• Tidak ada hasil yang ditemukan

Basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah."

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)

Adistin, Angela Yohana Mentari. 2015. Basa-basi dalam Berbahasa Antaranggota Keluarga Pendidik di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

Penelitian ini membahas tentang wujud dan maksud basa-basi berbahasa di ranah anggota keluarga pendidik. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan wujud basa-basi berbahasa dan mendeskripsikan maksud basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Lingkungan Junggul, Bandungan, Jawa Tengah. Subjek dalam penelitian ini adalah anggota keluarga pendidik di Lingkungan Junggul, Bandungan, Jawa Tengah.

Penelitian basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Lingkungan Junggul, Bandungan, Jawa Tengah ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif, karena penelitian ini berisi gambaran basa-basi anggota keluarga pendidik yang diperoleh langsung di Lingkungan Junggul, Bandungan, Jawa Tengah. Metode pengumpulan data dengan menggunakanmetode cakap yang disejajarkan dengan metode wawancara dan kuisioner. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memahami fenomena basa-basi yang digunakan oleh penutur maupun mitra tutur untuk menyampaikan maksud tuturannya. Oleh sebab itulah, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai suatu pemahaman terhadap penggunaan basa-basi terutama penggunaan bahasa dalam tindakan komunikasi.

Simpulan dari penelitian ini adalah (1) Peneliti menemukan 7 wujud basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Lingkungan Junggul, Bandungan, Jawa Tengah. Ketujuh wujud basa-basi tersebut ialah basa-basi menerima, basa-basi menolak, basa-basi berterimakasih, basi meminta maaf, basi memberi salam, basi mengucapkan selamat, dan basa-basi mengundang. (2) Maksud basa-basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik adalah untuk memulai, mempertahankan atau mengukuhkan, menjalin relasi antara penutur dan mitra tutur, serta untuk menyampaikan berbagai maksud. Selain itu, basa-basi digunakan untuk mengekspresikan perasaan penutur terhadap suatu tuturan yang disampaikan oleh mitra tutur.

(2)

Adistin, Angela YohanaMentari, 2015. The Phatic Communication in Using Language between Educator’s Family Member at Junggul, Bandungan, Central Java. Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

(3)

i

BASA-BASI DALAM BERBAHASA

ANTARANGGOTA KELUARGA PENDIDIK DI DESA JUNGGUL, BANDUNGAN, JAWA TENGAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Disusun oleh:

Angela Yohana Mentari Adistin NIM: 111224013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

ii SKRIPSI

BASA-BASI DALAM BERBAHASA

ANTARANGGOTA KELUARGA PENDIDIK DI DESA JUNGGUL, BANDUNGAN, JAWA TENGAH

Oleh:

Angela Yohana Mentari Adistin NIM: 111224013

Telah disetujui oleh:

Pembimbing

(5)

iii SKRIPSI

BASA-BASI DALAM BERBAHASA ANTARANGGOTA KELUARGA PENDIDIK DI DESA JUNGGUL,

BANDUNGAN, JAWA TENGAH

Oleh:

Nama: Angela Yohana Mentari Adistin NIM: 111224013

Telah dipertahankan di depan panitia penguji Pada tanggal 1 Februari 2016

dan telah dinyatakan menyatakan memenuhi syarat.

Susunan Pantian Penguji

Nama Penguji Tanda tangan

Ketua Dr. Yuliana Setiyaningsih, M. Pd. ... Sekretaris Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. ... Anggota 1. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. ... 2. Prof. Dr. Pranowo, M. Pd. ... 3. Dr. B. Widharyanto , M. Pd. ...

Yogyakarta, 1 Februari 2016

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Ungkapan penuh syukur kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang telah memberikan berkat serta kelancaran dalam setiap langkah saya.

Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua saya Bapak Daniel Totok Suryanto dan Ibu Anastasia Budiningsih yang selalu membimbing, memotivasi, mendukung, membantu dalam penelitian, serta medoakan dalam setiap langkah saya.

Mas Dandy, Mbak Siska, Dek Ayu, Dek Taufan dan Rama selaku kakak-kakak dan adik saya yang selalu memberikan dukungan dan semangat yang tak berkesudahan.

Mas Bimo yang tidak pernah lalai memberikan semangat dan dukungan kepada saya. Yang selalu ada untuk saya mendengarkan keluh kesah saya.

Sahabat-sahabat saya, Vita, Binta, Agatha, Arery, Putri yang selalu memberikan semangat kepada saya, tidak akan pernah lupa untuk saling mendoakan.

(7)

v MOTTO

Jangan buang waktumu untuk hal-hal yang tidak bernilai, buatlah setiap dalam detik

kehidupanmu menjadi sesuatu yang bermakma, dan janganlah kau melupakan doa

Ibumu..

Find three hobbies you love:

One to make you money,

One to keep you in shape,

(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 1 Februari 2016 Penulis

(9)

vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Angela Yohana Mentari Adistin

Nomor Mahasiswa : 111224013

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“BASA-BASI DALAM BERBAHASA ANTARANGGOTA KELUARGA DI DESA JUNGGUL,

BANDUNGAN, JAWA TENGAH”

Dengan demikian saya menyerahkan kepada Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas dan mempublikasi-kannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta, pada tanggal : 1 Februari 2016 Yang menyatakan,

(10)

viii ABSTRAK

Adistin, Angela Yohana Mentari. 2015. Basa-basi dalam Berbahasa Antaranggota Keluarga Pendidik di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

Penelitian ini membahas tentang wujud dan maksud basa-basi berbahasa di ranah anggota keluarga pendidik. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan wujud basi berbahasa dan mendeskripsikan maksud basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Lingkungan Junggul, Bandungan, Jawa Tengah. Subjek dalam penelitian ini adalah anggota keluarga pendidik di Lingkungan Junggul, Bandungan, Jawa Tengah.

Penelitian basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Lingkungan Junggul, Bandungan, Jawa Tengah ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif, karena penelitian ini berisi gambaran basa-basi anggota keluarga pendidik yang diperoleh langsung di Lingkungan Junggul, Bandungan, Jawa Tengah. Metode pengumpulan data dengan menggunakanmetode cakap yang disejajarkan dengan metode wawancara dan kuisioner. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memahami fenomena basa-basi yang digunakan oleh penutur maupun mitra tutur untuk menyampaikan maksud tuturannya. Oleh sebab itulah, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai suatu pemahaman terhadap penggunaan basa-basi terutama penggunaan bahasa dalam tindakan komunikasi.

Simpulan dari penelitian ini adalah (1) Peneliti menemukan 7 wujud basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Lingkungan Junggul, Bandungan, Jawa Tengah. Ketujuh wujud basa-basi tersebut ialah basa-basi menerima, basa-basi menolak, basa-basi berterimakasih, basa-basi meminta maaf, basa-basi memberi salam, basa-basi mengucapkan selamat, dan basa-basi mengundang. (2) Maksud basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik adalah untuk memulai, mempertahankan atau mengukuhkan, menjalin relasi antara penutur dan mitra tutur, serta untuk menyampaikan berbagai maksud. Selain itu, basa-basi digunakan untuk mengekspresikan perasaan penutur terhadap suatu tuturan yang disampaikan oleh mitra tutur.

(11)

ix ABSTRACT

Adistin, Angela YohanaMentari, 2015. The Phatic Communication in Using Language between Educator’s Family Member at Junggul, Bandungan, Central Java. Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

This research discusses about the appearance of the phatic communication in language communication and the aim of the phatic communication in teachers family. The purpose of this research to describe the appearance and the aim of the phatic communication in language communication among teachers family at Junggul, Bandungan, Central Java. The subjects of this research are teachers family members in Junggul, Bandungan, Central Java.

The Phatic communication in language communication research at Junggul, Bandungan, Central Java includes in descriptive qualitative research, as this research consists of the portrait teachers family having the phatic communication in language communication which directly achieved. The data collection uses conversation method as well as interview and questioner method. At this research, the writer tries to figure out the phenomenon of the phatic communication that uses by the subject speaker or object speaker to deliver the purpose of the conversation. Thus, the aim of this research is as an understanding on the using of the phatic communication mainly the using of bahasa as an communicative action. The summaries of this research are (1) the writer finds 7 kinds of basabasi among the teachers family in Junggul, Bandungan, Central Java. Those are acceptance, refusal, gratitude, apologizing, greeting, congratulating, inviting. (2) The purposes of basabasi among the teachers family are to start, to maintain or to strengthen, to build relationship among subject speaker and object speaker, and also to state some perception. Beside, the phatic communication uses to express the speaker’s feeling about the object speaker says.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji Syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan rahmat dan berkah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Basa-basi

dalam Berbahasa Antaranggota Keluarga Pendidik di Desa Junggul, Bandungan,

Jawa Tengah dapat penulis selesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung ataupun tidak langsung sehingga skripsi dapat terselesaikan dengan baik. Maka pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma;

2. Ibu Dr. Yuliana Setiyaningsihselaku ketua Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang selalu memberikan memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum, selaku dosen Pembimbing yang telah membimbing dan memberi dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

4. Para dosen PBSI yang telah mendidik dan memberikan berbagai pegetahuan dalam proses perkuliahan;

5. Sekretariat PBSI yang telah membantu kelancaran perkuliahan penulis.

6. Bapak Daniel Totok Suryanto dan Ibu Anastasia Budiningsih yang selalu mendampingi, memberi dukungan dan doa yang tiada habisnya.

7. Mas Dandy, Mbak Siska, dan Adik saya Taufan yang selalu memberikan semangat dan kasih sayang.

(13)

xi

9. Dek Ayu yang selalu memberikan dorongan untuk tidak kawatir menghadapi ujian, selalu memberikan semangat dan dukungan.

10. Para sahabat putih abu-abu, Vita, Binta, Agatha, Arery, Putri yang selalu memberikan semangat dan dukungan.

11. Sahabat-sahabat sepayung basa-basi Desty, Christa, Yuli, dan Bungsu terima kasih untuk dukungan dan kerja sama dalam mengerjakan skripsi.

12. Teman-teman PBSI angkatan 2011 kelas A yang selalu memberikan semngat. 13. Segenap pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih untuk

bantuan dan dukungannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak keterbatasan dan kekurangannya, maka penulis sangat membutuhkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Akhirnya penulis mengucapkan selamat membaca semoga bermanfaat bagi kita semua.

Penulis

(14)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

HALAMAN PERSEMBAHAN iv

HALAMAN MOTTO v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI vii

ABSTRAK viii

ABSTRACT ix

KATA PENGANTAR x

DAFTAR ISI xii

DAFTAR BAGAN xvi

DAFTAR TABEL xvii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Rumusan Masalah… 5

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.4 Manfaat Penelitian 6

1.5 Batasan Istilah 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 9

2.1 Penelitian yang Relevan 9

2.2 Kajian Teori 15

2.2.1 Pragmatik 2.2.2 Konteks

2.2.3 Fenomena pragmatik 2.2.3.1 Deiksis

(15)

xiii

2.2.4 Basa-basi sebagai Fenomena Pragmatik 27

2.4 Kerangka Berpikir 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 37

3.1 Jenis Penelitian ... 37

3.2 Data dan Sumber Data 39 3.3 Metode Pengumpulan Data ... 39

3.4 Metode Analisi Data ... 41

3.5Trianggulasi... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN 44 4.1 Deskripsi Data ... 44

4.1.1 Salam... 45

4.1.2 Terima Kasih………. 4.1.3 Meminta/ Mengundang 4.1.4 Menolak 4.1.5 Menerima 4.1.6 Meminta Maaf 4.1.7 Selamat

4.2.1.5 Meminta/ Mengundang ………..………. 64

4.2.1.6 Menyatakan Maaf ………... 66

4.2.1.7 Selamat ………... 68

(16)

xiv

4.3.1 Wujud Basa-basi Berbahasa……….. 4.3.1.1 Salam………... 4.3.1.2 Terima Kasih………... 4.3.1.3 Meminta/Mengundang……….... 4.3.1.4 Menerima……… 4.3.1.5 Menolak………. 4.3.1.6 Menyatakan Maaf……… 4.3.1.7 Selamat……… 4.3.2 Maksud Basa-basi Berbahasa………

4.3.2.1 Salam……….. 4.3.2.2 Terima Kasih……….. 4.3.2.3 Meminta/Mengundang……….. 4.3.2.4 Menolak………. 4.3.2.5 Menerima……… 4.3.2.6 Menyatakan Maaf……….. 4.3.2.7 Selamat………..

Lampiran 1. Trianggulasi Basa-basi ………. 138

(17)

xv

DAFTAR BAGAN

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan, tanpa adanya bahasa kita belum dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik. Bahasa dapat didefinisikan sebagai (i) ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (bdk.Sudaryanto, 1983:19) atau (ii) setiap penyampaian maksud (lih. Pei, 1971:3-4). Bila menerima pengertian bahasa yang (i), sudah tentu hanya terdapat satu jenis bahasa, yaitu bahasa manusia.Sebaliknya, bila yang diterima adalah pengertian bahasa yang (ii), sudah tentu isyarat, sikap, dan bunyi binatang dapat pula dianggap sebagai bahasa.

Menurut KBBI edisi keempat (2008:721), komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami; hubungan; kontak. Menurut Onong Uchjana (2007:9) istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin

communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini

(19)

Menurut KBBI edisi keempat (2008: 143), basa-basi adalah (1) adat sopan santun; tata krama pergaulan, (2) ungkapan yang digunakan hanya untuk sopan santun dan tidak untuk menyampaikan informasi, misalnya kalimat “apa kabar?” yang diucapkan apabila kita bertemu dengan kawan, (3) perihal menggunakan ungkapan semacam itu.

Di Indonesia masyarakat yang sedang berkomunikasi dengan orang yang dikenal pada awalnya akan saling menanyakan kabar, tujuan, dari mana, dan sebagainya. Hal tersebut bertujuan untuk memelihara hubungan sosial antara penutur dan lawan tuturnya.

Contoh 1:

Binta: Hai Vita,sudah makan belum?

Kalau belum ayok sini makan dirumah Vita : Oh sudah kok Binta, lain kali saja ya.

(20)

dalam budaya Jawa, untuk menjalin hubungan dengan lawan tutur, penutur menyampaikan ungkapan basa-basi. Percakapan itu dikatakan sebagai ungkapan basa-basi, karena dalam dialog tersebut memiliki fungsi untuk menjaga hubungan antara penutur dan lawan tutur.

Contoh 2:

Vita: Re, dari mana? Mampir dulu, barusan aku masak kue nih. Rery: Oh ini barusan dari kampus, kue apa? Bolehlah aku icip.

(21)

basa-basi, karena Rery menganggap ungkapan Vita merupakan tawaran yang diberikan kepada Rery.

Dari dontoh 1 dan contoh 2 dapat disimpulkan bahwa basa-basi sering terjadi di kalangan masyarakat. Tetapi dengan adanya contoh 2, kita dapat melihat bahwa tidak semua basa-basi dapat diterima oleh semua suku bangsa Indonesia. Bisa jadi penutur (contoh 1) mengungkapkan sebuah tuturan basa-basi, dan lawan tutur juga menganggap bahwa penuturnya hanya basa-basi kepada lawan tutur sehingga keduanya akan saling memberikan basa-basi yang hanya merupakan batas menjaga sopan santun antar keduanya.

Penggunaan basa-basi digunakan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, pada keluarga pendidik juga sering ditemukan adanya basa-basi. Basa-basi pada keluarga pendidik merupakan salah satu bentuk dari kesantunan berbahasa, baik antara suami dan istri, ayah dan anak, ibu dan anak, anak dan anak, serta antar anggota keluarga pendidik dalam satu rumah. Dalam hal ini, peneliti akan melakukan suatu penelitian dengan judul “Basa-basi dalam Berbahasa Antaranggota keluarga

Pendidik di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah”.

(22)

dengan basa-basi juga penting digunakan dan dikaitkan dengan budaya khususnya budaya jawa yang termasuk juga dalam keluarga pendidik karena basa-basi mempunyai tujuan untuk menjalin komunikasi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa saja wujud basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Desa Junggul, Bandungan?

2. Apa saja maksud basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Desa Junggul, Bandungan?

1.3

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan wujud basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Desa Junggul, Bandungan.

(23)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian basa-basi dalam berbahasa antar keluarga pendidik ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak yang memerlukan. Terdapat dua manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini, yaitu:

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat mendalami pengembangan pragmatik khususnya yang berkaitan dengan basa-basi berbahasa sebagai fenomena pragmatik. Penelitian ini dapat dikatakan memiliki manfaat teoritis karena dengan memahami teori yang telah dikemukakan oleh para ahli. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi atau acuan dalam melakukan kegiatan komunikas untuk mempererat hubungan sosial penutur dan lawan tutur khususnya pada keluarga pendidik.

2. Manfaat Praktis

(24)

1.5 Batasan Istilah 1. Pragmatik

Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. (Yule, 2006: 3)

2. Maksud Basa basi

Maksud Basa-basi ialah sesuatu yang sungguh-sungguh ingin disampaikan oleh penutur dan hanya bersumber dari penutur. (Arimi, 1998)

3. Basa- basi

Basa-basi adalah (1) adat sopan santun, (2) ungkapan yang dipergunakan hanya untuk sopan santun dan tidak untuk menyampaikan informasi. (Arimi, 1998) 4. Basa-basi Murni

Basa-basi murni adalah ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan penutur selaras dengan kenyataan. (Arimi, 1998)

5. Basa-basi Polar

(25)

6. Konteks

Konteks tuturan dapat diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan

(background knowledge) yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami

(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini akan menguraikan penelitian yang relevan, landasan teori, dan kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang tinjauan terhadap topik-topik sejenis yang dilakukan oleh peneliti-peneliti yang lain. Landasan teori berisi tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan analisis dari penelitian ini yang terdiri atas teori pragmatik, fenomena-fenomena pragmatik, kategori fatis, basa-basi sebagai fenomena pragmatik, teori maksud, dan uraian tentang konteks. Kerangka berpikir berisi tentang acuan teori yang berdasarkan pada penelitian yang relevan dan landasan teori untuk menjawab rumusan masalah.

2.1 Penelitian Relevan

(27)

Penelitian Fitri Apri Susilo (2014) berjudul Basa-basi dalam Berbahasa antar

Guru Di SMP N 12 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014.Dalam penelitian tersebut

terdapat dua rumusan masalah yang ingin dikaji oleh peneliti, yaituapa sajakah wujud

Basa-basi dalam Berbahasa antar Guru di SMP N 12 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014, apa sajakah maksud Basa-basi dalam Berbahasa antar Guru Di SMP N 12 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014. Berdasarkan tiap pemaparan hasil analisis terhadap kedua permasalahan dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa: peneliti menemukan delapan wujud Basa-basi Berbahasa antar Guru Di SMP N 12 Yogyakarta yang ditinjau dari kategori Acknowledgment-nya terdiri dari delapan subkategori. Kedelapan subkategori tuturan basa-basi tersebut adalah (1) Apologize (meminta maaf), (2) Condole (belasungkawa), (3) Congratulate (mengucapkan salam), (4) greet (memberi salam), (5) thanks (berterimakasih), (6) bid (meminta/mengundang), (7) accept (menerima), (8) reject (menolak).

Apologize (meminta maaf) yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan

(28)

dengan masa depan seseorang akan terjadi. Accept (menerima) yaitu fungsi tuturan untuk menerima (menghargai) basa-basi dari mitra tutur. Reject (menolak) yaitu fungsi tuturan untuk menolak (melanggar) basa-basi dari mitra tutur.

Penelitian Sailal Arimi (1998) berjudul “Basa-Basi Dalam Masyarakat

Bahasa Indonesia”. Penelitian ini bertujuan: (1) mendapatkan gambaran tentang

etnografi berbasa-basi bagi penutur bahasa Indonesia, dan memperoleh pengetahuan yang memadai tentang aturan, atau kaidah penyampaian basa-basi dalam bahasa Indonesia, (2) mendapatkan kejelasan kembali atas fungsi basa-basi, (3) menemukan jenis-jenis basa-basi, distribusinya dalam wacana interaktif, beserta hubungannya dengan strategi berbasa-basi yang tepat, dan (4) menemukan kekhasannya dalam bahasa Indonesia.

(29)

bahasa Indonesia berdasarkan daya tuturannya digolongkan atas dua jenis, yaitu basa-basi murni dan basa-basa-basi polar. Basa-basa-basi murni adalah ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan. Basa-basi murni digolongkan menjadi tiga subjenis, yaitu basa-basi murni keniscayaan, basa-basi keteralamian, dan basa-basi keakraban. Basa-basi polar adalah tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Basa-basi polar dibagi menjadi dua, yaitu basa-basi polar sosial dan basa-basa-basi polar personal. Basa-basa-basi bersifat universal sehingga menghasilkan kekhasan-kekhasan yang bersumber dari kebiasaan berbahasa dan sistem bahasa. Pengalihan pragmatis berdasarkan kekhasan-kekhasan tersebut dari satu bahasa ke bahasa lain (dalam hal ini bahasa Indonesia ke bahasa inggris atau sebaliknya) dapat menimbulkan kegagalan atau konflik komunikasi.

(30)

sinetron “SDAS” berdasarkan suasana, dan menemukan efek basa-basi terhadap interaksi sosial dalam sinetron “SDAS”.

Dari penelitian tersebut tuturan basa-basi pada sinetron “SDAS” memiliki topik yang khas, seperti topik keadaan, topik aktifitas, topik julukan, topik keselamatan, topik tujuan, topik kehadiran, topik jasa, topik perilaku, topik perpisahan, topik kesepakatan, topik waktu, dan topik identitas. Selain itu, basa-basi dalam sinetron “SDAS” juga memiliki tipe yang juga memiliki karakteristik yang khas. Tipe basa-basi yang berhasil dianalisis yaitu (1) basa-basi apologi, (2) basa-basi salam untuk suasana santai, (3) basa-basi perhatian untuk suasana sibuk, (4) basa-basi persilahan untuk suasana sepi, dan (5) basa-basi pujian untuk suasana gembira. Peneliti juga menemukan empat efek basa-basi terhadap interaksi sosial dalam sinetron “SDAS”, yaitu (1) efek eksistensi, (2) efek akrab, (3) efek nyaman, dan (4) efek dihargai.

Penelitian Rawinda Fitrotul Mualafina (2013) berjudul Basa-Basi Dalam

Interaksi Jual Beli Di Pasar Tradisional Kertek Wonosobo. Dalam penelitian tersebut

(31)

digunakan dalam komunikasi di Pasar Kertek Wonosobo ini berbeda dengan basa-basi yang digunakan di tempat lain, (2) melalui pembahasan mengenai bentuk dan jenis, diperoleh fakta bahwa suatu kalimat mampu menyampaikan maksud yang berbeda dengan bentuk fisik kalimat tersebut, (3)ujaran basa-basi yang digunakan di Pasar Kertek ini hadir pada tiga posisi dalam struktur percakapan jual beli terjadi, yaitu rangkaian pembukaan atau opening sequences, rangkaian sisipan atau insertion

sequences, dan rangkaian penutup atau closing sequences, (4)sebagai salah satu

bentuk bahasa dalam masyarakat, penggunaan basa-basi tidak dapat terlepas dari sejumlah faktor sosial tertentu yang berpengaruh terhadap bentuk, jenis, dan distribusi basa-basi yang digunakan dalam sebuah percakapan jual-beli, (5) melalui enam fungsi yang ditemui dalam penggunaan basa-basi diketahui bahwa meskipun kehadirannya manasuka dan tidak mengandung informasi yang baru, kedudukan penggunaan basa-basi dalam percakapan tetaplah penting dalam kaitannya dengan fungsi secara sosial.

(32)

penelitian. Penelitian yang berudul “Basa-basi dalam berbahasa antaranggota

keluarga pendidik di desa junggul, bandungan, jawa tengah” menggunakan subjek

keluarga pendidik yang tinggal di Desa Junggul, dalam penelitiannya. Hal inilah yang membedakan dengan dengan peneliti-peneliti sebelumnya, dimana penelitian yang terdahulu belum ada yang menggunakan subjek yang sama dengan peneliti.

2.2 Kajian teori 2.2.1 Pragmatik

Rahardi (2003:10) mengatakan bahwa pragmatik merupakan cabang dari linguistik yang mempelajari dan mendalami apa saja yang termasuk di dalam struktur bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi antara si penutur dengan sang mitra tutur, serta sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa yang sifatnya ekstralinguistik atau luar bahasa. Dari definisi beberapa ahli tersebut, dapatlah dikatakan bahwa pragmatik merupakan ilmu kebahasaan yang mengkaji maksud sebuah tuturan dengan mengacu dari unsur luar bahasa, dalam hal ini adalah konteks situasi dan lingkungan di mana tuturan itu terjadi. Kajian ilmu pragmatik sangat dipengaruhi oleh konteksnya. Sebagai cabang ilmu linguistik, pragmatik sangatlah penting dalam kajian ilmu kebahasaan.

(33)

bahasa yang mencuat di sekelilingnya itu, manusia akan selalu akan bereaksi dengan aneka kemungkinan sikap dan variasi tindakan atau perilakunya.

Kemudian Yule (2006:3-4) mengatakan bahwa pragmatik merupakan studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh pendengar. Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di dalam suatu konteks dan bagaimana konteks itu berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Pragmatik merupakan cabang linguistik yang mempelajari bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dalam situasi tertentu.

Cruse (2000:16) dalam Cummings (2007:2) memaparkan bahwa pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi yang disampaikan melalui bahasa yang tidak dikodekan oleh konvensi yang diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang digunakan, tetapi yang juga muncul secara alamiah dari dan tergantung pada makna-makna yang dikodekan secara konvesional dengan konteks tempat penggunaan bentuk-bentuk tersebut.

Levinson (1977) dalam Sudaryanto (2010:118) memaparkan beberapa definisi pragmatik antara lain: Pragmatics is the study of those relations between language

and context that are gramaticalized, or encoded in the structure of language

(34)

study of relations between language and context that a basic to an account of

language understanding (Pragmatik adalah kajian ihwal hubungan antara bahasa dan

konteks yang merupakan dasar bagi penjelasan tentang pemahaman bahasa).

Pragmatics is study of the ability of language users to pair sentences with thw context

in which they whould be appropriate (Pragmatik adalah kajian ihwal kemampuan

pengguna bahwa bahasa untuk menyesuaikan kalimat dengan konteks sehingga kalimat itu patut atau tepat diujarkan.

2.2.2 Konteks

Istilah konteks sering digunakan untuk menerangkan peristiwa bahasa sebagai salah satu petunjuk untuk lebih memahami masalah arti bahasa. Situasi itu dapat formal dan informal. Kata konteks lebih luas jangkauannya. Konteks itu mencakup pengertian situasi tetapi ditambah dengan pengertian lain. Konteks dari sebuah kata atau bicara dapat meliputi seluruh latar belakang sosial dari masyarakat bahasa itu. Bila kita membaca kata-kata tertentu dalam sebuah buku, kadang-kadang kita kurang kurang memahami kata itu tanpa memahami isi buku itu secara keseluruhan. Dapat dikatakan bahwa konteks daripada kata-kata itu tadi adalah semua kata-kata yang digunakan dalam buku itu. Konteks itu bisa berupa bahasa dan bukan bahasa, kedua-duanya dapat mempengaruhi arti bahasa. (Anwar, 1984: 44-45)

(35)

berada di luar pengejawantahannya yang jelas seperti latar fisik tempat dihasilkannya suatu ujaran yang mencakup faktor-faktor linguistik, sosial dan epistemis. Meskipun peran konteks dalam bahasa sudah lama diketahui, akan tetapi baru sekaranglah kontribusi faktor-faktor konteks terhadap proses argumentasi diselidiki secara serius oleh para ahli pragmatik.

Rahardi (2003:20) mengemukakan bahwa konteks tuturan dapat diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur, serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur.

Konteks sangat penting dalam memahami suatu tuturan, ia tidak menelaah struktur bahasa secara internal melainkan secara eksternal. Konteks itu bisa berupa bahasa dan bukan bahasa, kedua-duanya dapat mempengaruhi arti bahasa itu.Istilah konteks sering digunakan untuk menerangkan peristiwa bahasa sebagai salah satu petunjuk untuk lebih memahami masalah arti bahasa (Anwar, 1984: 44). Gumperz dan Hymes (dalam FX Nadar, 2009:7) menyatakan bahwa aspek tutur ada delapan yang dapat dibuat akronim menjadi SPEAKING yaitu settings, participants, ends, act

of sequence, keys, instrumentalities, norms, dangenres (tempat, peserta tutur, tujuan

tuturan, urutan tuturan, cara, media, norma yang berlaku, dan genre).

Settings adalah tempat dan waktu terjadinya pertuturan, termasuk di dalamnya

(36)

Participant menyangkut peserta tutur.

Ends menunjuk pada tujuan yang ingin dicapai dalam suatu situasi tutur. Acts of sequence menunujuk pada saluran tutur yang dapat merupakan lisan

maupun tertulis.

Key menunujukkan cara dari pertuturan yang dilangsungkan.

Instrumentalities menunjukkan penggunaan kaidah berbahasa dalam

pertuturan.

Norms adalah norma atau tuturan dalam berinteraksi.

Genre adalah kategori tuturan yang dapat merupakan puisi, surat, artikel, dan

sebagainya.

Leech (1983) dalam Sudaryanto (2010:119) menjelaskan konteks sebagai salah satu komponen dalam situasi tutur. Menurut Leech, konteks didefinisikan sebagai aspek-aspek yang berkaitan dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan. Leech menambahkan dalam definisinya tentang konteks yaitu sebagai suatu pengetahuan latar belakang yang secara bersama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur, dan konteks ini membantu petutur manfsirkan atau menginterpretasikan maksud tuturan penutur.

(37)

koteks. Konteks ia definisikan sebagai lingkungan fisik dimana sebuah kata dipergunakan.

Cutting (2008) dalam Sudaryanto (2010:122) menjelaskan konteks adalah pengetahuan ihwal dunia fisik dan sosial serta faktor-faktor sosio-psikologis yang memengaruhi komunikasi sebagaimana pengetahuan waktu dan tempat di dalam kata-kata yang dituturkan atau dituliskan. Konteks merupakan pengetahuan yang dimiliki bersama penutur dan petutur. Cutting membagi konteks menjadi tiga macam, yaitu konteks situasional, konteks pengetahuan latar, dan koteks. Konteks situasional berkaitan dengan situasi tempat interaksi tuturan, apakah penutur mengetahui ihwal apa yang dapat mereka lihat di sekelilingnya. Konteks pengetahuan latar berkaitan dengan apakah penutur dan petutur saling mengetahui ihwal budaya dan interpersonal.

2.2.3 Fenomena-fenomena Pragmatik

Dalam ilmu pragmatik terdapat empat fenomena pragmatik yang telah disepakati, yaitu (1) deiksis, (2) praanggapan (presupposition), (3) implikatur percakapan (conversational implicature), dan (4) tindak ujaran (speech acts), (Purwo, 1990:17).

2.2.3.1 Deiksis

(38)

mendasar yang kita lakukan dengan tuturan. Deiksis berarti ‘penunjukkan’ melalui bahasa. Bentuk linguistik yang dipakai untuk menyelesaikan ‘penunjukkan’ disebut ungkapan deiksis.

Yule (2006:13-15) membagi deiksis menjadi tiga, yaitu deiksis persona (kata ganti orang pertama ‘saya’, orang kedua ‘kamu’, dan orang ketiga ‘dia laki-laki’, ‘dia perempuan’, atau ‘dia barang/ sesuatu’), deiksis tempat (‘di sini’ dan ‘di sana’), dan deiksis waktu (‘pekan depan, ‘pekan yang lalu’, ‘pekan ini’, ‘kemarin’, ‘hari ini’, ‘nanti malam’, ‘sekarang’, dan ‘kemudian’).

Purwo (1990:17) menjelaskan bahwa kata seperti saya, sini, sekarang adalah kata-kata yang deiktis. Kata-kata tersebut tidak memiliki referen yang tetap. Berbeda halnya dengan kata rumah, kertas, kursi, di tempat manapun, pada waktu kapan pun, referen yang diacu tetaplah sama. Akan tetapi, referen dari kata saya, sini, sekarang barukah dapat diketahui pula siapa, di tempat mana, dan pada waktu kapan kata-kata itu diucapkan.

Kushartanti (2005:111) menjelaskan bahwa deiksis adalah cara merujuk pada suatu hal yang berkaitan dengan erat dengan konteks penutur. Dengan demikian, ada rujukan yang berasal dari penutur, dekat dengan penutur, dan jauh dari penutur. Ada tiga jenis deiksis, yaitu deiksis ruang, deiksis persona, dan deiksis waktu.

2.2.3.2 Praangaapan

(39)

ketidakbenaran tuturan yang mempresuposisikan tidak dapat dikatakan. Tuturan yang berbunyi Mahasiswa tercantik di kelas itu pandai sekali. Mempraanggapkan adanya seseorang mahasiswa yang berparas sangat cantik. Apabila pada kenyataannya memang ada seorang mahasiswa yang berparas sangat cantik di kelas itu, tuturan di atas dapat dinilai benar atau salahnya. Sebaliknya, apabila di dalam kelas itu tidak ada seorang mahasiswa yang berparas cantik, tuturan tersebut tidak dapat ditentukan benar atau salahnya. (Rahardi, 2005: 42) periksa di dalam Wijana (1996) dan Kaswanti Purwo (1990).

(40)

2.2.3.3 Implikatur

Di dalam pertuturan yang sesungguhnya, penutur dan mitra tutur dapat secara lancar berkomunikasi karena mereka berdua memiliki semacam kesamaan latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang dipertuturkan itu. Di antara penutur dan mitra tutur terdapat semacam kontrak percakapan tidak tertulis bahwa apa yang sedang dipertuturkan itu saling dimengerti. Grice (1975) di dalam artikelnya yang berjudul “Logic and Conversation” menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut. Proposisi yang diimplikasikan itu dapat disebut dengan implikatur percakapan.

Tuturan yang berbunyi Bapak datang, jangan menangis! Tidak semata-mata dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa sang ayah sudah datang dari tempat tertentu. Si penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur bahwa sang ayah yang bersikap keras dan sangat kejam itu akan melakukan sesutau terhadapnya apabila ia masih terus menangis. Dengan perkataan lain, tuturan itu mengimplikasikan bahwa sang ayah adalah orang yang keras dan sangat kejam dan sering marah-marah pada anaknya yang sedang menangis. Di dalam implikatur, hubungan antara tuturan yang sesungguhnya dengan maksud yang tidak dituturkan itu bersifat tidak mutlak. Inferensi maksud tuturan itu harus didasarkan pada konteks situasi tutur yang mewadahi munculnya tuturan tersebut. (Rahardi, 2005: 42-43), periksa Bambang Kaswanti (1990) dan Wijana (1996).

(41)

a) Dapat memberikan penjelasan makna atau fakta-fakta kebahasaan yang tak terjangkau oleh teori linguistic;

b) Dapat memberikan penjelasan yang tegas tentang perbedaan lahiriah dari yang dimaksud si pemakai bahasa;

c) Dapat memberikan pemerian semantic yang sederhana tentang hubungan klausa yang dihubungkan dengan kata penghubung yang sama; d) Dapat memerikan bebagai fakta yang secara lahiiah kelihatan tidak berkaitan, malah berlawanan (seperti metafora).

2.2.3.4 Tindak Ujaran

Tindak tutur diklasifikasikan menjadi 5 jenis fungsi umum, yaitu deklarasi, presentatif, ekspresi, direktif, dan komisif (Yule, 2006: 92-94). Deklarasi adalah jenis tindak tutur yang mengubah dunia melalui tuturan. Contoh 1: Wasit: Anda ke luar! Seperti contoh 1 menggambarkan, penutur harus memiliki peran institusional khusus, dalam konteks khusus, untuk menampilkan suatu deklarasi secara tepat. Pada waktu menggunakan deklarasi penutur mengubah dunia dengan kata-kata.

(42)

Tindak tutur selanjutnya yaitu ekspresif. Ekspresif adalah jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur. Tindak tutur itu mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan, kebencian, kesenangan, atau kesengsaraan. Contoh 3: Sungguh, saya minta maaf. Seperti yang digambarkan dalam contoh 3, tindak tutur mungkin disebabkan oleh sesuatu yang dilakukan oleh penutur atau pendengar, tetapi semuanya menyangkut pengalaman penutur. Pada waktu menggunakan ekspresif penutur menyesuaikan kata-kata dengan dunia (perasaannya).

Direktif adalah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain mengatakan sesuatu. Jenis tindak tutur ini menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur. Tidak tutur ini meliputi; perintah, pemesanana, permohonan, dan pemberian saran. Contoh 4: Jangan menyentuh itu! Seperti yang digambarkan dalam contoh 4, bentuknya dapat berupa kalimat positif dan negatif. Pada waktu menggunakan direktif penutur berusaha menyesuaikan dunia dengan kata (lewat pendengar).

Tindak tutur berikutnya ialah komisif. Komisif adalah jenis tindak tutur yang dapat dipahami oleh penutur untuk mengikatkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang. Tindak tutur ini menyatakan apa saja yang dimaksudkan oleh penutur. Tindak tutur ini menyatakan apa saja yang dimaksudkan oleh penutur. Tindak tutur ini dapat berupa; janji, ancaman, penolakan, dan ikrar. Contoh 5: Kami

tidak akan melakukan itu. Seperti ditunjukkan dalam contoh 5, dapat ditampilkan

(43)

menggunakan komisif, penutur berusaha untuk menyesuaikan dunia dengan kata-kata (lewat penutur).

Dengan mendasarkan gagasan pendahulunya, yakni Austin (1962), John R. Searle (1969) dalam buku Speech Acts: An Essay in The Philisophy of Language menyatakan bahwa pada praktik penggunaan bahasa yang sesungguhnya itu terdapat tiga macam tindak tutur. Ketiga macam tindak tutur atau speech acts itu secara berturut-turut dapat disebutkan seperti berikut ini: (1) tindak lokusioner (locutionary

acts), (2) tindak ilokusioner (illocutionary acts), dan (3) tindak perlokusioner

(perlocutionary acts).

1. Tindak Lokusioner (locutionary acts)

Tindak tutur lokusioner adalah tindak tutur dengan kata, frasa, dan kalimat, sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu sendiri. Adapun tindak tutur lokusioner itu dapat dinyatakan dengan ungkapan the act of saying something. Di dalam tindak lokusioner itu sama sekali tidak dipermasalhkan dalam ihwal maksud tuturan yang idsampaikan oleh penutur. Jadi sekali lagi perlu dikatakan bahwa tindak tutur lokusioner itu adalah tindak menyampaikan informasi yang disampaikan oleh penutur.

2. Tindak Ilokusioner (illocutionary acts)

(44)

Inggris, the act of doing something. Jadi, ada semacam daya atau force di dalamnya yang dicuatkan oleh makna dari sebuah tuturan.

3. Tindak perlokusioner (perlocutionary acts)

Tindak perlokusioner ini merupakan tindak menumbuhkan pengaruh kepada sang mitra tutur oleh penutur. Tindak perlokusioner dapat dinyatakan dengan ungkapan dalam bahasa Inggris, the act of affecting someone. (cf. Wijana, 1996); Rahardi, 2004;, dan Rahardi; 2006). Rahardi, 2009:17.

2.2.4 Basa-basi sebagai Fenomena Pragmatik

Abdul Chaer dan Leonie Agustina (2004:16) menjelaskan bahwa ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam fatik atau yang dikenal dengan basa-basi, biasanya sudah berpola tetap, seperti pada waktu berjumpa, pamit, membicarakan cuaca, atau menanyakan keadaan keluarga. Ungkapan-ungkapan yang digunakan tidak dapat diartikan atau diterjemahkan secara harfiah. Misalnya, dalam bahasa Indonesia ada ungkapan seperti Apa kabar?, Bagaimana kabar keluarga di rumah?, Mau kemana

nih?, dan sebagainya. Oleh karena itu, penggunaan suatu bahasa tidak akan lepas dari

basa-basi, namun hanya berbeda kadar penggunaannya. Penggunaan paling besar dalam percakapan yang bertujuan untuk memelihara komunikasi, dimana ungkapan itu hanya uuntuk bersopan santun dan tidak untuk menyampaikan informasi.

(45)

atau yang tidak alamiah. Akan tetapi, istilah basa-basi justru mengacu pada pemakaian bahasa yang benar-benar alamiah (naturally occuring language) yang meresap pada konteks sosial-budaya Indonesia. Malinowski mempertegas fungsi basa-basi (phatic communion), untuk mengikat antara pembaca dan pendengar. Dikatakannya fungsi tersebut bukanlah merupakan alat pencerminan bahasa tetapi sebagai modus tindakan (antarpenutur). Lengkapnya ia mengatakan sebagai berikut:

“ it consists in just this atmosphere of sociability and in the fact personal

communion of these people. But this is in fact achieved by speech, and the situation in

all such cases is created by the exchanged of word, by the specific feelings which

form convivial gregariousness, by the give and take of utterances which make up

ordinary gossip. Each utterances is an act serving the direct aim of binding hearer to

speaker sentiment or other. Once more, language appears to us in this function not as

isntrument of reflection but a mode of action. “

Malinowski (1923:315) dalam tesis Waridin (2008:13) mendefinisikan phatic

communion sebagai “a type of speech in which ties of union are created by a mere

exchange of word“. Phatic communion mempunyai fungsi sosial. Phatic communion

digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antar peserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan, dengan perasaan tertentu untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Masyarakat modern melakukan ramah-tamah secara tulus (pure

(46)

Menurut Malinowski phatic communion yang digunakan suku primitif dan masyarakat modern berfungsi memantapkan ikatan personal diantara perserta komunikasi semata-mata karena adanya kebutuhan akan kebersamaan, dan tidak bertujuan mengomunikasikan ide. Malinowski dalam tesis Arimi mengatakan basa-basi digunakan sebagai kata anonim berarti bahwa kata ini bukanlah jenis kata

contrived , dibuat-buat atau yang tidak alamiah. Akan tetapi, istilah basa-basi justru

mengacu pada pemakaian bahasa yang benar-benar alamiah (naturally occuring

language) yang meresap pada konteks sosial-budaya Indonesia. Malinowski

mempertegas fungsi basa-basi (phatic communion), untuk mengikat antara pembaca dan pendengar. Dikatakannya fungsi tersebut bukanlah merupakan alat pencerminan bahasa tetapi sebagai modus tindakan (antarpenutur). Lengkapnya ia mengatakan sebagai berikut:

“ it consists in just this atmosphere of sociability and in the fact personal

communion of these people. But this is in fact achieved by speech, and the situation in

all such cases is created by the exchanged of word, by the specific feelings which

form convivial gregariousness, by the give and take of utterances which make up

ordinary gossip. Each utterances is an act serving the direct aim of binding hearer to

speaker sentiment or other. Once more, language appears to us in this function not as

isntrument of reflection but a mode of action“.

(47)

jenis, yaitu basa-basi murni dan basa-basi polar. Basa-basi murni adalah ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan. Basa-basi murni digolongkan menjadi tiga subjenis, yaitu basi murni keniscayaan, basa-basi keteralamian, dan basa-basa-basi keakraban. Basa-basa-basi polar adalah tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Basa-basi polar dibagi menjadi dua, yaitu basa-basi polar sosial dan basa-basi polar personal. Berikut ini contoh pemakaian basa-basi murni dan basa-basi polar.

Contoh:

17. Pak Ahmad : Selamat pagi, pak. Silakan mampir dulu?

Pak Andi : Selamat pagi juga, pak Ahmad. Iya pak, terima kasih lain kali saja.

(48)

sebenarnya, karena tuturan Pak Andi bukan bersungguh-sungguh menyakinkan tuan rumah bahwa dia akan mampir, melainkan hanya untuk sopan santun menolak untuk mampir di rumah Pak Ahmad dan tuturan tersebut merupakan basa-basi polar.

Penelitian Fitri Apri Susilo (2014) berjudul Basa-basi dalam Berbahasa antar Guru Di SMP N 12 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014. Dalam penelitian tersebut terdapat tuturan yang termasuk acknowledgements adalah sebagai berikut:

a) Apologize (meminta maaf)

Apologize (meminta maaf) yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan penyesalan sehingga mitra tutur percaya bahwa penutur menyesal telah melakukan kesalahan terhadap mitra tutur.

b) Condole (belasungkawa)

Condole (belasungkawa) yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan rasa simpati karena musibah yang dialami oleh mitra tutur sehingga mitra tutur percaya bahwa penutur bersimpati dengan mitra tutur yang mengalami musibah.

c) Congratulate (mengucapkan selamat)

Congratulate (mengucapkan selamat) yaitu fungsi tuturan mengekspresikan kegembiraan karena adanya kabar baik sehingga mitra tutur percaya bahwa penutur senang dengan sesuatu yang diraih oleh mitra tutur.

d) Greet (memberi salam)

(49)

e) Thanks (berterimakasih)

Thanks (berterimakasih) yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan terima kasih karena mendapat bantuan sehingga mitra tutur percaya bahwa penutur benar-benar mengucapkan terima kasih kepada mitra tutur.

f) Bid (meminta/mengundang)

Bid (meminta) yaitu fungsi tuturan untuk mengekpresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang akan terjadi sehingga mitra tutur percaya bahwa penutur berharap dengan yang dilakukan mitra tutur akan baik atau menyenangkan.

g) Accept (menerima)

Accept (menerima) yaitu fungsi tuturan untuk menerima (menghargai) basa-basi dari mitra tutur sehingga mitra tutur percaya bahwa penutur menghargai dengan apa yang dilakukan oleh mitra tutur.

h) Reject (menolak)

Reject (menolak) yaitu fungsi tuturan untuk menolak (melanggar) basa-basi dari mitra tutur sehingga mitra tutur percaya bahwa penutur kurang menghargai apa yang diharapkan oleh mitra tutur.

(50)

2.2.5 Kerangka Berpikir

Basa-basi merupakan sebuah fenomena baru dalam studi pragmatik. Basa-basi berbahasa muncul dari perkembangan pengguna bahasa yang digunakan untuk memulai atau mempertahankan hubungan sosial antara penutur dan lawan tutur dalam kehidupan sehari-hari. Basa-basi berbahasa biasanya muncul di dalam masyarakat, bahkan pada keluarga pendidik. Sekarang, dalam ranah keluarga pendidik, basa-basi banyak digunakan untuk memperkokoh dan mempertahankan hubungan antar penutur dan lawan tutur di ranah keluarga pendidik. Hal inilah yang menjadi fenomena baru dalam studi pragmatik dan menjadi kajian dari penelitian ini, yaitu basa-basi berbahasa dalam ranah keluarga pendidik, khususnya basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Desa junggul, Bandungan, Jawa Tengah.

Penelitian ini menggunakan beberapa teori basa-basi serta teori-teori yang mendukung untuk menguraikan tuturan basa-basi antarkeluarga pendidik. Pertama, Malinowski (1923:315) dalam tesis Waridin (2008:13) mendefinisikan phatic

communion sebagai “a type of speech in which ties of union are created by a mere

exchange of word“.

(51)

(2008:16), mendefinisikan bahwa basa-basi adalah tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan komunikasi untuk memastikan berfungsinya saluran komunikasi dan untuk menarik perhatian lawan bicara atau menjaga agar kawan bicara tetap memperhatikan. Ketiga, Searle (1976 : 1-24) mengatakanan bahwa jenis tindak tutur yang merupakan salah satu fenomena teori pragmatik. Dalam fenomena tindak tutur, terdapat tiga bagian yaitu tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi. Keempat, Geoffrey Leech (1983: 8 ) menyatakan bahwa pragmatik adalah ilmu tentang maksud dalam hubungannya dengan situasi-situasi (speech situation). Kelima, Anwar (1984:46) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan sejemput kata-kata yang dipakai untuk sekedar memecah kesunyian, untuk mempertahankan suasana baik dan sebagainya, sehingga bahasa tidak hanya digunakan untuk menyampaikan perasaan atau pikiran, untuk membahas sesuatu masalah, untuk membujuk, merayu dan sebagainya. Keenam, Arimi (1998: 95) secara praktis basa-basi didefinisikan sebagai fenomena bahasa yang secara sadar dipakai oleh penutur, akan tetapi secara sadar pula tidak diakuinya ketika ditanyakan kebasa-basian itu. Ketujuh, Harimurti Kridalaksana (1986:111) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

(52)

langsung di dalam ranah pendidikan. Metode cakap adalah metode penyediaan data yang dilakukan dengan cara mengadakan percakapan. Penggunaan dua metode pengambilan data tersebut, peneliti diharapkan dapat memperoleh data yang memadai.

(53)

Berikut ini adalah bagan dari kerangka berpikir yang sudah dipaparkan di atas:

FENOMENA BASA-BASI DALAM KAJIAN PRAGMATIK

TEORI BASA-BASI

MALINOWSKI (1923)

JAKOBSON (1980)

LEECH (1983)

KRIDALAK-SANA (1986) ANWAR

(1984)

ARIMI (1998)

HASIL PENELITIAN

WUJUD BASA-BASI DALAM RANAH KELUARGA

PENDIDIK

MAKSUD BASA-BASI DALAM RANAH KELUARGA

PENDIDIK

(54)

Bab III

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai metode penelitian. Hal-hal yang berkaitan dengan metode penelitian meliputi: (1) jenis penelitian, (2) subjek penelitian (3) metode dan teknik pengumpulan data, (4) instrument penelitian, (5) metode dan teknik analisis data, (6) sajian analisis data dan (7) triangulasi.

3.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif karena pada langkah awal peneliti mengumpulkan data-data tuturan antara orang tua dan anak di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah, yang mencerminkan fenomena basa-basi.

(55)

(Moleong, 2006:6). Sejalan dengan definisi tersebut, dalam penelitian ini peneliti berusaha untuk memahami tuturan basa-basi yang dituturkan oleh subjek penelitian, kemudian mengkonfirmasikan maksud tuturan tersebut dan mendeskripsikannya secara jelas dan apa adanya.

Penelitian Basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik di desa junggul, bandungan, jawa tengah. Ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif, karena penelitian ini berisi gambaran basa-basi antaranggota keluarga pendidik yang diperoleh langsung di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memahami fenomena basa-basi yang digunakan oleh penutur maupun mitra tutur untuk menyampaikan maksud tuturannya. Oleh sebab itulah, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai suatu pemahaman terhadap penggunaan basa-basi terutama penggunaan bahasa dalam tindakan komunikasi.

Subjek penelitian ini adalah Keluarga pendidik di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah. Hal itu dikarenakan di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah dirasa, dapat mewakili tuturan basa-basi dari berbagai status sosial. Latar belakang budaya antar keluarga pendidik tersebut juga dapat menjadikan penelitian ini semakin baik karena dapat mengakomodasi bentuk-bentuk basa-basi berbahasa yang mewakili berbagai daerah di Indonesia. Berdasarkan hal itu, peneliti akan melakukan suatu penelitian dengan judul “Basa-basi dalam Berbahasa Antaranggota Keluarga

(56)

3.2 Data dan Sumber Data

Data dan sumber data penelitian ini adalah keluarga pendidik di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah. Hal itu dikarenakan di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah dirasa dapat mewakili tuturan basa-basi dari beberapa keluarga pendidik. Latar belakang budaya antarkeluarga pendidik yang berbeda-beda tersebut juga dapat menjadikan penelitian ini semakin baik. Dalam penelitian ini, data yang ditemukan oleh peneliti menggunakan bahasa Jawa yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh peneliti. Berdasarkan hal itu, peneliti akan melakukan suatu penelitian dengan judul Basa-basi dalam Berbahasa Antaranggota Keluarga

Pendidik di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah.

3.3 Metode pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Peneliti berusaha menggambarkan tentang suatu variabel, gejala atau keadaan secara apa adanya. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan menguji hipotesis tertentu.Melalui penelitian deskriptif, peneliti berusaha mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakuan khusus terhadap peristiwa tersebut. Penelitian deskriptif ini menjadi dasar untuk menguraikan basa-basi berbahasa karena peneliti akan menguraikan peritiwa tutur antaranggota keluarga pendidik di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah.

(57)

digunakan untuk memperoleh data dengan menyimak penggunaan bahasa, dimana dalam penelitian ini peneliti menyimak keluarga pendidik dalam mengucapkan sebuah tuturan. Metode ini memiliki teknik dasar yang berwujud teknik sadap. Teknik sadap disebut sebagai teknik dasar dalam metode simak karena pada hakikatnya penyimakan diwujudkan dengan penyadapan. Artinya dalam upaya mendapatkan data, peneliti melakukannya dengan menyadap penggunaan bahasa keluarga pendidik di Desa Junggul, Bandungan yang menjadi informan. Dalam praktik teknik sadap diikuti dengan teknik lanjutan yang berupa teknik simak libat cakap, simak bebas libat cakap, catat, dan teknik rekam. Teknik simak libat cakap maksudnya si peneliti melakukan penyadapan dengan cara berpartisipasi sambil menyimak, berpartisipasi dalam pembicaraan, dan menyimak pembicaraan. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan teknik sadap diikuti dengan teknik lanjutan yang berupa teknik catat.

Selain itu, penelitian ini juga menggunakan metode cakap. Metode cakap ialah cara penyediaan data yang berupa percakapan antara peneliti dengan informan (Mahsun, 2005:95). Metode cakap memiliki teknik dasar berupa teknik pancing, karena percakapan yang diharapkan sebagai pelaksanaan metode tersebut hanya dimunculkan jika peneliti memberi stimulasi (pancingan) pada informan untuk mengetahui maksud kebahasaan yang diharapkan oleh peneliti.Teknik dasar tersebut dijabarkan dalam teknik lanjutan, yaitu teknik cakap lanjutan cakap semuka.

(58)

pancingan yang sudah disiapkan (berupa daftar tanya) atau spontanitas, maksudnya pencingan dapat muncul ditengah-tengah percakapan. Dalam mengaplikasikan teknik ini, peneliti memberikan stimulus pada guru dan guru (informan) sesuai dengan konteks yang mendukung untuk memperoleh sebuah data tuturan basa-basi.Teknik ini dapat dilengkapi dengan pencatatan atau perekaman.

3.4 Metode Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode analisis kontekstual, yakni dengan menerapkan dimensi-dimensi konteks dalam menafsirkan data yang telah berhasil dikumpulkan, diidentifikasi, dan diklasifikasikan.Metode analisis kontekstual ini dapat disejajarkan dengan metode analisis padan.Metode padan itu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu metode padan yang sifatnya intralingual dan metode padan yang sifatnya ekstralingual (cf. Mahsun, 2005 melalui Rahardi 2009: 36).

(59)

Metode analisis data secara pragmatik menggunakan metode padan ekstralingual yaitu metode analisis dengan cara menghubung-bandingkan unsur-unsur yang bersifat ekstralingual, seperti hal-hal yang menyangkut makna, informasi, konteks tuturan, dan lain-lain. Teknik yang digunakan adalah teknik dasar teknik hubung banding yang bersifat ekstralingual.

Seiddel dalam buku Arikunto (2009) analisis data kualitatif prosesnya berjalan sebagai berikut:

1. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.

2. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat iktisar, dan membuat indeksnya.

3. Berpikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum.

Adapun langkah-langkah untuk menganalisis data dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Peneliti mengumpulkan tuturan yang termasuk ke dalam basa-basi berbahasa. 2. Peneliti mentranskrip tuturan yang telah didapatkan.

3. Peneliti membuat triangulasi dan mengkonfirmasikan pada ahli.

(60)

5. Peneliti menyimpulkan hasil pembahasan ke dalam teori basa-basi dalam kajian pragmatik.

3.5 Trianggulasi

(61)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi uraian (1) deskripsi data dan (2) pembahasan. Deskripsi data berupa tuturan lisan antaranggota keluarga pendidik di Desa Junggul, Bandungan, Jawa Tengah. Pada bagian pembahasan berisi uraian atau bahasan dari data yang telah dideskripsikan ada bagian deskripsi data. Kedua hal tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.

4.1 Deskripsi Data

(62)

4.1.1 Salam

Tuturan berikut ini merupakan tuturan yang termasuk dalam subkategori salam (greeting). Subkategori fatis acknowledgment salam (greeting) terdapat 2 tuturan. Kode (A) digunakan untuk menunjuk tuturan subkategori memberi salam. Contoh tuturan tersebut adalah sebagai berikut.

Tuturan A1

P: Selamat pagi, Bapak mangkat sik ya! (Selamat pagi, bapak berangkat dulu ya!) MT: Ya Pak, ati-ati!

(Ya Pak, hati-hati) Tuturan A2

P: Kulanuwun, kula pun mantuk nggih! (Permisi, saya sudah pulang ya!)

MT: Oh iyo le, leren sik! (Oh iya le, istirahat dulu!) Tuturan A3

P: Ibu, Bapak wis kondur ya! (Ibu, Bapak sudah pulang ya!) MT: Oh,iya, Pak!

Tuturan A4

(63)

MT: Ya Pak, ati-ati! (Ya Pak, hati-hati!) Tuturan A5

P: Pak, aku meh metu, arep nitip apa? (Pak, aku mau keluar, mau titip apa?) MT: Nitip foto kopi sisan Nok ya! (Nitip foto kopi sekalian Nakya!)

4.1.2 Terima Kasih

Tuturan berikut ini merupakan tuturan yang termasuk dalam subkategori terima kasih. Subkategori fatis acknowledgment terima kasih terdapat 8 tuturan. Kode (B) digunakan untuk menunjuk tuturan basa-basi subkategori terima kasih.Contoh tuturan tersebut adalah sebagai berikut.

Tuturan B1

P: Do, Aldo… Bapak nggawa panganan iki. Aldo purun boten? (Do, Aldo… Bapak bawa makanan ini. Aldo mau atau tidak?) MT: Mau Pak…

P: *Sambil memberikan bingkisan kepada Aldo* Matur apa hayo? (Bilang apa hayo?)

MT: Matur nuwun Bapak, *sambil berlari membawa makanan dari Bapak Tuturan B2

P: Bu, iki mau aku entuk oleh-oleh seka murid (Bu, ini tadi aku dapat oleh-oleh dari murid)

(64)

(Ya ampun, bagus sekali. Buat aku saja Sar) P: Ya iki nggo Ibu, makane tak gawa mulih” (Ya ini buat Ibu, makanya aku bawa pulang) MT: Woalah, iya,ta. Makasih lho!

(woalah, iyakah? Makasih lho!) Tuturan B3

P: Le, mau esuk Ibu masak sego goreng, kowe wes maem? (Nak,tadi pagi Ibu masak nasi goreng, kamu sudah makan?) MT: Uwis Bu.

(Sudah Bu.)

P: Lho, kok ora matur apa-apa, karo Ibu? (Lho kok tidak bilang apa-apa sama ibu?) MT: Oh iya, nuwun Bu, sego gorenge enak. (Oh iya, terima kasih Ibu, nasi gorengnya enak) Tuturan B4

P: Nok, suwun lho Ibu wis didamelke teh. (Nak, terima kasih lho Ibu sudah dibuatkan teh.) MT: Tapi ora kelegen ta Bu?

(Tapi tidak kemanisan kan Bu?) Tuturan B5

P: Ris, mbok bapak ditulungi (Ris,tolong bantu bapak) MT: Ya

(Ya)

(65)

(Gitu dong, kalau diminta tolongi langsung datang!) Tuturan B6

P: Tan, tulung jupukna teh-e bapak nang mburi kae! (Tan, tulung ambilkan teh bapak di belakang itu!) MT: Ya pak

(Ya pak)

P: Suwun ya Nok (Terima kasih ya Nak)

4.1.3 Meminta/Mengundang

Tuturan berikut ini merupakan tuturan yang termasuk dalam subkategori menerima. Subkategori fatis acknowledgment menerima terdapat 9 tuturan. Kode (C) digunakan untuk menunjuk tuturan basa-basi subkategori menerima. Contoh tuturan tersebut adalah sebagai berikut.

Tuturan C1

P: Alga, dina iki nang gereja lho, mengko latihan koor karo Bapak. (Alga, hari ini ke gereja lho, nanti latihan koor dengan Bapak.) MT: Ya Pak, dilit neh tak adus.

(Iya Pak, sebentar lagi saya mandi.) Tuturan C2

(66)

(Iya sebentar lagi.) Tuturan C3

P: Le, mengko ki ana ngaji lho nang nggone Pak Imam. (Nak, nanti itu ada ngaji lho di tempat Pak Imam.)

MT: Iyo Bu, mengko aku mangkat kok, wis dikandani Agil. (Iya Bu, nanti aku berangkat kok, sudah diberitahu Agil.) Tuturan C4

P: Nis, mbok kae adine digoleki sik, wis sore iki, kok durung mulih-mulih. (Nis, tolong adiknya dicari dulu, ini sudah sore, kok belum pulang juga.)

MT: Ya Bu, bar iki, nek iklan. (Ya Bu, setelah ini, kalau iklan.) Tuturan C5

P:Ayo Le, jarene arep tuku jajan? (Ayo Nak, katanya mau beli jajan?) MT: (Lari menghampiri penutur) Tuturan C6

P: “Ga, Alga… Wis awan iki, meh tangi jam piro?” (Ga, Alga… Sudah siang ini, mau Bangun jam berapa?” MT: “Iyo Pak, iki lagi ngeempit kemul”.

(Iya Pak, ini baru melipat selimut)

P: “Ayo cepet, iki Senin lho, ana upacara!” (Ayo cepat-cepat, ini hari Senin lho, ada upacara!) Tuturan C7

(67)

(Bu, nanti sore pergi atau tidak?) MT: “Ora kok ketoke, ngapa Sar?” (Tidak kok sepertinya, kenapa Sar?) P: “Mengko nang gereja berarti Bu ya” (Nanti ke gereja berarti Bu ya)

Tuturan C8

P:“Nok, ora njaluk sangu?” (Nak, tidak minta uang saku?)

MT: “Ya njaluk Pak, kan ngenteni Bapak. Hehe” (Ya minta Pak, kan nungguin Bapak)

P: “Iki sangune” (Ini uang sakunya)

MT: (Menerima uang yang diberikan sambil tersenyum) P: “Tapi mengko Bapak diajari ngetik lho!”

(Tapi nanti Bapak diajarkan ngetik lho!) Tuturan C9

P: Le, lampune nang ngarep kae wis urip? MT: Durung Pak.

(Belum Pak)

P: Tulung diuripke lampune, mengko peteng. (Tolong dihidupkan lampunya, nanti gelap) Tuturan C10

(68)

(Nak, besok libur tidak pergi kemana-mana kan?) MT: Ora kok Pak.

(Tidak kok Pak)

P: Tulung terke Bapak nang wisma ya, sesuk Bapak ana rekoleksi. (Tolong antar Bapak ke wisma ya, besok bapak ada rekoleksi)

MT: Oh iya Pak 4.1.4 Menolak

Tuturan di bawah ini merupakan tuturan yang termasuk dalam subkategori menolak. Subkategori fatis acknowledgment menolak terdapat 7 tuturan. Kode (D) digunakan untuk menunjuk tuturan basa-basi subkategori menolak. Contoh tuturan tersebut adalah sebagai berikut.

Tuturan D1

P: Bu, besok Minggu isa teko nikahan anakke Pak Agus apa ora? (Bu, besok Minggu bisa datang nikahan anaknya Pak Agus atau tidak?) MT: Duh Pak, aku dinas awan sesuk Minggu.

(Duh, Pak, saya dinas siang besok Minggu.) Tuturan D2

P: Sar, Sari… Ayo maem! (Sar, Sari… ayo makan)

MT: Ora Bu, ra maem aku, isih wareg. (Tidak Bu, aku tidak makan, masih kenyang.) Tuturan D3

(69)

(Pak, nanti tidak datang sonjo di tempatnya Mas Dedy?) MT: Ora sik ah Bu, kesel aku.

(Tidak dulu ah Bu, aku capek.) Tuturan D4

P: Ris, iki kok tv-ne ora isa urip ya? Mbok tulung iki. (Ris, ini kok tv-nya tidak bisa hidup ya? Tolong ini.) MT: Kae lho ana Bapak.

(Itu lho ada Bapak.) Tuturan D5

P: Le, kene bapak ndelok biji ulangane wingi (Nak, sini bapak lihat nilai ulangannya kemarin) MT: Sik ah Pak, lagi nggarap PR ki!

(Nanti ah Pak, sedang mengerjakan PR!) Tuturan D6

P: Le, mbok tulung aku terke nang pasar sedilit. (Le, tolong antarkan ke pasar sebentar)

MT: Sik ah! (Sebentar ah!) Tuturan D7

P: Tan, tulung Ibu dipethuk, Ibu bar sembayangan nang nggone mbah Nah! (Tan, tolong Ibu dijemput, Ibu tadi sembayangan di tempat mbah Nah!) MT: Mbok Mas Pandu wae to Pak!

(70)

4.1.5 Menerima

Tuturan berikut ini merupakan tuturan yang termasuk dalam subkategori menerima. Subkategori fatis acknowledgment menerima terdapat 5 tuturan. Kode (E) digunakan untuk menunjuk tuturan basa-basi subkategori menerima. Contoh tuturan tersebut adalah sebagai berikut.

Tuturan E1

P: Pak, Minggu ngeterke Aldo nang kolam renang ya karo Alga, aku Minggu dinas awan ki.

(Pak Minggu antar Aldo ke kolam renang ya dengan Alga, aku Minggu dinas siang.) MT: Ya Bu, esuk wae to ben isa suwe le renang.

(Ya Bu, pagi saja ya, biar bisa lama renangnya.) Tuturan E2

P: Sar, dadakan iki, mumpung kowe bali, kowe ngko ngewangi tugas koor gelem apa ora?

(Sar, ini dadakan, mumpung kamu pulang, kamu nanti tugas koor mau apa tidak?) MT: Nggone dewe to le tugas Bu? Yo ngkolah tak melu.

(Tempat kita yang tugas Bu? Ya nantilah aku ikut) Tuturan E3

P: Le, iki Ibu nggawa bakso, gelem apa ora? (Nak, ini ibu bawa bakso, mau tidak?) MT: Gelem Bu

(71)

(Ya sini.) Tuturan E4

P: Bu, iki mau entuk undangan. (Bu, ini tadi dapat undangan.)

MT: Oh iya, mau Bapak wis ngomong Nis. (Oh iya, tadi Bapak sudah bilang Nis.) Tuturan E5

P: Ga, mbok nonton TV-ne ditinggal sik, Ibu diewangi disik kae. (Ga, nonton TV-nya nanti lagi, Ibu dibantu dulu itu)

MT: Oh iya Pak. (Oh iya Pak) Tuturan E6

P: Le, sesuk prei ora nang ngendi-ngendi to? (Nak, besok libur tidak pergi kemana-mana kan?) MT: Ora kok Pak.

(Tidak kok Pak)

P: Tulung terke Bapak nang wisma ya, sesuk Bapak ono rekoleksi. (Tolong antar Bapak ke wisma ya, besok bapak ada rekoleksi) MT: Oh iya Pak

Tuturan E7

Referensi

Dokumen terkait

Indeks harga konsumsi rumah tangga (inflasi pedesaan) Bulan Juni 2011 naik sebesar 0,24 persen dari 132,53 pada bulan Mei 2011 menjadi 132,84 bulan Juni 2011, Kenaikan indeks

Persepsi positif diartikan bahwa subjek setuju diet rendah kalori merupakan diet penurunan berat badan dengan susunan hidangan makanan lengkap yang terdiri atas beranekara-

Bahwa tidak sedikit oknum, baik dari parpol maupun non-parpol, yang mengeruk rente uang haram besar-besaran dari impor pangan.. Bahwa impor pangan itu bukan murni soal supply dan

Alif dari kecil sudah bercita-cita ingin menjadi B.J Habibie, maka dari itu selepas tamat SMP Alif sudah berencana melanjutkan sekolah Ke SMU negeri di Padang yang akan

MAKMUM PENGAWAS KANKEMENAG KAB BANGKALAN Bangkalan 32 13052812720002 MOHAMAD YUSUF PENGAWAS PAI KEMENAG KAB... Ali

Selain itu penelitian bertujuan untuk membandingkan keanekaragaman jenis burung antara lahan basah yang alami dengan lahan basah persawahan berdasarkan indeks keanekaragaman

hanya berpengaruh pada hasil belajar yang menjadi tujuan pembelajaran, namun memberikan kebermaknaan pengetahuan dan pengalaman yang bermanfaat dalam konteks duria

Penurunan konsentrasi yang teradsorpsi disebabkan karena telah terjadinya kesetimbangan antara zat warna tartrazina dengan karbon aktif, ini berarti saat terjadi