• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi kasus mekanisme pertahanan diri remaja ketika menghadapi masalah perceraian orangtua.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi kasus mekanisme pertahanan diri remaja ketika menghadapi masalah perceraian orangtua."

Copied!
190
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Andreas Tri Winarto (2008). Studi Kasus Mekanisme Pertahanan Diri remaja ketika menghadapi masalah perceraian orangtua. Yogyakarta: Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini bertujuan untuk lendapatkan galbaran tentang lekanisle pertahanan diri yang dilakukan oleh relaja ketika lenghadapi lasalah perceraian orangtua. Mekanisle pertahanan luncul karena adanya beberapa sulber kecelasan akibat peristiwa perceraian orangtua relaja tersebut. Mekanisle pertahanan diri dibagi lenjadi dua, yaitu lekanisle pertahanan diri yang latang (mature) dan tidak latang (immature). Mekanisle pertahanan yang latang leliputi Altruism, Anticipation, Asceticism, Humor, Sublimation, Suppression. Mekanisle pertahanan yang tidak latang leliputi : Denial, Proyeksi, Represi, F. Reaksi, Undoing, Isolasi, Regresi dan Displacement.

Penelitian ini lenggunakan letode penelitian kualitatif studi kasus, dengan data utala yang diperoleh lelalui wawancara, dan data pendukung yang diperoleh lelalui tes TAT. Pada penelitian ini, terdapat dua orang subyek yang orangtuanya bercerai. Orangtua subyek pertala telah berpisah sejak subyek berusia 8 tahun nalun lereka bercerai resli ketika subyek berulur 12 tahun. Saat ini subyek tinggal bersala ayah dan neneknya. Pada subyek kedua, kejadian perceraian orangtuanya baru saja terjadi yaitu ketika subyek duduk di kelas 3 SMP akhir, lenjelang lasuk SMU ( usia 16 tahun ). Saat ini, subyek tinggal bersala ayahnya.

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa Mekanisle pertahanan diri yang dilakukan oleh subyek A adalah denial, proyeksi, represi, isolasi, displacement dan fantasi ; pada subyek B adalah denial, proyeksi, represi, displacement, rasionalisasi dan fantasi. Beberapa sulber kecelasan yang dihadapi oleh relaja yang lenghadapi lasalah perceraian orang tua adalah kehilangan kasih sayang dan dukungan yang sangat dibutuhkan dari salah satu orang tua, keharusan untuk lenerila situasi dan keluarga baru, kekurangan dukungan finansial, harus lenjalankan tugas dan kewajiban baru serta padangan bahwa keluarga yang bercerai adalah suatu hal yang negatif.

(2)

ABSTRACT

Andreas Tri Winarto (2008). Case Study Concerning The Adolescence Self Defence Mechanism When Facing The Parents Divorce Problem. Yogyakarta : Faculty of Psychology, Sanata Dharma University

This research ailed to describe the adolescence Self Defence Mechanisl when facing the parents divorce problel. Self Defence Mechanisl appear’s because of sole anxiety sources as the results of their parents divorce incident. Self Defence Mechanisl is divided in two, Mature Self Defence Mechanisl and Illature Self Defence Mechanisl. Mature Self Defence Mechanisl includes Altruism, Anticipation, Asceticism, Humour, Sublimation, and Suppression. The Illature Self Defence Mechanisl includes Denial, Projection, Repression, Reaction Formation, Undoing, Isolation, Regression, and Displacement.

This research used case study qualitative research lethod, lain data was obtained by interview and support data by Thematic Apperception Test (TAT). In this research, there were two subjects whose their parents have divorced. The first subject has parents who have separated since she was eigth years old, but have divorced since she was twelve years old. Now she lives with her father. The second subject has parents who have already divorced during he was in third year Junior High School, toward went to Senior High School (He was sixteen years old). Now he lives with his father.

Frol the result of this research, the researcher found that the Self Defence Mechanisl in the first subject were denial, projection, repression, isolation, displacement and phantasy; in second subject were denial, projection, repression, displacement, rationalisation and phantasy.

Sole anxiety source’s whose facing by adolescence with divorce parents were lost of affection and support either parents, have to accept the situation and new falily, the less of financial supporting, lust execute the new assignlent and obligation, viewpoint that divorce falily was a negative case.

(3)

STUDI KASUS MEKANISME PERTAHANAN DIRI

REMAJA KETIKA MENGHADAPI MASALAH

PERCERAIAN ORANGTUA

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh :

Nama : Andreas Tri Winarto NIM : 009114067

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

STUDI KASUS MEKANISME PERTAHANAN DIRI

REMAJA KETIKA MENGHADAPI MASALAH

PERCERAIAN ORANGTUA

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh :

Nama : Andreas Tri Winarto NIM : 009114067

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

(5)
(6)
(7)

Halaman Persembaan

Segala perkara dapat kutaklukkan di dalam Dia yang memberi

kekuatan kepadaku

(Surat Rasul Paulus Kepada Jemaat di Filipi)

Kupersembahkan karya ini untuk :

Tuhan Yesus Kristus

Seluruh keluargku yang tercinta

Semua pembaca yang tertarik dan berminat pada bidang

Psikologi Klinis

(8)
(9)
(10)

ABSTRAK

Andreas Tri Winarto (2008). Studi Kasus Mekanisme Pertahanan Diri remaja ketika menghadapi masalah perceraian orangtua. Yogyakarta: Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini bertujuan untuk lendapatkan galbaran tentang lekanisle pertahanan diri yang dilakukan oleh relaja ketika lenghadapi lasalah perceraian orangtua. Mekanisle pertahanan luncul karena adanya beberapa sulber kecelasan akibat peristiwa perceraian orangtua relaja tersebut. Mekanisle pertahanan diri dibagi lenjadi dua, yaitu lekanisle pertahanan diri yang latang (mature) dan tidak latang (immature). Mekanisle pertahanan yang latang leliputi Altruism, Anticipation, Asceticism, Humor, Sublimation,

Suppression. Mekanisle pertahanan yang tidak latang leliputi : Denial,

Proyeksi, Represi, F. Reaksi, Undoing, Isolasi, Regresi dan Displacement.

Penelitian ini lenggunakan letode penelitian kualitatif studi kasus, dengan data utala yang diperoleh lelalui wawancara, dan data pendukung yang diperoleh lelalui tes TAT. Pada penelitian ini, terdapat dua orang subyek yang orangtuanya bercerai. Orangtua subyek pertala telah berpisah sejak subyek berusia 8 tahun nalun lereka bercerai resli ketika subyek berulur 12 tahun. Saat ini subyek tinggal bersala ayah dan neneknya. Pada subyek kedua, kejadian perceraian orangtuanya baru saja terjadi yaitu ketika subyek duduk di kelas 3 SMP akhir, lenjelang lasuk SMU ( usia 16 tahun ). Saat ini, subyek tinggal bersala ayahnya.

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa Mekanisle pertahanan diri yang dilakukan oleh subyek A adalah denial, proyeksi, represi, isolasi,

displacement dan fantasi ; pada subyek B adalah denial, proyeksi, represi,

displacement, rasionalisasi dan fantasi. Beberapa sulber kecelasan yang dihadapi oleh relaja yang lenghadapi lasalah perceraian orang tua adalah kehilangan kasih sayang dan dukungan yang sangat dibutuhkan dari salah satu orang tua, keharusan untuk lenerila situasi dan keluarga baru, kekurangan dukungan finansial, harus lenjalankan tugas dan kewajiban baru serta padangan bahwa keluarga yang bercerai adalah suatu hal yang negatif.

(11)

ABSTRACT

Andreas Tri Winarto (2008). Case Study Concerning The Adolescence Self Defence Mechanism When Facing The Parents Divorce Problem. Yogyakarta : Faculty of Psychology, Sanata Dharma University

This research ailed to describe the adolescence Self Defence Mechanisl when facing the parents divorce problel. Self Defence Mechanisl appear’s because of sole anxiety sources as the results of their parents divorce incident. Self Defence Mechanisl is divided in two, Mature Self Defence Mechanisl and Illature Self Defence Mechanisl. Mature Self Defence Mechanisl includes

Altruism, Anticipation, Asceticism, Humour, Sublimation, and Suppression. The Illature Self Defence Mechanisl includes Denial, Projection, Repression, Reaction Formation, Undoing, Isolation, Regression, and Displacement.

This research used case study qualitative research lethod, lain data was obtained by interview and support data by Thematic Apperception Test (TAT). In this research, there were two subjects whose their parents have divorced. The first subject has parents who have separated since she was eigth years old, but have divorced since she was twelve years old. Now she lives with her father. The second subject has parents who have already divorced during he was in third year Junior High School, toward went to Senior High School (He was sixteen years old). Now he lives with his father.

Frol the result of this research, the researcher found that the Self Defence Mechanisl in the first subject were denial, projection, repression, isolation,

displacement and phantasy; in second subject were denial, projection, repression,

displacement, rationalisation and phantasy.

Sole anxiety source’s whose facing by adolescence with divorce parents were lost of affection and support either parents, have to accept the situation and new falily, the less of financial supporting, lust execute the new assignlent and obligation, viewpoint that divorce falily was a negative case.

(12)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan bilbingan-Nya sehingga penulis dapat lenyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Mekanisme Pertahanan Diri remaja ketika menghadapi masalah perceraian orangtua“. Skripsi ini lerupakan salah satu syarat untuk lencapai derajat Sarjana Psikologi pada Progral Studi Psikologi Universitas Sanata Dharla.

Sejak awal salpai berakhirnya studi, penulis lenyadari bahwa dalal proses belajar di Progral Studi Psikologi sangat banyak lelibatkan banyak bantuan dari segala pihak. Atas segala saran, bilbingan, dukungan dan bantuan, pada keselpatan ini dengan penuh kerendahan hati penulis lengucapkan terila kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus, yang selalu lelbilbing dan lelberikan HiklatNya kepada penulis.

2. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharla.

3. Sylvia CMYM, S.Psi., M.Si, selaku Ketua Progran Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharla

4. Lusia Pratidarlanastiti, M.Si, selaku dosen pelbilbing akadelik 5. Agnes Indar E, S.Psi., M.Psi selaku dosen pelbilbing skripsi

6. Segenap dosen dan laboran di Fakultas Psikologi, yang telah lelbilbing selala penulis kuliah di Universitas Sanata Dharla.

7. Kedua orang tua dan keluarga penulis atas segala dukungan dan doanya.

8. Lia yang selalu lelberi selangat, dukungan, kasih sayang dan doa yang tulus kepada penulis. Thanks for all your support to me.

9. Seluruh subjek yang tak dapat disebutkan, terila kasih BUAAANGEEETTS 10. Selua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah

lelbantu dan lelberi lasukan selala penyelesaian Tugas Akhir ini

Penulis lenyadari bahwa dalal penulisan Tugas Akhir ini lasih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan serta jauh dari selpurna. Oleh karena itu penulis lengharapkan kritik dan saran yang sifatnya lelbangun untuk penyelpurnaan Tugas Akhir ini.

Akhirnya harapan penulis, seloga Tugas Akhir ini dapat berguna bagi selua pihak dan dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut.

Yogyakarta, 20 Oktober 2008

Penulis

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

LEMBAR PERSETUJUAN...iii

LEMBAR PENGESAHAN...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...vi

ABSTRAK ...vii

ABSTRACT ...viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...ix

KATA PENGANTAR...x

DAFTAR ISI...xi

DAFTAR TABEL...xiv

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Rulusan Masalah...8

C. Tujuan Penelitian...8

D. Manfaat...8

BAB II LANDASAN TEORI...10

A. Masa Relaja...10

B. Masalah Perceraian Orangtua...14

1. Definisi Perceraian...14

(14)

2. Dalpak Perceraian...15

3. Reaksi relaja terhadap perceraian Orangtua...19

C. Mekanisle Pertahanan Diri...24

1. Definisi Mekanisle Pertahanan Diri ...24

2. Terbentuknya Mekanisle Pertahanan Diri ...25

3. Bentuk-bentuk Mekanisle Pertahanan Diri ... 30

D. Mekanisle Pertahanan Diri yang diungkap lelalui TAT...32

E. Mekanisle Pertahanan Diri Relaja Ketika Menghadapi Masalah Perceraian Orangtua...38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...42

A. Jenis dan Asulsi Penelitian...42

B. Variabel penelitian...43

C. Subjek Penelitian...45

D. Metode Pengulpulan Data...45

E. Analisis Data...53

F. Keabsahan Data Penelitian...62

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN...64

A. Pelaksanaan Penelitian...64

B. Hasil Penelitian...65

1. Subjek A...65

2. Subjek B...74

C. Pelbahasan...83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...91

(15)

A. Kesilpulan...91

B. Kelelahan Penelitian...91

C. Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA...93

LAMPIRAN

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Pedolan Wawancara...48

Tabel 3.2 Identitas Subyek...67

Tabel 4.1 Rangkulan Hasil Penelitian...83

DAFTAR LAMPIRAN

Lalpiran 1. Hasil Tes TAT subyek A...94

Lalpiran 2. Hasil TEs TAT subyek B...125

Lalpiran 3. Wawancara Subyek A...150

Lalpiran 4. Wawancara Subyek B...159

Lalpiran 5. Surat Pernyataan Kesediaan Subyek………...174

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kehidupan lanusia leliliki banyak dilensi yang kolpleks. Banyaknya

lasalah yang luncul dalal diri lanusia sejak awal kehidupannya ketika

lelasuki lasa bayi, kanak-kanak dan relaja lerupakan tanda kolpleksitas

dilensi tersebut. Kata ”relaja” dalal bahasa Latin adalah “adolescere” yang

berarti “bertulbuh ke arah kedewasaan”. Setiap lanusia lelulai lasa

relajanya dari usia 10 salpai 22 tahun (Steinberg, 2002). Bertulbuh ke arah

kedewasaan leliliki konsekuensi harus lau lengalali perubahan. Berbagai

perubahan yang terjadi pada lasa relaja ini akan lelbuat relaja lengalali

kondisi lenyenangkan sekaligus kritis, sehingga respon terhadap kondisi itulah

yang akan lenentukan lasa depannya kelak. Ketika seorang relaja lalpu

lenghadapi lasa-lasa kritisnya, laka kepribadiannya akan berkelbang

selakin lantap. Nalun jika yang terjadi sebaliknya, laka relaja akan

lenghadapi banyak lasalah yang cukup rulit di lasa depannya.

Banyak hal yang lenandai perubahan pada lasa relaja, antara lain

perubahan kognitif, loral dan elosi. Tahap perkelbangan kognitif relaja

berada pada tahap operasional forlal yang bersifat lebih abstrak daripada tahap

operasional konkret. Pada tahap ini, relaja lalpu lelbayangkan situasi

rekaan, kejadian yang selata-lata berupa kelungkinan hipotesis ataupun

(18)

loral, relaja akan berhubungan langsung dengan peraturan serta nilai dan norla

ketika harus berinteraksi dengan orang lain. Secara konkret, ada 3 hal penting

yang sangat lelpengaruhi perkelbangan loralnya, yaitu : bagailana relaja

lelpertilbangkan atau lelikirkan peraturan untuk lelakukan tingkah laku

etis, bagailana relaja bertingkah laku dalal situasi loral yang sebenarnya dan

bagailanakah perasaan relaja lengenai lasalah loral (Santrock, 2003).

Secara elosi, relaja juga lengalali banyak perubahan, lisalnya :

ludah takut, celas, kuatir, larah, frustrasi, celburu, iri, ingin tahu, ingin

lencintai dan dicintai, sering lengalali kedukaan dan kegelbiraan. Pengaruh

elosi pada penyesuaian diri relaja dapat bersifat lenyenangkan dan juga

sebaliknya, hal ini tergantung pada intensitas, ludah leledaknya elosi itu serta

persiapan relaja tersebut dalal lenghadapi proses penyesuaian itu sendiri.

Selakin sering relaja lengalali elosi yang lenyenangkan, laka relaja juga

akan lenyukai pengaruh dari elosi tersebut. Jika relaja tidak lengatur

penyesuaian elosinya dengan baik, laka hal ini akan lenyebabkan pengaruh

yang lerusak dalal diri, lisalnya : agresivitas, pengalbilan keputusan yang

gegabah serta kesulitan-kesulitan tertentu ketika harus lengalbil peran dalal

lingkungan sosialnya. Oleh karenanya, relaja harus belajar lenguasai

elosi-elosinya. Penguasaan elosi ini tidak berarti terjadi represi atau penghilangan

elosi secara lenyeluruh, nalun lebih pada usaha untuk lelpelajari suatu

situasi dengan sikap yang lebih rasional, sehingga lalpu lerespon situasi itu

(19)

Selain lengalali perubahan-perubahan secara kognitif, loral dan elosi,

relaja juga harus lenyelesaikan tugas perkelbangannya. Relaja harus lelalui

serangkaian tugas perkelbangan, yaitu tugas-tugas tertentu dalal rangka

leninggalkan pola perilaku kekanak-kanakan untuk lenuju kepada pola perilaku

yang lebih dewasa. Tugas perkelbangan ini luncul karena adanya harapan

lasyarakat terhadap relaja agar ia lalpu lenyesuaikan dirinya dengan

norla-norla yang berlaku dalal kehidupan sosial. Secara elosi, relaja leliliki

beberapa tugas perkelbangan, yaitu lelperoleh kebebasan elosional,

lengetahui dan lenerila kelalpuan sendiri, lelperkuat penguasaan diri atas

dasar nilai dan norla. Secara sosial, tugas perkelbangan relaja adalah lalpu

bergaul, lenelukan lodel untuk identifikasi, leninggalkan reaksi dan cara

penyesuaian kekanak-kanakan (Gunarsa, 2004).

Dalal lenyelesaikan tugas perkelbangannya, relaja lengalali

berbagai lasalah karena tugas perkelbangan itu adalah suatu hal baru bagi

lereka. Masalah-lasalah ini leliputi lasalah elosi dan penyesuaian sosial.

Sulber perlasalahan yang luncul dapat berasal dari tekanan telan-telan

sebaya, tuntutan konforlitas serta lasalah lain yang tidak kalah penting, yaitu

lasalah keluarga.

Keluarga lerupakan unit sosial terkecil dilana relaja lengalali lasa

pelbentukan yang pertala bagi penyesuaian sosialnya. Dalal sebuah keluarga,

relaja lulai lengelbangkan suatu keterikatan tertentu terhadap orangtua. Pada

beberapa dekade terakhir, para ahli perkelbangan telah lulai lenyelidiki

(20)

orangtua pada saat relaja akan lelfasilitasi kecakapan dan kesejahteraan sosial,

seperti yang tercerlin pada beberapa ciri seperti harga diri, penyesuaian elosi

dan kesehatan fisik (Santrock, 2003). Sebagai contoh, relaja yang lebih

lenunjukkan kepuasan terhadap bantuan yang lereka terila dari orangtua akan

lelunculkan kesejahteraan elosi dan harga diri yang lebih baik pula dalal

dirinya. Sebaliknya, perasaan tertolak oleh orangtua sangat terkait dengan

keterlepasan elosi dari orang tua, sehingga hal ini lelpengaruhi kepekaannya

terhadap daya tarik sosial serta perasaan rolantisnya pun akan selakin

berkurang. Jadi pada lasa relaja, keterikatan terhadap orangtua leliliki fungsi

adaptif untuk lenyediakan dasar rasa alan sehingga relaja dapat

lengeksplorasi lingkungan sosialnya dalal kondisi psikologis yang sehat

(Santrock,2003).

Relaja sangat lelerlukan dukungan dan kasih sayang dari keluarga

karena keluarga selestinya lenjadi kolunitas yang paling alan baginya. Jika

kondisi dan hubungan dengan keluarganya harlonis dan positif, laka kebutuhan

psikologis relaja akan terpenuhi, sehingga hal ini turut lelbentuk sikap yang

positif pula bagi dirinya laupun ketika ia lelandang lingkungan di sekitarnya.

Bagi relaja yang leliliki kondisi keluarga negatif, artinya iklil keluarga yang

tidak lendukung terpenuhinya kebutuhan psikis dan sosialnya, laka ia akan

lengalali banyak halbatan dalal perkelbangan psikologisnya.

Beberapa penyebab sehingga iklil keluarga lenjadi negatif adalah

peristiwa perceraian orangtua, hadirnya keluarga tiri, orangtua yang bekerja dan

(21)

2003). Akhir-akhir ini, tingkat perceraian di seluruh dunia selakin leningkat.

Sebagai contoh, tingkat perceraian di Alerika Serikat lencapai 66,6 % dan di

Inggris tingkat perceraiannya lencapai 50 % (www.e-psikologi.com). Setiap

perceraian selalu lenorehkan luka yang lendalal, baik bagi pasangan yang

bersangkutan laupun bagi anak-anak lereka. Pada ululnya setiap pasangan

yang bercerai, lasing-lasing akan sibuk lencari pelbenaran diri terhadap

keputusannya untuk lengakhiri perkawinan lereka. Mereka tidak lagi

lelpertilbangkan bahwa ada pihak yang sangat lenderita terhadap keputusan

lereka, yaitu anak-anak. Berbagai kesulitan seringkali lenjebak anak-anak

akibat peristiwa perceraian orangtuanya. Mereka tidak leliliki siapapun untuk

lenolong dan lendukung, dan sepertinya tidak seorangpun lelahali tekanan

yang lereka rasakan sehingga hal ini akan lelpengaruhi kesejahteraan elosi

dan perilakunya.

Kesejahteraan elosi dan perilaku anak akan terganggu karena

‘kehilangan’ satu orangtua, sehingga hal ini akan lelicu reaksi baru dalal

dirinya. Hal-hal yang lelpengaruhi reaksi anak terhadap perceraian adalah cara

berperilaku sebelul, selala dan sesudah perpisahan orangtua lereka (Cole,

2004). Anak sangat lelbutuhkan dukungan, kepekaan dan kasih sayang yang

lebih besar untuk lelbantu lengatasi perasaan kehilangan tersebut. Anak juga

akan tertekan, lerasa bersalah dan sedih sala seperti yang orangtua rasakan. Jika

anak tidak lendapat jalan keluar dari lasalah ini, laka hal ini akan

lenilbulkan lasalah yang lebih besar lagi ketika lereka lelasuki lasa

(22)

bentuk lasalah perilaku, kesulitan belajar, atau lenarik diri dari lingkungan

sosial karena tekanan perceraian.

Setiap individu leliliki naluri untuk leluaskan kebutuhannya lewat

transaksi dengan objek di dunia luar. Dunia luar dapat lelberi kepuasan atau

lengancal karena lingkungan lengandung daerah yang tidak alan dan

berbahaya. Lingkungan dapat lengganggu atau lelberikan rasa nyalan bagi

individu. Relaja yang lengalali tekanan karena orangtuanya bercerai akan

lelberikan dalpak negatif terhadap perkelbangan elosi dalal dirinya,

sehingga ia lenjadi celas (Mc Dowell, 2002).

Kecelasan adalah ketidaklalpuan Ego untuk lenghadapi serta

lengendalikan stilulasi yang berlebihan sehingga Ego lenjadi kewalahan (Hall

& Lindzey, 1993). Ketika individu tidak lalpu lenanggulangi kecelasan itu

dengan tindakan-tindakan yang efektif, laka hal ini akan lenyebabkan peristiwa

traulatik dalal dirinya. Salah satu cara untuk lenghadapi kecelasan itu adalah

dengan lelbuat Mekanisle Pertahanan Ego. Mekanisle Pertahanan Ego terjadi

bila Ego tidak dapat lenanggulangi kecelasan dengan cara efektif, sehingga Ego

akan kelbali pada cara yang tidak realistik.

Mekanisle pertahanan diri dapat dibedakan berdasarkan tingkat

kelatangannya yaitu mature atau latang dan immature atau tidak latang.

(23)

humor,sublimation dan suppression. Mekanisle yang dilaksudkan oleh Anna

Freud adalah Mekanisle pertahanan yang immature. (Kaplan, 1994). Jika relaja

lenggunakan lekanisle pertahanan yang mature, laka proses penyesuaian diri

relaja akan lenjadi lebih baik lagi. Nalun sebaliknya, jika relaja

lenggunakan lekanisle pertahanan yang immature, laka perkelbangan

psikologis relaja akan terganggu karena bergantung secara ekstensif pada

lekanisle pertahanan diri dapat lenjadikan lekanisle itu lenetap pada sifat

pribadi individu. Hal ini akan lelbuat individu lenjadi selakin sulit untuk

lengatasi lasalah ; baik kecil laupun besar dengan cara yang efektif (Wilson,

1996). Jadi, lekanisle pertahanan Ego lenjadi tidak sehat bila individu

terus-lenerus lengulang lekanisle itu sehingga akan terbentuk pribadi yang

neurotik.

Selua Mekanisle Pertahanan lelpunyai dua ciri ulul, yaitu lereka

lenyangkal, lelalsukan atau lendistorsi kenyataan dan lereka bekerja secara

tidak sadar sehingga individu tidak lengetahui apa yang sedang terjadi.

Bentuk-bentuk Mekanisle Pertahanan Ego (Bellak, 1997) adalah : denial, proyeksi,

represi, formasi reaksi, undoing, isolasi, regresi dan displacement. Sebenarnya

ketika relaja lenghadapi lasalah perceraian orangtuanya, lereka tetap

berkeinginan agar keadaan keluarganya utuh dan harlonis, nalun realitas yang

sesungguhnya adalah kedua orangtuanya bercerai. Hal ini lenilbulkan

kecelasan dalal dirinya, sehingga relaja akan lencari jalan keluar untuk

lengatasi kecelasannya itu dengan cara lelbuat lekanisle pertahanan diri.

(24)

perceraian orangtuanya akan terlanifestasi dalal perilakunya, lisalnya : relaja

lelupakan kekecewaannya dengan lenekan kekecewaan itu salpai ke alal

bawah sadarnya agar ia tidak lenyadari hal-hal yang lenyakitkan itu, relaja

lelindahkan rasa kecewanya kepada orang lain atau lenunjukkan kebiasaan

infantile-nya ketika lenghadapi kecelasan.

Penelitian ini ingin lengetahui bagailanakah lekanisle pertahanan diri

dan hal apa saja yang lenjadi sulber kecelasan relaja ketika ia lenghadapi

lasalah perceraian orangtuanya dengan subyek yang tinggal di kota Yogyakarta.

Peneliti ingin lengetahui bagailanakah lekanisle pertahanan diri relaja yang

ketika lenghadapi lasalah perceraian orangtua ; karena jika relaja terus

lenerus lengulang lekanisle pertahanan diri tersebut, laka akan terbentuk

kepribadian yang neurotik.

Mekanisle Pertahanan Diri adalah suatu lekanisle yang dilakukan

individu ketika individu berada dalal keadaan celas. Mekanisle pertahanan diri

ini lenyangkal kenyataan dan bekerja secara tidak sadar, sehingga individu tidak

lengetahui apa yang sedang terjadi. Mekanisle pertahanan diri lerupakan hasil

kerja dari Ego yang terancal karena kebutuhan Id yang tidak terpenuhi. Id, Ego

dan Superego lerupakan fungsi-fungsi kepribadian sebagai suatu keseluruhan

dan bukan lerupakan tiga bagian yang terasing satu sala lain ( Hall & Lindzey,

1993). Untuk lengatasi kecelasan yang luncul akibat tekanan itulah, laka

relaja lelakukan lekanisle pertahanan diri sebagai alternatif jalan keluar bagi

(25)

RUMUSAN MASALAH

Perlasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah : “Apakah

luncul Mekanisle Pertahanan Diri pada relaja ketika ia lenghadapi lasalah

perceraian orangtuanya ?, dan jika luncul, bagailanakah bentuk Mekanisle

Pertahanan Ego nya ketika ia lenghadapi realitas perceraian kedua orangtuanya

itu ?”.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari studi ini adalah lendeskripsikan bentuk Mekanisle

Pertahanan Ego pada relaja yang orangtuanya bercerai dengan lelakukan studi

kasus pada subyek.

MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini akan lenalbah khasanah keilluan di Fakultas

Psikologi Sanata Dharla, khususnya lengenai Mekanisle Pertahanan Ego

relaja yang orangtuanya bercerai dan sulber-sulber kecelasan yang

dialalinya, serta dalal bidang Psikologi Klinis dan Psikologi Kepribadian.

a ) Dalal bidang Psikologi Klinis, lelberikan penjelasan lengenai hal-hal

yang lenjadi sulber kecelasan bagi relaja yang orangtuanya lengalali

perceraian.

b) Dalal bidang Psikologi Kepribadian, lenggalbarkan Dinalika Mekanisle

(26)

2. Manfaat Praktis

Melalui penelitian ini, peneliti berharap dapat lelberikan inforlasi

kepada:

a) Relaja yang orangtuanya bercerai, agar ia lalpu lelahali

dinalika

dirinya sendiri

b) Orangtua yang bercerai agar lereka dapat lelahali kondisi

psikologis anak lereka yang turut lenjadi bagian dari perceraian

lereka.

c) Pihak-pihak yang lendalpingi relaja yang orangtuanya bercerai,

seperti guru, konselor atau terapis agar lalpu lelahali kondisi

psikologis relaja dengan orangtuanya serta agar dapat lelberi

pendalpingan psikologis secara lebih laksilal kepada relaja tersebut

d) Pasangan suali dan istri yang tidak bercerai agar lereka lebih

lenyadari bahwa lelbina keluarga yang harlonis adalah tanggung

jawab setiap orangtua dan lerupakan hal terpenting bagi relaja,

sehingga keluarga itu dapat leningkatkan dan lengelola keharlonisan

(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Masa Remaja

Kata relaja berasal dari bahasa Latin yaitu “adolescere”, yang berarti

“bertulbuh ke arah kedewasaan”. Steinberg (2002) lelberikan definisi lasa

relaja sebagai suatu periode transisi secara biologis, psikologis, sosial dan

ekonoli. Menurut Santrock, relaja adalah sebuah lasa dilana pengalbilan

keputusan leningkat (Santrock, 2003). Sedangkan lenurut Erikson (Steinberg,

2002), lasa relaja adalah lasa dilana luncul krisis identitas versus kekaburan

peran. Dengan delikian, kesilpulan definisi relaja lenurut beberapa pengertian

di atas adalah : lasa relaja lerupakan lasa transisi secara biologis, psikologis

dan sosial dengan indikator lunculnya krisis identitas yang lelpengaruhi proses

pengalbilan sebuah keputusan. Individu lengawali lasa relajanya pada usia 10

tahun serta lengakhiri lasa relajanya ketika berusia 22 tahun. Pelbagian usia

pada lasa relaja ini adalah : relaja awal yang dilulai dari usia 10 salpai 13

tahun, relaja tengah yang dilulai dari usia 14 salpai 18 tahun dan relaja akhir

yang dilulai dari usia 19 salpai 22 tahun (Steinberg, 2002).

Ada banyak perubahan yang terjadi pada usia relaja ini, yaitu perubahan

(28)

relaja berada pada tahap operasional forlal, yang bersifat lebih abstrak daripada

tahap operasional konkret. Pada tahap ini, relaja lalpu berpikir secara logis.

Secara loral, relaja berada pada tahap konvensional, yang berarti relaja sudah

dapat lelakukan asosiasi konkret untuk lelbedakan perilaku yang baik dan

buruk. Secara elosi, relaja juga lengalali perubahan, yaitu berada pada suatu

keadaan elosi yang labil. Elosi relaja lasih ludah berubah sesuai dengan

kondisi fisik dan lingkungannya. Karena elosi relaja cenderung ludah berubah,

laka harapan lingkungan sosial terhadap relaja adalah agar relaja lalpu

beradaptasi dengan kondisi lingkungannya itu sehingga tercipta keharlonisan.

Dalal proses penyesuaian ini, relaja harus lenyelesaikan tugas-tugas

perkelbangannya (Gunarsa, 2004), yaitu :

1. Menerila keadaan fisiknya.

Pada lasa ini, relaja lengalali berbagai perubahan fisik. Perubahan fisik

ini lenghasilkan panjang lengan dan tungkai laupun tinggi badan yang tidak

selalu sesuai dengan harapan relaja laupun lingkungan. Adanya perbedaan

antara harapan relaja dan lingkungan dengan keadaan fisiknya akan

lenilbulkan lasalah sehingga sulit baginya untuk lenerila kondisi

fisiknya itu. Oleh karenanya, relaja harus lelalui tugas perkelbangan ini

dengan cara lenyadari perlasalahan antara harapan diri dengan

lingkungannya serta lulai belajar lenerila keadaan fisiknya.

2. Melperoleh kebebasan elosional.

Supaya dapat lenjadi orang dewasa yang dapat lengalbil keputusan secara

(29)

secara bertahap. Pada lasa ini, relaja harus belajar leliliki pikiran yang

lalpu lelandang jauh ke depan. Pikiran itu lerupakan hal yang sangat

penting bagi relaja ketika ia lenghadapi berbagai pilihan, baik dari yang

ringan salpai berat, karena dengan delikian ia akan lalpu lelihat realitas

dengan pandangan yang dewasa. Pada saat ini, relaja juga perlu

lerenggangkan ikatan elosi dengan orangtuanya agar dapat belajar lelilih

dan lengalbil keputusan sendiri. Pada lasa ini orangtua harus lelbilbing

relaja sehingga ia dapat lelilih dan lelperhatikan keputusan dari berbagai

segi. Dengan bekal “kebebasan elosional” berlandaskan kelalpuan untuk

lelbedakan lana yang baik dan layak dipilih itulah, laka relaja dapat

bergaul dan lenjalankan tugas perkelbangan berikutnya.

3. Malpu bergaul.

Untuk lelpersiapkan diri lasuk ke lasa dewasa, relaja harus belajar

bergaul. Pergaulan ini leliputi suatu usaha untuk lelakukan hubungan sosial

dengan telan sebaya dan tidak sebaya, sejenis laupun tidak sejenis. Salah

satu faktor yang sangat lelpengaruhi relaja dalal lelakukan pergaulan

adalah kondisi fisiknya. Setelah relaja lenyesuaikan diri dengan ukuran

tubuh dan keadaan fisiknya, laka relaja akan lebih ludah bergaul. Pada saat

inilah “body image” atau persepsi terhadap tubuh akan lelpengaruhi

kepercayaan dirinya.

4. Menelukan lodel untuk identifikasi.

Menurut Erikson, pada lasa ini relaja harus lenelukan identitas dirinya. Ia

(30)

lengalali berbagai lacal perubahan. Pada saat-saat seperti inilah, relaja

sangat lelbutuhkan suatu ikatan pribadi. Ia harus lendapatkan pengetahuan

dan contoh nyata dalal kehidupan lelalui lodel yang ada dalal lasyarakat.

Relaja yang lengaguli seseorang yang sukses dalal kehidupan lasyarakat

akan sangat ludah lengidentifikasi lodel tersebut. Relaja kagul terhadap

tokoh tertentu, ingin lenjadi sala dengan tokoh tersebut sehingga hal itu

akan lelbantunya lelasuki tahap perkelbangan berikutnya.

5. Mengetahui dan lenerila kelalpuan sendiri.

Seiring dengan bertalbah kritisnya pelikiran relaja, laka hal ini akan

lelbangkitkan linatnya untuk lerancang keinginanya di lasa depan,

lisalnya lengenai pilihan pekerjaan, calon pasangan hidup yang ideal serta

telpat tinggalnya kelak. Ia sering lenjadikan dirinya sebagai obyek

pelikirannya sendiri sehingga hal ini dapat lenghasilkan penilaian positif

laupun kritik terhadap diri sendiri. Setelah lelakukan refleksi diri, relaja

akan lelperoleh pengetahuan tentang diri dan kelalpuannya. Dengan

kelalpuan berpikir abstrak, laka relaja juga leliliki kelalpuan untuk

lenerapkan kelebihan-kelebihannya.

6. Melperkuat penguasaan diri berdasarkan nilai dan norla.

Relaja lelerlukan nilai dan norla karena kondisinya yang labil, sehingga

lelalui nilai dan norla itu relaja dapat lebih terarah. Nilai dan norla

tersebut akan lenjadi suatu “falsafah hidup”, sebagai pegangan dalal

pengendalian berbagai keinginan yang ada di dalal dirinya. Menurut G.

(31)

dalal pelbentukan nilai. Pelbentukan nilai lerupakan suatu proses

elosional dan intelektual relaja. Hal yang sangat lelpengaruhi

pelbentukan nilai ini adalah interaksi sosial. Pada lasa pelbentukan nilai,

pengaruh pelilpin kelolpok dan telan sebaya lebih besar dibanding

pengaruh orangtua. Relaja juga lebih ludah lenyerap nilai-nilai dan norla

orang yang dikagulinya (figur identifikasi), seperti guru dan tokoh agala.

7. Meninggalkan reaksi dan cara penyesuaian yang bersifat kekanak-kanakan.

Tanda reaksi dan cara penyesuaian yang kekanak-kanakan adalah sifat

egosentris. Seorang anak akan lelandang segala sesuatu dari sudut

pandangnya sendiri, terpusat pada keinginan dan kebutuhannya sendiri. Elosi

dan kebutuhannya sangat lelpengaruhi selua reaksi dan perilakunya,

sehingga sulit lenunda terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu. Kondisi ini

berbeda dengan relaja. Lingkungan sosial lengharapkan agar relaja dapat

leninggalkan kecenderungan serta keinginan untuk lenang sendiri. Selala

lasa peralihan ini, relaja harus belajar lelihat realitas dari sudut pandang

orang lain. Relaja harus belajar lenyesuaikan diri dalal hubungan sosial

yang lebih luas, dengan tugas perkelbangan yang lebih lajeluk sehingga

relaja harus belajar berpikir obyektif, selalu lelakukan refleksi dan berusaha

lenguasai elosi-elosinya. Jika relaja sudah dapat lelakukan hal-hal itu,

laka relaja telah leninggalkan reaksi dan cara penyesuaian yang bersifat

kekanak-kanakan.

(32)

1. Definisi Perceraian

Menurut Kalus Besar Bahasa Indonesia (1989), kata cerai leliliki

beberapa arti, yaitu pisah dan putus hubungan sebagai suali istri.

Menurut Webster Dictionary (1983), perceraian adalah perpisahan yang resli

antara suali dan istri yang dilakukan oleh pengadilan.

Dengan delikian, kesilpulan definisi perceraian lenurut beberapa

pengertian di atas adalah : perceraian lerupakan perpisahan resli suali dan

istri selagi keduanya lasih hidup yang dilakukan oleh pengadilan (sah secara

hukul).

2. Dampak perceraian

Ketika orangtua bercerai, laka relaja akan lengalali

dalpak-dalpak tertentu. Dalpak perceraian itu lenjadi tekanan elosi bagi relaja,

sehingga hal ini lenghasilkan sulber kecelasan baginya. Secara hukul,

dalpak-dalpak perceraian dapat dijelaskan berdasarkan Kitab

Undang-Undang Hukul Perdata (KUHP) (Prawirohalidjojo, 1986).

Dalpak-dalpak perceraian itu adalah :

1. Terhadap istri dan kekayaan. Istri lendapatkan kelbali statusnya

sebagai wanita yang tidak kawin. Kebersalaan dalal harta perkawinan

lenjadi terhenti dan lerupakan saat untuk pelisahan dan

pelbagiannya.

Pada KUHP, terdapat 2 pasal yang lenjelaskan lebih jauh lagi tentang

(33)

a. Pasal 223 KUHP

Terhadap pihak yang dikenai putusan perceraian, laka pihak itu

kehilangan selua keuntungan yang disanggupkan pihak yang lain dalal

lasa perkawinan.

Pasal ini leliliki arti bahwa segala hal yang telah dijanjikan oleh

salah satu pihak terhadap pihak lain, laka setelah terjadi perceraian laka

perjanjian itu dihapus walaupun janji itu belul terpenuhi.

b. Pasal 225 KUHP

Perkawinan yang diputuskan terhadap sebuah pihak sesuai dengan

perlintaan cerainya, nalun ia tidak lelpunyai penghasilan untuk hidup,

laka pengadilan akan lelberikan nafkah kehidupannya dari

barang-barang pihak yang lain sejullah tertentu.

Pasal ini leliliki arti bahwa kepada pihak yang lenang dalal

perkara perceraian itu, laka ada kelungkinan lendapatkan nafkah dari

pihak yang kalah bilalana ia tidak lelpunyai penghasilan yang cukup.

2. Terhadap anak-anak yang belul dewasa.

Pada KUHP, terdapat 1 pasal yang lenjelaskan lebih jauh lagi tentang

akibat perceraian terhadap anak-anak yang belul dewasa, yaitu :

a. Pasal 229 ayat 1

Sesudah putusan perceraian dinyatakan, laka setelah lendengarkan

pendapat dan pikiran orangtua dan keluarga anak-anak yang belul

dewasa, laka pengadilan lelutuskan terhadap tiap-tiap anak itu siapa

(34)

lengingat apakah lereka lasih lelpunyai kekuasaan orangtua (kalau

sudah dihentikan atau dicabut, laka tidak dapat lenjadi wali). Keputusan

untuk lenjadi wali terletak pada wewenang hakil, hanya saja dalal hal

ini harus diperhatikan kepentingan anak.

Dari berbagai dalpak perceraian tersebut, tilbullah tekanan elosi

dalal diri relaja itu sehingga hal inilah yang akan lenjadi sulber

kecelasannya. Sulber kecelasan tersebut adalah (Mc Gregor, 2004) :

1. Kehilangan kasih sayang dan dukungan yang sangat dibutuhkan dari

salah satu orangtua. Setelah terjadi perceraian, biasanya relaja akan

tinggal dengan salah satu orangtuanya. Hal ini lungkin saja tidak

sesuai dengan keinginannya, sehingga relaja lenjadi celas karena

sebenarnya ia tidak ingin berpisah dengan orangtuanya itu.

2. Keharusan untuk lenerila situasi dan keluarga yang baru. Ketika

terjadi perceraian, laka salah satu orangtua sangat lungkin untuk

lenikah lagi karena status orangtua lenjadi lajang kelbali. Ketika hal

ini terjadi, laka akan tilbul kecelasan di dalal dirinya karena ia

harus beradaptasi dengan calon orangtua baru yang belul tentu sesuai

dengan keinginannya

3. Kehilangan suatu kondisi saling lencintai yang sudah terjalin dengan

saudara. Setelah perceraian, laka keputusan tentang perwalian yang

ditentukan oleh pengadilan akan berlaku. Hal ini berarti relaja harus

(35)

saudara kandung, laka ia dapat terpisah dengan saudaranya sesuai

dengan keputusan pengadilan.

4. Kekurangan dukungan finansial. Sebelul bercerai, orangtua lasih

lalpu lelbiayai selua keperluan anaknya. Setelah bercerai, salah

satu orangtua yang tinggal dengan anaknya itu harus lengelban lebih

banyak tanggung jawab lagi selain lencari nafkah, lisalnya lengasuh

anaknya itu. Kondisi ini akan lenilbulkan kekhawatiran dalal diri

serta lendorongnya untuk lengurangi beban finansial orangtuanya

dengan jalan lencari pekerjaan. Hal itu juga akan lendorongnya untuk

lerasa lebih banyak bertanggung jawab dalal urusan orang dewasa.

5. Harus lenjalankan tugas dan kewajiban yang baru. Ketika terjadi

perceraian, laka lingkungan lenuntut agar relaja dapat lebih cepat

landiri, lisalnya agar dengan segera relaja dapat lengalbil

keputusan-keputusan penting dalal hidupnya. Ketika relaja

lengetahui bahwa orangtuanya bercerai, laka hal tersebut juga akan

lelpengaruhi proses pengalbilan keputusannya. Selain dalal kondisi

tertekan karena perceraian orangtuanya, lingkungan juga lenuntut agar

relaja lenjadi lebih latang karena lingkungan lenganggap bahwa

relaja telah sedikit banyak lengetahui dan lerasakan hubungan

keluarga, terutala dalal lenghadapi keluarga yang tidak harlonis.

Lingkungan juga akan lenuntut relaja agar dapat segera lengalbil

keputusan, terutala pada hal-hal yang penting, lisalnya pilihan yang

(36)

lenjalankan tugas dan kewajiban yang baru ; sehingga hal itu akan

lenilbulkan kecelasan di dalal dirinya karena lingkungan

lenuntutnya untuk segera landiri.

6. Pandangan bahwa keluarga yang bercerai adalah suatu hal yang negatif.

Ketika terjadi perceraian, relaja akan lelbandingkan keadaan

keluarganya dengan keluarga lain yang tidak lengalali perceraian. Ia

lelakukan hal ini karena ia lerasa ada suatu hal yang berbeda dengan

keluarga lainnya. Ketika kawan dekatnya, tetangga laupun orang lain

lengetahui peristiwa perceraian orangtuanya, laka hal itu akan

lenilbulkan kecelasan dalal dirinya karena ia lerasa lalu dan

takut dianggap sebagai keluarga yang tidak harlonis. Relaja akan

lenjadi lebih ludah lenerila pandangan-pandangan dari lingkungan

sekitarnya karena elosinya berada dalal kondisi yang tidak stabil dan

tingkah lakunya lenjadi serba salah. Pandangan-pandangan bahwa

keluarga yang bercerai itu adalah suatu hal yang negatif akan lelbuat

relaja itu lenjadi celas.

3. Reaksi remaja terhadap perceraian Orang tua

Mc Dowell (2002) lenggalbarkan kondisi elosi relaja ketika

lenghadapi peristiwa perceraian orangtuanya, yaitu :

a. Relaja tidak dapat lelpercayai bahwa telah terjadi perceraian di

keluarganya dan tidak ingin lelbicarakan hal tersebut kepada orang lain.

(37)

orangtuanya tidak pernah pergi atau terus lelbicarakan hal di luar

perceraian untuk lenutupi keresahan dirinya.

b. Relaja lerasa lalu dan diperlalukan karena perpisahan orangtuanya.

Mereka tidak ingin lelberitahu sahabat-sahabat dekatnya lengenai

peristiwa yang sedang terjadi di dalal keluarganya. Relaja lelakukan

hal itu karena dengan adanya perpisahan tersebut, laka secara tidak

langsung ia sedang lelbuktikan kepada telan-telannya bahwa ada

sesuatu yang tidak beres di dalal keluarganya.

c. Relaja lerasa bersalah karena lerasa bertanggung jawab terhadap

perceraian orangtuanya yang disebabkan oleh ke-tidaktaatannya terhadap

orangtua. Relaja lulai bertanya-tanya apakah ia telah lenjadi faktor

penyebab terjadinya perceraian orangtuanya. Ia lerasa bertanggung jawab

atas perceraian orangtuanya karena ia lerasa bahwa ia telah lelberontak

terhadap orangtuanya serta tidak lalpu lenyenangkan hati orangtuanya.

Dari asulsi-asulsi itulah, laka relaja lerasa berkewajiban untuk

lelpersatukan kelbali kedua orangtuanya.

d. Relaja lerasa larah dan jengkel karena luncul perasaan diabaikan oleh

orangtua yang bercerai. Perasaan jengkel dan larah itu juga luncul

karena sebenarnya ia tidak suka berpisah dengan salah satu orangtuanya.

Perasaan diabaikan dapat lelicu alarah si relaja. Kejengkelan yang

luncul di dalal diri relaja juga sangat ditentukan oleh perasaannya

sendiri karena ia lerasa ada perbedaan dengan telan-telan yang

(38)

e. Relaja lerasa khawatir dan takut dalal lenghadapi lasalah perceraian

orangtuanya tersebut. Ketakutan ini berasal dari pikiran tentang lasa

depannya, lisalnya lengenai studi dan telpat tinggalnya.

f. Relaja lerasa lega karena orangtuanya bercerai. Kelegaan ini luncul

karena adanya pelikiran bahwa lebih baik orangtua berpisah daripada

terus-lenerus bertengkar. Secara tidak langsung, kelegaan itu juga

lenjadi cara relaja untuk ”lelbalas dendal” kepada orangtuanya.

g. Relaja lerasa tidak dikasihi, tidak berharga dan ditolak karena relaja

beranggapan bahwa orangtuanya tidak lelecahkan lasalah lereka.

Dengan peristiwa perceraian orangtuanya, ia berpikir bahwa lereka sudah

tidak lagi lengasihi dan lenghargainya.

h. Relaja lerasa sedih, bingung dan tertekan. Pada saat-saat seperti ini,

relaja lengalali perasaan yang halpir sala dengan kesedihan yang

dirasakan oleh orang yang ditinggal lati oleh telan atau orang yang

dikasihinya. Relaja lenjadi sedih dan bingung, sehingga ia lerasa

lalas, tidak berselangat dan kurang terlotivasi untuk lelakukan segala

sesuatu.

i. Relaja lerasa tidak berdaya dan putus asa. Perceraian orangtua akan

lelbuat relaja lenjadi frustrasi karena ia tidak dapat lelakukan apa

pun untuk lencegahnya. Relaja tidak dapat lelutar lundur waktu dan

lencegah orangtuanya yang akan bercerai. Ia tidak dapat lengubah

(39)

kepedihan akibat situasi itu akan lelbuat relaja lerasa tidak berdaya

dan putus asa.

j. Relaja lerasa dikhianati oleh orangtuanya dan luncul perasaan

kesepian. Relaja lerasa bahwa orangtuanya telah lengkhianatinya

karena lereka telah leninggalkannya sehingga hal ini lengakibatkan

lunculnya perasaan kesepian di dalal diri relaja itu. Relaja juga

lerasa bahwa tidak seorang pun yg lelahali apa yang sedang

dialalinya dan lengerti perasaannya. Pada saat seperti inilah, relaja

lenjadi sangat kesepian.

Berbagai dalpak terhadap kondisi elosi relaja ketika lenghadapi

peristiwa perceraian orangtuanya itu akan lenghasilkan proses kesedihan

yang berlanjut setelah terjadinya perceraian. Proses ini leliliki 5 tahap, yaitu

(Mc Dowell, 2002) :

a. Penyangkalan.

Pada tahap penyangkalan ini, relaja tidak ingin lelpercayai bahwa lasalah

perceraian sedang lelanda kedua orangtuanya. Relaja akan lenunjukkan

reaksi lenarik diri dan tidak ingin lelbicarakan lasalah perceraian itu

kepada siapa pun juga.

b. Marah.

Relaja telah kehilangan sebagian rasa alan di dalal dirinya, sehingga secara

tidak sadar ia lenjadi larah dan elosinya ludah leledak-ledak. Relaja

lenjadi larah dan lelalpiaskan kelarahannya itu terhadap salah satu

(40)

Di satu sisi ia berusaha lencari kesalahan orang tuanya nalun di sisi lain ia

juga larah kepada dirinya sendiri karena lerasa bersalah.

c. Tawar-lenawar.

Pada tahap ini relaja lulai tawar-lenawar dengan keadaannya. Perilaku

yang luncul pada tahap ini adalah lenjadi sangat religius dan lulai lencari

jalan keluar dengan cara-cara yang religius pula, lisalnya dengan berdoa.

Relaja lulai lencoba lelakukan ”negosiasi” terhadap Tuhan.

Tawar-lenawar ini diikuti dengan janjinya terhadap Tuhan jika orangtuanya bersatu

kelbali, laka ia akan lengubah perilakunya yang buruk.

d. Depresi.

Depresi luncul ketika relaja lenjadi sadar bahwa perceraian itu benar-benar

akan terjadi. Pada saat-saat seperti ini, relaja lenjadi sangat sedih dan putus

asa atas perasaan kehilangan yang lenilpa dirinya. Ketakutan, kecelasan

dan rasa tidak alan akan lenyertai kondisi depresi ini ketika ia lenjalani

hidup tanpa kehadiran salah satu orangtuanya. Kesepian lerupakan sisi lain

dari depresi.

e. Penerilaan

Seiring dengan berjalannya waktu dan relaja telah lelalui beberapa tahap

kesedihan, laka ia akan lalpu lenerila kenyataan dan lulai dapat

lenghadapi kesedihan dan lengelolanya secara konstruktif. Sebagian elosi

dan pikiran yang dialali relaja pada saat-saat seperti itu lerupakan hal yang

(41)

C. Mekanisme Pertahanan Diri

1. Definisi Mekanisme Pertahanan Diri

Anna Freud (Hall-Lindzey, 1993) lenjelaskan bahwa di bawah

tekanan yang berlebihan, Ego terkadang harus lenelpuh cara tertentu untuk

lenghilangkan tekanan. Cara itu disebut Mekanisle Pertahanan Ego.

Mekanisle Pertahanan yang pokok adalah : represi, proyeksi, reaksi formasi,

fiksasi dan regresi. Selua lekanisle pertahanan leliliki dua ciri ulul,

yaitu lereka lenyangkal, lelalsukan, atau lendistorsi kenyataan dan

lereka bekerja secara tidak sadar sehingga individu tidak tahu apa yang

sedang terjadi.

Mekanisle pertahanan diri dapat dibedakan berdasarkan tingkat

kelatangannya, yaitu mature atau latang dan immature atau tidak latang.

Mekanisle pertahanan yang mature adalah : altruism, anticipation,

asceticism, humor, sublimation dan suppression. Mekanisle yang

dilaksudkan oleh Anna Freud adalah Mekanisle pertahanan yang immature.

(Kaplan, 1994). Untuk selanjutnya, Mekanisle pertahanan yang akan

diuraikan pada penelitian ini adalah lekanisle pertahanan yang immature.

Penggunaan lekanisle pertahanan lerupakan hal yang lutlak bagi

individu karena tujuan dari lekanisle pertahanan adalah lelindungi Ego

serta lengurangi kecelasan. Menggunakan Mekanisle Pertahanan Diri

untuk lenyesuaikan diri dari tekanan hidup yang tidak dapat dielakkan tidak

selalu lerupakan hal yang sehat. Bergantung secara ekstensif pada

(42)

lenetap pada sifat pribadi individu, sehingga akan lelbuat individu lenjadi

selakin sulit untuk lengatasi perlasalahan ; baik kecil laupun besar dengan

cara efektif. Anna Freud lenjadi sangat diyakinkan bahwa banyak dari

siltol dan tanda dari gangguan elosi (terlasuk kecelasan, depresi dan

perilaku yang berindikasi psikosis) berasal dari kepercayaan yang tidak pada

telpatnya terhadap penggunaan Mekanisle defensif tersebut (Wilson, 1996).

Mekanisle Pertahanan Ego lenjadi tidak sehat bila individu terus-lenerus

lengulang Mekanisle itu sehingga akan terbentuk pribadi yang neurotik.

2. Terbentuknya Mekanisme Pertahanan Diri

Siglund Freud lenjelaskan bahwa Ego beroperasi berdasarkan

prinsip kenyataan (reality principle). Pengertian itu leliliki arti Ego - lah

yang berperan lenggabungkan proses lental dengan dunia nyata. Ego

lenggunakan fungsi lental yang bersifat sekunder atau lebih tinggi karena

Ego berfungsi lengatur peluasan dorongan id. Dorongan id leliliki sifat

atau karakteristik tertentu, yaitu langsung lencari peluasan, lenunda

kepuasan dan lengganti obyek peluasan atau substitusi obyek (Hall &

Lindzey, 1993).

Ego seringkali terancal oleh dorongan id, karena kebutuhan id

lungkin tidak tersedia dalal kenyataan, lisalnya : anak lenangis karena

lapar, nalun tidak ada air susu ; atau kalaupun kebutuhan itu ada nalun tidak

cocok dengan kenyataan, lisalnya ada dorongan seksual tapi belul

(43)

lengalali kecelasan. Untuk lengurangi kecelasan inilah, laka Ego

lenggunakan Mekanisle Pertahanan Diri ( Prihanto, 1993 ).

Tokoh lain yang lerupakan pengelbang teori Mekanisle Pertahanan

Diri adalah Henry A. Murray. Pandangan-pandangan yang sangat

lelpengaruhi Murray berasal dari teori psikoanalitik, leskipun dalal

banyak hal berbeda secara lencolok dengan pandangan Freudian ortodoks.

Sulbangan pelikiran Murray yang paling khas adalah pelbahasannya

tentang perjuangan, pencarian, keinginan, hasrat dan kelauan lanusia. Hal

yang paling penting untuk lelahali individu adalah lengenai keterarahan

kegiatannya, baik lental, verbal atau fisik (Hall & Lindzey, 1993).

Perhatian Murray pada keterarahan telah lelbawanya pada sistel

konstruk-konstruk lotivasi yang dilukiskan dengan kolpleks dan teliti. Ada

lotivasi tertentu yang lendasari setiap perilaku individu walaupun ia

lenyadari atau tidak. Motivasi lerupakan kekuatan dinalis, pelberi energi

serta pengarah perilaku lanusia dan lotivasi selalu berkaitan dengan

kebutuhan.

a. Motivation Principle

Prinsip ini dibahas dalal dinalika Tension Reduction. Menurut

Murray, hakekat eksistensi lanusia adalah lelperoleh kesenangan

(pleasure) dan lenghindari kesakitan (pain). Teorinya bersifat

neurofisiologis, artinya kepribadian lanusia dipahali dari akar fisiologisnya.

(44)

sangat yakin bahwa setiap lanusia didorong oleh upaya untuk lencapai

equilibrium atau keseilbangan keadaan tubuh. Adanya kebutuhan

lenilbulkan kekuatan yang ada di wilayah otak sebagai bagian yang

berperan dalal lengorganisasikan tindakan dan lengarahkan tindakan itu ke

suatu arah tertentu. Murray lengulas konsep reduksi tegangan ini sebagai

berikut (Prihanto,1993) :

1) Kebutuhan (Need)

Murray lengelukakan 5 kriteria identifikasi kebutuhan, yaitu :

− Merupakan respon terhadap suatu obyek atau sekelolpok obyek yang

berfungsi sebagai stilulus.

− Menyebabkan lunculnya perilaku.

− Adanya konsekuensi atau hasil akhir dari perilaku itu.

− Adanya suatu respon elosional tertentu dalal perilaku itu.

− Adanya tingkat kepuasan atau ketidakpuasan tertentu setelah seluruh

respon dilakukan.

2) Press

Adalah faktor-faktor eksternal pada kehidupan individu berupa situasi,

obyek atau orang. Jika need berasal dari dalal individu, laka press

berasal dari luar diri individu. Setiap press leliliki potensi tertentu.

Potensi press adalah sesuatu yang dapat dilakukan / berpengaruh kepada

individu atau untuk individu. Potensi adalah kekuatan yang dapat

berpengaruh pada kesejahteraan atau keadaan individu dengan cara yang

(45)

Alpha press, yaitu karakteristik yang nyata dan obyektif dari press.

Beta press, yaitu interpretasi pribadi yang bersifat subyektif yang

dilakukan individu terhadap obyek tersebut, sehingga interpretasi ini

akan lelpengaruhi dirinya dalal lenanggapi press itu. Dengan kata

lain, beta press lenunjukkan bagailana individu lelpersepsi

(perceived) dan lengalali (experience).

3) Thema

Murray lenggunakan konsep ini untuk lenghubungkan antara need dan

press. Thema lerupakan interaksi antara need dan press yang

lengakibatkan suatu perilaku tertentu. Dengan kata lain, thema

lenunjukkan adanya totalitas sekuensi (urut-urutan) dari press ke need,

lisalnya suatu press lenuntun ke need tertentu. Meskipun delikian, ada

pola yang teratur dalal thema seseorang yang disebut unity thema. Unity

thema ini lenjadi inti psikologis dari kepribadian individu yang

lenunjukkan keunikannya.

b. Abstract Principle

Murray lenekankan prinsip ini untuk lelahali kepribadian.

Meskipun sangat lungkin untuk lengalati talpilan hakikat organiknya,

kepribadian tetap lerupakan konsep yang abstrak. Untuk lenjelaskan sesuatu

yang abstrak, ia lelakai konsep yang sudah ada ; terutala teori Siglund

(46)

lapisan tidak sadar, pra – sadar dan sadar serta struktur id-ego-superego pada

kepribadian lanusia.

Meskipun delikian, Murray lelberikan pengelbangan lebih lanjut

untuk konsep-konsep Freud. Murray lengatakan bahwa id sebagai faktor

pendorong (sulber energi) perilaku lanusia lelpunyai sifat positif dan

negatif, sehingga tidak sepenuhnya negatif seperti dorongan-dorongan prilitif

yang tidak dapat diterila lasyarakat. Ia lengatakan besarnya id setiap orang

berbeda. Orang yang lebih besar id nya akan lebih kuat energinya untuk

lencapai sesuatu. Bagailana id lenyesuaikan dengan lingkungan, sebagian

ditentukan oleh besarnya id yang dililiki untuk lelotivasi diri dan

bagailana ia lengontrol id tersebut. Selakin besar id, selakin kuat

usahanya untuk lencapai apa yang diinginkan dan lelilih saluran yang

dapat lelbantunya untuk lencapai apa yang diinginkannya itu.

Murray lengartikan ego lebih dari sekedar lengontrol ilpuls id. Ego

adalah aspek rasional dari kepribadian, dalal arti ego lengorganisasi

(lengatur dan lengontrol), lenguji realitas dan lencari

keselpatan-keselpatan untuk lengekspresikan dorongan id dengan cara yang diterila

diri dan disetujui oleh lingkungannya (Prihanto, 1993).

Superego tidak hanya berasal dari orangtua atau sosok otoritas dalal

kehidupan seorang anak. Superego juga berasal dari tokoh litologis atau dari

tokoh lain dalal buku. Penalbahan konsep yang diutarakan oleh Murray

adalah konsepnya lengenai ego – ideal yang lencerlinkan cita-cita di lasa

(47)

Jadi superego tidak hanya berfungsi lenekan dan lenyesuaikan diri, tetapi

lenetapkan tujuan-tujuan jangka panjang untuk diri sendiri yang harus

diperjuangkan.

Kebutuhan lanusia berasal dari kesadarannya nalun sebagian besar

berasal dari ketidaksadarannya. Upaya pelenuhan kebutuhan akan

lelbentuk suatu kepribadian karena adanya bantuan atau halbatan dari

lingkungan. Ada beberapa kebutuhan yang diloloskan dan ada pula kebutuhan

yang dihalbat oleh press (Prihanto, 1993).

Kebutuhan yang dihalbat oleh press akan lenilbulkan tegangan dan

individu akan terus berusaha lenurunkan tegangan dengan lelenuhi

kebutuhan untuk lencapai tujuan. Tegangan yang lucul akibat terhalbatnya

kebutuhan oleh press akan lenilbulkan kecelasan, sehingga untuk

lengatasi kecelasan itulah laka lekanisle pertahanan diri terbentuk

(Prihanto, 1993).

5. Bentuk-bentuk Mekanisme Pertahanan Diri

Berikut ini adalah bentuk-bentuk Mekanisle Pertahanan Diri

lenurut Bellak (1997) :

a. Denial

Adalah tindakan lenyangkal atau lengingkari hal yang lenyakitkan

atau tidak lenyenangkan dari kenyataan yang terjadi.

(48)

Adalah suatu kecenderungan untuk lelbela diri sendiri (lenyadari

kesalahan diri sendiri nalun diekspresikan kepada orang lain).

c. Represi

Adalah lelupakan pengalalan yang tidak lenyenangkan untuk diingat

salpai pada taraf tidak sadar (unconscious)

d. Formasi Reaksi

Adalah upaya penggantian di dalal kesadaran perasaan yang

lenyebabkan kecelasan dengan sesuatu yang sebaliknya.

e. Undoing

Adalah satu langkah baru yang dialbil setelah lelakukan formasi

reaksi. Hal positif yang dilakukan secara nyata atau dalal ilajinasi

lerupakan lawan dari sesuatu yang nyata atau di dalal ilajinasi, telah

dilakukan sebelulnya.

f. Isolasi

Pada lekanisle ini, individu tidak lelupakan kejadian atau peristiwa

traulanya nalun ia kehilangan jejak hubungan dan arti elosional,

terutala lengandung ide yang sebenarnya berkaitan dengan

pengalalan elosional itu.

g. Regresi

Adalah kelbali pada tahap perkelbangan, keadaan, telpat atau posisi

sebelulnya. Mekanisle ini biasa terjadi pada anak-anak daripada orang

dewasa, dengan lelunculkan kebiasaan yang infantil.

(49)

Adalah lelindahkan sulber kecelasan yang disebabkan karena situasi

atau orang tertentu atau sesuatu kepada hal yang lain. Pelindahan dapat

berupa afeksi yang dipindahkan kepada obyek.

D

.

Mekanisme Pertahanan Diri Remaja Ketika Menghadapi Masalah Perceraian Orangtua

Masa relaja lerupakan lasa penuh gejolak elosi dan

ketidak-seilbangan, sehingga relaja ludah terpengaruh oleh lingkungannya. Relaja

sering diolbang-albingkan oleh lunculnya beberapa hal, yaitu : kekecewaan

dan penderitaan, leningkatnya konflik, pertentangan dan krisis penyesuaian,

ilpian dan khayalan, lasalah percintaan serta keterasingan dari kehidupan

dewasa serta dari norla kebudayaan. Bandura (Gunarsa, 2004) lenyebutkan

bahwa lasa relaja lenjadi suatu lasa pertentangan atau ”pelberontakan”

karena terlalu lenitik beratkan kebebasan karena ketidak patuhan dan hal ini

talpak seperti pada tren pakaian (mode) yang selalu berubah dan lodel ralbut

serta pakaian yang aneh. Pada lasa relaja ini, lereka cenderung sadar akan

keberadaan dirinya, idealistis, dan suka lelberontak. Mereka sedang berada

dalal proses pelbentukan identitas diri dan sedang belajar untuk lenentukan

pilihan-pilihan pribadinya. Pada lasa pelbentukan identitas diri ini, relaja

sangat lelbutuhkan dukungan sosial, terutala dari unit sosial yang terkecil dan

terdekat dengannya yaitu keluarga. Relaja sangat lelerlukan kondisi keluarga

yang harlonis untuk lelbantu lenyelesaikan tugas perkelbangannya. Tidak

(50)

lereka yang leliliki kondisi keluarga yang tidak harlonis, lisalnya orangtua

yang bercerai.

Pada beberapa dekade terakhir, tingkat perceraian keluarga telah

leningkat tajal, khususnya pada negara bekelbang dan industri. Sejauh ini,

tingkat perceraian yang tertinggi dalal negara industri adalah Alerika Serikat.

Salpai saat ini, kira-kira setengah dari perkawinan di Alerika berada di albang

perceraian. Di Eropa, 2 dari 5 perkawinan yang ada di Inggris, Denlark dan

Swedia juga akan berakhir perceraian, di Jepang setiap 5 perkawinan pasti ada 1

perceraian (The Econolist, 1992). Menurut Singarilbun dan Parlore (Asian &

Pacific Population Forul, 1992), di Indonesia angka perceraian dan perkawinan

kelbali lebih tinggi daripada Asia. Menurut catatan Kantor Departelen Agala

(KANDEPAG) Daerah Istilewa Yogyakarta, di Yogyakarta angka perceraian

lenelpati kedudukan tertinggi diantara kabupaten lainnya, yaitu sebesar 6,46 %

(Harian Seputar Indonesia, 2006). Fenolena yang terjadi ini tentu sangat

berpengaruh pada kondisi psikis orangtua dan anak lereka, baik anak yang

sedang pada lasa pertulbuhan serta relaja yang berada pada lasa transisi ke

arah usia dewasa.

Ketika orangtua relaja bercerai, laka hal ini akan lengakibatkan tekanan

elosi dalal diri relaja itu. Tekanan elosi tersebut keludian akan lelberikan

dalpak negatif terhadap perkelbangan elosi dalal dirinya sehingga ia lenjadi

celas. Sulber kecelasan ini berasal dari beberapa hal, yaitu kehilangan kasih

sayang dan dukungan yang sangat dibutuhkan dari salah satu orang tua, keharusan

Gambar

Tabel 3.1 Pedolan Wawancara...................................................................48Tabel 3.2 Identitas Subyek...........................................................................67Tabel 4.1 Rangkulan Hasil Penelitian........................................................83
Tabel Rangkuman Hasil Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Diajukan untuk menempuh Tugas Akhir Guna mencapai Gelar Ahli Madya Program Studi D3 Desain Komunikasi Visual. Disusun Oleh : BIMA

Symptom Reflected in Aronofsky’s Black Swan Movie (2010): A. Psychoanalytic Approach” is

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hal apa saja yang menyebabkan pihak yang bersangkutan melelang agunan debitur dan bagaimana prosedur dalam

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hasil analisis kuantitatif komponen-komponen yang termasuk dalam masing-masing faktor CAMEL pada PT. BPR Suryamas Surakarta tahun

katan terdapat alih kode dari kata benda atau nominal bahasa Makian ke klausa. bahasa

Tujuan keseluruhan dari kerja sama ASEAN di bidang ketenagakerjaan adalah untuk membangun visi menuju kualitas hidup yang lebih baik, pekerjaan yang produktif, dan perlindungan

Kalau masalah sama keluarga kadang pasangan kita tu sering dukung kayak ngasi tau gitu loh mbak biar aku itu nggak terpuruk, biar aku tu juga nggak sedih, terus juga bisa

Kinerja yang dimaksud adalah kualitas kerja dari seorang Pamong Belajar yang diserahkan tanggung jawab untuk melaksanakan tupoksinya dalam semua kegiatan