• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIDUP MENGGEREJA KONTEKSTUAL SEBAGAI UPAYA MENGHAYATI HIDUP BERIMAN KRISTIANI DI INDONESIA MASA KINI SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HIDUP MENGGEREJA KONTEKSTUAL SEBAGAI UPAYA MENGHAYATI HIDUP BERIMAN KRISTIANI DI INDONESIA MASA KINI SKRIPSI"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Disusun Oleh: PETRU S RIN TO

NIM : 021124017

P ROGRAM S TU D I ILMU P EN D ID IKAN KEKH U S U S AN P EN D ID IKAN AGAMA KATOLIK

J U RU S AN ILMU P EN D ID IKAN

FAKU LTAS KEGU RU AN D AN ILMU P EN D ID IKAN U N IVERS ITAS S AN ATA D H ARMA

▸ Baca selengkapnya: jelaskan dampak hidup beriman dan berpengharapan bagi dirimu

(2)
(3)
(4)

Skripsi ini kupersembahkan Kepada:

Lover of my soul JESUS CHRIST

Hanya karena kasih karunia-Mu maka semuanya dapat kulalui. Semoga persembahan ini berkenan kepada-Mu.

Bapak & Ibu Nasarius Abang Periyanto Kakak Mimiwati & Aneta

M. Moses

Keluarga Bapak Ranggono Para Katekis pewarta Yesus Kristus

(5)

(St. Agustinus, Confessiones)

“Engkau menciptakan kami bagi-Mu ya Tuhan Maka resahlah hati kami

Sampai kami beristirahat dalam Dikau.”

(6)
(7)

MASA KINI dipilih dengan berpangkal pada situasi hidup dalam masyarakat Indonesia, baik yang diakibatkan oleh perubahan alam maupun oleh perbuatan manusia. Dalam situasi seperti itu, masyarakat Indonesia mengalami persoalan hidup sosial dan guncangan sebagai umat beriman. Tidak jarang orang-orang dalam masyarakat berbuat menyimpang dari ajaran imannya karena bermacam-macam persoalan hidup seperti tekanan, desakan, ancaman dan hawa nafsu duniawi. Bertitik tolak pada situasi itu, maka skripsi ini dimaksudkan untuk membantu jemaat kristiani di Indonesia zaman sekarang dalam menghayati imannya.

Persoalan mendasar dalam skripsi ini adalah bagaimana upaya menghayati hidup beriman kristiani yang dibangun berdasar ajaran dan teladan Yesus Kristus? Mengikuti pola hidup Kristus berarti menentukan sikap yang diambil dalam menghadapi pelbagai situasi hidup. Gereja sudah cukup lama menghadirkan dirinya dalam kehidupan masyarakat dengan situasi hidup sebagai konteksnya, namun umat belum mencapai kesadaran iman yang sungguh memadai dalam menanggapi berbagai tuntutan masyarakat pada masa sekarang. Untuk sampai kepada hal itu, maka diperlukan pendampingan terus-menerus yang dapat menuntun umat agar sampai kepada penghayatannya. Sehubungan dengan itu, maka ditawarkan cara penghayatan iman kristiani dengan menjalani hidup menggereja yang kontekstual. Melalui penjelasan tentang hidup menggereja kontekstual tersebut, akan diberikan gambaran bagi umat tentang bagaimana hidup yang mencerminkan diri sebagai anggota Gereja di tengah masyarakat.

Pembahasan mengenai hidup menggereja secara kontekstual, mau memberi masukan kepada umat kristiani untuk secara terus menerus mewujudkan imannya dalam situasi hidup konkrit pada masa kini, di sini dan di manapun. Dengan mengkonkritkan sikap hidup yang diwariskan Yesus Kristus, diharapkan umat kristiani akan mampu memperkembangkan iman meskipun manusia telah menodai dirinya sebagai umat yang dikuduskan, asal manusia sendiri membuka diri kepada teladan dan ajaran yang telah diberikan-Nya. Untuk mempermudah umat dalam memahami upaya menghayati hidup beriman kristiani, maka ditawarkan katekese kontekstual. Melalui bentuk katekese tersebut diharapkan umat dapat lebih memahami hidup menggereja secara kontekstual sebagai bentuk penghayatan iman kristiani menanggapi masyarakat di tengah-tengah masyarakat Indonesia masa kini.

(8)

IN INDONESIA IN THIS ERA chosen was based on the situation of life of Indonesia people, both caused by the change of nature or by human action. In this situation like this, Indonesian people face a problem in the social life and a shock as the members of a religious community. Frequently people of God live in a life made to deviate different from teaching of their faith because of a various kind of life issues such as pressure, force, threat and worldly desire. Because of these, this thesis was aimed to help Christian people in Indonesia now to implemet their faith accordingly.

The basic issue in this thesis are how the effort to understand the faith life of Christians based on the teaching and model of Jesus Christ? Following the life style of Christ means to take the attitude in facing various kinds of life condition. The Church has been a long time to make herself exist in people life contextually. However, the faithful are in the stage of adequate consciousness of faith in response to various demands of people in this era. To reach this situation guidance continuously is needed that the faithful develop their understanding. Relating to this to live in christian faith contextually is effored how to live this is done by providing Christians of by reflecting them selves as the members of church in the middle of people.

The discussion on the life concept of church contextually wants to give the input to Christian people continuously to bring their faith into reality in the concrete life situation in this era, here and anywhere. By concreting the life of attitude inherited by Jesus Christ, it is hoped that Christians will be able to develop their faith though man has disgraced his holy life, if he opens himself to the teaching and model given by Him. To make Christians easier in understanding the faith life of Christian, contextual catechesese is offered. Trough the form of catecheses, it is hoped that Christians are more able to understand the life concept of Church contextually as a way of living Christian faith which is a response to how to live in such a life in Indonesia, this era.

(9)

kamu memenuhi hukum Kristus (Gal 6:2). Saling membantu dan menolong adalah kata-kata yang mudah diucapkan, namun tak mudah untuk dilaksanakan. Menjadi murid Kristus berarti dipanggil untuk melaksanakan tugas Gereja mengemban amanat Kristus melayani sesama yang membutuhkan pertolongan. Perkataan St. Paulus mengawali ungkapan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kasih, yang karena kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul HIDUP MENGGEREJA KONTEKSTUAL SEBAGAI UPAYA MENGHAYATI HIDUP BERIMAN KRISTIANI DI INDONESIA MASA KINI.

Skripsi ini ditulis berdasarkan keprihatinan penulis terhadap situasi kehidupan di Indonesia saat ini, dan terinspirasi oleh buku “Hidup Menggereja Kontekstual” yang ditulis oleh J.B. Banawiratma (ed.). Meskipun hidup menggereja sudah merupakan kegiatan Gereja sepanjang sejarahnya, namun situasi hidup dari hari ke hari, dan dari waktu ke waktu selalu berubah dan menantang Gereja. Oleh karena itu penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi anggota Gereja dan katekis khususnya agar dapat memperkembangkan hidup menggerejanya secara kontekstual melalui katekese yang sesuai pula. Selain itu, skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dengan diiringi rasa syukur

(10)

1. Romo Drs. H.J. Suhardiyanto, S.J. selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan perhatian, meluangkan waktu dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran, memberikan masukan yang berguna sehingga penulis dapat lebih termotivasi dalam menuangkan gagasan-gagasan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

2. Romo Drs. F.X. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. selaku Kaprodi, dosen pembimbing akademik, dan penguji skripsi yang telah membimbing, mengarahkan, dan menyemangati penulis selama studi sampai menyelesaikan skripsi di prodi IPPAK-FKIP-USD Yogyakarta.

3. Ibu Dra. J. Sri Murtini, M.Si. selaku penguji yang telah berkenan untuk menguji skripsi ini dan membimbing dalam proses studi.

4. Segenap staf dosen yang telah mendampingi selama studi di prodi IPPAK-FKIP-USD Yogyakarta.

5. Bapak Nasarius dan ibunda Marsia A. di Randau Jeka. Terima kasih atas segala usaha keras untuk semuanya dan juga doanya bagiku hingga studi ini selesai.

6. Saudara-saudariku: abang Periyanto, kak Mimiwati & Aneta, juga Moses yang telah memotivasi dan membantu baik secara moril maupun materiil hingga selesainya studi ini.

7. Rekan-rekan studi di IPPAK-FKIP-USD. Terima kasih atas kebersamaannya dan telah membantu dengan caranya masing-masing.

(11)
(12)

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

MOTTO... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Permasalahan ... 6

C. Tujuan Penulisan... 6

D. Metode Penulisan ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II. GEREJA SETURUT TELADAN DAN AJARAN YESUS KRISTUS MENANGGAPI SITUASI KEHIDUPAN DI INDONESIA ZAMAN SEKARANG ... 8

A. Pengertian Gereja ... 8

1. Gereja Dalam Kitab Suci ... 9

2. Gereja Menurut Konsili Vatikan II ... 11

B. Teladan dan Ajaran Yesus Kristus dalam Mewartakan Kerajaan Allah Pada Zaman-Nya ... 14

1. Yesus Kristus dan Tugas Perutusan-Nya ... 14

a. Yesus Putra Allah yang dikandung dari Roh Kudus... 14

b. Hidup, Karya, Sengsara, Wafat dan Kebangkitan-Nya ... 15

2. Teladan Yesus Kristus ... 21

(13)

3. Ajaran Yesus Kristus ... 32

a. Sabda Bahagia... 34

b. Garam Dunia dan Terang Dunia ... 35

c. Ajaran Yesus Menanggapi Hukum Taurat... 36

d. Ajaran Yesus Menanggapi Harta Duniawi dan Kekhawatiran .. 38

e. Ajaran Yesus Tentang Sesama... 40

C. Situasi Kehidupan Di Indonesia Zaman Sekarang... 41

1. Lingkungan Alam... 42

2. Situasi Kehidupan Masyarakat... 45

D. Gereja Menanggapi Situasi Kehidupan di Indonesia Zaman Sekarang... 49

BAB III. HIDUP MENGGEREJA KONTEKSTUAL SEBAGAI PRAKSIS MENGHAYATI IMAN KRISTIANI ... 60

A. Hidup Menggereja Kontekstual ... 60

B. Bentuk Hidup Menggereja ... 64

1. Komunitas Basis Kristiani ... 65

2. Komunitas Basis Manusiawi... 72

3. Komunitas Basis Antariman ... 74

C. Bidang-bidang yang Dapat Dijadikan Realisasi Hidup Menggereja .. 74

D. Tantangan Menggereja di Indonesia Zaman Sekarang ... 75

1. Lingkup Gerejawi ... 76

2. Lingkup Masyarakat ... 78

E. Hambatan Menggereja di Indonesia Zaman Sekarang ... 84

1. Ekstern Gereja... 84

2. Intern Gereja ... 84

F. Menghayati Iman Kristiani Dalam Hidup Menggereja... 85

1. Hidup Menggereja sebagai upaya menghayati Iman Kristiani ... 86

(14)

BANGKAN HIDUP MENGGEREJA KONTEKSTUAL DI

INDONESIA MASA KINI ... 91

A. Hakikat Katekese ... 92

B. Tujuan Katekese Kontekstual ... 98

C. Proses Katekese Kontekstual ... 99

D. Usulan Katekese Sebagai Alternatif untuk Mengembangkan Hidup Menggereja Kontekstual di Indonesia Masa Kini... 102

BAB V. PENUTUP... 119

A. Kesimpulan ... 119

B. Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA ... 123

(15)

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Lembaga Alkitab Indonesia Jakarta (2002). Alkitab Deuterokanonika halaman 6.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

AG : Ad Gentes, dekrit tentang kegiatan misioner Gereja. DV : Dei Verbum, konstitusi dogmatis tentang Wahyu Ilahi.

EN : Evangelii Nuntiandi, anjuran Apostolik Paus Paulus VI tentang Pewartaan Injil dalam dunia modern.

GS : Gaudium et Spes, konstitusi pastoral tentang Gereja dalam dunia Modern.

LG : Lumen Gentium, konstitusi dogmatis tentang Gereja. UR : Unitatis Redintegratio, Dekrit tentang Ekumenisme.

C. Singkatan Lain

Ansos : Analisis Sosial. Art. : Artikel

ASCAP : American Social Commission On Asia Pacific. BCC : Basic Christian Community.

BEC : Basic Ecclesial Community. CT : Catechesi Tradendae.

Ed. : Editor

(16)

ICG : International Crisis Group.

IOM : International Organization for Migration. FABC : Federation of Asian Bishop Conference.

IDRD : Institute of Dayakology Research and Development. KBAI : Komunitas Basis Antariman.

KBG : Komunitas Basis Gerejawi. KBK : Komunitas Basis Kristiani. KBM : Komunitas Basis Manusiawi.

KLMT : Kecil Lemah Miskin dan Tersingkirkan. KomKat : Komisi Kateketik.

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia.

LBH APIK: Lembaga Bantuan Hukum Perempuan Indonesia untuk Keadilan LBI : Lembaga Biblika Indonesia.

NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia. PIR : Perkebunan Inti Rakyat.

PKKI : Pertemuan Kateketik Keuskupan se-Indonesia. SAGKI : Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia. TKI : Tenaga Kerja Indonesia.

TKW : Tenaga Kerja Wanita. UU : Undang Undang.

YJP : Yayasan Jurnal Perempuan.

(17)

Pada bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai Latar Belakang, Rumusan Permasalahan, Tujuan penulisan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan. Agar semakin memperjelas berikut ini adalah uraiannya.

A. Latar Belakang

Dalam berbagai aspek kehidupan, negeri Indonesia dewasa ini sedang mengalami transisi menuju suatu perubahan pola kehidupan bernegara. Pengaruh globalisasi dan modernitas sangat mendominasi pola pikir dan prilaku masyarakat Indonesia. Manusia berubah seturut perkembangan zaman. Ada usaha dari manusia untuk hidup lebih baik. Tetapi, ironisnya manakala usaha itu dilakukan dalam berbagai aspek atau bidang kehidupan, negeri Indonesia dewasa ini malah mengalami banyak hal yang kurang diharapkan.

Kehadiran berbagai macam produk ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan warna tersendiri dalam kehidupan manusia zaman sekarang. Harapannya adalah dengan munculnya berbagai macam produk ilmu pengetahuan dan teknologi, martabat dan nilai-nilai luhur kemanusiaan semakin dijunjung tinggi dan manusia semakin dimanusiakan oleh sesama manusia tetapi yang terjadi adalah sebaliknya.

(18)

Adapun contoh-contoh dampak negatif dari berbagai kemajuan teknologi adalah hubungan antara pribadi manusia satu dengan yang lain menjadi jauh karena kesibukan masing-masing dan manusia dengan alam kurang harmonis. Dengan kemajuan alat komunikasi, idealnya orang yang terpisah secara geografis dapat berkomunikasi, tetapi yang terjadi dewasa ini hubungan pribadi manusia yang dekat pun semakin jauh. Seiring dengan perputaran arus zaman, umat manusia dewasa ini juga dipengaruhi dan dibayang-bayangi oleh ketakutan, kecemasan dan kegelisahan akibat bencana alam dan kriminalitas.

Bencana alam dalam hal ini misalnya banjir, gunung meletus, gempa bumi, lumpur panas, tsunami, angin topan, badai, dsb. Selain bencana alam yang sifatnya alamiah seperti yang telah disebutkan di atas, ada juga bencana yang timbul akibat perbuatan manusia yang tak bertanggung jawab. Contohnya tindakan kriminal itu misalnya pembunuhan, penganiayaan, perampokan, pemerkosaan, penculikkan, pemerasan, penipuan, penggusuran dan lain-lain. Situasi seperti itu menimbulkan ketakutan dan kecemasan yang mengakibatkan ketidakberdayaan dalam diri manusia sebagai makhluk yang mempunyai harkat dan martabat luhur yang mestinya diperjuangkan.

(19)

manusia mulai goyah ketika segala sesuatu yang tak mengenakkan hati terjadi. Manusia merasa bahwa Allah sudah tidak peduli dengan hidup mereka. Dari itu semua, muncul pertanyaan iman yang mendasar “bila Tuhan itu baik, mengapa dunia ini begitu buruk?” (Surat Gembala KAS APP 2007). Kegoncangan iman yang terjadi dalam batin manusia menjadi semakin kuat dan mengakibatkan martabat manusia di hadapan Tuhan mudah dimanipulasi.

Suara hati manusia mulai sulit didengarkan lagi sehingga manusia sebagai pribadi ciptaan Tuhan kerapkali melakukan tindakan yang tidak berorientasi pada nilai-nilai luhur hidup yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Menghadapi situasi masyarakat Indonesia yang demikian, sering membuat manusia berkonfrontasi dengan banyaknya persoalan yang datang dari dalam maupun dari luar pribadinya. Situasi ini terjadi juga dalam kehidupan umat kristiani. Meskipun umat kristiani selalu berpedoman pada amanat Injil yaitu iman, namun kadang-kadang penghayatan imannya tidak jujur. Jika bersikap jujur, iman sebenarnya cukup bagi umat krisiani untuk memperoleh pengharapan dan keselamatan dari Allah. Seperti yang tertulis dalam Iman Katolik (1996:160):

Iman merupakan sikap manusia dalam berelasi dengan Allah. Iman merupakan suatu sikap penyerahan diri seutuhnya kepada Allah. Tetapi tidak hanya itu, iman memberi dasar pada harapan yang dinyatakan dalam kasih. Dengan iman orang menyambut Allah yang datang kepadanya, dengan harapan orang mau mendatangi Allah sendiri.

(20)

kristiani di Indonesia pada masa kini. Dalam Pedoman Gereja Katolik Indonesia (1996:78) butir ke-118f ditulis:

Pada dasarnya menggereja menghendaki kebersamaan dan menuntut penghayatan dalam persekutuan, bukan individualis serta juga tidak hanya mencari keselamatan diri sendiri. Gereja harus bersifat partisipatif, memelihara dan mengembangkan cita rasa katolik, kerasan sebagai anggota Gereja, dan penuh keterlibatan di dalam Gereja. Dengan segala cara ia rela berperan serta agar Gereja betul-betul hidup.

Dengan berpedoman pada apa yang diungkapkan di atas, maka penulis mencoba menggagas hidup menggereja yang dapat menghantar umat kristiani pada penghayatan iman yang lebih hidup dengan menanggapi situasi hidup nyata. Walaupun situasi nyata yang dihadapi sangat sulit, namun mengingat ciri hakiki yang melekat pada sifatnya, Gereja tetap tidak boleh meninggalkan tugasnya membawa Kabar Gembira. Gereja harus terus mencari tanda yang memberi harapan keselamatan.

Pewartaan kabar gembira mesti menyentuh hati, sehingga orang yang mendengarnya mampu mengadakan perubahan dari dalam, bukan hanya terbatas pada masing-masing pribadi tetapi juga orang-orang sebagai komunio. Pewartaan Injil bukannya suatu ilusi tanpa kenyataan melainkan suatu jawaban bagi semua orang yang rindu berjumpa dengan Allah. Dengan cara itu, Gereja tampil sebagai Gereja yang mau bersentuhan dengan keprihatinan sesama, dan mau berakar pada tempat di mana ia tinggal sebagai konteks.

(21)

menjadi sesama bagi mereka yang memerlukan uluran tangannya. Tugas Gereja dalam perutusannya adalah mewartakan Kabar Gembira yakni warta keselamatan dan pembebasan yang datang dari Allah melalui Putra-Nya Yesus Kristus. Maka pewartaan Gereja harus berisikan kisah tentang Allah yang hadir menyertai manusia dan membebaskannya dari berbagai situasi yang membelenggu. Pewartaan tersebut akan semakin bermakna jika sungguh-sungguh dihayati dalam kehidupan sehari-hari. Bagi umat Kristiani teladan dan ajaran Yesus Kristus merupakan isi dari pewartaan yang perlu terus menerus dihayati.

Dalam situasi di Indonesia dewasa ini, bagaimana teladan dan ajaran Yesus Kristus tersebut dihayati oleh Gereja? Bukan hal yang mustahil jika pola hidup umat Kristiani seperti pola hiudp Yesus, maka setiap persoalan tidak akan menjadi masalah besar yang dapat merenggut kebahagian. Dan, agar pewartaan semakin membumi diperlukan suatu pemikiran dan daya refleksi yang mendalam dari setiap pribadi umat kristiani.

(22)

Dan akhirnya, berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan di atas, penulis mengambil judul skripsi HIDUP MENGGEREJA KONTEKSTUAL SEBAGAI UPAYA MENGHAYATI HIDUP BERIMAN KRISTIANI DI INDONESIA MASA KINI.

B. Rumusan Permasalahan

1. Apa arti Gereja dan dasar pelayanannya menanggapi situasi kehidupan di Indonesia zaman sekarang?

2. Apa arti hidup menggereja kontekstual sebagai upaya menghayati hidup beriman kristiani dalam situasi kehidupan di Indonesia masa kini?

3. Katekese macam apa yang perlu dikembangkan sebagai upaya mengembangkan hidup menggereja di Indonesia masa kini?

C. Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan arti Gereja dan dasar pelayanannya menanggapi situasi kehidupan di Indonesia zaman sekarang.

2. Menjelaskan arti hidup menggereja kontekstual sebagai upaya menghayati hidup beriman kristiani dalam situasi kehidupan di Indonesia masa kini.

3. Menunjukkan kemungkinan katekese yang perlu dikembangkan sebagai upaya mengembangkan hidup menggereja di Indonesia masa kini.

(23)

D. Metode Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini yang penulis gunakan adalah metode deskriptif analitis, yaitu mengolah sumber bahan atau literer yang berkaitan dengan judul yang dikemukakan dan ditunjang oleh sumber kepustakaan mengenai Gereja, Hidup Menggereja Kontekstual dan Katekese yang relevan.

E. Sistematika Penulisan

Bab I. Bab ini berisi Pendahuluan, Latar Belakang Penulisan Skripsi, Rumusan Permasalahan, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

Bab II. Bab ini berisi Pengertian Gereja, Teladan dan Ajaran Yesus Dalam Memaklumkan Kerajaan Allah Pada Zaman-Nya, Situasi Kehidupan di Indonesia, dan Gereja Menanggapi Situasi Kehidupan di Indonesia Dewasa Ini.

Bab III. Bab ini berisi Hidup Menggereja Kontekstual, Bentuk Hidup Menggereja, Bidang-bidang Hidup Menggereja, Tantangan Menggereja di Indonesia Zaman Sekarang, Hambatan Menggereja di Indonesia Zaman Sekarang, dan Menghayati Hidup Beriman Kristiani.

Bab IV. Bab ini berisi Katekese Kontekstual sebagai Upaya Mengembangkan Hidup Menggereja di Indonesia Masa Kini yang meliputi: Hakekat, Tujuan, Proses, Usulan, dan Contoh Persiapan Katekese Kontekstual. Bab V. Bab ini merupakan bagian terakhir dalam uraian skripsi. Di sini diuraikan

(24)

BAB II

GEREJA SETURUT TELADAN DAN AJARAN YESUS KRISTUS MENANGGAPI SITUASI KEHIDUPAN DI INDONESIA ZAMAN

SEKARANG

Pada bab kedua ini akan dibahas empat hal, yakni: Pengertian Gereja, Teladan dan Ajaran Yesus Kristus dalam Memaklumkan Kerajaan Allah pada Zaman-Nya, Situasi Kehidupan di Indonesia Zaman Sekarang, dan Gereja menanggapi Situasi Kehidupan di Indonesia Zaman Sekarang. Berikut adalah pembahasannya.

A. Pengertian Gereja

(25)

familiar dalam diri jemaat Kristiani. Pengertian dasar Gereja menurut Iman Katolik yaitu:

Kata Gereja berasal dari kata igereja dibawa ke Indonesia oleh para misionaris dari Portugis. Kata tersebut adalah ejaan Portugis untuk kata Latin ecclesia yang ternyata dari bahasa Yunani ekklesia. Namun Gereja bukan sembarang kumpulan, melainkan kumpulan orang yang amat khusus. Kata asing itu dipakai untuk menonjolkan kekhususannya, kadang-kadang dipakai kata jemaat atau umat, dan hal itu tepat juga. Tetapi perlu diingat bahwa jemaat ini sangat istimewa, maka disarankan lebih baik memakai kata “Gereja” saja yang dalam bahasa Yunani berarti memanggil. Jadi, Gereja adalah umat yang dipanggil Tuhan, itulah arti sesungguhnya Gereja (KWI, 1996:332).

Selanjutnya penulis akan memaparkan pengertian Gereja menurut Kitab Suci dan Dokumen Konsili Vatikan II yang jarang didengar dan dipahami oleh jemaat Kristiani pada umumnya.

1. Gereja Dalam Kitab Suci

Ada begitu banyak pengertian Gereja menurut Kitab Suci, namun pengertian Gereja berikut hanya diambil dari beberapa pengertian menurut Kitab Suci tersebut. Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, Gereja itu diartikan dalam kaitannya dengan pengalaman umat Israel sebagai yang dipanggil Allah. Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, Gereja diartikan dalam kaitannya dengan kehidupan para rasul yang beriman akan Yesus Kristus pada waktu itu. Menurut Iman Katolik (1996:332-333) dikatakan demikian:

(26)

nama yang dipakai untuk Gereja dalam Perjanjian Baru: Umat Allah, Tubuh Kristus, bait Roh Kudus. Ketiganya saling berkaitan satu sama lain.

Gereja sebagai Umat Allah merupakan istilah dari Perjanjian Lama. Yang paling menonjol dalam sebutan ini adalah bahwa Gereja itu umat terpilih Allah (1Ptr 2:9). Konsili Vatikan II dalam Lumen Gentium (LG, art.9), sebutan Umat Allah amat dipentingkan khususnya untuk menekankan bahwa Gereja bukanlah pertama-tama suatu organisasi manusiawi melainkan perwujudan karya Allah yang konkrit, tekanan ada pada pilihan dan kasih Allah. Konsili mau menekankan bahwa Gereja mengalami dirinya sungguh erat berhubungan dengan umat manusia serta sejarahnya (GS, art. 1), sekaligus Gereja itu majemuk yaitu dari bangsa Yahudi dan kaum kafir Allah memanggil suatu bangsa yang bersatu padu, bukan menurut daging melainkan dalam Roh (KWI, 1996:333).

(27)

Yunani, budak maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh (1Kor 12:12-13).

Tubuh tidak terdiri dari satu anggota, tetapi banyak anggota. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kamu semua adalah tubuh Kristus dan masing-masing adalah anggotanya (Ay. 27). Dalam Efesus 1:23 dikatakan bahwa jemaat adalah tubuh Kristus, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu (Kol 1:18.24), yang dimaksudkan ialah kesatuan jemaat dengan Kristus, oleh karena itu Kristus disebut kepala Gereja. Dari pada-Nyalah seluruh tubuh yang rapi tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota, menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih.

Dengan gambaran tubuh mau dinyatakan kesatuan hidup antara Gereja dan Kristus (Ef 4:16), Gereja hidup dari Kristus dan dipenuhi oleh daya ilahi-Nya (Kol 2:10). Gereja Bait Roh Kudus berarti Gereja sebagai Bait Allah tempat pertemuan dengan Allah. Gereja dibangun atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Yesus Kristus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi tersusun, menjadi Bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan tempat kediaman Allah di dalam Roh (Ef 2:20-22). Demikianlah Gereja disebut sebagai Bait Roh Kudus.

2. Gereja menurut Konsili Vatikan II

(28)

panggilan-Nya (UR, art. 6), Gereja dipanggil oleh Kristus kepada perubahan terus-menerus, sesuai yang dibutuhkannya sebagai lembaga manusiawi dan duniawi (Jacobs, 1987:11). Faham tentang diri Gereja dibahas dalam konstitusi dogmatis Konsili Vatikan II Lumen Gentium yang selanjutnya disingkat LG. Gereja tidak lagi berbicara mengenai makna melainkan sebagai misteri dengan titik pangkal adalah karya Allah Tri Tunggal, dan Gereja adalah Sakramen. Gereja dalam keseluruhannya dimengerti sebagai sakramen atau sarana dan tanda. Soal Gereja sebagai Sakramen adalah persoalan dalam keselamatan dan rahmat, juga wahyu dan iman (Jacobs, 1987:13). Demikian juga hubungan Kristus dengan Gereja dilihat secara baru.

Gereja disebut sebagai Sakramen yaitu tanda dan sarana kesatuan mesra umat manusia dengan Allah dan persatuan seluruh umat manusia (LG, art. 1). Gereja baru tampil ke muka sebagai Sakramen keselamatan bagi seluruh umat manusia setelah dipenuhi sendiri dengan hidup Kristus oleh Roh Kudus. Keselamatan itu digambarkan dalam rangka keselamatan Allah; Allah memanggil berhimpun mereka yang dengan penuh kepercayaan mengarahkan pandangannya kepada Yesus, pencipta keselamatan dan dasar kesatuan serta perdamaian dan membentuk mereka menjadi Gereja. Dengan demikian supaya Gereja bagi semua dan setiap orang menjadi Sakramen yang kelihatan dari kesatuan yang menyelamatkan itu (Jacobs, 1987:16-17).

(29)

ditekankan tidak pertama-tama Gereja sendiri melainkan misteri Allah yang menyatakan diri secara historis dalam Kristus, dan, Gereja hanya berarti sejauh beriman akan Kristus (Jacobs, 1987:18). Konsili Vatikan II melihat Gereja dalam rangka sejarah keselamatan, tetapi tidak berarti bahwa Gereja hanyalah lanjutan bangsa Israel saja, kedatangan Kristus memberikan arti yang baru kepada umat Allah. Manusia adalah bait Allah dari Allah yang hidup, menurut firman Allah ini: Aku akan diam bersama-sama dengan mereka dan hidup di tengah-tengah mereka, dan Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka menjadi umat-Ku (2Kor 6:16) (KWI, 1996:333).

Paham Gereja yang baru yang dilhat sebagai pokok ajaran Vatikan II yaitu paham “Communio” (bahasa Yunani “koinonia”) atau persekutuan. Communio mendasari komunikasi di antara anggota Gereja sendiri. Oleh karena itu kesatuan komunio ini berarti keanekaragaman para anggotanya dan keanekaragaman dalam berkomunikasi, sebab Roh Kudus yang tinggal di hati umat beriman, memenuhi serta membimbing seluruh Gereja, menciptakan persekutuan umat beriman yang mengagumkan itu (KWI, 1996:340).

Dengan komunio Gereja juga dilihat dalam hubungannya dengan orang Kristen yang lain, bahkan dengan seluruh umat manusia dengan suku, ras, agama, dan situasi golongan yang berbeda.

B. Teladan dan Ajaran Yesus Kristus dalam Memaklumkan Kerajaan Allah pada Zaman-Nya

(30)

memaklumkan Kerajaan Allah. Yesus Kristus itulah yang menjadi pokok dalam setiap tindakan Gereja. Pengetahuan tentang Dia dalam Gereja Katolik dapat digali dari apa yang disebut Tradisi dan Kitab Suci. Dalam Iman Katolik tradisi berarti penyerahan, penerusan, komunikasi terus-menerus yang merupakan proses dari satu angkatan kepada angkatan berikut dan di antara orang sezaman. Begitu juga Kitab Suci, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru merupakan ungkapan dan rumusan tradisi sebagai pertemuan dan kesatuan antara Allah dan manusia. Jadi keduanya adalah Sabda Allah yang ditanggapi manusia dalam iman (KWI, 1996:213-214). Berikut ini dipaparkan tentang Yesus Kristus, teladan dan ajaran-Nya.

1. Yesus Kristus dan Tugas Perutusan-Nya

a. Yesus Putra Allah yang dikandung dari Roh Kudus

Kisah kelahiran Yesus diceritakan secara paling lengkap di dalam Injil Lukas terutama Luk 1-2.

Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh Malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud, nama perawan itu Maria. Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau. Maria terkejut mendengar perkataan itu, ...Kata malaikat kepadanya Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. ...Jawab malaikat itu kepadanya Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau, sebab anak itu yang akan kau lahirkan akan disebut kudus, Anak Allah (Luk 1:26-35).

(31)

yang akan menaungi, Ia akan menciptakan hidup yang baru dalam rahim Maria (Stefan Leks, 2003:440). Dengan menegaskan Roh Kudus akan datang atas diri Maria, mau dinyatakan bahwa terkandungnya Yesus dalam rahim Maria adalah peristiwa yang tidak ada duanya dalam sejarah dunia. Anak Maria bukan hasil hubungan seksual melainkan karunia Allah semata-mata.

Kuasa Allah akan menghadirkan diri-Nya secara khusus untuk menjadikan Maria ibu bagi putra-Nya. Sampai suatu hari Yusuf dan Maria pergi ke kota Daud yang bernama Bethlehem untuk mendapftarkan diri pada cacah jiwa dalam pemerintahan Kaisar Agustus. Saat tiba di situ, tibalah juga saatnya bagi Maria untuk bersalin dan melahirkan seorang anak laki-laki (Luk 2:4-6). Waktu usia Yesus genap delapan hari Ia di bawa ke Yerusalem oleh orang tua-Nya untuk dipersembahkan kepada Tuhan di Bait Allah (Luk 2:21-22), dan Ia juga diberi nama Yesus seperti yang disebut oleh Malaikat Gabriel waktu masih dalam kandungan Maria.

b. Hidup, Karya, Sengsara, Wafat dan Kebangkitan-Nya 1) Hidup dan Karya Yesus

Pada masa kanak-kanak Yesus lazimnya anak manusia biasa yang punya ayah dan ibu dalam sebuah keluarga. Ia tinggal dan dibesarkan di kota kecil Nazaret yang tidak begitu dikenal luas. Kehidupan Yesus sangat sederhana, ayahnya Yusuf sebagai tukang kayu. Ia bergaul dengan para gembala domba, dan dengan orang-orang yang dipandang rendah oleh masyarakat, orang-orang Nazaret mengenal Yesus sebagai tukang kayu yang rajin berdoa (Fountain, 2004:27).

(32)

sekitar, Ia juga banyak belajar tentang alam, padang rumput, bukit-bukit, kawanan domba/sapi/kambing, pergantian musim, aneka warna dan harum bunga-bunga di ladang/kebun sekitar perumahan Nazaret (Fountain, 2004:25).

Waktu usia Yesus sudah genap 12 tahun, Ia dibawa ke Yerusalem oleh orang tua-Nya. Hukum Yahudi mewajibkan semua pria dewasa untuk berziarah ke Yerusalem pada hari raya Paskah, Pentekosta, dan Pondok Daun. Anak laki-laki Yahudi dianggap dewasa secara keagamaan pada usia 13 tahun, pada usia 12 tahun remaja laki-laki dididik langsung oleh ayahnya agar setahun kemudian ia mampu tampil sebagai orang dewasa. Mulai usia itu ia harus hidup penuh tanggung jawab (Stefan Leks, 2003:1001).

Ia mulai dewasa dan akan tampil di muka umum untuk memaklumkan Kerajaan Allah, dan Yesus semakin meyadari tujuan hidup-Nya sebagai “Yang Diurapi”. Sebagai hamba Ia melayani Allah dengan jalan melayani umat-Nya dan melayani semua orang di dunia ini (Fountain, 2004:41).

Sebelum mengawali pewartaan-Nya, sebagaimana orang banyak telah dibaptis oleh Yohanes pembaptis di sungai Yordan, Yesus juga minta dibaptis olehnya. Waktu Yesus sedang berdoa, terbukalah langit dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya. Yesus dinyatakan oleh Allah sebagai Anak yang dikasihi-Nya, dan kepada Yesus Allah berkenan (Luk 3:21-22).

(33)

kali, dan selama itu tidak makan apa-apa (Luk 4:1-2). Ketiga cobaan itu melambangkan jenis cobaan yang dialami Yesus semasa hidup-Nya, dan ini bukan cobaan biasa yang dialami manusia beriman melainkan cobaan yang dialami oleh Yesus sebagai Putra Allah (Stefan Leks, 2003:137).

Cobaan yang dilakukan iblis tidak menghasilkan apa-apa terhadap Yesus, iblis pun mundur (Luk 4: 13). Menurut Injil, Yesus memulai karya-Nya di Galilea dengan tampil di sinagoga Nazaret, dan waktu itu Yesus berumur kira-kira 30 tahun (Jacobs, 2006:49).

Dalam kuasa Roh, kembalilah Yesus ke Galilea, lalu tersebarlah kabar tentang Dia di seluruh daerah itu. Sementara itu Ia mengajar di rumah-rumah ibadat di situ dan semua orang memuji Dia. Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, hendak membaca Kitab Suci (Luk 4:14-16).

Selain sebagai tempat Yesus mulai memberitakan Kerajaan Allah, Galilea juga sebagai tempat Yesus mendidik rasul-rasul-Nya. Selama hidup-Nya Yesus berkarya di wilayah Palestina, mulai dari Galilea sampai seluruh Yudea. Ada begitu banyak karya yang dilakukan-Nya demi keselamatan umat manusia termasuk berbagai kendala seperti penolakan orang-orang yang mendengar pewartaan-Nya. Selain mengajar, Yesus juga melakukan mukjizat untuk menyembuhkan, membangkitkan orang mati, mentahirkan dan mengusir roh jahat. Menurut Jacobs (2006:55) Injil memberikan gambaran karya Yesus dengan urutannya demikian:

a). Yesus mengadakan mukjizat pertama kali pada pesta perkawinan di Kanna yang mengubah air menjadi anggur ketika dalam pesta terjadi kekurangan anggur. b). Yesus memanggil kedua belas rasul di Galilea dan mendidik mereka mengenai

(34)

pewartaan Yesus. Seperti Yesus sendiri tidak akan mundur karena harus meneruskan perjalanan pewartaan-Nya. Yesus juga mendidik mengenai sikap lahir yang dapat ditunjukkan dengan sikap hidup miskin/sederhana, hormat dan baik hati. Ini ditunjukkan-Nya dengan menerima orang-orang berdosa ketika makan bersama-Nya. Dengan demikian menunjukkan kebersamaan hidup dalam arti kesatuan hidup (Jacobs, 2006:96). Selain itu Yesus mendidik mereka mengenai kewaspadaan yaitu menghadapi godaan untuk berbuat jahat, sebab dengan demikian akan menjadi batu sandungan bagi orang lain.

c). Yesus membangkitkankan orang mati. Membangkitkan orang mati disatu pihak Yesus sebagai “Tuhan” untuk menekankan keluhuran dan kuasanya dengan bersabda “Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!” (Luk 7:14). Sabda penuh kuasa diperdengarkan, Yesus bertindak sebagai Sang Nabi. Di lain pihak, kemanusiaan-Nya ditonjolkan seperti ketika Elia berhadapan dengan anak janda Sarfat yang mati, ia berdoa kepada Tuhan (1Raj 17:20), demikian juga yang dilakukan Elisa (2Raj 4:33) (Jacobs, 2006:65-66).

d). Yesus berkothbah di bukit

e). Yesus meredakan angin ribut waktu Ia dan murid-murid-Nya menyeberangi Danau Galilea.

f). Yesus mengusir setan pada orang yang kerasukan di Gerasa

g). Yesus menggandakan roti untuk memberi makan lima ribu orang

2) Sengsara, Wafat dan Kebangkitan Yesus

(35)

Jacobs (2006:120) rangkaian peristiwa di Yerusalem ini bertemakan Minggu terakhir di Yerusalem. Ketika Yesus masuk kota Yerusalem, Ia disambut oleh umat seperti pada kisah Minggu Palma. Ia masuk ke Bait Allah dan mengajar di Kenisah di mana Yesus juga tampil sebagai Sang Nabi yang berada di tempat paling suci. Justru di situlah terjadi konfrontasi dengan para pemimpin Yahudi. Beberapa topik gawat disinggung yang menyangkut para pemimpin Yahudi itu. Topik gawat itu berkisar: tentang kuasa Yesus dan penggarap kebun anggur, tentang membayar pajak kepada kaisar dan masalah kebangkitan, tentang anak Daud (Jacobs, 2006:125). Dengan konfrontasi tersebut para pemimpin Yahudi merencanakan untuk menangkap dan membunuh Yesus. Rangkaian peristiwa di Yerusalem adalah sebagai berikut:

a). Perjamuan terakhir. Yesus mengadakan perjamuan bersama murid-murid-Nya sebelum menderita sengsara. Kelak perjamuan ini ditetapkan sebagai Ekaristi oleh Yesus yang dirayakan oleh Gereja sampai sekarang ini.

b). Yesus di Taman Getsemani. Di tempat ini Yesus berdoa kepada Bapa-Nya dan dikuatkan oleh malaikat, kemudian Yesus ditangkap.

(36)

d). Wafat dan bangkit. Yesus di sesah dan didera sambil menapaki jalan salib-Nya menuju bukit Golgota, sesampai ditempat itu Ia disalibkan. Beberapa saat kemudian Yesus wafat di kayu salib itu setelah Ia menyerahkan nyawa-Nya kepada Bapa. Menurut Injil, jenazah Yesus dimakamkan pada sebuah kubur baru yang di dalamnya belum pernah dimakamkan seseorang (Yoh 19:41). Pada hari ketiga, syahadat mengatakan bahwa Yesus bangkit dari antara orang mati yang menurut orang Yahudi dihubungkan dengan keselamatan Tuhan. Dengan kata-kata “pada hari ketiga”, diungkapkan suatu peristiwa yang unik, yang khas untuk pengalaman iman umat kristen, yaitu keselamatan yang terlaksana dalam wafat dan kebangkitan Kristus (KWI, 1996:287).

Allah tidak hanya mewahyukan bahwa Yesus hidup. Hidup Kristus yang mulia

mempunyai arti keselamatan bagi manusia. Dengan kebangkitan, Allah menyatakan dukungan dan perutusan-Nya terhadap Yesus. (KWI, 1996:292).

2. Teladan Yesus Kristus

Yesus tampil untuk memulai karya-Nya di dunia ini, orientasi hidup-Nya ialah kehendak Allah, Bapa-Nya. Kehendak Bapa-Nya yaitu cinta bagi sesama, demi keselamatan manusia. Hal itu Ia lakukan dengan mengamini tanggung jawab pribadi yaitu tanggung jawab yang kritis terhadap diri sendiri dan orang lain.

(37)

pewartaan Yesus sendiri. Yesus meninggalkan ketenangan hidup dalam keluarga di Nazaret dan mulai mengembara. Ia berjalan berkeliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa, memberitakan Injil Kerajaan Allah. Tuntutan Kerajaan Allah ialah sabda bahagia yang dinyatakan bukan kepada orang-orang saleh melainkan orang miskin, orang lapar, orang yang menangis (KWI, 1996:263).

Dengan demikian Yesus memaklumkan suatu revolusi yang membalikkan nilai-nilai dan tata hubungan sebagaimana yang dipahami oleh umat manusia. Ucapan “bahagia” yang disampaikan Yesus bagi orang kalangan bawah mempunyai sangkut paut dengan sikap hidup atau cara hidup yang dimiliki oleh orang semacam itu, singkatnya adalah mereka yang tidak memiliki apa-apa dan tidak berdaya di dunia ini paling condong mengharapkan segalanya dari Tuhan.

Segala harapan, sandaran, kekayaan, dan kekuatan mereka adalah Tuhan. Dalam perjalanan-Nya mewartakan Injil Kerajaan Allah, Yesus berjumpa dengan beraneka ragam orang dengan latar belakang yang beraneka ragam pula dan berelasi dengan mereka. Yesus bukan saja berbicara tentang Kerajaan Allah dan memberi kesaksian, tetapi juga disertai tindakan-tindakan-Nya karena memang ada kesatuan antara sabda dan karya-Nya. Ia tampil sebagai nabi dan juga tabib yang masing-masing mewakili unsur perkataan dan perbuatan, di dalam hidup Yesus hal ini merupakan kesatuan yang tak terpisahkan.

(38)

lain pihak ada yang menerima bahwa Yesus adalah Sang penyembuh dari berbagai penyakit dan pengaruh jahat yang membelenggu manusia.

Dari sekian banyak orang yang ada di sekitar Yesus itu ada orang Farisi, orang Saduki, kaum Zelot, dan rakyat biasa yang terdiri dari orang miskin, lemah, kusta, pemungut cukai, orang cacat, dan kaum perempuan. Berbagai macam orang yang dihadapi-Nya itu tentu saja Ia mempunyai sikap tersendiri terhadap orang kebanyakan itu. Sebagai Anak Allah Ia telah menjelma menjadi manusia dan menjadi saudara bagi setiap orang. Dia sungguh Allah dan sungguh manusia, Dialah titik acuan manusia yang berziarah di bumi menuju kepenuhan hidup dalam kebersamaan Allah Tritunggal (Telaumbanua, 2000:89). Teladan Yesus terhadap sesama dapat dilihat pada relasi-Nya teman-teman-Nya, Yesus dan murid-murid-Nya.

a. Yesus dan Teman-teman-Nya

1). Yesus dan perempuan pendosa

Kisah Yesus dan kaum pendosa terdapat pada Injil Lukas 7:36-50 yaitu mengenai Yesus diurapi perempuan berdosa. Perempuan pendosa di kalangan orang Yahudi dianggap sebagai pelanggar kode kelakuan baik yang dipegang oleh mereka. Kedosaannya tidak diragukan lagi sebab dosanya memang banyak. Perempuan tersebut setiap hari selalu dihina oleh para penduduk kotanya.

(39)

para antek penjajah, dengan anak-anak, dan dengan orang yang tidak sebaya. Dimata orang Farisi peristiwa itu sesuatu yang memalukan baik bagi Simon orang Farisi maupun perempuan itu sendiri, yang keberaniannya tampak dalam tindakannya (Bergant, 2002:130).

...ketika perempuan itu mendengar bahwa Yesus sedang makan di rumah orang Farisi itu, datanglah ia dengan membawa sebuah botol pualam berisi minyak wangi. Sambil menangis...membasahi kaki-Nya dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian mencium kaki-Nya dan meminyakinya dengan minyak wangi itu (Luk 7:37-38).

Perempuan ini mungkin sebelumnya pernah berjumpa dengan Yesus sebagaimana orang muda dan kaya dalam kisah lain. Perempuan itu merasa dihargai, bahkan dikasihi oleh Yesus dan sambil menangis perempuan itu datang kepada-Nya. Ada yang mengartikan sebagai air mata pertobatan, tetapi ada juga yang menilainya sebagai air mata sukacita atas pengampunan dosa yang dialami perempuan itu. Dalam Injil, Lukas menganut paham yang kedua yaitu sebagai air mata sukacita (Stefan Leks, 2003:220-221).

Keadaan ini sangat berbeda dengan pandangan dan sikap orang kebanyakan. Yesus bersikap netral terhadap orang yang dianggap berdosa besar. Ia bahkan mengasihinya supaya nantinya jangan berbuat dosa lagi. Sikap Yesus ini mencerminkan pengampunan sebagai Bapa yang mengasihi dan memanggil orang yang berdosa seperti yang pernah ia katakan bahwa, Ia datang untuk mencari yang berdosa untuk bertobat. Yesus menyatakan bahwa dosa perempuan itu sudah diampuni, ini jelas karena kasih-Nya yang besar. Ia menggarisbawahi hal yang sudah nyata dalam diri perempuan itu (Bergant, 2002:130).

(40)

Kaum pendosa biasanya juga diidentikkan dengan seorang pemungut cukai. Dalam hal ini Zakheus adalah seorang pemungut cukai sebagaimana kaum Lewi yang kemudian mengikuti Yesus. Mereka dikatakan sebagai pemeras rakyat, dan bagi masyarakat Yahudi orang seperti itu harus dikucilkan dalam pergaulan atau relasi. Mereka tidak boleh didekati apalagi berteman akrab.

Yesus masuk kota Yeriko dan berjalan terus melintasi kota itu. Di situ ada orang bernama Zakheus, kepala pemungut cukai, dan ia seorang yang kaya. Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek. Ia pun berlari mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus yang akan lewat di situ. Ketika Yesus di tempat itu, Ia melihat ke atas dan berkata kepadanya, Zakheus, segera turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu (Luk 19:1-5). Bangsa Yahudi yakin bahwa para pemungut cukai melakukan pekerjaan yang sungguh-sungguh kafir, sebab mereka tergantung sepenuhnya dari penjajah yang kafir itu. Pemungut cukai adalah petugas lembaga fiskal Romawi, tugas itu dipercayakan oleh bangsa penjajah kepada yang mampu menawarkan paling banyak uang kepada mereka. Jumlah itu harus ditagihnya dengan segala macam akal. Kepala pemungut cukai hidup dari selisih uang antara jumlah yang ditetapkan penjajah dan jumlah yang berhasil ditagihnya.

(41)

dengan mereka dianggap sama jahatnya dengan bekerja sebagai pemungut cukai (Stefan Leks, 2003:490).

Orang banyak bersungut-sungut bahwa jika seseorang tinggal di rumah seorang pendosa maka ia mengambil bagian dalam hidupnya yang salah. Dalam hal ini, Yesus yang dianggap sebagai orang suci telah bergaul dengan orang berdosa seperti Zakheus, bagi orang Yahudi hal ini tidak pantas dan melanggar hukum. Yesus bertindak melawan sopan santun yang biasa. Ia tidak menunggu diundang ke rumah pemungut cukai, Ia mengundang diri sendiri, gembala mencari domba yang hilang (Bergant, 2002:150). Bagi Yesus dalam sikap-Nya ini tampak seperti pangeran yang menjadikan dirinya pengemis. Yesus tidak menunggu Zakheus datang terlebih dahulu kepada-Nya sambil berlutut dan memohon berkat pengampunan-Nya. Justru Dialah yang mendekati Zakheus bahkan mencarinya ibarat seorang gembala yang baik yang dombanya hilang. Ia menyambutnya searti dengan melangkah lebih dulu ke arah sesama (Stefan Leks, 2003:492). Yesus mengambil prakarsa dalam pertobatan Zakheus ini, meskipun ia pemungut cukai hendaknya jangan dikucilkan karena kegagalannya, melainkan dibantu untuk menemukan jalannya kembali kepada kawanan. Kasih Yesus terhadapnya telah membangkitkan kemungkinan-kemungkinan baru untuk kasih dan pelayanan bagi sesama yang membutuhkan uluran tangan menuju pembaharuan hidup.

3) Yesus dan kaum perempuan

(42)

adalah Martin Harun, OFM. Ia tidak bermaksud mempertentangkan pelayanan dan doa atau hidup aktif dan kontemplatif. Ia mencontohkan bahwa mendengarkan sabda Tuhan merupakan cara melayani Tuhan yang lebih tepat dan perlu daripada memenuhi jasmani-Nya secara berlebihan.

Ketika Yesus dan murid-murid-Nya dalam perjalanan, tibalah Ia di sebuah desa. Seorang perempuan bernama Marta menerima Dia di rumahnya. Perempuan itu mempunyai saudara yang bernama Maria. Maria duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya. Sedangkan Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata:Tuhan, tidakkah Engkau peduli bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku. Tetapi Tuhan menjawabnya: Marta, Marta, engkau khawatir dan menyusahkan diri dengan banyak hal, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian terbaik yang tidak akan diambil dari dia (Luk 10:38-42).

Dari kisah itu, orang hendaknya menyambut Tuhan dengan memberikan segala perhatian pada sabda-Nya. Hal ini mutlak perlu sebab seorang tidak dapat menghasilkan buah dan memperoleh hidup kekal kalau ia tidak mulai dengan sungguh-sungguh mendengarkan sabda itu dan menyimpannya dalam hati. Perlu diakui juga bahwa kisah ini sebenarnya merupakan tindakan kasih manusia kepada Tuhan, sedangkan kisah Yesus dan perempuan Samaria Ia menekankan tindakan kasih terhadap sesama (Bergant, 2002:136). Tanpa mau melihat sepenuhnya apa yang dilakukan Marta dan Maria, kutipan Injil Lukas ini mau melihat bagaimana Yesus disambut oleh kaum perempuan. Rombongan Yesus terdiri pula dari sejumlah perempuan, dan beberapa di antaranya pastilah bukan perempuan terhormat (Luk 8:1-3).

(43)

bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat Yahudi (Stefan leks, 2003:307).

Agama Yahudi memang tidak melarang perempuan mempelajari Kitab Suci. Namun, tidak seorang rabi pun yang mau mengajarkan kepada kaum perempuan. Yesus memang melanggar adat yang berlaku. Ia juga makan bersama kaum pendosa dan menyembuhkan banyak orang yang sama sekali tidak dipedulikan oleh masyarakat Yahudi. Ia bergaul akrab dengan perempuan-perempuan berdosa, malah membiarkan diri-Nya disentuh oleh mereka.

Kisah Yesus terhadap kaum perempuan dapat juga dilihat pada Injil Yohanes 4:1-42 yaitu sikap Yesus terhadap perempuan Samaria.

Maka datanglah seorang perempuan Samaria hendak menimba air. Kata Yesus kepadanya: Berilah Aku minum. Sebab murid-murid-Nya telah pergi ke kota membeli makanan. Maka kata perempuan Samaria itu kepada-Nya: Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaku, seorang Samaria? (sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria). Jawab Yesus kepadanya: Jika engkau tahu karunia Allah dan engkau tahu siapakah Dia yang berkata-kata kepadamu: Berilah Aku minum! Niscaya engkau akan meminta kepada-Nya dan Ia telah memberikan kepadamu air hidup..., Jawab Yesus kepadanya: Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa yang minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya (Yoh 4:7-14a).

Secara kultur dan geografis, Yesus dan orang Samaria berbeda karena memang Yesus orang Yahudi. Baik Yesus maupun perempuan Samaria itu saling tidak bergaul satu sama lain dan tidak punya ikatan apapun.

(44)

b. Yesus dan Lawan-lawan-Nya

Menurut Injil Markus, karya Yesus diliputi oleh ketegangan. Namun begitu, sampai saat Yesus ditangkap, para lawan-Nya itu lebih suka memata-matai ataupun menjebak-Nya secara licik daripada berperang dengan-Nya secara terbuka. Para lawan-Nya itu adalah orang Farisi, ahli-ahli Taurat, dan para pemuka agama Yahudi yang selalu bertentangan dengan sikap, tindakan maupun ajaran Yesus. Hal perlawanan ini nampak ketika orang Yahudi memasuki hari Sabat, dan Yesus diundang untuk datang dan makan di rumahnya.

Pada suatu hari Sabat...murid-murid-Nya memetik bulir gandum lalu orang Farisi berkata kepada-Nya: Lihat! Mengapa mereka berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat? Jawab-Nya kepada mereka: Belum pernahkah kamu baca apa yang dilakukan Daud ketia ia dan mereka yang mengikutinya kekurangan dan kelaparan, bagaimana ia masuk ke dalam rumah rumah Allah waktu Abyatar menjabat sebagai imam besar lalu makan roti sajian itu-yang tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam-dan memberikannya juga kepada pengikut-pengikutnya? Lalu kata-Nya kepada mereka: Hari Sabat diadakan untuk manusia, bukan manusia untuk hari Sabat (Mrk 2:23-28).

(45)

Sikap mereka secara tepat terungkap dalam pernyataan seorang kepala sinagoga yang dikutip dalam Lukas “Ada enam hari untuk bekerja. Karena itu datanglah pada salah satu hari itu untuk disembuhkan dan jangan pada hari Sabat” (Luk 3:14). Penyembuhan pada hari Sabat diatur secara ketat, dan hanya orang dalam bahaya maut yang dapat ditolong oleh tabib (Stefan Leks, 2003:141).

Dimata mereka, sabda dan tindakan Yesus ini menjungkirbalikkan interpretasi hukum serta paham kesalehan yang mereka pelihara, sehingga menurut mereka Yesus juga sebagai pemberontak, pelanggar tradisi dan penentang kuasa. Para lawan Yesus ingin mempersalahkan-Nya secara resmi, yaitu mendakwa-Nya di depan sidang agama.

Lewat pertanyaan “Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat...?” Yesus berbicara dalam bahasa yang dipahami oleh hadirin. Sebetulnya mereka tahu bahwa menyelamatkan nyawa setiap hari harus diusahakan secara baru dengan amanat Allah dalam kitab Ul. 30:15 “Ingatlah bahwa Aku menghadapkan kepadamu pada hari ini kehidupan dan keberuntungan, kematian dan kecelakaan”. Tradisi Yahudi selalu menafsirkan Ul. 30:15 ini sebagai keharusan mutlak.

(46)

Konsekwensinya bahwa setiap hukum seharusnya demi manusia. Setiap situasi hidup harus selalu demi kesejahteraan manusia, juga kalau tanpa hukum. Hal yang ditolak oleh Yesus ialah pemenuhan atas tuntutan lahir hukum belaka karena sekedar penyesuaian diri atas keinginan lingkungan.

Yesus ingin supaya kejahatan dikalahkan dengan perbuatan baru, bukan dengan ketaatan harafiah atau balas dendam. Selain menyelamatkan dan memulihkan umat manusia dari penyakit, Yesus juga berlaku merdeka terhadap hukum. Hukum harus selalu ditinjau dari sudut kepentingan manusia, termasuk hukum yang sesuci hukum Taurat sendiri. Ia tidak meniadakan hukum itu tetapi mengembalikan maknanya yang sesungguhnya. Yesus tidak mau terikat oleh aturan yang mengakibatkan manusia celaka, sebab bagi-Nya keselamatan manusia lebih penting daripada hanya mematuhi hukum yang terkadang mendatangkan kehancuran bagi umat manusia. Biarpun dimata-matai, Ia tetap menempuh jalan hidup-Nya, Ia tidak segan melanggar hukum suci, kemerdekaan yang menyatu dengan-Nya dipakai demi menyelamatkan manusia. Ia ingin memulihkan keadaan manusia yang sakit sehingga dapat mengembangkan lagi seluruh potensinya. Untuk itulah Yesus datang (Stefan Leks, 2003:134).

c. Yesus dan Murid-murid-Nya

Teladan Yesus semakin memuncak dan menjadi kenangan bagi murid-murid-Nya bahkan bagi Gereja sampai saat ini. Teladan Yesus itu tampak ketika Ia bersama para murid-Nya pada malam sebelum Ia menderita sengsara. Kisah ini terdapat dalam Injil Yohanes 13:2-20 yaitu Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya.

(47)

senantiasa mengasihi murid-murid-Nya, demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya. Mereka sedang makan bersama ... Yesus tahu bahwa Bapa-Nya telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya dan bahwa Ia datang dari Allah dan kembali kepada Allah. Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya. Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya, kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu (Yoh 13:1-5).

Yesus menjadi hamba Allah, hamba kemanusiaan dan Ia mengasihi mereka sampai pada kesudahannya. Membasuh kaki orang lain yang kotor karena berjalan melintasi jalan-jalan berdebu dengan memakai sandal merupakan pekerjaan hina bahkan tidak diinginkan oleh hamba-hamba Yahudi sekalipun (LBI, 1981:100-101). Dengan membasuh kaki para murid Yesus ingin menunjukkan kerendahan hati-Nya terhadap sesama. Yesus melakukan pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh seorang hamba, maka murid-murid-Nya juga harus mau melayani atau saling melayani. Gereja dipanggil untuk saling melayani satu sama yang lain tanpa harus melihat latar belakang sesamanya. Pembasuhan kaki melambangkan kesediaan Yesus melakukan sebagaimana halnya yang dilakukan oleh hamba. “Sebab Aku telah memberikan suatu teladan bagi kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (ay. 15). Yesus mau supaya warga Gereja atau murid-murid-Nya bukan memerintah tetapi melayani, kata-murid-murid-Nya (Mrk 10:44-45): “..., hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan..., hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya.

3. Ajaran Yesus Kristus

(48)

seperti yang diajarkan-Nya. Sikap baru terhadap sesama, penguasa, alam sekitar, harta benda, penderitaan, kematian, dan kejahatan telah Dia patri.

Dia juga telah menjanjikan ganjaran mulia bagi mereka yang berbuat kasih, ini merupakan hukum yang pertama dan terutama bagi umat perjanjian baru. Sejak Dialah sejarah hidup manusia bercorak lain yaitu: permusuhan diganti dengan damai, kebencian diganti kasih-mengasihi, egoisme diubah menjadi solidaritas, penindasan diganti dengan keadilan dan hormat kepada martabat hidup; perkawinan diberi-Nya nilai kesetiaan dan ketidakceraian; keterpakuan pada masa kini diganti ke orientasi ke masa depan; kelekatan pada kesementaraan digoyahkan-Nya dengan nilai-nilai yang kekal; penderitaan dan salib diberi-Nya dimensi paska penyelamatan; ketertutupan etnis diubah menjadi persaudaraan yang terbuka yang tidak kenal garis batas.

Singkatnya yaitu seperti dalam Perjanjian Baru “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat 22:39). Jadi hukum cinta kasih adalah menjadi dasar dan hukum utama dari Yesus Kristus yang diwariskan kepada Gereja dalam mengemban tugas perutusannya.

(49)

Allah menginginkan agar melalui diri anggota Gereja setiap orang mendapat terang dalam perjalanan hidup dan umat manusia kerasan di bumi yang diciptakan Allah sehingga hidup masing-masing dan bersama tidak percuma. Setiap orang hendaknya akan mendengarkan suara sang Hakim Mahaadil, “... Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan” (Mat 25:34).

Selama menjadi saluran kasih-Nya, harus ingat pada Tuhan Yesus sendiri yang telah bersabda “... Aku akan menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat 28:20). Ajaran Yesus yang akan dibicarakan berikut merupakan beberapa dari sekian banyak bagian mengenai ajaran-Nya. Seperti diketahui, bahwa Kitab Suci Perjanjian Baru banyak berbicara mengenai Yesus Kristus, dan bagian yang akan dibicarakan berikut ini tekanannya lebih pada ajaran-Nya.

a. Sabda Bahagia

Ketika Yesus pertama kali berkothbah di atas bukit dengan mengucapkan “Berbahagialah.” Melalui sabda bahagia, Yesus menyatakannya kepada banyak orang sesuatu yang tak terduga. Kelompok pertama sabda bahagia adalah pewartaan bahagia kepada orang miskin dalam Roh yang kondisinya menuntut kepercayaan total kepada Allah.

(50)

dalam kebahagiaan yang akan diberikan oleh bentuk kehidupan yang lebih penuh dengan Allah. Allah adalah sumber segala kebahagiaan manusia.

Kelompok kedua sabda bahagia berpuncak pada penyebutan kebenaran. Suatu berkat di sini diucapkan bagi yang berbelas kasih, yang jujur, pembawa damai, dan mereka yang menderita demi mencari kebenaran. Kepada mereka juga dijanjikan kebahagiaan di masa mendatang dari Allah (Bergant, 2002:41). Penderitaan yang mereka alami, menurut Yesus bukan selalu berarti karena mereka sudah menempuh jalan buruknya dalam hidup mereka. Allah memperhatikan mereka sehingga orang lapar dikenyangkan, orang haus dipuaskan, orang miskin dicukupkan. Dengan sabda bahagia ini mereka yang mendengarnya seakan memperoleh suatu hiburan yang luar biasa.

b. Garam Dunia dan Terang Dunia

Peranan para pengikut Yesus terhadap dunia digambarkan dengan garam dan terang. Waktu zaman Yesus, garam selain dipergunakan untuk menambah rasa juga untuk mengawetkan daging dan ikan.

Kamu adalah garam dunia, jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagi pula orang tidak menyalakan pelita dan meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di Sorga (Mat 5:13-16).

(51)

yang tidak asin lagi, tidak ada manfaat apa-apa untuk segala sesuatu yang memerlukannya. Demikian juga dengan terang dunia, Yesus mengatakan bahwa dengan terang dunia tindakan para murid diharapkan akan bisa berperan seperti semacam kumpulan sinar dalam dunia. Para murid ditantang untuk membiarkan terang mereka sebagai kesaksian atau kesetiaan mereka kepada Yesus dan kepada Bapa di sorga (Bergant, 2002:41). Yesus menyebut terang dunia adalah Allah, Adam, Israel, hukum Taurat, dan Bait Allah atau Yerusalem dalam Perjanjian Baru. Terang yang terutama adalah Yesus sendiri. Kalau tujuannya baik, perbuatan benar di muka umum sangat dianjurkan. Sebagai murid Kristus terang itu harus dibawa kepada sesama supaya terang itu berguna sebagai pengusir kegelapan atau jawaban atas kebingungan manusia.

c. Ajaran Yesus Menanggapi Hukum Taurat

Dalam Matius 5:21-48, Yesus memperdalam tuntutan Allah dengan menyatakannya sebagai sesuatu yang ada sangkut pautnya dengan manusia batiniah, dan yang hanya dapat dilaksanakan dengan kasih karunia. Ini memperlawankan ideal para ahli kitab mengenai kekudusan berdasar pada pembacaan harafiah Alkitab dan ajaran Yesus yang lebih radikal dan lebih menuntut.

(52)

Antitesis pertama, para pengikut Yesus tidak cukup hanya dengan menghindari tindakan pembunuhan tetapi harus menghapus juga kemarahan dan cacian yang bisa menyebabkan pembunuhan. Kemarahan hendaknya dianggap seserius pembunuhan.

Antitesis kedua, menuntut bahwa hawa nafsu sebagai akar penyebab perzinahan hendaknya dihindari. Keselamatan seluruh pribadi lebih berharga daripada memelihara salah satu bagian tubuh yang menyebabkan dosa seperti digambarkan dengan tangan kanan atau mata kanan.

Antitesis ketiga, Yesus tidak memperbolehkan perceraian, keculi itu karena zina. Dengan zina berarti ada hubungan yang melanggar hukum.

Antitesis keempat, mengenai sumpah. Sumpah dan janji merupakan kebiasaan dalam Yudaisme. Yesus menasihati para murid-Nya agar berlaku sopan dan berterus terang dalam ucapannya, karena tak seorang pun dapat mengontrol atau memiliki langit, bumi, atau Yerusalem, hanya Allah saja. Manusia bahkan tidak dapat mengontrol tubuhnya sepenuhnya, maka tak seorang pun mempunyai hak untuk bersumpah berdasarkan benda-benda sebagai saksi. Karena itu, janganlah sekali-kali bersumpah, baik demi langit karena langit adalah tahta Allah, maupun demi bumi karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya, ataupun tentang Yerusalem karena Yerusalem adalah kota Raja Besar (Mat 5:34-35).

Antitesis kelima, hukum pembalasan dimaksudkan untuk membatasi balas dendam dan kekerasan menurut aturan yang ditetapkan. Yesus mendesak para pengikutnya untuk mengatasi pembalasan terbatas yang diizinkan seperti dalam Perjanjian Lama. Para murid tidak boleh mengambil alih sikap dan tindakan para musuhnya.

Antitesis keenam, mencintai musuh, menuntut agar para pengikut Yesus tidak hanya mencintai anggota dari kelompok bangsa atau agamanya saja tetapi juga yang memusuhinya. Tuntutan baru ini tidak berdasar pada kodrat manusiawi, tetapi pada contoh Allah sendiri. Bila tidak, ini hanya sesuai dengan kodrat manusia yang diwakili para pemungut cukai dan orang yang tak mengenal Allah yang mengasihi mereka yang mengasihi, dan memberi salam hanya pada anggota keluarganya.

(53)

Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga ... Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian? Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna (Mat 5:45-48).

Kesempurnaan para murid perlu mencerminkan dan mengacu pada kesempurnaan Allah. Kesempurnaan yang dituntut bukan berarti adanya dua patokan, patokan manusia dan Allah. Hidup yang baru sebagai anak dalam Kristus adalah satu-satunya dasar, di atas mana prinsip-prinsip yang diuraikan itu dapat dipenuhi. Hanya itulah yang dapat memberi pandangan yang benar dan punya arti yang pokok terutama bila dinyatakan dengan hubungan-hubungan pribadi, bukan tindakan-tindakan lahiriah (LBI, 1981:70-71).

d. Ajaran Yesus menanggapi Harta Duniawi dan Kekhawatiran

Orang Farisi menganggap kekayaan sebagai upah setelah melakukan hukum Taurat. Segala sesuatu diperoleh karena dianggap telah taat melakukan hukum itu. Ajaran Yesus, kalau upahnya upah rohani, ini bukanlah mementingkan diri sendiri, karena itu Ia berkata “kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkarnya” (Mat 6:20). Dalam bagian ini dibahas tentang kebutuhan hidup dan ditunjukkan motif-motif yang benar dalam iman. Harta kekayaan dalam segala bentuknya diistilahkan dengan mamon (LBI, 1981:77).

(54)

Kerisauan mengenai hal-hal demikian adalah tanda kurangnya iman dan salah paham mengenai Allah. Mereka yang pandangannya tidak terfokus pada ketaatan terhadap kehendak Allah akan tercebur sendiri ke dalam kegelapan.

Keputusan untuk melawan atau memihak Allah perlu tampak dalam segala dimensi dari kehidupan seseorang. Manusia harus memilih antara Allah dan kesejahteraan duniawi belaka (Bergant, 2002:44), tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan, karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain (Mat 6:24). Tuntutan Yesus menjangkau jauh sampai ke dasar harta simpanan manusia.

Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan dan minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting daripada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pakaian? Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? Siapakah di antara ... Dan mengapa kamu kuatir akan ... Perhatikanlah bunga bakung di ladang yang tumbuh tanpa bekerja dan memintal, ... Salomo dalam kemegahannya tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Jadi ... tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya?” (Mat 6:25-30).

(55)

berarti makan dan pakaian tidak penting bagi manusia, melainkan manusia dalam memenuhi kebutuhannya harus lebih menggantungkan kepercayaan kepada Allah penyelenggara hidup.

Jadi, hal-hal yang duniawi tidak sepenuhnya mencukupi kebutuhan jasmani dan rohani manusia. Yesus menyampaikan, bahwa Allah telah menyelenggarakannya juga untuk manusia, juga untuk ciptaan-Nya yang lebih rendah. Pandanglah burung-burung di langit (ay. 26), perhatikanlah bunga bakung di ladang (ay. 28). Jadi, tentu Ia akan lebih lagi memperhatikan manusia (LBI, 1982:76). Hal yang dilarang adalah kekhawatiran, jadi bukannya mengurus dan memikirkan lebih dulu apa yang diperlukan dirinya sendiri saja. Menyediakan dan mencari kebutuhan benda bukannya tidak penting, tetapi motif pertama haruslah kehendak Allah. Datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu (ay. 10).

e. Ajaran Yesus Tentang Sesama

Perumpamaan Yesus melalui kisah orang Samaria yang baik hati, memberikan suatu gambaran mengenai pemuridan kristen dalam istilah kasih kepada sesama atau pelayanan aktif, dan kasih kepada Yesus atau doa. Keduanya digabungkan untuk melukiskan jalan kepada kehidupan kekal.

(56)

orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya (Luk 10:29-34).

Cerita mengenai orang Samaria yang baik hati dimaksudkan untuk menentang suatu pola pikir yang salah tetapi diterima, sehingga nilai-nilai dari Kerajaan Allah dapat masuk ke dalam sistem yang ketat. Hal ini dilakukan dengan menunjukkan seorang Samaria, anggota dari kelompok yang dihina dan dicemooh orang-orang Yahudi tetapi melakukan pelayanan kasih yang dihindari oleh pemimpin agama Yahudi (Bergant, 2003:135-136). Ini mengejutkan, dan bagi orang Yahudi tidak dapat dipercaya dan diterima. Seorang imam Yahudi jika melakukan pertolongan kepada orang yang luka, secara otomatis ia menjadi najis.

Untuk menjadi tahir kembali, ia harus menjalani upacara khusus selama seminggu dan tidak boleh mengikuti keagamaan bersama umat lain. Begitu juga kaum Lewi ikut melayani ibadat di Bait Suci sebagaimana para imam, walaupun mereka tidak berstatus sebagai imam. Baik imam maupun Lewi tidak mau menolong orang yang terluka berat itu (Stefan Leks, 2003:3001).

(57)

Sesama ialah setiap orang yang sedang membutuhkan bantuan dan uluran tangan dari individu. Imam dan kaum Lewi tahu benar mengenai perintah Allah, tetapi mereka tidak memiliki tujuan yang mendalam, sementara apa yang dilakukan oleh orang Samaria menunjukkan bahwa ia mengetahui hukum daripada para wakil resmi agama Yahudi. Inti dari ajaran Yesus ini ialah memperlakukan orang lain sebagai sesama dan saudara dengan kasih. Sebab dengan kasih orang dapat membawa manusia kepada Allah dan keselamatan.

C. Situasi Kehidupan di Indonesia Zaman Sekarang

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara geografis menempati wilayah dari Sabang sampai Merauke yang selanjutnya disebut Nusantara. Tanah air Indonesia mempunyai julukan, salah satunya sebagai negara agraris karena memiliki tanah pertanian yang subur. Bukan saja tanahnya yang subur tetapi juga rakyatnya yang Bhineka tunggal Ika karena terdiri dari beraneka ragam suku bangsa, bahasa dan budaya.

(58)

jumlah penduduk, maupun bidang-bidang lain, banyak hal yang terjadi pada alam sekitar dan kehidupan masyarakat dengan segala akibat yang harus ditanggungnya. Berikut ini adalah beberapa dari sekian banyak situasi yang terjadi dan dialami oleh masyarakat Indonesia zaman sekarang.

1. Lingkungan Alam

Keadaan alam Indonesia sudah mengalami kerusakan, bahkan sudah berada dalam katagori yang parah. Bukan saja oleh perubahan alam itu sendiri tetapi juga akibat perbuatan manusia. Kerusakan lingkungan sudah terjadi di mana-mana, semuanya itu sudah pasti berdampak buruk bagi kehidupan manusia di sekitarnya. Sebagai contoh peristiwa alam, di pulau Sumatra terjadi tsunami, gempa bumi yang meluluh lantakkan daerah itu. Begitu juga di tempat lain seperti di pulau Jawa terjadi gempa bumi, erupsi gunung merapi, angin topan, tanah longsor, lumpur panas, dan peristiwa biasa lainnya. Daerah pulau Kalimantan terjadi penebangan hutan secara liar (illegal logging) dan penambangan emas secara liar pula, akibatnya banjir dan pencemaran lingkungan terutama sungai sebagai sumber air. Kebakaran hutan juga mendapat andil, yang melahap ribuan hektar lahan perkebunan penduduk sebagai salah satu sumber daya alam yang dimiliki (IDRD. 2003:27).

(59)

pendapatan (Leo, 2007:29). Begitu juga pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan telah dilakukan masyarakat dengan cara-cara tradisional yang didasari oleh asas keseimbangan alam dan kebutuhan konsumsi masyarakat, sehingga tetap terjaga kelestariannya. Pada masyarakat Dayak di Kalimantan sebelum keadaan sekarang ini, ada kearifan lokal dalam mengelola hutan seperti ajaran “Kaharingan”.

Ini dipakai sebagai panduan bagi mereka bahwa memanfaatkan hutan dan alamnya dengan memperhatikan kepentingan ekologis hutan itu sendiri. Sekarang ini, apa yang telah terjadi tidak sejalan lagi dengan kearifan lokal tersebut. Perusahaan-perusahaan besar telah masuk dengan Hak Pemanfaatan Hutan (HPH) yang dimilikinya, seperti Perkebunan kelapa sawit/Perkebunan Inti Rakyat (PIR) dan Hutan Tanaman Industri (HTI) misalnya yang ada di Kalimantan atau yang ada di Sumatra. Dengan masuknya perusahaan, proses industrialisasi tradisional pemanfaatan hutan dan alam tersebut telah bergeser. Pengelolaan hasil alam yang mendapat dukungan dari negara memiliki dampak yang luas, baik secara ekologi maupun secara sosial, budaya dan ekonomi (IDRD, 2003:40).

(60)

luar, otonomi daerah telah diberlakukan sebagai pelaksanaan UU. No. 22 tahun 1999. Hak untuk mengelola potensi alam telah diberikan kepada daerah. Namun, pada kenyataannya dalam kasus tertentu membuka peluang yang lebih parah oleh elite-elite lokal (Laporan ICG No.19, 29, 39 thn. 2001-2002 dalam BASIS Januari 2007).

Seperti pada kasus Papua dan Kalimantan menggambarkan bagaimana masyarakat adat tergeser dari tanah adatnya oleh karena yang mengelola tanah adat mereka kini adalah para pemilik modal yang memiliki Hak Pemanfaatan Hutan/HPH (Leo, 2007:29). Logika yang terbangun adalah bagaimana mereka (pemilik modal) dapat melipatgandakan kapitalnya tanpa banyak memperhitungkan dampak bagi masyarakat di sekitarnya. Dampak itu bisa berupa hilangnya lahan pencaharian masyarakat sebagai warisan leluhur, bisa juga pencemaran lingkungan seperti tanah, udara, dan sumber air terutama sungai beserta ekosistemnya akibat limbah perusahaan. Masyarakat sekitar tidak pernah merasakan keuntungan yang cukup berarti atau jauh dari selisih keuntungan yang diperoleh pemilik modal. Padahal masyarakat sekitar melihat dengan mata kepala sendiri secara langsung betapa banyak hasil eksplorasi yang dihasilkan daerah yang mereka tempati. Kerugianlah yang banyak diderita, dengan akibat lain mereka terpaksa menjadi kuli di tanah sendiri.

(61)

sejahtera. Semua itu tinggal mimpi yang masih harus bertahan d

Referensi

Dokumen terkait