iiiiiiiiiiiiiin
07TD1011142.01
PENDIDIKAN DAMAI DALAM ISLAM
(KONSTRUKSI DARI PEMIKIRAN
ASGHAR ALI ENGINEER
TAHUN 1939-2007)
S K R IP S I
Disusun Guna Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Strata I
Dalam Ilmu Tarbiyah
F A I S
A L F I
NIM : 111 02 049
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
DEKLARASI
Bism illahirrahmanirrcihim
Assalamualaikum Wr. Wb.
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa
skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau pernah
diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang
lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan
rujukan.
Apabila di kemudian hari ternyata terdapat materi atau pikran-pikiran
orang lain di luar referensi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup
mempertanggung jawabkan kembali keaslian skripsi ini di hadapan Sidang
Munaqasah Skripsi.
Demikian deklarasi ini dibuat oleh peneliti untuk dapat dimaklumi.
Wallahulmuwafiq Ila Aqwamitthariq
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Salatiga, 28 September 2007
Penulis
FAIS ALFI NIM : 111 02 049
Jl. Tentara pelajar No. 2 Telp. (0298) 323706, 323443, fax. (0298) 323443 salatiga 50712 http:Avww.stainsalatiga.ac.id email: akademik @stainsalatiga.ac.id
NOTA PEMBIMBING
Lampiran : 3 Eksemplar
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Salatiga, 26 September 2007
Setelah diadakan pengarahan, bimbingan, koreksi dan perbaikan seperlunya, maka
skripsi saudara:
Demikian surat ini, harap menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.
PENGESAHAN
PENDIDIKAN DAMAI DALAM ISLAM
(KONSTRUKSI DARI PEMIKIRAN ASGHAR ALI ENGINEER TAHUN 1939-2007)
FA1S ALFI NIM. 11102049
Telah diuji di depan Sidang Munaqasyah pada tanggal 03 Oktober 2007 atau yang
bertepatan dengan tanggal 21 Ramadhan 1428 H, dan dinyatakan telah dapat
diterima sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Islam dalam Ilmu Tarbiyah.
Salatiga, 21 Ramadhan 1428 03 Oktober 2007
Panitia Munaqasyah
&
iv
S
“M I NA L A Q ID A H IL A T S A U R A H ”
Skripsi ini dipersembahkan pada :
Orang Tuaku tercinta dan juga
kepada manusia-manusia yang
cinta akan kedamaian dalam
hidup
Puji Syukur terpanjatkan kepada Allah SWT yang M aha Pengasih dan
Penyayang kepada seluruh makhluk-Nya. Shalawat serta Salam kepada Nabi
Muhammad SAW yang mana telah membawa ajaran yang begitu revolusioner
(Islam) agar ummatnya selalu dalam jalan kebenaran.
Dengan terselesaikannya skripsi berjudul “ Pendidikan Damai dalam Islam
(Konstruksi dari Pemikiran Asghar Ali Engineer Tahun 1939-2007)”, penulis pantas
mengucapkan terima-kasih yang tak terhingga kepada orang-orang yang telah banyak
membantu, sehingga skripsi ini bisa terselesaikan. Diantaranya adalah:
1. Drs. Imam Sutomo, M.Ag selaku Ketua STAIN Salatiga
2. Bapak Fatchurrahman, M.Pd selaku Kaprogdi PAI
3. Bapak Dr. H. Moh. Saerozi, M.Ag selaku pembimbing yang telah banyak
m em bm tu ditengah-tengah kesibukan beliau, sehingga skripsi ini bisa
terselesaikan tepat waktu
4. Kepada Abahku (H. Syafi’) aim dan Ibuku, dengan doa dan kesabarannya yang
selalu mendorong penulis agar cepat menyelesaikan studinya. Adik-adiku
( Dek Nuroh, Farikh dan Nuris)
5. Masku dan Nengku yang tak bosan-bosannya memeberi nasehat kepada penulis,
dan tak lupa pula adik-adik keponakanku (Dek Atik, Utaf, Neli, Risa, Alfan, dan
Vina)
Lina). Dan tak lupa pula sahabat-sahabat PMII Komisariat dan Rayon.
7. Teman terbaikku (Aniq, Indah, Khusnul, Ana)
8. Teman-teman seangkatanku (Riza, Eko Cremild, Chemoth, Agus, Teteh, Ika,
Umam, Umi, Eni, dw i’, Ani, Wisnu, Dai) dan yang lain yang tak bisa tersebutkan
satu-persatu
9. Para Amir Mujahidin (Roy, Pay, Azin)
10. Orang-orang yang telah meminjami beberapa buku buat bahan skripsi (Agus
Jumhadi, Thole, Anas, Hern)
Kepada mereka semua, ataupun yang belum sempat tersebut penulis sampaikan
Jazakumullah Khairan Kasir an, amin. Terakhir penulis berharap, mudah-mudahan
tulisan ini bermanfaat bagi penulis ataupun pembaca pada umumnya dalam
membangun dunia yang penuh dengan cinta-kasih antar manusia agar tercipta satu
dunia yang damai. Kritik dan saran' tentu sangat penulis harapkan dari semua pihak,
demi perbaikan tulisan ini selanjutnya. Terima-kasih, Wallahulmuwafiq Ila
Aqwanitthariq. Wassalam.
Salatiga, 05 Oktober 2007
Penulis,
viii
HAL AMAN JUD U L... i
DEKLARASI... ii
NOTA PEM BIM BING... iii
PENGESAHAN... iv
M OTTO... v
PERSEM BAHAN... vi
KA TA PENGANTAR... vii
DAFTAR ISI... ix
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang M asalah... 1
B. Fokus Penelitian... 6
C. Rumusan M asalah... 6
D. Tujuan...’... 6
E. Hasil Penelitian... 7
F. Telaah Pustaka... 7
G. Metode Penelitian... 8
H. Sistematika Penulisan Skripsi... ... 11
BAB II BIOGRAFI DAN LATAR BELAKANG ASGHAR ALI ENGINEER... 13
A. Biografi... 13
B. Setting Sosio-Kultural... 14
C. Pendidikan dan Karir Akadem ik... 23
B. Teologi Damai Islam ... 37
C. Jihad Dalam Konteks Perdamaian... 45
BAB IV KONSTRUKSI KONSEP ASGHAR ALI ENGINEER DALAM PENDIDIDKAN DAMAI ISLAM ... 52
A. Islam Agama N ilai... 52
B. Pilar-Pilar Pendidikan Damai... 56
L Pendidikan Cinta K asih... 56
2. Pendidikan Toleransi Agam a... 59
3. Pendidikan Demokrasi... 66
BAB V PENUTUP... 72
A. Kesimpulan... 72
B. Saran dan Kritik... 74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Islam sebagai suatu ajaran, menjunjung tinggi nilai-nilai cinta kasih
antar sesama manusia dan sangat menentang kekerasan dalam bentuk apapun.
Ajaran Islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW merupakan suatu
rahmat bagi alam semesta, yaitu kesejahtraan bagi setiap orang tanpa
memandang latar belakang agama, tingkat sosial, ekonomi, dan kebangsaanya.
Hal tersebut bermaksud agar tercipta satu tatanan masyarakat yang kondusif,
hidup rukun, damai dan sejahtera.
Dasar berpijak yang harus diaplikasikan bagi umat Islam adalah
semangat humanitas dan universalitas Islam. Semangat humanitas
menerangkan bahwa Islam merupakan agama kemanusiaan. Dengan kata lain,
semangat Islam itu sejalan dengan cita-cita kemanusiaan pada umumnya.
Sedangkan kerasulan atau misi Nabi Muhammad adalah untuk mewujudkan
rahmat bagi seluruh alam, bukan semata-mata untuk menguntungkan kaum
Islam semata. Dalam al-Qur’an surat Al-Anbiya’ 107 ditegaskan:
1 Departemen Agama RI, Al~Quran dan Terjemahan, Mahkota, Surabaya, 1989, him. 508 Artinya: Dan engkau (Muhammad) tiadalah kami utus, melainkan
untuk menjadi rahmat bagi Alam semesta ( Al-Anbiya ’ :107).] 1
Islam seharusnya muncul sebagai agama yang universal, agama general
yang visible dalam penyebaran wacana dan gerakan perdamaian. Kesempatan
ini pula yang tidak boleh di abaikan dalam Islam untuk menjadi pemain utama
dalam memben uk dunia menuju kedamaian sejati.
Agama sesungguhnya merupakan satu panduan moralitas manusia.
Dengan panduan ini manusia akan menemukan nilai-nilai kemanusiaanya.
Kesadaran beragama akan memebangkitkan kesadaran tentang betapa
pentingnya dan bernilainya kehadiran manusia lain, yang mungkin memeliliki
perbedaan, keunikan tersendiri dan bahkan tidak seperti yang kita pahami.
Islam dewasa ini, menurut Asghar Ali Engineer menjadi agama yang
paling banyak diperbincangkan, baik dikalangan umat Islam ataupun non-
Islam. Banyak orang berfikir, Islam mencetak fanatisme dan kekerasan,
sebagian orang yang lain menegaskan bahwa Islam adalah agama damai dan
memiliki daya pikat spiritual yang dalam. Banyak orang beranggapan
bahwa Islam adalah agama pendorong teror, dan sementara pada pihak lain
meyakini Islam sebagai agama yang memberikan ketenangan batin dan
kearifan.2
Perbedaan sudut pandang dalam memahami ajaran Islam tersebut
menurut Asghar, berakibat pada perbedaan setiap orang melihat Islam dari
sudut yang diinginkannya. Pemahaman itu berimplikasi pada munculnya
sejumlah pendekatan terhadap Islam yang berbeda-beda dan setiap manusia
berusaha melihat refleksi pendekatan dirinya pada ajaran Islam.
Munculnya beragan fenomena gerakan jihad dalam dunia Islam,
memeberikan kesan seakan-akan Islam mewajibkan pemeluknya untuk
berperang dalam menyelesaikan segala permasalahan. Hal tersebut
menimbulkan kesan Islam menolak keras perdamaian dan melegitimasi segala
bentuk kekerasan yang dilakukan. Hal tersebut bisa saja tejadi karena adanya
asumsi yang mengatakan, bahwasanya perdamaian tersebut hanya akan
memperkuat hegemoni kekuatan non-Islam.
Tentang perdamaian, Seorang pemikir Islam dari India, Asghar Ali
Engineer mengatakan:
“Perdamaian adalah perkara yang paling mendasar dalam Islam. Pada kenyataanya, sebagaimana dibeberkan oleh banyak Sarjana dan Ulama, Islam dalam Bahasa Arab berarti menciptakan kedamaian dan tunduk kepada kehendak Allah SWT. Ini adalah tugas yang mengikat setiap muslim untuk berusaha menciptakan perdamaian. Jihad sesungguhnya adalah bekerja untuk perdamaian dan keadilan dalam dunia.”3
Hal di atas bisa dipahami, bahwa inti ajaran agama yang paling penting
adalah bagaimana seorang manusia berusaha untuk menciptakan satu
perdamaian di muka bumi, inilah yang disebut jihad dalam Islam dalam
prespektif Asghar Ali Engineer.
Pemahaman tentang jihad bukan seperti sekarang yang banyak
disaksikan, yang identik dengan kekerasan, teror dan ketakutan. Ia juga
mengambil contoh, salah satu nama Allah SWT adalah Salam (Damai).
Seseorang muslim jika ingin di sebut sebagai hamba Tuhan, maka seorang
muslim tersebut harus menjalankan kewajiban agama, yaitu menciptakan
kedamaian di atas bumi. Konsep tersebut sama halnya konsep iman dalam
sudut pandang Asghar. 4
Damai (peace) seperti dikatakan oleh Asghar Ali Engineer, adalah
salah satu inti dari beberapa ajaran Islam, karena dalam Islam sendiri ada
beberapa nilai-nilai yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh seorang muslim
yang lebih penting daripada sebatas menjalankan ritual keagamaan. Islam
adalah sebuah agama dalam pengertian teknis dan sosial-revolutif bertujuan
untuk menjadikan satu persaudaraan yang universal (universal brotherhood),
kesetaraan (equality) dan keadilan sosial (social justice) demi tercapainya
satu masyarakat yang ideal menurut Islam .5
Aspek agama merupakan aspek yang sangat rentan terhadap konflik.
Kekerasan menggunakan dalih untuk menegakkan ajaran agama, memang
sudah menjadi tragedi kemanusiaan yang sudah sejak lama menghiasi
perjalanan umat manusia. Ajaran agama apapun dilihat dari sisi normatif,
tidak akan mendorong dan menganjurkan pengikutnya untuk melakukan
kekerasan. Tapi secara historis-faktual seringkali dijumpai tindak kekerasan
yang dilakukan oleh sebagaian anggota masyarakat yang mengatasnamakan
agama
4 Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan, teij. Agung Prihantoro, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, cet. Ke-2, Januari 2003, him. 12
Keinginan untuk hidup secara damai dan harmoni telah menjadi
perhatian banyak pihak. Upaya untuk menyelesaikan kekerasan menemui
tantangan yang semakin kompleks, hal ini bisa saja terjadi karena budaya
kekerasan memang menjadi bagian budaya dari masyarakat. Agama sendiri
yang semula diturunkan untuk menciptakan keadilan dan perdamain justru di
jadikan alasan untuk saling membunuh antar golongan.
Banyak perselisiahan antar agama yang terjadi, dalam sudut pandang
Asghar merupakan akibat dari terlalu banyaknya penekanan pada aspek ritual
dengan mengorbankan nilai-nilai inti pada satu sisi dan penyalahgunaan
agama demi kepentingan ekonomi, politik dan kepentingan pribadi0
Pendidikan damai memang sangat diperlukan, budaya kekerasan harus
dirubah menuju budaya perdamaian (culture o f peace) dan anti-pengunaan
kekerasan (non-violence). Untuk itu perlu untuk mengembangkan pemahaman
kritis mengenai akar-akar konflik dan kekerasan, sehingga upaya untuk
mencitrakan Islam sebagai agama yang damai dapat diwujudkan.
Berdasarkan hal di atas, dan begitu besarnya perhatian dan usaha yang
dicurahkan Asghar Ali Engineer untuk menampilkan ajaran Islam yang penuh
cinta-kasih dan anti kekerasan (non-vilolence) penulis tertarik untuk
mengangkat skripsi yang berjudul “PENDIDIKAN DAMAI DALAM
ISLAM ( KONSTRUKSI DARI PEMIKIRAN ASGHAR ALI
ENGINEER TAHUN 1939-2007 )”. 6
B. FOKUS PENELITIAAN
Fokus penelitian ini adalah, mengkaji pemikiran Asghar Ali Engineer.
Studi ini khusus membahas tentang pendidikan damai dalam Islam, yaitu
metode Asghar membuat masyarakat muslim sadar bahwa Islam adalah agama
yang damai dan berusaha untuk mempelopori kedamaian di dunia.
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasar dari latar belakang di atas, maka dapat di ambil beberapa
pokok permasalahan yang perlu dikaji lebih lanjut, antara lain :
1. Bagaimana biografi intelektual dan sosio-kultur Asghar Ali Engineer ?
2. Bagaimana konsep Islam sebagai ajaran damai menurut Asghar Ali
Engineer ?
3. Bagaimana konstruksi pemikiran Asghar Ali Engineer dalam pendidikan
damai Islam ?
D. TUJUAN
Dengan mengugkapkan uraian diatas, maka tujuan penulisan skripsi ini
adalah :
1. Mengetahui sosok Asghar Ali Engineer, mulai dari biografi Intelektual,
latar belakang sosio-kulturnya.
2. Menegetahui konsep Islam sebagai ajaran damai menurut Asghar Ali
Engineer.
E. HASIL PENELITIAN
Adapun manfaat yang akan di capai dari penelitian ini adalah :
1. Dengan adanya penelitian, dapat diketahui konsep Asghar Ali Engineer
tentang Pendidikan Damai dalam Islam.
2. Memberikan sumbangan informasi dan dapat memeperkaya cakrawala
tentang pemikiran Asghar Ali Engineer tentang pendidikan damai dalam
Islam, yang dapat di jadikan pedoman bagi penulis dan pembaca pada
umumnya.
*F. TELAAH PUSTAKA
Penulis belum menemukan tulisan yang secara khusus membahas dan
mengupas secara komperhensip tentang pemikiran Asghar Ali Engineer selain
karya-karya terjemahanya. Sejauh penulis ketahui, biasanya buku-buku
tentang Asghar Ali Engineer merupakan buku-buku terjemahan dari beberapa
karya Asghar yang beredar.
Hal yang perlu dicatat adalah, penelitian tentang pemikiran Asghar Ali
Engineer yang di paparkan disini merupakan penelitian yang hanya
difokuskan pada “Pendidikan Damai dalam Islam” supaya tercipta sebuah
masyarakat yang santun dan cinta kedamaian. Sejauh yang penulis ketahui,
kajian tentang pemikiran Asghar sendiri telah di diangkat sebagai skripsi oleh
M. Syukron' dan Jumhadi* tetapi dengan sudut pandang yang lain. 7 8
Penelitian ini walaupun sama-sama mengkaji pemikiran Asghar, tetapi
penulis mengambil titik tekan pada konsep-konsep perdamaian prespektif
Asghar. Hal tersebut oimaksudkan sebagai sesuatu yang relatif baru, guna
menambah informasi serta dapat memperkaya wacana dari pemikiran Asghar
tentang pendidikan damai, yang kemudian dapat di jadikan pedoman bagi
penulis dan pembaca pada umumnya.
G. METODE PENELITIAN
1. Metode Pengumpulan Data
Skripsi ini menggunakan metode Library Reseach, yaitu penelitian
yang dilakukan di perpustakaan, dimana obyek penelitian biasanya digali
lewat beragam informasi kepustakaan ( buku, ensiklopedi, jurnal ilmiah,
koran majalah dan dokumen),9 yang kebetulan penulis banyak mengambil
referensi dari tulisan-tulisan yang mana nara sumbernya dari Asghar Ali
Engineer sendiri atau tulisan-tulisan yang masih berhubungan dengan tema
skripsi yang penulis kerjakan.
2. Sumber Data
Sumber-sumber yang dipergunakan penulis dalam penelitian ini
ialah beberapa karya Asghar Ali Engineer baik yang dengan tulisan asli
ataupun karyanya yang sudah diterjemahkan.
Adapun sumber data utama yang digunakan penulis adalah sebagai
berikut:
a. Asghar Ali Engineer, Liberalisasi Teologi Islam : Dalam Membangun
Teologi Damai Dalam Islam.10 11
b. Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan."
c. Asghar Ali Engineer, Devolusi Negara Islam.12
d. Asghar Ali Engineer, Asal-Usul dan Perkembangan Islam : Analisis
Pertumbuhan Sosio-Ekonomi.13
e. Asghar Ali Engineer, Islam dan Pembebasan.14
f. Asghar Ali Engineer, Islam And Liberation Theology Essays On
Liberative Elements In Islam15
Penulis juga mengambil sumber tulisan penunjang yang temanya
sama dengan tema yang penulis angkat, yang mana sumbernya dapat di
pertanggung-jawabkan.
Adapun sumber tersebut adalah :
a. Hassan Hanafi, Agama, Kekerasan, dan Islam Kontemporer.16
b. Abdul Qadir Saleh, Agama Kekerasan 17
10 Judul asli: On Devloping Theology O f Peace In Islam, teij. Rizqon Khamami, Alena Bintang Jendela Aksara,Yogyakarta, cet. Ke-1, Mei 2004.
11 Judul asli: Islam And Liberation Theology, teij. Agung Prihantoro, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, cet. Ke-2, Januari 2003
12 Judul asli: Islamic State, teij. Imam Muttaqin, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, cet. Ke-1, Desember 2000
13 Judul asli: The Origin An Development O f Islam An Essay On It's Socio-Economic Gowth, teij. Imam Baihaqi, Pustaka Pelajar, Yoyakarta, cet-Ke-1, November 1999
14 Judul asli: Islam And Its Relevance To Our Age, teij. Hanif Salim, LKIS, Yogyakarta, cct. Ke-2, Mei 2007
15 Sterling Publisher Private Limited L-10, Green Park Exstension, New Delhi, 1990 16 Terj. Ahmad Najib, Jendela, Yogyakarta, cet.Ke-1, November 2001
3. Metode Analisis Data
Dari data yang pernah penulis peroleh, maka untuk menganalisis
data dipakai metode-metode sebagai berikut:
a. Metode Anslisia isi ( Content Analysis )
Dalam menganalisis data, penulis mengunakan analisis isi, Content
Analysis, yaitu analis terhadap makna yang terkandung dalam gagasan
Asghar Ali Engineer, termasuk bagimana ide gagasan itu muncul, dan
apa yang melatarbelakangi ide itu dimunculkan. Analisis ini juga
bertumpu pada metode analisis Deskriptif, yaitu dengan cara
menguraikan masalah yang sedang dibahas secara teratur mengenai
seluruh konsepsi pandangan tokoh yang bersangkutan pandangan
tokoh yang bersangkutan.18 Metode ini digunakan sebagai pendekatan
untuk menguraikan dan melukiskan pandangan tokoh tersebut dan
untuk menjelaskan suatu fakta (pandangan), yaitu benar atau salah,
Anlisis ini bertolak pada Hermenuetika, dengan kata lain bagaimana
mecari penjelasan, arti, makna teks (nash) dalam rangka memahami
jalan pikiran pengarang atau sesuatu yang disebut dalam teks.19
18 Anton Bakker dan Achmad Charts Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta, Kanisius, 1990, hlm.65
b. Cara berfikir Deduktif
Yaitu suatu metode untuk memperoleh satu kesimpulan yang
berangkat dari pengetahuan yang bersifat umum dan bertitik tolak dari
pengetahuan yang bersifat umum itu, kita hendak menilai suatu
kejadian yang bersifat khusus.20
H. SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI
Untuk memudahkan pembahasan dan penelaahan yang jelas dalam
membaca skrpsi ini, maka di susunlah sistematika penulisan skripsi ini secara
garis besar sebagai berikut:
BAB I : Bab ini merupakan bab pembuka, atau bab pendahuluan.
Meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat hasil penelitian, telaah pustaka, fokous
penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan
skripsi.
BAB II : Dalam bab ini membahas tentang riwayat hidup Asghar
Ali Engineer, yang meliputi biografi Asghar, setting sosio
kultural, pendidikan Asghar Ali dan karir akademik,
karya-karya tulisan sehingga memunculkan pendidikan
damai Islam.
BAB III
BAB IV
BABY
: Bab tiga ini membahas konsep Asghar tentang pendidikan
perdamaian dalam Islam. Pembahasan dimulai dari faktor
empirik dan ideologi dalam kekerasan dan juga konsep
teologi perdamaian dalam Islam prespektif Asghar, dan
juga pandangannya tentang Jihad dalam konteks
perdamaian.
: Pada bab ini membahas bagaimana konstruksi pemikiran
Asghar Ali Engineer dalam pendidikan damai Islam, untuk
megantisipasi budaya kekerasan yang ada dalam
masyarakat, guna mewujudkan masyarakat yang ideal
menurut Islam
: Bab ini merupakan bab terakhir, yang terdiri dari
BOGRAFI DAN LATAR BELAKANG
SOSIO KULTURAL ASGHAR ALI ENGINEER
A. BIOGRAFI
Asghar Ali Engineer dilahirkan dalam keluarga Muslim yang taat di
Salumba, Rajasthan, dekat Udiapur pada 10 Maret 1939 dalam keluarga yang
berafiliasi kepada Syi’ah Ismaili.1 Ayahnya bernama Syeikh Qurban Husain
dan ibunya bernama Maryam, ayahnya menjadi seorang amil (pegawai yang
bekerja di Masjid yang mengelola semacam zak at). Sejak kecil Asghar telah
diperkenalkan dengan pendidikan agama tradisional dan sejarah kebudayaan
Islam klasik maupun modem, ia juga diberi pelajaran mengenai tafsir al-
Qur’an, (komentar atau penjelasan atas firman tuhan), ta ’wil (makna ayat al-
Qur’an yang tersenbunyi), fiqih ( yurisprudensi) dan hadis (perkataan Nabi).
Asghar juga belajar bahasa Arab dari ayahnya dan selanjutnya ia menekuni
serta mengembangkannya sendiri. Ia telah diajarkan seluruh karya utama dari
Fatimi Da’wah oleh Sayedna Harim, Sayedna Qadi Nu’man, Sayedna
Muayyad Shirazi, Sayedna Hamidudin Kirmani, Sayedna Hatim Al-Razi,
Sayedna Jafar Manshur Al-Yaman.2
1 Artikel M. Agus Nurwanto “Asghar Ali Engineer: Sang Teolog Pembebasan", diakses di: http://vvww.Asghar dan Perdamaian.com,
2 Robby H. Abror, “Gugatan Epistimologis-Liberatif Asghar Ali Engineer” dalam
Epistimologi Kiri, AR-RUZZ, Jogjakarta, cet. Ke-?., Januari 2006, him. 299.
B. SETTING SOSIO KULTURAL
Asghai Ali Engineer adalah pemikir Islam modem dari India yang
cukup dikenal luas di Indonesia. Pemikiran-pemikirannya mengenai
pluralisme, Islam sebagai ideologi pembebasan dan kesetaraan gender telah
dibaca oleh kalangan terdidik di Indonesia, juga yang tidak boleh dilupakan
adalah pandangan-pandanganya yang menolak keras ide tentang negara Islam
dengan semata-mata mencontoh preseden klasik pada zaman Nabi dan
sahabat.
Pada masa kecilnya, Asghar menyaksikan eksploitasi atas nama
agama terjadi di India. Fenomena tersebut terjadi semenjak ayahnya sendiri
berperan sebagai ulama Bohra. Dirinya menyesalkan sistem eksploitatif
tersebut, namun ia tidak menemukan jalan lain, seakan-akan ia tidak punya
alternatif lain dalam memaknai kehidupan. Pada usia yang masih muda,
sampailah Asghar Ali pada suatu kesimpulan bahwa institusi keagamaan
dapat dijadikan sebagai pemuas ambisi penguasa, padahal menurutnya, ketika
membaca al-Qur'an, ia sangat yakin bahwa tujuan agama yang sebenarnya
adalah memperkaya kehidupan batin serta mendekatkan diri kepada Allah.3
Akumulasi dari seluruh pengalaman pada masa kecil hingga beranjak
dewasa tersebut memberi Asghar sebuah pandangan baru tentang hidup dan
maknanya. Asghar sampai pada kesimpulan bahwa akal sangat penting bagi
pembangunan intelektual manusia, tapi itu pun belum cukup. Wahyu
3 Artikel ini diambil dari hasil Talk Show Perspektif Progresif Seri Khazanah Progresif ke-10 kerjasama P3M dan 97,5 Jakarta News FM, pada Senin, 28 Pebruari - Jumat, 3 Maret 2005,
menurutnya, adalah sumber petunjuk yang sangat penting untuk membangun
kehidupan batiniah. Akal menurutnya, memainkan peran sangat krusial dalam
kehidupan manusia dan signifikansinya tidak dapat diabaikan, tapi tak
disangkal bahwa ia tetap memiliki keterbatasan dan tidak mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan mendasar mengenai makna akhir dan tujuan hidup.
Berawal dari situ, Asghar menarik satu kesimpulan bahwa wahyulah yang
lebih dibutuhkan dalam menjawab berbagai persoalan tersebut.4
Asghar adalah seorang intelektual muslim yang sekaligus aktifis sosial
yang membangun karirnya sebagai seorang ilmuwan, jurnalis, reformer
sosial, dan aktifis masyarakat. Ia sangat perduli dengan berbagi permasalahan
yang dialami masyarakat, saat dunia tertidur, dengan mata tebuka lebar ia
menulis buku, artikel, kolom, mengkonsep memorandum tentang hak-hak
rakyat, atau merencanakan langkah selanjutnya melawan pemimpin Bohras.
Pada saat itu, banyak orang yang terlantar dan hidup menderita dalam ke
tidakpastian yang disebabkan meletusnya kerusuhan kota yang sangat
mengerikan. Hal tersebut yang telah menggugah hatinya untuk mendengarkan
jeritan kesengsaran keluarga-keluarga yang di serang, berbicara dengan para
polisi, merekam kesaksian para aktifis politik dan sosial, serta merinci
pengalamannya kemudian ditulis dalam majalah “Mingguan politik” dan
“Ekonomi Bombay”, sangat banyak figur kota yang diekspos olehnya dalam
ulasannya tentang berbagai kerusuhan komunal pada masa pasca-
kemerdekaan India.5
Hidup yang bermakna, bagi Asghar Ali Engineer hanya dapat dicapai
kalau seseorang mampu menghormati orang lain tanpa terjebak dalam sekat-
sekat yang diciptakan bagi kepentingan kekuasaan. Agama adalah sumber
untuk menciptakan perdamaian, itulah esensi agama. Mereka yang
menggunakan dalih agama untuk melakukan kekerasan adalah mereka yang
bermain dengan kekuasaan. Menjadi orang beragama yang baik berarti tidak
menyakiti sesama manusia, dan menjadi manusia yang baik berarti tidak
terjebak pada simbol-simbol agama.
Kekerasan menurutnya, tidak akan menghasilkan apa pun kecuali
kehancuran. Perdamaian, yang didalamnya berisi tentang keadilan dan
harmoni sosial merupakan pilihan dari dua hal: non-violence (anti kekerasan)
atau non-existence (anti eksisitensi). Demi menegakkan perdamaian, Asghar
Ali Engineer memilih yang pertama (anti-kekerasan), pilihan itu acap
membawanya pada situasi rumit di dalam masyarakat India yang memiliki
spektrum luas dalam agama, kelompok, etnis, dan kasta. Akibatnya, ia tak
hanya dipandang sebagai musuh oleh kelompok yang berbeda, tetapi juga di
dalam kelompok yang sama dengannya.6
Asghar Ali menggambarkan pertemuannya dengan Mahant Gyndas
(salah satu tOKoh Hindu yang berpengaruh di Ayodhya) pasca kasus
5 Robby H. Abror, op.cit., him. 297
pembakaran Masjid Babri di Ayodhya dan insiden kekerasan di Sabarmati
Express yang menewaskan 59 orang. Dalam Ayodyc’s Voice tanggal 9
Oktober 2003. la menanyakan kepada Mahant: “Kapan Kuil Ramjanambhooni
dibangun di bekas reruntuhan Masjid Babri?”, lantas Mahant mengatakan,
“Kuil itu hanya akan dibangun kalau orang Hindu dan Muslim bekerja
bersama membangunnya, kalau tidak sepakat tunggu keputusan pengadilan.
Kuil itu tak bisa dibangun di atas tumpahnya darah manusia”. Asghar
mengambil satu kesimpulan dalam pertemuan tersebut, bahwa kebersatuan
Hindu-Islam lebih penting dibandingkan kuil. Kelompok Sangh Parivar dan
kelompoknya yang agresif yang mengatasnamakan suara otentik dari 800 juta
umat Hindu di India, menganggap suara Mahant tidak berhak mewakili orang
Hindu, tetapi setidaknya suara yang mewakili kemanusiaan universal itu mulai
mengganggu banyak yang penuh prasangka dan kebencian.7
Sebagai seorang aktifis sosial ia sendiri juga sering mengalami
kekerasan. Pada tahun 2000 ia diserang oleh kelompok yang dipimpin oleh
Sayedna Mohammed Burdanuddin, Kepala Komunitas Bohra, ketika pulang
dari seminar mengenai harmoni sosial. Serangan itu tidak terlepas dari
kegiatan Ali dan organisasinya “Gerakan Reformis Bohra” yang membela
kelompok Dawoodi Bohra, suatu komunitas kecil Islam yang berbeda aliran
dengan kelompok Islam arus utama. Sebagian besar anggota kelompok itu
adalah pedagang. Organisasi itu juga melakukan advokasi untuk
demokratisasi manajemen komunitas dan akuntabilitas dana komunitas, serta
meminta pemerintah menghentikan penarikan pajak yar.g tinggi oleh para
pemuka agama. Perjuangannya menolak kekerasan komunal membuat Asghar
beberapa kali diserang; di antaranya di Calcutta tahun 1977, Hyderabad tahun
1977 dan 1981, serta di Mesir tahun 1983.8
la mempertahankan langkah hidupnya dengan menggunakan dua
ruangan kecil ai apartemennya yang dilengkapi perabot yang sangat terbatas
dalam melakukan berbagai aktifitas intelektualnya. Inisiatif-inisiatif
reformisnya muncul karena ia telah merasakan sendiri bagaimana dianiaya
dan diserang secara fisik. Hal tersebut berlangsung pada saat ia melakukan
kampanye-kampanye publiknya melawan komunalisme.
Banyak dari cita-c'tanya yang belum terpenuhi, yaitu agenda
reformasinya yang belum sepenuhnya membebaskan daerahnya dari
keterkungkungan, meskipun Ia mempunyai waktu dan terdorong pula oleh
tindakan-tindakan yang melampaui batas yang telah dilakuan oleh Imam
Besar Bohras. Rekomendasi Komisi Nathawani yang seharusnya membuat
perasaan menjadi menyenangkan dalam masyarakat yang beradab, telah di
buang ke dalam keranjang sampah sejarah. Pertanyaan yang muncul dalam
benak Asghar adalah “Mengapa seseorang harus menantang pemimpin
spiritual dari sebuah mitos agama yang berpengaruh di India sebelah Barat?”.
Lantas ia mengambil satu kesimpulan, bahwa orang-orang muslim tidak bisa
menagkap substansi dari perjuangannya.9
*lbid
Sosok Asghar Ali Engineer bukan hanya seorang pemikir, tetapi juga
seorang aktifis. Kebetulan, ia merupakan pemimpin salah satu kelompok
Syi ’ah lsm a’iliyah, Daudi Bohras (Guzare Daudi) yang berpusat di Bombay
India. Melalui wewenang keagamaan yang ia miliki, Asghar Ali berusaha
menerapkan gagasan-gagasannya. Untuk itu ia harus menghadapi reaksi
generasi tua yang cenderung bersikap konservatif, mempertahankan
kemapanan.
Daudi Bohras, sebagai satu kelompok yang dipimpin oleh Asghar,
banyak membentuk wataknya sebagai seorang aktifis sosial. Para pengikut
Daudi Bohras dipimpin oleh Imam sebagai pengganti Nabi yang dijuluki
Amiru 7 Mukminin. Mereka mengenal 21 orang Imam. Imam mereka yang
terakhir Mawlana Abu ‘1-Qasim al-Thayyib yang menghilang pada tahun 526
H. Akan tetapi mereka masih percaya bahwa ia masih hidup hingga sekarang.
Kepemimpinannya dilanjutkan oleh para Da’i (dari perkataan itu berasal
ungkapan Daudi) yang selalu berhubungan dengan Imam terakhir itu.10
Menjadi seorang Da’i tidaklah mudah. Ia harus mempunyai 94
kualifikasi yang diringkas dalam 4 kelompok:
1. Kualifikasi-kualifikasi pendidikan
2. Kualifikasi-kualifikasi administratif
3. Kualifikasi-kualifikasi moral dan teoritikal, dan
4. Kualifikasi-kualifikasi keluarga dan kepribadian.11
10 Eko Prasetyo, Islam Kiri: Jalan Menuju Revolusi Sosial. INSIST, Yogyakarta, cet Ke- 2, Febuari 2004, him. 23
Hal yang menarik adalah bahwa di antara kualifikasi itu, seorang Da’i
harus tampil sebagai pembela umat yang tertindas dan berjuang melawan
kezaliman. Asghar memenuhi semua kriteria seperti disebutkan di atas, maka
ia juga disebut sebagai seorang Da’i.
Memahami posisi Asghar seperti disebutkan di atas, maka tidak heran
mengapa Asghar Ali Engineer begitu lantang dalam menyoroti berbagai
kezaliman dan penindasan yang terjadi dalam masyarakat. Ia menganjurkan
bukan sekedar merumuskan teologi transformatif akan tetapi lebih dari itu.
Asghar Ali menghimbau generasi muda Islam untuk merekonstruksi teologi
radikal transformatif. Wacana tentang teologi pembebasan muncul di
kalangan gereja Katolik di Amerika Latin, yang ternyata tidak direstui
Vatikan. Pada saat itu Asghar justru menulis artikel tentang “Teologi
Pembebasan dalam Islam”. Tulisan-tulisan dalam buku itu sarat dengan
analisa filosofikal dan historikal untuk merumuskan teologi pembebasan
dalam konteks modern.12
Asghar harus melintasi kerasnya hidup sebagai seorang aktifis sosial
sendirian, namun ia tetap konsisten memerangi obskurantisme, intoleransi dan
kemunafikan religius. Selama hampir dua dekade, ia bergulat dalam
pergerakan dan ini betul-betul menganggu status quo dan merupakan ancaman
bagi kemapanan muslim, politik dan agama. Keprihatinan dan
kegelisahannnya telah mendorong untuk menggugat segala bentuk kemapanan
yang menindas dan membodohi kaum yang lemah, sekalipun harus
berhadapan dengan pemimpin teras spiritual. Semangat revolusioner Asghar
cenderung bersifat praksis ketimbang teoritis. Hal itu tercermin dalam seluruh
karyanya yang bersifat gugatan epistimologis dan liberatifhya.
Semangat Asghar yang begitu revolusioner tidak terlepas dari
keyakinannya, bahwa pembebasan seringkah lahir dari kekuatan orang yang
justru mengalami penderitaan, mengingat dia dapat memahami benar tentang
penderitaan sesama manusia. Islam menurutnya, datang dari strata yang
rendah dalam masyarakat yang didalamnya memiliki dua aspek, yaitu
kemiskinan dan penderitaan. Seperti ia mencontohkan, jika Yesus terlahir
dalam keluarga tukang kayu, maka Muhammad SAW pada masa kecilnya
adalah penggembala onta. Islam hadir dan mendeklarasikan bahwa manusia
sederajat dan sejajar di hadapan Allah. Islam juga mengajarkan supaya
manusia jangan pernah melakukan pembedaan ataupun diskriminasi, semua
orang harus mengupayakan terwujudnya kesejajaran.13
Sejarah perjuangan Nabi Muhammad SAW di masa-masa permulaan
menyebarkan Islam juga menjadikan isnspirasi baginya, misalnya Asghar Ali
sampai pada kesimpulan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang
revolusioner, baik dalam ucapan maupun dalam tindakan, dan beliau berjuang
untuk melakukan perubahan-perubahan secara radikal dalam struktur
masyarakat di zamannya. Sejarah Nabi adalah sejarah perubahan sosial untuk
menentang sistem yang timpang. Dengan kata lain, sosok Muhammad
menurut Asghar, dilahirkan sebagai voice o f social reform, dengan demikian
juga sama dengan Nabi-Nabi sebelumnya. Seperti Nabi Musa yang dianggap
sebagai pembebas kaumnya yang mana ditindas oleh arogansi dan
kesewenang-wenangan Fir’aun.14
Bertolak dari telaah kesejarahan terhadap dakwah dan perjuangan
Nabi Muhammad SAW tersebut, Asghar merevisi konsep dan pengertian
mukmin dan kafir, dengan mengambil sudut pandang yang berbeda dengan
apa yang umum sebagai mana dipahami oleh umat Islam sekarang. Ia
mengatakan bahwa, ’’orang-orang kafir dalam arti yang sesungguhnya adalah
orang-orang yang menumpuk kekayaan dan terus membiarkan kezaliman
dalam masyarakat serta merintangi upaya-upaya menegakkan keadilan”.
Dengan demikian bagi Asghar Ali, seorang mukmin sejati bukanlah sekedar
orang yang percaya kepada Allah akan tetapi juga ia harus seorang mujahid
yang berjuang menegakkan keadilan, melawan kezaliman dan penindasan,
kalau ia tidak berjuang menegakkan keadilan dan melawan kezaliman serta
penindasan, terlebih ia justru mendukung sistem dan struktur masyarakat yang
tidak adil, meskipun ia percaya kepada Tuhan, orang itu dalam pandangan
Asghar masih dianggap tergolong sebagai orang kafir.15
14 Agus Nurwanto, dalam Asghar Ali Engineer: Sang Teolog Pembebasan, op. c it.
C. PENDIDIKAN ASGHAR ALI ENGINEER DAN KARIR AKADEMIK
Pendidikan yang ditempuh Asghar adalah pendidikan agama dan juga
pendidikan sekular. la adalah lulusan terbaik sipil dari Indore (M.P) dengan
tanda kehormatan, serta mengabdi selama dua puluh tahun sebagai seorang
insinyur di Korporasi Kota Praja Bombay dan kemudian mengundurkan diri
secara sukarela untuk menerjunkan dirinya ke dalam gerakan reformasi
Bohra.16
Ia mulai memainkan peran penting dalam gerakan reformasi dari tahun
1972, ketika terjadi pemberontakan di Udapur. Asghar telah menulis beberapa
artikel tentang gerakan reformasi di beberapa koran India terkemuka seperti
The Times o f India, Indian Express, Statesman, Telegraph, The Hindu, dan
sebagainya. Ia terpilih dengan suara bulat sebagai Sekretaris Umum Dewan
Pengurus Pusaat Masyarakat Dawoodi Bohra dalam konferensinya yang
pertama di Udapur pada tahun 1977. Ia mencurakan waktu dan pikiranya demi
urusan besar pada waktu itu, yaitu gerakan reformasi dan
menginternasionalisasikan gerakan reformasi, baik melalui tulisan-tulisan
maupun ceramah-ceramahnya.17
Asghar juga menghasilkan karya atas masalah yang tak kalah berat,
yaitu tentang “kekerasan komunal dan komunalisme di India” sejak pecahnya
kerusuhan besar pertama di Jalapur, India, pada tahun 1961. Karyanya ini
dipertimbangkan sebagai pelopor dan telah diakui oleh Universitas Calcutta
yang kemudian menganugerahkan Gelar Kehormatan (D.Lit) pada bulan
Februari 1983.18
Sebagai seorang Intelektual muslim terkemuka, Asghar Ali Engineer
sering diundang untuk konferensi-konferensi internasional tentang Islam oleh
berbagai pihak, baik oleh pemerintah maupun universitas. Asghar juga
me nberi kuliah di beberapa universitas terkemuka di berbagai negara, antara
lain Amerika, Kanada, Indonesia, Malaysia, Jerman, Prancis, Lebanon,
Thailand, Pakistan, Sri Langka, Yaman, Meksiko, Mesir, Jepang, Uzbekistan,
Rusia, dan sebagainya, ia juga mengajar di seluruh universitas di India. Ia
telah menerima beberapa penghargaan atas karyanya tentang pemahaman
interreligius. Pandangan-pandangannya tentang berbagai hal, termasuk
kesetaraan hubungan perempuan dan laki-laki serta dekonstruksi teks,
dituliskan dalam lebih dari 40 buku dan ratusan artikel di media massa.
Tahun 1997 pada Hari Republik India, Ia juga diberi penghargaan
“National Communal Harmony Award” oleh pemerintah India, atas berbagai
karyanya dalam mempromosikan harmoni komunal kepada dunia.19 Seluruh
upayanya itu membuat Asghar Ali terpilih sebagai penerima penghargaan
Nobel alternatif, The Right Livelihood Awards tahun 2004.20
E. KARYA TULIS
Asghar merupakan penulis yang produktif yang telah
melahirkan lebih dari 40 (empat puluh) buku, tetapi dalam skripsi ini
penulis hanya memeperdalami beberapa karya Asghar Ali Engineer, antara
lain:
1. Asghar Ali Engineer, Liberalisasi Teologi Islam : Dalam
Membangun Teologi Damai Dalam Islam, terj. Rizqon
Khamarni, Alena Bintang Jendela Aksara,Yogyakarta, cet. K.e-1,
Mei 2004.
2. Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan, terj.
Agung Prihantoro, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, cet. Ke-2, Januari
2003
3. Asghar Ali Engineer, Devolusi Negara Islam, terj. Imam Muttaqin,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, cet. Ke-1, Desember 2000
4. Asghar Ali Engineer, Asal-Usul dan Perkembangan Islam, terj.
Imam Baihaqi, Pustaka Pelajar, Yoyakarta, cet-Ke-1, November
1999
Tiga pokok soal yang mendasari pemikiran-pemikiran Asghar dalam
berbagai karyanya. Pertama, mengenai hubungan antara akal dan wahyu yang
saling menunjang. Kedua, mengenai pluralitas dan diversitas agama sebagai
keniscayaan. Baginya, fanatisme dan sektarianisme keagamaan adalah
satunya kebenaran dan yang lain adalah salah. Ketiga, mengenai watak
keberagamaan yang tercermin dalam sensitivitas dan empati terhadap
KONSEP ASGHAR ALI ENGINEER
TENTANG PERDAMAIAN DALAM ISLAM
A. FAKTOR EMPIRIK DAN IDEOLOGI DALAM KEKERASAN
Islam dewasa ini, menurut Asghar Ali Engineer menjadi agama yang
paling banyak diperdebatkan. Banyak orang berfikir, Islam mencetak fanatisme
dan kekerasan dan sebagian orang yang lain menegaskan bahwa Islam adalah
agama damai dan memiliki daya pikat spiritual yang dalam. Banyak orang
beranggapan bahwa Islam adalah agama pendorong teror, dan sementara pada
pihak lain tidak kurang banyaknya orang meyakini Islam sebagai agama yang
memberikan ketenangan batin dan kearifan.1 Perbedaan sudut pandang dalam
memahami ajaran Islam tersebut menurut Asghar, berakibat pada perbedaan
setiap orang melihat Islam dari sudut yang diinginkannya. Pemahaman itu
berimplikasi pada munculnya sejumlah pendekatan terhadap Islam yang
berbeda-beda dan setiap manusia berusaha melihat refleksi pendekatan dirinya
dalam Islam.
Islam identik dengan kekerasan, tidak saja dalam benak non-muslim
semata, tetapi arumsi tersebut juga ada dalam benak seorang muslim. Kata
‘Asghar Ali Engineer, Liberalisasi Teologi Islam : Dalam M em bangun Teologi D am ai Dalam Islam, terj. Rizqon Khamami, Alena B intang Jendela Aksara,Yogyakarta, cet. Ke-1, M ei 2004, him. 2
Jihad, menurut Asghar banyak digunakan oleh anak muda yang dilanda frustasi
karena tidak mampu menemukan jalan lain dalam menghadapai realita yang ada
di sekitarnya, dan kata tersebut juga oleh mereka yang berjuang untuk
kemerdekaan nasional dan otonomi wilayah. Hal tersebut bisa berakibat
membuat kesan seakan-akan kekerasan tersebut dianggap sebagai perang suci
{holy war) yang dibenarkan oleh Islam.2
Mengartikulasikan kekerasan untuk mencapai sebuah tujuan dan
penggunaan agama untuk menjustifikasi sebuah tindakan akan menjadi senjata
yang sangat ampuh. Agama dan teks-teks sucinya mampu menjadi pendorong
untuk melakukan tindakan sosial, dan karena masyarakat kuat dalam
memegang tradisi agama, maka nilai-nilai yang berlaku selalu dicarikan
pembenar dari dimensi agama. Agama bagi para penikmat kekerasan adalah
agama yang dimaknai sebatas identitas, bukan sebagai agama substansi.
Kekerasan menggunakan dalih untuk menegakkan ajaran agama,
memang sudah menjadi tragedi kemanusiaan yang sudah sejak lama menghiasi
perjalanan umat manusia. Ajaran agam a apapun dilihat dari sisi normatif, tidak
akan mendorong dan menganjurkan pengikutnya untuk melakukan kekerasan.
Tapi secara historis-faktual seringkah dijumpai tindak kekerasan yang
dilakukan oleh sebagaian anggota masyarakat yang mengatasnamakan agama.
Menurut Asghar Ali Engineer, dalam melihat suatu kekerasan penting
untuk mencari faktor-faktor yang berpengaruh dalam kekerasan, sehingga dapat
dibedakan mana yang bersifat empirik dan mana bersifat yang ideologi. Antara
agama dan kekerasan, keduanya tidak selamanya bertemu. Kekerasan
merupakan “empirik” karena banyak faktor yang terlibat didalamnya,
sedangkan kedamaian adalah “ideologi”, karena agama sebagai peganggan
manusia agar manusia hidup bahagia tidak akan mengajarkan kepada umatnya
untuk melakukan kekerasan. Dalam al-Q ur’an sendiri, memperbolehkan jalan
kekerasan hanya dalam situasi yang tak terelakkan, namun juga memerintahkan
damai sebagai norma yag harus dipatuhi. Agama apapun, sesungguhnya datang
untuk menegakkan keadilan dan kedamaian di bumi. Kekerasan menurut
Asghar, tidak pernah menjadi bagaian agama manapun, tidak terkecuali agama
o Islam.
Peperangan di kalangan umat Islam mulai muncul ketika Nabi
Muhammad meninggal, banyak dari suku-suku bangkit menentang kekuasaan
penduduk kota. Ini disebut riddah (kemurtadan) dan menjadi pemberontakan
yang umum terjadi di sepanjang Arabia. Suku Badui3 4 tidak pernah mau tunduk
pada setiap keuasaan. Kondisi ekonomi mereka tidak memungkinkan mereka
3 Ibid., him. 183
tunduk kepada setiap bentuk negara. Sementara, di dalam Madinah sendiri,
perebutan kekuasaan terjadi antara berbagai kelompok setelah mendengar Nabi
wafat dan suku-suku satu persatu mulai meniggalakan Islam.5 Abu bakar
kemudian mengambil langkah yang tegas untuk memadamkan pemberontakan
tersebut. Peristiwa ini dikenal dengan perang riddah, dalam sejarah Islam.
Beribu-ribu orang mati dalam perang ini dan banyak kepentingan yang terlibat
didalamnnya. Perang ini merambah hampir ke seluruh Arab dan nyaris
menghancurkan kekhalifahan Islam yang baru saja berdiri. Konflik dalam
agama baru (Islam) tersebut lebih disebabakan oleh faktor ekonomi, sosial dan
moral.6
Peperangan untuk menaklukkan wilayah lain merupakan sesuatu yang
integral dalam permulaan sejarah Islam. Hal tersebut didorong oleh persediaan
makanan untuk pendududuk Arab yang telah memeluk agama Islam jumlahnya
sangat banyak tidak lagi mencukupi, sedangkan peperangan antar suku sudah
dilarang. Pencarian daerah yang subur guna memenuhi kebutuhan masyarakat
Arab tidak terelakkan, dengan berekspansinya negara Islam, sumber-sumber
pendapatannya pun mengalami peningkatan.7 Dalam prespektif Asghar,
penaklukkan (invansi) yang dilakukan oleh para tentara M uslim waktu itu
bukan untuk bertujuan menyebarkan Islam, akan tetapi lebih kepada untuk
5 Ibid.,him. 221 6 Ibid. him. 221
mendapatkan harta rampasan.8 Sejarah kekerasan dalam Islam, lebih banyak
disebabkan oleh kepentingan pribadi demi keuntungan sendiri, yang meliputi
ekonomi, politik dan kekuasaan daripada karena ajaran Islam atau peperangan
melawan non-muslim.
Kekerasan dalam Islam, menurut Asghar hendaknya diletakkan dalam
konteks lintasan sejarah umat Islam. Menurutnya, seorang ahli sejarah yang
berusaha mengamati asal-usul perkembangan Islam tidak dapat menggunakan
pendekatan teologis dalam melihat suatu sejarah. Dia harus menggunakan
faktor empiris dalam menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi dalam suatu
agama jik a akan menggurai faktor-faktor lain selain faktor ideologis yang
terlibat dalam pembentukan sejarah. Teologi, ideologi atau sebuah visi,
memainkan peran dalam mendorong, mengarahkan secara apriori dan
memberikan orientasi teologis bagi sejarah. Sejarah tidak dapat dinilai dari
faktor pendorong subjektifnya saja, karena ajaran-ajaran agama tidak dapat
menciptakan sejarah, karena al-Qur’an juga memberikan kebebasan yang
sangat luas kepada manusia untuk bertindak, dan menentukan mana yang baik
dan buruk dalam segala tingkah lakunya.9
8 Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan, terj. Agug Prihantoro, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, cet. Ke-3, Januari 2003, him. 211
Kekerasan pada masa pasca Islam, lebih merupakan dampak dari
perebutan kekuasaan dan tidak ada kaitannya dengan Islam .10 Asghar
mencontohkan, tragedi hebat Karbala yang berlangsung pada sepuluh
Muharram, yang mana cucu Nabi sampai terbunuh oleh kekuatan jah at saat ia
hendak menghidupkan kembali moralitas luhur Islam. Lalu Bani Umayyah
merebut kekuasaan dan bertindak keras dan kejam dalam upaya
mempertahankannya. Y usuf al-Hajaj, Gubenur Iraq selama priode Umayyah,
memakai teror besar dan sangat lalim dalam menghabisi musuh-musuhnya.
Kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah, dengan beberapa pengecualian, tidak
punya rasa penyesalan dalam menggunakan kekerasan demi tercapainya tujuan
mereka. Para pendiri dinasti Abbasiyyah dikenal sebagai as-Saffah (orang yang
mengalirkan darah).11
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, terjadi perdebatan yang sangat
sengit antara dua faham yang berlainan (Jabbariyah dan Qadariyyah). Bani
Umayyah, yang pada saat itu berkuasa secara terang-terangan mendukung
mereka yang mempercayai faham Jabbariyah, dan menindak tegas bagi mereka
yang mempercayai faham Qadariyyah. M ereka yang berfaham Jabbariyyah
berpendapat bahwa rezim Umayyah telah di takdirkan oleh Allah, dengan
demikian harus diterima apa adanya. Sementara itu, mereka yang berfaham
Qadariyyah berpendapat, bahwa seorang muslim berhak menumbangkan rezim
Umayyah lantas menggantikannya dengan rezim yang lebih adil. Pertarungan
antara faham tersebut menurut Asghar pada dasarnya bersifat politis daripada
agama. Dukungan yang diberikan Bani Umayyah lebih untuk mengamankan
posisi mereka sebagi penguasa dari ancaman faham-faham yang berpotensi
menggulingkan keuasaannya.
Tradisi keagamaan merupakan sesuatu entitas yang kompleks, karena
tradisi tersebut bukan hanya perwujudan nyata dari pandangan keagamaan
melalui proses sosio-kultural, namun berkembang secara beragam, dan selain
itu juga ada yang seragam. Tradisi keagamaan, menurut Asghar dalam konteks
ruang dan waktu tertentu akan sangat berbeda dengan tradisi keagamaan dalam
ruang dan waktu yang lain.12 13
Dua tradisi besar dalam Islam (Sunni dan Syi’ah) juga mempunyai
pandangan yang berbeda terhadap konsep kekerasan. Tradisi Sunni sangat erat
dan identik dengan kekuasaan sedangkan tradisi Syi’ah sangat kental dengan
kesyahidan {martyrdom). Konsep kekerasan dalam kedua tradisi tersebut juga
akan sangat berlainan. Tetapi dalam kedua tradisi besar tersebut tidak ada
konsep tentang non-kekerasan (non-violence), kekerasan tidak begitu
12 Ibid., him. 88
ditonjolkan dalam kedua tradisi tersebut, akan tetapi non-kekerasan juga belum
diterima sebagai doktrin yang integral.14
Tentang kekerasan, walaupun dalam al-Qur’an menolak secara tegas
kekerasan, tetapi dalam seluruh tradisi Islam tidak ditemukan doktrin yang
membahas non-kekerasan, tetapi al-Qur’an tidak menempatkan antara
kekerasan dan non-kekerasan sebagai pasangan yang berlawanan, tetapi sebagai
dua hal yang berbeda, dua bagian yang hidup yang tidak sama.
Islam di India juga sangat identik dengan kekerasan dan kekuasaan.
Munculnya persepsi tersebut tidak berarti lantas menyalahkan semua kekerasan
dalam sejarah Islam bersumber dari ajaran al-Qur’an. Pandangan yang mana
Islam identik dengan kekerasan di India tersebut menurut Asghar, berasal dari
orang Hindu di India Utara, dan tidak sepenuhnya anggapan tersebut salah.
Islam masuk ke India Utara berkat invasi yang dilakukan oleh Qasim bin
Muhammad. Invasi ini diikuti dengan pertentanggan diantara penguasa-
penguasa di Asia tengah (yang memeluk agama Islam dengan berbagai latar
belakang) yang terjadi susul-menyusul. Bagian selatan di sepanjang pantai
Kerala justru sebaliknya, Islam disebarkan oleh pedagang-pedagang Arab
dengan damai, sehingga Islam tidak dipahami sebagai agama dengan tradisi
kekerasan, dengan demikian menurut Asghar ada semacam perbedaan orang
Hindu da'am memahami Islam antara India Utara dan India Selatan. Perbedaan
persepsi tersebut berangkat dari latar-belakang masuknya Islam di India.15
Faktor-faktor yang melatar-belakangi terjadinya kekerasan dalam tradisi
Islam di India harus betul-betul dipahami secara benar. Tujuannya, agar tidak
terjadi kesalahan dalam mengidentikkan Islam tersebar melalui cara-cara
kekerasan dan membenarkan penggunaan kekerasan. Penguasa Muslim yang
melakukan invasi ke India, menurut Asghar, tidak ada yang mempunyai
motivasi untuk menyebarkan atau mendakwahkan Islam secara mumi dan tulus.
Faktor utama dari para penguasa tersebut adalah merampok, merampas atau
menancapkan kekuasaan politik. Namun hal tersebut sulit untuk dijelaskan
secara terbuka dan terus terang, dengan kata lain, invasi politik tersebut
dilegitimasi dengan dakwah Islam. Asghar mencontohkan Ghaznavi, yang
menyatakan sebagai seorang muslim sejati yang menghancurkan berhala di
Somnath, dia tidak pernah kembali ke Sonmath untuk mengislamkan orang-
orang yang menyembah berhala. Dia buru-buru merampas emas yang ada
dikuil-kuil dan lari dengan memberikan kekuasaannya kepada penyembah
berhala.16
Perselisihan antar penguasa Muslim di India, dan di banyak juga di
daerah lain menurut Asghar, lebih disebabakan oleh faktor perbedaan suku,
bukan faktor agama. Di India, perselisihan itu lebih tepat disebut sebagai
perselisiahan antara suku Thughlaq, Pathan, Mughal dan seterusnnya, daripada
antara Syi’ah dan Sunni. Berbagai tindak kekerasan tersebut menurutnya, bukan
karena agama semata, namun juga banyak dilatar-belakangi oleh struktur sosial
yang timpang, dominasi satu etnik terhadap etnik lain dan juga perebutan
kekuasaan yang terjadi secara turun-temurun.17 18 Secara tidak langsung dapat
disimpulkan, bahwa hal yang paling mendukung terjadinya berbagai kekerasan
tersebut karena didukung oleh kondisi ekonomi atau sosio-politik, karena
agama tidak akan dapat berbuat banyak jik a memang kondisi sosial
memungkinkan terjadinya hal tersebut. Seperti diungkapkan Asghar:
“In other words it is not religion per se wich explains violence but social structure, ethic domination or struggle for power which generates it. Even a religion giving most unrestricted sanction to violence cannot generate it if socio-economic or socio-political condition do not warrant it. And on the other hand, most non-violence religion cannot stop it if the social conditions are congenial to it”.
Asghar mengutip dalam kitab Futuhl al Buldan (pembebasan negeri)
karya al Baldhuri, yang menyebutkan adanya beberapa perjanjian antara
muslim dan non-muslim untuk memahamai lebih jauh tentang Islam. Saat
terjadi sejumlah peperangan antar berbagai pemimpin muslim maupun
peperangan dengan non-muslim, lebih benyak berm otif penaklukan dan
17 Ibid., him. 216
hegemoni politik. Hal yang patut disayangkan adalah, adanya sejumlah
sejarawan yang menganggap berbagai peperangan terse out sebagai satu cara
untuk menyebarkan Islam. Hal tersebut sangat disayangkan oleh Asghar, karena
anggapan tersebut tak berdasar dan terlalau disederhanakan. Menurutnya
anggapan para sejarawan tersebut tersebut bukan dikarenakan pemahaman
terhadap Islam yang begitu minim, akan tetapi karena kebencian mereka yang
begitu mendalam terhadap Islam.19
B. TEOLOGI DAMAI ISLAM
Menurut Asghar, Teologi adalah ilmu yang mempelajari Tuhan dan ayat-
ayat-Nya serta makna hakiki yang ada di balik ayat-ayat tersebut. Karena Tuhan
itu kreatif, maka teologi juga harus demikian. Teologi berhadapan dengan
kehendak Tuhan. Teologi menurut Asghar bersifat kontekstual dan juga
normatif. Teologi tidak dapat menghindar dari konstektualitas dan normatifitas.
Karena jik a suatu teologi tidak bersifat kontekstual, maka tidak akan berguna
bagi masyarakat pada saat tertentu, dan jika tidak normatif, maka bukan hanya
akan memepertahankan status quo, namun ju g a tidak akan memberikan
inspirasi bagi manusia dalam menjalankan kehidupannya20
Pada umat Islam, teologi yang dikenal sebagai ilmu Ilahi, atau ilmu kalam
yang juga dikembangkan dalam agama Kristen. Terkadang pemikiran manusia
ini menurut Asghar dianggap dogma dan doktrin yang tak terbantahkan.
Pendapat mereka tersebut kadang dianggap sama sucinya dengan Kitab Suci itu
sendiri.21 Banyak pemahaman dalam sebagaian masyarakat yang mengatakan
bahwa teologi tidak memberi kebebasan kepada manusia sesungguhnya bersifat
sosio-temporal.
Teologi dalam pengertian metafisis dan di luar proses sejarah sungguh
sangat memberikan ruang yang sangat bebas kepada manusia. Karakteristik
teologi yang penuh ketidakjelasan metafisis dan pembicaraanya mengenai
masalah-masalah yang abstrak, menurut Asghar justru akan membuat para
teolog terjebak dan akan berpihak pada status quo.22 Idealnya, teologi dalam
pembahasa.iya harus dibawa ke wilayah yang lebih konkret, yang mampu
menjawab berbagai permasalahan ummat manusia, sehingga teologi tidak
semakin menjauh can lari dari permasalahan manusia, akan tetapi mampu
menjadi solusi dengan mejadikan teologi tersebut sebagai satu dasar untuk
bertindak.
Perdamaian merupakan perkara yang paling mendasar dalam Islam,
dalam Bahasa Arab, kata Islam berarti menciptakan kedamaian dan tunduk
kepada kehendak Allah SW T.23 Menurut Asghar, ini adalah tugas yang
mengikat setiap mus’.im untuk berusaha menciptakan perdamaian. Jihad dalam
konteks perdamaian, bukanlah identik dengan kekerasan, tetapi sesungguhnya
21 Asghar Ali Engineer, Liberalisasi Teologi Islam, op.cit., him. 88 22 Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan, op.cit., him. 2
jihad sesungguhnya adalah bekerja untuk perdamaian dan keadilan dalam
dunia. Salah satu nama Allah adalah Salam (Damai), clan ketika seorang
muslim sadar akan posisinya sebagai hamba Allah, maka konsekuensi dari hal
tersebut menurut Asghar, yaitu seorang muslim tersebut secara tidak langsung
menjadi pengabdi perdamaian, dalam konteks menciptakan kedamaian di atas
bumi.24
Kecenderungan untuk berbuat agresi dan kekerasan, dan hasarat kuat
untuk hidup dalam kedamaian adalah sesuatu yang telah digariskan oleh Tuhan
terhadap manusia. Hal ini dikarenakan, kepribadian manusia yang berputar-
putar yang mengharuskan kita untuk dapat memahami dinamika kehidupan dan
juga kekerasan. Allah menghendaki damai, dan Ia menciptakan kita demi tujuan
itu, tetapi ketamakan terhadap hal-hal yang bersifat duniawi, membuat manusia
rendah dan menjadi alat agresi dan pencipta kekerasan.
Islam sebagai suatu ajaran, pada dasarnya sangat menjunjung tinggi
nilai-nilai cinta kasih antar sesama-manusia dan sangat menentang kekerasan
dalam bentuk dan hal apapun, karena tidak sesuai dengan cita-cita Islam.
Karena ajaran Islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW merupakan
suatu rahmat bagi seluruh alam, yaitu kesejahtraan bagi setiap orang, tanpa
memandang latar belakang agama, tingkat sosial dan kebangsaanya. Hal
tersebut mendorong agar tercipta satu tatanan masyarakat yang kondusif, hidup
rukun, damai dan sejahtera.
Asghar menyimpulkan bahwa Nabi Muhammad melalui ajaran Islam
sesungguhnya membawa misi damai. Salam, A ssalam u’alaikum (semoga
kesejahtraan bagimu) yang banyak diucapkan seorang muslim kepada seorang
muslim lainnya juga mengindikasikan kedamaian ini.
Keadilan, kasih sayang dan kearifan menurut Asghar, yang merupakan
nilai inti al-Qur’an adalah jauh lebih penting dari formula legal apapun masa
lalu dan dari gambaran norma sosial pada masyarakat tersebut. Hukum yang
tidak menangkap spirit perubahan sosial yang menyerap nilai inti, tidak
memiliki pesan keadailan. Perlu diingat bahwa segala sesuatu yang adil pada
masa silam tidak selalu muncul sebagai adil pada masa sekarang. Konsep
keadailan tidak akan berubah, tetapi norma keadilan sebaliknya.
Islam menurut Asghar berasal dari akar kata s-l-m dan bermakna salam
(damai, lawan dari perang).25 26 Sehingga menurut Asghar, salah satu sifat Islam
yang berbeda dari jahiliyah27adalah rendah hati sebagai lawan dari arogan,
dendam dan perang. Islam berarti penegak kedamaian dan tunduk kepada
kehendak Allah.
25 Asghar Ali Engineer, I b id, him. 4
‘6 Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan, op.cit., him. 204
Dalam al-Qur’an d iteg ask an :
"
-)
i A i l
*-=>
^ l_^i>ol
IjJwOU ^
Q
j
L
l
>
if t a. „ > *■ * 4 £ - / - » j JS ' *+..* » ) -> A il ^ y ja L x J
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (Q.S. 2: 208)’™
Masuk ke dalam Islam (damai) pada ayat di atas, menurut Asghar berarti
masuk dengan sepenuh hati. Hal ini juga berarti ketertundukan secara total
kepada Allah.
Perdamaian di dunia sangat ditentukan oleh prilaku manusia. Perdamaian
dapat terwujud selama manusia taat pada petunjuk suci Tuhan. Agama
berintikan nilai-nilai, termasuk didalamnya nilai perdamaian sehingga orang
yang tidak berkeyakinaan kepada Tuhan (atheis) sekalipun, tidak akan dapat
menolak kebutuhan akan pedamaian sebagai bentuk tuntutan moral. Wahyu
dalam Islam adalah petunjuk dalam bersikap, baik secara individual atau secara
sosial. Wahyu bukan persoalan kepercayaan terhadap ayat atau kitab suci, akan
tetapi merupakan persoalan implementasi terhadap titah suci dan realisasi
perintah-perintah tuhan.
Perintah tentang perang, dalam lintasan sejarah menurut Asghar,
seharusnya ditempatkan dalam konteks Arab abad keenam dan tujuh di dunia 28
Arab dalam tradisi kesukuan. Pada masa itu Nabi Muhammad dan para sahabat
harus berhadapan dengan situasi nyata yang mau tidak m au harus dihadapi.
Kekuatan hebat musuh siap menggerus muslim. Islam sebagai ajaran baru
tentu saja masih sangat rentan terhadap berbagai ancaman yang akan muncul.
Nabi sendiri meninggalkan Makkah ketika ancaman serius yang
membahayakan dirinya dan melakukannya dengan sembunyi-sembunyi dan
dengan perencanaan yang cermat, kendati begitu, Nabi berusaha sebaik
mungkin mempertahankan perdamaian di Makkah.
Saat berada di Madinah, Nabi Muhammad SAW mengadakan perjanjian
dengan para penganut agama Yahudi dan penyembah berhala, dan memberi
mereka kebebasan penuh dalam menjalankan dan mempraktikkan ajaran
masing-masing. Sebenarnya Nabi telah mengetahui, bahwa mereka sangat
membenci kemunculan kekuatan muslim yang tentu saja akan mengancam
posisi mereka, konspirasi jahat mulai dilakukan oleh para Yahudi dan
penyembah berhala, dengan cara bersekongkol dengan kafir Makkah untuk
mengkhianati masyarakat muslim.
Sejumlah penyembah berhala, pada satu sisi lain, mengadakan perjanjian
dengan muslim dan menghormati perjanjian tersebut dengan setengah hati,
dengan persyaratan yang tidak begitu menguntungkan pihak muslim. Nabi pada
saat itu, ingin memperlihatkan sebisa mungkin menghindari bentrokan
bersenjata. Pilihan tersebut merupakan jalan keluar yang dipilih Nabi, karena ia