• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dalam pembelajaran limas dengan teori van Hiele pada kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan tahun ajaran 2015/2016.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dalam pembelajaran limas dengan teori van Hiele pada kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan tahun ajaran 2015/2016."

Copied!
324
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Solechah Wahyu Hardianti (121414095). Penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dalam Pembelajaran Limas dengan Teori Van Hiele pada Kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan Tahun Ajaran 2015/2016. Skripsi, Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi pendekatan PPR dalam pembelajaran limas dengan mengggunakan teori Van Hiele, untuk mengetahui pencapaian kompetensi dalam implementasi pendekatan PPR pada pembelajaran limas dengan mengggunakan teori Van Hiele, dan untuk mengetahui respon siswa dalam pembelajaran matematika melalui pendekatan PPR dengan mengggunakan teori Van Hiele pada siswa kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan tahun ajaran 2015/2016.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data keterlaksanaan pendekatan PPR , data pencapaian kompetensi aspek competence, conscience, dan compassion, dan angket kuesioner respon siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan PPR. instrumen penelitian yang digunakan meliputi lembar pengamatan keterlaksanaan proses pembelajaran, lembar nilai sikap siswa, kuesioner respon siswa dan data hasil belajar.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) persentase keterlaksanaan pendekatan PPR yang diperoleh yakni mencapai skor 186 (86%) tergolong sangat baik, (2) pencapaian skor kompetensi aspek competence siswa yakni 51,9 (51%) yang tergolong rendah. Pencapaian skor aspek conscience siswa yakni 78,87 (86%) tergolong baik, dan pencapaian skor aspek compassion yakni 78,87 tergolong baik, (3) pencapaian skor respon siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan PPR yakni 104,06 (65%) tergolong cukup. Refleksi siswa selama proses pembelajaran siswa merasa senang dan lebih dapat menumbuhkembangkan sikap kerjasama, percaya diri, teliti, tanggung jawab dan menghargai pendapat orang lain. Siswa lebih mengetahui materi tentang limas.

(2)

ABSTRACT

Solechah Wahyu Hardianti (121414095). Implementation of Reflective Pedagogical Paradigm (PPR) in Pyramid Learning by Using the Theory of Van Hiele on class VIII A SMP Kanisius Kalasan academic year 2015/ 2016. Thesis, Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta, 2016.

This research was aimed to find the implementation of PPR approach in the pyramid learning by using the theory of Van Hiele, to find the competence achievement in the implementation of PPR approach in the pyramid learning by using the theory of Van Hiele, and to find evaluate the responses of students in mathematics learning through PPR approach by using the theory of Van Hiele on students’ in class VIII A SMP Kanisius Kalasan academic year 2015/ 2016.

This research is a qualitative descriptive research. The required data of this research was PPR approach enforceability data, competency achievement data in the aspects of competence, conscience, and compassion, and the questionnaires of students’ responses in mathematics learning by using PPR approach. The research instruments used include the observation sheet of the learning process enforceability, the score sheet of students’ attitudes, the questionnaire of students’ responses and the students’ learning result data .

The results of this research indicate that: (1) percentage of the enforceability of PPR apporoach reaching a score of 186 (86 %) and it was classified as very good, (2) score of competency achievement in competence aspect was 51,9 (51%) and it was classified as low. The score of competency achievement in conscience aspect was 78,87 (86%) and it was classified as good, and the score of competency achievement in compassion aspect was 82,75 (88%) and it was classified as very good, (3) the score of students’ responses in mathematics learning by using PPR approach was 104,06 (65%) and it was classified as quite enough. Reflection of students’ during the learning process, students’ feel happy and can foster an attitude of cooperation confident, conscientious, responsibility and respect for the opinions of others. Students’ are more aware of material about the pyramid.

Keywords: implementation, Reflective Pedagogical Paradigm, pyramid, Van

(3)

i

PENERAPAN PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF (PPR)

DALAM PEMBELAJARAN LIMAS DENGAN TEORI VAN

HIELE PADA KELAS VIII A SMP KANISIUS KALASAN

TAHUN AJARAN 2015/2016

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

Solechah Wahyu Hardianti 121414095

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

MOTTO

Jika kamu bersungguh-sungguh, kesungguhan itu milik

kebaikanmu sendiri”

(Q.S Al-Ankabut, ayat 6)

“Orang

-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka

melakukan hal yang harus dikerjakan ketika hal itu memang

(7)

v

P E R S E M

B A H A

N

Dengan penuh syukur, kupersembahkan karya ini kepada :

 Allah SWT

 Ibu Nathalie Indang Harwanti, yang selalu memberikan perhatian, cinta,

kasih sayang, dukungan serta doa yang tidak pernah habis untukku.

 Adikku tercinta Galih Wisnu Wicaksana yang selalu memberi dukungan

dan motivasi kepada mbak dian setiap saat.

 Sahabat-sahabat terdekatku Riis, Laras, Selpa, Asri, Lita, Selly, Sasi,

Yovita yang selalu memberikan semangat selama ini.

(8)
(9)
(10)

viii

ABSTRAK

Solechah Wahyu Hardianti (121414095). Penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dalam Pembelajaran Limas dengan Teori Van Hiele pada Kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan Tahun Ajaran 2015/2016. Skripsi, Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi pendekatan PPR dalam pembelajaran limas dengan mengggunakan teori Van Hiele, untuk mengetahui pencapaian kompetensi dalam implementasi pendekatan PPR pada pembelajaran limas dengan mengggunakan teori Van Hiele, dan untuk mengetahui respon siswa dalam pembelajaran matematika melalui pendekatan PPR dengan mengggunakan teori Van Hiele pada siswa kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan tahun ajaran 2015/2016.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data keterlaksanaan pendekatan PPR , data pencapaian kompetensi aspek competence, conscience, dan compassion, dan angket kuesioner respon siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan PPR. instrumen penelitian yang digunakan meliputi lembar pengamatan keterlaksanaan proses pembelajaran, lembar nilai sikap siswa, kuesioner respon siswa dan data hasil belajar.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) persentase keterlaksanaan pendekatan PPR yang diperoleh yakni mencapai skor 186 (86%) tergolong sangat baik, (2) pencapaian skor kompetensi aspek competence siswa yakni 51,9 (51%) yang tergolong rendah. Pencapaian skor aspek conscience siswa yakni 78,87 (86%) tergolong baik, dan pencapaian skor aspek compassion yakni 78,87 tergolong baik, (3) pencapaian skor respon siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan PPR yakni 104,06 (65%) tergolong cukup. Refleksi siswa selama proses pembelajaran siswa merasa senang dan lebih dapat menumbuhkembangkan sikap kerjasama, percaya diri, teliti, tanggung jawab dan menghargai pendapat orang lain. Siswa lebih mengetahui materi tentang limas.

(11)

ix

ABSTRACT

Solechah Wahyu Hardianti (121414095). Implementation of Reflective Pedagogical Paradigm (PPR) in Pyramid Learning by Using the Theory of Van Hiele on class VIII A SMP Kanisius Kalasan academic year 2015/ 2016. Thesis, Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta, 2016.

This research was aimed to find the implementation of PPR approach in the pyramid learning by using the theory of Van Hiele, to find the competence achievement in the implementation of PPR approach in the pyramid learning by using the theory of Van Hiele, and to find evaluate the responses of students in mathematics learning through PPR approach by using the theory of Van Hiele on students’ in class VIII A SMP Kanisius Kalasan academic year 2015/ 2016.

This research is a qualitative descriptive research. The required data of this research was PPR approach enforceability data, competency achievement data in the aspects of competence, conscience, and compassion, and the questionnaires of students’ responses in mathematics learning by using PPR approach. The research instruments used include the observation sheet of the learning process enforceability, the score sheet of students’ attitudes, the questionnaire of

students’ responses and the students’ learning result data .

The results of this research indicate that: (1) percentage of the enforceability of PPR apporoach reaching a score of 186 (86 %) and it was classified as very good, (2) score of competency achievement in competence aspect was 51,9 (51%) and it was classified as low. The score of competency achievement in conscience aspect was 78,87 (86%) and it was classified as good, and the score of competency achievement in compassion aspect was 82,75 (88%) and it was classified as very good, (3) the score of students’ responses in mathematics learning by using PPR approach was 104,06 (65%) and it was classified as quite enough. Reflection of students’ during the learning process,

students’ feel happy and can foster an attitude of cooperation confident, conscientious, responsibility and respect for the opinions of others. Students’ are more aware of material about the pyramid.

Keywords: implementation, Reflective Pedagogical Paradigm, pyramid, Van

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dalam Pembelajaran Limas dengan Teori

Van Hiele Pada Kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan Tahun Ajaran 2015/2016”

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi PendidikanMatematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Hongki Julie, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ibu Haniek Sri Pratini, M. Pd., selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran dan keiklasannya membimbing serta memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak ibu dosen dan staf sekretariat Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta yang senantiasa membimbing dan memberi masukan kepada penulis sejak awal menjadi mahasiswa di USD.

5. Para guru dan staf di SMP Kanisius Kalasan yang turut membantu

memperlancar penelitian skripsi ini.

6. Siswa-siswi kelas VIII SMP Kanisius Kalasan yang telah membantu dalam

pelaksanaan penelitian.

7. Ibu Nathalie Indang Harwanti yang selalu memberi dorongan, fasilitas,

semangat, kasih sayang dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan

(13)

xi

8. Teman-teman Pendidikan Matematika yang teristimewa sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Semua yang telah membantu dalam bentuk apa pun yang tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak. Penulis menyadari akan segala kekurangan dalam penulisan skripsi

ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Penulis

(14)

xii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori ... 11

1. Paradigma Pedagogi Reflektif ... 11

a. Tata Cara Pelaksanaan PPR ... 12

2. Teori Van Hiele ... 21

a. Tahapan Berpikir Teori Van Hiele ... 21

b. Fase-fase Belajar Geometri Menurut Van Hiele ... 24

(15)

xiii

(16)

xiv

a. Tes ... 61

b. Kuesioner Respon Siswa ... 62

c. Observasi Keterlaksanaan Proses Pembelajaran PPR ... 64

d. Nilai Sikap ... 65

BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN

a. Observasi Keterlaksanaan Penelitian ... 77

b. Nilai Tes Siswa ... 78

c. Nilai Remidial Siswa ... 80

d. Nilai sikap Kompetensi 3C ... 81

e. Kuesioner Respon Siswa ... 83

B. Pembahasan ... 84

1. Implementasi Paradigma Pedagogi Reflektif ... 84

a. Pertemuan Pertama ... 84

b. Pertemuan Kedua ... 98

c. Pertemuan Ketiga ... 111

d. Pelaksanaan Remidial ... 112

2. Deskripsi Pencapaian Kompetensi ... 113

a. Aspek Competence ... 113

b. Aspek Conscience ... 114

c. Aspek Compassion ... 115

3. Deskripsi Respon Siswa ... 117

(17)

xv

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 119

B. Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA ... 122

(18)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pelaksanaan PPR ... 12

Gambar 2.2 Limas Segiempat T.ABCD ... 37

Gambar 2.3 Limas Segitigat T.ABC ... 38

Gambar 2.4 Limas Segiempat T.ABCF ... 39

Gambar 2.5 Melukis Limas Segitiga D.ABC ... 39

Gambar 2.6 Melukis Limas Segitigat T.ABCD ... 40

(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Teknik Evaluasi ... 20

Tabel 2.2 Penjelasan Rumus Volum Limas ... 43

Tabel 3.1 Kriteria Hasil Tes Belajar Siswa ... 62

Tabel 3.2 Skor Kuesioner Siswa ... 63

Tabel 3.3 Kriteria Respon Siswa ... 63

Tabel 3.4 Kriteria Keterlaksanaan Pembelajaran ... 64

Tabel 3.5 Kriteria Sikap ... 66

Tabel 4.1 Jadwal Observasi Hari Pertama ... 68

Tabel 4.2 Jadwal Observasi Hari Kedua ... 68

Tabel 4.3 Hasil Observasi Guru di Kelas Secara Umum ... 70

Tabel 4.4 Hasil Observasi Siswa Pada Pra Penelitian ... 73

Tabel 4.5 Data Hasil Tes Belajar Siswa ... 79

Tabel 4.6 Data Hasil Remidial Siswa ... 80

Tabel 4.7 Nilai Skor Persentas Aspek Competence ... 81

Tabel 4.8 Perkembangan Skor Aspek Conscience ... 82

Tabel 4.9 Perkembangan Skor Aspek Compassion ... 82

Tabel 4.10 Persentase dan Kriteria Respon Siswa Melalui PPR ... 8

Tabel 4.11 Sikap Refleksi Pertemuan Pertama ... 96

(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian ... 125

Lampiran 2 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 126

Lampiran 3 Transkrip Wawancara Guru ... 127

Lampiran 4Transkrip Pelaksanaan Penelitian Hari Pertama ... 129

Lampiran 5 Transkrip Pelaksanaan Penelitian Hari Kedua... 136

Lampiran 6 Silabus ... 143

Lampiran 7 RPP ... 155

Lampiran 8 Bahan Ajar ... 174

Lampiran 9 LKS ... 184

Lampiran 10 Lembar Laporan Hasil Diskusi ... 195

Lampiran 11 Format Aksi Pembelajaran Limas ... 199

Lampiran 12 Soal Tes Hasil Belajar Limas ... 200

Lampiran 13 Soal Remidial ... 202

Lampiran 14 Lembar Kuesioner Respon Siswa ... 204

Lampiran 15 Kunci Jawab LKS ... 207

Lampiran 16 Kunci Jawab Tes Limas ... 211

Lampiran 17 Kunci Jawab Remidial ... 213

Lampiran 18 Lembar Jawab Siswa LKS ... 215

Lampiran 19 Lembar Jawab Tes Siswa ... 247

Lampiran 20 Lembar Jawab Remidi Siswa ... 258

Lampiran 21 Lembar Jawab Respon Siswa ... 269

Lampiran 22 Lembar Observasi Keterlaksanaan Penelitian ... 274

Lampiran 23 Nilai Tes Siswa ... 286

Lampiran 24 Nilai Tes Remidial ... 287

(21)

xix

Lampiran 26 Data Respon Siswa ... 292

Lampiran 27 Lembar Refleksi Siswa ... 296

Lampiran 28 Gambar Hasil Aksi Siswa ... 299

Lampiran 29 Foto Penelitian Hari Pertama ... 300

(22)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar matematika adalah proses mendapatkan pengertian

hubungan-hubungan serta simbol-simbol, kemudian mengaplikasikan

konsep-konsep yang dihasilkan ke situasi yang nyata (Hudoyo, 12: 1980).

Matematika merupakan bidang studi yang diajarkan di sekolah baik dari

Sekolah Dasar (SD) sampai perguruan tinggi. Delapan dari sepuluh pelajar

dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi mengakui bahwa

matematika merupakan pelajaran yang sulit dan ditakuti. Salah satu

karakteristik matematika yang membuat sulit dan ditakuti oleh banyak

orang adalah karena bersifat abstrak dan rumit. Oleh karena itu, adanya

media pembelajaran berupa alat peraga yang bermanfaat untuk

mengurangi keabstrakaan siswa dalam pembelajaran matematika.

Matematika merupakan kemampuan berfikir logis, analitis,

sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama yang diberikan

kepada siswa lewat pembelajaraan matematika. Dengan penguasaan

matematika diharapkan para siswa mempunyai sikap logis, cermat, analitis

serta disiplin. Oleh karena itu, guru memberikan pemahaman matematika

kepada siswa terhadap materi harus lebih ditingkatkan lagi agar tercapai

(23)

Geometri adalah bagian penting dari kurikulum, namun Carrol

(Mistretta, 2000) menemukan bahwa siswa SMP dan SMA sering tidak

memiliki pengalaman dalam penalaran tentang ide-ide geomteris. Oleh

karena itu, dengan mempelajari geometri dapat menumbuhkan

kemampuan berfikir logis, mengembangkan kemampuan memecahkan

masalah dan pemberian alasan serta dapat mendukung banyaak topik lain

dalam matematika (Kennedy dalam Nur’aeni, 2010). Sedangkan

pembelajaran geometri merupakan pembelajaran yang dijumpai dari

sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Geometri merupakan salah satu

materi yang mengajarkan siswa untuk berpikir abstrak. Oleh karena itu

geometri menjadi salah satu bidang dalam matematika yang dianggap sulit

oleh siswa. Hoffer (dalam Abdussakir, 2011) menyatakan bahwa

siswa-siswa di Amerika dan Uni Soviet sama-sama mengalami kesulitan dalam

belajar geometri. Kesulitan siswa dalam memahami konsep-konsep

geometri terutama pada konsep bangun ruang yang dikemukakan oleh

Purnomo (dalam Abdussakir, 2011). Menurut Madja (dalam Abdussakir,

2011) sedangkan diperguruan tinggi, berdasarkan pengalaman,

pengamatan dan penelitian ditemukan bahwa kemampuan mahasiswa

dalam melihat ruang dimensi tiga masih rendah.

Dari uraian diatas, untuk mengatasi permasalahan tersebut

pembelajaran geometri cocok menggunakan teori Van Hiele. Teori belajar

Van Hiele merupakan sebuah teori dalam pengajaran geometri, yang

(24)

Menurut teori ini terdapat tiga unsur utama dalam pengajaran geometri

yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran yang diterapkan.

Jika waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran yang diterapkan

ditata secara terpadu maka akan dapat meningkatkan kemampuan berfikir

siswa ke tingkat yang lebih tinggi. Teori Van Hiele menyatakan bahwa

terdapat 5 tahap belajar siswa dalam belajar geometri, yaitu tahap

pengenalan, tahap analisis, tahap pengurutan, tahap deduksi, dan tahap

akurasi. Berdasarkan 5 tahap tersebut menjelaskan bahwa siswa dapat

memahami konsep geometri berdasarkan level-level tertentu apabila

pemahaman berdasarkan level-level tertentu tersebut dikemas dalam

pembelajaran dengan mengintegrasikan lima fase van hiele yang meliput,

fase informasi, fase orientasi langsung, fase penjelasan, fase orientasi

bebas, dan fase integrasi. Hal ini agar siswa berpikir secara runtut

dikarenakan siswa terkadang memiliki tahap berpikir yang berbeda-beda,

dengan demikian siswa diajak untuk memahami konsep materi dengan

baik dan tidak hanya menghafal saja.

Cara lain untuk meningkatkan proses berpikir siswa serta

memberikan pengalaman kepada siswa agar siswa dapat memahami materi

degan baik yaitu melibatkan siswa untuk mengikuti proses belajar dan

pembelajaran secara menyeluruh. Salah satu metode pembelajaran yang

melibatkan siswa dalam proses pembelajaran adalah metode kooperatif.

Pada proses belajar secara kelompok akan membantu siswa membangun

(25)

materi pelajaran. Dengan mereka menemukan sendiri pengetahuan

tersebut, dengan sendirinya pengetahuan tersebut akan tertanam di dalam

pemikiran mereka. Beberapa tipe dalam model pembelajaran kooperatif

tetapi dalam penelitian ini peneliti memilih untuk menggunakan model

tipe group investigation (GI). Model GI merupakan pembelajaran

kooperatif yang melibatkan kelompok kecil dimana siswa bekerja

menggunakan inquiri kooperatif, perencanaan, proyek, dan diskusi

kelompok, dan kemudian mempresentasikan penemuan mereka kepada

kelas (Suyatno, 56: 2009). Group Investigation dapat melatih keaktifan

siswa, keaktifan siswa dapat telihat mulai tahap pertama sampai tahap

pembelajaran. Di dalam satu kelompok tersebut siswa mempunyai

tanggung jawab masing-masing atas tugasnya. Pada akhir pembelajaran

setiap kelompok mempresentasikan hasil pekerjaannya di depan kelas, hal

ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan berkomunikasi dengan

baik. Dalam pembelajaran dengan menggunakan tipe GI, proyek

merupakan hasil kemampuan yang dimiliki serta pengalaman belajar

siswa. Pada pembelajaran matematika, siswa diminta membuat kerangka

kubus dan diminta untuk mencari tahu berapa panjang kawat yang

dihabiskan untuk membuat rusuk kubus.

Model pembelajaran GI diatas, siswa dalam berkelompok dapat

menjalin kerjasama dengan baik terhadap rekan kerjanya. Dengan

demikian, hubungan sosial dan rasa solidaritas siswa dapat terlatih. Proyek

(26)

Pembelajaran berpola pedagogi reflektif adalah pembelajaran yang

mengintegrasikan pembelajaran bidang studi dengan pengembangan

nilai-nilai kemanusiaan. Pembelajaran bidang studi disesuaikan dengan konteks

siswa. Sedangkan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan

ditumbuhkembangkan melalui dinamika pengalaman, refleksi, dan aksi.

Proses pembelajaran ini dikenal dengan evaluasi. Secara praktis

pembelajaran berpola PPR dapat dibandingkan dengan Rencana

Pembelajaran (RP) berpola KBK. Paradigma Pedagogi Reflektif adalah

pembelajaran biasa yang dapat mengikuti semua kurikulum yang berlaku.

Melalui penekatan paradigma pedagogi reflektif, diharapkan dapat

meningkatkan competence, conscience dan compassion siswa baik dalam

pembelajaran matematika ataupun dalam kehidupan sehari-hari.

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Kanisius Kalasan, salah satu

sekolahan yang sudah menerapkan PPR dalam proses pembelajarannya.

Berdasarkan wawancara kepada guru pengampu matematika SMP

Kanisius Kalasan, penerapan PPR pada SMP Kanisius kurang optimal.

Pendekatan ini hanya berjalan saat awal diterapkan saja, lama kelamaan

pendekatan ini sudah kurang optimal diterapkan. Mengakibatkan siswa

kurang terbiasa dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif. Cara

yang digunakan guru untuk mengajar dikelas yaitu metode tutor sebaya.

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti akan mengimplimentasikan

perangkat pembelajaran yang sudah dikembangkan oleh Melati, 2016 yang

(27)

pembelajaran Group Investigation (GI). Penelitian ini dilakukan di SMP

Kanisius Kalasan .

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat

diidentifikasi permasalahan sebagai berikut.

1. Matematika merupakan pelajaran yang sulit dan ditakuti.

2. Geometri merupakan salah satu mata pelajaran yang abstrak.

3. Metode pembelajaran di kelas kurang variatif.

4. Guru kurang optimal menerapkan PPR.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut dengan mempertimbangkan

pengetahuan, kemampuan, dan waktu untuk melakukan penelitian, maka

peneliti membatasi masalah-masalah berikut.

1. Geometri merupakan salah satu pelajaran yang sulit dan ditakuti oleh

siswa.

2. Teori Van Hiele merupakan teori yang cocok untuk belajar geometri.

3. Guru kurang mengembangkan model dan metode pembelajaran yang

melibatkan siswa.

(28)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah :

1. Bagaimana keterlaksanaan implementasi pendekatan PPR dalam

pembelajaran limas dengan menggunakan teori Van Hiele pada siswa

kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan?

2. Bagaimana pencapaian kompetensi dalam implementasi pendekatan

PPR pada pembelajaran limas dengan menggunakan teori Van Hiele

untuk siswa kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan?

3. Bagaimana respon siswa kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan dalam

pembelajaran matematika melalui pendekatan PPR dengan

menggunakan teori Van Hiele ?

E. Tujuan

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam pembuatan

tugas akhir ini adalah sebagai beikut.

1. Mengetahui keterlaksanaan implementasi pendekatan PPR dalam

pembelajaran limas dengan menggunakan teori Van Hiele pada siswa

kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan.

2. Mengetahui pencapaian kompetensi dalam implementasi pendekatan

PPR pada pembelajaran limas dengan menggunakan teori Van Hiele

(29)

3. Mengetahui respon siswa kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan dalam

pembelajaran matematika melalui pendekatan PPR dengan

menggunakan teori Van Hiele.

F. Batasan Istilah

Untuk menghindari kesalahan persepsi dalam memahami

penelitian ini maka perlu diberikan batasan istilah :

1. Paradigma Pedagogi Reflektif adalah pola pikir yang dapat

menumbuhkembangkan nilai kemanusiaan siswa, siswa dapat

mengalami nilai kemanusiaan, siswa dapat merefleksikan pengalaman

yang terkait dengan nilai kemanusiaan, selanjutnya siswa dapat

mewujudkan nilai kemanusiaan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Teori Van Hiele adalah tahap berpikir siswa dalam geometri. Tahap

berpikir secara runtut atau tingkat berpikir dimana siswa tidak dapat

naik ke tingkat level yang lebih tinggi tanpa melewati tingkat level

yang rendah. Lima tahap berpikir siswa dalam teori Van Hiele yaitu :

tahap 1 (visualisasi), tahap 2(analisis), tahap 3(abstraksi), tahap

4(deduksi formal), tahap 5(rigor atau keakuratan). Dalam teori Van

Hiele terdapat 5 fase pembelajaran, yaitu : informasi , orientasi

terpadu, penjelasan, orientasi bebas, dan integrasi.

3. Belajar adalah proses aktif individu untuk berikteraksi dengan

lingkungan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku secara

(30)

4. Hasil belajar adalah suatu hasil proses belajar dari seseorang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar mencangkup Faktor-faktor internal

dan faktor eksternal.

5. Group Investigation adalah pembelajaran yang pengajaran serta

melibatkan siswa bekerja secara berkaloborasi untuk mencapai tujuan

bersama. Melalui model pembelajaran GI siswa dapat menumbuh

kembangkan rasa ingin tahu dan kepercayaan diri siswa.

6. Limas adalah bangun ruang yang alasnya berbentuk segi banyak dan

bidang sisi tegaknya berbentuk segitiga yang berpotongan pada satu

titik.

G. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan wawasan

dalam mengelola pembelajaran matematika dengan teori Van Hiele &

PPR .

2. Bagi Siswa

Penelitian ini diharapkan dapat melatih siswa untuk mengembangkan

ketrampilan dan sosial, antara lain : belajar bekerja sama,

(31)

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengalaman dan bekal bagi

peneliti dalam mengelola pembelajaran matematika dengan peneliti

memasuki di dunia kerja sebagai guru.

4. Bidang Keilmuan Matematika

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi refrensi ilmiah dan

(32)

11 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Paradigma Pedagogi Reflektif

Paradigma Pedagogi Reflektif merupakan pola pikir

(paradigma pola pikir) dalam menumbuhkembangkan pribadi siswa

menjadi pribadi kristiani/ kemanusiaan (pedagogi reflektif pendidikan

kristiani/kemanusiaan. Pola pikirnya: dalam membentuk pribadi, siswa,

diberi pengalaman akan suatu nilai kemanusiaan, kemudian siswa

difasilitasi dengan pertanyaan agar merefleksikan pengalaman tersebut,

dan berikutnya difasilitasi dengan pertanyaan aksi agar siswa membuat

niat dan berbuat sesuai dengan nilai tersebut (Subagya, 2008: 39).

PPR adalah suatu pedagogi yang merupakan suatu pendekataan,

suatu cara dosen mendampingi mahasiswa sehingga mahasiswa

berkembang menjadi pribadi yang utuh, bukan hanya sekedar metode

pembelajaran (Suparno, 2015: 18).

Tujuan utama manusia dalam pendidikan itu diterjemahkan dalam

rumusan 3C yang meliputi competence, conscience, dan compassion

(Suparno, 2015: 19).

Competence berarti menguasai ilmu pengetahuan/ ketrampilan

sesuai bidangnya. Conscience berarti mempunyai hati nurani yang dapat

(33)

mempunyai kepekaan untuk berbuat baik bagi orang lain yang

membutuhkan, punya kepedulian pada orang lain terutama yang miskin

dan kecil.

a. Tata cara Pelaksanaan PPR

Unsur utama dalam PPR ada tiga yaitu pengalaman, refleksi,

dan aksi. Ketiga unsur utama itu dibantu oleh unsur sebelum

pembelajaran yaitu konteks, dan dibantu oleh unsur setelah

pembelajaran dengan evaluasi.

Gambar 2.1 Pelaksanaan PPR 1. Konteks

Konteks untuk menumbuhkembangkan pendidikan antara

lain sebagai berikut (Subagya, 2008: 42).

Pertama, wacana tentang nilai-nilai yang ingin

dikembangkan, agar semua anggota komunitas, guru, dan siswa

menyadari bahwa yang menjadi landasan pengembangan bukan Sumber : Paul Suparno (2015)

KONTEKS PENGALAMAN

AKSI REFLEKSI

EVALUASI

(34)

peraturan, perintah, atau sanksi-sanksi, melainkan nilai-nilai

kemanusiaan. Guru(fasilitator) perlu menyemangati mereka agar

memiliki nilai seperti: persaudaraan, solidaritas, penghargaan

terhadap sesama, cinta lingkungan hidup, dan nilai-nilai lain

yang semacam itu. Diharapkan seluruh angggota komunitas

berbicara mengenai nilai-nilai.

Kedua, contoh-contoh penghayatan mengenai nilai-nilai

yang diperjuangkan, lebih-lebih contoh dari pihak guru. Kalau

itu ada, maka siswa akan cenderung melihat, bersikap, dan

berperilaku sesuai engan nilai yang dihayati lingkungannya.

Ketiga, hubungan akrab, saling percaya, agar bisa terjalin

dialog yang saling terbuka antara guru dan siswa. Setiap orang

dihargai, ditunjukkan kebaikkannya, ditantang untuk melakukan

yang benar, baik, dan indah.

Dengan demikian, konteks adalah deskripsi tentang

“dengan siapa” berinteraksi, “bagaimana” latar belakang dan

pengalaman hidupnya, “dimana” dan “seperti apa” lingkungan

tempatnya berinteraksi tersebut, serta “mengapa” mengikuti

proses pembelajaran (P3MP-LPM USD, 2012).

2. Pengalaman

Pengalaman untuk menumbuhkan persaudaraan, solidaritas,

(35)

kelompok kecil yang “direkayasa” sehingga terjadi interaksi dan

komunikasi yang intensif, ramah, sopan, penuh tenggang rasa,

dan akrab (Subagya, 2008: 42).

Pengalaman dipakai untuk menunjukkan pada setiap

kegiatan yang memuat pemahaman kognitif bahan yang disimak

yang juga memuat unsur afektif yang dihayati oleh pelajar

(Subagya, 2010: 51).

Ada dua jenis pengalaman dalam pembelajaran, yaitu

pengalaman lansung dan tidak langsung (Suparno, 2015: 29).

a. Pengalaman langsung

Adalah yang sungguh dialami oleh mahasiswa sendiri,

sehingga seluruh diri terlibat.

b. Pengalaman tidak langsung

Pengalaman yang diperoleh seseorang (bukan dialami

sendiri) dari mendengar, membaca, dan melihat melalui

berbagai media. Pengalaman tidak langsung kurang

memiliki kekuatan membangkitkan dimensi afektif.

Oleh karena itu, pengalaman tidak langsung perlu

diperkaya dengan imajinasi.

3. Refleksi

Guru memfasilitasi dengan pertanyaan agar siswa terbantu

(36)

divergen (menyebar ke seluruh siswa), agar siswa secara otentik

dapat memahami, mendalami, dan meyakini temuannya. Siswa

dapat diajak untuk diam dan hening untuk meresapi apa yang

baru saja dibicarakan. Melalui refleksi, siswa meyakini maka

nilai yang terkandung dalam pengalamannya. Diharapkan siswa

membentuk pribadi mereka sesuai dengan nilai yang terkandung

dalam pengalamannya itu (Subagya, 2010: 43).

Refleksi adalah langkah yang sangat penting dalam

berdinamika PPR. Tahap refleksi mahasiswa dibantu untuk

menggali pengalaman mereka sedalam-dalamnya dan

seluas-luasnya, dan mengambil makna bagi hidup pribadi, hidup

bersama, dan hidup bermasyarakat (Suparno, 2015: 33).

Refleksi menjadi unsur yang penting dalam pendidikan

Ignasian karena menjadi penghubung anatara pengalaman dan

tindakan. Refleksi berarti mengadakan pertimbangan seksama

dengan menggunakan daya ingat, pemahaman, imajinasi, dan

perasaan menyangkut bidang ilmu, pengalaman, ide, tujuan

yang diinginkan atau reaksi spontan untuk menangkap makna

dan nilai hakiki dari apa yang dipelajari. Melalui refleksi,

pengalaman yang diperoleh dalam proses pembelajaran

diperdalam untuk menangkap makna esendial atau arti penting

(37)

diharapkan tumbuh menjadi pribadi yang memiliki kedalam

competence, conscience, dan compassion (P3MP-LPM USD,

2012).

Tujuan kegiatan refleksi adalah:

a. Menangkap arti atau nilai hakiki dari apa yang

dipelajari.

b. Menemukan keterkaitan antar pengetahuan dan antara

pengetahuan dengan realitasnya.

c. Memahami implikasi pengetahuan dan seluruh

tanggung jawabnya.

d. Membentuk hati nurani.

Refleksi dapat dilakukan dengan cara :

a. Menggunakan ingatan : mengingat kembali apa yang

dipelajari

b. Mendayakan hati : mencermati perasaan, menyadari

reaksi batin, mempertimbangkan dorongan hati

c. Mengaktifkan pikiran : memperdalam pemahaman,

melihat implikasi bagi diri sendiri dan orang lain.

d. Menghidupkan kehendak : bagaimana sikap dan

(38)

Istilah refleksi dipakai dalam arti : menyimak kembali

penuh perhatian bahan studi tertentu, pengelaman, ide-ide,

usul-usul, atau reaksi spontan supaya dapat menangkap maknanya

lebih dalam. Jadi refleksi adalah suatu proses yang

memunculkan makna dalam pengalaman manusiawi (Subagya,

2010 :55).

4. Aksi

Aksi adalah tindakan, baik aksi batin maupun aksi tindakan

psikomotorik, yang dilakukan mahasiswa setelah mereka

merefleksikan pengalaman belajar mereka (Suparno, 2015 :37).

Aksi atau tindakan adalah kegiatan mencerminkan

pertumbuhan batin berdasarkan yang telah direfleksikan (Guru

memfasilitasi siswa dengan pertanyaan aksi agar siswa terbantu)

(P3MP-LPM USD, 2012).

Istilah aksi dipakai untuk menunjuk pertumbuhan batin

seseorang berdasarkan pengalaman yang telah direfleksikan dan

juga pada manifestasi lahiriahnya (Subagya, 2010: 61). Istilah

ini mencangkup dua langkah (P3MP-LPM USD, 2012: 29) :

a. Menumbuhkan pilihan-pilihan batin. Tahap ini

merupakan momentum bagi peserta didik untuk

(39)

membiarkan diri ke arah mana ia pimpin oleh

kebenaran itu. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh

dalam proses pembelajaran. Di sinilah pembelajaran

dihadapkan pada makna dan nilai yang menyodorkan

pilhan-pilihan yang harus diambil. Ketrampilan

membuat laporan akutansi dapat membawa pilihan

untuk memanfaatkannya secara jujur dalam membuat

laporan keuangan demi kepentingan diri atau

organisasi.

b. Menyatakan pilihan secara lahir. Pada suatu ketika,

makna-makna, hidup, sikap, nilai-nilai, yang telah

menjadi bagian dari dirinya, mendorong peserta didik

berbuat sesuatu yang konsisten dengan keyakinan

barunya. Kalau maknanya positif, peserta didik akan

meningkatkan keadaan yang menimbulkan pengalaman

yang bermakna positif. Kalau maknanya negatif, peserta

didik akan berusaha memperbaiki, mengubah,

mengurangi, atau menghindari apa yang menimbulkan

pengalaman yang negatif itu. Misalnya, kalau sekarang

insaf akan sebab-sebab hasil belajarnya yang buruk ia

akan mengubah cara belajar untuk menghindari

(40)

Untuk membangun niat dan bertindak sesuai hasil

refleksinya. Dengan membangun niat dan berperilaku dari

kemauannya sendiri siswa membentuk pribadinya agar nantinya

(lama-kelamaan) menjadi perjuang bagi nilai-nilai yang

direfleksikannya.

5. Evaluasi

Kegiatan evaluasi dimaksudkan untuk melihat secara

keseluruhan bagaimana proses PPR itu terjadi dan berkembang

(Suparno, 2015: 40).

Evaluasi dalam pembelajaran adalah aktivitas untuk

memonitor perkembangan akademis siswa. Evaluasi merupakan

proses pengumpulan, pengolahan dan pengambilan keputusan

atas data tentang suatu obyek selanjutnya dipertimbangkan

pemberian nilai atas proyek tersebut berdasarkan pada suatu

kriteria tertentu. Dalam evaluasi pembelajaran, yang menjadi

obyek penilaian adalah proses dan hasil belajar. Evaluasi proses

pembelajarn menekankan pada evaluasi pengolahan pembelajarn

yang dilaksanakan oleh pembelajaran meliputi keefektifan

strategi pembelajaran yang dilaksanakan, keefektifan media

pembelajaran, cara mengajar yang dilaksanakan, dan minat,

sikap serta cara belajar siswa. Evaluasi hasil pembelajaran atau

evaluasi hasil belajar antara lain menggunakan tes untuk

(41)

dalam hal ini adalah penguasaaan kompetensi oleh setiap siswa

(P3MP-LPM USD, 2012: 35).

Beberapa teknik evaluasi yang dapat digunakan

berdasarkan jenis kompetensi adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Teknik evaluasi

Jenis kompetensi Teknik pengukuran

Perolehan pengetahuan  Tes obyektif, Tes uraian, Tes lisan

 Presentasu lisan

 Laporan evaluasi mandiri

Ketrampilan kognitif  Studi kasus

 Peta konsep

 Laporan pemecahan masalah

 Visualisasi masalah

 Jurnal reflektif

 Simulasi komputer

 Observasi pemecahan masalah

 Portofolio

Sikap, perilaku, dan

nilai

 Bermain peran

 Tes obyektif, Jurnl reflektif

Tulisan bebas (opinion paper, diary,

argumentative paper)

 Observasi dalam situasi otentik

Teknik evaluasi yang tercantum dalam tabel di atas dapat

digunakan dalam konteks evaluasi competence, conscience, dan

compassion. Domain competence mencangkup kompetensi

perolehan pengetahuan, ketrampilan kognitif, ketrampilan

psikomotor, dan ketrampilan pemacahan masalah. Domain

conscience dan compassion mencangkup sikap, perilaku, dan

(42)

Setelah pembelajaran, guru memberikan evaluasi atas

kompetensinya dari sisi akademik. Ini adalah hal wajar dan

merupakan keharusan. Bertujuan untuk mengembangkan ranah

akademik dan menyiapkan siswa menjadi kompeten di bidang

studi yang dipelajarinya.

2. Teori Van Hiele

a. Tahapan Berpikir teori Van Hiele

Menurut Piere van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof (dalam

Thohari) belajar geometri seseorang akan melalui lima tingkatan

hierarkis. Siswa yang didukung dengan pengalaman pengajaran yang

tepat, akan melewati lima tingkatan, dimana siswa tidak dapat

mencapai satu tingkatan pemikiran tanpa melewati tingkatan

sebelumnya. Lima tingkatan tersebut ialah :

1) Tahap 0 Pengenalan (Visualisasi)

Pada tahap ini siswa mulai mengenal dan menamakan

bentuk-bentuk bangun berdasarkan pada karakteristik dan

penampilan. Bentuk-bentuk bangun tersebut dikenal melalui

pengamatan namun belum dapat mengetahui sifat dan

masing-masing bangun maupun ciri-ciri dari setiap bangun (Walle,

2008: 151-152).

Sedangkan menurut Crowley (1987), pada tahap ini

(43)

berdasarkan karakteristik visual dan penampakannya. Siswa

secara eksplisit tidak terfokus pada sifat-sifat obyek yang

diamati, tetapi memandang obyek sebagai keseluruhan. Oleh

karena itu, pada tahap ini siswa tidak dapat memahami dan

menentukan sifat geometri dan karakteristik bangun yang

ditunjukkan.

2) Tahap 1 Analisis

Siswa sudah mampu mengenali sifat-sifat pada bangun

geometri, namun siswa belum dapat memahami adanya

keterkaitan bangun yang satu dengan bangun yang lainnya

(Walle, 2008: 152-153).

Tahap ini siswa dapat menentukan sifat-sifat suatu

bangun dengan melakukan pengamatan, pengukuran,

eksperimen, menggambar dan membuat model namun, siswa

belum sepenuhnya dapat menjelaskan hubungan antara

sifat-sifat tersebut, belum dapat melihat hubungan antara beberapa

bangun geometri dan definisi tidak dapat dipahami oleh siswa

(Crowley, 1987: 2).

3) Tahap 2 Pengurutan (Deduksi Informal)

Hasil pemikiran pada tahap 2 adalah hubungan diantara

sifat-sifat obyek geometri. Pada tahap ini siswa dapat menarik

kesimpilan dan sudah dapat mengurutkan bangun geometri.

(44)

Tahap ini ada juga yang menyebut tahap abstraksi (Walle,

2008: 153-154).

Objek pemikiran pada tingkat 2 adalah sifat-sifat dari

bentuk. Siswa pada tingkat 2 dapat mengikuti dan

mengapresiasi pendapat-pendapat informal, deduktif tentang

bentuk dan sifat-sifatnya. Hasil pemikiran pada level 2 adalah

hubungan diantara sifat-sifat obyek geometri (Crowley, 1987:

3).

4) Tahap 3 Deduksi

Pada tahap ini siswa sudah mampu mengambil

kesimpulan deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari hal yang

bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus (Walle, 2008:

153-154). Siswa telah mengerti betapa pentingnya peranan

unsur-unsur yang didefinisikan.

Seseorang pada tingkat ini dapat membangun, bukan

hanya menghafal, bukti; kemungkinan mengembangkan bukti

di lebih dari satu cara terlihat; interaksi kondisi perlu dan

cukup dipahami; perbedaan antara pernyataan dan

kebalikannya dapat dibuat (Crowley, 1987: 3).

5) Tahap 4 Akurasi / Rigor

Pada tahap ini siswa mampu memahami aspek-aspek

formal dari deduksi, seperti pembentukan dan perbandingan

(45)

Menurut Crowley (1987), siswa bernalar secara formal

dalam sistem matematika dan dapat menganalisis konsekuiensi

dari manipulasi aksioma dan definisi.

Tahap teori Van Hiele meliputi tahap visualisasi, tahap

Analisis, tahap pengurutan (deduksi informal), tahap deduksi,

dan tahap akurasi (rigor).

b. Fase-fase Belajar Geometri menurut Van Hiele

Menurut Crowlwy (dalam Nur’aeni, 2010) menyatakan bahwa

kemajuan tingkat berfikir geometri siswa maju dari satu tingkatan ke

tingkatan berikutnya melibatkan lima tahapan atau sebagai hasil dari

pengajaran yang diorganisir ke lima tahap pembelajaran. Kemajuan

dari satu tingkat ke tingkat berikutnya lebih bergantung pada

pengalaman pendidikan/ pembelajaran ketimbang pada usia atau

kematangan. Sejumlah pengalaman dapat mempermudah (atau

menghambat) kemajuan dalam satu tingkat atau ke satu tingkat yang

lebih tinggi. Fase-fase Van Hiele digambarkan berikut ini :

Fase 1. Informasi

Pada awal tingkat ini, guru dan siswa menggunakan

tanya-jawab dan kegiatan tentang objek-objek yang dipelajari pada tahap

berpikir siswa (Nur’aeni, 2010: 32).

Menurut Thohari, pada tahap ini siswa mengenal domain yang

dikerjakan. Guru dan siswa mengupayakan berbicara dan aktivitas

(46)

berbicara, mengarahkan siswa untuk meneliti bagaimana objek-objek

itu sama dan mengapa objek-objek itu berbeda.

Fase 2. Orientasi Terpadu

Siswa menjajaki objek-objek pengajaran dalam tugas-tugas

yang terstruktur secara cermat seperti pelipatan, pengukutan, atau

pengkonstruksian (Nur’aeni, 2010: 32).

Pada tahap ini siswa mengerjakan tugas yang melibatkan

hubungan berbeda dari jaringan yang dibentuk. Guru mengarahkan

siswa untuk meneliti karakteristik khusus dari objek-objek yang

dipelajari. Dengan pemberian tugas singkat, hal ini dirancang untuk

memancing respon-respon khusus siswa (Thohari: 20).

Fase 3. Penjelasan

Siswa mengekspresikan/ mengambarkan apa yang telah

mereka pelajari mengenai topik dengan kata kata mereka sendiri, guru

membantu siswa dalam menggunakan kosa kata yang benar dan

akurat serta memperkenalkan istilah-istilah yang relevan (Nur’aeni,

2010: 32).

Menurut Thohari, guru memperkenalkan terminologi tentang

geometri dan mewajibkan siswa untuk menggunakannya dalam

pecakapan dan dalam mengerjakan tugas. Siswa dapat mengetahui

hubungan konsep-konsep geometri, dan mencoba mengekspresikan

(47)

yang dipelajari ke tingkat pemahaman melalui diskusi antar siswa

dengan menggunakan bahasanya.

Fase 4. Orientasi Bebas

Siswa menerapkan hubungan-hubungan yang sedang mereka

pelajari untuk memecahkan soal dan memeriksa tugas yang lebih

terbuka (open-ended) (dalam Nur’aeni, 2010: 32).

Siswa menghadapi tugas-tugas yang lebih kompleks berupa

tugas yang memerlukan banyak langkah, tugas yang dilengkapi

dengan banyak cara, dan tugas yang open-ended. Mereka memperoleh

pengalaman dalam menemukan cara mereka sendiri, maupun dalam

menyelesaikan tugas-tugas. Melalui orientasi di antara para siswa

dalam bidang investigasi, banyak hubungan antar objek menjadi jelas

(Thohari: 21).

Fase 5: Integrasi

Siswa meringkas/ membuat ringkasan dan mengintegrasikan

apa yang telah dipelajari, dengan mengembangkan satu jaringan baru

objek-objek dan relasi-relasi (Nur’aeni, 2010: 32).

Pada fase ini pembelajaran dirancang untuk membuat

ringkasan terhadap apa yang telah mereka pelajari. Maksud dari fase

ini bukan meneliti suatu ide baru, tetapi mencoba untuk

mengintegrasikan apa yang telah diteliti dan didiskusikan dan

diterapkan. Pada fase ini, tingkat berpikir siswa yang baru telah

(48)

Dari uraian diatas, teori Van Hiele adalah tahap berpikir siswa

secara runtut dalam geometri atau tingkat berpikir dimana siswa tidak

dapat naik ke tingkat level yang lebih tinggi tanpa melewati tingkat level

yang rendah. Lima tahap berpikir siswa dalam teori Van Hiele yaitu :

tahap 1 (visualisasi), tahap 2(analisis), tahap 3(abstraksi), tahap

4(deduksi formal), tahap 5(rigor atau keakuratan). Dalam teori Van Hiele

terdapat 5 fase berfiir siswa, yaitu : informasi , orientasi terpadu,

penjelasan, orientasi bebas, dan integrasi.

3. Hakekat Matematika

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), matematika

merupakan ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan

prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah

mengenai bilangan. Seorang matematikawan yang bernama Sawyer

(dalam Hudojo, 1998) mengatakan bahwa matematika adalah klasifikasi

studi dari semua kemungkinan pola.

Soedjadi (2000: 11) mengemukakan bahwa ada beberapa definisi

atau pengertian matematika berdasarkan sudut pandang pembuatnya,

yaitu sebagai berikut :

a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir

secara sistematik,

(49)

c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan

berhubungan dengan bilangan,

d. Matematika adalah pengetahuan fakta-fakta kuantitatif dan masalah

tentang ruang dan bentuk,

e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik,

f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.

Selanjutnya Soedjadi (2000: 13) mengemukakan beberapa

ciri-ciri khusus dari matematika adalah :

a. Memiliki objek kajian yang abstrak,

b. Bertumpu pada kesepakatan,

c. Berpola pikir deduktif,

d. Memiliki simbol yang kosong dari arti,

e. Memperhatikan semesta pembicaraan,

f. Konsisten dalam sistemnya.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa matermatika adalah

ilmu bilangan, bersifat abstrak, penalaran secara logik, konsisten, dan

berpola pikir deduktif.

4. Pengertian Belajar

Belajar merupkan kegiatan setiap orang, seseorang dikatakan

belajar bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu menjadi suatu proses

kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku (Hudojo,

(50)

Menurut Suryono dan Hariyanto (2011: 9), belajar adalah suatu

aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan,

meningkatkan ketrampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan

mengokohkan kepribadian. Dalam hal ini, interaksi aktif dengan

lingkungan yang dimaksudkan menyangkut kognitif, afektif, dan

psikomotor (Djamarah, 1999: 22).

Menurut para pakar pendidikan Gagne, agar pengertian belajar

tidak melenceng pada hakikat belajar sendiri, maka dikemukakan definisi

tentang belajar (dalam Suparjo, 2009: 2) belajar adalah perubahan

dispososi yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi

tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang

secara alamiah.

Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah

proses aktif individu untuk berikteraksi dengan lingkungan yang

mengakibatkan perubahan tingkah laku secara keseluruhan pribadi

seseorang.

5. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah

melalui kegiatan belajar menurut Abdurrahman (dalam Haris, 2012).

Suprijono (2013: 5) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,

(51)

Sudjana (2010: 22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang

dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Menurut Dalyono (2010: 55) mengatakan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi prestasi belajar siswa mencakup: “faktor internal

dan faktor eksternal” sebagai berikut:

1. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri

siswa itu sendiri, yang terdiri dari N.Ach (Need For achievement)

yaitu kebutuhan atau dorongan atau motif untuk berprestasi.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri

pelajar. Hal ini dapat berupa sarana prasarana, situasi lingkungan

baik itu lingkungan keluarga, sekolah maupun lingkungan

masyarakat. Menurut pendapat Rooijakers yang diterjemahkan

oleh Soerono (1982), mengatakan bahwa “Faktor yang

mempengaruhi prestasi belajar adalah faktor yang berasal dari si

pelajar (siswa), faktor yang berasal dari si pengajar (guru). Faktor

yang berasal dari siswa meliputi motivasi, perhatian pada

pelajaran yang berlangsung, tingkat penerimaan dan pengingatan

bahan, kemampuan menerapkan apa yang dipelajari, kemampuan

memproduksi dan kemampuan menggeneralisasi. Faktor yang

berasal dari guru meliputi kemampuan membangun hubungan

(52)

kemampuan memberikan penjelasan, kemampuan menyebutkan

pokok-pokok masalah yang diajarkan, kemampuan mengarahkan

perhatian pada pelajaran yang sedang berlangsung, kemampuan

memberikan tanggapan terhadap reaksi.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

adalah suatu hasil proses belajar dari seseorang. Faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar mencangkup faktor internal dan faktor

eksternal.

6. Investigasi kelompok (Group Investigation)

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang

digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas

atau pembelajaran tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat

pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer,

kurikulum, dan lain-lain menurut Joyce (dalam Trianto, 2009).

Belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan

kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi menurut Slavin

(dalam Trianto, 2009). Johnson & Johnson (dalam Trianto, 2009)

menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah

memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatkan prestasi akademik dan

(53)

Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi

pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkaloborasi untuk

mencapai tujuan bersama (Eggen and Kauchak dalam Trianto, 2009: 58).

Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah investigasi

kelompok (Investigation Group). Investigasi kelompok merupakan model

pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk

diterapkan. Pendekatan ini dirancang oleh Herbert Thelen (Arends, 2008:

13) dan disempurnakan oleh Sharan dan rekan-rekan sejawatnya di Tel

Aviv University.

Langkah-langkah pembelajaran model Group Investigation (GI)

(Suyatno, 2009: 123) :

a) Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen.

b) Guru menjelaskan maksud pembelajaran maksud

pembelajaraan dan tugas kelompok.

c) Guru memanggil para ketua untuk satu materi tugas sehingga

satu kelompok mendapat satu materi/ tugas yang berbeda dari

kelompok lain.

d) Setiap kelompok membahas materi yang sudah ada secara

kooperatif berisi penemuan.

e) Setelah selesai diskusi, lewat juru bicara, ketua menyampaiakan

hasil pembahasan kelompok.

f) Guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi

(54)

g) Evaluasi.

h) Penutup.

Model pembelajaran kooperatif dari uraian diatas adalah

pembelajaran yang pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara

berkaloborasi untuk mencapai tujuan bersama. Melalui model

pembelajaran GI siswa dapat menumbuh kembangkan rasa ingin tahu dan

kepercayaan diri siswa.

7. Perangkat

Perangkat yang digunakan dalam proses pembelajaran disebut

dengan perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang

diperlukan dalam mengelola proses belajar mengajar dapat berupa;

silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kegiatan

Siswa (LKS), Instrumen Evaluasi atau Tes Hasil Belajar (THB), media

pembelajaran, serta buku ajar siswa menurut Ibrahim (dalam Trianto,

2010: 201).

a. Silabus

Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau

kelompok mata pelajaran tertentu yang mencakup standar kompetensi,

kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi

(55)

Departemen Pendidikan Nasional (2008: 16) (dalam Sa’dun, 2013)

silabus adalah rencana pembelajaran pada satu dan/ atau kelompok

mata pelajaran / tema tertentu yang mencangkup standar kompetensi,

kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan

sumber belajar.

b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RPP adalah rencana pelaksanaan berorientasi pembelajaran terpadu

yang menjadi pedoman bagi guru dalam proses belajar mengajar

(Trianto, 2010: 214).

RPP merupakan suatu perkiraan proyeksi guru mengenai seluruh

kegiatan yang akan dilakukan baik oleh guru maupun peserta didik,

terutama dalam kaitannya dengan pembentukan kompetensi dan

pencapaian tujuan pembelajaran (Mulyasa, 2009: 155).

c. Lembar Kerja Siswa (LKS)

LKS memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan

oleh siswa untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya

pembentukan kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian hasil

belajar yang harus ditempuh (Trianto, 2010: 223).

d. Bahan Ajar

Trianto (2010: 227) mengatakan bahwa bahan ajar adalah buku

panduan bagi siswa dalam kegiatan pembelajaran yang memuat materi

(56)

informasi, dan contoh-contoh penerapa sains dalam kehidupan

sehari-hari.

Buku ajar adalah buku teks yang digunakan sebagai rujukan

standar pada mata pelajaran tertentu (Sa’dun, 2013: 33). Hidayat

(2013: 62) bahan ajar adalah segala sesuatu yang ditawarkan kepada

siswa sebagai pemelajar dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai

tujuan.

e. Media Pembelajaran

Media pembelajaran adalah sebagai penyampaian pesan (the

carriers of messanges) dari beberapa sumber saluran ke penerima

pesan (the receiver of the messange) (Trianto, 2010: 234).

f. Tes Hasil Belajar

Trianto (2010: 235) mengungkapkan tes hasil belajar merupakan

tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa, yang

mengacu pada kompetensi dasar yang ingin dicapai, dijabarkan

kedalam indikator pencapaian hasil belajar dan disusun berdasrkan

kisi-kisi penulisan butir soal lengkap denga kunci jawabannya serta

lembar observasi penilaian psikomotor kinerja siswa.

Perangkat pembelajaran adalah perangkat yang digunakan untuk

mencapai tujuan pembelajaran dalam proses pembelajaan. Perangkat

pembelajaran meliputi silabus, RPP, LKS, bahan ajar, media

(57)

8. Materi Pembelajaran: Limas A. Pengertian Limas

Menurut Slavin & Crisoniso (2005: 173), limas adalah bangun

ruang sisi datar yang memiliki satu bidang segi-n dan bidang lainnya

berbentuk segitiga yang bertemu di satu titik. Limas adalah bangun

ruang yang alasnya berbentuk segi banyak (segitiga, segi empat, atau

segi lima) dan bidang sisi tegaknya berbentuk segitiga yang

berpotongan pada satu titik (Nuharini, 2008: 225). Limas adalah

bangun ruang yang dibentuk dengan menghubungkan titik-titik sudut

dari alasnya dengan suatu titik yang terletak di luar alas tersebut

(Dudeja, 2014: 170).

Dari uraian diatas, limas adalah bangun ruang sisi datar yang

beralas segi banyak dan sisi tegaknya berbentuk segitiga yang

berpotongan pada satu titik.

B. Jenis-jenis Bangun Limas

Nama-nama bangun limas ditentukan oleh bentuk

alasnya,contohnya:

a. Jika limas berbentuk segitiga beraturan disebut limas segitiga

beraturan.

b. Jika alas limas berbentuk persegi disebut limas persegi atau

limas segi empat beraturan.

c. Jika alasnya berbentuk segi-n beraturan disebut limas segi-n

(58)

d. Jika alas limas berbentuk segitiga, segiempat, atau segi-n

sebarang maka disebut limas segi-n sebarang.

C. Bagian-bagian Limas

Gambar 2.2 Limas segiempat T.ABCD

Berikut ini akan dijelaskan mengenai bagian-bagian limas

berdasarkan limas segiempat T.ABCD seperti gambar diatas.

a. Bidang sisi limas adalah bidang pembentuk bangun ruang limas

yang terdiri atas bidang sisi alas dan bidang sisi tegak. Bidang sisi

limas segiempat berjumlah 5 buah, yaitu ABCD, TAB, TBC,

TCD, dan TAD. ABCD adalah bidang sisi alas, sedangkan TAB,

TBC, TCD, dan TAD adalah bidang sisi tegak.

b. Rusuk limas adalah garis yang merupakan perpotongan antara dua

bidang sisi bangun ruang limas. Rusuk limas segiempat berjumlah

8 buah yaitu TA, TB, TC, TD, AB, BC, CD, dan AD.

c. Titik sudut adalah pertemuan tiga rusuk atau lebih dari suatu

bangun ruang. Titik limas segiempat berjumlah 5 buah yaitu sudut

(59)

d. Diagonal bidang adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik

sudut sebidang yang saling berhadapan. Diagonal bidang limas

segiempat adalah AC dan BD.

e. Bidang diagonal limas adalah bidang yang melalui sebuah

diagonal bidang alas dan dibatasi oleh rusuk tegak limas. Bidang

diagonal limas segiempat adalah TAC dan TBD.

D. Sifat –sifat limas a. Limas segitiga

Sebuah limas segitiga T.ABC. Pada limas segitiga T.ABC, semua

sisi limas tersebut berbentuk segitiga. Jika limas segitiga memiliki

semua sisi yang berbentuk segitiga sama sisi, maka limas tersebut

disebut limas segitiga beraturan.

Gambar 2.3 Limas segitiga T.ABC b. Limas segiempat

Limas segiempat T. ABCD memiliki alas berbentuk persegi.

(60)

yang sama panjang. Jadi, limas segiempat memiliki diagonal alas

yang sama panjang.

Gambar 2.4 Limas Segiempat T.ABCD E. Melukis Limas

a. Limas segitiga

Gambar 2.5 Melukis Limas Segitiga D.ABC

Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam melukis

sebuah limas segitiga adalah:

1. Lukis bidang alas limas berbentuk segitiga

2. Tetapkan titik beratnya.

3. Tarik garis vertikal dari titik berat alas untuk mewakili garis

(61)

4. Tetapkan titik puncak limas berdasarkan panjang garis tinggi

limas.

5. Tarik garis lurus melalui puncak ke masing-masing titik

sudut bidang alas.

6. Lukis garis-garis yang tidak tampak dengan garis

putus-putus.

b. Limas segiempat

Gambar 2.6 Melukis Limas Segiempat T.ABCD

Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam melukis

sebuah limas segiempat beraturan adalah:

1. Lukis bidang alas limas berbentuk persegi atau persegi

panjang.

2. Tetapkan titik beratnya.

3. Tarik garis vertikal dari titik berat alas untuk mewakili garis

(62)

4. Tetapkan titik puncak limas berdasarkan panjang garis tinggi

limas.

5. Tarik garis lurus melalui puncak ke masing-masing titik

sudut bidang alas.

6. Lukis garis-garis yang tidak tampak dengan garis

putus-putus.

F. Jaring-jaring Limas

(63)

Jaring-jaring limas adalah rangkaian sisi-sisi suatu limas yang

jika dipadukan akan membentuk suatu limas.

G. Luas Permukaan Limas

Untuk mencari luas permukaan limas, berarti sama saja dengan

menghitung luas jaring-jaring limas tersebut. Karena ada berbagai

macam jenis limas, maka luas permukaan juga bergantung pada jenis

limas tersebut.

Pada limas segiempat E.ABCD,

Luas permukaan limas = Luas Persegi ABCD + luas segitiga EAB

+ luas segitiga EBC + luas segitiga ECD

+luas segitiga EAD

= Luas alas + jumlah luas seluruh sisi tegak

Maka untuk setiap lima segitiga maupun limas segi banyak berlaku

rumus: Luas permukaan limas = luas alas + jumlah luas segitiga

pada bidang tegaknya.

H. Volume Limas

Penentuan rumus volume limas dapat diperoleh melalui teori

matematis. Penentuan rumus volume limas segiempat misalnya,

diperoleh dari hasil pemotongan kubus pada diagonal ruangnya.

Gambar

Gambar 2.1 Pelaksanaan PPR ............................................................................
Gambar 2.1 Pelaksanaan PPR
Tabel 2.1 Teknik evaluasi
Gambar 2.2 Limas segiempat T.ABCD
+7

Referensi

Dokumen terkait

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN TEORI VAN HIELE UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN DASAR. GEOMETRI SISWA KELAS VII C SMP AL-IRSYAD SURAKARTA PADA

peraturan-peraturan menteri pendidikan nasional dan beberapa sumber dari media internet yang berkaitan dengan teori van Hiele, pembelajaran matematika untuk SMP, dan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pencapaian tahap berpikir geometri menurut Teori van Hiele dari 60 anak secara rata-rata didapatkan

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui peningkatan level berpikir geometri siswa yang diterapkan pembelajaran berbasis teori van Hiele dan siswa yang

Penelitian ini dirancang untuk mengeksplorasi dan mendeskripsikan proses pemecahan masalah geometri berdasarkan teori Van Hiele. Oleh karena itu jenis penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat berfikir siswa kelas V SD Hj Isriati Baiturhman 2 tentang materi volume kubus dan balok menurut Teori Van Hiele, dan

Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah geometri siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif berbasis teori Van Hiele (kelas eksperimen)

Sedangkan untuk tingkatan berpikir Van Hiele, penelitian yang pernah dilakukan oleh Khoiriyah, Nor, dkk (2012) meneliti tentang tingkat berpikir siswa berdasarkan teori Van