Pembaca yang budiman,
Selamat bertemu kembali dengan Warta Geologi (WG) penerbitan Volume 3 Nomor 3, Edisi September 2008. Seperti edisi-edisi sebelumnya dalam edisi ini kami menyajikan rubrik-rubrik “Editorial”, “Geologi Populer”, “Lintasan Geologi”, “Geo Fakta”, “Profil”, “Seputar Geologi”, dan “Layanan Geologi”. “Editorial” WG kali ini mengupas mengenai peranan ilmu geologi dalam pembangunan yang berkelanjutan. Dalam rubrik “Geologi Populer” kami menyajikan tulisan-tulisan “Pertambangan Tembaga di Indonesia, Raksasa Grasberg dan Batu Hijau”, “Mengenal air di sekitar kita”, dan “Mengenal Batu Mulia”. Selanjutnya dalam rubrik “Lintasan Geologi” para pembaca dapat menyimak tulisan yang menjelaskan karakteristik letusan Gunung Api Karangetang. “Geo Fakta” menyajikan rilis berita dari hasil loka karya dengan tema “Perubahan Iklim III: Dampak terhadap Kawasan Pantai dan Negara Kepulauan” di Geneva Swiss dan Sosok Geologis Charles Lyell. Adapun profil kita kali ini berisi mengenai wawancara dengan seorang pakar panas bumi Badan Geologi Dr. Sjafra Dwipa, yang merupakan pakar magnetotelluric lulusan Universitas Tasmania, Australia.
Pembaca yang budiman,
Artikel “Pertambangan Tembaga di Indonesia Raksasa Grasberg dan Batu Hijau” merupakan tulisan karya Sabtanto Joko Suprapto yang mengupas Grasberg dan Batu Hijau sebagai pertambangan di Indonesia dengan hasil komoditas utama tembaga. Dalam tulisannya beliau mengupas bahwa meskipun kedua lokasi tersebut merupakan cebakan bijih logam, namun dari hasil pengolahan dan peleburannya didapatkan hasil sampingan berupa asam sulfat dan gipsum. Selain itu dapat diperoleh pula emas dan perak dalam lumpur anodanya. Namun disayangkan kapasitas pabrik peleburan konsentrat tembaga di Indonesia masih terbatas, yaitu hanya menampung sekitar 30% dari total produk konsentrat. Sehingga sebagian besar konsentrat diekspor ke luar negeri. Peningkatan kapasitas peleburan dalam negeri tentu akan memberi nilai tambah yang lebih besar. Selain memperoleh tembaga sebagai produk utama, maka emas dan peraknya yang masih terkandung dalam lumpur anoda bisa diperoleh. Hal ini dapat menciptakan efek berganda bagi perkembangan industri dan penyediaan lapangan kerja.
Artikel “Mengenal air di sekitar kita” merupakan karya tulis Betty Matahelumual. Penulis mengungkapkan bahwa air yang kita peroleh dari mata air, air tanah (sumur) – baik yang dalam maupun dangkal, atau air permukaan, tidak selalu layak minum. Alasannya adalah karena banyak air saat ini sudah terkena polutan berbagai industri. Penulis selanjutnya menguraikan beberapa unsur yang terdapat dalam
air berikut sumbernya, dan beberapa kasus dampak mengkonsumsi air tidak layak.
Artikel “Mengenal Batu Mulia” karya Danny Z. Herman mengajak para pembaca untuk mengenal jenis-jenis mineral penting yang mempunyai potensi untuk dijadikan permata. Penulis menyebutkan pula kemungkinan sumber untuk mendapatkan mineral ini serta jenis permata yang dihasilkannya. Artikel berjudul “Mercu Suar di Gugusan Sangihe, karakteristik letusan Tipe Karangetang” karya SR Wittiri mengupas fenomena menarik Gunung Api Karangetang yang selalu menerangi gelapnya malam di Pulau Siau sejak tahun 1973.
Profil kali ini menampilkan seorang pakar panas bumi Badan Geologi, yaitu Dr. Sjafra Dwipa. Melalui bincang-bincang dengannya kita akan mengetahui permasalahan seputar eksplorasi panas bumi Indonesia dan tantangannya ke depan. Beliau menyatakan bahwa potensi panas bumi Indonesia mencapai 40% dari total panas bumi dunia. Dari dengan informasi Sarana Laboratorium Pusat Survei Geologi. Terakhir dalam rubrik “Seputar Geologi” kita akan menyimak beberapa kegiatan Badan Geologi antara bulan Juli hingga September 2008. Berturut-turut disajikan acara “Seminar Konservasi Air Tanah”, “Buka Bersama dengan menteri ESDM”, “Apel Hari Jadi Pertambangan dan Energi”, prestasi Badan Geologi pada Porseni Sektor ESDM tahun 2008 menjadi juara 1 pada cabang olahraga Bridge, “Mudik Bareng Idul Fitri 1429 H”, “Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Ahli Geologi Indonesia ke-37”, serta acara “Lepas Sambut Kepala Badan Geologi DESDM”.
Pembaca yang budiman,
Kami senantiasa mengundang para pembaca semua, khususnya para peneliti dan pengamat bidang geologi dari dalam maupun luar lingkungan Badan Geologi untuk menulis di WG. Media cetak majalah populer – ilmiah bidang geologi ini tidak akan berkibar tanpa kiprah para penulis.
Kepada para penulis yang telah menyumbangkan tulisannya di WG kali ini, tak lupa redaksi mengucapkan terima kasih.
Akhir kata, selamat menikmati Warta Geologi.
nRedaksi
W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 0 0 8
Tahun 2008 dicanangkan oleh UNESCO sebagai Tahun International Planet Bumi. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat secara luas tentang pentingnya pemahaman mengenai bumi beserta sistemnya untuk meningkatkan kualitas kehidupan.
Salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui pendekatan Ilmu geologi. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa ilmu geologi adalah bagian pengetahuan alam yang menempatkan bumi sebagai obyek utama.
Sebenarnya para ahli geologi sudah lama menyadari betapa pentingnya peranan ilmu geologi dalam banyak sisi kehidupan. Oleh karena itu pada 13 April 1960 mereka, para ahli geologi dari beberapa perguruan tinggi dan instansi teknis lainnya yang berdomisili di Bandung menggagas suatu wadah, yaitu Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI). Kini wadah tersebut semakin besar dan menjadi suatu organisasi profesi yang diakui keberadaannya oleh pemerintah. Salah satu agenda tetap IAGI adalah melakukan Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) yang akan membahas berbagai hasil penelitian dan temuan baru di bidang geologi.
Pada 26 - 28 Agustus 2008 telah dilaksanakan PIT IAGI ke 36 di Bandung yang bertema “Hanya Satu
Peran Ilmu Geologi dalam Pembangunan yang
Berkelanjutan
Bumi: Geologi untuk Kehidupan yang Lebih Baik”. Tema ini terasa pas dengan Tahun Internasional Planet Bumi yang digagas oleh UNESCO. Oleh karena itu ketua panitia pertemuan menekankan pentingnya agenda penyelamatan planet bumi dan agar para ahli geologi berperan aktif dalam mewujudkan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara bijaksana. Selain itu, perlunya mendorong perencanaan dan pengelolaan yang lebih baik untuk mengurangi risiko ancaman bagi manusia, khususnya yang berpeluang meningkatkan disharmoni antara alam dan manusia.
Pada pertengahan tahun 80-an salah satu rekomendasi dari PIT IAGI-ketika itu dilaksanakan di Kota Bandung-adalah agar Pemerintah Daerah melestarikan hutan di perbukitan Bandung Utara sebagai daerah resapan air bagi Kota Bandung dan sekitarnya. Tetapi apa yang terjadi, beberapa tahun berselang wilayah tersebut dibuka sebagai daerah pemukiman dan berkembang sangat pesat hingga hari ini.
dan yang lebih memprihatinkan, setiap terjadi hujan jalan-jalan utama di Kota Bandung diserbu oleh banjir karena air yang seharusnya meresap ke dalam tanah sudah tertutup dengan beton.
Lingkungan adalah ruang yang ditempati oleh berbagai makhluk hidup untuk saling berinteraksi bersama dengan makhluk non-hayati. Salah satu bidang dalam ilmu geologi adalah Geologi Lingkungan yang secara khusus mempelajari bumi dan lingkungan yang menekankan keseluruhan spektrum interaksi manusia dengan lingkungannya secara fisik. Di dalam penerapannya, ilmu tersebut dapat memperkecil kemungkinan terjadinya degradasi lingkungan, memaksimalkan kemungkinan kondisi yang saling menguntungkan sebagai akibat dari eksploitasi alam dan perubahan lingkungan.
Sebagai contoh yang sederhana, untuk menentukan tempat sampah yang layak, maka harus mengenal kondisi batuan dasarnya, kemiringan lereng, struktur batuan dan sebagainya. Sebab apabila hal tersebut diabaikan, maka konsekuensinya dapat mencemari lingkungan, misalnya air tanah, sungai untuk persawahan dan banyak hal lainnya.
Ada kata yang mudah diucapkan, yaitu “komunikasi dan koordinasi”. Akan tetapi untuk mewujudkan kedua kata tersebut alangkah sulitnya. Komunikasi yang dibangun oleh para pakar dengan pengambil keputusan, baca pemerintah, sering berhenti di tengah jalan ketika mulai menjalankan koordinasi. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan persepsi dan kepentingan.
Kesulitan yang dihadapi oleh pemerintah dalam menata lingkungan adalah meningkatnya populasi penduduk antara lain akibat urbanisasi yang menyerbu kota. Kepentingan untuk memfasilitasi penduduk yang sedemikian besar sering kali mengalahkan idealisme. Tetapi apapun adanya, siapapun tidak boleh merusak lingkungan.
W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 0 0 8
T
ambang Grasberg dan Batu Hijaumenurut skala dunia termasuk kedalam
kategori ukuran raksasa. Dengan
radius bukaan akhir tambang berdiameter lebih
dari dua kilometer dan kedalaman sekitar satu
kilometer diperlukan pembangunan infrastruktur
penambangan dan pengolahan berkapasitas besar.
Pada dua lokasi tambang tersebut dapat dijumpai
truk, buldozer, dan shovel berukuran raksasa, sama
halnya dengan instalasi permukaan, penggerusan,
pengolahan dan infrastruktur pendukung lainnya,
yang seluruhnya berkapasitas sangat besar.
Pengusahaan pertambangan bijih tembaga
berskala besar pertama di Indonesia dilakukan
di Papua, yaitu dari cebakan Grasberg dan
Pertambangan Tembaga
di Indonesia
Raksasa Grasberg dan Batu Hijau
Oleh:
Sabtanto Joko Suprapto
Eastberg, kemudian disusul oleh pengusahaan pertambangan kedua dari cebakan Batu Hijau
di Sumbawa. Cebakan Grasberg dan Batu
Hijau merupakan cebakan tembaga primer
berjenis Cu-Au porfiri, berdimensi besar,
dimana penambangan dilakukan dengan
metode tambang terbuka. Kedua cebakan bijih mempunyai kandungan utama tembaga (Cu) dengan unsur ikutan berupa emas (Au) dan perak (Ag). Selain memiliki kandungan sulfida yang tinggi, sulfur juga berpotensi menjadi komoditas bernilai ekonomis.
Tembaga adalah unsur logam pertama yang diekstrak dari mineral, dan seperti halnya timah putih telah digunakan oleh manusia sejak zaman perunggu. Seiring dengan perjalanan waktu dan perkembangan teknologi, penggunaan tembaga terus mengalami peningkatan. Eksplorasi intensif untuk mendapatkan cebakan tembaga masih berlangsung di seluruh dunia terutama untuk memenuhi kebutuhan industri, dan karena merupakan konduktor listrik yang sangat baik sehingga tembaga digunakan untuk produk elektronik. Sementara konsumsi tembaga untuk bahan bangunan menempati urutan kedua, antara lain untuk bahan baku pembuatan pipa, ventilasi, dan logam lembaran.
Cebakan Bijih Tembaga
Kelompok tiga besar cebakan bijih tembaga dunia dari jenis porfiri dengan kandungan emas tinggi, yaitu Bingham di Amerika Serikat,
OK-Tedi di Papua New-Guinea, dan Grasberg
di Indonesia. Emas Grasberg sebagai unsur
logam ikutan dari jenis mineralisasi yang sama merupakan cadangan terbesar di dunia. Cebakan tembaga tipe porfiri di Indonesia dapat dijumpai di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Tetapi hanya cebakan porfiri Grasberg dan Batu Hijau yang dapat diusahakan secara ekonomis. Beberapa cebakan berkadar rendah di antaranya belum layak untuk diusahakan apabila dikaitkan dengan kondisi harga tembaga pada saat ini. Sementara setelah ditetapkannya batas kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone; maka cebakan tembaga porfiri di Cabang Kiri, Cabang Kanan dan Sungai Mak di Bone Bolango, Gorontalo tidak dapat diusahakan karena menjadi bagian dari kawasan taman nasional tersebut.
Dari kedua kawasan pertambangan tembaga
Grasberg dan Batu Hijau, yang disebut pertama berada pada daerah yang paling terpencil di dunia. Grasberg berada pada jalur metalogenik Irian Jaya Tengah, sedangkan Batu Hijau berada pada jalur Sunda-Banda.
Cebakan bijih tembaga Grasberg terbentuk
pada batuan terobosan yang menembus batuan samping batugamping. Mineral sulfida yang terkandung dalam cebakan bijih tembaga porfiri Cu – Au Grasberg, terdiri dari bornit (Cu5FeS4), kalkosit (Cu2S), kalkopirit (CuFeS2), digenit (Cu9S5),
dan pirit (FeS2). Sedangkan emas (Au) umumnya
terdapat sebagai inklusi di dalam mineral sulfida
8 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 0 0 8
Hasil asesmen sumber daya tembaga dan emas Indonesia, sumber USGS.
tembaga, dengan konsentrasi emas yang tinggi ditunjukkan oleh kehadiran mineral pirit. Grasberg
masih mengandung cadangan sekitar 1.109 juta ton bijih dengan kadar 1,02% Cu, 1,19 ppm Au, dan 3 ppm Ag.
Cebakan bijih tembaga Batu Hijau terbentuk sebagai mineralisasi yang terpusat pada stock tonalit tua dan cenderung berubah secara berangsur ke arah lateral dan vertikal. Mineral sulfida tembaga terdiri dari bornit, kalkopirit, digenit, kalkosit dan kovelit (CuS). Terdapat korelasi yang kuat antara Cu dan Au pada tonalit tua dan batuan samping di sekitarnya, dengan kandungan keduanya meningkat ke arah bawah. Mineralisasi lebih lemah terjadi pada tonalit muda dengan kadar <0,3% Cu dan <0,5 g/t Au, sementara kadar yang paling kecil <0,15% Cu
Tambang Batu Hijau, Sumbawa, NTB.
terdeteksi pada retas-retas tonalit. Sulfida tembaga utama terbentuk sebagai pengisian rekahan dan berasosiasi dengan stockwork urat kuarsa yang mengisi 5 – 30% volume tonalit, yang meluas hingga melebihi 100 meter ke arah atas dan batuan samping. Hanya sedikit berupa sebaran (dissemination) di dalam masadasar batuan. Sedangkan retas-retas tonalit muda mengandung sangat sedikit urat, dan termineralisasi lemah (mengandung <0,30% Cu).
Penambangan
Cebakan tembaga tipe porfiri mempunyai dimensi besar dan kadar relatif rendah sehingga atas pertimbangan keekonomian, penambangan hanya dapat dilakukan dengan cara tambang terbuka (open pit mining). Pengupasan lapisan penutup (overburden) dan penambangan bijih
dilakukan dengan sistem jenjang (benches).
Cebakan bijih tembaga yang sangat tebal memerlukan banyak jenjang, dengan lebar dan tinggi jenjang diupayakan untuk dapat menahan batuan yang berhamburan saat peledakan, dan menyediakan ruang gerak yang memadai untuk
alat pembongkar (excavator) dan unit pemuat
(haulage).
Cebakan tembaga porfiri berdimensi sangat besar, dengan sebaran bijih ke arah lateral bisa mencapai satu kilometer atau lebih, dan sebaran lebih dari satu kilometer ke arah vertikal; sehingga pit (lubang tambang) yang dibuat mempunyai lebar lebih dari dua kilometer, kedalaman penambangan disesuaikan dengan sebaran bijih ekonomis yang dapat diambil. Karena penambangan dilakukan dengan cara menggali dan memindahkan material dalam jumlah sangat besar, maka Tambang Grasberg dan Batu Hijau mengoperasikan peralatan-peralatan berteknologi tinggi berukuran raksasa dan berkapasitas angkut sangat besar.
Oleh karena sangat besarnya material yang dipindahkan, maka diperlukan lahan luas dan secara teknis aman untuk penampungan bijih
0 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 0 0 8
akhir pit seluruhnya akan tergali, baik berupa batuan samping yang tidak mengandung bahan berharga maupun bijih kadar rendah yang belum mempunyai nilai ekonomi.
Mengingat kecenderungan harga logam
tembaga yang terus naik, maka bijih kadar rendah yang mempunyai peluang untuk menjadi ekonomis di masa yang akan datang, disimpan sebagai stock pile yang terpisah dari bijih kadar ekonomis. Apabila terjadi peningkatan harga tembaga dengan akibat bijih kadar rendah menjadi ekonomis untuk diusahakan, maka dapat dilakukan pengolahan secara terpisah atau dicampurkan bersama bijih kadar tinggi.
Pengolahan
Pengolahan bijih tembaga melalui beberapa tahap, yaitu: liberasi, pengapungan (flotasi), pemanggangan, peleburan, pengubahan dan elektrolisis. Proses pengolahan dari tahap liberasi (peremukan dan penggerusan) sampai flotasi dilakukan di wilayah eksploitasi bijih tembaga. Proses selanjutnya dilakukan di smelter yang berada di Gresik, Jawa Timur.
Pabrik pengolahan (mill) menghasilkan
konsentrat tembaga dari bijih yang ditambang melalui pemisahan mineral berharga dari pengotornya. Langkah-langkah utamanya adalah penghancuran, penggerusan, pengapungan, dan pengeringan. Penghancuran dan penggerusan mengubah bongkah bijih menjadi berukuran halus. Penghalusan ukuran butir berfungsi untuk membebaskan butiran yang mengandung tembaga dan emas, serta untuk proses pemisahan dan menyiapkan ukuran yang sesuai dengan proses selanjutnya.
Bijih yang sudah halus diolah selanjutnya melalui proses flotasi, yaitu untuk menghasilkan konsentrat tembaga. Permukaan mineral yang bersifat hydrophobic atau aerophilic (menolak air) dipisahkan dengan yang bersifat hydrophilic
atau aerophobic (menerima air). Pada proses pengapungan (flotasi), bubur konsentrat (slurry)
yang terdiri dari bijih yang sudah halus (hasil gilingan) dicampur dengan reagen, kemudian dimasukkan ke dalam rangkaian tangki pengaduk yang disebut sel flotasi, secara bersamaan dipompakan udara ke dalam slurry tersebut.
Reagen yang digunakan berupa kapur 600 gram/ton bijih, pembuih (frother) dan kolektor. Kapur berfungsi untuk mengatur pH. Pembuih membentuk gelembung stabil yang tidak mudah
pecah. Gelembung-gelembung mengapung
ke permukaan sel flotasi sebagai buih. Reagen kolektor bereaksi dengan permukaan partikel mineral sulfida logam berharga, sehingga
Tambang Batu Hijau, Sumbawa, NTB.
Pemuatan bijih ke dalam truk menggunakan shovel P&H.
Ball mills PT Freeport Indonesia.
Luapan buihslurry mengandung konsentrat bijih tembaga.
W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 0 0 8
Peta Sebaran Batugamping Karst di Indonesia. Sebaran batugamping karst ditunjukkan dengan warna biru.Tembaga katoda.
Diagram alir peleburan tembaga di Gresik, Jawa Timur (sumber: www.smelting.com)
menjadikan permukaan tersebut bersifat menolak air (hydrophobic). Butir mineral sulfida tersebut menempel pada gelembung udara yang terangkat dari zona slurry ke dalam buih yang mengapung di permukaan. Buih bermuatan mineral berharga tersebut yang menyerupai buih deterjen berkilap metalik akan meluap dari bibir atas mesin flotasi dan masuk ke dalam palung (launders)
sebagai tempat pengumpulan mineral berharga. Mineral berharga yang terkumpul di dalam palung tersebut adalah konsentrat. Konsentrat (dalam bentuk slurry, 65% padat menurut berat) dipompa ke pelabuhan melalui jaringan pipa slurry. Pada Tambang Grasberg panjang jaringan pipa tersebut 115 km. Selanjutnya konsentrat dikeringkan sampai kandungan airnya tinggal 9% dan kemudian dikapalkan untuk dijual.
Emas kasar dan bebas, tidak bereaksi dengan baik pada proses flotasi. Emas tersebut dipisahkan dan diambil dengan menggunakan konsentrator, yaitu sebuah sistem pengambilan yang juga berfungsi sebagai pemisahan, dilakukan secara gravitasi dan menggunakan daya sentrifugal. Dengan demikian, perolehan emas dari bijih akan mengalami peningkatan.
Bahan yang tak bernilai ekonomi terkumpulkan di dasar sel flotasi, sebagai limbah yang disebut tailing. Tailing ini disalurkan menuju areal pembuangan (tailing dump).
Peleburan dan Pemurnian
Konsentrat tembaga dari hasil proses flotasi mengandung beberapa unsur dengan kisaran kadar: 30% Cu, 30 ppm Au, 50 ppm Ag, 30% S, 25% Fe, 15% gangue minerals yang selanjutnya dilebur dan dimurnikan di Gresik, Jawa Timur. PT Smelting didirikan di Gresik Jawa Timur sebagai pabrik peleburan dan pemurnian konsentrat tembaga pertama di Indonesia dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku tembaga di dalam negeri, yang mengolah sebagian produksi konsentrat PT Freeport Indonesia (Grasberg) dan PT Newmont Nusa Tenggara (Batu Hijau). Sebagian besar (60%) katoda tembaga produk PT Smelting diserap oleh industri dalam negeri dan selebihnya diekspor.
Konsentrat tembaga hasil proses flotasi
Tembaga katoda.
2Cu2S + 2Fe2O3 + 6SO2. Konsentrat bijih yang sudah melalui pemanggangan kemudian dilebur hingga mencair dan terpisah menjadi 2 (dua) lapisan. Lapisan bawah berupa copper matte,
mengandung Cu2S dan besi cair, sedangkan
lapisan atas merupakan terak silikat yang mengandung FeSiO3. Copper matte dipisahkan dari terak berdasarkan perbedaan gravitasi. Selanjutnya copper matte (68% Cu) dipindahkan ke dalam tungku lain dan secara bersamaan ditiupkan udara sehingga terjadi reaksi redoks yang menghasilkan tembaga lepuh (blister copper, 98,9% Cu).
Pemurnian tembaga dilakukan dengan cara elektrolisis. Tembaga lepuh digunakan sebagai anoda, sedangkan tembaga murni digunakan sebagai katodanya. Elektrolit yang digunakan adalah larutan CuSO4. Selama proses elektrolisis, Cu dipindahkan dari anoda ke katoda, dengan menggunakan potensial tertentu sehingga bahan pengotor dapat terpisah.
Unsur-unsur dan mineral ikutan dalam konsentrat yang diolah PT Smelting, menjadi bagian dari by product yang terdiri atas gas buang SO2, lumpur anoda (anode slime), terak besi (slag) dan gipsum. Limbah gas SO2 tersebut diproses lebih lanjut menjadi asam sulfat yang dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk, sedangkan terak besi dan gipsum digunakan sebagai bahan baku industri semen. Lumpur anoda mengandung emas berkadar ± 3,25% dan ± 6,25 % perak diekspor.
Penutup
Pertambangan dengan hasil komoditas utama
tembaga di Indonesia hanya terdapat di Grasberg
dan Batu Hijau. Meskipun merupakan cebakan bijih logam, dari hasil pengolahan dan peleburan didapatkan hasil sampingan berupa asam sulfat dan gipsum. Kapasitas pabrik peleburan konsentrat tembaga di Indonesia masih terbatas, yaitu hanya dapat menampung ± 30% produk konsentrat tembaga, konsentrat selebihnya diekspor ke
berbagai negara. Dari konsentrat yang dilebur di Gresik, Jawa Timur, hanya tembaga yang menjadi produk logam murni, sedangkan emas dan perak masih terkandung di dalam lumpur anoda.
Peningkatan kapasitas peleburan di dalam negeri akan memberikan nilai tambah yang lebih besar dari produk yang dihasilkan. Selain berdampak
terhadap peningkatan penerimaan negara
berupa PPN dan PPh, juga dapat menciptakan efek berganda bagi perkembangan industri serta penyediaan lapangan.
Industri pemurnian logam khususnya emas telah ada di Indonesia, yaitu Unit Logam Mulia, yang kepemilikannya di bawah PT Aneka Tambang. Keterlibatan perusahaan tersebut dan perusahaan lain di dalam negeri dalam pengolahan lumpur anoda untuk menghasilkan logam emas dan perak, menjadi alternatif yang mendesak untuk dilakukan agar emas dan perak tidak diekspor dalam bentuk lumpur anoda.
Cebakan bijih tembaga Grasberg berasosiasi
dengan batuan samping batugamping. Sumber daya batugamping pada daerah sangat terpencil tersebut menjadi bernilai ekonomis, yaitu dengan digunakannya pada proses flotasi. Sehingga untuk proses flotasi tidak harus mendatangkan batugamping dari daerah lain.
Cebakan bijih logam umumnya terbentuk berupa asosiasi yang dapat menghasilkan beberapa jenis komoditas setelah melalui tahapan proses pengolahan secara tuntas. Oleh sebab itu seluruh jenis komoditas yang dapat dihasilkan dari suatu cebakan bijih logam; baik komoditas utama, mineral ikutan maupun bahan galian lain di sekitar cebakan bijih, harus diperhitungkan sejak tahap eksplorasi hingga tahap pemasaran agar dapat ikut serta dimanfaatkan. Pemahaman akan teknologi pengolahan komoditas tambang menjadi keharusan bagi pengelola pertambangan dengan tujuan untuk memperoleh manfaat dari
seluruh potensi keekonomian bahan tambang.n
W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 0 0 8
T
ak dapat disangkal lagi bahwaair merupakan hal penting bagi
kelangsungan hidup manusia.
Berdasarkan beberapa penelitian sekitar 70
persen bagian tubuh manusia terdiri dari air.
Jika dirinci maka otak kita mengandung air
sebanyak 75%, jantung 75%, paru-paru 86%,
ginjal 83%, otot 75%, dan darah 83%. Setiap
orang setidaknya mengkonsumsi air minum
sekitar 2 liter per hari, dan semua makanan
yang kita telan pun tidak terlepas dari air.
Berbicara mengenai air minum, maka tidak
semua air yang ada dapat dikomsumsi. Hal
tersebut disebabkan karena saat ini banyak air
sudah tercemar polutan hasil berbagai industri.
Oleh:
Bethy C. Matahelumual
Mengenal Air di Sekitar
Kita
Pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini Menteri Kesehatan telah mengeluarkan Surat Keputusan No. 907/MENKES/SK/VII/2002 berupa Persyaratan Kualitas Air Minum. Persyaratan ini jika dirunut banyak sekali yang harus diperhatikan, dan untuk memastikannya perlu dilakukan ke pemeriksaan laboratorium dan meminta rekomendasi hasil analisis contoh air.
Beberapa Unsur dalam Air
Beberapa unsur penting yang sering dikeluhkan oleh masyarakat tentang air minum mereka, misalnya air yang keruh, berwarna, berbau, berasa, mempunyai nilai pH rendah, sadah, tinggi kandungan besi (Fe), mangan (Mn), natrium (Na), amonium (NH4), klorida (Cl), sulfat (SO4), nitrat (NO3), nitrit (NO2). Selain itu, zat padat terlarut (TDS), beberapa logam yang sering ditemui akibat pencemaran seperti tembaga (Cu), timbal (Pb), seng (Zn), arsen (As), fluorida (F), kadmium (Cd), krom (Cr), raksa (Hg), sulfida (S atau H2S), dan pencemaran bakteri coli.
Kandungan besi dalam jumlah kecil memang diperlukan untuk pertumbuhan sel-sel darah merah, tetapi jika konsentrasinya melebihi 1,0 mg/ L dapat menyebabkan warna air kuning kemerah-merahan, rasa tidak enak pada minuman (pahit dan kesat), membentuk endapan pada pipa-pipa logam dan warna kuning pada cucian (pakaian).
Demikian juga dengan konsentrasi mangan bila melebihi 0,5 mg/L dapat menyebabkan rasa aneh pada minuman dan warna biru kehitam-hitaman pada air yang dapat menyebabkan bintik coklat pada cucian (pakaian) bila digunakan sebagai air pencuci.
Sebagai contoh, banyaknya kadar besi dan mangan dalam air dapat menyebabkan warna biru kehitam-hitaman pada air teh.
Air dalam Kehidupan Sehari-hari
Air yang keruh, berwarna dan tidak dididihkan terlebih dahulu dapat menyebabkan penyakit. Air dengan nilai pH < 6,50 berasa asam dan dapat menyebabkan korosifitas pada pipa-pipa (logam) air dan melepaskan logam-logam seperti tembaga (Cu), timbal (Pb), seng (Zn), dan kadmium (Cd) yang bersifat racun dan mengganggu kesehatan. Sedangkan bila nilai pH > 8,50 atau bersifat basa dapat membentuk kerak pada pipa dan ketel, menurunkan aktifitas germisida klorin, dan meningkatkan senyawa trihalometan yang berbahaya.
Bau air memberikan gambaran tentang kondisi air tersebut. Air yang berbau busuk, kemungkinan disebabkan karena campuran dari nitrogen, sulfur, dan pospor. Bau tersebut tercium disebabkan karena terbentuk asam sulfur (H2S) dan amoniak (NH4).
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang
ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang
diserap dan dipancarkan oleh bahan–bahan yang
terdapat dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh
adanya bahan organik dan bahan anorganik
yang tersuspensi dan terlarut (misalnya
lum-pur dan pasir halus), maupun bahan anorganik
dan organik yang berupa plankton dan
mikroor-ganisme lain. Warna pada air dapat disebabkan
oleh kontak antara air dengan zat organik yang
sudah lapuk sehingga menghasilkan senyawa
yang larut, unsur Fe dan Mn dengan kadar yang
tinggi, senyawa-senyawa lainnya seperti zat
warna yang digunakan dalam pencelupan, atau
W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 0 0 8
Ammonium dalam air dapat digunakan sebagai indikator pencemaran air dan secara alami terkandung di dalam air limbah, air tanah serta air permukaan.
Ammonium dalam air berasal dari pertumbuhan
mikroorganisme yang dapat menguraikan
senyawa organik menjadi senyawa ammonium atau pembusukan protein oleh bakteri tersebut.
Tapi bisa juga berasal dari senyawa-senyawa kimia sebagai akibat pencemaran oleh air buangan dari industri pembuatan zat kimia. Misalnya protein yang terurai menjadi nitrat kemudian nitrat tersebut diubah menjadi NH4+ oleh bakteri
Thiobacillus denitrificans.
Salah satu hal yang sering tidak disadari adalah masalah kesadahan air. Kesadahan adalah sifat kimia air yang disebabkan oleh ion kalsium (Ca2+) dan magnesium (Mg2+). Kesadahan air
di tiap tempat mungkin berbeda, tergantung dari kondisi geologinya, yaitu kontak antara air dengan batuan sekitarnya. Pada umumnya air permukaan lebih lunak daripada air tanah. Penyebab kesadahan dalam air tanah ialah ion-ion Ca2+, Mg2+,Mn2+,Sr2+,Fe2+, yang akan berikatan
dengan anion-anion Cl-, SO 4
Air sadah (air yang mempunyai kadar kesadahan yang tinggi) tidak berpengaruh langsung terhadap kesehatan, tetapi apabila kesadahan
melebihi 500 mg/L CaCO3 akan memboroskan
pemakaian sabun cuci karena sulit berbusa Selain itu, kesadahan yang tinggi dapat menyebabkan pembentukan kerak pada ketel uap dan pipa air panas; sebaliknya, air lunak (air yang mempunyai kadar kesadahan yang rendah) umumnya bersifat korosif, karena mempunyai pH yang rendah dan apabila dipakai untuk mencuci pakaian akan terasa licin, sehingga memerlukan banyak air untuk membilasnya, hal ini terjadi karena sabun tersebut diuraikan menjadi asam lemak.
Ion natrium dalam jumlah besar bila berikatan
dengan ion sulfat (SO4) akan membentuk garam
natrium sulfat, sedangkan ion sulfat berikatan dengan magnesium dalam air akan membentuk garam magnesium sulfat. Keduanya akan menyebabkan rasa mual.
Kandungan kadar klorida pada perairan alami berkisar 2 - 20 mg/L; sedangkan air yang berasal dari daerah pertambangan mengandung klorida sekitar 1.700 mg/L., padahal dalam kondisi kadar klorida hanya 250 mg/L sudah dapat mengakibatkan air menjadi asin.
Kadar klorida yang tinggi, misalnya pada air laut sebesar 19.300 mg/L, yang diikiuti oleh kadar
Sumber: Harian KOMPAS
Kenapa air laut tidak dapat dikomsumsi ? Air
tersebut berasa asin karena terdapat ion natrium
(Na) yang berikatan dengan ion klorida (Cl)
dalam jumlah besar kemudian membentuk
ga-ram natrium klorida (NaCl). Air alam umumnya
mengandung ion klorida cukup tinggi; dan
ham-pir semua perairan alami mengandung natrium,
dengan kadar yang bervariasi antara 1 mg/L
hingga ribuan mg/L. Kadar natrium pada
perai-ran laut dapat mencapai 10.500 mg/L atau lebih,
sedangkan pada perairan tawar alami kurang
dari 50mg/L, pada air tanah dalam dapat lebih
Sumber: Harian KOMPAS
Penyakit Minamata adalah gangguan sistem
syaraf pusat akibat mengkonsumsi ikan atau
kerang yang terkontaminasi logam berat arsen
dan merkuri dalam jumlah banyak. Penderita
akan mengalami degenerasi sel-sel syaraf di
otak kecil yang menguasai koordinasi syaraf
dan dapat menyebabkan kelumpuhan dan
ke-matian. Serangan juga terjadi pada bagian otak
yang mengatur penglihatan atau visual berupa
berkurangnya luas wilayah pandang. Gejala
yang ditimbulkan diawali dengan gatal-gatal
dan kejang-kejang, kemudian muncul benjolan
pada kaki, tengkuk, pantat, kepala, dan
payuda-ra.
kalsium dan magnesium yang tinggi pula dapat meningkatkan sifat korosifitas air. Perairan yang demikian mudah mengakibatkan terjadinya pengkaratan peralatan yang terbuat dari logam. Klorida tidak bersifat toksik bagi makhluk hidup, bahkan berperan dalam pengaturan tekanan osmotik sel.
Sulfat tersebar di alam dan mungkin terdapat dalam air dalam konsentrasi rendah atau mungkin juga dalam konsentrasi tinggi, misalnya pada air yang telah tercemar oleh buangan industri tambang. Sulfat berasal dari oksidasi pirit dan dapat menimbulkan efek yang kurang baik pada air, diantaranya berbau busuk dan bersifat racun. Kondisi tersebut terjadi karena SO42- tereduksi
menjadi H2S pada kondisi aerob. Konsentrasi sulfat yang tinggi mengakibatkan pencemaran, kerusakan pada pipa dan dapat menurunkan nilai oksigen terlarut.
Sumur yang dibuat di tengah kebun atau sawah, dan kebun atau sawah tersebut diberi pupuk yang mengandung nitrogen, maka besar kemungkinan air sumur tersebut terkontaminasi nitrat. Bila air tersebut diminum oleh binatang ternak, maka bisa mencemari susu yang dihasilkannya.
Nitrat hanya beracun bagi bayi yang masih menyusui, karena nitrat dalam tubuh bayi direduksi oleh bakteri asam susu (tercemar nitrat) menjadi nitrit. Kemudian nitrit yang terbentuk akan larut dalam butir-butir darah merah (Hb), sehingga pengikatan O2 oleh Hb berkurang. Karena itu transportasi O2 keseluruh tubuh akan terganggu/berkurang.
Reaksi transportasi dalam tubuh :
Seharusnya : Hb + O2 OxyHb Menjadi : Hb + NO2 methHb Kekurangan O2 dalam darah yang disebut penyakit cyanose. Bayi yang mengalami kondisi tersebut akan mengalami muka pucat, bibir / badannya berwarna biru.
Di perairan alami, nitrit biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit, lebih sedikit dari pada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen dan merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat (nitrifikasi), dan antara nitrat dan gas hidrogen (denitrifikasi).
8 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 0 0 8
ditemui pada air minum dapat berasal dari bahan inhibitor korosi yang dipakai di pabrik yang mendapatkan air dari sistem distribusi PAM. Nitrit sama halnya dengan nitrat dapat membahayakan kesehatan karena bereaksi dengan hemoglobin dalam darah, sehingga oksigen yang terikat dalam darah menjadi berkurang. Selain itu, NO2- juga dapat menimbulkan nitrosamin yang dapat menyebabkan kanker.
Kasus Minamata
Kata Minamata berasal dari nama sebuah kota di Jepang. Nama tersebut menjadi terkenal karena ditemukannya kasus kematian manusia yang dibebabkan karena keracunan logam berat yang terdapat dalam air. Kejadian tersebut terjadi pada tahun 1956.
Unsur-unsur logam berat pada umumnya dibutuhkan dalam konsentrasi yang kecil oleh makhluk hidup dalam berbagai proses
metabolisme untuk pertumbuhan dan
perkembangan sel-sel tubuhnya.
Unsur logam berat dalam jumlah berlebihan akan bersifat racun. Faktor lingkungan perairan seperti pH, kesadahan, suhu dan salinitas turut mempengaruhi daya racun logam berat. Ion-ion logam yang terdapat di perairan dalam jumlah sedikit biasanya dinyatakan dalam satuan nanogram/L - microgram/L.
Beberapa logam berat, misalnya tembaga (Cu) dalam jumlah kecil dibutuhkan untuk metabolisme tubuh, sedangkan konsentrasi > 1,0 mg/L menyebabkan rasa pahit pada air dan dalam jumlah besar menyebabkan gangguan pada hati dan bersifat racun terhadap ikan. Timbal (Pb) dapat berakumulai dalam jaringan tubuh manusia dan meracuni jaringan syaraf, dan dapat menyebabkan kerusakan jaringan syaraf otak, anemia dan lumpuh (pada anak-anak).
Logam lainnya adalah seng (Zn) dalam jumlah kecil merupakan unsur yang sangat penting untuk metabolisme, karena kekurangan Zn dapat menyebabkan hambatan pada pertumbuhan anak, tetapi dalam jumlah besar menimbulkan rasa pahit dan sepat pada air minum.
Arsen (As) merupakan senyawa yang sangat beracun dan dapat ber-akumulasi dalam tubuh manusia, serta menyebabkan gangguan pada sistem pencernaan dan kemungkinan dapat menyebabkan kanker kulit, hati dan saluran empedu, sedangkan fluorida (F) dalam jumlah kecil (0,6 mg/L) dibutuhkan sebagai pencegah penyakit karies gigi yang paling efektif tanpa merusak kesehatan, tetapi pada konsentrasi >1,0
Sumber: Harian KOMPAS
Teracuni logam-logam berat tentu sangat
berbahaya. Inilah yang dialami oleh lebih
dari 100 warga Buyat, Ratatotok, Kabupaten
Minahasa Selatan, Provinsi Sulawesi Utara,
yang menderita penyakit Minamata.
Mereka diduga terkontaminasi logam arsen
dan merkuri (raksa) yang mencemari Teluk
Buyat yang berasal dari limbah penambangan
emas. Dalam Harian Umum Kompas (Juli
2004) diberitakan bahwa seorang bayi ber
usia 5 bulan meninggal karena diduga mende
rita penyakit minamata. Sejak lahir kulit bayi
tersebut bersisik dan berwarna hitam, serta
menderita sesak napas dan kejang.
Sedang-kan 24 warga lainnya dikabarSedang-kan tubuhnya
dipenuhi benjolan-benjolan misterius, yang
diduga sebagai tumor yang dapat mematikan
mg/L dapat menyebabkan fluorosis pada gigi, yaitu terbentuknya noda-noda cokelat pada gigi dan tidak mudah hilang.
Lain halnya dengan kadmium (Cd) berakumulasi
dengan jaringan tubuh sehingga dapat
menyebabkan batu ginjal, gangguan lambung, kerapuhan tulang, mengurangi haemoglobin darah dan pigmentasi gigi; sedangkan unsur krom (Cr) kemungkinan dapat menyebabkan kanker pada kulit dan alat pernapasan, dan raksa (Hg) meracuni sel-sel tubuh, merusak ginjal, hati dan syaraf, serta menyebabkan keterbelakangan mental dan cerebral palsy pada bayi.
Bakteri E Coli
Air mengandung bermacam–macam zat, baik zat organik maupun zat anorganik yang larut ataupun yang tidak larut; Zat padat terlarut atau lebih dikenal dengan sebutan TDS yang merupakan singkatan dari Total Dissolved Solid adalah bahan–bahan terlarut dengan diameter <10-6 mm dan koloid dengan diameter 10-6 mm – 10-3 mm yang berupa senyawa–senyawa kimia dan bahan–bahan lain, yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 mm.
Kadar TDS yang tinggi dalam dapat menyebabkan rasa tak enak pada lidah, rasa mual, terutama yang disebabkan oleh NaSO4 dan MgSO4, dan
dapat pula menyebabkan keracunan (toxemia)
dan sakit jantung pada wanita hamil.
Pada akhir Maret dan awal April 1997, terjangkit penyakit diare di tiga desa, yaitu Desa Ciburuy,
Cipeundeuy dan Cimerang, Kecamatan
Padalarang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, hasil identifikasi ditemukan bakteri coli tinja (fecal coliform).
Berdasarkan indeks Jumlah Perkiraan Terdekat (Indeks JPT) contoh air pada sumur-sumur yang telah diberi kaporit mengandung bakteri koli sangat kecil, yaitu antara 3-9 koloni/100 mL, sedangkan beberapa sumur lainnya yang tidak diberi kaporit kandungan bakteri koli tinja diatas 460 koloni/100 mL contoh air.
Hal ini membuktikan bahwa pembuatan kakus yang sangat berdekatan dengan sumur, mempengaruhi kualitas air sumur tersebut secara biologi.
Penutup
Air bersih dapat diperoleh dari mata air, air tanah (sumur) dalam dan dangkal atau air permukaan. Jika air tersebut tidak layak minum, perlu memperoleh perlakuan khusus terlebih dahulu, sehingga kualitas yang dihasilkan memenuhi persyaratan air minum sesuai dengan ketetuan
Menteri Kesehatan RI, Nomor 907/MENKES/SK/ VII/2002. Tersedianya air bersih dan air layak minum akan menjamin kesehatan dan lingkungan masyarakat.n
0 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 0 0 8
Mengenal Batu Mulia
Oleh:
Danny Z . Herman
B
atu mulia atau permata sesungguhnyamerupakan suatu mineral. Melalui proses
sayatan kemudian dipoles akan tampak
menarik sehingga banyak digunakan untuk perhiasan.
Selain mineral, beberapa jenis batuan dan bahan
organik tertentu, setelah melalui proses yang sama,
sering dianggap sebagai permata sehingga banyak
dipakai sebagai perhiasan. Sebagian besar permata
yang berasal dari mineral ikutan dan mineral
pem-bentuk batuan dikenal karena kekerasannya tetapi
beberapa mineral lunak dapat juga didayagunakan
karena kilapnya atau sifat-sifat fisik lainnya yang
me-miliki nilai-nilai estetika. Kelangkaan ditemukannya di
alam merupakan karakteristik lainnya yang membuat
permata menjadi sangat bernilai.
tBeryl (Be3Al2Si6O18) merupakan mineral yang terbentuk sebagai kristal prismatik berukuran besar (sistem heksagonal), dapat ditemukan di dalam batuan granitik dan pegmatite.
Selain itu, beryl juga ditemukan pada urat kalsit hasil segregasi metamorfisme dan sekis biotit berfasies menengah – tinggi, juga di dalam cebakan-cebakan hidrotermal bersuhu tinggi (greisen) atau berasosiasi dengan kuarsa, spodumen, kasiterit, kolumbit, tantalit dan mineral-mineral jarang lainnya. Karena kekerasannya (7,5 – 8) dan resistan terhadap proses kimiawi, maka beryl sebagai bahan rombakan tidak mengalami perubahan di dalam aluvium.
Batu mulia yang termasuk ke dalam spesies beryl,
misalnya zamrud (emerald) merupakan salah
satu permata yang bernilai tinggi. Secara fisik warnanya hijau dengan kisaran rona menengah terang atau menengah gelap dari warna hijau kebiruan hingga hijau kekuningan. Hal tersebut Permata diidentifikasi oleh para ahli gemologi
melalui pemerian karakteristiknya dengan
menggunakan terminologi spesifik gemologi. Susunan kimia adalah karakteristik awal yang digunakan untuk mengidentifikasinya, kemudian dikembangkan menjadi klasifikasi berdasarkan sistem kristal. Dengan memahami dan mengenali mineral permata, kita mengarahkan kemungkinan pendayagunaannya untuk menjadi permata yang bernilai ekonomis.
Asal Mula Batu Mulia
Penamaan batu mulia atau permata sering
identik dengan nama mineralnya, tetapi
sebagian besar berbeda karena didasarkan pada kilap dan karakteristik fisik yang memiliki nilai estetika setelah melalui pengolahan. Di bawah ini disebutkan beberapa mineral penting yang mempunyai potensi untuk dijadikan permata serta kemungkinan sumber asalnya dan jenis permata yang dihasilkan.
W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 0 0 8
disebabkan karena di dalamnya terdapat kandungan kromium (Cr) atau vanadium (V), (Bates drr,1980). Batu mulia lainnya adalah aquamarin. Permata ini tampil transparan dalam empat jenis berdasarkan warna, antara lain: aquamarin chrysolit (biru kehijauan), aquamarin safir (biru pucat safir), aquamarin topaz (hijau topaz), dan aquamarin turmalin (biru pucat atau biru kehijauan pucat turmalin). Permata dari spesies beryl lainnya adalah morganit atau disebut juga vorobievit, juga merupakan permata dari yang memiliki variasi warna merah, merah keunguan atau merah muda; karena pengaruh pengotoran unsur cesium (Cs) di dalamnya.
tFelspar alkali adalah kelompok felspar bersistem kristal triklin dengan susunan kimia campuran atau campuran kristal silikat mengandung aneka rasio K, Ca dan Na; dengan kekerasan antara 6 – 6,5 pada skala Mosh. Terbentuk sebagai mineral utama pembentuk batuan di dalam batuan-batuan granitik pegmatit dan malihan berjenis genes.
Mineral-mineral dari kelompok tersebut yang dapat dijadikan permata antara lain: mikroklin dan adularia.
Mikrolin (KAlSi3O8) berwarna putih, merah muda, merah, kekuningan atau biru-hijau; setelah disayat menjadi permata berbentuk kubah (cabochon) disebut amazonit. Sedangkan adularia
(KAlSi3O8) setelah mendapatkan perlakuan
serupa menghasilkan permata yang dinamakan
moonstone (batu bulan).
tGarnet adalah kelompok mineral dengan susunan kimia A3B2(SiO4)3 dimana A = Ca, Mg,
Fe+2, dan Mn+2; B = Al, Fe+3, Mn+3, V+3 dan Cr;
memiliki kekerasan 7 – 7,5 pada skala Mosh. Secara fisik nampak transparan – semi transparan dengan warna beraneka ragam yang terdiri atas beberapa jenis: almandin (Fe-Al), andradit (Ca-Fe), grosular (Ca-Al), pyrop (Mg-Al), spesartin (Mn-Al), uvarovit (Ca-Cr) dan goldmanit (Ca-V). Kelompok mineral ini terbentuk sebagai ikutan di dalam aneka batuan beku, sebagai mineral pengotor (gangue) pada jenis mineralisasi skarn, tetapi sangat umum ditemukan berupa kristal isometris euhedral di dalam batuan-batuan malihan (genes, sekis, eklogit)
Beberapa diantaranya terkenal antara lain; dari jenis grosular adalah permata yang bernama tsavorit, berwarna hijau transparan; dari jenis andradit dikenal dengan nama demantoid, berwarna hijau terang transparan; sedangkan garnet mandarin merupakan permata berwarna jingga transparan berasal dari jenis spesartin.
tIntan merupakan mineral yang disusun oleh hanya unsur karbon (C) dengan sistem kristal isometrik, memiliki kekerasan 10 pada skala Mohs; terdiri atas beraneka jenis mulai dari tidak berwarna hingga berwarna kuning, bayang-bayang merah (shades of red), jingga, hijau, biru dan, coklat – hitam. Intan terbentuk berupa karbon kristalin alamiah di dalam batuan-batuan ultrabasa terutama breksi kimberlit (salah satu jenis peridotit) dan sebagai bahan rombakan di dalam endapan placer sungai dan pantai di sekitar sumbernya. Intan sering mengandung Inklusi-inklusi kristal mineral lain; di antaranya yang biasa ditemukan adalah peridot, garnet (jenis pyrop), diopsid krom dan juga karbon hitam.
tKorundum merupakan mineral ikutan bersistem kristal heksagonal-rombohedral di dalam batuan sienit/sienit nefelin dan batuan malihan tingkat tinggi yang miskin kandungan silika tetapi kaya aluminium (marmer, sekis mika dan granulit).
Ditemukan juga di dalam eklogit dan rodingit, atau sebagai rombakan pada endapan aluvial sungai dan laut. Permata yang termasuk dalam spesies korundum di antaranya ruby, berwarna merah, transparan-semi opaque. Warnanya disebabkan karena pengaruh unsur kromium (Cr). Jenis nilainnya yang terkenal adalah safir, berwarna biru, transparan-semi opaque. Warna biru dibentuk oleh kehadiran sedikit kandungan oksida kobalt (Co), kromium (Cr), dan titanium (Ti) di dalamnya.
tKrisoberyl (BeAl2O4) umumnya berupa kristal transparan berwarna kuning kehijauan, bersistem ortorombik, biasanya berbentuk tabular dan juga kembar melingkar (cyclic twins), memiliki kekerasan 8,5 pada skala Mosh. Mineral ini terutama terbentuk sebagai ikutan di dalam batuan granitik, pegmatite, dan sekis mika, tetapi dapat juga ditemukan bersama mineral-mineral permata lainnya di dalam endapan aluvial. Aleksandrit adalah nama permata berasal dari jenis krisoberyl, akibat pengotoran oleh unsur kromium (Cr) dapat membentuk pleokroisme kuat berwarna merah, jingga dan hijau. Penamaan aleksandrit diambil dari kaisar Rusia bernama
Czar Alexander II.
tKuarsa (SiO2) bersistem kristal heksagonal-rombohedral, merupakan mineral pembentuk batuan yang melimpah dan terbentuk sebagai mineral primer dan sekunder di dalam batuan beku, sedimen dan malihan. Karena kekerasannya
yang mencapai 7 pada skala Mohs dan mempunyai stabilitas kimiawi, maka kuarsa tahan terhadap pelapukan. Kuarsa sebagai mineral permata (gem mineral) dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: bentuk kristalin berbutir kasar dan berbutir halus/ mikro kristalin, tetapi mempunyai kesamaan susunan kimia dan struktur kristal, perbedaannya terletak pada metode pembentukan, ukuran butir dan pengotoran yang membuat kuarsa menjadi beraneka warna.
Kelompok kristalin berbutir kasar antara lain: kristal batuan (rock crystal), amethyst, citrine, kuarsa asap (smoky quartz), kuarsa mawar (rose quartz), kuarsa susu (milky quartz), dan kuarsa dengan inklusi-inklusi (rutil, turmalin, serat asbestos, goetit, mika).
Kelompok kuarsa mikrokristalin yang terkenal adalah kalsedoni, jasper, dan opal.
tOlivin [(Mg,Fe)2SiO4] merupakan salah satu mineral pembentuk terutama batuan beku basa, ultrabasa dan rendah kandungan silika (gabbro, basalt, peridotit, dunit). Mineral ini bersistem kristal ortorombik, transparan – translucent, kekerasan 6,5 – 7, berwarna hijau olive tetapi dapat juga coklat, hijau atau kuning. Setelah melalui pengolahan menjadi permata bernama peridot atau juga disebut chrysolite atau evening emerald (zamrud senja) karena berwarna hijau serupa dengan zamrud.
tPiroksen, ada tiga jenis kelompok mineral ini yang dapat diberdayakan menjadi permata, yaitu:
(1) Diopsid (CaMgSi2O6) merupakan salah
satu mineral dari kelompok klino-piroksen, berbentuk kristal prismatik (sistem monoklin)
W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 0 0 8
dengan kekerasan 5–6, transparan hingga semi transparan; terbentuk di dalam metamorfik kontak, terutama dalam marmer dolomitan yang berasosiasi dengan silikat-silikat Ca. Ditemukan juga dalam lapisan-lapisan atau lensa-lensa batuan termetasomatisme pada batuan rodingit yang mengalami serpentinisasi. Diopsid krom (chrome diopside) adalah salah satu dari jenis diopsid transparan berwarna hijau yang menjadi salah satu permata yang memiliki daya tarik setelah disayat facet.
(2) Jadeit [Na(Al,Fe+3)Si
2O6] adalah salah satu
mineral yang terbentuk dalam lingkungan bawah permukaan bertekanan tinggi, termasuk dalam kelompok klino-piroksen. Mineral ini pada umumnya berwarna hijau dengan kekerasan 6,5 – 7, terbentuk sebagai konsentrasi metasomatis di dalam batuan-batuan ultrabasa terserpentinisasi
yang berasosiasi dengan nefelin, dan dalam batuan-batuan malihan dari fasies sekis biru. Setelah melalui proses sayatan dan poles mineral ini dapat menjadi permata bernama jade.
(3) Spodumen (LiAlSi2O6) adalah mineral klino-piroksen yang terbentuk di dalam pegmatit granitik, berasosiasi dengan beryl dan turmalin. Mineral ini memiliki kekerasan 6,5 – 7,0 pada skala Mohs; tidak berwarna hingga berwarna kuning, abu-abu, merah muda atau hijau zamrud. Salah satu permata yang sangat dikenal dari jenis spodumen adalah Kunzit berwarna merah muda.
tSpinel (MgAl2O4) merupakan kelompok mineral yang khususnya terbentuk pada kontak metamorfisme batugamping dolomitik yang kaya kandungan Mg dan Al, salah satu dari sedikit mineral ikutan yang terbentuk di dalam
batuan-Kristal korundum Mineral korundum di dalam batuan sumber (Macdonald Orbis Book, 1987)
Kuarsa bening
Kuarsa amethyst
Kuarsa asap batuan beku basa dan juga dapat ditemukan
sebagai bahan rombakan di dalam aluvium. Unsur Mg dapat digantikan oleh Fe+3, Zn atau
Mn sedangkan Al dimungkinkan diganti oleh Fe+3, Fe+2 atau Cr. Kelompok spinel terdiri atas
spinel, hercynit, gahnit dan galaksit. Mineral ini mempunyai kekerasan 8,0 pada skala Mohs, transparan – hampir opaque, berbentuk kristal oktahedron dan sering menunjukkan kembar (sistem isometrik), berwarna hijau apabila mengandung Fe dan dengan kandungan jejak Cr akan berwarna merah muda-merah.
tTopaz [Al2SiO4(F,OH)2] adalah salah satu dari sedikit mineral pembentuk batuan beku yang tinggi kandungan silika (granitik dan riolit) dan dapat juga berasosiasi dengan urat-urat mengandung Sn atau greisen. Mineral ini mempunyai kekerasan 8,0 pada skala Mohs, bentuk kristal prismatik (bersistem ortorombik), transparan-translucent, tidak berwarna hingga berwarna kuning, biru, hijau, violet atau kemerahan-kuning. Topaz berwarna biru dan hijau merupakan permata paling populer.
tTurmalin [(Na,Ca)(Mg,Fe+2,Fe+3,Al,Li)
3Al6(BO3)3
Si3O18(OH)4] merupakan salah satu mineral ikutan di dalam batuan pegmatit granitik, tersebar luas di dalam batuan-batuan beku asam dan malihan serta dapat ditemukan sebagai bahan rombakan di dalam batuan sedimen. Kelompok turmalin terdiri atas: elbait (kaya kandungan Na, Li, Al), schorl dan buergerit (kaya Na, Fe), dravit (kaya Na, Mg), uvit (kaya Ca, Mg) dan liddikoatit (kaya Ca, Li, Al). Mineral ini mempunyai kekerasan 7,0 pada skala Mohs, berbentuk kristal prismatik
(sistem heksagonal), transparan-translucent,
tidak berwarna hingga berwarna hijau, merah, biru, kuning, coklat-hitam atau coklat. Setelah diolah menjadi permata memiliki aneka nama, yaitu : turmalin rubellit (rubellite), turmalin hijau (green), turmalin paraiba, turmalin kuning (yellow), turmalin biru (blue) atau turmalin multi warna (multicolored).
tTurquoise [CuAl6(PO4)4(OH)8.5H2O] adalah mineral dengan sistem kristal triklin, merupakan isomorf dengan kalkosiderit, kekerasan 5 – 6 skala Mohs, berwarna biru (mengandung jejak Cu), biru-hijau (mengandung jejak Fe dan Cr) atau hijau kekuningan. Mineral ini merupakan mineral sekunder yang ditemukan di dalam urat-urat tipis pada batuan volkanik dan dalam zona ubahan batuan-batuan yang kaya kandungan Al.
W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 0 0 8
dan pantai. Mineral ini mempunyai kekerasan 7,5 skala Mohs, transparan hingga opaque, tidak berwarna hingga berwarna kuning, merah, coklat, abu-abu atau hijau.
Penutup
Tidak ada sistem penilaian yang berlaku secara universal terhadap permata kecuali warna putih (tidak berwarna) dari intan. Kandungan intan
dinilai dengan menggunakan sistem Gemological
Institute of America (GIA) yang dimulai pada awal tahun 1950-an.
Sejarah menyatakan bahwa semua permata dinilai secara kasat mata. Sistem GIA termasuk suatu inovasi utama yang memperkenalkan 10 x perbesaran sebagai standard untuk derajat kebersihan/keterangan (clarity), sedangkan untuk lainnya dinilai secara kasat mata.
Saat ini suatu alat pengenal (mnemonic device) mineral dengan empat kriteria yang terdiri atas warna, sayatan, kebersihan/keterangan dan karat atau dikenal dengan “four C’s” (4 C), yaitu
color, cut, clarity and, carat. Kriteria tersebut diperkenalkan untuk menolong konsumer untuk memahami faktor-faktor yang digunakan untuk menilai suatu permata.
Warna merupakan penampakan yang paling nyata dan menarik dari permata. Warna setiap bahan disebabkan oleh cahaya alamiah batu itu sendiri. Cahaya siang hari sering disebut cahaya putih, sebenarnya merupakan campuran warna berbeda dari cahaya. Ketika cahaya melewati suatu bahan, beberapa daripadanya dapat diserap sementara sisanya melewatinya.
Sebagian yang tidak diserap mencapai mata sebagai cahaya putih dikurangi warna-warna terserap. Sebuah ruby terlihat merah karena permata ini menyerap semua warna lain dari cahaya putih (biru, kuning, hijau dan lain-lain) kecuali merah.
Bahan yang sama dapat memperlihatkan warna-warna berbeda. Sebagai contoh ruby dan safir mempunyai kesamaan susunan kimia (keduanya termasuk jenis korundum) tetapi menunjukkan perbedaan warna.
Meskipun permata yang sama dapat terbentuk dalam warna berbeda: safir menunjukkan bayangan berbeda dari biru dan merah muda, sedangkan safir fancy memperlihatkan seluruh kisaran warna lain dari kuning hingga jingga-merah muda, dimana yang terakhir disebut safir padparadscha.
Mineral olivin di dalam batuan sumber
Kristal piroksen dari jenis spodumen (Macdonald Orbis Book, 1987)
Mineral turmalin di dalam batuan sumber
Mineral turquoise di dalam batuan sumber (Macdonald Orbis Book, 1987)
Kristal zirkon sebagai komponen rombakan di dalam aluvium (Macdonald Orbis Book, 1987)
Perbedaan warna ini didasarkan kepada struktur atom pembentuk batu mulia. Meskipun batu yang berbeda memiliki kesamaan susunan kimia, sebenarnya tidak sama. Saat ini dan kemudian, setiap atom diganti seluruhnya oleh atom lain yang berbeda (paling sedikit sejuta atom); penggantian tersebut disebut pengotoran, merupakan penyerapan warna-warna tertentu dan meninggalkan warna-warna lain yang tidak terpengaruh. Sebagai contoh: beryl yang tidak berwarna merupakan bentuk mineral murni, menjadi zamrud karena mengalami pengotoran oleh kromium (Cr).
Apabila ditambahkan Mn sebagai pengganti Cr, maka menjadi morganit merah muda; sedangkan pengotoran oleh Fe akan menjadi aquamarin.
Pengolahan terhadap beberapa permata
pada kenyataannya termasuk memanipulasi pengotoran sehingga mengubah warna-warna permata tersebut untuk menjadi lebih menarik dan bernilai ekonomis tinggi.n
Penulis adalah Penyelidik Bumi Madya Pusat Survei Geologi
8 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 0 0 8
G
unung Karangetang berada di PulauSiau, Kabupaten Sitaro, Sulawesi
Utara. Secara georafi berada pada
posisi 2o47’ Lintang Utara dan 125o29’ Bujur
Timur. Dari rangkaian gunung api yang terdapat
di gugusan Sangihe (baca Sangir), misalnya
Gunung Ruang, Gunung Karangetang, Gunung
Banuawuhu (Mahangetang), dan Gunung Awu,
Gunung Karangetang adalah gunung api yang
sangat fenomenal. Gelapnya malam di Pulau Siau
selalu diterangi oleh cahaya akibat lava bersuhu
tinggi yang bertengger di puncak atau lava yang
keluar dari kawah Gunung Karangetang. Kejadian
ini muncul sejak tahun 1973 hingga sekarang,
masyarakat setempat sering menamai cahaya yang
keluar dari Gunung Karangetang itu dengan Api
abadi bak mercu suar bagi pelaut yang berlayar
di sekitar Laut Sulawesi, khususnya di malam hari.
Oleh:
SR. Wittiri
Mercu Suar
Karakteristik Letusan Tipe Karangetang
di Gugusan Sangihe
Peta Indeks, Posisi Gunung Karangetang di Gugusan Gunung api Sangihe (Sangir), Sulawesi Utara.
Di siang hari, Karangetang menyuguhkan kepulan asap tebal ditimpa dengan suara gumuruh dan dentuman dari letusan gas dan abu. Pada puncak kegiatan, terjadi awan panas guguran dari leleran lava yang sedang bergerak. Karena mempunyai karakteristik yang sangat khas, maka letusan Gunung Karangetang bisa disebut sebagai
“Letusan Tipe Karangetang (Karangetang Type
Eruption). Berdasarkan pemantauan fenomena yang ditemui di Gunung Karangetang tersebut
sungguh terjadi, paling tidak dalam 20 tahun terakhir.
0 W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 0 0 8
Karakteristik Letusan Gunung Karangetang
Secara umum dikenal ada 2 (dua) jenis letusan, masing-masing Letusan Eksplosif dan Letusan Efusif. Letusan eksplosif yaitu letusan yang membongkar batuan penutup dan melontarkannya secara vertikal disertai suara dentuman. Sedangkan letuasan efusif adalah akhir dari proses magma mencapai permukaan yang berupa leleran lava, terkadang menimbulkan suara dentuman ketika pertama kali lava mendobrak keluar, tetapi tidak sekuat ketika eksplosif.
Berdasarkan hasil analisis kimia, lava Karangetang bersifat andesitis yang cenderung basaltis dengan kandungan silika (SiO2) berkisar antara 52 %-53 %. Kecenderungan ini menyebabkan letusan Karangetang lebih banyak bersifat efusif bila dibanding dengan letusan eksplosif. Meskipun suatu ketika membentuk kubah, ukurannya tidak besar dibandingkan dengan kubah yang terbentuk di Gunung Merapi (kandungan silika Merapi antara 55 %-57 %). Hal tersebut lebih disebabkan karena liquiditas magma Karangetang yang relatif encer sehingga tidak sanggup bertahan berdiri tegak. Kalaupun eskplosif, suara dentuman lebih disebabkan karena desakan gas dan biasanya berakhir dengan letusan tipe strombolian berskala kecil.
Berkaitan dengan letusan efusif, yang sangat berbahaya adalah awan panas guguran. Salah satu gunung api yang sangat terkenal dengan awan panas guguran adalah Gunung Merapi yang dikenal dengan “Letusan Tipe Merapi (Merapi Type Eruption)”. Tipe Merapi terjadi karena robeknya kulit kubah yang sedang tumbuh di puncak atau runtuhnya sebagian bangunan kubah lava akibat terdorong oleh magma atau karena gravitasi karena tubuh kubah yang tidak stabil sehingga menyebabkan awan panas guguran.
Di Gunung Karangetang ditemukan awan panas yang mempunyai spesifikasi yang berbeda dibanding dengan Tipe Merapi, meskipun secara
sepintas kenampakan fisiknya mempunyai
kemiripan. Awan panas guguran Karangetang terjadi bukan dari kubah, tetapi dari ujung leleran lava yang sedang bergerak. Mekanismenya adalah, ketika leleran lava sudah mulai jenuh atau laju gerak lava sudah mulai melemah menyebabkan terbentuk akumulasi lava (membeku) di bagian ujung leleran. Pada saat yang sama suplai magma masih terus berlanjut dan mengalir di bawah lava yang sudah mulai membeku seolah-oleh
membentuk terowongan lava (lava tunnel).
Pada suatu ketika tumpukan lava di ujung leleran membesar dan membentuk suatu tonjolan. Pada saat yang sama suplai lava masih terus berlangsung. Proses berikutnya leleran lava akan menerjang tojolan yang ada dan mengakibatkan guguran lava bercampur dengan lava yang masih segar, dalam volume yang besar akan menyebabkan awan panas. Proses yang terakhir ini mirip dengan Merapi.
Peristiwa letusan yang menghasilkan awan panas guguran tersebut penulis namakan Letusan Tipe Karangetang (Karangetang Type Eruption).
Karena volumenya relatif lebih kecil dibanding dengan Kubah Merapi, maka jarak luncur awan panas Tipe Karangetang juga kecil, berkisar 1-2 km, bandingkan dengan jarak luncur awan panas Merapi yang dapat mencapai 6-11 km. Meskipun kecil, resiko bahaya awan panas Tipe Karangetang tidak dapat disepelekan. Sebagai contoh, sumber awan panas Gunung Merapi terjadi di puncak, sehingga seluruh penduduk dengan mudah dapat melihat kejadian tersebut dan dapat segera menghindar. Di Gunung Karangetang agak sulit
Malam tiada gelap di Pulau Siau. Gelapnya malam selalu disinari oleh cahaya terang yang betengger di Puncak Karangetang karena suhu tinggi atau lava yang muncul dari dalam kawah.
Foto: SR Wittiri, 1998
Leleran lavadimulai dari puncak dan ujungnya ditemukan jauh hingga ke lereng bagian bawah setelah melalui terowongan lava di bagian tengah.
Sketsakarakteristik Letusan Tipe Merapi dan awan panas guguran dari kubah lava
Foto: Panut, 1994
Peta sebaran lava, piroklastik (awan panas), dan lahar Gunung Karangetang sejak tahun 1974 sampai dengan 2001
Sketsakarakteristik Letusan Tipe Karangetang dan awan panas gugu-ran dari ujung lelegugu-ran lava
Foto: Suratman, 1985
ditebak, karena penduduk memahami bahwa pusat aktivitas berada di puncak, tetapi mereka hampir tidak sadar bahwa ujung leleran lava sudah dekat dengan ladang atau tempat tinggal mereka, dan itu adalah sumber bencana yang sesungguhnya. Dari banyak kejadian, hampir seluruh korban adalah petani yang sedang bekerja di ladang. Pada tahun 1985 tercatat 3 orang korban, 1 orang meninggal dunia dan 2 orang lainnya mengalami luka parah. Sementara tahun 1997 tercatat 3 orang meninggal. Mereka menjadi korban dalam keadaan sedang bekerja di ladang.
Kejadian terakhir terjadi pada tahun 2001 ketika sepasang suami-isteri baru saja pulang dari Gereja menyusuri jalan setapak menuju rumah mereka. Naas menimpa mereka, tiba-tiba awan panas menyambar isterinya dan sang suami tidak dapat berbuat apapun karena kejadian tersebut berlangsung sangat cepat.
Berdasarkan hasil penyelidikan dan pemantauan yang dilakukan hingga kini terhadap Gunung Karangetang, beberapa karakteristik tentang Gunung Karangetang dapat disampaikan bahwa Lava Gunung Karangetang adalah andesit basaltis dengan kandungan silika 52 %- 53 %. Awan panas guguran yang terjadi di Gunung Karangetang mempunyai karakteristik yang sangat khas, yaitu terjadi di ujung leleran lava yang sedang bergerak. Karakteristik tersebut dinamakan Letusan Tipe Karangetang. Sementara mengenai kemungkinan terjadinya bencana selain di puncak Gunung Karangetang dapat juga terjadi di ujung leleran
lava yang sedang bergerak.n
W a r t a G e o l o g i . S e p t e m b e r 0 0 8
G
ENEVA, - Pada dekade terakhir ini, 90 persenbencana yang terjadi di berbagai belahan
dunia terkait dengan perubahan iklim.
Peran media menjadi sangat penting dalam menunjang
edukasi untuk membuat langkah adaptasi dan mitigasi
mengurangi dampak perubahan iklim tersebut. Demikian
dikemukakan Sekretaris Jenderal Organisasi Meteorologi
Dunia (WMO) Michel Jarraud dalam pembukaan
lokakarya Media 21 Global Journalism Network dengan
tema ”Perubahan Iklim III: Dampak Terhadap Kawasan
Pantai dan Negara Kepulauan”. Loka karya di Geneva,
Swiss, ini akan dilanjutkan dengan tinjauan lapangan ke
Benin, salah satu negara miskin di wilayah Afrika Barat.
”Bencana banjir merupakan bencana yang paling banyak
terjadi dan menewaskan ribuan orang dari berbagai
negara setiap tahun,” kata Jarraud.