BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A Pengertian ISPA
Penyakit ISPA merupakan salah satu penyakit pernafasan terberat dan
terbanyak menimbulkan akibat dan kematian (Gouzali, 2011). ISPA merupakan salah satu penyakit pernafasan terberat dimana penderita yang terkena serangan infeksi ini sangat menderita, apa lagi bila udara lembab,
dingin atau cuaca terlalu panas. (Saydam, 2011). Berdasarkan pengertian diatas, maka ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang berlangsung
selama 14 hari. Saluran nafas yang dimaksud adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli paru beserta organ adneksanya seperti sinus, ruang telinga tengah, dan pleura (Habeahan, 2009).
Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) adalah infeksi yang terutama mengenai struktur saluran pernafasan di atas laring, tetapi kebanyakan
penyakit ini mengenai bagian atas atau bawah secara stimulasi dan berurutan (Nelsen 2000). Menurut Depkes, (2004) infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan istilah yang diadaptasi dari istilah
bahasa inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur penting yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Dengan
pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari
rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan
proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
Dari pengertian – pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) adalah penyakit infeksi yang mengenai saluran pernafasan bagian atas dan bawah yang disebabkan oleh masuknya
kuman berupa virus, bakteri, atipikal (atipikal plasma) atau aspirasi substansi asing yang menyerang organ pernafasan.
B Klasifikasi
Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002)
a. ISPA ringan
Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk
pilek dan sesak. b. ISPA sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala gejala sesak napas, suhu tubuh lebih
dari 39 0 C dan bila bernapas mengeluarkan suara seperti mengorok. c. ISPA berat
Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun (Muttaqin, 2008):
a. Golongan Umur Kurang 2 Bulan 1) Pneumonia Berat
Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 6x per menit atau lebih.
2) Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa)
Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah
atau napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan, yaitu:
a) Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai
kurang dari ½ volume yang biasa diminum) b) Kejang
c) Kesadaran menurun d) Stridor
e) Wheezing
b. Golongan Umur 2 Bulan-5 Tahun 1) Pneumonia Berat
Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat
diperiksa anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis atau meronta).
2) Pneumonia Sedang
Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:
a) Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih
b) Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih. 3) Bukan Pneumonia
Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak
ada napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun yaitu :
a) Tidak bisa minum b) Kejang
c) Kesadaran menurun
C Anatomi Fisiologi a. Anatomi
Gambar.2.1 alat saluran pernafasan pada manusia
sumber www.psychologymania.com
Bagian – bagian dari saluran pernafasan : Saluran Pernafasan bagian atas :
1. Hidung
Hidung adalah bengunan berongga yang terbagi oleh sebuah sekat di tengah menjadi rongga hidung kiri dan kanan. Masing–masing
rongga di bagian depan berhubungan keluar melalui nares (cuping hidung) anterior dan di belakang berhubungan dengan bagian farings (nasofarings). Masing–masing rongga hidung dibagi menjadi bagian
2. Farings
Farings dapat dibagi menjadi nasofarings, terletak di bawah dasar
tenggorokan, belakang dan atas palatum molle; orofarings, di belakang rongga mulut dan permukaan belakang lidah dan
laringofarings, di belakang larings. Tuba Eustaschii bermuara pada nasofarings. Tuba ini berfungsi menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani. Bila tidak sama, telinga terasa
sakit. Misalnya naik pesawat terbang. Untuk membuka tuba ini, orang harus menelan.
3. Larings
Laring (kotak suara) bukan hanya jalan udara dari farings ke saluran napas lainnya, namun juga menghasilkan besar suara yang dipakai
berbicara dan bernyanyi. Larings dutunjang oleh tulang-tulang rawan, diantaranya yang terpenting adalah tulang rawan tiroid, yang
khas pada pria, namun kurang jelas pada wanita. Di bawahnya terdapat tulang rawan krikoid, yang berhubungan dengan trakea. 4. Trakea
Trakea adalah tabung terbuka berdiameter 2,5 cm dan panjang 10–12 cm, meluas dari laring sampai ke puncak paru, tempat bercabang
goblet menghasilkan mukus dan silia berfungsi menyapu partikel yang berhasil lolos dari saringan di hidung, ke arah faring untuk
kemudian ditelan atau diludahkan atau dibatukkan. Potongan melintang trakea khas berbentuk huruf D.
5. Cabang Tenggorokan
Merupakan lanjutan dari trakea ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis ke IV dan ke V. Mempunyai struktur
yang sama dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan kebawah dan ke samping ke arah
tampuk paru – paru.
Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan
lebih ramping dari pada bronkus kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih
kecil disebut bronkiolus (bronkhioli). Pada bronkhioli tidak terdapat cincin lagi dan pada ujung bronkhioli terdapat gelembung paru, gelambung hawa atau alveoli.
Saluran pernafasan bagian bawah : 1. Paru – paru
Paru – paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung – gelembung (gelembung hawa+alveoli), gelembung hawa alveoli ini terdiri dari sel – sel epitel dan endotel, jika
b. Fisiologi
Pernafasan/respirasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar
yang mengandung oksigen ke dalam tubuh serta menghembuskann udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa dari
oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.
Oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernafas
dimana oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar, alveoli memisahkan oksigen dari
darah, oksigen menembus membran, di ambil oleh sel darah merah di bawa ke jantung dan dari jantung di pompakan ke seluruh tubuh.
Di paru-paru karbondioksida merupakan hasil buangan menembus
D Etiologi
ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk ke saluran
nafas. Penyebab lain adalah faktor lingkungan rumah, seperti halnya pencemaran udara dalam rumah, ventilasi rumah dan kepadatan hunian
rumah. Pencemaran udara dalam rumah yang sangat berpengaruh terhadap kejadian ISPA adalah asap pembakaran yang digunakan untuk memasak. Dalam hal ini misalnya bahan bakar kayu. Selain itu, asap rokok yang
ditimbulkan dari salah satu atau lebih anggota yang mempunyai kebiasaan merokok juga menimbulkan resiko terhadap terjadinya ISPA (Depkes RI,
2002).
Menurut Notoatmodjo (2007), ventilasi rumah dibedakan menjadi dua yaitu ventilasi alamiah dan ventilasi buatan. Ventilasi alamiah yaitu
dimana aliran udara di dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, dan lubang-lubang pada dinding.
Ventilasi alamiah tidak menguntungkan, karena juga merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah. Ventilasi buatan yaitu dengan menggunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara
misalnya kipas angin dan mesin penghisap udara. Namun alat ini tidak cocok dengan kondisi rumah di pedesaan. Ventilasi rumah yang kurang
E Faktor resiko
Faktor resiko timbulnya ISPA menurut Dharmage (2009) :
a. Faktor Demografi
Faktor demografi terdiri dari 3 aspek yaitu :
1) Jenis kelamin
Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan perempuan, lakilakilah yang banyak terserang penyakit ISPA karena mayoritas orang laki-laki
merupakan perokok dan sering berkendaraan, sehingga mereka sering terkena polusi udara.
2) Usia
Anak balita dan ibu rumah tangga yang lebih banyak terserang penyakit ISPA. Hal ini disebabkan karena banyaknmya ibu rumah
tangga yang memasak sambil menggendong anaknya. 3) Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam kesehatan, karena lemahnya manajemen kasus oleh petugas kesehatan serta pengetahuan yang kurang di masyarakat akan gejala
dan upaya penanggulangannya, sehingga banyak kasus ISPA yang datang kesarana pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan berat
b. Faktor Biologis
Faktor biologis terdiri dari 2 aspek yaitu (Notoatmodjo, 2007):
1) Status gizi
Menjaga status gizi yang baik, sebenarnya bisa juga mencegah atau
terhindar dari penyakit terutama penyakit ISPA. Misal dengan mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna dan memperbanyak minum air putih, olah raga yang teratur serta istirahat yang cukup.
Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh akan semakin menigkat, sehingga dapat mencegah virus ( bakteri) yang akan masuk
kedalam tubuh. 2) Faktor rumah
Syarat-syarat rumah yang sehat (Suhandayani, 2007):
a) Bahan bangunan
1) Lantai : Ubin atau semen adalah baik. Syarat yang penting
disini adalah tdak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Untuk memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh dengan menyiram
air kemudian dipadatkan dengan benda-benda yang berat, dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu
2) Dinding : Tembok adalah baik, namun disamping mahal tembok sebenarnya kurang cocok untuk daerah tropis,
lebih-lebih bila ventilasinya tidak cukup. Dinding rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan lebih baik dinding atau papan.
Sebab meskipun jendela tidak cukup, maka lubang-lubang pada dinding atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi, dan dapat menambah penerangan alamiah.
3) Atap Genteng : Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Disamping atap genteng
cocok untuk daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya sendiri. Namun demikian, banyak masyarakat pedesaan yang
tidak mampu untuk itu, maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng ataupun asbes
4) Lain-lain (tiang, kaso dan reng)
Kayu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum
di pedesaan. Menurut pengalaman bahan-bahan ini tahan lama. Tapi perlu diperhatikan bahwa lubang-lubang bambu
merupakan sarang tikus yang baik. Untuk menghindari ini cara memotongnya barus menurut ruas-ruas bambu tersebut, maka lubang pada ujung-ujung bambu yang digunakan untuk
kaso tersebut ditutup dengan kayu. b) Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh
penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O2 (oksigen) didalam rumah yang berarti kadar
CO2 (karbondioksida) yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan naik karena terjadinya proses
penguapan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri, patogen
c) Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang
dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari di samping kurang
nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau, dam
akhirnya dapat merusakan mata. c. Faktor Polusi
Adapun penyebab dari faktor polusi terdiri dari 2 aspek yaitu (Lamsidi, 2003) :
1) Cerobong asap
Cerobong asap sering kita jumpai diperusahaan atau pabrik-pabrik industri yang dibuat menjulang tinggi ke atas (vertikal). Cerobong
tersebut dibuat agar asap bisa keluar ke atas terbawa oleh angin. Cerobong asap sebaiknya dibuat horizontal tidak lagi vertikal, sebab gas (asap) yang dibuang melalui cerobong horizontal dan dialirkan ke
bak air akan mudah larut. Setelah larut debu halus dan asap mudah dipisahkan, sementara air yang asam bisa dinetralkan oleh media
Treated Natural Zeolid (TNZ) yang sekaligus bisa menyerap racun
dihasilkan oleh bahan bakar untuk memasak, bahan bakar untuk memasak yang paling banyak menyebabkan asap adalah bahan bakar
kayu atau sejenisnya seperti arang. 2) Kebiasaan merokok
Satu batang rokok dibakar maka akan mengelurkan sekitar 4.000 bahan kimia seperti nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hidrogen cianida, ammonia, acrolein, acetilen, benzol dehide,
urethane, methanol, conmarin, 4-ethyl cathecol, ortcresorperyline dan lainnya, sehingga di bahan kimia tersebut akan beresiko terserang
ISPA.
d. Faktor timbulnya penyakit
Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit menurut Bloom dikutip
dari Effendy (2004) menyebutkan bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, sehat
atau tidaknya lingkungan kesehatan, individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri. Disamping itu, derajat kesehatan juga dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya membuat
ventilasi rumah yang cukup untuk mengurangi polusi asap maupun polusi udara, keturunan, misalnya dimana ada orang yang terkena penyakit ISPA
kesehatannya sedikit demi sedikit akan membaik, dan pengaruh mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
F Patofisiologi
Respirasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh serta menghembusksn udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa oksidasi dari dalam tubuh.
Virus, bakteri dan mikoplasma terinspirasi melalui hidung terjadi edema dan fasodilatasi pada mukosa. Infiltrat sel monokuler menyertai, yang dalam
1-2 hari, menjadi polimorfonuklear perubahan struktural dan fungsional silia mangakibatkan pembersihan mukus terganggu. Pada infeksi sedang sampai berat epitel superfisial mengelupas. Ada produksi mukus yang banyak sekali,
mula – mula encer, kemudian mengental dan berupa prurlen. Dapat juga ada keterlibatan anatomis saluran pernafasan atas, termasuk oklusi dan kelainan
rongga sinus.
Organisme streptokokus dan difteria merupakan agen bakteri utama yang mampu menyebabkan penyakit faring primer bahkan pada kasus
tonsilofaringitis akut, sebagian besar penyakit berasal dari nonbakteri. Walaupun ada banyak hal yang tumpang tindih, nenerapa mikroorganisme
pernafasan atas dan bawah sebagai bagian dari gambaran klinis umum yang melibatkan organ lain. Virus Sinisial Pernafasan (VSP) merupakan penyebab
utama bronkhielitis. Virus para influenza menyebabkan sindrom croup.
Adenovirus penyebab penyakit faringitis dan demam
faringokonjungtifitis dan koksakivirus A dan B menyebabkan penyakit nasofaring, sedangkan mikoplasma menyebabkan penyakit bronkhiolitis, pnemoni, bronkitis, faringotosilitis, maningitis dan atitis media (Wong’s et al
2001)
G Gambaran Klinis
Gambaran klinis menurut (Wong’s 1996, Nelson 2000)
a. Demam (Umur 6 bulan – 3 tahun) pada bayi baru lahir tidak ada
b. Anoreksia c. Muntah
d. Diare
e. Nyeri Abdomen f. Sumbatan Nasal
g. Keluaran Nasal h. Batuk
H Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium dan test diagnostik ISPA menurut Betz dan souwden (2000) :
a. Pemeriksaan Radiologi (foto torak) adalah untuk mengetahui penyebab dan mendiagnosa secara tepat
b. Pemeriksaan RSV adalah untuk mendiagnosis RSV (Respiratori
Sinisial Virus)
c. Gas Darah Arteri yaitu untuk mengkaji perubahan pada sistem saluran
pernafasan kandungan oksigen dalam darah d. Jumlah sel darah putih normal atau meningkat b. Pemeriksaan Diagnostik
Pengkajian terutama pada jalan nafas:
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman,
usaha serta irama dari pernafasan. 1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.
2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya
dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas
wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai
dengan adanya thrombositopenia
I Penatalaksanaan
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang
benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik
dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA). Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik
untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula
petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA .
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut
(Smeltzer & Bare, 2002) :
a. Pemeriksaan
Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak
dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan
mendengarkan anak. Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak
menangis (bila menangis akan meningkatkan frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung napas
b. Klasifikasi ISPA
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai
berikut :
1) Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding
dada kedalam (chest indrawing).
2) Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3) Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa
disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan
pneumonia. c. Pengobatan
1) Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik
parenteral, oksigendan sebagainya.
2) Pneumonia : diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila
penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin
prokain.
3) Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan
perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila
dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar
getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama
10 hari.
d. Perawatan di rumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya
yang menderita ISPA.
1) Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4
kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan.
Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
2) Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap
3) Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi
berulangulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
4) Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu
mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
5) Lain-lain
a) Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam.
b) Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah.
c) Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap.
d) Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk
maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan.
J Komplikasi
Adapun komplikasi menurut Dedi Prasityao (2007) adalah
1. Meningitis 2. OMA
3. Mastoiditis 4. Kematian
K Pencegahan
Menurut Depkes RI, (2002) pencegahan ISPA antara lain:
a. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah kita
atau terhindar dari penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA.
Misalnya dengan mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna,
banyak minum air putih, olah raga dengan teratur, serta istirahat yang
cukup, kesemuanya itu akan menjaga badan kita tetap sehat. Karena
dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh kita akan semakin
meningkat, sehingga dapat mencegah virus/bakteri penyakit yang akan
masuk ke tubuh kita.
b. Imunisasi
Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun
orang dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan
mengurangi polusi asap dapur/asap rokok yang ada di dalam rumah,
sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap tersebut yang bisa
menyebabkan terkena penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat
memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap segar dan sehat
bagi manusia.
d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/ bakteri
yang ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit ini melalui
udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini
biasanya berupa virus / bakteri di udara yang umumnya berbentuk aerosol
(anatu suspensi yang melayang di udara). Adapun bentuk aerosol yakni
Droplet, Nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan melayang di udara), yang kedua duet (campuran
L Pathway
Virus bakteri atipikal bayi lebih umur
(mikoplasma) aspirasi substansi asing
Aspirasi mekonium
Terhirup bersama udara melalui hidung penurunan daya tahan tubuh
Infeksi berlanjut proses imflamasi
Edema dan fasodilatasi
Obstruksi jalan nafas
Muntah, sukar menelan Resiko gagal
tumbang
Resiko infeksi
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
M Fokus intervensi
Menurut Whaley & Wong’s (1995) fokus intervensi anak pada kasus ISPA
adalah sebagai berikut :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi mekanis,
imflamasi, peningkatan sekresi dan nyeri Tujuan : Jalan nafas tetap bersih
Pernafasan dalam batas normal
Intervensi :
a. Pastikan masukan cairan yang adekuat untuk mengencerkan sekresi
b. Bantu anak dalam batuk efektif
c. Buang mukus yang terakumulasi, hisap bila perlu
Beri nebulaizer dengan larutan dan alat yang sesuai ketentuan
d. Lakukan perkusi, fibrasi dan drainase postural e. Kolaborasi pemberian obat bronkodilator
2. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh Tujuan : anak menunjukan penurunan gejala infeksi
Intervensi :
a. Pertahankan lingkungan aseptik dengan dengan menggunakan kateter penghisap steril dan tekhnik mencuci tangan yang baik
b. Isolasi anak sesuai indikasi c. Kolaborasi pemberian antibiotik d. Anjurkan fisioterapi dada yang baik
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan mual muntah
Tujuan : Tidak ada mual muntah Berat badan ideal
Intervensi :
a. Timbang berat badan setiap hari
b. Jelaskan pentingnya makan minum yang adekuat
c. Jaga kebersihan mulut
d. Berikan ASI sesering mungkin
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk produktif Tujuan : masalah gangguan pola tidur teratasi
Intervensi :
a. Kaji kebiasaan istirahat
b. Kaji kebiasaan tidur dan gengguan pola tidur
5. Resiko gagal tumbang
Tujuan : pasien menunjukan tanda-tanda perkembangan fisik dan
emosional sesuai dengan standart test DDST Intervensi :
a. Ajarkan orang tua stimulasi yang sesuai untuk mendukung tumbuh kembang
b. Bantu anak dalam memberikan respon yang bermakna pada
lingkungan
c. Atur jadwal anak untuk menstimulasi
d. Identifikasi tujuan perkembangan yang ingin dicapai secara spesifik. 6. Hipertermi
Tujuan : suhu tubuh pasien dalam batas normal
Intervensi :
a. Monitor suhu sesering mungkin
b. Monitor tanda-tanda vital c. Selimuti pasien
d. Kompres pada lipat paha dan aksila