BAB III
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 3.1Sejarah Singkat Kantor Imigrasi
3.1.1 Zaman Penjajahan
Kekayaan sumber daya alam, khususnya sebagai penghasil komoditas perkebunan yang diperdagangkan di pasar dunia, menjadikan wilayah Indonesia yang sebagian besar dikuasai oleh Hindia Belanda menarik berbagai negara asing untuk turut serta mengembangkan bisnis perdagangan komoditas perkebunan. Untuk mengatur arus kedatangan warga asing ke wilayah Hindia Belanda, pemerintah kolonial pada tahun 1913 membentuk kantor Sekretaris Komisi Imigrasi dan karena tugas dan fungsinya terus berkembang, pada tahun 1921 kantor sekretaris komisi imigrasi diubah menjadi immigratie dients (dinas imigrasi).
Dinas imigrasi pada masa pemerintahan penjajahan Hindia Belanda ini berada di bawah Direktur Yustisi, yang dalam susunan organisasinya terlihat pembentukan afdeling-afdeling seperti afdeling visa dan afdeling (bagian) lain-lain yang diperlukan. Corps ambtenaar immigratie diperluas. Tenaga-tenaga berpengalaman serta berpendidikan tinggi dipekerjakan di pusat. Tidak sedikit di antaranya adalah tenaga-tenaga kiriman dari negeri Belanda (uitgezonden krachten). Semua posisi kunci jawatan imigrasi berada di tangan para pejabat Belanda.
Kebijakan keimigrasian yang ditetapkan oleh pemerintah Hindia Belanda adalah politik pintu terbuka (opendeur politiek). Melalui kebijakan ini, pemerintah Hindia Belanda membuka seluas-luasnya bagi orang asing untuk masuk, tinggal, dan menjadi warga Hindia Belanda. Maksud utama dari diterapkannya kebijakan imigrasi “pintu terbuka” adalah memperoleh sekutu dan investor dari berbagai negara dalam rangka mengembangkan ekspor komoditas perkebunan di wilayah Hindia Belanda. Selain itu, keberadaan warga asing juga dapat dimanfaatkan untuk bersama-sama mengeksploitasi dan menekan penduduk pribumi.
dan/atau keluar negeri pada saat itu. Bidang keimigrasian yang ditangani semasa pemerintahan Hindia Belanda hanya 3 (tiga), yaitu: (a) bidang perizinan masuk dan tinggal orang; (b) bidang kependudukan orang asing; dan (c) bidang kewarganegaraan. Untuk mengatur ketiga bidang tersebut, peraturan pemerintah yang digunakan adalah Toelatings Besluit (1916); Toelatings Ordonnantie (1917); dan Paspor Regelings (1918).
3.1.2 Era Revolusi Kemerdekaan
Era kolonialisasi Hindia Belanda mulai berakhir bersamaan dengan masuknya Jepang ke wilayah Indonesia pada tahun 1942. Namun pada masa pendudukan Jepang hampir tidak ada perubahan yang mendasar dalam peraturan keimigrasian. Dengan kata lain, selama pendudukan Jepang, produk hukum keimigrasian Hindia Belanda masih digunakan. Eksistensi pentingnya peraturan keimigrasian mencapai momentumnya pada saat Indonesia memproklamirkan kemerdekaanya pada 17 Agustus 1945.
penting pada masa ini, Jawatan Imigrasi yang sejak semula di bawah Departemen Kehakiman, pada tahun 1947 pernah beralih menjadi di bawah kekuasaan Departemen Luar Negeri.
Selain itu, untuk mengatasi kevakuman hukum, peraturan perundang-undangan keimigrasian produk pemerintah Hindia Belanda harus dicabut dan digantikan dengan produk hukum yang selaras dengan jiwa kemerdekaan. Selama masa revolusi kemerdekaan ada dua produk hukum Hindia Belanda yang terkait dengan keimigrasian dicabut, yaitu (a) Toelatings Besluit (1916) diubah menjadi Penetapan Ijin Masuk (PIM) yang dimasukkan dalam Lembaran Negara Nomor 330 Tahun 1949, dan (b) Toelatings Ordonnantie (1917) diubah menjadi Ordonansi Ijin Masuk (OIM) dalam Lembaran Negara Nomor 331 Tahun 1949. Selama masa revolusi kemerdekaan lembaga keimigrasian masih menggunakan struktur organisasi dan tata kerja dinas imigrasi (Immigratie Dients) peninggalan Hindia Belanda.
3.1.3 Era Republik Indonesia Serikat
Era Republik Indonesia Serikat merupakan momen puncak dari sejarah panjang perjalanan pembentukan lembaga keimigrasian di Indonesia. Di era inilah dinas imigrasi produk Hindia Belanda diserahterimakan kepada pemerintah Indonesia pada tanggal 26 Januari 1950. Struktur organisasi dan tata kerja serta beberapa produk hukum pemerintah Hindia Belanda terkait keimigrasian masih dipergunakan sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan bangsa Indonesia. Kepala Jawatan Imigrasi untuk pertama kalinya dipegang oleh putra pribumi, yaitu Mr. H.J Adiwinata. Struktur organisasi jawatan imigrasi meneruskan struktur immigratie dients yang lama, sedangkan susunan jawatan imigrasi masih seder hana dan berada dalam koordinasi Menteri Kehakiman, baik operasional-taktis, administratif, maupun organisatoris.
RIS adalah masih warisan dari Pemerintah Hindia Belanda, yaitu: (a) Indische Staatsregeling, (b) Toelatings Besluit, (c) Toelatings Ordonnantie.
Dalam masa yang relatif singkat, jawatan imigrasi pada era Republik Indonesia Serikat telah menerbitkan 3 (tiga) produk hukum, yaitu (a) Keputusan Menteri Kehakiman RIS Nomor JZ/239/12 tanggal 12 Juli 1950 yang mengatur mengenai pelaporan penumpang kepada pimpinan bea cukai apabila mendarat di pelabuhan yang belum ditetapkan secara resmi sebagai pelabuhan pendaratan, (b) Undang-Undang Darurat RIS Nomor 40 Tahun 1950 tentang Surat Perjalanan Republik Indonesia, dan (c) Undang- Undang Darurat RIS Nomor 42 Tahun 1950 tentang Bea Imigrasi (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 77).
3.1.4 Era Demokrasi Parlementer
Periode krusial pada era Republik Indonesia Serikat berlanjut pada Era Demokrasi Parlementer, yang salah satunya terkait dengan berakhirnya kontrak kerja pegawai keturunan Belanda pada akhir tahun 1952. Berakhirnya kontrak kerja mereka menjadi persoalan penting karena pada saat itu pemerintah Indonesia sedang bergerak cepat mengembangkan jawatan imigrasi. Pada periode 1950-1960 jawatan imigrasi berusaha membuka kantor-kantor dan kantor cabang imigrasi, serta penunjukan pelabuhan-pelabuhan pendaratan yang baru.
Pada dasawarsa imigrasi tepatnya 26 Januari 1960, jawatan imigrasi telah berhasil mengembangkan organisasinya dengan pembentukan Kantor Pusat Jawatan Imigrasi di Jakarta, 26 kantor imigrasi daerah, 3 kantor cabang imigrasi, 1 kantor inspektorat imigrasi dan 7 pos imigrasi di luar negeri. Di bidang sumber daya manusia (SDM) keimigrasian, pada bulan Januari 1960 jumlah total pegawai jawatan imigrasi telah meningkat menjadi 1256 orang yang kesemuanya putra-putri Indonesia, mencakup pejabat administratif dan pejabat teknis keimigrasian.
perlindungan yang lebih besar kepada warga negara Indonesia. Pendekatan yang dipergunakan dan dilaksanakan secara simultan meliputi pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) dan pendekatan keamanan (security approach). Beberapa pengaturan keimigrasian antara lain yang diterbitkan: (1) pengaturan lalu lintas keimigrasian; yaitu pemeriksaan dokumen keimigrasian penumpang dan crew kapal laut yang dari luar negeri dilakukan di atas kapal selama pelayaran kapal, (2) Pengaturan di bidang kependudukan orang asing, dengan disahkannya Undang Undang Darurat Nomor 9 Tahun 1955 tentang Kependudukan Orang Asing (Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 812), (3) Pengaturan di bidang pengawasan orang asing, dengan disahkannya Undang-Undang Darurat Nomor 9 Tahun 1953 tentang Pengawasan Orang Asing (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 463), (4) Pengaturan mengenai delik/perbuatan pidana/peristiwa pidana/tindak pidana di bidang keimigrasian, dengan disahkannya Undang-Undang Darurat Nomor 8 Darurat Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Imigrasi (Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 807), (5) Pengaturan di bidang kewarganegaraan, pada periode ini disahkan produk perundangan penting mengenai kewarganegaraan yakni Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1958 tentang Persetujuan Antara Republik Indonesia Dan Republik Rakyat Tiongkok Mengenai Soal Dwikewarganegaraan (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor), (6), dan Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 113, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1647), (7) Masalah kewarganegaraan turunan Cina, (8) Pelaksanaan Pendaftaran Orang Asing (POA).
3.1.5 Era Orde Baru
Era pemerintahan Orde Baru adalah yang terpanjang sejak Indonesia merdeka. Masa pemerintahan yang cukup panjang tersebut turut memberikan kontribusi besar terhadap pemantapan lembaga keimigrasian, walaupun dalam pelaksanaannya mengalami beberapa kali penggantian induk organisasi. Stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi selama era Orde Baru mendorong lembaga keimigrasian di Indonesia untuk semakin berkembang dan profesional dalam melayani masyarakat. Pada era ini terjadi beberapa kali perubahan organisasi kabinet dan pembagian tugas departemen, yang pada gilirannya membawa perubahan terhadap organisasi jajaran imigrasi. Pada tanggal 3 November 1966 ditetapkan kebijakan tentang Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas Departemen, yang mengubah kelembagaan Direktorat Imigrasi sebagai salah satu pelaksana utama Departemen Kehakiman menjadi Direktorat Jenderal Imigrasi yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Imigrasi. Perubahan inipun berlanjut dengan pembangunan sarana fisik di lingkungan Direktorat Jenderal Imigrasi yang luas. Pembangunan gedung kantor, rumah dinas, pos imigrasi maupun asrama tahanan dijalankan tahun demi tahun. Di bidang SDM dan pembinaan karier, sistem penempatan dan pembinaan karier pegawai yang direkrut Direktorat Jenderal Imigrasi yang zig zag, tidak terpaku di satu pos, diteruskan. Sistem pembinaan karir di bidang imigrasi juga terus disempurnakan dengan tetap mengedepankan prinsip profesionalisme dan keadilan.
Beban kerja yang semakin meningkat dan kebutuhan akan akurasi data, mendorong Direktorat Jenderal Imigrasi untuk segera menerapkan sistem komputerisasi di bidang imigrasi. Pada awal tahun 1978 untuk pertama kalinya dibangunlah sistem komputerisasi di Direktorat Jenderal Imigrasi, sedangkan penggunaan komputer pada sistem informasi keimigrasian dimulai pada tanggal 1 Januari 1979.
pengaturan masalah lintas batas, (6) pengaturan dispensasi fasilitas keimigrasian, (7) penanganan TKI gelap di daerah perbatasan, (8) pengaturan penyelenggaraan umroh, (9) pengaturan masalah pencegahan dan penangkalan, (10) pengaturan keimigrasian di sektor ketenagakerjaan, (11) pengaturan visa tahun 1979, (12) masalah orang asing yang masuk ke dan atau tinggal di wilayah Indonesia secara tidak sah, (13) penghapusan exit permit bagi WNI.
Di masa Orde Baru ini yang tidak bisa dilupakan adalah lahirnya Undang-Undang Keimigrasian baru yaitu Undang Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3474), yang disahkan oleh DPR pada tangal 4 Maret 1992. Undang Undang Keimigrasian ini selain merupakan hasil peninjauan kembali terhadap berbagai peraturan perundang-undangan sebelumnya yang sebagian merupakan peninggalan dari Pemerintah Hindia Belanda, juga menyatukan/mengkompilasi substansi peraturan perundang-undangan keimigrasian yang tersebar dalam berbagai produk peraturan perundangan keimigrasian sebelumnya hingga berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992.
3.1.6 Era Reformasi
Krisis ekonomi 1997 telah mengakhiri periode panjang era Orde Baru dan memasuki era reformasi. Aspirasi yang hidup dalam masyarakat, menginginkan komitmen yang kuat terhadap nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM), tegaknya hukum dan keadilan, pemberantasan KKN, dan demokratisasi, tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), transparansi, dan akuntabel terus didengungkan, termasuk diantaranya tuntutan percepatan otonomi daerah.
memperhatikan fungsi penegakan hukum dan fungsi sekuriti, mulai pada era ini harus diimbangi dengan fungsi keamanan dan penegakan hukum.
Dalam menghadapi masalah dan perkembangan dalam dan luar negeri tersebut, Direktorat Jenderal Imigrasi pada Era Reformasi ini telah melakukan beberapa program kerja sebagai berikut:
a. Penyempurnaan Peraturan Perundang-Undangan
Pemerintah memperbaharui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian. Hal ini berdasarkan beberapa perkembangan yang perlu diantisipasi, yakni: (1) Letak geografis wilayah Indonesia (kompleksitas permasalahan antar negara), (2) Perjanjian internasional/konvensi internasional yang berdampak terhadap pelaksanaan fungsi keimigrasian, (3) Meningkatnya kejahatan internasional dan transnasional, (4) Pengaturan mengenai deteni dan batas waktu terdeteni belum dilakukan secara komprehensif, (5) Pendekatan sistematis fungsi keimigrasian yang spesifik dan universal dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi yang modern, (6) Penempatan struktur kantor imigrasi dan rumah detensi imigrasi sebagai unit pelaksana teknis di bawah Direktorat Jenderal Imigrasi, (7) Perubahan sistem kewarganegaraan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, (8) Hak kedaulatan negara sesuai prinsip timbal balik (resiprositas) mengenai pemberian visa terhadap orang asing, (9) Kesepakatan dalam rangka harmonisasi dan standarisasi sistem dan jenis pengamanan dokumen perjalanan secara internasional, (10) Penegakan hukum keimigrasian belum efektif sehingga kebijakan pemidanaan perlu mencantumkan pidana minimum terhadap tindak pidana penyelundupan manusia, (11) Memperluas subyek pelaku tindak pidana Keimigrasian, sehingga mencakup tidak hanya orang perseorangan tetapi juga korporasi serta penjamin masuknya orang asing ke wilayah indonesia yang melanggar ketentuan keimigrasian, (12) Penerapan sanksi pidana yg lebih berat terhadap orang asing yang melanggar peraturan di bidang keimigrasian karena selama ini belum menimbulkan efek jera.
untuk dibahas oleh lembaga legistlatif (DPR). Setelah melalui pembahasan yang cukup panjang dengan Komisi III DPR, akhirnya Rancangan Undang-Undang Keimigrasian yang baru disetujui dan diusulkan untuk disahkan menjadi Undang-Undang pada Rapat Paripurna DPR tanggal 7 April 2011. Selanjutnya pada tanggal 5 Mei 2011, Presiden Republik Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5126.
b. Kelembagaan
Sebagai dampak pelaksanaan otonomi daerah dan perkembangan yang terjadi di beberapa negara, maka tugas keimigrasian di daerah provinsi, kota/kabupaten maupun di negara yang bersangkutan terus mengalami peningkatan sejalan dengan karakteristik dinamika kehidupan masyarakat. Untuk mengantisipasi fenomena demikian Direktorat Jenderal Imigrasi telah membuat langkah kebijakan: (1) Pembentukan kantor-kantor imigrasi di daerah, (2) Peningkatan kelas beberapa kantor imigrasi, (3) Pembentukan direktorat intelijen, (4) Pembentukan rumah detensi imigrasi, (5) Penambahan tempat pemeriksaan imigrasi, dan (6) Pembentukan atase/konsul imigrasi pada perwakilan RI di Guangzhou-RRC.
Adapun jumlah kelembagaan imigrasi yang tersebar di daerah dan di luar negeri sampai dengan saat ini adalah sebagai berikut:
1. 115 kantor imigrasi, yang terdiri dari terdiri dari : a) 7 kantor imigrasi kelas I khusus di :
Soekarno-Hatta, Batam, Ngurah Rai, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Medan, dan Surabaya.
b) 38 kantor imigrasi kelas I di :
Serang, Surakarta, Tangerang, Tanjung Pinang, Tanjung Perak, Tanjung Priok, Ternate, Yogyakarta.
c) 60 kantor imigrasi kelas II di :
Atambua, Bagan Siapi Api, Belakang Padang, Belawan, Bengkalis, Biak, Bitung, Blitar, Bogor, Bukit Tinggi, Cilacap, Cilegon, Cirebon, Depok, Dumai, Entikong, Jember, Karawang, Kota Baru, Kuala Tungkal, Langsa, Lhokseumawe, Madiun, Mamuju, Manokwari, Maumere, Merauke, Meulaboh, Muara Enim, Nunukan, Pare-Pare, Pati, Pemalang, Pematang Siantar, Polewali Mandar, Ranai, Sabang, Sambas, Sampit, Sanggau, Selat Panjang, Siak, Sibolga, Singaraja, Singkawang, Sorong, Sukabumi, Sumabawa Besar, Tahuna, Tanjung Balai Asahan, Tanjung Balai Karimun, Tanjung Pandan, Tanjung Uban, Tarakan, Tasikmalaya, Tembaga Pura, Tembilahan, Tobelo, Tual, dan Wonosobo.
d) 10 kantor imigrasi kelas III di :
Bekasi, Dabo Singkep, Kalianda, Tarempa, Kota Bumi, Pamekasan, Kediri, Tanjung Redep, Takengon, dan Labuan Bajo.
2. 13 rumah detensi imigrasi di :
Tanjung Pinang, Balikpapan, Denpasar, DKI Jakarta, Kupang, Makassar, Manado, Medan, Pekanbaru, Pontianak, Semarang, Surabaya, dan Jayapura.
3. 33 tempat pemeriksaan imigrasi : a. Bandar udara di :
Ambon, Sentani Jayapura, Jeffman Sorong, Frans Kaisiepo Biak, Mopah Merauke, dan Timika Tembagapura.
b. Pelabuhan laut di :
Sabang, Malahayati Aceh, Krueng Raya Aceh, Lhokseumawe, Kuala Langsa Aceh, Belawan, Sibolga, Gunung Sitoli Sibolga, Teluk NibungTanjung Balai Asahan, Kuala Tanjung Tanjung Balai Asahan, Teluk Bayur Padang, Yos Sudarso Dumai, Pekanbaru, Bagan Siapiapi, Bengkalis, Tembilahan, Selat Panjang, Sungai Guntung Tembilahan, Kuala Enok Tembilahan, Sri Bintan Pura Tanjung Pinang, Sri Baintan Tanjung Pinang, Tanjung Uban, Bandar Bentan Telani Lagoi Tanjung Uban, Bandar Seri Udana Lobam Tanjung Uban, Tanjung Balai Karimun, Belakang Padang, Nongsa Terminal Bahari Batam, Kabil Batam, Marina Teluk Senimba Batam, Batam Centre Batam, Citra Tritunas Batam, Batu Ampar Batam, Sekupang Batam, Ranai, Tarempa, Pulau Baai Bengkulu, Panjang Lampung, Palembang, Pangkal Balam Pangkal Pinang, Tanjung Kelian Bangka Belitung, Tanjung Gudang Bangka Belitung, Tanjung Pandan, Jambi, Kuala Tungkal, Tanjung Priok Jakarta, Cirebon, Ciwandan Cilegon, Tanjung Mas Semarang, Cilacap, Tanjung Perak Surabaya, Pasuruan, Probolinggo, Besuki, Panarukan, Banyuwangi, Pontianak, Singkawang, Pemangkat Singkawang, Sintete Singkawang, Tri Sakti Banjarmasin, Kota Baru, Sampit, Balikpapan, Samarinda, Tarakan, Nunukan, Manado, Marore, Miangas, Tahuna, itung, Pantoloan Palu, Soekarno-Hatta Makassar, Pare-Pare, Kendari, Buleleng Bali, Benoa Bali, Padang Bai Bali, Benete Mataram, Lembar Mataram, Tenau Kupang, Maumere, Ambon, Ternate, Tual, Jayapura, Biak, Merauke, Amamapare Tembagapura, Sorong, Siak Sri Indrapura Siak.
4. 79 pos lintas batas, di provinsi :
5. 19 atase/konsul imigrasi pada Perwakilan RI di :
Bangkok, Beijing, Berlin, Den Haag, Kuala Lumpur Malaysia, Singapura, Tokyo, Davao, Hongkong,Jeddah, Los Angeles, Penang, Sydney, Taipei, Johor, Dili, Guang Zhou, Kuching, dan Tawao.
c. Ketatalaksanaan
Hasil-hasil yang telah dicapai di bidang ketatalaksanaan sampai tahun 2003 adalah: (1) Pengolahan data kedatangan dan keberangkatan WNI/WNA di Direktorat Jenderal Imigrasi telah terekam yang dikirim dari tempat pemeriksaan imigrasi dengan sistem inteligent character recognation (ICR), (2) Perekaman dan penyimpanan data keimigrasian melalui electronic filing system, (3) Penyusunan pola umum kriteria klasifikasi kantor imigrasi, (4) Perencanaan SIMKIM, standarisasi pola umum bangunan UPT imigrasi dan standarisasi pelayanan imigrasi.
d. Sumber Daya Manusia
maupun pascasarjana di beberapa perguruan tinggi terkemuka seperti Universitas Diponegoro, Universitas Sumatera Utara, Universitas Udayana, Universitas Sebelas Maret, dan lainnya.
e. Sarana dan Prasarana
Program pengembangan sarana dan prasarana yang difokuskan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi antara lain: (1) Pembangunan fisik gedung kantor-kantor Imigrasi di daerah, (2) Pembangunan fisik rumah detensi imigrasi, (3) Peningkatan fasilitas pos lintas batas di daerah-daerah perbatasan antarnegara, (4) Pengadaan fasilitas visa on arrival/visa kunjungan saat kedatangan di beberapa bandara internasional, (5) Pengadaan full inteligent character recognation (ICR) di beberapa unit pelaksana teknis yang membawahi tempat pemeriksaan imigrasi (TPI), (6) Pengadaan electronic filing system di Direktorat Jenderal Imigrasi, (7) Perencanaan pembangunan sistem informasi manajemen keimigrasian (SIMKIM), (8) Pembangunan laboratorium forensik di Direktorat Jenderal Imigrasi, (9) Pengadaan alat EDISON untuk mengetahui spesifikasi paspor kebangsaan seluruh negara, (10) Pengadaan alat untuk mendeteksi dokumen palsu, (11) Rencana pembangunan border management information system dan alert system bekerja sama dengan Department of Imigration and Multi Cultural and Indigeneous Affairs (DIMIA) dan International Organization for Migration (IOM).
f. Pengaturan Keimigrasian
3.2Visi, Misi dan Janji Layanan Organisasi 3.2.1 Visi
Masyarakat memperoleh kepastian hukum. 3.2.2 Misi
Melindungi hak asasi manusia 3.2.3 Motto
Melayani dengan tulus 3.2.4 Janji Layanan
1. Kepastian persyaratan 2. Kepastian biaya
3. Kepastian waktu penyelesaian
3.3Struktur Organisasi
Struktur organisasi Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai adalah: 1. Kepala Kantor Imigrasi
2. Kepala Seksi Informasi Keimigrasian
3. Kepala Sub Seksi Informasi dan Komunikasi Keimigrasian 4. Kepala Sub Seksi Komunikasi Keimigrasian
5. Kepala Seksi Lalulintas dan Status Keimigrasian 6. Kepala Sub Seksi Status Keimigrasian
7. Kepala Sub Seksi Lalulintas Keimigrasian
8. Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian 9. Kepala Sub Seksi Penindakan Keimigrasian
10.Kepala Sub Seksi Pengawasan Keimigrasian 11.Kepala Sub Bagian Tata Usaha
Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai
Gambar 3.1 Struktur Organisasi
BAB IV
PENYAJIAN DATA DAN HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini akan dipaparkan berbagai data yang dihimpun selama penelitian yakni berupa data yang diperoleh dari berbagai teknik pengumpulan data baik itu primer maupun sekunder. Hasil penelitian data ini tidak bersifat baku karena penyajian seluruhnya diisesuaikan dengan hasil penelitian di lapangan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka diperoleh data berikut ini dengan berdasarkan angket penelitian Kualitas Pelayanan Pengadaan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai.
Keseluruhan hasil penelitian ini merupakan bentuk pertanyaan dan pernyataan yang akurat sesuai dengan pendapat masyarakat berdasarkan angket penelitian yang di isi oleh 30 orang responden yang terdiri dari masyarakat yang sudah pernah mengurus paspor maupun yang sedang mengurus paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai.
No Indikator Deskripsi
1 Efisiensi Ukuran tingkat penggunaan sumber daya dalam suatu proses. Semakin hemat/ sedikit penggunaan sumber daya maka prosesnya dikatakan semakin efisien. Proses yang efisien ditandai dengan perbaikan proses sehingga menjadi lebih murah dan lebih cepat.
2 Efektivitas Apakah tujuan didirikannya organisasi pelayanan pubik tersebut tercapai? Hal ini erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi serta fungsi agen pembangunan.
3 Keadilan Memberikan sesuatu pada tempatnya, adil bukan berarti sama rata, melainkan memberikan sesuatu pada orang yang tepat sesuai dengan aturan yang berlaku.
4 Daya Tanggap Kemauan atau kesiapan para pegawai untuk
4.1Persepsi Masyarakat Terhadap Kualitas Pelayanan Pengadaan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai
Tabel 4.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Kualitas Pelayanan Pengadaan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai.
Pertanyaan Respon Jumlah
SS S KK TP STP
Apakah biaya yang dikeluarkan untuk mengurus paspor sangat terjangkau?
Produk yang dihasilkan
Apakah hasil yang didapatkan sesuai dengan biaya yang dikeluarkan saat pengurusan paspor?
Keterpaduan antara prosedur dan produk
Apakah persyaratan yang berpadu dengan produk yang dihasilkan?
20
Apakah pelayanan paspor sudah menggunakan teknologi informasi?
Pertanyaan
Apakah sarana dan prasarana dalam pengurusan paspor sangat memadai dan mendukung dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat?
Tepat Waktu
Apakah petugas dapat menyelesaikan pembuatan paspor tepat waktu?
5
Apakah lokasi Kantor Imigrasi mudah dijangkau?
Apakah pegawai selalu ada pada saat jam kerja?
Hasil akhir memuaskan masyarakat
Pertanyaan Sistem Pelayanan Berdasarkan Nomor
Antrian
Apakah dalam pengurusan paspor pelayanan dilakukan berdasarkan nomor antrian?
Pelayanan Merata
Apakah pegawai memberikan pelayanan yang merata kepada masyarakat?
Tidak mendahulukan kerabat dan keluarga
Apakah pegawai tidak mendahulukan kerabat dan keluarga dalam pengurusan paspor?
Adanya tempat khusus untuk menerima keluhan
Apakah pihak kantor menyediakan tempat khusus untuk menerima keluhan masyarakat?
Apakah pegawai memberikan arahan secara jelas dan transparan mengenai kepastian biaya, waktu, prosedur.
Pertanyaan
Apakah pegawai cepat tanggap dalam memberikan pelayanan pembuatan paspor kepada masyarakat?
Prosedur tidak berbbelit-belit
Apakah prosedur yang diberikan pegawai dalam pelayanan paspor mudah dipahami dan tidak berbelit-belit?
Apakah pihak kantor memberikan perhatian khusus kepada masyarakat penyandang disabilitas?
Apakah pegawai tidak pernah menunda-nunda pelayanan paspor?
Sumber: Hasil Penelitian, 2017
Keterangan:
SS = Sangat Sering S = Sering
KK = Kadang-kadang TP = Tidak Pernah STP = Sangat Tidak Pernah
Dari table 4.1 dapat dilihat bahwa persentase Kualitas Pelayanan Pengadaan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai yakni sebagai ber
4.1.1 Efisiensi
(Kadang-Kadang), TP (Tidak Pernah), STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing memperoleh persentase 0% (0 responden). Hal ini menunjukkan persayaratan yang digunakan sudah sesuai dengan produk yang dihasilkan.
Pertanyaan keempat mengenai penggunaan teknologi informasi, diperoleh persentase tertinggi untuk jawaban SS (Sangat Sering) dengan jumlah 66,67% (20 responden) dan jawaban S (Sering) dengan jumlah 33,33% (10 responden), sedangkan untuk jawaban KK (Kadang-Kadang), TP (Tidak Pernah), STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing memperoleh persentase 0% (0 responden). Ini membuktikan bahwa responden kantor imigrasi sudah menggunakan teknologi informasi dalam pelayanan paspor. Terakhir adalah pertanyaan kelima mengenai jumlah pelaksana. Persentase tertinggi diperoleh dari jawaban TP (Tidak Pernah) dengan jumlah 60% (18 responden), selanjutnya jawaban KK (Kadang-kadang) dan jawaban STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing memperoleh 20% (6 responden), sedangkan untuk jawaban SS (Sangat Sering) dan S (Sering) masing-masing memperoleh 0% (0 responden). Hal ini menggambarkan bahwa jumlah pelaksana di Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai masih belum memadai untuk menciptakan pelayanan yang berkualitas.
4.1.1 Efektivitas
yang tersedia dalam pengurusan paspor sangat memadai dan mendukung dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat. Pertanyaan kedua adalah ketepatan waktu pegawai dalam menyelesaikan pembuatan paspor yang memperoleh persentase tertinggi dari jawaban S (Sering) dengan jumlah 53,33% (16 responden), kemudian disusul oleh jawaban KK (Kadang-Kadang) dengan jumlah 36,67% (8 responden), jawaban SS (Sangat Sering) dengan jumlah 16,67% (5 responden) dan jawaban TP (Tidak Pernah) berjumlah 3,33% (1 responden), sedangkan untuk jawaban STP (Sangat Tidak Pernah) memperoleh persentase 0% (0 responden). Hal ini menggambarkan bahwa pegawai mampu menyelesaikan pembuatan paspor tepat waktu. Pertanyaan ketiga membahas mengenai kemudahan akses menuju Lokasi Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai. Sebanyak 70% (21 responden) menyatakan S (Sering), adapun yang memilih jawaban SS (Sangat Sering) berjumlah 30% (9 responden), sedangkan untuk jawaban KK (Kadang-Kadang), TP (Tidak Pernah) dan STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing memperoleh persentase 0% (0 responden). Ini menggambarkan bahwa lokasi Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai mudah dijangkau oleh masyarakat.
23,33% (7 responden), sedangkan untuk jawaban KK (Kadang-Kadang), TP (Tidak Pernah) dan STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing memperoleh persentase 0% (0 responden). Hal ini membuktikan bahwa responden merasa puas dengan hasil akhir pembuatan paspor yang mereka terima.
4.1.2 Keadilan
Pada indikator keadilan, berdasarkan jawaban dari 30 responden pada pertanyaan pertama mengenai pelayanan yang dilakukan berdasarkan nomor antrian, sebanyak 83,33% (25 responden) memilih jawaban SS (Sangat Sering) dan 16,67% (5 responden) memilih jawaban S (Sering), sedangkan untuk jawaban KK (Kadang-Kadang), TP (Tidak Pernah) dan STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing memperoleh persentase 0% (0 responden). Hal ini membuktikan bahwa dalam proses pengurusan paspor pelayanan dilakukan berdasarkan nomor antrian. Pertanyaan kedua mengenai pelayanan pegawai yang merata dan tidak ada diskriminasi, persentase tertinggi diperoleh dari jawaban TP (Tidak Pernah) dengan jumlah persentrase 70 % (21 responden), kemudian jawaban KK (Kadang-Kadang) dengan jumlah 23,33% (7 responden) dan jawaban S (Sering) dengan jumlah 6,67% (2 responden), sedangkan untuk jawaban SS (Sangat Sering) dan STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing memperoleh persentase 0% (0 responden). Hal ini menggambarkan bahwa pegawai Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai belum memberikan pelayanan yang merata kepada masyarakat dalam hal pengurusan paspor.
(2 responden), sedangkan untuk jawaban SS (Sangat Sering) dan memperoleh persentase 0% (0 responden). Hal ini juga membuktikan bahwa pegawai Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai masih sering mendahulukan kerabat dan keluarga dalam pelayanan paspor. Pertanyaan keempat mengenai ketersediaan tempat khusus untuk menerima keluhan masyarakat. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari lapangan, persentase tertinggi berasal dari jawaban SS (Sangat Sering) dengan jumlah 66,67% (20 responden) dan jawaban S (Sering) dengan jumlah 33,33% (10 responden), sedangkan untuk jawaban KK (Kadang-Kadang), TP (Tidak Pernah), STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing memperoleh persentase 0% (0 responden). Artinya, pihak Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai sudah menyediakan tempat khusus untuk menerima keluhan dan aspirasi dari masyarakat. Pertanyaan terakhir berkaitan dengan transparansi pegawai dalam menjelaskan kepastian biaya, waktu, prosedur teknis dan administrasi dalam pembuatan paspor. Persentase tertinggi dari jawaban untuk pertanyaan ini diperoleh dari jawaban S (Sering) dengan jumlah 43,33% (13 responden), kemudian jawaban SS (Sangat Sering) dengan jumlah 33,33% (10 responden) dan jawaban KK (Kadang-Kadang) dengan jumlah 23,33% (7 responden), sedangkan untuk jawaban TP (Tidak Pernah) dan STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing memperoleh persentase 0% (0 responden). Ini artinya pegawai sudah cukup terbuka dalam menjelaskan kepastian biaya, waktu, prosedur teknis dan administrasi kepada masyarakat dalam pembuatan paspor.
4.1.3 Daya Tanggap
jawaban S (Sering) dengan jumlah 43,33% (13 responden), kemudian jawaban SS (Sangat Sering) dengan jumlah 33,33% (10 responden) dan untuk jawaban KK (Kadang-Kadang) dengan jumlah 23,33% (7 responden), sedangkan untuk jawaban TP (Tidak Pernah) dan STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing memperoleh persentase 0% (0 responden). Hal ini menunjukkan bahwa pegawai Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai sudah cukup cepat tanggap dalam memberikan respon kepada masyarakat terkait dengan pelayanan pembuatan paspor. Pertanyaan kedua untuk indikator keadilan ini adalah berkaitan dengan kesederhanaan prosedur yang diberikan pegawai. Berdasarkan hasil yang diperoleh di lapangan, persentase tertinggi berasal dari jawaban SS (Sangat Sering) dengan jumlah 70% (21 responden) dan jawaban S (Sering) dengan jumlah 30% (9 responden), sedangkan untuk jawaban KK (Kadang-Kadang), TP (Tidak Pernah) dan STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing memperoleh persentase 0% (0 responden). Hal ini menggambarkan bahwa prosedur yang diberikan pegawai dalam pelayanan paspor kepada masyarakat sudah mudah dipahami oleh masyarakat. Pertanyaan ketiga mengenai perhatian yang diberikan pihak kantor bagi penyandang disabilitas dengan jumlah persentase tertinggi untuk jawaban SS (Sangat Sering) yang berjumlah 63,33% (19 responden), kemudian untuk jawaban S (Sering) dengan jumlah 36,37% (11 responden), sedangkan untuk jawaban KK (Kadang-Kadang), TP (Tidak Pernah) dan STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing memperoleh persentase 0% (0 responden). Hal ini menunjukkan bahwa pihak Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai memberikan perhatian lebih kepada masyarakat penyandang disabilitas.
4.2Penilaian Masyarakat Terhadap Kualitas Pelayanan Pengadaan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai
Tabel 4.2 Penilaian Masyarakat Terhadap Kualitas Pelayanan Pengadaan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai.
Pernyataan Respon Jumlah
SS S RR TS STS
Biaya yang dikeluarkan untuk
mengurus paspor sangat terjangkau
Produk yang dihasilkan
Hasil yang didapatkan sesuai dengan biaya yang dikeluarkan saat pengurusan paspor
Pernyataan Respon Jumlah
Jumlah pelaksana sudah memadai untuk melakukan pelayanan
Sarana dan prasarana dalam pengurusan paspor sangat memadai dan mendukung dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat
Tepat waktu
Petugas dapat menyelesaikan pembuatan paspor tepat waktu
0
Lokasi Kantor Imigrasi mudah dijangkau
Pernyataan Hasil akhir memuaskan masyarakat
Hasil akhir pembuatan paspor memuaskan masyarakat Peayanan berdasarkan nomor antrian
Dalam pengurusan paspor pelayanan dilakukan berdasarkan nomor antrian
Pelayanan yang merata
Pegawai memberikan pelayanan yang merata kepada masyarakat
Tidak mendahulukan kerabat dan keluarga
Pegawai tidak mendahulukan kerabat dan keluarga dalam pengurusan paspor
Adanya tempat khusus untuk menerima keluhan
Pernyataan Respon Jumlah secara jelas dan transparan mengenai kepastian biaya, waktu, prosedur
teknis dan administrasi dalam
pelayanan paspor
Pegawai cepat tanggap dalam memberikan pelayanan pembuatan paspor kepada masyarakat
Prosedur mudah dipahami dan tidak berbelit-belit
Prosedur yang diberikan pegawai dalam pelayanan paspor mudah dipahami dan tidak berbelit-belit
Pernyataan
Pegawai tidak pernah menunda-nunda pelayanan
Sumber: Hasil Penelitian, 2017 Keterangan:
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa persentase Kualitas Pelayanan Pengadaan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai yakni sebagai berikut:
4.2.1 Efisiensi
dikeluarkan untuk mengurus paspor sangat terjangkau. Kemudian pada pertanyaan kedua mengenai kesesuaian hasil yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan, persentase terbesar yang diperoleh adalah jawaban SS (Sangat Setuju) dengan jumlah 76,67% (23 responden), kemudian menyusul jawaban S (Setuju) dengan jumlah 23,33% (7 responden), sedangkan persentase untuk jawaban RR (Ragu-Ragu), TS (Tidak Setuju) dan STS (Sangat Tidak Setuju) masing-masing adalah 0% (0 responden). Berdasarkan fakta yang diperoleh di lapangan responden menilai bahwa hasil yang mereka dapatkan sesuai dengan biaya yang mereka keluarkan saat pengurusan paspor. Pada pertanyaan ketiga mengenai keterpaduan antara persyaratan yang digunakan dengan produk yang dihasilkan, persentase tertinggi diperoleh dari jawaban SS (Sangat Setuju) dengan jumlah 83,33% (25 responden) dan disusul oleh jawaban S (Setuju) dengan jumlah 16,67% (5 responden), sedangkan untuk jawaban RR (Ragu-Ragu), TS (Tidak Setuju) dan STS (Sangat Tidak Setuju) masing-masing memperoleh persentase 0% (0 responden). Hal ini menunjukkan bahwa persyaratan yang digunakan sudah berpadu kepada produk yang dihasilkan.
jawaban SS (Sangat Setuj) dan S (Setuju) masing-masing memperoleh 05 (0 responden). Hal ini menggambarkan bahwa jumlah pelaksana di Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai masih belum memadai untuk melakukan pelayanan yang berkualitas.
4.2.2 Efektivitas
Pertanyaan selanjutnya berkaitan dengan keberadaan pegawai pada saat jam kerja, persentase tertinggi untuk jawaban dari pertanyaan ini diperoleh pada jawaban TS (Tidak Setuju) dengan jumlah 53,33% (16 responden), kemudian menyusul jawaban RR (Ragu-Ragu) dengan jumlah 33,33% (10 responden) dan jawaban S (Setuju) dengan jumlah 13,33% (4 responden), sedangkan untuk jawaban SS (Sangat Setuju) dan STS (Sangat Tidak Setuju) masing-masing memperoleh persentase 0% (0 responden). Ini artinya pegawai Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai masih belum selalu ada pada saat jam kerja. Pertanyaan terakhir adalah mengenai hasil akhir pembuatan paspor yang diterima oleh masyarakat. Untuk pertanyaan ini persentase tertinggi diperoleh dari jawaban SS (Sangat Setuju) dengan jumlah 76,67% (23 respondenn) dan jawaban S (Setuju) dengan jumlah 23,33% (7 responden), sedangkan untuk jawaban RR (Ragu-Ragu), TS (Tidak Setuju) dan STS (Sangat Tidak Setuju) masing-masing memperoleh persentase 0% (0 responden). Hal ini membuktikan bahwa responden merasa puas dengan hasil akhir pembuatan paspor yang mereka terima.
4.2.3 Keadilan
6,67% (2 responden), sedangkan untuk jawaban SS (Sangat Setuju) dan STS (Sangat Tidak Setuju) masing-masing memperoleh persentase 0% (0 responden). Hal ini menggambarkan bahwa pegawai Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai belum memberikan pelayanan yang merata kepada masyarakat dalam hal pengurusan paspor.
pegawai sudah cuku terbuka dalam menjelaskan kepastian biaya, waktu, prosedur teknis dan administrasi kepada masyarakat dalam pembuatan paspor.
4.2.4 Daya Tanggap
(Tidak Setuju) dan STS (Sangat Tidak Setuju) masing-masing memperoleh persentase 0% (0 responden). Hal ini menunjukkan bahwa pihak Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai memberikan perhatian lebih kepada masyarakat penyandang disabilitas.
BAB V ANALISIS DATA
5.1Kualitas Pelayanan Pengadaan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai 5.1.1 Efisiensi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), efisiensi adalah ketepatan cara (usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu (dengan tidak membuang waktu, tenaga, biaya); kedayagunaan; ketepatgunaan; kesangkilan; atau kemampuan menjalankan tugas dengan baik dan tepat (dengan tidak membuang waktu, tenaga, biaya).
Sedangkan pengertian efisiensi menurut SP.Hasibuan (1984:233) yang mengutip pernyataan H. Emerson adalah:
“Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara input (masukan) dan output (hasil antara keuntungan dengan sumber-sumber yang dipergunakan), seperti halnya juga hasil optimal yang dicapai dengan penggunaan sumber yang terbatas. Dengan kata lain hubungan antara apa yang telah diselesaikan.”
Kinerja suatu organisasi dinilai baik jika organisasi yang bersangkutan mampu melaksanakan tugas-tugas administrasi dan penyediaan jasanya pada tingkat yang ekonomis, efisien dan efektif. Indikator kinerja yang digunakan dalam pelaksanaan audit efisiensi adalah indikator efisiensi. Indikator efisiensi merupakan ukuran terhadap hubungan antara input dengan output untuk suatu waktu tertentu.
Karena efisiensi diukur dengan membandingkan output dan input, auditor dapat mempertimbangkan beberapa perspektif untuk mengukur efisiensi, yaitu:
b. Apakah produksi output dapat ditingkatkan dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi peningkatan input?
c. Apakah penggunaan input dapat diturunkan untuk menghasilkan output pada tingkatan output yang sama?
d. Apakah input dapat diturunkan dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi penurunan output?
5.1.1.1. Kewajaran Biaya
Kewajaran biaya adalah keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan. Mengenai pelayanan paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai, biaya yang dibutuhkan untuk memohon paspor sudah cukup terjangkau dan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang. Bapak Soimam, SH.,MH selaku Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai mengatakan bahwa:
“Ya, semuanya sudah sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 47 tahun 2014. Adapun biaya yang harus dikeluarkan oleh pemohon untuk pembuatan satu paspor adalah Rp. 355.000, untuk biaya lebih rinci silahkan lihat PP No 47 tahun 2014, disitu tertera secara jelas mengenai tarif atau biaya mengenai pembuatan paspor dan kami sudah menentukan tarif sesuai dengan ketentuan itu. Karena kami juga tidak ingin memberatkan masyarakat dengan biaya-biaya ini itu, tidak ada juga yang namanya pungli disini” (Wawancara, Maret 2017).
Hal ini senada dengan penilaian dari masyarakat yang telah mengurus paspor yaitu Bapak Solahuddin Sinaga, beliau mengatakan:
“Untuk biaya mengurus paspor saya rasa terjangkau dek, karena biaya yang dikeluarkan itu hanya Rp. 355.000 dan memang sudah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang juga tarifnya”. (Wawancara, Maret 2017).
000. Sehingga asyarakat tida merasa keberatan dengan biaya yang ditetapkan untuk mengurus papsor.
5.1.1.2 Produk yang Dihasilkan
Efisiensi (daya guna) mempunyai pengertian yang berhubungan erat dengan konsep produktivitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output). Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang serendah-rendahnya (spending well).
Sedangkan untuk kesesuaian hasil yang diterima masyarakat dengan biaya yang mereka keluarkan saat mengurus paspor juga sudah sebanding. Bahkan mereka merasakan manfaat yang lebih besar disbanding dengan biaya yang dikeluarkan. Ibu Berdikariana Br. Gruru Sinaga mengatakan:
“Sangat efisienlah dek, karena dengan biaya yang terjangkau masyarakat bisa melakukan perjalanan ke luar negeri kapanpun tanpa harus memiliki visa jika hanya untuk liburan dan banyak sekali manfaatnya sebenarnya, contohnya seperti saya, saya bisa berobat ke luar negeri dengan paspor ini dan bermanfaat juga untuk yang mau kerja ke luar negeri kan. Jadi kalau untuk manfaat banyaklah, dan saya rasa cukup efisien paspor ini” (Wawancara, Maret 2017)
Hal yang sama juga disampaikan oleh Bapak Soimam, SH.,MH selaku Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai mengenai manfaat paspor, beliau mengatakan:
“Jelas masyarakat mendapatkan hasil yang sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Semua seimbang, biaya yang dikeluarkan terjangkau dan masyarakat mendapat paspor untuk dapat melakukan perjalanankeluar negeri tanpa perlu memiliki visa. Kalau untuk manfaat sendiri tentunya banyak yang dapat diperoleh masyarakat. Karena sebenarnya kan paspor itu adalah kebutuhan, ketika masyarakat membutuhkan paspor untuk perjalanan mereka maka mereka akan membuat permohonan paspor. Ketika mereka membutuhkan sudah tentu itu akan bermanfaat bagi mereka.” (Wawancara, Maret 2017)
dan apakah masyarakat sudah benar-benar merasakan manfaat dengan adanya pelayanan yang diberikan oleh instansi pemerintahan itu sendiri.
Pelayanan paspor di Kantor imigrasi Kelas II Tanjung Balai sudah dikatakan efisien. Masyarakat tidak merasa dirugikan bahkan mendapatkan keuntungan atau manfaat besar dengan adaya pelayanan paspor ini. Dalam hal ini Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai sudah memenuhi satu tugas pokok dan fungsinya selaku birokrasi pemerintahan.
5.1.1.3 Keterpaduan Antara Persyaratan dengan Produk
Efisiensi merupakan suatu ukuran keberhasilan yang diniai dari segi besarnya sumber atau biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang dijalankan. Efisiensi juga merupakan suatu ukuran dalam membandingkan rencana penggunaan masukan dengan penggunaan yang direalisasikan atau perkataan lain penggunaan yang sebenarnya.
Sedangkan pengertian efisiensi menurut SP. Hasibuan (1984: 233-4), efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara input (masukan) dan output (hasil antara keuntungan dengan sumber-sumber yang dipergunakan), seperti halnya juga hasil optimal yang dicapai dengan penggunaan sumber yang terbatas.
Efisiensi juga merupakan keterpaduan antara hasil yang diperoleh dengan prosedur atau persayaratan yang digunakan. Keterpaduan adalah persayaratan yang digunakan hanya sebatas yang berhubungan dengan produk.
Menurut Bapak Soimam, SH.,MH selaku Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai beliau mengatakan:
“tentu persyaratan yang kami gunakan sangat berpadu dengan produk yang dihasilkan. Persayaratan hanya seputar data-data untuk membuat paspor dan tidak ada yang menyangkut hal lain. Semua sudah sesuai dengan SOP yang ada” (Wawancara, Maret 2017)
Hal yang sama juga disampaikan oleh pemohon paspor yaitu kak Adha Rizkika Sitorus yang mengatakan:
5.1.1.4 Penggunaan Teknologi Informasi
Terwujudnya pelayanan prima kepada masyarakat dalam arti pelayanan yang cepat, tepat, adil dan akuntabel, merupakan harapan bagi setiap institusi/ lembaga/ organisasi pelayanan publik. Oleh karena itu, perlu melakukan penyempurnaan sistem pelayanan publik yang menyangkut perbaikan metode dan prosedur pelayanan publik. Penerapan dan pengembangan Teknologi Informasi dapat membantu memfasilitasi terhadap harapan tersebut di atas. Pelayanan publik yang prrima ke depan bukan sekedar mengikuti trend global melainkan merupakan suatu langkah strategis di dalam upaya meningkatkan akses dan mutu layanan kepada masyarakat.
Secara internal kelembagaan penerapan dan pengembangan TI menjadi tulang punggung sistem tata kelola pemerintahan menuju Good Governance yang transparan dan akuntabel. Efisiensi akan banyak dicapai melalui pemanfaatan TI tanpa harus merusak nilai-nilai kemanusiaan. Justru sistem TI yang dikembangkan harus mampu mengangkat harkat dan nilai-nilai kemanusiaan dengan terciptanya layanan publik yang lebih bermutu dan efisien, sehingga dapat memenuhi kebutuhan manusia di dalam zaman global dan kompetitif ini.
Dampak Teknologi Informasi dalam pelayanan publik terbagi atas 2, yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dilihat dari segi dampak positifnya yaitu:
a. Media yang menghemat biaya
Pemanfaatan teknologi informasi dimulai pada saat teknologi informasi masih dianggap sebagai media yang dapat menghemat biaya dibandingkan dengan metode konvensional, misalkan saja pemakaian mesin ketik, kertas, penghapus, tip-ex, proses editing dan sebagainya yang cenderung tidak efisien. Sekarang dengan bantuan computer kita bisa melihat hasil ketikan di layar monitor sebelum dicetak (paperless). Lebih efisien dalam waktu dan tempat penyimpanan file. Makanya dahulu banyak kursus mengetik, sekarang sudah jarang kita temui kursus mengetik apalagi di kota-kota besar.
b. Internet sebagai media komunikasi
situs-situs web para pengguna internet di seluruh dunia dapat saling berkomunikasi dan bertukar informasi dengan cepat dan murah.
c. Pendidikan
Menjadi media pendidikan, karena adanya situs-situs yang berhubungan dengan pendidikan. Sehingga mendorong seseorang untuk kembali belajar, dan menambah wawasan yang ada.
d. Media untuk mencari informasi atau data
Perkembangan internet yang pesat, menjadikan www sebagai salah satu sumber informasi yang penting dan akurat. Kemudahan memperoleh informasi melaui internet membuat para pelaku IT tahu apa saja yang terjadi. Bisa digunakan sebagai lahan informasi untuk bidang pendidikan, kebudayaan, dan lain-lain.
e. Perdagangan
Kemudahan transaksi dan berbisnis dalam perdagangan sehingga tidak perlu lagi menuju ketempat penawaran/ penjualan. Seperti pengiriman barang melalui paket.
f. Agama
Adanya situs-situs rohani dapat menambah iman serta pengetahuan tentang agama. Adapun dilihat dari segi negatifnya yaitu;
a. Perjudian b. Kecanduan
c. Pornografi dan kekerasan d. Pengambilan data secara paksa
Berdasarkan paparan dari Bapak Soimam, SH.,MH selaku Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai beliau mengatakan:
tersedia mesin fotocopy, printer di ruangan pegawai sehingga untuk menyelesaikan pekerjaannya lebih mudah, cepat dan hemat pula. Dan IKM kami juga sudah menggunakan mesin, jadi masyarakat tinggal menekan tombol apakah mereka puas, kurang puas, atau tidak puas dengan pelayanan kami” (Wawancara, Maret 2017)
Hal ini juga sesuai dengan pengamatan penulis di lapangan. Pihak kantormemang sudah mengacu pada efisiensi, merekasudah menggunakan teknologi yang canggih sehinggamempermudah proses pengerjaaan paspor. Seperti mesin antrian, IKM dengan menggunakan teknologi, kemudian tersedianya mesin fotokopi, printer dan scanning di ruangan pegawai, sehingga pekerjaan akan lebih cepat dan tidak membutuhkan waktudan biaya yang besar.
5.1.1.5 Jumlah Pelaksana
Sumber daya yang utama adalah manusia sebagai pelaksana kegiatan. Kegagalan yang sering terjadi dalam pelayanan publik salah satunya disebabkan oleh manusianya yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak kompeten di bidangnya dan kurang berkomitmen. Penambahan jumlah staff pegawai dan implementer tidak mampu menanggulangi masalah tersebut, namun diperlukan juga sumber daya manusia yang memiliki kemampuan yang sesuai untuk menjalankan program tersebut.
Penyelenggara pelayanan publik adalah instansi pemerintah yang terbagi ke dalam unit-unit pelayanan yang secara langsung memberikan pelayanan kepada masyarakat. Ukuran keberhasilan pelayanan akan tergambar pada indeks kepuasan masyarakat yang diterima oleh penerima pelayanan berdasarkan harapan dan kebutuhan mereka sebenarnya.
Jumlah pelaksana dalam sebuah organisasi sebaiknya disesuaikan dengan beban kerja pegawai. Artinya sebuah organisasi tidak akan berjalan efektif apabila jumlah pelaksana tidak memadai disbanding dengan banyaknya beban kerja. Kemungkinanyang terjadi adalah para pegawai akan lebih mudah bosan terhadap pekerjaannya karena terlalu banyak beban kerja dan pelaksanan pelayanan administrasi akan terganggu mengingat keterbatasan waktu.
“saya rasa masih kurang banyak sih jumlah pegawainya, karena kami harus antri lama.liatlah ini sekarang, banyak kali lagi yang harus antri kan, saya aja udah nunggu hampir 1 jam lebih ini belum dipanggil nomor antriannya. Kalo aja pegawainya ditambah mungkin enggak akan segininya antriannya kan, terus kan yang mau memohon paspor memang selalu banyak seharusnya ditambah aja pegawainya” (Wawancara, Maret 2017)
Pihak kantor juga menyetujui apa yang dikatakan oleh masyarakat. Bapak Soimam, SH.,MH selaku Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai mengatakan:
“memang kami sedikit kekurangan pegawai, hal ini disebabkan adanya moratorium pns yang lalu. Mungkin nantinya kami akan menambah pegawai tidak tetap untuk meningkatkan pelayanan kami” (Wawancara, Maret 2017)
Hal ini juga sejalan dengan pengamatan penulis, kekurangan pegawai memang terjadi di Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai, bakhkan dapat dilihat pada gambar 3.1 yaitu struktur organisasi, masih ada jabatan yang kosong yaitu bagian Kepala Urusan Kepegawaian. Hal ini mengakibatkan masyarakat harus mengantri panjang untuk bisa mendapatkan pelayanan paspor.
5.1.2 Efektivitas
Pentingnya suatu pelayanan di suatu instansi harus mengutamakan efektivitas pelayanan baik dari segi swasta maupun pemerintahan. Pentingnya pelayanan yang efektif sendiri banyak membawa dampak, dengan pelayanan yang baik di suatu instansi dapat memajukan instansi itu sendiri dan tercapainya efektivitas pelayanan publik.
Pada saat ini persoalan yang dihadapi masyarakat adalah masyarakat mulai tidak sadar atau mulai cemas dengan mutu pelayanan aparatur pemerintahan. Masyarakatr mengeluarkan stigma apakah pemerintah mampu memberikan pelayanan yang prima atau tidak. Sudah sepatutnya pemerintah mereformasi paradigm pelayanan publik. Reformasi paradigm pelayanan public ini adalah pergeseran pola penyelenggaraan pelayanan pubik dari yang berorientasi pemerintah sebagai penyedia menjadi pelayanan yang berorientasi kepada kebutuhan masyarakat sebagai pengguna layanan.
sebenarnya karena demokrasi sebagai konsep hanya dapat dirasakan dalam kualitas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada rakyatnya dengan tingkat heterogenitas dan penyebaran yang luas, maka sangatlah rentan bagi suatu pemerintahan dapat memenuhi kebutuhan layanan masyarakat sesuai dengan tingkat kepuasan masyarakat.
Menurut steers (1958: 87), efektivitas adalah jangkauan usaha suatu program sebagai suatu sistem dengan sumber daya dan sarana tertentu untuk memenuhi tujuan dan sasarannya tanpa melumpuhkan cara dan sumber daya itu serta tanpa memberi tekanan yang tidak wajar terhadap pelaksanaannya.
Suatu pekerjaan dapat dikatakan efekrtif apabila tujuan dan sasaran yang dicapai sesuai dengan rencana pekerjaan tersebut, hal ini senada dengan pendapat Hasibuan (2001: 165), bahwa: “efektivitas adalah tercapainya suatu sasaran yang eksplisit dan implisit”. Jadi apabila tujuan tersebut telah dicapai baru dapat dikatakan efektif, sedangkan bila apa yang dilaksanakan belum menghasilkan sesuai dengan apa yang ditretapkan maka dapat dikatakan belum efektif. 5.1.2.1Sarana dan Prasarana
Pada hakekatnya perbaikan sistem dan prosedur pelayanan publik yang menuju pelayanan publik yang prima yang diberikan oleh aparatur/ birokrat kepada masyarakat sebaiknya dilakukan dengan penuh perhatian sehingga diharapkan akan menimbulkan pandangan positif baik dari kalangan pelanggan, maupun aparatur yang memberikan pelayanan. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan pelayanan publik harus dilaksanakan dan berjalan berdasarkan prinsip-prinsip pelayanan sesuai dengan perarturan yang berlaku. Adapun salah satu prinsip-prinsip penyelenggaraan yang baik adalah kelengkapan sarana dan prasarana.
Pada umumnya sarana dan prasarana perkantoran, baik yang sifatnya utama dan penunjang utama yang lengkap dan memenuhi syarat hanya tersedia di perusahaan-perusahaan swasta, sebagai lembaga komersial. Namun dewasa ini, seiring dengan tuntutan pelayanan prima dan ditetapkannya Undang-undang Repubik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik, instansi pemerintah pun mulai bergerak untuk memperhatikan sarana dan prasarana untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkai kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/ atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik sesuai pasal 1 ayat 1 Undang-undang No. 25 tahun 2009 tentang pelayann publik.
Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan telah mengupayakan ketersediaan sarana dan prasarana penunjang. Baik masyarakat yang memiliki keterbatasan fisik/ cacat idisability) tersedia kursi roda khusus yang disediakan untuk digunakan penyandang disabilitas dari tempat parker menuju loket permohonan.
Sarana lain yang tak kalah penting adalah penyediaan ruang khusus bagi ibu menyusui bayi mereka. Ruang ini tertutup dan memberikan privacy yang cukup bagi ibu yang akan menyusui.
Menurut Bapak Soimam, SH.,MH selaku Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai, beliau mengatakan:
“sarana dan prasarana yang kami miliki sudah cukup memadai, sebagaimana menurut Ombudsman ketika mereka berkunjung untuk memberikan penilaian terhadap Kantor Imigrasi ini, mereka mengatakan bahwa sarana dan prasarana yang ada di sini sudah cukup memadai untuk peningkatan kualitas pelayanan itu sendiri. Kami juga sudah menyediakan ruangan khusus untuk ibu menyusui serta menyediakan kursi roda untuk kaum disabilitas (cacat fisik)” (Wawancara, Maret 2017).
Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Bapak Solahuddin Sinaga selaku masyarakat yang telah mengurus paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai, beliau mengatakan:
menggunakan teknologi canggih. Ada juga ruangan khusus untuk ibu menyusui”. (Wawancara, Maret 2017).
Berdasarkan pantauan penulis, sarana dan prasarana di Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai sudah terpenuhi dan layak pakai. Contohnya saja ruangan tunggu yang nyaman dan bersih bagi pemohon dan dilengkapi dengan Air Conditioner sehingga pemohon yang datang merasa nyaman ketika sedang menunggu antrian. Selain itu ruang tunggu pemohon juga dilengkapi dengan televisi untuk menghindari kejenuhan masyarakat yang sedang menunggu. Selain itu pihak kantor juga menyediakan ruangan khusus untuk ibu menyusui dan lansia serta customer care untuk tempat menerima keluhan dan aspirasi masyarakat mengenai pelayanan yang mereka terima.
Peningkatan kualitas pelayanan pun tidak berhenti sampai di sana, Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai juga menyediakan fasilitas wifi bagi pemohon, dimana pemohon bisa menggunakan internet secara gratis. Dengan adanya fasilitas-fasilitas penunjang tersebut diiharapkan pemohon jasa keimigrasian pada Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai akan semakin memperoleh pelayanan yang berkualitas, mudah dan nyaman.
5.1.2.2Tepat Waktu
Efektif selain ditempuh dengan tercapainya suatu tujuan dan sasaran, juga bisa melalui penghasilan sejumlah barang atau jasa dengan mutu tertentu dan tepat waktu. Hal ini sejalan dengan yang dikemukaan oleh Siagian (2003:20), bahwa: “efektivitas adalah pemanfaatan berbagai sumber daya, dana, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atau jasa dengan mutu tertentu, tepatr pada waktunya.”
Menurut siagian (1997: 151) menyebutkan bahwa: “efektivitas pelayanan publik berarti penyelesaian pekerjaan tepat pada waktu yang telah ditetapkan, artinya pelaksanaan sesuatu tugas dinilai baik atau tidak sangat tergantung pada penyelesaian tugas tersebut dengan waktu yang telah ditetapkan”.
Menurut Bapak Soimam,SH.,MH, beliau mengatakan:
selama koneksi jarringan bagus maka penyelesaian paspor akan tepat waktu” (Wawancara, Maret 2017)
Sementara salah satu pemohon paspor yaitu Kakak Adha Rizkika Sitorus mengatakan: “waktu kakak yang ngurus paspor sih tepat waktu dek, 3 hari siap. Tapi kemaren waktu kakak bantu ngurus punya abang sama kakak ipar kakak itu yang agak telat kayaknya, sekitar 4 atau 5 hari kakak lupa. Katanya sih karena kami transfer uang kesorean jadi hitungannya mulai diproses besoknya, jadi ya mungkin kadang tepat waktu kadang enggaklah dek”. (Wawancara, Maret 2017)
5.1.2.3Kemudahan Akses
Selanjutnya pelayanan dapat dikatakan efektif apabila lokasi pihak yang akan memberikan layanan mudah dijangkau oleh masyarakat. Banyak faktor yang mempengaruhi kesiapan dalam pencapaian tujuannya. Salah satunya adalah lokasi kantor. Lokasi kantorr seringkali dianggap sebagai hal yang sepele, namun nyatanya lokasi kantor dapat menentukan kinerja yang diraih oleh organisasi.
Lokasi kantor hendaknya mudah diakses oleh masyarakat. Kemudahan akses yaitu tempat dan lokasi serta sarana dan pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi telematika.
Menurut Tjiptono (2002:92) pemilihan tempat atau lokasi menentukan pertimbangan terhadap faktor-faktor berikut:
1. Akses, misalnya lokasi yang dilalui atau mudah dijangkau transportasi umum.
2. Visibilitas, yaitu lokasi atau tempat yang dapat dilihat dengan jelas dari jarak pandang normal.
3. Lalu lintas (traffic), menyangkut perrtimbangan utama:
a. Banyaknya orang yang lalu-lalang bisa memberikan peluang besar terhadap terjadinya buying, yaitu keputusan pembelian usaha-usaha khusus.
b. Kepadatan dan kemacetan lalu lintas juga bisa jadi hambatan.
4. Tempat parker yang luas, nyaman dan aman baik untuk kendaraan roda dua dan roda empat.
6. Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung prrooduk yang ditawarkan. 7. Persaingan, yaitu lokasi pesaing.
8. Peraturan pemerintah, misalnya ketentuan yang melarang rumah makan berlokasi terlalu berdekatan dengan tempat ibadah dan tempat penduduk.
Bapak Soimam, SH.,MH selaku Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai mengatakan:
“Lokasi kami sangat mudah dijangkau. Karena lokasi kantor yang memang berada di kawasan jalan lintas, bahkan kami sudah membuka cabang yaitu unit pelayanan paspor di Rantau Parapat sehingga masyarakat di daerah sekitar Rantau Parapat tidak perlu jauh-jauh datang ke Kantor ini untuk melakukan pembuatan paspor”. (Wawancara, Maret 2017)
Peneliti juga mencoba menggali informasi melalu pemohon paspor yaitu Dedy Rosmanto yang mengatakan:
“Lokasinya mudah dijangkau sih dek, kan di pinggir jalan lintas. Mau naik angkutan umum juga bisa. Lokasinya pun mudah dicari dek untuk yang belum pernah mungkin” (Wawancara, Maret 2017)
Berdasarkan pengamatan penulis lokasi Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai memang sangat mudah dijangkauoleh masyarakat. Selain karena lokasi kantor yang berada di jaan lintas, lokasi kantor juga berdekatan dengan kantor-kantor yang lain seperti kantor camat, BPJS dan lain-lain. Sehingga, lokasi kantorr memang mudah ditemukan bagi masyarakat yang belum pernah mengurus paspor.
5.1.2.4Kepastian Waktu Pelayanan
Kemudian prinsip lain dari penyelenggaraan pelayanan publik yang baik adalah kejelasan dan kepastian. Dalam pelayanan publik masyarakat harus mendapat kejelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan. Kejelasan dalam pelayanan publik disini mencakup dalam hal:
a. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik b. Prosedur dan tata cara pelayanan publik
d. Rincian biaya/ tarif pelayanan publik dan tata cara pembayaran e. Jadwal waktu penyelesaian pelayanan publik
f. Pejabat yang menerima keluhan masyarakat apabila terdapat sesuatu yang tidak jelas dan atau tidak puas atas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
Bapak Soimam, SH.,MHs selaku Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai mengatakan:
“tentu kami memberi kejelasan kepada masyarakat, karena itupun sudah menjadi janji layanan kami jika mengenai kepastian biaya, waktu dan prosedur. Mengenai biaya, waktu dan prosedur sudah terpampang jelas di area tunggu pemohon dan pegawai kami juga akan menjelaskan lebih rinci lagi nantinya”. (Wawancara, Maret 2017)
Selanjutnya adalah kesiapan pegawai dalam menerima pelayanan. Pelayanan publik dapat dikatakan efektif apabila pegawai selaku penyedia layanan memiliki kesiapan yang baik untuk memberikan pelayanan pada waktu yang telah ditentukan. Keberadaan pegawai saat jam kerja menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi efrektivitas.
Bapak Soimam, SH.,MH selaku KAKANIM Kelas II Tanjung Balai kembali mengatakan:
“iya, kami selalu ada di jam kerja dimulai dari pukul 07:30 WIB s/d pukul 12:00 WIB, berrhenti untuk istirahat makan siang dan dilanjutkan kembali pukul 14:30 WIB s/d puku 16:00 WIB. Bahkan kami terkadang sudah tidak berpatokan pada jam kerja, seperti beberapa minggu lalu, pada hari sabtu kami memberikan pelayanan kepada jamaah haji yanag ingin mengurus paspor, jadi sebenarnya saat ini kami berusaha bagaimana agar masyarakat merasa puas dengan pelayanan yang kami berikan” (Wawancara, Maret 2017)
Namun hal ini dibantah oleh masyarakat yang memohon paspor, masyarakat banyak mengeluh mengenai kepastian waktu pelayanan paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai. Ibu Ayu Hidayanti, salah satu pemohon paspor mengatakan:
Penulis juga mengamati hal yang demikian. Ketika jam makan siang sudah berakhir masih ada beberapa pegawai yang berada di kantin bahkan di luar kantor hanya untuk urusan prribadi mereka. Misalnya saja seperti salah satu staff yang penulis datangi karena saya membutuhkan data untuk bahan penelitian penulis, akan tetapi ketika penulis sudah berada di ruangan, pegawai sedang tidak berada di kantor. Penulis harus menunggu hingga pukul 15:00 WIB untuk mendapatkan data, dan setelah penulis bertanya ternyata pegawai tersebut terrlambat datang karena harus mencari sekolah baru untuk anaknya yang baru akan masuk sekolah. Hal ini tentunya sangat tidak diperbolehkan dalam pelayanan publik. Karena pegawai selaku aparatur pemerintah harus memberikan kepastian kepada masyarakat mengenai pelayanan.
5.1.2.5Hasil Akhir Memuaskan Masyarakat
Pengertian secara umum mengenai kepuasan atau ketidakpuasan konsumen merupakan hasil dari adanya perbedaan-perbedaan antara harapan konsumen dengan kinerja yang dirasakan oleh konsumen tersebut.
Salah satu konsep dasar dalam memuaskan pelanggan, minimal mengacu pada:
1. Keistimewaan yang terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung maupun keistimewaan atraktif yang dapat memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian dapat memberikan kepuasan dalam penggunaan produk itu. 2. Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekuarangan atau kerusakan.
Acuan dari kualitas seperti dijelaskan di atas menunjukkan bahwa kualitas selalu berfokus pada kepuasan pelanggan.
keinginan pelanggan, dapat dimanfaatkan dengan baik serta diproduksi dengan cara yang baik dan benar. Sejalan dengan hal tersebut di atas, maka untuk memenuhi keinginan masyarakat (pelanggan), Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) dalam keputusannya nomor: 81/1995 menegaskan bahwa pelayanan yang berkualitas hendaknya sesuai dengan sendi-sendi sebagai berikut:
a. Kesederhanaan
b. Kejelasan dan kepastian c. Keamanan
d. Keterbukaan e. Efisien f. Ekonomis g. Keadilan
h. Ketepatan waktu
Oleh karena itu, kualitas pelayanan masyarakat dewasa ini tidak dapat diabaikan lagi, bahkan hendaknya sedapat mungkin disesuaikan dengan tuntutan era globalisasi.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti di lapangan, pelayanan publik di Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai sudah cukup efektif. Akan tetapi masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki demi tercapainya pelayanan yang berkualitas. Masyarakat masih banyak mengeluh mengenai keberadan pegawai pada saat jam kerja. Pegawai selaku aparatur pemerintah hendaknya lebih menyadari tugas dan fungsinya sebagai pelayan publik.
5.1.3 Keadilan
Keadilan adalah kondisi dimana kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar. Kebanyakan kepercayaan orang adalah bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak gerakan social dan politis di seluruh duniayang berjuang menegakkan keadilan. Tapi, banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan memberikan pemikiran bahwa tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan dan realita ketidakadilan, karena definisi apakah keadilan itu sendiri tidak jelas. Keadilan intinya adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya.
Jenis-jenis keadilan menurut aristoteles adalah sebagai berikut:
a. Keadilan komunikatif ialah perlakuan kepada seseorang tanpa dengan melihat dari jasa-jasanya.
b. Keadilan distrributif ialah suatu perlakuan kepada seseorang sesuai dengan jasa-jasa yang telah ditetapkannya.
c. Keadilan konvensional ialah suatu keadilan yang terjadi yang mana seseorang telah mematuhi suatu peraturan perundang-undangan
d. Keadilan perbaikan ialah suatu keadilan yang terjadi yang mana seseorang telah mencemarkan nama baik orang lain
e. Keadilan kodrat alam ialah suatu perlakuan kepada seseorang yang sesuai dengan hukum alam
5.1.3.1Pelayanan Berdasarkan Nomor Antrian
satu instansi yang memberikan pelayanan publik kapada mmasyarakat senantiasa berusaha meningkatkan kualitas pelayanan agar dapat memenuhi harapan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas.
Salah satu langkah yang sitempuh oleh Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang prima adalah dengan menggunakan sistem mesin antrian dalam pelayanan pengurusan paspor dan urusan keimigrasian lainnya. Kelebihan dari penggunaan mesin antrian ini adalah proses antrian yang lebih transparan,sehingga pada saat menunggu masyarakat sudah tau nomor antrian berapa yang saat itu sedang dilayani, berapa nomor lagi yang harus ditunggu untuk mendapatkan pelayanan dan bisa memperkirakan berapa lama harus menunggu untuk mendapatkan pelayanan. selain untuk masyarakat, penggunaan mesin antrian ini juga berguna untuk petuggas pelayanan karena proses antrian lebih efisien danpemanggilan nomor antrian sudah otomatis melalui mesin yang digunakan.
Bapak Soimam, SH.,MH selaku Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai mengatakan bahwa:
“kami menggunakan sistem antrian dek, karena saya rasa itu bisa membantu menciptakan keadilan dalam proses layanan. Jadi sistemnya kan first in first out, jadi berkas yang lebih dulu masuk itu yang akan diproses lebih dulu. Jadi dengan menggunakan nomor antrian ini kami akan melayani sesuai dengan siapa yang lebih dulu datang untuk melakukan permohon” (Wawancara, Maret 2017)
5.1.3.2Pelayanan yang Merata
penyalahgunaan wewenang, illegal cost, dan interes-inters individu. Walau dalam kondisi empiris, memasukkan nilai-nilai moral dan etika ke dalam manajemen pelayanan umum/ publik merupakan hal yang tidak mudah,karena berkaitan dengan kultur, pola piker (mindset), sistem yang sudah berlangsung lamadan sudah menjadi normadan perilaku aparatur pemerintah, meski semua ini sangat tergantung dari aparat itu sendiri. Disinilah pentingnya perlibatan SDM-aparatur pelayanan dalam setiap upaya dalam program peningkatan kinerja pelayanan publik.
Dlaam kerangka Good Governance pelayanan publik yang professional, berkeadilan, efisiensi, responsifitas, dan akuntabilitas sangat dibutuhkan. Namun, hal inilah yang jarang kita jumpai, layaknya hanya sekedar teori, praktek di lapangan jauh dari yang diharapkan. Masalah inipun kerap kali terjadi, dimana para administrator publik kita, baik itu DPRD, kelurahan atau desa, atau bahkan di Kepolisian diskriminasi ini sangat sering kita jumpakan.
Keluhan masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik merupakan isu yang sering kita dengar dari masyarakat. Secara umum yang jadi permasalahan adalah kelambanan proses pelayanan terhadap kelompok masyarakat yang kurang mampu dibandingkan kelompok yang secara ekonomis lebih mampu.
Namun hal ini dibantah oleh Bapak Soimam, SH.,MH selaku Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai yang mengatakan:
“tentu adil lah. Karena ini sudah bukan zamannya lagi untuk membeda-bedakan status dan sebagainya. Tidak ada yang namanya diskriminasi dalam pelayanan, kami sangat berrusaha untuk jujur dan berkomitmen dalam pelayanan yang kami berikan kepada masyarakat” (Wawancara, Maret 2017)