Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam
Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.)
Disusun Oleh: Nailin Nuha Salsabila
B33212049
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
ABSTRAKS
Nailin Nuha Salsabila (B33212049), Bimbingan Konseling Islam Dengan Teknik Modelling Untuk Meningkatkan Kepedulian Remaja Kepada Orang Tua di Desa Barengkrajan, Krian, Sidoarjo.
Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah (1) Bagaimana proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Teknik Modelling Untuk Meningktakan Kepedulian Remaja Kepada Orang Tua di Desa Barengkrajan, Krian, Sidoarjo?, (2)Bagaimana hasil akhir Bimbingan dan Konseling Islam dengan Teknik Modelling Untuk Meningktakan Kepedulian Remaja Kepada Orang Tua di Desa Barengkrajan, Krian, Sidoarjo ?
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam penelitian ini digunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis deskriptif komparatif. Analisis yang digunakan tersebut untuk mengetahui proses serta keberhasilan pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam dalam meningkatkan kepedulian seorang remaja kepada orang tuanya di Desa Barengkrajan, Krian, Sidoarjo dengan menggunakan Teknik Modelling serta membandingkan keadaan konseli sebelum dan sesudah mendapatkan konseling melalui pendekatan tersebut. Data yang digunakan dalam penelitian ini melalui dokumen hasil observasi dan wawancara dari konseli serta informan.
Adapun proses pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam dengan Teknik Modelling untuk meningkatkan kepedulian remaja kepada orang tua yakni dengan langkah-langkah bimbingan konseling Islam yaitu identifikasi masalah, diagnosa, prognosa, treatment/ terapi dan follow up yang kemudian pada treatment/ terapi dilakukan menggunakan salah satu macam teknik modeling yaitu live model yang mana konselor sendirilah yang dijadikan model oleh konseli. Kemudian diadakan evaluasi yang berupa diskusi hasil proses konseling antara konselor dan konseli dan dilanjutkan dengan tindak lanjut. Hasil akhir dari proses konseling dalam penelitian ini adalah cukup berhasil dengan prosentase 75%, yang mana hasil tersebut dapat dilihat dari adanya perubahan gejala yang awalnya 4 gejala yang nampak menjadi 3 kadang-kadang nampak dan 1 sudah tidak nampak dirasakan oleh klien.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI ... vii
ABSTRAKS ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xv
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian... 6
D. Manfaat Penelitian... 6
E. Definisi Konsep ... 7
F. Metode Penelitian ... 13
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 13
2. Sasaran dan Lokasi Penelitian ... 14
3. Jenis dan Sumber Data ... 15
4. Tahap-Tahap Penelitian ... 16
5. Teknik Pengumpulan Data ... 17
6. Teknik Analisis Data ... 21
7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan data ... 22
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
A. Bimbingan Konseling Islam ... 27
1. Pengertian Bimbingan Konseling Islam... 27
2. Tujuan Bimbingan Konseling Islam ... 29
3. Fungsi Bimbingan Konseling Islam ... 32
4. Langkah – Langkah Bimbingan Konseling Islam ... 33
5. Unsur – Unsur Bimbingan Konseling Islam ... 36
B. Teknik Modelling ... 40
1. Pengertian Teknik Modelling ... 40
2. Tujuan Modelling ... 43
3. Macam-macam Modelling ... 44
4. Prinsip-prinsip Modelling ... 46
5. Tahap Belajar Modelling... 47
6. Modeling Simbolis ... 49
7. Modeling Partisipan . ... 50
8. Langkah-langkah Modelling. ... 52
C. Kepedulian ... 53
a. Kepedulian Terhadap Diri Sendiri ... 54
b. Kepedulian Terhadap Lingkungan ………... ... 56
c. Kepedulian Terhadap Orang Lain ... 58
D. Relevansi Terdahulu ... 61
BAB III: PENYAJIAN DATA A. Kepedulian Remaja Kepada Orang Tua di Desa Barengkrajan ... 64
1. Deskripsi Tempat Tinggal Konseli ... 64
a. Lokasi Desa ... 64
2. Deskripsi Konselor ... 65
3. Deskripsi Konseli ... 66
b. Kepribadian Konseli ... 67
c. Latar Belakang Keluarga Konseli ... 68
d. Lingkungan Sekitar Klien ... 69
4. Deskripsi Masalah Konseli ... 70
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 69
1. Deskripsi Proses Bimbingan Konseling Islam dengan Teknik Modelling untuk Meningkatkan Kepedulian Remaja Kepada Orang Tua ... 71
a. Identifikasi Masalah ... 72
b. Diagnosis ... 76
c. Prognosis ... 77
d. Treatment (Terapi) ... 77
e. Evaluasi dan Follow Up ... 83
2. Deskripsi Hasil Akhir Proses Bimbingan Konseling Islam dengan Teknik Modelling untuk Meningkatkan Kepedulian Remaja Kepada Orang Tua ... 84
BAB IV : ANALISIS DATA A. Analisis Proses Bimbingan Konseling Islam dengan Teknik Modelling untuk Meningkatkan Kepedulian Remaja Kepada Orang Tua ... 89
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Di Indonesia, sering terjadi kasus penelantaran anak terhadap orang
tuannya, bahkan ada beberapa anak yang tega menggugat dan memenjarakan
orang tuannya yang sudah berusia lanjut (manula) hanya karena uang dan
kekuasaan. khususnya di daerah Jakarta, terdapat kasus seorang ibu yang
bernama Kentjana Sutjiawan(83). Beliau menangis tersedu- sedu, di usia
senja, ibu enam anak itu harus berhadapan dengan hukum.
Ironisnya, lawannya adalah dua anak kandungnya yakni Edhi Sudjono
Muliadi (anak pertama) dan Suwito Muliadi (anak kelima). Keduanya bahkan
melakukan berbagai upaya agar ibunya dideportasi ke China untuk dapat
menguasai tiga bidang tanah milik Kentjana. “Saya sebenarnya malu. Saya serahkan semuanya kepada Tuhan. Saya tidak bisa apa-apa. Punyaanak kok
sepertiini. Inianak kandung saya,” ujar Kentjana. Untuk mendapatkan
keinginannya itu, Edhi dan Suwito juga berniat memenjarakan ibunya.
“Waktu pertama kali, saya sudah sampaikan jangan ribut-ribut. Namun, saya
malah mau dipenjara. Dia mau saya dipenjara baru dia bisa senang,”
ungkapnya.1
Dari fenomena diatas dapat kita simpulkan bahwa kurangnya sikap
peduli anak terhadap orang tua, dapat menimbulkan sikap apatis anak kepada
orang tuanya dan memiliki sikap yang tidak pantas untuk di contoh. Peduli
1
merupakan sebuah kata sederhana, namun kata sederhana ini memiliki
banyak makna. Karena ketika menanyakan kata peduli pada 10 orang maka
kita akan mendapatkan jawaban yang relatif bervariasi. Peduli dalam kamus
umum bahasa Indonesia memiliki arti memperhatikan, mengindahkan,
menghiraukan, mencampuri.2 Berarti jika seseorang peduli akan sesuatu, ia
akan memperhatikan sesuatu tersebut dan ia tidak akan ambil sikap tak acuh
atas sesuatu tersebut.
Peduli sendiri memiliki arti sikap dan tindakan yang selalu ingin
memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.3
Peduli juga dapat diartikan sebagai sebuah nilai dasar dan sikap
memperhatikan dan bertindak proaktif terhadap kondisi atau keadaan di
sekitar kita. Peduli adalah sebuah sikap keberpihakan kita untuk melibatkan
diri dalam persoalan, keadaan atau kondisi yang ada disekitar kita.
Orang-orang peduli adalah mereka yang terpanggil melakukan sesuatu
dalam rangka memberi inspirasi, perubahan, kebaikan kepada lingkungan di
sekitarnya. Ketika ia melihat suatu keadaan tertentu, ketika ia menyaksikan
kondisi masyarakat maka dirinya akan tergerak melakukan sesuatu. Apa yang
dilakukan ini diharapkan dapat memperbaiki atau membantu kondisi di
sekitarnya.
Peduli merupakan salah satu kewajiban anak kepada orang tuannya.
Salah satu bentuk peduli adalah mentaati orang tua dan menghormati orang
tua. Hal ini seperti Firman Allah Ta’ala yang berbunyi:
2 WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: PN Balai Pustaka,
1976), hal. 722.
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jadi salah seorang di antara kecuanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” (QS. Al Israa: 23).
Ayat di atas merupakan perintah untuk menghormati dan menaati
perintah orangtua.Bila orangtua memberi perintah maka kita harus berusaha
untuk melaksanakan sebaik mungkin. Apabila tak bisa atau tak mampu untuk
melaksanakannya, bicaralah serta jelaskanlah dengan cara yang baik. Tak
boleh kita berkata yang keras atau kasar. Jangankan begitu, berkata “ah” pun
(sebagai kata penolakan) tidak diperbolehkan. Hanya ada satu perintah yang
boleh ditolak, yaitu apabila perintah itu bertentangan dengan ajaran agama
(Islam) misalnya memerintah menyembah selain Allah, berbuat dosa atau
kemaksiatan. Perintah seperti itu boleh (malah wajib) ditolak, namun tetap
harus dengan cara yang baik dan bijaksana. Jelaskanlah bahwa perintah itu
bertentangan dengan jaran rang tua sampai sakit hati kemudian dia mengadu
dan berdo’a kepada Allah, maka do’anya akan langsung dikabulkan oleh
Allah Ta’ala.
Salah satu metode yang banyak digunakan dalam dunia konseling agar
dapat meningkatkan sikap peduli adalah dengan menggunakan Teknik
Modeling (peniruan melalui penokohan). Modeling merupakan salah satu
prinsipnya terapi behavioral itu sendiri bertujuan untuk memperoleh perilaku
baru, mengeliminasi perilaku lama yang merusak diri dan memperkuat serta
mempertahankan perilaku yang diinginkan yang lebih sehat.
Penggunan teknik modeling (penokohan) dalam terapi perilaku, telah
dimulai pada akhir tahun 50-an, meliputi tokoh yang nyata, tokoh yang dilihat
melalui film atau tokoh dalam imajinasi. Tokoh yang paling menonjol dan
telah banyak melakukan penelitian mengenai proses dan prosedur peniruan,
adalah Albert Bandura yang antara lain terkenal dengan teori social-belajar
(social learning theory). Ada beberapa istilah yang muncul sehubungan dengan prosedur penokohan ini, ialah : penokohan (modelling), peniruan (imitation), dan belajar melalui pengamatan (observation learning). Dari beberapa istilah ini, istilah penokohan merupakan istilah umum untuk
menunjukkan terjadinya proses belajar melalui pengamatan dari orang lain
dan perubahan yang terjadi karenanya melalui peniruan.4
Teknik peniruan melalui penokohan, dapat dipakai untuk menghadapi
pasien atau klien yang menderita phobia, menderita ketergantungan
obat-obatan atau kecanduan alkohol, bahkan dapat dipakai untuk menghadapi
penderita dengan gangguan kepribadian yang berat seperti psikosis,
khususnya agar memperoleh keterampilan untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.5
4 Singgih D. Gunarsa, Konseling dan Psikoterapi (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia,
2012), hal. 220.
5 Singgih D. Gunarsa, Konseling dan Psikoterapi (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia,
Seorang pemuda bernama shola (nama samaran), merupakan salah
satu mahasiswa di Uin Sunan Ampel Surabaya, yang bertempat tinggal di
kelurahan barengkrajan, krian, sidoarjo. Dia merupakan anak pertama dari
tiga bersaudara. Dia aktif dalam beberapa organisasi intra maupun ekstra
yang ada di kampus. Kesibukannya di organisasi, membuat dia lupa untuk
pulang kerumah dan lebih sering menghabiskan waktu bersama
teman-temannya di bascame maupun kos-kosan. Sehingga hubungan antara dia dan
kedua orang tuanya kurang harmonis atau sedikit ada jarak. Komunikasi
antara keduanya juga jarang, bahkan untuk sekedar sms atau menayakan
kabar lewat teleponpun jarang ia lakukan. Ketika dia pulang kerumah,
bertatapan dengan orang tuanya pun hanya sekilas saja dan waktu yang
dihabiskan dirumah juga sebentar. Karena, dia lebih memilih untuk tinggal
bersama teman-temannya dibandingkan harus tinggal bersama kedua orang
tuanya.
Salah satu penyebab dia jarang pulang kerumah adalah dia harus
bangun pagi dan disuruh untuk tertib sholat. Sedangkan dia tidak suka diatur
dan tidak suka bangun pagi. Saat di nasehati oleh orangtuannya, dia berani
melawan dan membantah orang tuannya. Untuk itu, dia lebih suka bergaul
bersama teman-temannya dan tinggal di kost temannya di bandingkan harus
tinggal dirumah bersama orangtuanya. Di kost temannya dia lebih bebas dan
tidak ada yang menyuruhnya untuk lebih disiplin. Dia bebas mau bangun jam
berapapun dia mau, tidak ada yang menyuruhnya untuk sholat, maupun
baju, selepas itu dia berangkat lagi ke surabaya untuk berkumpul bersama
teman-temannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang konteks penelitian di atas, maka penelti
memfokuskan permasalahan yang dapat di fokuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana proses BKI dengan teknik Modelling untuk meningkatkan
kepedulian remaja kepada orang tua di barengkrajan Krian ?
2. Bagaimana hasil akhir dari proses BKI dengan teknik Modelling untuk
meningkatkan kepedulian remaja kepada orang tua di barengkrajan
Krian?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah :
1. Untuk mengetahui proses BKI dengan teknik Modelling untuk
meningkatkan kepedulian remaja kepada orang tua di barengkrajan,
Krian.
2. Untuk mengetahui hasil akhir dari proses BKI dengan teknik
Modelling untuk meningkatkan kepedulian remaja kepada orang tua di
barengkrajan, Krian.
D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap akan adanya manfaat
dari hasil penelitian, diantara manfaat penelitian ini dapat peneliti uraikan
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan
ilmu pengetahuan dan menambah wawasan teori keilmuan bagi
pembaca pada umumnya dan khususnya bagi mahasiswa yang
berkecimpung di bidang bimbingan konseling Islam yang berkaitan
dengan sikap kepedulian anak kepada orang tua.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi
dalam membangun dakwah Islam khususnya melalui bimbingan
konseling Islam dengan terapi modelling. Dan penelitian ini dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan
dalam praktik bimbingan konseling Islam.
E. Definisi Konsep
Dalam penelitian yang berjudul “Bimbingan Konseling Islam dengan Teknik Modelling untuk Meningkatkan Kepedulian Remaja kepada Orang Tua”, penulis merasa perlu membahas dan menjelaskan beberapa istilah
yang menimbulkan kesalahan arti. Antaranya yaitu :
1. Bimbingan Konseling Islam (BKI)
Bimbingan konseling sebenarnya terdiri dari dua kata yang
berbeda, namun keduanya tidak dapat dipisahkan karena secara definitif
keduanya sama-sama mempunyai arti membantu. Tinggal bagaimana
kita kaitkan pemberian bantuan ini dengan ajaran Islam. Secara
adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup
selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai
kebahagiaan di dunia dan akhirat.6
Menurut Ahmad Mubarok, bimbingan konseling Islam adalah
suatu proses pemberian bantuan secara terus menerus dan sistematis
terhadap individu atau sekelompok orang yang sedang mengalami
kesulitan lahir dan batin untuk dapat memahami dirinya dan mampu
memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga dapat hidup secara
harmonis sesuai dengan ketentuan dan petunjuk Allah dan Rasul-Nya
demi tercapainya kebahagiaan duniawiah dan ukhrawiah.7
Sedangkan menurut Erhamwilda di dalam bukunya Pudji
Rahmawati, bimbingan dan konseling Islami adalah bantuan yang
diberikan kepada klien oleh seorang yang ahli dalam konseling untuk
membantu klien memecahkan permasalahannya sesuai tuntunan
Al-Qur’an dan Hadist, sehingga klien mampu menggunakan potensi -potensinya untuk menghadapi hidup dan kenyataan hidup dengan
wajar dan benar.8
Dengan bimbingan dan konseling Islam inilah nantinya
konselor berusaha mengeksplorasi semua permasalahan konseli,
mengetahui bagaimana perasaan yang selama ini konseli rasakan, serta
6 Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Yogyakarta: UII Press,
1983), hal. 4.
7 Ahmad Mubarok, Al-Irsyad an Nafsy, Konseling Agama Teori dan Kasus (Yogyakarta:
Fajar Pustaka Baru, 2002), hal. 4-5.
8 Pudji Rahmawati, Bimbingan Penyuluhan Islam (Surabaya: Dakwah Digital Press,
konselor juga diharapkan dapat membantu konseli dalam
menyelesaikan masalahnya.
2. TeknikModelling
Pemodelan (modeling) yaitu mencontohkan dengan
menggunakan beelajar observasional.9Modeling (peniruan melalui
penokohan) ini dikembangkan oleh Albert Bandura yang antara lain
terkenal dengan teori sosial-belajar (social-learning theory). Modeling
merupakan belajar melalui observasi dengan menambahkan atau
mengurangi tingkah laku yang teramati, menggeneralisir berbagai
pengamatan sekaligus melibatkan proses kognitif.10
Pada prinsipnya terapi behavioral itu sendiri bertujuan untuk
memperoleh perilaku baru, mengeliminasi perilaku lama yang merusak
diri dan memperkuat serta mempertahankan perilaku yang diinginkan
yang lebih sehat. Pengaruh dari peniruan melalui penokohan
(modeling), menurut Bandura ada tiga hal, yakni :
a. Pengambilan respons atau keterampilan baru dan memperlihatkan
dalam perilakunnya setelah memadukan apa yang diperoleh dari
pengamatannya dengan pola perilaku yang baru.
b. Hilangnya respon takut setelah melihat tokoh (sebaga model)
melakukan sesuatu yang oleh si pengamat menimbulkan perasaan
takut, namun pada tokoh yang dilihatnya tidak berakibat apa-apa
atau bahkan akibatnya positif.
9 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada), hal. 214
c. Pengambilan sesuatu respon dari respon-respon yang diperlihatkan
oleh tokoh yang memberikan jalan untuk ditiru. Melalui
pengamatan terhadap tokoh, seseorang terdorong untuk melakukan
sesuatu yang mungkin sudah diketahui atau dipelajari dan ternyata
tidak ada hambatan.11
Teknik Modeling ini dapat digunakan untuk membentuk
tingkah laku baru pada konseli, dan dapat memperkuat tingkah laku
yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada
konseli tentang tingkah laku model, dapat menggunakan model audio,
model fisik, model hidup atau nnya yang teramati dan dipahami jenis
tingkah laku yang hendak dicontoh. Terapi ini memiliki prinsip kerja
yaitu:
a. Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan. Agar
konseli terdorong untuk merubah tingkah lakunya penguatan
tersebut hendaknya mempunyai daya yang cukup kuat dan
dilaksanakan.
b. Memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan
mengakibatkan terhambatnya kemunculan tingkah laku yang tidak
diinginkan.
c. Mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian
contoh atau model (film, tape recorder, atau contoh nyata langsung.
11 Singgih D. Gunarsa, Konseling dan Psikoterapi (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia,
secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku
konseli.
d. Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak
diinginkan.
3. Kepedulian
Peduli dalam kamus umum bahasa Indonesia memiliki arti
memperhatikan, mengindahkan, menghiraukan, mencampuri.12 Berarti
jika seseorang peduli akan sesuatu, ia akan memperhatikan sesuatu dan
mulai memikirkannya. ia tidak akan ambil sikap tak acuh atas sesuatu.
Peduli sendiri memiliki arti sikap dan tindakan yang selalu ingin
memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan.13
Peduli juga dapat diartikan sebagai sebuah nilai dasar dan sikap
memperhatikan dan bertindak proaktif terhadap kondisi atau keadaan
di sekitar kita. Peduli adalah sebuah sikap keberpihakan kita untuk
melibatkan diri dalam persoalan, keadaan atau kondisi yang ada
disekitar kita. Agama Islam adalah Agama Rahmah. Adapun terkait
dengan kepedulian, terdapat lima misi besar yaitu sebagai berikut :
a. Islam menjadikan umatnya kaya akan ilmu.
b. Islam menjadikan umatnya meraih prestasi unggul.
c. Islam membangun tatanan sosial yang adil ditengah-tengah
masyarakat manapun.
12 WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: PN Balai Pustaka,
1976), hal. 722.
d. Islam memberikan tuntunan tentang bagaimana kegiatan ritual
seharusnya dilakukan oleh setiap muslim.
e. Konsep amal shaleh.14
Berkaitan dengan misi besar Islam, di dalam Islam sendiri
memiliki ungkapan hablum minallah (hubungan umat dengan Allah) dan Hablum Minannas (hubungan sesama umat manusia). Konsep tersebut dapat digambarkan bahwa ibadah termasuk didalamnya sholat
merupakan simbol kepedulian manusia terhadap hak-hak Allah yang
ada padaNya, maka zakat merupakan symbol yang mempresentasikan
wujud nyata kepedulian manusia terhadap sesama.15
Anak bisa dikatakan peduli kepada orangtuanya kalau dia bisa
memenuhi beberapa hal seperti dibawah ini :
a. Perhatian kepada kedua orangtua. Saat dia berada jauh dari orang
tua, dia selalu meluangkan waktu untuk memberi kabar kepada
orangtuanya, baik lewat telepon maupun mengirim pesan singkat
kepada orangtuanya, untuk sekedar menanyakan kabar ataupun
yang lainnya.
b. Berkata santun dan sopan. Bersikap sopan dan santun saat
bersama orangtua, tidak mebentak maupun berkata kasar kepada
mereka.
14 Imam Suprayogo, Pengembangan Pendidikan Karakter (Malang: UIN-Maliki Press,
2013), hal. 22-25.
15 Juwariyah, Pendidikan Moral Dalam Puisi Imam Syafi’I dan Ahmad Syauqi
c. Membantu meringankan pekerjaan orangtua. Sebisa mungkin
membantu meringankan pekerjaan orangtua meskipun tanpa
disuruh. Seperti : membantu mencuci piring, merapikan tempat
tidur dan membantu usaha orangtua.
d. Disiplin dan tanggungjawab terhadap tugas yang dberikan
orangtua. Menjalankan tugas yang diberikan orangtua dengan
baik.
e. Mematuhi perintah orangtua untuk sholat 5 waktu. Sholat 5 waktu
merupakan kewajiban kita sebagai hamba Allah dan apabila
orangtua juga memberikan perintah untuk melaksanakan sholat 5
waktu, sebaiknya segera kita laksanakan, karena itu merupakan
perintah dan kewajiban kita.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu.16
Adapun langkah-langkah dalam metode penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang ditempuh
melalui serangkaian proses yang panjang. Metode penelitian adalah
prosedur yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan data
16Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung:Alfabeta,2011),
ataupun informasi untuk memperoleh jawaban atas permasalahan
penelitian.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif, artinya penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian,
misalnya perilaku, cara pandang, motivasi,tindakan, dan sebagainya.
Secara menyeluruh untuk digambarkan dalam bentuk kata-kata dan
bahasa pada suatu kejadian-kejadian khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan metode alamiah.17
Artinya pendekatan dalam penelitian ini tidak menggunakan
angka-angka, melainkan menggunakan kata-kata, bahasa, konsep, teori
dan definisi secara umum. Pada jenis penelitian ini peneliti
menggunakan studi kasus (case study), yaitu penelitian tentang status
subyek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas
dari keseluruhan personalitas.18
2. Sasaran dan Lokasi Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini terdapat tiga subyek yang
menjadi sasaran oleh peneliti, antara lain:
a. Konseli
Konseli adalah seorang teman saya yang bernama rama
(nama samaran) yang bertempat tinggal di wonocolo,Surabaya. Dia
jarang sekali pulang, nelpon, sms juga tidak pernah. Dia hanya
17 Haris Herdiansyah. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Salemba Humanika,
2011), hal. 9.
menghubungi orang tuannya ketika ia kehabisan uang dan
membutuhkan sesuatu saja.
b. Konselor
Konselor adalah seorang mahasiswi UIN Sunan Ampel
Surabaya Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
c. Informan
Informan dalam penelitian ini adalah tetangga, teman serta
keluarga terdekat. Lokasi penelitian ini bertempat di kelurahan
Jemurwonosari, kecamatan Wonoccolo, Surabaya.
3. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang
bersifat non statistik, dimana data yang diperoleh nantinya dalam
bentuk verbal atau deskriptif bukan dalam bentuk angka. Adapun
jenis data pada penelitian ini adalah:
1) Data Primer yaitu data yang diambil dari sumber pertama di
lapangan. Yang mana dalam hal ini diperoleh dari deskripsi
tentang latar belakang dan masalah klien, pelaksanaan proses
konseling, serta hasil akhir pelaksanaan proses konseling.
2) Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber kedua
atau sumber sekunder.19 Diperoleh dari gambaran lokasi
19 Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif
penelitian, keadaan lingkungan klien, riwayat pendidikan klien,
dan perilaku keseharian klien.
b. Sumber Data
Yang dimaksud sumber data adalah subyek dari mana data
diperoleh.20
1) Sumber Data Primer yaitu sumber data yang langsung
diperoleh penulis dilapangan yaitu informasi dari klien yang
diberikan konseling dan konselor yang memberikan konseling.
2) Sumber Data Sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari
orang lain sebagai pendukung guna melengkapi data yang
penulis peroleh dari data primer. Sumber ini bisa diperoleh dari
keluarga klien, kerabat klien, tetangga klien, dan teman klien.
4. Tahap-tahap Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga tahapan dalam
penelitian, sebagaimana yang ditulis oleh Lexy J. Moleong dalam
bukunya “Metode Penelitian Kualitatuf”. Tiga tahapan tersebut antara lain:
a. Tahap Pra Lapangan
Tahapan ini digunakan untuk menyusun rancangan penelitian,
memilih lapangan penelitian , mengurus perizinan, menjajaki dan
menilai keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan informasi,
menyiapkan perlengkapan dan persoalan lapangan, semua itu
20 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT.
digunakan peneliti untuk memperoleh deskripsi secara global
tentang obyek penelitian, yang akhirnya menghasilkan rencana
penelitian bagi peneliti selanjutnya.
b. Tahap Persiapan Lapangan
Pada tahap ini peneliti memahami penelitian, persiapan diri
memasuki lapangan dan perperan serta sambil mengumpulkan data
yang ada di lapangan. Di sini peneliti menindaklanjuti serta
memperdalam pokok permasalahan yang diteliti dengan cara
mengumpulkan data-data hasil wawancara dan observasi yang
telah dilakukan.
c. Tahap Pekerjaan Lapangan
Dalam tahap ini, peneliti menganalisa data yang telah didapatkan
dari lapangan, yakni dengan menggambarkan dan menguraikan
masalah yang ada sesuai kenyataan.21
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka
penelitii tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data
yang ditetapkan.22 Adapun teknik pengumpulan data yang peneliti
gunakan adalah sebagai berikut
21Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005),
hal. 127-148.
22 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
a. Observasi
Observasi (pengamatan) adalah metode pengumpulan data dimana
peneliti mencatat informasi sebagaimana yang disaksikan selama
penelitian. Penyaksian terhadap peristiwa-peristiwa itu bisa dengan
melihat, mendengarkan, merasakan, yang kemudian dicatat
seobyektif mungkin.23 Pada dasarnya, tujuan dari observasi adalah
untuk mendiskripsikan lingkungan yang diamati, aktifitas-aktifitas
yang berlangsung, individu-individu yang terlibat dalam
lingkungan tersebut beserta aktifitas dan perilaku yang
dimunculkan, serta makna kejadian berdasarkan perspektif individu
yang terlibat tersebut.24
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak,
yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan tersebut.25 Beberapa macam wawancara, yaitu :
1) Wawancara terstruktur (structured interview)
Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan
data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui
dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh
karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah
23 W. Gulo, Metodologi penelitian (Jakarta: PT. Gramedia, 2002), hal. 116.
24 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Salemba Humanika
2011), hal. 131-132.
25 Lexy J. Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
menyiapkan instrument penelitian berupa
pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternative jawabannya pun telah
disiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini setiap responden
diberi pertanyaan yang sama, dan pengumpul data
mencatatnya. Dengan wawancara terstruktur ini pula,
pengumpulan data dapat menggunakan beberapa pewawancara
sebagai pengumpul data. Supaya setiap pewawancara
mempunyai keterampilan yang sama, maka diperlukan training
kepada calon pewawancara.
2) Wawancara semiterstuktur (semistructure interview)
Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept
interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila
dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari
wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan
secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara
diminta pendapat dan ide-idenya. Dalam melakukan
wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan
mencatat apa yang dikemukakan oleh informan.
3) Wawancara tak berstruktur (unstructured intervew)
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas
dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang
telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk
hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan
ditanyakan.26
Wawancara yang akan digunakan oleh peneliti dalam
penelitian ini yaitu wawancara tidak terstruktur. Peneiti akan
mudah dalam pelaksanaan wawancara tidak terstruktur ini, dan
dalam pelaksanaan wawancara peneliti lebih mudah menggali
informasi dan membuat responden nyaman dalam proses
pelaksanaan wawancara.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah salah satu metode
pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau menganalisis
dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau orang lain
tentang subjek. Metode dokumentasi merupakan salah satu cara
yang dapat dilakukan peneliti kualitatif untuk mendapatkan
gambaran dari sudut pandang subjek melalui suatu media tertulis
dan dokumen lainnya yang tertulis atau dibuat langsung oleh
subyek yang bersangkutan.27
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbetuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan
misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera,
26 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2011), hal. 233.
27 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Salemba Humanika
biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar,
misalnya foto, gambar, patung, film dan lain-lain. Metode
dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode
observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.28
6. Teknik Analisis Data
Data hasil penelitian yang telah dikumpulkan sepenuhnya
dianalisis secara kualitatif. Analisis data dilakukan setiap saat
pengumpulan data di lapangan secara berkesinambungan. Diawali
dengan proses klarifikasi data agar tercapai konsistensi, dilanjutkan
dengan langkah abstraksi-abstraksi teoritis terhadap informasi
lapangan, dengan mempertimbngkan menghasilkan
pernyataan-pernyataan yang sangat memungkinkan dianggap mendasar dan
universal. Gambaran dan informasi tentang peristiwa atas obyek yang
dikaji tetap mempertimbangkan derajat koherensi internal, masuk akal,
dan berhubungan dengan peristiwa faktual dan realistik.
Dengan cara melakukan komparasi hasil temuan dan
pendalaman makna, maka diperoleh suatu analisis data yang terus
menerus secara simultan sepanjang proses penelitian.29 Adapun data
yang akan dianalisis adalah: indikator kepedulian pada orang tua,
proses pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam dengan terapi
modelling dan hasil dari pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam
28 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2011), hal. 240.
29 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2001),
dengan terapi modelling dalam meningkatkan kepedulian kepada orang
tua.
7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Agar data ini benar-benar bisa dipertanggung jawabkan maka
dalam penelitian kualitatif dibutuhkan teknik pengecekan keabsahan
data, sehingga memperoleh tingkat keabsahan data. Teknik untuk
memeriksa keabsahan data antara lain:
a. Perpanjangan Keikutsertaan
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam
pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan
dalam waktu yang singkat, tetapi memerlukan perpanjangan
keikutsertaan pada latar penelitian.
Peneliti dengan perpanjangan keikutsertaannya akan
banyak mempelajari kebudayaan dapat menguji ketidakbenaran
informasi yang diperkenalkan oleh distorsi, baik yang berasal dari
diri sendiri maupun dari responden, dan membangun kepercayaan
subyek. Dengan demikian, penting sekali arti perpanjangan
keikutsertaan peneliti guna berorientasi dengan situasi, juga guna
memastikan apakah konteks itu dipahami dan dihayati.30
b. Meningkatkan Ketekunan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan
secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut
30 Lexy J. Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam
secara pasti dan sistematis. Sebagai bekal peneliti untuk
meningkatkan ketekutan adalah dengan cara membaca berbagai
referensi buku maupun hasil penelitian atau
dokumentasi-dokumentasi yang terkait dengan temuan yang diteliti. 31
c. Triangulasi
Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data.
Trianggulasi dibedakan menjadi empat macam yaitu:S
1) Trianggulasi data (data trianggulation) atau trianggulasi sumber adalah penelitian dengan menggunakan berbagai
sumber data yang berbeda untuk mengumpulkan data yang
sejenis.
2) Trianggulasi peneliti (investigator trianggulation) adalah hasil peneliti baik data maupun simpulan mengenai bagian
tertentu atau keseluruhannya bisa diuji validitasnya dari
beberapa peneliti.
3) Trianggulasi metodologis (methodological trianggulation)
jenis trianggulasi bisa dilakukan oleh seorang peneliti dengan
mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan
teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda.
31 Sugiyono, Metode Penelitian KuantitatifKualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
4) Trianggulasi teoritis (theoretical trianggulation) trianggulasi ini dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan prespektif
lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang
dikaji.
G. Sistematika Pembahasan
Dalam pembahasan skripsi ini, peneliti akan mencantumkan
sistematika pembahasan yang terdiri dari dari 5 bab dengan susunan sebagai
berikut:
Bab I : PENDAHULUAN
Berisi pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian. Di dalam metode penelitian ada beberapa
isi, antara lain: pendekatan dan jenis penelitian, sasaran dan lokasi
penelitian, jenis dan sumber data, tahap-tahap penelitian, teknik
pengumpulan data, teknik analisis data, teknik pemeriksaan keabsahan
data dan sistematika pembahasan.
Bab II: TINJUAN PUSTAKA
Dalam bab ini berisi: tinjauan pustaka meliputi: Bimbingan Konseling
Islam (pengertian Bimbingan Konseling Islam, tujuan Bimbingan
Konseling Islam, langkah-langkah Bimbingan Konseling Islam,
unsur-unsur Bimbingan Konseling Islam). Teknik Modelling (pengertian
Teknik Modelling, tujuan Teknik Modelling, fungsi dan peran terapis,
ciri-ciri peduli). Dan terakhir dalam bab dua berisi penelitian
terdahulu yang relevan.
Bab III: PENYAJIAN DATA
Berisi penyajian data, di dalam penyajian data meliputi: deskripsi
lokasi penelitian yakni sejarah kelurahan Barengkrajan, kecamatan
Krian, Kabupaten Sidoarjo. Deskripsi obyek penelitian yang meliputi:
deskripsi konselor, deskripsi klien, deskripsi masalah dan selanjutnya
yaitu tentang deskripsi hasil penelitian yang berisi: ciri kepedulian
pada orang tua, proses bimbingan konseling Islam dengan teknik
modeling untuk meningkatkan kepedulian remaja kepada orang tua,
hasil proses bimbingan konseling Islam dengan teknik modeling untuk
meningkatkan kepedulian remaja kepada orang tua.
Bab IV: ANALISIS DATA
Analisis proses pelaksanaan konseling yang meliputi identifikasi
masalah, diagnosis, prognosis, treatment, dan follow up. Dan analisis
keberhasilan dalam proses konseling.
Bab V: PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berisi
kesimpulan dan saran. Kesimpulan yang isinya lebih bersifat
konseptual dan harus terkait dengan rumusan masalah dan tujuan
penelitian. Dan saran yang berupa rekomendasi dari hasil penelitian
yang telah dilakukan untuk peneliti lanjutan yang terkait dengan hasil
BAB II
BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM, TEKNIK MODELLING, DAN KEPEDULIAN
A. Bimbingan dan Konseling Islam
1. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam
a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam
Bimbingan dan konseling islam adalah proses pemberian
bantuan terhadap individu agar menyadari kembali eksistensinya
sebagai makhluk allah yang seharusnya hidup selaras dengan
ketentuan dan petunjuk allah, sehingga dapat mencapai
kebahagiaan hidup didunia dan di akhirat.31
Menurut Ahmad Mubarok, bimbingan konseling Islam
adalah suatu proses pemberian bantuan secara terus menerus dan
sistematis terhadap individu atau sekelompok orang yang sedang
mengalami kesulitan lahir dan batin untuk dapat memahami dirinya
dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga
dapat hidup secara harmonis sesuai dengan ketentuan dan petunjuk
Allah dan Rasul-Nya demi tercapainya kebahagiaan duniawiah dan
ukhrawiah.32
Sedangkan menurut Erhamwilda di dalam bukunya Pudji
Rahmawati, bimbingan dan konseling Islami adalah bantuan yang
31 Tohari Musnamar, Dasar- dasar Konseptual Bimbingan Konseling Islam (Yogyakarta:
UII Press, 1992), hal. 5.
32 Ahmad Mubarok, Al-Irsyad an Nafsy, Konseling Agama Teori dan Kasus (Yogyakarta:
diberikan kepada klien oleh seorang yang ahli dalam konseling
untuk membantu klien memecahkan permasalahannya sesuai
tuntunan Al-Qur’an dan Hadist, sehingga klien mampu
menggunakan potensi-potensinya untuk menghadapi hidup dan
kenyataan hidup dengan wajar dan benar.33
Di dalam buku Samsul Munir menjelaskan, Bimbingan dan
Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terarah,
kontinue dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat
mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya
secara optimal dengan cara menginterelasikan nilai-nilai yang
terkandung di dalam al- qur‟an dan hadis Rosulullah SAW ke dalam dirinya, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan
tuntutan Al- Qur‟an dan Hadist.34
Dari beberapa definisi dan tinjauan secara etimologis yang
terpaparkan diatas, maka dapat diambil pengertian bahwa
Bimbingan dan Konseling Islam adalah suatu pemberian
pertolongan dalam bidang mental spiritual yang diberikan kepada
seseorang yang sedang atau akan mengalami kesulitan- kesulitan
baik lahiriah maupun batiniahdi dalam lingkungan hidupnya agar
orang tersebut mampu mengatasi sendiri dengan potensi yang ada
pada dirinya melalui dorongan dari kekuatan iman dan taqwanya
33 Pudji Rahmawati, Bimbingan Penyuluhan Islam (Surabaya: Dakwah Digital Press,
2009), hal. 6.
kepada ALLAH SWT dengan mengacu berdasarkan Al- Qur‟an da Hadist untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
b. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam
Secara umum tujuan bimbingan dan konseling Islami slam
tidak banyak berbeda dengan tujuan bimbingan konseling (versi
barat), yaitu sama-sama memberi bimbingan dan arahan kepada
klien serta mengeluarkan klien dari permasalahan, dan
perbedaanya terletak pada tujuan akhir yang ingin dicapai melalui
bimbingan dan konseling umum (versi barat) kepada Allah,
memiliki ilmu pengetahuan yang luas, senantiasa beribadah/
mengabdi kepada Allah, Mewujudkan diri seutuhnya (insan Kamil)
seperti ungkapan tujuan di atas adalah mewujudkan diri sesuai
dengan hakikatnya sebagai manusia yaitu untuk menjadi manusia
yang selaras antara pengembangan diri dengan pelaksanaan fungsi
dan keduduknnnya sebagai makhluk Allah (makhluk religius),
makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk sosial.
Ada beberapa tentang tujuan bimbingan dan Konseling
Islam sesuai dengan pendapat Aziz Salleh adalah :
1) Menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh klien.
2) Berlakunya perubahan yang diinginkan untuk mencapai
kesempurnaan diri.
4) Bertindak secara logis, waras dan atas dasar keimanan dan
bukan atas dasa hasutan nafsu dan syetan laknatullah.
5) Membantu klien mewujudkan perhubungan yang baik.
6) Membantu klien yang terlibat dalam perbuatan keji.
7) Membentuk tabiat diri agar senantiasa berdisiplin dengan siapa
saja menjadikan klien insan yang dihormati dan disukai.35
Sedangkan az-Dzaky menyatakan tujuan konseling dalam
Islam adalah :
1) Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan
kebersihan jiwa dan mental, menjadi tenang dan damai,
(muthmainnah) bersikap lapang dada (radhiyah) dan mendapat
pencerahan Taufiq dan Hidayah Tuhannya (mardhiyah).
2) Untuk mengasilkan suatu perubahan perbaikan dan kesopanan
tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik pada diri
sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan kerja maupun
lingkungan social dan alam.
3) Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu
sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi kesetakawanan,
tolong menolong dan rasa kasih sayang.
4) Untuk menghasilkan kecerdasan sprirtual pada dri individu
sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat
35 Aziz Salleh, Konseling Islam, (Kuala Lumpur: Utusan Publicatio & Distributors
tat kepda Tuhanya, ketulusan mematuhi segala perintanya serta
ketabahan dalam menerima ujian.
5) Untuk menghasilkan potensi Ilahiyah sehingga dengan potensi
itu individu dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah dingan
baik dan benar Ia dapat dengan baik menanggulangi persoalan
hidup dan dapat membarikan kemanfaatan dan keselamatan bagi
lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan.36
Tujuan akhir dari bimbingan dan konseling Islam adalah
agar klien terhindar dari berbagai masalah, apakah masalah
tersebut berkaitan dengan gejala penyakit mental (neurona dan
psychose), sosial maupun spritual, atau dengan kata lain agar
masing-masing individu memiliki mental yang sehat.
Mental yang sehat (qolbun saliim)dapat ditandai: orang
yang senantiasa tawakkal, bersyukur, sabar, atau tabah,
tawadu’,rajin beribadah, wara’, ikhlas, amanah dan mau berjihad di
jalan Allah, sedangkan wahananya adalah: zikir, tubat, muqorobah,
cinta ilmu, rindu hidayah. Sebaliknya mental yang berpenyakit
dapat ditandai melalui penomena ; suka melaksanakan maksiat,
berbuat zalim, berburuk sangka baik kepada Allah maupun kapada
manusia, menolak kebenaran, menuruti hawa nafsu.
Orang yang memiliki mental yang sakit, termasuk orang
yang bermasalah baik dalam pandangan agama maupun dalam
36 Hamdani Bakran Adz-Dzaki, Psikoterapi dan Konseling Islam, (Yogyakarta: Fajar
pandangan psikologi, dan jika ini dibiarkan, bukan saja dapat
merumuskan diri pribadi yang bersangkutan, tetapi juga dapat
merusak dan mengganggu orang lain.
c. Fungsi bimbingan dan Konseling Islam
Fungsi bimbingan dan konseling Islami sebenarnya tidak
berbeda dengan fungsi bimbingan dan konseling (secara Umum),
walaupun dari segi istilah dan penekanannya terdapat perbedaan.
Fungsi bimbingan dan konseling adalah:
1) Preventif atau pencegahan, yaitu mencegah timbulnya masalah
pada seseorang.
2) Kuratif atau korektif yaitu memecahkan dan menanggulangi
masalah yang sedang dihadapi seeorang.
3) Developmental, yaitu mengembangkan keadaan yang sudah
baik itu menjadi lebih baik.
Menurut Faqih ,fungsi bimbingan konseling Islami adalah:
1) Fungsi preventif yaitu membantu individu menjaga atau
mencegah timbulnya masalah bagi dirinya.
2) Kuratif atau Korektif yakni membantu individu memecahkan
masalah yang sedang dihadapi atau dialaminya.
3) Fungsi preservatif yakni membantu individu menjaga agar
situasi dan kondisi yang semula tidak baik menjadi baik dan
4) Fungsi development atau pengembangan yakni membantu
individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi
yang telah baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak
memungkinkan menjadi munculnya masalah baginya.37
d. Langkah- langkah Bimbingan dan Konseling Islam
Dalam bimbingan dan konseling islam ada beberapa
langkah-langkah yang harus dilakukan, antara lain:
1) Identifikasi Masalah
Langkah ini dimaksudkan untuk mengetahui masalah
beserta gejala- gejala yang nampak. Dalam langkah ini,
konselor mencatat kasus- kasus yang perlu mendapatkan
bimbingan dan memilih kasus mana yang mendapat bantuan
terlebih dahulu.
Pada identifikasi masalah ini, konselor mencari tahu apa
saja masalah yang dialami oleh konseli (shola). Berdasarkan
dari pengumpulan data konselor yang berupa observasi
langsung dan wawancara terhadap orang- orang terdekat,
konselor mengidentifikasikan bahwa perilaku yang sering
tampak pada rama adalah 1) Bersikap acuh dan cuek, hal
tersebut membuat dia kurang memperhatikan sekelilingnya dan
kurang perhatian juga dengan kedua orang tuannya maupun
keluarga yang lain 2) sering berkata kasar dan kotor dalam
ucapannya, hal tersebut terlihat saat saya berbicara dengan dia,
saya pun harus berhati-hati dalam ucapan dan sabar
menyikapinya 3) keras kepala dan egois, sulit menerima
masukan dari orang lain dan sering bersikap seenaknya sendiri
4) suka begadang dan kalau tidur susah di bangunkan 5) dia
juga sering mengabaikan kewajibannya sebagai makhluk Allah
yaitu sholat 5 waktu.
2) Diagnosa
Diagnosa adalah langkah untuk menetapkan masalah
yang dihadapi beserta latar belakangnya. Dari hasil identifikasi
konselor, maka langkah selanjutnya adalah menentukan apa
masalah yang dialami oleh shola, konselor menetapkan bahwa
shola ini mengalami perilaku yang kurang peduli dengan
sekelilingnya, yang sudah ditandai oleh gejala- gejala perilaku
yang sering diperlihatkan oleh kebiasaan shola. Selanjutnya
konselor akan melakukan menentukan langkah apa yang akan
dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi konseli.
3) Prognosa
Prognosa merupakan langkah untuk menetapkan jenis
bantuan apa yang akan dilakukan untuk menyelesaikan
masalah. Konselor menetapkan jenis bantuan terapinya yaitu
menggunakan teknik modelling. Disini konselor yang berperan
dapat merubah perilaku yang dialami shola. Konseli akan
mengamati secara langsung model (konselor).
Pada prinsipnya, terapis memperlihatkan model yang
tepat untuk membuat klien dapat meniru bagaimana ia
seharusnya melakukan upaya menghilangkan perasaan dan
pikiran yang tidak seharusnya dari orang lain yang disebut
model itu.38
4) Terapi (treatment)
Konselor akan melakukan pelaksanaan bantuan apa
yang sudah ditetapkan dalam langkah prognosa. Pada tahap ini,
konselor menerapkan langkah- langkah dalam teknik
modelling, diantaranya adalah (1) menetapkan bentuk
penokohan, (2) pada live model (penokohan nyata) yang dipilih sebagai model adalah konselor sendiri, (3) kompleksitas
perilaku yang dimodelkan harus sesuai dengan tingkat perilaku
konseli (konselor akan mencontohkan bagaimana berperilaku
yang baik terhadap orang yang lebih tua, menerapkan sikap
kepedulian terhadap teman, dsb), (4) mengkombinasikan
modeling dengan reward berupa pujian, penguatan positif, nasihat serta punishment.(5) melakukan pemodelan dimana tokoh menunjukkan perilaku yang menimbulkan rasa takut bagi
38 Sutarjo A. Wiramihardja, Pengantar Psikologi Klinis (Bandung: PT Refika Aditama,
konseli (dengan sikap manis, perhatian, bahasa yang lembut
dan perilaku yang menyenangkan konseli).
5) Evaluasi atau Follow Up
Langkah ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
bimbingan konseling yang telah dilakukan mencapai hasilnya.
Dalam langkah follow up atau tindak lanjut, konselir akan melihat perkembangan konseli selanjutnya dalam jangkah
waktu yang lebih jauh.
e. Unsur-unsur Dalam Proses Bimbingan dan Konseling Islam
Bimbingan dan konseling islam mempunyai beberapa unsur
atau komponen yang saling terkait dan saling berhubungan satu
sama lain. Unsur- unsur bimbingan dan konseling islam pada
dasarnya adalah konselor, konseli dan masalah yang dihadapi.
1) Konselor
Konselor adalah orang yang membantu konseli dalam
proses konseling. Konselor merupakan orang yang bermakna
bagi konseli, konselor menerima apa adanya dan bersedia
dengan sepenuh hati untuk membantu konseli mengatasi
masalahnya hingga saat kritis sekalipun, dengan upaya
menyelamatkan konseli dari keadaan yang tidak
pendek dalam kehidupan yang terus berubah.39 Menurut
Thahari Musnamar, persyaratan konselor antara lain:
(a) Kemampuan prefesional
(b) Sifat kepribadian yang baik
(c) Kemampuan kemasyarakatan
(d) Ketaqwaan kepada allah40
Sedangkan menurut H.M Arifin, syarat- syarat untuk
menjadi konselor adalah:
(a) Meyakini akan kebenaran agama yang dianutnya,
menghayati dan mengamalkannya.
(b) Memiliki sifat dan kepribadian yang menarik.
(c) Memiliki rasa tanggung jawab, rasa berbakti tinggi dan
loyalitas terhadap tugas pekerjaan secara konsisten.
(d) Memiliki kematangan jiwa dalam bertindak menghadapi
permasalahan yang memerlukan pemecahan.
(e) Mampu mengadakan komunikasi (hubungan) timbale
balik terhadap seseorang dan lingkungan sekitar.
(f) Mempunyai sikap dan perasaan terikat nilai kemanusiaan
yang harus ditegakkan.
39 Imam Sayuti Farid, Pokok- pokok Bahasan tentang Bimbingan Penyuluhan Agama (),
hal. 14.
40 Thohari Musnamar, Dasar-dasar Konseptual Bimbngan dan Konseling Islam
(g) Mempunyai keyakinan bahwa setiap orang bimbingannya
memiliki kemampuan dasar yang baik dan dapat
dibimbing menuju arah perkembangan yang optimal.
(h) Memiliki ketangguhan, kesabaran, serta keuletan dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya.
(i) Memiliki jiwa yang progresif (ingin maju dalam karirnya).
(j) Memiliki sikap yang tanggap dan peka terhadap
kebutuhan anak bimbing.
(k) Memiliki pribadi yang bulat dan utuh, tidak berjiw
terpecah- pecah karena tidak dapat merekam sikap.
(l) Memiliki pengetahuan teknis termasuk metode tentang
bimbingan dan konseling serta mampu menerapkannya
dalam tugas.41
Dari beberapa pendapat diatas pada hakikatnya seorang
konselor harus mempunyai kemampuan untuk melakukan
bimbingan dan konseling dengan disertai memiliki kepribadian
dan tanggung jawab serta mempunyai pengetahuan yang luas
ilmu agama dan ilmu-ilmu yang lain yang dapat menunjang
bimbingan dan konseling.
2) Konseli
Konseli adalah orang yang perlu memperoleh perhatian
sehubungan dangan pahala yang dihadapinya dan membutuhkan
41 Imam Sayuti Farid, Pokok-pokok Bahasan tentang Bimbingan Penyuluhan Agama
bantuan dari pihak lain untuk memecahkannya, namun demikian
keberhasilan dalam mengatasi masalahnya itu sebenarnya sangat
ditentukan oleh pribadi itu sendiri. Menurut Kartini Kartono,
konseli hendaknya memiliki sikap dan sifat sebagai berikut:
(a) Terbuka
Keterbukaan konseli akan sangat membantu jalannya
proses konseling. Artinya, konseli bersedia mengungkapkan
segala sesuatu yang diperlukan demi suksesnya proses
konseling.
(b) Sikap percaya
Agar konseling berlangsung secara efektif, maka
konseli harus dapat percaya terhadap konselor. Artinya,
konseli harus percaya bahwa konselor benar-benar bersedia
menolongnya, percaya bahwa konselor tidak akan
membocorkan rahasianya kepada siapapun.
(c) Bersikap jujur
Seorang konseli yang bermasalah harus bersikap jujur
terhadap masalahnya. Artinya, konseli harus jujur dalam
mengemukakan data-data yang benar, jujur mengakui bahwa
permasalahannya.
(d) Bertanggung jawab
Tanggung jawab konseli untuk mengatasi masalahnya
(e) Masalah
Konseling berkaitan dengan masalah yang dihadapi oleh
individu (konseli), dimana masalah tersebut timbul karena
berbagai faktor. Maka masalah yang ditangani oleh proses
konseling dapat menyangkut beberapa bidang kehidupan,
antara lain: Bidang pernikahan dan keluarga, Pendidikan,
Sosial (kemasyarakatan), Pekerjaan (jabatan), Keagamaan42
Masalah dalam kamus konseling adalah suatu keadaan
yang mengakibatkan seseorang atau kelompok menjadi rugi
atau sakit dalam melakukan sesuatu. Sedangkan menurut W.S
Winkel dalam bukunya “Bimbingan dan KOnseling di Sekolah
Menengah”, masalah adalah sesuatu yang ,menghambat,
merintang, mempersulit, dalam mencapai usaha atau tujuan.43
2. Teknik Modelling
a. Pengertian Modelling
Pemodelan (modeling) yaitu mencontohkan dengan menggunakan belajar observasional.44 Modeling berakar dari
teori Albert Bandura dengan teori belajar sosial. Modeling
merupakan belajar melalui observasi dengan menambahkan atau
42 Thahari Musnamar, Dasar- dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam
(Yogyakarta: UII Press, 1992), hal. 41-42.
43 W.S Winkel, Bimbingan dan KOnseling di Sekolah Menengah (Jakarta: Gramedia,
1989), hal. 12.
44Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansah- nuansah Psikologi Islam (Jakarta: PT. Raja
mengurangi tingkah laku yang teramati, menggeneralisir
berbagai pengamatan sekaligus, melibatkan proses kognitif.45
Dalam pencontohan, konseli mengamati seorang model
dan kemudian diperkuat untuk mencontoh tingkah laku sang
model tersebut. Bandura menyatakan bahwa belajar yang bisa
diperoleh melalui pengalaman langsung bisa pula diperoleh
secara tidak langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain
beserta konsekuensi-konsekuensinya.
Kecakapan-kecakapan sosial tertentu bisa diperoleh
dengan mengamati dan mencontoh tingkah laku model- model
yang ada. Reaksi- reaksi emosional yang yang terganggu yang
dimiliki seseorang bisa dihapus dengan cara orang itu mengamati
orang lain yang mendekati objek-objek atau situasi- situasi yang
ditakuti tanpa mengalami akibat-akibat yang menakutkan dengan
tindakan yang dilakukannya. Pengendalian diripun bisa dipelajari
melalui pegamatan atas model yang dikenai hukuman. Status dan
kehormatan model amat berarti dan orang- orang pada umumnya
dipengaruhi oleh tingkah laku model- model yangmenempati
status yang tinggi dan terhormat dimata mereka sebagai
pengamat.46
Menurut Bandura bahwa strategi modeling adalah strategi dalam konseling yang menggunakan proses belajar melalui
45 Gantika Komalasari, Teori dan Teknik Konseling (Jakarta : PT. Indeks, 2011 ), hal. 176.
46 Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: PT. Refika
pengamatan terhadap model dan perubahan perilaku yang terjadi
karena peniruan. Sedangkan menurut Nelson strategi modeling
merupakan strategi pengubahan perilaku melalui pengamatan
perilaku model. Selain itu, Pery dan Furukawa mendefinisikan
modelling sebagai proses belajar observasi, dimana perilaku individu atau kelompok, para model, bertindak sebagai suatu
perangsang gagasan, sikap atau perilaku ada orang lain yang
mengobservasi penampilan model.47
Terdapat dua konsep yang berbeda yang digunakan dalam
modellling, yaitu antara coping dan mastery. Mastery model
menampilkan perilaku ideal, contohnya bagaimana menangani
ketakutan. Sebaliknya, coping model pada dasarnya
menampilkan bagaimana ia tidak merasa takut untuk menghadapi
hal yang semula menakutkan.48
Pengaruh dari peniruan melalui modeling menurut
Bandura adalah:
1) Pengambilan respon atau keterampilan baru dan
memperlihatkan dalam perilakunya setelah memadukan apa
yang diperoleh dari pengamatannya dengan pola perilaku
yang baru.
47 Muhammad Nur Salim, Strategi Konseling (Surabaya: Unesa University Press, 2005),
hal. 63.
48 Sutarjo A. Wiramihardja, Pengantar Psikologi Klinis (Bandung: PT Refika Aditama,
2) Hilangnya respon takut setelah melihat tokoh (sebagai model)
melakukan sesuatu yang oleh si pengamat menimbulkan
perasaan takut, namun pada tokoh yang dilihatnya tidak
berakibat apa- apa atau akibatnya bahkan positif.
3) Pengambilan suatu respon dari respon- respon yang
diperlihatkan oleh tokoh yang memberikan jalan untuk
ditiru.49
Modeling bukan sekedar menirukan atau mengulangi apa yang dilakukan oleh model saja, tetapi juga modeling melibatkan penambahan atau pengurangan tingkah laku yang teramati,
menggenalalisir berbagai pengamatan sekaligus, dan melibatkan
proses kognitif.50 Dari beberapa pengertian diatas, dapat
disimpulkan bahwa modeling adalah suatu strategi yang digunakan untuk membantu seseorang yang mengalami kesulitan
menghadapi suatu kondisi yang menakutkan, pelatihan perubahan
perilaku yang lebih baik melalui observasi terhadap perilaku yang
dimodelkan.
b. Tujuan Modelling
Strategi modeling dapat digunakan untuk membantu siswa memperoleh perilaku baru melalui model hidup maupun model
simbolik, menampilkan perilaku yang sudah diperoleh dengan
cara yang tepat atau pada saat pembelajaran, mengutangi rasa
49 Singgih dan Gunarsah, Konseling dan Psikoterapi (Jakarta: Gunung Mulia, 2007), hal.
221.
takut dan cemas, memperoleh keterampilan sosial dan mengubah
perilaku verbal, serta mengobati kecanduan narkoba.51
Pada prinsipnya, terapi behavior itu sendiri bertujuan untuk memeroleh perilaku baru, mengeliminasi perilaku lama
yang merusak diri dan memperkuat, serta mempertahankan
perilaku yang diinginkan yang lebih sehat. Tujuan konseling
behavior dengan teknik modeling adalah untuk merubah perilaku dengan mengamati model yang akan ditiru agar konseli
memperkuat perilaku yang sudah terbentuk.52
Jadi, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari modeling ini adalah seorang anak diharapkan bisa mengubah perilaku yang
maladaptive dengan menirukan model nyata.
c. Macam- macam Modelling
Macam-macam modeling (penokohan) menurut Corey ada 3 yaitu:
1) Model yang nyata (live model), contohnya konselor yang dijadikan sebagai model oleh konselinya, atau guru, anggota
keluarga atau tokoh lain yang dikagumi.53Live model
digunakan untuk menggambarkan perilaku-perilaku tertentu
khususnya situasi interpersonal yang kompleks dalam bentuk
percakapan sosial dan interaksi dengan memecahkan masalah.
51 Muhammad Nur Salim. Strategi Konseling (Surabaya: Unesa University Press, 2005),
hal. 63-64.
52Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Bandung: PT. Refika
Aditama, 2009), hal. 09.
Model yang hidup (live model) diperoleh konseli dari konselor atau orang lain dalam bentuk tingkah laku yang sesuai,
pengaruh sikap, dan nilai-nilai keahlian kemasyarakatan.
Keberadaan konselorpun dalam keseluruhan proses,
konseli akan membawa langsung (live model) baik dalam sikap hangat maupun dingin.
Live Model dapat digunakan untuk mengatasi perilaku maladaptive, seperti kasus pola asuh orang tua yang otoriter
terhadap anak, perilaku agresif, pecandu rokok, dsb.
2) Model simbolik (symbolic model)
Model simbolik dalah tokoh yang dilihat melalui film,
video atau media lainnya. Contohnya seseorang yang menderita
neurosis yang melihat tokoh dalam film dapat mengatasi
masalahnya dan kemudian ditirunya.54Tujuan dari model
simbolik adalah untuk merub