0 LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK INSTRUMEN
“PENENTUAN KADAR VITAMIN C DALAM SAMPEL TABLET VITACIMIN MENGGUNAKAN INSTRUMEN HPLC”
(1 April 2011)
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah Praktikum Kimia Analitik III: Kimia Analitik Instrumen (KI431)
Dosen Pengampu: Soja Siti Fatimah, M.Si.
Disusun Oleh: Kelompok 1
Imas Walijah (0800012) Eka Sulistiawati (0800053) Kuni Hidayatal M. (0800056)
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
1 Tanggal Praktikum: 1 April 2011
PENENTUAN KADAR VITAMIN C DALAM SAMPEL TABLET VITACIMIN MENGGUNAKAN INSTRUMEN HPLC
A. Tujuan Praktikum
Menentukan kadar vitamin C dalam sampel tablet suplemen menggunakan instrumen HPLC
B. Tinjauan pustaka
Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan komponen-komponen campuran dimana cuplikan berkesetimbangan diantara dua fasa, yaitu fasa gerak dan fasa diam. Fasa gerak yang membawa cuplikan dan fasa diam yang menahan cuplikan secara selektif. High Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau kromatografi cair kinerja tinggi menggunakan cairan sebagai fasa gerak dan fasa diamnya.
Kromatografi didasarkan atas distribusi partisi sampel (komponen) diantara fasa gerak dan fasa diam. Fasa gerak yaitu fasa yang bergerak dengan arah yang telah ditentukan. Fasa gerak bergerak melalui fasa diam. Sedangkan fasa diam adalah fasa yang secara tetap tidak bergerak.
Prinsip kerja HPLC adalah pemisahan komponen analit berdasarkan kepolarannya, artinya komponen pada suatu analit (sampel) akan terpisah berdasarkan sifat kepolaran masing-masing komponen dalam sampel, apakah kepolarannya lebih mirip dengan fasa diam, maka dia akan tertinggal di fasa diam atau bergerak lebih lambat, ataukah kepolarannya lebih mirip dengan fasa gerak sehingga dia akan bergerak terdistribusi lebih jauh dan lebih cepat. Dengan bantuan pompa, fasa gerak cair dialirkan melalui kolom detector. Cuplikan (sampel) dimasukkan ke dalam aliran fasa gerak dengan cara penyuntikan. Di dalam kolom terjadi pemisahan komponen-komponen campuran. Karena perbedaan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap fasa diam. Solut-solut yang kurang kuat interaksinya dengan fasa diam, maka komponen tersebut akan keluar lebih lama. Setiap campuran (komponennya) yang keluar kolom dideteksi oleh detektor kemudian direkam dalam bentuk kromatogram. Kromatogram HPLC serupa dengan kromatogram kromatografi
2 gas, dimana jumlah peak menyatakan jumlah kompenen, sedangkan luas peak meyatakan konsentrasi komponen dalam campuran. Komputer digunakan untuk mengontrol kerja sistem HPLC dan mengumpulkan serta mengolah data hasil pengukuran. (Hendayana, Sumar. (2006): 69)
Keuntungan HPLC dibandingkan kromatografi gas diantaranya, HPLC dapat menganalisis cuplikan yang labil (mudah terurai) karena HPLC dilakukan pada suhu kamar, HPLC tidak terbatas pada senyawa organim saja tetapi HPLC dapat menganalisis cuplikan yang berasal dari senyawa anorganik, HPLC dapat menganalisis cuplikan yang mempunyai berat molekul tinggi atau titim didihnya sangat tinggi seperti polimer.
Jenis retensi solut merupakan dasar dalam HPLC karena pemisahan senyawa bergantung pada jenis dan kekuatan interaksi solut dengan fasa diam. Mekanisme retensi dapat dikelompokan menjadi:
1. Kromatografi adsorpsi (kromatografi fasa normal)
Kromatografi ini sangat cocok untuk pemisahan senyawa-senyawa yang agak polar. Partikel- partikel silica atau alumina digunakan sebagai adsorben. Jenis kromatografi ini menggunakan fasa gerak nonpolar seperti heksana. Untuk mengontrol retensi solut, biasanya ditambahkan sedikit senyawa polar kepada pasa gerak sebagai modifier yang akan bersaing dengan solut untuk merebut tempat adsorpsi. Waktu retensi dapat diperpendek dengan menaikkan konsentrasi modifier.
3 2. Kromatografi Partisi ( Kromatografi fasa terbalik)
Biasanya fasa gerak lebih polar daripada fasa diam. Oleh karena fasa diam nonpolarnya hanya dilapiskan, maka fasa gerak harus tidak bercampur dengan fasa diam, kemudian fasa gerak harus dijenuhkan dengan zat cair fasa diam untuk mengurangi erosi lapisan fasa diam.
3. Kromatografi fasa terikat
Fasa terikat merupakan fasa yang stabil. Setiap pelarut dapat dipakai tanpa harus menambahkan penjenuh. Kepolaran fasa gerak dapat diubah selama proses pemisahan berlangsung bila solute-solut bervariasi. Kestabilan fasa terbalik menyebabkan waktu retensi yang baik.
4. Kromatografi penukar ion
Merupakan teknik pemisahan campuran ion-ion atau molekul-molekul yang dapat diionkan. Ion-ion bersaing dengan fasa gerak untuk memperebutkan berikatan dengan fasa diam. Dasar pemisahan berasal dari perbedaan afinitas senyawa bermuatan terhadap permukaan penukar ion. 5. Kromatografi ekslusi ukuran
Kriteria utamanya adalah ukuran molekul. Interaksi polar dan nonpolar diantara solute dan fasa diam pada dasarnya akan mempersulit retensi pemisahan yang terjadi karena solut-solut berdifusi masuk dan keluar pori-pori material paking kolom.
Instrumentasi HPLC 1. Fasa Gerak
Fasa gerak dalam HPLC adalah berupa zat cair dan disebut juga eluen atau pelarut. Dalam HPLC, fasa gerak berfungsi membawa komponen-komponen campuran menuju detektor dan dapat berinteraksi dengan solute-solut. Oleh kerena itu, fasa gerak dalam HPLC merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan proses pemisahan.
Persyaratan fasa gerak HPLC:
a. Zat cair harus bertindak sebagai pelarut yang baik untuk cuplikan yang dianalisis
b. Zat cair harus murni sekali untuk menghindarkan masuknya kotoran yang dapat mengganggu interpretasi kromatogram
4 c. Zat cair harus jernih sekali untuk menghindarkan penyumbatan pada
kolom.
d. Zat cair harus mudah diperoleh, murah, tidak mudah terbakar dan tidak beracun.
e. Zat cair tidak kental. Umumnya kekentalan tidak melebihi 0,5 cP (centi Poise).
f. Sesuai dengan detektor. Jenis fasa gerak:
Fasa gerak untuk kromatografi partisi, adsorpsi, dan penukar ion bersifat interktif dalam arti fasa gerak berinteraksi dengan komponen-komponen cuplikan. Akibatnya waktu retensi sangat dipengaruhi oleh jenis pelarut. Sebaliknya, fasa gerak untuk kromatografi ekslusi bersifat non interaktif. Oleh kerena itu, waktu retensi dengan kromatogram ini tidak bergantung pada komposisi fasa gerak.
Berdasarkan kepolaran fasa diam dan fasa gerak, HPLC dikelompokan atas HPLC fasa normal dan fasa terbalik. Pada awal perkembangannya, HPLC menggunakan fasa diam sangat polar seperti silika atau alumina atau zat cair polar seperti trietilenaglikol yang dilapiskan pada partikel silika. Sebagai fasa geraknya digunakan pelarut yang relative nonpolar seperti heksana atau i-propileter. HPLC dengan kombinasi antara fasa diam polar dan fasa gerak nonpolar disebut HPLC fasa normal. Dengan perkembangan zaman, tuntutan untuk analisis juga berkembang, cuplikan yang akan dipisahkan banyak yang bersifat polar. HPLC fasa normal tidak dapat diterapkan pada cuplikan yang bersifat polar. Untuk memisahkan cuplikan yang bersifat polar, maka kombinasi fasa gerak dan fasa diam harus dibalik, yaitu fasa diam nonpolar dan fasa gerak polar. Selanjutnya kombinasi tersebut dikenal dengan fasa terbalik. Pemilihan fasa gerak:
Pemilihan zat cair sebagai fasa gerak ini merupakan hal yang kritis dalam keberhasilan pemisahan. Pemilihan fasa gerak didasarkan atas eksperimen
trial-and error dengan berbagai jenis dan komposisi pelarut hingga
5 yang baik memberikan factor kapasitas k’ pada rentang yang sesuai. Untuk cuplikan dengan 2-3 komponen, sebaiknya dicari fasa gerak yang memberikan k’ antara 2-5. Sedangkan untuk campuran multi komponen, rentang k’ harus diperlebar hingga 0,5-20 sehingga skala waktu cukup untuk pemisahan semua kompenen. Biasanya beberapa pelarut atau kombinasi pelarut dapat ditemukan untuk memberikan faktor kapasitas yang cocok. Pemilihan pelarut-pelarut juga bergantung pada faktor selektivitas (α) untuk komponen cuplikan.
2. Pompa
Berfungsi untuk menglirkan fasa gerak cair melalui kolom yang bersifat serbuk halus.
Pompa yang dapat digunakan dalam HPLC harus memenuhi persyaratan: a. Menghasilkan tekanan sampai 600 psi (pons/in2)
b. Keluaran bebas pulsa
c. Kecepatan alir berkisar antara 0,1-10 mL/menit d. Bahan tahan korosi
Dikenal tiga jenis pompa yang masing-masing memiliki keuntungannya, yaitu:
Pompa reciprocating
Pompa ini terdiri dari ruangan kecil tempat pelarut yang dipompa dengan cara gerakan piston mundur-maju yang dijalankan oleh motor. Piston berupa batang gelas dan berlangsung dengan pelarut.
Gerakan piston
memberikan aliran eluen yang konstan. Kentungan pompa ini adalah menghasilkan tekanan tinggi (sampai 10000 psi), memiliki volume internal yang kecil (35-400 µL)
6 Pompa displacement
Pompa ini menyerupai syringe (alat suntik), terdiri dari tabung yang dilengkapi pendorong yang digunakan oleh motor. Pompa ini juga menghasilkan aliran yang cenderung tidak bergantung tekanan balik kolom dan viskositas pelarut. Selian itu, keluaran pompa ini bebas pulasa. Akan tetapi pompa ini keterbatasan kapasitas pelarut (~250 mL) dan tidak mudah unutk melakukan penggantian pelarut.
Pompa Pneumatic
Dalam pompa ini pelarut didorong oleh gas bertekanan tinggi. Pompa jenis ini murah dan bebas pulsa. Akan tetapi mempunyai keterbatasan kapasitas dan tekanan yang dihasilkan (<2000 psi) serta kecepatan alir bergantung pada viskositas pelarut dan tekana balik kolom.
3. Pemasukan cuplikan
Beberapa teknik pemasukan cuplikan ke dalam system HPLC: Injeksi syringe
Syringe disuntikan melalui septum (seat karet) dan dirancang syringe yang tahan tekanan sampai 1500 psi. akan tetapi keterulangan injeksi syringe ini sedikit lebih baik dari 2-3% dan sering lebih jelek.
Injeksi ‘stop-flow’
Injeksi stop-flow adalah jenis injeksi syringe kedua tapi disini aliran pelarut dihentikan sementara, sambungan pada ujung kolom dibuka dan cuplikan disuntikan langsung ke dalam ujung kolom. Setelah menyambungkan kembali kolom maka pelarut dialirkan kembali. Kran cuplikan
Jenis pemasukan cuplikan ini disebut juga loop dan paling banyak digunakan. Untuk memasukkan cuplikan ke dalam aliran fasa gerak perlu langkah :
a. Sejumlah volume cuplikan disuntikkan ke dalam loop dalam posisi ‘load’, cuplikan masih berada dalam loop
b. Kran diputar untuk mengubah posisi ‘load’ menjadi posisi ‘injeksi’ dan fasa gerak membawa cuplikan ke dalam kolom. Loop dapat diganti-ganti dan tersedia berbagai ukuran volume dari 5 hingga
7 500 µL. Dengan sistem pemasukan cuplikan pada tekanan 7000 psi dengan ketelitian tinggi. Juga loop mikro tersedia dengan volume 0,5 hingga 5 µL.
Posisi pada saat memuat sampel Posisi pada saat menyuntik sampel 4. Kolom
Kolom HPLC biasanya terbuat dari stainless steel walaupun ada juga yang terbuat dari gelas berdinding tebal.
Kolom utama
Berisi fasa diam, tempat terjadinya pemisahan campuran menjadi komponen-komponennya. Berdasarkan keperluannya, kolom utama dapat digunakan untuk analisis atau preparative, setiap komponen yang keluar kolom ditampung pada tabung yang berbeda dan keluaran HPLC dihubungkan dengan fraction collector. Kolom utama biasanya berukuran antara 5 sampai 30 cm dan diameter dalam berkisar antara 4 sampai 10 mm. kolom utama dipaking dengan pertikel berukuran antara 3-100 µm.
Kolom utama berisi fasa diam dan jenisnya bervariasi bergantung keperluan, misalnya dikenal kolom C-18, C-8, cyanopropil, penukar ion. Kolom jenis C-18 dan C-8 paling banyak dipakai dalam HPLC. Fasa diam jenis terikat ini dapat dibuat dengan mereaksikan silika dengan alkilklorosilana yang dikenal dengan reaksi silanisasi.
Kolom pengaman
Kolom pengaman disebut juga pra-kolom karena diletakkan sebelum pamasukan cuplikan.kolom ini berukuran pendek, 5 cm dengan diameter 4,6 mm dan biasanya dipaking dengan partikel silika
8 berukuran lebih besar dari ukuran partikel kolom utama. Kolom pengaman mempunyai dua fungsi yaitu untuk menyaring kotoran yang terbawa dalam fasa diam dan untuk menjenuhkan fasa diam dalam rangka menghindarkan terjadinya erosi fasa diam oleh aliran pelarut. 5. Detektor
Persyaratan detektor: a. Cukup sensitif
b. Stabilitas dan keterulangan tinggi c. Respon linear terhadap solut
d. Waktu respon pendek sehingga tidak bergantung kecepatan alir. e. Relibilitas tinggi dan mudah digunakan
f. Tidak merusak cuplikan
Detektor dikelompokan ke dalam tiga jenis, yaitu:
Detektor umum, member respon terhadap fasa gerak yang dimodulasi dengan adanya solut.
Detektor spesifik, member respon terhadap sifat solut yang tidak dimiliki oleh fasa gerak.
Detektor yang bersifat umum terhadap solut setelah fasa gerak dihilangkan dengan penguapan.
Detektor yang paling banyak digunakan adalah detektor UV dan detektor elaktrokimia.
Detektor UV
Digunakan untuk pendekatan senyawa-senyawa organic. Panjang gelombang UV yang digunakan pada 254 nm dimana disesuaikan dengan panjang gelombang jenis cuplikan yang akan diukur.
9 Detektor elektrokimia
Didasarkan pada daya hantar listrik (konduktometri) dan polarografi. Biasanya digunakan untuk mendeteksi solut-solut yang dapat mengalami reaksi redoks.
Teknik HPLC dapat digunakan baik untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif pada HPLC didasarkan pada pengukuran luas/area standard an juga dilakukan dengan teknik kurva kalibrasi. Vitamin C atau asam askorbat adalah senyawa yang memiliki sifat polar dan gugus kromofor yang dimilikinya menyebabkan senyawa ini dapat menyerap sinar UV. Karakteristik senyawa ini memungkinkan analisis teknik HPLC menggunakan kolom nonpolar seperti C-18 dan fasa gerak seperti methanol dan air.
C. Alat dan Bahan Alat:
Perangkat HPLC 1 set Labu ukur 25 mL 1 buah Labu ukur 25 mL 6 buah Neraca analitik terkalibrasi 1 set Corong pendek 1 buah
Pipet tetes 3 buah
10 Gelas kimia 20 mL 1 buah
Gelas ukur 500 mL 1 buah Ultrasonik vibrator 1 set Lumpang dan alu 1 set Bahan:
Vitamin C standar 50,2 gram
Metanol 135 mL
Tablet sampel vitacimin 2,5 gram Asam oksalat 0,5% 365 mL Membran PTFE 3 buah D. Prosedur Kerja
1. Pembuatan Fasa Gerak (Pelarut)
135 mL metanol dan 365 mL asam oksalat 0,5% (methanol: asam oksalat =27:73) masing-masing disaring menggunakan membran PTFE, kemudian keduanya dicampurkan dan didegasing selama 5 menit.
2. Pembuatan Larutan Induk Vitamin C Pembuatan Larutan Baku Vitamin C 1000 ppm
Vitamin C ditimbang sebanyak 50,2 mg. Kemudian dilarutkan dengan fasa gerak (methanol : asam oksalat 0,5% = 27:73), larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, lalu ditambahkan pelarut ke dalam labu ukur tersebut hingga mencapai tanda batas.
Pembuatan Larutan Induk Vitamin C 200 ppm dari larutan baku Vitamin C 1000 ppm
Larutan baku 1000 ppm dipipet sebanyak 10 mL. Kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL. ke dalam labu ukur tersebut ditambahkan pelarut hingga mencapai tanda batas.
3. Pembuatan Deret Larutan Standar Vitamin C
Larutan standar yang dibuat adalah 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 100 ppm dan 120 ppm. Larutan standar dibuat 2 deret dalam labu ukur 10 mL, dengan mengencerkan larutan induk. Masing-masing larutan standar dihomogenkan dan disaring dengan menggunakan membran PTFE,
11 kemudian ditempatkan dalam botol vial yang telah diberi label. Larutan standar dalam botol vial didegasing selama ± 5 menit. Larutan induk vitamin C yang digunakan untuk membuat deret larutan standar dengan konsentrasi yang telah ditentukan adalah 2 mL, 3 mL, 4 mL, 5 mL dan 6 mL.
4. Pembuatan Larutan Sampel Vitamin C
Sampel yang digunakan adalah tablet Vitacimin. Tablet sampel digerus dan ditimbang sebanyak 2,5 mg. Sampel dilarutkan dengan fasa gerak (pelarut), kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL dan ditambahkan pelarut hingga mencapai tanda batas. Larutan sampel disaring dengan
menggunakan membran PTFE dan ditempatkan dalam botol vial yang telah diberi label. Larutan sampel dalam botol vial didegasing selama ± 5 menit. 5. Pengoperasian Alat
1) Alat HPLC disambungkan dengan sumber listrik yang benar sesuai dengan kapasitas alat.
2) Tombol ‘ON ‘ ditekan pada sakelar listrik.
3) Botol diisi fasa gerak dengan volume yang memadai dan botol penampung dikosongkan.
4) Tombol ‘ON’ pada alat ditekan secara berturut-turut untuk power,
detector dan pompa.
5) Dilakukan pemrograman alat dengan komputer, sesuai dengan instruksi dalam komputer.
6) Dipilih mode sesuai dengan parameter kondisi instrument.
Fasa gerak : methanol : asam oksalat 0,5% (27:73 )
Kolom : C-18 (125 mm)
Panjang gelombang : 245 nm
Laju alir : 0,75 ml/ menit Volume injeksi : 20 L
7) Larutan standar diinjeksikan (mulai dengan konsentrasi rendah), selanjutnya larutan sampel diinjeksikan pula.
8) Hasil pengukuran dicetak, dicatat kondisi percobaannya. 9) Pompa dimatikan.
12 10) File ditutup, komputer dimatikan.
11) Tombol ‘OFF’ pada alat ditekan secara berturut-turut untuk pompa,
detector dan power.
12) Alat HPLC diputuskan dari sumber arus listrik.
E. Hasil dan analisis data
Sampel yang diuji kadar vitamin C-nya menggunakan instrumen HPLC pada praktikum ini adalah tablet suplemen vitacimin. Metode yang digunakan pada pengujian ini adalah metode fasa terbalik dimana fasa gerak yang digunakan ini bersifat relatif lebih polar daripada fasa diamnya. Fasa gerak yang digunakan adalah campuran metanol dan asam oksalat 0,5% dengan perbandingan 27:73 sedangkan fasa diamnya berupa silika yang direaksikan dengan organoklorosilana.
Struktur Fasa diam
Dalam preparasi larutan standar dan sampel digunakan membran PTFE (Poly Tetra Fluoro Ethylene) untuk proses pemurnian dimana larutan standar maupun sampel dipisahkan dari pengotornya.
Sebelum pengujian sampel, terlebih dahulu dibuat kurva kalibrasi dari deret larutan standar dengan konsentrasi 40, 60, 80, 100, dan 120 ppm. Kurva diplotkan antara konsentrasi setiap larutan standar terhadap luas area peak yang diperkirakan sebagai peak dari vitamin C, pada masing-masing kromatogramnya.
Penentuan peak vitamin C pada kromatogram larutan standar ini dilakukan dengan mengamati peak yang waktu retensinya relatif tetap atau sama pada setiap konsentrasi larutan standar, serta memerhatikan luas area peaknya. Karena larutan standar adalah larutan vitamin C maka kadar vitamin C di dalamnya adalah yang terbesar dibanding komponen lain sebagai hasil penguraian vitamin C atau senyawa lainnya (pengotor). Adanya penguraian ini
O O O
Si Si(CH3)2R Dimana gugus R berupa gugus nonpolar, C-18 (n-oktadesil) karena dalam praktikum ini digunakan kolom jenis C-18.
13 ditunjukkan salah satunya dari adanya lebih dari satu peak pada kromatogram. Dari penentuan ini, diketahui bahwa vitamin C ditunjukkan oleh peak dengan waktu retensi 1,59 menit (pada kromatogram 1, 2 dan 3) serta 1,60 menit (pada kromatogram 4 dan 5) dari kromatogram deret larutan standar I.
Pada kromatogram sampel tampak tiga peak yang yang muncul. Peak yang memiliki waktu retensi 1,60 menit (sama dengan peak vitamin C pada kromatogram standar) adalah peak ke dua pada kromatogram. Peak ini ditafsirkan sebagai peak vitamin C dalam sampel. Faktanya didukung oleh luas luas area peak yang sangat dominan, dengan proporsi luas peak lebih dari 95% dari seluruh peak yang ada. Meski demikian, ternyata luas peak ini sangat besar dan berada di luar rentang luas peak pada kromatogram standar. Ini karena larutan sampel yang dibuat terlalu pekat.
Dari perhitungan diketahui bahwa konsentrasi larutan sampel adalah 211,059 ppm sedangkan konsentrasi terbesar dari deret larutan standar adalah 120 ppm. Namun, pembandingan luas area peak vitamin C pada sampel terhadap luas peak vitamin C pada larutan standar dengan konsentrasi tertinggi tetap dilakukan. Untuk meningkatkan presisinya akan lebih baik jika dilakukan pengenceran larutan sampel.
F. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan ini, diketahui bahwa konsentrasi vitamin C dalam sampel tablet suplemen vitamicin yang diuji adalah 211,059 mg/L.
14 DAFTAR PUSTAKA
Day, R.A., A.L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga. Hendayana, Sumar. (2006) . KIMIA PEMISAHAN Metode Kromatografi dan
Elektroforensis Modern. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Tim Kimia Analitik Instrumen. (2009). Penuntun Praktikum Kimia Analitik
Instrumen (KI 512). Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Usman, Anif. HPLC (High Performance Liquid Chromatography) [online]. http://lansida.blogspot.com. (Diakses tanggal 23 Februari 2011)
Wiryawan, Adam, dkk. 2008. Kimia Analitik. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
15 LAMPIRAN
A. Data Pengamatan 1. Hasil Pengukuran
Pengukuran deret standar
Konsentrasi (ppm) Luas Area
40 1152935 60 2199380 80 3298327 100 6545137 120 7746624 B. Pembuatan Larutan
Bagan Alir Pengamatan
1. Pembuatan Fasa Gerak (Pelarut)
- Metanol dan asam oksalat = cairan tak berwarna
y = 87666x - 3E+06 R² = 0.9554 0 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 6000000 7000000 8000000 9000000 0 20 40 60 80 100 120 140 Lu as Ar e a Konsentrasi
Kurva kalibrasi standar 1
135 mL metanol 365 mL asam oksalat 0,5% disaring menggunakan membran PTFE disaring menggunakan membran PTFE
16 - 500 mL larutan tak berwarna
- Larutan tak berwarna
2. Pembuatan Larutan Induk Vitamin C
Pembuatan Larutan Baku Vitamin C 1000 ppm
Pembuatan Larutan Induk Vitamin C 200 ppm dari larutan baku Vitamin C 1000 ppm
- Vitamin C = padatan, tak berwarna
- Vitamin C larut, terbentuk larutan tak berwarna
- Larutan baku vitamin C 1000 ppm
- 50 mL larutan induk vitamin C 200 ppm, tak berwarna
3. Pembuatan Deret Larutan Standar Vitamin C
Larutan standar 40 ppm
50,2 mg vitamin C
Dicampurkan dan didegasing selama 5 menit
Fasa gerak (pelarut)
dilarutkan dengan fasa gerak di dalam labu ukur 50 mL
ditandabataskan dengan fasa gerak
Hasil
10 mL larutan baku vitamin C 1000 ppm
disaring menggunakan membran PTFE
ditambah pelarut (fasa gerak) hingga mencapai tanda batas Hasil
dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL
Larutan induk vitamin C 200 ppm
17 Larutan induk Vitamin C yang dipipet adalah sebanyak 2 mL.
Larutan standar 60 ppm
Larutan induk Vitamin C yang dipipet adalah sebanyak 3 mL.
Larutan standar 80 ppm
Larutan induk Vitamin C yang dipipet adalah sebanyak 4 mL.
Larutan standar 100 ppm
Larutan induk Vitamin C yang dipipet adalah sebanyak 5 mL.
Larutan standar 120 ppm
Larutan induk Vitamin C yang dipipet adalah sebanyak 6 mL.
- Larutan standar = tak berwarna
4. Pembuatan Larutan Sampel Vitamin C
- Padatan berwarna kuning
- Serbuk sampel vitamin C (Vitacimin)
- Sampel larut dalam fasa gerak. Larutan berwarna kuning seulas
diencerkan menggunakan pelarut (fasa gerak) menjadi 5 larutan dengan konsentrasi 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 100 ppm dan 120 ppm masing-masing sebanyak 10 mL. (dibuat dua deret standar) dihomogenkan
disaring menggunakan membran PTFE
ditempatkan dalam botol vial yang telah diberi label
Larutan standar dalam botol vial
didegasing selama 5 menit Hasil
Sampel tablet Vitacimin
digerus
ditimbang sebanyak 2,5 mg Serbuk Vitacimin
dilarutkan dengan fasa gerak (pelarut)
dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL
ditambah pelarut hingga men-capai tanda batas
Larutan sampel
disaring menggunakan membran PTFE
ditempatkan dalam botol vial yang telah diberi label
18 - 25 mL larutan sampel vitamin C, larutan berwarna kuning seulas
C. Perhitungan
1. Pembuatan Larutan Baku Vitamin C 1000 ppm Konsentrasi (ppm) =
1000 ppm = Massa Vitamin C = 50 mg
2. Pembuatan Larutan Induk Vitamin C 200 ppm dari larutan baku Vitamin C 1000 ppm
V1 M1 = V2 M2
V1 1000 ppm = 50 mL x 200 ppm
V1 = 10 mL
3. Pembuatan Deret Larutan Standar Vitamin C Larutan Standar 40 ppm V1 M1 = V2 M2 V1 200 ppm = 10 mL x 40 ppm V1 = 2 mL Larutan Standar 60 ppm V1 M1 = V2 M2 V1 200 ppm = 10 mL x 60 ppm V1 = 3 mL Larutan Standar 80 ppm V1 M1 = V2 M2 V1 200 ppm = 10 mL x 80 ppm Larutan sampel
dalam botol vial
didegasing selama 5 menit
19 V1 = 4 mL Larutan Standar 100 ppm V1 M1 = V2 M2 V1 200 ppm = 10 mL x 100 ppm V1 = 5 mL Larutan Standar 120 ppm V1 M1 = V2 M2 V1 200 ppm = 10 mL x 120 ppm V1 = 6 mL
4. Penghitungan konsentrasi sampel Konsentrasi standar = luas area standard Konsentrasi sampel luas area sampel 120 ppm = 7746624
Konsentrasi sampel 13624963 Konsentrasi sampel = 211,059 ppm
Keterangan :data sampel yang digunakan adalah hasil injeksi 1 karena lebih mendekati rentang larutan standar.
20 Hasil pengukuran standar dengan HPLC
25 Hasil pengukuran sampel dengan HPLC
27 Dokumentasi Praktikum
Pembuatan Larutan
Proses Degasing