• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Lingkar Perut dan Fungsi Kognitif pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Purnama Kota Pontianak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan antara Lingkar Perut dan Fungsi Kognitif pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Purnama Kota Pontianak"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA LINGKAR PERUT DAN FUNGSI

KOGNITIF PADA PENDERITA DIABETES MELITUS

TIPE 2 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

PURNAMA KOTA PONTIANAK

RIZKI NOVITA PRADINI

I111 12 018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

(2)
(3)

2

HUBUNGAN ANTARA LINGKAR PERUT DAN FUNGSI

KOGNITIF PADA PENDERITA DIABETES MELITUS

TIPE 2 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

PURNAMA KOTA PONTIANAK

Rizki Novita Pradini1; Petrus J. Hasibuan2; Mitra Handini3

Intisari

Latar Belakang: Beberapa studi telah menunjukkan hubungan antara diabetes melitus dan gangguan kognitif serta terjadinya penurunan fungsi kognitif secara cepat. Penelitian Withmer menunjukkan adanya peningkatan ressiko terjadinya gangguan kognitif atau demensia pada individu yang mengalami obesitas. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara lingkar perut dan fungsi kognitif pada penderita DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Purnama Kota Pontianak. Metodologi: Penelitian ini menggunakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan secara cross sectional. Subjek dalam penelitian berjumlah 40 pasien diabetes melitus tipe 2 yang dikumpulkan dengan teknik consecutive sampling dengan pengukuran lingkar perut dilanjutkan pengisian kuesioner Montreal Cognitive Assesment versi Indonesia. Data kemudian dianalisis dengan program SPSS. Hasil: Dari 40 pasien yang dilibatkan pada penelitian, sebanyak 20 pasien mengalami obesitas sentral disertai gangguan fungsi kognitif. Dengan menggunakan uji analisis Fisher didapatkan nilai p = 0,033 (<0,05), sehingga hipotesis kerja diterima. Pada penelitian ini didapatkan nilai RR sebesar 4,242 dengan interval kepercayaan 95% berkisar antara 0,677 dan 26,587. Hal ini berarti bahwa lingkar perut merupakan faktor resiko untuk terjadinya gangguan fungsi kognitif yakni pada subjek yang mengalami obesitas sentral mempunyai resiko mengalami gangguan fungsi kognitif 4,242 kali lebih besar dibandingkan dengan subjek yang tidak mengalami obesitas sentral. Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna antara lingkar perut dan fungsi kognitif pada penderita DM tipe 2.

Kata Kunci: obesitas sentral, lingkar perut, diabetes melitus tipe 2, fungsi kognitif

_____________________________________________________________________________________________________

1) Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat

2) Departemen Penyakit Dalam, Rumah Sakit Kharitas Bhakti, Pontianak, Kalimantan Barat.

3) Departemen Fisiologi, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat.

(4)

3

THE RELATIONSHIP BETWEEN WAIST CIRCUMFERENCE

AND COGNITIVE FUNCTION AMON TYPE 2 DIABETES

MELLITUS PATIENTS IN PUSKESMAS

PURNAMA KOTA PONTIANAK.

Rizki Novita Pradini1; Petrus J. Hasibuan2; Mitra Handini3

Abstract

Background: Several studies have shown a relationship between diabetes

mellitus and cognitive impairment with rapid decline in cognitive function.

Withmer’s study showed an increased risk of cognitive impairment or determine

individuals who are obese. Objective: This research was aimed to evaluate the relationship between waist circumference and cognitive function among type 2 diabetes mellitus patients in Puskesmas Purnama Kota Pontianak. Method: This research was an analytical observation with a cross sectional approach. Subjects in this research were 40 patients with type 2 diabetes mellitus collected by consecutive sampling technique with measured waist circumference followed by the Montreal Cognitive Assessment questionnaires Indonesian version. Data were then analyzed with SPSS. Results: twenty out of fourty patients involved in this research were found to have central obesity and cognitive impairment. By using Fisher analysis test p value = 0.033 (<0.05), so that the working hypothesis is accepted. In this research obtained RR values of 4.242 with a 95% confidence interval ranging between 0.677 and 26.587. This means that waist circumference is a risk factor for the occurrence of cognitive impairment in subjects who are central obesity have impaired cognitive function 4.242 times risk greater than the subjects that are not central obesity. Conclusion: There is a significant relationship between waist circumference and cognitive function in patients with type 2 diabetes mellitus.

Keywords: central obesity, waist circumference, type 2 diabetes mellitus,

cognitive function

_____________________________________________________________________________________________________

1) Medical School, Faculty of Medicine, University of Tanjungpura Pontianak, West Kalimantan.

2) Department of Internal Medicine, Kharitas Bhakti Hospital, Pontianak, West Kalimantan.

3) Department of Physiology, Faculty of Medicine, University of Tanjungpura Pontianak, West Kalimantan.

(5)

4

LATAR BELAKANG

Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia kronis akibat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein karena kerusakan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Penyakit ini menjadi salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia karena perannya dalam perkembangan penyakit optik, renal, neuropatik dan kardiovaskuler.1 Diabetes tipe 2 merupakan tipe diabetes terbanyak di seluruh dunia, yaitu 90% kasus dari semua tipe diabetes.2 Lembaga kesehatan dunia, atau World Health Organization (WHO) mengingatkan prevalensi penderita diabetes di Indonesia berpotensi mengalami kenaikan drastis dari 8,4 juta orang pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta penderita di 2030.3 Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Pontianak didapatkan sebanyak 4.866 kasus pada tahun 2012 dan meningkat pada tahun 2013 menjadi 5.703 kasus. Di Kota Pontianak pada tahun 2013, Puskesmas Purnama merupakan puskesmas dengan kejadian diabetes terbanyak yaitu sebanyak 721 kasus.4

Peningkatan kasus DM yang tajam banyak terjadi pada masyarakat dengan perubahan pola konsumsi tinggi lemak dan mempunyai kebiasaan aktifitas fisik yang rendah, sehingga meningkatnya kasus overweight dan obesitas. Orang yang kurang gerak cenderung overweight dan obesitas yang kemudian berhubungan dengan terjadinya peningkatan diabetes melitus.5

Lingkar perut merupakan salah satu metode antropometri obesitas abdominal atau obesitas sentral yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas akibat obesitas, misalnya diabetes melitus tipe 2, sindrom metabolik, dan penyakit jantung koroner.6

Diabetes melitus meningkatkan resiko komplikasi mikrovaskuler, seperti retinopati, neuropati, dan nefropati serta komplikasi makrovaskuler meliputi pembuluh darah perifer, penyakit kardiovaskular dan penyakit neurologis (termasuk serebrovaskular).7-9 Selain komplikasi-komplikasi umum yang telah diketahui, terdapat pula komplikasi lain yang merupakan kombinasi dari mikro dan makrovaskuler yaitu gangguan fungsi kognitif. Beberapa studi telah menunjukkan hubungan antara diabetes melitus dan gangguan kognitif dan terjadinya penurunan fungsi kognitif secara cepat.10,11

Penelitian Withmer menunjukkan adanya peningkatan resiko terjadinya gangguan kognitif atau demensia pada individu yang mengalami obesitas.12 Hubungan tersebut diduga terjadi melalui penyakit kardiovaskular dan diabetes, dimana kedua penyakit tersebut terbukti meningkatkan resiko terjadinya demensia.13-15

Penelitian mengenai kaitan lingkar perut dan gangguan kognitif masih belum pernah dilakukan. Berdasarkan hal itu, peneliti merasa perlu melakukan penelitian mengenai lingkar perut dan gangguan kognitif.

(6)

5

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan pendekatan potong lintang. Subjek yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 yang berobat di Puskesmas Purnama Kecamatan Pontianak Selatan Kota Pontianak yang memenuhi kriteria penelitian. Sampel diambil dengan pemilihan sampel tidak berdasarkan peluang dengan jenis consecutive sampling.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien yang menderita DM tipe 2 yang datang berobat ke Puskesmas Purnama dan tercatat dalam rekam medis, berusia diantara 40 – 65 tahun yang telah menderita DM tipe 2 dan telah diberi pengobatan DM lebih dari 3 bulan serta berkemampuan baca tulis (minimal lulusan SD). Kriteria eksklusi mencakup pasien dengan riwayat penyakit stroke, trauma kepala, epilepsi, infeksi sistem saraf pusat (ssp), tumor otak, memakai obat-obatan yang dapat memengaruhi ssp (riwayat terapi obat penenang), gangguan psikiatrik, depresi, dan gangguan jiwa lainnya, tidak merokok, tidak menderita hipertensi grade II serta pasien yang tidak dapat berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia.

Sebanyak 40 orang subjek penelitian yang memenuhi kriteria penelitian kemudian dilakukan informed consent sebelum melakukan pengukuran lingkar perut dan mengisi kuesioner Montreal Cognitive Assesment versi Indonesia (MoCa-Ina). Data diperoleh melalui data sekunder.

Data-data yang diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis menggunakan SPSS 20.0. Analisis dilakukan secara univariat dan bivariat untuk melihat ada tidaknya hubungan antara masing-masing variabel bebas dan variabel terikat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Analisis Univariat

Karakteristik Subyek Penelitian Berdasarkan Usia

Kelompok usia dalam penelitian ini dikelompokkan dengan menggunakan perhitungan sturges. Usia termuda dalam penelitian ini adalah 41 tahun dan usia tertua 64 tahun. Kelompok usia terbanyak ditemukan pada kelompok usia 57-60 tahun yaitu sebanyak 14 orang (35%) sedangkan kelompok usia responden yang memiliki distribusi terkecil berada pada kelompok usia 41-44 tahun, 45-48 tahun dan 61-64 tahun yaitu sebanyak 2 orang (5%). Rerata usia dalam penelitian ini adalah 54 tahun. Distribusi subyek penelitian berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 1.

(7)

6 Tabel 1. Distribusi Subyek Penelitian Berdasarkan Usia

No. Usia (Tahun) Frekuensi (Orang) Persentase (%)

1. 41-44 2 5,0 2. 45-48 2 5,0 3. 49-52 13 32,5 4. 53-56 7 17,5 5. 57-60 14 35,0 6. 61-64 2 5,0 Total 40 100,0

Karakteristik Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Jumlah responden laki-laki yaitu sebanyak 19 orang (47,5%) dan perempuan yaitu sebanyak 21 orang (52,5%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Distribusi subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Frekuensi (Orang) Persentase (%)

1. Laki-laki 19 47,5

2. Perempuan 21 52,5

Total 40 100,0

Karakteristik Subyek Penelitian Berdasarkan Hipertensi/ Non Hipertensi Karakteristik subyek penelitian berdasarkan ada tidaknya hipertensi ditemukan bahwa penderita DM lebih banyak yang menderita hipertensi yaitu sebanyak 24 orang (60%) dan tidak hipertensi yaitu 16 orang (40%). Distribusi subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 3. Distribusi Subyek Penelitian Berdasarkan Riwayat Hipertensi No. Riwayat Hipertensi Frekuensi (Orang) Persentase (%)

1. Hipertensi 24 60,0

2. Non Hipertensi 16 40,0

Total 40 100,0

Karakteristik Subyek Penelitian Berdasarkan Riwayat Pendidikan

Karakteristik subyek penelitian berdasarkan riwayat pendidikan ditemukan bahwa riwayat pendidikan terbanyak adalah perguruan tinggi yaitu sebanyak 19 orang (47,5%) sedangkan riwayat pendidikan responden yang memiliki distribusi terkecil adalah SMP yaitu sebanyak 3 orang (7,5%). Distribusi subyek penelitian berdasarkan riwayat pendidikan dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Distribusi Subyek Penelitian Berdasarkan Riwayat Pendidikan No. Riwayat Pendidikan Frekuensi (Orang) Persentase (%)

1. Perguruan Tinggi 19 47,5

2. SMA 13 32,5

3. SMP 3 7,5

4. SD 5 12,5

(8)

7 Karakteristik Subyek Penelitian Berdasarkan Lingkar Perut

Karakteristik subyek penelitian berdasarkan lingkar perut ditemukan bahwa responden yang obesitas sentral yaitu sebanyak 33 orang (82,5%) dan tidak obesitas sentral yaitu sebanyak 7 orang (17,5%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden lebih banyak mengalami obesitas sentral dibandingkan tidak obesitas sentral. Distribusi subyek penelitian berdasarkan lingkar perut dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Distribusi Subyek Penelitian Berdasarkan Lingkar Perut

No. Lingkar Perut Frekuensi (Orang) Persentase (%)

1. Obesitas Sentral 33 82,5

2. Tidak Obesitas Sentral 7 17,5

Total 40 100,0

Karakteristik Subyek Penelitian Berdasarkan Fungsi Kognitif

Karakteristik subyek penelitian berdasarkan fungsi kognitif ditemukan bahwa responden yang terganggu fungsi kognitifnya yaitu sebanyak 21 orang (52,5%) dan yang tidak terganggu yaitu sebanyak 19 orang (47,5%). Distribusi subyek penelitian berdasarkan fungsi kognitif dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Distribusi Subyek Penelitian Berdasarkan Fungsi Kognitif

No. Fungsi Kognitif Frekuensi (Orang) Persentase (%)

1. Abnormal 21 52,5

2. Normal 19 47,5

Total 40 100,0

Analisis Bivariat

Hubungan Lingkar Perut dan Fungsi Kognitif

Hasil penelitian yang diperoleh disusun dalam tabel 2x2 untuk menganalisis ada atau tidaknya hubungan antara lingkar perut dan fungsi kognitif pada penderita DM tipe 2. Kemudian dilakukan uji hipotesis chi-square dan perhitungan nilai relative risk (RR) menggunakan program Statistical Product for Service Solution (SPSS) 20.0. Distribusi hubungan lingkar perut dan fungsi kognitif dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Hubungan Lingkar Perut dan Fungsi Kognitif Lingkar Perut Fungsi Kognitif RR, CI 95% P Abnormal Normal N % N % Obesitas Sentral 20 50,0 13 32,5 4,242 0,033 Tidak Obesitas Sentral 1 2,5 6 15,0 0,677-26,587 Total 21 52,5 19 47,5

(9)

8 Berdasarkan analisis SPSS 20.0 didapatkan nilai observed sebesar 20, 13, 6, 1 dan nilai expected sebesar 17,3, 15,7, 3,7, 3,3. Karena terdapat nilai expected yang bernilai kurang dari 5 ada 50% jumlah sel (yaitu 3,3 dan 3,7) maka data tersebut tidak layak diuji dengan menggunakan uji chi-square. Oleh karena itu, uji yang dipakai adalah uji alternatifnya yaitu uji Fisher.

Berdasarkan uji Fisher didapatkan nilai p sebesar 0,033 (p<0,05), hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara lingkar perut dan fungsi kognitif pada penderita DM tipe 2.

Relative Risk (RR) menunjukkan besar peran faktor resiko terhadap terjadinya efek. Hasil yang lebih besar dari nilai 1 menunjukkan faktor yang diteliti merupakan faktor resiko. Pada penelitian ini didapatkan nilai RR sebesar 4,242 dengan interval kepercayaan 95% berkisar antara 0,677 dan 26,587. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai RR >1. Hal ini berarti bahwa lingkar perut merupakan faktor resiko untuk terjadinya gangguan fungsi kognitif yakni pada subjek yang mengalami obesitas sentral mempunyai resiko mengalami gangguan fungsi kognitif 4,242 kali lebih besar dibandingkan dengan subjek yang tidak mengalami obesitas sentral. Hasil penelitian yang diperoleh sesuai dengan hipotesis yang diajukan.

Pembahasan

Distribusi Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Riwayat Hipertensi, dan Riwayat Pendidikan

Pada hasil penelitian, usia rata-rata responden yang menderita DM tipe 2 adalah 54 tahun, dimana usia responden yang paling tua adalah 64 tahun dan yang paling muda adalah 41 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian di Depok menunjukkan DM lebih tinggi prevalensinya pada kelompok usia 46-55 tahun. Penelitian lain di Manado tahun 2008 menunjukkan bahwa pasien DM tipe 2 yang berobat ke RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado umumnya pada kelompok usia 51-60 (44%) dan rata-rata usia 57 tahun. Faktor usia dapat menyebabkan resistensi insulin pada DM tipe 2, yang disebabkan oleh kelainan atau berkurangnya molekul insulin.16,17 Protein substrat intrasel tidak adekuat untuk mengaktivasi jalur P1-3K dan MAP Kinase, sehingga fungsi dari P1-3K dan MAP Kinase terganggu serta mengganggu rekrutmen GLUT-4 dari dalam sel yang di aktivasi oleh adanya transduksi sinyal. Selain itu, faktor usia yang berhubungan dengan faktor keturunan menyebabkan resistensi insulin akibat mutasi reseptor defek.18

Berdasarkan jenis kelamin, dijumpai jenis kelamin perempuan lebih dominan dibandingkan dengan laki-laki pada penderita DM tipe 2 dengan perbandingan 52,5% dan 47,5%. Dominasi jenis kelamin perempuan dibandingkan dengan laki-laki juga dilaporkan pada beberapa penelitian lain. Dari hasil penelitian Jelantik tahun 2014 diketahui pada kelompok kasus sebagian besar mempunyai jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 32 orang (64,0 %) dan yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 18 orang (36,0 %).19 Berdasarkan data riset kesehatan dasar

(10)

9 tahun 2013, secara nasional prevalensi DM tampak terjadi peningkatan jika dibandingkan dengan data riskesdas tahun 2007. Ditemukan pula bahwa prevalensi DM menurut karakteristik jenis kelamin dengan usia 15 tahun keatas pada perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-laki.20

Penyakit Diabetes Melitus ini sebagian besar dapat dijumpai pada perempuan dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan karena pada perempuan memiliki LDL atau kolesterol jahat yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki, dan juga terdapat perbedaan dalam melakukan semua aktivitas dan gaya hidup sehari-hari yang sangat mempengaruhi kejadian suatu penyakit, dan hal tersebut merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit Diabetes Melitus. Jumlah lemak pada laki-laki dewasa rata-rata berkisar antara 15-20 % dari berat badan total dan pada perempuan sekitar 20-25 %. Jadi peningkatan kadar lipid (lemak darah) pada perempuan lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki, sehingga faktor resiko terjadinya Diabetes Melitus pada perempuan 3-7 kali lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki yaitu 2-3 kali.21

Berdasarkan ada tidaknya hipertensi didapatkan bahwa pada penderita DM tipe 2 lebih banyak yang mengalami hipertensi dibandingkan non hipertensi dengan perbandingan yaitu sebanyak 24 orang (60%) dan 16 orang (40%). Dari hasil penelitian Jelantik tahun 2014 diketahui bahwa pada kelompok kasus sebagian besar yang menderita hipertensi yaitu sebanyak 44 orang (88,0%) dan yang tidak menderita hipertensi sebanyak 6 orang (12,0 %), sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar tidak menderita hipertensi 33 orang (66,0 %) dan yang menderita sebanyak 17 orang (34,0 %). Berdasarkan hasil uji koefisian kontingensi C didapat nilai p = 0,000 (p < 0,05) maka ada hubungan yang bermakna antara kejadian hipertensi dengan kejadian diabetes mellitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Mataram tahun 2013.19 Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang sebelumnya yang dilakukan Gibney tahun 2009, hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya DM. Hubungannya dengan DM tipe 2 sangatlah kompleks, hipertensi dapat membuat sel tidak sensitif terhadap insulin (resisten insulin).22,23 Padahal insulin berperan meningkatkan ambilan glukosa di banyak sel dan dengan cara ini juga mengatur metabolisme karbohidrat, sehingga jika terjadi resistensi insulin oleh sel, maka kadar gula di dalam darah juga dapat mengalami gangguan.24

Berdasarkan riwayat pendidikan didapatkan bahwa riwayat pendidikan terbanyak adalah perguruan tinggi yaitu sebanyak 19 orang (47,5%) diikuti SMA yaitu sebanyak 13 orang (32,5%), SD yaitu sebanyak 5 orang (12,5%) dan SMP yaitu sebanyak 3 orang (7,5%). Dari hasil penelitian Dita tahun 2012 didapatkan bahwa proporsi diabetes terbesar terdapat pada responden dengan tingkat pendidikan Diploma atau Sarjana, yaitu sebesar 5,7%. Sedangkan proporsi terendah ada pada responden dengan kelompok pendidikan tidak sekolah, yaitu 1,2%. Pada kelompok responden lainnya, yaitu kelompok pendidikan SD atau SMP/sederajat memiliki odds 2,2 kali lebih besar untuk mengalami diabetes dibanding responden yang tidak sekolah. Responden dengan tingkat pendidikan SMA/sederajat memiliki odds ratio 4,3 kali lebih besar untuk mengalami diabetes

(11)

10 dibanding responden yang tidak sekolah. Sedangkan responden dengan tingkat pendidikan Diploma atau Sarjana memiliki odds ratio 5 kali lebih besar untuk mengalami diabetes dibanding responden yang tidak sekolah.25 Ada indikasi bahwa dengan meningkatnya tingkat pendidikan seseorang lebih cenderung mau menerima dirinya sebagai orang sakit bila ia mengalami suatu gejala tertentu, daripada kelompok masyarakat yang lebih primitif. Mereka juga dilaporkan lebih cepat mencari pertolongan dokter dibanding masyarakat yang berstatus sosial lebih rendah.26

Hubungan Lingkar Perut dan Fungsi Kognitif

Obesitas sentral telah diteliti memiliki faktor resiko potensial pada penurunan kognitif, meskipun literatur yang ada masih jarang dan tidak konsisten. Ditambah lagi, banyak studi penelitian meneliti mengenai lingkar perut sebagai prediktor gangguan fungsi kognitif pada beberapa penyakit seperti hipertensi dan diabetes.27,28 Diduga lingkar perut yang tinggi berhubungan dengan kemampuan kecepatan psikomotor, fungsi eksekutif, dan atensi yang menurun baik dengan atau tanpa penyakit diabetes pada orang dewasa.27,29 Meskipun tidak ada temuan yang menyatakan berpengaruh terhadap kemampuan memori verbal, penamaan dan disfungsi kognitif.29,30

Nilai p pada uji Fisher dari penelitian ini adalah sebesar 0,033 (p<0,05). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara lingkar perut sebagai faktor resiko terjadinya gangguan fungsi kognitif. Hasil perhitungan nilai relative risk yang diperoleh sebesar 4,242. Hal ini berarti bahwa lingkar perut merupakan faktor risiko untuk terjadinya gangguan fungsi kognitif yakni pada subjek yang mengalami obesitas sentral mempunyai risiko mengalami gangguan fungsi kognitif 4,242 kali lebih besar dibandingkan dengan subjek yang tidak mengalami obesitas sentral. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Waldstein yang menemukan adanya hubungan antara lingkar perut dan fungsi kognitif, ditemukan hubungan yang bermakna terhadap lingkar perut yang besar pada penurunan kemampuan kecepatan motorik kasar, keterampilan manual, dan fungsi eksekutif. Tetapi, penemuan ini telah diteliti bersamaan dengan tekanan darah jika seseorang memiliki tekanan darah tinggi dan lingkar perut yang besar maka didapatkan skor yang lebih buruk dibandingkan seseorang yang memiliki tekanan darah tinggi atau lingkar perut yang besar.27 Waldstein menyebutkan bahwa obesitas sentral berhubungan dengan berbagai macam kelainan neuroendokrin yang salah satunya adalah hiperkortisolemia. Meningkatnya kadar kortisol tersebut berhubungan dengan atrofi hipokampus sehingga menyebabkan penurunan fungsi memori. Penelitian Gatto menemukan obesitas sentral diprediksi memiliki hubungan terhadap defisit kognitif pada usia pertengahan dan dewasa tua pada memori semantik, atensi, fungsi eksekutif, kecepatan visuo-motorik, memori visual, organisasi, dan fungsi kognitif global yang diukur dengan MMSE.29-31

(12)

11 Massa lemak total dan obesitas sentral diprediksi merupakan salah satu faktor resiko penurunan fungsi kognitif pada lanjut usia dengan DM. Penelitian Angela pada tahun 2010 menemukan bahwa pengukuran jaringan lemak dengan massa lemak total dan distribusi asam lemak berhubungan dengan kemunduran fungsi kognitif pada lanjut usia yang mengalami overweight dengan DM. Resiko demensia pada lanjut usia dengan DM lebih tinggi dibandingkan lanjut usia tanpa DM. Penelitian tersebut membuktikan bahwa massa lemak total dan obesitas sentral merupakan faktor resiko independen terhadap kemunduran fungsi kognitif pada lanjut usia dengan DM. Beberapa penelitian membuktikan bahwa obesitas memiliki hubungan terhadap resistensi insulin yang tinggi yang diketahui memiliki peran pada kemunduran fungsi kognitif.32

Jaringan lemak merupakan organ endokrin yang aktif memproduksi adipokin yang memiliki efek anti inflamasi seperti adiponektin, leptin, resistin, maupun pro-inflamasi seperti TNF-α dan IL-6.33 Jaringan lemak pada pasien DM mengalami peningkatan produksi sitokin pro-inflamasi.34 Kadar leptin diduga memiliki hubungan terhadap fungsi kognitif pada lanjut usia.35 Pada lanjut usia dengan DM memiliki IL-6 yang tinggi dibanding lanjut usia tanpa DM, meskipun setelah dilakukan kontrol terhadap IL-6, massa lemak total, lingkar perut, dan lingkar pinggul tetap menjadi faktor risiko terjadinya kemunduran fungsi kognitif berdasarkan MMSE (Mini Mental State Examination) dan CCS (Cairan Cerebrospinal).36 Efek peningkatan produksi sitokin pro-inflamasi pada penderita DM dan proses penuaan lebih merusak pada berbagai penyakit termasuk kemunduran fugnsi kognitif. Meskipun memiliki inflamasi kronik seperti DM, obesitas sentral dan massa lemak total tetap dapat digunakan untuk memprediksi kemunduran fungsi kognitif. Penelitian Angela pada tahun 2010 menunjukkan bahwa distribusi massa lemak total dan obesitas sentral merupakan faktor risiko independen terhadap kemunduran fungsi kognitif pada lanjut usia dengan DM, ini melibatkan peran jaringan lemak viseral terhadap fungsi kognitif.32

Penelitian mengenai fungsi leptin dalam konteks hipotalamus dan perilaku makan sudah banyak diteliti, hal ini dikarenakan reseptor leptin tersebar diseluruh area korteks dalam jumlah yang banyak. Studi terbaru menunjukkan bahwa leptin juga memiliki efek terhadap fungsi kognitif seseorang. Hal ini didukung oleh jumlah reseptor leptin yang banyak terdapat pada hipokampus.37 Leptin diduga berperan penting dalam fungsi kognitif seperti proses pembelajaran dan memori melalui plastisitas sinaps pada neuron hipokampus, potensiasi jangka panjang (Long Term Potentiation/ LTP), serta depresi jangka panjang (Long Term Depression/ LTD).38,39 Leptin telah diteliti dapat memediasi reseptor N-methyl D-aspartate (NMDA) yang berperan menginduksi potensiasi jangka panjang melalui peningkatan influks kalsium.38,39

LTP telah diteliti secara intensif di berbagai sinaps dimana terdapat banyak reseptor NMDA. Reseptor NMDA adalah reseptor untuk glutamat neurotrasmiter eksitatorik utama otak. Reseptor NMDA tidak merespon secara maksimal kecuali

(13)

12 bila dua peristiwa terjadi secara simultan yaitu glutamat harus terikat pada reseptor NMDA dan neuron post-sinaptik harus sudah terdepolarisasi secara parsial. Persyaratan ganda ini berasal dari fakta bahwa kanal kalsium yang berhubungan dengan reseptor-reseptor NMDA hanya memungkinkan sejumlah kecil ion kalsium untuk memasuki neuron, kecuali jika neuron itu sudah terdepolarisasi pada saat glutamat mengikat diri pada reseptor. Influks (aliran masuk) ion-ion kalsium inilah yang memicu potensial aksi dan menimbulkan cascade peristiwa di neuron post-sinaptik yang akan menginduksi LTP. Mekanisme bagaimana influks kalsium menginduksi LTP sangat kompleks tetapi, ada bukti bahwa kalsium memberikan efeknya dengan mengaktifkan protein kinase di sitoplasma neuron. Penelitian yang konsisten mengenai hal itu adalah penemuan inhibitor kinase protein dapat memblokir induksi LTP.40

Penelitan eksperimen pada tikus yang diinduksi obesitas dan mengalami resistensi terhadap leptin menunjukkan bahwa terdapat penurunan potensiasi jangka panjang dan gangguan pada memori spasial.41,42 Penelitian lain pada tikus yang diinduksi diabetes juga menunjukkan bahwa terdapat defisit memori spasial yang berhubungan dengan disregulasi leptin.43,44 Sebaliknya, pada tikus yang diinduksi mengalami penurunan berat badan melalui bypass lambung atau gastrektomi (Vertical Sleeve Gastrectomy/ VSG) menunjukkan terdapat peningkatan fungsi hipokampus yaitu dalam proses pembelajaran. Peningkatan memori spasial hanya ditemukan pada tikus yang diberi perlakuan bypass lambung.45 Hal ini menandakan bahwa penurunan berat badan yang cukup dapat meningkatkan sensitivitas leptin yang dapat memperbaiki fungsi hipokampus. Manusia dengan DM tipe 2 yang juga sering mengalami resistensi leptin diduga dapat mengalami demensia dan gangguan memori apabila manusia dan tikus dalam percobaan diatas memiliki aktivitas leptin pada otak yang sama.46-49 Disregulasi hormon leptin bersamaan dengan proses penuaan dapat secara langsung mempengaruhi degenerasi Alzheimer dengan meningkatkan deposisi Abeta di jaringan otak.50

Selain itu, leptin juga dapat menghambat aktivitas neuronal Nitrit Oxide Synthase (nNOS). NOS diketahui dapat mempengaruhi memori yang diduga dari mekanisme regulasi leptin.51 Berbagai bentuk NOS dapat memiliki pengaruh terhadap proses pembelajaran dan memori yang berbeda, melalui lokasi aksi yang berbeda pula. NOS hipokampal terdapat lebih tinggi pada tikus yang memiliki memori rusak yang banyak sehingga menyebabkan keterlambatan dalam proses pembelajaran.52 Hubungan antara NO dan memori telah pernah diteliti sebelumnya. LTP dan LTD berperan dalam mekanisme dominan proses pembelajaran dan memori, diyakini diprakarsai oleh NO/ jalur siklik GMP. Ekspresi LTD seperti plastisitas sinaptik dalam hipokampus berkaitan dengan pembentukan beberapa jenis pembelajaran motorik dan memori.53 Hal ini dapat menjadi lebih rumit seiring berkembangnya penelitian mengenai NOS dan aktivitas nitrit oxide yang memiliki pengaruh terhadap pembelajaran dan memori, defisiensi NOS dan aktivitas nitrit oxide berhubungan dengan penyakit Alzheimer

(14)

13 serta fungsi memori memburuk.51,54 Interaksi antara leptin dan NOS yang berhubungan dengan memori masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.

Ada berbagai keadaan patologi pada obesitas yang menunjang bahwa keadaan obesitas memperburuk fungsi memori, diantaranya adalah kadar HDL (High Density Lipoprotein) dan kadar adinoponektin yang dimiliki oleh obesitas. HDL berfungsi membawa kolesterol menuju sel-sel yang membutuhkan kolesterol. Jika terjadi gangguan pada metabolisme lipoprotein HDL seperti pada keadaan obesitas, maka akan terjadi gangguan dalam pemenuhan kebutuhan kolesterol di otak. Selain mengakibatkan gangguan pemenuhan kebutuhan kolesterol di otak, kekurangan lipoprotein HDL dapat menyebabkan gangguan pembuangan oksisterol. Adanya gangguan pada pembuangan oksisterol ini akan menyebabkan meningkatnya proses inflamasi di neuron yang dapat menimbulkan gangguan pada fungsi sinaps.55 Kadar adinoponektin ditemukan rendah pada keadaan obesitas. Penurunan kadar adinoponektin ini berkaitan dengan peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT), penurunan sensitivitas insulin, profil lemak dalam plasma yang aterogenik, peningkatan kadar penanda inflamasi dan peningkatan resiko untuk penyakit kardiovaskuler. Oleh karena itu, kadar adinoponektin dapat digunakan sebagai suatu indikator untuk sindrom metabolic.56 Teori tersebut juga menunjang hasil penelitian yang dilakukan oleh Gunstad dkk pada tahun 2010 bahwa kegemukan berhubungan dengan atrofi serebral dan substansia alba (substansi putih) dimana faktor inflamatori disinyalir berhubungan dengan perubahan fungsi kognitif tersebut.57

KESIMPULAN

Terdapat hubungan bermakna antara lingkar perut dan fungsi kognitif pada penderita diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Purnama Kota Pontianak. Obesitas sentral merupakan faktor resiko terjadinya penurunan fungsi kognitif pada penderita DM tipe 2, dalam hal ini seseorang yang mengalami obesitas sentral memiliki resiko mengalami gangguan fungsi kognitif 4,242 kali lebih besar dibandingkan dengan seseorang yang tidak obesitas sentral.

Saran bagi masyarakat, untuk mencegah terjadinya obesitas (terutama obesitas sentral) pada penderita DM tipe 2 disarankan untuk mengatur pola makan, olahraga yang teratur dan kontrol gula darah. Bagi tenaga kesehatan, memberi penjelasan kepada pasien agar meminum obat DM secara teratur untuk mencegah kenaikan gula darah. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan desain penelitian yang berbeda misalnya dengan menggunakan desain penelitian kohort prospektif dengan kelompok pembanding sehingga perjalanan penyakit dapat diikuti dalam jangka waktu lebih lama. Beberapa faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan pada penelitian ini seperti hipertensi dapat dikendalikan pada penelitian selanjutnya.

(15)

14

DAFTAR PUSTAKA

1.

American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care. 2008;29(1):43–6.

2.

International Diabetes Federations. About Diabetes. 2014; Available from: http://www.idf.org/sites/default/files/EN_6E_Atlas_Full_0.pdf.

3.

Overall Numbers, Diabetes and Prediabetes Diabetes by Race/Ethnicity. 2014;

4.

Dinas Kesehatan Kota Pontianak. Data Penyakit LBI ICD9 2013. Pontianak: Dinas Kesehatan Kota Pontianak.; 2013.

5.

World Health Organization. WHO - Controlling the Global Obesity Epidemic [Internet]. 2013. Available from: http://www.who.int/nutrition/topics/obesity/en/

6.

Pierre H. Increases in Waist Circumference and Weight as Predictors of Type 2 Diabetes in Individuals with Impaired Fasting Glucose: Influence of Baseline BMI. Diabetes Care. 2010;33(8):1850–2.

7.

Ba-Tin L, Strike P, Tabet N. Diabetic Peripheral Microvascular Complications: Relationship to Cognitive Function. Cardiovascular Psychiatry and Neurology. 2011.

8.

Bell D. Current Status of Diabetes Treatment. South Med Journal. 2002;95:24–9.

9.

Deshpande AD, Harris-Hayes M, Schootman M. Epidemiology of Diabetes and Diabetes-Related Complications. Physical Therapy. 2008. p. 1254–64.

10.

Knopman D, Boland LL, Mosley T, Howard G, Liao D, Szklo M, et al. Cardiovascular Risk Factors and Cognitive Decline in Middle-Aged Adults. Neurology. 2001;56(1):42–8.

11.

Luchsinger JA, Tang MX, Stern Y, Shea S, Mayeux R. Diabetes Mellitus and Risk of Alzheimer’s Disease and Dementia With Stroke in a Multiethnic Cohort. Am J Epidemiol. 2001;154(7):635–41.

12.

Whitmer R a, Gunderson EP, Barrett-Connor E, Quesenberry CP, Yaffe K. Obesity in Middle Age and Future Risk of Dementia: a 27 Year Longitudinal Population Based Study. BMJ. 2005;330(7504):1360.

13.

Elias MF, Elias PK, Sullivan LM, Wolf P a, D’Agostino RB. Lower Cognitive

Function in the Presence of Obesity and Hypertension: The Framingham Heart Study. Int J Obes Relat Metab Disord. 2003;27(2):260–8.

14.

Purnomo L. Burdens of Obesity on Health. In: Darmono D, Suhartono T, editors. Pertemuan Ilmiah Tahunan V Endokrinologi. Semarang: PERKENI; 2004.

15.

Tataranni P, Bogardus C. Obesity and Diabetes Mellitus. In: Inzucchi SE, editor. The Diabetes Mellitus Manual. sixth edit. New York: Mc-Graw Hill Comp.; 2005.

16.

Sekeon SAS. The Epidemyologi and Control of Type 2 Diabetes Mellitus in North Sulawesi Province, Indonesia [Thesis]. Amsterdam: Vrije Iniversiteit. 2008.

(16)

15

17.

Mogensen, CE. Microalbuminuria, Blood Pressure and Diabetic Renal Disease: Origin and Development of Ideas. In: Mogensen CE, ed. The Kidney and Hypertension in Diabetes Mellitus. 5th ed. Boston Kluwer: 2000. 655-706.

18.

Gardner DG, Dolores S (editors). Greenspan’s Basic Clinical Endocrinology.

United States of America : McGraw-Hill Companies; 2007. 575-653.

19.

Jelantik IGM, Haryati E. Hubungan Faktor Risiko Umur, Jenis Kelamin, Kegemukan dan Hipertensi dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Mataram. Med Ilm. 2014;8(1).

20.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2013. (Online)(http://labmandat.litbang.depkes.go.id/images/download/laporan/RKD /2013/Laporan_riskesdas_2013_110314.pdf). Diakses pada tanggal 20 Februari 2014.

21.

Soeharto I. Serangan Jantung dan Stroke Hubungannya Dengan Lemak dan Kolesterol. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2004.

22.

Gibney MJ, Kearney, Arab L. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC. 2009. 54.

23.

Mihardja L. Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula Darah pada Penderita Diabetes Mellitus dalam Majalah Kedokteran Indonesia. Jakarta. 2009.

24.

Guyton AC, Hall JE. Metabolisme Karbohidrat dan Pembentukan Adenosin Tripospat dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2008.

25.

Garnita D. Faktor Risiko Diabetes Melitus Di Indonesia (Analisis Data Sakerti 2007) [Skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia. 2012.

26.

Fatmawati A. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Pasien Rawat Jalan (Studi Kasus Di RSUD Sunan Kalijaga Demak) [Skripsi]. Semarang: Universitas Negeri Semarang. 2010.

27.

Yaffe K, Kanaya A, Lindquist K, Simonsick EM, Harris T, Shorr RI, et al. The Metabolic Syndrome, Inflammation, and Risk of Cognitive Decline. JAMA. 2004;292(18):2237–42.

28.

Farooqui A a, Horrocks L a. Phospholipase A2-Generated Lipid Mediators in the Brain: the Good, the Bad, and the Ugly. Neuroscientist. 2006;12(3):245– 60.

29.

Waldstein SR, Katzel LI. Interactive Relations of Central Versus Total Obesity and Blood Pressure to Cognitive Function. Int J Obes (Lond). 2006;30(1):201–7.

30.

Kim E, Cho MH, Cha KR, Park JS, Ahn C-W, Oh BH, et al. Interactive Effect of Central Obesity and Hypertension on Cognitive Function in Older Out-Patients with Type 2 Diabetes. Diabet Med. 2008;25(12):1440–6.

31.

Driscoll I, Espeland M a, Wassertheil-Smoller S, Gaussoin S a, Ding J, Granek I a, et al. Weight Change and Cognitive Function: Findings from the Women’s Health Initiative Study of Cognitive Aging. Obesity (Silver Spring). 2011;19(8):1595–600.

32.

Abbatecolla AM, et al. Adiposity Predict Cognitive Decline in Older Persons with Diabetes: A 2 Year Follow-Up. Journal Pone. 2010.

(17)

16

33.

Trujillo ME, Scherer PE. Adiponectin—Journey From an Adipocyte Secretory

Protein to Biomarker of The Metabolic Syndrome. J Intern Med. 2005;257: 167–75.

34.

Sam S, Haffner S, Davidson MH, D'Agostino RB Sr, Feinstein S, et al. Relation of Abdominal Fat Depots to Systemic Markers of Inflammation in Type 2 Diabetes. Diabetes Care. 2009;32:932–7.

35.

Holden KF, Lindquist K, Tylavsky FA, Rosano C, Harris TB, et al. Serum Leptin Level and Cognition in The Elderly: Findings from the Health ABC Study. Serum Leptin Levels are Associated with Cognitive Function in Older Adults. Neurobiol Aging. 2009;30(9):1483–9.

36.

Chen B, Liao WQ, Xu N, Xu H, Wen JY, et al. Adiponectin Protects Against Cerebral Ischemia-Reperfusion Injury Through Anti-Inflammatory Action. Brain Res. 2009;1273:129–37.

37.

Shanley LJ, O'Malley D, Irving AJ, et al. Leptin Inhibits Epileptiform-Like Activity in Rat Hippocampal Neurones Via Pi 3-Kinase-Driven Activation of BK Channels. J Physiol 2002;545 (Pt. 3):933–44.

38.

Shanley LJ, Irving AJ, Harvey J. Leptin Enhances NMDA Receptor Function and Modulates Hippocampal Synaptic Plasticity. J Neurosci 2001;21(24):RC186.

39.

Durakoglugil M, Irving AJ, Harvey J. Leptin Induces a Novel Form of NMDA Receptor-Dependent Long-Term Depression. J Neurochem 2005;95(2):396– 405.

40.

Hergenhahn BR, Olson MH. An Introduction to Theories of Learning. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. 1997.

41.

Li XL, Aou S, Oomura Y, et al. Impairment of Long-Term Potentiation and Spatial Memory in Leptin Receptor-Deficient Rodents. Neuroscience 2002;113(3):607–15.

42.

Winocur G, Greenwood CE, Piroli GG, et al. Memory Impairment in Obese Zucker Rats: An Investigation of Cognitive Function in an Animal Model of Insulin Resistance and Obesity. Behav Neurosci 2005;119(5):1389–95.

43.

Biessels GJ, Kamal A, Ramakers GM, et al. Place Learning and Hippocampal Synaptic Plasticity in Streptozotocin-Induced Diabetic Rats. Diabetes 1996;45(9):1259–66.

44.

Kamal A, Biessels GJ, Urban IJ, et al. Hippocampal Synaptic Plasticity in Streptozotocin-Diabetic Rats: Impairment of Long-Term Potentiation and Facilitation of Long-Term Depression. Neuroscience 1999;90(3):737–45.

45.

Grayson BE, Fitzgerald MF, Hakala-Finch AP, et al. Improvements in Hippocampal-Dependent Memory and Microglial Infiltration with Calorie Restriction and Gastric Bypass Surgery, But Not with Vertical Sleeve Gastrectomy. Int J Obes (Lond) 2013;38(3):349–56.

46.

Alagiakrishnan K, Sankaralingam S, Ghosh M, et al. Antidiabetic Drugs and Their Potential Role in Treating Mild Cognitive Impairment and Alzheimer's Disease. Discov Med 2013;16(90):277–86.

(18)

17

47.

Kerti L, Witte AV, Winkler A, et al. Higher Glucose Levels Associated with Lower Memory and Reduced Hippocampal Microstructure. Neurology 2013;81(20):1746–52.

48.

Moran C, Phan TG, Chen J, et al. Brain Atrophy in Type 2 Diabetes: Regional Distribution and Influence on Cognition. Diabetes Care 2013;36(12):4036–42.

49.

van Eersel ME, Joosten H, Gansevoort RT, et al. The Interaction of Age and Type 2 Diabetes on Executive Function and Memory in Persons Aged 35 Years or Older. PLoS One 2013;8(12):e82991.

50.

Wu D, Tseng IJ, Yuan RY, Hsieh CY, Hu CJ. Memory Consolidation and Inducible Nitric Oxide Synthase Expression During Different Sleep Stages in Parkinson Disease. Sleep Medicine 2014;15(1):116–120.

51.

Paul V, Ekambaram P. Involvement of Nitric Oxide in Learning and Memory Processes. Indian J Med Res 2011;133:471–8.

52.

Gokcek-Sarac C, Karakurt S, Adali O, et al. Correlation Between Hippocampal Levels of Neural, Epithelial and Inducible NOS and Spatial Learning Skills in Rats. Behav Brain Res 2012;235(2):326–33.

53.

Fewlass DC, Noboa K, Pi-Sunyer FX, Johnston JM, Yan SD, Tezapsidis N. Obesity-Related Leptin Regulates Alzheimer’s Abeta The FASEB J. 2004; 18 : 1870-8.

54.

Lin AL, Zheng W, Halloran JJ, et al. Chronic Rapamycin Restores Brain Vascular Integrity and Function Through No Synthase Activation and Improves Memory In Symptomatic Mice Modeling Alzheimer's Disease. J Cereb Blood Flow Metab 2013;33(9):1412–21.

55.

Adyani. Hubungan Profil Lipid Dengan Gangguan Memori Pada Usia Paruh Baya [Skripi]. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2011.

56.

Renaldi O. Peranan Adinoponektin Terhadap Kejadian Resistensi Insulin Pada Sindrom Metabolik. Medical Review. 2009:22(1):65-9.

57.

Gunstad JA, Lhotsky CR, Wendell LF. Longitudinal Examination of Obesity and Cognitive Function: Results From The Baltimore Longitudinal Study of Aging. Neuroepidemiology. 2010;34(4):222-9.

Gambar

Tabel 2. Distribusi Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Referensi

Dokumen terkait

A&#34; Kelom$ok aktor I berdiskusi tentang $eran dari gambar !ang mereka ambilC dalam al ini gambar makluk idu$ tersebut di alam dimakan ole a$a dan memakan a$a&#34; &#34;

Genotipe IPB C174 x IPB C291 (Tabel 8) juga memiliki nilai daya gabung khusus tertinggi untuk karakter jumlah buah per tanaman dan IPB C291 merupakan tetua dengan nilai

Peneliti memfokuskan masalah ini dengan maksud mendeskripsikan bagaimana guru mengajarkan bahasa Arab terutama dalam upaya meningkatkan penguasaan kosakata kepada siswanya,

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peraturan perundang-undangan hak cipta belum cukup untuk memberikan perlindungan hukum terhadap cipta karya arsitektur yaitu kriteria yang

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini yaitu; 1) Penggunaan Electronic Filing (e- Filing) dalam Pelaporan SPT Tahunan PPh Pasal 21 adalah merupakan penggunaan

Analisis data posttest bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh hasil belajar fisika antara kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran berbasi masalah

Pelatihan Manajemen Organisasi dan Dinamika Kelompok bagi KMPH Merawan dilaksanakan di Dusun Buring Desa Muara Merang pada tanggal 27 – 29 Mei 2010. Tujuan utama pelatihan ini

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLII-3/W1, 2017 2017 International Symposium on Planetary Remote Sensing