Mata Kuliah
Dosen Pembimbing
Agama Islam
Ridwan, S.Ag, M. Sy.
HAKIKAT HAM, MAMUSIA DAN IMAN DALAM
PANDANGAN ULAMA FIKIH, AHLI SUFI /
TAWAWUF BERDASARKAN DAHLIL YANG
QATH’I
DOSEN PEMBIMBING : Ridwan, S.Ag, M.Sy.
DISUSUN OLEH
TATUM DERIN (1788203005)
PRODI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
PEKANBARU
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala nikmat sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan sebagai mana mestinya. Makalah ini
dimaksudkan sebagai karya ilmiah mengenai Hakikat Hak Asasi Manusia, Manusia dan Iman, terutama menurut pandangan ulama fikih dan ahli sufi/tawawuf berdasarkan dahlil yang qath’i, yaitu Al-Qur’an, hadis atau ilmu logika pada Mata Kuliah AGAMA ISLAM pada Prodi English Education.
Dalam penyusunan makalah ini, saya mengucapkan terima kasih kepada dosen Saya yaitu Bapak Ridwan berkat panduan materi dan waktu yang beliau berikan; teman-teman sekelas saya terutama Anwar yang telah membantu saya dalam memahami materi tentang manusia dan Hafiz Nur Rahman yang telah membantu saya mengerti tentang sufi.
Sebagai sebuah karya ilmiah, saya berharap makalah ini bermanfaat bagi siapa saja yang tertarik dengan hakikat manusia, iman dan hak asasi yang dimilikinya. Saya sadar bahwa sudah pasti terdapat kekurangan di berbagai bagian dalam makalah ini, terutama dikarenakan limitasi penalaran penulis sendiri. Selain itu, saya berusaha mengutip segala informasi dengan memeriksa dokumen sumbernya dan mengutip halaman berapa saya menemukannya, tetapi ada beberapa kutipan yang saya dapatkan dari internet dan tidak bisa memeriksa lebih jauh kebenaran sumber informasinya karena ketidaksediaan dokumentasinya di internet atau perpustakaan serta keterbatasan waktu. Oleh sebab itu, demi
kesempurnaannya di masa depan, saya harapkan kritik dan saran para pembaca intelektual.
PEKANBARU, 13 APRIL 2018
DAFTAR ISI
E. Hakikat Manusia (Human Nature)...13
1. Pandangan Ulama Fikih, Ahli Sufi/Tasawuf dan Kutipan Al-Qur’an mengenai Hakikat Manusia...13
2. Asal Kejadian Manusia...19
3. Tujuan Penciptaan Manusia...23
4. Persamaan dan Perbedaan Manusia dengan Makhluk Lain...23
5. Eksistensi dan Martabat Manusia...25
6. Tanggungjawab sebagai Manusia...26
F. Hakikat Hak Asasi Manusia (Human Rights)...29
1. Pandangan Ulama Fikih, Ahli Sufi/Tasawuf dan Kutipan Al-Qur’an mengenai HAM...31
G. Hakikat Iman...37
1. Hakikat Iman dalam Pandangan Ahli Sufi/Tasawuf...37
2. Tingkatan Iman...41
3. 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam...42
BAB III...43
A. Simpulan...43
B. Saran...43
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang unik. Hingga kini fisiknya saja masih diteliti dan masih banyak rahasia yang belum terpecahkan. Telebih lagi dari sisi jiwanya. Yang merupakan inti dari segala hal. Al-Qur’an menjelaskan bahwa fungsi penciptaan manusia di alam ini adalah sebagai khalifah. Untuk melaksanakan fungsi ini Allah SWT membekali manusia dengan seperangkat potensi. Dalam konteks ini, maka pendidikan Islam harus merupakan upaya yang ditujukan kearah pengembangan potensi yang dimiliki manusia secara maksimal sehingga dapat diwujudkan dalam bentuk konkrit, dalam arti berkemampuan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi diri, masyarakat dan lingkungannya sebagai realisasi fungsi dan tujuan penciptaannya sebagai khalifah yang baik. Untuk memenuhi tujuan tersebut, dibuatlah makalah ini, yang menjelaskan tentang hakikat manusia, hak asasi yang ia miliki beserta imannya menurut pandangan ulama fikih dan ahli sufi/tawawuf berdasarkan dahlil yang qath’i, yaitu Al-Qur’an, hadis atau ilmu logika.
B. Limitasi Makalah
Dikarenakan waktu yang sangat terbatas, masih banyak pendapat mengenai hakikat manusia, HAM dan iman dari berbagai para ahli sufi/tasawuf dan ulama fikih yang tidak bisa penulis gunakan.
C. Rumusan Masalah
Bagaimanakah hakikat hak asasi manusia, manusia dan iman, terutama menurut pandangan ulama fikih dan ahli sufi/tawawuf berdasarkan dahlil yang qath’i, yaitu Al-Qur’an, hadis atau ilmu logika?
D. Tujuan Makalah
Tujuan dari makalah ini adalah agar siapapun yang membacanya bisa memahami hakikat hak asasi manusia, manusia dan iman, terutama menurut
E. Manfaat Makalah
1. Mahasiswa sebagai calon pengajar peserta didik memahami lebih dalam mengenai hakikat hak asasi manusia, manusia dan iman, terutama menurut pandangan ulama fikih dan ahli sufi/tawawuf berdasarkan dahlil yang qath’i, yaitu Al-Qur’an, hadis atau ilmu logika.
2. Guru sebagai fasilitator dan katalisator perkembangan baik akademik maupun non-akademik peserta didik lebih memahami hakikat hak asasi manusia, manusia dan iman, terutama menurut pandangan ulama fikih dan ahli sufi/tawawuf berdasarkan dahlil yang qath’i, yaitu Al-Qur’an, hadis atau ilmu logika yang perlu diberikan kepada murid-murid yang beragama Islam.
BAB II ISI
A. Ahli Sufi/Tasawuf
Ahli Sufi adalah pencari Tuhan dan berharap untuk bertemu dengan-Nya dalam perjalanan menuju pertemuan dengan Allah SWT (liqa’ullah). Keikhlasan dan kesungguhan mereka untuk mengenali diri mereka sendiri dan kemudian mengenali Allah menjadikan mereka dipanggil sebagai para Salik (pemula jalan al-Haqq). Mereka lebih mementingkan hal-hal akhirat daripada duniawi. Kesehatan dan pembaikan ruh lebih diutamakan daripada kesehatan jasad dan penampilan diri luar. Mereka berinteraksi dengan manusia bukan dengan penumpuan jasad tetapi secara ruhi, dengan kata lain ahli sufi berbicara dengan ruh-ruh baik manusia maupun yang mati. Mereka berbicara dengan hikmah dan nasihat mereka akan membuat manusia menangis secara meraung dan menyesali diri.
B. Hadis
Hadis (ثيدحلا) artinya berbicara, perkataan atau percakapan. Hadis adalah perkataan/sabda (qaul), perbuatan (fi’il), penetapan (taqrir) dan persetujuan dari Nabi Muhammad saw. yang dijadikan landasan hukum (syariat) Islam, yaitu jalan yang dilalui manusia untuk menuju Allah swt. Hadis merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an.
Struktur hadis terdiri atas 2 komponen:
1. Sanad/Isnad (Silsilah Rawi)
Sanad adalah rantai penutur/rawi (periwayat/masing-masing orang yang menyampaikan) hadis. Awal sanad ialah orang yang mencatat hadis tersebut dalam bukunya (kitab hadis); orang ini disebut mudawwin/mukharrij. Sanad merupakan rangkaian seluruh penutur itu mulai dari mudawwin hingga mencapai Rasulullah. Sanad memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Sebuah hadis dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/rawi yang bervariasi dalam lapisan
sanadnya; lapisan dalam sanad disebut dengan thabaqah. Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thabaqah sanad akan menentukan derajat hadis tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadis. Jadi yang perlu dicermati dalam memahami hadis terkait dengan sanadnya ialah: Keutuhan sanadnya, jumlahnya, perawi akhirnya.
Contoh: “Musaddad mengabari bahwa Yahya menyampaikan sebagaimana
diberitakan oleh Syu'bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah bahwa dia bersabda: "Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri." (hadis riwayat Bukhari). Berarti sanad hadis tersebut adalah Al-Bukhari Musaddad Yahya Syu’bah Qatadah
Anas Rasulullah
Rawi adalah orang-orang yang menyampaikan suatu hadis. Rawi yang tidak ada catatannya disebut maj’hul, dan hadis yang diriwayatkannya tidak boleh diterima. Sifat-sifat rawi yang ideal adalah:
a. Bukan pendusta. Tidak dituduh sebagai pendusta.
b. Tidak fasiq (keluar dari sesuatu atau sudah terbiasa melakukan dosa dan menganggap bahwa dosa adalah hal yang biasa dan sulit untuk
meninggalkannya, sehingga dapat membuat mereka murtad atau keluar dari agama).
c. Tidak sering bertentangan dengan rawi-rawi yang kuat. d. Tidak banyak salahnya.
e. Tidak dikenal sebagai orang yang ragu-ragu.
f. Bukan ahli bid’ah (perbuatan yang dijerjakan tidak menurut contoh yang sudah ditetapkan, seperti menambah atau mengurangi ketetapan).
g. Kuat ingatannya (hafalannya). Teliti.
h. Dikenal oleh setidaknya dua orang ahli hadis pada jamannya.
2. Matan (Isi)
Contoh: “Musaddad mengabari bahwa Yahya menyampaikan sebagaimana diberitakan oleh Syu'bah, dari Qatadah dari Anas dari
Rasulullah bahwa dia bersabda: "Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri." (hadis riwayat Bukhari). Berarti matan dari hadis tersebut adalah “Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri.”
Hadis dapat diklasifikasikan berdasarkan: a. Ujung Sanad
1) Hadis Marfu’ : Langsung pada Nabi Muhammad 2) Hadis Mauquf : Terhenti pada para sahabat nabi 3) Hadis Maqthu’ : Pada para tabi’in (penerus) b. Keutuhan Rantai/Lapisan Sanad
Ilustrasi sanad: Pencatat hadis > Penutur 5 > Penutur 4 > Penutur 3 (tabi’ut tabi’in) > Penutur 2 (tabi’in) > Penutur 1 (para shahabi) > Rasulullah saw.
1) Hadis Musnad : Urutan tidak terpotong
3) Hadis Munqath’i : Putus pada salah satu atau dua penutur yang tidak berurutan, selain shahabi
4) Hadis Mu’dlal : Putus pada dua generasi penutur
5) Hadis Mu’allaq : Putus pada penutur 5 hingga penutur 1, alias tak ada sanad 6) Hadis Mudallas : 1 rawi mengatakan “…A berkata…” atau “Hadis ini dari
A…” tanpa ada kejelasan “…kepada saya…”, yakni tidak tegas menunjukkan kepada siapa hadis itu disampaikan. Hadis ini disebut sebagai hadis yang disembunyikan karena cacatnya riwayatnya atau sesungguhnya ada, tetapi ditutup-tutupi kelemahan sanadnya.
c. Jumlah Penutur
1) Hadis Mutawatir : Diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad dan tidak ada kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta. 2) Hadis Ahad : Diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak mencapai
tingkatan mutawatir. Hadis ini dibedakan menjadi 3 jenis: a) Gharib : Hanya ada 1 jalur sanad b) Aziz : Ada 2 jalur sanad c) Masyhur/Mustafidl : Ada lebih dari 2 jalur sanad
d. Tingkat Keaslian Hadis
1) Hadis Sahih: Tingkatan tertinggi penerimaan suatu hadis karena memenuhi persyaratan:
Sanadnya bersambung.
Diriwayatkan oleh para penutur/rawi yang adil, memiliki sifat istiqomah
(menempuh jalan agama dengan lurus), berakhlak baik, tidak fasiq, terjaga muruah/kehormatannya dan kuat ingatannya.
Pada saat menerima hadis, masing-masing rawi telah cukup umur
(baligh) dan beragama Islam.
Matannya tidak jangaal/bertentangan (syadz) serta tidak ada sebab
tersembunyi atau tidak nyata yang mencacatkan hadis (‘illat). 2) Hadis Hasan : Sanadnya bersambung, namun mungkin ada rawi tidak
sempurna ingatannya. Namun matannya tidak cacat (syadz).
3) Hadis Dhaif: Sanadnya tidak bersambung atau ada rawi tak adil atau tak kuat ingatannya.
4) Hadis Maudlu’ : Dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai sanadnya dijumpai penutur yang dikenal sebagai pendusta.
Jenis-jenis hadis lain yang tidak disebutkan dalam sistem klasifikasi di atas:
2) Hadis Matruk : Ditinggalkan atau hanya diriwayatkan oleh seorang rawi saja dan rawi itu dituduh berdusta.
3) Hadis Mungkar : Hanya diriwayatkan oleh rawi yang lemah yang bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang tepercaya/jujur.
4) Hadis Mu’allal/Ma’lul (yang dicacati)/Mu’tal (sakit/cacat): Cacat tersembunyi (‘illat). Menurut Ibnu Hajar Al Atsqalani, hadis ini tampak baik tetapi setelah diselidiki ternyata cacat.
5) Hadis Mudlthorib : Kacau atau diriwayatkan oleh rawi melalui beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidak sama atau berkontradiksi. 6) Hadis Maqlub : Terbalik atau diriwayatkan oleh rawi yang dalamnya
tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya, baik dalam hal matan (isi) atau sanad (silsilah).
7) Hadis Gholia : Terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah.
8) Hadis Mudraj : Telah ditambah-tambah isinya oleh rawi dengan penjelasan yang bukan berasal dari Rasulullah saw.
9) Hadis Syadz : Jarang atau diriwayatkan oleh rawi yang tepercaya namun bertentangan dengan hadis lain yang diriwayatkan rawi lainnya. 10) Hadis Mahfuzh : Hadis shahih yang lebih kuat sanadnya daripada hadis
syadz yang isinya bertentangan dengannya meskipun berderajat shahih.
C. Fikih
D. Ilmu Logika
Keyakinan penuh orang Muslim pada kekuatan di atas yang wajib kita sembah dan tunduk kepada-Nya tidaklah bertentangan dengan akal dan logika. Bisa disebut juga sebagai ilmu mantiq, ilmu logika dalam Islam merupakan ilmu untuk
mempelajari metode dan hukum untuk membedakan penalaran yang benar dari yang salah. Filsafat merupakan proses berpikir secara radikal, sistematis, dan universal terhadap segala sesuatu yang dipersoalkan hingga memperoleh jawaban yang sebenar benarnya. Logika yang merupakan bagian dari filsafat, logika meletakkan landasan berfikir, menganalisis, pengetahuan manusia dan proses terjadinya pengetahuan itu yang selidiki bukan pengetahuan tentang alam, atau kebudayaan atau mengenai manusia, tetapi melainkan mengenai pengetahuan.
Filsafat muncul di yunani kuno sekitar abad 600 tahun SM, yang telah melahirkan filsuf seperti Socrates, Plato, Aristoteles, dan lain-lain. Tidak mau kalah Islam juga mempunyai para filsuf dan ahli ilmu pengetahuan, terutama dibidang kedokteran seperti Abu al-Abbas al-Sarkasyi abad ke-9 M, Al-Razi pada abad ke-10 dan lain-lain. Filsuf Islam yang pertama muncul yaitu al-kindi, belakangan muncul filsuf berikutnya al-Farabi, Ibn Sina, al-Ghazali, Ibnu Rusyd, dan sebagainya. Penulis akan memaparkan bagaimana logika didalam di dunia Islam.
E. Hakikat Manusia (Human Nature)
Hakikat adalah intisari atau esensi dari suatu konsep. Dalam agama, hakikat kehidupan manusia di dunia nyata hanyalah untuk menyembah Yang Maha Kuasa. Dari cerita bahwa Allah SWT memerintahkan para malaikat untuk sujud kepada Adam alaihi salam, umat Islam menyimpulkan bahwa manusia adalah makhluk yang paling tinggi derajatnya.
1. Pandangan Ulama Fikih, Ahli Sufi/Tasawuf dan Kutipan Al-Qur’an mengenai Hakikat Manusia
“Karena itu, sementara bentuk engkau adalah mikrokosmos, pada hakikatnya engkau adalah makrokosmos. Tampaknya ranting itu tempat tumbuhnya buah padahal ranting itu tumbuh justru demi buah. Kalau bukan karena mengharap dan menginginkan tubuh, betapa pekebun itu akan menanam pohon. Jadi sekalipun tampaknya pohon itulah yang melahirkan buah (Tapi) pada hakikatnya (justru) pohon itulah yang lahir dari buah.”
Dari segi fisiknya, manusia adalah bagian dari makrokosmos, karena kita hidup di alam. Kita membutuhkan makan, kita membutuhkan air, kita perlu sayuran, kita pun perlu untuk makan daging. Apakah kebutuhan kita akan semua itu secara fitri dan tidak bisa dilepaskan sampai kapan pun ? Atau makanan hanyalah sebagai penunjang saja agar kita bisa bertahan hidup ? Dan alam diciptakan sebagai penunjang dalam hidup manusia?
Rumi mengatakan bahwa dalam hakikatnya manusia, (bukan fisiknya) adalah makrokosmos. Kita adalah alam lain yang lebih besar dari alam ini. Sebagaimana perkataannya Imam Ali, "Apakah kalian mengira kalian, hanya tubuh kecil ini,padahal kalian adalah alam yang sangat besar." Aneh memang manusia itu lebih banyak meneliti hal-hal diluar dirinya sedangkan hakikat dirinya sendiri tidak pernah diteliti, tidak pernah mencoba meneropong kedalam jiwanya. Selanjutnya Maulawi Rumi menjelaskan lebih jauh dengan sebuah perumpamaan: "Tampaknya ranting itu tempat tumbuhnya buah padahal ranting itu tumbuh justru demi buah."
Beliau umpamakan bahwa manusia itu ibarat buah, dan buah merupakan hasil akhir dan harapan petani penanam buah. Sedangkan alam
Maulana Jalanuddin Rumi al-Balkhi, seorang arif besar penulis Matsnawi yang lebih dikenal sebagai Maulawi Rumi, adalah sastrawan Persia abad ke-7 Hijriah. Beliau lahir di Balkh (sekarang
Samarkand), 30 September 2017 M/6 Rabiul Awwal 604 Hijriah. Kumpulan puisi Rumi al-Matsnawi al-Maknawi
ibarat ranting, ranting tercipta demi buah, ranting hanyalah sebagai wasilah untuk tumbuhnya buah. Jadi yang paling penting itu adalah buahnya bukan ranting atau pun pohon.
Sebagaimana sering disebutkan dalam Al-Quran bahwa alam diciptakan merupakan tanda dari kasih sayang Allah akan manusia. Agar manusia bisa memanfaatkannya untuk lebih mendekatkan dirinya kepada Allah. Jadi inti dari itu semua adalah alam diciptakan untuk manusia, yang harus dijadikan sebagai perantara untuk mencapai ridha Allah.
Tapi sayang berapa banyak dari manusia ini yang menjadikan alam, materi, kekayaan sebagai tujuan bukannya sebagai perantara penghantar kepada Tuhan. Dan akibat dari itu adalah penyimpangan dan keserakahan untuk mendapatkan kekayaan dengan menggunakan segala cara. Kita
terkadang melebihi binatang untuk mendapatkan hal yang kita inginkan. Kita banyak melakukan penyelewengan dalam menggunakan alam. Yang
semestinya kita gunakan untuk kemajuan kemanusiaan kita malah
menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan demi menguasai alam. Sebagaimana Allah berfirman, "Apabila kami berikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan darinya (tidak berterima kasih) tapi apabila ia tertimpa kejahatan, ia (berdoa) dengan doa yang panjang."
Tubuh kita hanyalah perantara, karena kita hidup di alam fisik, alam yang senantiasa bebenturan dengan materi, Rumi melanjutkan : "Kalau bukan mengharap dan menginginkan tubuh betapa pekebun itu akan menanam pohon."
Pohon hanya sebagai perantara sang petani untuk mendapatkan buah, karena buah tidak mungkin ada tanpa adanya pohon. Begitu juga hakikat manusia itu tidak akan bercahaya tanpa melalui perantara tubuh kasar ini, tubuh harus mengikuti ruh, dan harus seiring dengan ruh,jangan sampai tubuh dan tuntutannya (hawa nafsu) yang mengendalikan.
sekalipun pohon itu tampaknya yang melahirkan buah (tetapi) pada hakikatnya justru pohon itulah yang lahir dari buah."
Sumber:
1) Rumi. 2001. Masnavi I Ma’navi: The Spiritual Couplets of Maulana Jalalu-‘D-Din Muhammad I Rumi, Translated by E.H. Whinfield, M.A. Iowa: Omphaloskepsis. Halaman 262.
2) Haeri, Syekh Fadhlullah. 2001. Belajar Mudah Tasawuf. Jakarta: Lentera. Halaman 132.
3) http://sufiroad.blogspot.co.id/2011/04/sufi-road-hakikat-manusia-dalam.html
b. Maulawi Rumi
“Oh sucikanlah seluruh jiwamu dari debu keegoisan bebaskanlah dirimu dari sifat mementingkan diri sendiri sehingga kau lihat sendiri hakikat dirimu bersih tanpa noda, lihatlah dalam lubuk hatimu pengetahuan para nabi tanpa buku, tanpa perantara, tanpa guru”
Sumber: http://sufiroad.blogspot.co.id/2011/04/sufi-road-hakikat-manusia-dalam.html
“Barang siapa yang mengetahui hakikat dirinya, maka dia telah mencapai puncak setiap makrifah dan ilmu.”
Sumber: http://sufiroad.blogspot.co.id/2011/04/sufi-road-hakikat-manusia-dalam.html
d. Imam Ali
“Janganlah kalian bodoh dengan tidak mengetahui hakikat diri kalian, karena kalau kalian bodoh dengan itu berarti kalian bodoh dengan segala hal.”
Sumber: http://sufiroad.blogspot.co.id/2011/04/sufi-road-hakikat-manusia-dalam.html
e. Imam Ali
“Cukuplah pengetahuan seseorang itu kalau mengetahui hakikat dirinya dan cukuplah kebodohannya kalau tidak tahu akan hakikat dirinya.”
Sumber: http://sufiroad.blogspot.co.id/2011/04/sufi-road-hakikat-manusia-dalam.html
f. M. Dawam Raharjo
Istilah manusia yang diungkapkan dalam al -Qur’an seperti basyar, insan, unas, insiy, ‘imru, rajul atau yang mengandung pengertian perempuan
seperti imra’ah, nisa’ atau niswah atau dalam ciri personalitas, seperti atqa, al-abrar, atau ulul-albab, juga sebagai bagian kelompok sosial seperti al-asyqa, dzul-qurba, al-dhu’afa atau al-musta«’af-n yang semuanya mengandung petunjuk sebagai manusia dalam hakekatnya dan manusia dalam bentuk kongkrit.
Sumber: http://rumahbuku.weebly.com/bangku-i/manusia-menurut-al-quran g. M. Quraish Shihab
Kata basyar terambil dari akar kata yang pada umumnya berarti menampakkan sesuatu dengan baik dan indah. Dari kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamakan basyarah karena kulitnya tampak jelas dan berbeda dengan kulit binatang lainnya. Al-Qur’an menggunakan kata ini sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan 1 kali dalam bentuk mu£anna (dual) untuk menunjukkan manusia dari aspek lahiriah serta persamaannya dengan manusia seluruhnya.
Sumber: http://rumahbuku.weebly.com/bangku-i/manusia-menurut-al-quran
“Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) - dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” i. Surah An-Nisa: 1 (The Woman)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
j. Surah Al-Haj: 5 (The Pilgrimage)
keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya Dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. dan kamu Lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah”.
2. Asal Kejadian Manusia
Dalam Islam, Nabi Adam AS adalah manusia pertama yang diciptakan Allah SWT. Dianugerahkan dengan akal, Allah mengangkat Adam sebagai khalifah di bumi.
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat
“Sesungguhya Aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan engkau?” Tuhan berfirman:”Sesungguhnya aku mengetahui apa yan tidak kamu ketahui.” (QS.Al-Baqarah : 30)
Ada 5 tahap dalam penciptaan manusia yakni nutfah, ‘alaqah, al-mudhgah, al-‘idham, dan al-lahm.
“Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang
makhluk yang(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, pencipta yang paling baik.” (QS. Al-Mu’minun ayat 12-14)
a. Nuthfah
Sperma lelaki dan sel telur perempuan bertemu dan terjadi pembuahan. Para ahli embriologi menyatakan air mani mengandung:
1) Spermatozoa (sperma)
2) Campuran yang mengandung gula yang diperlukan untuk: a) Menyediakan energi untuk spermatozoa
b) Menetralkan asam di pintu masuk rahim
c) Melicinkan lingkungan agar memudahkan pergerakan sperma
"Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari sari pati air yang hina (mani)." (QS. As Sajdah: 7-8).
Kata-kata sulalah (saripati) pada ayat tersebut merupakan bagian yang mendasar atau "bagian dari satu kesatuan".
b. ‘Alaqah
Pada hari ke-7, telur yang sudah disenyawakan tertanam di dinding rahim (qarar makin) dan nutfah berubah menjadi ‘alaqah.
" Kemudian Kami mengubah nutfah menjadi alaqah." (Al-Mukminun:14)
"Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah." (QS. Al 'Alaq:2)
'Alaqah merupakan bahan dasar bayi yang berupa sel tunggal, dalam istilah biologi sel ini disebut zigot sebagai "segumpal darah.
“Kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya." (QS. Al Qiyamah: 38).
c. Mudghah
Pada minggu ke-4, mudghah yang mempunyai arti segumpal daging ini merupakan fase yang mana berbentuk lengkung, dengan penampakan gelembung-gelembung serta alur-alur.
Mudghah disebut sebanyak 2 kali di dalam Al-Qur’an:
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya Dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. dan kamu Lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah”. (QS. al-Hajj ayat 5)
"...lalu segumpal darah itu Kami jadikan daging.’ (QS. Al Mukminun:14)
"Ketika nuthfah telah lewat 42 malam dari penciptaan, Allah Ta`ala mengirim malaikat untuk membentuknya dan menciptakan pendengaran, penglihatan, kulit, otot dan tulang. Kemudian malaikat bertanya: “Ya Allah, ini akan dijadikan laki-laki atau perempuan?” Dan Allah memutuskan apa yang dikehendaki-Nya." (HR. Muslim)
Terbentuklah otak, saraf tunjang, telinga, dll. Vilus di dalam otot-otot ibu kini mempunyai saluran darahnya sendiri. Jantung bayi mulai berdengup dan darahpun mengalir. Menjelang 7 minggu sistem pernafasan bayi mulai berfungsi sendiri.
d. Idham
Pada minggu ke-5, ke-6, ke-7, tulang terbentuk lalu otot-otot akan membungkus rangka.
"Lalu Kami mengubahkan pula mudghah itu menjadi izam da kemudiannya Kami membalutkan Izam dengan daging." (Al-Mukminun: 14)
e. Lahm
Pada minggu ke-7, seluruh saraf, otak dan tulang belakang, organ pembiakan, kelenjar, hati, pundi air kencing, dll terbentuk. Kaki dan tangan juga mula tumbuh. Mata, telinga dan mulut semakin sempurna. Pada minggu ke-8 semuanya telah sempurna dan lengkap.
Setelah manusia tercipta lewat 5 tahap tersebut, ruh ditiupkan. Para ulama sepakat bahwa peniupan ruh ini berlaku selepas 40 hari dan terbentuknya organ-organ tubuh termasuk organ-organ reproduksi. Ketika di alam rahim perkembangan mereka sudah bukan perkembangan fisik semata tetapi telah memiliki hubungan dengan Allah SWT melalui ikatan kesaksian.
Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)." (Al-A'raf: 172)
Dengan ini entiti roh dan jasad saling bantu membantu untuk
meningkatkan martabat dan kejadian insan disisi Allah SWT. Ruh merupakan penggerak dan pertanda dari kehidupan seorang hamba, tanpa adanya ruh maka jasad yang telah terbentuk tidak akan sempurna.
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah "Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit." (QS. Al Isra': 85)
Para ahli ilmu mendefinisikan ruh sebagai organ lembut yang berada pada badan. Proses peniupan ruh oleh malaikat tersebut diiringi dengan proses
penentuan rezekinya, ajalnya, amalnya dan ia celaka atau bahagia. Proses peniupan ruh pada embrio tersebut ketika berumur 120 hari sebagaimana disebutkan pada hadits dari Abi Abdirrahman Abdillah bin Mas'ud RA. Embrio terselubungi oleh 3 kegelapan "dzulumatin tsalats". Maksud dari 3 tabir kegelapan itu adalah: 1) Dinding bagian dalam perut ibu, 2) Dinding uterus, dan 3) Membran amniokorionik. Maha benar Allah Ta`ala dengan firmanNya :
“…Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan…" (QS. Az Zumar: 6)
3. Tujuan Penciptaan Manusia
Tujuan utama Allah SWT menciptakan manusia adalah agar manusia dapat menjadi khalifah atau pemimpin di muka bumi. Tugas utama manusia adalah beribadah dan menyembah Allah SWt, menjalani perintahnya serta menjauhi larangannya.
“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah Aku.” (QS Adz Zariyat :56).
4. Persamaan dan Perbedaan Manusia dengan Makhluk Lain
Manusia tidak berbeda dengan binatang dalam kaitan dengan fungsi tubuh dan fisiologisnya. Fungsi kebinatangan di temukan oleh naluri, pola-pola tingkah laku yang khas, yang pada gilirannya ditentukan oleh struktur susunan syaraf bawaan. Semakin tinggi tingkat perkembangan binatang, semakin fleksibel pola tindakannya. Pada primata (bangsa monyet) yang lebih tinggi dapat di temukan intelegensi, yaitu penggunaan pikiran guna mencapai tujuan yang diinginkan, sehinnag memungkinkan binatang melampaui pola kelakuan yang telah di gariskan secara naluri. Namun setinggi-tingginya perkembangan binatang, elemen-elemen dasar ekstensinya yang tertentu masih tetap sama.
Manusia pada hakikatnya sama saja dengan makhluk hidup lainnya, yaitu memiliki hasrat dan tujuan. Ia berjuang untuk meraih tujuannya dengan di dukung oleh pengetahuan dan kesadaran. Perbedaan di antara keduanya terletak pada dimensi pengetahuan, kesadaran, dan tingkat tujuan.
Manusia sebagai salah satu makhluk yang hidup di muka bumi merupakan makhluk yang memiliki karakter yang paling unik. Manusia secara fisik tidak begitu berbeda dengan binatang, sehingga para pemikir menyamakan dengan binatang. Letak perbedaan yang paling utama antara manusia dengan makhluk yang lain adalah dalam kemampuannya melahirkan kebudayaan. Hanya manusia saja memiliki kebudayaan, sedangkan binatang hanya memiliki kebiasaan-kebiasaan yang bersifat instinctif.
Dibanding makhluk lainnya, manusia mempunyai kelebihan. Kelebihan itu membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kelebihan menusia adalah
kemampuan untuk bergerak di darat, di laut maupun di udara. Sedan binatang hanya mampu bergerak di ruang yang terbatas. Walaupun ada binatang yang dapat hidup di darat dan di air, namun tetap saja mempunyai kterbatasan dan tidak bisa melampaui manusia. Mengenai kelebihan manusia atau makhluk lain di surat al-Isra ayat 70.
Disamping itu manusia memiliki akal dan hati sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah, berupa al-Quran. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya. Allah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya. Oleh karena itu ilmunya manusia di lebihkan dari makhluk lainnya.
Manusia memiliki karakter yang khas, bahkan di bandingkan makhluk lain yang paling mirip sekalipun. Kekhasan inilah yang menurut al-Quran menyebabkan adanya konsekuensi kemanusiaan di antaranya kesadaran, tanggung jawab, dan pembalasan. Diantara karakteristik manusia adalah:
Apapun yang ada pada tubuh manusia sudah di rakit dalam suatu tatanan yang terbaik dan sempurna. Hal ini bisa di bandingkan dengan makhluk lain dalam aspek penciptaannya. Mungkin banyak kesamaannya, tetapi tangan manusia lebih fungsional dari tangan sinpanse, demikian pula organ-organ lainnya.
b. Aspek ilmu
Hanya manusia yang punya kesempatan memahami lebih jauh hakekat alam semesta di sekelilingnya. Pengatahuan hewan hanya berbatas pasa naluri dasar yang tidak bisa di kembangkan melalui pendidikan dan pengajaran. Manusia menciptakan kebudayaan dan peradaban yang terus berkembang.
c. Aspek kehendak
Manusia memiliki kehendak yang menyebabkan bisa mengadakan pilihan dalam hidup. Makhluk lain hidup dalam suatu pola yang telah baku dan tak akan pernah berubah. Para malaikat yang mulia tak akan pernah menjadi makhluk yang sombong atau maksiat.
d. Pengarahan akhlak
Manusia adalah makhluk yang dapat di bentuk akhlaknya. Ada manusia yang
sebelulmnya baik, tetapi karena pengaruh lingkungan tertentu dapat menjadi penjahat. Demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu lembaga pendidikan diperlukan untuk mengarahkan kehidupan generasi yang akan datang.
Jika manusia hidup dengan ilmu selain ilmu Allah, maka manusia tidak bermartabat lagi. Dalam keadaan demikian manusia disamakan dengan binatang. Seperti dalam surat al- Araaf, 129 dan at-Tin, 4.
5. Eksistensi dan Martabat Manusia
“Dan aku tidak ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka mengabdi kepadaku.” (Q.S. Adz-Dzariyaat : 56)
Ayat diatas tersebut merupakan dalil yang berkenaan tentang keberadaan manusia di dunia. Manusia di dunia untuk mengabdi kepada Allah SWT. Bentuk pengabdiannya tersebut berupa pengakuan atas keberadaan Allah SWT, melaksanakan perintah-Nya serta menjauhi laranganNya. Sebagai bentuk mengakui keberadaan Allah adalah dengan mengikuti Rukun Iman dan Rukun Islam. Rukun Iman terdiri dari enam perkara, yakni percaya kepada Allah SWT, Malaikat, Nabi-nabi Allah, Kitab-kitab Allah, percaya kepada Hari Kiamat dan percaya terhadap Takdir (Qadha dan Qadar) Allah SWT. Sebagai wujud keimanan terhadap Allah SWT, Allah SWT menyatakan bahwa manusia tidak cukup hanya meyakini didalam hati dan diucapkan oleh mulut, tetapi manusia harus melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.
6. Tanggungjawab sebagai Manusia
Dalam agama islam, ada 6 peranan yang merupakan kewajiban dengan dasar hakikat manusia:
a. Sebagai Hamba Allah
Hakikat manusia yang utama adalah sebagai hamba atau abdi Allah SWT. Manusia wajib mengabdi dengan cara menjalani segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya, menjalankan ibadah seperti: shalat wajib, puasa
ramadhan (baca puasa ramadhan dan fadhilahnya), zakat (baca syarat penerima zakat dan penerima zakat), haji (syarat wajib haji) dan melakukan ibadah lainnya dengan penuh keikhlasan dan segenap hati. Dalam menjalankan segala apapun dengan ikhlas, sesungguhnya janganlah melakukannya dengan mengharapkan imbalan berupa pahala apalagi hal material, tetapi dilakukan dengan niat yang murni untuk saling menolong dan berusaha untuk menjadi hamba yang baik.
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus…” (QS:98:5).
b. Sebagai Al-Nas
manusia lainnya (untuk mengetahui lebih lanjut mengenai ini bisa kita pelajari lebih dalam tentang keutamaan menyambung tali silaturahmi).
“Hai sekalian manusia, bertaqwalaha kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istirinya, dan dari pada keduanya Alah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah dengan
(mempergunakan) namanya kamu saling meminta satu sama lain dan peliharalah hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS: An Nisa:1).
“Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu disisi Allah adalah yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS: Al Hujurat:13).
c. Sebagai Khalifah Allah
Sebagaimana yang diimplikasi dari ditetapkannya fungsi Al-Qur’an sebagai pedoman hidup bagi umat manusia, manusia diciptakan sebagai khlaifah atau pemimpin di muka bumi. Sebagai seorang khalifah maka masing-masing manusia akan dimintai pertanggung jawabannya kelak di hari akhir.
“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (peguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu. Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah…” (QS Shad:26).
d. Sebagai Bani Adam
Manusia disebut sebagai Bani Adam (keturunan Adam) agar tidak terjadi kesalahpahaman bahwa manusia merupakan hasil evolusi kera sebagaimana yang disebutkan oleh Charles Darwin. Islam memandang manusia sebagai bani Adam untuk menghormati nilai-nilai pengetahuan dan hubungannya dalam masyarakat.
sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, …” (QS : Al araf 26-27).
e. Sebagai al- Insan
Manusia sebagai Al insan merujuk pada kemampuannya dalam menguasai ilmu dan pengetahuan serta kemampuannya untuk berbicara untuk hal-hal yang baik (hal ini bisa dipelajari lebih lanjut dalam subjek hukum menuntut ilmu).
“Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat, kemudian rahmat itu kami cabut dari padanya, pastilah ia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih.” (QS: Al Hud:9).
f. Sebagai Makhluk Biologis (al- Basyar)
Manusia juga disebut sebagai makhluk biologis atau al basyar karena manusia memiliki raga atau fisik yang dapat melakukan aktifitas fisik, tumbuh, memerlukan makanan, berkembang biak dan lain sebagainya sebagaimana ciri-ciri makhluk hidup pada umumnya. Sama seperti makhluk lainnya di bumi seperti hewan dan tumbuhan, hakikat manusia sebagai makhluk biologis dapat berakhir dan mengalami kematian, bedanya manusia memiliki akal dan pikiran serta perbuatannya harus dapat dipertanggungjawabkan kelak di akhirat.
Segala hakikat manusia adalah fitrah yang diberikan Allah SWT agar manusia dapat menjalankan peran dan fungsinya dalam kehidupan. Manusia sendiri harus dapat memenuhi tugas dan perannya sehingga tidak menghilangkan hakikat utama penciptaannya. (hal ini bisa dipelajari lebih lanjut dalam subjek
F. Hakikat Hak Asasi Manusia (Human Rights) Hak Asasi Manusia (HAM) adalah
Tonggak berlakunya HAM internasional ialah pada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) pada 10 Desember 1948 di Paris, Prancis. Disini tonggak deklarasi universal mengenai hak asasi manusia yang mengakui hak setiap orang diseluruh dunia. Deklarasi ini ditanda tangani oleh 48 negara dari 58 negara anggota PBB dan disetujui oleh majelis umum PBB. Perumusan penghormatan dan pengakuan norma-norma HAM yang bersifat universal, nondiskriminasi, dan imparsial telah berlangsung dalam sebuah proses yang sangat panjang.
Organisasi Islam internasional yang terlembagakan dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada 5 Agustus 1990 mengeluarkan deklarasi HAM.
Kemudian Islam mematahkan bahwa dalam Islam telah dibicarakan sejak empat belas tahun yang lalu (Anas Urbaningrum, 2004; 91). Fakta ini mematahkan bahwa Islam tidak memiliki konsep tentang pengakuan HAM. Ini dibuktikan oleh adanya piagam madinah (mitsaq Al-Madinah) yang terjadi pada saat Nabi Muhammad berhijrah ke kota Madinah. Dalam dokumen madinah atau piagam madinah itu berisi antara lain pengakuan dan penegasan bahwa semua kelompok di kota Nabi itu, baik umat yahudi, umat nasrani maupun umat Islam sendiri, adalah merupakan satu bangsa (Idris, 2004;102). Dalam dokumen itu dapat disimpulkan bahwa HAM sudah pernah ditegakkan oleh Islam.
manusia dilihat sebagai makhluk yang dititipi hak-hak dasar oleh Allah dan karena itu mereka wajib mensyukuri dan memeliharanya.
HAM adalah prinsip-prinsip moral atau norma-norma, yang menggambarkan standar tertentu dari perilaku manusia, dan merupakansesuatu yang diangkat oleh Nabi Muhammad SAW. Misi Rasulullah adalah rahmatan lil alamin, di mana kemaslahatan / kesejahteraan merupakan tawaran untuk seluruh manusia dan alam semesta. Elaborasi (pengejawantahan) misi di atas disebut sebagai ushul
al-khams (lima prinsip dasar) yang melingkupi:
Hifdhud dîn memberikan jaminan hak kepada umat Islam untuk
memelihara agama dan keyakinannya (al-din). Sementara itu Islam juga menjamin sepenuhnya atas identitas (kelompok) agama yang bersifat lintas etnis, oleh karena itu Islam menjamin kebebasan beragama, dan larangan adanya pemaksaan agama yang satu dengan agama lainnya.
Hifdhun nafs wal ’irdh memberikan jaminan hak atas setiap jiwa
(nyawa) manusia, untuk tumbuh dan berkembang secara layak. Dalam hal ini Islam menuntut adanya keadilan, pemenuhan kebutuhan dasar (hak atas penghidupan) pekerjaan, hak kemerdekaan, dan keselamatan, bebas dari penganiayaan dan kesewenang-wenangan.
Hifdhul ‘aql adalah adanya suatu jaminan atas kebebasan berekspresi,
kebebasan mimbar, kebebasan mengeluarkan opini, melakukan
penelitian dan berbagai aktivitas ilmiah. Dalam hal ini Islam melarang terjadinya perusakan akal dalam bentuk penyiksaan, penggunaan ekstasi, minuman keras dan lain-lain.
Hifdhun nasl merupakan jaminan atas kehidupan privasi setiap
individu, perlindungan atas profesi (pekerjaan), jaminan masa depan keturunan dan generasi penerus yang lebih baik dan berkualitas. Free sex, zinah menurut syara’, homoseksual, adalah perbuatan yang dilarang karena bertentangan dengan hifdh al-nasl.
Hifdhul mâl dimaksudkan sebagai jaminan atas pemilikan harta
benda, properti dan lain-lain. Dan larangan adanya tindakan mengambil hak dari harta orang lain, seperti mencuri, korupsi, monopoli, oligopoli, monopsoni dan lain-lain.
Tuhan selain Allah. Suatu keyakinan (aqidah) yang secara transendental, dengan menisbikan tuntutan ketaatan kepada segenap kekuasaan duniawi serta segala
perbudakan manusia dengan berbagai macam jenis kelamin, status sosial, warna kulit dan lain sebagainya. Keyakinan semacam ini jelas memberikan kesuburan bagi tumbuhnya penegakan HAM melalui suatu kekuasaan yang demokratis.
1. Pandangan Ulama Fikih, Ahli Sufi/Tasawuf dan Kutipan Al-Qur’an mengenai HAM
a. Rasulullah saw. bersabda:
"Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim)
b. Al-Farabi
al-Thabi'ah, Ihsa al-Ulum, kitab Arau ahl al-Madinah al-fadhilah , Kitab Tahshil Sa'adah, Uyun Masail, Risalah fi'Aql, Kitab Jami' BainRa'yi al-Hakimain , Aflathun wa Aristhu, Risalah fi Masail Mutafarriqah dan Risalah fi Itsbat al-Mufarraqat.
“Jika kepala manusia harus sehat maka kepala pemerintahan juga harus sehat, kuat, pintar, cinta pada ilmu pengetahuan dan keadilan. Pimpinan dalam masyarakat harus mempunyai akal mustafad yang telah mampu berkomunikasi dengan Akal kesepuluh, dan orang yang mempunyai kemampuan seperti para nabi atau Rasul. Oleh karna itu, kepala suatu pemerintahan harus dipegang oleh Nabi, atau Rasul dan jika Nabi atau Rasul itu sudah tidak ada, maka pimpinan harus diserahkan ke tangan para filosof, karena para filosof telah dapat berhubungan dengan Akal Kesepuluh. Tugas kepala negara bukan hanya mengatur negara, tetapi mendidik manusia agar memiliki akhlak yang mulia. Hal ini dapat terlaksana apabila negara
dipimpin oleh Nabi atau Rasul.”
c. Muslim
d. Surah Al-An’am: 164-165 (The Cattle)
“Apakah aku mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah sesorang membuat dosa melainkan
kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.”
e. Surah Fatir: 18 (Originator)
“Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika sesorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikit pun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada azab Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihat-Nya dan mereka mendirikan sembahyang. Dan
f. Surah Al-Isra’: 70 (The Night Journey)
اننقعلنخن نعمدنمك رريثككن ىىلنعن معهماننلعضدنفنون تكابنيدكطدنلا ننمك معهماننقعزنرنون ركحعبنلعاون ردكبنلعا يفك معهماننلعمنحنون مندنآ ينكبن اننمعردنكن دعقنلنون
الريضكفعتن
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. al-Isra’: 70)
g. Surah An-Nisa: 58
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
h. Surah Al-Hujurat: 6
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang yang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaanya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
i. Surah Al-Hujurat: 13
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tau kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu
memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.”
j. Surah Al-Hujurat: 135
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjdaikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu
barangsiapa yang ingkar kepada yang thagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” l. Surah Al-Ankabut: 46
“Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zhalim di antara mereka, dan katakanlah: “kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri.”
m. Surah An-Nisa: 1
“Hai sekalian manusia bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciotakan dari diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
n. Surah An-Nisa: 148
“Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
o. Surah Al-Maidah 78-79
“Telah dila’nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan ‘Isa Putera Maryam. Yang demikian itu. Disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang
tindakan yang munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.”
p. Surah Ali Imran: 110
“Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik.”
q. Surah Ad-Dzariyat: 19
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.”
“Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
s. Surah Yunus: 101
“Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah
bermanfa’at tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman”.
t. Surah Al-Alaq: 1-5
“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: “berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah. Niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:berdirilah kamu, maka berdirilah kamu, niscaya Allah akan meninggikan orang orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Apakah kamu hai orang yang musyrik) ataukah orang-orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhrat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.
G. Hakikat Iman
Kata “iman” (ناميإ) berasal dari kata kerja aamana (نمأ) – yukminu (نمؤي) yang artinya percaya atau membenarkan. Iman adalah membenarkan segala sesuatu baik itu berupa perkataan, hati atau perbuatan dengan keyakinan.
1. Hakikat Iman dalam Pandangan Ahli Sufi/Tasawuf
a. Imam al-Ghazali (يلازغلا)
karena daya ingatnya yang kuat dan bijak berhujjah (Hujjah atau Hujjat ( ةجحلا) adalah istilah yang banyak digunakan di dalam Al-Qur'an dan literatur Islam yang bermakna tanda, bukti, dalil, alasan atau argumentasi. Sehingga kata kerja "berhujjah" diartikan sebagai "memberikan alasan-alasan").
“Pengakuan dengan lidah (lisan) membenarkan pengakuan itu dengan hati dan mengamalkannya dengan rukun-rukun (anggota-anggota).” Beliau mengartikan iman dengan قيدصتلا yaitu pembenaran.
Sumber:
1) Al-Ghazali: The Incoherence of the Philosophers 2nd Edition. Halaman 75. 2) Philosophers and Religious Leaders Volume 2. Halaman vii.
3) Al-Ghazali. Halaman 9.
4) Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi. hlm ii. b. Imam Ali bin Abi Talib
"Iman itu ucapan dengan lidah dan kepercayaan yang benar dengan hati dan perbuatan dengan anggota."
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Iman
c. Ali Bin Abi Thalib
يلع لاق :
نإو هلك بلقلا ضيبي ىتح تدازف تمن تاحلاصلا دبعلا لمع اذإف ءاضيب ةعمل ودبيل ناميلا نإ
هلك بلقلا دوسي ىتح تدازو تمن تامرحلا كهتنا اذإف ءادوس ةتكن ودبيل قافنلا “Sahabat Ali Berkata: sesungguhnya iman itu terlihat seperti sinar yang putih, apabila seorang hamba melakukan kebaikan, maka sinar tersebut akan tumbuh dan bertambah sehingga hati (berwarna) putih. Sedangkan kemunafikan terlihat seperti titik hitam, maka bila seorang melakukan perkara yang diharamkan, maka titik hitam itu akan tumbuh dan bertambah hingga hitamlah (warna) hati.”
d. Aisyah r.a.
"Iman kepada Allah itu mengakui dengan lisan dan membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota."
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Iman e. Syekh Muhammad Amin al-Kurdi
بلقل اب قيدصتلا وهف ناميلا “ Iman ialah pembenaran dengan hati”.
Sumber: http://kurniawaalex.blogspot.co.id/2014/10/makalah-imanislamihsan.html
f. Imam Ab Hanifah
قيدصتلا و رارقلا وه ناميلا “ Iman ialah mengikrarkan (dengan lidah ) dan membenarkan
(dengan hati)”. “Iman ialah mengucapkan dengan lidah, membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota tubuh.”
Sumber: http://kurniawaalex.blogspot.co.id/2014/10/makalah-imanislamihsan.html
h. Imam Ahmad bin Hanbal
ةنسلاب كسمث و ةين و لمع و لوق “Ucapan diiringi dgn ketulusan niat dan dilandasi dgn berpegang teguh kepada Sunnah.”
Sumber: http://kurniawaalex.blogspot.co.id/2014/10/makalah-imanislamihsan.html
"Dia (Muhammad) itu membenarkan (mempercayai) kepada Allah dan membenarkan kepada para orang yang beriman."
“Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kaliam agama kalian dan Aku telah menyempurnakan nikmat kepada kalian dan Aku telah meridhai Islam adalah agama yang benar bagi kalian.”
k. Surah Al-Imran: 19 (Family of Imran)
2. Tingkatan Iman
Dalam Islam dikenal beberapa tingkatan seseorang dalam keyakinan beragama, diantaranya adalah:
Muslim: orang mengaku islam, kadar keimanannya termasuk yang terendah,
sebatas pengakuan Allah sebagai tuhan yang esa, belum ada bedanya dengan iblis yang juga meyakini bahwa Allah adalah maha esa,
Mu'min: orang beriman, yang mengkaji syariat Islam sehingga meningkat
wawasan keislamannya,
Muhsin: orang yang memperbaiki segala perbuatannya agar menjadi lebih
baik,
Mukhlis: orang yang ikhlas dalam beribadah, hidupnya hanya untuk
mengabdikan kepada Allah,
Muttaqin: orang yang bertakwa, tingkatan ini adalah yang tertinggi di antara
tingkatan lainnya.
3. 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam
hati. Keenam hal tersebut adalah: Allah, malaikat, Al-Qur’an, para nabi, hari Kiamat, dan takdir.
Rukun Islam adalah 5 hal yang harus dilakukan oleh orang-orang beragama Islam untuk menguatkan hubungan mereka dengan Allah, sesama manusia dan lingkungannya. Kelima hal ini adalah tiang agama Islam, yaitu: 2 kalimat syahadah, salah atau solat, zakat, puasa pada bulan Ramadhan dan Hijrahke Mekah jika kesehatan dan keuangannya memungkinkan setidaknya 1 kali seumur hidup.
A. Simpulan
Hakikat manusia adalah untuk menyembah Allah SWT. dan setiap manusia memiliki 6 tanggungjawab yaitu: (1) sebagai hamba Allah, kita harus mengerjakan seluruh perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, (2) sebagai Al-Nas, kita harus menyambung tali silaturrahmi dan saling menolong sesama manusia, (3) sebagai Khalifah Allah, kita harus menjadi pemimpin yang bertanggungjawab, (4) sebagai Bani Adam, kita harus berpegang teguh pada keyakinan bahwa Nabi Adam AS adalah manusia pertama di Bumi dan kita bukanlah evolusi dari kera, (5) sebagai al-Insan, kita harus menggunakan kemampuan kita dalam belajar untuk
melakukan hal-hal yang baik, (6) sebagai al-Basyar, kita harus bisa mempertanggungkan akal pikiran dan perbuatan kita.
Hakikat hak asasi manusia adalah prinsip moral dan norma yang harus ditegakkan oleh umat Islam yaitu: (1) Hifdhud din, memelihara agama, (2) Hifdhun nafs wal’irdh, memelihara jiwa, (3) Hifdhul ‘aql, memelihara akal, (4) Hifdhun nasl, memelihara privasi pribadi, (5) Hifdhul mâl, memelihara harta.
Hakikat iman adalah membenarkan segala sesuatu baik itu berupa
perkataan, hati atau perbuatan dengan keyakinan pada: (1) Allah, (2) malaikat, (3) kitab, (4) nabi dan rasul, (5) hari Kiamat, (6) takdir.
B. Saran
Dalam mengajar hakikat manusia berserta hak dasar dan imannya, hendaknya dielaborasikan tentang asalan mengapa setiap manusia harus mengkaji hakikat konsep-konsep tersebut. Kita diharapkan mampu memiliki pandangan dan berpikir jauh kedepan tentang hakikat manusia karena tujuan institusional dari pelajaran hakikat manusia yang utama adalah melahirkan tenaga kependidikan yang tidak akan menyesatkan murid-muridnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Adlabi, Dr. Salahudin ibn Ahmad. 2004. Metodologi Kritik Matan Hadis. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Al-Albani, Syaikh M. Nashiruddin. 2000. Ringkasan Shahih Bukhari. Jakarta: Pustaka Azzam.
Al-Albani, Syaikh M. Nashiruddin. 2000. Ringkasan Shahih Muslim. Jakarta: Pustaka Azzam.
Arabic Virtual Translation Center. 2014. 1000 Qudsi Hadiths: An Encyclopedia of Divine Sayings. New York: CreateSpace Independent.
Arifin. 2003. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Asmaran As. 2002. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT. Grafindo Persada. Asmaran As. 1992. Pengantar Studi Tauhid. Jakarta: Rajawali Press.
Bakhtiar, Laleh. 2001. Sufi: Expressions of the Mystic Quest. Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia.
Berg, H. 2009. The Development of Exegesis in Early Islam: the Authenticity of Muslim Literature from the Formative Period. Abingdon: Routledge.
Brown, Jonathan. 2007. The Canonization of al-Bukhari dan Muslim: The Formation and Function of the Sunni Hadith. Leiden: Brill Press.
Dehsen, Christian D. Von. 1999. Philosophers and Religious Leaders: Volume 2. Connecticut: Greenwood Publishing Group.
Hakim, M. Luqman. 1993. Deklarasi HAM tentang Islam. Surabaya: Risalah Gusti.
Hallaq, Wael B. 1999. The Authenticity of Prophetic Hadith: A Pseudo-Problem. Jakarta: Studia Islamica.
Hermawan, Karung Mutiara, dan Jitet Koestana. 1997. Al-Ghazali. Jakarta: Kepustaan Populer Gramedia.
Husaini, Adian. 2006. Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi. Jakarta: Gema Insani.
Idrus, Junaidi. 2004. Rekonstruksi Pemikiran Nurcholish Madjid Membangun Visi dan Misi Baru Islam Indonesia. Yogyakarta: Logung Pustaka.
Ikhwan. 2007. Pengadilan HAM di Indonesia dalam Perspektif Hukum Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Kementrian Agama RI. 2011. Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid 7. Jakarta: Widya Cahaya.
Kosasih, Ahmad. 2003. HAM dalam Perspektif Islam. Jakarta: Salemba Diniyah. Lucas, S. 2004. Constructive Critics, Hadith Literature, and the Articulation of
Sunni Islam. Chicago: University of Chicago.
Marmura. 2012. Al-Ghazali: The Incoherence of the Philosophers 2nd Edition. Utah: Brigham Young University.
Maulana, Makhrur Adam. 2015. Konsepsi HAM dalam Islam: Antara Universalitas dan Partikularitas. Yogyakarta: Pustaka Ilmu.
Mulia, Siti Musdah. 2010. Islam dan Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: Naufan Pustaka.
Moosa, Ebrahim. 2004. Islam Progresif. Jakarta: International Center for Islam and Pluralism.
Musa, A.Y. 2008. Hadith as Scripture: Discussions on the Authority of Prophetic Traditions in Islam. New York: Palgrave.
Nainggolan, Zainuddin S.. 2000. Inilah Islam. Jakarta: Dea.
Nata, Abuddin. 2008. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Nasoetion, Andi Hakim. 2001. Pendidikan Agama dan Akhlak bagi Anak dan Remaja. Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu.
Nawawi, Rif’at Syauqi. 2000. Konsep Manusia Menurut Al-Qur’an dalam Metodologi Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Radjab, Suryadi. 2002. Dasar-Dasar Hak Asasi Manusia. Jakarta: PBHI.
Robinson, C. F. 2003. Islamic Historiography. Cambridgeshire: Cambridge University Press.
Senturk, Recep. 2006. Narrative Social Structure: Anatomy of the Hadith Transmission Network. California: Stanford University Press.
Shidieqy, Teungku M. Hasbi Ash. 1999. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.
Syaukat, Syekh. 1996. Hak Asasi Manusia dalam Islam. Jakarta: Gema Insani Press.
Thaha, Idris. 2004. Demokrasi Religius: Pemikiran Politik Nurcholish Madjid. Jakarta: Penerbit Teraju.