LAPORAN AKHIR
PROGRAM P2M DIPA UNDIKSHA
MENINGKATKAN KOMPETENSI PENGGUNAAN BAHASA KELAS GURU-GURU PENGAMPU MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS
DI SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN SUKASADA KABUPATEN BULELENG
Dr. I Gede Budasi, M.Ed. (Ketua) NIDN. 0001125802
Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A. (Anggota) NIDN. 0008096602
Dra. Luh Putu Artini, M.A., Ph.D.(Anggota) NIDN. 0014076402
Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha
SPK Nomor 86/UN48.15/LPM/2014 Tanggal 13 Februari 2014
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
ii
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR PROGRAM PENGABDIAN PADA MASYARAKAT
1. Judul : Meningkatkan Kompetensi Penggunaan Bahasa
Kelas Guru-Guru Pengampu Mata Pelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar di Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng
2. Ketua
a. Nama Lengkap : Dr. I Gede Budasi, M.Ed.
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. NIDN : 0001125802
d. Disiplin Ilmu : Linguistik
e. Pangkat/Golongan : Pembina/IVa
f. Jabatan : Lektor Kepala
g. Fakultas/Jurusan : Bahasa dan Seni/Pendidikan Bahasa Inggris
h. Alamat : Jl. A. Yani No. 67, Singaraja
i. Telp/Faks/E-mail : (0362) 21541/(0362) 27561/-
j. Alamat Rumah : Jl. Surapati, Gang Manggis No. 7 Singaraja-Bali k. Telp/Faks/E-mail : 081338903491/(0362)256359/yaysurya8
@yahoo.com 3. Jumlah Anggota Pelaksana: 2 orang Anggota 1
a. Nama Lengkap : Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A.
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. NIDN : 0008096602
d. Disiplin Ilmu : Pendidikan Bahasa Inggris e. Pangkat/Golongan : Pembina/IVa
f. Jabatan : Lektor Kepala
g. Fakultas/Jurusan : Bahasa dan Seni/Pendidikan Bahasa Inggris
h. Alamat : Jl. A. Yani No. 67, Singaraja
i. Telp/Faks/E-mail : (0362) 21541/(0362) 27561/-
j. Alamat Rumah : Jl. Jelantik Gingsir No. 83, Sukasada, Singaraja,
Bali
k. Telp/Faks/E-mail : 081558380435/-/ made_ratminingsih @yahoo.com.au
Anggota 2
a. Nama Lengkap : Dra. Luh Putu Artini, M.A.,Ph.D.
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. NIDN : 0014076402
d. Disiplin Ilmu : Pendidikan Bahasa Inggris e. Pangkat/Golongan : Pembina/IVa
f. Jabatan : Lektor Kepala
g. Fakultas/Jurusan : Bahasa dan Seni/Pendidikan Bahasa Inggris
h. Alamat : Jl. A. Yani No. 67, Singaraja
i. Telp/Faks/E-mail : (0362) 21541/(0362) 27561/-
j. Alamat Rumah : Perum Asri Agung Persada Blok B/2, Jalan Tri
Brata Singaraja, Bali
iii
4. Lokasi Kegiatan
a. Nama Desa : Sukasada
b. Kecamatan : Sukasada
c. Kabupaten/Kota : Buleleng
d. Propinsi : Bali
5. Jumlah Biaya kegiatan : Rp. 9.500.000,-
6. Lama Kegiatan : 8 bulan
Singaraja, 8 September 2014 Mengetahui,
Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, Undiksha Ketua Pelaksana,
Prof. Dr. P.K. Nitiasih, M.A. Dr. I Gede Budasi, M.Ed.
NIDN. 0026066203 NIDN. 0001125802
Mengetahui Ketua LPM Undiksha
Prof. Dr. Ketut Suma, M.S. NIDN. 0001015913
iv
KATA PENGANTAR
Kami memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sehingga kegiatan P2M yang berjudul “Meningkatkan Kompetensi Penggunaan Bahasa Kelas Guru-Guru Pengampu Mata Pelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar di Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng” dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Dalam kesempatan ini, kami juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan P2M ini, antara lain:
Ucapan terima kasih ditujukan kepada Rektor Universitas Pendidikan Ganesha, yang dalam hal ini melalui LPM telah menyalurkan dana DIPA untuk pelaksanaan P2M ini.
Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Kepala UPP Kecamatan Sukasada, staf, dan Pengawas Sekolah yang telah mendukung dan menyambut baik kegiatan P2M ini. Pelaksana juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua panitia dan peserta yang telah berpartisipasi dalam kegiatan P2M ini.
Terima kasih yang tulus juga kami ucapkan kepada bapak Kepala Sekolah SD No.4 Panji Anom, yang telah mengijinkan kami untuk menggunakan sekolah yang dipimpinnya sebagai tempat pelaksanaan kegiatan P2M ini,
Kepada semua pihak yang terlibat, yang tidak bisa disebutkan satu persatu, kami ucapkan terimakasih banyak. Semoga semua kebaikannya mendapat pahala dari Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Pelaksana yakin bahwa laporan kegiatan ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran untuk penyempurnaan laporan ini diterima dengan senang hati.
Singaraja, 8 September 2014 Ketua Pelaksana,
Dr. I Gede Budasi, M.Ed. NIP. 195812311985031022
v DAFTAR ISI Halaman Judul ... i Halaman Pengesahan ... ii Kata Pengantar ... iv Daftar Isi... v
Daftar Tabel ... vii
Daftar Grafik ... viii
Bab I Pendahuluan ... 1
1.1 Analisis Situasi ... 1
1.2 Identifikasi Perumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Kegiatan ... 5
1.4 Manfaat Kegiatan ... 5
Bab II Tinjauan Pustaka ... 7
2.1 Peningkatan Kompetensi Guru ... 7
2.2 Hakikat Pebelajar Pemula (Anak-Anak) ... 11
2.3 Bahasa Kelas (Classroom Language) ... 14
Bab III Metode Pelaksanaan ... 17
3.1 Khalayak Sasaran antara yang Strategis ... 17
3.2 Metode Pelaksanaan Kegiatan ... 17
3.3 Kerangka Pemecahan Masalah ... 18
Bab IV Hasil dan Pembahasan ... 22
4.1 Hasil Kegiatan P2M ... 22
4.1.1 Hasil Observasi Awal ... 22
4.1.2 Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Guru-Guru Bahasa Inggris di Sekolah Dasar dalam Menggunakan Bahasa Kelas (Classroom Language) ... 25
4.2 Pembahasan ... 40
Bab V Penutup ... 45
5.1 Simpulan ... 45
vi
Daftar Pustaka ... 46
Lampiran 1 Absensi Peserta Kegiatan ... 49
Lampiran 2 Foto-Foto Kegiatan ... 54
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Contoh Bahasa Kelas ... 15
Tabel 3.1 Rancangan Evaluasi dan Pengukuran ... 20
Tabel 4.1 Hasil Observasi Kegiatan Awal ... 22
Tabel 4.2 Hasil Observasi Kegiatan Inti ... 23
Tabel 4.3 Hasil Observasi Kegiatan Akhir ... 24
Tabel 4.4 Contoh Desain Pembelajaran ... 26
Tabel 4.5 Hasil Observasi Kegiatan Awal 1 Pasca Pelatihan ... 29
Tabel 4.6 Hasil Observasi Kegiatan Inti 1 Pasca Pelatihan ... 29
Tabel 4.7 Hasil Observasi Kegiatan Akhir 1 Pasca Pelatihan ... 30
Tabel 4.8 Hasil Observasi Kegiatan Awal 2 Pasca Pelatihan ... 31
Tabel 4.9 Hasil Observasi Kegiatan Inti 2 Pasca Pelatihan ... 31
Tabel 4.10 Hasil Observasi Kegiatan Akhir 2 Pasca Pelatihan ... 33
Tabel 4.11 Hasil Kuesioner Efektivitas Pelatihan... 36
Tabel 4.12 Hasil Kuesioner Efektivitas Pelatihan Dilihat dari Dimensi Pengetahuan dan Keterampilan ... 37
Tabel 4.13 Hasil Kuesioner Efektivitas Pelatihan Dilihat dari Dimensi Kemampuan Mendesain Pembelajaran ... 38
Tabel 4.14 Hasil Kuesioner Efektivitas Pelatihan Dilihat dari Dimensi Kemampuan Mengimplementasikan ... 39
viii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Penggunaan Bahasa Kelas oleh Guru 1 ... 33 Grafik 4.2 Penggunaan Bahasa Kelas oleh Guru 2 ... 34 Grafik 4.3 Penggunaan Bahasa Kelas oleh Guru 3 ... 35
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Analisis Situasi
Kebijakan pembelajaran bahasa Inggris sebagai mata pelajaran muatan lokal di sekolah dasar yang di mulai sejak tahun 1994 sampai dengan pemberlakuan KTSP sejak tahun 2006 belum dibarengi oleh usaha maksimal baik dari pihak pemerintah maupun sekolah, terutama guru untuk memaksimalkan pembelajaran.
Dari pihak pemerintah dimaksudkan di sini adalah kurangnya guru-guru yang memiliki kompetensi mengajarkan bahasa Inggris di sekolah dasar. Terkait dengan hal ini, hasil survei, melalui angket yang disebarkan kepada guru-guru bahasa Inggris di sekolah dasar di Kecamatan Buleleng dan Sukasada, yang dilakukan Ratminingsih (2010) membuktikan bahwa tenaga kependidikan (guru) yang dimiliki sekolah dasar di dua kecamatan belum memadai dilihat dari latar belakang pendidikan. Dari 185 guru bahasa Inggris tersebut,105 orang (56,75%) memiliki latar belakang pendidikan bahasa Inggris, sedangkan 80 orang (43,25%) tidak berlatar belakang bahasa Inggris. Data ini membuktikan bahwa sampai dengan tahun 2010, masih terdapat hampir setengah jumlah guru yang mengajarkan bahasa Inggris tidak memiliki persyaratan akademik yang memadai. Selanjutnya, dari 80 guru yang tidak berlatar belakang pendidikan bahasa Inggris, 46 orang (57,5%) adalah guru-guru tamatan D2 PGSD, 26 orang (32,5%) adalah guru-guru tamatan S1 dengan latar belakang pendidikan bervariasi, dengan rincian 7 orang (26,92%) tamatan S1 Agama Hindu, 5 orang (19,23%) S1 IPS (Ekonomi, Geografi, dan Manajemen), masing-masing 2 orang (7,69%) tamatan S1 PKK dan Perhotelan, dan sisanya adalah tamatan S1 Hukum, S1 Pendidikan Bahasa Indonesia, dan UT. Temuan yang tidak kalah menarik yaitu 6 orang guru (13,64%) adalah tamatan SLTA (5 SPG dan 1 SMA), berstatus PNS, yang juga berani mengajar bahasa Inggris. Data ini membuktikan bahwa tuntutan kurikulum muatan lokal yang diberlakukan pemerintah belum dibarengi dengan perekrutan guru-guru yang memiliki kualitas akademik yang memadai, sehingga hal ini dapat berdampak terhadap pengajaran yang kurang memenuhi standar pengajaran bahasa Inggris yang baik dilihat dari segi ketepatan penanganan materi pembelajaran (aspek-aspek kebahasaan dan keterampilan berbahasa) yang
2
diajarkan, maupun dari prosedur pembelajaran terkait dengan metode dan teknik pembelajaran yang digunakan.
Di sisi lain, dari pihak guru, hasil wawancara informal dengan beberapa guru di Kelurahan Sukasada, didapatkan informasi bahwa dalam pembelajaran mereka lebih banyak menggunakan buku teks (textbook oriented). Rutinitas pembelajaran dilakukan dengan melakukan segala aktivitas atau tugas yang hanya ada di dalam buku teks. Hal ini bisa membuat pembelajaran menjadi membosankan. Sementara itu, dari pengalaman peneliti memberikan pelatihan penyegaran tentang strategi mengajar bahasa Inggris kepada sekitar 100 guru-guru bahasa Inggris di lingkungan SD se-Kecamatan Buleleng (Ratminingsih, 2006), para guru menceritakan pengalaman mereka mengajar yang lebih menekankan pada pembelajaran kosakata, karena menurutnya kosakata sangat penting untuk bisa menggunakan bahasa Inggris. Pendapat tersebut memang cukup beralasan dan menurut peneliti memang benar bahwa tanpa kosakata yang memadai, tidak ada seorang pun yang mampu menggunakan bahasa.
Strategi atau teknik yang biasanya digunakan oleh guru dalam mengajar cenderung bersifat konvensional, yaitu setelah mengajarkan melafalkan kosakata secara berulang-ulang (drills), guru menjelaskan kosakata bahasa Inggris dengan menerjemahkan, yaitu memberikan padanannya dalam bahasa ibu (bahasa Indonesia). Pemanfaatan bahasa pertama (L1) bila dilakukan terlalu sering, bahkan mendominasi tidak baik atau tidak membantu siswa menguasai bahasa yang dipelajari. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat menjadi model bahasa target dengan baik, yakni lebih banyak menggunakan bahasa Inggris di dalam kelas.
Temuan terkini dari kegiatan P2M yang dilakukan Ratminingsih dan Budasi (2012) menunjukkan bahwa dari 25 guru bahasa Inggris di sekolah dasar di Kecamatan Sukasada yang berpartisipasi dalam kegiatan tersebut, hanya 6 orang guru (24%) yang berlatar belakang pendidikan bahasa Inggris, sedangkan mayoritas guru, yaitu 19 orang (76%) berlatar belakang pendidikan non bahasa Inggris. Data ini menunjukkan bahwa mayoritas guru yang mengajarkan bahasa Inggris di 25 sekolah dasar belum memiliki kualitas pembelajaran bahasa Inggris yang memadai. Selanjutnya, dari hasil wawancara dengan KUPP Sukasada
3
(Ratminingsih & Artini, 2013), didapatkan informasi yang sangat signifikan yakni dari 63 sekolah dasar di Kecamatan Sukasada (60 SD umum dan 3 Madrasah), hanya 6% guru yang memiliki latar belakang pendidikan bahasa Inggris, selebihnya mayoritas mereka adalah guru-guru kelas yang dituntut untuk mau mengajarkan bahasa Inggris oleh karena tuntutan kurikulum. Data ini mengindikasikan bahwa masalah penyiapan tenaga yang mampu mengajarkan bahasa Inggris masih belum ditangani dengan serius oleh pemerintah. Padahal kompetensi siswa dalam menggunakan bahasa Inggris, fondasinya terletak pada pembelajaran di sekolah dasar. Bila fondasi kuat, maka pembelajaran pada level berikut akan semakin kuat, namun bila fondasi goyah atau lemah, bisa dibayangkan pada level berikut siswa akan mengalami masalah yang serius.
Dari hasil wawancara dengan 25 guru pengampu bahasa Inggris (Ratminingsih &Artini, 2013), semua guru (100%) menegaskan bahwa pelatihan-pelatihan penyegaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa Inggris hendaknya secara berkesinambungan dilakukan. Baik KUPP dan guru meminta Undiksha sebagai LPTK untuk secara terus menerus bekerja sama dengan institusi-institusi terkait melalui kegiatan pengabdian sebagai salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dari 63 sekolah dasar yang ada di Kecamatan Sukasada pada P2M Ratminingsih dan Artini (2013), baru 25 guru yang ikut berpartisipasi, itu sebabnya atas permohonan KUPP Sukasada, kegiatan serupa masih perlu diupayakan pada tahun mendatang dengan melibatkan guru-guru pengampu mata pelajaran Bahasa Inggris dari sekolah dasar yang lain.
Dari semua temuan di atas, tim pelaksana kegiatan merasa berkepentingan untuk membantu para guru, utamanya yang tidak berlatar belakang kependidikan bahasa Inggris agar dapat meningkatkan kualitas bahasa Inggris yang digunakan di dalam kelas melalui pelatihan penggunaan bahasa kelas (classroom language). Dengan pelatihan tersebut, para guru diperkenalkan dengan berbagai ekspresi-ekspresi bahasa Inggris yang sederhana dan bermakna, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan siswa. Dengan penggunaan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris yang memadai, maka secara simultan guru dapat lebih mendominankan penggunaan bahasa Inggris sebagai medium pembelajaran. Dengan demikian, siswa menjadi terbiasa dengan pemanfaatan bahasa kelas, dan melalui cara
4
tersebut, mereka akan dapat memeroleh bahasa secara alami (language
acquisition).
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah
Sesuai dengan analisis situasi di atas, ada beberapa masalah yang dapat diidentifikasi:
a) Pembelajaran cenderung bersifat konvensional, yaitu guru menjadi figur aktif, mengajarkan pelafalan setiap kosakata, melalui latihan pengulangan (drills), dan kemudian menjelaskan makna setiap kosakata bahasa Inggris dengan menerjemahkan.
b) Dominansi penggunaan bahasa Indonesia sebagai medium pembelajaran. c) Mayoritas guru bahasa Inggris di Kecamatan Sukasada pada tahun 2012
(76%) belum memiliki latar belakang pendidikan bahasa Inggris yang memadai (Ratminingsih & Budasi, 2012 dari total peserta 25 orang). d) Mayoritas guru bahasa Inggris di Kecamatan Sukasada pada tahun 2013
(94%) dari total 63 SD belum memiliki latar belakang pendidikan bahasa Inggris yang memadai (Ratminingsih & Artini, 2013).
e) Guru kurang mendapat kesempatan dalam pengembangan profesionalisme melalui kegiatan-kegiatan seperti pendidikan dan pelatihan, workshop, seminar, dll.
Mengacu pada masalah-masalah yang teridentifikasi di atas, maka rumusan permasalahan yang diangkat pada pengabdian masyarakat ini adalah sebagai berikut:
a) Bagaimana meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru-guru bahasa Inggris dalam penggunaan bahasa kelas (classroom language)? b) Bagaimana meningkatkan keterampilan guru-guru bahasa Inggris dalam
melaksanakan pembelajaran dengan memanfaatkan bahasa kelas (classroom language) yang relevan dan efektif ?
5 1.3. Tujuan Kegiatan
Sesuai dengan analisis situasi dan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari pelaksanaan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah sebagai berikut:
a) Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru-guru bahasa Inggris di sekolah dasar dalam penggunaan bahasa kelas (classroom
language).
b) Untuk meningkatkan keterampilan guru-guru bahasa Inggris dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan bahasa (classroom
language).kelas yang relevan dan efektif.
1.4 Manfaat Kegiatan
Melalui kegiatan pengabdian pada masyarakat ini, manfaat yang dapat dipetik oleh beberapa pihak adalah sebagai berikut:
a) Bagi Guru Bahasa Inggris Sekolah Dasar
Kegiatan P2M ini memberikan masukan yang berharga berupa pengetahuan dan keterampilan praktis bagi guru-guru bahasa Inggris dalam rangka mengupayakan pembelajaran yang lebih berkualitas, yaitu dalam menggunakan bahasa kelas (classroom language) yang lebih optimal. Khusus bagi guru-guru bahasa Inggris yang tidak memiliki latar belakang kependidikan bahasa Inggris yang memadai, kegiatan ini sangat bermanfaat dalam melatih kemampuan mereka menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris yang sederhana dan bermakna dalam proses pembelajar, sehingga dapat meningkatkan dominasi penggunaan bahasa Inggris sebagai medium pembelajaran daripada bahasa Indonesia.
b) Bagi Sekolah
Kegiatan P2M ini memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan kualitas guru bahasa Inggris dari segi penambahan pengetahuan dan keterampilan praktis melaksanakan pembelajaran bahasa Inggris yang lebih baik, yaitu dalam
6
berkomunikasi dan berinteraksi di kelas melalui pemanfaatan bahasa kelas (classroom language).
c) Bagi Siswa Sekolah Dasar
Dengan adanya pembaharuan dalam cara guru mengajarkan bahasa Inggris, yaitu melalui penggunaan bahasa kelas (classroom language) yang optimal, siswa akan berlatih secara terus menerus berkomunikasi dan berinteraksi lebih banyak dalam bahasa target (bahasa Inggris). Bila hal tersebut terus diupayakan oleh guru, maka pemanfaatan bahasa kelas akan menjadi kebiasaan (habit), yang sangat berguna dalam mempercepat proses pemerolehan bahasa target.
d) Bagi UNDIKSHA
Sebagai sebuah LPTK, yang salah satu dari Tri Dharma adalah melakukan pengabdian pada masyarakat, kegiatan P2M ini menjadi salah satu wujud kepedulian Undiksha untuk berperan aktif secara berkelanjutan dalam meningkatkan kualitas SDM (guru) di Propinsi Bali pada umumnya dan di Kabupaten Buleleng khususnya, yaitu di Kecamatan Sukasada.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peningkatan Kompetensi Guru
Dalam Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan diatur bahwa terdapat delapan Standar Nasional Pendidikan yang perlu diperhatikan dalam mendesain dan melaksanakan kurikulum suatu unit pendidikan, yaitu Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, dan Standar Penilaian Pendidikan.
Dalam salah satu standar tersebut, standar pendidik dan tenaga kependidikan merupakan salah satu faktor penentu sukses tidaknya proses pembelajaran. Dengan demikian, pendidik dan tenaga kependidikan sekaligus merupakan subjek dari standar proses, karena yang mempersiapkan dan mengimplementasikan proses pembelajaran adalah mereka. Oleh karena itu pendidik dan tenaga kependidikan memegang peran yang sangat sentral dalam pendidikan. Pendidikan yang bermutu sangat tergantung dari keberadaan guru yang bermutu. Guru yang bermutu adalah mereka yang melaksanakan pekerjaaannya secara profesional. Sejalan dengan hal ini, Koster (2006) menegaskan pendidikan yang bermutu tergantung pada keberadaan guru yang bermutu, yakni guru yang profesional, sejahtera, dan bermartabat. Menurut Surya (2003), guru yang profesional harus menguasai keahlian dalam kemampuan materi keilmuan dan ketrampilan metodologi. Guru juga harus memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi atas pekerjaannya baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan negara, lembaga dan organisasi profesi.
Agar dapat menjadi guru yang profesional, maka ada sejumlah kompetensi yang harus dikuasai. Sukidjo (2014) menyatakan bahwa iIstilah kompetensi menunjuk pada suatu kemampuan, “competence means fitness or ability” yang berarti kemampuan atau kecakapan. Sumber dari Depdiknas 1982 (dalam Sukidjo, 2014), menyatakan bahwa kompetensi menunjuk kepada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan. Menurut The National Council for Vocational Qualification (NCVQ), “a competence is
8
defined as the ability to perform an activity within an occupation. Competence is a wide concept which embodies the ability to transfer skills and knowledge to new situations … within the occupational areas and includes aspects of “key‟ skills”.
Kompetensi merupakan kemampuan untuk menjalankan aktivitas dalam suatu pekerjaan, yang ditunjukkan oleh kemampuan mentransfer keterampilan dan pengetahuan pada situasi yang baru (dalam Sukidjo, 2014). Sementara itu, Mukminan mengutip pendapat Hall dan Jone yang menyatakan bahwa kompetensi adalah pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat diamati dan diukur (Hall dan Jones dalam Mukminan, 2003 :2) Oleh sebab itu, seseorang yang memiliki kompetensi berarti yang bersangkutan memiliki kemampuan yang dapat diamati dan diukur.
Lebih jauh, kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan sikap, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru dalam melakukan tugas keprofesionalannya, sedangkan profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (Ketentuan Umum UU No.14 Thn 2005). Ketentuan di atas secara eksplisit menyiratkan bahwa profesi guru terkait dengan konteks layanan ahli dalam bidang keguruan-kependidikan, karena terapan layanan ahli kependidikan itu selalu berlandaskan penguasaan akademik yang solid (Dantes, 2012).
Arikunto (2002) menyebutkan tiga kompetensi dasar yang harus dimiliki guru, yaitu kompetensi personal, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Kompetensi personal berhubungan dengan kemampuan guru untuk memiliki sikap kepribadian yang baik dan terpuji, sehingga layak menjadi teladan dan panutan bagi siswanya. Kompetensi sosial berhubungan dengan partisipasi sosial guru dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, baik di tempat kerja dan di tempat tinggalnya, dan kompetensi profesional adalah kemampuan yang berfokus pada pelaksanaan proses belajar mengajar dan dengan hasil belajar siswa. Sementara Dantes (2009) dan Santyasa (2011) menyebutkan empat kompetensi yang harus dikuasai oleh guru atau dosen yaitu kompetensi pedagogi, kompetensi profesional,
9
kompetensi sosial, dan kompetensi personal. Kompetensi pedagogi berhubungan dengan kemampuan dalam mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran, seperti memahami karakteristik peserta didik dan gaya belajarnya, mengembangkan perangkat pembelajaran, mengembangkan strategi belajar, mengelola pembelajaran, mengevaluasi hasil belajar, menggunakan teknologi dalam pembelajaran, dan memberikan layanan bimbingan, kompetensi profesional menyangkut kemampuan dalam bidang studi yang ditekuni, termasuk kompetensi keterampilan dan pengembangan dan implementasi pengetahuan, sementara kompetensi sosial berhubungan dengan kemampuan berinteraksi dengan lingkungan yang multikultural, berinteraksi dengan efektif dan tata cara yang sopan, dan adaptif dengan berbagai kelas sosial di mayarakat, terbuka dan menghargai pendapat serta kritik orang lain. Kompetensi kepribadian terkait dengan kemampuan untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan norma dan agama, aturan dan sosial budaya di Indonesia, sebagai individu yang hormat, jujur, adil, berkarisma, dan memiliki integritas, loyal terhadap institusi, bertanggung jawab, dan memiliki etos kerja yang tinggi, menjunjung etika profesi, kreatif, adadptif, inovatif, dan produktif, dan menunjukkan kepemimpinan yang visioner.
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa sebagai agen pendidikan yang profesional, terdapat empat kompetensi utama yang harus dikuasai oleh guru, antara lain kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian.
Dari keempat kompetensi yang telah dikemukakan di atas, kompetensi profesional merupakan kompetensi yang paling krusial yang harus dimiliki oleh seorang guru sebagai prasyarat mengajarkan bidang studi yang diampu, dalam hal ini mata pelajaran bahasa Inggris. Penguasaan guru dalam bidang keahliannya, yaitu bahasa Inggris sangat menentukan bisa tidaknya mereka menjadi model penggunaan bahasa yang baik bagi peserta didik. Walker (2001 dikutip oleh Yuwono dan Harbon, 2011: 148) secara sederhana menegaskan bahwa guru bahasa Inggris disebut profesional bila mereka menguasai tiga hal utama, yaitu memiliki kualifikasi pendidikan, (2) memiliki pengetahuan yang baik terhadap bidang studi yang diajarkan, dan (3) menjadi praktisi yang cakap di dalam kelas.
10
Berdasarkan pendapat Walker di atas dan mengacu pada hasil survei (Ratminingsih, 2010), dan hasil wawancara dengan guru dan KUPP (Ratminingsih dan Artini, 2013) dapat dikatakan bahwa para guru yang mengampu mata pelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar belum memiliki kualifikasi yang memadai sebagai guru bahasa Inggris mengingat banyak dari mereka tidak memiliki latar belakang pendidikan bahasa Inggris. Hal ini berdampak pada kurangnya pengetahuan mereka terhadap bidang studi yang diajarkan, sehingga dapat mempengaruhi proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas.
Sebagai upaya untuk membantu para guru meningkatkan kompetensi profesionalnya khususnya pengetahuan mereka dalam mengajarkan bahasa Inggris, maka berbagai strategi pengembangan profesi dapat dilakukan baik oleh guru itu sendiri secara mandiri ataupun oleh pemerintah secara kelembagaan melalui kegiatan-kegiatan pelatihan dalam jabatan (in-service training), seperti mengikuti pendidikan dan pelatihan, seminar, lokakarya (workshop), focus group
discussion, dan berbagai pengembangan profesi lainnya. Menurut Danim dan
Khairil (2011:17), terdapat empat ranah untuk mewujudkan guru yang benar-benar profesional, yaitu (1) penyediaan guru berbasis perguruan tinggi, (2) induksi guru pemula berbasis sekolah, (3) profesionalisasi guru berbasis prakarsa institusi, dan (4) profesionalisasi guru berbasis individu. Penyediaan guru berbasis perguruan tinggi pada hakekatnya merupakan program pendidikan yang menjadi tanggung jawab LPTK dalam memproduksi guru yang memiliki kualifikasi mengajar. Sementara induksi guru pemula dimaksudkan untuk memberikan pengalaman praktis kepada para guru pemula yang baru diangkat untuk melaksanakan tugas sebagai guru di suatu satuan pendidikan sebelum menjalankan tugas pendidikan dan pembelajaran secara mandiri. Selanjutnya untuk profesionalisasi guru berbasis prakarsa institusi adalah program pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan melalui berbagai cara seperti (1) pendidikan dan pelatihan, (2) workshop, (3) magang, (4) studi banding yang diatur secara kelembagaan, sedangkan profesionalisasi guru berbasis individu merupakan suatu pengembangan profesi yang dilakukan oleh guru secara mandiri melalui inisiatif sendiri.
11
Terkait dengan P2M yang dilaksanakan oleh Tim pelaksana dalam kegiatan ini, kegiatan yang dilakukan untuk membantu guru dalam meningkatkan keprofesionalannya dalam mengajarkan bahasa Inggris adalah melalui pelatihan. Dalam hal ini kegiatan dimaksud dapat dikategorikan pengembangan profesionalisasi berbasis prakarsa institusi, oleh karena kegiatan yang dilakukan merupakan prakarsa dari tim pelaksana dari institusi dalam hal ini dari Undiksha sebagai bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi.
2.2 Hakikat Pebelajar Pemula (Anak-Anak)
Harmer (2007a) menggolongkan tiga kelompok umur pebelajar, yaitu anak-anak (children), remaja (adolescents), dan dewasa (adults). Anak-anak adalah kelompok pebelajar dengan usia 2 sampai dengan 14 tahun, remaja adalah kelompok pebelajar dengan usia antara 12 sampai dengan 17 tahun, dan dewasa umumnya mereka yang berumur antara 16 tahun ke atas. Khusus untuk istilah anak-anak (children), Harmer menggolongkan dua kelompok usia anak-anak, yaitu young learners adalah mereka yang berumur antara 5 sampai dengan 9 tahun, dan very young learners biasanya antara 2 sampai dengan 5 tahun.
McKay (2007: 1) mendefinisikan young language learners sebagai berikut:
Young language learners are those who are learning a foreign or second language and who are doing so during the first six or seven years of formal schooling. In the education system of most countries, young learners are children who are in the primary or elementary school. In terms of age, young learners are between the ages of approximately five and twelve.
Dalam kutipan tersebut, McKay menegaskan bahwa yang dimaksud dengan pebelajar anak-anak adalah mereka yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing atau bahasa kedua pada enam atau tujuh tahun pertama pembelajaran di sekolah formal dan biasanya diajarkan di sekolah dasar. Dari segi usia, mereka rata-rata berusia antara 5 sampai dengan 12 tahun.
Selanjutnya, Harmer (2007a) mengemukakan bahwa karakteristik anak-anak ketika belajar ialah mereka tidak hanya fokus pada apa yang diajarkan, tetapi juga belajar banyak hal pada saat yang bersamaan, seperti mengambil informasi dari sekitarnya. Melihat, mendengar, dan menyentuh sama pentingnya dengan
12
penjelasan guru dalam proses pemahaman. Abstraksi aturan-aturan gramatika kurang efektif bila diajarkan pada anak-anak. Anak-anak biasanya merespon dengan baik pada aktivitas-aktivitas yang memfokuskan pada kehidupan dan pengalaman mereka. Namun, perhatian anak-anak, yaitu kemauan untuk tetap memperhatikan satu kegiatan biasanya singkat. Salah satu karakteristik penting anak-anak adalah kemampuannya menjadi pembicara yang kompeten dari sebuah bahasa baru bila disediakan fasilitas yang memadai, dan bila mendapatkan pajanan bahasa yang mencukupi.
Harmer (2007b) lebih jauh mengungkapkan bahwa umur merupakan salah satu faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam membuat keputusan terhadap apa yang diajar dan bagaimana mengajar. Orang-orang yang berbeda usia memiliki kebutuhan, kompetensi, keterampilan kognitif yang berbeda. Anak-anak lebih baik memperoleh bahasa asing melalui permainan, sedangkan orang dewasa mungkin lebih baik belajar melalui pemanfaatan pikiran abstrak. Salah satu kepercayaan yang berlaku umum terkait dengan hubungan umur dan belajar bahasa adalah bahwa anak-anak belajar lebih cepat dan lebih efektif dibandingkan dengan kelompok usia lainnya.
Scott dan Ytreberg (2000: 1) menegaskan yang dimaksudkan anak-anak adalah mereka yang berumur antara 5 sampai dengan 10 atau 11 tahun. Namun, mereka membagi anak-anak ke dalam dua kelompok besar, yaitu (1) kelompok 5 sampai 7 tahun, dan (2) kelompok 8 sampai 10 tahun. Karakteristik anak-anak pada usia 5 sampai 7 tahun adalah (1) mereka bisa mengatakan apa yang sedang dikerjakan, (2) mereka bisa memberitahu apa yang telah dikerjakan atau didengar, (3) mereka bisa merencanakan aktivitas, (4) mereka bisa berargumentasi, (5) mereka bisa menggunakan alasan logis, (6) mereka bisa menggunakan imajinasi dengan jelas, (7) mereka dapat menggunakan pola intonasi yang bervariasi dalam bahasa ibu, dan (8) mereka bisa memahami interaksi manusia langsung. Sedangkan, karakteristik umum anak-anak umur 8 sampai 10 tahun adalah (1) konsep dasar mereka terbentuk. Mereka memiliki pandangan yang jelas terhadap dunia, (2) mereka bisa membedakan antara fakta dengan fiksi, (3) mereka selalu bertanya, (4) mereka percaya dengan kata-kata lisan dan dunia fisik untuk menyampaikan dan memahami makna, (5) mereka bisa mengambil keputusan
13
terhadap apa yang harus mereka pebelajari, (6) mereka mempunyai pandangan yang jelas terhadap apa yang dia suka dan tidak suka, (7) mereka memahami rasa keadilan yang terjadi di kelas, dan (8) mereka dapat bekerja sama dengan dan belajar dari orang lain.
Dari semua uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa sekolah dasar tergolong anak-anak, yang oleh Harmer (2007a) disebut children atau young
learners, yang berusia antara 6 tahun s.d. 12 tahun yang belajar di sekolah selama
6 tahun (McKay, 2007), dan oleh Scott dan Ytreberg (2000) dikategorikan pada kelompok kedua.
Paul (2003) mengemukakan bahwa dalam teori intelegensi jamak (multiple
intelligence), anak-anak memiliki intelegensi yang berbeda-beda. Anak tertentu
bisa lebih berintelegensi dalam satu hal, sedangkan anak yang lain lebih berintelegensi dalam hal yang lain. Tugas guru adalah menemukan kekuatan-kekuatan pada setiap anak dan membangun kekuatan-kekuatan-kekuatan-kekuatan tersebut. Moon (2000) menjelaskan bahwa anak-anak yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing di sekolah telah mempelajari satu bahasa, dan ketika masuk kelas, mereka akan membawa pengalaman dalam bahasa sebelumnya, yang dapat membantunya belajar dan belajar bahasa Inggris. Guru hendaknya bisa memanfaatkan dan membangun kemampuan dan karakteristik ini. Dalam situasi belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing, anak-anak sangat tergantung secara keseluruhan hanya pada lingkungan sekolah sebagai input. Dengan demikian, guru biasanya merupakan satu-satunya sumber yang memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran bahasa anak. Di samping itu, anak-anak tidak belajar dengan satu cara, tetapi menggunakan berbagai cara. Mereka hanya bisa menggunakan cara-cara tersebut, jika guru mengembangkan lingkungan belajar yang tepat, yaitu suatu lingkungan belajar yang memberikan cukup pajanan yang memberikan input bermakna, memberikan mereka kebebasan untuk mengambil resiko dan meneliti, membuat mereka mau menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan guru maupun dengan teman-temannya, dan mendapatkan umpan balik dari proses belajar.
Dari paparan Moon (2000) dan Paul (2003) di atas, dapat disimpulkan bahwa guru merupakan sumber belajar penting dan utama dalam pembelajaran
14
bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing, oleh karena itu guru hendaknya dapat menjadi model bahasa target yang memadai agar anak-anak dapat memiliki kompetensi berkomunikasi dalam bahasa yang mereka pelajari.
2.3 Bahasa Kelas (Classroom Language)
Bahasa kelas (classroom language) secara umum dapat dikatakan sebagi ekspresi-ekspresi bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi di kelas antara guru dan peserta didik. Menurut Scott dan Ytreberg (2000:17), bahasa kelas adalah ekspresi-ekspresi bahasa Inggris yang sederhana dan bermakna yang digunakan untuk membantu anak-anak berkembang dari ketergantungan pada buku menjadi lebih mandiri dalam usaha untuk berkomunikasi. Pemanfaatan bahasa kelas oleh guru sangat penting dalam proses belajar mengajar agar anak-anak terbiasa dalam menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris dalam berinteraksi. Beberapa contoh ekspresi bahasa yang segera harus diajarkan kepada pebelajar anak-anak sejak awal, seperti:
Good morning/afternoon Good bye
Can I ..., please?
Sorry, I don’t know/don’t understand/can’t
What’s this called in English?/ What’s the English for ... Whose turn id it/book is this/chair is this?
Whose turn is it to ... It’s my/your/his/her turn. Pass the ..., please.
Lebih lanjut, Scott dan Ytreberg (2000) menegaskan agar guru lebih memaksimalkan penggunaan bahasa Inggris di dalam kelas dengan menggunakan bantuan mimik, akting, boneka, dan lain-lain untuk dapat menyampaikan makna. Penggunaan bahasa Inggris yang maksimal di dalam kelas sangat berguna, karena anak-anak hanya mendapat kesempatan mendengar bahasa Inggris digunakan di dalam kelas. Di luar sekolah mereka biasanya kurang mendapat ekspos bahasa. Oleh karena itu, guru hendaknya mengupayakan penggunaan bahasa Inggris yang sederhana, natural dan sesuai dengan level siswa. Dengan strategi tersebut, guru dapat memperbanyak pemanfaatan bahasa Inggris sebagai medium pembelajaran
15
daripada bahasa Indonesia, yang lebih bermanfaat dalam usaha pemerolehan bahasa target.
Paul (2003) menambahkan bahwa guru perlu menggunakan bahasa kelas untuk instruksi-instruksi kelas. Tugas guru untuk memberikan contoh dan membimbing siswa untuk menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris secara natural. Melalui cara tersebut, siswa dapat memahami bagian-bagian bahasa secara periferal dan menghubungkan penggunaan bahasa Inggris sesuai dengan perasaannya. Beberapa bahasa kelas yang dipaparkan oleh Paul (2003: 81) adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Contoh Bahasa Kelas
Classroom Language Simple Expressions
Good Afternoon.
How are you today?
Thank you.
I’m sorry. I don’t know. Goodbye.
See you next week.
May I open the window?
Asking for help
Could you repeat that, please?
What’s this in English? What’s that in English? How do you spell...?
I don’t understand. Please help me.
How do I say...? Between the children
Can I borrow your ... , please?
Sure.
Here you are.
It’s my turn. It’s your turn. May I have a ...?
From the teacher
Guess.
Please stand up.
Please open your books.
Let’s write/ go home. Let’s play ...
What’s the weather like today? It’s time to write/ go home
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa kelas adalah ekspresi-ekspresi bahasa yang umum digunakan oleh guru maupun siswa sebagai bagian dari kegiatan berkomunikasi atau interaksi.
Sehubungan dengan hal di atas, Nation (2003) menegaskan bahwa penggunaan bahasa Inggris dalam kelas bahasa hendaknya dimaksimalkan kapan saja memungkinkan secara terus menerus maupun melalui pengelolaan kelas. Nation (2003) menambahkan bahwa ketika siswa memiliki sedikit kesempatan menggunakan bahasa target di luar kelas, tugas guru untuk memaksimalkan
16
penggunaan bahasa Inggris yang dipelajari di dalam kelas. Salah satu cara yang dapat ditempuh, yaitu melalui pengelolaan kelas (classroom management), seperti menyuruh siswa apa yang perlu dikerjakan, misalnya take your books, turn to page 7; mengontrol perilaku, misalnya be quiet; menjelaskan aktivitas, misalnya
get into pairs.
Terkait dengan pemanfaatan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing, Chang (2010) melaporkan hasil surveinya terhadap 370 mahasiswa S1 di Taiwan bahwa mereka memiliki sikap positif terhadap penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar (English as a Medium of Instruction), dan mayoritas setuju bahwa pembelajaran dengan bahasa pengantar bahasa Inggris dapat meningkatkan profisiensi bahasa Inggris mereka terutama keterampilan mendengarkan.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahasa kelas sebagai medium pembelajaran sangat penting dilakukan oleh guru sebagai upaya memaksimalkan pemanfaatan bahasa Inggris di dalam kelas guna membimbing dan melatih siswa agar dapat menggunakan bahasa untuk tujuan berkomunikasi dan meningkatkan profisiensi mereka.
17
BAB III METODE PELAKSANAAN
3.1 Khalayak Sasaran antara yang Strategis
Peserta yang menjadi khalayak sasaran strategis dari kegiatan P2M ini adalah guru-guru bahasa Inggris di sekolah dasar di Kecamatan Sukasada, terutama para guru yang belum mendapat pelatihan terkait dengan penggunaan bahasa kelas khususnya mereka yang jauh dari kota. Ada dua alasan signifikan mengapa guru-guru di pedesaan yang diutamakan, yaitu (1) guru-guru di pedesaan kurang memiliki akses untuk meningkatkan profesionalime melalui in-service
training, dengan ikut seminar, lokakarya, atau sejenisnya ke sebuah LPTK
(seperti Undiksha atau institusi lain), karena berbagai alasan, seperti jarak yang jauh, biaya, dsb., dan (2) guru-guru di pedesaan, sesuai dengan hasil survei (Ratminingsih, 2010) masih banyak yang tidak memiliki latar belakang mengajar bahasa Inggris yang memadai. Terlebih lagi, hasil wawancara dengan guru-guru pada kegiatan P2M (Ratminingsih dan Budasi, 2012), dari 25 guru yang ikut berpartisipasi, 19 orang guru (76%) tidak memiliki latar belakang kependidikan bahasa Inggris, namun mengajar bahasa Inggris dan hasil wawancara dengan KUPP (Ratminingsih dan Artini, 2013) bahwa dari total 63 SD, hanya 6% guru yang berlatar belakang bahasa Inggris. Bukti ini mengindikasikan bahwa pelatihan penggunaan bahas kelas (classroom language) merupakan kegiatan mendesak yang harus diupayakan oleh Undiksha sebagai LPTK dalam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu untuk membantu para guru tersebut untuk meningkatkan kualitas bahasa Inggris mereka dan kualitas pembelajaran bahasa Inggris.
3.2 Metode Pelaksanaan Kegiatan
Metode yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan P2M ini adalah pelatihan terutama kepada para guru bahasa Inggris di sekolah dasar yang berada di wilayah Kecamatan Sukasada, yang terletak di pedesaan. Guru-guru yang diutamakan adalah mereka yang tidak memiliki latar belakang pendidikan bahasa
18
Inggris, tetapi mereka telah mengajar bahasa Inggris. Mereka diberikan pelatihan berupa penggunaan bahasa kelas (classroom language) sebagai upaya untuk membuat pembelajaran bahasa Inggris lebih berkualitas.
Oleh karena guru-guru bahasa Inggris sudah memiliki pengalaman mengajarkan bahasa Inggris, maka rancangan kegiatan berupa in-service training. Langkah-langkah kegiatan yang ditempuh adalah sebagai berikut:
a) Penyemaian informasi, berupa landasan teoretis tentang hakikat bahasa kelas (classroom language) dan peranannya.
b) Pemberian model berupa contoh-contoh bahasa kelas (classroom
language).
c) Praktek membuat persiapan mengajar dengan menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa kelas (classroom language) secara berkelompok pada fase awal, inti, dan penutup pembelajaran.
d) Praktek menyelenggarakan pembelajaran dengan menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa kelas (classroom language) yang telah didesain.
e) Setelah kegiatan pelatihan, para guru akan diberikan angket untuk mengetahui pendapat mereka terkait dengan kegiatan pelatihan yang telah dilakukan,.
f) Observasi ke beberapa sekolah (3 sekolah) dilakukan untuk mengetahui adanya peningkatan kompetensi guru dalam melakukan pembelajaran yang memanfaatkan bahasa kelas.
3.3 Kerangka Pemecahan Masalah
Adapun kerangka pemecahan masalah yang dilakukan dapat dilihat pada bagan alir di bawah ini:
19
Secara umum terdapat 3 kegiatan inti yang dilakukan, yaitu observasi awal pembelajaran, pelatihan dan observasi kelas setelah pelatihan. Sebelum pelatihan dimulai, tim pelaksana berkoordinasi dengan KUPP Kecamatan Sukasada dalam penentuan tempat, jadwal dan guru-guru yang dilibatkan dalam kegiatan. Pada kegiatan observasi awal tiga guru yang mengampu Bahasa Inggris dicermati
Ceramah dan tanya jawab Ceramah dan tanya jawab Penyemaian informasi
pembelajaran hakikat bahasa kelas
Penyemaian informasi contoh-contoh ekspresi bahasa kelas
Pemberian model pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas dalam 3 fase (awal, inti, penutup)
Demonstrasi contoh pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas Pelatihan
Membuat contoh pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas dalam 3 fase (awal, inti, penutup)
Praktek menyelenggarakan pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas
Kerja kelompok membuat contoh pembelajaran dengan menggunakan bahsa kelas dalam 3 fase (awal, inti, penutup)
Demonstrasi pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas
Penyebaran angket terkait dengan pendapat guru tentang pelaksanaan pelatihan
Pengisian lembar angket oleh guru-guru peserta pelatihan
Pengamatan pelaksanaan pembelajaran dengan
pemanfaatan bahasa kelas yang telah dilatihkan sebanyak dua kali kepada tiga guru yang berbeda
Observasi kelas
Observasi Awal Penggunaan bahasa kelas sebelum pelatihan
20
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran khususnya dalam pemanfaatan bahasa kelas dengan menggunakan lembar observasi yang telah disediakan tim pelaksana.
Dalam pelatihan dilakukan sejumlah tahapan kegiatan, yang meliputi penyemaian informasi tentang penggunaan bahasa kelas (hakikat bahasa kelas dan peranan bahasa kelas), pemodelan melalui pemberian contoh-contoh eskpresi bahasa kelas, yang dilakukan dengan ceramah, tanya jawab, dan demonstrasi. Selanjutnya, peserta bekerja kelompok untuk berlatih membuat ekspresi-ekspresi bahasa kelas yang dapat digunakan pada fase awal, inti, dan penutup pelajaran. Setelah membuat contoh ekspresi-ekspresi bahasa kelas, pada langkah terakhir dari pelatihan adalah peserta mendemonstrasikan keterampilan mereka mengajar dengan menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa kelas yang telah mereka disain dalam kelompok. Selanjutnya, peserta diberikan angket untuk menjaring pendapat mereka terkait dengan efektivitas kegiatan.
Kegiatan selanjutnya adalah observasi kelas ke tiga sekolah untuk mengetahui apakah para guru telah mengimplementasikan pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan bahasa kelas dalam melaksanakan pembelajaran di kelas yang mereka ajar.
Keberhasilan program pelaksanaan P2M ini dievaluasi dengan pengamatan langsung (observation). Adapun indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah: a) Pengetahuan dan keterampilan guru dalam menggunakan bahasa kelas
(classroom language).
b) Keterampilan guru mendesain pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas (classroom language) pada fase awal, inti, dan penutup pelajaran.
c) Keterampilan guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas (classroom language) yang telah ditetapkan dalam persiapan. Matrik di bawah ini mempertegas rancangan evaluasi dan cara pengukurannya. Tabel 3.1 Rancangan Evaluasi dan pengukuran
NO INDIKATOR CARA PENGUKURAN
1 Pengetahuan dan keterampilan
menggunakan bahasa kelas
(classroom language)
Produk ekspresi-ekspresi bahasa kelas (classroom language) 2 Mendesain pembelajaran dengan Produk contoh desain
21
menggunakan bahasa kelas
(classroom language) dalam
kelompok
pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas (classroom language) pada fase awal, inti, penutup.
3 Melaksanakan pembelajaran
dengan menggunakan bahasa kelas (classroom language) yang telah didisain
Performansi guru dalam melaksanakan pembelajaran menggunakan bahasa kelas (classroom language) yang telah didisain baik pada peer teaching maupun real teaching di kelas pada sekolah masing-masing.
Evaluasi dilakukan dengan dua cara, yaitu penilaian proses dan penilaian produk. Penilaian proses dilakukan mulai dari penyemaian informasi terkait dengan kajian teoretis dan praktis tentang hakikat bahasa kelas dan peranannya, pemodelan melalui contoh-contoh ekspresi-ekspresi bahasa kelas, latihan mendesain pembelajaran dengan menggunakan bahasa kelas yang relevan, dan praktek mengajar menggunakan bahasa kelas. Sedangkan penilaian produk dilakukan dengan melihat produk yang dihasilkan, yaitu berupa desain pembelajaran yang menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa kelas (classroom
language) pada fase awal, inti, dan penutup pelajaran. Disamping itu, penilaian
juga dilihat dari hasil angket guru dan hasil observasi kelas untuk mengetahui efektivitas kegiatan dan adanya peningkatan kemampuan guru dalam menggunakan bahasa kelas dalam pembelajaran.
22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Kegiatan P2M 4.1.1 Hasil Observasi Awal
Dalam kegiatan observasi awal, ada tiga guru yang diobservasi berdasarkan masukan yang diberikan oleh bapak KUPP Kecamatan Sukasada, ketiga guru tersebut bertugas di SD. No 2 Suksada, yang berlokasi di Lingkungan Bakung, SD No. 4 Sukasada, yang berlokasi di Lingkungan Lumbanan, dan SD No.2 Panji Desa Panji. Dari ketiga guru tersebut, dua orang berlatar belakang bahasa Inggris (guru 1 dan guru 2) dan satu orang tidak berlatar belakang (guru 3) Bahasa Inggris.
Dari hasil observasi yang memanfaatkan lembar observasi yang diadaptasi dari APKCG PPL Real Undiksha (2014) dan Djaali & Muljono (2004) dan video rekaman, dapat dilaporkan hasil observasi seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.1 Hasil Observasi Kegiatan Awal
SKOR KEGIATAN
GURU 1 GURU 2 GURU 3
Menyapa siswa dan/atau berdoa sebelum pelajaran dimulai
5 5 3
Menyiapkan ruang, alat, dan media pembelajaran
- - 1
Memeriksa kesiapan siswa - - 1
Melakukan kegiatan apersepsi 3 3 1
Menyampaikan kompetensi/tujuan
pembelajaran
3 3 1
Total Skor 11 11 7
Efektivitas Penggunaan Bahasa Kelas 44% 44% 28%
Catatan: Skor ideal 25
Guru 1 = berlatar belakang bahasa Inggris Guru 2 = berlatar belakang bahasa Inggris Guru 3 = tidak berlatar belakang bahasa Inggris
5 = penggunaan Bahasa Inggris baik dan lancar
4 = penggunaan Bahasa Inggris baik namum terlihat ada jeda
3 = penggunaan Bahasa Inggris cukup baik dan lancar (namum banyak menggunakan bahasa Indonedia
2 = penggunaan Bahasa Inggris kurang baik dan lancar (menggunakan lebih banyak Bahasa Indonesia)
1 = penggunaan Bahasa Inggris tidak baik dan lancar (interaksi seluruhnya menggunakan Bahasa Indonesia)
23
Dari tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa pemanfaatan bahasa kelas oleh ketiga guru masih berada di bawah 50% yang berarti bahwa guru-guru bahasa Inggris sebelum diberikan pelatihan bahasa kelas tidak banyak menggunakan bahasa Inggris pada kegiatan awal mengajar. Bahasa Inggris digunakan dengan baik dan lancar oleh guru 1 dan guru 2 pada saat menyapa, sedangkan guru 3 mendapatkan skor 3 (cukup) pada penggunaan bahasa Inggris yang dicampur dengan bahasa Indonesia ketika menyapa siswa. Guru 1 dan 2 menggunakan kombinasi bahasa Inggris dan bahasa Indonesia dalam bertanya dan menyampaikan tujuan pembelajaran, tetapi guru 3 didominasi oleh penggunaan bahasa Indonesia.
Tabel 4.2 Hasil Observasi Kegiatan Inti
SKOR KEGIATAN
GURU 1 GURU 2 GURU 3
Menunjukkan penguasaan materi
pembelajaran
3 3 2
Mengaitkan materi dengan realitas kehidupan
- - 2
Memberikan pertanyaan yang relevan untuk mencapai tujuan
2 3 2
Menggunakan ilustrasi dan contoh yang tepat dan mudah dimengerti
2 3 2
Menggunakan penguatan verbal/non verbal yang bervariasi
2 3 2
Memperlihatkan interaksi yang
berkualitas dan komunikatif
2 3 1
Memperlihatkan komunikasi yang efektif dan menarik
2 3 2
Menumbuhkan partisipasi dan kebiasaan positif siswa
2 3 2
Menumbuhkan keceriaan dan antusiasme siswa dalam belajar
2 3 1
Menggunakan bahasa lisan secara jelas dan lancar
2 3 1
Total Skor 19 27 17
Efektivitas Penggunaan Bahasa Kelas 38% 54% 34%
24
Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa guru 2 menggunakan 54% bahasa Inggris dan bahasa Indonesia yang hampir sama persentasenya dalam kegiatan inti pembelajaran, sedangkan guru 1 dan guru 3 masih didominasi penggunaan bahasa Indonesia. Guru 2 menggunakan bahasa Inggris dengan baik dan lancar tetapi setiap ekspresi yang dikatakan dalam menjelaskan materi pembelajaran diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Sementara itu guru 1 dan guru 3 masih didominasi mayoritas menggunakan bahasa Indonesia dalam melaksanakan pembelajaran.
Tabel 4.3 Hasil Observasi Kegiatan Akhir
SKOR KEGIATAN
GURU 1 GURU 2 GURU 3
Menyimpulkan pelajaran yang telah diberikan
2 2 1
Memperjelas kembali materi pelajaran yang belum dikuasai siswa
2 2 1
Mengajukan pertanyaan untuk
mengetahui seberapa jauh materi yang diberikan telah dipahami
3 2 1
Memberikan tindak lanjut dalam bentuk tugas atau pekerjaan rumah
2 3 1
Menutup pelajaran dengan mengucapkan salam perpisahan
3 4 1
Total Skor 12 13 5
Efektivitas Penggunaan Bahasa Kelas 48% 52% 20%
Skor ideal 25
Pada kegiatan akhir pembelajaran, guru 1 dan guru 2 menutup pembelajaran dengan menggunakan kombinasi bahasa Inggris dan bahasa Indonesia yang seimbang, sedangkan guru 3 hanya 20% menggunakan bahasa Inggris, jadi dalam menyimpulkan pembelajaran, memperjelas materi pembelajaran, memberi PR dan lain-lain lebih didominasi penggunaan bahasa Indonesia.
25
4.1.2 Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Guru-Guru Bahasa Inggris di Sekolah Dasar dalam Menggunakan Bahasa Kelas (Classroom
Language)
Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru-guru bahasa Inggris di sekolah dasar dalam pembelajaran bahasa Inggris pada umumnya dan penggunaan bahasa kelas (classroom language), beberapa konsep dipaparkan oleh narasumber antara lain:
1) Hakikat Pembelajaran Bahasa Inggris untuk Anak-Anak di Sekolah Dasar
2) Bahasa Kelas (Classroom Language)
3) Contoh Desain Pembelajaran yang berisi contoh-contoh ekspresi bahasa kelas
Pada tahap penyemaian informasi, para guru diberikan materi pelatihan yang komprehensif tentang hakikat pembelajaran bahasa Inggris untuk anak-anak yang berbeda dengan pembelajaran untuk orang dewasa. Kesuksesan pembelajaran untuk anak-anak sangat tergantung dari bagaimana guru mengkemas pembelajaran dengan memperhatikan aspek-aspek, seperti perkembangan intelektual anak-anak, perhatian anak-anak yang terbatas, memberikan input yang bervariasi, memperhatikan faktor afektif yang menyebabkan anak-anak termotivasi belajar, dan memperkenalkan bahasa yang otentik dan bermakna.
Sehubungan dengan penyemaian informasi tentang bahasa kelas (classroom language), mereka diberikan pemahaman tentang hakikat bahasa kelas, apa saja jenis-jenis ekspresi yang bisa digunakan baik dalam membuka pelajaran, melakukan kegiatan inti pembelajaran, maupun dalam menutup pembelajaran.
Selanjutnya, para guru diberikan contoh desain pembelajaran yang memanfaatkan bahasa kelas mulai dari membuka pelajaran sampai menutup pelajaran, seperti pada tabel berikut.
26 Jam pelajaran 2 x 35 menit
Tema: Greetings
Tabel 4.4 Contoh Desain Pembelajaran Langkah
Pembelajaran
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Waktu
Kegiatan Awal (Pre-Activity)
Memberi salam kepada siswa. - Good morning students - How are you today?
- I’m fine, thank you. How about you?
- I’m OK/pretty well/not in a good condition
Membalas salam.
- Good morning teacher - How are you?
- I’m fine, thank you. How about you?
- I’m OK/pretty well/not in a good condition
2 menit
Mengecek kehadiran siswa. - Who’s absent today? - Where is Dian? - What happens to her? - Is she sick?
Mendengarkan dan menjawab pertanyaan
- Dian is absent today - Dian is not coming - She is sick
3 menit
Memberikan beberapa pertanyaan terkait dengan tema pembelajaran, misalnya: - When you meet someone in
the morning/ afternoon, evening, what will you say? - What will you say when
someone asks how are you today?
Memperhatikan dan merespon pertanyaan guru.
- Good morning/ afternoon/evening
I’m fine/OK/pretty well, thank you. How about you?
3 menit
Memberitahukan topik pelajaran yang akan dibahas (Greetings).
- Today We are going to learn about...
- Our lesson today is about .... -Now We are going to study about ... Mendengarkan dan memperhatikan penjelasan guru. 2 menit Kegiatan Inti (Whilst Activity) Memperkenalkan permainan 1 ”Jigsaw Listening” dan
memberikan aturan permainan.
-Listen carefully, I will give you a game.
-Do you like to play a game? -Its name is Jigsaw game/ -We will play Jigsaw.
Mendengarkan aturan permainan
Yes, I do/we do Yes, I like it/we like it
2 menit
Memberikan lembar kerja dan menyuruh siswa melakukan permainan secara berpasangan, yaitu menyusun kalimat-kalimat acak menjadi
Melakukan permainan secara berpasangan.
27
sebuah percakapan setelah mendengarkan teks.
-Please pay attention
-You work with your partner/friend next to you/ -Please find one friend -Read the sentence silently/loudly
-Arrange sentences after you listen to the tape with your partner
-You will listen to the tape 3 times
- Are you ready? - Please listen now. Mengecek jawaban siswa. - Are you finished? - Are you done? - Is it easy/difficult?
- Now,Lets check your answer. Memberikan respon. Yes, we are It’s easy/difficult OK. 5 menit
Memberikan teks dialog yang lengkap dan memberi contoh membaca teks dialog dengan lafal yang benar.
- Please be quiet and listen again.
- Now I have a dialogue - I will read the dialogue
Mendengarkan dan mengulangi dengan seksama.
5 menit
Menyuruh beberapa pasang siswa membaca dialog seperti yang dicontohkan oleh guru. -It’s your turn now to read the dialogue/It’s time for you to read the dialogue.
-Dian and Dina, please.
10 menit
Menyuruh siswa bekerja berpasangan membuat dialog sederhana seperti contoh dan kemudian mempraktekkannya di depan kelas.
-Now, it’s time to practise speaking.
-Make a dialogue like the example.
-Do the dialogue in front of the class.
- I will give you mark/score.
Melakukan dialog secara
berpasangan. 25 menit
Kegiatan Akhir (Post-Activity)
Menanyakan opini siswa tentang pelajaran hari itu. -How do you feel? -Are you happy?
Merespon dengan jujur bagaimana opini mereka tentang pelajaran.
Yes, I/we do
28
-Do you like the lesson? Yes, I’m/we are happy Menutup pelajaran dengan
salam perpisahan.
-That’s our lesson for today. -That’s all for today. It’s break time. -Good bye. -See you later
Merespon salam perpisahan.
Good bye See you later.
1 menit
Semua informasi yang didapatkan para guru digunakan sebagai acuan untuk mendesain pembelajaran sendiri yang menggunakan bahasa kelas mulai dari pre-activity, whilst activity sampai dengan post activity.
Para guru bekerja kelompok selama satu jam untuk berlatih mendesain pembelajaran. Mereka dibagi menjadi 5 kelompok yang masing-masing terdiri atas 5 orang guru.Melalui hasil observasi panitia, jelas terlihat bahwa semua guru antusias melaksanakan tugas, bahkan mereka tidak segan-segan bertanya kepada narasumber dan fasilitator jika ada kata-kata yang sulit bagi mereka. Secara umum dapat dikatakan bahwa 5 kelompok telah berhasil mendesain skenario pembelajaran yang terdiri atas kegiatan awal, inti dan akhir. Butki peningkatan pengetahuan dan keterampilan mendesain pembelajaran yang memasukkan ekpsresi-ekspresi bahasa kelas baik dalam kegiatan awal, inti dan akhir pembelajaran dapat dilihat pada lampiran 4 (hasil desain pembelajaran secara berkelompok).
Di samping bukti hasil kegiatan berupa pembuatan desain pembelajaran awal, inti, dan akhir secara berkelompok, para guru diberikan kesempatan untuk mengimplementasikan desain pembelajaran dalam simulasi kegiatan pembelajaran. Masing-masing kelompok diwakili oleh satu orang guru model. Dari hasil observasi, semua guru model secara umum dapat dikatakan mampu menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa kelas dalam kegiatan simulasi. Dalam melaksanakan peer teaching mereka sudah terlihat mampu meminimalisir penggunaan bahasa Indonesia dalam pembelajaran bahasa Inggris. Meskipun untuk guru yang tidak berlatar belakang bahasa Inggris, mereka kelihatan masih kurang lugas dalam penyampaian materi dan sesekali masih melihat skenario. Namun demikian, mereka sudah berupaya untuk menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa kelas yang sederhana. Hasil ini lebih diperkuat dengan hasil observasi
29
pada 3 guru sebanyak dua kali ke sekolah mereka masing-masing. Tabel berikut adalah hasil observasi pasca pelatihan di sekolah masing-masing.
Tabel 4.5 Hasil Observasi Kegiatan Awal 1 Pasca Pelatihan
SKOR KEGIATAN
GURU 1 GURU 2 GURU 3
Menyapa siswa dan/atau berdoa sebelum pelajaran dimulai
5 5 3
Menyiapkan ruang, alat, dan media pembelajaran
4 -
Memeriksa kesiapan siswa - 3 3
Melakukan kegiatan apersepsi 4 4 4
Menyampaikan kompetensi/tujuan
pembelajaran
4 4 3
Total Skor 17 16 13
Efektivitas Penggunaan Bahasa Kelas 68% 64 % 52%
Catatan: Skor ideal 25
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa semua guru mengalami peningkatan dalam hal penggunaan bahasa kelas (bahasa Inggris). Jika dibandingkan dengan hasil observasi awal, penggunaan bahasa kelas pada guru 1 meningkat 24%, pada guru 2 meningkat 20%, dan pada guru 3 meningkat 24%. Dari ketiga guru, rata-rata peningkatan penggunaan bahasa kelas pada kegiatan awal sebanyak 22,67%.
Tabel 4.6 Hasil Observasi Kegiatan Inti 1 Pasca Pelatihan
SKOR KEGIATAN
GURU 1 GURU 2 GURU 3
Menunjukkan penguasaan materi
pembelajaran
5 4 3
Mengaitkan materi dengan realitas kehidupan
4 4 3
Memberikan pertanyaan yang relevan untuk mencapai tujuan
4 3 3
Menggunakan ilustrasi dan contoh yang tepat dan mudah dimengerti
4 3 3
Menggunakan penguatan verbal/non verbal yang bervariasi
4 4 3
Memperlihatkan interaksi yang
berkualitas dan komunikatif
4 3 3
Memperlihatkan komunikasi yang efektif dan menarik
30
Menumbuhkan partisipasi dan kebiasaan positif siswa
4 3 3
Menumbuhkan keceriaan dan antusiasme siswa dalam belajar
4 4 2
Menggunakan bahasa lisan secara jelas dan lancar
4 3 3
Total Skor 41 34 29
Efektivitas Penggunaan Bahasa Kelas 82% 68% 58%
Catatan: Skor ideal 50
Dari tabel 4.6, semua guru mengalami peningkatan dalam hal penggunaan bahasa kelas (bahasa Inggris). Jika dibandingkan dengan hasil observasi awal, penggunaan bahasa kelas pada kegiatan inti, guru 1 mengalami peningkatan penggunaan bahasa kelas sebanyak 44%, pada guru 2 meningkat 14%, dan pada guru 3 meningkat 24%. Dari ketiga guru, rata-rata peningkatan penggunaan bahasa kelas pada kegiatan inti sebanyak 27,33%.
Tabel 4.7 Hasil Observasi Kegiatan Akhir 1 Pasca Pelatihan
SKOR KEGIATAN
GURU 1 GURU 2 GURU 3
Menyimpulkan pelajaran yang telah diberikan
3 3 3
Memperjelas kembali materi pelajaran yang belum dikuasai siswa
3 3 3
Mengajukan pertanyaan untuk
mengetahui seberapa jauh materi yang diberikan telah dipahami
3 3 3
Memberikan tindak lanjut dalam bentuk tugas atau pekerjaan rumah
3 3 3
Menutup pelajaran dengan mengucapkan salam perpisahan
4 4 3
Total Skor 16 16 15
Efektivitas Penggunaan Bahasa Kelas 64% 64% 60%
Skor ideal 25
Dari tabel 4.7, semua guru mengalami peningkatan dalam hal penggunaan bahasa kelas (bahasa Inggris). Jika dibandingkan dengan hasil observasi awal, penggunaan bahasa kelas pada kegiatan akhir, guru 1 mengalami peningkatan penggunaan bahasa kelas sebanyak 16%, pada guru 2 meningkat 12%, dan pada
31
guru 3 meningkat 40%. Dari ketiga guru, rata-rata peningkatan penggunaan bahasa kelas pada kegiatan akhir sebanyak 22,67%.
Selanjutnya pada observasi 2 pasca pelatihan, kemampuan guru dalam menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa kelas semakin meningkat, yang secara detail dapat lilihat pada 3 tabel berikut.
Tabel 4.8 Hasil Observasi Kegiatan Awal 2 Pasca Pelatihan
SKOR KEGIATAN
GURU 1 GURU 2 GURU 3
Menyapa siswa dan/atau berdoa sebelum pelajaran dimulai
4 5 3
Menyiapkan ruang, alat, dan media pembelajaran
4 4 3
Memeriksa kesiapan siswa 4 4 3
Melakukan kegiatan apersepsi 4 4 3
Menyampaikan kompetensi/tujuan
pembelajaran
5 4 3
Total Skor 21 21 15
Efektivitas Penggunaan Bahasa Kelas 84% 84% 60%
Catatan: Skor ideal 25
Tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa pada observasi 2, ketiga guru sudah semakin baik dalam membuka pelajaran dengan lebih banyak menggunakan ekspresi-ekspresi bahasa Inggris. Pada guru 1 dan guru 2 yang berlatar belakang bahasa Inggris, 84% pembicaraan sudah menggunakan bahasa Inggris, sedangkan untuk guru 3 yang tidak berlatar belakang bahasa Inggris sudah ada usaha meningkatkan penggunaan ekspresi bahasa Inggris (60%) meskipun masih sering mengkombinasikan kalimat-kalimatnya dengan bahasa Indonesia.
Tabel 4.9 Hasil Observasi Kegiatan Inti 2 Pasca Pelatihan
SKOR KEGIATAN
GURU 1 GURU 2 GURU 3
Menunjukkan penguasaan materi
pembelajaran
5 5 4
Mengaitkan materi dengan realitas kehidupan
4 3 4