, (ii) kategori idiom bertataran kata majemuk, dan (iii) kategori idiom
bertataran kata ulang.
3.2.1 Kategori Idiom Bertataran Kata Berimbuhan
Kategori idiom yang bertataran kata berimbuhan yang terdapat dalam novel
Sang Pemimpi karya Andrea Hirata yang berkategori verba adalah sebagai berikut.
(73) Atau mungkin juga aku bertindak tolol karena persekongkolan kami sudah mendarah daging.