• Tidak ada hasil yang ditemukan

Resume Buku Sistem Politik Indonesia A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Resume Buku Sistem Politik Indonesia A"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

SEJARAH DAN ILMU-ILMU SOSIAL

Resume Buku

SISTEM POLITIK INDONESIA

KESTABILAN, PETA KEKUATAN POLITIK DAN PEMBANGUNAN Karya ARBI SANIT

Kelompok 4

1. Eriana Yuda N.

2. Lukitasari Ananda

3. Zulkifli Pelana

Pendidikan Sejarah (A) 2012

Fakultas Ilmu Sosial

(2)

SISTEM POLITIK INDONESIA

KESTABILAN, PETA KEKUATAN POLITIK DAN PEMBANGUNAN

Karya ARBI SANIT

Bab 1

Kestabilan Politik dan Peta Politik

Kestabilan Politik

Salah satu gambaran ketidakstabilan politik Indonesia terlihat dari masa pemerintahan kabinet-kabinet di masa Demokrasi Konstitusional yang paling lama sampai 23 bulan. Dari singkatnya waktu tersebut, setiap kabinet kurang kesempatan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapinya.

Kalau ketidakstabilan terdahulu bersumber dari kelemahan elit untuk bekerja sama satu sama lain, maka terakhir ini bersumber dari belum melembaganya struktur dan prosedur politik yang mampu memberi tempat bagi masyarakat untuk ambil bagian dalam proses politik.

Secara teoritis, stabilitas politik ditentukan oleh 3 variabel, yakni perkembangan ekonomi yang memadai, perkembangan perlembagaan baik struktur maupun proses politik, dan partisipasi politik.

Dalam hal hubungan antara perkembangan ekonomi dengan demokrasi, negarawan dan penelitian politik Barat menyimpulkan bahwa masalah politik yang penting bersumber dari perkembangan industri yang cepat. Dengan perkembangan industri tersebut memperbesar jumlah buruh tidak ahli dari desa, tapi tidak mampu menjadi ahli sesuai kecepatan perkembangan industri. Akibatnya, pengangguran menjadi masalah politik yang harus segera diselesaikan.

Bagi Indonesia yang banyak penduduknya hidup dalam sektor pertanian, ada usaha untuk meningkatkan hasil pertanian guna mendampingi perkembangan industri, dengan harapan agar sektor pertanian menyerap banyak tenaga kerja. Namun, ada persoalan pokok untuk menyeimbangkan antar daya serap tenaga kerja semua sektor ekonomi dengan persediaan tenaga kerja di masyarakat. Kecenderungan ini menyebabkan tumbuhnya potensi radikal petani pedesaan dan kalangan bawah masyarakat kota, karena ketidakpuasan serta perasaan tidak aman tentang kehidupan yang baik.

(3)

melakukan aksi sepihak pada awal tahun 1960-an, karena ketidakpuasan di kalangan petani menyebabkan mereka lebih mudah tertarik pada taktik perjuangan PKI.

Di samping semua itu, pada situasi di mana perkembangan ekonomi yang tidak diimbangi partisipasi masyarakat secara politik, sulit juga diharapkan terpeliharanya kestabilan politik. Kestabilan politik dalam suasana partisipasi politik yang tinggi sekiranya diimbangi perkembangan pelembagaan politik. Maksudnya, masyarakat ingin ikut ambil bagian dalam proses politik melalui lembaga-lembaga politik sesuai kekuatan politik di masyarakat. Partisipasi yang tidak tersalurkan akan goncangan-goncangan terhadap kestabilan politik.

Tanpa menghubungkan dengan pembangunan, kestabilan politik dapat juga dipelihara dengan mempertahankan tingkat pelembagaan politik yang rendah; asal diimbangi partisipasi politik yang rendah pula.

Dalam penelaahan mengenai kestabilan politik Indonesia sejak merdeka, dapat dibedakan antara kestabilan dalam jangka pendek dan jangka panjang.

Kestabilan politik jangka pendek lebih banyak ditentukan oleh kewibawaan pemerintah. Silih bergantinya pemerintahan masa Demorasi Konstitusional dalam waktu singkat sehingga kesempatan untuk melaksanakan programnya sulit menurunkan kepercayaan masyarakat. Penurunan kepercayaan tersebut mempengaruhi kestabilan politik. Selain itu, kepercayaan massa terhadap kepemimpinan kharismatik Soekarno di masa Demokrasi Terpimpin banyak juga berpengaruh terhadap kestabilan politik jangka pendek. Semakin lamanya Soekarno memerintah didorong juga masalah-masalah nasional yang tak terselesaikan, maka sentakan ketidakstabilan politik makin dirasakan.

Dengan demikian, dalam jangka pendek ketidakstabilan politik di Indonesia lebih banyak tergantung pada faktor seni dan keahlian berpolitik dan memerintah. Kewibawaan pemerintah, kemampuan berkompromi, dan kemampuan memimpin birokrasi tampaknya lebih berperan bagi stabilitas dalam jarak 1 atau 2 masa pemilu.

Stabilitas politik jangka panjang ditentukan oleh 3 faktor, yaitu perkembangan ekonomi, pelembagaan struktur dan proses politik, dan partisipasi politik. Dalam pergantian sistem politik Demokrasi Konstitusional ke Demokrasi terpimpin pelembagaan politik lemah. Lalu tercetus ketidakpuasaan terhadap Demokrasi Terpimpin karena kemerosotan ekonomi dan makin banyak kekuatan politik yang tidak memperoleh peran. Beberapa fenomena tersebut terjadi dalam waktu yang singkat, namun dampaknya berlaku sampai beberapa tahun berikutnya dalam perkembangan politik di negeri ini.

(4)

Beberapa golongan kekuatan politik yang ada di Indonesia, yakni ABRI, Partai Politik, Golongan Karya, dan kekuatan politik anomi seperti mahasiswa dan pemuda. Memang dalam realitasnya penggolongan itu tidak sesederhana seperti yang tersebut. Di antara golongan-golongan itu terdapat perbedaan, namun dalam menghadapi berbagai masalah ada jalur penghubung di antara mereka.

Secara keseluruhan kekuatan-kekuatan politik masa Orde Baru dapat dikategorikan dalam golongan radikal, konservatif, dan moderat.

Golongan radikal melarang kesempatan berkolaborasi dengan rezim Orde Lama. Golongan ini menghendaki bersihnya kehidupan politik Orde Baru dari pengaruh Orde Lama dan mereka lebih condong ke Barat dalam mengatur kehidupan politik dan ekonomi. Golongan konservatif yang lebih cenderung pada politik sipil juga menghendaki pembersihan terhadap sisa-sisa pengaruh Orde Lama. Tidak seperti golongan radikal, golongan ini menghendaki pembangunan ekonomi yang benar-benar didasarkan pada modal dalam negeri dan mereka juga menghendaki pengambilan keputusan dengan musyawarah dan mufakat. Golongan moderat mengambil jalan tengah dengan mempertimbangkan antara tuntutan kedua golongan tadi.

Bab 2

Partai Politik: Partisipasi Politik dan Legitimasi Sistem Politik

Sistem Politik

Masyarakat yang secara minimal mengenal berbagai sistem politik di dunia dan mencoba mempraktekkan salah satu atau kombinasi sistem politik yang dikenalnya. Demikian halnya dengan partai politik yang sebelum kemerdekaan sudah menghadapi berbagai masalah kehidupan partai. Para perintis kemerdekaan sudah memikirkan sistem kepartaian apa yang akan dikembangkan di Indonesia, namun mereka tidak berkesempatan mempraktekkan pemikiran-pemikiran mereka. Di samping itu, perkembangan ekonomi dan kemasyarakatan belum memberi kesempatan meletakkan dasar-dasar kehidupan partai politik yang diharapkan.

Aliran: Struktur Vertikal Masyarakat

(5)

Masuknya Islam, tidak jauh berbeda dengan masa Hindu-Budha di mana ajaran agama sebagai landasan kekuasaan raja. Tapi, perkembangan Islam menumbuhkan kelompok baru dalam masyarakat, yakni Islam dan non Islam atau santri dan abangan.

Di masa kolonial Belanda, hubungan kekuasaan dengan agama hampir tak berubah. Di satu pihak Belanda sekuler dengan segala aparat birokrasinya. Di lain pihak Belanda tetap menegakkan kekuasaan yang dihubungkan dengan agama melalui sistem indirect rule para pemimpin lokal yang merupakan lapisan atas dari masyarakat Indonesia.

Aliran dan Organisasi-Organisasi Pergerakan Kemerdekaan

Berbagai golongan di atas mempengaruhi kehidupan organisasi sosial dan politik. Organisasi sosial seperti Budi Utomo, Syarikat Dagang Islam, Nahdathul Ulama (sebelum menjadi parpol), dan Muhammadiyah lebih memgutamakan tuntutan sosial golongan tertentu di masyarakat. Di samping itu, lahir pula kelompok yang didasari kepada suku kedaerahan, seperti Paguyuban Pasundan, Sarekat Sumatera, Sarekat Ambon, Rukun Minahasa, dan Kaum Betawi.

Ketidakpuasan dari golongan menengah dan yang terdidik secara Barat menimbulkan arah pada pergerakan politik. Unsur utama perjuangan mereka dilandasi ketidakadilan dan kemerdekaan.

Pengorganisasian Partai Politik

Ikatan primordial yang mencakup agama, suku, dan kedaerahan berpengaruh terhadap pengorganisasian partai-partai politik dan hubungannya dengan massa jelas sekali terlihat seperti pada masa perjuangan kemerdekaan. Sementara itu, organisasi kepentingan seperti organisasi-organisasi wanita, pemuda, veteran, buruh, petani, dan lain-lain membentuk suatu aliran politik.

Satu dimensi lagi dari hubungan antara partai dengan massa di Indonesia ialah kecenrungan terpusatnya dukungan partai di daerah tertentu. Berdasarkan hasil pemilu tahun 1955 dan 1971, terlihat Masyumi memperoleh dukungan utama di Aceh, Tapanuli Selatan, Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan. NU dominan di Jawa, Tengah, Jawa Timur, Madura, Jakarta, dan Kalimantan. Sedangkan Parkindo dominan di Sumatera Utara dan Maluku.

Hasil pemilu 1955 memperlihatkan bahwa PKI banyak dukungan dari Jawa Tengah dan beberapa di Sumatera. Lalu PNI dan NU terikat pada Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Dari uraian tersebut partai politik mempunyai hubungan mendasar dengan pendukungnya. Setiap partai dapat dikatakan mewakili paham yang ada di masyarakat.

(6)

istilah “bapakisme” untuk menyimpulkan sifat-sifat kepemimpinan di Indonesia. Sifat ini menunjukkan pada kita bahwa hubungan pemimpin dengan yang dipimpin seperti hubungan antara anak dan bapak. Anak harus setia dan patuh pada bapak dan sebaliknya bapak harus mengayomi anaknya. Sejalan dengan ini, Willner memakai istilah “bapakisme yang bukan otoriter” untuk mengungkapkan wibawa pemimpin terhadap masyarakat yang tidak sepenuhnya otoriter, tapi tidak memenuhi persamaan kedudukan dalam persyaratan demokrasi. Peninjauan ini yang menyebabkan Wertheim menyimpulkan bahwa kepemimpinan dalam masyarakat Indonesia lebih banyak sifat otoriter dari pada demokratis.

Sifat kepemimpinan “bapakisme” ini mempersulit penggantian pemimpin partai, oleh karena pengikut sulit untuk menarik kesetiaannya pada pemimpin. Apalagi bila pemimpin memang memenuhi kewajiban pengayomannya. Pola kepemimpinan ini mengakibatkan ketertutupan lingkaran kehidupan politik yang mana dapat memicu kurangnya pemikiran-pemikiran baru yang masuk ke dalam kehidupan politik.

Lalu kepemimpinan “bapakisme” yang menuntut pengikut tanpa diimbangi pengawasan pada bapak pemimpin mendorong pemantapan sistem sentralisasi pengorganisasian partai politik.

Sebenarnya sistem organisasi partai politik di Indonesia menggabungkan antara keanggotaan langsung dan keanggotaan tidak langsung. Pada sistem langsung, partai menggunakan ranting-ranting sebagai unit organisasi terkecil untuk memelihara hubungan anggota dengan partai. Pada sistem tidak langsung, adanya himpunan massa yang dikelompokkan dalam organisasi massa (ormas) dalam batas kepentingan tertentu.

Dengan demikian, masyarakat sudah terkotak mengikuti organisasi vertikal, partai mulai dari ranting sampai cabang, dan melalui organisasi horizontal partai yaitu organisasi massa. Pengelompokan Partai

Faktor sejarah, sifat-sifat hubungan masyarakat, kemampuan organisasi elit, dan sikap ideologi berpengaruh negatif pada kehidupan partai politik. Namun, seringkali pemimpin cenderung mempermasalahkan jumlah partai yang terlalu banyak sebagai masalah pokok di balik lemahnya partai. Masalahnya ialah apakah dengan menyederhanakan jumlah partai, perbaikan kehidupan partai dapat dilaksanakan.

(7)

Bab 3

Angkatan Bersenjata: Pembangunan dan Pembaharuan Politik

ABRI dan Politik

Munculnya militer di bidang politik, sosial, dan ekonomi negara-negara berkembang, berpangkal pada lemahnya pihak sipil mengendalikan semua unsur kehidupan masyarakat. Politisi sipil relatif cepat dihadapkan pada masalah seperti penyusunan sistem politik yang relatif tergesa-gesa, masih coba-coba menentukan model untuk pelayanan tuntutan masyarakat. Selain itu, kurangnya efektivitas dan solidaritas elit besar sekali perannya sebagai faktor pendorong sipil ke belakang politik.

Sekiranya pandangan tersebut memungkinkan tumbuh dan berkembangnya kemampuan militer mengelola kehidupan politik Indonesia. Keunggulan militer dalam hal organisasi di antaranya, mereka lebih terorganisir daripada sipil, melalui sentralisasi komando, hirarki, disiplin, komunikasi intern yang lancar. Sifat-sifat inilah yang tidak dikembangkan pihak sipil secara sistematis dan utuh.

Bergesernya ABRI ke bidang politik, sosial, dan ekonomi berjalan dalam waktu 20 tahun. Sejarah politik Indonesia penuh pengalaman yang menunjukkan belum dibinanya koordinasi sipil dan militer. Situasi tersebut terlihat dari ketidakpuasan militer terhadap kebijaksanaan politik yang diambil pemerintah dalam politisi sipil.

Pada masa Demokrasi Konstitusional diwarnai usaha politisi sipil untuk mengontrol kepemimpinan dan organisasi militer. Munculnya Nasution dengan peristiwa 17 Oktober 1952 merupakan penolakan militer untuk dikontrol oleh sipil. Pada saat Demokrasi Terpimpin, keutuhan ABRI diperlukan kembali. Pertama, untuk menghindari pemisahan daerah-daerah dari NKRI. Kedua, untuk mengimbangi kekuatan politik PKI.

ABRI dan Pembangunan

Secara sosial, militer lebih mampu menjadi modernisator sebab: (a) tentara lebih cepat berkenalan walaupun banyak anggota berasal dari daerah pedesaan; (b) proses akulturasi dalam tentara lebih mengarah pada teknologi; dan (c) secara politis, akulturasi tentara lebih melibatkan diri pada negara secara keseluruhan. Inilah sebabnya juga tentara terikat sekali pada dua hal, yaitu keutuhan nasional dan pembangunan.

(8)

Kepemimpinan dan Organisasi ABRI

Kepemimpinan politisi sipil lebih didasarkan pada unsur tradisional masyarakat, seperti kharisma dan kewibawaan Soekarno, ikatan primordial kepemimpinan Natsir, Ali Sastroamidjojo. Berbeda dengan itu, kepemimpinan militer Indonesia didasarkan pada lembaga masyarakat yang lebih modern. Melalui sistem komando ABRI lebih mampu berada dalam organisasi yang utuh.

Lebih utuhnya kepemimpinan militer, disokong pula sistem hirarki yang disiplin. Hirarki dan disiplin amat membantu komandan mengendalikan tingkah laku anggotanya di seluruh daerah. Lalu rasa keterikatan anggota militer, seperti ABRI membantu juga efektivitas kepemimpinan militer. Sebagai kelompok yang memperoleh sosialisasi seragam, kecil kemungkinan tumbuh perbedaan pandangan dalam ABRI.

Satu hal lagi yang menentukan suksesnya kepemimpinan ABRI ialah sistem komunikasi yang terpelihara. ABRI memiliki jaringan komunikasi yang terpisah dari yang dipakai masyarakat umum. Di samping itu, pertemuan baik tingkat nasional maupun daerah dilaksanakan dengan teratur.

ABRI dan Pembaharuan Politik: GOLKAR

Masalah ABRI bukan hanya sekedar mengendalikan politik nasional, melainkan berkurangnya efektivitas jika tidak didampingi partisipasi masyarakat yang bertolak dari penerimaan dan legitimasi dari masyarakat.

Kedua unsur di atas satu sama lain berhubungan erat. Sebab “authority” merupakan pengaruh dari pemimpin yang erat kaitannya dengan legitimasi: dan legitimasi merupakan kepercayaan (dari masyarakat) terhadap struktur, prosedur, kebijaksanaan, keputusan dan tindakan pemimpin.

Salah satu kelemahan pokok militer ialah “tidak mudah bagi tentara memperoleh legitimasi yang menyebabkan militer agak langka moral untuk memerintah”. Apabila sampai pada masalah ini, maka hakikat persoalan adalah hubungan sipil dan militer. Janowitz mengemukakan 5 tipe hubungan sipil militer: (1) personal; (2) authoritarian-massparty; (3) democratic-competitive; (4) civil-military coalition; dan (5) military oligarchy. Masalah pokok ABRI lainnya ialah ABRI tidak bisa berbuat apa-apa tanpa lembaga-lembaga masyarakat. Sebab sifat dinamis suatu sistem tergantung pada masyarakat keseluruhan, yakni dari lembaga-lembaga masyarakat yang mampu menjawab tantangan yang dihadapi.

(9)

pemerintahan serta meyakinkan bahwa ABRI dapat mengontrol kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan. Kedua tujuan ini terjalin dalam pembentukan Golongan Karya (GOLKAR) sebagai organisasi massa berlandaskan profesi.

Pembentukan Golkar yang notabene adalah kelompok politik bentukan dari atas pemerintahan memperlihatkan pergeseran penafsiran ideologi pada pembangunan. Selain itu, Golkar seperti alat yang digunakan oleh pemerintah Orde Baru untuk melanggengkan kekuasaannya dan melancarkan apa yang disebut pembangunan. Lalu ada 3 faktor yang membuat Golkar menang dalam pemilu 1971. Pertama, Tap Mendagri No. 12 tanggal 4 Desember 1969 yang melarang anggota badan perwakilan daerah dari golongan fungsional untuk memegang keanggotaan salah satu partai politik. Kedua, Keputusan Pemerintah No. 6 tanggal 11 Februari 1970 yang melarang pegawai negeri untuk aktif dalam partai politik. Ketiga, ialah peranan Golkar yang banyak memperoleh perhatian pimpinan OPSUS HANKAM, Brigjen Ali Murtopo. Dari ketiga faktor tersebut, dapat dilihat adanya kekangan terhadap masyarakat untuk bebas berpolitik.

Dengan demikian, kalau kita hubungkan dengan pembaharuan politik yang meliputi masyarakat Indonesia seluruhnya, maka cukup alasan bahwa Golkar mengikuti hirarki militer di mana perintah hanya dari atas.

Masalahnya ialah pembaharuan politik juga banyak ditentukan oleh partisipasi masyarakat. Lembaga-lembaga masyarakat belum berkapasitas menyertai pembaharuan tersebut, karena bagaimana pun ikatan tradisional masih berpengaruh, seperti terlihat dari perintah yang hanya datang dari atas. Untuk itulah diperlukan pertumbuhan organisasi-organisasi sukarela di masyarakat sebagai penampung dan pengembang daya kreatif masyarakat.

Bab 4

Mahasiswa dan Angkatan Muda

Sumpah Pemuda tahun 1928 dianggap yang pertama kali mengeluarkan pendapat bahwa angkatan muda merupakan komponen dalam masyarakat yang juga mengambil bagian di dalam kehidupan politik Indonesia. Tercapainya kemerdekaan, tidaklah mengendorkan kegiatan angkatan muda di dalam politik Indonesia, dengan kata lain teknik perjuangan, permasalahan yang menjadi titik tolak kegiatan dari aktivitas bisa berbeda dari waktu ke waktu.

(10)

mahasiswa dalam rangka memperoleh dukungan, karakteristik dari mahasiswa sendiri merupakan faktor pendorong bagi meningkatnya peranan mereka di dalam kehidupan politik angkatan muda.

Pertama, sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik, mahasiswa mempunyai horizon yang cukup luas di antara keseluruhan untuk lebih mampu bergerak di antara pelapisan masyarakat.

Kedua, sebagai kelompok masyarakat yang paling lama menduduki bangku sekolah, mahasiswa dianggap telah melalui proses sosialisasi yang terpanjang di antara angkatan muda. Di damping oleh sosialisasi di bidang politik yang sekiranya didapat dari berbagai organisasi mahasiswa, baik yang pro kepada salah satu partai politik, maupun yang bukan. Maka mahasiswa merupakan kelompok dari angkatan muda yang mempunyai pengetahuan sosial dan politik yang lebih banyak.

Ketiga, kehidupan kampus membentuk gaya hidup yang unik di kalangan mahasiswa, jika dibandingkan dengan lembaga-lembaga sosial lainnya, maka universitas lebih kentara maknanya bagi pembentukan akulturasi sosial dan budaya dikalangan angkatan muda.

Keempat, mahasiswa dianggap sudah menjadi atau merupakan kalangan elit di antara kalangan angkatan muda lainnya, sebab mahasiswa yang merupakan bagian kecil dari angkatan muda umumnya mempunyai latar belakang sosial, ekonomi, dan pendidikan yang lebih baik dibandingkan angkatan muda lainnya.

Kelima, meningkatnya kepemimpinan mahasiswa di kalangan angkatan muda tidak terlepas daripada perubahan kecenderungan orientasi universitas. Mahasiswa sebagai komponen universitas mempunyai kesempatan untuk terlibat di dalam pemikiran, pembicaraan serta penelitian tentang masalah-masalah seperti halnya, hampir separuh dari tamatan universitas yang berasal dari daerah tidak kembali ke daerah asalnya malah mencari pekerjaan di kota, hal ini dikarenakan lapangan pekerjaan di daerah tidak memadai untuk tamatan universitas.

(11)

Umumnya mahasiswa yang aktif berpolitik adalah mereka yang memiliki pandangan pesimis mengenai kemungkinan untuk memperoleh posisi yang baik di dalam masyarakat, sebaliknya mahasiswa yang berhasil studinya dan lebih yakin akan ketersedianya kesempatan untuk memperoleh jabatan yang baik, pada umumnya memperlihatkan kecenderungan yang kecil untuk berpolitik. Di dalam hal ini, faktor idealisme yang mendorong bagi kegiatan politik mahasiswa pada umumnya mungkin akan memberikan jawaban yang bermakna untuk diperhatikan.

Semua unsur-unsur di atas bersama-sama mendorong kegiatan politik mahasiswa disekitar pergantian sistem politik Demokrasi Terpimpin kepada sistem politik Demokrasi Pancasila.

Bab 5

Politik, Pembangunan dan Kesejahteraan Masyarakat

Politik dan ekonomi di Indonesia memang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, misalnya pada perencanaan dan pengerahan masyarakat terhadap pembangunan perekonomian merupakan contoh dari hubungan yang sangat erat antara politik dan ekonomi.

Hubungan antara politik dan ekonomi Indonesia bisa terjalin dengan erat dikarenakan beberapa faktor, yang pertama, sebagai negara yang baru lepas dari sistem ekonomi kolonial di mana sistem ekonomi terpecah menjadi dua unsur yaitu, ekonomi ekspor dan ekonomi lokal. Tindakan seperti itu diperlukan pula mengingat perekonomian lokal terjerat di dalam sistem produksi untuk kebutuhan sendiri. Bahkan untuk pasar yang menghendaki produksi yang cukup besar.

Kedua, sebagai akibat dari sistem ekonomi penjajahan di mana masyarakat lebih terpusat kepada sektor produksi pertanian, maka sektor industri dan perdagangan menengah atau perantara dengan sektor ekspor amatlah lemah.

Ketiga, kelompok ekonomi yang baru tumbuh ini juga lemah kedudukannya untuk bersaing dengan kelompok ekonomi yang telah berpengalaman sebagai perantara di dalam sistem ekonomi kolonial.

Keempat, secara nasional kelompok-kelompok ekonomi tersebut belum mampu melihat potensi sesungguhnya yang dimiliki Indonesia, sehingga sulit bagi mereka untuk bersaing dengan kelompok ekonomi lainnya.

Referensi

Dokumen terkait

The aims of this research are (1) to find out the implementation of the speaking skills using simple sentence in small talk technique for seventh-year

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala yang telah diberikan-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Strategi Produksi

dilaksanakan pada hari Kamis, 23 Juni 2016. Materi pembelajaran yaitu tentang Translasi dengan menggunakan geogebra. Pada pertemuan ini dosen lebih banyak

$EVWUDN 3HQHOLWLDQ LQL EHUWXMXDQ XQWXN PHQJNDML GDQ PHQGHVNULSVLNDQ SUDNWLN - SUDNWLN NHZLUDXVDKDDQ JHUHMD EHUDOLUDQ SHQWDNRVWDO GDODP PHQJHQWDVNDQ NHPLVNLQDQ GL .RWD :DPHQD

Cara mengatur motivasi siswa seperti: melihat situasi dan kondisi siswa (jib siswa ramai dan tidak bisa diam, guru sebailcnya bisa mengkondisikan siswa dengan cara sedikit

Therefore, it is expected that the school administrators can cooperate with community health centers or medical practitioners in order to regularly educate the female

Untuk menjawab hipotesis ketiga maka dilakukan uji secara simultan (uji F). Dengan demikian hipotesis ketiga diterima. Hasil persamaan yang dilakukan secara manual dan

Obat kumur: permanganas kalicus ( P. Kalau daya tahan berkurang, angina timbul kembali. Tonsil-tonsil itu harus di keluarkan dengan operasi: tonsil loctomi. Penyakit difteri sering