1
ditunjukan dengan dibentuknya World Health Organization yang berdiri di bawah naungan United Nation. Beberapa tahun belakangan ini, WHO menangani dan meneliti mengenai dampak buruk perilaku merokok pada wanita. WHO melakukan penelitian terhadap 151
negara di dunia dan WHO mengungkapkan beberapa fakta bahwa saat ini, perilaku merokok
pada laki-laki dan perempuan hampir sama di beberapa negara. Terdapat 1,5 juta wanita
meninggal karena merokok dan rata-rata 75% dari wanita tersebut tinggal di negara yang
memiliki penghasilan rendah sampai menengah. Selain itu, WHO juga mengungkapkan
bahwa wanita merupakan target terbesar dalam industri rokok, di mana industri rokok
mengkampanyekan iklan rokok yang menggambarkan stereotipe gender dan hubungan yang
salah antara perilaku merokok dengan konsep cantik, gengsi dan kebebasan
(WHO-Departement of Gender, Women and Health, 2010).
Fakta dari WHO tersebut dibuktikan juga dari hasil survey ASH (Action on Smoking Health) yang menyebutkan bahwa Indonesia menjadi negara dengan perilaku merokok terbesar ketiga setelah China dan India. Pada tahun 1995, terhitung ada 53% jumlah perokok
laki-laki dan 0,7% perokok wanita di Indonesia. Namun jumlah tersebut meningkat drastis
pada tahun 2011 yaitu sekitar 67% perokok laki-laki sedangkan perokok wanita sekitar 4,6%.
Artinya perilaku merokok pada wanita meningkat 8 kali lipat sejak tahun 1995-2011, dan dari
4,6% perokok wanita, terdapat sekitar 2,9% perilaku merokok tersebut dilakukan oleh
mahasiswi (Dahi, 2013).
Berbagai kerugian merokok sangat banyak bagi kesehatan, terutama sangat rentan
dirasakan oleh kaum wanita. Menurut penelitian Ezzati, Lopez, Rodgers Vander & Murray
(2002), merokok merupakan salah satu penyebab kematian dini yang dapat menimbulkan
berbagai penyakit dan kecacatan. Selain itu, Zuker, Harrell, Rubino, Stewart, Pomerleau dan
kemandulan, mudah terkena kanker rahim, resiko mendapatkan bayi cacat bahkan
mengakibatkan kematian.
Menurut Smet, Maes, Clercq, Haryanti, dan Winarno (1999), pada mulanya perilaku
merokok terjadi saat individu berusia remaja dan akan terus berlanjut sampai masa dewasa.
Khor, Kin, Farizah, et al. (2006) mengatakan orang-orang yang telah merokok sejak lama akan sulit berpaling dari daya tarik rokok itu sendiri. Khor et al. (2006) telah melakukan penelitian terhadap 1000 mahasiswi yang berusia antara 19-24 tahun di Universitas Kuala
Lumpur. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa 79% mahasiswi tidak pernah
merokok, 21% telah mencoba merokok dan 4,3% adalah perokok dan kebanyakan mahasiswi
di Universitas Kuala Lumpur tersebut menghabiskan rokoknya kurang dari 10 batang per hari
dan sebagian besar mahasiswi dipengaruhi oleh teman-temannya. Sekitar 2/3 dari jumlah
mahasiswi tersebut yang merokok telah mencoba untuk berhenti, namun sekitar 19% tidak
berencana untuk berhenti.
Perilaku merokok tersebut terjadi pula dikalangan mahasiswi UKSW. Terdapat
beberapa faktor yang menyebabkan mahasiswi memilih untuk merokok. Penulis
mendapatkan fenomena berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan penulis terhadap tiga
orang mahasiswi UKSW pada tanggal 7 juli 2012. Mereka mengatakan bahwa ketika mereka
merokok, mereka merasa lebih dihargai dan diterima di kelompok sosialnya. Selain itu,
mereka lebih bisa berkonsentrasi ketika mengerjakan sesuatu dan merasa lebih nyaman.
Seperti yang diutarakan oleh Horn (dalam, Naingolan, 2004), secara umum seseorang
merokok karena sudah kecanduan, mengurangi perasaan-perasaan negatif karena sudah jadi
kebiasaan dan meningkatkan harga diri. Selain itu fakta dari WHO (2010) menyebutkan
bahwa, anak laki-laki dan perempuan melakukan tindakan merokok untuk tujuan yang
dapat membantu mereka mengontrol berat badan. Menurut WHO perilaku yang dilakukan
para perempuan tersebut berhubungan dengan rendahnya harga diri yang dimiliki.
Harga diri merupakan suatu tingkah laku evaluasi diri sendiri sebagai realisasi
kepercayaan pribadi yang mencakup keahlian, kemampuan, dan relasi sosial dengan
komponen berupa performance, social & physical (Heatherton & Polivy, 1991). Coopersmith (dalam Townsend, 2003) mendefinisikan bahwa harga diri adalah penilaian yang dibuat oleh
individu untuk menggambarkan sikap menerima atau tidak menerima keadaan dirinya.
Serupa dengan Coopersmith, Murk (2006) menjelaskan bahwa harga diri adalah rangkaian
sikap individu tentang apa yang dipikirkan mengenai dirinya berdasarkan persepsi perasaan,
yaitu tentang “keberhargaan” dirinya atau sebuah nilai sebagai seseorang.
Berdasarkan hasil riset-riset para peneliti sebelumnya, ada hubungan negatif antara
harga diri dengan perilaku merokok. Menurut penelitian Carvajal, Waitreck, Evans, Knee dan
Nash (2000), rendahnya harga diri menjadi prediksi timbulnya perilaku merokok. Pada
penelitian ini menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki harga diri yang rendah akan
mudah untuk dipengaruhi oleh kelompok sosialnya. Hal tersebut juga didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Abernathy, Massad & Romano (1995) serta penelitian yang
dilakukan oleh Zucker et al. (2001) yang menyebutkan bahwa harga diri menjadi prediktor timbulnya perilaku merokok terhadap perempuan muda.
Namun, pada penelitian lain menyebutkan bahwa harga diri bukanlah satunya-satunya
penentu seseorang memiliki perilaku merokok. Khor dkk (2006) mengatakan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara harga diri dengan perilaku merokok. Hal ini disebabkan
oleh adanya faktor modeling dari lingkungan keluarga sehingga perilaku tersebut muncul. Hasil penelitian Khor juga didukung oleh Tavakolizadeh, Moshki, & Moghimiyan (2012)
yang menyebutkan bahwa perilaku merokok tersebut muncul akibat dari mengamati tingkah
Berdasarkan penjabaran di atas, dapat dilihat bahwa riset-riset tersebut masih bersifat
kontradiktif, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap harga diri dengan
perilaku merokok pada mahasiswi. Dalam penelitian ini, penulis mengajukan hipotesis bahwa
ada hubungan signifikan yang negatif antara harga diri dengan perilaku merokok pada
mahasiswi UKSW.
TINJAUAN PUSTAKA
Perilaku Merokok
Perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan
menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang kemudian terhirup oleh orang-orang
sekitarnya (Levy, Chaloupka, & Gitchell 2004).
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan aspek perilaku dari Glover, Nilsson,
Westin, Glover & Persson (2005) karena, aspek-aspek ini yang akan digunakan untuk menilai
perilaku merokok pada mahasiswi. Selain itu, aspek ini juga sering digunakan oleh
penelitian-penelitian internasional sebelumnya.
Aspek-aspek perilaku merokok menurut Glover et al. (2005) adalah
1. Ritual dalam merokok: muncul karena adanya ritual atau cara-cara khusus yang
digunakan perokok untuk menikmati rokoknya.
2. Persepsi akan rasa aman: rokok dapat menimbulkan rasa aman bagi perokok, sehingga
rokok dianggap sesuatu yang dibutuhkan.
3. Hubungan antara perokok dengan rokok: perilaku merokok muncul akibat dari
hubungan antara individu yang merokok dengan rokok itu sendiri, sehingga semakin
kuat hubungan tersebut akan semakin tinggi tingkat ketergantungan seseorang akan
rokok.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada mahasiswi. Menurut
merokok karena sebelumnya ia telah memiliki persepsi tertentu mengenai merokok
merupakan perilaku yang kompleks karena hasil interaksi kognitif, lingkungan sosial,
psikologis, conditioning dan fisiologis. Leventhal & Clearly juga menegaskan faktor-faktor psikologis seseorang merokok pada umumnya terbagi atas lima bagian yaitu kebiasaan, reaksi
emosi yang positif, reaksi untuk menurunkan emosi, alasan sosial, dan kecanduan atau
ketagihan.
Harga Diri
Menurut Hatherton dan Polivy (1991), harga diri adalah suatu tingkah laku evaluasi
diri sendiri sebagai realisasi kepercayaan pribadi yang mencakup keahlian, kemampuan, dan
relasi sosial dengan komponen berupa Performance, Social dan Physical.
Penulis menggunakan aspek dari Heatherton dan Polivy (1991) sebagai acuan dalam
penelitian ini karena aspek-aspek yang diungkapkan oleh Heatherton dan Polivy tersebut
mencakup faktor-faktor perilaku merokok yang ada dalam fenomena mahasiswi UKSW, dan
aspek dari Heatherton dan Polivy ini telah banyak digunakan dalam penelitian-penelitian
sebelumnya.
Menurut Heatherton dan Polivy (1991), ada tiga aspek harga diri yang akan menjadi
ukuran dalam penelitian ini yaitu
1. Performance self-esteem
Mengacu kompetensi umum seseorang meliputi kemampuan intelektual, performa
hasil sekolah, kepasitas mengatur diri, percaya diri dan keyakinan diri.
2. Social self-esteem
Mengacu pada pandangan orang lain yang akan mempengaruhi harga diri sosialnya.
3. Pyhsical self-esteem
Komponen ini mengacu pada bagaimana seseorang melihat fisik mereka meliputi
METODE
Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswi UKSW yang berperilaku merokok
berjumlah 48 orang. Teknik dalam pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling yaitu teknik yang ditentukan berdasarkan faktor spontanitas atau kebetulan.
Pengukuran
Skala harga diri
Pada penelitian kali ini, penulis menggunakan Skala Harga Diri dari Heatherton &
Polivy (1991). Skala harga diri terdiri dari tiga aspek yaitu performance, social dan physical. Skala ini dikenal dengan nama State Self Esteem Scale (SSES). Skala ini tersusun dari 30 aitem yang telah dimodifikasi oleh penulis sesuai dengan keperluan yang ada dalam
penelitian.
Berdasarkan seleksi aitem dan uji reliabilitas pada Skala Harga Diri, didapatkan 10
aitem yang dinyatakan gugur dan 20 aitem yang digunakan untuk penelitian. Skala ini
memiliki nilai reliabilitas sebesar 0,874 dan skor korelasi aitem total yang bergerak dari
0,271-0,637 dengan indeks daya diskriminan aitem sebesar 0,25.
Skala Perilaku Merokok
Pada penelitian kali ini, penulis menggunakan Skala Perilaku Merokok yang disusun
oleh Glover Nilsson et al. (2005) yang dikenal dengan nama Glover Nilsson Smoking Behavior Quistionnaire (GN-SBQ). Skala ini terdiri dari tiga aspek yaitu ritual dalam merokok, persepsi akan rasa aman, dan hubungan antara perokok dan rokok. Skala ini
memiliki 21 aitem yang telah dimodifikasi oleh peneliti sesuai dengan keperluan yang ada
dalam penelitian.
Berdasarkan seleksi aitem dan uji reliabilitas pada Skala Perilaku Merokok, terdapat 8
memiliki nilai reliabilitas sebesar 0,884 dan skor korelasi aitem total yang bergerak dari
0,275-0,800 dengan indeks daya diskriminan sebesar 0,25.
HASIL Uji Normalitas
[image:7.595.70.524.211.607.2]Uji normalitas menggunakan Kolmogrovov-Smirnov pada program SPSS 16.0. Data dikatakan normal bila memiliki nila signifikasi lebih besar dari 0,05 (p > 0,05).
Tabel 1.
Hasil uji normalitas
Hasil uji normalitas pada tabel 3 menunjukan bahwa variabel harga diri memiliki
koefisien Kolmogrovov-Smirnov Test sebesar 0,559 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,914, sedangkan untuk variabel perilaku merokok memiliki koefisien Kolmogrovov-Smirnov Test sebesar 0,669 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,762. Dengan demikian kedua variabel memiliki distribusi yang normal yaitu p > 0,05.
Uji Linearitas
Uji linieritas dilakukan untuk menguji integritas hubungan data yaitu variabel bebas
dan variabel terikat. Dengan kata lain, pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah
variabel bebas berhubungan dengan variabel terikat atau tidak. Untuk perhitungannya, uji
linieritas dilakukan dengan menggunakan SPSS seri 16 for windows yang dapat dilihat pada tabel berikut.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N
Harga Diri Perilaku merokok
48 48
Normal Parametersa Mean 58.6875 30.8750
Std. Deviation 7.99243 6.91783
Most Extreme Differences
Absolute .081 .097
Positive .081 .097
Negative -.077 -.056
Kolmogorov-Smirnov Z .559 .669
Tabel 2.
Hasil uji linearitas
Sum of Squares df Mean Square
F Sig.
perilakumerokok * hargadiri
Between Groups
(Combined) 1208.750 25 48.350 1.022 .482 Linearity 184.928 1 184.928 3.910 .061 Deviation
from Linearity
1023.822 24 42.659 .902 .599
Within Groups 1040.500 22
47.295
Total 2249.250 47
Berdasarkan hasil analisis hasil uji linearitas yang menggunakan table Anova nilai Deviation from linearity maka dapat diketahui variabel harga diri dan perilaku merokok diperoleh nilai F beda sebesar 0,902 dengan signifikansi p = 0,599 (p > 0.05) yang
menunjukan hubungan antara variabel harga diri dengan perilaku merokok adalah linier.
Analisis Deskriptif Harga Diri
Tabel 3.
Kriteria Skor Harga diri
No Interval Kategori Frekuensi % Mean SD
1 68 < x ≤ 80 Sangat tinggi 5 10,417%
58,6875 7,99243
2 56 < x ≤ 68 Tinggi 29 60,417%
3 44 < x ≤ 56 Sedang 12 25%
4 32 < x ≤ 44 Rendah 2 4,167%
5 20 < x ≤ 32 Sangat rendah 0 0%
Bila dilihat dari data tersebut, kategori sangat tinggi (10,41%), tinggi (60,417%),
sedang (25%), rendah (4,167%), dan sangat rendah (0%). Hasil Analis deskriptif pada
variabel harga diri mendapatkan nilai minimum yakni sebesar 37 dan nilai maksismum 79
dengan mean 58,6875 dan standar deviasi sebesar 7,99243.
Perilaku Merokok
Tabel 4.
Kriteria Skor perilaku merokok.
No Interval Kategori Frekuensi % Mean SD
1 44,2 < x ≤ 52 Sangat tinggi 1 2,083%
30,857 6,91783
2 36,4 < x ≤ 44,2 Tinggi 10 20,83%
3 28,6 < x ≤ 36,4 Sedang 18 37,5%
4 20,8 < x ≤ 28,6 Rendah 16 33,3%
[image:8.595.70.528.185.736.2]Bila dilihat dari data tersebut, kategori sangat tinggi (2,083%), tinggi sebesar (20,83%),
sedang sebesar (37,5%), rendah (33,3%) dan sangat rendah sebesar (6,25 %). Bila dilihat dari
data tersebut artinya menunjukan bahwa rata-rata mahasiswi memiliki perilaku merokok
dengan kategori sedang. Berdasarkan perhitungan yang telah dibakukan, didapatkan hasil
analisis deskriptif perilaku merokok dengan nilai minimum sebesar 15 dan nilai maksimum
47 dengan nilai rata-rata 30,857 dan standart deviasi sebesar 6,91783.
Hasil Analisis Data
Perhitungan data analisi dilakukan setelah uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan
[image:9.595.70.522.203.576.2]uji linieritas. Perhitungan dalam analisis ini dilakukan dengan SPSS seri 16 for windows. Hasil korelasi antara harga diridengan perilaku merokok pada mahasiswi dapat dilihat pada
Tabel berikut ini :
Tabel 5.
Hasil uji korelasi
Correlations
hargadiri perilakumerokok
Hargadiri Pearson Correlation 1 .287*
Sig. (1-tailed) .024
N 48 48
perilakumerokok Pearson Correlation .287* 1 Sig. (1-tailed) .024
N 48 48
*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien korelasi antara harga
diri dengan perilaku merokok pada mahasiswi 0,287 dan nilai signifikansi 0,024 (p < 0.05)
yang berarti ada hubungan positif yang signifikan antara harga diridengan perilaku merokok
pada mahasiswi. Dari hasil tersebut, dinyatakan dalam penelitian ini bahwa, H0 diterima dan
PEMBAHASAN
Dari hasil perhitungan uji korelasi antara variabel harga diri dengan variabel perilaku
merokok pada mahasiswi didapatkan hubungan positif yang signifikan antara kedua variabel
tersebut dengan besar korelasi 0,287 dengan signifikansi 0,024 (p < 0,05). Hal ini
menunjukan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara harga diri dan perilaku
merokok pada mahasiswi UKSW. Dengan demikian, dinyatakan dalam penelitian ini H0
diterima dan H1 ditolak. Artinya semakin tinggi harga diri mahasiswi semakin tinggi pula
perilaku merokok mereka. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah harga diri mahasiswi
maka semakin rendah pula perilaku merokok para mahasiswi.
Ada beberapa kemungkinan harga diri dan perilaku merokok memiliki hubungan
positif signifikan. Baumeister, Campbell, Kruager, dan Vohs (2003) mengatakan bahwa
harga diri yang tinggi pada mahasiswi, tidak mencegah mereka melakukan perilaku merokok.
Ketika ditinjau lebih dalam lagi melalui aspek-aspek harga diri, yaitu performance self-esteem, social self-esteem dan physical (appearance) self-esteem, ditemukan bahwa mahasiswi yang memiliki harga diri tinggi dapat memicu timbulnya perilaku merokok.
Pertama, indikator pada aspek performance self-esteem meliputi kemampuan intelektual, performa hasil belajar, kapasitas diri dan percaya diri serta keyakinan diri yang
tinggi akan memicu terjadinya perilaku merokok. Menurut Heatherton & Polivy (1991)
ketika seseorang memiliki performance self-esteem yang tinggi dan indikator-indikator tersebut terpenuhi dalam diri mahasiswi, mereka tidak takut untuk berperilaku merokok yang
biasanya dianggap negatif oleh orang lain. Hal ini juga didukung oleh lingkungan sosial di
mana kebanyakan orang yang merokok karena mereka berada di lingkungan perokok.
Kedua, social self-esteem mengacu pada bagaimana seseorang dapat mempercayai pandangan orang lain menurut mereka. Hal ini dapat menjadi salah satu alasan mengapa
lingkungan perokok yang mendukung mereka melakukan tindakan tersebut. Hal ini didukung
oleh Josephs, Markus, and Tafarodi (1992) menunjukan bahwa wanita yang memiliki social self-esteem yang tinggi, memiliki ambisi yang kuat, serta berani melakukan berbagai perilaku, baik yang positif maupun yang negatif seperti perilaku merokok.
Akan tetapi, pada aspek ketiga yakni physical self-esteem sulit ditemukan adanya bukti bahwa mahasisiwi yang mempunyai harga diri tinggi pada penampilan memiliki
perilaku merokok. Berbagai hasil penelitian menyatakan bahwa, perilaku merokok biasanya
didasari oleh rendahnya harga diri mahasiswi pada penampilan dirinya (Panzes, Czegledi,
Balazs, Faley, 2012 ; Burrowes, 2013 ; Kaufman & Augustson, 2008). Namun, berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis hampir semua subjek memiliki harga diri yang
tinggi. Ini terlihat dari tingginya skor pada jawaban yang diberikan subjek pada skala perilaku
merokok, khususnya pada aspek physical self-esteem. Sehingga hal ini perlu ditinjau kembali pada penelitian selanjutnya.
Dari aspek-aspek ini membuktikan bahwa ketika seseorang memiliki harga diri yang
tinggi, dia akan berani dan nyaman untuk melakukan berbagai hal ataupun memiliki perilaku
yang positif maupun yang dianggap negatif, seperti perilaku merokok. Namun, tak dapat
dipungkiri bahwa ada beberapa faktor-faktor lain di luar aspek harga diri yang dapat memicu
timbulnya perilaku merokok. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Khor et al. (2006) yang mengatakan bahwa adanya faktor seperti modeling dan pengaruh dari lingkungan keluarga
akan memicu terjadinya perilaku merokok pada mahasiswi. Penelitian Khor ini juga
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Tavakholizadeh, Moshki dan Moghimiyam
(2012) yang menyebutkan adanya pengaruh dari lingkungan luar serta melalui aspek dari
mengamati tingkah laku orang-orang sekitar mereka yang memiliki perilaku merokok, akan
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah disampaikan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara variabel harga diri dengan variabel
perilaku merokok pada mahasiswi UKSW.
2. Harga diri yang dimiliki oleh mahasiswi termasuk dalam kategori tinggi.
3. Perilaku merokok pada mahasiswi tergolong pada kategori sedang.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diketahui, maka penulis mengajukan saran
kebeberapa pihak yaitu :
1. Bagi Mahasiswi
Mahasiswi diharapkan dapat mengelola harga diri dengan baik, sehingga harga diri
tersebut tidak dimanfaatkan atau digunakan untuk melakukan perilaku-perilaku yang
negatif, seperti perilaku merokok yang dapat merusak kesehatan, melainkan dapat
dimanfaatkan guna meningkatkan perilaku-perilaku yang positif.
2. Bagi peneliti selanjutnya
a. Peneliti selanjutnya dapat menggunakan metode penelitian yang berbeda, misalnya
menggunakan metode kualitatif, sehingga hasil yang didapat lebih akurat.
b. Peneliti selanjutnya juga dapat menggunakan hasil penelitian ini dengan
mengaitkannya pada faktor-faktor lain yang sesuai dengan fenomena yang ada,
sehingga dapat menjawab fenomena yang terjadi melalui bukti empiris dan faktual.
13
Abernathy, T. J., Massad, L., & Romano, D. L. (1995). The Relationship Between Smoking and Self-Esteem.JournalAdolescence, 30, 899-907.
Baumeister, R. F., Campbell, D. J., Krueger, J. I., & Vohs, K. D. (2003). Does high self esteem cause better performance, interpersonal, success, happiness, or healthier lifestyles?. Psyhological Sciene In The Public Interst, 4, 22-45
Burrowes, N. (2013). Body image a rapid evidence assessment of the literature. Government equality office. Diunduh pada 28 juni 2014 dari www.nb-reseach.co.uk.
Carvajal, S. C., Wiatrek, D. E., Evans, R. I., Knee, C. R. & Nash, S. G. (2000). Psychosocial determinants of the onset and escalation of smoking: crosssectional and prospective findings in multiethnic middle school samples. Journal of Adolescent Health, 27, 255–265.
Dahi, D. (2013). Jumlah perokok Indonesia no 3 di dunia. Retrieved from http://www.tribunnews.com/2013/01/11/jumlah-perokok-indonesia-nomor-3-di-dunia.
Ezzati, M., Lopez, A. D., Rodgers, A., Vander, S. H., & Murray, J. L. (2002). Selected major risk factors and global and regional burden of disease. TheLancet, 60, 1347-60.
Glover, E. D., Nilsson, F., Westin, A., Glover, N. P., Laflin, T. M., & Persson, B. (2005). Developmental History of the Glover-Nilsson Smoking Behavioral Questionnaire.
Journal Health Behavior, 29, 443-455.
Heatherton, F. T., & Polivy, J. (1991). Development and validation of scale for measuring
state self esteem. Journal of Personality and Social Psychology,60, 895-910.
Josephs, R. A., Markus, H. R., & Tafarodi, R. W. (1992). Gender and self-esteem. Journal of Personality and Social Psychology,63, 391–402.
Kaufman, A. R., & Augustson, E. M. (2008). Predictors of regular cigarette smoking among adolescent female : Does body image matter?. Society for Research on Nicotine and Tobacco, 8, 1301-1309.
Khor, Y. L., Foong, K., Farizah, H., Zarihah, Z., Rahmat, A., Maizurah, O., Razak, L., & Tan, Y. L. (2006). Factor associated with tobacco use among female collage and university student in Kuala Lumpur, Malaysia. Journal of Reseach and Health, 8, 37-55.
Kulander, K., & Negl, G. D. (2012). http:// www. sott. net/article/269265-Brain-Researchers-Smoking-increases-intelligence. Diakses pada 29 juni 2014.
Mayhew, P. K., Flay, R., Brian., & Mott, A. Joshua. (2000). Stage in the Development of Adelescent Smoking. Journal of Drug and Alcohol Depedence, 59, 61-81.
Mruk, C. J. (2006). Self-esteem research, theory, and practice: Toward a positive psychology of self-esteem (3rd Ed). New York: Springer.
Nainggolan, R. A. (2004). Anda mau berhenti merokok? Pasti berhasil. Bandung : Indonesia Publishing House.
Penzes, M., Czegledi, E., Balazs, P., & Foley, K. L. (2012). factors associated with tobacco and the belief about weight control efect of smoking smong hungarian adolescents. Public Health, 20, 11–17.
Smet, B., Maes, L., Clercq, D. L., Haryanti, K., & Winarno, D. R. (1999). Determinants os Smoking Behavior among adolescents in Semarang. Tobacco Control, 8, 186–191. Tavakolizadeh, J., Moshki, M., & Moghimiyan, M. (2012). The Prevalence of smoking and
its relationship to self-esteem among students of Azad university of Gonabad. Journal of Research & Health, 2, 175-190.
Townsend, M. C. (2003). Psychiatric mental health nursing concepts of care. (4ed.). Philadelphia : F. A. Davis.
World Health Organization-Departement Gender, Women and Health. 2010. 10 Fact Gender Tobacco. Switzerland : United Nation.
Zucker, N. A., Harrell, A. Z., Rubino, K. M., Stewart, J. A., Pomerleau,C. S., & Boyd, J. C. (2001). smoking in college women the role of thinness presures, media exposure, and critical consiciousness. Psychology of Women Quarterly, 25, 233–241.