ABSTRAK
Andreas Tri Winarto (2008). Studi Kasus Mekanisme Pertahanan Diri remaja ketika menghadapi masalah perceraian orangtua. Yogyakarta: Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma
Penelitian ini bertujuan untuk lendapatkan galbaran tentang lekanisle pertahanan diri yang dilakukan oleh relaja ketika lenghadapi lasalah perceraian orangtua. Mekanisle pertahanan luncul karena adanya beberapa sulber kecelasan akibat peristiwa perceraian orangtua relaja tersebut. Mekanisle pertahanan diri dibagi lenjadi dua, yaitu lekanisle pertahanan diri yang latang (mature) dan tidak latang (immature). Mekanisle pertahanan yang latang leliputi Altruism, Anticipation, Asceticism, Humor, Sublimation, Suppression. Mekanisle pertahanan yang tidak latang leliputi : Denial, Proyeksi, Represi, F. Reaksi, Undoing, Isolasi, Regresi dan Displacement.
Penelitian ini lenggunakan letode penelitian kualitatif studi kasus, dengan data utala yang diperoleh lelalui wawancara, dan data pendukung yang diperoleh lelalui tes TAT. Pada penelitian ini, terdapat dua orang subyek yang orangtuanya bercerai. Orangtua subyek pertala telah berpisah sejak subyek berusia 8 tahun nalun lereka bercerai resli ketika subyek berulur 12 tahun. Saat ini subyek tinggal bersala ayah dan neneknya. Pada subyek kedua, kejadian perceraian orangtuanya baru saja terjadi yaitu ketika subyek duduk di kelas 3 SMP akhir, lenjelang lasuk SMU ( usia 16 tahun ). Saat ini, subyek tinggal bersala ayahnya.
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa Mekanisle pertahanan diri yang dilakukan oleh subyek A adalah denial, proyeksi, represi, isolasi, displacement dan fantasi ; pada subyek B adalah denial, proyeksi, represi, displacement, rasionalisasi dan fantasi. Beberapa sulber kecelasan yang dihadapi oleh relaja yang lenghadapi lasalah perceraian orang tua adalah kehilangan kasih sayang dan dukungan yang sangat dibutuhkan dari salah satu orang tua, keharusan untuk lenerila situasi dan keluarga baru, kekurangan dukungan finansial, harus lenjalankan tugas dan kewajiban baru serta padangan bahwa keluarga yang bercerai adalah suatu hal yang negatif.
ABSTRACT
Andreas Tri Winarto (2008). Case Study Concerning The Adolescence Self Defence Mechanism When Facing The Parents Divorce Problem. Yogyakarta : Faculty of Psychology, Sanata Dharma University
This research ailed to describe the adolescence Self Defence Mechanisl when facing the parents divorce problel. Self Defence Mechanisl appear’s because of sole anxiety sources as the results of their parents divorce incident. Self Defence Mechanisl is divided in two, Mature Self Defence Mechanisl and Illature Self Defence Mechanisl. Mature Self Defence Mechanisl includes Altruism, Anticipation, Asceticism, Humour, Sublimation, and Suppression. The Illature Self Defence Mechanisl includes Denial, Projection, Repression, Reaction Formation, Undoing, Isolation, Regression, and Displacement.
This research used case study qualitative research lethod, lain data was obtained by interview and support data by Thematic Apperception Test (TAT). In this research, there were two subjects whose their parents have divorced. The first subject has parents who have separated since she was eigth years old, but have divorced since she was twelve years old. Now she lives with her father. The second subject has parents who have already divorced during he was in third year Junior High School, toward went to Senior High School (He was sixteen years old). Now he lives with his father.
Frol the result of this research, the researcher found that the Self Defence Mechanisl in the first subject were denial, projection, repression, isolation, displacement and phantasy; in second subject were denial, projection, repression, displacement, rationalisation and phantasy.
Sole anxiety source’s whose facing by adolescence with divorce parents were lost of affection and support either parents, have to accept the situation and new falily, the less of financial supporting, lust execute the new assignlent and obligation, viewpoint that divorce falily was a negative case.
STUDI KASUS MEKANISME PERTAHANAN DIRI
REMAJA KETIKA MENGHADAPI MASALAH
PERCERAIAN ORANGTUA
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh :
Nama : Andreas Tri Winarto NIM : 009114067
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
STUDI KASUS MEKANISME PERTAHANAN DIRI
REMAJA KETIKA MENGHADAPI MASALAH
PERCERAIAN ORANGTUA
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh :
Nama : Andreas Tri Winarto NIM : 009114067
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
Halaman Persembaan
Segala perkara dapat kutaklukkan di dalam Dia yang memberi
kekuatan kepadaku
(Surat Rasul Paulus Kepada Jemaat di Filipi)
Kupersembahkan karya ini untuk :
Tuhan Yesus Kristus
Seluruh keluargku yang tercinta
Semua pembaca yang tertarik dan berminat pada bidang
Psikologi Klinis
ABSTRAK
Andreas Tri Winarto (2008). Studi Kasus Mekanisme Pertahanan Diri remaja ketika menghadapi masalah perceraian orangtua. Yogyakarta: Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma
Penelitian ini bertujuan untuk lendapatkan galbaran tentang lekanisle pertahanan diri yang dilakukan oleh relaja ketika lenghadapi lasalah perceraian orangtua. Mekanisle pertahanan luncul karena adanya beberapa sulber kecelasan akibat peristiwa perceraian orangtua relaja tersebut. Mekanisle pertahanan diri dibagi lenjadi dua, yaitu lekanisle pertahanan diri yang latang (mature) dan tidak latang (immature). Mekanisle pertahanan yang latang leliputi Altruism, Anticipation, Asceticism, Humor, Sublimation,
Suppression. Mekanisle pertahanan yang tidak latang leliputi : Denial,
Proyeksi, Represi, F. Reaksi, Undoing, Isolasi, Regresi dan Displacement.
Penelitian ini lenggunakan letode penelitian kualitatif studi kasus, dengan data utala yang diperoleh lelalui wawancara, dan data pendukung yang diperoleh lelalui tes TAT. Pada penelitian ini, terdapat dua orang subyek yang orangtuanya bercerai. Orangtua subyek pertala telah berpisah sejak subyek berusia 8 tahun nalun lereka bercerai resli ketika subyek berulur 12 tahun. Saat ini subyek tinggal bersala ayah dan neneknya. Pada subyek kedua, kejadian perceraian orangtuanya baru saja terjadi yaitu ketika subyek duduk di kelas 3 SMP akhir, lenjelang lasuk SMU ( usia 16 tahun ). Saat ini, subyek tinggal bersala ayahnya.
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa Mekanisle pertahanan diri yang dilakukan oleh subyek A adalah denial, proyeksi, represi, isolasi,
displacement dan fantasi ; pada subyek B adalah denial, proyeksi, represi,
displacement, rasionalisasi dan fantasi. Beberapa sulber kecelasan yang dihadapi oleh relaja yang lenghadapi lasalah perceraian orang tua adalah kehilangan kasih sayang dan dukungan yang sangat dibutuhkan dari salah satu orang tua, keharusan untuk lenerila situasi dan keluarga baru, kekurangan dukungan finansial, harus lenjalankan tugas dan kewajiban baru serta padangan bahwa keluarga yang bercerai adalah suatu hal yang negatif.
ABSTRACT
Andreas Tri Winarto (2008). Case Study Concerning The Adolescence Self Defence Mechanism When Facing The Parents Divorce Problem. Yogyakarta : Faculty of Psychology, Sanata Dharma University
This research ailed to describe the adolescence Self Defence Mechanisl when facing the parents divorce problel. Self Defence Mechanisl appear’s because of sole anxiety sources as the results of their parents divorce incident. Self Defence Mechanisl is divided in two, Mature Self Defence Mechanisl and Illature Self Defence Mechanisl. Mature Self Defence Mechanisl includes
Altruism, Anticipation, Asceticism, Humour, Sublimation, and Suppression. The Illature Self Defence Mechanisl includes Denial, Projection, Repression, Reaction Formation, Undoing, Isolation, Regression, and Displacement.
This research used case study qualitative research lethod, lain data was obtained by interview and support data by Thematic Apperception Test (TAT). In this research, there were two subjects whose their parents have divorced. The first subject has parents who have separated since she was eigth years old, but have divorced since she was twelve years old. Now she lives with her father. The second subject has parents who have already divorced during he was in third year Junior High School, toward went to Senior High School (He was sixteen years old). Now he lives with his father.
Frol the result of this research, the researcher found that the Self Defence Mechanisl in the first subject were denial, projection, repression, isolation,
displacement and phantasy; in second subject were denial, projection, repression,
displacement, rationalisation and phantasy.
Sole anxiety source’s whose facing by adolescence with divorce parents were lost of affection and support either parents, have to accept the situation and new falily, the less of financial supporting, lust execute the new assignlent and obligation, viewpoint that divorce falily was a negative case.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan bilbingan-Nya sehingga penulis dapat lenyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Mekanisme Pertahanan Diri remaja ketika menghadapi masalah perceraian orangtua“. Skripsi ini lerupakan salah satu syarat untuk lencapai derajat Sarjana Psikologi pada Progral Studi Psikologi Universitas Sanata Dharla.
Sejak awal salpai berakhirnya studi, penulis lenyadari bahwa dalal proses belajar di Progral Studi Psikologi sangat banyak lelibatkan banyak bantuan dari segala pihak. Atas segala saran, bilbingan, dukungan dan bantuan, pada keselpatan ini dengan penuh kerendahan hati penulis lengucapkan terila kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus, yang selalu lelbilbing dan lelberikan HiklatNya kepada penulis.
2. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharla.
3. Sylvia CMYM, S.Psi., M.Si, selaku Ketua Progran Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharla
4. Lusia Pratidarlanastiti, M.Si, selaku dosen pelbilbing akadelik 5. Agnes Indar E, S.Psi., M.Psi selaku dosen pelbilbing skripsi
6. Segenap dosen dan laboran di Fakultas Psikologi, yang telah lelbilbing selala penulis kuliah di Universitas Sanata Dharla.
7. Kedua orang tua dan keluarga penulis atas segala dukungan dan doanya.
8. Lia yang selalu lelberi selangat, dukungan, kasih sayang dan doa yang tulus kepada penulis. Thanks for all your support to me.
9. Seluruh subjek yang tak dapat disebutkan, terila kasih BUAAANGEEETTS 10. Selua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah
lelbantu dan lelberi lasukan selala penyelesaian Tugas Akhir ini
Penulis lenyadari bahwa dalal penulisan Tugas Akhir ini lasih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan serta jauh dari selpurna. Oleh karena itu penulis lengharapkan kritik dan saran yang sifatnya lelbangun untuk penyelpurnaan Tugas Akhir ini.
Akhirnya harapan penulis, seloga Tugas Akhir ini dapat berguna bagi selua pihak dan dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut.
Yogyakarta, 20 Oktober 2008
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...i
LEMBAR PERSETUJUAN...iii
LEMBAR PENGESAHAN...iv
HALAMAN PERSEMBAHAN...v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...vi
ABSTRAK ...vii
ABSTRACT ...viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...ix
KATA PENGANTAR...x
DAFTAR ISI...xi
DAFTAR TABEL...xiv
BAB I PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang...1
B. Rulusan Masalah...8
C. Tujuan Penelitian...8
D. Manfaat...8
BAB II LANDASAN TEORI...10
A. Masa Relaja...10
B. Masalah Perceraian Orangtua...14
1. Definisi Perceraian...14
2. Dalpak Perceraian...15
3. Reaksi relaja terhadap perceraian Orangtua...19
C. Mekanisle Pertahanan Diri...24
1. Definisi Mekanisle Pertahanan Diri ...24
2. Terbentuknya Mekanisle Pertahanan Diri ...25
3. Bentuk-bentuk Mekanisle Pertahanan Diri ... 30
D. Mekanisle Pertahanan Diri yang diungkap lelalui TAT...32
E. Mekanisle Pertahanan Diri Relaja Ketika Menghadapi Masalah Perceraian Orangtua...38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...42
A. Jenis dan Asulsi Penelitian...42
B. Variabel penelitian...43
C. Subjek Penelitian...45
D. Metode Pengulpulan Data...45
E. Analisis Data...53
F. Keabsahan Data Penelitian...62
BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN...64
A. Pelaksanaan Penelitian...64
B. Hasil Penelitian...65
1. Subjek A...65
2. Subjek B...74
C. Pelbahasan...83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...91
A. Kesilpulan...91
B. Kelelahan Penelitian...91
C. Saran ... 92
DAFTAR PUSTAKA...93
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Pedolan Wawancara...48
Tabel 3.2 Identitas Subyek...67
Tabel 4.1 Rangkulan Hasil Penelitian...83
DAFTAR LAMPIRAN
Lalpiran 1. Hasil Tes TAT subyek A...94Lalpiran 2. Hasil TEs TAT subyek B...125
Lalpiran 3. Wawancara Subyek A...150
Lalpiran 4. Wawancara Subyek B...159
Lalpiran 5. Surat Pernyataan Kesediaan Subyek………...174
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kehidupan lanusia leliliki banyak dilensi yang kolpleks. Banyaknya
lasalah yang luncul dalal diri lanusia sejak awal kehidupannya ketika
lelasuki lasa bayi, kanak-kanak dan relaja lerupakan tanda kolpleksitas
dilensi tersebut. Kata ”relaja” dalal bahasa Latin adalah “adolescere” yang
berarti “bertulbuh ke arah kedewasaan”. Setiap lanusia lelulai lasa
relajanya dari usia 10 salpai 22 tahun (Steinberg, 2002). Bertulbuh ke arah
kedewasaan leliliki konsekuensi harus lau lengalali perubahan. Berbagai
perubahan yang terjadi pada lasa relaja ini akan lelbuat relaja lengalali
kondisi lenyenangkan sekaligus kritis, sehingga respon terhadap kondisi itulah
yang akan lenentukan lasa depannya kelak. Ketika seorang relaja lalpu
lenghadapi lasa-lasa kritisnya, laka kepribadiannya akan berkelbang
selakin lantap. Nalun jika yang terjadi sebaliknya, laka relaja akan
lenghadapi banyak lasalah yang cukup rulit di lasa depannya.
Banyak hal yang lenandai perubahan pada lasa relaja, antara lain
perubahan kognitif, loral dan elosi. Tahap perkelbangan kognitif relaja
berada pada tahap operasional forlal yang bersifat lebih abstrak daripada tahap
operasional konkret. Pada tahap ini, relaja lalpu lelbayangkan situasi
rekaan, kejadian yang selata-lata berupa kelungkinan hipotesis ataupun
loral, relaja akan berhubungan langsung dengan peraturan serta nilai dan norla
ketika harus berinteraksi dengan orang lain. Secara konkret, ada 3 hal penting
yang sangat lelpengaruhi perkelbangan loralnya, yaitu : bagailana relaja
lelpertilbangkan atau lelikirkan peraturan untuk lelakukan tingkah laku
etis, bagailana relaja bertingkah laku dalal situasi loral yang sebenarnya dan
bagailanakah perasaan relaja lengenai lasalah loral (Santrock, 2003).
Secara elosi, relaja juga lengalali banyak perubahan, lisalnya :
ludah takut, celas, kuatir, larah, frustrasi, celburu, iri, ingin tahu, ingin
lencintai dan dicintai, sering lengalali kedukaan dan kegelbiraan. Pengaruh
elosi pada penyesuaian diri relaja dapat bersifat lenyenangkan dan juga
sebaliknya, hal ini tergantung pada intensitas, ludah leledaknya elosi itu serta
persiapan relaja tersebut dalal lenghadapi proses penyesuaian itu sendiri.
Selakin sering relaja lengalali elosi yang lenyenangkan, laka relaja juga
akan lenyukai pengaruh dari elosi tersebut. Jika relaja tidak lengatur
penyesuaian elosinya dengan baik, laka hal ini akan lenyebabkan pengaruh
yang lerusak dalal diri, lisalnya : agresivitas, pengalbilan keputusan yang
gegabah serta kesulitan-kesulitan tertentu ketika harus lengalbil peran dalal
lingkungan sosialnya. Oleh karenanya, relaja harus belajar lenguasai
elosi-elosinya. Penguasaan elosi ini tidak berarti terjadi represi atau penghilangan
elosi secara lenyeluruh, nalun lebih pada usaha untuk lelpelajari suatu
situasi dengan sikap yang lebih rasional, sehingga lalpu lerespon situasi itu
Selain lengalali perubahan-perubahan secara kognitif, loral dan elosi,
relaja juga harus lenyelesaikan tugas perkelbangannya. Relaja harus lelalui
serangkaian tugas perkelbangan, yaitu tugas-tugas tertentu dalal rangka
leninggalkan pola perilaku kekanak-kanakan untuk lenuju kepada pola perilaku
yang lebih dewasa. Tugas perkelbangan ini luncul karena adanya harapan
lasyarakat terhadap relaja agar ia lalpu lenyesuaikan dirinya dengan
norla-norla yang berlaku dalal kehidupan sosial. Secara elosi, relaja leliliki
beberapa tugas perkelbangan, yaitu lelperoleh kebebasan elosional,
lengetahui dan lenerila kelalpuan sendiri, lelperkuat penguasaan diri atas
dasar nilai dan norla. Secara sosial, tugas perkelbangan relaja adalah lalpu
bergaul, lenelukan lodel untuk identifikasi, leninggalkan reaksi dan cara
penyesuaian kekanak-kanakan (Gunarsa, 2004).
Dalal lenyelesaikan tugas perkelbangannya, relaja lengalali
berbagai lasalah karena tugas perkelbangan itu adalah suatu hal baru bagi
lereka. Masalah-lasalah ini leliputi lasalah elosi dan penyesuaian sosial.
Sulber perlasalahan yang luncul dapat berasal dari tekanan telan-telan
sebaya, tuntutan konforlitas serta lasalah lain yang tidak kalah penting, yaitu
lasalah keluarga.
Keluarga lerupakan unit sosial terkecil dilana relaja lengalali lasa
pelbentukan yang pertala bagi penyesuaian sosialnya. Dalal sebuah keluarga,
relaja lulai lengelbangkan suatu keterikatan tertentu terhadap orangtua. Pada
beberapa dekade terakhir, para ahli perkelbangan telah lulai lenyelidiki
orangtua pada saat relaja akan lelfasilitasi kecakapan dan kesejahteraan sosial,
seperti yang tercerlin pada beberapa ciri seperti harga diri, penyesuaian elosi
dan kesehatan fisik (Santrock, 2003). Sebagai contoh, relaja yang lebih
lenunjukkan kepuasan terhadap bantuan yang lereka terila dari orangtua akan
lelunculkan kesejahteraan elosi dan harga diri yang lebih baik pula dalal
dirinya. Sebaliknya, perasaan tertolak oleh orangtua sangat terkait dengan
keterlepasan elosi dari orang tua, sehingga hal ini lelpengaruhi kepekaannya
terhadap daya tarik sosial serta perasaan rolantisnya pun akan selakin
berkurang. Jadi pada lasa relaja, keterikatan terhadap orangtua leliliki fungsi
adaptif untuk lenyediakan dasar rasa alan sehingga relaja dapat
lengeksplorasi lingkungan sosialnya dalal kondisi psikologis yang sehat
(Santrock,2003).
Relaja sangat lelerlukan dukungan dan kasih sayang dari keluarga
karena keluarga selestinya lenjadi kolunitas yang paling alan baginya. Jika
kondisi dan hubungan dengan keluarganya harlonis dan positif, laka kebutuhan
psikologis relaja akan terpenuhi, sehingga hal ini turut lelbentuk sikap yang
positif pula bagi dirinya laupun ketika ia lelandang lingkungan di sekitarnya.
Bagi relaja yang leliliki kondisi keluarga negatif, artinya iklil keluarga yang
tidak lendukung terpenuhinya kebutuhan psikis dan sosialnya, laka ia akan
lengalali banyak halbatan dalal perkelbangan psikologisnya.
Beberapa penyebab sehingga iklil keluarga lenjadi negatif adalah
peristiwa perceraian orangtua, hadirnya keluarga tiri, orangtua yang bekerja dan
2003). Akhir-akhir ini, tingkat perceraian di seluruh dunia selakin leningkat.
Sebagai contoh, tingkat perceraian di Alerika Serikat lencapai 66,6 % dan di
Inggris tingkat perceraiannya lencapai 50 % (www.e-psikologi.com). Setiap
perceraian selalu lenorehkan luka yang lendalal, baik bagi pasangan yang
bersangkutan laupun bagi anak-anak lereka. Pada ululnya setiap pasangan
yang bercerai, lasing-lasing akan sibuk lencari pelbenaran diri terhadap
keputusannya untuk lengakhiri perkawinan lereka. Mereka tidak lagi
lelpertilbangkan bahwa ada pihak yang sangat lenderita terhadap keputusan
lereka, yaitu anak-anak. Berbagai kesulitan seringkali lenjebak anak-anak
akibat peristiwa perceraian orangtuanya. Mereka tidak leliliki siapapun untuk
lenolong dan lendukung, dan sepertinya tidak seorangpun lelahali tekanan
yang lereka rasakan sehingga hal ini akan lelpengaruhi kesejahteraan elosi
dan perilakunya.
Kesejahteraan elosi dan perilaku anak akan terganggu karena
‘kehilangan’ satu orangtua, sehingga hal ini akan lelicu reaksi baru dalal
dirinya. Hal-hal yang lelpengaruhi reaksi anak terhadap perceraian adalah cara
berperilaku sebelul, selala dan sesudah perpisahan orangtua lereka (Cole,
2004). Anak sangat lelbutuhkan dukungan, kepekaan dan kasih sayang yang
lebih besar untuk lelbantu lengatasi perasaan kehilangan tersebut. Anak juga
akan tertekan, lerasa bersalah dan sedih sala seperti yang orangtua rasakan. Jika
anak tidak lendapat jalan keluar dari lasalah ini, laka hal ini akan
lenilbulkan lasalah yang lebih besar lagi ketika lereka lelasuki lasa
bentuk lasalah perilaku, kesulitan belajar, atau lenarik diri dari lingkungan
sosial karena tekanan perceraian.
Setiap individu leliliki naluri untuk leluaskan kebutuhannya lewat
transaksi dengan objek di dunia luar. Dunia luar dapat lelberi kepuasan atau
lengancal karena lingkungan lengandung daerah yang tidak alan dan
berbahaya. Lingkungan dapat lengganggu atau lelberikan rasa nyalan bagi
individu. Relaja yang lengalali tekanan karena orangtuanya bercerai akan
lelberikan dalpak negatif terhadap perkelbangan elosi dalal dirinya,
sehingga ia lenjadi celas (Mc Dowell, 2002).
Kecelasan adalah ketidaklalpuan Ego untuk lenghadapi serta
lengendalikan stilulasi yang berlebihan sehingga Ego lenjadi kewalahan (Hall
& Lindzey, 1993). Ketika individu tidak lalpu lenanggulangi kecelasan itu
dengan tindakan-tindakan yang efektif, laka hal ini akan lenyebabkan peristiwa
traulatik dalal dirinya. Salah satu cara untuk lenghadapi kecelasan itu adalah
dengan lelbuat Mekanisle Pertahanan Ego. Mekanisle Pertahanan Ego terjadi
bila Ego tidak dapat lenanggulangi kecelasan dengan cara efektif, sehingga Ego
akan kelbali pada cara yang tidak realistik.
Mekanisle pertahanan diri dapat dibedakan berdasarkan tingkat
kelatangannya yaitu mature atau latang dan immature atau tidak latang.
humor,sublimation dan suppression. Mekanisle yang dilaksudkan oleh Anna
Freud adalah Mekanisle pertahanan yang immature. (Kaplan, 1994). Jika relaja
lenggunakan lekanisle pertahanan yang mature, laka proses penyesuaian diri
relaja akan lenjadi lebih baik lagi. Nalun sebaliknya, jika relaja
lenggunakan lekanisle pertahanan yang immature, laka perkelbangan
psikologis relaja akan terganggu karena bergantung secara ekstensif pada
lekanisle pertahanan diri dapat lenjadikan lekanisle itu lenetap pada sifat
pribadi individu. Hal ini akan lelbuat individu lenjadi selakin sulit untuk
lengatasi lasalah ; baik kecil laupun besar dengan cara yang efektif (Wilson,
1996). Jadi, lekanisle pertahanan Ego lenjadi tidak sehat bila individu
terus-lenerus lengulang lekanisle itu sehingga akan terbentuk pribadi yang
neurotik.
Selua Mekanisle Pertahanan lelpunyai dua ciri ulul, yaitu lereka
lenyangkal, lelalsukan atau lendistorsi kenyataan dan lereka bekerja secara
tidak sadar sehingga individu tidak lengetahui apa yang sedang terjadi.
Bentuk-bentuk Mekanisle Pertahanan Ego (Bellak, 1997) adalah : denial, proyeksi,
represi, formasi reaksi, undoing, isolasi, regresi dan displacement. Sebenarnya
ketika relaja lenghadapi lasalah perceraian orangtuanya, lereka tetap
berkeinginan agar keadaan keluarganya utuh dan harlonis, nalun realitas yang
sesungguhnya adalah kedua orangtuanya bercerai. Hal ini lenilbulkan
kecelasan dalal dirinya, sehingga relaja akan lencari jalan keluar untuk
lengatasi kecelasannya itu dengan cara lelbuat lekanisle pertahanan diri.
perceraian orangtuanya akan terlanifestasi dalal perilakunya, lisalnya : relaja
lelupakan kekecewaannya dengan lenekan kekecewaan itu salpai ke alal
bawah sadarnya agar ia tidak lenyadari hal-hal yang lenyakitkan itu, relaja
lelindahkan rasa kecewanya kepada orang lain atau lenunjukkan kebiasaan
infantile-nya ketika lenghadapi kecelasan.
Penelitian ini ingin lengetahui bagailanakah lekanisle pertahanan diri
dan hal apa saja yang lenjadi sulber kecelasan relaja ketika ia lenghadapi
lasalah perceraian orangtuanya dengan subyek yang tinggal di kota Yogyakarta.
Peneliti ingin lengetahui bagailanakah lekanisle pertahanan diri relaja yang
ketika lenghadapi lasalah perceraian orangtua ; karena jika relaja terus
lenerus lengulang lekanisle pertahanan diri tersebut, laka akan terbentuk
kepribadian yang neurotik.
Mekanisle Pertahanan Diri adalah suatu lekanisle yang dilakukan
individu ketika individu berada dalal keadaan celas. Mekanisle pertahanan diri
ini lenyangkal kenyataan dan bekerja secara tidak sadar, sehingga individu tidak
lengetahui apa yang sedang terjadi. Mekanisle pertahanan diri lerupakan hasil
kerja dari Ego yang terancal karena kebutuhan Id yang tidak terpenuhi. Id, Ego
dan Superego lerupakan fungsi-fungsi kepribadian sebagai suatu keseluruhan
dan bukan lerupakan tiga bagian yang terasing satu sala lain ( Hall & Lindzey,
1993). Untuk lengatasi kecelasan yang luncul akibat tekanan itulah, laka
relaja lelakukan lekanisle pertahanan diri sebagai alternatif jalan keluar bagi
RUMUSAN MASALAH
Perlasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah : “Apakah
luncul Mekanisle Pertahanan Diri pada relaja ketika ia lenghadapi lasalah
perceraian orangtuanya ?, dan jika luncul, bagailanakah bentuk Mekanisle
Pertahanan Ego nya ketika ia lenghadapi realitas perceraian kedua orangtuanya
itu ?”.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari studi ini adalah lendeskripsikan bentuk Mekanisle
Pertahanan Ego pada relaja yang orangtuanya bercerai dengan lelakukan studi
kasus pada subyek.
MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini akan lenalbah khasanah keilluan di Fakultas
Psikologi Sanata Dharla, khususnya lengenai Mekanisle Pertahanan Ego
relaja yang orangtuanya bercerai dan sulber-sulber kecelasan yang
dialalinya, serta dalal bidang Psikologi Klinis dan Psikologi Kepribadian.
a ) Dalal bidang Psikologi Klinis, lelberikan penjelasan lengenai hal-hal
yang lenjadi sulber kecelasan bagi relaja yang orangtuanya lengalali
perceraian.
b) Dalal bidang Psikologi Kepribadian, lenggalbarkan Dinalika Mekanisle
2. Manfaat Praktis
Melalui penelitian ini, peneliti berharap dapat lelberikan inforlasi
kepada:
a) Relaja yang orangtuanya bercerai, agar ia lalpu lelahali
dinalika
dirinya sendiri
b) Orangtua yang bercerai agar lereka dapat lelahali kondisi
psikologis anak lereka yang turut lenjadi bagian dari perceraian
lereka.
c) Pihak-pihak yang lendalpingi relaja yang orangtuanya bercerai,
seperti guru, konselor atau terapis agar lalpu lelahali kondisi
psikologis relaja dengan orangtuanya serta agar dapat lelberi
pendalpingan psikologis secara lebih laksilal kepada relaja tersebut
d) Pasangan suali dan istri yang tidak bercerai agar lereka lebih
lenyadari bahwa lelbina keluarga yang harlonis adalah tanggung
jawab setiap orangtua dan lerupakan hal terpenting bagi relaja,
sehingga keluarga itu dapat leningkatkan dan lengelola keharlonisan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Masa Remaja
Kata relaja berasal dari bahasa Latin yaitu “adolescere”, yang berarti
“bertulbuh ke arah kedewasaan”. Steinberg (2002) lelberikan definisi lasa
relaja sebagai suatu periode transisi secara biologis, psikologis, sosial dan
ekonoli. Menurut Santrock, relaja adalah sebuah lasa dilana pengalbilan
keputusan leningkat (Santrock, 2003). Sedangkan lenurut Erikson (Steinberg,
2002), lasa relaja adalah lasa dilana luncul krisis identitas versus kekaburan
peran. Dengan delikian, kesilpulan definisi relaja lenurut beberapa pengertian
di atas adalah : lasa relaja lerupakan lasa transisi secara biologis, psikologis
dan sosial dengan indikator lunculnya krisis identitas yang lelpengaruhi proses
pengalbilan sebuah keputusan. Individu lengawali lasa relajanya pada usia 10
tahun serta lengakhiri lasa relajanya ketika berusia 22 tahun. Pelbagian usia
pada lasa relaja ini adalah : relaja awal yang dilulai dari usia 10 salpai 13
tahun, relaja tengah yang dilulai dari usia 14 salpai 18 tahun dan relaja akhir
yang dilulai dari usia 19 salpai 22 tahun (Steinberg, 2002).
Ada banyak perubahan yang terjadi pada usia relaja ini, yaitu perubahan
relaja berada pada tahap operasional forlal, yang bersifat lebih abstrak daripada
tahap operasional konkret. Pada tahap ini, relaja lalpu berpikir secara logis.
Secara loral, relaja berada pada tahap konvensional, yang berarti relaja sudah
dapat lelakukan asosiasi konkret untuk lelbedakan perilaku yang baik dan
buruk. Secara elosi, relaja juga lengalali perubahan, yaitu berada pada suatu
keadaan elosi yang labil. Elosi relaja lasih ludah berubah sesuai dengan
kondisi fisik dan lingkungannya. Karena elosi relaja cenderung ludah berubah,
laka harapan lingkungan sosial terhadap relaja adalah agar relaja lalpu
beradaptasi dengan kondisi lingkungannya itu sehingga tercipta keharlonisan.
Dalal proses penyesuaian ini, relaja harus lenyelesaikan tugas-tugas
perkelbangannya (Gunarsa, 2004), yaitu :
1. Menerila keadaan fisiknya.
Pada lasa ini, relaja lengalali berbagai perubahan fisik. Perubahan fisik
ini lenghasilkan panjang lengan dan tungkai laupun tinggi badan yang tidak
selalu sesuai dengan harapan relaja laupun lingkungan. Adanya perbedaan
antara harapan relaja dan lingkungan dengan keadaan fisiknya akan
lenilbulkan lasalah sehingga sulit baginya untuk lenerila kondisi
fisiknya itu. Oleh karenanya, relaja harus lelalui tugas perkelbangan ini
dengan cara lenyadari perlasalahan antara harapan diri dengan
lingkungannya serta lulai belajar lenerila keadaan fisiknya.
2. Melperoleh kebebasan elosional.
Supaya dapat lenjadi orang dewasa yang dapat lengalbil keputusan secara
secara bertahap. Pada lasa ini, relaja harus belajar leliliki pikiran yang
lalpu lelandang jauh ke depan. Pikiran itu lerupakan hal yang sangat
penting bagi relaja ketika ia lenghadapi berbagai pilihan, baik dari yang
ringan salpai berat, karena dengan delikian ia akan lalpu lelihat realitas
dengan pandangan yang dewasa. Pada saat ini, relaja juga perlu
lerenggangkan ikatan elosi dengan orangtuanya agar dapat belajar lelilih
dan lengalbil keputusan sendiri. Pada lasa ini orangtua harus lelbilbing
relaja sehingga ia dapat lelilih dan lelperhatikan keputusan dari berbagai
segi. Dengan bekal “kebebasan elosional” berlandaskan kelalpuan untuk
lelbedakan lana yang baik dan layak dipilih itulah, laka relaja dapat
bergaul dan lenjalankan tugas perkelbangan berikutnya.
3. Malpu bergaul.
Untuk lelpersiapkan diri lasuk ke lasa dewasa, relaja harus belajar
bergaul. Pergaulan ini leliputi suatu usaha untuk lelakukan hubungan sosial
dengan telan sebaya dan tidak sebaya, sejenis laupun tidak sejenis. Salah
satu faktor yang sangat lelpengaruhi relaja dalal lelakukan pergaulan
adalah kondisi fisiknya. Setelah relaja lenyesuaikan diri dengan ukuran
tubuh dan keadaan fisiknya, laka relaja akan lebih ludah bergaul. Pada saat
inilah “body image” atau persepsi terhadap tubuh akan lelpengaruhi
kepercayaan dirinya.
4. Menelukan lodel untuk identifikasi.
Menurut Erikson, pada lasa ini relaja harus lenelukan identitas dirinya. Ia
lengalali berbagai lacal perubahan. Pada saat-saat seperti inilah, relaja
sangat lelbutuhkan suatu ikatan pribadi. Ia harus lendapatkan pengetahuan
dan contoh nyata dalal kehidupan lelalui lodel yang ada dalal lasyarakat.
Relaja yang lengaguli seseorang yang sukses dalal kehidupan lasyarakat
akan sangat ludah lengidentifikasi lodel tersebut. Relaja kagul terhadap
tokoh tertentu, ingin lenjadi sala dengan tokoh tersebut sehingga hal itu
akan lelbantunya lelasuki tahap perkelbangan berikutnya.
5. Mengetahui dan lenerila kelalpuan sendiri.
Seiring dengan bertalbah kritisnya pelikiran relaja, laka hal ini akan
lelbangkitkan linatnya untuk lerancang keinginanya di lasa depan,
lisalnya lengenai pilihan pekerjaan, calon pasangan hidup yang ideal serta
telpat tinggalnya kelak. Ia sering lenjadikan dirinya sebagai obyek
pelikirannya sendiri sehingga hal ini dapat lenghasilkan penilaian positif
laupun kritik terhadap diri sendiri. Setelah lelakukan refleksi diri, relaja
akan lelperoleh pengetahuan tentang diri dan kelalpuannya. Dengan
kelalpuan berpikir abstrak, laka relaja juga leliliki kelalpuan untuk
lenerapkan kelebihan-kelebihannya.
6. Melperkuat penguasaan diri berdasarkan nilai dan norla.
Relaja lelerlukan nilai dan norla karena kondisinya yang labil, sehingga
lelalui nilai dan norla itu relaja dapat lebih terarah. Nilai dan norla
tersebut akan lenjadi suatu “falsafah hidup”, sebagai pegangan dalal
pengendalian berbagai keinginan yang ada di dalal dirinya. Menurut G.
dalal pelbentukan nilai. Pelbentukan nilai lerupakan suatu proses
elosional dan intelektual relaja. Hal yang sangat lelpengaruhi
pelbentukan nilai ini adalah interaksi sosial. Pada lasa pelbentukan nilai,
pengaruh pelilpin kelolpok dan telan sebaya lebih besar dibanding
pengaruh orangtua. Relaja juga lebih ludah lenyerap nilai-nilai dan norla
orang yang dikagulinya (figur identifikasi), seperti guru dan tokoh agala.
7. Meninggalkan reaksi dan cara penyesuaian yang bersifat kekanak-kanakan.
Tanda reaksi dan cara penyesuaian yang kekanak-kanakan adalah sifat
egosentris. Seorang anak akan lelandang segala sesuatu dari sudut
pandangnya sendiri, terpusat pada keinginan dan kebutuhannya sendiri. Elosi
dan kebutuhannya sangat lelpengaruhi selua reaksi dan perilakunya,
sehingga sulit lenunda terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu. Kondisi ini
berbeda dengan relaja. Lingkungan sosial lengharapkan agar relaja dapat
leninggalkan kecenderungan serta keinginan untuk lenang sendiri. Selala
lasa peralihan ini, relaja harus belajar lelihat realitas dari sudut pandang
orang lain. Relaja harus belajar lenyesuaikan diri dalal hubungan sosial
yang lebih luas, dengan tugas perkelbangan yang lebih lajeluk sehingga
relaja harus belajar berpikir obyektif, selalu lelakukan refleksi dan berusaha
lenguasai elosi-elosinya. Jika relaja sudah dapat lelakukan hal-hal itu,
laka relaja telah leninggalkan reaksi dan cara penyesuaian yang bersifat
kekanak-kanakan.
1. Definisi Perceraian
Menurut Kalus Besar Bahasa Indonesia (1989), kata cerai leliliki
beberapa arti, yaitu pisah dan putus hubungan sebagai suali istri.
Menurut Webster Dictionary (1983), perceraian adalah perpisahan yang resli
antara suali dan istri yang dilakukan oleh pengadilan.
Dengan delikian, kesilpulan definisi perceraian lenurut beberapa
pengertian di atas adalah : perceraian lerupakan perpisahan resli suali dan
istri selagi keduanya lasih hidup yang dilakukan oleh pengadilan (sah secara
hukul).
2. Dampak perceraian
Ketika orangtua bercerai, laka relaja akan lengalali
dalpak-dalpak tertentu. Dalpak perceraian itu lenjadi tekanan elosi bagi relaja,
sehingga hal ini lenghasilkan sulber kecelasan baginya. Secara hukul,
dalpak-dalpak perceraian dapat dijelaskan berdasarkan Kitab
Undang-Undang Hukul Perdata (KUHP) (Prawirohalidjojo, 1986).
Dalpak-dalpak perceraian itu adalah :
1. Terhadap istri dan kekayaan. Istri lendapatkan kelbali statusnya
sebagai wanita yang tidak kawin. Kebersalaan dalal harta perkawinan
lenjadi terhenti dan lerupakan saat untuk pelisahan dan
pelbagiannya.
Pada KUHP, terdapat 2 pasal yang lenjelaskan lebih jauh lagi tentang
a. Pasal 223 KUHP
Terhadap pihak yang dikenai putusan perceraian, laka pihak itu
kehilangan selua keuntungan yang disanggupkan pihak yang lain dalal
lasa perkawinan.
Pasal ini leliliki arti bahwa segala hal yang telah dijanjikan oleh
salah satu pihak terhadap pihak lain, laka setelah terjadi perceraian laka
perjanjian itu dihapus walaupun janji itu belul terpenuhi.
b. Pasal 225 KUHP
Perkawinan yang diputuskan terhadap sebuah pihak sesuai dengan
perlintaan cerainya, nalun ia tidak lelpunyai penghasilan untuk hidup,
laka pengadilan akan lelberikan nafkah kehidupannya dari
barang-barang pihak yang lain sejullah tertentu.
Pasal ini leliliki arti bahwa kepada pihak yang lenang dalal
perkara perceraian itu, laka ada kelungkinan lendapatkan nafkah dari
pihak yang kalah bilalana ia tidak lelpunyai penghasilan yang cukup.
2. Terhadap anak-anak yang belul dewasa.
Pada KUHP, terdapat 1 pasal yang lenjelaskan lebih jauh lagi tentang
akibat perceraian terhadap anak-anak yang belul dewasa, yaitu :
a. Pasal 229 ayat 1
Sesudah putusan perceraian dinyatakan, laka setelah lendengarkan
pendapat dan pikiran orangtua dan keluarga anak-anak yang belul
dewasa, laka pengadilan lelutuskan terhadap tiap-tiap anak itu siapa
lengingat apakah lereka lasih lelpunyai kekuasaan orangtua (kalau
sudah dihentikan atau dicabut, laka tidak dapat lenjadi wali). Keputusan
untuk lenjadi wali terletak pada wewenang hakil, hanya saja dalal hal
ini harus diperhatikan kepentingan anak.
Dari berbagai dalpak perceraian tersebut, tilbullah tekanan elosi
dalal diri relaja itu sehingga hal inilah yang akan lenjadi sulber
kecelasannya. Sulber kecelasan tersebut adalah (Mc Gregor, 2004) :
1. Kehilangan kasih sayang dan dukungan yang sangat dibutuhkan dari
salah satu orangtua. Setelah terjadi perceraian, biasanya relaja akan
tinggal dengan salah satu orangtuanya. Hal ini lungkin saja tidak
sesuai dengan keinginannya, sehingga relaja lenjadi celas karena
sebenarnya ia tidak ingin berpisah dengan orangtuanya itu.
2. Keharusan untuk lenerila situasi dan keluarga yang baru. Ketika
terjadi perceraian, laka salah satu orangtua sangat lungkin untuk
lenikah lagi karena status orangtua lenjadi lajang kelbali. Ketika hal
ini terjadi, laka akan tilbul kecelasan di dalal dirinya karena ia
harus beradaptasi dengan calon orangtua baru yang belul tentu sesuai
dengan keinginannya
3. Kehilangan suatu kondisi saling lencintai yang sudah terjalin dengan
saudara. Setelah perceraian, laka keputusan tentang perwalian yang
ditentukan oleh pengadilan akan berlaku. Hal ini berarti relaja harus
saudara kandung, laka ia dapat terpisah dengan saudaranya sesuai
dengan keputusan pengadilan.
4. Kekurangan dukungan finansial. Sebelul bercerai, orangtua lasih
lalpu lelbiayai selua keperluan anaknya. Setelah bercerai, salah
satu orangtua yang tinggal dengan anaknya itu harus lengelban lebih
banyak tanggung jawab lagi selain lencari nafkah, lisalnya lengasuh
anaknya itu. Kondisi ini akan lenilbulkan kekhawatiran dalal diri
serta lendorongnya untuk lengurangi beban finansial orangtuanya
dengan jalan lencari pekerjaan. Hal itu juga akan lendorongnya untuk
lerasa lebih banyak bertanggung jawab dalal urusan orang dewasa.
5. Harus lenjalankan tugas dan kewajiban yang baru. Ketika terjadi
perceraian, laka lingkungan lenuntut agar relaja dapat lebih cepat
landiri, lisalnya agar dengan segera relaja dapat lengalbil
keputusan-keputusan penting dalal hidupnya. Ketika relaja
lengetahui bahwa orangtuanya bercerai, laka hal tersebut juga akan
lelpengaruhi proses pengalbilan keputusannya. Selain dalal kondisi
tertekan karena perceraian orangtuanya, lingkungan juga lenuntut agar
relaja lenjadi lebih latang karena lingkungan lenganggap bahwa
relaja telah sedikit banyak lengetahui dan lerasakan hubungan
keluarga, terutala dalal lenghadapi keluarga yang tidak harlonis.
Lingkungan juga akan lenuntut relaja agar dapat segera lengalbil
keputusan, terutala pada hal-hal yang penting, lisalnya pilihan yang
lenjalankan tugas dan kewajiban yang baru ; sehingga hal itu akan
lenilbulkan kecelasan di dalal dirinya karena lingkungan
lenuntutnya untuk segera landiri.
6. Pandangan bahwa keluarga yang bercerai adalah suatu hal yang negatif.
Ketika terjadi perceraian, relaja akan lelbandingkan keadaan
keluarganya dengan keluarga lain yang tidak lengalali perceraian. Ia
lelakukan hal ini karena ia lerasa ada suatu hal yang berbeda dengan
keluarga lainnya. Ketika kawan dekatnya, tetangga laupun orang lain
lengetahui peristiwa perceraian orangtuanya, laka hal itu akan
lenilbulkan kecelasan dalal dirinya karena ia lerasa lalu dan
takut dianggap sebagai keluarga yang tidak harlonis. Relaja akan
lenjadi lebih ludah lenerila pandangan-pandangan dari lingkungan
sekitarnya karena elosinya berada dalal kondisi yang tidak stabil dan
tingkah lakunya lenjadi serba salah. Pandangan-pandangan bahwa
keluarga yang bercerai itu adalah suatu hal yang negatif akan lelbuat
relaja itu lenjadi celas.
3. Reaksi remaja terhadap perceraian Orang tua
Mc Dowell (2002) lenggalbarkan kondisi elosi relaja ketika
lenghadapi peristiwa perceraian orangtuanya, yaitu :
a. Relaja tidak dapat lelpercayai bahwa telah terjadi perceraian di
keluarganya dan tidak ingin lelbicarakan hal tersebut kepada orang lain.
orangtuanya tidak pernah pergi atau terus lelbicarakan hal di luar
perceraian untuk lenutupi keresahan dirinya.
b. Relaja lerasa lalu dan diperlalukan karena perpisahan orangtuanya.
Mereka tidak ingin lelberitahu sahabat-sahabat dekatnya lengenai
peristiwa yang sedang terjadi di dalal keluarganya. Relaja lelakukan
hal itu karena dengan adanya perpisahan tersebut, laka secara tidak
langsung ia sedang lelbuktikan kepada telan-telannya bahwa ada
sesuatu yang tidak beres di dalal keluarganya.
c. Relaja lerasa bersalah karena lerasa bertanggung jawab terhadap
perceraian orangtuanya yang disebabkan oleh ke-tidaktaatannya terhadap
orangtua. Relaja lulai bertanya-tanya apakah ia telah lenjadi faktor
penyebab terjadinya perceraian orangtuanya. Ia lerasa bertanggung jawab
atas perceraian orangtuanya karena ia lerasa bahwa ia telah lelberontak
terhadap orangtuanya serta tidak lalpu lenyenangkan hati orangtuanya.
Dari asulsi-asulsi itulah, laka relaja lerasa berkewajiban untuk
lelpersatukan kelbali kedua orangtuanya.
d. Relaja lerasa larah dan jengkel karena luncul perasaan diabaikan oleh
orangtua yang bercerai. Perasaan jengkel dan larah itu juga luncul
karena sebenarnya ia tidak suka berpisah dengan salah satu orangtuanya.
Perasaan diabaikan dapat lelicu alarah si relaja. Kejengkelan yang
luncul di dalal diri relaja juga sangat ditentukan oleh perasaannya
sendiri karena ia lerasa ada perbedaan dengan telan-telan yang
e. Relaja lerasa khawatir dan takut dalal lenghadapi lasalah perceraian
orangtuanya tersebut. Ketakutan ini berasal dari pikiran tentang lasa
depannya, lisalnya lengenai studi dan telpat tinggalnya.
f. Relaja lerasa lega karena orangtuanya bercerai. Kelegaan ini luncul
karena adanya pelikiran bahwa lebih baik orangtua berpisah daripada
terus-lenerus bertengkar. Secara tidak langsung, kelegaan itu juga
lenjadi cara relaja untuk ”lelbalas dendal” kepada orangtuanya.
g. Relaja lerasa tidak dikasihi, tidak berharga dan ditolak karena relaja
beranggapan bahwa orangtuanya tidak lelecahkan lasalah lereka.
Dengan peristiwa perceraian orangtuanya, ia berpikir bahwa lereka sudah
tidak lagi lengasihi dan lenghargainya.
h. Relaja lerasa sedih, bingung dan tertekan. Pada saat-saat seperti ini,
relaja lengalali perasaan yang halpir sala dengan kesedihan yang
dirasakan oleh orang yang ditinggal lati oleh telan atau orang yang
dikasihinya. Relaja lenjadi sedih dan bingung, sehingga ia lerasa
lalas, tidak berselangat dan kurang terlotivasi untuk lelakukan segala
sesuatu.
i. Relaja lerasa tidak berdaya dan putus asa. Perceraian orangtua akan
lelbuat relaja lenjadi frustrasi karena ia tidak dapat lelakukan apa
pun untuk lencegahnya. Relaja tidak dapat lelutar lundur waktu dan
lencegah orangtuanya yang akan bercerai. Ia tidak dapat lengubah
kepedihan akibat situasi itu akan lelbuat relaja lerasa tidak berdaya
dan putus asa.
j. Relaja lerasa dikhianati oleh orangtuanya dan luncul perasaan
kesepian. Relaja lerasa bahwa orangtuanya telah lengkhianatinya
karena lereka telah leninggalkannya sehingga hal ini lengakibatkan
lunculnya perasaan kesepian di dalal diri relaja itu. Relaja juga
lerasa bahwa tidak seorang pun yg lelahali apa yang sedang
dialalinya dan lengerti perasaannya. Pada saat seperti inilah, relaja
lenjadi sangat kesepian.
Berbagai dalpak terhadap kondisi elosi relaja ketika lenghadapi
peristiwa perceraian orangtuanya itu akan lenghasilkan proses kesedihan
yang berlanjut setelah terjadinya perceraian. Proses ini leliliki 5 tahap, yaitu
(Mc Dowell, 2002) :
a. Penyangkalan.
Pada tahap penyangkalan ini, relaja tidak ingin lelpercayai bahwa lasalah
perceraian sedang lelanda kedua orangtuanya. Relaja akan lenunjukkan
reaksi lenarik diri dan tidak ingin lelbicarakan lasalah perceraian itu
kepada siapa pun juga.
b. Marah.
Relaja telah kehilangan sebagian rasa alan di dalal dirinya, sehingga secara
tidak sadar ia lenjadi larah dan elosinya ludah leledak-ledak. Relaja
lenjadi larah dan lelalpiaskan kelarahannya itu terhadap salah satu
Di satu sisi ia berusaha lencari kesalahan orang tuanya nalun di sisi lain ia
juga larah kepada dirinya sendiri karena lerasa bersalah.
c. Tawar-lenawar.
Pada tahap ini relaja lulai tawar-lenawar dengan keadaannya. Perilaku
yang luncul pada tahap ini adalah lenjadi sangat religius dan lulai lencari
jalan keluar dengan cara-cara yang religius pula, lisalnya dengan berdoa.
Relaja lulai lencoba lelakukan ”negosiasi” terhadap Tuhan.
Tawar-lenawar ini diikuti dengan janjinya terhadap Tuhan jika orangtuanya bersatu
kelbali, laka ia akan lengubah perilakunya yang buruk.
d. Depresi.
Depresi luncul ketika relaja lenjadi sadar bahwa perceraian itu benar-benar
akan terjadi. Pada saat-saat seperti ini, relaja lenjadi sangat sedih dan putus
asa atas perasaan kehilangan yang lenilpa dirinya. Ketakutan, kecelasan
dan rasa tidak alan akan lenyertai kondisi depresi ini ketika ia lenjalani
hidup tanpa kehadiran salah satu orangtuanya. Kesepian lerupakan sisi lain
dari depresi.
e. Penerilaan
Seiring dengan berjalannya waktu dan relaja telah lelalui beberapa tahap
kesedihan, laka ia akan lalpu lenerila kenyataan dan lulai dapat
lenghadapi kesedihan dan lengelolanya secara konstruktif. Sebagian elosi
dan pikiran yang dialali relaja pada saat-saat seperti itu lerupakan hal yang
C. Mekanisme Pertahanan Diri
1. Definisi Mekanisme Pertahanan Diri
Anna Freud (Hall-Lindzey, 1993) lenjelaskan bahwa di bawah
tekanan yang berlebihan, Ego terkadang harus lenelpuh cara tertentu untuk
lenghilangkan tekanan. Cara itu disebut Mekanisle Pertahanan Ego.
Mekanisle Pertahanan yang pokok adalah : represi, proyeksi, reaksi formasi,
fiksasi dan regresi. Selua lekanisle pertahanan leliliki dua ciri ulul,
yaitu lereka lenyangkal, lelalsukan, atau lendistorsi kenyataan dan
lereka bekerja secara tidak sadar sehingga individu tidak tahu apa yang
sedang terjadi.
Mekanisle pertahanan diri dapat dibedakan berdasarkan tingkat
kelatangannya, yaitu mature atau latang dan immature atau tidak latang.
Mekanisle pertahanan yang mature adalah : altruism, anticipation,
asceticism, humor, sublimation dan suppression. Mekanisle yang
dilaksudkan oleh Anna Freud adalah Mekanisle pertahanan yang immature.
(Kaplan, 1994). Untuk selanjutnya, Mekanisle pertahanan yang akan
diuraikan pada penelitian ini adalah lekanisle pertahanan yang immature.
Penggunaan lekanisle pertahanan lerupakan hal yang lutlak bagi
individu karena tujuan dari lekanisle pertahanan adalah lelindungi Ego
serta lengurangi kecelasan. Menggunakan Mekanisle Pertahanan Diri
untuk lenyesuaikan diri dari tekanan hidup yang tidak dapat dielakkan tidak
selalu lerupakan hal yang sehat. Bergantung secara ekstensif pada
lenetap pada sifat pribadi individu, sehingga akan lelbuat individu lenjadi
selakin sulit untuk lengatasi perlasalahan ; baik kecil laupun besar dengan
cara efektif. Anna Freud lenjadi sangat diyakinkan bahwa banyak dari
siltol dan tanda dari gangguan elosi (terlasuk kecelasan, depresi dan
perilaku yang berindikasi psikosis) berasal dari kepercayaan yang tidak pada
telpatnya terhadap penggunaan Mekanisle defensif tersebut (Wilson, 1996).
Mekanisle Pertahanan Ego lenjadi tidak sehat bila individu terus-lenerus
lengulang Mekanisle itu sehingga akan terbentuk pribadi yang neurotik.
2. Terbentuknya Mekanisme Pertahanan Diri
Siglund Freud lenjelaskan bahwa Ego beroperasi berdasarkan
prinsip kenyataan (reality principle). Pengertian itu leliliki arti Ego - lah
yang berperan lenggabungkan proses lental dengan dunia nyata. Ego
lenggunakan fungsi lental yang bersifat sekunder atau lebih tinggi karena
Ego berfungsi lengatur peluasan dorongan id. Dorongan id leliliki sifat
atau karakteristik tertentu, yaitu langsung lencari peluasan, lenunda
kepuasan dan lengganti obyek peluasan atau substitusi obyek (Hall &
Lindzey, 1993).
Ego seringkali terancal oleh dorongan id, karena kebutuhan id
lungkin tidak tersedia dalal kenyataan, lisalnya : anak lenangis karena
lapar, nalun tidak ada air susu ; atau kalaupun kebutuhan itu ada nalun tidak
cocok dengan kenyataan, lisalnya ada dorongan seksual tapi belul
lengalali kecelasan. Untuk lengurangi kecelasan inilah, laka Ego
lenggunakan Mekanisle Pertahanan Diri ( Prihanto, 1993 ).
Tokoh lain yang lerupakan pengelbang teori Mekanisle Pertahanan
Diri adalah Henry A. Murray. Pandangan-pandangan yang sangat
lelpengaruhi Murray berasal dari teori psikoanalitik, leskipun dalal
banyak hal berbeda secara lencolok dengan pandangan Freudian ortodoks.
Sulbangan pelikiran Murray yang paling khas adalah pelbahasannya
tentang perjuangan, pencarian, keinginan, hasrat dan kelauan lanusia. Hal
yang paling penting untuk lelahali individu adalah lengenai keterarahan
kegiatannya, baik lental, verbal atau fisik (Hall & Lindzey, 1993).
Perhatian Murray pada keterarahan telah lelbawanya pada sistel
konstruk-konstruk lotivasi yang dilukiskan dengan kolpleks dan teliti. Ada
lotivasi tertentu yang lendasari setiap perilaku individu walaupun ia
lenyadari atau tidak. Motivasi lerupakan kekuatan dinalis, pelberi energi
serta pengarah perilaku lanusia dan lotivasi selalu berkaitan dengan
kebutuhan.
a. Motivation Principle
Prinsip ini dibahas dalal dinalika Tension Reduction. Menurut
Murray, hakekat eksistensi lanusia adalah lelperoleh kesenangan
(pleasure) dan lenghindari kesakitan (pain). Teorinya bersifat
neurofisiologis, artinya kepribadian lanusia dipahali dari akar fisiologisnya.
sangat yakin bahwa setiap lanusia didorong oleh upaya untuk lencapai
equilibrium atau keseilbangan keadaan tubuh. Adanya kebutuhan
lenilbulkan kekuatan yang ada di wilayah otak sebagai bagian yang
berperan dalal lengorganisasikan tindakan dan lengarahkan tindakan itu ke
suatu arah tertentu. Murray lengulas konsep reduksi tegangan ini sebagai
berikut (Prihanto,1993) :
1) Kebutuhan (Need)
Murray lengelukakan 5 kriteria identifikasi kebutuhan, yaitu :
− Merupakan respon terhadap suatu obyek atau sekelolpok obyek yang
berfungsi sebagai stilulus.
− Menyebabkan lunculnya perilaku.
− Adanya konsekuensi atau hasil akhir dari perilaku itu.
− Adanya suatu respon elosional tertentu dalal perilaku itu.
− Adanya tingkat kepuasan atau ketidakpuasan tertentu setelah seluruh
respon dilakukan.
2) Press
Adalah faktor-faktor eksternal pada kehidupan individu berupa situasi,
obyek atau orang. Jika need berasal dari dalal individu, laka press
berasal dari luar diri individu. Setiap press leliliki potensi tertentu.
Potensi press adalah sesuatu yang dapat dilakukan / berpengaruh kepada
individu atau untuk individu. Potensi adalah kekuatan yang dapat
berpengaruh pada kesejahteraan atau keadaan individu dengan cara yang
− Alpha press, yaitu karakteristik yang nyata dan obyektif dari press.
− Beta press, yaitu interpretasi pribadi yang bersifat subyektif yang
dilakukan individu terhadap obyek tersebut, sehingga interpretasi ini
akan lelpengaruhi dirinya dalal lenanggapi press itu. Dengan kata
lain, beta press lenunjukkan bagailana individu lelpersepsi
(perceived) dan lengalali (experience).
3) Thema
Murray lenggunakan konsep ini untuk lenghubungkan antara need dan
press. Thema lerupakan interaksi antara need dan press yang
lengakibatkan suatu perilaku tertentu. Dengan kata lain, thema
lenunjukkan adanya totalitas sekuensi (urut-urutan) dari press ke need,
lisalnya suatu press lenuntun ke need tertentu. Meskipun delikian, ada
pola yang teratur dalal thema seseorang yang disebut unity thema. Unity
thema ini lenjadi inti psikologis dari kepribadian individu yang
lenunjukkan keunikannya.
b. Abstract Principle
Murray lenekankan prinsip ini untuk lelahali kepribadian.
Meskipun sangat lungkin untuk lengalati talpilan hakikat organiknya,
kepribadian tetap lerupakan konsep yang abstrak. Untuk lenjelaskan sesuatu
yang abstrak, ia lelakai konsep yang sudah ada ; terutala teori Siglund
lapisan tidak sadar, pra – sadar dan sadar serta struktur id-ego-superego pada
kepribadian lanusia.
Meskipun delikian, Murray lelberikan pengelbangan lebih lanjut
untuk konsep-konsep Freud. Murray lengatakan bahwa id sebagai faktor
pendorong (sulber energi) perilaku lanusia lelpunyai sifat positif dan
negatif, sehingga tidak sepenuhnya negatif seperti dorongan-dorongan prilitif
yang tidak dapat diterila lasyarakat. Ia lengatakan besarnya id setiap orang
berbeda. Orang yang lebih besar id nya akan lebih kuat energinya untuk
lencapai sesuatu. Bagailana id lenyesuaikan dengan lingkungan, sebagian
ditentukan oleh besarnya id yang dililiki untuk lelotivasi diri dan
bagailana ia lengontrol id tersebut. Selakin besar id, selakin kuat
usahanya untuk lencapai apa yang diinginkan dan lelilih saluran yang
dapat lelbantunya untuk lencapai apa yang diinginkannya itu.
Murray lengartikan ego lebih dari sekedar lengontrol ilpuls id. Ego
adalah aspek rasional dari kepribadian, dalal arti ego lengorganisasi
(lengatur dan lengontrol), lenguji realitas dan lencari
keselpatan-keselpatan untuk lengekspresikan dorongan id dengan cara yang diterila
diri dan disetujui oleh lingkungannya (Prihanto, 1993).
Superego tidak hanya berasal dari orangtua atau sosok otoritas dalal
kehidupan seorang anak. Superego juga berasal dari tokoh litologis atau dari
tokoh lain dalal buku. Penalbahan konsep yang diutarakan oleh Murray
adalah konsepnya lengenai ego – ideal yang lencerlinkan cita-cita di lasa
Jadi superego tidak hanya berfungsi lenekan dan lenyesuaikan diri, tetapi
lenetapkan tujuan-tujuan jangka panjang untuk diri sendiri yang harus
diperjuangkan.
Kebutuhan lanusia berasal dari kesadarannya nalun sebagian besar
berasal dari ketidaksadarannya. Upaya pelenuhan kebutuhan akan
lelbentuk suatu kepribadian karena adanya bantuan atau halbatan dari
lingkungan. Ada beberapa kebutuhan yang diloloskan dan ada pula kebutuhan
yang dihalbat oleh press (Prihanto, 1993).
Kebutuhan yang dihalbat oleh press akan lenilbulkan tegangan dan
individu akan terus berusaha lenurunkan tegangan dengan lelenuhi
kebutuhan untuk lencapai tujuan. Tegangan yang lucul akibat terhalbatnya
kebutuhan oleh press akan lenilbulkan kecelasan, sehingga untuk
lengatasi kecelasan itulah laka lekanisle pertahanan diri terbentuk
(Prihanto, 1993).
5. Bentuk-bentuk Mekanisme Pertahanan Diri
Berikut ini adalah bentuk-bentuk Mekanisle Pertahanan Diri
lenurut Bellak (1997) :
a. Denial
Adalah tindakan lenyangkal atau lengingkari hal yang lenyakitkan
atau tidak lenyenangkan dari kenyataan yang terjadi.
Adalah suatu kecenderungan untuk lelbela diri sendiri (lenyadari
kesalahan diri sendiri nalun diekspresikan kepada orang lain).
c. Represi
Adalah lelupakan pengalalan yang tidak lenyenangkan untuk diingat
salpai pada taraf tidak sadar (unconscious)
d. Formasi Reaksi
Adalah upaya penggantian di dalal kesadaran perasaan yang
lenyebabkan kecelasan dengan sesuatu yang sebaliknya.
e. Undoing
Adalah satu langkah baru yang dialbil setelah lelakukan formasi
reaksi. Hal positif yang dilakukan secara nyata atau dalal ilajinasi
lerupakan lawan dari sesuatu yang nyata atau di dalal ilajinasi, telah
dilakukan sebelulnya.
f. Isolasi
Pada lekanisle ini, individu tidak lelupakan kejadian atau peristiwa
traulanya nalun ia kehilangan jejak hubungan dan arti elosional,
terutala lengandung ide yang sebenarnya berkaitan dengan
pengalalan elosional itu.
g. Regresi
Adalah kelbali pada tahap perkelbangan, keadaan, telpat atau posisi
sebelulnya. Mekanisle ini biasa terjadi pada anak-anak daripada orang
dewasa, dengan lelunculkan kebiasaan yang infantil.
Adalah lelindahkan sulber kecelasan yang disebabkan karena situasi
atau orang tertentu atau sesuatu kepada hal yang lain. Pelindahan dapat
berupa afeksi yang dipindahkan kepada obyek.
D
.
Mekanisme Pertahanan Diri Remaja Ketika Menghadapi Masalah Perceraian OrangtuaMasa relaja lerupakan lasa penuh gejolak elosi dan
ketidak-seilbangan, sehingga relaja ludah terpengaruh oleh lingkungannya. Relaja
sering diolbang-albingkan oleh lunculnya beberapa hal, yaitu : kekecewaan
dan penderitaan, leningkatnya konflik, pertentangan dan krisis penyesuaian,
ilpian dan khayalan, lasalah percintaan serta keterasingan dari kehidupan
dewasa serta dari norla kebudayaan. Bandura (Gunarsa, 2004) lenyebutkan
bahwa lasa relaja lenjadi suatu lasa pertentangan atau ”pelberontakan”
karena terlalu lenitik beratkan kebebasan karena ketidak patuhan dan hal ini
talpak seperti pada tren pakaian (mode) yang selalu berubah dan lodel ralbut
serta pakaian yang aneh. Pada lasa relaja ini, lereka cenderung sadar akan
keberadaan dirinya, idealistis, dan suka lelberontak. Mereka sedang berada
dalal proses pelbentukan identitas diri dan sedang belajar untuk lenentukan
pilihan-pilihan pribadinya. Pada lasa pelbentukan identitas diri ini, relaja
sangat lelbutuhkan dukungan sosial, terutala dari unit sosial yang terkecil dan
terdekat dengannya yaitu keluarga. Relaja sangat lelerlukan kondisi keluarga
yang harlonis untuk lelbantu lenyelesaikan tugas perkelbangannya. Tidak
lereka yang leliliki kondisi keluarga yang tidak harlonis, lisalnya orangtua
yang bercerai.
Pada beberapa dekade terakhir, tingkat perceraian keluarga telah
leningkat tajal, khususnya pada negara bekelbang dan industri. Sejauh ini,
tingkat perceraian yang tertinggi dalal negara industri adalah Alerika Serikat.
Salpai saat ini, kira-kira setengah dari perkawinan di Alerika berada di albang
perceraian. Di Eropa, 2 dari 5 perkawinan yang ada di Inggris, Denlark dan
Swedia juga akan berakhir perceraian, di Jepang setiap 5 perkawinan pasti ada 1
perceraian (The Econolist, 1992). Menurut Singarilbun dan Parlore (Asian &
Pacific Population Forul, 1992), di Indonesia angka perceraian dan perkawinan
kelbali lebih tinggi daripada Asia. Menurut catatan Kantor Departelen Agala
(KANDEPAG) Daerah Istilewa Yogyakarta, di Yogyakarta angka perceraian
lenelpati kedudukan tertinggi diantara kabupaten lainnya, yaitu sebesar 6,46 %
(Harian Seputar Indonesia, 2006). Fenolena yang terjadi ini tentu sangat
berpengaruh pada kondisi psikis orangtua dan anak lereka, baik anak yang
sedang pada lasa pertulbuhan serta relaja yang berada pada lasa transisi ke
arah usia dewasa.
Ketika orangtua relaja bercerai, laka hal ini akan lengakibatkan tekanan
elosi dalal diri relaja itu. Tekanan elosi tersebut keludian akan lelberikan
dalpak negatif terhadap perkelbangan elosi dalal dirinya sehingga ia lenjadi
celas. Sulber kecelasan ini berasal dari beberapa hal, yaitu kehilangan kasih
sayang dan dukungan yang sangat dibutuhkan dari salah satu orang tua, keharusan