EVALUASI PERTUMBUHAN KENTANG OLIMPUS SECARA IN VITRO DENGAN INDUKSI MUTASI MENGGUNAKAN
COLCHICINE UNTUK MENDAPATKAN GENOTIPE KENTANG DATARAN RENDAH
PROGRAM MAGISTER AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2022 TESIS
OLEH :
MELIANORA Br SIREGAR 187001027
Universitas Sumatera Utara
COLCHICINE UNTUK MENDAPATKAN GENOTIPE KENTANG DATARAN RENDAH
PROGRAM MAGISTER AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2022 TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Magister Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
OLEH :
MELIANORA Br SIREGAR 187001027
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji pada
Tanggal : 13 Januari 2022
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Luthfi Aziz Mahmud Siregar, SP., M.Sc., Ph.D Anggota : 1. Dr. Dra. Ir. Chairani Hanum, MS
2. Dr. Nini Rahmawati, SP., M.Si 3. Dr. Diana Sofia Hanafiah, SP., MP 4. Dr. Mariani Br Sembiring, SP., MP
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
i
EVALUASI PERTUMBUHAN KENTANG OLIMPUS SECARA IN VITRO DENGAN INDUKSI MUTASI MENGGUNAKAN COLCHICINE UNTUK
MENDAPATKAN GENOTIPE KENTANG DATARAN RENDAH
ABSTRAK
Pemuliaan tanaman kentang Olimpus diperlukan untuk mengembangkan varietas yang resisten terhadap cekaman abotik (suhu tinggi) dan dapat menghasilkan produktivitas optimal di iklim tropis. Penggunaan Colchicine diharapkan mampu menginduksi keragaman sebagai sumber genetik untuk pemuliaan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perendaman Colchicine pada tanaman kentang Olimpus secara in vitro dan diharapkan menghasilkan keragaman genetik pada tanaman kentang Olimpus sebagai bahan genetik untuk seleksi agar mampu tumbuh dan berproduksi dengan baik di daerah dataran rendah. Penelitian ini dilaksanakan menggunakan desain Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor perlakuan yaitu konsentrasi Colchicine dengan taraf 0%, 0,02%, 0,04%, 0,06% dan 0,08% dan lama perendaman dengan durasi 12 jam, 24 jam dan 48 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan Colchicine berpengaruh nyata terhadap parameter vegetatif. Pada parameter pertumbuhan vegetatif konsentrasi colchicine 0,04%
dengan perendaman 24 jam dan konsentrasi colchicine 0,02% perendaman 48 jam menghasilkan tunas dengan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan kontrol untuk parameter jumlah daun serta konsentrasi colchicine 0,04% dengan perendman 48 jam dan konsentrasi colchicine 0,02% perendaman 48 jam untuk parameter tinggi tunas. Perlakuan konsentrasi colchicine 0,08% dengan perendaman selama 48 jam menghasilkan jumlah tunas baru yang lebih banyak dibandingkan kontrol. Parameter jumlah akar tertinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi colchicine 0,02% dengan perendaman selama 12 jam. Konsentrasi Colchicine 0,06% dengan perendaman selama 12 jam menghasilkan tunas dengan pembentukan umbi mikro yang lebih baik dibandingkan kontrol dan perlakuan lainnya untuk parameter jumlah umbi, diameter umbi dan bobot umbi. Analisis stomata dan kloroplas menunjukkan bahwa konsentrasi Colchicine 0,02%
perendaman selama 48 jam menghasilkan tunas dengan ukuran stomata dan jumlah kloroplas tertinggi dan berbeda nyata dengan kontrol. Kerapatan stomata tertinggi terdapat pada konsentrasi colchicine 0,04% dengan perendaman selama 12 jam. Pada parameter jumlah kromosom konsentrasi colchicine 0,06% dengan perendaman selama 12 jam menghasilkan jumlah kromosom terbanyak.
Peningkatan jumlah kromosom berkorelasi positif terhadap parameter umbi mikro. Perlakuan perendaman colchicine menghasilkan keragaman tunas kentang Olimpus yang berbeda terhadap kontrol.
Kata kunci: Colchicine, mutasi, Olimpus
Universitas Sumatera Utara
ii
OLIMPUS POTATO GROWTH EVALUATION BY IN VITRO CULTURE WITH MUTATION INDUCTION USING COLCHICINE TO GET
LOWLAND POTATO GENOTYPE
ABSTRACT
Plant breeding of Olimpus potato is needed to develop new varieties which resistant to abotic stress (high temperature) and can produce optimum productivity in tropical climates. The uses of Colchicine is expected to induce genetic diversity as a source for plant breeding. This research aimed to determine the effect of colchicine immersion on Olimpus potato in vitro and is expected to produce genetic diversity in the Olimpus potato as genetic material for selection so that it is able to grow and produce well in lowland areas. This study was conducted using a Randomized Block Design (RBD) with two factors, are concentration of Colchicine with 5 level are 0, 0,02%, 0,04%, 0,06% and 0,08%
and immersion time with duration of 12 hours, 24 hours and 48 hours. The results showed Colchicine treatment signifficantly affect on vegetative variables observed. In vegetative growth variables, colchicine concentration of treatment with 0,04% and 24 hours immersion and with 0,02% with 48 hours immersion showed better growth of shoot than control at variable leaf number and concentration of tratment with 0,04% and 48 hours immersion and with 0,02%
with 48 hours immersion at variable shoot height. Treatment of 0,08% colchicine concentration with immersion for 48 hours resulted in a highest number of internode than control. Variable of the highest number of roots present in concentration of colchicine with 0,02% and 12 hours immersion. Colchicine concentration of 0,06% with 12 hours immersion produced shoots with better microtuber formation than control and other treatments for varibles of number of tubers, diameter of tuber and weight of tuber. Stomata and chloroplast analysis showed that concentration of 0,02% for 48 hours immersion resulted highest number of stomata size and number of chloroplasts and significantly different than control. Highest stomata density present in concentration of 0,04% and 12 hours immersion. Variable of chromosome number, concentration of 0,06% and 12 hours immersion resulted highest number of chromosomes. Increase number of chromosomes was positively correlated with the microtuber variables. Colchicine immersion treatment resulted on variations of shoot fenotipe differently from control.
Keywords: Colchicine, mutation, Olimpus
Universitas Sumatera Utara
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Adapun judul dari tesis ini adalah “Evaluasi Pertumbuhan Kentang Olimpus Secara In Vitro Dengan Induksi Mutasi Menggunakan Colchicine Untuk Mendapatkan Genotipe Kentang Dataran Rendah”, yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Kentang merupakan sumber makanan penting karena mengandung nutrisi yang tinggi seperti karbohidrat, protein, mineral, vitamin serta kualitas serat yang tinggi. Akan tetapi, produksi kentang di Indonesia mengalami penurunan disebabkan karena adanya penurunan kualitas dari varietas unggul tanaman kentang, cekaman kekeringan akibat adanya perubahan iklim serta serangan hama dan penyakit. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan produksi kentang dengan menghasilkan bahan tanam kentang agar dapat dibudidayakan pada dataran rendah untuk memperluas diversitas genetik kentang yang sempit akibat dari perbanyakan tanaman kentang yang lebih banyak dilakukan secara vegetatif menggunakan umbi oleh karena itu dilakukan pengembangan varietas kentang dataran rendah melalui induksi mutasi secara in vitro.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yaitu Luthfi Aziz Mahmud Siregar, SP., M.Sc., Ph.D sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Dra. Ir. Chairani Hanum, MS sebagai Anggota
Universitas Sumatera Utara
iv
Komisi Pembimbing yang telah membantu dan membimbing dalam menyelesaikan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Orangtua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan baik secara moril dan materil. Hal yang sama juga penulis ucapkan kepada teman-teman Magister Agroteknologi angkatan 2018 yang telah memberikan dukungan kepada penulis, serta kepada seluruh staf pengajar dan pegawai di lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah berkontribusi dalam kelancaran studi dan penyelesaian tesis ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk pengembangan kentang Olimpus di daerah dataran rendah.
Medan, 13 Januari 2022
Melianora Br. Siregar
Universitas Sumatera Utara
v
Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Oktober 1985 di Medan Sumatera Utara. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari Orang tua yang bernama Bapak Drs. Ali Akhir Siregar dan Ibu Dra. Masni Tanjung.
Pendidikan Taman Kanak-kanak penulis diselesaikan di TK Swasta Pangeran Antasari Medan pada tahun 1990, Sekolah Dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SD Swasta PAB 2 Medan, Sekolah Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTPN 1 Medan dan Sekolah Menengah Umum diselesaikan pada tahun 2002 di SMUN 3 Medan.
Pada tahun 2002, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Sriwijaya. Penulis berhasil menyelesaikan pendidikan Strata -1 pada tahun 2006. Selama kuliah penulis menjadi Asisten Dosen Praktikum mata kuliah Kimia Analitik, Higiene dan Sanitasi Industri, Mikrobiologi Pertanian dan Kimia Hasil Pertanian. Pada tahun 2006 penulis terpilih menjadi peserta Seminar Nasional dan Kongres PATPI di Yogyakarta. Penulis juga masuk dan terdaftar sebagai Sekretaris di Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian (HIMATETA) dan masuk kedalam organisasi kemahasiswaan Ikatan Mahasiswa Muslim Sumatera Utara (IMMSU).
Pada Tahun 2008 Penulis mulai bekerja di salah satu Perusahaan yang bergerak dalam bidang Perkebunan dan Industri Kelapa Sawit, PT. Wilmar Benih Indonesia (Wilmar Group) dalam bidang R&D dan Laboratorium Kultur Jaringan Kelapa sawit. Pada Tahun 2018 penulis melanjutkan pendidikan Strata-2 pada Program Magister Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
vi
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Hipotesis Penelitian ... 6
1.5 Manfaat Penelitian ... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Botani Tanaman ... 8
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman ... 10
2.3 Kentang Varietas Olimpus ... 11
2.4 Kultur Jaringan Tanaman Kentang ... 12
2.5 Mutasi Genetik ... 13
2.6 Colchicine ... 17
2.7 Mitosis Sel Somatik ... 20
2.8 Umbi Mikro Kentang ... 20
2.9 Stomata dan Kloroplast Sel Penjaga ... 22
2.10 Pengamatan Kromosom ... 23
BAB III. BAHAN DAN METODE ... 27
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 27
3.2 Bahan dan Alat ... 27
3.3 Metode Penelitian... 28
3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 30
3.5 Pengamatan Parameter ... 36
3.5.1 Jumlah Daun... 36
3.5.2 Tinggi Tunas ... 36
3.5.3 Jumlah Tunas ... 37
3.5.4 Jumlah Akar ... 37
3.5.5 Jumlah Umbi, Bobot Umbi dan Diameter Umbi ... 37
3.5.6 Kerapatan Stomata, Ukuran Stomata dan Jumlah Kloroplas ... 37
3.5.7 Analisa kromosom ... 38
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40
4.1 Hasil ... 40
4.1.1. Jumlah Daun... 43
4.1.2. Tinggi Tunas ... 45
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
vii
4.1.3. Jumlah Tunas ... 48
4.1.4. Jumlah Akar ... 51
4.1.5. Umbi Mikro ... 53
4.1.5.1 Jumlah Umbi Mikro kentang Olimpus ... 55
4.1.5.2 Diameter Umbi Mikro Kentang Olimpus... 59
4.1.5.3 Bobot Umbi Mikro Kentang Olimpus ... 61
4.1.6. Karakteristik Stomata dan jumlah Kloroplas ... 63
4.1.7. Jumlah Kromosom Kentang Olimpus ... 72
4.2. Pembahasan ... 75
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 100
Kesimpulan ... 100
Saran ... 101
DAFTAR PUSTAKA ... 102
Universitas Sumatera Utara
viii
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1. Kesalahan Dalam Pengamatan Mitosis Sel dan Penyebabnya ... 26 2. Rekapitulasi hasil uji F pengaruh konsentrasi colchicine dan lama
perendaman serta interaksinya terhadap pertumbuhan vegetatif
tunas aksilar kentang olimpus (MV0) ... 41 3. Jumlah daun kentang Olimpus (MV0) terhadap pengaruh
konsentrasi dan lama perendaman colchicine ... 44 4. Jumlah daun kentang Olimpus (MV0) terhadap interaksi
konsentrasi dan lama perendaman colchicine ... 45 5. Tinggi tunas aksilar kentang Olimpus (MV0) terhadap
pengaruh konsentrasi dan lama perendaman colchicine ... 46 6. Tinggi tunas aksilar kentang Olimpus (MV0) terhadap
interaksi konsentrasi dan lama perendaman colchicine ... 48 7. Jumlah tunas kentang Olimpus (MV0) terhadap pengaruh
konsentrasi dan lama perendaman colchicine ... 49 8. Jumlah tunas kentang Olimpus (MV0) terhadap interaksi
konsentrasi dan lama perendaman colchicine ... 50 9. Jumlah akar kentang Olimpus (MV0) terhadap pengaruh
konsentrasi dan lama perendaman colchicine ... 51 10. Jumlah akar kentang Olimpus (MV0) terhadap interaksi
konsentrasi dan lama perendaman colchicine ... 52 11. Rekapitulasi hasil uji F pengaruh konsentrasi colchicine
dan lama perendaman serta interaksinya terhadap pertumbuhan
umbi mikro kentang olimpus (M1V1) ... 55 12. Jumlah umbi mikro kentang Olimpus (M1V1) terhadap
pengaruh konsentrasi dan lama perendaman colchicine ... 56 13. Jumlah umbi mikro kentang Olimpus (M1V1) terhadap
interaksi konsentrasi colchicine dan lama perendaman colchicine ... 57 14. Diameter umbi mikro kentang Olimpus (M1V1) terhadap
pengaruh konsentrasi dan lama perendaman colchicine ... 60
Universitas Sumatera Utara
ix
15. Diameter umbi mikro kentang Olimpus (M1V1) terhadap
interaksi konsentrasi dan lama perendaman colchicine ... 61 16. Bobot umbi mikro kentang Olimpus (M1V1) terhadap
pengaruh konsentrasi dan lama perendaman colchicine ... 62 17. Bobot umbi mikro kentang Olimpus (M1V1) terhadap
interaksi konsentrasi colchicine dan lama perendaman colchicine ... 63 18. Ukuran stomata daun tunas aksilar kentang Olimpus (M1V1)
terhadap pengaruh konsentrasi dan lama perendaman colchicine... 64 19. Ukuran stomata daun tunas aksilar kentang Olimpus (M1V1) terhadap
interaksi konsentrasi colchicine dan lama perendaman colchicine ... 65 20. Kerapatan stomata daun tunas aksilar kentang Olimpus (M1V1)
terhadap pengaruh konsentrasi dan lama perendaman colchicine... 66 21. Kerapatan stomata daun tunas aksilar kentang Olimpus (M1V1) terhadap
interaksi konsentrasi colchicine dan lama perendaman colchicine ... 67 22. Jumlah kloroplas daun tunas aksilar kentang Olimpus (M1V1)
terhadap pengaruh konsentrasi dan lama perendaman colchicine... 69 23. Jumlah kloroplas daun tunas aksilar kentang Olimpus (M1V1) terhadap
interaksi konsentrasi colchicine dan lama perendaman colchicine ... 70 24. Jumlah kromosom kentang Olimpus (M1V1) terhadap pengaruh
konsentrasi dan lama perendaman colchicine ... 73
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
x
No. Judul Halaman
1. Umbi kentang Olimpus ... 12 2. Diagram alir kegiatan penelitian ... 40 3. Tunas kentang Olimpus berumur 4 minggu setelah perlakuan
perendaman Colchicine (MV0) ... 42 4. Tunas kentang Olimpus M1V1 berumur 6 minggu untuk
pengumbian ... 54 5. Umbi mikro kentang olimpus (M1V1) hasil induksi mutasi
dengan colchicine ... 58 6. Kerapatan dan ukuran stomata daun tunas aksilar kentang
Olimpus (M1V1) ... 68 7. Stomata daun tunas aksilar kentang olimpus (M1V1) ... 71 8. Kromosom planlet kentang olimpus M1V1 setelah perlakuan
perendaman Colchicine ... 74
Universitas Sumatera Utara
xi
No. Judul Halaman
1. Komposisi Media Murashige and Skoog ... 114 2. Jumlah daun tunas kentang Olimpus dengan perlakuan perendaman
colchicine selama 1 minggu ... 115 3. Sidik ragam jumlah daun tunas kentang Olimpus dengan
perlakuan perendaman colchicine selama 1 minggu ... 115 4. Jumlah daun tunas kentang Olimpus dengan perlakuan perendaman
colchicine selama 2 minggu ... 116 5. Sidik ragam jumlah daun tunas kentang Olimpus dengan
perlakuan perendaman colchicine selama 2 minggu ... 116 6. Jumlah daun tunas kentang Olimpus dengan perlakuan perendaman
colchicine selama 3 minggu ... 117 7. Sidik ragam jumlah daun tunas kentang Olimpus dengan
perlakuan perendaman colchicine selama 3 minggu ... 117 8. Jumlah daun tunas kentang Olimpus dengan perlakuan perendaman
colchicine selama 4 minggu ... 118 9. Sidik ragam jumlah daun tunas kentang Olimpus dengan
perlakuan perendaman colchicine selama 4 minggu ... 118 10. Tinggi tunas kentang Olimpus dengan perlakuan perendaman
colchicine selama 1 minggu ... 119 11. Sidik ragam Tinggi tunas kentang Olimpus dengan perlakuan
perendaman colchicine selama 1 minggu ... 119 12. Tinggi tunas kentang Olimpus dengan perlakuan perendaman
colchicine selama 2 minggu ... 120 13. Sidik ragam Tinggi tunas kentang Olimpus dengan perlakuan
perendaman colchicine selama 2 Minggu ... 120 14. Tinggi tunas kentang Olimpus dengan perlakuan perendaman
colchicine selama 3 minggu ... 121
Universitas Sumatera Utara
xii
15. Sidik ragam Tinggi tunas kentang Olimpus dengan perlakuan
perendaman colchicine selama 3 minggu... 121 16. Tinggi tunas kentang Olimpus dengan perlakuan perendaman
colchicine selama 4 minggu ... 122 17. Sidik ragam Tinggi tunas kentang Olimpus dengan perlakuan
perendaman colchicine selama 4 minggu... 122 18. Jumlah tunas kentang Olimpus dengan perlakuan perendaman
colchicine selama 3 minggu ... 123 19. Sidik ragam Tinggi tunas kentang Olimpus dengan perlakuan
perendaman colchicine selama 3 minggu... 123 20. Data Jumlah tunas kentang Olimpus dengan perlakuan perendaman
colchicine selama 3 minggu di transformasi ke Arc Sin √𝑥 ... 124 21. Sidik ragam Tinggi tunas kentang Olimpus dengan perlakuan
perendaman colchicine selama 3 minggu... 124 22. Jumlah tunas kentang Olimpus dengan perlakuan perendaman
colchicine selama 4 minggu ... 125 23. Sidik ragam Tinggi tunas kentang Olimpus dengan perlakuan
perendaman colchicine selama 4 minggu ... 125 24. Data Jumlah tunas kentang Olimpus dengan perlakuan perendaman
colchicine selama 4 minggu di transformasi ke Arc Sin √𝑥 ... 126 25. Sidik ragam Tinggi tunas kentang Olimpus dengan perlakuan
perendaman colchicine selama 4 minggu ... 126 26. Jumlah akar tunas kentang Olimpus dengan perlakuan perendaman
colchicine selama 2 minggu ... 127 27. Sidik ragam Jumlah akar tunas kentang Olimpus dengan
perlakuan perendaman colchicine selama 2 minggu ... 127 28. Jumlah akar tunas kentang Olimpus dengan perlakuan perendaman
colchicine selama 3 minggu ... 128 29. Sidik ragam Jumlah akar tunas kentang Olimpus dengan
perlakuan perendaman colchicine selama 3 minggu ………... 128 30. Jumlah akar tunas kentang Olimpus dengan perlakuan perendaman
colchicine selama 4 minggu ... 129
Universitas Sumatera Utara
xiii
31. Sidik ragam Jumlah akar tunas kentang Olimpus dengan
perlakuan perendaman colchicine selama 4 minggu ………... 129 32. Jumlah umbi mikro tunas kentang Olimpus (MV1) inkubasi
selama 10 hari ... 130 33. Sidik ragam Jumlah umbi mikro tunas kentang Olimpus (MV1)
inkubasi selama 10 hari ………. 130
34. Data jumlah umbi mikro tunas kentang Olimpus (MV1) inkubasi
selama 10 hari di transformasi ke Arc Sin √𝑥 ... 131 35. Sidik ragam Jumlah umbi mikro tunas kentang Olimpus (MV1)
inkubasi selama 10 hari ... 131 36. Jumlah umbi mikro tunas kentang Olimpus (MV1) inkubasi selama
20 hari... 132 37. Sidik ragam Jumlah umbi mikro tunas kentang Olimpus (MV1)
inkubasi selama 20 hari ... 132 38. Data jumlah umbi mikro tunas kentang Olimpus (MV1) inkubasi
selama 20 hari di transformasi ke Arc Sin √𝑥 ... 133 39. Sidik ragam Jumlah umbi mikro tunas kentang Olimpus (MV1)
inkubasi selama 20 hari ... 133 40. Jumlah umbi mikro tunas kentang Olimpus (MV1) inkubasi selama
30 hari... 134 41. Sidik ragam Jumlah umbi mikro tunas kentang Olimpus (MV1)
inkubasi selama 30 hari ... 134 42. Data jumlah umbi mikro tunas kentang Olimpus (MV1) inkubasi
selama 30 hari di transformasi ke Arc Sin √𝑥 ... 135 43. Sidik ragam Jumlah umbi mikro tunas kentang Olimpus (MV1)
inkubasi selama 30 hari ... 135 44. Jumlah umbi mikro tunas kentang Olimpus (MV1) inkubasi selama
40 hari... 136 45. Sidik ragam Jumlah umbi mikro tunas kentang Olimpus (MV1)
inkubasi selama 40 hari ... 136 46. Data jumlah umbi mikro tunas kentang Olimpus (MV1) inkubasi
selama 40 hari di transformasi ke Arc Sin √𝑥 ... 137
Universitas Sumatera Utara
xiv
47. Sidik ragam Jumlah umbi mikro tunas kentang Olimpus (MV1)
inkubasi selama 40 hari ... 137 48. Diameter umbi mikro tunas kentang Olimpus (MV1) inkubasi
selama 40 hari ... 138 49. Sidik ragam Diameter umbi mikro tunas kentang Olimpus (MV1)
inkubasi selama 40 hari ... 138 50. Data diameter umbi mikro tunas kentang Olimpus (MV1) inkubasi
selama 40 hari di transformasi ke Arc Sin √𝑥 ... 139 51. Sidik ragam Diameter umbi mikro tunas kentang Olimpus (MV1)
inkubasi selama 40 hari ... 139 52. Bobot umbi mikro tunas kentang Olimpus (MV1) inkubasi selama
40 hari... 140 53. Sidik ragam Bobot umbi mikro tunas kentang Olimpus (MV1)
inkubasi selama 40 hari ... 140 54. Data Bobot umbi mikro tunas kentang Olimpus (MV1) inkubasi selama
40 hari di transformasi ke Arc Sin √𝑥 ... 141 55. Sidik ragam Bobot umbi mikro tunas kentang Olimpus (MV1)
inkubasi selama 40 hari ... 141 56. Panjang stomata daun tunas kentang olimpus (MV1) ... 142 57. Sidik ragam Panjang stomata daun tunas kentang olimpus (MV1) ….. 142 58. Lebar stomata daun tunas kentang olimpus (MV1) ……….. 143 59. Sidik ragam Lebar stomata daun tunas kentang olimpus (MV1) ……. 143 60. Jumlah stomata daun tunas kentang Olimpus (MV1) ………... 144 61. Kerapatan stomata daun tunas kentang olimpus (MV1) ... 145 62. Sidik ragam kerapatan stomata daun tunas kentang olimpus (MV1) … 145 63. Jumlah kloroplast daun tunas kentang Olimpus (MV1) ... 146 64. Sidik ragam Jumlah kloroplast daun tunas kentang Olimpus (MV1) … 146
Universitas Sumatera Utara
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah salah satu komoditas pangan non biji-bijian terpenting di dunia setelah gandum, padi, dan jagung. Tanaman ini umumnya ditanam di daerah suhu rendah dengan pertumbuhan optimal pada suhu antara 14oC-22oC. Tanaman kentang yang ditanam di atas suhu optimal akan menurunkan produksi kentang sebagai konsekuensi dari adanya gangguan biokimia dan fisiologis dalam proses fotosintesis, pengumbian dan dormansi (Hancock et al., 2014).
Kentang merupakan sumber makanan penting karena mengandung nutrisi yang tinggi seperti karbohidrat, mudah dicerna, dan mengandung protein, mineral, vitamin serta kualitas serat yang tinggi. Kentang juga mempunyai potensi untuk meningkatkan ketersediaan pangan (Gastelo et al., 2014). Akan tetapi, produksi kentang di Indonesia mengalami penurunan. Pada tahun 2017 produksi kentang di Indonesia mencapai 1.164.738 ton per tahun dengan luas panen 75.611 hektar (BPS, 2018). Produksi ini mengalami penurunan dibandingkan dengan data pada tahun 2016 dengan produksi yang mencapai 1.213.041 ton dengan luas panen 66.450 hektar (BPS, 2017). Produksi kentang yang mengalami penurunan ini dapat disebabkan karena adanya penurunan kualitas dari varietas unggul tanaman kentang, cekaman kekeringan akibat adanya perubahan iklim serta serangan hama dan penyakit.
Universitas Sumatera Utara
2
Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan produksi tanaman kentang adalah adanya pemanasan global yang mengakibatkan peningkatan suhu di daerah sentra-sentra produksi kentang, hal ini diduga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman kentang. Perubahan iklim yang terjadi telah memperburuk tekanan biotik dan abiotik pada tanaman yang menyebabkan terjadinya penurunan produksi yang dapat mengakibatkan kerawanan pangan dan masalah sosial ekonomi (Chalinor et al., 2010). Penurunan produktivitas kentang akibat adanya peningkatan suhu di Indonesia tersebut mengakibatkan kurangnya bahan pangan untuk konsumsi pada masyarakat. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi penurunan produksi kentang salah satunya adalah dengan melakukan ekstensifikasi lahan. Untuk membuka peluang ekstensifikasi tanaman kentang serta mengurangi dampak negatif akibat peningkatan suhu di dataran tinggi perlu dicari alternatif pengembangan tanaman kentang di dataran medium dan dataran rendah yang menghasilkan produksi dan kualitas kentang yang relatif sama dengan kentang di dataran tinggi.
Salah satu usaha untuk pengembangan tanaman kentang di dataran rendah yaitu dengan menggunakan kultivar tanaman kentang yang dibudidayakan di dataran medium. Kultivar kentang yang di tanam di Indonesia di dataran medium adalah kentang varietas Olimpus. Ciri utama kentang varietas ini adalah batang berwarna hijau keunguan, memiliki umbi berbentuk oval yang memanjang dan daging umbi berwarna putih. Keunggulan varietas olimpus ini adalah toleran terhadap suhu tinggi yaitu daerah adaptasi di dataran medium (300-700 m dpl) di wilayah Majalengka (600 m dpl) dan produksi tinggi yaitu 15,47-23,34 ton/ha (Balitsa, 2018). Di Indonesia, sentra produksi kentang terdapat di daerah dataran
Universitas Sumatera Utara
tinggi (1000-3000 m dpl) seperti Pangalengan, Lembang, dan Cipanas di Jawa Barat, dataran tinggi Dieng di Jawa Tengah, Batu di Jawa Timur, Brastagi di Sumatra Utara, dan dataran tinggi Sulawesi Selatan (International Potato Center, 2001).
Pemuliaan terhadap kentang sudah lama dilakukan dengan memanfaatkan bioteknologi untuk mempercepat prosesnya. Dengan menggunakan teknik kultur jaringan (in vitro culture), keragaman genetik dapat diinduksi secara mikro.
Terdapat korelasi yang kuat dan konsisten antara pembentukan umbi mikro dalam kondisi in vitro dan pembentukan umbi di lapangan untuk struktur pati dan komposisi protein (Donnelly et al., 2003). Pengembangan uji in vitro untuk mengevaluasi pengaruh suhu tinggi pada pembentukan umbi mikro akan sangat dibutuhkan untuk memfasilitasi seleksi klon awal (Singh et al., 2016).
Keragaman genetik dapat diperoleh dari proses kultur jaringan atau dapat diinduksi melalui mutasi dengan mutagen (Dhooghe et al., 2011). Induksi mutasi merupakan salah satu cara yang menjanjikan untuk menciptakan variasi dalam varietas tanaman (Ahloowalia et al., 2004). Mutagen yang digunakan pada induksi mutasi dapat berupa mutagen fisik atau kimia. Salah satu mutagen kimia yang banyak digunakan adalah colchicine, penggunaan mutagen kimia ini adalah agar jumlah kromoson dapat digandakan dengan mengganggu salah satu tahapan pada proses mitosis (Francis, 2007).
Efek dari colchicine yang dapat menghasilkan penggandaan kromosom pada sel juga akan dilihat pengaruhnya pada jumlah kloroplas di daerah sel penjaga stomata, kerapatan stomata, dan ukuran stomata dari tanaman yang mengalami penggandaan kromosom. Menurut Xu et al. (2016) poliploidi ditandai
Universitas Sumatera Utara
4
dengan adanya penurunan kerapatan stomata, peningkatan ukuran stomata dan peningkatan jumlah kloroplas sel penjaga.
Perendaman colchicine pada tanaman dapat meningkatkan ploidi sehingga berpengaruh pada sifat morfologi tanaman yaitu tanaman menjadi lebih besar yang diharapkan selaras dengan peningkatan produktivitasnya. Menurut Sattler et al. (2015) beberapa poliploid akan memproduksi organ yang lebih besar seperti bunga, buah, biji, daun, batang dan akar. Fenomena ini merupakan efek dari adanya peningkatan ukuran sel sebagai akibat dari penggandaan kromosom.
Peningkatan ukuran sel dapat mengakibatkan perkembangan tanaman yang lebih besar (Tiwari dan Mishra, 2012).
Menurut FAO/IAEA (2018) hingga saat ini terdapat 3.281 varietas mutan mayor yang terdaftar di komoditas tanaman. Diantara varietas mutan tersebut, 46 adalah poliploid yang diinduksi dengan colchicine. Pemuliaan tanaman kentang Olimpus melalui induksi mutasi dengan colchicine secara in vitro di harapkan dapat diarahkan untuk merakit varietas baru sehingga diperoleh varietas kentang yang dapat ditanam di dataran rendah. Hasil penelitian Dwiyantono (2017) pada tanaman kentang kultivar Granola menunjukkan keberhasilan peningkatan keragaman dengan memanfaatkan colchicine sebagai mutagen kimia.
Poliploidisasi yang diinduksi dengan colchicine ini diadopsi sebagai strategi untuk meningkatkan daya adaptasi tanaman dengan menciptakan variasi genetik dalam respon terhadap perubahan lingkungan (Godfree, 2017). Untuk mengatasi permasalahan suhu tinggi, terutama dalam rangka pengembangan varietas kentang di dataran medium dan dataran rendah di wilayah tropis adalah melalui pemuliaan tanaman kentang varietas Olimpus yang diinduksi dengan
Universitas Sumatera Utara
colchicine secara in vitro sebagai sumber keragaman genetik yang memiliki sifat- sifat unggul untuk merakit varietas kentang yang toleran terhadap suhu tinggi di dataran rendah.
1.2 Perumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan dalam usaha untuk meningkatkan produksi kentang dengan membudidayakan tanaman kentang di dataran rendah yang memiliki suhu tinggi dan dalam rangka perluasan diversitas genetik kentang yang sempit akibat dari perbanyakan tanaman kentang yang lebih banyak dilakukan secara vegetatif menggunakan umbi oleh karena itu dilakukan pengembangan varietas kentang dataran rendah melalui induksi mutasi secara in vitro.
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai adalah berikut :
1. Berapakah konsentrasi colchicine dan lama perendaman yang efektif pada pertumbuhan kentang Olimpus secara in vitro dalam menghasilkan keragaman genetik baru agar menghasilkan bahan tanaman yang mampu tumbuh dan berproduksi dengan baik di daerah dataran rendah.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi colchicine terhadap pertumbuhan dan perkembangan vegetatif tunas, karakteristik stomata dan jumlah kloroplas, jumlah umbi, diameter umbi dan bobot umbi mikro dan jumlah kromosom tanaman kentang Olimpus yang telah di mutasi agar menghasilkan bahan tanaman yang mampu tumbuh dan berproduksi dengan baik di daerah dataran rendah.
Universitas Sumatera Utara
6
2. Untuk mengetahui pengaruh lama perendaman dengan colchicine terhadap pertumbuhan dan perkembangan vegetatif tunas, karakteristik stomata dan jumlah kloroplas, jumlah umbi, diameter umbi dan bobot umbi mikro dan jumlah kromosom tanaman kentang Olimpus yang telah di mutasi agar menghasilkan bahan tanaman yang mampu tumbuh dan berproduksi dengan baik di daerah dataran rendah.
3. Untuk mengetahui interaksi konsentrasi dan lama perendaman colchicine terhadap pertumbuhan dan perkembangan vegetatif tunas, karakteristik stomata dan jumlah kloroplas, jumlah umbi, diameter umbi dan bobot umbi mikro dan jumlah kromosom tanaman kentang Olimpus yang telah di mutasi agar menghasilkan bahan tanaman yang mampu tumbuh dan berproduksi dengan baik di daerah dataran rendah.
1.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah :
1. Perlakuan konsentrasi colchicine berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan perkembangan vegetatif tunas, karakteristik stomata dan jumlah kloroplas, jumlah umbi, diameter umbi dan bobot umbi mikro dan jumlah kromosom tanaman kentang Olimpus yang telah di mutasi agar menghasilkan bahan tanaman yang mampu tumbuh dan berproduksi dengan baik di daerah dataran rendah.
2. Perlakuan lama perendaman dengan colchicine berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan perkembangan vegetatif tunas, karakteristik stomata dan jumlah kloroplas, jumlah umbi, diameter umbi dan bobot umbi mikro dan jumlah kromosom tanaman kentang Olimpus yang telah di mutasi agar
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan bahan tanaman yang mampu tumbuh dan berproduksi dengan baik di daerah dataran rendah.
3. Terdapat interaksi konsentrasi dan lama perendaman colchicine yang berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan perkembangan vegetatif tunas, karakteristik stomata dan jumlah kloroplas, jumlah umbi, diameter umbi dan bobot umbi mikro dan jumlah kromosom tanaman kentang Olimpus yang telah di mutasi agar menghasilkan bahan tanaman yang mampu tumbuh dan berproduksi dengan baik di daerah dataran rendah.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tersedianya keragaman genetik baru pada tanaman kentang varietas Olimpus yang potensial untuk dikembangkan menjadi varietas baru yaitu varietas kentang dataran rendah.
2. Memberikan informasi keragaman genetik kentang varietas Olimpus berdasarkan uji Sitologi, karakteristik stomata dan jumlah kloroplas.
3. Sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Magister di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani Tanaman
Kentang merupakan tanaman genus Solanum yang berasal dari wilayah subtropis, tepatnya di pegunungan Andes, Amerika Selatan, perbatasan antara Bolivia dan Peru. Genus Solanum memiliki lebih dari 2000 spesies, diantaranya 7 spesies kentang budidaya dan 228 merupakan spesies kentang liar (Hawkes, 1994). Hasil produksi tanaman ini adalah umbi, dimana umbi kentang merupakan ujung stolon yang membesar dan tempat penyimpanan karbohidrat yang tinggi (Burton, 1989).
Kentang memiliki daun majemuk yang terususun secara berselang-seling pada batang tanaman. Daun kentang terdiri atas tangkai daun utama (rachis), anak daun primer (pinnae), dan anak daun sekunder (folioles) yang tumbuh pada tangkai daun utama diantara anak daun primer, berwarna hijau, tumbuh tegak pada awal pertumbuhan, tulang daun sejajar dan susunan daun diakhiri oleh daun tunggal pada ujung tangkai (Mares dan Marschener, 2003).
Secara morfologis, tinggi batang kentang berkisar 50-120 cm, tidak berkayu, dilapisi bulu-bulu halus, berwarna hijau, ungu, atau merah apabila mengandung antosianin. Batang kentang memiliki dua tipe yaitu batang yang tumbuh di atas tanah (aerial) dan batang yang tumbuh di bawah tanah (underground). Batang underground terdiri dari perakaran tunggang yang dapat menembus kedalaman tanah hingga mencapai 45 cm, dan perakaran serabut yang tumbuh menyebar dan akan berubah fungsi menjadi stolon dan mengakhiri
8
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhannya dengan bertambah besar atau membentuk umbi (Thomson and Kelly, 1957; Hidayat, 2014).
Karakteristik morfologi umbi kentang seperti warna daging, kulit dan mata tunas bervariasi menurut varietas kentang (Rowe, 1993; Jufri, 2011). Namun pada umumnya, umbi kentang berbentuk bulat, lonjong, meruncing, atau mirip ginjal dengan ukuran bervariasi. Sedangkan mata tunas terletak pada kulit umbi dengan susunan spiral, yang berjumlah 2-14 mata tunas (Pitojo, 2004). Daging umbi kentang biasanya berwarna kuning muda atau putih, tetapi ada beberapa kultivar yang berwarna kuning cerah, jingga, merah dan ungu (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Umbi kentang adalah sumber makanan yang kaya akan gizi.
Dalam 100 g umbi kentang terdiri dari : air 77 g, protein 2,1 g, karbohidrat 8,5 g, serat 2,1 g, niasin 1,5 mg, thiamin 0,1 mg, riboflavin 0,54 mg, asam askorbat 20 mg, kalsium 9 mg, phospat 50 mg, kalium 410 mg, dan besi 0,8 mg. Total energi yang terkandung dalam 100 g umbi kentang adalah 80 kkal (Wagih and Wiersena, 1995).
Perbandingan kandungan protein dan karbohidrat pada tanaman kentang lebih tinggi dibandingkan tanaman serealia maupun tanaman umbi lainnya.
Protein yang terkandung pada umbi kentang mengandung asam amino yang seimbang sehingga sangat baik untuk kesehatan manusia (Niederhauser, 1993).
Tanaman kentang mampu menghasilkan 54% protein lebih banyak per unit area daripada gandum dan 78% protein lebih banyak dibandingkan beras (Thurton, 2001).
Universitas Sumatera Utara
10
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman
Habitat asli tanaman kentang adalah dataran tinggi atau wilayah pegunungan dengan suhu relatif rendah, dapat tumbuh baik pada ketinggian 800- 1800 m di atas permukaan laut (mdpl), pada suhu udara 15°-22°C. Suhu optimum pertumbuhan kentang yakni 18°-20°C dengan kelembaban udara 80-90%, serta curah hujan yang berkisar antara 2000-3000 mm/tahun (Gustianty, 2008).
Apabila tanaman kentang tumbuh di dataran rendah (di bawah 500 mdpl), maka umbi sulit terbentuk, atau hanya terbentuk umbi dengan ukuran kecil saja, kecuali di daerah yang mempunyai suhu malam hari dingin (20oC). Sementara itu, jika ditanam di atas ketinggian 2.000 mdpl, pembentukan umbi menjadi lambat (Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, 2013).
2.3 Kentang Varietas Olimpus
Kentang Olimpus merupakan varietas klon dengan wilayah adaptasi dataran medium wilayah Majalengka. Kentang Olimpus memiliki ciri-ciri sebagai berikut : memiliki bentuk penampang batang segitiga, warna batang hijau keunguan, bentuk daun oval pendek dengan ukuran Panjang 15-18,2 cm dan Lebar 7-9,6 cm dengan warna daun hijau gelap, bentuk umbi oval memanjang dengan ukuran Panjang 6,9-8,0 cm dan Diameter 3,95-4,8 cm, warna kulit dan daging umbi putih dan rasanya tidak getir, jumlah umbi per tanaman 7-11 umbi dengan berat per umbi 48,93-50,47 g. Keunggulan dari kentang varietas olimpus ini adalah toleran terhadap suhu tinggi dan mampu tumbuh di daerah dataran menengah yaitu 300-700 m dpl. Kentang Olimpus memiliki produksi umbi 15.47 – 23.34 ton/ha dengan populasi 40.000 – 50.000 tanaman/ha. Jumlah produksi ini
Universitas Sumatera Utara
lebih tinggi dibandingkan rata-rata produktivitas kentang nasional yaitu sebesar 13 ton/ha (Balitsa, 2018).
Gambar 1. Kentang Varietas Olimpus 2.4 Kultur Jaringan Tanaman Kentang
Perbanyakan tanaman kentang dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu dengan menggunakan tunas umbi, bagian batang, umbi utuh, umbi dibelah, biji botani dan penggunaan metode in vitro yaitu kultur jaringan (mikropropagasi). Umumnya dalam perbanyakan in vitro menggunakan beberapa cara yaitu nodal cutting, apical cutting dan microtubers (Kusmana, 2012).
Kultur jaringan adalah metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, dengan menumbuhkannya dalam kondisi aseptik (in vitro), sehingga bagian-bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Awalnya kultur jaringan berkembang dari pembuktian teori totipotensi sel, dimana setiap satu sel, jaringan atau organ mempunyai potensi untuk beregenerasi menjadi tanaman lengkap (Khumaida dan Efendi, 2011).
Keuntungan yang diperoleh dari teknik kultur jaringan adalah menghasilkan tanaman dalam jumlah yang banyak dengan waktu yang relatif singkat. Teknik
Universitas Sumatera Utara
12
kultur jaringan juga dapat dipergunakan untuk penyimpanan plasma nutfah atau benih secara in vitro (Karjadi dan Buchory, 2006).
2.5 Mutasi Genetik
Mutasi merupakan perubahan materi genetik yang terjadi pada suatu organisme yang menyebabkan perubahan ekspresinya dan diwariskan pada keturunannya. Mutasi dapat terjadi pada tingkat pasangan basa, tingkat ruas DNA, bahkan pada tingkat kromosom (Wahyu, 2013). Proses terjadinya mutasi disebut mutagenesis, organisme yang mengalami mutasi disebut mutan dan penyebab terjadinya mutasi disebut mutagen (Shah et al., 2008).
Mutasi diperoleh dari kesalahan yang terjadi selama replikasi DNA atau jenis lain dari kerusakan DNA (Sharma et al., 2015), atau kesalahan yang terjadi selama perbaikan DNA (Rodgers, 2016). Mutasi juga dapat dihasilkan dari penyisipan atau penghapusan segmen DNA (Burrus, 2004).
Menurut Miglani (2010), mutasi di bagi atas beberapa jenis yaitu : 1. Mutasi skala kecil
Mutasi ini disebut juga mutasi titik, dimana terjadi pergantian satu pasang nukleotida. Perubahan ini menghasilkan ukuran yang sangat kecil yang tidak bisa diamati bahkan di bawah mikroskop. Mutasi titik ini dapat dideteksi dengan membandingkan urutan basa nukleotida dari wild type dan mutan DNA/RNA. Karena yang terjadi adalah substitusi, maka jumlah pasangan nukleotida tidak berubah dalam gen. Terdapat dua jenis mutasi titik, yaitu transisi dan transversi. Transisi merupakan perubahan dari purin ke purin (A
→ G atau G → A) atau pirimidin ke pirimidin (T → C atau C → T),
Universitas Sumatera Utara
sedangkan transversi adalah perubahan dari purin ke pirimidin atau pirimidin ke purin (A → T atau T → A).
2. Mutasi intermediet
Pada mutasi ini terjadi perubahan baik dalam hal ada tambahan (penyisipan) atau penghapusan (removal) dari satu atau beberapa pasang nukleotida dari gen. Mutasi ini menyebabkan terjadinya perubahan dalam jumlah pasangan nukleotida dalam gen, sehingga perubahan tersebut dapat menyebabkan pergeseran dalam pembacaan frame atau pengelompokan kodon dan disebut sebagai mutasi frameshift.
3. Mutasi skala besar
Mutasi ini disebut juga sebagai mutasi kromosom, karena pada mutasi ini terjadi perubahan pada kromosom termasuk perubahan struktur kromosom dan perubahan jumlah kromosom. Ada beberapa jenis mutasi berdasarkan perubahan struktur kromosom yaitu delesi (penghapusan daerah kromosom), duplikasi (penambahan bagian dari suatu gen), inversi (pemotongan gen, kemudian diputar dengan sudut 180° dan disambungkan dalam urutan terbalik), translokasi (transfer suatu bagian dari kromosom ke kromosom yang sama, atau kromosom nonhomolog, atau dua kromosom nonhomolog yang saling bertukar). Sedangkan mutasi berdasarkan perubahan jumlah kromosom dibagi menjadi beberapa jenis yaitu monoploidi, diploidi, dan triploidi.
Menurut Zhu et al., (2006), berdasarkan proses terjadinya mutasi dapat dibedakan menjadi mutasi yang terjadi secara spontan (alami) dan mutasi melalui induksi. Kedua mutasi ini dapat menghasilkan variasi genetik yang dapat dijadikan sebagai dasar seleksi tanaman, baik seleksi secara alami maupun buatan
Universitas Sumatera Utara
14
(pemuliaan). Mutasi yang terjadi pada tanaman dapat menyebabkan perubahan- perubahan pada bagian tanaman yaitu perubahan pada bentuk maupun warna dan perubahan pada sifat-sifat lainnya (Herawati dan Setiamihardja, 2000). Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman dan pada setiap fase pertumbuhan tanaman, akan tetapi lebih banyak terjadi pada bagian tanaman yang sedang aktif mengadakan pembelahan sel seperti tunas dan biji (Oeliem, et al, 2008).
Mutasi alami merupakan mutasi yang terjadi disebabkan adanya sinar surya, maupun energi listrik seperti petir, sedangkan mutasi buatan melalui induksi dilakukan dengan memberikan mutagen. Terdapat dua jenis mutagen yang digunakan dalam proses mutasi yaitu mutagen fisik dan mutagen kimia. Mutagen fisik yang sering digunakan adalah sinar x, sinar gamma dan sinar ultra violet, sedangkan yang termasuk dalam mutagen kimia antara lain Ethyl Methane Sulfonaet (EMS), Diethyl sulfate, Ethyl Amin dan kolkisin (BB Biogen, 2014).
Senyawa mutagen kimia seperti hydroxylamine, ethyl methane sulphonate (EMS), diethyl sulfate (DES), dan methyl methane sulphonate (MMS) menyebabkan mutasi titik (Soeranto, 2003). Sedangkan senyawa mutagen kimia seperti kolkisin menyebabkan mutasi kromosom yaitu untuk penggandaan kromosom, dimana mutagen ini yang paling umum digunakan pada tanaman dalam menginduksi poliploidisasi (Salma et al., 2017).
Menurut Soltis et al. (2009), organisme yang memiliki 2 set atau lebih kromosom lengkap dalam inti sel disebut dengan organisme poliploid.
Poliploidisasi dengan sistem kultur jaringan in vitro memberikan lingkungan yang terkendali untuk induksi poliploid pada frekuensi yang lebih tinggi (Song et al.
2012). Poliploidisasi menghasilkan berbagai perubahan pada tanaman meliputi
Universitas Sumatera Utara
perubahan morfologi, fisiologi, sitologi, dan fitokimia, serta dapat menghasilkan varian bermanfaat yang dapat menghasilkan bibit inovatif sebagai sumber daya plasma untuk studi pemuliaan (Thao et al., 2003). Induksi poliploidi telah digunakan sebagai strategi pemuliaan yang efisien di banyak spesies tanaman, seperti Cymbopogon (Lavania et al., 2012) dan Tanacetum parthenium (Majdi et al., 2010). Poliploidi sering menghasilkan berbagai perubahan fenotipik jika dibandingkan dengan diploid, secara morfologi perubahan yang terjadi dapat berupa daun yang lebih besar, bunga dan buah yang lebih besar (Chen et al., 2016), pada fitur fisiologis perubahan yang terjadi seperti tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dan waktu berbunga yang lebih pendek atau lebih lama (Pires et al., 2004). Selain perubahan morfologi dan fisiologi, poliploidi juga dapat meningkatkan toleransi terhadap faktor abiotik seperti salinitas (Chao et al., 2013), kekeringan (Del Pozo and Ramirez-Parra, 2014) dan suhu ekstrim (Zhang et al., 2010).
Varietas kentang yang umum dibudidayakan antara lain bersifat tetraploid (2n= 4x= 48) dengan jumlah kromosom dasar 12, akan tetapi ada jenis kentang yang dibudidayakan bersifat diploid (2n= 2x= 24) hingga pentaploid (2n= 5x=
60). Spesies kentang budidaya yang bersifat triploid dan pentaploid hanya tumbuh di dataran tinggi dan lereng Andes, sementara spesies kentang budidaya yang bersifat diploid dapat ditanam lebih luas dan juga digunakan untuk pemuliaan varietas tetraploid (Watanabe. K, 2015).
Teknik mutasi yang dikombinasikan dengan teknik kultur in vitro telah banyak dikembangkan dan menghasilkan berbagai varietas unggul untuk ketahanan tanaman terhadap cekaman biotik maupun abiotik. Keragaman yang
Universitas Sumatera Utara
16
dihasilkan pada sel somatik disebut dengan variasi somaklonal. Ada beberapa pendekatan yang dilakukan untuk mendapatkan variasi somaklonal yaitu:
1. Menumbuhkan kalus atau suspensi sel pada beberapa siklus.
2. Meregenerasikan tanaman dalam jumlah besar dari kultur yang telah mengalami siklus yang lama.
3. Skrening/seleksi untuk sifat tertentu pada tanaman hasil regenerasi atau turunannya, melalui seleksi in vitro menggunakan cekaman seperti cekaman biotik atau abiotik.
4. Pengujian dan seleksi varian sampai generasi lanjut pada sifat yang diinginkan.
5. Perbanyakan pada mutan yang sudah stabil untuk mendapatkan genotipe baru (BB Biogen, 2014).
2.6 Colchicine
Colchicine merupakan alkaloid alami yang diekstraksi dari tanaman Colchicum autumnale L. (Nelson et al., 2007). Colchicine telah berhasil dan banyak digunakan dalam proses induksi poliploidi (Ye et al., 2010).
Colchicine pada konsentrsi yang kritis akan mencegah terbentuknya benang- benang plasma dari gelondong inti (spindle), sehingga pemisahan kromosom pada tahap anafase mitosis tidak berlangsung yang akan menyebabkan penggandaan kromosom tanpa pembentukan dinding sel. Tidak ada ketentuan mengenai besarnya konsentrasi colchicine yang harus digunakan dan lamanya waktu perendaman perlakuan, karena kedua faktor ini tergantung dari sampel atau bahan yang akan digunakan pada percobaan. Konsentrasi colchicine yang umum
Universitas Sumatera Utara
digunakan yaitu mulai dari 0,01%-1,0% dan setiap jenis tanaman akan memberikan respon yang berbeda (Suryo, 2007).
Induksi colchicine sering digunakan untuk mendorong terjadinya perubahan pada bentuk, ukuran dan jumlah kromosom. Pemberina konsentrasi colchicine 1% pada bawang merah (Allium ascalonium L.) menyebabkan terjadinya variasi bentuk, ukuran dan jumlah kromosom. Poliploid yang terbentuk dapat dikelompokkan menjadi tetraploid, pentaploid, heksaploid, oktaploid dan nanoploid (Suminah et al., 2002). Sulistianingsih et al. (2004) melaporkan bahwa perlakuan waktu perendaman tanaman anggrek dendrobium hibrida dengan konsentrasi kolkisin 0,02% selama 6 jam menghasilkan jumlah kromosom yang lebih banyak yaitu 2n= 96,667 dibandingkan dengan kontrol (2n= 28). Haryanti et al. (2009) melaporkan bahwa perlakuan colchicine pada kacang hijau mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran sel metafase kacang hijau, dimana konsentrasi colchicine 0,2% mengakibatkan penurunan pertumbuhan kacang hijau tetapi meningkatkan kandungan proteinnya.
Penelitian mutagenesis pada tanaman dengan menggunakan colchicine sudah dimulai sejak tahun 1940, pada tahun ini juga colchicine ditemukan dan diketahui mempunyai pengaruh dalam penggandaan kromosom atau menjadikan tanaman poliploid. Berbagai penelitian dengan menggunakan colchicine untuk meningkatkan kualitas tanaman kemudian dilakukan di seluruh dunia sejak saat itu dan sampai sekarang masih terus dilakukan. Poliploidi dapat menyebabkan reorganisasi genom skala besar yang kemudian akan menyebabkan terjadinya berbagai perubahan fenotif baik pada bagian vegetatif maupun generatif tanaman (Amiri et al., 2010). Keberhasilan induksi poliploidi tergantung pada metode
Universitas Sumatera Utara
18
aplikasi colchicine, bagian tanaman yang digunakan, spesies, konsentrasi dan durasi paparan. Konsentrasi colchicine yang tinggi sering menyebabkan kelainan dalam pengembangan bibit (Pirkoohi et al., 2011).
Colchicine tidak hanya mengubah jumlah kromosom tetapi juga
menginduksi mutasi gen baik pada benih maupun tanaman yang diperbanyak secara vegetative (Datta, 2009). Colchicine bertindak sebagai titik mutagen dengan mengubah urutan nukleotida DNA yang melibatkan basa tunggal atau pasangan basa (Liu, 2012). Dalam ilmu tanaman, istilah chimera secara genetik mengacu pada tanaman yang memiliki setidaknya dua lapisan atau kelompok sel yang berbeda sebagai akibat dari mutasi yang tumbuh bersama di apical meristem. Chimera dapat terjadi melalui beberapa cara yaitu melalui mutasi spontan, mutagenesis kimia (seperti perlakuan colchicine), okulasi, atau pewarisan. Chimera juga dapat digunakan untuk memisahkan variasi yang baik untuk mengembangkan varietas baru dalam pemuliaan tanaman (Li et al., 2016).
Dwiyantono (2017) melaporkan bahwa kombinasi konsentrasi colchicine (0,025%, 0,050% dan 0,075%) dan lama perendaman ( 1, 24, dan 48 jam) pada kentang kultivar Granola berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan perkembangan pada parameter jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tunas dan jumlah akar. Dimana konsentrasi yang semakin tinggi dan durasi perlakuan yang semakin lama akan menurunkan nilai parameter pertumbuhan, tetapi dalam konsentrasi rendah dan durasi yang singkat meningkatkan parameter pertumbuhan dibanding kontrol. Perlakuan perendaman colchicine pada kentang kultivar granola juga berpengaruh nyata terhadap keragaman pada jumlah kloroplas, ukuran stomata dan kerapatan stomata.
Universitas Sumatera Utara
2.7 Mitosis Sel Somatik
Mitosis merupakan pembelahan inti sel yang berhubungan dengan pembelahan sel somatik atau sel tubuh eukariot. Setiap sel yang membelah pada tahap mitosis akan menghasilkan dua sel baru yang jumlah kromosom dan kandungan genetiknya identik dengan sel asal (Sastrosumarjo, 2006). Inti sel mengandung kromosom yang merupakan materi genetik yang berfungsi sebagai pewarisan sifat suatu individu. Kromosom terbentuk dari benang-benang kromatin yang didalamnya terdapat untaian basa nukleotida yang akan membentuk rantai DNA (Shepperd, 2006).
Mitosis merupakan proses yang terjadi secara terus-menerus, oleh karena itu untuk mempermudah pada saat pengamatan, para ahli sitologi membagi proses mitosis menjadi lima fase utama yaitu interfase, profase, metafase, anafase dan telofase. Metafase merupakan fase paling ideal untuk studi sitotaksonomi, karena kondensasi kromosom akan terus berlanjut sampai mencapai batas maksimal pada fase ini, dimana kromosom menjadi lebih pendek dan lebih tebal dibandingkan dengan fase yang lain. Pada tahap metafase mitosis menunjukkan morfologi kromosom seperti panjang kromosom, posisi sentromer dan jumlah kromosom yang dapat dihitung dan menjadi dasar untuk analisis kariotipe (Syukur, 2006).
2.8 Umbi Mikro Kentang
Umbi mikro kentang adalah miniatur umbi kentang yang digunakan sebagai benih kentang untuk penanaman di lahan pertanian yang dihasilkan melalui teknik kultur jaringan (Saha et al., 2013). Ukuran umbi mikro menjadi indikasi keberhasilan penampilan tanaman kentang dilapangan, dimana semakin besar ukuran umbi mikro maka semakin baik tampilannya dilapangan (Kawakami
Universitas Sumatera Utara
20
dan Iwama, 2012). Oleh karena itu, memproduksi umbi mikro dengan ukuran besar menjadi sangat penting.
Keberhasilan teknik kultur jaringan tanaman kentang dalam menghasilkan umbi mikro sangat dipengaruhi oleh formula media dan suhu inkubasi ruang kulturnya (Otroshy et al., 2009). Suhu inkubasi yang tinggi akan menghambat pembentukan umbi kentang (Suharjo et al., 2008), karena tanaman kentang membutuhkan suhu rendah untuk dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi secara maksimal (Stark and Love, 2003). Pada suhu rendah (18 ± 20C), eksplan tanaman kentang hanya memerlukan 17,1 hari untuk menghasilkan umbi mikro, sedangkan pada suhu tinggi (29 ± 20C) diperlukan 30,1 hari. Selain itu, pada suhu rendah didapatkan 88,5% tanaman menghasilkan umbi mikro, dengan jumlah umbi mikro per botol mencapai 7,63 buah, berbobot total 1,63 g, dan rata-rata diameter umbinya mencapai 6,78 mm. Hasil ini jauh lebih baik dibandingkan pada suhu tinggi dimana pada suhu tinggi persentase tanaman menghasilkan umbi hanya sebesar 7.94%, jumlah umbi per botol hanya 0.21, dengan bobot total umbi
0.02 gr dan rata-rata diameter umbinya hanya sebesar 1.12 mm (Suharjo et al., 2017). Oleh karena itu, umbi mikro kentang yang di produksi pada suhu tinggi dapat dijadikan sebagai simulasi untuk produksi kentang di daerah dataran rendah.
Faktor lingkungan yang terlibat dalam induksi umbi mikro adalah cahaya dan suhu, sedangkan komponen media yang terlibat dalam induksi umbi mikro yaitu sukrosa, nitrogen, pengatur tumbuh, dan produk alami (Donnelly et al., 2003). Namun salah satu kendala utama dalam proses pembentukan umbi mikro adalah termosensitivitasnya di sebagian besar kultivar kentang, hal inilah yang membatasi perluasan budidaya kentang ke daerah tropis. Pada kondisi in vitro,
Universitas Sumatera Utara
kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan planlet adalah 20-25oC sedangkan untuk induksi umbi mikro suhu yang dibutuhkan umumnya lebih rendah yaitu 15- 18oC. Pada suhu tinggi jumlah umbi berkurang secara signifikan pada kultivar kentang yang tidak tahan suhu tinggi, sedangkan genotype kentang yang toleran pada suhu tinggi menunjukkan peningkatan berat umbi pada suhu 25oC dibandingkan pada suhu 18oC (Singh et al., 2016).
2.9 Stomata dan Kloroplas Sel penjaga
Stomata adalah suatu celah pada jaringan epidermis daun yang berfungsi selama proses fotosintesis. Stomata dilengkapi oleh dua sel penjaga (guard cell) yang mengandung kloroplas yang merupakan organel sel tempat terjadinya fotosintesis. Kloroplas mengandung ribosom, DNA dalam jumlah sedikit, pigmen serta enzim. DNA dalam kloroplas berfungsi untuk memprogram sintesis protein yang dibuat dalam ribosom pada kloroplas (Campbell et al., 2002). Menurut Izza dan Laily (2015) karakteristik stomata pada daun meliputi jumlah stomata total, jumlah stomata yang terbuka dan tertutup, kerapatan stomata, dan jenis stomata.
Daun dengan sistem pertulangan menjalar seperti pada tanaman Solanaceae memiliki stomata yang menyebar tidak teratur sedangkan pada daun dengan sistem pertulangan sejajar seperti pada Graminea, stomata tersusun dalam barisan yang sejajar (Damayanti, 2007).
Menurut Rego et al. (2011) metode penghitungan jumlah kloroplas dalam sel penjaga adalah cara yang efektif dan cepat untuk menentukan tingkat ploidi.
Jumlah kloroplas dalam sel penjaga dapat mengidentifikasi tanaman diploid dan tetraploid. Semakin besar ukuran stomata maka semakin banyak jumlah kloroplas sehingga semakin tinggi tingkat ploidi, sebaliknya semakin rendah kerapatan
Universitas Sumatera Utara
22
stomata maka semakin tinggi tingkat ploidi. Peningkatan jumlah kloroplas pada sel penjaga mengakibatkan ukuran stomata menjadi lebih besar, ukuran stomata yang semakin besar mengakibatkan kerapatan stomata menjadi semakin rendah (Yulianti et al., 2015) dimana penelitian yang dilakukannya menghasilkan tunas perlakuan colchicine 0,1% memiliki kerapatan stomata yang lebih rendah daripada kontrol dan ukuran stomata yang lebih besar daripada tunas kontrol karena tunas perlakuan colchicine 0,1% memiliki jumlah kloroplas yang lebih banyak. Menurut Shrestha dan Kang (2016), pengamatan pada panjang stomata dan kerapatan stomata, secara tidak langsung dapat digunakan untuk mengidentifikasi tingkat ploidi tanaman dengan cepat dan mudah. Metode tersebut pada umumnya bisa digunakan untuk skrining dan seleksi pembibitan.
2.10 Pengamatan Kromosom
Tujuan utama analisis kromosom adalah untuk mengetahui karakteristik dan morfologi dari kromosom, seperti jumlah kromosom, struktur kromosom dan aktivitas kromosom selama pembelahan sel berlangsung. Pengamatan kromosom dilakukan dengan memfiksasi sel tanaman yang merupakan tahap awal untuk mempersiapkan bahan segar untuk pengamatan mikroskopis. Tujuan dari fiksasi adalah untuk mematikan sel tanpa merusak organel-organel yang menyusun sel tersebut yaitu kromosom, untuk mengawetkan organel-organel sel dan memudahkan jaringan untuk diwarnai. Metode yang digunakan untuk menganalisis kromosom adalah metode squash atau sediaan tekan (Nurwanti, 2010).
Menurut Jurcak (1999) untuk mendapatkan hasil yang baik pada pengamatan kromosom, diperlukan waktu dan teknik yang tepat. Teknik
Universitas Sumatera Utara
pewarnaan atau disebut juga dengan squashing merupakan metode yang digunakan untuk pengamatan kromosom dengan menggunakan aceto carmine sebagai pewarna. Larutan aceto carmine dibuat dari asam asetat 45% dan serbuk carmine, dimana 100 ml asam asetat dipanaskan hingga mencapai suhu 90-95oC kemudian ditambahkan 1-2 gram serbuk carmine dan digoyang-goyangkan selama 10 menit kemudian disaring agar tidak terdapat gumpalan serbuk carmine pada larutan aceto carmine yang terbentuk. Pewarnaan terhadap preparat bertujuan untuk menciptakan perbedaan optikal diantara kromosom dengan struktur sel lainnya sehingga dapat dibedakan di bawah mikroskop. Selain serbuk carmine, pewarna yang digunakan untuk pengamatan kromosom dapat diganti dengan serbuk orcein yang dibuat dengan proses yang sama dengan larutan aceto carmine (Sastrosumarjo, 2006).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses fiksasi antara lain pemilihan bahan fiksasi yang tepat, besar kecilnya organisme yang akan menentukan cepat dan seragamnya penetrasi bahan fiksasi, rasio volume bahan fiksasi dengan jaringan yang difiksasi pada umumnya 10-12 kali, serta karakter jaringan yang difiksasi karena ada beberapa jaringan tertentu lambat dalam penetrasi, misalnya pada tumbuhan yang memiliki epidermis yang dilapisi dengan lapisan kutikula yang bersifat hidrofobik. Perlakuan fiksasi dibedakan atas perlakuan fisik dan kimiawi. Perlakuan secara fisik dapat dilakukan dengan pendinginan jaringan dalam nitrogen cair, cara ini telah banyak digunakan untuk sel atau jaringan hewan. Pendinginan jaringan dengan nitrogen cair ini efektif untuk menjaga struktur sel karena proses difusi yang sangat kecil dan tidak terjadi perubahan enzim secara signifikan, tetapi kelemahan dari perlakuan ini dapat
Universitas Sumatera Utara
24
menyebabkan terputusnya kromosom karena adanya kristal es dalam sel atau jaringan. Perlakuan secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kimia seperti larutan carnoy. Perlakuan secara kimiawi membutuhkan keseimbangan dan ketepatan bahan-bahan yang dipakai, misalnya pencampuran larutan asam dan alkohol pada kondisi seimbang dapat menjaga struktur sel pada kondisi yang stabil dan memungkinkan untuk diamati, tetapi reaksi beberapa asam yang berlebihan dapat menyebabkan struktur sel menyusut (Melky, 2006).
Bahan tanaman yang digunakan untuk pengamatan kromosom adalah ujung pucuk dan ujung akar. Bagian tanaman terbaik untuk pengamatan mitosis adalah ujung akar, hal ini disebabkan akar tidak mengandung klorofil dan mudah dalam penyerapan warna aceto carmine/aceto orcein. Waktu pemotongan akar adalah faktor yang sangat menentukan keberhasilan pengamatan mitosis untuk menghitung jumlah kromosom. Pembelahan sel pada tanaman terjadi pada waktu yang berbeda-beda dan tidak konstan, sehingga untuk mendapatkan waktu pembelahan sel yang tepat diperlukan pengamatan yang berulang pada waktu yang berbeda. Teknik pewarnaan untuk pengamatan kromosom memerlukan keahlian dan ketelitian untuk menghasilkan preparat amatan yang akan mempengaruhi hasil pengamatan. Pada pengamatan mitosis sel terdapat beberapa kasus kesalahan dan penyebabnya yang tercantum pada tabel berikut (Jurcak, 1999).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Kesalahan Dalam Pengamatan Mitosis Sel dan Penyebabnya.
Kesalahan Penyebab
Inti terwarnai dengan jelas, tetapi tahapan Pemotongan material tanaman tidak pada mitosis tidak terlihat waktu yang tepat.
Kromosom tidak jelas 1. Waktu fiksasi terlalu pendek 2. Konsentrasi pewarna terlalu rendah 3. Pewarna yang digunakan sudah rusak
atau terlalu lama disimpan
4. Suhu selama perwarnaan terlalu rendah 5. Waktu pewarnaan terlalu pendek Beberapa sel menumpuk satu sama lain
1. Waktu melunakkan jaringan terlalu pendek
2. Pembuatan larutan untuk maserasi tidak tepat
3. Kurang tenaga ketika menekan gelas objek
Sel meristem pecah, tahapan mitosis atau
1. Gelas penutup bergeser jauh ketika ditekan
kromosom tidak dapat dilihat 2. Gelas penutup ditekan terlalu keras atau berulang-ulang
Lensa mikroskop tergores atau pecah Permukaan penyangga tidak rata
Universitas Sumatera Utara
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian, Universitas Medan Area, Laboratorium Mikrobiologi dan Rumah kassa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Jurusan Biologi, Universitas Medan. Dilaksanakan pada bulan September 2020 sampai dengan bulan April 2021.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah planlet kentang Olimpus yang diperoleh dari Laboratorium Kultur Jaringan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) Lembang- Bandung yang ditumbuhkan secara in vitro. Eksplan yang digunakan adalah tunas aksilar dari planlet kentang Olimpus yang berumur 4 minggu setelah tanam. Media kultur yang digunakan yaitu media dasar Murashige and Skoog (MS) dengan komposisi lengkap media MS dapat diamati pada Lampiran 1, gula, pemadat berupa agar-agar, CaP dan BAP (media pengumbian) dengan pH larutan media 5,9. Mutagen kimia yang digunakan adalah colchicine berbentuk serbuk yang dilarutkan sesuai dengan konsentrasi pada perlakuan. Bahan yang digunakan untuk uji sitologi berupa asam asetat 45%, HCL 1 N, Aquades, Orsein 2%, Hidroksikuinolin 0,002 M dan cat kuku tidak berwarna. Bahan lainnya yaitu Alcohol 70%, aquades steril sebagai pelarut dan spirtus.
27
Universitas Sumatera Utara