• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pelatihan Supervisi Kepala Ruangan terhadap Perubahan Iklim Organisasi Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pelatihan Supervisi Kepala Ruangan terhadap Perubahan Iklim Organisasi Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Chapter III VI"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

METODE PENELITIAN

Bab ini akan menjelaskan desain penelitian, waktu dan tempat, populasi dan sampel, pengambilan sampel, ukuran sampel, instrumen, pengumpulan data, analisa data, validitas, reliabilitas, pilot study dan pertimbangan etik.

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan desain quasi-experiment melalui pendekatan one group pretest posttest design (Campbell & Cronbach, 2002). Penelitian dilakukan pada satu kelompok subyek yang dilakukan perlakuan untuk mengidentifikasi efek sebelum dan sesudah (Fraenkel & Wallen, 2008). Pengaruh pelatihan supervisi kepala ruangan diukur sebelum dan sesudah kegiatan supervisi. Perubahan iklim organisasi perawat pelaksana diukur sebelum dan sesudah kegiatan supervisi.

(2)

Pretest Posttest O1 X O2

Skema 3.1. Desain Penelitian

Keterangan: O1

O

: Observasi pertama supervisi kepala ruangan sebelum pelatihan supervisi

2

O

: Observasi kedua supervisi kepala ruangan setelah pelatihan supervisi

1

O

: Observasi pertama iklim organisasi sebelum pelatihan supervisi

2

X : Intervensi atau pelatihan supervisi

: Observasi kedua iklim organisasi setelah pelatihan supervisi

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RSU IPI Medan. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2015. Peneliti ingin mengetahui secara empiris pengaruh pelatihan supervisi kepala ruangan terhadap perubahan iklim organisasi perawat pelaksana di RSU IPI Medan.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh kepala ruangan sebanyak 13 orang dan perawat pelaksana sebanyak 129 orang di RSU IPI Medan.

3.3.1. Pengambilan sampel

(3)

Peneliti memutuskan dengan sengaja untuk memilih orang-orang yang ditetapkan menjadi jenis populasi atau pengetahuan secara khusus mengenai masalah yang dibahas (Polit & Beck, 2012). Peneliti mengambil sampel perawat pelaksana dengan menetapkan kriteria inklusi dari confounding variabel.

Confounding variabel merupakan variabel yang dapat dikontrol maupun tidak dapat dikontrol dalam penelitian, dapat berupa variabel lingkungan dan tempat penelitian, seperti: usia, jenis kelamin, pengalaman kerja dan pendidikan (Burns & Grove, 2001). Confounding variabel yang mempengaruhi hasil penelitian ini adalah variabel lingkungan. Lingkungan penelitian ini adalah RSU IPI Medan yang memiliki cukup banyak tenaga perawat dan jumlah kunjungan pasien yang banyak setiap hari. Confounding variable yang tidak dapat dikontrol dari kepala ruangan adalah usia dan lama bekerja.

Pengambilan sampel untuk perawat pelaksana dengan kriteria inklusi: 1) Rentang usia 21-45 tahun, 2) Masa kerja lebih dari 1 tahun sebagai perawat

pelaksana, 3) Pendidikan DIII keperawatan, dan 4) Perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap.

3.3.2. Ukuran sampel

(4)

Penelitian ini mengukur dua variabel yaitu pengaruh pelatihan supervisi kepala ruangan dan iklim organisasi perawat pelaksana. Sampel untuk kepala ruangan menggunakan semua populasi sebagai sampel yaitu sebanyak 13 orang. Ketika tidak ada penelitian sebelumnya yang relevan, peneliti menggunakan ketentuan berdasarkan efek kecil, menengah, atau efek yang besar. Studi keperawatan memiliki efek sederhana (kecil-menengah) (Polit & Beck, 2012). Penelitian ini menggunakan alfa level (α) = .05, medium effect size (γ) = .50 dan power (1-β) = .80. Maka sampel penelitian untuk perawat pelaksana dengan tabel power analysis berjumlah 64 orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Tahap persiapan

Tahap pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan wawancara, observasi dan kuesioner. Tahap prosedur pengumpulan data dilakukan setelah peneliti mendapat surat izin penelitian yang diperoleh dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Ilmu Keperawatan dan selanjutnya menyampaikan surat ijin tersebut ke rumah sakit yang diteliti.

3.4.2. Tahap pelaksanaan

(5)

Tahap pretest yaitu tahap sebelum dilakukan treatment, dimana peneliti mengkaji pemahaman kepala ruangan tentang supervisi dengan beberapa langkah. Langkah pertama dengan melakukan wawancara kepada kepala ruangan. Pertanyaan dalam wawancara meliputi: 1) Apakah perlu dilakukan supervisi di rumah sakit?, 2) Apakah pelaksanaan supervisi di rumah sakit terlaksana dengan baik?, 3) Bagaimana supervisi yang terjadi di ruangan?, 4) Apakah tujuan pelaksanaan supervisi?, dan 5) Apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan supervisi?.

Langkah kedua yaitu penilaian budaya. Hal ini berguna dalam membangun pengetahuan dasar tentang supervisi dan sejauh mana kepala ruangan tertarik dalam melakukan supervisi. Langkah ketiga yaitu mendapatkan dukungan dari pihak rumah sakit yang akan memfasilitasi pelaksanaan supervisi. Selanjutnya peneliti menjelaskan kepada responden tentang tujuan penelitian, manfaat penelitian dan cara mengisi kuesioner penelitian. Responden diharapkan dapat mengisi kuesioner secara objektif sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

Peneliti melakukan penyebaran kuesioner Self-Assessment Questionnaire untuk kepala ruangan, Manchester Clinical Supervision Scale dan Organizational Climate Questionnaire untuk perawat pelaksana yang dilaksanakan selama satu minggu. Peneliti memberikan penjelasan bila kuesioner yang diberikan tidak jelas dan responden memberikan respon yang baik.

(6)

Kepala Instalasi Rawat Inap dan Diklat Keperawatan yang sangat membantu dalam berinteraksi dengan staf perawat di ruangan. Peneliti juga mendapatkan penjelasan selama proses konsultasi dengan pihak rumah sakit yaitu menginformasikan rencana kegiatan yang akan dilakukan, waktu yang digunakan untuk seminar dan pelatihan, dan peserta yang mengikuti kegiatan.

Peneliti melakukan seminar dan pelatihan supervisi kepada kepala ruangan di RSU IPI Medan dengan pembicara yang berpengalaman dalam bidang supervisi. Tahap ini dihadiri oleh Kepala Instalasi Rawat Inap, Diklat Keperawatan dan seluruh kepala ruangan di ruang rawat inap. Direktur, Wakil Direktur dan Kepala Bidang Keperawatan tidak dapat hadir karena alasan tertentu. Materi seminar yang diberikan tentang supervisi dan materi pelatihan tentang proses supervisi yang didukung dengan format supervisi. Kegiatan ini berlangsung sangat lancar selama dua jam. Hal ini ditandai dengan antusias responden memberikan pertanyaan, dan jawaban yang diberikan pembicara sangat memuaskan. Pihak rumah sakit juga memberikan respon positif.

(7)

Tahap persiapan meliputi: Kepala ruangan dan perawat yang disupervisi meninjau catatan yang didiskusikan, memahami tujuan, dan menulis catatan. Tahap mengidentifikasi dan mengeksplorasi meliputi: Kepala ruangan mengidentifikasi area yang menjadi fokus dan membicarakan isu-isu baru yang terjadi, dan meninjau kembali isu yang telah didiskusikan.

Tahap menganalisis meliputi: Kepala ruangan menjelaskan, menganalisis, mempertanyakan, dan mempertimbangkan pilihan. Tahap penentuan tujuan dan perencanaan tindakan meliputi: Kepala ruangan menentukan tujuan tindakan dengan memperhatikan standar praktik sesuai teori untuk meningkatkan mutu pelayanan.

Tahap meringkas meliputi: Kepala ruangan melakukan peninjauan ulang dan perawat mencatat hasil yang ditemukan. Tahap refleksi dalam praktek meliputi: Kepala ruangan memberikan informasi, dan menerapkan keterampilan/pendekatan untuk praktik klinis yang dibutuhkan.

Kendala yang dihadapi di ruangan adalah beberapa kepala ruangan harus mendapatkan penjelasan yang lebih banyak tentang proses supervisi, adanya kesibukan perawat yang membuat sebagian proses supervisi berlangsung dengan waktu yang singkat dengan tahapan yang telah ditentukan, dan beberapa kepala ruangan hanya mengisi sebagian format supervisi yang diberikan.

(8)
(9)

Tabel 3.1

Tahap Pelaksanaan

No. Daftar Kegiatan

Mei Juni

1. Wawancara dan observasi kepada semua kepala ruangan

2. Penyebaran kuesioner Self-Assessment Questionnaire untuk kepala ruangan, Manchester Clinical Supervision Scale dan Organizational Climate Questionnaire untuk perawat pelaksana.

Treatment 3. Seminar

4. Pelatihan supervisi

5. Implementasi supervisi di ruang rawat Posttest

6. Penyebaran kuesioner Self-Assessment Questionnaire, dan Organizational Climate Questionnaire.

(10)

3.5. Variabel dan Definisi Operasional Tabel 3.2

Variabel dan Definisi Operasional Variabel Definisi

(11)

Sambungan Tabel 3.2

Variabel Definisi

Operasional Indikator Alat Ukur Skala Dependen

3.6. Metode Pengukuran

3.6.1. Prosedur penggunaan instrumen

(12)

dan ahli (dapat melakukan = 5). Instrumen ini diberikan kepada kepala ruangan sebelum dan setelah pelatihan supervisi.

Instrumen yang juga digunakan untuk mengukur supervisi kepala ruangan adalah Manchester Clinical Supervision Scale (MCSS) dikembangkan oleh Winstanley (2000). Instrumen Manchester Clinical Supervision Scale terdiri dari 26 pernyataan dalam enam faktor yang termasuk dalam tiga komponen model Proctor (normatif, formatif, dan restoratif) dari supervisi klinis, model yang sering digunakan pada profesi keperawatan. Instrumen ini menggunakan skala Likert yaitu: Sangat tidak setuju = 0, tidak setuju = 1, tidak tahu = 2, setuju = 3, sangat setuju = 4. Instrumen ini diberikan kepada perawat pelaksana sebelum dan setelah pelatihan supervisi bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan supervisi kepala ruangan.

Instrumen Manchester Clinical Supervision Scale (MCSS) diperoleh langsung dari peneliti dan artikel jurnal yang telah dipublikasi oleh Winstanley dan White (2011) dalam “Journal of Nursing Measurement dengan judul The MCSS-26©: Revision of the Manchester Clinical Supervision Scale Using the Rasch Measurement Model”. Instrumen ini digunakan oleh Dawson, Phillips, dan Leggat (2012) dalam penelitian yang berjudul “Effective clinical supervision for regional allied health professionals-the supervisee’s perspective”.

(13)

Instrumen Organization Climate Questionnaire (OCQ) terdiri dari 24 item pernyataan yang mengukur perasaan perawat terhadap lingkungan kerja melalui enam dimensi yaitu: struktur, standar, tanggung jawab, pengakuan, dukungan, dan komitmen. Instrumen ini menggunakan skala Likert yaitu: Sangat tidak setuju = 1, cenderung tidak setuju = 2, cenderung setuju = 3, dan sangat setuju = 4. Instrumen ini diberikan kepada perawat pelaksana sebelum dan setelah pelatihan supervisi.

Instrumen Organization Climate Questionnaire (OCQ) merupakan revisi yang kesekian kalinya dari Litwin and Stringer Organizational Climate Questionnaire (LSOCQ) yang dipublikasikan oleh Litwin dan Stringer (1968). Peneliti mendapatkan instrumen Organization Climate Questionnaire (OCQ) dari buku Leadership and organizational climate yang telah dipublikasi oleh Stringer (2002). Instrumen ini digunakan oleh Kosasih (2002) dalam penelitian yang berjudul “Hubungan antara iklim organisasi dengan kepuasan kerja perawat unit rawat inap rumah sakit ‘X’ Medan”. Jannah (2011) juga menggunakan instrumen ini dalam penelitian yang berjudul “Hubungan struktur empowerment dengan iklim organisasi perawat pelaksana di RSU Depok Jawa Barat tahun 2011”.

3.6.2. Translation instrumen

(14)

Instrumen Manchester Clinical Supervision Scale (MCSS) terdiri dari 26 item pernyataan meliputi: enam faktor yang termasuk dalam tiga komponen model Proctor (normatif, formatif, dan restoratif) dari supervisi klinis. Instrumen Organization Climate Questionnaire (OCQ) terdiri dari: 24 item pernyataan yang mengukur perasaan perawat terhadap lingkungan kerja melalui enam dimensi yaitu: struktur, standar, tanggung jawab, pengakuan, dukungan, dan komitmen.

Proses penerjemahan kuesioner asing dalam penelitian ini dilakukan secara teknis meliputi: tahap awal dilakukan oleh peneliti, lalu terjemahan diperiksa oleh seorang penerjemah (translator) yang telah mempunyai keahlian dan pengalaman dalam bidang pendidikan bahasa Inggris. Setelah kuesioner diperiksa dan direvisi, peneliti melakukan diskusi dengan penerjemah tersebut. Peneliti juga memeriksakan terjemahan dengan pembimbing tesis I dan pembimbing tesis II, sebagai seorang ahli (expert) yang memahami ilmu keperawatan dan bahasa Inggris. Selanjutnya, kuesioner yang telah diterjemahkan tersebut di review kembali oleh ahli (expert) bidang manajemen keperawatan dengan kemampuan dwibahasa.

3.6.3. Validitas

(15)

Tenaga ahli diminta untuk mengevaluasi item individu pada pengukuran yang baru seperti halnya keseluruhan instrumen. Dua hal yang penting dalam mengevaluasi adalah apakah item individu relevan dan sesuai dalam keterkaitan, dan apakah item yang diambil bersama-sama cukup mengukur semua dimensi yang dibangun (Polit & Beck, 2012).

Suatu prosedur umumnya mempunyai tenaga ahli yang menilai materi pada empat skala poin keterkaitan. Ada beberapa variasi label dari 4 poin, tetapi skala yang paling sering digunakan sebagai berikut: 1 = tidak relevan, 2 = agak relevan, 3 = cukup relevan, 4 = sangat relevan. Kemudian, untuk masing-masing item, item CVI dihitung sebanyak jumlah tenaga ahli yang memberi penilaian/beban maksimum 3 atau 4, dibagi dengan banyaknya tenaga ahli yang merupakan proporsi yang menyetujui keterkaitan. Sebagai contoh, suatu item dinilai “sungguh” atau “sangat” relevan oleh 4 dari 5 penilai yang akan membuat suatu I-CVI .80, yang mana dipertimbangkan suatu nilai dapat diterima (Polit & Beck, 2012).

(16)

2 = item perlu banyak revisi agar sederhana, 3 = item sederhana tetapi perlu sedikit revisi, dan 4 = item sudah sederhana. Kategori 4 ambiguity (ambiguitas) terdiri dari: 1 = item sangat ambigu, 2 = item perlu beberapa revisi, 3 = tidak ambigu tetapi perlu sedikit revisi, dan 4 = item mempunyai makna yang jelas. Instrumen supervisi yaitu: Self-Assessment Questionnaire terdiri dari 37 item pernyataan, dan Manchester Clinical Supervision Scale (MCSS) terdiri dari 26 item pernyataan Instrumen iklim organisasi yaitu: Organization Climate Questionnaire (OCQ) terdiri dari 24 item pernyataan.

Hasil Content Validity Index (CVI) expert pertama dari instrumen supervisi kepala ruangan menggunakan Self-Assessment Questionnaire = 1,00. Tiga puluh tujuh item pernyataan yang dinilai diperoleh 37 item relevan (nilai 3 dan 4). CVI supervisi menggunakan Manchester Clinical Supervision Scale (MCSS) = 1,00. Dua puluh enam item pernyataan yang dinilai diperoleh 26 item relevan (nilai 3 dan 4). CVI iklim organisasi menggunakan Organization Climate Questionnaire (OCQ) = 1,00. Dua puluh empat item pernyataan yang dinilai diperoleh 24 item relevan (nilai 3 dan 4).

(17)

Dua puluh empat item pernyataan yang dinilai diperoleh 24 item relevan (nilai 3 dan 4).

Hasil Content Validity Index (CVI) expert ketiga dari instrumen supervisi kepala ruangan yang menggunakan Self-Assessment Questionnaire = 0,84. Tiga puluh tujuh item pernyataan yang dinilai diperoleh hasil 30 item dinyatakan relevan (3 atau 4) dan 7 item dinyatakan tidak relevan (nilai 1 dan 2) yaitu: item 14, 15, 16, 17, 19, 22, dan 35. CVI supervisi menggunakan Manchester Clinical Supervision Scale (MCSS) = 1,00. Dua puluh enam item pernyataan yang dinilai diperoleh hasil 26 item dinyatakan relevan (nilai 3 dan 4). CVI iklim organisasi menggunakan Organization Climate Questionnaire (OCQ) = 1,00. Dua puluh empat item pernyataan yang dinilai diperoleh hasil 24 item dinyatakan relevan (nilai 3 dan 4).

(18)

Tabel 3.3

Hasil Content Validity Index Revisi Supervisi Kepala Ruangan di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan

Variabel Pernyataan sebelum revisi Pernyataan setelah revisi Supervisi

14. Saya dapat berfokus pada supervisi klien, tindakan supervisi, hubungan supervise/ klien, pengalihan sikap, dan konteks yang lebih luas.

14. Saya dapat berfokus pada kondisi klien, tindakan konteks yang lebih luas. 15. Saya dapat bekerja sendiri. 15. Saya dapat bekerja secara

mandiri. 16. Saya dapat menambah

pengalaman sendiri.

16. Saya dapat menambah pengalaman.

19. Saya memiliki otoritas, kehadiran dan dapat mempengaruhi.

19. Saya memiliki otoritas, kehadiran dan dapat usia, budaya dan etnis, latar belakang, kelas, orientasi seksual,

kepribadian, dan pelatihan profesional.

22. Saya menyadari dan mampu beradaptasi

35. Saya mendasari terbentuknya tim atau budaya organisasi.

(19)

3.6.4. Reliabilitas

Reliabilitas adalah indikator yang penting dari mutu instrumen. Pengukuran yang tidak dipercaya mengurangi kekuatan statistika dan mempengaruhi kebenaran kesimpulan. Jika data tidak mendukung sebuah hipotesis, kemungkinan instrumen tidak reliabel, sehingga tidak memerlukan hubungan yang diharapkan tidak keluar. Kelompok tingkat yang dibandingkan berkisar 0,70 mungkin adekuat (khususnya untuk subskala), tetapi nilai dari 0,80 atau yang lebih besar sangat diinginkan. Koefisien reliabilitas ukuran menggunakan pengambilan keputusan individu ideal seharusnya 0,90 atau lebih baik. Internal consistency menggunakan Cronbach’s alpha (Polit & Beck, 2012).

Pilot study penelitian dilakukan pada sekelompok kepala ruangan dan perawat pelaksana. Menurut Polit dan Beck (2012) menyatakan pilot study dapat digunakan sebagai versi skala kecil atau uji coba dalam merancang untuk menguji metode yang digunakan dalam penelitian yang lebih luas dan lebih teliti. Pilot study berguna untuk mengetahui instrumen tersebut cukup handal atau tidak, komunikatif, dan dapat dipahami.

(20)

Hasil data demografi yang diperoleh 10 orang kepala ruangan pada dua rumah sakit tersebut adalah usia dewasa dini (21-35 tahun) sebanyak 8 orang (80%), dan dewasa madya (35-45 tahun) sebanyak 2 orang (20%). Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki sebanyak 2 orang (20%) dan perempuan sebanyak 8 orang (80%). Berdasarkan agama, Islam sebanyak 6 orang (60%), dan Protestan sebanyak 4 orang (40%). Lama bekerja diperoleh hasil advanced beginner (1-2 tahun) sebanyak 6 orang (60%), proficient/cakap (3-5 tahun) sebanyak 3 orang (30%), expert/ahli (> 5 tahun) sebanyak 1 orang (10%).

Hasil data demografi yang diperoleh 30 orang perawat pelaksana di salah satu rumah sakit swasta adalah usia dewasa dini (21-35 tahun) sebanyak 28 orang (93,3%), dan usia dewasa madya (35-45 tahun) sebanyak 2 orang (6,7%). Berdasarkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 1 orang (3,3%) dan perempuan sebanyak 29 orang (96,7%). Berdasarkan agama, Islam sebanyak 12 orang (40%), Katolik sebanyak 5 orang (16,7%) dan Protestan sebanyak 13 orang (43,3%). Lama kerja diperoleh hasil advanced beginner (1-2 tahun) sebanyak 19 orang (63,3%), competen/kompeten (2-3 tahun) sebanyak 5 orang (16,7%), proficient/ cakap (3-5 tahun) sebanyak 2 orang (6,7%), expert/ahli (> 5 tahun) sebanyak 4 orang (13,3%).

(21)

komitmen untuk pengembangan (4 item) = 0,93, supervisor kelompok (3 item) = 0,96, dan supervisor senior organisasi (6 item) = 0,98. Instrumen supervisi kepala ruangan yang tidak reliabel dikeluarkan yaitu: item 14 dan 22 dengan nilai corrected item-total correlation pada item 14 = 0,20, dan 22 = 0,17. Instrumen supervisi kepala ruangan yang dipergunakan sebanyak 35 item dengan didukung hasil CVI yang menyatakan item 14 dan 22 tidak relevan (nilai 1 dan 2).

Pilot study yang telah dilakukan menggunakan instrumen supervisi kepala ruangan Manchester Clinical Supervision Scale (MCSS) dengan nilai Cronbach’s alpha: 0,93. Koreksi per item pada 26 item pernyataan menunjukkan reliabel (> 0,70), maka semua item dapat digunakan.

Pilot study yang telah dilakukan menggunakan instrumen iklim organisasi Organization Climate Questionnaire (OCQ) dengan nilai Cronbach’s alpha: 0,88. Koreksi per item pada 24 pernyataan didapat item yang tidak reliabel yaitu: item 2, 10, dan 15 dengan nilai corrected item-total correlation pada item 2 = 0,10, 10 = 0,26 dan 15 = 0,26.

Tabel 3.4

Hasil Pilot Study Pelatihan Supervisi Kepala Ruangan di Rumah Sakit Royal Prima Medan (n= 10)

Item Standar Item

Cronbach’s Alpha

Supervisi kepala ruangan 0,99

Pengetahuan 1, 2, 3, 4 0,78

Supervisor kelompok 29, 30, 31 0,96

(22)

Tabel 3.5

Hasil Pilot Study Supervisi Perawat Pelaksana dan Iklim Organisasi di Rumah Sakit Royal Prima Medan (n = 30)

Item Standar Item

Cronbach’s Alpha

Supervisi kepala ruangan 0,93

Iklim organisasi 0,98

3.7. Metode Analisis Data

Analisa data dilakukan menggunakan analisa univariat dan bivariat. Tujuan beberapa studi deskriptif menguraikan frekuensi kejadian perilaku atau kondisi, dibandingkan mempelajari hubungan (Polit & Beck, 2012). Analisa univariat adalah analisa yang digunakan untuk variabel - variabel secara deskriptif sesuai dengan jenis data. Analisa ini meliputi data demografi (usia, jenis kelamin, agama, dan lama bekerja).

Analisa bivariat dilakukan setelah diketahui karakteristik masing-masing variabel sehingga diteruskan analisa lebih lanjut. Data variabel penelitian ini adalah numerik dengan satu kelompok berpasangan (1 kelompok intervensi).

Perumusan hipotesis sebagai berikut: H0 : µx1 = µ

= Pengukuran supervisi kepala ruangan sebelum pelatihan supervisi

2

H

= Pengukuran supervisi kepala ruangan setelah pelatihan supervisi 0 : µx1 = µ

= Pengukuran iklim organisasi sebelum pelatihan supervisi

(23)

Uji statistik dengan menggunakan taraf signifikansi 5%, maka kriteria pengujian sebagai berikut: 1) Jika signifikansi > 0,05, maka H0 diterima, dan 2) Jika signifikansi < 0,05, maka H0

Tahap pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji statistik nonparametrik yaitu Wilcoxon Signed Rank Test. Uji statistik nonparametrik digunakan bila distribusi yang dihasilkan tidak normal atau sampel yang kecil (Polit & Beck, 2012). Plichta dan Garzon (2009) menyatakan uji Wilcoxon secara berpasangan dapat digunakan ketika: 1) Ada dua pengukuran menyangkut karakteristik (yaitu: salah satu dari pretest dan satu pengukuran posttest pada orang yang sama atau satu pengukuran kasus dan pengukuran kontrol), 2) Skala pengukuran dari karakteristik adalah ordinal, interval, atau rasio, dan 3) Jumlah sampel total berisi sedikitnya lima pasang pengukuran.

ditolak.

3.8. Pertimbangan Etik

Peneliti dalam melakukan penelitian tentang pengaruh pelatihan supervise kepala ruangan terhadap perubahan iklim organisasi perawat pelaksana dengan

memperhatikan pertimbangan-pertimbangan etika penelitian, antara lain: 1) Ethical clearence oleh komite etik penelitian kesehatan Fakultas Keperawatan,

(24)
(25)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Pengumpulan data dilakukan di rumah sakit swasta di kota Medan pada bulan Mei sampai Juni 2015. Hasil penelitian menjelaskan: 1) Deskripsi lokasi penelitian, dan 2) Hasil penelitian.

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di salah satu rumah sakit swasta yang ada di kota Medan yaitu Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan.

4.1.1. Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan

Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan merupakan rumah sakit swasta yang berdiri sejak tahun 1983. Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan berada di Jalan Bilal No. 24 Kelurahan Pulo Brayan Darat I Kecamatan Medan Timur. Rumah sakit yang terletak di lokasi strategis di kota Medan telah memiliki fasilitas penunjang pelayanan kesehatan yang lengkap dan didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas sebanyak 380 orang.

(26)

4.1.2. Visi dan misi Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan

Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan mempunyai visi yaitu “Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia menjadi rumah sakit rujukan dan pendidikan dengan standar Joint Committee International (JCI) tahun 2020”. Visi tersebut diwujudkan melalui misi rumah sakit.

Misi rumah sakit yaitu: 1) Memberikan pelayanan kesehatan mengacu pada standar medik yang dikeluarkan oleh persatuan profesi masing-masing keahlian di Indonesia yang terus disempurnakan oleh rumah sakit sesuai kondisi dan berorientasi kepada pelayanan bermutu, 2) Memberikan pelayanan dengan mengutamakan kebutuhan pasien dan keluarga, 3) Memberikan pelayanan dengan mengutamakan keamanan dan keselamatan pasien, 4) Mengembangkan budaya komunikasi, informasi dan edukasi serta melibatkan pasien dan keluarga dalam pelayanan, 5) Mengembangkan budaya akademik yang mengutamakan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang bekerja di rumah sakit, dan 6) Mengembangkan budaya komunikasi dan kerjasama tim yang komprehensif.

4.2. Hasil Penelitian

4.2.1. Data demografi kepala ruangan dan perawat pelaksana

(27)

Tabel 4.1

Distribusi Frekuensi dan Persentase Data Demografi Kepala Ruangan di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan (n = 13)

Data Demografi Frekuensi Persen

Usia Lama Bekerja Kepala Ruangan

Advanced beginner (1-2 tahun) Proficient/cakap (3-5 tahun) Expert/ahli (> 5 tahun)

1

(28)

sebanyak 7 orang (53,8%) dan expert/ahli > 5 tahun sebanyak 5 orang (38,5%). Lama bekerja terkait dengan pengalaman, kemampuan, dan keterampilan kepala ruangan dalam melakukan pekerjaan untuk meningkatkan kinerja dengan lebih baik.

Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi dan Persentase Data Demografi Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan (n = 64)

Data Demografi Frekuensi Persen

Usia Lama Bekerja Kepala Ruangan

Advanced beginner (1-2 tahun) Competen/Kompeten (2-3 tahun) Proficient/cakap (3-5 tahun) Expert/ahli (> 5 tahun)

32

(29)

dan perempuan sebanyak 42 orang (65,6%). Profesi perawat pelaksana umumnya didominasi perempuan, disebabkan pekerjaan itu membutuhkan sikap yang ramah, penuh kesabaran, kasih sayang dan perasaan yang lebih peka terhadap lingkungan. Berdasarkan agama, Islam sebanyak 29 orang (45,3%), Katolik sebanyak 4 orang (6,3%) dan Protestan sebanyak 31 orang (48,4%). Berdasarkan lama bekerja, advanced beginner (1-2 tahun) sebanyak 32 orang (50%), competen/kompeten (2-3 tahun) sebanyak 23 orang (35,9%) proficient/ cakap 3-5 tahun sebanyak 7 orang (10,9%) dan expert/ahli > 5 tahun sebanyak 2 orang (3,1%). Lama bekerja perawat pelaksana dalam tahap advanced beginner memiliki jumlah yang hampir mendekati dengan competen/kompeten. Hal ini menunjukkan perawat pelaksana telah mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan job description. Lama bekerja perawat pelaksana terkait dengan pengalaman kerja, kemampuan pelaksanaan asuhan, dan keterampilan yang dimiliki perawat pelaksana di ruangan.

4.2.2. Supervisi kepala ruangan Self-Assessment Questionnaire

Hasil analisa data supervisi kepala ruangan menggunakan instrumen Self-Assessment Questionnaire dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3

Perbedaan Supervisi Kepala Ruangan Sebelum dan Setelah Pelatihan Supervisi Berdasarkan Persepsi Kepala Ruangan di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan (n = 13)

Supervisi n Mean Std.

Deviation p value

Sebelum Pelatihan 13 3,96 0,50

0,58

(30)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa supervisi kepala ruangan di RSU IPI Medan sebelum mendapatkan pelatihan supervisi didapat rata-rata nilai mean 3,96 dan setelah mendapatkan pelatihan supervisi rata-rata nilai mean 3,89. Standar deviasi sebelum pelatihan 0,50 dan setelah pelatihan 0,44. Nilai signifikansi p value = 0,58 (p > 0,05) maka H0

Pelaksanaan supervisi kepala ruangan sebelum seminar dan pelatihan supervisi dengan cara pengamatan langsung dan tidak langsung. Pengamatan langsung dilakukan tanpa menggunakan daftar isian atau format supervisi, tetapi menggunakan buku catatan. Supervisi yang dilakukan tidak menggunakan standar operasional prosedur. Supervisi tidak langsung dilakukan oleh kepala bidang keperawatan dengan mendiskusikan dan membicarakan masalah yang terjadi di ruang rawat pada pertemuan rapat mingguan.

diterima. Hal ini berarti tidak ada perbedaan supervisi kepala ruangan sebelum dan setelah pelatihan supervisi dari persepsi kepala ruangan di RSU IPI Medan.

(31)

Berdasarkan dari hasil penelitian menggunakan instrumen Self-Assessment Questionnaire didapat bahwa sebelum seminar dan pelatihan supervisi, pelaksanaan supervisi tidak didukung dengan daftar isian atau format supervisi dan tidak ada standar operasional prosedur. Kepala ruangan tidak menggunakan tahapan supervisi tertentu. Sedangkan setelah dilakukan seminar dan pelatihan supervisi, pelaksanaan supervisi didukung dengan daftar isian atau format supervisi dan menggunakan tahapan supervisi.

Manchester Clinical Supervision Scale (MCSS)

Hasil analisa data supervisi kepala ruangan menggunakan instrumen Manchester Clinical Supervision Scale (MCSS) dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.4

Perbedaan Supervisi Kepala Ruangan Sebelum dan Setelah Pelatihan Supervisi Berdasarkan Persepsi Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan (n = 64)

Supervisi n Mean Std.

Deviation p value

Sebelum Pelatihan 64 2,65 0,30

0,01

Setelah Pelatihan 64 2,45 0,64

(32)

Pelaksanaan supervisi kepala ruangan sebelum seminar dan pelatihan supervisi bahwa perawat pelaksana tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang proses supervisi. Kepala ruangan berusaha bertindak dengan bijaksana, tidak memihak dalam mengatasi konflik antar perawat. Kepala ruangan membina komunikasi yang baik.

Pelaksanaan supervisi kepala ruangan setelah seminar dan pelatihan supervisi bahwa perawat dapat meningkatkan pengetahuan, motivasi dan terbina komunikasi yang efektif dalam di ruang rawat. Kepala ruangan memberi kesempatan bagi perawat untuk mengkaji diri dan mendapat dukungan dalam melakukan asuhan keperawatan.

Berdasarkan dari hasil penelitian dengan menggunakan instrumen Manchester Clinical Supervision Scale (MCSS) didapat bahwa sebelum seminar dan pelatihan supervisi, perawat pelaksana tidak mendapatkan pengetahuan tentang proses supervisi dari kepala ruangan. Sedangkan setelah dilakukan seminar dan pelatihan supervisi, pelaksanaan supervisi dapat meningkatkan pengetahuan, motivasi dan tercipta komunikasi yang efektif di ruang rawat.

4.2.3. Iklim organisasi perawat pelaksana

Hasil analisa data iklim organisasi menggunakan instrumen Organization Climate Questionnaire (OCQ) dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5

Perbedaan Iklim Organisasi Perawat Pelaksana Sebelum dan Setelah Pelatihan Supervisi di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan (n = 64)

Iklim Organisasi n Mean Std.

Deviation p value

Sebelum Pelatihan 64 2,69 0,27

0,00

(33)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim organisasi perawat pelaksana di RSU IPI Medan sebelum mendapatkan pelatihan supervisi didapat rata-rata nilai mean 2,69 dan hasil setelah mendapatkan pelatihan supervisi rata-rata nilai mean 2,89. Standar deviasi sebelum pelatihan 0,27 dan setelah pelatihan 0,34. Nilai signifikansi p value = 0,00 (p value < 0,05) maka H0

Kepala ruangan memiliki tanggung jawab terhadap iklim organisasi di ruang rawat. Sebelum diadakan seminar dan pelatihan supervisi didapat data perubahan iklim organisasi meliputi: 1) Struktur: memiliki SDM keperawatan, fasilitas umum dan penunjang, penilaian kinerja tidak optimal, memiliki misi organisasi, tidak adanya komite keperawatan, dan adanya pengawas keuangan maupun logistik, 2) Standar: SOP supervisi tidak ada, SAK tidak terlaksana optimal. Tidak ada format supervisi dalam melakukan supervisi, 3) Tanggung jawab umum kepala ruangan menyusun penugasan perawatan, dan ada perawat yang bertugas tidak sesuai dengan job description, 4) Penghargaan diberikan dengan prestasi kerja yang baik dan hukuman diberikan dengan prestasi kerja yang buruk, 5) Dukungan terhadap perawat tidak optimal seperti tidak ada karyawan yang mendapatkan biaya untuk melanjutkan pendidikan. Perawat mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan sesuai kebutuhan di ruang rawat, dan 6) Komitmen perawat berkurang ditandai dengan meningkatnya turnover.

(34)

Setelah diadakan seminar dan pelatihan supervisi didapat data perubahan iklim organisasi meliputi: struktur, standar, tanggung jawab, penghargaan, dukungan, dan komitmen. Berdasarkan 1) Struktur: perawat mendapatkan kejelasan peran dan tanggung jawab, 2) Standar: rumah sakit memiliki format

supervisi kepala ruangan sehingga mempermudah pelaksanaan supervisi, 3) Tanggung jawab: kepala ruangan menyusun penugasan perawatan pasien sesuai

dengan job description, 4) Penghargaan (reward): diberikan dengan kenaikan upah sesuai dengan pengalaman dan mendapatkan hukuman bila melakukan kesalahan, 5) Dukungan: adanya perawat yang mendapatkan biaya untuk pelatihan-pelatihan, dan 6) Komitmen: perawat merasa bangga karena menjadi bagian dari rumah sakit.

(35)

BAB 5 PEMBAHASAN

Bab pembahasan ini peneliti membahas tentang: 1) Supervisi kepala ruangan sebelum dan setelah pelatihan supervisi berdasarkan persepsi kepala ruangan dan persepsi perawat pelaksana di RSU IPI Medan, dan 2) Iklim organisasi perawat pelaksana sebelum dan setelah pelatihan supervisi kepala ruangan di RSU IPI Medan.

(36)

Langkah kedua yaitu penilaian budaya yang dilakukan untuk mengetahui tentang dasar supervisi dan kepala ruangan yang tertarik dalam melakukan supervisi. Hasil wawancara dan observasi ang didapat bahwa sebagian kepala yang mengetahui tentang supervisi. Langkah ketiga yaitu mendapatkan dukungan dari pihak rumah sakit dalam pelaksanaan seminar dan pelatihan supervisi.

5.1. Supervisi Kepala Ruangan Self-Assessment Questionnaire

Hasil uji statistik nonparametrik menunjukkan bahwa supervisi kepala ruangan sebelum dan setelah mendapatkan pelatihan supervisi berdasarkan persepsi kepala ruangan yaitu tidak ada perbedaan supervisi kepala ruangan sebelum dan setelah pelatihan supervisi berdasarkan persepsi kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan instrumen Self-Assessment Questionnaire pada 13 orang kepala ruangan.

(37)

Kegiatan supervisi dapat mencapai beberapa tujuan sekaligus. Hal ini penting bagi supervisor dan yang disupervisi untuk mengenali dan membedakan kegiatan supervisi dari proses lainnya seperti penilaian/kinerja sistem manajemen. Sementara kegiatan supervisi menginformasikan dan diinformasikan oleh agenda untuk perubahan pengetahuan dan keterampilan (Western Health and Social Care Trust [WHSCT], 2013). Tugas supervisi yang sebenarnya termasuk dalam monitoring yang tepat, intervensi, evaluasi, dan umpan balik seperti dianggap suatu kebutuhan (Huber, 2006). Supervisi klinis memiliki manfaat positif untuk pengembangan profesional perawat dan praktik klinis mereka (Pinto de Abreu, & Marrow, 2012).

(38)

Hasil observasi pelaksanaan kegiatan supervisi sebelum seminar dan pelatihan didapat bahwa kepala ruangan melakukan supervisi dengan pengamatan langsung tanpa menggunakan daftar isian atau format supervisi, tetapi menggunakan buku catatan. Pelaksanaan supervisi tidak memiliki tahapan tertentu dan dilakukan sesuai dengan kebutuhan perawat di ruang rawat. Kepala ruangan dan perawat melakukan diskusi dan membicarakan masalah atau isu-isu baru yang terjadi, untuk menentukan tindakan penyelesaian dengan memperhatikan standar operasional prosedur di rumah sakit. Kepala ruangan mendiskusikan dan membicarakan masalah yang terjadi di ruangan kepada kepala bidang keperawatan pada pertemuan rapat mingguan.

Hasil observasi pelaksanaan seminar dan pelatihan supervisi kepada kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan didapat bahwa kepala ruangan tidak memiliki pengetahuan tentang pelaksanaan supervisi. Diskusi dan tanya jawab yang dilakukan sangat lancar dan kepala ruangan sangat tertarik dengan materi supervisi yang diberikan. Kepala ruangan dapat memahami materi yang disampaikan dan memberikan banyak pertanyaan terkait pelaksanaan supervisi di ruangan. Pihak rumah sakit juga memberikan respon positif terhadap pelaksanaan kegiatan.

(39)

menentukan tujuan dan merencanakan tindakan, meringkas, dan refleksi dalam praktik. Kepala ruangan dan perawat yang disupervisi meninjau catatan yang didiskusikan, membicarakan isu-isu baru yang terjadi, menganalisis, mempertanyakan, dan mempertimbangkan pilihan. Kepala ruangan menentukan tujuan tindakan dengan memperhatikan standar operasional prosedur untuk meningkatkan mutu pelayanan.

Hasil wawancara juga mendapatkan bahwa supervisi yang sering terjadi di rumah sakit ini adalah supervisi tidak langsung dilakukan seminggu sekali pada hari rabu. Supervisi yang dilakukan kepala bidang keperawatan terhadap kepala ruangan melalui rapat atau pertemuan tim. Tujuan pelaksanaan supervisi yang dilakukan adalah mengetahui masalah atau isu-isu baru yang terjadi di ruang rawat. Pelaksanaan supervisi perlu ditingkatkan dengan cara membina kepercayaan dan hubungan kerjasama antara pelaksana supervisi dengan yang disupervisi. Kerjasama tersebut berupa komunikasi yang baik sehingga dapat menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.

Hasil penelitian ini menyatakan tidak ada perbedaan supervisi kepala ruangan sebelum dan setelah dilakukan seminar dan pelatihan supervisi. Hal ini didukung dari hasil wawancara setelah diadakan seminar dan pelatihan supervisi bahwa sebagian kepala ruangan sebelumnya tidak optimal dalam mengaplikasikan tahapan supervisi seperti: penulisan dokumentasi pada pelaksanaan supervisi, sesi supervisi yang berlangsung secara singkat karena kesibukan perawat pelaksana, adanya keterbatasan kepala ruangan dalam memberikan informasi, konflik

(40)

dan pengetahuan yang diperoleh tentang supervisi. Pengetahuan kepala ruangan tentang supervisi hanya didapat ketika pelaksanaan seminar dan pelatihan sehingga kepala ruangan tidak memiliki pengetahuan tambahan. Materi supervisi yang diberikan untuk kepala ruangan tidak pernah didapat sebelumnya. Materi supervisi kepala ruangan dikembangkan oleh Hawkins dan Shohet (2006) tentang supervisi yang diberikan untuk membantu profesi-profesi. Hawkins dan Shohet (2006) mengemukakan tentang pengetahuan supervisi, keterampilan manajemen supervisi, keterampilan intervensi supervisi, kapasitas atau kualitas dalam supervisi, komitmen untuk berkembang, kelompok supervisor, supervisor dari organisasi senior. Tahapan supervisi yang dijelaskan tidak sama dengan tahapan supervisi yang mereka lakukan di ruangan. Kepala ruangan hanya melakukan tahapan supervisi dengan tidak menggunakan batasan-batasan pelaksanaan supervisi dan dilakukan sesuai dengan kebutuhan di ruangan.

(41)

Seluruh kepala ruangan seharusnya sudah memiliki kemampuan sebagai expert/ahli. Expert/ahli berarti dapat melakukan pemecahan masalah, dapat mengantisipasi komplikasi, dan melatih perawat-perawat lain (Benner, 1984).

Hasil penelitian ini mendapatkan data yang bias. Polit dan Beck (2012) menyatakan bias merupakan pengaruh yang menghasilkan penyimpangan atau kesalahan dalam hasil studi. Bias dapat diakibatkan oleh sejumlah faktor yang perlu untuk dipertimbangkan dalam perencanaan suatu studi: ketiadaan peserta, penelitian secara subjektif, sampel yang tidak seimbang, metode pengumpulan data yang salah, desain penelitian yang tidak adekuat, implementasi yang kurang. Bias penelitian ini didapat dari metode pengumpulan data sehingga menghasilkan data yang tidak memberikan pengaruh terhadap pelaksanaan kegiatan. Instrumen kepala ruangan tidak dikaji secara menyeluruh. Penelitian bias mungkin tidak dapat dihapuskan dengan sepenuhnya, tetapi dapat diperkecil melalui pelatihan secara hati-hati (Polit & Beck, 2012).

(42)

Pelaksanaan seminar dan pelatihan supervisi dilakukan hanya sekali dalam waktu yang singkat yaitu berlangsung selama 2 jam. Seharusnya perubahan dapat terjadi apabila frekuensi pemberian pengetahuan dalam bentuk seminar dan pelatihan tidak dilakukan hanya sekali. Lynch dan Happell (2008) melakukan implementasi supervisi klinis selama empat hari kepada para profesional pelayanan kesehatan dan satu hari workshops. Swansburg (2000) menyatakan frekuensi latihan dan pendidikan harus dibandingkan dengan frekuensi perubahan. Perawat akan memerlukan pengembangan staf secara tetap untuk mempertahankan pengetahuan dan kompetensi agar tidak menurun kembali. Milne dan James (2002) menganalisa dampak dan efektifitas relatif dari pelatihan rutin (konsultasi) dibandingkan pelatihan rutin dengan umpan balik pada supervisi klinis. Supervisi meningkat selama tahapan percobaan, dan terlihat nyata selama tahap berlangsung secara tetap. Hasil merefleksikan adanya peningkatan terhadap intervensi.

Manchester Clinical Supervision Scale (MCSS)

(43)

Penelitian Mua (2011) juga menunjukkan ada pengaruh pelatihan supervisi klinik kepala ruangan terhadap kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap. Saefulloh (2009) mengadakan pelatihan supervisi klinik kepala ruangan dan menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara motivasi dan kinerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan supervisi. Saefulloh menyatakan bahwa faktor yang paling berkontribusi terhadap kinerja perawat pelaksana adalah umur dan lama kerja sehingga apabila pelatihan diberikan pada saat awal bekerja dilanjutkan supervisi kepala ruangan maka akan meningkatkan kinerja perawat pelaksana.

(44)

Manajemen keperawatan adalah penggunaan waktu yang efektif. Keberhasilan rencana perawat manajer klinis supaya menggunakan waktu mereka secara efektif (Swansburg, 2000). Pelaksanaan kegiatan untuk menilai keberhasilan program, pelaksanaan disesuaikan dengan tujuan penelitian. Jika hasil menunjukkan tujuan tidak terpenuhi dengan baik, maka diperlukan untuk meninjau kembali model dan ulangi variasi langkah. Jika temuan menunjukkan bahwa ada sejumlah anggota staf yang tidak mengerti supervisi, peneliti melakukan diskusi kembali dengan pihak rumah sakit.

Hasil wawancara dengan perawat pelaksana sebelum pelatihan supervisi bahwa kepala ruangan berusaha bertindak dengan bijaksana terhadap masalah yang terjadi di ruang rawat inap. Kepala ruangan bertindak tidak memihak dalam mengatasi konflik antar perawat. Komunikasi yang terbina cukup kondusif. Perawat pelaksana dapat membicarakan masalah sensitif dengan kepala ruangan. Supervisi klinis memberikan motivasi kepada perawat pelaksana untuk dapat bekerja lebih baik.

(45)

Komunikasi penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang positif. dan menyadari apa yang sedang terjadi di unit dan organisasi. Kepala ruangan memberi kesempatan bagi perawat untuk mengkaji diri, sehingga pelaksanaan supervisi berjalan lancar. Seseorang yang disupervisi mendapat dukungan dalam merefleksikan pengalaman klinis dan merasakan supervisi klinis secara positif (Edward et al., 2005).

5.2. Iklim Organisasi Perawat Pelaksana

Organizational Climate Questionnaire (OCQ)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim organisasi perawat pelaksana sebelum dan setelah mendapatkan pelatihan supervisi didapat ada perbedaan iklim organisasi sebelum dan setelah pelatihan supervisi kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan instrumen Organizational Climate Questionnaire (OCQ) pada 64 orang perawat pelaksana.

(46)

Hasil observasi dan wawancara didapat data iklim organisasi meliputi: 1) Struktur: memiliki SDM keperawatan berjumlah 148 orang, fasilitas umum dan

penunjang yang lengkap, penilaian kinerja tidak optimal, memiliki misi organisasi, tidak adanya komite keperawatan, dan adanya pengawas keuangan maupun logistik, 2) Standar: Standar Operasional Prosedur (SOP) supervisi tidak ada, Standar Asuhan Keperawatan (SAK) tidak terlaksana secara optimal. Tidak ada format supervisi kepala bidang keperawatan dan kepala ruangan dalam melakukan supervisi, 3) Tanggung jawab umum kepala ruangan menyusun penugasan perawatan, dan ada perawat yang melaksanakan tugasnya tidak sesuai dengan job description, 4) Penghargaan diberikan dengan prestasi kerja yang baik. Hukuman yang diberikan berupa Surat Peringatan (SP), pemotongan gaji, dan mutasi, 5) Dukungan terhadap perawat tidak optimal seperti tidak ada karyawan yang mendapatkan biaya untuk melanjutkan pendidikan, 6) Komitmen perawat berkurang ditandai dengan meningkatnya turnover.

(47)

Faktor-faktor yang mempengaruhi iklim organisasi meliputi: kepemimpinan, budaya organisasi, struktur, lingkungan eksternal, dan strategi bisnis (Cannon, 2006; Stringer, 2002). Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi kelompok untuk menentukan dan mencapai tujuan (Swansburg, 2000). Kepemimpinan dipertimbangkan sebagai sesuatu yang sangat penting. Kepemimpinan penting dalam implementasi supervisi klinis (Lynch, & Happell, 2008). Keterampilan kepemimpinan dan manajemen yang jelas diperlukan untuk keberhasilan perubahan terencana (Marquis & Huston, 2010). Kebutuhan akan kepemimpinan menjadi penyebab keberhasilan. Pelatihan dan pendidikan memastikan para supervisor dan yang disupervisi untuk dipersiapkan dan mampu memenuhi peran mereka secara efektif (Lynch, & Happell, 2008).

(48)

Hasil observasi iklim organisasi setelah pelatihan supervisi dapat dilihat bahwa perubahan tidak berpengaruh terhadap confounding variable yang meliputi usia dan jenis kelamin. Perubahan dapat dilihat karena lingkungan eksternal yang lebih mempengaruhi iklim organisasi. Perubahan terjadi tidak dihasilkan karena

intervensi pelaksanaan seminar dan pelatihan supervisi kepala ruangan. Hal ini dikarenakan kepala ruangan tidak merasakan perubahan tetapi perawat

pelaksana merasakan perubahan yang signifikan terhadap perubahan iklim organisasi. Cannon (2006) menunjukkan pengaruh diberikan melalui lingkungan untuk memberi dampak pada kepemimpinan, strategi dan budaya. Tekanan menunjukkan iklim organisasi yang berbeda.

(49)

5) Dukungan: adanya perawat yang mendapatkan biaya untuk pelatihan-pelatihan sesuai dengan kebutuhan di ruangan, perawat merasa mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari pihak rumah sakit terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan di ruang rawat, dan 6) Komitmen: perawat merasa bangga karena menjadi bagian dari rumah sakit.

Kepala ruangan di rumah sakit ini memberikan tugas yang sesuai dengan kualifikasi keahlian sehingga dapat meningkatkan asuhan dan mutu pelayanan keperawatan. Kepala ruangan melakukan pemantauan atau pemeriksaan dokumentasi asuhan di ruang rawat. Pihak rumah sakit juga menetapkan standar kinerja yang sangat tinggi, sehingga membuat karyawannya bekerja lebih baik. Hal ini merupakan bagian yang menyebabkan terjadinya peningkatan dan perubahan iklim organisasi.

5.3. Kekuatan dan Keterbatasan Peneliti

(50)
(51)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Supervisi merupakan proses penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Supervisi yang dilakukan secara berkesinambungan melalui seminar dan pelatihan kepala ruangan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seseorang. Berdasarkan hasil penelitian supervisi kepala ruangan ditemukan tidak ada perbedaan supervisi kepala ruangan sebelum dan setelah pelatihan supervisi berdasarkan persepsi kepala ruangan di RSU IPI Medan. Sebaliknya ditemukan ada perbedaan supervisi kepala ruangan sebelum dan setelah pelatihan supervisi berdasarkan persepsi perawat pelaksana di RSU IPI Medan.

(52)

6.2. Saran

Saran yang dapat diberikan dari hasil pembahasan yang telah dilakukan peneliti adalah:

6.2.1 Bagi manajemen Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan

Pihak rumah sakit diharapkan memiliki bidang keperawatan yang dapat mengawasi staf keperawatan dan memantau pelaksanaan supervisi di rumah sakit. Pihak manajemen rumah sakit diharapkan dapat melakukan pembinaan terhadap kepala ruangan sehingga memiliki keterampilan sebagai supervisor, dapat mengoptimalkan keterlibatkan perawat pelaksana yang berkaitan dengan supervisi, dan mempertahankan standar asuhan untuk meningkatkan mutu pelayanan. Pihak manajemen rumah sakit juga diharapkan dapat mengembangkan dan melaksanakan seminar dan pelatihan secara rutin dan berkelanjutan sesuai kebutuhan di rumah sakit, sehingga pengetahuan, keterampilan dan kemampuan kepala ruangan lebih meningkat.

6.2.3 Bagi penelitian selanjutnya

(53)

Gambar

Tabel 3.1 Tahap Pelaksanaan
Tabel 3.2  Variabel dan Definisi Operasional
Tabel 3.3
Tabel 3.4 Hasil Pilot Study Pelatihan Supervisi Kepala Ruangan di Rumah Sakit Royal
+7

Referensi

Dokumen terkait

1.5 Pengaruh Pelaksanaan Supervisi Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan ..... 2.2 Pengaruh Pelaksanaan

Dari berbagai pernyataan tentang penerapan supervisi oleh kepala ruangan dapat meningkatkan kinerja perawat pelaksana karena perawat pelaksana akan merasa diterima, dihargai

lengkap, tetapi penilaian kinerja perawat tidak terlaksana dengan optimal. Hubungan organisasi antara tenaga kesehatan terjalin dengan baik, memiliki misi. organisasi, tetapi

Suyanto (2009) mengemukakan model-model supervisi antara lain: 1) Model konvensional: Supervisi dilakukan melalui inspeksi langsung untuk menemukan masalah dan kesalahan dalam

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara fungsi manajemen kepala ruangan dengan kepatuhan perawat pelaksana dalam penerapan patient safety

menyelesaikan tesis ini yang ber judul “Hubungan Fungsi Supervisi Kepala Ruangan dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum.

Hasil pengujian adanya hubungan antara supervisi kepala ruangan dengan kepuasan perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Liunkendage Tahuna, menunjukkan adanya kemiripan

Hasil penelitian dengan uji Person Product Moment diketahui ada hubungan yang tinggi antara fungsi supervisi kepala ruangan dengan produktivitas kerja perawat pelaksana di