STUDI ANALISIS MUSIKAL DAN TEKSTUAL PEMBACAAN KITAB
SRI GURU GRANTH SAHIB JI PADA UPACARA PAHILA PARKAS DIHARA MASYARAKAT SIKH DI GURDWARA SHREE GURU GRANTH SAHIB DARBAR KOTA TEBING TINGGI
SKRIPSI SARJANA
OLEH
RINA GUSTRIANI SIMANJUNTAK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Wilayah Sumatera Utara khususnya Medan merupakan sebuah kota yang
tumbuh pesat sejak pertengahan abad ke-19 sebagai sebuah kota berpenduduk
majemuk, baik dari kalangan penduduk pribumi maupun imigran dari kawasan
Asia seperti Cina, India, Arab, dan imigran dari kawasan Asia Tenggara. Sudah
luas diketahui bahwa kota Medan dan Tanah Deli (Sumatera Timur) pada
umumnya yang pernah dijuluki sebagai “Het Dollar Land” berkembang sangat
cepat sejak pertengahan abad ke-19 seiring dengan perkembangan industri
perkebunan (mulanya perkebunan tembakau) yang dirintis oleh Jacobus Nienhys
sejak 1863. Buruh-buruh dari Cina, India, dan Pulau Jawa ketika itu didatangkan
dalam jumlah besar oleh pengusaha-pengusaha perkebunan untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerja. Selain mereka yang didatangkan sebagai kuli, migran lain
pun terus berdatangan ke kota ini untuk tujuan berdagang dan mengisi berbagai
lowongan pekerjaan yang tersedia10.
Salah satu suku bangsa11 India yang ada di Sumatera Utara adalah suku
bangsa Punjabi yang mayoritas penganut Sikh12. Tengku Luckman Sinar
10
Sebuah artikel yang berjudul “Kajian Awal tentang Komunitas Tamil dan Punjabi di Medan: Adaptasi dan Jaringan Sosial” oleh Zulkifli B. Lubis dalam Jurnal Antropologi Sosial Budaya ETNOVISI • Vol. 1 • No.3 • Desember 2005.
11
Konsep yang tercakup dalam istilah “suku bangsa” adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan “kesatuan budaya”, sedangkan kesadaran dan identitas tadi seringkali (tetapi tidak selalu) dikuatkan oleh kesatuan bahasa juga (Koentjaraningrat 1980: 264).
12Sikh
(1991:77) menyatakan bahwa dalam tahun 1930 sudah lebih dari 5000 masyarakat
Sikh tersebar di Sumatera Utara. Suku bangsa Punjabi ini tersebar di beberapa wilayah di Sumatera Utara, antara lain Medan, Binjai, Lubuk Pakam, Kisaran,
Pematang Siantar, Perbaungan, Tebing Tinggi, dan lain-lain. Seperti yang
dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1980: 203-204), bahwa setiap suku bangsa
memliki unsur-unsur kebudayaan. Demikian juga suku bangsa Punjabi yang ada
di Sumatera Utara ini mempunyai unsur-unsur kebudayaan, antara lain: bahasa,
sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi,
sistem mata pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian.
Salah satu keunikan masyarakat Sikh yang ada di Sumatera Utara adalah adanya kekerabatan atau hubungan yang erat antara satu Gurdwara13 dengan yang lainnya, yaitu dengan saling berbagi upacara-upacara keagamaan mereka antara
lain: setiap tanggal lahir dan tanggal meninggal kesepuluh Guru14, hari lahir
agama Sikh, dan lain-lain. Upacara Pahila Parkas Dihara ini merupakan bagian dari Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar di Kota Tebing Tinggi. Sehingga Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Tebing Tinggi inilah yang merayakannya. Dengan demikian semua masyarakat Sikh di luar Tebing Tinggi juga datang dan berpartisipasi dalam melaksanakan upacara Pahila Parkas Dihara tersebut.
Menurut Koentjaraningrat, dalam melaksanakan aktivitas yang
berhubungan dengan religi, manusia didorong oleh suatu getaran jiwa, yang
biasanya disebut dengan emosi keagamaan (religious emotion), yang mendorong
13Gurdwara
merupakan tempat beribadah umat Sikh.
14
orang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religi (ibid: 376-378). Emosi
keagamaan yang mendorong tindakan-tindakan yang bersifat religi ini tampak
pada upacara Pahila Parkas Dihara dalam pembacaan Kitab Sri Guru Granth Sahib Ji yang dilantunkan secara musikal atau yang mengandung kombinasi nada, ritem dan dinamika yang dilakukan masyarakat Sikh di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Tebing Tinggi.
Sistem religi juga mempunyai tiga unsur penting lain, yaitu: (1) sistem
keyakinan, (2) sistem upacara keagamaan, dan (3) suatu umat yang menganut
religi atau komunitasnya. Setidaknya ada dua belas15 unsur atau kegiatan yang
dilakukan dalam upacara, walaupun tidak semua agama menganggap ada yang
penting sekali untuk dilakukan dalam unsur upacara tersebut.
Upacara Pahila Parkas Dihara merupakan upacara penobatan Kitab Sri Guru Granth Sahib Ji sebagai Guru terakhir bagi umat Sikh, setelah guru kesepuluh Sri Guru Gobind Singh Ji menyatakan bahwa tidak ada lagi guru yang datang dalam bentuk manusia. Di dalam upacara ini dilakukan pembacaan atau
pengajian Kitab Sri Guru Granth Sahib Ji. Kitab Sri Guru Granth Sahib Ji
merupakan Kitab suci masyarakat Sikh yang berisi tentang ajaran-ajaran Guru masyarakat Sikh.
Upacara Pahila Parkas Dihara diawali dengan pembacaan Jetshri Mahala Panjwa halaman 701-702 yang merupakan hymne atau nyanyian pujian kepada
Waheguru (Tuhan) yang diambil dan dipilih dari Kitab yang mempunyai makna
15
untuk pembukaan suatu upacara (wawancara dengan Bhai Dalip Singh, 14 Maret 2011).
Setelah itu berdoa untuk meminta keselamatan dan kesehatan seluruh
umat. Meminta izin kepada Tuhan untuk kelancaran dalam membaca Kitab atau
pengajian dan dijauhkan dari segala halangan yang dapat menggangu kelancaran
seluruh upacara.
Setelah doa dilakukan, barulah dimulai pembacaan atau pengajian Kitab.
Di dalam pembacaan ini, lima orang Bhai Sahib (Pendeta) yang telah ditentukan atau orang yang bisa membaca aksara Punjabi membacakan Kitab sampai dengan
selesai atau khatam16. Kitab yang akan dibacakan sampai selesai ini berisi 1430
halaman, yang menghabiskan waktu tiga hari dua malam untuk
menyelesaikannya. Pembacaan ini tidak boleh dilakukan dengan putus-putus,
tetapi harus dibacakan secara berkelanjutan. Masing-masing Pendeta membacakan
Kitab dua jam per orang, begitu seterusnya sampai dengan selesai.
Setelah pembacaan atau pengajian Kitabdiselesaikan, dilanjutkan dengan
nyanyian puji-pujian yang dilantunkan oleh siapa saja yang ingin bernyanyi.
Nyanyian puji-pujian ini diiringi oleh alat musik seperti harmonium, tabla, dholak
dan rebana. Dalam upacara Pahila Parkas Dihara ini, setiap alat musik yang ada tidak boleh dimainkan saat pembacaan Kitab karena pembacaan Kitab dianggap
suci dan tidak ada yang boleh mengganggu konsentrasi Pendeta yang
membacakan maupun jemaat yang ada. Selain itu, agar setiap ajaran-ajaran Guru
bisa didengar semua jemaat yang hadir. Semua kegiatan bernyanyi boleh
dilakukan setelah Kitab benar-benar selesai dibacakan. Dan kegiatan menyanyi ini
juga membawakan ayat-ayat yang berasal dari Kitab tersebut.
16
Setelah kegiatan bernyanyi selesai dilakukan, maka selanjutnya adalah doa
penutupan. Doa ini berisi tentang permohonan maaf kepada Tuhan, apabila
selama upacara berlangsung ada kesalahan-kesalahan yang terjadi. Selain itu, juga
berisi tentang penutupan seluruh rangkaian acara yang telah dilaksanakan dari
awal sampai pada akhirnya.
Upacara ini dilakukan setiap tahunnya pada bulan Agustus atau September
berdasarkan penanggalan agama Sikh sendiri yang disebut dengan jantri. Upacara yang dibahas dalam tulisan ini dilaksanakan pada tanggal 31 Agustus, 1 dan 2
September 2010. Tempat upacara dilaksanakan di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Tebing Tinggi. Benda dan peralatan upacara Pahila Parkas Dihara
terdiri dari: pendupaan, Kitab, sound system, peralatan musik (harmonium, tabla, dholak dan rebana) dan lain sebagainya. Pelaku dan pemimpin ialah Bhai Sahib
(Pendeta).
Berdasarkan wawancara dengan Bhai Dalip Singh, melodi yang dilantunkan setiap Pendeta memiliki ciri khas masing-masing atau tidak sama satu
dengan lainnya. Melodi yang dilantunkan berasal dari perasaan atau pembawaan
masing-masing pribadi, sehingga tidak ada suatu ketentuan khusus dalam
melantunkannya. Pada umumnya melodi yang dimainkan tetap atau
berulang-ulang, sedangkan teksnya berubah. Ini disebut juga dengan pola strophic. Atau
dengan kata lain, pembacaan Kitab ini adalah nyanyian yang lebih mementingkan
kata-kata daripada melodi atau disebut dengan logogenic. Hal ini dapat dilihat dari
kata-kata yang terus berubah tetapi dengan melodi yang berulang-ulang.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang dituturkan di atas, maka penulis
pembacaan Kitab dalam upacara Pahila Parkas Dihara masyarakat Sikh di
Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Tebing Tinggi. Penelitian ini akan dibuat ke dalam karya tulis ilmiah dengan judul: Studi Analisis Musikal dan
Tekstual Pembacaan Kitab Sri Guru Granth Sahib Ji pada Upacara Pahila Parkas Dihara Masyarakat Sikh di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Kota Tebing Tinggi.
1.2Pokok Permasalahan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis membuat batasan masalah untuk
menghindari ruang lingkup pembahasan yang meluas. Selain itu, batasan masalah
juga berguna untuk memfokuskan pokok pembahasan dalam tulisan ini.
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah:
1. Bagaimana deskripsi atau gambaran jalannya upacara Pahila Parkas Dihara
dan komponen-komponen upacara Pahila Parkas Dihara pada masyarakat
Sikh di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Tebing Tinggi?
2. Bagaimana analisis musikal dan tekstual pembacaan Kitab yang disajikan
pada upacara Pahila Parkas Dihara masyarakat Sikh di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Tebing Tinggi?
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan skripsi adalah sebagai berikut:
2. Memperoleh analisis musikal dan tekstual pembacaan Kitab pada upacara
Pahila Parkas Dihara pada masyarakat Sikh di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Tebing Tinggi.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi tentang jalannya upacara Pahila Parkas Dihara pada masyarakat Sikh di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Tebing Tinggi.
2. Sebagai salah satu referensi ilmiah yang dapat memberikan suatu kajian
musikologis suatu upacara religi yang mengandung unsur-unsur musikal
kepada disiplin ilmu Etnomusikologi khususnya, dan ilmu pengetahuan pada
umumnya.
3. Sebagai salah satu bahan referensi dan acuan bagi peneliti berikutnya yang
memiliki keterkaitan dengan topik penelitian.
4. Memperluas pengetahuan dan wawasan penulis dalam mengaplikasikan ilmu
yang diperoleh selama masa studi di jurusan Etnomusikologi.
1.4Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep
Menurut Melly G. Tan (dalam Koentjaraningrat 1990: 21), konsep
merupakan defenisi dari apa yang kita amati, konsep menentukan antara
variabel-variabel mana yang kita inginkan untuk menentukan hubungan empiris. Maka dari
itu, penulis akan memaparkan beberapa konsep yang berhubungan dengan tulisan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua (1995: 37), analisis
adalah penguraian suatu pokok permasalahan atas berbagai bagiannya dan
penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh
pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Dengan demikian, kata
analisis dalam penulisan ini berarti hasil analisa objek penelitian. Adapun yang
menjadi objek penelitian yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah upacara
Pahila Parkas Dihara pada masyarakat Sikh dan pokok pembahasan difokuskan pada pembacaan Kitab yang disajikan secara musikal serta makna teks yang
terdapat di dalamnya.
Musik adalah kejadian bunyi atau suara dapat dipandang dan dipelajari
jika mempunyai kombinasi nada, ritem dan dinamika sebagai komunikasi secara
emosi estetika atau fungsional dalam suatu kebiasaan atau tidak berhubungan
dengan bahasa (Malm dalam terjemahan Takari 1993: 817). Dari pengertian musik
tersebut, dapat dipahami bahwa musikal merupakan hal yang berkenaan atau
mengandung unsur musik.
Pembacaan Kitab yang dilantunkan secara musikal dalam istilah
Etnomusikologi adalah chanting. Dalam masyarakat Sikh pembacaan Kitab secara musikal ini dikenal dengan kirtan. Kirtan pada upacara Pahila Parkas Dihara ini, dapat penulis nyatakan sebagai bahan kajian etnomusikologi karena dalam
pembacaannya mengandung unsur musikal atau dapat dikategorikan sebagai
nyanyian yang di dalamnya terdapat kombinasi yang mengandung unsur nada,
ritem dan dinamika.
17
Teks adalah naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan dari
Kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan, bahan tertulis untuk dasar
memberikan pelajaran, berpidato dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia
edisi kedua 1995: 1024). Dari pengertian teks tersebut, maka tekstual merupakan
hal yang berhubungan atau berkaitan dengan teks. Sesuai dengan tulisan ini, maka
pengertian teks yang dipakai adalah kutipan dari Kitab suci untuk pangkal ajaran
atau alasan yang kemudian akan dianalisa makna yang terkandung dalam teks
tersebut.
Pengertian masyarakat (society dalam Bahasa Inggris) dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary sixth edition (2000: 1226) adalah:
“(1) people in general, living together in communities; (2) a particular community of people who share the same customs, laws, etc; (3) a group of people who join together for a particular purpose; (4) the group of people in a country who are fashionable, rich and powerful; (5) the state of being with other people”
(orang-orang yang secara umum hidup bersama dalam komunitas; sebuah
komunitas khusus oleh orang-orang yang berbagi dalam adat istiadat yang sama,
norma-norma yang sama dan sebagainya; sekelompok orang-orang yang saling
terikat untuk tujuan khusus; sekelompok orang-orang dalam satu negara yang
modern, kaya dan berkuasa; tempat di mana tinggal dengan orang lain).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat
adalah sekelompok orang-orang yang tergabung dalam satu komunitas yang
mempunyai kebiasaan atau adat istiadat yang sama, norma-norma yang sama,
kepentingan atau tujuan yang sama, dan banyak persamaan lain yang saling terikat
Kata Sikh yang dalam bahasa Punjabi: ਿਸੱਖ, berasal dari bahasa Sansekerta
yaitu śiṣya yang berarti “murid, mahasiswa” atau śikṣa yang berarti “pelajaran”. Menurut pasal I dari “Rehat Maryada“ (norma dan ketentuan tingkah laku dalam
Sikh), seorang Sikh didefinisikan sebagai “setiap manusia yang setia percaya pada Yang Kekal; Kesepuluh Guru, dari Sri Guru Nanak Dev sampai Sri Guru Gobind
Singh; Sri Guru Granth Sahib, ucapan-ucapan dan ajaran dari sepuluh Guru dan
baptisan yang diwariskan oleh Guru kesepuluh, dan yang tidak berutang setia
kepada agama lain”. Di antara perpindahan atau migrasi orang-orang Sikh, ada perbedaan pendapat yang meningkat tentang apa arti menjadi seorang Sikh
terutama dalam pengertian sebuah bangsa, dan kelompok etnis-agama
(www.wikipedia.com).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bhai Dalip Singh (27 Juli 2010), kata Sikh berarti “belajar terus-menerus”, hidup dalam kesederhanaan dan percaya hanya kepada satu Tuhan yang disebut dengan Waheguru.
Pahila Parkas Dihara adalah upacara penobatan Kitab sebagai Guru terakhir bagi umat Sikh, setelah guru kesepuluh Sri Guru Gobind Singh Ji
menyatakan bahwa tidak ada lagi guru yang datang dalam bentuk manusia. Maka
dari itu, untuk datang menyembah kepada Tuhan, umat Sikh melakukan sembahyang dengan menggunakan guru terakhir yaitu Kitab yang berisi tentang
ajaran-ajaran guru terdahulu. Di dalam upacara ini dilakukan pembacaan atau
pengajian Kitab sampai selesai atau tamat.
Teori adalah sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematik dalam
gejala sosial maupun natura yang ingin diteliti. Teori merupakan abstraksi dari
pengertian atau hubungan dari proporsi atau dalil. Menurut Kerlinger (1973) teori
adalah sebuah set konsep atau construct yang berhubungan satu dengan lainnya, suatu set dari proporsi yang mengandung suatu pandangan sistematis dari
fenomena (Moh. Nazir 1988: 21). Untuk itu, penulis menggunakan teori sebagai
landasan untuk membahas dan menjawab pokok permasalahan yang ada.
Untuk menganalisa struktur musik dalam pembacaan Kitab yang
dilantunkan secara musikal, penulis menggunakan teori weighted scale (bobot
tangga nada) yang dikemukakan oleh William P. Malm. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi, yaitu (1) tangga nada, (2) nada dasar
(pitch center), (3) wilayah nada, (4) jumlah nada, (5) jumlah interval, (6) pola
kadensa, (7) formula melodik, dan (8) kontur (Malm dalam terjemahan Takari
1993: 13).
Dalam menganalisa teks-teks dalam pembacaan Kitab, penulis
menggunakan teori William P. Malm. Ia menyatakan bahwa dalam musik vokal,
hal sangat penting diperhatikan adalah hubungan antara musik dengan teksnya.
Apabila setiap nada dipakai untuk setiap silabel atau suku kata, gaya ini disebut
silabis. Sebaliknya bila satu suku kata dinyanyikan dengan beberapa nada disebut
melismatik. Studi tentang teks juga memberikan kesempatan untuk menemukan
hugungan antara aksen dalam bahasa dengan aksen pada musik, serta sangat
membantu melihat reaksi musikal bagi sebuah kata yang dianggap penting dan
pewarnaan kata-kata dalam puisi (Malm dalam terjemahan Takari 1993: 15).
Transkripsi dalam Etnomusikologi merupakan suatu proses penotasian
tersebut disebut dengan notasi. Dalam melakukan transkripsi, penulis berpedoman
pada teori yang dinyatakan oleh Charles Seeger tentang notasi perskriptif dan
notasi deskriptif yang didapat penulis selama mengikuti perkuliahan di
Etnomusikologi. (1) notasi perskriptif adalah notasi yang bertujuan sebagai
petunjuk atau suatu alat untuk membantu mengingat bagi seorang penyaji
bagaimana ia harus menyajikan sebuah komposisi musik, (2) notasi deskriptif
adalah notasi yang dimaksudkan untuk menyampaikan kepada pembaca tentang
ciri-ciri atau detail-detail komposisi musik yang belum diketahui oleh pembaca18.
Sesuai dengan tulisan ini, maka penulis akan menggunakan notasi deskriptif
sebagai notasi yang dipakai untuk menyampaikan pesan yang terdapat dalam
upacara Pahila Parkas Dihara.
1.5Metode Penelitian
Metode ilmiah adalah segala jalan atau cara dalam rangka ilmu tersebut,
untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan (Koentjaraningrat 1980: 41).
Sedangkan penelitian adalah penyelidikan yang hati-hati dan kritis dalam mencari
fakta dan prinsip-prinsip; suatu penyelidikan yang amat cerdik untuk menetapkan
sesuatu (menurut kamus Webster’s New International dalam Moh. Nazir 1988: 13). Jadi, metode penelitian adalah cara kerja yang dipakai untuk menyelidiki
fakta atau kenyataan yang ada dalam rangka memahami objek penelitian yang
bersangkutan.
Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode pendekatan
kualitatif yang mengutamakan kualitas data. Teknik pengumpulan data yang
dipakai dalam penelitian ini adalah:
18
1.5.1 Studi Kepustakaan
Hal pertama yang penulis lakukan adalah melakukan studi kepustakaan
dengan cara mempelajari tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek
pembahasan. Penulis mencari dan mengumpulkan informasi dan referensi dari
skripsi yang ada di Departemen Etnomusikologi maupun dari Departemen
Antropologi. Selain mempelajari bahan-bahan yang diperoleh dari skripsi yang
telah ada, penulis juga mempelajari bahan lain seperti buku dan artikel.
Penulis juga sangat terbantu dengan adanya kemajuan internet yang sangat
cepat saat ini, yang bisa menyediakan banyak informasi apa saja yang kita
inginkan dalam waktu singkat. Dengan melakukan penelusuran data online di situs www.google.com, penulis mendapat banyak anjuran-anjuran situs lain
seperti www.wikipedia.com, repository USU, dokumen PDF, dan lain-lain. Semua informasi dan data yang didapat baik melalui skripsi, buku, artikel dan
internet membantu penulis untuk mempelajari dan membandingkannya demi
kesempurnaan penulisan skripsi ini.
1.5.2 Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan adalah semua kegiatan yang dilakukan penulis
berkaitan dengan pengumpulan data di lapangan yang terdiri dari observasi,
wawancara dan perekaman.
1. Observasi
Pengumpulan data dengan cara observasi adalah metode pengumpulan
data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan
alat bantu utamanya selain pancaindera lainnya seperti telinga, penciuman, mulut
dan kulit (Burhan Bungin 2007: 115).
Observasi yang dilakukan oleh penulis bertujuan untuk mengetahui
langsung detail upacara Pahila Parkas Dihara serta mengetahui pembacaan Kitab dalam upacara Pahila Parkas Dihara masyarakat Sikh di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Tebing Tinggi. Selain melakukan pengamatan langsung dalam upacara Pahila Parkas Dihara, penulis juga menjalin komunikasi dan persahabatan dengan pelaku upacara lainnya yang adalah masyarakat Sikh itu sendiri.
2. Wawancara
Wawancara adalah salah satu metode yang dipakai untuk memperoleh data
yang tidak didapat melalui observasi.
“Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide atau panduan wawancara (Moh. Nazir 1988: 234). “
Lebih lanjut M. Sitorus (2003: 32-33) menjelaskan tentang bentuk-bentuk
wawancara.
“Format pertanyaan yang digunakan pada pedoman wawancara pada dasarnya sama dengan format pertanyaan kuesioner, yaitu berstruktur, tidak berstruktur, atau kombinasi keduanya. Bila ditinjau dari segi pelaksanaannya, wawancara berstruktur disebut juga wawancara terpimpin karena pewawancara telah membawa sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci. Sebaliknya, wawancara tidak berstuktur disebut wawancara bebas karena pewawancaranya bebas menanyakan apa saja. Selain itu dikenal wawancara bebas terpimpin yaitu kombinasi antara wawancara bebas dan terpimpin. Di sini, pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal yang akan ditanyakan.”
Metode wawancara yang digunakan penulis dalam pengumpulan data
adalah wawancara berstruktur, tidak berstruktur, dan kombinasi keduanya.
Langkah awal yang penulis lakukan adalah menyiapkan dan menyusun sejumlah
lapangan yang dihadapi penulis adalah sering kali pertanyaan-pertanyaan lain juga
muncul selain dari pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya akibat dari
percakapan yang berkembang dari pertanyaan yang sudah disediakan dan rasa
ingin tahu yang tinggi. Dalam wawancara selanjutnya, penulis menggunakan
wawancara kombinasi dengan menyiapkan pedoman yang merupakan garis besar
tentang hal yang akan ditanyakan.
Dalam penelitian ini penulis menentukan Bhai Dalip Singh sebagai informan kunci karena beliau adalah pemimpin upacara Pahila Parkas Dihara
sekaligus pendeta di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar. Penulis juga menentukan Bapak Mahadip Singh selaku Sekretaris Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar sebagai informan pangkal yang memberikan informasi tentang informan kunci. Selain itu penulis juga mewawancarai pemain musik, dan
beberapa jemaat yang hadir.
Penulis menyadari keterbatasan untuk mengingat setiap percakapan
dengan para informan yang ditemui, untuk itu penulis memakai alat rekam MP4
player merk ADVANCE DIGITALS untuk merekam percakapan yang terjadi
antara penulis dan informan.
3. Perekaman atau dokumentasi
Untuk mendokumentasikan data yang berhubungan dengan upacara Pahila Parkas Dihara dan pembacaan Kitab, penulis menggunakan kamera digital dan handycam sebagai media rekam. Adapun spesifikasi kamera digital yang
digunakan adalah merk Canon PowerShot A1100 IS, sedangkan spesifikasi
handycam yang digunakan adalah merk Sony Handycam CMOS Carl Zeiss
1.5.3 Kerja Laboratorium
Keseluruhan informasi dan bahan yang dikumpulkan dan diperoleh dari
studi kepustakaan dan hasil penelitian lapangan kemudian diolah, diseleksi, dan
disaring dalam kerja laboratorium untuk dijadikan data sesuai dengan objek
penelitian untuk penulisan skripsi. Data yang dipergunakan untuk penulisan
skripsi ini adalah data-data yang sesuai dengan kriteria disiplin ilmu
Etnomusikologi.
Setelah data dikumpulkan, proses selanjutnya adalah menganalisis data.
Menurut Burhan Bungin (2007: 153), ada dua hal yang ingin dicapai dalam
analisis data kualitatif, yaitu: (1) menganalisis proses berlangsungnya suatu
fenomena sosial dan memperoleh suatu gambaran yang tuntas terhadap proses
tersebut; dan (2) menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data, dan proses
suatu fenomena sosial tersebut. Dengan menggunakan cara analisis ini, hasil
penelitian akan diungkapkan secara deskriptif berdasarkan data-data yang
diperoleh. Analisis kualitatif yang digunakan oleh penulis, dipakai untuk
membahas komponen pendukung upacara Pahila Parkas Dihara pada masyarakat
Sikh di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar. Komponen pendukung tersebut adalah pemimpin upacara Pahila Parkas Dihara, pembacaan Kitab secara musikal saat upacara berlangsung, dan masyarakat Sikh yang ada di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Tebing Tinggi.
Secara Etnomusikologis, penulis juga akan mentranskripsikan dan
menganalisis struktur pembacaan Kitab Sri Guru Granth Sahib Ji dengan menggunakan teori weighted scale.
Lokasi penelitian terletak di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar
Jalan Tuanku Imam Bonjol No. 18 Tebing Tinggi. Alasan memilih lokasi tersebut
BAB II
IDENTIFIKASI MASYARAKAT SIKH DI TEBING TINGGI
2.1Gambaran Umum Kota Tebing Tinggi
2.1.1 Letak Geografis Kota Tebing Tinggi
Kota Tebing Tinggi adalah salah satu dari delapan kota yang ada di
Provinsi Sumatera Utara dengan ibukota Tebing Tinggi. Secara geografis Kota
Tebing Tinggi terletak antara 3°19’-3°21’ Lintang Utara dan 98°11’-98°21’ Bujur
Timur. Di sebelah Utara, Tebing Tinggi berbatasan dengan PTPN III Kebun
Rambutan. Di sebelah Selatan berbatasan dengan PTPN IV Kebun Pabatu dan
Perkebunan Paya Pinang. Di sebelah Timur berbatasan dengan PT. Socfindo
Tanah Besi dan PTPN III Kebun Rambutan. Dan di sebelah Barat berbatasan
dengan PTPN III Kebun Gunung Pamela. Kota ini memiliki keunikan karena
berada di bagian tengah Kabupaten Serdang Bedagai, dengan kata lain seluruh
wilayahnya dikelilingi atau berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai.
2.1.2 Iklim
Kota Tebing Tinggi mempunyai iklim tropis. Wilayahnya memiliki
ketinggian antara 26-34 meter di atas permukaan laut. Temperatur di daerah ini
berkisar antara 25°-27° Celsius. Tebing Tinggi mengalami dua musim, yaitu
musim kemarau dan penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Juni
sampai September, dan musim penghujan biasanya terjadi pada bulan November
sampai Maret. Kedua musim tersebut dikelilingi oleh musim pancaroba19.
19
2.1.3 Luas Wilayah
Luas wilayah Kota Tebing Tinggi adalah 3.843,8 hektar atau 38,438 km2
yang dilintasi oleh empat aliran sungai besar dan kecil, yaitu Sungai Padang,
Bahilang, Kalembah dan Sibarau.
Berdasarkan BPS Kota Tebing Tinggi tahun 2007 bahwa sebagian besar
wilayah Kota Tebing Tinggi digunakan untuk permukiman (35,80%), lahan
pertanian (51,10%), dan sarana sosial ekonomi dan budaya (6,22%), dan
selebihnya dipergunakan untuk industri, semak belukar dan lainnya.
2.1.4 Demografi
Jumlah penduduk Kota Tebing Tinggi tahun 2010 berdasarkan Hasil
Sensus Penduduk adalah sebanyak 145.180 jiwa. Terdiri dari 71.845 laki-laki dan
73.335 perempuan. Dari hasil sensus tersebut, dapat disimpulkan persentase
penduduk berdasarkan tingkat kecamatan sebagai berikut: Kecamatan Bajenis
sebesar 22,79%, Kecamatan Rambutan sebesar 21,62%, Kecamatan Padang Hilir
sebesar 20,62%, Kecamatan Padang Hulu sebesar 18,43%, dan Kecamatan Tebing
Tinggi Kota sebesar 16,54%.
Agama Jumlah Persentase
Islam 96.824 jiwa 77,47%
Katholik 2.228 jiwa 1,78% Protestan 14.328 jiwa 11,46% Hindu 261 jiwa 0,21%
Buddha 11.213 jiwa 8,97%
Lainnya 125 jiwa 0,10%
Total 124.979 jiwa 100%
Sumber: BPS Tebing Tinggi
Kecamatan Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan Sex Ratio
Tabel 2.2 Persentase Jumlah Penduduk Berdasarkan Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2010
2.1.5 Wilayah Administrasi Pemerintahan
Secara administratif Kota Tebing Tinggi dibagi menjadi lima kecamatan
dengan tiga puluh lima kelurahan.
No Kecamatan Luas Wilayah (ha) Kelurahan
1 Rambutan 593,50
2. Pasar Gambir 3. Rambung
4. Tebing Tinggi Lama 5. Pasar Baru
6. Badak Bejuang 7. Bandar Utama
Total 3.843,80 35
Sumber: BPS Tebing Tinggi
Tabel 2.3 Kecamatan Berdasarkan Luas dan Jumlah Kelurahan
2.2 Asal Usul Lahirnya Agama Sikh
Setelah agama Buddha mengalami kemerosotan di India, status Buddha
dan Budhisattvas menjadi sangat biasa. Saat agama Buddha keluar dari India,
masyarakat Hindu membuat dewa dan dewi mereka sendiri dan mulai menyembah
patung-patung mereka. Pendeta Hindu sudah berabad-abad membuat diri sendiri
menjadi penjaga agama dan ajarannya, telah mengurangi agama menjadi sebuah
ejekan dengan melakukan upacara dan ritual dan upacara takhayul tanpa arti dan
makna.
Kemudian terjadi penolakan yang dilakukan masyarakat Hindu akibat
sistem kasta yang berlaku tidak adil. Kasta Brahmana yang menjadi kasta tertinggi
mendapat hak istimewa karena hanya kasta tersebutlah yang bisa mengerti
buku-buku keagamaan yang kebanyakan ditulis dalam bahasa Sansekerta dan bahasa
tersebut tidak dipakai masyarakat umum.
Kondisi Hindu India seperti itu ketika penyerbu Muslim mulai masuk
dalam jumlah besar satu demi satu. Untuk penyerbu Muslim, dari Mahmood
Gazni pada abad kesebelas sampai ke Moghul pada abad keenambelas (bersamaan
dengan Guru Nanak), Punjab selalu menjadi pintu gerbang India. Semua penyerbu
rumah mereka, menodai dan menghancurkan kuil mereka dan merampok
kekayaan kuilnya. Orang-orang Hindu masuk agama Islam dalam keadaan hampir
terbunuh. Para bangsawan, pelajar, sufi, penyair dan ahli filsafat yang juga datang
bersama penyerbu ini, menetap di berbagai bagian di India, dan mereka
meletakkan fondasi budaya Indo-Muslim di negara ini.
Masa ini disebut dengan Kalyug yang berarti masa kegelapan atau masa kepalsuan. Orang-orang menjadi bodoh bukan dalam posisi membedakan antara
kebenaran dan kepalsuan. Mereka yang mengaku sebagai dermawan melakukan
penimbunan kekayaan dengan cara penipuan. Cinta antara pria dan wanita
didasarkan pada uang, mereka bertemu dalam kesenangan dan berangkat dalam
keinginan. Hal ini dipercaya bahwa kapan pun Kebenaran menghilang dari dunia
ini dan Kepalsuan menggantikannya, ada panggilan dari surga untuk
mengembalikan perdamaian dan keadilan di bumi. Untunglah urga mendengarkan
tangisan dan doa-doa yang tertindas dan muncullah Penyelamat Kemanusiaan,
Nabi Kedamaian, Sumber Cinta Kasih Surga dan Lautan Kebaikan dalam nama
Guru Nanak, penemu agama Sikh.
Pada tahun 1469, Guru Nanak lahir dari pasangan Mehta Kalu dan Mata
Tripta. Semasa kecilnya, Guru Nanak sudah menunjukkan bahwa dia berbeda dari
anak-anak lainnya. Pada umur tujuh tahun, Guru Nanak sudah bisa menuliskan
arti setiap huruf dari alphabet. Ini merupakan Pesan Ilahi yang dikirim melalui
Guru Nanak. Ini merupakan penjelasan kebenaran lebih dalam tentang manusia
Pada abad keenambelas di Punjab, agama Sikh muncul dan berkembang yang dipelopori oleh Guru Nanak. Pada saat itu keadaan dunia sangat kacau dan
di India sendiri terjadi kekacauan yang dikenal dengan masa Kalyug. Guru Nanak yang sejak kecil mendapatkan ilham dari Tuhan membentuk satu kepercayaan
baru yang bertolak belakang dengan keadaan dunia saat itu. Agama Sikh percaya hanya kepada satu Tuhan saja yang disebut Waheguru dan kepercayaan kepada satu Tuhan ini nampak jelas dalam kalimat pembuka Sri Guru Granth Sahib Ji
yaitu: ੴ (Ik Onkar) yang artinya Satu Tuhan. Agama Sikh juga menganggap
tidak ada perbedaan antara satu manusia dengan manusia lainnya, semuanya
adalah sama atau dengan kata lain agama Sikh tidak mengenal pembagian kasta. Kemudian pada tahun 1699, Guru kesepuluh yaitu Guru Gobind Singh Ji
mengumpulkan ratusan orang di Anandpur Sahib dan membentuk Khalsa. Dan peristiwa inilah yang dijadikan sebagai hari Vaisakhi bagi masyarakat Sikh.
Vaisakhi ini merupakan peringatan sebagai hari lahir atau hari jadi agama Sikh
yang diperingati pada bulan April sekitar tanggal tiga belas.
2.2 Kedatangan Agama Sikh di Tebing Tinggi
Telah diketahui bahwa sejak perkebunan tembakau dibuka (1863) di
Sumatera Utara oleh Jacobus Nienhys, buruh dari Cina, India, dan Pulau Jawa
didatangkan dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di
berbagai wilayah di Sumatera Utara. Orang-orang Sikh yang bekerja di perkebunan pada umumnya bekerja sebagai pengawas dan pengantar surat di
perkebunan, serta memelihara ternak sapi. Selain mereka yang didatangkan
sebagai kuli, migran lain pun terus berdatangan untuk tujuan berdagang dan
mengisi berbagai lowongan pekerjaan yang tersedia (Zulkifli Lubis 2005).
Gelombang kedatangan buruh perkebunan inilah yang membawa
masyarakat Sikh, agama dan kebudayaannya masuk ke daerah Tanah Deli yang salah satunya adalah Tebing Tinggi.
Gelombang selanjutnya datang ketika tentara Sekutu dari divisi ke-26
masuk ke wilayah Sumatera Utara pada tanggal 10 Oktober sampai 5 November
1945 melalui Belawan. Mereka datang untuk mengadakan perlawanan kepada
laskar-laskar rakyat Indonesia di front Medan Area. Divisi itu sepenuhnya terdiri
dari bangsa India dan pada 5 Januari 1946 ditambah lagi beberapa resimen yang
didatangkan langsung dari India (Tengku Luckman Sinar 2008: 13).
Dan berdasarkan wawancara dengan Bhai Dalip Singh, menyebutkan bahwa orang-orang Sikh yang bergabung dengan tentara Sekutu tiba di Tebing Tinggi. Kemudian mereka berinisiatif mendirikan tempat beribadah yang dekat
dengan stasiun kereta api yang menjadi jalur transportasi mereka. Sehingga
tentara-tentara lain yang terus berdatangan dapat melakukan ibadah di Gurdwara
Setelah perang dan perlawanan usai, sebagian orang Sikh kembali ke India dan sebagian lagi memilih untuk menetap dan menjadi warga negara Indonesia.
Mereka menyebar dan mencari nafkah di berbagai tempat.
2.4 Keberadaan Agama Sikh di Tebing Tinggi
2.4.1 Populasi Masyarakat Penganut Sikh
Menurut A. Mani (1980) dalam tulisan Zulkifli Lubis menyatakan bahwa
orang-orang Sikh sudah ada di Sumatera Utara sejak awal perkebunan tembakau dibuka. Mereka biasanya datang ke Deli untuk beberapa tahun dan kembali ke
India untuk menikah, lalu kembali lagi ke Sumatera Utara membawa serta
istrinya. Dan Tengku Luckman Sinar (1991:77) menyatakan bahwa dalam tahun
1930 sudah lebih dari 5000 masyarakat Sikh tersebar di Sumatera Utara.
Menurut Bhai Dalip Singh, populasi atau jumlah penganut Sikh di Tebing Tinggi saat ini adalah sebanyak tujuh keluarga. Pada mulanya kedatangan
orang-orang Sikh ke Tebing Tinggi berjumlah banyak, hal ini dibuktikan dengan didirikannya Gurdwara di Tebing Tinggi dan adanya gambar yang menunjukkan populasi mereka yang banyak. Tetapi karena banyak yang tidak menetap tinggal
atau kembali ke India dan ada juga yang pindah ke tempat lain, menyebabkan
Sumber: Gurdwara Tebing Tinggi
Gambar 2.3 Orang-orang Sikh pada Permulaan Kedatangan
2.4.2 Sistem Kekerabatan
Masyarakat Sikh menganut sistem kekerabatan patrilineal, yang artinya garis keturunan ditentukan melalui seorang laki-laki atau seorang ayah. Misalnya
seorang laki-laki bermarga Sandhu menikah seorang perempuan bermarga
Dhillon, maka anaknya laki-laki atau perempuan akan memiliki marga ayahnya
yaitu Sandhu. Untuk lebih jelasnya, lihat skema berikut:
♂ ♀
(A. Sandhu) (B. Dhillon)
♂
♀
♂
(C. Sandhu) (D. Sandhu) (E. Sandhu)
Masyarakat Sikh dapat dikenali dari ciri khas namanya. Setiap laki-laki, diberi gelar ‘Singh’ di belakang namanya, contoh: X. Singh Sandhu. Dan untuk perempuan diberi gelar ‘Kaur’ di belakang namanya, contoh: X. Kaur Dhillon. Berikut merupakan beberapa contoh marga yang ada pada masyarakat Sikh: Sandhu, Gill, Dhillon, Siwia, Senggah, Sidhu, Sekhon, Maan, Dieol, Sran, dan
lain-lain.
2.4.3 Sistem Mata Pencaharian
Sejak awal perkebunan dibuka oleh kolonial Belanda, orang-orang Sikh
pada umumnya bekerja sebagai pengawas dan pengantar surat di perkebunan,
sebagai petugas jaga malam, pengawal dan memelihara ternak sapi.
Pada masa saat ini, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,
masyarakat Sikh di berbagai tempat secara umum memiliki mata pencaharian yang hampir sama. Sistem mata pencaharian masyarakat Sikh dikenal dengan sebutan ‘S4’, yaitu: sekolah, susu, sport, dan supir. Sekolah artinya menjadi
seorang guru dengan menempuh pendidikan yang tinggi, kebanyakan dari mereka
menjadi guru Bahasa Inggris. Susu artinya menjadi seorang peternak sapi atau
lembu yang sejak dulu susu perahannya sudah dikenal banyak orang. Sport artinya
membuka toko sport yang menjual semua peralatan olahraga. Supir artinya
menjadi seorang supir (Wawancara dengan Bhai Dalip Singh). 2.4.4 Sistem Bahasa
Sansekerta, Guru Anggad memilih untuk membuat huruf baru untuk standar Sikh.
Sansekerta hanya terbatas untuk kelas pendeta Hindu saja, tetapi Guru Anggad
tidak percaya kalau hal itu hanya untuk kalangan atas atau terkemuka saja. Guru
Anggad menghabiskan masa hidupnya mengajarkan tulisan Gurmukhi kepada orang biasa di Punjab. Gurmukhi tidak hanya dipakai oleh orang Sikh tetapi juga Hindu dan Muslim yang hidup di Punjab untuk mengatur ulang pengucapan
bahasa umum, yaitu Punjabi. Seorang Sikh diharapkan membuat suatu usaha mempelajari tulisan Gurmukhi dan mengajarkannya kepada anak-anak mereka supaya dapat membaca Sri Guru Granth Sahib Ji dalam bentuk asli penulisannya (www.sikhs.org).
Masyarakat Sikh ini sangat menjaga kelestarian budaya mereka, termasuk bahasa yang mereka pakai. Mereka terbiasa memakai bahasa Punjabi dalam
kehidupan sehari-hari ketika berkomunikasi dengan sesama mereka. Hal ini
menggambarkan ‘kekuatan dan kesatuan’ masyarakat Sikh walaupun mereka berada jauh dari negara asal dan budaya asli mereka. Hal ini juga didukung oleh
kegiatan keagamaan yang dilakukan di Gurdwara, yaitu keseluruhan upacaranya selalu menggunakan bahasa Punjabi dan tulisan Gurmukhi. Hasil dari ketaatan mereka menjalankan semua perintah Guru ini adalah kebudayaan dan kegiatan
keagamaan yang terpelihara dengan baik.
2.4.5 Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar 2.4.5.1 Sejarah Gurdwara
bertambah, Guru Hargobind memperkenalkan kata Gurdwara yang berarti jalan masuk untuk dapat mencapai Guru. Setelah itu semua tempat beribadah Sikh
dikenal sebagai Gurdwara. Ada tempat di mana Sri Guru Granth Sahib Ji
ditempatkan dan diperlakukan dengan hormat yang disebut dengan Gurdwara, apakah itu sebuah ruangan dalam satu rumah yang terpisah dari bangunan. Tiga
fungsi utama tersedia dalam semua Gurdwara secara umum. Pertama adalah
Kirtan yang berarti nyanyian pujian dari Sri Guru Granth Sahib Ji. Kedua adalah
Katha yang berarti membaca Sri Guru Granth Sahib Ji dan menjelaskannya. Fungsi utama ketiga adalah tersedianya di setiap Gurdwara sebuah Langar, yaitu sebuah komunitas dapur bebas untuk semua pengunjung dari semua agama.
Bersama dengan fungsi-fungsi utama ini, Gurdwara di seluruh dunia juga melayani komunitas Sikh dalam banyak cara lain diantaranya, perpustakaan kesusasteraan Sikh, sekolah untuk mengajarkan anak-anak tentang Gurmukhi dan Kitab Sikh dan bekerja murah hati dalam komunitas atas nama Sikh
(www.sikh.org).
Ketika memasuki Gurdwara, satu yang diharapkan adalah melepaskan sepatu dan menutupi kepala sebagai tanda penghormatan kepada kedaulatan Sri Guru Granth Sahib Ji. Tangan dan kaki dicuci. Untuk mendekat ke Sri Guru Granth Sahib Ji, seseorang diharapkan membungkukkan diri dan menyentuh lantai sebagai tanda penghormatan selanjutnya kepada Guru Sikh yang abadi. Memberikan uang persembahan merupakan hal yang biasa dilakukan pada saat
membungkuk untuk membantu memikul pengeluaran-pengeluaran demi
kelangsungan Gurdwara, dan komunitas bekerja untuk menyediakan kepentingan
dan Sri Guru Granth Sahib Ji ditempatkan pada tingkat yang lebih tinggi. Seseorang dapat masuk atau meninggalkan jemaat kapan pun. Laki-laki dan
perempuan tidak biasa duduk bersama-sama tetapi pada bagian yang terpisah dari
ruangan, keduanya berada pada jarak yang sama dari Sri Guru Granth Sahib Ji. Semua orang diharapkan berdiri menghadap kepada Sri Guru Granth Sahib Ji
ketika Ardas (doa) dibacakan. Gurdwara terbuka untuk semua orang dari semua agama dan biasanya terbuka dua puluh empat jam sehari. Beberapa Gurdwara
juga menyediakan akomodasi sementara untuk pengunjung atau pendatang. Di
dalam Langar semua makanan dimasak dan dilayani oleh sukarelawan, makanan ini tersedia setiap waktu. Hanya makanan vegetarian yang tersedia sehingga tidak
ada seorang pun yang mungkin terganggu. Dan semua orang dari semua agama
dapat duduk bersama-sama untuk berbagi makanan bersama terlepas dari batasan
makanan (www.sikh.org).
Sedangkan sejarah terbentuknya Gurdwara yang ada di Tebing Tinggi seperti yang sudah dijelaskan sebelumya bahwa masuknya orang Sikh ke Sumatera Utara khususnya Tebing Tinggi pada permulaan pembukaan
perkebunan dalam jangka waktu panjang, membuat mereka berinisiatif untuk
mendirikan tempat beribadahnya.
Hasrat kuat untuk dapat beribadah seperti apa yang mereka lakukan di
negara mereka ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat. Ia
mengatakan bahwa dalam melaksanakan aktivitas yang berhubungan dengan
religi atau keagamaan, manusia didorong oleh suatu getaran jiwa, yang biasanya
Dengan berdirinya Gurdwara di Tebing Tinggi ini menunjukkan bahwa tidak ada yang dapat membatasi dan melarang masyarakat Sikh untuk melakukan kegiatan keagamaannya sekalipun mereka berada jauh dari negara asalnya, India.
2.4.5.2 Komponen-Komponen dan Denah Gurdwara
Semua Gurdwara di mana pun letaknya, mempunyai komponen atau bagian-bagian di dalam Gurdwara yang sama. Untuk di ruangan dalam Gurdwara
terdiri dari The Guru's Throne (Mahkota Guru) yang terdiri dari: chanani, manji sahib, palki sahib,rumalla dan bantal kecil, chaur sahib, golak dan nishan sahib.
2. Manji adalah tempat tidur kecil dan sahib berarti untuk menunjukkan rasa hormat untuk benda yang digambarkan dalam kata. Jadi manji sahib
adalah tempat tidur kecil untuk meletakkan Kitab.
3. Rumalla adalah kain persegi panjang yang terbuat dari sutera atau bahan lainnya untuk menutupi Kitab di dalam Gurdwara saat tidak dibaca.
4. Palki adalah tempat Kitab diletakkan saat Kitab diletakkan dari satu tempat ke tempat yang lain.
6. Golak adalah sistem manajemen keuangan yang ada di setiap Gurdwara
untuk membantu pengeluaran, memberikan sumbangan dana dan lain-lain.
Utara
DENAH GURDWARA SHREE GURU GRANTH SAHIB DARBAR TEBING TINGGI
BAB III
KONSEP RELIGI AGAMA SIKH
3.1 Garis Besar Pokok Ajaran Agama Sikh
Konsep religi agama Sikh ini diambil langsung dari buku Sikh Religion
yang diterjemahkan secara bebas oleh penulis. Tujuan penulis mengambil
langsung bahan tulisan ini karena buku tersebut diterbitkan oleh Sikh Missionary Center yang ada di Detroit, Michigan. Jadi, tujuan penulis adalah supaya tidak terjadi kesalahan dalam menjabarkan konsep religi agama Sikh itu sendiri. Bahan ini diambil dari Sikh Religion dari halaman 252-290. Pada tulisan ini dimulai dari halaman 35-77.
3.1.1 Tujuan Hidup
Menurut Guru, kehidupan moral bukanlah masalah dari beberapa perintah
atau kode atau ritual, tetapi buah dari kehidupan yang diarahkan untuk melakukan
pencarian spiritual yang melibatkan disiplin sangat keras. Kebanyakan orang
umumnya percaya untuk menikmati hidup materialistis sampai sepuas-puasnya.
Jadi, kehidupan terus berlanjut sampai seseorang akhirnya menemukan dirinya
secara fisik menghabiskan banyak tenaga dan secara rohani mengalami
kebangkrutan. Terpikat oleh pesona keberhasilan dalam dunia materialistik, salah
Menurut agama-agama Timur11, ada delapan koma empat juta kehidupan
di dunia, setengah berada di dalam air dan setengah lainnya berada di darat dan
udara. Semua kehidupan bersifat sementara. Bergerak pada dan melalui roda
transmigrasi sesuai dengan 'karma' atau tindakan baik atau buruk. Jiwa manusia
dicapai setelah berpindah melalui berbagai spesies yang lebih rendah seperti yang
dijelaskan Gurbani (Firman Tuhan) sebagai berikut:
"Dalam berapa banyak kelahiran kau adalah seekor cacing atau serangga! Dalam berapa banyak kelahiran kau adalah seekor gajah, ikan, atau rusa!
Para Gurmat (ajaran Guru) mendefinisikan tujuan hidup sebagai berikut:
"Kali ini harus lahir sebagai manusia
Ini giliran mu untuk bertemu dengan Tuhan yang Agung. Kegiatan mu yang lain akan menjadi sia-sia pada akhirnya, Bergabunglah dengan perkumpulan orang suci
Dan hanya merenungkan Tuhan.
Menetapkan pikiranmu untuk menyeberangi lautan kehidupan, Untuk kehidupan yang telah terbuang
Dalam mengejar kesenangan dunia. " (Asa Mohalla 5, halaman-12)
Jiwa manusia adalah pintu untuk pembebasan, namun terpesona oleh dunia
materialistik, yang kehilangan kesempatan yang sangat berharga dalam hidup:
"Hai manusia, kau datang untuk mendapatkan pahala (rohani) Tapi bagaimana bisa sia-sia engkau terlibat
Sementara malam kehidupan telah pergi. " (Sri Rag Mohalla 5, halaman-43)
"Tidur terus-menerus, manusia menyia-nyiakan malam, Makan, dia menyia-nyiakan hari
Dan sesungguhnya, kehidupan manusia seperti permata berharga yang ditukar untuk hal yang biasa. "
(Gauri Bairagan Mohalla 1, halaman-156)
11
"Setelah melalui delapan koma empat juta kelahiran
Kau telah memperoleh kehidupan manusia yang sangat berharga, Nanak, ingatlah akan Nam, nama Tuhan
Karena hari Tuhan semakin dekat. " (Sri Rag Mohalla 5, halaman-50)
"Tanpa nama Tuhan, lahir ke dunia ini sia-sia,
Tanpa Nam orang makan racun, berbicara jahat, mati tanpa pahala dan reinkarnasi. "
(Bhairo Mohalla 1, halaman-1127)
"Ya Tuhan, ibu-ibu mereka yang tetap tidak menyimpan nama Tuhan dalam hati mereka harus menjadi tandus,
Bagi mereka yang menyimpang tanpa nama Tuhan, merana dan mati dalam penderitaan. "
(Jaitsari Mohalla 4, halaman-697)
Tujuan hidup manusia dalam ajaran Sikh tidak untuk mencapai surga atau
Swarga dari konsep Hindu populer, tapi untuk mencari Tuhan, dan bersatu dengan-Nya. Tujuan akhir dari agama Sikh adalah bergabung dengan Sang Jiwa Agung dan kemudian menikmati kebahagiaan yang tidak terputus untuk
selamanya. Agama Sikh bercita-cita untuk mencapai kesatuan spiritual dengan Tuhan, suatu keadaan yang bahagia. Kehidupan manusia adalah kesempatan
untuk mencapai tujuan itu, jika hal itu terlewatkan, orang itu akan jatuh kembali
dalam siklus kelahiran dan kelahiran kembali (reinkarnasi).
3.1.2 Konsep Ketuhanan dalam Agama Sikh
Definisi Tuhan diberikan dalam kalimat pembuka dari Sri Guru Granth Sahib Ji, yang disebut Mool-Mantar (Pembukaan Japji):
Ada tetapi satu Tuhan Dia adalah Kebenaran Abadi
Sang Pencipta, meliputi segala roh Ilahi
Tidak menakutkan, tanpa benci dan permusuhan
Merenungkan
Siapa yang benar sebelum Penciptaan Siapa yang benar pada awal Penciptaan Siapa yang benar sekarang, dan
O Nanak, siapakah yang akan menjadi benar untuk selamanya.
Sebagai fakta, seluruh isi Sri Guru Granth Sahib Ji adalah penjelasan dari definisi di atas. Guru menguraikan konsep Tuhan dalam Rag Sorath:
Yang tidak terlihat, tidak terbatas, tidak bisa dicapai, Tuhan yang tidak dapat dipahami yang tidak tunduk pada kematian atau takdir.
Dia tidak mempunyai kasta, tidak lahir, keberadaan diri, tanpa takut atau keraguan.
Saya seorang korban kepada yang paling benar dari kebenaran. Dia tidak memiliki bentuk, atau warna, atau garis besar; Dia bahkan menjadi nyata oleh Firman yang benar. Dia tidak mempunyai ibu, ayah, anak, atau kerabat; Dia tidak merasakan nafsu, dan tidak mempunyai istri
Atau keluarga; Dia murni, tanpa akhir, dan tak terbatas, kepunyaanmulah semua cahaya, ya Tuhan.
Tuhan tersembunyi dalam setiap hati; terang-Nya dalam setiap hati. Dia pintu pengertian yang tidak berubah yang terbuka oleh instruksi Guru, menyediakan pandangannya pada Yang Tak Kenal Takut.
Tuhan telah menciptakan binatang membuat mereka tunduk pada kematian, dan mempertahankan semua penemuan-penemuan dalam kekuasaan-Nya sendiri. Dia yang melayani Guru Sejati mendapatkan keuntungan yang nyata, dan disampaikan dengan mengulangi Firman.
Kebenaran yang terkandung dalam pembuluh murni; beberapa ada yang bertindak murni.
Dengan mencari perlindungan-Mu, firman Nanak, jiwa bercampur dengan Sang Jiwa Agung.
(Sorath Mohalla 1, halaman-597)
Tuhan adalah Impersonal (Nirgun) dan Pribadi (Sargun). Tuhan Impersonal tak berbentuk dan di luar jangkauan manusia. Ketika Dia
mengungkapkan diriNya melalui ciptaan-Nya, Ia menjadi terkait dan pribadi. Ini
adalah seperti sinar yang keluar dari matahari. Sumbernya tak berbentuk, dan
alam semesta adalah bentuk pribadi-Nya. Tidak ada bentuk seunik apapun yang
bisa, itu adalah kebebasan-Nya. Tidak terbatas dapat bermanifestasi ke dalam
jumlah yang tak terbatas dari yang terbatas, namun ada sejumlah yang terbatas,
Jadi apapun bentuk yang terbatas tidak dapat disembah sebagai Tuhan, siapa Yang
Tak Terbatas dan Tak Berbentuk:
"Tuhan tidak berbentuk, tidak berwarna, tidak memiliki ciri-ciri, Dia tidak mempunyai kasta, tanpa kelas, tidak mempunyai kepercayaan, Bentuknya, warna, kondisi dan pakaian
Tidak dapat dijelaskan oleh siapa pun, Dia adalah Roh Keabadian,
Pancaran diri, Dia bersinar di kemegahan- Nya. " (Guru Gobind Singh)
Tuhan tidak mengalami kelahiran juga kematiaan:
"Terbakarlah lidah yang mengatakan
Tuhan mengambil kelahiran dan mengalami kematian. " (Bhairon Mohalla 5, halaman-1136)
Guru memperingatkan bahwa ia bukan Tuhan, dan mereka yang memanggilnya
Tuhan, harus jatuh ke dalam neraka:
"Barang siapa yang memanggil aku Allah Bisa jatuh ke dalam neraka. "
(Guru Gobind Singh)
i) Tuhan melindungi orang-orang kudus dan penggemar-Nya dari bahaya,
kecuali jika Dia menghendaki penderitaan dan mati martir yang harus melayani
tujuan yang lebih tinggi. Untuk melindungi orang benar adalah Karakteristik
Kekuasaan-Nya (Birdh). Dalam menghadapi beberapa bahaya akut, orang-orang kudus berdoa untuk bantuan dan campur tangan Tuhan untuk membantu mereka
dalam kesulitan. Allah datang untuk membantu mereka dan melindungi mereka
dengan cara yang ajaib. Kisah Prahlad, Dhru dan lainnya, dan
pernyataan-pernyataan yang berhubungan dengan autobiograpi Namdev dan Kabir dalam Sri
Guru Granth Sahib Ji, menunjukkan kekuatan kekuasaan-Nya untuk melindungi orang benar. Mukjizat tersebut merupakan bagian dari doktrin takdir Tuhan dan
mukjizat manusia yang dilakukan oleh kekuatan gaib mereka, yang dalam agama
Sikh dianggap berbahaya dan tidak pantas.
ii) ‘Seperti apa yang kau tabur, itulah yang kau tuai’, mengarah ke teori
‘Karma’, tindakan, baik atau buruk, di mana seseorang dihargai untuk perbuatan
baik dan dihukum karena perbuatan buruknya. Oleh karena itu, menurut teori
Karma, orang berdosa akan selalu menderita yang terburuk untuk perbuatannya
dan tidak pernah dapat mencapai keselamatan. Guru Nanak telah menolak ini dan
menyatakan bahwa mengampuni bahkan orang berdosa yang terburuk adalah
Karakteristik Kekuasaan (Birdh) Tuhan:
"Patat pavan prabh birdh tumaro." (Bilawal Mohalla 5, halaman-829)
'Menebus orang berdosa yang bertobat, adalah Karakteristik-Mu. " (Terjemahan di atas)
Guru menekankan bahwa orang berdosa yang tubuhnya tidak seorangpun
memberikan perlindungan di seluruh dunia, jika dia berserah diri di hadapan Yang
Mahakuasa, menjadi murni, bahwa dia diberkati oleh Anugerah-Nya:
"Jis papi Kau milai na dhoee Saran aawai Nirmal hoee ta." (Bhairon Mohalla 5, halaman-1141)
'Orang berdosa yang tidak dilindungi di dunia, ketika berserah diri di hadapan Tuhan, mendapatkan pembebasan. "
(Terjemahan di atas)
Guru menegaskan kembali bahwa untuk menyelamatkan orang-orang kudus,
untuk melindungi orang benar, dan bahkan untuk menebus para pendosa yang
bertobat adalah Karakteristik Tuhan yang tertinggi.
3.1.3 Konsep NAM (Nama Ilahi)
Menurut Gurmat (ajaran Guru), sebelum penciptaan, Tuhan hidup sepenuhnya sendiri, tidak berbentuk. Ketika Dia membuat diri-Nya nyata atau
(Nama Ilahi) dan kemudian menciptakan alam. Setelah menciptakan alam, Dia
tidak pergi jauh dari itu, Dia meneruskam ciptaan-Nya dengan kehadiran-Nya
sendiri ke dalamnya, dan merasa senang.
"Aapinai aap sajio aapinai rachio Nao Dui kudrat sajiai kar Asan ditho chao. " (Asa Mohalla 1 - Pauri 1, halaman-463)
"Tuhan menciptakan diri-Nya sendiri dan mengambil Nama Hal kedua selain diri-Nya, Dia menciptakan Alam
Duduk di Alam Dia mengamati dengan gembira apa yang Dia ciptakan. " (Terjemahan di atas)
1) NAM (Nama Ilahi) dan Tuhan bukanlah dua keberadaan yang berbeda.
Nam hanya aspek lain dari Yang Maha Kuasa, tetap Yang Tidak Berbentuk. Nam
adalah ekspresi total dari semua keberadaan Tuhan. Nam menopang segalanya:
"Nam menopang dan mengendalikan semua makhluk Nam mendukung alam semesta dan daerahnya. " (Gauri Sukhmani Mohalla 5, 16-5, halaman-284)
2) Nam tidak dinyatakan sebagai kata benda belaka dan itu tidak berarti bahwa ada nama khusus untuk Tuhan dan yang dengan mempesona sehingga
orang akan menemui-Nya. Dia adalah Yang Tidak Terbatas dan dapat disebut
dengan nama yang tidak terbatas, tetapi siapa yang bisa menghitung
nama-nama-Nya yang tidak terbatas? Mendapatkan pencerahan dan diberkatilah orang yang
mengingat-Nya melalui atribut-atribut-Nya:
3) Tuhan dapat disebut dengan nama yang tak terhitung oleh para penggemar,
yang membuat nama-nama ini sesuai dengan atribut-atribut Ketuhanan mereka,
tetapi yang pertama dan yang terutama nama Tuhan jelas digambarkan sebagai
"SAT" (Kebenaran Abadi) yang menunjukkan pernah-keberadaan Tuhan:
"Kirtam nam kathai terei jihba Satnam tera pra purbla. " (Maru Mohalla 5, halaman-1083)
4) Kata NAM adalah sebuah kata mistik yang digunakan dalam kehidupan beragama praktis dan disiplin meditasi. Tuhan diingat dengan atributif nama-Nya.
Ada aspek lain dari itu yang disebut Nama sejati yang berasal dari pengalaman
pribadi seorang nabi. Hal ini muncul dari sebuah penglihatan bahwa Nabi
memiliki Ke-Ilahian. Seperti sebuah kata mistik dalam agama Sikh yang disebut
'Waheguru' atau Tuhan Yang Luar Biasa atau 'Engkau Luar Biasa'. Nama sejati bukanlah kata yang kita gambarkan dalam sebuah objek, tetapi kekuatan penuh,
kualitas dan karakter dari Realitas. Melalui kata 'Waheguru' nabi telah mencoba untuk meringkas kekuatan batin dan pengalaman dari kehadiran-Nya di sekeliling.
Nabi telah memberi kita Nama-nama Ilahi dari Tuhan yang tak bernama, yang
mencerminkan kehadiran-Nya dalam kesadaran kita. Perenungan atau meditasi
pada Nama sejati (Waheguru) disebut mempraktekkan kehadiran Tuhan dalam
kesadaran seseorang.
5) Gurbani (Firman Tuhan) itu sendiri adalah NAM.
a) Gurbani itu sendiri adalah Nam:
b) Istilah 'Nam Japo' berarti untuk mengingat Tuhan dan kehadiran-Nya dalam kesadaran seseorang. Semua model meditasi membawa penggemar
ke hadirat Tuhan, tetapi menurut Gurbani, Hari Kirtan, pembacaan
Gurbani secara musikal, adalah bentuk super meditasi. Hal ini memanggil kesadaran seseorang ke tingkat maksimum, ke dalam hadirat Tuhan:
"Har kirat utam Nam hai vich kaljug karni sar." (Kanre ki Var Mohalla 4, halaman-1314)
c) Gurmat menjelaskan bahwa pembacaan kata 'Har Har ..' adalah Nam Japna:
"Har har ha ha nam hai gurmukh pavai Koei." (Kanre kai Var Mohalla 4, halaman-1313)
d) Keselamatan tidak dapat dicapai tanpa Nam. Dalam kata lain apa pun yang memberikan keselamatan adalah Nam. Sejak Gurbani memberikan keselamatan, oleh karena itu, Gurbani adalah Nam:
"Sachi Bani mithi amritdhar Jin piti mokhdwar tis. "
(Malar Mohalla 1, halaman-1275)
' Bani sejati adalah nektar manis
Barang siapa yang dikhususkan untuk itu, mencapai keselamatan. " (Terjemahan di atas)
"Sachi bani sion dhare piyar Tako pavai mokhdwar. "
(Dhanasari Mohalla 1, halaman-661)
'Barang siapa dikhususkan untuk Bani Abadi Akan mendapatkan pembebasan. "
(Terjemahan di atas)
Oleh karena itu, sangat jelas dan nyata bahwa segala bentuk pembacaan Gurbani, mungkin membaca sederhana dengan perhatian dan pengabdian atau meditasi
Dapat disebutkan di sini bahwa ada sekte-sekte kecil yang menyesatkan
Sikh yang tidak bersalah pada subjek Gurbani dan Nam. Para pemimpin sekte dengan tegas berkata kepada Sikh yang tidak bersalah, "Gurbani berkata bahwa seseorang harus bermeditasi pada Nam, namun Gurbani bukanlah Nam. Ayo, kami akan memberikan Anda Nam". Kemudian mereka berbisik di telinga mereka beberapa patah kalimat dari Gurbani yang mereka sebut Nam, dan memperingatkan mereka untuk tidak memberitahu siapa pun; jika pernah mereka
mengungkapkan Nam ini kepada siapa pun, kutukan akan jatuh pada mereka. Dengan cara ini mereka menjalankan pemujaan mereka. Jadi, Sikh yang tidak bersalah dan orang lain terpikat dan disesatkan ke gulungan mereka. Sikh harus, karena itu, menjadi sangat berhati-hati dari sekte tersebut. Mereka yang mencoba
untuk mengatakan bahwa Gurbani bukanlah Nam, mereka adalah sesat atau menipu. Menurut Gurmat (ajaran Guru), Gurbani adalah segalanya:
Gurbani adalah Nam: "Bani Gurmukh Nam hai .."
(Sarang Var ki-Pauri, halaman-1239)
Gurbani adalah Guru: "Bani Guru Guru Hai Bani .." (Nat Mohalla 4, halaman-982)
Gurbani adalah Nirankar: "Wauh wauh hai bani nirankar Tis jiwad avar na koi."
(Slok Mohalla 3, halaman-515)
'Wauh wauh Bani adalah Satu tak berbentuk Tidak ada yang besar sebagai Dia."
(Terjemahan di atas)
Gurbani adalah setiap Nad dan Ved: "Sabh nad beid Gurbani Man rata sarang pani."
(Ramkli Mohalla 1, halaman-879)
hubungan dengan Nam, tetapi tanpa Guru seseorang tidak dapat mencapai Nam
dan akan mengembara jauh di kegelapan.
"Apakah seratus bulan untuk muncul Apakah seribu matahari bersinarl Masih akan ada kegelapan Jika tidak ada Guru."
(Asa di Var, Mohalla 2, halaman-463)
"Jangan ada seorang pun di dunia tetap dalam keraguan Yang mungkin bisa untuk diselamatkan tanpa Guru. " (Gaund Mohalla 5, halaman-864)
Dalam usia ini kepalsuan, Nam berdusta tersembunyi Meskipun Tuhan mengisi semua hati,
Permata Nam menjadi nyata hanya dalam hati mereka yang jadi tempat beistirahat untuk perlindungan Guru ."
(Parbhati Mohalla 3, halaman-1334)
" Semua mengulangi Nama Tuhan, namun Dia tidak akan tercapai Tapi ketika melalui karunia Guru
Tuhan datang untuk tinggal di dalam pikiran
Yang hanya terjadi kemudian hidup seseorang menjadi berbuah." (Gujri Mohalla 3, halaman-491)
3.1.4 Konsep Guru
Seorang yogi bertanya kepada Guru Nanak siapa gurunya dulu? Dia
menjawab, "Firman itu adalah Guru." Tuhan mengurapi Guru Nanak dengan
Firman-Nya, Kebijaksanaan-Nya (Logos), dan kepribadian seluruh Guru adalah
Firman yang diwujudkan. Guru membuatnya sangat jelas bahwa tubuh
manusianya bukan Guru, dan pandangan luar dari Guru hanya sekilas saja, atau
keluar pernyataan iman dalamnya, tidak bisa membawa murid dekat dengan Guru.
Cahaya Firman dalam hatinya adalah Guru yang nyata dan murid harus
3.1.5 Baptisan dalam Agama Sikh
Nam adalah keseluruhan sumber yang mengambil kembali seseorang ke dalam Yang Tak Berwujud. Guru adalah saluran tunggal kepada Nam. Gurmat
memberitahu kita bahwa Permata Nam menjadi nyata hanya dalam hati mereka yang jadi tempat beristirahat untuk perlindungan Guru.
Bagaimana kita jadi tempat beristirahat untuk perlindungan Guru?
Ketika kita pergi kepada Guru, ia memberi kita Nam dan kemudian kita bermeditasi pada Guru diberikan Nam yang pada gilirannya membawa kita kembali ke tujuan kita, Yang Mahakuasa.
Bagaimana kita pergi ke Guru?
Dalam agama Sikh, satu dan satu-satunya cara untuk pergi kepada Guru adalah melalui Baptisan. Seorang Sikh telah mengambil Pauhal atau Amrit, dari Lima Yang Terkasih (Panj Pyare), maka ia menjadi seorang Guru atau Guruwala.
Tanpa baptisan, seorang Sikh tetap tanpa Guru atau Nigura.
"Nigure ka hai Nau Bura."
(Rag Asa Mohalla 3 Pati, halaman-435)
Semua orang mengulangi nama Tuhan, tetapi hanya mengulanginya Dia
tidak tercapai. Ketika melalui karunia Guru, Nam menegaskan pikiran, hanya kemudian usaha seseorang dari meditasi menjadi berbuah. Tanpa karunia Guru,
Sikh tidak dapat mencapai tujuan keselamatan-Nya. Dalam rangka mencari berkah Guru, kita harus pergi ke Guru dan yang hanya dilakukan melalui baptisan.