i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... ix
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.1.1 Tentang Pembangunan Berkelanjutan ... 3
1.1.2 Tentang Daya Dukung Lingkungan ... 5
1.1.3 Tujuan Pembangunan Pada Tingkat Kecamatan ... 6
1.2 Dasar Hukum Penyusunan ... 8
1.3 Hubungan Antar Dokumen ... 8
1.4 Maksud, Tujuan dan Sasaran ... 9
1.5 Sistematika Penulisan ... 11
BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH ... 13
2.1 Aspek Geografi dan Demografi ... 13
2.1.1 Kondisi Umum Geografis ... 15
2.1.1 Topografi ... 16
2.1.2 Sumber Daya Air ... 17
2.1.3 Sumber Daya Tanah ... 21
2.1.4 Klimatologi ... 22
ii
2.2.1 Indeks Pembangunan Manusia ... 37
2.2.2 Kemiskinan dan Ketimpangan ... 39
2.1.2 Seni, Budaya dan Olah Raga ... 40
2.3 Aspek Pelayanan Umum ... 41
2.3.1 Fokus Urusan Wajib ... 41
2.3.2 Fokus Urusan Pilihan ... 49
2.4 Aspek Daya Saing Daerah ... 50
2.4.1 Kemampuan Ekonomi Daerah ... 50
2.4.2 Fokus Infrastruktur ... 56
2.4.3 Fokus Iklim Investasi ... 60
2.1.3 Menyandingkan Kabupaten Bandung Barat dengan Wilayah Tetangganya 61 BAB III. GAMBARAN KEUANGAN DAERAH ... 96
3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu ... 96
3.1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD ... 97
3.1.2 Neraca Daerah ... 118
3.2 Kebijakan Pengelolaan Keuangan Masa Lalu ... 129
3.2.1 Kebijakan Umum Masa Lalu ... 129
3.2.2 Proporsi Penggunaan Anggaran ... 137
3.2.3 Analisis Pembiayaan ... 139
3.3 Kerangka Pendanaan ... 140
3.3.1 Proyeksi Pendapatan dan Belanja ... 140
3.3.2 Penghitungan Kerangka Pendanaan ... 148
BAB IV. PERMASALAHAN DAN ISU-ISU STRATEGIS ... 150
4.1 Analisis RPJP dan RPJM Nasional ... 150
iii
4.3 PRJP dan RPJM Kabupaten Bandung Barat ... 157
4.3.1 RPJP Kabupaten Bandung Barat ... 157
4.3.2 RPJM Kabupaten Bandung Barat 2013-2018 ... 168
4.4 Tinjauan Rencana Tata Ruang Wilayah... 176
4.4.1 Tinjauan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat ... 176
4.4.2 Tinjauan RTRW Kabupaten Bandung Barat... 178
4.5 Komitmen Pembangunan di Kabupaten Bandung Barat ... 187
4.6 Keselarasan Dokumen Pembangunan Tata Ruang dan Evaluasi Kinerja RPJM Kabupaten Bandung Barat 2013-2018 ... 188
4.7 Permasalahan Pembangunan di Kabupaten Bandung Barat ... 190
4.7.1 Permasalahan Aspek Fisik dan Lingkungan ... 190
4.7.2 Permasalahan Aspek Sosial Kependudukan ... 191
4.7.3 Permasalahan Ekonomi ... 191
4.7.4 Permasalahan Infrastruktur ... 194
4.7.5 Permasalahan pelayanan umum ... 194
4.7.6 Perumusan Permasalahan untuk Penentuan Prioritas dan Sasaran Pembangunan Daerah ... 195
4.8 Isu-Isu Strategis ... 200
4.8.1 Perlunya peningkatan kualitas sumber daya manusia ... 200
4.8.2 Peningkatan kesejahteraan masyarakat ... 201
4.8.3 Peningkatan aksesibilitas baik antar wilayah dalam Kabupaten Bandung Barat maupun keluar daerah ... 201
4.8.4 Pemeliharaan kualitas lingkungan dan pengurangan risiko dampak bencana ... 202
4.8.5 Isu Strategis Berdasarkan Urusan Pemerintahan ... 203
iv
BAB VI STRATEGI, ARAH KEBIJAKAN, DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH
... 225
6.1 Strategi Pembangunan Daerah ... 225
6.2 Arah Kebijakan ... 234
6.3 Kebijakan Umum ... 237
6.4 Program Prioritas Bupati ... 238
6.5 Program Pembangunan Daerah... 240
BAB VII. KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAN PROGRAM PERANGKAT DAERAH ... 262
BAB VIII. KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DAERAH ... 330
v
DAFTAR TABEL
Tabel 2-1 Gambaran Kondisi Wilayah Kabupaten Bandung Barat Menurut Ketinggian ... 16
Tabel 2-2 Gambaran Kondisi Wilayah Kabupaten Bandung Barat menurut Ketersediaan Sumber Daya Air ... 18
Tabel 2-3 Peta Sumber Daya Air Kabupaten Bandung Barat ... 21
Tabel 2-4 Gambaran Kondisi Wilayah Kabupaten Bandung Barat Menurut Jenis Tanah ... 21
Tabel 2-5 Kondisi Curah Hujan Wilayah Kabupaten Bandung Barat ... 23
Tabel 2-6 Guna Lahan Kabupaten Bandung Barat Tahun 2007... 25
Tabel 2-7 Kerangka Potensi Pengembangan Wilayah ... 30
Tabel 2-8 Jumlah Penduduk Kabupaten Bandung Barat per Kecamatan Tahun 2010-2017 ... 31
Tabel 2-9 Kepadatan Penduduk Kabupaten Bandung Barat per Kecamatan Tahun 2017 ... 32
Tabel 2-10 Persentase Pendidikan Akhir Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Kabupaten Bandung Barat Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2017 ... 34
Tabel 2-11 Komponen IPM Per Kecamatan Tahun 2017 ... 38
Tabel 2-12 Kondisi Penduduk Miskin di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2012-2017 ... 40
Tabel 2-13 Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK) Menurut Jenjang Pendidikan di Kabupaten Bandung Barat Tahun Ajaran 2017/2018 ... 41
Tabel 2-14 Jumlah Murid, Guru, dan Rasio Murid-Guru di Kabupaten Bandung Barat, 2015 ... 43
Tabel 2-15 Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2017 ... 45
Tabel 2-17 Banyaknya Tempat Peribadatan Menurut Kecamatan di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2016 ... 49
Tabel 2-18 Gambaran Sektor Ekonomi Kabupaten Bandung Barat Tahun 2016 ... 53
Tabel 2-19 Jenis Aktivitas BUMDES ... 56
vi
Tabel 2-24 Hasil Analisis Gambaran Umum Kondisi Daerah Terhadap Capaian Kinerja
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan ... 63
Tabel 3-1 Perkembangan Nilai Realisasi Dana Perimbangan, PAD, dan Lain-Lain yang Sah Selama Periode 2008-2017 (Rp Milyar) ... 100
Tabel 3-2 Kriteria Penilaian Kemandirian Keuangan Daerah ... 102
Tabel 3-3 Rincian Perkembangan Pendapatan Daerah Kab. Bandung Barat Beserta Rerata Tingkat Pertumbuhan Per Tahun Periode 2013-2017 (Rp) ... 104
Tabel 3-4 Rincian Perkembangan Belanja Daerah Kab. Bandung Barat Beserta Rerata Tingkat Pertumbuhannya Tahun 2013-2017 (Rp) ... 113
Tabel 3-5 Rincian Perkembangan Pembiayaan Daerah Kab. Bandung Barat Beserta Rerata Tingkat Pertumbuhannya Tahun 2013-2017 (Rp) ... 117
Tabel 3-6 Perkembangan Rasio Solvabilitas Periode 2013-2017... 123
Tabel 3-7 Perkembangan Neraca Daerah Periode 2013-2017... 125
Tabel 3-8 Perkembangan Realisasi Belanja Pemenuhan Kebutuhan Aparatur Kabupaten
Bandung Barat (Rp) ... 138
Tabel 3-9 Analisis Proporsi Belanja Pemenuhan Kebutuhan Aparatur Kabupaten Bandung Barat (Rp)... 139
Tabel 3-10 Pengeluaran Wajib dan Mengikat serta Prioritas Utama Kabupaten Bandung
Barat ... 139
Tabel 3-11 Proyeksi Pendapatan Daerah Kab. Bandung Barat Periode 2019-2023 (Rp Triliun) ... 140
Tabel 3-12 Rincian Proyeksi Anggaran Pendapatan Daerah Kabupaten Bandung Barat 2019-2023 ... 143
Tabel 3-13 Proyeksi Belanja Daerah Kab. Bandung Barat Periode 2019-2023 (Rp Triliun) ... 145
Tabel 3-14 Rincian Proyeksi Anggaran Belanja Daerah Kabupaten Bandung Barat
2019-2023 ... 147
Tabel 3-15 Proyeksi SiLPA Kabupaten Bandung Barat Tahun 2019-2023 ... 148
vii
Tabel 4-3 Sistem Perkotaan PKN Kawasan Perkotaan Bandung Raya ... 177
Tabel 4-4 Pembagian Wilayah Pengembangan Kabupaten Bandung Barat ... 181
Tabel 4-5 Isu Ekonomi Terkait Arah Pembangunan Kabupaten ... 192
Tabel 4-6 Pemetaan Permasalahan untuk Penentuan Prioritas dan Sasaran Pembangunan Daerah ... 196
Tabel 4-7 Pohon Permasalahan ... 198
Tabel 4-8 Pohon Penyelesaian Permasalahan... 199
Tabel 4-9 Isu Strategis Berdasarkan Urusan Pemerintahan ... 203
Tabel 5-1 Unsur Pembentuk Visi Pembangunan Kabupaten Bandung Barat 2018 – 2023 ... 207
Tabel 5-2 Kerangka Penjabaran Misi 1 Pembangunan Bandung Barat 2018 – 2023... 212
Tabel 5-3 Kerangka Penjabaran Misi 2 Pembangunan Bandung Barat 2018 – 2023... 215
Tabel 5-4 Kerangka Penjabaran Misi 3 Pembangunan Bandung Barat 2018 – 2023... 216
Tabel 5-5 Kerangka Penjabaran Misi 4 Pembangunan Bandung Barat 2018 – 2023... 218
Tabel 5-6 Prioritas Pembangunan Bandung Barat 2018 – 2023 ... 218
Tabel 5-7 Kerangka Logis Pencapaian Misi 1 Pembangunan Bandung Barat 2018 – 2023 ... 221
Tabel 5-8 Kerangka Logis Pencapaian Misi 2 Pembangunan Bandung Barat 2018 – 2023 ... 222
Tabel 5-9 Kerangka Logis Pencapaian Misi 3 Pembangunan Bandung Barat 2018 – 2023 ... 223
Tabel 5-10 Kerangka Logis Pencapaian Misi 4 Pembangunan Bandung Barat 2018 – 2023 .... 224
Tabel 6-1 Strategi Pembangunan Daerah ... 228
Tabel 6-2 Visi, Misi, Tujuan, Sasaran dan Strategi Kabupaten Bandung Barat ... 229
Tabel 6-3 Arah Kebijakan Pembangunan Daerah ... 235
Tabel 6-4 Tema Pembangunan 2018 – 2023 ... 237
Tabel 6-5 Program Prioritas RPJMD ... 239
Tabel 6-6 Program Pembangunan Daerah dan Indikator Capaiannya ... 241
Tabel 7-1 Capaian Kinerja Program Prioritas dan Kerangka Pendanaan ... 270
Tabel 7-2 Capaian Kinerja Program Prioritas dan Kerangka Pendanaan ... 328
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1-1 Integrasi Skenario KLHS untuk RPJMD Kabupaten Bandung Barat 2018-2023 ... 7
Gambar 1-2 Alur Perencanaan dan Penganggaran ... 9
Gambar 2-1 Kabupaten Bandung Barat sebagai Pintu Masuk dan Bagian dari KSN Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung ... 16
Gambar 2-2 Peta Ketinggian Kabupaten Bandung Barat ... 19
Gambar 2-3 Peta Sumber Daya Air Kabupaten Bandung Barat ... 20
Gambar 2-4 Peta Jenis Tanah Kabupaten Bandung Barat ... 24
Gambar 2-5 Peta Curah Hujan Kabupaten Bandung Barat ... 27
Gambar 2-6 Peta Tutupan Lahan Kabupaten Bandung Barat ... 28
Gambar 2-7 Peta Rawan Bencana Kabupaten Bandung Barat ... 29
Gambar 2-8 Peta Persebaran Kepadatan Penduduk Kabupaten Bandung Barat Tahun 2017 .... 33
Gambar 2-9 Persentase Pengangguran menurut Pendidikan Akhir dan Jenis Kelamin Tahun 2017 ... 35
Gambar 2-10 Piramida Penduduk tahun 2017 ... 35
Gambar 2-11 Persentase Penduduk Kabupaten Bandung Barat berdasarkan Lapangan Pekerjaan Tahun 2017 ... 36
Gambar 2-12 Perbandingan Tren IPM Kabupaten Bandung, Jawa Barat Periode 2010-2017 (Metode Baru) ... 39
Gambar 2-13 Indeks Kesehatan Kabupaten Bandung Barat ... 48
Tabel 2-16 Indikator Kesehatan Masyarakat Tahun 2013-2018 ... 48
Gambar 2-14 Struktur Perekonomian Kabupaten Bandung Barat, 2016 ... 50
x
Gambar 3-1 Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah Kab. Bandung Barat Periode
2008-2017 ... 98
Gambar 3-2 Perkembangan Proporsi Sumber Pendapatan Daerah Kab. Bandung Barat Periode 2008-2017 (Persen) ... 99
Gambar 3-3 Target dan Realisasi PAD Kab. Bandung Barat Tahun 2014-2017 ... 101
Gambar 3-4 Perkembangan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten Bandung Barat Periode 2008-2017 (%) ... 102
Gambar 3-5 Perbandingan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Antar Kab/Kota Di Regional Jawa Barat Tahun 2016 ... 103
Gambar 3-6 Perkembangan Komponen PAD Periode 2013-2017 (Rp Milyar) ... 105
Gambar 3-7 Perkembangan Kontribusi Komponen PAD Periode 2013-2017 (%) ... 106
Gambar 3-8 Rerata Pertumbuhan Komponen PAD Selama Periode 2013-2017 (%) ... 107
Gambar 3-9 Perkembangan Komponen Dana Perimbangan Periode 2013-2017 (Rp Milyar) ... 107
Gambar 3-10 Perkembangan Kontribusi Komponen Dana Perimbangan Periode 2013-2017 (%) ... 108
Gambar 3-11 Perkembangan Komponen Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah Periode 2013-2017 (Rp Milyar) ... 109
Gambar 3-12 Perkembangan Realisasi Belanja Daerah Kab. Bandung Barat Periode 2008-2017 ... 110
Gambar 3-13 Perkembangan Komponen Belanja Daerah Periode 2013-2017 (Rp Triliun) ... 111
Gambar 3-14 Kontribusi Komponen Belanja Daerah Periode 2013-2017 (%) ... 111
Gambar 3-15 Kontribusi Komponen (i) Belanja Pegawai, (ii) Belanja Barang dan Jasa, serta (iii) Belanja Modal Periode 2013-2017 (%) ... 112
Gambar 3-16 Perkembangan Komponen Belanja Tidak Langsung Periode 2013-2017 (Rp Milyar) ... 114
Gambar 3-17 Perkembangan Komponen Belanja Langsung Periode 2013-2017 (Rp Milyar) .. 115
Gambar 3-18 Perkembangan Realisasi Pembiayaan Daerah Kab. Bandung Barat Periode 2013-2017 ... 116
Gambar 3-19 Perkembangan Rasio Lancar Periode 2013-2017 ... 121
xi
Gambar 4-1Strategi Pembangunan RPJMN... 152
Gambar 4-2 Peta Struktur Ruang Kabupaten Bandung Barat 2009-2029 ... 184
Gambar 4-3 Peta Pola Ruang Kabupaten Bandung Barat 2009-2029 ... 185
Gambar 4-4 Peta Rencana Kawasan Strategis Kabupaten Bandung Barat 2009-2029 ... 186
Gambar 4-5 Rencana Trase Kereta Cepat Jakarta-Bandung ... 187
Gambar 4-6 Keselarasan Rencana Pembangunan dan Rencana Tata Ruang ... 189
Gambar 5-1 Struktur Pencapaian Visi Pembangunan Kabupaten Bandung Barat 2023 ... 220
1
BAB I. PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), menyatakan bahwa dokumen perencanaan pembangunan daerah terdiri dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RPJPD adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 20 (dua puluh) tahun sedangkan RPJMD adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 5 (lima) tahun merupakan bagian yang terintegrasi dengan RPJPD, yang mengindikasikan bahwa penyusunan RPJMD hendaknya selaras dan berkelanjutan untuk mencapai visi dan misi RPJPD. Perencanaan pembangunan daerah tersebut merupakan proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan di dalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu.
2
Daerah Kabupaten Bandung Barat Tahun 2018-2023, maka diawali dengan evaluasi RPJMD 2013-2018 yang sudah dilakukan serta penyusunan studi pendahuluan (Background Study) RPJMD 2018-2023 untuk mengumpulkan data dan informasi kondisi saat ini serta review terhadap hasil evaluasi pelaksanaan RPJMD sebelumnya. Hasil studi pendahuluan (Background Study) RPJMD 2018-2023 menghasilkan bahan untuk menyusun rancangan teknokratik RPJMD yang memuat (Pasal 44 Permendagri 86/2017); pendahuluan; gambaran umum kondisi daerah; gambaran keuangan daerah; dan, permasalahanan dan isu strategis daerah. Rancangan teknokratik dibahas tim penyusun bersama dengan Perangkat Daerah untuk memperoleh masukan dan saran sesuai dengan tugas dan fungsi Perangkat Daerah untuk kemudian disempurnakan berdasarkan berita acara kesepakatan dan ditandatangani oleh Kepala Bappeda (atau untuk Kabupaten Bandung Barat adalah Bappelitbangda) dan Kepala Perangkat Daerah. Rancangan Teknokratik RPJMD kemudian menjadi bahan penyusunan Rancangan Awal RPJMD, setelah Bupati terpilih dilantik dan bertugas secara efektif.
Rancangan Awal RPJMD tersebut akan memuat :
1. pendahuluan;
2. gambaran umum kondisi Daerah; 3. gambaran keuangan Daerah;
4. permasalahan dan isu strategis Daerah; 5. visi, misi, tujuan dan sasaran;
6. strategi, arah kebijakan dan program pembangunan Daerah;
7. kerangka pendanaan pembangunan dan program Perangkat Daerah; 8. kinerja penyelenggaraan pemerintahan Daerah; dan
9. penutup
3
Tidak ada negara yang menolak ketika dalam Konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan (UN Conference on Environment and Developmen) tahun 1992 si Rio de Janeiro, WCED (World Commission on Environment and Development) mencanangkan konsep dan program dunia pembangunan-pembangunan yang bekelanjutan yang kemudian disebut Agenda 21 adalah pembangunan. Konsep ini mengartikan pembangunan berkelanjutan sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan sekarang tanpa harus menghalangi generasi akan datang untuk memenuhi kebutuhannya. Konsep ini juga mengandung pengertian tentang bagaimana mempertemukan kebutuhan yang terus berubah, secara kuantitatif dan kualitatif, yang ditentukan juga oleh tingkat perkembangan teknologi fan kemampuan organisasi sosial untuk mengelola kemampuan lingkungan. Program PBB tentang pembangunan berkelanjutan yang dituangkan dalam Agenda 21 tidak terwujud meski kemudian disederhanakan dan lebih difokuskan pada masalah air, kesehatan, pertanian dan keragaman hayati (WHAB program) menjadi deklarasi dan rencana implementasi Johannesburg. Deklarasi dan rencana tersebut disepakati melalui the World Summit on Sustainable Development (WSSD) 2002. Sementera itu menjelang berakhirnya abad 21, kepala negara anggota PBB tahun 2000 mencetuskan Deklarasi Millenium yang kemudian dimalihkan menjadi Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals atau MDG) untuk mencapai kondisi dunia tahun 2015. MDG inilah yang kemudian dilanjutkan dengan SDG (Tujuan Pembangunan Pembanguna) untuk mencapai kondisi 2030. Berbeda dengan Agenda 21 dan WHAB, SDG atau TPB menekankan pada pencapaian pada sasaran, sedang cara, sumberdaya dan sarana untuk mencapainya diserahkan pada masing-masing negara atau organisasi yang berkomitmen untuk mewujudkannya. SDG merupakan kesepakatan internasional untuk mencapai tujuan sebagai berikut:
1. Mengentaskan segala bentuk kemiskinan di seluruh tempat.
4
5. Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan. 6. Menjamin akses atas air dan sanitasi untuk semua.
7. Memastikan akses pada energi yang terjangkau, bisa diandalkan, berkelanjutan dan modern untuk semua.
8. Mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, lapangan pekerjaan yang layak untuk semua.
9. Membangun infrastruktur kuat, mempromosikan industrialisasi berkelanjutan, dan mendorong inovasi.
10. Mengurangi kesenjangan di dalam dan di antara negara-negara.
11. Menjadikan perkotaan yang inklusif, aman, berketahanan, dan berkelanjutan.
12. Memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan.
13. Mengambil langkah penting untuk mitigasi perubahan iklim dan mengatasi dampaknya.
14. Perlindungan dan penggunaan samudera, laut dan sumber daya kelautan secara berkelanjutan.
15. Mengelola hutan secara berkelanjutan, melawan perubahan lahan menjadi gurun, menghentikan dan merehabilitasi kerusakan lahan, menghentikan kepunahan keanekaragaman hayati.
16. Mewujudkan perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang tangguh– Mendorong masyarakat adil, damai, dan inklusif.
17. Menghidupkan dan memelihara kemitraan global demi pembangunan berkelanjutan.
5
Prinsip yang diberikan berbagai panduan nasional adalah bahwa KLHS ditujukan untuk melindungi dan mengelola daya dukung dan daya tampung lingkungan. Secara umum disepakati bahwa daya dukung adalah: jumlah populasi maksimum suatu spesies tertentu yang dapat didukung oleh suatu habitat (yang berubah dan menjadi tidak pasti dalam perjalanan waktu) tanpa merusak produktivitas dan produksi habitat tersebut . Walaupun demikian definisi tersebut tidak cocok untuk diterapkan pada kehidupan manusia. Karena manusia mempunyai kemampua untuk meniadakan kompetisi dalam penggunaan dukungan dan mempunyai kemampuan mengupayakan ketersediaan barang dan jasa yang langka. Perdagangan dan teknologi adalah yang membuat jejaring kehidupan manusia begitu luas menjadi alasan utama untuk menolak penerapan konsep daya dukung bagi perikehidupan manusia.
Peraturan Menteri LH No.17/2009 tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Dalam Penataan Ruang Wilayah,tampaknya disiapkan dalam kaitannya dengan UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang. Menurut Peraturan Menteri tersebut, daya dukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2 (dua) komponen, yaitu kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan kapasitas tampung limbah (assimilative capacity).
6
kriteria perencanaan yang sifatnya indikatif dan tidak mutlak. Dalam pedoman tersebut kemampuan teknologi untuk meningkatkan daya dukung dan daya tampung belum diperhitungkan. Juga kemampuan manusia dan kegiatannya untuk beradaptasi terhadap suatu situasi belum menjadi perhatian.
Selain itu daya dukung keseluruhan wilayah bukan penjumlahan daya dukung masing-masing kawasan seperti yang dikonsepkan dalam pedoman tersebut. Bahkan daya dukung itu meningkat menjadi lebih besar apa bila keseluruhan kawasan digabung menjadi satu kesatuan. Karena surplus untuk satu faktor pembatas di suatu kawasan dapat dimanfaatkan oleh kawasan yang mengalami defisit dalam pembatas tersebut.
KLHS RPJMD Bandung Barat akan tetap mengacu pada prinsip tujuan pembangunan berkelanjutan dan prinsip daya dukung lingkungan, tetapi tidak dapat sepenuhnya mengikuti rincian panduan karena keterbatasan informasi. Dalam kaitannya dengan TPB, sementara ini KLHS hanya bisa menggunakan informasi yang disediakan badan statistik sampai tingkat kecamatan. Sedang daya dukung dan daya tampung lingkungan akan dicoba ditandai dengan pengenalan tipe ekosistem dan jasanya, untuk mengindiksikan permasalahannya. Sedang angka kuantitatif dan absolut daya dukung agaknya tidak mungkin ditemukan.
1.1.3 Tujuan Pembangunan Pada Tingkat Kecamatan
7
kehutanan, Selanjutnya dengan didukung oleh aneka peta tematik dan data numerik dari kabupaten dan kecamatan dalam angka, dikaji jasa ekosistem dan tantangan yang dihadapi dimasing-masing Kecamatan. Wilayah Kecamatan dipilih sebagai pemadu dan pengikat analisis jasa ekosistem dan perkembangan berkelanjutan. Kajian inilah yang disebut Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang memadukan tipe ekosistem dengan jasanya dengan tujuan pembanguan berkelanjutan. Hasil KLHS adalah analisis ekosistem dan jasanya yang kemudian dicoba ditelaah fungsi dan peranan ekosistem yang mana yang gayut dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB) dan visi pembangunan menurut RPJP Kabupaten Bandung Barat yang bersifat makro. TPB adalah kesepakatan dan program dunia yang sudah diadopsi Indonesia menjadi program nasional. Tujuan ini tidak secara eksplisit menjadi program Kabupaten Bandung Barat karena telah mempunyai cita-citanya sendiri. Walaupun demikian dengan terwujudnya visi jangka panjang Kabupaten Bandung Barat, akan dengan sendirinya menunjang program TPB.
Berdasarkan yang dibahas dan diuraikan sebelumnya, KLHS akan yang diadopsi oleh dokumen RPJMD ini memiliki kerangka kerja seperti diagram berikut:
Gambar 1-1 Integrasi Skenario KLHS untuk RPJMD Kabupaten Bandung Barat 2018-2023
Sumber : Analisis Penyusun, 2018 Gambaran Daya dukung daya
8
1. Peraturan Perundangan Terkait Perencanaan Pembangunan
a. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
b. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. c. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata
cara, Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah
d. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian Dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Serta Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah 2. Peraturan Perundangan Terkait Penganggaran, meliputi:
a. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. b. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. c. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah.
d. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
e. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
1.3 Hubungan Antar Dokumen
9
No. 59/2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13/2006.
RPJMD ini disusun dengan memperhatikan RPJMN dan RPJM Provinsi dan berpedoman pada RPJPD. Selanjutnya RPJMD ini dijabarkan menjadi RKPD. Integrasi antara rencana pembangunan dan sistem keuangan negara dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 1-2 Alur Perencanaan dan Penganggaran
Sumber : UU 25/2004 dan UU 23/2014
1.4 Maksud, Tujuan dan Sasaran
10
untuk memberikan arah bagi kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, program Perangkat Daerah dan lintas Perangkat Daerah, serta program kewilayahan dalam rangka memastikan terselenggaranya pembangunan yang berkelanjutan dan konsistensi antara penganggaran, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan selama 5 (lima) tahun masa pembangunan di Bandung Barat, untuk mewujudkan Kabupaten Bandung Barat yang lebih baik.
Tujuan penyusunan RPJMD adalah memberikan :
Pedoman bagi kebijakan keuangan daerah dan strategi pembangunan daerah
Pedoman bagi Perangkat Daerah dalam menyusun rencana strategis selama jangka waktu 2018 – 2023
Indikator dan tolok ukur dalam melakukan evaluasi kinerja Perangkat Daerah di lingkungan Kabupaten Bandung Barat dalam jangka waktu 2018 sampai dengan 2023
Sasaran penyusunan Rancangan Awal RPJMD 2018 – 2023 adalah sebagai berikut:
1. Terumuskannya gambaran umum kondisi Kabupaten Bandung Barat.
2. Teridentifikasi dan terumuskannya gambaran keuangan Kabupaten Bandung Barat.
3. Terumuskannya kebijakan pembangunan di Kabupaten Bandung Barat, Nasional, otonomi daerah serta komitmen internasional, nasional dan provinsi yang berpengaruh pada pembangunan di Kabupaten Bandung Barat.
4. Terumuskannya permasalahanan dan isu strategis Kabupaten Bandung Barat
5. Terumuskannya visi dan misi pembangunan Kabupaten Bandung Barat 6. Terumuskannya strategi dan program pembangunan Kabupaten Bandung
11
1.5 Sistematika Penulisan
RPJM Kabupaten Bandung Barat tahun 2018-2023 ini terdiri dari sembilan BAB yaitu sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
Bagian ini menjelaskan mengenai gambaran umum penyusunan rancangan awal RPJMD agar substansi pada bab-bab berikutnya dapat dipahami dengan baik.
BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah
Bagian ini menjelaskan dan menyajikan secara logis dasar-dasar analisis, gambaran umum kondisi daerah yang meliputi aspek geografi dan demografi serta indikator kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah. Penjabaran dilakukan berdasarkan hasil analisis dan kajian gambaran umum kondisi daerah.
BAB III Gambaran Keuangan Daerah
Bagian ini menyajikan gambaran hasil pengolahan data dan analisis terhadap pengelolaan keuangan daerah.
BAB IV Permasalahan dan Isu-Isu Strategis Daerah
Bagian ini menjadi dasar utama visi dan misi pembangunan jangka menengah yang menggambarkan permasalahan
pembangunan yang meliputi permasalahan pada
penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah yang relevan berdasarkan analisis, dan isu strategis yang diambil dari permasalahan pembangunan yang dianggap paling prioritas untuk diselesaikan.
12
Bab ini menguraikan strategi yang dipilih untuk mencapai tujuan dan sasaran serta arah kebijakan dari setiap strategi.
BAB VII Kerangka Pendanaan Pembangunan dan Program Peningkatan Daerah
Bagian ini memuat program prioritas dalam pencapaian visi dan misi serta seluruh program yang dirumuskan dalam renstra perangkat daerah beserta indikator kinerja dan pagu indikatif target.
BAB VIII Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Bagian ini menggambarkan indikator kinerja daerah yang bertujuan untuk memberi gambaran tentang ukuran keberhasilan pencapaian visi dan misi kepala daerah dan wakil kepala daerah.
13
BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
2
2.1 Aspek Geografi dan Demografi
Kabupaten Bandung Barat adalah wilayah pemekaran Kabupaten Bandung, yang pembentukannya diwacanakannya sejak tahun 1999. Walaupun demikian baru pada tanggal 2 Januari 2007 secara formal dan legal menjadi Kabupaten Bandung Barat dengan terbitnya UU No.12/2007. Undang-undang ini menetapkan bahwa Kabupaten Bandung Barat mencakup wilayah 16 kecamatan yaitu: Kecamatan Lembang, Kecamatan Parongpong, Kecamatan Cisarua, Kecamatan Cikalongwetan, Kecamatan Cipeundeuy, Kecamatan Ngamprah, Kecamatan Cipatat, Kecamatan Padalarang, Kecamatan Batujajar, Kecamatan Cihampelas, Kecamatan Cililin, Kecamatan Cipongkor; Kecamatan Rongga, Kecamatan Sindangkerta Kecamatan Gununghalu. Masing-masing mempunyai karakter ekosistem yang berbeda walaupun awalnya hanya berupa hutan dataran, perbukitan dan pegunungan.
14
baku merang.
Sampai dengan hadirnya pemerintahan orde baru, perkembangan yang terorganisasikan yang berarti adalah pembangunan pusat pendidikan milter komando di Batujajar. Sementara perkembangan secara individual, inkremental, informal terus terjadi sampai terbentuk permukiman kota di Lembang dan Padalarang. Pada masa pemintahan orde baru pula dibangun waduk Saguling yang merendam kawasan seluas 5.600 ha dan Waduk Cirata di perbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Purwakarta. Kehadiran waduk ini jelas menghadirkan tipe ekosistem baru di Bandung yang bahkan mempengaruhi wilayah lain.
Sementara itu, oleh kebijakan penanaman modal pemerintahan orde baru, Kawasan Cemereme dan Batujajar berubah menjadi seperti industri makanan, minuman, tekstil, komponen bangunan, perabot rumah tangga, aneka peralatan untuk dalam negeri maupun ekspor. Puluhan industri hadir di Batujajar tersebut tumbuh dan berkembang secara inkremental dan masing-masing mencoba menata diri sendiri.
Kemudian ada prakarsa upaya swasta yang membangun perumahan terorganisasikan skala kota yang eksklusif di Padalarang dan perumahan bagi lapisan menengah di Ngamprah. Prakarsa ini antara lain didorong oleh pembangunan jalan bebas hambatan yang melintas Kecamatan Padalarang, Ngamprah dan Cpendeuy. Pembangunan perumahan terorganisasikan tersebut ditujukan bagi penduduk Bandung dan karena itu dapat disebut sebagai urbanisasi oleh perambahan wilayah urban..
15
ekosistem tersebut. Tentang ekosistem kekotaan jelas perlu dibenahi dan ditata kembali agar menjadikan kota sebagai ekosistem yang efektif, efisien dan produktif.
2.1.1 Kondisi Umum Geografis
16
Gambar 2-1 Kabupaten Bandung Barat sebagai Pintu Masuk dan Bagian dari KSN Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung
Sumber : Perda Provinsi Jawa Barat No. 22/2010, RTRWP Jawa Barat 2009-2029
2.1.1 Topografi
Kabupaten Bandung Barat didominasi oleh kemiringan lereng yang sangat terjal yaitu dapat mencapai lebih dari 40%. Wilayah yang sangat terjal ini terdapat pada wilayah Kecamatan Gununghalu seluas 13.480 ha. Kemiringan lereng datar yaitu 0-8% terdapat pada Kecamatan Batujajar. Sisanya berada pada kemiringan 8-15%. Ketinggian di Kabupaten Bandung Barat berkisar sekitar 0-2.500 mdpl. Dengan luasan lahan terbesar pada ketinggian 500-1.000 mdpl yaitu 66% dari total luasan wilayahnya. Berdasarkan informasi kemiringan dan ketinggian wilayah terdapat empat jenis morfologi di Kabupaten Bandung Barat, yaitu: pedataran, landai, perbukitan dan pegunungan.
Tabel 2-1 Gambaran Kondisi Wilayah Kabupaten Bandung Barat Menurut Ketinggian
No. Ketinggian Luas (ha)
1 0-500 m 20,511.75
2 500-1000 m 87,059.50
3 1000-1500 m 14,944.55
4 1500-2000 m 8,106.46
5 2000-2500 m 147.99
17
RPJPD akan menjadi Kabupaten Agroindustri, pengembangan pertanian di kawasan pade elevasi antara 500-1000 m dpl, merupakan wilayah yang perlu mendapat perhatian. Karena elevasi ini menentukan temperatur, kelembaban, penyinaran matahari, yang apabila dikaitkan denga jenis tanah dan curah hujan, akan menentukan jenis tanaman apa yang paling tepat untuk mendukung pengembangan agroindustri.
Oleh karena pertanian dan perkebunan sudah berlangsung lebih dari seratus tahun, mungkin sudah diperoleh pengalaman empirik tentang komoditi pertanian dan perkebunan yang paling tepat. Walaupun demikian, dimasa mendatang mungkin dibutuhkan pembaruan jenis tanaman, agar agroindustri lebih maju dengan nilai tambah yang lebih tinggi dan mampu mengangkat rakyat Kabupaten Bandung Barat agar lebih sejahtera.
Selain itu di wilayah Kabupaten Bandung Barat terdapat kawasan sekitar 6,2% yang berada pada elevasi 1500-2000 m dpl dan 1,1 % yang berada pada elevasi antara 2000-2500 mdpl. Kawasan ini mungkin masih berupa hutan pegunungan rendah dan hutan pengunungan tinggi alami maupun hasil reboisasi yang dipertahankan, yang hanya boleh dipungut hasil hutan non kayunya.
2.1.2 Sumber Daya Air
18
kecamatan yaitu di Kecamatan Cililin, Batujajar, Saguling, dan Cipongkor. Sedangkan Waduk Cirata terletak ke arah hilir dari Waduk Saguling yang lokasinya berada di Kecamatan Cipeundeuy. Selain itu terdapat situ-situ kecil lainnya seperti Situ Cimangsud, Situ Dano, dan Situ Umar.
Tabel 2-2 Gambaran Kondisi Wilayah Kabupaten Bandung Barat menurut Ketersediaan Sumber Daya Air
No. SUMBER AIR LUASAN (Ha)
1 Daerah Air Tanah Dangkal 469.40
2 Sumber Daya Air Yang memancar 10,609.05
Sumber : RTRW Kabupaten Bandung Barat 2009-2029
Dimengerti bahwa sumber daya air yang besar yang tertampung waduk Saguling dan Cirata berada dibawah kendali pemerintah tingkat nasional. Pemerintah Kabupaten Bandung Barat telah berprakarsa menyelidiki air tanah yang muncul sebagai mata air dan itulah yang dianggap sumber daya air selain penampungan alami seperti Situ Ciburuy. Hasil penyelidikan mata air baru sampai pada lokasi dan debit air yang dikeluarkan, masih pelu ditindak lanjuti
dengan bagaimana menjaga kelangsungannya dan bagaimana
19
Gambar 2-2 Peta Ketinggian Kabupaten Bandung Barat
20
Gambar 2-3 Peta Sumber Daya Air Kabupaten Bandung Barat
21
Regosol Coklat, Kompleks Mediteran Coklat Kemerahan dan Litosol, Latosol Coklat, Latosol Coklat Kemerahan, Latosol Coklat Tua Kemerahan, Aluvial Coklat Kekelabuan, Kompleks Latosol Merah dan Latosol Coklat Kemerahan, Podsolik Kuning, Kompleks Podsolik Merah Kekuningan, Podsolik Kuning dan Regosol, Asosiasi Aluvial Kelabu Dan Aluvial Coklat Kekelabuan, dan Asosiasi Glei Humus Rendah dan Aluvial Kelabu. Dengan luasan terbesar adalah pada jenis tanah Kompleks Podsolik Merah Kekuningan, Podsolik Kuning dan Regosol seluas 37,202 Ha. Selain itu, ditinjau dari asal pengendapan batuan, Kabupaten Bandung Barat terbagi menjadi beberapa wilayah yaitu Littoral, Littoral Reef, Neritic, Plutonism Sub-Volcanic, Terrestrial Alluvium, Terrestrial Fluvial,
Terrestrial Lacustrine, Transition, dan Volcanism Subaerial.
Tabel 2-3 Peta Sumber Daya Air Kabupaten Bandung Barat
NO. JENIS GEOLOGI LUASAN (Ha)
1 Littoral 4,584.11
2 Littoral Reef 865.30
3 Neritic 13,086.77
4 Plutonism Sub-Volcanic 4,276.43
5 Terrestrial Alluvium 593.51
6 Terrestrial Fluvial 41,358.36
7 Terrestrial Lacustrine 6.68
8 Transition 415.37
9 Volcanism Subaerial 60,058.85
10 Unknown 5,516.07
Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat 2009-2029
Tabel 2-4 Gambaran Kondisi Wilayah Kabupaten Bandung Barat Menurut Jenis Tanah
NO. JENIS TANAH LUASAN (Ha)
1 Kompleks Regosol Kelabu dan Litosol 2,663.05
2 Andosol Coklat 8,562.34
3 Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat 14,985.30
22
8 Aluvial Coklat Kekelabuan 7,756.54
9 Kompleks Latosol Merah dan Latosol Coklat Kemerahan 17,615.19
10 Podsolik Kuning 1,018.34
11 Kompleks Podsolik Merah Kekuningan, Podsolik Kuning dan Regosol
37,202.11
12 Asosiasi Aluvial Kelabu Dan Aluvial Coklat Kekelabuan 1,883.50
13 Asosiasi Glei Humus Rendah dan Aluvial Kelabu 6,748.13
Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat 2009-2029
Berdasarkan pengetahuan inilah di wilayah Kabupaten Bandung Barat ditandai adanya jenis tanah : regosol, litosol, latosol, aluvial, podsolik. Berdasarkan klasifikasi inilah dapat disarankan jenis tanaman yang dikembangkan. Walaupun demikian kondisi khas seperti tanaman ubi jalar di Cilembu atau nanas di Cikalong belum dapat diindikasikan dalam peta tersebut.
Untuk tujuan pengembangan pertambangan diindikasikan dan dipetakan sifat fisik batuan seperti batuan beku, batuan sedimen, batuan malihan dan sebagainya. Selain itu ditandai umur batuan yang diklasifikasikan menurut suatu perioda dan era, antara lain perioda kuarter yang artinya terbentuk paling lama 1,6 juta tahun yang lalu, tersier yang terbentuk antara 1,6 juta sampai 65 juta tahun yang lalu. Periode tersebut dikaitkan dengan era yang mendai faktor menonjol yang mengisi di bumi waktu itu. Berdasarlan jenis batuan dan eranya tersebut, ahli geologi menelaah kemungkinan ditemuinya berbagai produk tambang.
2.1.2 Klimatologi
23
Cipatat, Rongga, Gunung Halu, Dan Sindangkerta. Terakhir wilayah yang memiliki curah hujan tertinggi adalah Kecamatan Cikalong Wetan dan Cipeundeuy. Berikut tabel curah hujan menurut luasan.
Tabel 2-5 Kondisi Curah Hujan Wilayah Kabupaten Bandung Barat
No. CURAH HUJAN LUASAN
(ha)
1 < 1.500 mm/th 5,480.72
2 1.500-2.000 mm/th 19,672.73
3 2.000-2.500 mm/th 39,832.87
4 2.500-3.000 mm/th 50,222.95
5 3.000-3.500 mm/th 15,114.22
Sumber : RTRW Kabupaten Bandung Barat 2009-2029
24
Gambar 2-4 Peta Jenis Tanah Kabupaten Bandung Barat
25
dilihat dari fungsi guna lahan yang ada Kabupaten Bandung Barat. Kabupaten Bandung Barat didominasi oleh fungsi budidaya non-pertanian sebesar 104.257.97 ha atau hampir 50% dari luasan total wilayah Kabupaten Bandung Barat. Disusul oleh luasan fungsi budidaya pertanian sebesar 37.5%. kabupaten Bandung Barat memiliki luasan fungsi kawasan lindung yang terbilang kecil, hanya 9% dari total wilayah yaitu 19.171 ha.
Berikut penjabaran luasan guna lahan Kabupaten Bandung Barat (pada tahun 2007).
Tabel 2-6 Guna Lahan Kabupaten Bandung Barat Tahun 2007
No. Jenis Guna Lahan Luasan (Ha) Persentase (%)
1 Kawasan Lindung
Kawasan Lindung 19,171.04 9.2
Total 19,171.04 9.2
2 Kawasan Budidaya
Budidaya Pertanian
Kebun Campur 8,758.76 4.2
Perkebunan 9,562.95 4.6
Sawah 16,309.44 7.8
Sawah Tadah Hujan 19,342.69 9.2
Tegal/Ladang 24,472.31 11.7
Total 78,446.15 37.5
3 Budidaya Non-Pertanian
Industri 2,270.73 1.1
Institusi 251.94 0.1
Jalan 2,000.00 1.0
Jalan Kereta Api 52.76 0.0
Pasar / Pertokoan 776.79 0.4
Permukiman 20,260.16 9.7
Lapangan 50.02 0.0
Taman 35.11 0.0
26
Tanah Kosong 3,702.29 1.8
Rumput 3,689.94 1.8
Total 7,392.23 3.5
Total Kabupaten 130,821.24 100.0
Sumber : RTRW Kabupaten Bandung Barat 2009-2029
2.1.5 Kawasan Rawan Bencana
27
Gambar 2-5 Peta Curah Hujan Kabupaten Bandung Barat
28
Gambar 2-6 Peta Tutupan Lahan Kabupaten Bandung Barat
29
Gambar 2-7 Peta Rawan Bencana Kabupaten Bandung Barat
30
Kabupaten Bandung Barat. Berikut ini kerangka pemikiran mengenai potensi pengembangan Kabupaten Bandung Barat berdasarkan aspek-aspek fisik wilayah.
Tabel 2-7 Kerangka Potensi Pengembangan Wilayah
No. Aspek Fisik Wilayah Kerangka Pengembangan Wilayah
1 Geografi Menjadi pintu masuk ke Metropolitan Bandung
Dilalui jaringan transportasi primer
Belum diminati investor
Memanfaatkan lokasi wilayah yang strategis
Memperluas kawasan lindung untuk melindungi badan air dan kawsan rawan bencana longsor
Melindungi kawasan pertanian lahan basah
Mengembangkan kegiatan dan kawasan perkotaan yang ramah lingkungan
2 Topografi Didominasi lahan dengan kemiringan terjal dan elevasi sama atau lebih dari 750 m dpl (batas elevasi Kawasan Bandung Utara)
3 Hidrologi Memiliki dan dilalui banyak sungai, danau, waduk
Terdapat potensi banjir dan sekaligus kekeringan
4 Iklim Didominasi wilayah dengan curah hujan sedang dan tinggi
5 Penggunan Lahan
Didominasi dengan kawasan budidaya non pertanian (terbangun). Kawasan budidaya pertanian lebih kecil, dan hanya 9% merupakan kawasan lindung
6 Kawasan Rawan Bencana
Rawan longsor, dan terdapat potensi kekeringan dan banjir lokal
2.1.7 Aspek Demografis
Pertumbuhan dan dinamika penduduk yang terjadi di suatu wilayah akan memberi dampak dan pengaruh pada perkembangan di wilayah tersebut. Perubahan sosial kependudukan akan mempengaruhi strategi dan kebijakan yang digunakan dalam pengembangan satu wilayah, termasuk mengenai jumlah penduduk dan kemudian tingkat kepadatan penduduk.
31
mengarah ke kecamatan-kecamatan perbatasan Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi.
Adapun kepadatan penduduk terendah di Kecamatan Gununghalu, diikuti oleh Kecamatan Rongga, Sindangkerta, Saguling, dan Cipeundeuy. Kecamatan-kecamatan ini terletak di sebelah barat dan timur, berbatasan dengan Kabupaten Cianjur. Berdasarkan peta kepadatan penduduk di bawah ini (Gambar 2-8), terlihat bahwa persebaran kepadatan penduduk di Kabupaten Bandung Barat cenderung berkelompok antara daerah utara dan selatan. Selain variabel jumlah penduduk dan luas wilayah, kepadatan penduduk yang berkelompok juga mengindikasikan adanya keterpusatan aktivitas di wilayah tersebut. Sehingga, hal tersebut dapat menjadi threat bagi Kabupaten Bandung Barat terkait indikasi ketimpangan wilayah yang ada.
Pemerintah Kabupaten Bandung Barat perlu menyiapkan diri terkait meningkatnya jumlah penduduk tidak hanya di kecamatan dengan karakteristik perkotaan, tetapi juga di beberapa kecamatan yang diprediksi akan menjadi kecamatan dengan karakteristik perkotaan sebagai akibat dari adanya amanat perencanaan pembangunan secara agregat. Seperti perencanaan pembangunan Kereta Cepat di Walini, pembangunan sarana pendidikan tinggi di Kecamatan Cikalong Wetan, dan lain-lain.
Berikut ini adalah data jumlah penduduk per kecamatan dari tahun 2010 hingga 2017:
Tabel 2-8 Jumlah Penduduk Kabupaten Bandung Barat per Kecamatan Tahun 2010-2017
No Kecamatan Tahun
2012 2013 2014 2015 2016 2017
1 Cililin 84,121 85,865 87,472 86,929 89,996 91,012
2 Cihampelas 107,910 110,445 112,380 111,069 114,938 116,097
3 Sindangkerta 64,086 65,449 66,800 66,413 69,004 69,868
4 Gununghalu 71,348 72,625 73,820 74,152 75,862 76,712
5 Rongga 53,464 54,080 54,627 55,820 55,567 56,108
6 Cipongkor 85,618 87,004 88,233 88,683 90,245 91,108
7 Batujajar 91,091 92,625 94,317 93,832 96,960 97,962
32 11 Ngamprah 161,957 165,882 169,434 167,034 174,872 176,735
12 Padalarang 163,147 167,126 171,174 168,512 176,732 178,743
13 Cipatat 124,719 126,770 128,343 129,339 131,798 133,079
14 Cipeundeuy 78,080 79,387 80,330 80,989 82,092 82,911
15 Cikalongwetan 114,168 116,664 119,186 117,533 122,656 123,973
16 Saguling 28,847 29,380 30,006 29,958 30,692 30,995
TOTAL 1,582,326 1,614,543 1,644,984 1,636,361 1,691,691 1,710,088
Sumber: Kabupaten Bandung Barat dalam Angka Tahun 2013-2017 dan Data Makro Sosial Kabupaten Bandung Barat Tahun 2017
Tabel 2-9 Kepadatan Penduduk Kabupaten Bandung Barat per Kecamatan Tahun 2017
No Kecamatan Jumlah Penduduk
Luas Wilayah (Km2)
Kepadatan (Jiwa/Km2)
1 Rongga 56.108 113,12 496,0
2 Gununghalu 76.712 160,64 477,5
3 Sindangkerta 69.868 120,47 580,0
4 Cililin 91.012 77,79 1170,0
5 Cihampelas 116.097 46,99 2470,7
6 Cipongkor 91.108 79,96 1139,4
7 Batujajar 97.962 32,04 3057,5
8 Saguling 30.995 51,46 602,3
9 Cipatat 133.079 126,05 1055,8
10 Padalarang 178.743 51,40 3477,5
11 Ngamprah 176.735 36,01 4907,9
12 Parongpong 113.211 45,15 2507,4
13 Lembang 196.690 95,56 2058,3
14 Cisarua 74.884 55,11 1358,8
15 Cikalongwetan 123.973 112,93 1097,8
16 Cipeundeuy 82.911 101,09 820,2
Total 1.710.088 1.305,77 1.309,6
33
Gambar 2-8 Peta Persebaran Kepadatan Penduduk Kabupaten Bandung Barat Tahun 2017
34
pikir, cara pandang dan juga sebagai indikasi proses peningkatan kualitas kehidupan masyarakat. Berikut ini adalah data pendidikan akhir tersebut:
Tabel 2-10 Persentase Pendidikan Akhir Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Kabupaten Bandung Barat Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2017
No Jenjang
Pendidikan Laki-laki (%) Perempuan (%) Total (%)
1 < SD 12,67 14,72 13,68
2 SD 40,03 44,05 42,00
3 SLTP 23,16 23,14 23,15
4 SLTA 20,33 14,77 17,60
5 Akademi/ PT 3,81 3,32 3,57
Total 100 100 100
Sumber: Data Makro Sosial Kabupaten Bandung Barat Tahun 2017
Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa masih terdapat penduduk yang tidak/ belum pernah sekolah dasar sebesar 13,68%. Hal yang menjadi penting kemudian dari data di atas adalah persentase tertinggi dari jenjang pendidikan akhir masyarakat Kabupaten Bandung Barat yaitu sekolah dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang relatif masih rendah sebesar 42%. Pendidikan akhir penduduk yang masih rendah tersebut dapat memberikan dampak kepada beberapa aspek kesejahteraan masyarakat seperti mata pencaharian, tingkat pengangguran, dan sebagainya.
35
Gambar 2-9 Persentase Pengangguran menurut Pendidikan Akhir dan Jenis Kelamin Tahun 2017
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional, 2017
Jenjang pendidikan akhir SD dan SMA merupakan jenjang pendidikan yang memiliki kontribusi tertinggi pada angka pengangguran di Kabupaten Bandung Barat. Dimana, laki-laki dengan pendidikan akhir SMA merupakan persentase tertinggi dalam angka pengangguran sebesar 45,28%. Masih rendahnya tingkat pendidikan tersebut pada akhirnya membawa dampak pada tingkat pengangguran yang terjadi. Fakta tersebut kemudian disandingkan dengan kondisi piramida penduduk di bawah ini yang menyatakan bahwa usia produktif 25-49 tahun merupakan kelompok usia terbanyak di Kabupaten Bandung Barat.
Gambar 2-10 Piramida Penduduk tahun 2017
36
dalam menjalankan revolusi industri keempat di Indonesia. Kabupaten Bandung Barat juga harus memulai mentransformasikan ekonominya untuk menyiapkan diri menghadapi gelombang baru ekonomi tersebut.
Sayangnya, bonus demografi tersebut belum dimanfaatkan dengan baik. Terlihat dari tingkat pengangguran terbuka Kabupaten Bandung Barat yang masih tinggi dibandingkan rata-rata Provinsi Jawa Barat. Diperlukan berbagai pendekatan dengan mengkolaborasikan peluang dan kelemahan ini, salah satunya adalah melalui pendekatan ekonomi, yaitu penciptaan wirausaha-wirausaha baru.
Selanjutnya, setelah diketahui bonus demografi yang ada, karakteristik masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan yang ada, maka dilakukan identifikasi penduduk berdasarkan lapangan pekerjaan yang dilakukan. Tujuannya, agar diketahui keterhubungan antara karakteristik masyarakat dengan pola pekerjaan yang selama ini dilakukan.
Berikut ini adalah grafik jumlah penduduk berdasarkan lapangan pekerjaan:
Gambar 2-11 Persentase Penduduk Kabupaten Bandung Barat berdasarkan Lapangan Pekerjaan Tahun 2017
Sumber: Data Makro Sosial Kabupaten Bandung Barat Tahun 2017 (Data IPM 2017) Pertanian Industri Perdagang
an Jasa Lainnya
Persentase 27,13 16,84 17,15 12,66 26,21
0 5 10 15 20 25 30
P
e
rsent
a
se
37
jika dilihat berdasarkan data di atas masih menyerap tenaga kerja yang tinggi di Kabupaten Bandung Barat.
Sebaliknya, penduduk yang bekerja di sektor industri hanya sebesar 16,84%, sementara proporsi industri pada PDRB merupakan proporsi terbesar di Kabupaten Bandung Barat (Laporan Kajian Optimalisasi Pendapatan Daerah Kabupaten Bandung Barat, 2017). Penduduk yang bekerja di sektor selain pertanian, industri, pedagangan, dan jasa menempati urutan kedua yaitu dengan persentase sebesar 26,21%. Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan hal tersebut, seperti pekerja industri tidak berasal dari wilayah Kabupaten Bandung Barat.
Sehingga, jika melihat dari data demografis yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa kondisi masyarakat masih belum mampu masuk ke sektor sekunder dan tersier yang saat ini justu mulai tumbuh cepat di Kabupaten Bandung Barat. Tingkat pendidikan yang relatif masih rendah memberikan limitasi kepada masyarakat untuk memilih aktivitas dan/atau mata pencahariannya.
Sehingga, dengan bonus demografi yang telah terjadi di Kabupaten Bandung Barat, maka kebijakan pembangunan ke depan perlu menghubungkan antara kondisi spasial, struktur ekonomi, kondisi demografis (tingkat pendidikan, bonus demografi) dengan aktivitas masyarakat yang akan dibentuk. Hal ini dilakukan untuk memperkuat kekuatan daerah dan tidak melemahkan fungsi lainnya.
2.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat
2.2.1 Indeks Pembangunan Manusia
38 kapita per tahun)
Angka Peringkat Angka Peringkat Angka Peringkat Angka Peringkat
1 Lembang 83,36 2 65,78 3 53,05 5 63,51 1
Sumber : Data Makro Sosial Kabupaten Bandung Barat, 2017
Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa daerah-daerah perkotaan seperti Lembang, Ngamprah, dan Padalarang memiliki IPM per komponen di peringkat yang relatif tinggi. Sementara daerah-daerah di selatan Kabupaten Bandung Barat seperti Gununghalu dan Sindangkerta yang memiliki karakteristik non perkotaan merupakan daerah-daerah dengan peringkat komponen IPM yang relatif lebih rendah. Sehingga, hal tersebut perlu menjadi perhatian dalam dokumen RPJMD ini. Mengingat, ujung dari perencanaan pembangunan daerah adalah kesejahteraan dan meningkatnya kualitas hidup masyarakat, dimana salah satu alat pengukurannya adalah IPM.
39
Gambar 2-12 Perbandingan Tren IPM Kabupaten Bandung, Jawa Barat Periode 2010-2017 (Metode Baru)
Sumber: BPS Kab. Bandung Barat, BPS Provinsi Jawa Barat dan BPS Pusat Tahun 2011-2017(Diolah)
Walaupun IPM Kabupaten Bandung Barat jika dibandingkan dengan IPM Provinsi Jawa Barat masih berada di bawahnya, akan tetapi setiap tahunnya IPM Kabupaten Bandung Barat terus mengalami peningkatan dan tidak ada yang menurun. Artinya terdapat peningkatan dan/atau pertumbuhan kualitas hidup masyarakat. Kemudian jika melihat kelompok, kategori atau klasifikasi IPM, Kabupaten Bandung Barat masuk ke dalam kelompok sedang di tahun 2010 hingga tahun 2015 yaitu nilai IPM antara 60-70. Sementara pada tahun 2016-2017 naik menjadi kelompok IPM tinggi dengan nilai IPM 70-80.
2.2.2 Kemiskinan dan Ketimpangan
40
Tabel 2-12 Kondisi Penduduk Miskin di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2012-2017
Tahun Garis Kemiskinan (Rupiah)
Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa)
Persentase Penduduk Miskin
2013 241.892 209.000 13,35%
2014 264.244 197.900 12,92%
2015 275.327 205.690 12,67%
2016 294.823 192.480 11,71%
2017 309.304 190.890 11,49%
Sumber : Data Makro Ekonomi Kab. Bandung Barat Tahun 2017
Kesejahteraan di Kabupaten Bandung Barat akan lebih baik jika tren peningkatan kualitas hidup dan penurunan kemiskinan disertai dengan adanya pemerataan kesejahteraan tersebut. Ketimpangan dalam suatu wilayah dapat dilihat dari koefisien gini, yang merupakan ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan agregat (secara keseluruhan). Pada tahun 2016 koefisien gini di Kabupaten Bandung Barat sebesar 0,36. Angka ini masih masuk dalam rentang angak ketimpangan sedang, dan di bawah angka nasional. Pembangunan ekonomi Kabupaten Bandung Barat ke depan diharapkan juga akan menghasilkan kesejahteraan masyarakat yang lebih merata.
2.1.3 Seni, Budaya dan Olah Raga
Kegiatan kesenian di Kabupaten Bandung Barat relatif belum berkembang secara optimal, baik dari jumlah kegiatan maupun skala atau kualitas keseniannya. Pada dasarnya kesenian dan kebudayaan di Kabupaten Bandung Barat merupakan kekuatan dalam pengembangan pariwisata daerah untuk mendukung kekayaan sumber daya alam yang ada.
41
2.3 Aspek Pelayanan Umum
Kondisi pelayanan umum di Kabupaten Bandung Barat difokuskan pada gambaran kondisi untuk berbagai aspek pelayanan dalam urusan wajib dan urusan pilihan.
2.3.1 Fokus Urusan Wajib
Gambaran kondisi pelayanan umum dalam urusan wajib ini terutama mencakup pendidikan, kesehatan dan bidang atau urusan lainnya. Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja pelayanan pendidikan di Kabupaten Bandung Barat adalah tingkat partisipasi pendidikan diantaranya adalah Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka.
Tabel 2-13 Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK) Menurut Jenjang Pendidikan di Kabupaten Bandung Barat Tahun Ajaran 2017/2018
Jenjang Sekolah APK APM
SD/MI 99,64 90,14
SMP/MTs 101,11 79,70
SMA/SMK/MA 76,83 57,50
Sumber: Buku APK dan APM Paud, SD, SMP, dan SM (termasuk madrasah dan sederajat) 2017/2018
APK yang tinggi menunjukkan tingginya tingkat partisipasi sekolah, tanpa memperhatikan ketepatan usia sekolah pada jenjang pendidikannya. Jika nilai Kabupaten Bandung Barat memiliki nilai APK mendekati 100 di seluruh jenjang pendidikan kecuali SMA yaitu 76,83. APK mendekati atau lebih dari 100 persen menunjukkan bahwa ada penduduk yang sekolah belum mencukupi umur dan atau melebihi umur yang seharusnya. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa wilayah tersebut mampu menampung penduduk usia sekolah lebih dari target yang sesungguhnya.
42
43
Rongga 5.389 305 18 2.027 76 27 397 19 21 582 27 22
Gununghalu 5.540 339 16 3.364 154 22 670 31 22 1.262 76 17
Sindangkerta 6.469 349 19 2.621 126 21 1.279 58 22 317 22 14
Cililin 7.853 393 20 4.022 188 21 2.920 123 24 1.212 57 21
Cihampelas 12.017 519 23 4.720 210 22 1.063 46 23 2.440 107 23
Cipongkor 8.076 407 20 2.426 120 20 676 36 19 998 40 25
Batujajar 9.130 399 23 3.817 159 24 1.788 77 23 2.858 96 30
Saguling 2.646 156 17 800 30 27 257 24 11 338 21 16
Cipatat 13.874 624 22 4.106 166 25 787 25 31 2.780 92 30
Padalarang 15.640 741 21 8.339 334 25 3.936 134 29 3.839 151 25
Ngamprah 15.522 660 24 5.395 271 20 750 39 19 2.122 86 25
Parongpong 9.191 435 21 2.682 139 19 985 60 16 646 29 22
Lembang 18.670 846 22 7.629 384 20 2.949 161 18 4.756 182 26
Cisarua 7.618 323 24 2.384 115 21 1.520 75 20 328 23 14
Cikalongwetan 12.399 570 22 4.096 148 28 1.298 69 19 1.310 70 19
Cipeundeuy 7.966 424 19 3.367 124 27 1.084 42 26 1.168 48 24
Kabupaten BandungBarat
158.000 7.490 21 61.795 2.744 23 22.359 1.019 22 26.956 1.127 24
44
berbagai sarana kesehatan mulai dari Rumah Sakit Umum hingga Apotik. Jumlah sarana kesehatannya pun berbeda di setiap kecamatan, karena kebutuhan sarana kesehatan dilakukan dengan analisis kebutuhan dengan pedoman Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No 41 Tahun 2007. Dimana, dalam peraturan tersebut penentuan titik sarana kesehatan dilihat berdasarkan jumlah penduduk, komposisi penduduk, dan luas wilayah. Sehingga akan dihasilkan sarana kesehatan yang terjangkau secara aksesibilitas antar kecamatan.
Sementara itu, terkait fasilitas kesehatan, berdasarkan tabel di bawah ini diketahui bahwa rata-rata sarana kesehatan yang ada di Kabupaten Bandung Barat terkonsentrasi di kecamatan dengan corak perkotaan dan/atau kecamatan dengan aktivitas yang cukup tinggi. Sementara itu di beberapa kecamatan dengan corak perdesaan dan/atau kecamatan dengan ativitas yang tidak terlalu tinggi telah tersedia juga beberapa sarana kesehatan pada lingkup yang lebih kecil seperti posyandu, puskesmas, dan sebagainya. Sehingga data ini akan menjadi penting untuk acuan menganalisis kebutuhan sarana kesehatan di Kabupaten Bandung Barat di masa mendatang sebagai target awal.
45
1 Rongga - - 1 Puskesmas Rongga 5 Sukaresmi, Cicadas,
Cibitung, Cinengah, Sukamanah
1
2 Gunung Halu - - 1 Puskesmas Gununghalu 5 Cilangari, Tamanjaya,
Bunijaya, Celak, Sukasari
1
3 Sindangkerta - - 2 Puskesmas Sindangkerta,
Puskesmas Cicangkanggirang
6 Wangunsari, Rancasenggang, Buninagara, Pasirpogor, Mekarwangi, Weninggalih
1
4 Cililin 1 RSUD Cililin - 2 Puskesmas Cililin,
Puskesmas Mukapayung
4 Bongas,
Kidangpananjung, Nanggerang, Karyamukti
1
5 Cihampelas - - 2 Puskesmas Cihampelas,
Puskesmas Pataruman
3 Maroko, Bunder, Tanjungwangi
46 Puskesmas Citalem Hilir, Neglasari
7 Batujajar - - 1 Puskesmas Batujajar
8 Saguling - - 1 Puskesmas Saguling 2 Girimukti, Saguling 1
9 Cipatat - - 3 Puskesmas Cipatat,
Puskesmas Rajamandala, Puskesmas
Sumurbandung
3 Citatah, Rajamdala, Gunung Masigit
1
10 Padalarang - 1 RS Cahya
Kawaluyan
3 Puskesmas Padalarang, Puskesmas Jayamekar, Puskesmas Tagogapu
4 Cipeundeuy, Laksanamekar, Cimerang, Ciburuy
1
11 Ngamprah - 2 RS Karisma
Cimareme, RS IMC
2 Puskesmas Ngamprah, Puskesmas Cimareme
4 Cimanggu, Tanimulya, Gadobangkong, Cilame
12 Parongpong - - 2 Puskesmas Parongpong,
Puskesmas Ciwaruga
47
Lembang Puskesmas Jayagiri,
Puskesmas Cikole, Puskesmas Cibodas
Gudangkahuripan, Cibogo, Wangun Harja, Cikadang, Sutenjaya, Langensari
14 Cisarua 2 Puskesmas Cisarua,
Puskesmas Pasirlangu
2 Cibolang, Pada Asih 1
15 Cikalong Wetan
1 RSUD Cikalong Wetan
2 Puskesmas
Cikalongwetan, Puskesmas Rende
2 Puteran 1, Cikalong 1 1
16 Cipeundeuy 2 Puskesmas Cipeuendeuy,
Puskesmas Cirata
4 Nanggeleng, Jatimekar, Ciharashas, Sukahaji
1
Total 3 3 32 57 13
48
(AHH), dan Persentase balita gizi buruk.
Gambar 2-13 Indeks Kesehatan Kabupaten Bandung Barat
Sumber : LKPJ Kabupaten Bandung Barat, 2018
Berdasarkan grafik di atas, indeks kesehatan Kabupaten Bandung Barat menunjukkan peningkatan dari tahun 2013 hingga 2018 (dengan catatan pada tahun 2016 dan 2017, data tidak tersedia). Data tersebut menunjukkan peningkatan yang dapat merepresentasikan derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Bandung Barat yang relatif sudah baik. Kemudian melihat komponen-komponennya, data tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2-16 Indikator Kesehatan Masyarakat Tahun 2013-2018
Indikator Tahun
2013 2014 2015 2016 2017 2018
Angka
Kematian Bayi (AKB)
40,67 40,38 4/1000
kelahiran 3.8/1000 KH 4,26 39,06
Persentase balita gizi buruk
0,039 0,023 0,020 0,017 0,019 0,026
Sumber : LKPJ Kabupaten Bandung Barat, 2018
49
2.3.2 Fokus Urusan Pilihan
Pelayanan umum lainnya yang digambarkan adalah kondisi pelayanan peribadatan. Terdapat 3.096 masjid, 6.158 musholla, 14 gereja protestan, 4 gereja katolik, 1 pura, dan 3 wihara di Kabupaten Bandung Barat. Dengan didominasi penduduk beragama Islam, tempat peribadatan masjid dan musholla terdapat dalam jumlah besar di setiap kecamatan. Tempat peribadatan lain selain gereja protestan, gereja katolik, pura, dan wihara hanya terdapat di beberapa kecamatan.
Tabel 2-17 Banyaknya Tempat Peribadatan Menurut Kecamatan di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2016
Kecamatan Masjid Mushola Gereja Protestan
Gereja Katolik
Pura Vihara
Rongga 179 755 - - - -
Gunung Halu 261 950 - - - -
Sindangkerta 195 506 - - - -
Cililin 214 359 - - - -
Cihampelas 135 401 - - - -
Cipongkor 228 740 - - - -
Batujajar 105 216 2 1 1 1
Saguling 91 71 - - - -
Cipatat 247 282 - - - -
Padalarang 265 283 4 1 - -
Ngamprah 196 360 1 - -
Parongpong 129 136 1 - - -
Lembang 285 147 5 1 - 1
Cisarua 166 198 2 - - 1
Cikalongwetan 230 475 - - - -
Cipeundeuy 170 297 - - - -
Total 3.096 6.158 14 4 1 3
50
(agrowisata) dan wisata alam (RPJPD Kabupaten Bandung Barat). Keduanya dikembangkan dengan memperhatikan kondisi yang menggambarkan kapasitas ekonomi daerah saat ini.
Struktur ekonomi Bandung Barat sudah mulai banyak bertumpu pada sektor-sektor ekonomi sekunder. Hal ini menujukkan bahwa sebagai wilayah Kabupaten Bandung Barat mulai bertransformasi menjadi kawasan perkotaan. Sektor sekunder ini terutama mencakup industri pengolahan dan konstruksi. Sementara itu sektor tersier mencakup sektor perdagangan dan jasa. Sedangkan sektor primer adalah sektor ekstraksi seperti pertanian dan pertambangan.
Gambar 2-14 Struktur Perekonomian Kabupaten Bandung Barat, 2016
Sumber: Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka 2017
Perekonomian Bandung Barat didominasi oleh sektor industri pengolahan. Kontribusi lebih dari 4% terhadap PDRB disumbangkan oleh 6 (enam) sektor, yaitu industri pengolahan, perdagangan, reparasi mobil dan motor, pertanian, kehutanan dan perikanan, transportasi dan pergudangan, akomodasi dan makan
40%
14%
13% 5%
5% 4%
19%
Industri Pengolahan
Perdagangan, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Pertanian, kehutanan, perikanan
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Jasa Pendidikan
Lainnya
Primer Sekunder Tersier 14%
48%
51
Jika diperhatikan lebih jauh, ekonomi daerah setempat juga sudah bergeser menuju ke perekonomian sekunder dan bahkan tersier, dimana keduanya adalah ciri ekonomi perkotaan. Sektor primer, seperti pertanian, kehutanan dan pertambangan saat ini hanya berkontribusi sebesar 14% terhadap PDRB Kabupaten Bandung Barat (BPS, 2017).
Laju pertumbuhan ekonomi di Bandung Barat dapat dihitung dari perkembangan PDRB dari tahun ke tahun. Sama dengan tren yang terjadi secara nasional, pertumbuhan ekonomi Bandung Barat terus meningkat dari tahun ke tahun. Grafis bawah ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bandung Barat lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat.
Gambar 2-15 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bandung Barat dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tahun 2015-2016 (Persen)
Sumber : Data Makro Ekonomi, 2017
52
bertransformasi menuju ke sektor-sektor sekunder dan tersier.
Gambar 2-16 Rerata Pertumbuhan Sektor Ekonomi Bandung Barat, 2013-2016
Sumber : Bappelitbangda, 2017
Dengan melakukan analisis lanjutan, seperti analisis tipologi klassen dan analisis LQ pada data ekonomi Bandung Barat dari 2012 hingga 2015, terlihat bahwa sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang semula merupakan sektor yang maju dan tumbuh pesat, ternyata pada tahun 2015 tergolong pada kelompok sektor yang maju dan tertekan. Adapun sektor pertambangan dan penggalian yang semula termasuk dalam sektor yang berkembang cepat bergeser menjadi sektor yang tertinggal.
53
Lapangan Usaha Hasil
Analisis LQ
Hasil Analisis Klassen
Kesimpulan
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Basis Tertekan unggul namun sulit untuk dikembangkan
B Pertambangan dan Penggalian Non-Basis Tertinggal -
C Industri Pengolahan Non-Basis Berkembang Berpotensi dikembangkan walaupun belum begitu unggul
D Pengadaan Listrik dan Gas Basis Maju Unggul dan berpotensi dikembangkan
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Non-Basis Tertinggal -
F Konstruksi Non-Basis Berkembang Berpotensi dikembangkan walaupun belum begitu unggul
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Non-Basis Berkembang Berpotensi dikembangkan walaupun belum begitu unggul
H Transportasi dan Pergudangan Basis Tertekan unggul namun sulit untuk dikembangkan
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Basis Tertekan unggul namun sulit untuk dikembangkan
J Informasi dan Komunikasi Non-Basis Tertinggal -
K Jasa Keuangan dan Asuransi Non-Basis Berkembang Berpotensi dikembangkan walaupun belum begitu unggul
L Real Estat Basis Tertekan unggul namun sulit untuk
dikembangkan
M,N Jasa Perusahaan Basis Maju Unggul dan berpotensi
dikembangkan
O Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Basis Tertekan unggul namun sulit untuk dikembangkan
P Jasa Pendidikan Basis Tertekan unggul namun sulit untuk dikembangkan
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Non-Basis Tertinggal -
R,S,T,U Jasa lainnya Non-Basis Tertinggal -
Sumber: Hasil Analisis, 2016