• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian Dinc et. al (2002) yang berjudul “Economic Impacts of Agriculture on The Huron County Economy” menunjukkan bahwa hasil Analisis Location Quotient (LQ) menunjukkan bahwa sektor yang memiliki rasio lebih besar dari dari provinsi Ontario (LQ> 1) adalah pertanian (6,42), memancing dan perikanan (2,3), pertambangan, (2.23), konstruksi (1,16), kesehatan dan sosial jasa (1,14), dan perdagangan grosir (1,03). Sektor lainnya semua memiliki LQs kurang dari satu pekerjaan bawah rata-rata provinsi. Sektor-sektor ini meliputi akomodasi (0,98), penebangan dan kehutanan (0,97), manufaktur (0,91), perdagangan eceran (0,90), transportasi (0,87), layanan lainnya (0,77), pendidikan (0,73), Pemerintah (0.71), komunikasi (0,68), real estate (0,56), keuangan (0,5) dan layanan bisnis (0,38). Di menganalisis hasil bagi lokasi penting untuk besarnya jumlah relatif terhadap satu. Kota Huron adalah salah satu kota pertanian yang memiliki produksi yang tinggi di provinsi Ontario. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa bila LQ sektor pertanian lebih besar dari satu. Memancing dan industri perikanan juga memiliki LQ lebih besar dari satu. Industri ini melakukan ekspor, seperti industri pertambangan yang mengekspor garam. Sektor konstruksi mengalami kenaikan di Kota ini dengan peningkatan pembangunan pariwisata terkait seperti cottage di sepanjang danau Kesehatan dan pelayanan sosial sektor juga memiliki LQ lebih besar dari satu, menunjukkan tingkat yang lebih tinggi dari pekerjaan dalam sektor untuk Kota Huron daripada di Provinsi Ontario secara keseluruhan. Sektor grosir adalah final sektor dengan tingkat pekerjaan yang lebih tinggi daripada sektor grosir di provinsi secara keseluruhan. Hasil analisis LQ di 18 sektor menunjukkan bahwa 12 dari 18 sektor memiliki LQ kurang dari satu. Namun, ada titik-titik tertentu yang menunjukkan kepada peneliti bahwa tidak semua sektor-sektor ini merupakan

(2)

komponen non-dasar ekonomi. Misalnya, industri manufaktur (LQ = 0,91) di Kota Huron menghasilkan siswa kelas jalan dan garam untuk ekspor. Penebangan dan sektor kehutanan (LQ.97) juga eksportir bersih. Juga, itu tidak realistis untuk berpikir bahwa 59.065 orang dari Kota Huron bisa mengkonsumsi semua yang diproduksi produksi dari daerah ini. Untuk alasan ini, manufaktur dan sektor kehutanan yang termasuk dalam komponen dasar.

Penelitian Jayanti (2007) yang berjudul “Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Wilayah Kabupaten Jember” menunjukkan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir kontribusi sektor pertanian dalam PDRB rata-rata sekitar 42,41 persen, namun trendnya cenderung terus menurun sekitar 0,22. Subsektor perkebunan menduduki peringkat ke-6 keterkaitan langsung ke depan, dan peringkat ke-10 keterkaitan langsung ke belakang. Berdasarkan dampak pengganda (multiplier effect), sektor pertanian memberikan dampak yang cukup besar dibandingkan dengan sektor lain, baik pengganda output, pendapatan, dan tenaga kerja. Untuk pengganda output total sebesar 3,23; pengganda pendapatan total sebesar 1,41 serta pengganda tenaga kerja type II sebesar 2,48. Peranan sektor pertanian merupakan sektor yang dominan baik dilihat dari sumbangannya terhadap PDRB maupun jumlah tenaga kerja pada sektor tersebut, selain itu kontribusi sektor pertanian dalam PDRB juga masih cukup besar walaupun mempunyai kecenderungan menurun. Sektor pertanian dilihat dari keterkaitan antar sektor, baik kedepan langsung, langsung dan tidak langsung maupun kebelakang langsung, langsung dan tidak langsung memberikan peran yang cukup besar, dan bila dilihat berdasarkan dampak pengganda (multiplier effect), sektor pertanian memberikan dampak yang cukup besar dibandingkan dengan sektor lain, baik pengganda output, pendapatan, dan tenaga kerja.

Penelitian Saraswati (2008) yang berjudul “Identifikasi Dan Peranan Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Wilayah di Kabupaten Kudus” selama tahun 2000-2004 sektor pertanian merupakan sektor non basis di Kabupaten Kudus. Sub sektor tabama, tanaman perkebunan dan peternakan merupakan sub

(3)

sektor basis, sedangkan sub sektor kehutanan dan perikanan merupakan sub sektor non basis. Dengan analisis Dynamic Location Quotient (DLQ) menunjukkan bahwa sektor pertanian mampu diharapkan untuk menjadi sektor basis di masa yang akan datang. Sub sektor tanaman perkebunan, peternakan dan perikanan mampu diharapkan untuk menjadi sub sektor basis di masa yang akan datang, sedangkan sub sektor tabama dan kehutanan tidak bisa diharapkan untuk menjadi sub sektor basis di masa yang akan datang. Berdasarkan analisis gabungan LQ dan DLQ, sektor pertanian mengalami perubahan posisi dari non basis menjadi basis.sub sektor tabama mengalami perubahan posisi dari basis menjadi non basis, sedangkan perikanan mengalami perubahan dari non basis menjadi basis. Kontribusi tertinggi sektor pertanian selama tahun 2000-2004 dilihat dari angka pengganda pendapatan sebesar 30,23 yaitu pada tahun 2003, sedangkan kontribusi sektor pertanian tertinggi jika dilihat dari angka pengganda tenaga kerja sebesar 6,19 yaitu pada tahun 2004

Penelitian Ropingi (2009) yang berjudul “Analisis Keterkaitan Sektor Pertanian Terhadap Sektor Perekonomian Lain dalam Pembangunan Wilayah di Era Otonomi Daerah Kabupaten Karanganyar” menunjukkan bahwa subsektor pertanian di Kabupaten Karanganyar tahun 2005 yang memiliki nilai keterkaitan ke belakang tinggi adalah subsektor perikanan, subsektor kehutanan, subsektor peternakan dan subsektor tanaman perkebunan. Sedangkan subsektor yang memiliki nilai keterkaitan ke belakang rendah adalah subsektor tanaman bahan makanan. Semua subsektor pertanian di Kabupaten Karanganyar tahun 2005 mempunyai nilai keterkaitan ke depan rendah. Subsektor pertanian di Kabupaten Karanganyar tahun 2005 yang termasuk subsektor andalan /kunci sebagai pengguna output sektor lainnya atau nilai koefisien penyebarannya tinggi (diatas rata-rata) atau lebih besar satu adalah subsektor perikanan, subsektor kehutanan. subsektor peternakan dan subsektor tanaman perkebunan. Sedangkan subsektor tanaman bahan makanan mempunyai nilai koefisien penyebaran rendah atau kurang dari satu, sehingga bukan sebagai penarik sektor lainnya. Semua

(4)

subsektor pertanian di Kabupaten Karanganyar tahun 2005 mempunyai nilai kepekaan penyebaran kurang dari satu.

Penelitian Sugiarto (2011) yang berjudul “Peran Sektor Pertanian dalam Perekonomian di Kabupaten Wonogiri” menunjukkan bahwa terdapat empat sektor perekonomian dan satu sub sektor pertanian yang merupakan sektor basis di Kabupaten Wonogiri, yaitu sektor pertanian, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa, sedangkan sub sektor pertaniannya yaitu sub sektor tanaman bahan makanan. Berdasarkan hasil analisis DLQ diketahui terdapat tujuh sektor perekonomian dan empat subsektor pertanian yang dapat diharapkan menjadi sektor basis pada masa yang akan datang. Ketujuh sektor perekonomian tersebut adalah sektor pertanian, sektor pertambangan dan galian, sektor industri pengolahan, sektor bangunan dan konstruksi, sektor perdagangan, hotel, dan restoran , sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa, sedangkan empat subsektor pertanian tersebut adalah subsektor tanaman bahan makanan, subsektor tanaman perkebunan, subsektor peternakan dan subsektor perikanan. Sektor perekonomian di Kabupaten Wonogiri yang mengalami perubahan posisi pada masa yang akan datang yaitu sektor pertambangan dan galian, sektor industri pengolahan, sektor bangunan dan konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Subsektor pertanian di Kabupaten Wonogiri yang mengalami perubahan posisi pada masa yang akan datang yaitu sub sektor tanaman perkebunan, subsektor peternakan dan subsektor perikanan.Faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan posisi pada sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran adalah faktor lokasi. Sedangkan faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan posisi pada sektor pertambangan dan galian, sektor bangunan dan konstruksi, serta sektor pengangkutan dan komunikasi adalah faktor struktur ekonomi. Pada subsektor pertanian faktor yang menyebabkan perubahan posisi subsektor tanaman perkebunan dan subsektor peternakan adalah

(5)

faktor struktur ekonominya. Sedangkan faktor yang menyebabkan perubahan posisi subsektor perikanan adalah faktor lokasi.

Penelitian Setyowati (2012) yang berjudul “Analisis Peran Sektor Pertanian di Kabupaten Sukoharjo” menunjukkan bahwa Sektor pertanian merupakan sektor basis di Kabupaten Sukoharjo dimana sektor pertanian mampu memenuhi kebutuhan lokal dan surplus produksinya dapat dieskpor keluar wilayah Sukoharjo. Jumlah dan laju serapan tenaga kerja sektor pertanian di Sukoharjo cenderung berfluktuasi antara tahun 2005-2009. Angka pengganda sektor pertanian di Kabupaten Sukoharjo cenderung menurun yang mengindikasikan peran sektor pertanian alam perluasan kesempatan kerja baik dibidang pertanian maupun di bidang/sektor lain semakin menurun. Upaya sinergis antara pemerintah daerah, rumah tangga petani dan pihak swasta diperlukan untuk meningkatkan kinerja sektor pertanian sebagai upaya mempertahankan sektor pertanian sebagai sektor basis di kabupaten Sukoharjo.

Penelitian Khatimah (2013) yang berjudul “Analisis Peranan Sektor Pertanian dalam Pembangunan Wilayah Kabupaten Demak” menunjukkan bahwa selama kurun waktu 2007-2011 sektor pertanian di Kabupaten Demak merupakan sektor basis bersama dengan sektor bangunan, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa. Subsektor yang menjadi basis di Kabupaten Demak adalah subsektor Tanaman bahan makanan dan subsektor perikanan. Tiap-tiap subsektor pada pertanian memiliki nilai Pnij positif. Subsektor yang memiliki pertumbuhan cepat yaitu subsektor peternakan dan subsektor kehutanan (nilai PP sebesar Rp 5.993.950.187 dan Rp 3.400.213), sedangkan subsektor yang memiliki daya sang baik yaitu subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor perikanan (nilai PPW sebesar Rp60.359.085.607 dan Rp 5.666.732.640). Prioritas pengembangan subsektor pada pertanian di Kabupaten Demak yaitu subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor perikanan menduduki prioritas pengembangan kedua, subsektor tanaman perkebunan dan subsektor peternakan memiliki prioritas pengembangan

(6)

keempat, dan subsektor kehutanan termasuk kriteria prioritas pengembangan kelima. Kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan daerah melelui analisis pengganda pendapatan selama tahun 2007-2011 mengalami pertumbuhan yang berfluktuatif. Rata-rata nilai angka pengganda pendapatan sektor pertanian sebesar 2,3845, artinya setiap terjadi kenaikan pendapatan di sektor pertanian sebesar Rp 1,00 maka terjadi kenaikan total pendapatan daerah sebesar Rp 2,3845.

Beberapa penelitian tersebut di atas digunakan sebagai referensi karena penelitian tersebut dilaksanakan di daerah yang memiliki struktur wilayah yang hampir sama dengan Kabupaten Wonogiri dan menggunakan metode analisis yang sama dengan penelitian ini yaitu analisis Location Quotient, analisis Shift Share, dan analisis Pengganda Pendapatan.

B. Tinjauan Pustaka 1. Pembangunan Daerah

Pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian kombinasi proses sosial, ekonomi, dan institusional demi mencapai kehidupan yang serba lebih baik. Apapun komponen yang spesifik atas “kehidupan yang lebih baik”, bertolak dari tiga nilai pokok proses perkembangan di semua masyarakat harus memiliki tiga tujuan inti yaitu (Todaro, 2000):

a. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup yang pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan perlindungan keamanan.

b. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai cultural dan kemanusiaan yang kesemuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki jati diri pribadi dan bangsa yang bersangkutan.

(7)

c. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan yakni dengan membebaskan mereka dari belitan sikap menghamba dan ketergantungan bukan hanya terhadap orang atau negara bangsa lain namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan mereka.

Pembangunan daerah merupakan pembangungan yang segala sesuatunya dipersiapkan dan dilaksanakan oleh darerah, mulai dari perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan sampai dengan pertanggungjawabannya. Dalam kaitan ini daerah memiliki hak otonom. Sedangkan pembangunan wilayah merupakan kegiatan pembangunan yang perencanaan, pembiayaan, dan pertanggungjawabannya dilakukan oleh pusat, sedangkan pelaksanaannya bisa melibatkan daerah di mana tempat kegiatan tersebut berlangsung. Perbedaan kondisi daerah membawa implikasi bahwa corak pembangunan yang diterapkan di setiap daerah akan berbeda pula. Peniruan mentah-mentah terhadap pola kebijaksanaan yang pernah diterapkan dan berhasil pada suatu daerah, belum tentu memberi manfaat yang sama bagi daerah yang lain (Munir, 2002).

Dalam perencanaan pembangunan nasional maupun dalam perencanaan pembangunan daerah, pendekatan perencanaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional (wilayah). Pendekatan sektoral dengan memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada di wilayah tersebut. Pendekatan ini mengelompokkan kegiatan ekonomi atas sektor-sektor yang seragam atau dianggap seragam. Pendekatan regional melihat pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai kegiatan dalam ruang wilayah. Jadi, terlihat perbedaan fungsi ruang yang satu dengan ruang lainnya dan bagaimana ruang itu saling berinteraksi untuk diarahkan kepada tercapainya kehidupan yang efisien dan nyaman. Perbedaan fungsi terjadi karena perbedaan lokasi, perbedaan potensi, perbedaan aktivitas utama pada masing-masing ruang yang harus diarahkan untuk bersinergi agar

(8)

saling mendukung penciptaan pertumbuhan yang serasi dan seimbang (Tarigan, 2006).

Pada dasarnya pembangunan daerah dilakukan dengan usaha-usaha sendiri dan bantuan teknis serta bantuan lain-lain dari pemerintah. Dalam arti ekonomi pembangunan daerah adalah memajukan produksi pertanian dan usaha-usaha pertanian serta industri dan lain-lain yang sesuai dengan daerah tersebut dan berarti pula merupakan sumber penghasilan dan lapangan kerja bagi penduduk. Sehingga proses pembangunan bukan hanya ditentukan oleh aspek ekonomi semata, namun demikian pertumbuhan ekonomi merupakan unsur yang penting dalam proses pembangunan daerah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan daerah disamping pembangunan sosial. Pertumbuhan ekonomi setiap daerah akan sangat bervariasi sesuai dengan potensi ekonomi yang dimiliki oleh daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Simanjuntak, 2003).

2. Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Secara umum, pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasajasa. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauhmana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oIeh masyarakat, dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan meningkat (Basri, 2002).

(9)

Ada 3 faktor yang mempengarui pertumbuhan ekonomi dalam suatu masyarakat menurut Todaro (2000). Faktor–faktor tersebut diungkapkan oleh sebagai berikut:

a. Akumulasi modal, meliputi semua investasi baru pada tanah, peralatan fisik dan sumberdaya manusia

b. Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja c. Kemajuan teknologi

Lebih lanjut diungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah dipengarui oleh faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal adalah daya dukung ekonomi di dalam daerah seperti sumber daya manusia, investasi, sumber daya alam, sarana dan prasarana penunjang aktivitas. Sedangkan faktor eksternal yang merupakan kekuatan dari luar adalah campur tangan pemerintah yang diimplementasikan dalam penyaluran dana pembangunan melalui dana inpres dan dana bentuk lain pada daerah atau sektor yang diprioritaskan.

Pengukuran pertumbuhan ekonomi secara konvensional biasanya dengan menghitung peningkatan presentase dari Produk Domestik Bruto (PDB). PDB mengukur pengeluaran total dari suatu perekonomian terhadap berbagai barang dan jasa yang baru diproduksi pada suatu saat atau tahun serta pendapatan total yang diterima dari adanya seluruh produksi barang dan jasa tersebut atau secara lebih rinci, PDB adalah nilai pasar dari semua barang dan jasa yang diproduksi di suatu negara dalam kurun waktu tertentu. Pertumbuhan biasanya dihitung dalam nilai riil dengan tujuan untuk menghilangkan adanya inflasi dalam harga dan jasa yang diproduksi sehingga PDB riil mencerminkan perubahan kuantitas produksi (Mankiw, 2001).

Sadono (2000), alat untuk mengukur keberhasilan perekonomian suatu wilayah adalah pertumbuhan ekonomi wilayah itu sendiri. Perekonomian wilayah akan mengalami kenaikan dari tahun ketahun dikarenakan adanya penambahan pada faktor produksi. Selain faktor produksi, jumlah angkatan

(10)

kerja yang bekerja juga akan meningkat dari tahun ke tahun sehingga apabila dimanfaatkan dengan maksimal maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Ada beberapa alat pengukur dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu : a. Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto/Produk Domestik Regional Bruto apabila ditingkat nasional adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam satu tahun dan dinyatakan dalam harga pasar.

b. Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita

Produk domestik bruto per kapita dapat digunakan sebagai alat ukur pertumbuhan yang lebih baik dalam mencerminkan kesejahteraan penduduk dalam skala daerah.

3. Otonomi Daerah

Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangan. Kemudian disebutkan kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. Daerah kabupaten/kota dianggap lebih dekat dengan rakyat dibanding propinsi. Dengan jumlah penduduk rata-rata hanya 540.000 jiwa, daerah kabupaten/kota dianggap berhak mempunyai lembaga legislatif sendiri dan dengan demikian dapat mengelola daerahnya secara demokratis sesuai aspirasi penduduknya (Harahap, 2002).

Otonomi bukan sekedar pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, tetapi paling tidak harus diterjemahkan dalam tiga aspek perubahan penting. Pertama, pendaerahan pengelolaan pembangunan ekonomi (perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan, dan evaluasi). Kedua, swastanisasi pelaksanaan pembangunan ekonomi. Kegiatan ekonomi yang dapat dilaksanakan oleh rakyat atau swasta harus diserahkan kepada rakyat atau

(11)

swasta. Ketiga, organisasi dan kelembagaan pembangunan ekonomi juga harus mengalami perubahan. Sehingga diberlakukan otonomi daerah (Syahrani, 2001).

Kebijakan otonomi daerah sesungguhnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam naungan wilayah NKRI yang semakin kokoh melalui strategi pelayanan kepada masyarakat yang semakin efektif dan efisien dan adanya akselerasi pertumbuhan dan perkembangan potensi daerah yang semakin cepat. Dalam bahasa yang sederhana yaitu untuk mewujudkan pembangunan yang lebih adil dan lebih merata. Masing masing daerah otonom didorong dan dipacu untuk tumbuh dan berkembang secara mandiri sesuai kewenangan yang diberikan untuk mengelola potensi daerahnya masing masing. Dengan demikian diharapkan bangsa Indonesia di masa datang akan lebih mampu bersaing dengan bangsa bangsa lain di dunia dalam persaingan global yang semakin ketat (Harmantyo, 2007).

Sasana (2006) menyebutkan bahwa pemberian otonomi daerah melalui desentralisasi fiskal memiliki tiga misi utama, yaitu:

a. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah b. Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat. c. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta

(berpartisipasi) dalam proses pembangunan.

Berdasarkan uraian di atas otonomi daerah dan desentralisasi fiskal sangat penting untuk dilaksanakan. Hal ini dapat dijelaskan dengan beberapa alasan sebagai berikut :

a. Sebagai perwujudan fungsi dan peran negara modern, yang lebih menekankan upaya memajukan kesejahteraan umum (welfare state). b. Hadirnya otonomi daerah dapat pula didekati dari perspektif politik.

Negara sebagai organisasi, kekuasaan yang di dalamnya terdapat lingkungan kekuasaan baik pada tingkat suprastruktur maupun

(12)

infrastruktur, cenderung menyalahgunakan kekuasaan. Untuk menghindari hal itu, perlu pemencaran kekuasaan (dispersed of power).

c. Dari perspektif manajemen pemerintahan negara modern, adanya kewenangan yang diberikan kepada daerah, yaitu berupa keleluasaan dan kemandirian untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya, merupakan perwujudan dari adanya tuntutan efisiensi dan efektivitas pelayanan kepada masyarakat demi mewujudkan kesejahteraan umum. 4. Sektor Perekonomian.

Sektor perekonomian diklasifikasikan kedalam 9 sektor perekonomian. Sembilan sektor perekonomian itu adalah sector pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sector listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan atau konstruksi, sektor perdagangan,hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Pembangunan harus dapat menghasilkan perubahan struktural yang seimbang yang tidak menimbulkan ketimpangan antar sektor perekonomian dan membentuk perekonomian yang sehat yaitu perekonomian yang mampu menjaga kesinambungan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perubahan structural terus terjadi pada perekonomian Indonesia, akan tetapi perubahan yang terjadi justru menghasilkan ketimpangan antar sektor yang kemudian menumbuhkan struktur ekonomi yang rapuh, struktur ekonomi yang dapat dengan mudah dipengaruhi perubahan-perubahan yang terjadi disuatu sektor tanpa dapat digantikan oleh sektor lainnya (Kwik Kian Gie, 2002).

Pada banyak negara, sektor pertanian yang berhasil merupakan prasyarat bagi pembangunan sektor industri dan jasa. Para perancang pembangunan Indonesia pada awal masa pemerintahan Orde Baru menyadari benar hal tersebut, sehingga pembangunan jangka panjang dirancang secara bertahap. Pada tahap pertama, pembangunan dititikberatkan pada pembangunan sektor pertanian dan industri penghasil sarana produksi

(13)

pertanian. Pada tahap kedua, pembangunan dititikberatkan pada industri pengolahan penunjang pertanian (agroindustri) yang selanjutnya secara bertahap dialihkan pada pembangunan industri mesin dan logam. Rancangan pembangunan seperti demikian, diharapkan dapat membentuk struktur perekonomian Indonesia yang serasi dan seimbang, tangguh menghadapi gejolak internal dan eksternal (Tambunan, 2001).

Sektor pertanian berperan sangat vital dalam ekonomi Indonesia karena pertanian sekaligus berfungsi sebagai basis atau landasan pembangunan ekonomi bangsa. Sektor pertanian dibangun dengan sumber daya alam yang tidak dapat dilakukan secara sambilan, tapi perlu serentak dan komprehensif serta melibatkan pendukung penting seperti sektor infrastruktur, pembiayaan, perdagangan, pemasaran, penyuluhan, pengembangan sumber daya manusia, riset dan pengembangan (R&D). Sektor pertanian juga mampu menjadi pembangunan sektor lain di saat sektor lain mengalami penurunan, seperti mendorong sektor industri untuk bisa maju lagi (Bustanul, 2005).

Teori pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output perkapita dalam jangka panjang dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut sehingga terjadi proses pertumbuhan. Ada perbedaan dalam istilah perkembangan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan ekonomi merupakan perubahan spontan dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya, sedangkan pertumbuhan ekonomi adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk (Saerofi, 2005).

5. Teori Ekonomi Basis

Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (Competitive Advantage) yang cukup tinggi. Sedangkan sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya

(14)

yang kurang potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau service industries (Sjafrizal, 2008). Sektor basis ekonomi suatu wilayah dapat dianalisis dengan teknik Location Quotient (LQ), yaitu suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut secara nasional.

Teori basis ekspor murni dikembangkan pertama kali oleh Tiebout. Teori ini membagi kegiatan produksi/jenis pekerjaan yang terdapat di dalam satu wilayah atas sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung kepada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut. Artinya, sektor ini bersifat endogenous (tidak bebas tumbuh). Pertumbuhannya tergantung kepada kondisi perekonomian wilayah secara keseluruhan (Tarigan, 2007).

Location Quotient (LQ) adalah suatu alat pengembangan ekonomi yang lebih sederhana dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sector kegiatan yang menjadi pemacu pertumbuhan. LQ mengukur konsentrasi relative atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan. LQ ialah suatu metode yang didasarkan pada teori basis ekonomi untuk menghitung perbandingan relatif sumbangan nilai tambah sebuah sektor di suatu region (kabupaten/Kota) terhadap sumbangan nilai tambah sektor yang bersangkutan secara propinsi/nasional atau menghitung perbandingan antara share output sektor i di kabupaten terhadap share output sektor i di propinsi. Rumus menghitung nilai LQ adalah sebagai berikut :

(15)

Keterangan :

LQsub = Indeks LQ sektor ekonomi ke-i di suatu daerah.

SEsub =Nilai sektor ekonomi ke-i dalam PDRB daerah yang

bersangkutan.

PDRBsub = Nilai PDRB daerah yang bersangkutan.

SEglob = Nilai sektor ekonomi ke-i dalam PDRB kawasan yang lebih

luas, dimana daerah tersebut menjadi bagiannya.

PDRBglob = Nilai PDRB kawasan yang lebih luas, dimana daerah tersebut

menjadi bagiannya. (Rusastra dkk, 2000).

Logika dasar LQ adalah teori basis ekonomi yang intinya adalah karena industri basis menghasilkan barang-barang dan jasa untuk pasar di daerah maupun di luar daerah yang bersangkutan, maka penjualan keluar daerah akan memberikan pendapatan bagi daerah tersebut. Selanjutnya adanya arus pendapatan dari luar daerah ini akan mengakibatkan kenaikan konsumsi (C) dan investasi (I) di daerah tersebut. Hal tersebut selanjutnya akan menaikkan pendapatan dan menciptakan kesempatan kerja baru. Peningkatan pendapatan tersebut tidak hanya meningkatkan permintaan terhadap industri non basis (lokal). Kenaikan permintaan ini akan mendorong kenaikan investasi pada industri yang bersangkutan dan juga industri lain (Widodo, 2006).

(16)

Ada tiga kemungkina nilai LQ yang dapat ditemukan yaitu (Widodo, 2006):

a. Nilai LQ di sektor i= 1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di daerah studi k adalah sama dengan laju pertumbuhan sektor yang sama dengan daerah perekonomian daerah referensi p.

b. Nilai LQ di sektor i > 1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di daerah studi k adalah lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor yang sama dengan daerah perekonomian daerah referensi p. Dengan demikian sektor i merupakan sektor unggulan daerah studi k sekaligus merupakan basis ekonomi untuk dikembangkan lebih lanjut oleh daerah studi k.

c. Nilai LQ di sektor i < 1. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di daerah studi k adalah lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan sektor yang sama dengan daerah perekonomian daerah referensi p. Dengan demikian sektor i bukan merupakan sektor unggulan daerah studi k dan bukan merupakan basis ekonomi serta tidak prospektif untuk dikembangkan lebih lanjut oleh daerah studi k.

6. Analisis Shift Share

Basuki dan Gayatri (2009), Analisis Shift-Share adalah suatu teknik yang digunakan untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah relatif terhadap struktur ekonomi wilayah administratif yang lebih tinggi sebagai pembanding. Analisis Shift Share adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui proses pertumbuhan ekonomi suatu daerah dalam kaitannya dengan perekonomian daerah acuan yaitu daerah yang lebih besar (regional atau nasional). Teknik analisis shift share ini membagi pertumbuhan sebagai perubahan (G) suatu variabel wilayah, seperti tenaga kerja, nilai tambah, pendapatan atau output, selama kurun waktu tertentu menjadi pengaruh : pertumbuhan nasional (N), Proportional Shift(P), dan Differential Shift( D ).

(17)

Analisis shift share ini menganalisis perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi seperti produksi dan kesempatan kerja pada titik waktu di suatu wilayah. Hasil analisis ini akan diketahui bagaimana perkembangan suatu sektor di suatu wilayah bila dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya, apakah bertumbuh cepat atau lamban. Hasil analisis ini juga dapat menunjukkan bagaimana pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya, apakah pertumbuhan cepat atau lambat. Lukas dan Primms (1979) dalam Budiharsono (2001) mengungkapkan adanya kenyataan bahwa beberapa sektor dalam suatu perekonomian tumbuh lebih cepat dari sektor-sektor lain dan beberapa wilayah lebih maju dari wilayah yang lain. Komponen pertumbuhan ekonomi dalam hal ini digolongkan menjadi tiga, yaitu komponen pertumbuhan nasional (PN), pertumbuhan proporsional (PP) dan pertumbuhan pangsa wilayah (PPW).

Data yang biasa digunakan untuk analisis shift-share adalah pendapatan per kapita (Y/P), PDRB (Y) atau Tenaga kerja (e) dengan tahun pengamatan pada rentang waktu tertentu. Pertumbuhan ekonomi dan pergeseran struktural suatu perekonomian daerah ditentukan oleh tiga komponen:

1. Provincial share (Sp), yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan atau pergeseran struktur perekonomian suatu daerah (kabupaten/kota) dengan melihat nilai PDRB daerah pengamatan pada periode awal yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian daerah yang lebih tinggi (provinsi). Hasil perhitungan tersebut akan menggambarkan peranan wilayah provinsi yang mempengaruhi pertumbuhan perekonomian daerah kabupaten. Jika pertumbuhan kabupaten sama dengan pertumbuhan provinsi maka peranannya terhadap provinsi tetap. 2. Proportional (Industry-Mix) Shift adalah pertumbuhan Nilai Tambah

Bruto suatu sektor i dibandingkan total sektor di tingkat provinsi.

3. Differential Shift (Sd), adalah perbedaan antara pertumbuhan ekonomi daerah (kabupaten) dan nilai tambah bruto sektor yang sama di tingkat

(18)

provinsi. Suatu daerah dapat saja memiliki keunggulan dibandingkan daerah lainnya karena lingkungan dapat mendorong sektor tertentu untuk tumbuh lebih cepat. Kedua komponen shift yaitu Sp dan Sd memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan internal: Sp merupakan akibat pengaruh unsur-unsur eksternal yang bekerja secara nasional (provinsi), sedangkan Sd adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja di dalam daerah yang bersangkutan. Apabila nilai Sd dan Sp positif maka sektor yang bersangkutan dalam perekonomian daerah menempati posisi yang baik untuk daerah yang bersangkutan. Sebaliknya, bila nilainya negatif maka perekonomian daerah sektor tersebut masih dapat diperbaiki, antara lain dengan membandingkannya terhadap struktur perekonomian provinsi. Sektor-sektor yang memiliki differential shift (Sd) positif memiliki keunggulan komparatif terhadap sektor yang sama di daerah lain. Selain itu, sektor-sektor yang memiliki Sd positif berarti bahwa sektor tersebut terkonsentrasi di daerah dan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya. Apabila Sd negatif maka tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lamban. (Richardson, 1991).

Analisis shift share merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional. Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar (regional atau nasional). Analisis ini memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3 bidang yang berhubungan satu sama lain, yaitu (Arsyad, 2004):

a. Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis perubahan pengerjaan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan acuan

(19)

b. Pergeseran proporsional (proportional shift) mengukur perubahan relatif, pertumbuhan atau penurunan pada daerah dibandingkan dengan perekonomian yang lebih besar yang dijadikan acuan. Pengukuran ini memungkinkan kita untuk mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada industri industri yang tumbuh lebih cepat ketimbang perekonomian yang dijadikan acuan.

c. Pergeseran diferensial (differential shift) membantu kita dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan acuan. Oleh karena itu, jika pergeseran diferensial dari suatu industri adalah positif, maka industri tersebut lebih tinggi daya saingnya ketimbang industri yang sama pada perekonomian yang dijadikan acuan.

Dalam penelitian ini komponen pertumbuhan wilayah yang digunakan hanya komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan komponen pertumbuhna pangsa wilayah (PPW). Analisis komponen pertumbuhan wilayah menggunakan model analisis shift share. Menurut Budiharsono (2005) analisis shift share secara matematik dapat dinyatakan sebgai berikut:

∆Yij = PNij + PPij + PPWij Atau

secara rinci dapat dinyatakan sebagai berikut:

(Y’ij –Kij)= ∆Yij = Yij (Ra –1) + Yij (Ri –Ra) + Yij (ri –Ri) ri= Y’ij/Yij

Ri= Y’i/Yi Ra= Y’../Y.. PNij= (Ra –1)x Yij PPij= (Ri –Ra) x Yij PPWij= (ri –Ri) x Yij Keterangan:

(20)

Yij = PDRB sektor/subsektor i di kabupaten j pada tahun analisis Y’ij = PDRB sektor/subsektor i di kabupaten j pada akhir tahun analisis Y’ij = PDRB sektor/subsektor i di Kabupaten j pada tahun akhir analisis

(t1)………..PDRBij (t1).

Yij = PDRB sektor/subsektor i di Kabupaten j pada tahun dasar analisis (to)……..PDRBij (to).

(Ra–1) = Persentase perubahan PDRB yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan nasional.

(Ri–Ra) = Persentase perubahan PDRB yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan proporsional.

(ri–Ra) = Persentase perubahan PDRB yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan pangsa pasar wilayah.

Dengan kriteria:

a. Apabila PPij positif, maka sektor/subsektor di kabupaten j pertumbuhannya cepat.

b. Apabila PPij negatif, maka sektor/subsektor di kabupaten j pertumbuhannya lambat.

c. Apabila PPWij positif, maka sektor/subsektor di kabupaten j mempunyai daya saing yang baik jika dibandingkan dengan sektor/subsektor yang sama di wilayah lainnya.

d. Apabila PPWij < 0, maka sektor/subsektor di kabupaten j tidak dapat bersaing dengan baik jika dibandingkan dengan sektor/subsektor yang sama di wilayah lainnya.

Analisis prioritas pengembangan sektor pertanian dan subsektor pertanian di Kabupaten Wonogiri diperoleh dengan cara menggabungkan antara hasil analisis Location Quotient dan Shift Share (Soesilo, 2000). Kriteria penentuan prioritas dari hasil penggabungan analisis ini terbagi dalam tiga kategori yaitu:

(21)

a. Prioritas I, adalah yang merupakan sektor basis dengan salah satu atau kedua nilai PP dan PPW bernilai positif (+).

b. Prioritas II, adalah yang merupakan sektor basis dan memiliki nilai PP dan PPW bernilai negatif (-), atau merupakan sektor bukan basis tetapi memiliki nilai PP dan PPW bernilai positif (+).

c. Prioritas III, adalah yang merupakan sektor bukan basis dengan salah satu atau kedua nilai PP dan PPW bernilai positif (+) atau keduanya bernilai negatif (-).

7. Pengganda Pendapatan

Analisis pengganda (Multiplier) pengukuran suatu respon atau dampak stimulus ekonomi, besarnya dampak atas pengaruh stimulus ekonomi tersebut terdiri dari beberapa efek yang dapat dihitung menjadi dua tipe, yaitu multiplier tipe I dan multiplier tipe II. Multiplier tipe I merupakan perubahan tidak langsung, perubahan ini menggunakan matrik kebalikan (I-Ad)-1 berdasarkan Tabel IO terbuka (opentable). Multiplier tipe II merupakan adanya perubahan tidak langsung dan terinduksi, yang menggunakan matrik kebalikan (I-Ad)-1 berdasarkan Tabel IO tertutup (closed table) yaitu dengan menyertakan kolom konsumsi rumah tangga dari permintaan akhir dan baris upah dan gaji dari faktor primer dalam matrik koefisien, dengan perkataan lain multiplier tipe II memperhatikan perubahan pendapatan (income) akibat pengeluaran konsumen dalam reaksi rantai antar industri di samping perubahan pendapatan (income) tidak langsung. Multiplier tipe I dan II merupakan hasil proses mekanisme dampak yang terdiri dari: (1) efek awal (initial effect), (2) efek putaran awal (first round effect), (3) efek dukungan industri (industrial support effect), dan (4) efek induksi konsumsi (consumption induced effect). Untuk melihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit pada pengukuran dari sisi output, pendapatan, dan tenaga kerja maka dihitung dengan menggunakan rumus multiplier tipe I dan II (Daryanto, 1991 ; dan Muchdie, 2002)

(22)

Analisis Multiplier Effect (Angka Pengganda) merupakan alat analisis untuk menghitung total nilai produksi dari semua sektor ekonomi yang diperlukan untuk memenuhi nilai permintaan akhir dari output, pendapatan (income) dan kesempatan kerja (employment) suatu sektor (Suryani, 2010). Model basis ekonomi dengan menggunakan pendapatan sebagai nilai ukurnya karena dapat digunakan untuk melihat dampak potensial wilayah sebagai pasar. Untuk melihat dampak pendapatan sektor basis dapat dilakukan dengan pendekatan pengganda pendapatan jangka pendek dan berdasarkan model basis ekonomi Tiebout maka rumus matematis pengganda pendapatan jangka pendek dapat ditulis :

Keterangan :

MS = Pengganda pendapatan jangka pendek YN = Pendapatan nonbasis

Y = Pendapatan total wilayah

Perubahan pendapatan basis akan mengubah pendapatan di bidang nonbasis. Pendapatan yang diperoleh masyarakat dari kegiatan ekspor dan investasi akan digunakan untuk bebagai cara, biasanya yang terbesar adalah untuk dibelanjakan untuk keperluan konsumsi dan dari konsumsi yang digunakan ada yang berasal dari produk lokal dan impor. Konsumsi yang berasal dari produk lokal akan meningkatkan pendapatan nonbasis (Budiharsono, 2001).

Nazara (1997) menyatakan bahwa ada 3 (tiga) variabel utama yang diperhatikan dalam analisis pengganda, yaitu; (1) pengganda ouput sektor-sektor produksi, (2) pengganda pendapatan rumah tangga (household income), dan (3) pengganda tenaga kerja (employment). Pengganda berdasarkan waktu dapat dibedakan ke dalam 2 jenis, yaitu pengganda jangka pendek (jenis I)

(23)

dan pengganda jangka panjang (jenis II). Pada pengganda jenis I, rumah tangga sebagai variabel yang bersifat exogenous, sedangkan pada pengganda jenis II rumah tangga bersifat endogenous.

Konsep ekonomi basis wilayah, pada dasarnya pertumbuhan ekonomi dalam satu wilayah terjadi karena adanya efek pengganda dari pembelanjaan kembali pendapatan yang diperoleh melalui penjualan barang dan jasa yang dihasilkan wilayah yang dipasarkan ke wilayah lain. Formulasi yang digunakan menghitung nilai pengganda pendapatan dari sektor pertanian mengacu pada Budiharsono (1989) yaitu:

M= Y/Yp Keterangan: Y = Total PDRB

Yp = PDRB Sektor Pertanian M = Nilai Pengganda

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Perencanaan pembangunan daerah dilaksanakan dengan mengacu pada kemampuan dan potensi daerah sendiri, maka ketergantungan pada pemerintah pusat dapat ditekan baik dalam hal pembiayaan dan sumber daya manusia. Kebijakan-kebijakan yang dibuat harus sesuai dengan potensi daerah masing-masing agar tepat sasaran dan berjalan dengan efektif. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan upaya pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah serta partisipasi masyarakat harus mampu menaksir sektor-sektor yang mempunyai potensi untuk ditumbuhkembangkan dalam rangka untuk merancang dan membangun perekonomian daerah berdasarkan sumber daya yang dimilikinya.

Pembangunan ekonomi di Kabupaten Wonogiri tidak lepas dari kontribusi beberapa sektor perekonomian seperti sektor pertanian, kehutanan, perikanan; sektor pertambangan dan penggalian; sektor industri pengolahan; sektor

(24)

pengadaan listrik dan gas; sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang; sektor konstruksi; sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan motor; sektor transportasi dan pergudangan; sektor penyediaan akomodasi makan minum; sektor informasi dan komunikasi; sektor jasa keuangan dan asuransi; sektor real estate; sektor jasa perusahaan; sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial; sektor jasa pendidikan; sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial dan sektor jasa lainnya. Kontribusi sektor pertanian di Kabupaten Wonogiri yang terbagi menjadi 3 sub sektor yaitu sub sektor pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian; subsektor kehutanan dan penebangan kayu dan subsektor perikanan perikanan dipengaruhi oleh potensi-potensi daerah yang dimiliki. Untuk mengetahui peran sektor pertanian dan sub sektor pertanian dalam program pembangunan daerah Kabupaten Wonogiri dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan daerah digunakan analisis Location Quotient, analisis Pengganda Pendapatan, analisis Shift Share dan analisis gabungan Location Quotient dan Shift Share. Pendekatan analisis Location Quotient dapat mengetahui peran sektor sektor pertanian sebagai sektor basis atau non basis di Kabupaten Wonogiri. Analisis Pengganda Pendapatan dapat mengetahui peran sektor pertanian dilihat dari pendapatan basis di Kabupaten Wonogiri. Analisis Shift Share dapat mengetetahui pertumbuhan dan daya saing sektor pertanian terhadap sektor perekonomian lain. Analisis gabungan Location Quotient dan Shift Share dapat mengetahui prioritas pengembangan sektor pertanian dan subsektor pertanian di Kabupaten Wonogiri. Keempat analisis tersebut akan mengidentifikasi peran dan prioritas sektor perekonomian dan subsektor pertanian yang dapat dijadikan acuan dalam penyusunan kebijakan pembangunan wilayah di Kabupaten Wonogiri.

(25)

Gambar 1. Kerangka Teori Analisis Peran Sektor Pertanian dalam Perekonomian Wilayah di Kabupaten Wonogiri

PPij < 0: Pertumbuhan PDRB sektor/subsektor pertanian termasuk lambat

PPij 0: Pertumbuhan PDRB sektor/subsektor pertanian termasuk cepat

PPWij < 0:Sektor/subsektor pertanian tidak mempunyai daya saing dengan sektor/subsektor pertanian di Jawa Tengah

PPWij 0:Sektor/subsektor pertanian mempunyai daya saing yang baik dengan sektor/ subsektor pertanian di Jawa Tengah Pembangunan Wilayah

Kabupaten Wonogiri

Sektor Perekonomian Sektor Non Perekonomian

sektor pertanian, kehutanan, perikanan; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; pengadaan listrik dan gas; pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang; konstruksi; perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan motor; transportasi dan pergudangan; penyediaan akomodasi makan minum; informasi dan komunikasi; jasa keuangan dan asuransi; real estate; jasa perusahaan; administrasi

pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial; jasa pendidikan; jasa kesehatan dan kegiatan sosial dan jasa lainnya

Sub sektor pertanian:

Subsektor Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian Subsektor Kehutanan dan Penebangan Kayu Subsektor Perikanan

Analisis Location Quotient

LQ>1, merupakan sektor/ subsektor pertanian basis. LQ<1, merupakan sektor/ subsektor pertanian non basis. LQ=1, merupakan sektor/ subsektor pertanian non basis

Analisis Pengganda Pendapatan

Analisis Shift Share

Peran dan prioritas pengembangan

sektor/subsektor pertanian Kabupaten Wonogiri

Gabungan LQ dan Shift Share

(26)

D. Asumsi-Asumsi

1. Penduduk di wilayah Kabupaten Wonogiri mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola permintaan Provinsi Jawa Tengah.

2. Wilayah Kabupaten Wonogiri memiliki pola permintaan dimana permintaan wilayah Kabupaten Wonogiri akan suatu produk akan dipenuhi terlebih dahulu oleh produksi wilayah Kabupaten Wonogiri serta kekurangannya dipenuhi dari luar wilayah Kabupaten Wonogiri, dan sebaliknya kelebihan produksi di wilayah Kabupaten Wonogiri dikirim ke wilayah lain.

E. Pembatasan Masalah

Data yang dianalisis dalam penelitian ini merupakan data time series yaitu berupa data PDRB Kabupaten Wonogiri dan data PDRB Provinsi Jawa Tengah selama lima tahun dari tahun 2010-2014 Atas Dasar Harga Konstan tahun 2010. F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel.

1. PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah.

2. Sektor adalah kegiatan atau lapangan usaha yang berhubungan dengan bidang tertentu atau mencakup beberapa unit produksi yang terdapat dalam suatu perekonomian.

3. Sektor-sektor perekonomian adalah sektor-sektor yang dalam produksinya dapat menunjang perekonomian wilayah, yang termasuk dalam sektor perekonomian adalah:

a. Sektor Pertanian, Kehutanan, Perikanan b. Sektor Pertambangan dan Penggalian c. Sektor Industri Pengolahan

d. Sektor Pengadaan Listrik dan Gas

e. Sektor Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah dan Daur Ulang f. Sektor Konstruksi

(27)

g. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

h. Sektor Transportasi dan Pergudangan

i. Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum j. Sektor Informasi dan Komunikasi

k. Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi l. Sektor Real Estate

m. Sektor Jasa Perusahaan

n. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib.

o. Sektor Jasa Pendidikan

p. Sektor Kesehatan dan Kegiatan Sosial q. Sektor Jasa Lainnya

4. Sektor pertanian adalah sektor yang menghasilkan produk-produk yang diperlukan sebagai input subsektor lain yang terdiri dari subsektor yang membentuk sektor pertanian tersebut yaitu subsektor pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian, subsektor kehutanan dan penebangan kayu, dan subsektor perikanan.

5. Sektor basis adalah sektor yang mampu menghasilkan barang dan jasa untuk konsumsi lokal serta mampu mengekspor ke luar wilayah yang bersangkutan. Suatu sektor dikatakan sektor basis jika bernilai LQ > 1. 6. Sektor non basis adalah sektor yang hanya mampu menghasilkan barang dan

jasa untuk konsumsi pasar lokal serta belum mampu mengekspor ke luar wilayah yang bersangkutan. Suatu sektor dikatakan sektor non basis jika memiliki nilai LQ < 1.

7. Sektor yang hanya mampu memenuhi konsumsi lokal dan tidak mampu memenuhi kebutuhan luar wilayah Kabupaten Wonogiri, sektor ini tergolong sektor non basis dan memiliki nilai LQ=1

(28)

8. Laju pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang terjadi dari tahun ke tahun (Arsyad, 1999). Laju pertumbuhan ini dapat diukur dengan menggunakan indikator perkembangan PDRB dari tahun ke tahun. Jika laju pertumbuhan ekonomi bernilai positif berarti kegiatan ekonomi pada periode tersebut mengalami kenaikan dan sebaliknya jika laju pertumbuhan ekonomi bernilai negatif berarti kegiatan ekonomi pada periode tersebut mengalami penurunan.

9. Daya saing merupakan kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestik maupun internasional yang dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan analisis Shift Share.

10. Pertumbuhan ekonomi nasional (national growth effect), merupakan bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah terhadap perekonomian Kabupaten Wonogiri artinya setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah Provinsi Jawa Tengah akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Wonogiri. bila nilai pertumbuhan ekonomi nasional positif, berarti kebijakan yang diambil pemerintah di tingkat Provinsi Jawa Tengah akan meningkatkan perekonomian Kabupaten Wonogiri

11. Pergeseran proporsional (proportional shift), merupakan perubahan relatif (naik/turun) kinerja suatu sektor di Kabupaten Wonogiri terhadap sektor yang sama Propinsi Jawa Tengah. Bila nilai pergeseran proposional positif, berarti kinerja suatu sektor di Kabupaten Wonogiri mengalami kenaikan terhadap sektor yang sama di Propinsi Jawa Tengah.

12. Pertumbuhan Pangsa Wilayah merupakan tingkat kekompetitifan suatu sektor tertentu di Kabupaten Wonogiri dibanding tingkat propinsi (Jawa Tengah). Jika nilai pergeseran diferensialnya positif, berarti sektor tersebut di Kabupaten Wonogiri lebih kompetitif dibanding sektor yang sama di tingkat perekonomian Propinsi Jawa Tengah.

(29)

13. Pengganda Pendapatan adalah perkiraan mengenai potensi kenaikan pendapatan daerah di Kabupaten Wonogiri dari suatu kegiatan perekonomian di dalam masyarakat diukur dengan analisis Pengganda Pendapatan.

14. Prioritas adalah yang didahulukan dan diutamakan daripada yang lainnya. 15. Prioritas pengembangan sektor dan subsektor pertanian adalah penentuan

prioritas sektor dan subsektor pertanian yang akan dikembangkan di Kabupaten Wonogiri, dengan kriteria sebagai berikut:

b. Sektor dan subsektor pertanian yang menjadi prioritas pertama untuk dikembangkan di Kabupaten Wonogiri adalah sektor dan subsektor pertanian basis (LQ>1) dengan salah satu atau kedua nilai dari Proportional Shift dan atau Differantial Shift bernilai positif (+).

c. Sektor dan subsektor pertanian yang menjadi prioritas kedua untuk dikembangkan di Kabupaten Wonogiri adalah sektor dan subsektor pertanian basis (LQ<1) dengan nilai dari Proportional Shift dan atau Differantial Shift bernilai negatif (-), atau sektor dan subsektor pertanian non basis (LQ>1) dengan nilai Proportional Shift dan Differantial Shift bernilai positif (+).

d. Sektor dan subsektor pertanian yang menjadi prioritas ketiga untuk dikembangkan di Kabupaten Wonogiri adalah sektor dan subsektor pertanian non basis (LQ<1) dengan salah satu nilai dari Proportional Shift dan atau Differantial Shift bernilai positif (+) atau keduanya bernilai negatif (-).

Gambar

Gambar 1. Kerangka Teori Analisis Peran Sektor Pertanian dalam Perekonomian Wilayah di Kabupaten  Wonogiri

Referensi

Dokumen terkait

Mendasar Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 03 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro dan Pembentukan Posko Penanganan

Asuhan keperawatan pada pasien gastritis di Ruang Mawar rumah sakit Hospital Cinere Depok.. Sistem

Sehingga dapat dikatakan semakin tinggi tingkat kepuasan konsumen karena situs Traveloka mampu memberikan layanan, dukungan infrastruktur yang baik, kemanan transaksi dan

diharapkan tersebut, maka kajian dalam kegiatan perkuliahan ini membahas berbagai jenis media pembelajaran fisika yang relevan dengan tuntutan Standar Nasional

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA PERUSAHAAN MAKANAN SlAP SAJI.. (Studi Kasus

Bahan Galian Golongan C adalah Bahan Galian yang bukan strategis dan bukan vital sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 11 Tahun

Latar belakang: Karya tulis ilmiah penatalaksanaan fisioterapi pada Penyakit Paru Obstuksi Kronik Eksaserbasi Akut Di BBKPM Surakarta ini dimaksudkan untuk

Melalui pembiasaan dapat meningkatkan perilaku kedisiplinan anak pada. Kelompok Bermain (KB) Al-Muhtadin Cemani Grogol