• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENURUNAN TEKANAN DARAH SISTOLIK DAN DIASTOLIK PADA PASIEN HIPERTENSI PRIMER MELALUI LATIHAN SLOW DEEP BREATHING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENURUNAN TEKANAN DARAH SISTOLIK DAN DIASTOLIK PADA PASIEN HIPERTENSI PRIMER MELALUI LATIHAN SLOW DEEP BREATHING"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

PASIEN HIPERTENSI PRIMER MELALUI LATIHAN

SLOW DEEP

BREATHING

DI PUSKESMAS BINONG KABUPATEN TANGERANG

Fike Leleh 1, Dame Elysabeth2, Deby Kristiani3 1

Perawat Siloam Hospitals Lippo Village, fike.leleh@yahoo.com

2,3 Dosen Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Pelita Harapan Tangerang, dame.arna@uph.edu

ABSTRAK

Hipertensi adalah penyakit utama dunia dan seringkali diketahui setelah terjadi komplikasi. Ada 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia dengan 3 juta orang meninggal setiap tahunnya. 90% dari semua kasus hipertensi adalah hipertensi primer. Pasien hipertensi primer di puskesmas Siloam dan puskesmas Binong pada bulan Januari-September 2013 berjumlah 139 orang. SDB sebagai terapi non farmakologis untuk hipertensi yang termasuk ruang lingkup kewenangan mandiri perawat dengan teknik pernapasan 6-10x/menit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pelaksanaan SDB terhadap penurunan tekanan sistolik dan diastolik pada pasien hipertensi primer di puskesmas Siloam dan puskesmas Binong. Desain penelitian menggunakan quasy experiment dengan purposive sampling. Total sampel 29 responden, terbagi dalam kelompok intervensi 15 responden dan kelompok kontrol 14 responden. Penelitian dilakukan selama 4 minggu, Oktober-November 2013. Kelompok intervensi diberikan SDB selama 15 menit/hari, 3 kali dalam seminggu dengan pengawasan dan panduan video. Pengolahan data menggunakan uji-t independen. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh pelaksanaan SDB yang signifikan terhadap penurunan tekanan sistolik dengan p value 0.000 juga diastolik dengan p value 0.015. Disarankan agar perawat dan petugas kesehatan di puskesmas dapat melakukan sosialisasi SDB lebih luas lagi kepada masyarakat dan mengaplikasikannya kepada pasien dengan hipertensi primer

Kata kunci: Diastolik, Hipertensi, Puskesmas, Sistolik, Slow Deep Breathing

ABSTRACT

Hypertension is a major disease in the world and is often unknown after complications. There are 600 million people with hypertension with 3 million people die each year. 90 % of all cases of hypertension is primary hypertension. Totally 139 Patients with primary hypertension in the Siloam and Binong community health centers from January to September 2013. SDB is a one of non- pharmacological therapy for hypertension that included the scope of nurse authority independent with breathing techniques 6-10x/menit. This study aims to determine how the effect of implementation of the SDB to the reduced systolic and diastolic pressure in primary hypertension in Siloam and Binong community health centers. The study design using Quasy experiment with purposive sampling. The total sample of 29 respondents, divided into 15 respondents of intervention group and a 14 respondents of control group. The study was conducted for 4 weeks, from October to November 2013. The intervention group received the SDB for 15 minutes/day, 3 times a week with supervision and video guide. Processing data using independent t-test. The results showed there are significant changes both systolic (p value 0.00) and diastolic (p value 0.01)5. It is suggested that nurses and health workers in health centers to disseminate more widely the SDB to the community and applying it to patients with essential hypertension.

(2)

2

PENDAHULUAN

Dewasa ini, penyakit degeneratif makin banyak terjadi dalam kehidupan masyarakat, salah satunya adalah hipertensi yang seringkali diketahui setelah terjadi komplikasi. Hipertensi merupakan penyakit utama di dunia mengenai hampir 50 juta orang Amerika Serikat dan hampir 1 miliar orang di seluruh dunia (Pinzon & Asanti, 2010). Sedangkan data dari World Health

Organization (WHO) dan the

International Society of Hypertension (ISH) (2003) dalam Rahajeng & Tuminah (2009) melaporkan bahwa terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia dan 3 juta diantaranya meninggal setiap tahunnya.

Penelitian oleh Multinational Monitoring of Trends and Determinants in Cardiovascular Disease (MONICA) dalam Kabo (2008) melaporkan angka kejadian hipertensi di Indonesia berkisar 2-18%, yang artinya kira-kira terdapat 20 juta orang penderita hipertensi di Indonesia. Baradero, Dayrit, & Siswadi (2008) mengatakan bahwa 90% dari semua kasus hipertensi adalah hipertensi primer.

Data dari puskesmas Siloam, hipertensi merupakan penyakit terbanyak ketiga sejak tahun 2012 sampai tahun 2013 (Simpus puskesmas Siloam, 2013). Di puskesmas Binong penyakit hipertensi menempati urutan kesembilan jumlah kasus terbanyak pada tahun 2012 (Simpus puskesmas Binong, 2013).

Mengingat hipertensi primer seringkali muncul tanpa keluhan yang pada akhirnya telah menimbulkan komplikasi terutama stroke dan dalam pengontrolan tekanan darah harus terus menerus, maka diperlukan tindakan di luar obat-obatan untuk membantu penderita hipertensi dalam mengontrol tekanan darah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Corwin (2009) bahwa penanganan hipertensi bisa dengan terapi farmakologi dan nonfarmakologi. Selama ini penanganan hipertensi lebih menekankan pada terapi farmakologi dan jarang diberikan terapi nonfarmakologis. Terapi nonfarmakologis dapat berupa olahraga, diit rendah garam, penurunan berat badan, teknik relaksasi/nafas dalam, dan lain-lain. Slow Deep Breathing (SDB) atau nafas dalam saat ini banyak

(3)

3 teknik yang bisa digunakan menurunkan

atau mengontrol tekanan darah. SDB adalah berupa suatu keadaan inspirasi dan ekspirasi pernafasan dengan frekuensi pernafasan menjadi 6-10 kali per menit sehingga terjadi peningkatan regangan kardiopulmonari (Izzo, 2008; 138).

SDB merupakan lingkup kewenangan perawat, sering digunakan sebagai intervensi keperawatan terlebih saat mengatasi stres dan kecemasan. Penelitian-penelitian tentang efektifitas SDB pada penurunan tekanan darah telah banyak dilakukan karena SDB diharapkan bisa menjadi salah satu metode yang dapat dipergunakan penderita hipertensi dalam

oleh Joseph et al. (2005) “Slow Breathing Improves Arterial Baroreflex Sensitivity and Decrease Blood Pressure in Essential

Hypertension” akan meningkatkan

sensitivitas barorefleks dan menurunkan aktivitas simpatik serta mengaktifkan kemorefleks. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa dengan melakukan nafas dalam antara 6-15 kali per menit akan menurunkan tekanan sistolik dan diastolik penderita hipertensi. Penelitian tentang SDB ini perlu dikembangkan pada area pelayanan kesehatan masyarakat. Puskesmas merupakan tempat kerja perawat yang menjadi bagian dalam lingkungan praktik komunitas.

METODE

Penelitian ini menggunakan desain penelitian quasy experiment. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita hipertensi primer di puskesmas Binong dan puskesmas Siloam sejak Januari 2013 sampai September 2013 yang berjumlah 139 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling dengan kriteria inklusi: pasien dengan usia 25-60 tahun, pasien hipertensi primer derajat satu dan

dua sesuai dengan derajat hipertensi oleh JNC, sedangkan kriteria eksklusi yakni pasien dengan gangguan fungsi kognitif yaitu pasien tidak bisa mengerti dan menjalankan instruksi SDB yang diberikan oleh peneliti, panic disorder, major psychiatric disorder, pasien stroke, kejang, gagal jantung, gagal ginjal kronis, gangguan pernafasan termasuk asma atau penyakit paru obstruktif kronis, dan

(4)

4 kehamilan. Sebanyak 29 responden yang

menjadi partisipan dalam penelitian ini yaitu 15 responden sebagai kelompok intervensi dan 14 responden sebagai kelompok kontrol.

Penelitian diawali dengan melakukan pengukuran tekanan darah awal pada kedua kelompok, selanjutnya pada kelompok intervensi dilakukan SDB selama 15 menit perhari, 3 hari dalam seminggu selama 4 minggu (Oktober hingga November 2013) dengan panduan video. Prosedur dalam melakukan SDB yang terdapat dalam video yakni mengatur posisi pasien dengan posisi duduk, meminta pasien meletakkan kedua tangannnya di atas perut, menganjurkan pasien untuk bernapas perlahan dan dalam melalui hidung, menarik napas selama 3 detik, sambil merasakan abdomen mengembang saat menarik napas, meminta pasien untuk menahan napas selama 3 detik, pasien mengerutkan bibir (posisi bibir seperti saat bersiul), hembuskan napas melalui mulut secara perlahan dalam waktu 6 detik sambil merasakan abdomen bergerak turun, mengulangi langkah 1 hingga 5 selama 15 menit kemudian melakukan pengukuran tekanan darah

kembali baik pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol. Peneliti selanjutnya melihat hasil pengukuran tekanan darah pada akhir penelitian dan membandingkannya dengan tekanan darah pada awal penelitian. Semua responden diperlakukan dengan baik dan sopan tanpa diskriminasi antara responden intervensi dengan responden kontrol.

Peneliti menggunakan lembar instrumen demografi untuk mengetahui data-data demografi responden yang meliputi inisial, umur, jenis kelamin, dan lain-lain. Instrumen yang kedua adalah alat untuk pengukuran tekanan darah dengan menggunakan satuan pengukuran mmHg yaitu dengan tensimeter digital Omron model 7203. Tingkat akurasi +/- 3 mmHg dan range pengukuran adalah 0-299 mmHg (www.Omronhealthcare.com).

Alasan penggunaan instrumen digital adalah karena dalam penelitian ini melibatkan beberapa asisten peneliti, sehingga kemungkinan bisa terjadi perbedaan persepsi jika pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter air raksa. Instrumen yang terakhir adalah lembar observasi dan alat tulis untuk

(5)

5 selama penelitian. Data yang diperoleh menggunakan uji-t independent.

HASIL

Dari hasil penelitian selama bulan Oktober hingga November 2013 didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 1. Rata-rata tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah SDB pada pasien hipertensi primer di puskesmas Siloam dan puskesmas Binong kelompok intervensi Oktober- November 2013 (N=15)

Variabel N Rata-rata (mmHg) SD

Sistolik sebelum SDB 15 156.13 11.262

Sistolik sesudah SDB 15 130.93 14.743

Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata tekanan darah sistolik sebelum SDB adalah 156.13 mm Hg dengan standar deviasi (SD) = 11.262. Sedangkan

rata-rata tekanan sistolik kelompok intervensi setelah SDB adalah 130.93 mm Hg dengan SD = 14.743.

Tabel 2. Rata-rata tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah SDB pada pasien hipertensi primer di puskesmas Siloam dan puskesmas Binong kelompok intervensi Oktober- November 2013(N=15)

Variabel N Rata-rata (mmHg) SD

Diastolik sebelum SDB 15 89.13 11.987

Diastolik sesudah SDB 15 81.00 9.258

Berdasarkan Tabel 2 rata-rata tekanan darah diastolik pada kelompok intervensi sebelum

SDB adalah 89.13 mm Hg dengan SD = 11.987 dan setelah SDB adalah 81.00 mm Hg dengan SD = 9.258.

Tabel 3. Rata-rata tekanan darah Sistolik sebelum dan sesudah pada pasien hipertensi primer di puskesmas Siloam dan puskesmas Binong kelompok intervensi Oktober- November 2013 (N=14)

Variabel N Rata-rata (mmHg) SD

Sistolik sebelum 14 156.79 11.630

Sistolik sesudah 14 156.21 19.395

Menurut Tabel 3, Rata-rata tekanan darah sistolik pada kelompok kontrol (n=14)

pada awal pengukuran yaitu diakhir bulan Oktober 2013 adalah 156.79 mm Hg

(6)

6 dengan SD = 11.630. Rata-rata tekanan

darah sistolik kelompok kontrol pada

pengukuran di akhir bulan November 2013 adalah 156.21 mm Hg dengan SD = 19.395.

Tabel 4 Rata-rata tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah pada pasien hipertensi primer di puskesmas Siloam dan puskesmas Binong kelompok intervensi Oktober- November 2013 (N=14)

Variabel N Rata-rata (mmHg) SD

Diastolik sebelum 14 92.07 8.598

Diastolik sesudah 14 89.50 8.178

Rata-rata tekanan darah diastolik kelompok kontrol pada pengukuran di akhir bulan Oktober 2013 adalah 92.07

mm Hg dengan SD = 8.598 dan rata-rata tekanan darah diastolik pada pengukuran di akhir bulan November 2013 adalah 89.50 mm Hg dengan SD = 8.178.

Tabel 5 Pengaruh pelaksanaan SDB terhadap penurunan tekanan darah sistolik pada pasien dengan hipertensi primer di puskemas Siloam dan Puskesmas Binong Oktober- November 2013 (N=29)

Variabel Pelaksanaan SDB

N Rata-rata Sebelum (mmHg)

Rata- rata Sesudah (mmHg) p value Tekanan Darah Sistolik Dilakukan 15 156.13 130.93 0.000 Tidak Dilakukan 14 156.79 156.21 (α= 0.05)

Dari hasil analisis data tentang pengaruh pelaksanaan SDB terhadap penurunan

tekanan darah sistolik diperoleh p value 0.000.

Tabel 6 Pengaruh pelaksanaan SDB terhadap penurunan tekanan darah diastolik pada pasien dengan hipertensi primer di puskemas Siloam dan Puskesmas Binong Oktober- November 2013 (N=29)

Variabel Pelaksanaan SDB N Rata-rata Sebelum (mmHg)

Rata- rata Sesudah (mmHg) p value Tekanan Darah Diastolik Dilakukan 15 89.13 11.987 0.015 Tidak Dilakukan 14 81.00 9.258 (α= 0.05)

Dari uji statistik untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan SDB terhadap

penurunan tekanan darah diastolik didapatkan p value 0.015.

(7)

7 Hasil perhitungan perbedaan rata-rata

penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah pelaksanaan SDB menunjukkan perbedaan yang cukup besar dan secara statistik menunjukkan perbedaan yang signifikan. Penurunan rata-rata sistolik pada kelompok intevensi sebelum dan sesudah pelaksanaan SDB mencapai 25.2 mm Hg sedangkan pada kelompok kontrol hanya 0.58 mm Hg. Sementara itu, penurunan rata-rata tekanan darah diastolik pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah pelaksanaan SDB mencapai 8.13 mm Hg dan pada kelompok kontrol hanya sebesar 2.57 mm Hg. Hasil penelitian ini mendukung beberapa penelitian lain yang telah dilakukan sebelumnya serta membenarkan teori dari Potter & Perry (2006); Suwardinoto & Kurnia (2011) bahwa SDB dapat menurunkan tekanan darah.

Joseph et al (2005) mengemukakan SDB meningkatkan sensitivitas barorefleks dan menurunkan aktivitas simpatik serta mengaktifkan kemorefleks. Baroreseptor

teraktivasi saat terjadi peningkatan tegangan dan tekanan arteri karena pengembangan rongga dada yang kuat saat nafas dalam. Baroreseptor yang ada pada jaringan paru mengeluarkan dan pengiriman impuls ke medula. Impuls ini ditujukan untuk menghambat pusat vasokonstriktor dan merangsang pusat vagus sehingga terjadi vasodilatasi vena dan arteriol di seluruh sistem sirkulasi perifer, serta terjadi penurunan tekanan darah dan heart rate. Impuls dari baroreseptor juga mengenai pusat kontrol kardiovaskular meningkatkan aktivitas parasimpatis ke sistem kardiovaskular menyebabkan penurunan stroke volume dan vasodilatasi arteriol dan vena, yang menurunkan curah jantung dan resistensi perifer total, sehingga tekanan darah mengalami penurunan.

Hal lain yang terjadi saat SDB adalah pengaktifan kemorefleks. Aktivasi tersebut terjadi karena peningkatan kadar oksigen darah sebagai hasil dari pernapasan dalam. Kemoreseptor di korpus koratikus, aortikus dan medulla memberikan impuls

(8)

8 ke pusat vasomotor untuk menurunkan

tekanan darah.

Pelaksanaan intervensi SDB ini dilakukan dalam pengawasan ketat peneliti dengan panduan video yang telah dibuat oleh peneliti. Dalam beberapa kali pertemuan, responden tampak makin percaya pada peneliti sehingga terjalin hubungan yang semakin baik. Para responden sangat antusias dan bersemangat selama melakukan SDB sehingga responden melakukan teknik SDB sesuai dengan yang telah diajarkan oleh peneliti. Antusias dan semangat responden menjadi faktor yang sangat mendukung dalam pelaksanaan penelitian ini. Responden datang tanpa adanya rasa stres dapat mempengaruhi hasil tekanan darah yang diperoleh selama penelitian. Seperti yang dikatakan Elsanti (2009) bahwa stres dapat meningkatkan tekanan darah.

Dari hasil penelitian, beberapa responden dari kelompok kontrol ada yang mengalami penurunan tekanan darah walaupun tidak signifikan. Dari 14 responden, 6 responden mengalami

penurunan pada tekanan darah sistolik dan 7 responden mengalami penurunan pada tekanan darah diastolik. Sementara pada kelompok intervensi, semua responden mengalami penurunan tekanan darah sistolik dan 12 responden mengalami penurunan tekanan darah diastolik.

Penurunan tekanan darah pada kelompok kontrol terjadi karena beberapa faktor. Faktor pertama adalah penggunaan obat pada kelompok kontrol. Setelah mereka mengetahui tekanan darah mereka tinggi,

beberapa dari mereka langsung

mengkonsumsi obat antihipertensi walaupun tidak rutin. Faktor kedua adalah pengaturan pada makanan. Mereka memperbanyak konsumsi buah timun dan labu yang dipercaya dapat menurunkan tekanan darah. Sementara itu, pada kelompok intervensi hanya ada 1 responden yang mengkonsumsi obat teratur selama penelitian. Beberapa responden dari kelompok intervensi juga mengatakan memperbanyak konsumsi timun dan labu untuk menurunkan tekanan darah.

(9)

9 Sesuai dengan hasil penelitian ini yang

didukung oleh beberapa penelitian lainnya, ternyata SDB sangat signifikan menurunkan tekanan darah tinggi sistol maupun diastole pada pasien dengan hipertensi primer. Oleh karena manfaatnya, maka teknik SDB sangat direkomendasikan untuk diterapkan dalam membantu menurunkan atau mengontrol tekanan darah.

Terimakasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UPH atas dukungan moril dan bantuan dana dalam kegiatan penelitian sebagai bagian dari Hibah penelitian Dosen Pemula DIKTI Tahun 2014.

(10)

10 Baradero. M., Dayrit,.M.W., Siswadi, Y. (2008). Klien Gangguan Kardiovaskular Seri

Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta.

Corwin Elisabeth. (2009). Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta.

Elsanti. S (2009). Panduan Hidup Sehat Bebas Kolesterol. Stroke. Hipertensi & Serangan Jantung. Yogyakarta ; Araska.

Izzo, Joseph L,. Sica, Domenic,. & Black, Hendry R. (2008). Hypertension Primer: The essentials of High Blood Pressure Basic Science, Population.

Joseph, C.N., Porta C., Casucci G., Casiraghi N., Maffeis M., Rossi M. Bernardi L. (2005). Slow Breathing Improves Arterial Baroreflex Sensitivity and Decreases Blood Pressure in Essensial hypertension. Hypertension 2005;46:714-718; doi: 10.1161/01.HYP.0000179581.68566.7d.

Kabo, P. (2008). Mengungkap Pengobatan Penyakit Jantung Koroner. Percetakan PT SUN: Jakarta.

Pinzon, R., & Asanti L. (2010). Awas Sroke! Pengertian, Gejala, Tindakan, Perawatan, dan Pencegahan. ANDI: Yogyakarta.

Potter, P.A. dan Perry, A.G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik vol 2 ed 4. Alih bahasa oleh Komalasari, R dkk. Jakarta: EGC.

SIMPUS (Sistem Informasi Manajemen Puskesmas) Puskesmas Siloam, 2013. SIMPUS (Sistem Informasi Manajemen Puskesmas) Puskesmas Binong, 2013.

Suwardinoto H & Kurnia E. (2011). Pengaruh Terapi Relaksasi Napas Dalam (Deep Breathing) terhadap Perubahan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di Puskesmas Kota wilayah Selatan Kota Kediri. Jurnal STIKES RS Baptis Kediri Volume 4, No. 1, Juli 2011 ISSN 2085-0921.

Science, and Clinical Management, Edisi ke-4. Philadelphia. USA. Lippincott Williams & Wilkins.

Gambar

Tabel 1. Rata-rata tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah SDB pada pasien hipertensi primer di  puskesmas  Siloam  dan  puskesmas  Binong  kelompok  intervensi  Oktober-  November  2013  (N=15)
Tabel  4  Rata-rata  tekanan  darah  diastolik  sebelum  dan  sesudah  pada  pasien  hipertensi  primer  di  puskesmas  Siloam  dan  puskesmas  Binong  kelompok  intervensi  Oktober-  November  2013  (N=14)

Referensi

Dokumen terkait

Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sesungguhnya untuk dapat digunakan sebagai bukti pemenuhan persyaratan bakal calon Anggota DPRD Kabupaten sebagaimana

Analisis elemen permukaan material BiFeO 3 dengan spektroskopi photoelectron sinar X pada pengukuran energi binding 0 – 1400 eV memperlihatkan munculnya elemen permukaan Bi

sekecil mungkin apabila kerusakan produk berada diluar batas kendali atas berarti terjadi kualitas penyimpangan produk yang dihasilkan. Bila demikian harus segera dilakukan

Tabel untuk hasil pengujian sistem yang telah dilakukan pada sistem alarm keamanan rumah dengan menggunakan motion detection melalui MMS dapat dilihat pada tabel 5.1...

KATA ULAMA : " Kun Ma’Allah fain lam takun ma’Allah, fakun Ma’a man ma’Allah fainnahu yusiluka illallaah " Maksudnya : " Hendaklah jadikan diri kamu bersama Allah, maka jika

4,5,6,11 Hipertensi sekunder juga dapat terjadi karena penyebab lain, misalnya karena kelainan pada jaringan parenkim ginjal hingga terbentuk jaringan parut, yang

• Dengan mengacu pada jav,raban siswa, melalui kegiatan tanya jawab • Guru menanyakan kepada siswa mengenai pelajaran yang telah dipelajari, hal-hal yang dirasakan, serta materi

Dalam BAB IV dibahas tentang performansi GSM-R pada jaringan kereta api di Indonesia berdasarkan perancangan pada BAB III untuk menganalisis perancangan sistem GSM-R