1
Disusun Oleh : Prihatiningsih
D0106081
S K R I P S I
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Ilmu Administrasi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Pada era otonomi daerah sekarang ini, pemerintah daerah harus
mempunyai sumber keuangan yang memadai untuk membiayai
penyelenggaraan pembangunan didaerahnya masing-masing. Salah satu
perwujudan dari konsep ini dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah pasal 79. Dalam pasal ini
disebutkan bahwa salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah
hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan.
Peranan perusahaan daerah atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
diwujudkan dalam bentuk pembagian laba yang disetorkan kepada pemerintah
daerah yang bersangkutan, dan dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) sebagai sumber pembiayaan bagi kegiatan
pembangunan di daerah. Akan tetapi, BUMD sebagai salah satu komponen
terpenting bagi pemasukan PAD nampaknya belum memberikan pengaruh
yang berarti terhadap peningkatan PAD. Bahkan, ada indikasi bahwa BUMD
selama ini hanya membebani pemerintah daerah dengan berbagai subsidi
terselubung dan biaya semu, sehingga BUMD tidak mempunyai kemandirian
Salah satu BUMD yang mempunyai peranan besar dalam meningkatkan
PAD adalah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). PDAM adalah
perusahaan yang didirikan untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih guna
menunjang perkembangan ekonomi dan derajat kesehatan penduduk. Untuk
mendukung peningkatan PAD maka tugas utama PDAM dalam melaksanakan
pembangunan daerah adalah sebagai alat dan sarana sebagaimana tertuang
dalam pasal 79 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999.
Sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 maka
Pemerintah Kota Surakarta mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun
2004 sebagai perubahan dari Peraturan Kotamadya Daerah Tingkat II
Surakarta Nomor 3 tahun 1977 tentang Pendirian PDAM Kotamadya
Surakarta. Dalam pasal 5 Perda Nomor 1 tahun 2004 disebutkan bahwa tujuan
PDAM Kota Surakarta ialah turut serta melaksanakan pembangunan daerah
dan pembangunan ekonomi nasional umumnya dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan dan memenuhi kebutuhan masyarakat serta ketenagakerjaan
dalam perusahaan menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945.
PDAM Kota Surakarta adalah perusahaan milik Pemerintah Kota
Surakarta yang merupakan alat kelengkapan otonomi daerah atau unsur
pelaksana daerah untuk mengatur penggunaan dan menyelenggarakan
penyediaan air minum dan pengelolaan limbah. Oleh karena itu, PDAM Kota
merupakan satu kesatuan sistem yang terpadu, serasi dan berkesinambungan
dalam koordinasi yang efektif dan efisien. Hal ini dikarenakan PDAM Kota
Surakarta diselenggarakan atas dasar asas ekonomi perusahaan dalam
kesatuan sistem pembinaan ekonomi Indonesia berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945 yang menjamin kelangsungan Demokrasi Ekonomi yang berfungsi
sebagai sarana atau alat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang
mencakup aspek sosial, kesehatan dan pelayanan umum dengan tidak
meninggalkan sasaran dan tujuan serta pola pikir prinsip-prinsip ekonomi
yang ada pada setiap perusahaan pada umumnya yaitu mencari keuntungan.
PDAM merupakan perusahaan yang bersifat profit motive dan public
service oriented, hal ini menyebabkan PDAM harus berusaha keras agar
pelayanan pada masyarakat dapat maksimal dan PDAM juga dapat
memperoleh keuntungan guna operasional perusahaan dan peningkatan
pendapatan daerah. Selain posisi PDAM sebagai BUMD yang profit motive
dan public service oriented, PDAM juga merupakan perusahaan monopoli
yang memonopoli pelayanan penyediaan air bersih untuk masyarakat. Hampir
60% masyarakat Indonesia terutama masyarakat Kota Surakarta
menggantungkan kebutuhan air bersihnya kepada PDAM. Oleh karena itu,
PDAM Kota Surakarta sebagai salah satu infrastruktur kota Surakarta, telah
melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan kinerjanya. Berbagai upaya
baik financial maupun non financial telah dilakukan guna memberikan
harapan peningkatan kinerja yang optimal bagi PDAM dapat terpenuhi.
Bahkan, pada tahun 2007 Walikota Surakarta secara terbuka menyatakan di
media masa, akan menjadikan kinerja PDAM terutama manajemennya
meningkat 10 kali lipat dari kondisi saat itu dalam jangka waktu dua tahun.
Oleh karena itu, seharusnya sekarang ini kinerja PDAM sudah meningkat
sepuluh kali lipat dari tahun sebelumnya, terutama dilihat dari masalah
financial dan non financial (Solopos, 27 November 2007).
Secara umum dari segi financial dapat digambarkan jika kondisi PDAM
Kota Surakarta pada saat itu kurang begitu baik, PDAM Kota Surakarta masih
menyisakan hutang sekitar 60 milyar (Gatra, 13 Agustus 2008). Sedangkan,
dari segi non financial, kondisi operasional PDAM Kota Surakarta mengalami
perkembangan signifikan, jumlah pelanggan sudah mencapai 54.828
sambungan rumah diantaranya 469 berupa hydrant umum. Kondisi
operasional terakhir pada tahun 2007 lebih jelas dipaparkan dalam tabel 1
sebagai berikut :
Tabel 1
Kondisi Operasional PDAM
Uraian Tahun 2007
A. Kapasitas Produksi 897,48 liter/detik
B. Cakupan Pelayanan 61.05 %
C. Jumlah Sambungan Rumah 53.637 unit
D. Produksi Air 26.078 m3
E. Tingkat Kebocoran Air 36,34 %
F. Penjualan air 16.488 m3
Sebagai tambahan dari kondisi operasional diatas, perlu dikemukakan
bahwa sebagaian produksi air perusahaan berasal dari luar Kota Surakarta
(Mata Air Cokrotulung Kabupaten Klaten), lebih dari 45% pipa transmisi dan
distribusi telah berumur di atas 15 tahun, serta jumlah Water Meter yang telah
diganti atau ditera kurang dari 10%.
Dengan kondisi financial dan non financial yang digambarkan dengan
kondisi operasional diatas, maka diperlukan komitmen dan upaya perbaikan
oleh seluruh komponen perusahaan agar tercipta kinerja yang lebih baik.
PDAM Kota Surakarta sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa
pelayanan umum, dituntut harus lebih tertib dan teliti baik dari segi
administrasi pelayanan maupun segi teknis pelayanan untuk mengimbangi
semakin bertambahnya jumlah pelanggan dari waktu ke waktu seiring dengan
perkembangan PDAM Kota Surakarta dengan segala permasalahannya yang
sangat komplek. Sebagai langkah nyata dari upaya peningkatan kinerja
kondisi financial dan non financial, perusahaan telah melakukan upaya
pengembangan usaha. Dari segi financial, guna mengurangi beban hutang,
PDAM telah merencanakan strategi perolehan dana dari berbagai sumber yaitu
pengelolaan revenue, perbaikan struktur tarif dan sumber dana dari
pemerintah. Sedangkan, kondisi operasional dikembangkan antara lain dengan
optimalisasi dan uprating IPA Jurug, redeveloping sumur dalam, pembuatan
IPA Jebres dan rehab asbes, pembuatan IPA Semanggi, pembuatan IPA
Selain itu, PDAM juga bertekad untuk memberikan layanan air minum
dan air limbah secara berkesinambungan dengan mengutamakan kepuasan
pelanggan. Misi ini terus diupayakan dengan merencanakan beberapa langkah
pengembangan. Salah satunya yakni dengan meningkatkan cakupan
pelayanan. Hal ini diupayakan dengan menambah kapasitas produksi yang
sudah ada. Direncanakan di tahun 2012 akan mencapai optimalisasi IPA Jurug
hingga mencapai 150 liter/detik. Disamping itu juga dengan merevitalisasi tiga
hingga empat sumur dalam. Tingginya angka kehilangan air juga menjadi
persoalan, karenanya terus diupayakan untuk ditekan. Ditargetkan di tahun
2012 tingkat kehilangan air turun menjadi 21,7% (Sumber: Bussiness Plan
PDAM Kota Surakarta 2009-2013).
Terlepas dari upaya-upaya yang dilakukan PDAM tersebut, sebagai
perusahaan monopoli, terkadang timbul persepsi pada sebagian besar
masyarakat bahwa kinerja PDAM rawan kurang optimal dalam
memperhatikan kualitas pelayanan dalam menyediakan air di daerah
pelayanannya. Untuk menghilangkan persepsi tersebut, diperlukan suatu
pengukuran kinerja yang dapat dijadikan evaluasi dalam pelaksanaan kegiatan
perusahaan sehingga dapat dijadikan bahan untuk mengetahui gambaran
kinerja PDAM secara berkala yang digunakan sebagai bahan untuk
menetapkan kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik
selanjutnya, sesuai dengan Kepmendagri nomor 47 tahun 1999 tentang
Menurut Kepmendagri nomor 47 tahun 1999, kinerja PDAM adalah
tingkat keberhasilan pengelolaan PDAM dalam satu tahun buku tertentu.
Mengingat kedudukan PDAM sangat vital dalam pelayanan kebutuhan air
bersih, maka pengelolaan PDAM saat ini membutuhkan suatu kajian yang
sangat mendalam baik mengenai kualitas pelayanan air bersih maupun
bagaimana upaya PDAM dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan air.
Baik atau tidaknya pengelolaan PDAM dapat diukur dan dilihat dari
bagaimana kinerja yang dihasilkan. Kendati sesungguhnya belum diketahui
dan dipahami secara benar apa yang dimaksud kinerja, bagaimana ukuran
(parameter) kinerja dan bagaimana upaya meningkatkan kinerja, tetapi kinerja
menjadi konsep yang sangat penting dalam pengembangan perusahaan.
Kinerja perusahaan dapat dilihat dari bagaimana tingkat keberhasilan
pengelolaan perusahaan dalam satu tahun buku tertentu. Penilaian tingkat
kinerja suatu perusahaan sangat diperlukan karena tingkat kinerja dapat
memberikan gambaran prestasi yang telah dicapai oleh suatu perusahaan
dalam suatu periode tertentu. Oleh karena itu, untuk menilai kinerja
perusahaan, perusahaan perlu mengkaitkannya dengan kinerja keuangan
komulatif dan ekonomi (Widodo, 2008).
Kinerja PDAM selama ini diukur menggunakan pengukuran kinerja
tradisional dari aspek financial saja, padahal seperti yang telah diketahui,
output PDAM umumnya bersifat intangible dan indirect, sehingga hal ini
yang hanya memperhatikan ukuran keuangan saja. Pengukuran kinerja
berdasarkan financial perspective saja tidak mampu menginformasikan
upaya-upaya apa yang harus diambil saat dan di masa yang akan datang untuk
meningkatkan kinerja organisasi. Di samping itu, sistem pengukuran kinerja
dari segi financial dianggap tidak mampu mengukur aset tidak berwujud yang
dimiliki oleh organisasi seperti sumber daya manusia, kepuasan pelanggan,
kesetiaan pelanggan, dan asset tidak berwujud lainnya.
Souissi berpendapat bahwa :
“Traditional, financially based performance measures were, at best, unable to cope with the requirements of the new environment, they argue that these financial measures are too late and too aggregate to be of use to managers. They further argue that these financial measures were misleading by distracting managers away from real problems. Non-financial measures such as customer satisfaction, quality of products, delivery time, low inventory, flexibility etc., are forward looking measures that can help managers take corrective actions on time (Secara tradisional, pegukuran kinerja berdasarkan keuangan tidak dapat mengatasi dengan kebutuhan lingkungan baru, mereka berpendapat jika pengukuran keuangan sangat lambat dan terlalu banyak jumlah yang digunakan manajer. Mereka lebih lanjut berpendapat jika pengukuran keuangan menyesatkan dengan membingungkan manajer jauh dari masalah sebenarnya. Pengukuran non financial seperti kepuasan pelanggan, kulaitas produk, waktu pengiriman, invetaris rendah, fleksibilitas dll. Dapat emmbantu manajer untuk melakukan secara tepat waktu)” (Souissi,2008:83).
Secara metodologis agar kinerja sektor publik baik, maka diperlukan
sistem pengukuran kinerja yang handal. Untuk memiliki sistem kinerja handal
dan berkualitas, maka diperlukan pengembangan ukuran kinerja yang tidak
hanya mengandalkan pada ukuran keuangan saja tetapi juga memperhatikan
didasarkan pada konsep keseimbangan antara aspek financial dan non
financial, atau disebut dengan istilah Balanced Performance Measurement.
Pengukuran menggunakan metode ini mengukur aspek financial dan non
financial secara seimbang untuk mengetahui kinerja perusahaan dari berbagai
aspek yaitu keuangan, sumber daya manusia, pelayanan yang diberikan serta
kepuasan pelanggan atas pelayanan yang diberikan.
Berdasarkan pemaparan data-data dan informasi tentang diatas, maka
dalam skripsi ini penulis akan menggambarkan bagaimanakah kinerja PDAM
Kota Surakarta berdasarkan Balanced Performance Measurement yaitu
melihat kinerja perusahaan dari aspek financial dan non-financial. Penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bermaksud memberikan
gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta tentang
kinerja PDAM Kota Surakarta.
2. Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang permasalahan diatas dirumuskan masalah
yaitu: bagaimanakah kinerja PDAM Kota Surakarta berdasarkan Balanced
3. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan rumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka
tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini antara lain :
1) Tujuan Operasional
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menggambarkan kinerja PDAM
Kota Surakarta menggunakan Balanced Performance Measurement
2) Tujuan Fungsional
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak,
sebagai bahan pemikiran dan acuan dalam melakukan penelitian lanjutan
terkait kinerja PDAM Kota Surakarta
4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai
berikut:
1. Dapat digunakan sebagai perbendaharaan penelitian deskriptif yang dapat
menggambarkan kinerja PDAM Kota Surakarta
2. Dengan penelitian ini dapat dirumuskan kebijakan-kebijakan lebih lanjut
untuk memperbaiki kinerja PDAM Kota Surakarta dalam melayani
pemenuhan kebutuhan air di Kota Surakarta
3. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti, pembaca dan
pihak-pihak yang terkait tentang gambaran kinerja PDAM Kota Surakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kinerja
a) Pengertian Kinerja
Kinerja berasal dari akar kata ”performance”, yang mempunyai
tiga arti yaitu prestasi, pertunjukan dan pelaksanaan tugas (Ruky,
2002:14). Sedangkan sebagai kata benda kinerja sebagai mengandung
arti thing done yaitu suatu hasil yang telah dikerjakan, melakukan suatu
kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggungjawabnya
dengan hasil seperti yang diharapkan.
Kinerja oleh Lembaga Administrasi Negara dalam Joko Widodo
(2001:60) diartikan sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan
sasaran, tujuan, misi, visi, organisasi.
Bernadin dan Rusel dalam Ruky (2002:15) memberikan definisi
tentang kinerja sebagai berikut :
”Performance is definied as the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a specified time periode
(prestasi adalah catatan dari hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan dalam kurun waktu tertentu)”
Sementara itu, Okley dalam Mahmudi (2005:6) mengatakan
melakukan pekerjaan, dalam hal ini meliputi hasil yang dicapai kerja
tersebut. Rogers dalam buku yang sama juga mengatakan bahwa kinerja
mestinya didefinisikan sebagai hasil kerja sendiri (outcomes of work),
karena hasil kerja memberikan keterkaita yang kuat terhadap
tujuan-tujuan strategik organisasi, kepuasan pelanggan dan kontribusi ekonomi.
Sedangkan Hersey (1996:383) mengemukakan bahwa :
”Performance is achieving or supassing business and social objectives and responsibilities from the perspective of the judging party”
Menurut Hersey, sebuah model dari kinerja organisasi dapat
Gambar 1
Kinerja Organisasi Hersey
Sumber : Hersey (1996:383)
Dalam gambar tersebut dijelaskan bahwa kinerja organisasi
dapat dijabarkan dalam beberapa aspek yaitu (1) Struktur organisasi
sebagai hubungan interval yang terkait dengan fungsi menjalankan
Kinerja :
aktivitas organisasi; (2) Pengetahuan tentang masalah tehnis,
administrasi dan sistem; (3) Sumber Daya Manusia, yang berkaitan
dengan kualitas karyawan untuk bekerja dan berkarya secara optimal; (4)
Sumber Daya bukan Manusia yang meliputi sarana prasarana,
perencanaan, lingkungan kerja, tehnologi dan modal; (5) Strategi
pengelolaan baik pasaran, kebijakan maupun SDM-nya.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja
adalah hasil yang dicapai oleh seseorang atau organisasi menurut ukuran
yang berlaku untuk melaksanakan pekerjaan atas kecakapan,
pengalaman, kesungguhan dan waktu sesuai wewenang dan tanggung
jawab masing-masing sebagai upaya untuk mencapai tujuan organisasi
yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai
dengan moral dan etika.
b) Pengukuran kinerja
Pengukuran kinerja adalah hal yang sangat penting karena
dengan melakukan pengukuran terhadap kinerja maka upaya untuk
memperbaiki kinerja dapat dilakukan dengan lebih terarah dan
sistematis. Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk
melakukan menilai sukses dan tidaknya suatu organisasi, program dan
pengembangan karyawan, kepuasan karyawan, keputusan kompensasi
dan ketrampilan berkomunikasi (Furtwengler,2000:1)
Untuk organisasi pelayanan publik, informasi mengenai kinerja
tentu sangat berguna untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang
diberikan oleh organisasi itu dalam memenuhi harapan dan memuaskan
pengguna jasa. Informasi mengenai kinerja juga penting untuk
menciptakan tekanan bagi para pejabat penyelenggara pelayanan untuk
melakukan perubahan-perubahan dalam organisasi. Dengan adanya
informasi mengenai kinerja, maka bencmarking dengan mudah bisa
dilakukan dan dorongan untuk memperbaiki kinerja bisa diciptakan.
(Dwiyanto, 2006).
Flyer berpendapat bahwa :
pengukuran kinerja adalah : (1) Menentukan apa yang diukur; (2) Bagaimana cara mengukurnya; (3) Menginterpretasikan data; (4) Mengkomunikasikan hasil) ” (Flyer, 2009:480).
Bruijn (2002) mengemukakan bahwa pengukuran kinerja
memiliki beberapa fungsi antara lain : (1) Transparency (Transparansi),
an organization can make clear what products it supplies, andby means
of an input-output analysis the costs involved; (2) Learning
(Pembelajaran), an organization takes a step further when it uses
performance measurement to learn. The transparency created may
teach an organization what it does well and where improvements are
possible; (3) Appraising (penghargaan), a performance-based appraisal
can be given of the functioning of an organization. (4) Sanctioning
(sanksi), appraisal may be followed by a positive sanction if
performance is good or by a negative sanction if performance is
insufficient.
Dalam melakukan pengukuran terhadap kinerja diperlukan
indikator-indikator yang mampu menggambarkan kinerja perusahaan
tersebut secara umum. Lembaga Administrasi Negara dalam Yuliani
(2004:29) menjelaskan indikator kinerja organisasi adalah ukuran
kuantitatif dan ukuran kualitatif yang menggambarkan tingkat
pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan dengan
memperhitungkan elemen-elemen indikator yang meliputi (1) Aspek
Kepuasan Pegawai; (5) Kepuasan Komunitas dan Stakeholder; (6)
Waktu yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) Aspek financial
Meliputi anggaran rutin dan pembangunan dari suatu instansi
pemerintah. Karena aspek finansial dapat dianalogikan sebagai
aliran darah dalam tubuh manusia, maka aspek finansial merupakan
aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pengukuran kinerja.
2) Kepuasan Pelanggan
Dimana dalam globalisasi perdagangan, peran dan posisi pelanggan
sangat krusial dalam penentuan strategi perusahaan. Hal serupa
juga terjadi pada instansi pemerintah. Dituntut untuk secara
terus-menerus memberikan pelayanan yang berkualitas prima. Untuk itu,
pengukuran kinerja perlu didesain sedemikian rupa sehingga
pimpinan dapat memperoleh informasi yang relevan mengenai
tingkat kepuasan pelanggan.
3) Operasi bisnis internal
Dimana informasi operasi bisnis internal diperlukan untuk
memastikan bahwa seluruh kegiatan instansi pemerintah sudah
in-concert (seirama) untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi
seperti yang tercantum dalam rencana strategis. Di samping itu,
perbaikan secara terus-menerus atas efisiensi dan efektivitas
operasi perusahaan.
4) Kepuasan pegawai
Dalam setiap organisasi, pegawai merupakan aset yang harus
dikelola dengan baik. Apalagi dalam perusahaan yang banyak
melakukan inovasi, peran strategis pegawai sungguh sangat nyata.
Hal serupa juga terjadi pada instansi pemerintah. Apabila pegawai
tidak terkelola dengan baik, maka kehancuran instansi pemerintah
akan sangat sulit dicegah. Kepuasan pegawai terlihat dari semangat
kerja, komitmen pada visi dan misi organisasi serta rasa ingin
memiliki organisasi
5) Kepuasan komunitas dan stakeholders
Melihat seberapa jauh kepuasan para stakeholders, dimana instansi
pemerintah tidak beroperasi in vacuum, artinya kegiatan instansi
pemerintah berinteraksi dengan berbagai pihak yang menaruh
kepentingan terhadap keberadaannya. Untuk itu, informasi dari
pengukuran kinerja perlu didesain untuk mengakomodasi kepuasan
para stakeholder.
6) Waktu
Ukuran waktu juga merupakan variable yang perlu diperhatikan
dalam desain pengukuran kinerja. Betapa sering kita membutuhkan
lambat diterima. Sebaliknya, informasi yang ada sering sudah
relevan atau kadaluarsa.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan jika penilaian kinerja
merupakan suatu usaha dari perusahaan untuk mengevaluasi serta
memperbaiki kinerjanya dalam kurun waktu tertentu dengan
memperhatikan beberapa indikator yaitu (1) Aspek financial; (2)
Kepuasan Pelanggan; (3) Operasi Bisnis Internal; (4) Kepuasan Pegawai;
(5) Kepuasan Komunitas dan Stakeholder; (6) Waktu
B. Konsepsi Balanced Scorecard
Balanced scorecard secara singkat adalah suatu sistem manajemen
untuk mengelola implementasi strategi, mengukur kinerja secara utuh,
mengkomunikasikan visi, strategi dan sasaran kepada stakeholders. Kata
balanced dalam balanced scorecard merujuk pada konsep keseimbangan
antara berbagai perspektif, jangka waktu (pendek dan panjang), lingkup
perhatian (intern dan ekstern). Kata scorecard mengacu pada rencana
kinerja organisasi dan bagian-bagiannya serta ukurannya secara kuantitatif.
Ba’abaad menyatakan bahwa :
kinerja manajemen yang memulai konsep untuk pengukuran baik aktivitas skala kecil maupun besar sesuai dengan visi dan strategi. Dengan focus yang tidak hanya keuangan tetapi juga operasional, pemasaran dan perkembangan input, BSC membantu menyediakan pandangan bisnis yang komprehensif dan membantu organisasi bertindak sesuai ketertarikan mereka)” (Ba’abaad,2009:39).
Sedangkan Flyer mengatakan bahwa :
“The Balanced Scorecard is a very popular way to incorporate a range of indicators to produce a more rounded picture of performance and ensure that different stakeholders’ views are incorporated and reflected in the performance management system. There is evidence to suggest that nearly 40 per cent of 100 companies are using this technique (Balaned Scorecard adalah sebuah cara popular untuk memasukkan indicator untuk menghasilkan gambaran dari kinerja dan terjadi perbedaan pandangan dalam memasukkan dan merelaksikan kinerja system manajemen. Fakta menayatkan jika 40% dari 100 perusahaan menggunakan teknik ini” ( (Flyer, 2009:482).
Balanced scorecard memberi manfaat bagi organisasi dalam
beberapa cara antara lain : (a) menjelaskan visi organisasi; (b)
menyelaraskan organisasi untuk mencapai visi itu; (c) mengintegrasikan
perencanaan strategis dan alokasi sumber daya; (d) meningkatkan
efektivitas manajemen dengan menyediakan informasi yang tepat untuk
mengarahkan perubahan.
Penggunaan balanced scorecard dalam konteks perusahaan
memungkinkan perusahaan untuk mengevaluasi strategi berdasarkan
empat perspektif yakni kinerja keuangan, pengetahuan konsumen, proses
bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan untuk menghasilkan
ganda dan berjangka panjang, mengem-bangkan sumber daya manusia
yang produktif dan berkomitmen, mewujudkan produk dan jasa yang
mampu menghasilkan value terbaik bagi customer atau pelanggan.
Dari berbagai pendapat diatas dengan penekanan pada balance atau
keseimbangan pada balanced scorecard, dapat ditarik kesimpulan bahwa
ada empat perspektif untuk mengukur kinerja suatu perusahaan yaitu : (1)
Perspektif pelanggan (melayani pelanggan), manajer harus mengetahui
apakah pelayanan yang diberikan betul-betul memenuhi kebutuhan
masyarakat; (2) Perspektif proses internal (menyediakan pelayanan secara
kompetitif), manajer harus berfokus pada tugas penting yang
memungkinkan mereka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.; (3)
Perspektif keuangan (mengelola anggaran secara akuntabel), manajer
harus berfokus pada bagaimana cara memenuhi kebutuhan pelayanan
secara efisien; (4) Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
(mengembangkan kapasitas karyawan), kemampuan organisasi untuk
meningkatkan dan memenuhi permintaan masyarakat terkait secara
langsung dengan kemampuan karyawan untuk memenuhi permintaan itu.
C. Konsep Balanced Performance Measurement
Voelpel (2006:44) mengatakan bahwa sistem pengukuran kinerja
yang modern tidak lagi menggunakan kerangka tradisional dan tidak hanya
penawaran tetapi juga karakteristik operasional yang spesifik. Output dari
sistem formal menunjukkan komponen seperti lingkungan eksternal
(pelanggan dan penyedia layanan) serta lingkungan internal (keuangan,
sumber daya manusia dan proses pelayanan.
” in contrast, modern performance measurement systems do not use this traditional framework and embrace the whole spectrum of operational activities include customer satisfaction, supplier evaluation but also spesific operational characteristic. In each case, the formal system of output expresses the components as much as those of the external environment (customer, suppliers) as those of the internal environment (financial resources, human resources, process of service provision” (Voelpel,2006:44).
Balanced Performance Measurement merupakan bagian dari
konsep balanced scorecard, dimana yang dimaksud balance adalah
seimbang antara antara berbagai perspektif, jangka waktu (pendek dan
panjang), lingkup perhatian (intern dan ekstern) yang meliputi aspek
financial dan non financial. Aspek financial mengacu pada bagaimana
kondisi keuangan perusahaan, sedangkan aspek non financial meliputi
sumber daya manusia, kinerja pelayanan serta kepuasan pelanggan. Jika
pada Balanced Scorecard ada tujuh komponen yang akan diteliti yaitu:
visi, tema strategis (atau area fokus), prinsip strategis, perspektif, sasaran,
kaitan, dan ukuran & target secara keseluruhan, maka pada konsep
Balance Performance Measurement hanya meneliti satu komponen saja
penelitian hanya pada kinerja PDAM bukan pada rencana kinerja
organisasi dan bagian-bagiannya serta ukurannya secara kuantitatif.
Marshall W. Meyer (2002:55) menjelaskan bahwa :
“Balanced performance measurement is an appealing concept, but in practice it is very difficult. Balanced measurement in- volves measuring both financial and non-financial performance. Often, non-financial performance is measured in several domains – for example the customer, internal processes, and learning and innovation (Pengukuran kinerja secara seimbang adalah konsep yang menarik, tetapi dalam prakteknya sangat sulit. Pengukuran secara seimbang termasuk pengukuran baik financial maupun non financial. Seringkali, kinerja non financial diukur kedalam indikator seperti pelanggan, proses internal, pembelajaran dan motivasi)”
Pernyataan tersebut dipertegas oleh Bharadwaj dan Menou
(2007:19) :
“Financial measures alone are inadequate in evaluating a company’s competitive position and in contributing toward a strategy of delivery consistent service standards, as mentioned earlier, with the Balance approach traditional financial measures are balanced with non financial measures (Pengukuran keuangan sendiri tidak cukup mengevaluasi perusahaan, maka diperlukan keseimbangan antara pengukuran financial dan non financial)”
Dalam penelitian ini, batasan indikator Balanced Performance
Measurement yang akan digunakan penulis untuk menilai kinerja PDAM
Surakarta meliputi : (1) aspek financial berupa perkembangan keuangan
perusahaan; (2) aspek non financial yang mencakup tiga aspek yaitu (a)
aspek kepegawaian; (b) kinerja pelayanan; (c) kualitas pelayanan.
1. Aspek financial
Arti penting kemampuan keuangan suatu lembaga daerah
karena hal tersebut berkaitan dan berdampak dengan keragaan
(performance) Pemerintah Daerah secara keseluruhan. Dengan
demikian, relatif semakin rendahnya kemampuan keuangan
pemerintah daerah akan sering menimbulkan siklus efek negatif
yaitu rendahnya tingkat pelayanan masyarakat yang pada gilirannya
akan mengundang campur tangan pusat, atau bahkan dalam bentuk
yang ekstrim menyebabkan dialihkannya sebagian fungsi-fungsi
Pemda ke tingkat pemerintahan yang lebih atas ataupun
kelembagaan lain (Utoyo,2008).
Penilaian Aspek financial dapat dilihat dari beberapa variabel
yaitu (Wibisono,2002) : (1) Asset Management Ratio, ukuran untuk
menilai efisiensi suatu perusahaan dalam memanfaatkan asset yang
dimilikinya; (2) Profitability ratio, ukuran untuk menilai tingkat
kemempuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan; (3)
Liquidity ratio, ukuran yang menilai kemmepuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya, (4) Market Share, bagian
dari pasar yang dilayani oleh perusahaan relative terhadap keseluruhan
pasar; (5) Market position, posisi perusahaan relative terhadap
competitor; (6) Business growth, tren yang menunjukkan
2. Aspek non financial meliputi (a) aspek kepegawaian; (b) kinerja
pelayanan; (c) kualitas pelayanan.
a) Aspek Sumber Daya Manusia (Kepegawaian)
Sumber Daya Manusia merupakan komponen terpenting
dalam suatu organisasi publik, karena manusia merupakan mesin
penggerak utama dalam organisasi. Penilaian terhadap Aspek
Sumber Daya Manusia meliputi dua hal yaitu kualitas pegawai
PDAM dan prestasi pegawai PDAM.
i. Kualitas Pegawai PDAM
Penilaian kualitas pegawai dapat dilihat dari tingkat
pendidikan pegawai dan prestasi pegawai. Menurut fakta, 318
PDAM di Indonesia yang sudah menjadi anggota Perpamsi
belum semuanya memiliki sarjana yang keahliannya di bidang
air. Kalaupun ada, masih belum memenuhi kualifikasi seperti
disebutkan di atas. Itu sebabnya silakan pelanggan menyelidiki
apakah PDAM-nya sudah berkualifikasi demikian. Setelah itu
barulah dicek sarjana pendukung lainnya seperti ekonomi,
Teknik Sipil, manajemen dan sejumlah ahli madya.
Sedangkan prestasi pegawai yang dilhat dari DP3 (Daftar
ii. Kepuasan pegawai PDAM
Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah
membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakannya dengan
harapan. Kepuasan kerja adalah sikap umum pekerja tentang
pekerjaan yang dilakukannya karena pada umumnya apabila
orang membahas tentang sikap pegawai, yang dimaksud adalah
kepuasaan kerja.
Menurut Robbins (2008) ada dua pendekatan yang
digunakan dalam penilaian kepuasan kerja pegawai yaitu
penilaian tunggal secara umum dan nilai penyajian akhir yang
terdiri atas sejumlah aspek pekerjaan. Penilaian tunggal secara
umum sekedar meminta individu untuk merspons satu
pertanyaan ”Dengan mempertimbangkan semua hal tsb,
seberapa puaskah anda dengan pekerjaan anda”.
Sedangkan nilai penyajian akhir yang terdiri atas sejumlah
aspek pekerjaan pendekatan ini mengidentifikasi
elemen-elemen penting dalam suatu pekerjaan dan menenyakan
perasaan karyawan tentang setiap elemen. Faktor-faktor
khusus yang dimasukkan adalah situasi kerja berupa sifat
pekerjaan, pengawasan, gaji dan insentif, peluang promosi dan
hubungan dengan rekan kerja. Situasi kerja ini akan
kerja, komitmen pada visi dan misi organisasi serta rasa ingin
memiliki organisasi
b) Kinerja Pelayanan
Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang
terjadi dalam interaksi langsung dengan orang dan atau mesin fisik,
dan menyediakan kepuasan pelanggan (Yuliani,2004:35). Penilaian
terhadap kinerja pelayanan menggunakan prinsip-prinsip pelayanan
publik yang tercantum dalam Kepmenpan nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003 meliputi :
1. Kesederhanaan
Prosedur pelayanan publik tidak berbelit- belit, mudah
dipahami, dan mudah dilaksanakan.
2. Kejelasan
Berupa kejelasan persyaratan teknis dan administratif pelayanan
publik; Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung
jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian
keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan
publik; dan rincian biaya pelayanan publik dan tatacara
3. Kepastian Waktu
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaiakn dalam kurun
waktu yang telah ditentukan.
4. Akurasi
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah.
5. Keamanan
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman
dan kepastian hukum.
6. Tanggung jawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang
ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan
dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan
pelayanan publik.
7. Kelengkapan Sarana dan Prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan
pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana
teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).
8. Kemudahan Akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai,
mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat emanfaatkan
9. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun,
ramah, serta memberikan pelayanan dengan ihklas.
10. Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang
tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan
sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan,
seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain- lain.
Sedangkan menurut Parasuraman (1990) ada 10 indikator
kinerja layanan yaitu: (1) Ketampakan fisik (Tangible); (2)
Reliabilitas (Reliability); (3) Responsivitas (Responsiveness); (4)
Kompetensi (Competence); (5) Kesopanan (Courtesy); (6)
Kredibilitas (Credibility); (7) Keamanan (Security); (8) Akses
(Access); (9) Komunikasi (Communication); (10) Pengertian
(understanding the customer)
c) Aspek Kepuasan pelanggan
Kepuasan pelanggan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan
dimana kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan dapat
terpenuhi melalui produk yang dikonsumsi (Yuliani,2004:46).
Kepuasan pelanggan terhadap layanan merupakan faktor
utama menggunakan kepuasan masyarakat sebagai indikator
kinerja adalah informasi mengenai kepuasan masyarakat seringkali
tersedia secara mudah dan murah. Informasi mengenai kepuasan
terhadap kualitas pelayanan seringkali dapat diperoleh dari media
massa atau diskusi public. Akibat akses terhadap informasi
mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan relatif
sangat tinggi, maka bisa menjadi suatu ukuran kinerja organisasi
publik yang mudah dan murah dipergunakan. Kepuasan
masyarakat
Glenn (2005:3) dalam Gallup menyatakan bahwa :
“Customer attitude is a potent indicator a future value creation for companies : positive customer attitude predict lower service costs, higher share of wallet and higher customer retention, negative attitude predict the opposite”
Perilaku pelanggan merupakan indikator potensial yang
menentukan nilai perusahaan dimasa yang akan datang. Perilaku
pelanggan yang positif diprediksikan dengan rendahnya biaya
pelayanan, tingginya kualitas yang didapat, sedangkan perilaku
pelanggan yang negative menunjukkan kebalikannya. Perilaku ini
dapat dinilai dari puas atau tidaknya pelanggan terhadap pelayanan
yang diberikan.
Kepuasan pelanggan PDAM yang akan diukur meliputi
kepuasan pelanggan menggunakana pelayanan administratif dan
i. Kepuasan pelanggan terhadap pelayanan administratif
Kepuasan pelanggan terhadap pelayanan administratif
meliputi pelayanan pemasangan sambungan baru, perbaikan,
penanganan pengaduan maupun pembayaran rekening listrik.
Pengukuran kepuasan pelanggan terhadap pelayanan
administratif menggunakan 14 parameter pengukuran
kepuasan sesuai KEP/25/M.PAN/2/2004 yaitu : (1) Prosedur
pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur
pelayanan; (2) Persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis
dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan
pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya; (3) Kejelasan
petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas
yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan
dan tanggung jawabnya); (4) Kedisiplinan petugas pelayanan,
yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan
terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan
yang berlaku; (5) Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu
kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam
penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan; (6) Kemampuan
petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan
pelayanan kepada masyarakat; (7) Kecepatan pelayanan, yaitu
target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang
telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan; (8)
Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan
pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status
masyarakat yang dilayani; (9) Kesopanan dan keramahan
petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta
saling menghargai dan menghormati; (10) Kewajaran biaya
pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besamya
biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan; (11) Kepastian
biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang
dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan; (12) Kepastian
jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan; (13) Kenyamanan
lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang
bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa
nyaman kepada penerima pelayanan; (14) Keamanan
Pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan
unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan,
pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari
pelaksanaan pelayanan
ii. Kepuasan pelanggan terhadap pelayanan teknis terutama
penyediaan air bersih
Pelayanan tehnis meliputi kualitas dan kuantitas
penyediaan air dan pengelolaannya. Menurut Kotler dalam
Gasperz (2003) ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk
mengukur kepuasan pelayanan teknis :
a) Sistem pengaduan : memberikan kesempatan kepada
pelanggan untuk memberikan saran dan keluhan lainnya.
b) Survey pelanggan : cara umum yang digunakan untuk
mengukur kepuasan pelanggan.
c) Panel pelanggan : pelanggan yang setia dan pelanggan yang
telah pindah ke perusahaan lain dipertemukan untuk
mengukur berhasil tidaknya suatu perusahaan dalam
menarik pelanggan.
Berdasarkan uraian diatas maka dalam penelitian ini, penulis akan
mengukur kinerja PDAM Kota Surakarta menggunakan Balanced
Performance Measurement antara aspek financial dan non financial.
Indikator yang digunakan dalam penilaian ini adalah meliputi (1) Aspek
financial; (2) Aspek Sumber Daya Manusia (Kepegawaian); (3) Kinerja
D. Kerangka Berpikir
Dari berbagai paparan tentang konsep-konsep yang menjadi kajian
dalam penelitian ini, maka selanjutnya dibuat suatu kerangka berpikir yang
menjadi arah dan pedoman dalam pelaksanaan penelitian. Kerangka
berpikir dalam penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2
Kerangka Berpikir
PDAM Kota Surakarta
Profit Motive Public Service Oriented
Output =
Financial (Tangible) dan Public Service (Intangible)
Pegukuran Kinerja menggunakan Balanced Performance Measurement: 1. Aspek financial
2. Aspek Non financial yaitu :
1) Sumber Daya Manusia (Kepegawaian) 2) Kinerja Pelayanan
3) Kepuasan pelanggan
PDAM Kota Surakarta adalah perusahaan daerah yang bersifat profit
motive dan public serviceoriented. Oleh karena itu,PDAM Kota Surakarta
harus berusaha keras agar pelayanan pada masyarakat dapat maksimal dan
harus memperoleh keuntungan guna operasional perusahaan dan
peningkatan pendapatan daerah. Berdasarkan dua sifat tersebut, maka
output yang dihasilkan PDAM yaitu financial dan public service bersifat
tangible dan intangible.
Untuk mencapai kedua tujuan tesebut diperlukan suatu gambaran
kinerja yang dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan kegiatan, oleh
karena itu diperlukan pengembangan ukuran kinerja yang tidak hanya
mengandalkan pada ukuran keuangan saja tetapi juga memperhatikan
ukuran-ukuran non keuangan. Penilaian ini merupakan penilaian kinerja
menggunakan balanced Performance measurement antara aspek financial
dan non financial, sehingga aspek financial dan non financial dapat diukur
secara seimbang untuk mengetahui kinerja perusahaan dari berbagai
indikator yaitu (1) Aspek financial; (2) Aspek Sumber Daya Manusia
(Kepegawaian); (3) Kinerja Pelayanan; (4) Aspek Kepuasan pelanggan.
Hasil pengukuran terhadap keempat indicator diatas merupakan gambaran
bagaimana kinerja PDAM Kota Surakarta berdasarkan Balanced
E. Definisi Konsep
Definisi Konsep dalam penelitian diperlukan untuk memberikan
batasan-batasan yang jelas terhadap objek yang akan diteliti.
1. Kinerja adalah kemampuan organisasi untuk melakukan tugasnya
2. Balanced Performance Measurement merupakan pengukuran kinerja
yang seimbang antara antara berbagai perspektif, jangka waktu
(pendek dan panjang), lingkup perhatian (intern dan ekstern) yang
meliputi aspek financial dan non financial
3. Kinerja PDAM Kota Surakarta menggunakan Balanced Performance
Measurement adalah suatu hasil kerja yang telah dicapai oleh PDAM
Kota Surakarta dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,
sesuai dengan wewenang dan tanggungjawabnya dilihat dari pespektif
financial dan non financial yang meliputi aspek kepegawaian, kinerja
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bermaksud
memberikan gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta tertentu. Arah kajian penelitian kualitatif adalah perilaku manusia
sehari-hari dalam keadaan rutin secara apa adanya. Berdasarkan arah
kajiannya penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang jelas
mengenai kinerja PDAM Kota Surakarta dalam pemenuhan kebutuhan air
bersih di wilayah Kota Surakarta.
Karena penelitian ini berusaha untuk menggambarkan, menafsirkan dan
menganalisis kinerja PDAM Kota Surakarta dalam memenuhi kebutuhan air
bersih di wilayah Surakarta, maka penelitian ini dikategorikan sebagai bentuk
penelitian deskriptif yang berusaha untuk menggambarkan keadaan fenomena
sosial tertentu.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di PDAM Kota Surakarta dengan
pertimbangan sebagai berikut :
1) PDAM merupakan perusahaan monopoli yang menyediakan air bersih
Sukoharjo, Klaten dan Karanganyar sekaligus merupakan BUMD yang
profit oriented sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).
2) Tingkat kebutuhan masyarakat akan air bersih sangat tinggi, sedangkan
terdapat keterbatasan stok dan pengelolaan air bersih di Wilayah Kota
Surakarta.
3) Selama ini reputasi PDAM Kota Surakarta kurang baik begitu baik, hal
ini terbukti dari banyaknya permasalahan-permasalahan PDAM yang
dimuat di media massa
C. Sumber Data
Sumber data adalah sumber darimana suatu data diambil penulis sebagai
acuan dalam penelitian. Sumber data dapat memberikan informasi secara
langsung maupun tidak langsung mengenai segala sesuatu yang berkaitan
dengan permasalahan yang diteliti. Sumber data yang dapat memberikan
sejumlah data, fakta atau keterangan secara langsung dapat diperoleh dari
pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan masalah yang menjadi obyek
penelitian ini meliputi :
a) Jajaran pimpinan PDAM yaitu (1) Kepala bagian keuangan; (2) Kepala
bagian kepegawaian; (3) Kepala bagian pelayanan; (4) Staff PDAM
yang terkait
b) Pelanggan PDAM Kota Surakarta yang tersebar pada wilayah
Sedangkan sumber data lainnya meliputi media massa, situs internet dan
pihak-pihak terkait yang lain selain responden yang berkompeten terhadap
permasalahan.
D. Tehnik Pengumpulan Data
Sesuai dengan pendekatan penelitian dan sumber data yang diperlukan,
maka teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi wawancara, observasi
dan telaah dokumen.
a. Wawancara
Untuk mengumpulkan informasi dari sumber data ini diperlukan tehnik
wawancara, dalam penelitian kualitatif khususnya dilakukan dalam bentuk
wawancara mendalam dengan mengajukan pertanyaan langsung pada
informan. Disini peneliti menggunakan pedoman wawancara sehingga
kegiatan bertanya lebih terarah. Wawancara akan dilakukan kepada :
a) Jajaran pimpinan PDAM yaitu (1) Kepala bagian keuangan; (2)
Kepala bagian kepegawaian; (3) Kepala bagian pelayanan; (4) Staff
PDAM yang terkait
b) Pelanggan PDAM Kota Surakarta yang tersebar pada wilayah
administratif Kota Surakarta
b. Observasi (pengamatan)
Tehnik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang
Observasi akan dilakukan penulis ketika melakukan penelitian di PDAM
Kota Surakarta.
c. Telaah Dokumen
Telaah dokumen merupakan tehnik pengumpulan data dengan mencari,
mengumpulkan, dan mempelajari dokumen yag relevan dengan penelitian
berupa arsip, laporan, peraturan, dokumen dan literature lainnya.
E. Tehnik Pengambilan Sampel
Karena penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, maka tehnik
pengambilan sampel yang dilakukan secara selektif dengan menggunakan
pertimbangan secara teoritis, keinginan dari peneliti, karakteristik empiris,
serta kebutuhan dan tujuan penelitian, maka penelitian ini menggunakan
metode penarikan sampel yang lebih tepat adalah purposive sampling atau
sampel bertujuan, dimana peneliti cenderung menggunakan atau memilih
informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data
yang mantap dan mengetahui permasalahannya secara lengkap tanpa
didasarkan pada strata maupun random, tetapi lebih ditekankan pada tujuan
F. Tehnik Analisis Data
Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah tehnik
analisis model interaktif yang terdiri dari tiga komponen analisis data yaitu
reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
a. Reduksi Data
Merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi
data yang ada dalam fieldnote. Proses ini berlangsung terus sepanjang
pelaksanaan riset yang dimulai bahkan sebelum pengumpulan data
dilakukan. Reduksi dimulai sejak peneliti mengambil keputusan tentang
kerangka kerja konseptual, pemilihan kasus, pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan, dan tentang cara pengumpulan data yang dipakai. Pada saat
pengumpulan data belangsung, reduksi data berupa membuat sigkatan,
coding, memusatkan tema, membuat batas permasalahan dan menulis
memo. Proses reduksi ini berlangsung sampai penelitian berakhir.
b. Penyajian Data
Merupakan suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan
kesimpulan riset dapat dilakukan. Dengan melihat suatu penyajian data,
peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan memungkinkan untuk
mengerjakan sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan
penelitian tersebut. Susunan penyajian data yang lebih baik dan jelas
c. Penarikan Kesimpulan
Pada awal pengumpulan data, peneliti harus sudah mengerti apa arti dan
hal-hal yang ia temui dalam melakukan pencatatan peraturan, pokok
pernyataan konfigurasi yang mungkin, arahan sebab akibat, dan
proporsi-proporsi. Aktivitas diantara ketiga komponen tersebut dilaksanakan dalam
bentuk interaktif dalam proses pengumpulan data dalam suatu proses
siklus. Dalam bentuk ini penelitian berlangsung. Kemudian peneliti
bergerak diantara 3 (tiga) komponen analisis yaitu reduksi data, sajian data
dan penarikan kesimpulan. Ketiga komponen diatas yaitu reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi sebagai sesuatu yang
jalin menjalin pada saat sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data
dalam bentuk sejajar, untuk membangun wawasan umum yang disebut
analisis. Untul lebih jelasnya, proses analisis data dengan model interaktif
ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3
Tehnik Analisis Data
Pengumpulan Data
Penyajian Data
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi
Deskripsi Lokasi merupakan gambaran umum dari organisasi yang akan
diteliti yaitu PDAM Kota Surakarta. Deskripsi lokasi PDAM Kota Surakarta
akan dijabarkan dalam beberapa poin yaitu : (1) Profil Perusahaan; (2)
Organisasi dan Sumberdaya Manusia; (3) Pola Pelayanan dan Pelanggan.
1) Profil Perusahaan
Secara historis, pengelolaan air minum di Surakarta mulai
dikembangkan sejak tahun 1928 oleh Sri Paduka Kanjeng Susuhunan
Pakubuwono X, yaitu setelah ditemukannya Sumber Air Cokrotulung pada
tahun 1925. Sumber Air Cokrotulung inilah yang menjadi embrio
terbentuknya perusahaan jasa layanan air minum Kota Surakarta.
Pada awalnya, pengelolaan sumber air dilaksanakan oleh Dinas
Pekerjaan Umum dan Tenaga Kerja, sebelum akhirnya dialihkankan kepada
Dinas Penghasilan Daerah Kodya Dati II pada tahun 1960. Pada tahun 1976,
dengan berdasar kepada Surat Mendagri No : Ekbang B/3/11 tanggal 31 Juli
1973 dan Surat No : Ekbang/B/2/43 tanggal 11 Juli 1974, Walikotamadya
KDH TK II Surakarta menerbitkan SK tentang pendirian Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM) Kotamadya Surakarta. Selanjutnya, Pemerintah Daerah
Kodya Dati II Surakarta menerbitkan Perda Nomor 3 tahun 1977 tanggal 21
dengan Perda Nomor 1 tahun 2004 yang memperkuat status PDAM Kota
Surakarta sebagai salah satu Badan Usaha Milik Daerah Pemerintah Kota
Surakarta, dengan tugas utama memenuhi kebutuhan masyarakat Kota
Surakarta dan sekitarnya akan pelayanan air bersih dan pengelolaan air
limbah.
Sejak berdiri pada tanggal 21 Mei 1977, PDAM Kota Surakarta hingga
saat ini telah memiliki cakupan sebesar 57,26% dari total rumah tangga
sasaran di Kota Surakarta. Sebagai satu-satunya perusahaan air minum di
Kota Surakarta, PDAM Kota Surakarta mempunyai visi yaitumenjadi salah
satu yang terbaik dibidang pelayanan air minum dan air limbah melalui
pengelolaan yang berwawasan lingkungan. Visi PDAM Kota Surakarta
tersebut dijabarkan kedalam beberapa misi sebagai berikut : (a) Memberikan
layanan air minum dan air limbah kepada masyarakat secara
berkesinambungan dengan mengutamakan kepuasan pelanggan; (b)
Meningkatkan kontribusi perusahaan pada Pendapatan Asli Daerah (PAD);
(c) Meningkatkan Profesionalisme Sumber Daya Manusia; (d) Melestarikan
sumber air. Misi ini kemudian diupayakan untuk ditingkatkan dalam
Bussiness Plan. Salah satu sasaran strategik PDAM Kota Surakarta dalam
Bussiness Plan 2009-2013 adalah menitikberatkan pada upaya untuk
meningkatkan kualitas layanan kepada stakeholders, melaksanakan efisiensi
di segala bidang, dan memberdayakan secara optimal unit-unit usaha yang
2) Organisasi dan Sumber Daya Manusia
Secara struktural, organisasi PDAM Kota Surakarta juga telah diatur
dalam Perda Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pendirian PDAM. Untuk tahun
2008, Walikota Surakarta telah mengangkat dan menetapkan Badan
Pengawas PDAM Kota Surakarta yang bertugas untuk melaksanakan
pengawasan, pengendalian, dan pembinaan terhadap pengurusan dan
pengelolaan perusahaan serta memberikan pertimbangan dan saran kepada
kepala daerah guna perbaikan dan pengembangan perusahaan.
Selain badan pengawas, Walikota Surakarta juga telah mengangkat
Direksi PDAM Kota Surakarta pada tanggal 29 November 2007 dengan
komposisi tertinggi yaitu Direktur Utama yang dipimpin oleh Ir. Singgih Tri
Wibowo, Direktur Umum yang dijabat oleh Agus Saryono, SE dan Direktur
Tehnik yang pegang oleh Drs. Sudiyanto. Tugas utama Direksi adalah
menjalankan seluruh kegiatan operasional perusahaan serta mengurus dan
mengelola kekayaan perusahaan.
Pada jajaran perangkat manajemen, struktur organisasi perusahaan
dilengkapi dengan 12 middle management, yang terdiri atas :
- Bagian Umum
- Bagian Keuangan
- Bagian Langganan
- Bagian Perencanaan
- Bagian Produksi
- Unit Pengawasan Interen
- Unit Penelitian dan
Pengembangan
- Unit Kolam Renang
- Bagian Distribusi
- Bagian Pengendalian
Kehilangan Air
- Kantor Cabang Wilayah Utara
Jumlah pegawai perusahaan per Desember 2009 adalah sebanyak 458
pegawai dengan perincian sebagai berikut (Lihat Lampiran) :
1. Jumlah Pegawai Bulan lalu : 338 orang
2. Tambahan Pegawai Baru/Mutasi : 1 orang
3. Pensiun/Meletakkan Jabatan/Mutasi : 1 orang
Jumlah Pegawai ini : 338 orang
4. Pegawai Harian Tetap : 24 orang
5. Tenaga Harian : 88 orang
6. Tenaga Kontrak : 8 orang
Jumlah : 120 orang
Jumlah Total : 458 orang
Berdasarkan SK Direksi PDAM Kota Surakarta tanggal 11 Mei 2009
Gambar 4
Struktur Organisasi PDAM Kota Surakarta (Lihat Lampiran)
3) Pola Pelayanan dan Pelanggan
Pola pelayanan yang diterapkan PDAM kota Surakarta adalah pola
pelayanan satu pintu, merupakan pola pelayanan yang dilakukan secara
terpadu dan sistematis pada satu tempat atau lokasi dengan satu pintu dalam
satu banggunan yang sama. Dengan pola pelayanan tersebut diharapkan
pelayanan yang diberikan kepada pengguna dapat efektif dan efisien dalam
jangka waktu yang cepat. Pelayanan air minum yang diberikan PDAM
meliputi :
1) Pelayanan pemasangan sambungan baru yang terdiri dari one day
service (1 hari), one week service (1 minggu)dan reguler (biasa)
2) Pemeriksaan dan pengaduan kualitas airmeliputi kontinuitas aliran air,
rekening, kerusakan, meter air, pipadankebocoran
3) Penyediaan tera meter air, mobil truk tanki air, dan hydrant umum 4) Pelayanan penutupan, buka kembali, ganti nama, pindah meter air,
ganti meter barudanperbaikan yang meliputiperbaikankerusakan pipa
dankerusakan meter air
Pelayanan ini berlaku untuk seluruh daerah pelayanan yang meliputi
seluruh wilayah administratif kota Surakarta, sebagian wilayah
administratif kabupaten Sukoharjo, sebagian wilayah administratif
kabupaten Klaten dan sebagian wilayah administratif kabupaten
Karanganyar dengan jumlah pelanggan aktif sebanyak 54.387 pelanggan.
Tabel 2
Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja dari
PDAM meliputi : (1) Aspek financial; (2) Aspek Sumber Daya Manusia
(Kepegawaian); (3) Kinerja Pelayanan; (4) Aspek Kepuasan pelanggan
1) Aspek Financial
Aspek financial merupakan salah satu komponen kinerja yang sangat
penting karena keuangan merupakan aspek yang paling berpengaruh pada
kinerja perusahaan keseluruhan. Aspek financial dapat dianalogikan sebagai
aliran darah, sehingga akan menunjang kehidupan seluruh perusahaan, tanpa
adanya financial yang baik perusahaan tersebut tidak akan sehat. Kondisi
keuangan PDAM Kota Surakarta selama 3 (tiga) tahun terakhir digambarkan
Tabel 3
Kondisi Keuangan PDAM Kota Surakarta
Uraian Tahun 2008 Tahun 2007 Tahun 2006
Total Aset Rp 90.477.860 Rp 92.980.070 Rp 94.130.023
Kewajiban Rp 80.525.582 Rp 73.547.319 Rp 68.164.64
Ekuitas Rp 9.952.277 Rp 19.432.751 Rp 25.965.759
Dalam Ribuan Rupiah
Sumber : Laporan Keuangan PDAM Kota Surakarta (Lihat Lampiran)
Dari tabel tersebut dapat dilihat jika pada tahun 2007 dan 2008 keuangan
PDAM Kota Surakarta mengalami kondisi yang tidak baik. Total Aset dan
ekuitas menurun, sedangkan kewajiban semakin meningkat. Penurunan
ekuitas tahun 2007 dan 2008 disebabkan akumulasi kerugian terutama akibat
besarnya beban bunga pinjaman jangka panjang yang harus ditanggung
perusahaan.
Adanya akumulasi kerugian yang ditanggung oleh PDAM Kota
Surakarta ini dijelaskan dalam perkembangan laba/rugi selama 3 (tiga) tahun
terakhir digambarkan dalam tabel 4 sebagai berikut :
Tabel 4
Perkembangan Laba/Rugi PDAM Kota Surakarta
Uraian Tahun 2008 Tahun 2007 Tahun 2006
Pendapatan Usaha 41.768.786 42.900.225 39.416.805
Biaya Langsug Usaha 21.481.376 20.113.949 17.072.425
Laba Kotor Usaha 20.287.410 22.786.275 22.344.280
Beban Administrasi dan Umum
30.027.787 29.470.553 24.398.365
Laba / (Rugi) Usaha (9.740.377) (6.684.277) (2.053.985)
Pendapatan dan biaya
Dalam periode tiga tahun terakhir, perkembangan laba/rugi perusahaan
menunjukkan trend yang kurang berkembang dengan baik. Dari tabel dapat
dilihat jika pada tahun 2006 hingga 2008 PDAM Kota Surakarta mengalami
kerugian dan sedang terlilit hutang. Bahkan utang ini terus berdampak pada
keuangan pada tahun 2008. Dikutip dari media masa :
”Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Surakarta hingga saat ini masih menunggak utang Rp 60 miliar. Sebuah nilai yang fantastis, mengingat pendapatan asli daerah (PAD) daerah ini pada 2007 hanya Rp 75 miliar” (Majalah Gatra tanggal 13 Agustus 2008).
Pernyataan ini juga dibenarkan oleh Dirut PDAM Kota Surakarta,
Singgih Triwibowo. Menyinggung masalah pendapatan, beliau berkata bahwa
pendapatan pada tahun 2007 sebesar Rp 43,04 miliar dengan biaya
operasional secara keseluruhan total Rp 49,57 miliar yang berarti masih rugi
Rp 6,53 miliar dengan penambahan sambungan baru 1.073 dan jumlah
pelanggan 53.637 sambungan rumah. Pada tahun 2008 hingga bulan Juni
pendapatan mencapai Rp 20,87 miliar sementara total biaya operasional Rp
22,71 miliar, berarti rugi Rp 1,84 miliar dengan jumlah pelanggan 53.910
sambungan rumah (Majalah Gatra, 13 Agustus 2008).
Menurut Kepala Bagian Keuangan, Pangestu Budi Santoso, hutang
PDAM ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu (1) Pada tahun 1995
PDAM meminjam 33 milyar kepada lembaga bantuan keuangan luar negeri
tetapi belum bisa mengembalikan; (2) Tarif tahun 2004 masih dipakai sampai
tahun 2008 dan baru dinaikkan tahun 2009 sehingga tarifnya belum full cost
recovery, artinya biaya usaha masih dibawah harga jualnya; (3) Banyaknya
hinga 900 juta /tahun karena kebocoran air yang mencapai 39 % di jaringan
mereka. Angka ini jauh diatas batas toleransi tingkat kebocoran yakni 20 %.
(Wawancara dengan Pangestu Budi Santoso tanggal 25 Januari 2010).
“Akibat dari tarif yang tidak bisa mengikuti harga pasar, pada tahun 2006 sampai 2008 kita merugi. Tahun 2008 kita merugi 9 milyar, tahun 2007 merugi sebesar 7 milyar, sedangkan tahun 2006 merugi 1 milyar. Dari sisi pelanggan tiap tahun terus bertambah sampai 54 ribu pelanggan. Sedangkan tarif tidak pernah naik. Pemakaian airnya karena produksinya terbatas, sebesar 800 m3 per detik, padahal di Solo daerahnya tidak rata, sehingga daerah yang agak tinggi hanya mengalir saat malam hari, per pelanggan 22 m3/bulan sehingga airnya terbatas. Hal ini berimbas pada penjualan air yang tidak bisa optimal. Disamping itu, karena pipa PDAM merupakan tinggalan jaman Belanda sehingga banyak yang bocor sekitar 39 % sehingga kita juga merugi” (Wawancara dengan Bapak Pangestu Budi Santoso, SE tanggal 25 Januari 2010).
Menurut Pangestu Budi Santoso meskipun hutang yang ditanggung
perusahaan sangat banyak, akan tetapi hal itu tidak mempengaruhi siklus
keuangan perusahaan, kesejahteraan pegawai dan perbaikan pelayanan masih
mejadi prioritas utama. Permasalahaan hanya terletak pada pembayaran
terhadap pihak supplier yang terkadang tertunda 1 hingga 2 bulan.
Berbagai upaya untuk mengurangi beban hutang pun dilakukan oleh
PDAM Kota Surakarta. Salah satu upaya untuk menutup hutang adalah
dengan menaikkan tarif dasar air. Dirut PDAM dalam Majalah Gatra edisi 13
Agustus 2008, mengatakan bahwasanya untuk menutupi hutang dan
meningkatkan jumlah pemasukannya, PDAM Kota Surakarta merencanakan
menaikkan tarif langganan air dengan alasan untuk menutup biaya-biaya
perusahaan yang diperoleh dari penerimaan penjualan air dan membentuk