• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT (2)"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN PELAYANAN KESEHATAN

MASYARAKAT MISKIN YANG IDEAL DALAM

PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN

MELALUI PROGRAM JAMKESMAS

TESIS

Diajukan Guna Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2 Magister Hukum

Konsentrasi Hukum Kesehatan

Oleh :

ANTHONY SUDJADI 07.93.0036

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM KESEHATAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG 2010

(2)

TESIS

PENERAPAN PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN YANG IDEAL DALAM PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT

MISKIN MELALUI PROGRAM JAMKESMAS Diajukan oleh

Anthony Sudjadi NIM 07.93.0036

telah disetujui oleh :

Pembimbing :

_________________________

Prof. Dr. Agnes Widanti, SH., CN Tgl : ………

_________________________

Y. Budi Sarwo, SH., MH Tgl : ………

__________________________

Handy Sobandi, SH., MKn., MHum Tgl : ………

(3)

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Anthony Sudjadi , Peserta Program Studi Magister Hukum Kesehatan, Nim 07.93.0036,

Menyatakan :

1. Bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi.

2. Bahwa sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Demikian pernyataan ini dibuat dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Semarang, Juni 2010

Anthony Sudjadi

(4)

ABSTRAK

PENERAPAN PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN YANG IDEAL DALAM PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT

MISKIN MELALUI PROGRAM JAMKESMAS

Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H dan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Jamkesmas adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Namun terdapat pembatasan dan pelayanan yang tidak ditanggung dalam program tersebut yang berdampak warga miskin menjadi rentan terhadap berbagai macam penyakit

Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam penelitian tesis ini dirumuskan beberapa perumusan masalah, yaitu “Apakah yang dimaksud dengan kriteria pelayanan kesehatan yang ideal?” dan “Apakah yang dimaksud dengan program Jamkesmas dan isi program tersebut?”, serta “Apakah program Jamkesmas tersebut menyebabkan dilanggarnya hak masyarakat untuk mendapat upaya kesehatan yang ideal?”. Penelitian tesis ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara pelayanan kesehatan masyarakat miskin melalui program Jamkesmas dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat miskin yang ideal, dengan metode penelitian pendekatan yuridis normatif dengan cara berpikir deduktif dan spesifikasi penelitian deskriptif analitis, serta metode analisis data kualitatif normatif.

Kriteria upaya kesehatan yang ideal berdasarkan UU kesehatan nomor 36 tahun 2008 pasal 47 adalah meliputi perlindungan di bidang promotif, prefentif, kuratif, dan rehabilitative.

Terdapat pembatasan-pembatasan dalam pelayanan dari program Jamkesmas berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 125/Menkes/SK/II/2008 seperti pembatasan biaya kaca mata, alat bantu dengar, tongkat/alat bantu berjalan bagi mereka yang lumpuh, selain itu program jamkesmas tidak meliputi bidang promotif dan preventif serta terdapat pembatasan pelayanan di bidang kuratif dan rehabilitatif.

Berdasarkan analisis hubungan antara kriteria upaya kesehatan yang ideal berdasarkan UU Kesehatan nomor 36 tahun 2009 pasal 47 dan isi dari program Jamkesmas maka menyebabkan dilanggarnya hak masyarakat miskin untuk hidup sehat.

Kata Kunci : Pelayanan Kesehatan, Jamkesmas, hak masyarakat untuk hidup sehat.

(5)

ABSTRACT

AN IDEAL APPLICATION OF POOR COMMUNITY HEALTH SERVICES IN POOR COMMUNITY HEALTH SERVICES THROUGH

THE JAMKESMAS PROGRAM

Under the 1945 Constitution and Article 28H of Act No. 36 of 2009 on health, provides that every person entitled to health services. JAMKESNAS is a program of social assistance for health services for the poor and disadvantaged. However there are limitations and services not covered in the programs that affect poor people become vulnerable to various diseases

Based on these descriptions, then this thesis formulated some formulation of the problem, namely "What is the criteria for an ideal health care?" And "What is the program and the contents of the program JAMKESNAS?", And "Did the program cause the violation JAMKESNAS the right of people to get an ideal medical efforts? ". This thesis research aims to gain insight about the relationship between poor health services through programs JAMKESNAS and poor health service to an ideal, a normative juridical approach to research methods with deductive thinking and analytical descriptive research specifications, and methods of qualitative analysis of normative data.

Criteria of an ideal health efforts based on health law number 36 year 2008 include the protection of article 47 is in the field of promotion, preventive, curative and rehabilitative.

There are restrictions in the service of the program based on the Ministry of Health JAMKESNAS Number 125/Menkes/SK/II/2008 such as restrictions on the cost of glasses, hearing aids, walking sticks / walking aids for those who are paralyzed, besides JAMKESNAS program does not cover the field promotion and preventive services, and there are restrictions in the fields of curative and rehabilitative.

Based on the analysis of the relationship between the criteria of an ideal medical efforts based on the Health Act number 36 year 2009 Article 47 and the contents of the program will cause the violation of rights JAMKESNAS poor people to live healthy.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas

terselesaikannya Tesis ini dalam memenuhi syarat memperoleh derajat

sarjana strata dua program studi hukum konsentrasi hukum kesehatan

yang berjudul “Penerapan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin Yang

Ideal Dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin Melalui Program

Jamkesmas”.

Pada kesempatan ini ucapkan terima kasih disampaikan kepada

yang terhormat Bapak Rektor Universitas Soegijopranata Semarang, atas

kesempatan yang diberikan untuk menempuh studi pada Program

Pascasarjana Universitas Soegijopranata.

Ucapkan terima kasih penulis sampaikan kepada:

Bapak Prof. Dr. Ir. Budi Widianarko, MSi., selaku Rektor Unika Soegijapranata Semarang,

Bapak Dr. A. Rudyanto Soesilo, MSi., selaku Direktur Utama Program Pascasarjana Unika Soegijapranata Semarang,

Ibu Prof. Dr. Agnes Widanti, S.H., CN. sebagai Ketua Program Pasca Sarjana Magister Hukum Konsentrasi Hukum Kesehatan Fakultas

Hukum Universitas Katholik Soegijopranata Semarang yang telah

memberi peluang bagi penulis guna mengikuti perkuliahan di Pasca

Sarjana Hukum Kesehatan Universitas Katholik Soegijopranata

Semarang.

(7)

Ibu Prof. Dr. Wila Chandrawila S., SH., CN., selaku Koordinator Magister Hukum Konsentrasi Hukum Kesehatan Program Pascasarjana

Unika Soegijapranata Semarang;

Bapak Y. Budi Sarwo, S.H., M.H. sebagai pembimbing utama, saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas bimbingan dan

motivasi beliau dari sejak awal perkuliahan sampai selesai penyusunan

tesis ini dengan sabar beliau membimbing.

Bapak Handy Sobandi, S.H., M.Kn., M.Hum., sebagai

pembimbing, saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga, beliau

telah memberikan inspirasi kepada saya dalam penyusunan tesis ini.

Kepada Dr. dr.Tri Wahyu. M.S, SpB-TKV, MH.Kes, sebagai penguji, saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga, beliau

sangat membantu saya dalam memberikan masukan dan perbaikan

sewaktu penyusunan tesis ini. Beliau dengan sabar ditengah kesibukan

pekerjaannya masih meluangkan waktu untuk menjelaskan seluk beluk

penelitian tentang hukum yang bagi saya merupakan hal yang baru.

Kepada seluruh pengajar Magister Hukum Kesehatan Universitas

Soegijopranata Semarang dan pengajar lainnya yang tak mungkin kami

sebutkan satu persatu, ucapkan terima kasih tak terhingga dalam

membantu penulis memahami aspek hukum kesehatan.

Pada kesempatan ini, juga disampaikan terima kasih kepada teman

sejawat Program kelas Paralel Pascasarjana UNIKA di Bandung,

(8)

selama menempuh studi pada Magister Hukum Kesehatan pada Program

Pascasarjana Unika.

Kepada para staf sekretariat, Universitas Katholik Soegijopranata di

Bandung khususnya, penulis sampaikan penghargaan dan terima kasih

atas bantuan, dukungan dan kerjasamanya.

Terima kasih yang amat sangat penulis tujukan khususnya kepada

papi, mami, ema, adik-adik, pacar penulis : dr. Koko Sudjadi, S.H,

M.H.Kes, dr. Retno Dewi Tanujoyo, Sp.PK, Lanny Wijaya, Andy Sudjadi,

Michelle Regina Sudjadi, dan Ribka Christina yang telah membantu,

mendorong, memberi semangat pada penulis selama pengerjaan Tesis

ini. Juga kepada almarhum engkong, Rachmat Muljana, terimakasih atas

segala perhatian, nasehat, semangat, dan doa yang engkong berikan,

semua tidak akan pernah terlupa dan selalu diingat.

Bandung, Oktober 2009

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ……… ii

HALAMAN PENGESAHAN ……… iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ……….. vii

HALAMAN PERNYATAAN ……….. ix

ABSTRAK... x

ABSTRACT... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Perumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian... 6

BAB II KERANGKA PEMIKIRAN ... 8

A. Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin yang Ideal... 8

1. Negara Kesejahteraan dan Perlindungan Sosial di Bidang Kesehatan... 8

2. Hak Masyarakat Untuk Hidup Sehat Sebagai Latar Belakang Munculnya Jamkesmas... 10

3. Tinjauan Umum Tentang Upaya Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan Dalam Sistem Kesehatan Nasional... 13

4. Sistem Jaminan Sosial Nasional di Bidang Kesehatan... 22

B. Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin Melalui Program Jamkesmas... 25

1. Landasan Hukum Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin Melalui Program Jamkesmas... 25

2. Tujuan dan Sasaran Jamkesmas... 34

3. Pedoman Penyelengaraan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin Melalui Program Jamkesmas... 34

BAB III METODE PENELITIAN... 37

A. Metode Pendekatan... 37

B. Spesifikasi Penelitian... 37

(10)

C. Jenis Data... 38

D. Metode Pengumpulan Data... 39

E. Metode Analisis Data... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 41

A. Wujud Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin yang Ideal... 41

B. Analisis Hubungan Antara Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin Melalui Program Jamkesmas dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin yang Ideal ……….. 52

BAB V KESIMPULAN... 60

DAFTAR PUSTAKA... 63

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H dan Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak

mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu setiap individu, keluarga dan

masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan

negara bertanggungjawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi

penduduknya, termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.

Demikian juga halnya dalam Konvensi International Labour Organization

(Konvensi ILO) Nomor 102 Tahun 1952 yang menganjurkan semua negara untuk

memberikan perlindungan minimum kepada setiap tenaga kerja. Sejalan dengan

ketentuan tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam

ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) Nomor X/ MPR/ 2001

menugaskan Presiden untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam

rangka memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu.

Pembentukan Sistem Jaminan Sosial Nasional, direalisasikan melalui

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

(UU SJSN) yang mempunyai program jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan

kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. Jaminan sosial

ini merupakan upaya pemerintah dalam menangani krisis moneter. Sebagaimana

diketahui krisis dimulai sejak tahun 1997 sampai sekarang, disebabkan oleh

faktor multidimensi di antaranya pengalihan program subsidi bagi masyarakat

miskin berupa subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk sektor kesehatan bagi

masyarakat miskin menjadi program Jaring Pengaman Kesehatan bagi

Masyarakat Miskin (JPK-MM).

(12)

Untuk dapat melanjutkan hidupnya manusia memerlukan beberapa

kebutuhan pokok dan terdapat beberapa kebutuhan pokok yang minimal sangat

dibutuhkan sehingga manusia dapat hidup terus. Salah satu di antara kebutuhan

yang dimaksud adalah kesehatan.

Kebutuhan pokok minimal yang semakin sulit didapat bagi sebagian

warga, terutama warga miskin, harus diupayakan dicapai oleh pemerintah

dengan berbagai cara. Salah satu upaya yakni dengan program asuransi sosial

bagi masyarakat miskin. Dalam program ini masyarakat miskin akan didata

terlebih dahulu degan beberapa kriteria yang telah ditentukan sebelumnya agar

terdapat keseragaman dalam melaksanakan pendataan tersebut. Pada

pelaksanaannya pendataan yang dihasilkan tidak seperti yang diharapkan

sebelumnya karena berbagai kendala. Kendala yang dimaksud antara lain

kriteria yang menjadi acuan tidak terlalu jelas batasan yang menjadi acuan bagi

para pendata, sehingga terkesan pendataannya seperti tidak tepat sasaran.

Selain itu kondisi geografi yang tidak sama antara satu daerah dengan daerah

lainnya. Ada daerah yang sulit untuk dijangkau sehingga pendataan tidak sampai

sasaran. Faktor ekonomi yang tidak kunjung membaik, hal ini tampak dari

laporan Bank Dunia yang memperhitungkan 108,78 juta orang atau 49 persen

dari total penduduk Indonesia dalam kondisi miskin dan rentan menjadi miskin.[1]

Sehat menurut definisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang

Kesehatan Pasal 1 butir 1 adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, sosial

yang memungkinkan setiap orang dapat hidup produktif secara sosial dan

ekonomi.

Sebagaimana diketahui kesehatan adalah hak setiap individu tanpa

membeda-bedakan yang mampu maupun yang tidak mampu. Oleh karena itu

menjadi tugas negara untuk menyediakan segala fasilitas yang diperlukan agar

rakyatnya tetap sehat sehingga sudah sewajarnya kesehatan mendapatkan

(13)

subsidi yang besar. Sebab pada dasarnya kesehatan merupakan sebuah

investasi sehingga patut mendapat perhatian dari pemerintah. Bila rakyat suatu

negara sehat maka pembangunan dalam berbagai bidang dapat dilaksanakan

secara optimal.

Untuk mendapatkan asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin ada

beberapa syarat atau kriteria yang harus dipenuhi, namun perlu juga

dikemukakan di sini bahwa ada pelayanan kesehatan yang tidak ditanggung oleh

PT Askes, seperti untuk general check up, prothesis gigi tiruan, kosmetika,

pengobatan alternative, penunjang diagnosa canggih, kecuali untuk

penyelamatan jiwa (life saving), serta infertilitas.

Adanya keterbatasan pelayanan kesehatan membawa dampak bagi

warga miskin yakni rentan terhadap berbagai macam penyakit, karena pada

umumnya golongan masyarakat ini mempunyai gizi buruk, pengetahuan tentang

kesehatan kurang, perilaku kesehatan kurang, lingkungan pemukiman buruk,

biaya kesehatan tidak tersedia serta kurang mendapat akses informasi

kesehatan.

Pada hakekatnya pelayanan terhadap masyarakat miskin menjadi

tanggung jawab dan dilaksanakan bersama oleh pemerintah pusat dan

pemerintah daerah, pemerintah propinsi/kabupaten/kota berkewajiban memberi

kontribus sehinga menghasilkan pelayanan yang optimal.

Jamkesmas adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan

bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan secara

nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan

kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin.

Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan,

sejak Tahun 1998 Pemerintah melaksanakan berbagai upaya pemeliharaan

kesehatan penduduk miskin. Dimulai dengan pengembangan Program Jaring

(14)

Pengaman Sosial (JPS-BK) Tahun 1998 - 2001, Program Dampak Pengurangan

Subsidi Energi (PDPSE) Tahun 2001 dan Program Kompensasi Bahan Bakar

Minyak (PKPS-BBM) Tahun 2002-2004. Program-program tersebut di atas

berbasis pada pelaksana kesehatan artinya dana disalurkan langsung ke

Puskesmas dan Rumah Sakit yang berfungsi ganda yaitu sebagai pemberi

pelayanan kesehatan (PPK) dan juga mengelola pembiayaan atas pelayanan

kesehatan yang diberikan. Kondisi seperti ini menimbulkan beberapa

permasahan antara lain terjadinya defisit di beberapa Rumah Sakit dan

sebaliknya dana yang berlebih di Puskesmas.

Untuk itu pada tahun 2004, dengan mengacu kepada UU Sistem Jaminan

Sosial Nasional diselenggarakanlah Aseskin sebagai jaminan pemeliharaan

kesehatan masyarakat miskin, yang kemudian pada tahun 2008 yang lalu

program tersebut berganti menjadi Jamkesmas sebagaimana diatur dalam S.K.

Menkes No. 125 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Program

Jamkesmas Tahun 2008.

Adanya pembatasan-pembatasan pelayanan yang diterapkan dalam

penyelenggaraan program JPKMM ini (misalnya pembatasan biaya kaca mata,

alat bantu dengar, tongkat/alat bantu berjalan bagi mereka yang lumpuh)

menyebabkan pelayanan kepada mereka yang membutuhkan sekali alat bantu

tersebut menjadi terhambat. Disamping pembatasan masih ada lagi jenis

pelayanan yang tidak ditanggung sama sekali oleh program Jamkesmas ini

sebagaimana tercantum dalam S.K. Menkes No. 125 Tahun 2008 tentang

Pedoman Pelaksanaan Program Jamkesmas Tahun 2008 tersebut.

Program JAMKESMAS ini sebenarnya cukup baik tujuannya namun

dalam pelaksanaannya tidak semua masyarakat miskin dapat merasakan

manfaatnya karena keterbatasan dana pemerintah sehingga pemerintah

menetapkan kuota tertentu untuk perlindungan masyarakat miskin yang dibiayai

(15)

dari APBN, sedangkan sisanya yang tidka termasuk dalam kuota JAMKESMAS

diserahkan ke pemerintah daerah setempat untuk ditanggulangi oleh dana yang

berasal dari APBD masing-masing daerah.

B. PERUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut: Apakah adanya ketentuan tentang pembatasan pelayanan kesehatan

bagi warga miskin melanggar Undang Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang

Kesehatan? Karena tidak semua sarana pelayanan kesehatan dapat digunakan

oleh masyarakat miskin, kecuali keadaan gawat darurat (emergency) serta

adanya ketentuan pelayanan kesehatan yang di batasi dan yang tidak di jamin.

Pada dasarnya setiap warga Negara baik yang kaya atau yang miskin

mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pelayanan kesehatannya,

sehingga dari hal hal yang melatar belakangi permasalahan kesehatan bagi

warga miskin tersebut dapat dibuat identifikasi masalah yakni:

1. Bagaimana wujud pelayanan kesehatan masyarakat miskin yang ideal?

2. Bagaimana hubungan pelayanan kesehatan masyarakat miskin melalui

program JAMKESMAS dan pelayanan kesehatan masyarakat miskin yang

ideal?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui dan memahami tentang pelayanan kesehatan kepada

masyarakat miskin yang ideal;

2. Untuk mengetahui dan memahami tentang analisis hubungan pelayanan

kesehatan masyarakat miskin melalui program JAMKESMAS dan pelayanan

kesehatan kepada masyarakat miskin yang ideal.

(16)

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Secara teoritis.

Dari hasil penelitian ini dapat melakukan kemungkinan kemungkinan baru

dalam menelaah jaminan kesehatan bagi masyarakat khususnya bagi

masyarakat yang berpenghasilan rendah serta bermanfaat dalam meningkatkan

akses dan mutu pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat miskin agar

tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien.

Dengan melaksanakannya melalui penerapan standar pelayanan kesehatan

dengan bimbingan teknis teratur dan berkesinambungan baik di puskesmas

maupun rumah sakit dengan akreditasi. Yang dimaksud dengan akreditasi

adalah pengaturan formal kepada suatu lembaga untuk melaksanakan kegiatan.

2. Secara praktis.

Diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan dan

pengelola program Askeskin dalam melakukan pembatasan pembatasan

pelayanan kesehatan terhadap warga miskin sehingga tidak melanggar Undang

Undang Nomor 23 Tahun 1992 serta bermanfaat untuk:

a. Terselenggaranya pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin

sesuai standar dengan kendali mutu dan biaya.

b. Terselenggaranya sarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat

miskin di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baik

milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kontrak dengan

PT. Askes (Persero).

c. Terselenggaranya sarana pelayanan kesehatan yang tidak

mengadakan kontrak dengan PT. Askes (Persero) bagi masyarakat

miskin untuk kasus gawat darurat.

(17)

d. Terselenggaranya pelayanan kesehatan dengan konsep pelayanan

dokter keluarga, konsep pelayanan rujukan, konsep pelayanan

wilayah.

(18)

BAB II

KERANGKA PEMIKIRAN

A. PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN YANG IDEAL

1. Negara Kesejahteraan dan Perlindungan Sosial di Bidang Kesehatan

Negara kesejahteraan dapat dimaknai berdasarkan arti yang dikandung

oleh kata kesejahteraan itu sendiri. Setidaknya terdapat empat arti yang

dikandung oleh kata kesejahteraan, yaitu: (1) kondisi sejahtera (well-being), yaitu

terpenuhinya kebutuhan material dan non-material masyarakat. Kondisi sejahtera

baru terjadi jika kehidupan manusia itu aman dan bahagia akibat dari

terpenuhinya kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal

dan pendapatan; (2) pelayanan sosial yang mecakup lima bentuk pelayanan:

jaminan sosial (social security), pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan,

dan pelayanan sosial personal (personal social services); (3) tunjangan sosial;

(4) proses atau usaha terencana yang dilakukan oleh perorangan,

lembaga-lembaga sosial maupun badan-badan pemerintah untuk meningkatkan kualitas

kehidupan melalui pemberian pelayanan sosial dan tunjangan sosial.1

Berdasarkan empat arti kesejahteraan di atas, negara kesejahteraan

(welfare state) dapat disebut sebagai sebuah model pembangunan yang

difokuskan pada peningkatan kesejahteraan melalui pemberian peran yang lebih

penting kepada negara dalam memberikan pelayanan sosial secara universal

dan komprehensif kepada warganya. Negara kesejahteraan merujuk pada peran

pemerintah yang responsif dalam mengelola dan mengorganisasikan

perekonomian sehingga mampu menjalankan tanggung-jawabnya untuk

1

Lihat Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis

Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerja Sosial, RefikaAditama, Bandung, 2005, hlm. 40-41.

(19)

menjamin ketersediaan pelayanan kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu

bagi warganya.

Ini berarti, negara kesejahteraan dipandang sebagai bentuk keterlibatan

negara dalam memajukan kesejahteraan. Negara kesejahteraan ditujukan untuk

menyediakan pelayanan-pelayanan sosial bagi seluruh penduduk (orang tua,

dan anak, pria dan wanita, kaya dan miskin) sebaik dan sedapat mungkin, ia

berupaya untuk mengintegrasikan sistem sumber dan menyelenggarakan

jaringan pelayanan yang dapat memelihara dan meningkatkan kualitas hidup

warga negara secara adil dan berkelanjutan. Di samping itu, negara

kesejahteraan difokuskan pada penyelenggaraan sistem perlindungan sosial

yang melembaga bagi setiap orang sebagai cerminan dari adanya hak kewarga

negara di satu pihak, dan kewajiban negara di pihak lain. Dengan demikian

negara kesejahteraan sangat erat kaitannya dengan kebijakan sosial yang di

banyak negara mencakup strategi dan upaya-upaya pemerintah dalam

meningkatkan kesejahteraan warganya, terutama melalui perlindungan sosial.

Perlindungan sosial tersebut mencakup jaminan sosial (baik berbentuk

bantuan sosial dan asuransi sosial), maupun jaring pengaman sosial (social

safety nets). Dalam konteks ini, negara memperlakukan penerapan kebijakan

sosial sebagai "penganugrahan hak-hak sosial (granting of social right) kepada

warganya. Semua perlindungan sosial yang dibangun dan didukung negara

tersebut sebenarnya dibiayai oleh masyarakatnya melalui produktifitas ekonomi

yang semakin makmur dan merata, sistem perpajakan dan asuransi serta

infestasi sumber daya manusia (human investment) yang terencana dan

terlembaga. Dengan demikian perlindungan sosial dapat dipahami sebagai

segala inisiatif baik yang dilakukan pemerintah, sektor swasta maupun

masyarakat yang bertujuan untuk menyediakan transfer pendapatan atau

(20)

konsumsi pada orang miskin, melindungi kelompok rentan terhadap resiko-resiko

penghidupan (livelihood) dan menigkatkan status dan hak sosial

kelompok-kelompok yang terpinggirkan di dalam suatu masyarakat.2

Paling tidak ada lima jenis perlindungan sosial yang lazimnya

diselenggarakan dalam suatu negara, yaitu: (1) kebijakan pasar kerja (labour

market policies); (2) bantuan sosial (social assistence); (3) asuransi sosial (social

insurance); (4) jaring pengaman sosial berbasis masyarakat (cummnity-based

social safety nets); dan (5) perlindungan anak.3

Dalam bidang kesehatan, jenis sering diselenggarakan, yakni asuransi

sosial (social insurance). Asuransi sosial (social insurance), secara umumhanya

diberikan kepada peserta sesuai dengan kontribusinya berupa premi yang

dibayarkannya. Asuransi kesehatan, asuransi, tenaga kerja, asuransi kecelakaan

kerja, asuransi kecacatan, asuransi hari tua, pensiun, dan kematian adalah

beberapa bentuk asuransi sosial yang banyak diterapkan dibanyak negara.

2. Hak Masyarakat Untuk Hidup Sehat Sebagai Latar Belakang Munculnya Jamkesmas

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

disebutkan bahwa Tujuan Nasional Bangsa Indonesia adalah melindungi

segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut diselenggarakan

program pembangunan nasional secara menyeluruh dan berkesinambungan.

Pembangunan Kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional tersebut,

2

Lihat A. Muchaddam Fahham, Perlindungan Sosial dalam “Info Singkat Kesejahteraan Sosial”

Vol I, Maret 2009, Sekjen DPR RI, hlm. 2.

3

Ibid.

(21)

yang tujuannya ialah agar setiap orang dalam wilayah Negara Republik

Indonesia dapat memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya serta

mampu untuk berperilaku sehat, sehingga setiap orang dapat melaksanakan

fungsi, tugas dan kewajibannya sebagai warganegara secara optimal.

Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-undang nomor 36

tahun 2009 tentang Kesehatan, serta Konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia

(WHO, 1948) dinyatakan bahwa kesehatan adalah hak fundamental setiap

penduduk. Karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak

memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya dan Negara bertanggung

jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya. Atau dengan

kata lain konstitusi dan undang-undang yang ada di Negara ini menjamin

pemerataan pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk

masyarakat miskin dan tidak mampu.

Kenyataan yang terjadi, derajat kesehatan masyarakat miskin masih

rendah, hal ini tergambarkan dari angka kematian bayi kelompok masyarakat

miskin tiga setengah sampai empat kali lebih rendah dari kelompok masyarakat

tidak miskin. Masyarakat miskin biasanya rentan terhdap penyakit dan rentan

terhadap penularan penyakit karena berbagai kondisi sperti kurangnya

kebersihan lingkungan, rumah yang berhimpitan, perilaku hidup bersih yang

belum membudaya, pengetahuan dan pendidikan tentang kesehatan yang masih

rendah. Derajat kesehatan masyarakat miskin berdasdarkan indikator Angka

Kematian (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI), masih cukup tinggi, yaitu AKB

sebesar 26,9 per 1.000 kelahiran hidup dan AKI sebesar 284 per 100.000

kelahiran hidup dan Umur Harapan Hidup 70,5 tahun.

Derajat kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah diakibatkan

karena sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan yang dipengaruhi berbagai

(22)

faktor seperti mahalnya biaya kesehatan. Berbagai faktor yang berpertan

terhadap meningkatnya biaya kesehatan diantaranya adalah perubahan pola

penyakit, perkembangan teknologi kesehatan dan kedokteran, pola pembiayaan

kesehatan berbasis pembayaran out of pocket, kondisi geografis yang sulit

menjangkau sarana kesehatan. Derajat kesehatan yang rendah berpengaruh

terhadap menurunnya produktifitas kerja sehingga akhirnya menjadi beban

negara.

Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan

sebagaimana diamanatkan UUD 1945, sejak awal Agenda 100 hari

Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu telah berupaya untuk mengatasi

hambatan dan kendala tersebut melalui pelaksanaan kebijakan Program

Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin. Program ini diselenggarakan oleh

Departemen Kesehatan melalui penugasan kepada PT Askes (Persero)

berdasarkan SK nomor 1241/Menkes/SK/XI/2004, tentang penugasan PT Askes

(Persero) dalam pengelolaan program pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat

miskin.

Program ini telah berjalan memasuki tahun keempat dan telah hasil dan

bukti yang dicapai yaitu terjadinya peningkatan yang signifikan penggunaan

program ini dari tahun ke tahun oleh masyrakat miskin dan pemerintah telah

meningkatkan jumlah masyarakat yang dijamin maupun pendanaannya.

Namun terdapat permasalahan-permasalahan yang perlu dibenahi seperti

kepesertaan yang belum tuntas, peran fungsi ganda sebagai pengelola,

verifikator dan sekaligus pembayar atas pelayanan kesehatn, verifikasi belu

berjalan dengan optimal, kendala dalam kecepatan pembayaran, kurangnya

pengendalian biaya, penyelenggara tidak menanggung resiko.

(23)

Atas dasar pertimbangan untuk pengendalian biaya kesehatan,

peningkatan mutu, transparansi dan akuntabilitas, dilakukan perubahan

pengelolaan program Jaminan Kesehatan Masyarakat miskin pada tahun 2008.

Perubahan mekanisme yang mendasar adalah adanya pemisahan peran

pembayar dengan verifikator melalui penyaluran dana langsung ke Pemberi

Pelayanan Kesehatan (PPK) dari Kas Negara, penggunaan tarif paket Jaminan

Kesehatan Masyarakat di rumah sakit, penempatan pelaksana verifikasi di

settiap rumah sakit, pembentukan Tim Pengelola dan Tim Koordinasi di tingkat

Pusat, Propinsi, dan Kabupaten/Kota serta penugasan PT Askes (Persero)

dalam menejemen kepesertaan.

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penjaminan terhadap

masyarakat miskin yang meliputi sangat miskin, miskin, dan mendekati miskin,

program ini berganti nama menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat yang disebut

JAMKESMAS dengan tidak ada perubahan jumlah sasaran dan diatur dalam

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 125/Menkes/SK/II/2008 tentang Pedoman

Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat ( JAMKESMAS ) Tahun

2008.

3. Tinjauan Umum Tentang Upaya Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan Dalam Sistem Kesehatan Nasional

Agar proses pembangunan kesehatan tersebut dapat berjalan secara

berhasil-guna dan berdaya-guna, penyelenggaraan pembangunan kesehatan ini

disusun dalam suatu sistem yang dinamakan Sistem Kesehatan Nasional atau

dikenal sebagai SKN. SKN pada hakekatnya adalah suatu tatanan yang

menghimpun seluruh potensi bangsa utuk mewujudkan penyelenggaraan

pembangunan kesehatan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

(24)

Landasan idiil dan konstitusionil SKN adalah Pancasila dan UUD 1945,

dan prinsip dasar dari SKN adalah bahwa penyelenggaraan pembangunan

kesehatan selalu dilaksanakan dengan memperhatikan norma, nilai dan aturan

pokok yang bersumber dari falsafah dan budaya bangsa Indonesia.4

Dalam perkembangannya, sejalan dengan perubahan-perubahan yang

terjadi pada berbagai aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara di tanah

air, maka secara dinamis telah terjadi perubahan orientasi, baik dalam tata nilai,

maupun dalam berbagai pemikiran, termasuk pemikiran-pemikiran yang

berkembang di bidang kesehatan. Terutama disini dikembangkan pemikiran

terkait upaya pemecahan masalah di bidang kesehatan yang dipengaruhi oleh

politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan serta ilmu pengetahuan

dan teknologi.

Perubahan-perubahan dalam orientasi tersebut diatas dengan sendirinya

akan mempengaruhi pula proses penyelenggaraan pembangunan kesehatan

dari masa ke masa. Sebagai suatu tatanan, wujud dan metode dari

pembangunan kesehatan Nasional, maka SKN dituntut supaya tetap dapat

mengantisipasi berbagai tantangan dan perubahan yang terjadi dalam

masyarakat baik regional maupun global. Dalam perjalanannya selama ini SKN

telah mengalami beberapa kali revisi, yang terakhir dan saat ini berlaku adalah

SKN Tahun 2004, yang diberlakukan melalui Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor: 131/Menkes/SK/II/2004 Tentang Sistem Kesehatan

Nasional, tanggal 10 Februari 2004 .

Revisi SKN yang terakhir ini telah disesuaikan dengan suasana dan alam

otonomi daerah yang dicanangkan melalui pemberlakuan Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang

4

Lihat Departemen Kesehatan RI: Sistem Kesehatan Nasional 2004, hlm 14-15.

(25)

Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah 5. Dengan adanya otonomi daerah tersebut maka pemerintah daerah Kabupaten

dan Kota di seluruh Indonesia berkewajiban untuk menangani masalah-masalah

kesehatan di wilayahnya masing-masing. Karena itu di setiap daerah Kabupaten

dan Kota harus diimplementasikan pula tatanan, wujud dan metode pelaksanaan

pembangunan kesehatan di daerah masing-masing yang konsisten dengan SKN

tersebut diatas. Semua aspek penyelenggaraan upaya kesehatan termasuk

dukungan dana, sumberdaya manusia kesehatan, dan obat-obatan, serta

manajemennya, sepenuhnya menjadi tanggung-jawab pemerintah daerah

Kabupaten/Kota bersangkutan.

Dalam acuan SKN ini, disebutkan bahwa untuk mencapai tujuan

pembangunan kesehatan tersebut, yang harus dilaksanakan adalah pemerataan

pelayananan yang didalam SKN dijabarkan sebagai: “penyelenggaraan upaya

kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat secara

adil dan merata baik geografis maupun ekonomis “ 6.

Menurut acuan SKN ini, jelas bahwa pemerataan pelayanan harus

mencakup mutu pelayanan yang optimal, setara dan dapat diakses oleh setiap

orang termasuk masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh wilayah hukum

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi indikator pemerataan ialah :

a) Tersedianya pelayanan kesehatan yang bermutu (quality) bagi setiap orang

tanpa memandang status sosial dan ekonominya

b) Pelayanan itu dapat dicapai (accesible), artinya keberadaan dan lokasi

sarana pelayanan mudah untuk dicapai oleh setiap orang yang

membutuhkannya.

5

Belakangan kedua Undang-undang ini dirobah menajdi UU No 32/2004 dan No 33 /2004

6

Lihat : Departemen Kesehatan RI, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta , 2004, hal 15

(26)

c) Pelayanan yang diberikan harus dapat diperoleh setiap orang dengan biaya

yang terjangkau (affordable), sesuai kemampuan ekonomi masyarakat

pengguna jasa pelayanan

Tentang indikator mutu pelayanan sangat subjektif, karena tergantung

dari sisi mana melihatnya.

a) Pasien melihatnya dari kepuasan yang dapat diperoleh dari aspek kecepatan

pelayanan, keramahan petugas, ketepatan diagnosa dan pengobatan, serta

kecepatan kesembuhan

b) Provider (pemberi pelayanan) melihat dari aspek kelengkapan prasarana dan

peralatan kedokteran yang dibutuhkan, ketersediaan prosedur pelayanan

yang secara medis dapat dipertanggung jawabkan, derajat kebebasan

profesional yang seluas-luasnya untuk menjalankan prosedur tersebut, serta

hasil dari prosedur yang dikerjakan

c) Pemerintah melihatnya dari aspek efektifitas dan efisiensi biaya, tercapainya

target derajat kesehatan yang diinginkan, serta tidak adanya keluhan dari

masyarakat (zero complaint)

Menurut konsep organisasi kesehatan dunia, World Healt Organisation

(WHO), kesehatan adalah suatu kondisi sejahtera dilihat dari aspek jasmani

(lahir) dan aspek rohani (moril) serta sejahtera dilihat dari aspek ekonomi. Maka

berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan upaya kesehatan adalah

setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau swasta serta

masyarakat secara terpadu dan saling mendukung, untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya

masalah kesehatan, guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat

yang setinggi-tingginya. Upaya kesehatan dapat dipandang sebagai bagian

integral dari sistem kesehatan, yang bertujuan untuk mewujudkan

(27)

terselenggaranya pelayanan kesehatan yang tercapai (accessible), terjangkau

(affordable) dan bermutu (quality) untuk terjamin terselenggaranya pembangunan

kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya.

Menurut UU Kesehatan no 36 tahun 2009 pasal 1, yang dimaksud

dengan pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/ atau

serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebig mengutamakan kegiatan

yang bersifat promosi kesehatan. Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu

kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/ penyakit. Pelayanan

kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/ atau serangkaian kegiatan

pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan

penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian

kecacatan agar kualitas hidup penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.

Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah suatu kegiatan dan/ atau serangkaian

kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga

dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya

dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya.

Upaya kesehatan dilihat dari pengorganisasian dan sasaran

pelayanannya, terdiri dari dua unsur utama, yakni upaya kesehatan masyarakat

(UKM) dan upaya kesehatan perorangan (UKP). Masing-masing upaya

kesehatan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dilihat dari sasaran dan

fasilitas serta penyelenggara upaya kesehatan dimaksud. Uraian singkat

masing-masing dapat disimak sebagai berikut:

1) UKM adalah setiap kegiatan yang lebih fokus pada upaya untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan

menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. UKM

(28)

mencakup upaya-upaya promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan,

pemberantasan penyakit menular, kesehatan jiwa, pengendalian penyakit

tidak menular, penyehatan lingkungan dan penyediaan sanitasi dasar,

perbaikan gizi masyarakat, pengamanan sadiaan farmasi dan alat

kesehatan, pengamanan penggunaan zat aditif (bahan tambahan

makanan)dalam makanan dan minuman. Pengamanan narkotika,

psikotropika, zat aditif dan bahan berbahaya, serta penanggulangan

bencana dan bantuan kemanusiaan;

2) UKP adalah setiap kegiatan yang lebih fokus diarahkan untuk memelihara

dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menyembuhkan

penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan. UKP mencakup

upaya-upaya promosi kesehatan, pencegah penyakit, pengobatan rawat

jalan, pengobatan rawat inap, pembatasan dan pemulihan kecacatan

yang ditunjukan terhadap perorangan. Dalam UKP juga termasuk

pengobatan teradisional dan alternatif serta pelayanan kebugaran fisik

dan kosmetika.

Kedua upaya kesehatan tersebut bersinergi dan dilengkapi dengan

berbagai upaya kesehatan penunjang. Upaya penunjang untuk UKM antara lain

adalah pelayanan laboratorium kesehatan masyarakat dan pelayanan sediaan

farmasi, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan lainnya. Sedangkan upaya

penunjang untuk UKP antara lain adalah pelayanan laboratorium klinik, apotek,

optik dan toko obat.

Upaya Kesehatan Masyarakat berdasarkan jenis dan tingkat layanan yang

diberikan dapat dibedakan kedalam tiga strata, yaitu :Upaya kesehatan strata

pertama, yang memberikan jasa layanan tingkat dasar; Upaya kesehatan strata

(29)

kedua, yaitu jasa layanan kesehatan tingkat lanjutan; Upaya kesehatan strata

ketiga, yaitu jasa layanan kesehatan subspesialistik. Ketiga strara upaya

kesehatan tersebut masing-masing diuraikan secara singkat sebagai berikut:

1) UKM Strata Pertama adalah UKM tingkat dasar, ditunjukan kepada

masyarakat. Ujung tombak penyelenggaraan UKM strata pertama adalah

Puskesmas yang didukung secara lintas sektoral dan didirikan

sekurang-kurangnya satu buah disetiap kecamatan. Puskesmas bertanggung jawab

atas masalah kesehatan wilayah kerjanya, sehingga Puskemas berfungsi

sebagai : (1) pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan; (2)

pusat pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan; dan (3) pusat

pelayanan kesehatan tingkat dasar;

2) UKM strata Kedua adalah UKM Tingkat lanjutan, yaitu yang

mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik

yang ditunjukan kepada masyarakat. Penanggung jawab UKM strata

kedua adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang didukung secara

lintas sektoral. Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota mempunyai fungsi

utama, yakni fungsi manajeral dan fungsi teknis kesehatan. Fungsi

manajeral dan pertanggungjawaban penyeleng-garaan di tingkat

Kabupaten / Kota. Fungsi teknis kesehatan mencakup penyediaan

pelayanan kesehatan masyarakat tingkat lanjutan, yakni dalam rangka

melayani kebutuhan rujukan Puskesmas;

3) UKM strata Ketiga adalah UKM Tingkat Unggulan, yaitu upaya

kesehatan subspesialistik yang ditunjukan kepada masyarakat.

Penanggung jawab UKM strata tiga adalah Dinas Kesehatan Provinsi dan

Departemen Kesehatan yang didukung secara lintas sektoral. Dinas

Kesehatan Provinsi dan Departemen Kesehatan mempunyai dua fungsi,

(30)

yakni fungsi manajerial dan fungsi teknis kesehatan. Fungsi manajerial

mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta

pengawasan dan pertanggung jawaban penyelenggaraan pembangunan

kesehatan di provinsi/ nasional. Fungsi teknis kesehatan mencakup

penyediaan pelayanan kesehatan masyarakat tingkat unggulan, yakni

dalam rangka melayani kebutuhan rujukan dari kabupaten/ kota Provinsi.

Sama halnya dengan upaya kesehatan masyarakat, yang bobot

layanannya difokuskan pada masyarakat, Upaya Kesehatan Perorangan (UKP),

yang bobot layanannya difokuskan pada perorangan dapat distratifikasi kedalam

tiga strata yaitu:

1) UKP strata Pertama adalah UKP tingkat dasar, yaitu upaya kesehatan

dasar yang ditujukan kepada perorangan. Penyelenggaraan UKP strata

pertama adalah pemerintah, masyarakat dan swasta diwujudkan melalui

berbagai bentuk pelayanan profesional, seperti praktik bidan, praktik

perawat, praktik dokter, praktik dokter gigi, poliklinik, balai pengobatan,

praktik dokter/ klinik 24 jam, praktik bersama dan rumah bersalin.

Penyelenggaraan UKP strata pertama oleh pemerintah juga

diselenggarakan oleh Puskesmas. Dengan demikian Puskesmas memiliki

dua fungsi pelayanan yakni pelayanan kesehatan masyarakat dan

pelayanan kesehatan perorangan;

2) UKP strata Kedua adalah UKP tingkat lanjutan, yaitu upaya kesehatan

spesialistik yang ditunjukan kepada perorangan. Penyelenggaraan UKP

strata kedua adalah pemerintah, masyarakat dan swasta yang

diwujudkan dalam bentuk praktik dokter spesialis, praktik dokter gigi

spesialis, balai pengobatan penyakit paru-paru (BP4), balai kesehatan

mata masyarakat (BKMM), balai kesehatan jiwa masyarakat (BKJM),

(31)

rumah sakit kelas C dan B non pendidikan milik pemerintah (termasuk

TNI/POLRI dan BUMN) dan rumah sakit swasta;

3) UKP strata Ketiga adalah UKP tingkat Unggulan, yaitu upaya kesehatan

yang subspesialistik yang ditunjukan kepada perorangan.

Penyelenggaraan UKP strata ketiga adalah pemerintah, masyarakat dan

swasta yang diwujudkan dalam bentuk praktik dokter spesialis konsultan,

praktik dokter gigi spesialis konsultan, klinik spesialis konsultan, rumah

sakit kelas B pendidikan dan kelas A milik pemerintah, serta rumah sakit

khusus dan rumah sakit swasta. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan

mengacu pada prinsip-prinsip yang telah ditetapkan berdasarkan pada

acuan sistem kesehatan nasional diselenggarakan oleh pemerintah

dengan peran aktif masyarakat dan swasta.

Pelayanan kesehatan (health care services) merupakan salah satu upaya

yang dapat dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan, baik perseorangan,

maupun kelompok atau masyarakat secara keseluruhan. Menurut Lavey dan

Loomba, bahwa yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan ialah setiap upaya

baik yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi

untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan, mencegah penyakit dan

mengobati penyakit, serta memulihkan kesehatan yang ditujukan, baik terhadap

perseorangan, kelompok ataupun masyarakat.7 Dari pengertian tersebut terkandung pengertian pelayanan kesehatan yang luas, yaitu mencakup

mencakup berbagai tindakan seperti preventif, kuratif, promotif dan rehabilitatif,

baik yang dilakukan oleh perseorangan maupun dalam suatu organisasi,

begitupun ditujukan kepada masyarakat ataupun perseorangan.

7

Veronica Komalawati, Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik, Citra Aditya

Bakti, Bandung, 1999, hlm. 77.

(32)

4. Sistem Jaminan Sosial Nasional di Bidang Kesehatan

Menurut Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dalam

Pasal 1 butir (15) disebutkan bahwa: “Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Masyarakat (JPKM) adalah suatu cara penyelenggaraan pemeliharaan

kesehatan yang paripurna berdasarkan azas usaha bersama dan kekeluargaan,

yang berkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin serta pembiayaan yang

dilaksanakan secara praupaya”. Tujuan JPKM itu sendiri tidak lain adalah

terwujudnya pemeliharaan kesehatan paripurna yang bermutu, merata,

berkesinambungan dan dengan biaya yang terkendali. Jadi prinsip-prinsip equity,

efficiency, quality dan sustainability yang secara global sudah disepakati sebagai

nilai-nilai universal dalam pelayanan kesehatan, adalah juga menjadi prinsip

JPKM 8 .

Sampai saat ini banyak orang berpendapat bahwa JPKM bukan asuransi.

Alasannya adalah: ”asuransi memberikan penggantian uang, sedangkan JPKM

tidak memberikan penggantian uang”. Hal ini tidak sepenuhnya benar karena

pada kenyataannya praktek asuransi kesehatan tidaklah selalu memberikan

penggantian uang. Dilihat dari aspek manfaat maka program jaminan sosial pada

dasarnya adalah sebuah program untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat,

dimana negara dan masyarakat secara bersama-sama ikut bertanggungjawab

pada penyelenggaraan program itu. Tujuannya adalah untuk memenuhi

kebutuhan dasar yang layak bagi pesertanya. Penyelenggaraannya didasarkan

kepada asas kemanusiaan, asas manfaat dan asas keadilan sosial.

Pelaksanaan kegiatannya dilakukan dengan bergotong royong, nirlaba,

kehati-hatian, akuntabel dan dengan pemanfaatan dana yang dikelola ditujukan kepada

sebesar-besarnya kepentingan anggota.

8

Yaslis Ilyas, Mengenai Asuransi Kesehatan, Penerbit Fakultas Kesehatan Masyarakat UI,

Jakarta, 2003, Cet Pertama, hal 166

(33)

Program jaminan sosial memang masih sangat perlu untuk lebih

dikembangkan di Indonesia, mengingat masih terbatasnya jenis maupun

cakupan kepesertaannya di masyarakat (kurang dari 20% penduduk). Sebagai

contoh di Indonesia belum ada jaminan pensiun dan jaminan kesehatan buat

lansia karena memang peraturan perundangannya belum ada. Akan tetapi

dimasa mendatang jika hal ini tidak dipikirkan, kelak bisa menjadi pemicu

timbulnya masalah sosial di tengah-tengah masyarakat9.

Terkait dengan keluarga miskin, secara nyata terlihat bahwa krisis

ekonomi yang melanda negeri ini, menyebabkan sebagian besar keluarga miskin

lebih memprioritaskan “survive” di bidang kebutuhan makanan dan

mengesampingkan aspek kesehatan. Mahalnya biaya untuk berobat, jauhnya

jarak yang harus ditempuh untuk menuju ke sarana pelayanan kesehatan milik

pemerintah, serta sulitnya transportasi di pelosok-pelosok pada sebagian besar

wilayah Indonesia, merupakan penyebab rendahnya akses masyarakat miskin

untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Mengingat bahwa hanya sekitar

kurang dari 20% penduduk Indonesia yang di-cover oleh program jaminan

kesehatan, jelas kondisi ini sangat memprihatinkan, karena akan berdampak

buruk kepada derajat kesehatan dan kesejahteraan generasi mendatang 10.

Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah positif dengan

menerbitkan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistim Jaminan

Sosial Nasional dimana Undang-undang tersebut menjadi landasan hukum yang

pasti dalam mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia dan

salah satu jaminan SJSN adalah jaminan kesehatan. Undang-undang yang terdiri

dari 9 Bab dan 53 pasal ini secara formal telah mengamanatkan kepada

pemerintah untuk melaksanakan hal-hal yang tertuang dalam pasal-pasal

9

Sulastomo, Sistem Jaminan Sosial Nasional, Yayasan Penerbit IDI, Jakarta , 2005, hal 1-3

10

ibid

(34)

Undang-undang ini. Dalam Bab I Pasal (1) Undang-undang ini antara lain

disebutkan :

1) Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak 2) Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan

program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial 3) Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat

wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya

4) Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi fakir misin dan orang tidak mampu sebagai peserta program jaminan sosial.

5) Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan pembayaran operasional penyelenggaraan program jaminan sosial

6) Manfaat adalah faedah jaminan sodial yang menjadi hak peserta dan/atau anggota keluarganya

7) Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta, pemberi kerja dan/atau Pemerintah.

Selanjutnya dalam Pasal (18) Undang-Undang ini juga disebutkan yang

termasuk kedalam Jenis Program Jaminan Sosial, meliputi :

1) Jaminan Kesehatan

2) Jaminan Kecelakaan kerja

3) Jaminan hari tua

4) Jaminan Pensiun

5) Jaminan Kematian

Pasal (19) sampai dengan Pasal (28) Undang-undang ini mencantumkan

secara rinci tentang hal-hal terkait Jaminan Kesehatan yang diatur/harus diatur

sesuai peraturan perundangan.

(35)

B. PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN MELALUI PROGRAM JAMKESMAS

1. Landasan Hukum Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin Melalui Program Jamkesmas

Peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum

penyelenggaraan program jaminan kesehatan masyarakat miskin, antara lain:

1. Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) sebagaimana dijabarkan pada :

a. Pasal 28 H butir (1) menyatakan bahwa :

"Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat

tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat

serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan".

b. Pasal 34 butir (1) menyatakan bahwa :

"Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara".

c. Pasal 34 butir (2) menyatakan bahwa :

"Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat

dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu

sesuai dengan marabat kemanusiaan".

d. Pasal 34 butir (3) menyatakan bahwa :

"Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan

kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak".

2. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (UUK sebagai berikut :

a. Pasal 4 menyatakan bahwa :

"Setiap orang berhak atas kesehatan".

b. Pasal 5 butir (1)menyatakan bahwa :

"Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam akses atas sumber

daya di bidang kesehatan”

(36)

c. Pasal 5 butir (2)menyatakan bahwa :

Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan

kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.

d. Pasal 5 butir (3)menyatakan bahwa :

“Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab

menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi

dirinya.”

e. Pasal 46 menyatakan bahwa :

“Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi

masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan

menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya

kesehatan masyarakat”

f. Pasal 49 butir (1) menyatakan bahwa :

“Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat bertanggung jawab

atas penyelenggaraan upaya kesehatan.”

g. Pasal 50 butir (1) menyatakan bahwa:

“Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab

meningkatkan dan mengembangkan upaya kesehatan”

h. Pasal 54 butir (1) menyatakan bahwa :

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara

bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan non

diskriminatif

i. Pasal 54 butir (2)

Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas

penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1)

(37)

j. Pasal 62 butir (3) menyatakan bahwa :

"Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin dan menyediakan

fasilitas untuk kelangsungan upaya peningkatan kesehatan dan

pencegahan penyakit".

k. Pasal 167 butir (1) menyatakan bahwa :

"Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat melalui pengelolaan administrasi kesehatan, informasi kesehatan, sumber daya kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, peran serta dan pemberdayaan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, serta pengaturan hukum kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya".

l. Pasal 170 butir (3) menyatakan bahwa :

"Sumber pembiayaan kesehatan berasal dari pemerintah, pemerintah

daerah, masyarakat, swasta dan sumber lain".

3. Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional, sebagai berikut :

a. Pasal 2 menyatakan bahwa :

"Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas

kemanusiaan, asas manfaat dan asas keadilan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia."

b. Pasal 17 butir (4) menyatakan bahwa

"Iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak

mampu dibayar oleh Pemerintah".

c. Pasal 19 menyatakan bahwa :

"Jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin diselenggarakan secara

nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial".

(38)

4. Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara

5. Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara

6. Undang-undang nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan

Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

7. Undang-undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran

8. Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 8 tahun 2005

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah

9. Undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah

10. Undang-undang nomor 45 tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan

Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008

11. Peraturan pemerintah nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

12. Peraturan pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan Antar Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, Dan

Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota

13. Peraturan pemerintah nomor 41 tahun 2007 tentang oraganisasi

Perangkat Daerah

14. Peraturan presiden nomor 9 tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas,

Fungsi, Susunan Oraganisasi Dan Tata Kerja Kementrian Negara

Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah terakhir dengan peraturan

presiden nomor 94 tahun 2006

15. Peraturan menteri kesehatan nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang

Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Kesehatan

(39)

Agar JPK-MM dapat terselenggara dengan baik dengan kualitas yang

terjaga dan biaya yang terkendali perlu adanya suatu ikatan kerja berupa

kontrak. Kontrak tersebut dilakukan antara PT. Askes (Persero) dengan Pemberi

Pelayan Kesehatan (PPK). PT. Askes (Persero) diberi tugas sebagai Pengelola

JPK-MM, sehingga menempatkan PT. Askes (Persero) sebagai Badan Pengelola

tunggal. Secara sepintas tampaknya hal ini tidak menjadi masalah. Namun bila

dikaji lebih seksama hal demikian tidak sejalan dengan UU SJSN. Ketidak

sejalanan ini terdapat dalam Pasal 5 UU SJSN disebutkan bahwa:

"Penyelenggaraan program jaminan sosial diselenggarakan oleh beberapa badan penyelenggara dan badan penyelenggara yang telah ada dinyatakan sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menurut undang-undang, seperti: Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN) serta Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI), bahkan bila diperlukan dibentuk badan baru sesuai dengan ketentuan undang-undang".

Batasan asuransi menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

(KUHD) Pasal 246 menyebutkan bahwa :

"Pertanggungan adalah perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen".

Sedangkan asuransi menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992

tentang Usaha Perasuransian Pasal 2 butir (1) menyebutkan bahwa :

"Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum pada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan sesuatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan".

(40)

Dari pengertian di atas, dapat diketahui bahwa asuransi merupakan suatu

mekanisme untuk mengalihkan risiko. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI). Risiko diartikan sebagai akibat yang kurang menyenangkan (merugikan,

membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan yang dapat terjadi baik

secara internal oleh manusia itu sendiri atau secara eksternal oleh keadaan di

luar kekuasaan manusia. Dalam bahasa Indonesia tidak dikenal adanya akar

kata risiko. Risiko berasal dari terjemahan bahasa Inggris risk, yang berkaitan

dengan rizk dalam bahasa Arab dan rejeki dalam bahasa Indonesia. Risiko/ risk

mempunyai aspek ketidak pastian, demikian juga dengan rejeki, karena

keterkaitan dengan takdir, di mana risiko/risk mempunyai arti sesuatu yang tidak

diharapkan seperti merugikan, mencelakakan sedangkan rejeki mempunyai arti

pengharapan atau sesuatu yang mendatangkan kebaikan atau sesuatu yang

diharapkan. Ditinjau dari aspek ekonomi dapat berdampak kerugian, di mana

kerugian secara materiil dapat atau tidak dapat di nilai dengan uang, dan juga

tidak terlepas dari unsur keterkaitan dengan takdir, seperti menurut Gunanto

sebagaimana dikutip oleh Man Suparman Sastrawidjaja, disebutkan bahwa:

“Risiko ialah kemungkinan terjadinya suatu kerugian yang mempunyai sifat dapat dinilai dengan uang seperti yang berkaitan dengan harta benda dan yang tidak dapat dinilai dengan uang seperti jiwa manusia, kesehatan, keselamatan, atau batalnya seluruh atau sebagian dari suatu keuntungan yang semula diharapkan, karena suatu kejadian di luar kuasa manusia, kesalahan sendiri atau perbuatan manusia lain.”

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa risiko dapat dialihkan

ke dalam asuransi, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua risiko dapat

diasuransikan, karena harus mempunyai beberapa persyaratan seperti yang

disebutkan oleh Hasbullah Thabrany sebagai berikut :

(41)

1. Risiko harus bersifat murni, tidak ada unsur kesengajaan, seperti orang

menderita sakit kanker atau jantung,; karena pada kasus ini penderita

tidak pernah berharap menderita sakit demikian.

2. Risiko harus definitif, artinya risiko dapat ditentukan secara pasti

kejadiannya, seperti sakit atau meninggal dunia ditetapkan dengan surat

keterangan dokter, kecelakaan lalu lintas ditetapkan dengan surat

keterangan polisi, dan lain-lain.

3. Risiko harus bersifat statis, artinya mempunyai kemungkinan kejadiannya

relatif statis atau konstan tanpa dipengaruhi oleh perubahan politik atau

ekonomi suatu negara, seperti terserang penyakit kanker.

4. Risiko berdampak finansial, karena adanya kontribusi yang berupa premi,

seperti seseorang kecelakaan lalu-lintas yang berdampak

finansial berupa biaya perawatan, kecacatan atau kematian.

5. Risiko harus measurable atau quantifiable, artinya besaran kerugian

finansial dapat diketahui dan dapat ditetapkan jumlahnya, seperti

membutuhkan biaya perawatan dengan besaran tertentu yang

merupakan syarat alur asuransi berjalan atau dalam asuransi jiwa

terdapat kesepakatan besaran premi yang harus dibayar.

6. Ukuran risiko harus besar, di mana dalam asuransi kesehatan adalah

menjamin pelayanan kesehatan secara komprehensif yang merupakan

kombinasi penurunan risiko dan pengalihan risiko.

Jadi asuransi merupakan suatu bentuk pengalihan risiko perorangan

menjadi risiko kelompok atau suatu mekanisme pengalihan dari yang tidak pasti

menjadi sesuatu yang pasti. Keadaan sehat atau menjadi sehat saat ini terutama

bagi masyarakat miskin merupakan sesuatu yang sangat mahal karena

pembiayaan pelayanan kesehatan sendiri merupakan pembiayaan yang syarat

(42)

dengan padat modal, padat karya dan padat teknologi. Dengan adanya asuransi

maka hal ini menjadi lebih ringan terutama bagi masyarakat miskin dalam

menghadapi risiko yaitu sakit, karena adanya pengalihan risiko dari perorangan

menjadi risiko kelompok yang dapat diperhitungkan.

Pengalihan risiko perorangan menjadi risiko kelompok merupakan prinsip

berasaskan gotong-royong. Dalam KBBI disebutkan gotong royong adalah

bekerja bersama-sama (tolong-menolong, bantu membantu), sehingga dalam

gotong royong terdapat unsur bantu membantu dan tolong-menolong, di mana

peserta yang sehat membantu peserta yang sakit dan peserta yang berisiko

rendah akan membantu peserta yang berisiko tinggi, sehingga terjadi subsidi

silang yang akan meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan bagi

masyarakat miskin.

Menurut Saleh Adiwinata yang dikutip oleh Man Suparman Sastrawidjaja

menyebutkan bahwa dalam asuransi tercermin adanya suatu kerjasama/ tolong

menolong/ kegotong royongan yang baik antara sekelompok orang yang

mempunyai kepentingan bersama dan bersama-sama memelihara kepentingan

masing-masing terhadap malapetaka yang mengancam mereka sewaktu-waktu.

Prinsip kegotong-royongan ini diharapkan dapat menumbuhkan

kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Berdasarkan Pasal 2 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang

Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial disebutkan bahwa :

"Kesejahteraan Sosial" adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir bathin, yang memungkinkan bagi setiap warganegara yang mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila".

(43)

Sebagaimana telah disebutkan di atas, pelaksanaan JPK-MM dilakukan

berdasarkan asuransi. Penyelenggaranya adalah PT. Askes (Persero) yang

secara teoritis disebut sebagai asuransi sosial. Asuransi sosial, merupakan suatu

jenis jaminan sosial yang mempergunakan prinsip, ketentuan dan metode

asuransi. Dengan demikian dalam memandang asuransi sosial harus ditinjau dari

dua sisi, yaitu sebagai jaminan sosial dan sebagai asuransi. Ditinjau dari sudut

asuransi, dasar hukum dari asuransi sosial adalah ketentuan asuransi pada

umumnya, sehingga terdapat persamaan antara ketentuan asuransi sosial dan

ketentuan asuransi pada umumnya. Karena asuransi sosial juga mempunyai sifat

sebagai jaminan sosial maka terdapat kemungkinan terjadi ketentuan yang

menyimpang dari ketentuan asuransi pada umumnya.

Dalam perjanjian asuransi terdapat pihak-pihak yang mengadakan perikatan,

yaitu :

1. Peserta sebagai tertanggung yaitu masyarakat miskin dengan kriteria

yang ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

2. Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) sebagai suatu jaringan pelayanan

kesehatan yang teroganisir yaitu Puskesmas, Rumah Sakit Daerah

(RSD) dan Rumah Sakit (RS) swasta, dokter umum dan dokter spesialis,

dokter gigi dan dokter gigi spesialis, apotik laboratorium klinik baik

daerah maupun swasta, yang dapat memberikan pelayanan kesehatan

secara efektif dan efisien berupa pemeliharaan kesehatan yang

komprehensif.

3. Badan yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan JPK-MM, sebagai

penanggung, PT. Askes, berbentuk badan hukum, memiliki izin

(44)

operasional dan kepesertaan aktif, seperti yang disebutkan dalam UUK

Pasal 66 butir (3).

2. Tujuan dan Sasaran Jamkesmas

Tujuan yang ingin yang ingin dicapai dari penyelenggaraan Jamkesmas

tersebut dapat digolonglangkan ke dalam tujuan umum dan tujuan khusus.

Adapun yang menjadi tujuan umum dari penyelenggaraan Jamkesmas tersebut,

yakni meningkatkan akses dan pelayanan mutu pelayanan kesehatan terhadap

seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan

masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. Sementara itu yang menjadi

tujuan khususnya, yakni

a. Meningkatkan cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang

mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan

di rumah sakit;

b. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin;

c. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan

akuntabel.

Sedangkan sasaran dari penyelenggaraan Jamkesmas tersebut adalah

masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh Indonesia sejumlah 76,4 juta

jiwa, tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya.

3. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin Melalui Program Jamkesmas

Jamkesmas adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan

bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan secara

nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan

kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin.

Referensi

Dokumen terkait

Rincian perlakukan yang diteliti pada penelitian ini adalah posisi kayu pada batang pohon nangka (pangkal, tengah, ujung), kondisi kadar air (basah, kering udara, dan

Manfaat langsung merupakan faedah atau kegunaan yang terus dirasakan, baik oleh pemerintah, pemerintah daerah maupun masyarakat akibat adanya kegiatan pertambangan

Harga pokok produksi pakan ikan lele dihitung dengan menggunakan metode full costing dimana pada metode ini perhitungan harga pokok produksi dilakukan

Selain dari pada hal tersebut juga mengingat mandat Kemen Desa PDTT tidak terkait Pemerintahan Desa, maka ukuran kapasitas pemerintah desa dan kinerjanya terhadap pelaksanaan

DIKI ADITIYA NOVIANTO. EFEKTIVITAS KERJA PEGAWAI DI DINAS LALU LINTAS ANGKUTAN JALAN KOTA SURAKARTA. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilandasi

Selain dapat mengidentifikasikan daerah-daerah yang mampu menjadi ladang angin, peta ini juga menjadi data dasar perhitungan untuk melakukan studi kelayakan potensi energi angin

Tidak hanya gebyok, saya mendapatkan banyak mendengar cerita dari "arga mengenai cerita kali 1engek, maupun cerita tokoh!tokoh yang kini makamnya berada di

Berangkat dari pemikiran tersebut, dikaitkan dengan kondisi rill sementara Aparat Desa Tempang III, Kecamatan Langowan Utara, Kabupaten Minahasa sebagai tempat penelitian