BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Polip Hidung 2.1.1 Definisi
Polip hidung adalah penyakit peradangan kronis dari mukosa sinonasal ditandai dengan edema, jaringan fibrosa, vaskularisasi, sel-sel inflamasi dan sel-sel kelenjar dengan infiltrasi sel inflamasi, remodeling jaringan yang mencakup akumulasi dan fibrosis matriks ekstraselular (Lee et al 2003; Kahveci et al 2008).
2.1.2 Epidemiologi
Tingkat prevalensi polip hidung adalah sekitar 2% pada seluruh populasi. Meningkat dengan bertambahnya usia, mencapai puncaknya pada usia 50 tahun keatas. Perbandingan laki-laki : perempuan sekitar 2:1. Polip hidung kejadiannya tinggi pada kelompok pasien yang memiliki penyakit saluran napas yang spesifik. Tingkat kekambuhan polip tergantung pada jenis penyakit (Mygind and Lund 2008).
hidung yang belum mendapat intervensi apapun, terdiri dari 19 pria dan 10 wanita.
2.1.3 Histopatologi
Secara histologi, polip terdiri dari stroma fibromyxomatous yang ditutupi oleh epitel pernapasan khas dengan metaplasia sel skuamosa jinak. Ujung saraf sangat sedikit pada epitel dan kelenjar submukosa, dan terjadi penebalan membran basal. Dibandingkan dengan mukosa dinding lateral hidung yang berdekatan, dijumpai eosinofil dan sel mast yang banyak pada polip inflamasi (Schlosser and Woodworth 2009).
Polip hidung dengan massa seperti anggur terdiri dari epitel respiratori dengan variasi penebalan membran basal, terbungkus, dan dilapisi stroma yang membedakannya dari submukosa sinus normal. Stroma yang melapisi polip hidung terbagi pada 3 subtipe : (a) edematous, eosinofilik, (b) fibroinflamasi, dan (c) glandular. Dari semua subtipe diatas polip edematous eosinofilik merupakan yang paling sering, sekitar 85% spesiment polip (Ryan 2014).
Menurut Hellquist terdapat 4 tipe histopatologi polip hidung, yaitu Edematous Eosinophilic Polyp (Allergic Polyp), Chronic Inflammatory Polyp (Fibroinflammatory Polyp), Polyp with Hyperplasia of Seromucinous Glands, dan Polyp with Stromal Atypia.
Inflamasi infiltrat seluler pada polip hidung terdiri dari eosinofil, limfosit, sel plasma, dan sel mast yang serupa dengan yang diamati pada mukosa bronkus penderita asma, menunjukkan bahwa mekanisme inflamasi dari dua penyakit mungkin mirip (Lee et al 2003).
2.1.4 Patogenesis polip hidung
Polip hidung dianggap sebagai subkelompok rinosinusitis kronis. Mukosa sinus pada polip hidung ditandai dengan edema stroma, infiltrasi sel-sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit dan sel plasma, perubahan epitel di atasnya dan dalam beberapa kasus, terjadi hiperplasia kelenjar submukosa seromucous. Faktor-faktor yang mengarah pada aspek morfologi polip hidung, seperti infiltrasi dengan sel-sel inflamasi, perubahan epitel pernapasan dan komponen ekstraseluler, masih belum bisa dipastikan. Peningkatan beberapa sitokin dan kemokin telah terdeteksi dalam sinusitis kronis dan polip hidung. Sampai saat ini hubungan antara sitokin dan kemokin serta proses terjadinya edema dan perubahan dari matriks ekstraseluler masih dalam perdebatan. Kemungkinan faktor permeabilitas pembuluh darah merupakan faktor pertumbuhan endotel vaskular yang disekresikan oleh sel-sel mast dan deposisi mediator beracun, seperti protein kationik eosinofil dan protein dasar utama, oleh degranulasi eosinofil aktif yang merusak epitel.
Proses pembentukan polip hidung dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya :
Tempat terbentuknya polip
Epitel permukaan yang dipengaruhi oleh tipe epitel, defek pada epitel, dan adanya proses inflamasi
Inervasi saraf Sel sel goblet
Kelenjar submukosa
Pembuluh darah, exudasi plasma dan edema
2.1.5 Inflamasi pada polip hidung
Munculnya polip hidung merupakan manifestasi klinis dari proses inflamasi yang ditandai dengan adanya edema stroma dan adanya infiltrat seluler. Sejumlah mediator inflamasi, growth factors dan molekul molekul adhesi telah ditemukan terdapat dalam polip hidung.
Menurut Bernstein polip hidung terbentuk melalui 4 stadium : Fase I : Iritasi mukosa
Terdapat semakin banyak bukti yang menunjukkan epitel saluran nafas sebagai penghalang fisik untuk mencegah masuknya partikel berbahaya ke submukosa, epitel tersebut berperan penting sebagai "metabolik aktif" penghalang fisik-kimia. Setelah iritasi oleh rangsangan berbahaya, kemungkinan terjadi peningkatan jumlah:
1. Inflamatori eicosanoids, yang berfungsi sebagai aktivator sel dan chemoattractants.
2. Proinflammatory cytokines, memiliki efek yang besar pada pertumbuhan, differensiasi, migrasi, dan aktivasi sel sel inflamatori.
3. Molekul adhesi sel spesifik, yang berperan penting terhadap masuknya sel sel inflamasi.
4. Major histocompatibility complex (MHC) class II antigens, yang berperan penting terhadap presentasi antigen dan aktivasi sel T.
Stimulasi sel epitel oleh berbagai agen dapat menyebabkan degenerasi sitokin yang berbeda dan aktivasi inflamasi sel tertentu. Perkembangan awal dari polip hidung di dinding lateral hidung kemungkinan merupakan hasil dari stimulasi epitel oleh perubahan aerodinamis; sehingga terjadi iritasi metabolik atau secara fisik mengubah dan merusak epitel permukaan.
inflamatori, terutama endothelial adhesion molecule (ICAM-1) dan vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1).
Fase III : Eosinofil
Potensi terjadinya kerusakan pada epitel berhubungan dengan mediator inflamasi dari eosinofil, umumnya major basic protein (MBP). Eosinophil cationic protein diketahui menstimulasi sekresi mukus saluran nafas, sedangkan MBP eosinofil menghambat sekresi mukus saluran nafas. Fase IV : Disregulasi transport cairan dan elektrolit. Sodium channels and cystic fibrosis transmembrane regulator (CFTR) alteration.
Terdapat cairan ekstraseluler dalam jumlah yang banyak pada polip diduga akibat disregulasi dari transport cairan dan elektrolit. Hal ini dapat diketahui karena adanya beberapa mediator inflamasi. Pada umumnya, histamin diketahui dapat meningkatkan permebilitas vaskular. Vascular endothelial growth factor adalah mediator yang kuat baik pada angiogenesis maupun permeabilitas vaskular. Protein tersebut meningkat pada polip hidung dibandingkan dengan mukosa hidung.
Epithelial alterations in nasal polyps
Tabel 1. Components of nasal polyps.
Albumin and others plasma protein Histamine
IL-1β, IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-8
Interferon-Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor
RANTES
Basic fibroblast growth factor EOTAXIN
Vascular endothelial growth factor p-selectin
Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor
e-selectin
Transforming growth factor α-1 and -1 MMP-7, MMP-9
Keratinocyte derived growth factor CD 4+, CD 8+
Intercellular adhesion molecule-1 Macrofag
Vascular cell adhesion molecule-1 Mast cell
Tumor necrosis factor α
Tabel 2. Theories behind the formation of nasal polyps.
Study Proposed Mechanisms of Action
Ramanathan et al1 ↓ Local Th-1 based immune response ↑ Th-2 based activity
↑ eosinophils
Ramanathan et al2 ↓ Toll-like receptors-9
Lane et al ↑ Toll like receptor-2
Qiu et al ↑ Expression surviving
Kowalski et al ↓ Apoptosis of eosinophils
Meyer et al ↑ Expression eotaxin
Olze et al ↑ RANTES
↑ Eosinophils
Rudack et al ↑ Eosinophils related cytokine IL-5
Ohori et al ↑ VCAM-1 enhanced by TNF-α
Kim et al Abcense of lymphangiogenesis in inflamed sinonasal mucosa
↑ Stromal edema and polyp formation
Lechapat-Zalcman et al
Up-regulation of MMP-9 in the glands and vessels
Bernstein et al ↑ Production of staphylococcus aureus superantigen
Van Zele et al Activation of Th-1 and Th-2 cytokines
Cannady et al Abnormalities in NO metabolism
2.1.6 Stadium polip hidung
Tabel 3. Stadium polip menurut Mackay and Lund, 1995.
Kondisi Polip Stadium
Tidak ada polip 0
Polip terbatas pada meatus media 1
Polip sudah keluar dari meatus media tetapi belum memenuhi rongga hidung
2
Polip yang massif (memenuhi rongga hidung) 3
Sumber: Assanasen and Naclerio (2001).
Untuk menilai polip hidung peneliti menggunakan naso-endoskopi dan menentukan stadium berdasarkan stadium polip menurut Mackay and Lund 1995.
2. 2 Matriks Metalloproteinase (MMP)
Gambar 1. Struktur MMP
Terdapat sekitar 26 MMP, yang dikelompokkan menurut spesifisitas substratnya. Struktur MMP secara garis besar terdiri dari : 1) sinyal peptida yang mengarahkan MMP untuk mensekresi atau jalur insersi membran plasma; 2) prodomain; 3) katalitik domain berikatan dan domain hemopexin (De, Fenton and Jones 2005 ; Cao and Zucker, 2007).
Secara kolektif, semua famili MMP dapat mendegradasi semua komponen matriks ekstraseluler dan membran basalis epitel. MMP dan TIMP berperan terhadap perkembangan otitis media akut dan kronis, poliposis hidung dan penyakit Sjogren kelenjar ludah ( S De, Fenton and Jones 2005).
Metalloproteinases dibagi menjadi : 1. Matrilysins (endometalloproteinases)
2. Collagenases (MMP-1, MMP-8, MMP-13)
Molekul molekul ini terdiri dari domain hemopexin yang berhubungan dengan domain katalitik melalui regio hinge. Substrat dari enzim enzim ini termasuk kolagen tipe I, II, III, V, dan IX.
3. Stromelysins
Grup ini termasuk 2 enzim : MMP-3 dan MMP-10. Mereka memainkan peran yang sama tetapi berbeda dalam aktivitas proteolitik. Fungsi utamanya termasuk hidrolisis komponen ECM dan aktivasi bentuk MMPs yang tidak aktif.
4. Gelatinases (MMP-2 dan MMP-9)
Mereka ditandai dengan afinitas yang tinggi terhadap kolagen dan gelatin. Disamping itu, MMP-2 menghidrolisis peptide bonds pada kolagen tipe I, II, dan III. Diantara semua MMPs, mereka memainkan peran yang paling signifikan dalam reaksi alergi.
5. Membran MMP, terbagi kedalam dua grup :
- Tipe membrane proteins. Grup ini termasuk 14, 15, MMP-16, dan MMP-24;
- GPI-anchored proteins – MMP-17 dan MMP-25 (Kuźmiński, Przybyszewski, Graczyk and Bartuzi 2012).
Matriks Metalloproteinase berperan pada beberapa proses patologi yang kompleks, antara lain :
Destruksi jaringan, misalnya pada invasi dan metastasis kanker, reumatoid artritis, osteoartritis, ulkus dekubitus, ulser gastrikus, ulserasi kornea, penyakit periodontal, kerusakan otak dan penyakit neuroinflamasi.
Fibrosis, misalnya pada sirosis hepatis, fibrosis paru, otosklerosis, aterosklerosis, dan multipel sklerosis.
2.2.1 Peranan MMP pada degradasi matrik ekstra seluler
Matrik ekstraseluler merupakan makromolekul komplek seperti kolagen, polisakarida, dan glikoprotein. Matrik ekstraseluler berperan dalam proses pertumbuhan dan migrasi sel, pemeliharaan bentuk sel dan hubungan antar sel. Matrik disintesa oleh fibroblast dan sebagian besar terdiri dari glikosaminoglikan, kolagen, fibronektin, dan laminin yang berfungsi sebagai penunjang dan menjaga stabilitas jaringan. Pada kondisi fisiologis, matrik ekstraseluler diperbaharui secara terus menerus. Keseimbangan dinamis antara formasi dan degradasi molekul matrik ekstraseluler memungkinkan perkembangan, remodeling, dan perbaikan jaringan secara normal. MMP-9 dapat mendegradasi hampir semua komponen matriks ekstraseluler. Matriks ekstraseluler terdiri dari membran basal dan matriks interstisial dan merupakan struktur yang kompleks yang mengelilingi dan mendukung sel-sel mukosa, dan memainkan peran penting dalam perubahan fisiologis sel-sel ini. Keseimbangan antara sintesis dan penghancuran matriks ekstraseluler penting bagi homeostasis. Onset dan remodeling matriks ekstraseluler harus dikendalikan. Proteolisis tidak terkendali dan kehancuran komponen ini merupakan bagian dari proses patologis. MMPs adalah kelompok enzim utama yang mengatur integritas matriks (Kahveci et al 2008).
mengatur proses perkembangan seperti angiogenesis, embriogenesis, dan remodeling jaringan. Selain itu, MMP mempertahankan homeostasis tubuh dan memainkan peran penting dalam proses penyembuhan (Kuźmiński, Przybyszewski, Graczyk and Bartuzi 2012).
Beberapa MMP diketahui berperan dalam degradasi matriks ekstraseluler dan aktivasi cytokines. MMP - 9 ( 92 - kDa kolagenase IV ) disekresikan dari berbagai sel termasuk fibroblas, limfosit, sel-sel endotel, neutrofil, dan makrofag. Ekspresi MMP diatur di berbagai tingkatan; seperti transkripsi gen, aktivasi proenzim, dan interaksi dengan inhibitor jaringan dari metaloproteinase (Erbek and Erkan 2008).
Matriks metalloproteinase (MMP) diketahui memainkan peranan penting dalam invasi terhadap mukosa hidung dengan sel sel inflamasi melalui degradasi matrik ekstraseluler (Bugdayci, Kaymakci and Bukan 2008).
2.2.2 Matriks metalloproteinase-9 pada polip hidung
Dari keseluruhan jenis MMP yang pernah ditemukan sampai sekarang ini, jenis gelatinase MMP-2 dan MMP-9 merupakan enzim utama untuk mendegradasi kolagen type IV, V, VII, X, XI dan XIV, gelatin, elastin, proteoglycan core protein, myelin basic protein, fibronektin, dan fibrilin -1 dan prekursor TNF-α dan IL- 1b dan mampu memecah kolagen tipe I, komponen utama yang membentuk struktur molekul stroma (Amalinei, Caruntu and Balan 2007; Chen, Langhammer, Westhofen and Lorenzen 2007).
kompleks 1:1 dengan MMP. Kehilangan koordinasi antara MMP dan TIMP diyakini menghasilkan degradasi jaringan. Eosinofil merupakan sumber utama MMP; MMP-9 meningkat dengan akumulasi eosinofil pada saluran nafas pasien asma (Lee et al 2003).
Kebanyakan polip hidung, pada lamina propria tampak eosinofil dan limfosit dengan jumlah yang banyak. Inflamasi menyebabkan polip hidung dimediasi oleh neuropeptida, sitokin, dan growth faktor yang dihasilkan oleh sel sel tersebut. Gambaran umum berupa proses patologis yang berbeda, edema dan peningkatan sel-sel inflamasi di submukosa. Beberapa MMP diketahui berperan dalam degradasi matrik ekstraselular dan aktivasi sitokin. MMP-9 (92-kDa kolagenase IV) disekresikan dari berbagai sel termasuk fibroblas, limfosit, sel endotel, neutrofil, dan makrofag. Secara khusus kolagen tipe IV memotong komponen struktural utama dari membran basal. MMP-9 memainkan peran penting dalam berbagai penyakit Otolaryngologi (De, Fenton and Jones 2005 ; Kahveci et al 2008).
2. 3 KERANGKA KONSEP
Degradasi protein matriks ekstraseluler
Ruptur epitel, prolaps lamina propria
Formasi dan elongasi kelenjar & mengubah epitel dan stroma
Infiltrasi sel, oedem, dan vaskularisasi stroma Seimbang (fisiologis)
Terbentuk polip hidung Histopatologi
Stadium Ekspresi MMP-9
Monosit, makrofag, limfosit, granulosit, platelet darah, fibroblast,
keratinosit, miosit, neuron, astrosit, sel endotelial, hepatosit, sel neoplastik
MMPs & TIMPs