• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PUTUSAN (EKSEKUSI) TERHADAP SENGKETA HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA AMBARAWA (Studi Analisis Putusan Nomor: 0224Pdt.G2010PA.Amb) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PELAKSANAAN PUTUSAN (EKSEKUSI) TERHADAP SENGKETA HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA AMBARAWA (Studi Analisis Putusan Nomor: 0224Pdt.G2010PA.Amb) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

1

AMBARAWA (Studi Analisis Putusan Nomor:

0224/Pdt.G/2010/PA.Amb)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana

Syari’ah

(S.Sy)

Oleh :

AGUNG WINDIARTO

NIM : 21208016

FAKULTAS SYARIAH

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

اَوُهٌِْه َّثَبَو اَهَجْوَس اَهٌِْه َقَلَخَو ٍةَدِحاَو ٍسْفًَ ْيِّه نُكَقَلَخ يِذَّلا ُنُكَّبَر اىُقَّتا ُساٌَّلا اَهُّيَأاَي

اًبيِقَر ْنُكْيَلَع َىاَك َالله َّىِإ َماَحْرَلأْاَو ِهِب َىىُلَءآَسَت يِذَّلا َالله اىُقَّتاَو ًءآَسًَِو اًزيِثَك ًلااَجِر

.

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan

kamu dari yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada

keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.

Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu

saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim.

(7)

PERSEMBAHAN

Dengan segala kebahagiaan dan kerendahan hati, penulis persembahkan skripsi ini untuk :

Bapak dan Ibu tercinta

Selaku orang tua penulis Suyono dan Sri Wahyuni (alm) dengan

ketulusan selalu memberikan kasih sayang, curahan do’a semangat

dan motivasi kepada penulis

Isteriku dan anaku

Ernawati dan Zaki Aditya Pratama

(8)

KATA PENGANTAR

ميحرلا نمحرلا الله مسب

يلعلا للهاب لاا ةوقلاو لوحلا ني دلاو اين دلاروما ىلع نيعتسن هب و نيملاعلا بر لله دمحلا

لص مهللا هلوسرو هدبع ادمحم نا دهشاو هل كيرشلا هدحو اللهلاا هلالا نا دهشا ميظعلا

نيعمجا هباحصاو هلا ىلعو دمحم ان ديس ىلع كرابو ملسو

.

دعب اما

Alhamdulillah puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan taufiq serta hidayah-Nya, tak lupa shalawat serta salam saya sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari jalan yang gelap menuju ke jalan yang terang, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : “Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) Terhadap Sengketa Harta Bersama Di Pengadilan Agama Ambarawa (Studi Analisis Putusan Nomor: 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb)”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program S-1 Jurusan Syari’ah, Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

(9)

1. Dr. Rahmad Hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Dra. Siti Zumrotun selaku Dekan Fakultas Syari’ah Intitut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

3. Bapak Sukron Ma’mun, S.HI.,M.Si selaku Kepala Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah (AHS) Institu Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun dan menyelesaikan skripsi.

4. Bapak Farkhani, SH.MH selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Masthur Huda selaku Ketua Pengadilan Agama Ambarawa yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian dan seluruh pegawai, karyawan dan karyawati Pengadilan Agama Ambarawa yang telah membantu selama kegiatan penelitian di Pengadilan Agama Ambarawa.

6. Ayahanda Suyono, Ibunda Sri Wahyuni (al marhumah) dan istri tercinta yang telah banyak memberi bantuan moral dan spiritual sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman-teman semuanya yang telah bersedia memberikan kritik, saran dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

(10)

Semoga amal kebaikannya mendapatkan imbalan setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak kekurangannya, untuk itu diharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat khususnya bagi almamater dan semua pihak yang membutuhkannya.

Amiiin yaa rabbal ‘alamiin.

Salatiga, 15 September 2015 penulis,

(11)

ABSTRAK

Windiarto, Agung. 2015. Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) Sengketa Harta Bersama di Pengadilan Agama Ambarawa (Studi Analisis Putusan Nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb). Skripsi. Fakultas Syari’ah. Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Farkhani, SH., MH.

Kata Kunci: putusan, eksekusi, sengketa harta bersama

Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagai hasil akhir atas pemeriksaan perkara sengketa, wajib ditaati oleh pihak-pihak yang bersengketa secara sukarela. Apabila sebuah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tidak dijalankan secara sukarela oleh para pihak yang bersengketa, maka pengadilan yang mengeluarkan putusan tersebut dapat menjalankan eksekusi. Pada tanggal 10 Nopember 2010 Pengadilan Agama Ambarawa telah mengeluarkan putusan atas pemeriksaan perkara perceraian dengan nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb. Di dalam amar putusan tersebut menghukum pihak-pihak yang bersengketa untuk mentaati isi perjanjian perdamaian tentang persengketaan harta bersama yang telah disepakati kedua belah pihak sebelum dikeluarkannya putusan itu dan kepada perjanjian perdamaian tersebut dijalankan eksekusi. Dengan penelitian ini, peneliti berupaya mencari jawaban atas dua pertanyaan utama yang menjadi rumusan masalah. Pertanyaan pertama adalah apa yang menjadi dasar ketua Pengadilan Agama Ambarawa dalam menjalankan eksekusi terhadap sengketa harta bersama setelah adanya kesepakatan perdamaian tentang pembagian harta bersama antara pihak I dan pihak II, pertanyaan yang kedua apa yang menjadi keabsahan berita acara eksekusi tanpa tanda tangan salah satu pihak.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yuridis yang memfokuskan penelitian mendalam pada objek studi yakni putusan nomor: 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb dan berita acara pelaksanaan putusan (eksekusi). Pendekatan penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yakni suatu analisis untuk mengetahui apakah eksekusi tersebut sudah sesuai dengan undang-undang dan peraturan lain yang berlaku.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………. i

HALAMAN LOGO IAIN SALATIGA...………. ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN………. iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN……….. v

HALAMAN MOTTO ……...………. vi

PERSEMBAHAN ………. vii

KATA PENGANTAR ……….. viii

ABSTRAK ……….……… ix

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………... 1

B. Rumusan Masalah ………. 6

C. Tujuan Penelitian. ……….. 7

D. Tinjauan Pustaka …...………... 7

(14)

F. Kerangka Teori ………. 9

G. Metodologi Penelitian ………... 10

H. Sistematika Penulisan ………... 14

BAB II HARTA BERSAMA, PUTUSAN, EKSEKUSI DAN PELAKSANAAN EKSEKUSI A. Harta Bersama……… 16

B. Putusan ………….…...…... 22

C. Eksekusi.. ………….…... 29

D. Pelaksanaan Eksekusi.. ………….…... 30

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN SENGKETA HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA AMBARAWA NOMOR PERKARA 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb A. Profil Pengadilan Agama Ambarawa... 37

B. Kewenangan Pengadilan Agama Ambarawa ………... 44

C. Administrasi Berperkara di Pengadilan Agama Ambarawa... 51

D. Putusan Perkara Nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb…... 54

(15)

B. Analisa Keabsahan Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) Nomor Perkara

0224/Pdt.G/2010/PA.Amb……….. 77

BAB V PENUTUP

A Kesimpulan ………... 82

B Saran ………. 84

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kerjasama yang baik antara suami dan isteri dalam hal menjalankan hak dan kewajiban masing-masing pihak sangat diperlukan dalam mewujudkan tujuan dari suatu perkawinan. Hak adalah sesuatu yang seharusnya diterima seseorang setelah ia memenuhi kewajibanya, sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang seharusnya dilaksanakan oleh seseorang untuk mendapatkan hak. Suami isteri wajib saling setia dan mencintai, hormat menghormati, dan saling memberi bantuan secara lahir dan batin. Suami wajib melindungi dan memenuhi keperluan hidup rumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Demikian pula halnya dengan seorang isteri, wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.

(17)

hukum kekayaannya dan hukum harta perkawinan tidak lain merupakan hukum kekayaan keluarga (Satrio. 1991: hlm. 5).

Setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami atau isteri mempunyai harta yang dibawa dan diperoleh sebelum melakukan akad perkawinan. Suami atau isteri yang telah melakukan perkawinan mempunyai harta yang diperoleh selama perkawinan disebut harta bersama. Meskipun harta bersama tersebut hanya suami yang bekerja dengan berbagai usahanya sedangkan isteri berada dirumah dengan tidak mencari nafkah melainkan hanya mengurus rumah tangga dan anak-anaknya (Ramulyo, 1999: hlm. 231-232). Suami maupun isteri mempunyai hak untuk mempergunakan harta bersama yang telah diperolehnya tersebut selagi untuk kepentingan rumah tangganya tentunya dengan persetujuan kedua belah pihak. Dan ini berbeda dengan harta bawaan dalam penggunaannya tanpa harus ada persetujuan dari keduanya atau masing-masing berhak mempergunakannya sepanjang para pihak tidak menentukan lain, sebagaimana yang diatur dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 35.

Dalam hukum Islam tentang harta bersama suami isteri terdapat dalam surat An Nisa ayat 32 yang berbunyi :

(18)

Atinya : “. Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu” (Departemen Agama, 1989: hlm 122. ).

Perceraian merupakan peristiwa hukum yang menimbulkan serangkaian akibat-akibat hukum, salah satunya adalah adanya pembagian harta kekayaan bersama yang diperoleh selama perkawinan . Pembagian harta kekayaan bersama itu dapat dilakukan secara kekeluargaan atau melalui Pengadilan Agama yang mengeluarkan putusan perceraian tersebut.

Sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang No. 14/1970 pasal 2 bahwa Pengadilan Agama mempunyai tugas menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya.

(19)

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di Indonesia juga berlaku Kompilasi Hukum Islam, yang berkaitan dengan pembagian harta bersama sebagaimana diatur dalam Pasal 96 dan 97 Kompilsai Hukum Islam tersebut, yang menyebutkan bahwa pembagian harta bersama baik cerai hidup maupun cerai mati ini, masing-masing mendapatkan setengah dari harta bersama tersebut. Selengkapnya pasal 96 Kompilasi Hukum Islam berbunyi:

1) Apabila terjadi cerai mati, maka separo harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama.

2) Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau istri yang istri atau suaminya hilang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau mati secara hukum atas dasar keputusan Pengadilan Agama.

Sedangkan pasal 97 Kompilasi Hukum Islam Menyatakan: ”janda atau duda yang cerai hidup masing-masing separo berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan”. Dari uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa,

pembagian harta bersama karena cerai hidup dapat dilakukan secara langsung antara bekas istri dan suami dengan pembagian masing-masing separo bagian (Abdurahman, 1992: hlm. 136-137).

(20)

Hasilnya adalah permohonan cerai dikabulkan dan pembagian harta bersama dikabulkan, pada tanggal 27 Oktober 2010 pihak pertama dan pihak kedua telah sepakat mengadakan perjanjian perdamaian yang berisi pasal-pasal dibawah ini :

a. Pasal 1, bahwa berdasarkan Permohonan Perceraian yang diajukan pihak (1)/ pertama/pemohon; M. Chariri, SE di Pengadilan Agama Ambarawa nomor perkara. 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb, Pihak (1) dan pihak (2) sepakat bercerai.

b. Pasal 3, bahwa pihak 1 (satu)/Pemohon :

1) Tanah dan bangunan, “Rumah kediaman bersama” Terletak di Kel. Leyangan, Kec. Ungaran Timur, Kab. Semarang, sertifikat HM no. 1012/luas 413 𝑚2.

2) Tanah dan bangunan yang diperuntukkan dealer motor “TUNAS AGUNG MOTOR” Terletak di Kel. Leyangan, Kec.

Ungaran Timur, Kab. Semarang, sertifikat HM no. 1579/luas 264 𝑚2.

3) Tanah di Leyangan, Kec. Ungaran Timur, Kab. Semarang, sertifikat HM no. 1537/luas 148 𝑚2, yang dirinci menjadi; (1) Untuk jalan tol seluas 924𝑚2, atau senilai Rp.

288.000.000,- (dua ratus delapan puluh delapan juta rupiah). Dana tersebut berada di bank Mandiri Cabpem. Undip Tembalang.,an. M. Chariri, SE

(21)

(3) Honda CS 1 Hitam Lis Merah th 2008 H 2712

(4) Usaha dealer motor “TUNAS AGUNG MOTOR” di Jl. Pabongan Jetis Leyangan

(5) 1 TV merk Sharp 21 Inc.

Dengan adanya Surat Perjanjian Kesepakatan Perdamaian kedua belah pihak sudah mendapatkan bagiannya masing-masing. Perjanjian Kesepakatan Perdamaian tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap diantara pihak yang membuatnya dan mengikat para pihak yang membuat sebagai undang-undang. Tetapi dalam perkara sengketa harta bersama ini, mengapa masih ada pelaksanaan eksekusi yang seharusnya tidak dijalankan.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik menyusun skripsi dengan judul: PELAKSANAAN PUTUSAN (EKSEKUSI) TERHADAP SENGKETA HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA AMBARAWA (Studi Analisis Putusan Nomor 0224/Pdt.G/2010/PA. Amb).

B. Rumusan Masalah

(22)

apa yang menjadi keabsahan berita acara eksekusi tanpa tanda tangan salah satu pihak?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok masalah yang dirumuskan didepan, peneliti mempunyai tujuan sebagai berikut :

(1) Untuk mengetahui dasar Ketua Pengadilan Agama Ambarawa dalam menjalankan eksekusi terhadap sengketa harta bersama setelah adanya kesepakatan perdamaian harta bersama di Pengadilan Agama Ambarawa nomor: 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb .

(2) Untuk mengetahui keabsahan berita acara eksekusi tanpa tanda tangan dari salah satu pihak.

D. Tinjaun Pustaka

Dalam skripsi Siti Nafsiah, 2007, “Pembagian Harta Bersama

Istri Menurut Fikih dan perundang-undangan di Indonesia (Studi kasus di

Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2000 dan 2004)”, dibahas mengenai

pembagian harta bersama menurut Fiqh dan Perundang-undangan di Indonesia serta apa pembagian harta bersama di pengadilan agama Salatiga sudah sesuai dengan Fiqh dan Perundang-undangan di Indonesia.

(23)

E. Manfaat Penelitian

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, maka manfaat dilakukanya penelitian ini diharapkan:

1) Dapat menjadi tambahan informasi masyarakat terhadap kasus serupa, diharapkan pula dapat menjadi penyeimbang antara ketentuan dalam hukum yang sedang berlaku di Inonesia dengan kebutuhan dalam masyarakat sehubungan dengan pelaksanaan eksekusi terhadap harta bersama yang dipersengketakan dalam permohonan harta bersama dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama sehingga tidak menjadi kerancuan dalam pelaksanaan beracara.

2) Dapat menjadi sumbangan pemikiran terhadap pengembangan putusan hakim menjadi suatu ketentuan yang bersifat umum sehingga dapat dijadikan acuan bagi kasus serupa sehingga kendala yang kerap muncul dalam proses pelaksanaan eksekusi terhadap harta bersama yang dipesengketakakan dalam permohonan harta bersama dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama dapat diantisipasi.

3) Untuk memenuhi tugas dan persyaratan dalam memperoleh gelar kesarjanaan (S1) dalam bidang ilmu syari’ah.

F. Kerangka Teori

(24)

1) Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 bab VII tentang harta benda dalam perkawinan yang terdiri dari 3 (tiga) pasal yaitu:

Pasal 35 ayat 1 : Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

Pasal 36 ayat 1 : Mengenai harta bersama suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.

Pasal 37 : Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. 2) Harta bersama

Adalah harta kekayaan yang diperoleh selama perkawinan diluar hadiah atau warisan, maksudnya adalah harta yang di dapat atau usaha mereka sendiri selama masa ikatan perkawinan.

3) Perjanjian Kesepakatan Perdamaian perdamaian

Adalah Perjanjian Kesepakatan Perdamaian yang berisi hasil musyawarah antara para pihak dalam sengketa kebendaan untuk mengakhiri sengket.

4) Eksekusi

(25)

Terdapat indikasi bahwa setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap dan tidak dilaksanakan sita terhadap barang-barang yang disengketakan.

Terdapat indikasi bahwa tidak dilaksanakanya dengan sukarela atas putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

Dengan pemikiran di atas, penilitian ini dapat menyimpulkan analisis pelaksanaan putusan (eksekusi) terhadap sengketa harta bersama oleh Pengadilan Agama Ambarawa nomor: 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb.

G. Metode Penelitian

Untuk memperoleh data yang akurat, penulis menggunakan metode penelitian yang diantaranya adalah:

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

a. Pendekatan

Penelitian ini berdasarkan pada penelitian hukum normatif (yuridis normatif). Penelitian hukum normatif (yuridis normatif) yaitu metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Dalam penelitian ini yang akan dicari terkait dengan pelaksanaan eksekusi harta bersama nomor: 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb.

b. Jenis Penelitian

(26)

mendapatkan gambaran yang baik, jelas, dan dapat memberikan data secermat mungkin tentang obyek yang diteliti. Dalam hal ini untuk menggambarkan semua hal yang berkaitan tentang pelaksanaan putusan (eksekusi) terhadap sengketa harta bersama di Pengadilan Agama Ambarawa nomor: 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb. 2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh penulis di Pengadilan Agama Ambarawa Jl. Mgr. Sogijopranoto No. 105, Ambarawa. Peneliti memilih lokasi tersebut karena Pengadilan Agama Ambarawa yang dalam tugas pokoknya menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, termasuk di dalamnya eksekusi sengketa harta bersama di Pengadilan Agama nomor: 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb.

3. Sumber Data

Sumber data adalah subyek hokum dimana data diperoleh. Sumber data dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari objek yang diteliti. Sumber primer dalam penelitian ini adalah putusan nomor: 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb tentang pelaksananaan putusan (eksekusi) terhadap sengketa harta bersama. Putusan ini penulis peroleh langsung dari Pengadilan Agama Ambarawa.

(27)

Data sekunder merupakan data yang dapat menunjang, yang diperoleh dari hasil wawancara kepada hakim dan panitera Pengadilan Agama Ambarawa yang menangani kasus tersebut. Data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitianya, bisa berwujud data dokumentasi/data laporan yang tersedia. Data sekunder yang penulis gunakan dalam skripsi ini diantaranya adalah:

1) Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama

2) Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama yang diterbitkan oleh Pustaka Pelajar

3) Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen Agama RI Direktorat jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam

4) Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syari’ah yang diterbitkan oleh Sinar Grafik.

4. Prosedur Pengumpulan Data

(28)

Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan metodologi penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan terjun langsung secara aktif ke lapangan.

Prosedur penelitiannya meliputi: a. Wawancara

Wawancara adalah tanya jawab secara lisan terhadap informan dengan berhadapan secara langsung. Wawancara dilakukan peneliti kepada Ketua Pengadilan Agama Ambarawa dan Panitera Pengganti pada Pengadilan Agama Ambarawa. b. Dokumentasi

Dokumentasi diperlukan karena sumber data tidak hanya mengenai tempat dan orang, tetapi juga arsip-arsip dan dokumen. Oleh karena itu penulis menggunakan metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal variabel b erupa tulisan dan buku-buku yang relevan denga tema penulisan skripsi ini. Dokumentasi utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar putusan PA. Ambarawa nomor: 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb.

5. Analisis Data

(29)

berpikir dan bertolak dari pernyataan yang bersifat umum kemudian ditarik pada persoalan yang berkaitan dengan penelitian (Nawawi, 1990: hlm. 63). Metode ini digunakan dalam rangka mengetahui bagaimana penerapan kaidah-kaidah normatif dan yuridis dalam perkara permohonan perceraian.

6. Tahap-tahap Penelitian

Setelah peneliti menentukan tema yang akan diteliti, maka penulis melakukan penelitian pendahuluan ke Pengadilan Agama Ambarawa guna mendapatkan data awal dengan bertanya kepada Panitera dan Ketua Pengadilan Agama sehingga menghasilkan sebuah catatan-catatan, kemudian mencari permasalahan yang ada. Dari data awal dan pokok masalah yang sudah diperoleh kemudian dilanjutkan dengan proses analisis data untuk selanjutnya dilakukan proses penyusunan laporan penelitian berupa skripsi.

H. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini perlu adanya sistematika penulisan sehingga dapat diketahui secara jelas kerangka garis besar dari isi skripsi yang ditulis.

(30)

penelitian, kerangka teoritik, metodologi penelitian dan sistematika pembahasan.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA berisi tentang kajian umum tentang harta bersama, putusan dan pelaksanaan putusan (eksekusi) dalam sengketa harta bersama.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN berisi tentang sejarah Pengadilan Ambarawa, kedudukan dan kewenangan Pengadilan Agama Ambarawa, struktur Pengadilan Ambarawa, putusan perkara nomor: 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb dan Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) terhadap sengketa harta bersama nomor: 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb.

BAB IV : ANALISIS PUTUSAN PELAKSANAAN PUTUSAN (EKSEKUSI) TERHADAP SENGKETA HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA AMBARAWA NOMOR: 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb berisi tentang analisis dasar pelaksanaan Putusan Ketua Pengadilan Agama Terhadap Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) Sengketa Harta bersama setelah adanya perdamaian harta bersama di Pengadilan Agama Ambarawa.

(31)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

HARTA BERSAMA, PUTUSAN DAN EKSEKUSI

1. Pengertian Harta Bersama

Dari segi bahasa, harta yaitu barang-barang (uang dan sebagainya) yang menjadi kekayaan (Depdikbad, 1989 hal 199). Sedangkan yang dimaksud harta bersama yaitu harta kekayaan yang diperoleh selama perkawinan di luar hadiah atau warisan, maksudnya adalah harta yang didapat atau usaha mereka sendiri selama masa ikatan perkawinan (Rofiq, 1995 hal 200).

Harta bersama dibagi dengan seimbang antara mantan suami dan mantan isteri. Apabila tidak ada perjanjian perkawinan mengenai pisah harta dilakukan oleh pasangan suami isteri yang dilakukan sebelum dan sesudah berlangsungnya akad nikah. Adapaun harta bersama pada dasarnya terdiri dari :

a. Harta yang diperoleh sepanjang perkawinan berlangsung

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri dan;

(32)

Sedangkan yang tidak termasuk dalam harta bersama antara lain :

a. Harta bawaan yang dari masing-masing suami dan isteri b. Hibah

c. Harta warisan

Pembentukan hukum keluarga secara umum dipengaruhi dan terdapatnya unsur antara 3 (tiga) sistem hukum, yaitu Hukum Islam , Hukum Barat dan Hukum Adat. Dasar hukum tentang harta bersama dalam hukum Islam dapat ditelusuri melalui undang-undang dan peraturan berikut :

a. Undang-undang Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974)

(33)

1) Masing-masing pihak dalam perkawinan memiliki hak untuk mengambil keputusan terhadap harta yang mereka peroleh sebelum nikah, dan

2) Dengan ikatan perkawinan, isteri maupun suami memiliki posisi yang setara dengan kekayaan keluarga terlepas pihak mana yang sebenarnya mengusahakan asset tersebut.

Dalam pasal 37 UU No, 1 Tahun 1974 mengenai perkawinan menentukan bahwa bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing adalah hukum agama, hukum adat, dan hukum lainya.

b. Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Pasal 85 menyebutkan bahwa adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau isteri. Pasal ini sudah menyebutkan adanya harta bersama dalam perkawinan.

(34)

harta suami dan isteri karena perkawinan, sementara harta isteri tetap menjadi hak isteri dan dikuasai penuh olehnya, demikian juga harta suami tetap menjadikan suami dan dikuasai penuh olehnya (Pasal 86 ayat 1). Adapun harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing berupa hibah, hadiah, sodaqoh, atau lainya (Pasal 87 ayat 1). Suami beretanggung jawab menjaga harta bersama, harta isteri maupun hartanya sendiri, dan sebaliknya isteri turut bertanggung jawab menjaga harta bersama, maupun harta suami yang ada padanya. Dari pengaturan harta tersebut, baik harta bersama, maupun harta asal dan atau harta bawaan berdasarkan Firman Allah Surah An-Nisaa’ (4) ayat 34 sebagai

(35)

Harta bersama sebagaimana tersebut dalam pasal 85 dapat berupa benda berwujud atau tidak berwujud, dimana harta bersama yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak dan surat-surat berharga, sedangkan harta bersama yang tidak berwujud dapat berupa hak dan kewajiban (Pasal 91 ). Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu pihak atas persetujuan pihak lain, akan tetapi bahwa suami isteri tanpa persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan menjual atau memindahkan harta bersama. Sedangkan sehubungan dengan hutang, pertanggungan terhadap hutang suami atau isteri dibebankan pada hartanya masing-masing, tetapi pertanggungan jawaban terhadap hutang yang dilakukan untuk kepentingan keluarga, dibebankan kepada harta bersama. Apabila harta bersama tidak mencukupi, maka dibebankan kepada harta suami dan apabila harta suami tidak mencukupi dibebankan kepada harta isteri (Pasal 93).

Harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang, masing-masing terpisah dan berdiri sendiri. Pemikiran harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang tersebut, dihitung pada saat berlangsungnya akad perkawinan yang kedua, ketiga, atau yang keempat (Pasal 94).

(36)

Pengadilan Agama (Pasal 88). Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama, sedangkan pembagian harta bersama bagi suami atau isteri yang isteri atau suaminya hilang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar putusan Pengadilan Agama (Pasal 96). Pasal 97 mengatur bahwa janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan (Depag Indonesia, 1992 hal 46-50).

Seperti telah diuraikan dalam pembahasan sebelumnya, bahwa pembagian harta bersama dilakukan ketika perkawinan berakhir akibat perceraian atau kematian salah seorang pasangan, masing-masing suami isteri memiliki hak yang sama terhadap harta bersama yaitu separo dari harta bersama. Pembagian seperti ini berlaku tanpa harus mempersoalkan siapakah yang berjerih payah untuk mendapatkan harta kekayaan tersebut selama perkawinan berlangsung.

(37)

sebagai partner yang saling melengkapi dalam upaya membina keutuhan dan kelestarian keluarga.

2. Putusan (Vonis/Al Qadha)

Putusan yaitu keputusan pengadilan atas perkara permohonan berdasarkan adanya suatu sengketa atau perselisihan, dalam arti putusan merupakan produk pengadilan dalam perkara-perkara contentiosa, yaitu produk pengadilan yang sesungguhnya.

Dilihat dari segi fungsinya putusan hakim terdiri atas :

a. Putusan akhir (eind vonnis), yaitu putusan yang mengakihiri di persidangan dan putusan ini merupakan produk utama dari suatu persidangan.

b. Putusan sela (tussen vonis), yaitu putusan yang dijatuhkan masih dalam proses persidangan sebelum putusan akhir dibacakan dengan tujuan untuk memperjelas dan memperlancar persidangan.

(38)

Putusan sela dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:

a. Putusan Provesionil (Provesionil Vonnis), yaitu putusan yang dijatuhkan untuk memberikan jawaban tuntutan pihak yang berperkara agar dilakukan tindakan pendahuluan guna kepentingan pihak pemohon sebelum dijatuhkan putusan akhir, misalnya putusan tentang jaminan.

b. Putusan Prepatoir (Prepatoir Vonnis), yaitu putusan persiapan sebelum putusan akhir. Putusan Prepatoir tidak menyinggung pokok perkara. Putusan tersebut lebih tertuju pada jalanya acara persidangan seperti putusan tentang penundaan sidang, putusan agar pemohon/pemohon prinsipil datang sendiri ke muka sidang.

c. Putusan Insidentil (Incidentiele Vonnis), yaitu putusan yang berhubungan dengan peristiwa (insiden) yang untuk sementara menghentikan pemeriksaan sidang tetapi belum berhubungan dengan pokok perkara misalnya putusan tentang prodeo, eksepsi tidak berwenang, putusan tentang hakim, dan lain-lain.

d. Putusan Interlokotoir (Interlocotoir Vonnis), yaitu putusan yang isinya memerintahkan pembuktian, misalnya putusan pemeriksaan setempat, putusan pemeriksaan saksi-saksi.

(39)

a. Putusan verstek, yaitu putusan yang dijatuhkan karena termohon/termohon tidak hadir dalam persidangan padahal sudah dipanggil secara resmi, sedangkan pemohon/pemohon hadir. Verstek artinya termohon tidak hadir, putusan verstek diatur dalam pasal 125-129 HIR dan 196-197 HIR, pasal 148-153 RBg da 207-208 RBg, UU No. 20 tahun 1947 dan SEMA No. 9/1964.

Putusan verstek dapat dijatuhkan dalam sidang pertama atau sesudahnya, sesudah tahap pembacaan termohon/para termohon semuanya belum hadir dalam sidang padahal telah dipanggil dengan resmi dan patut (Arto, 1996 hal 256).

b. Putusan gugur, yaitu putusan yang menyatakan bahwa permohonan/permohonan gugur karena pemohon/pemohon tidak pernah hadir meskipun sudah dipanggil secara resmi dan termohon/termohon hadir dalam sidang dan mohon putusan.

c. Putusan kontradiktoir, yaitu putusan yang pada saat dijatuhkan diucapkan dalam sidang tidak dihadiri salah satu pihak atau para pihak.

Dilihat dari segi isinya terhadap permohonan/perkara, putusan dibagi menjadi 4 (empat) macam, yaitu

(40)

b. Putusan menolak permohonan pemohon, yaitu putusan akhir yang dijatuhkan setelah menempuh semua tahap pemeriksaan, tetapi ternyata dalil-dalil gugat tidak terbukti (putusan negatif).

c. Putusan mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian dan menolak tidak menerima selebihnya, yaitu putusan akhir yang dalil gugat ada yang terbukti dan ada pula yang tidak terbukti atau tidak memulai syarat (putusan campuran positif dan negatif).

d. Putusan mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya, yaitu putusan yang terpenuhinya syarat gugat dan terbuktinya dalil-dalil gugat (putusan positif).

Dilihat dari segi sifatnya terhadap akibat hukum yang ditimbulkan, putusan terbagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu

a. Diklatoir, yaitu putusan yang menyatakan suatu keadaan yang sah menurut hukum, karena itu amar putusan diklatoir berbunyi, “Menetapkan”

Putusan deklatoir terjadi dalam putusan sebagai berikut a) Permohonan talak

b) Gugat cerai karena perjanjian ta’lik talak c) Penetapan hak perawatan anak oleh ibunya d) Penetapan ahli waris yang sah

e) Penetapan adanya harta bersama

(41)

b. Putusan kontitutif, yaitu putusan yang menciptakan keadaan hukum baru yang sah menurut hukum sebelumnya memang belum terjadi keadaan hukum tersebut.

Amar putusan kontitutif berbunyi “Menyatakan…” dan putusan konstitutif terdapat pada putusan-putusan sebagai berikut

a) Putusan gugur, ditolak dan putusan tidak diterima b) Permohonan cerai bukan karena ta’lik talak c) Putusan verstek

d) Putusan pembatalan perkawinan dan seterusnya.

c. Putusan Kondemnatoir, yaitu putusan yang bersifat menghukum kepada salah satu pihak untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu, atau menyerahkan sesuatu kepada pihak lawan untuk memenuhi prestasi.

Amar putusan kondemnatoir berbunyi “Menghukum…” Putusan

ini mempunyai kekuatan eksekutorial, yang bila terhukum tidak mau melaksanakan isi putusan secara sukarela, maka atas permohonan pemohon, putusan dapat dilaksanakan dengan paksa (exution force) oleh pengadilan agama yang memutusnya.

Amar putusan kondemnatoir yang diterapkan di pengadilan agama antara lain:

(42)

c. Penyerahan hak biaya alimentasi anak dan sebagainya

Pada prinsipnya putusan kondemnatoir merupakan putusan penghukuman untuk :

a) Menyerahkan suatu barang b) Membayar sejumlah uang

c) Melakukan suatu perbuatan tertentu d) Menghentikan suatu perbuatan /keadaan e) Mengosongkan tanah/rumah dan lain-lain

Bentuk dan isi putusan terdiri dari 5 (lima) hal, yaitu sebagai berikut

a. Kepala putusan

Pada bagian kepala putusan tertulis judul putusan dan nomor putusan

di bawahnya. Di bawahnya lagi tertulis

“BISMILLAAHIRROHMAANIRROHIIM” dengan huruf besar diikuti dengan “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” dengan huruf besar.

b. Nama pengadilan dan jenis perkara, misalnya;

Pengadilan Agama Jakarta Timur mengadili perkara perdata pada tingkat pertama dalam persidangan majelis telah menjatuhkan putusan dalam perkara cerai gugat.

c. Identitas para pihak

(43)

d. Tentang duduk perkara

Bagian ini menggambarkan dengan singkat, jelas, dan kronologis persidangan mulai dari usaha perdamaian, dalil permohonan, jawaban termohon, replik, duplik, saksi, hasil pemeriksaan setempat bila ada, hasil pemeriksaan jaminan bila ada, dan kesimpulan para pihak

e. Kaki putusan

Kaki putusan berisi tentang hari dan tanggal putusan, nama Majelis Hakim, Panitera Pengganti, jumlah biaya perkara, dan penanggung biaya perkara.

Putusan pengadilan mempunyai 3 (tiga) kekuatan, yaitu

a) Kekuatan mengikat

Putusan hakim mengikat para pihak yang berperkara dan kekuatan mengikat suatu putusan yang ada dalam arti positif dan dalam arti negatif . dalam arti positif, yaitu bahwa yang telah diputus hakim harus dianggap benar. Dalam arti negatif, yaitu bahwa hakim tidak boleh memutus lagi perkara yang sama, pokok perkara yang sama, dan pihak yang sama (nebis in idem).

b) Kekuatan pembuktian

(44)

c) Kekuatan eksekutorial

Yaitu kekuatan untuk dilaksanakan putusan peradilan itu secara paksa oleh aparat Negara.

3. Eksekusi

Menurut etimonologi, eksekusi berasal dari bahasa Belanda “executive” yang berarti menjalankan putusan hakim atau pelaksanaan

putusan pengadilan. Secara terminologi eksekusi adalah melaksanakan putusan (vonis) pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Mardani, 2009 hal 142).

Eksekusi pada hakikatnya tidak lain adalah realisasi dari pada kewajiban untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan tersebut.

Eksekusi menganut azaz-azas yang dipedomi oleh Pengadilan Agama yang meliputi :

a. Menjalankan putusan telah berkekuatan hukum tetap

(45)

mengosongkan rumah atau sebidang tanah, melakukan sesuatu, menghentikan sesuatu, atau membayar sejumlah uang (Harahap, 1993: 5).

b. Putusan tidak dijalankan secara sukarela.

Tampil dan berfungsinya ekskusi dalam suatu perkara, apabila pihak termohon tidak bersedia menaati dan menjalankan putusan secara sukarela. Keengganan termohon menjalankan pemenuhan putusan secara sukarela akan menimbulkan konsekusensi hukum berupa tindakan paksa yang disebut “eksekusi”.

Salah satu prinsip yang melekat pada eksekusi, yaitu menjalankan putusan secara paksa, adalah merupakan tindakan yang timbul apabila pihak termohon tidak menjalankan putusan secara sukarela. Jika pihak termohon bersedia mentaati dan menjalankan putusan secara sukarela, tindakan eksekusi tidak diperlukan (Harahap, 1993: 9).

c. Putusan mengandung amar condemnatoir (menghukum)

Prinsip lain yang perlu diperhatikan sehubungan dengan menjalankan eksekusi ialah sifat “kondemnatoir”, hanya putusan

yang bersifat kondemnatoir saja yang bisa dijalankan eksekusi. Yakni putusan yang amar atau diktumnya mengandung unsur “penghukuman” (Harahap, 1993:11).

(46)

Eksekusi secara nyata dilakukan oleh panitera atau juru sita berdasar perintah Ketua Pengadilan yang dituangkan dalam bentuk “surat penetapan”. Surat penetapan merupakan landasan yuridis

tindakan eksekusi yang dilakukan panitera atau juru sita. Tanpa surat penetapan, syarat formal eksekusi memadai. Perintah eksekusi menurut pasal 197 ayat 1 HIR atau pasal 208 RBG mesti dengan surat penetapan, tidak diperkenankan perintah eksekusi secara lisan (Harahap, 1993 hal 18).

Sedangkan bentuk eksekusi terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu :

a. Eksekusi riil atau nyata sebagaimana diatur dalam pasal 1033 Rv, pasal 218 ayat (2) R.Bg yang meliputi berupa pengosongan, penyerahan, pembagian, pembongkaran, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dan memerintahkan atau menghentikan sesuatu perbuatan.

b. Eksekusi pembayaran sejumlah uang (executie verkoof) dilakukan melalui mekanisme lelang, sebagaimana termuat dalam pasal 196 HIR, pasal 208 RBg.

(47)

Barang-barang tersebut dijual dulu kemudian hasil penjualan itu dibagi sesuai dengan amar putusan Pengadilan Agama. Jika secara musyawarah ada yang tidak setuju dengan cara tersebut, maka pembagianya dilaksanakan secara lelang dimuka umum dan hasil penjualan lelang dibagi sesuai dengan porsi yang dalam putusan.

4. Pelaksanaan Eksekusi

Secara prosedural pelaksanaan eksekusi adalah sebagai berikut :

a) Permohonan eksekusi oleh pihak yang kalah tidak bersedia melaksanakan putusan Pengadilan Agama secara sukarela untuk dilaksanakan secara paksa (Pasal 207 ayat (1) RBg/Pasal 196 HIR). b) Pemohon mengajukan permohonan eksekusi dan mekanismenya

sebagaimana diatur dalam pola bindalmin dan peraturan terkait. c) Ketua pengadilan agama menerbitkan penetapan untuk aanmaning,

yang berisi perintah kepada jurusita supaya memanggil termohon eksekusi hadir pada sidang aanmaning.

d) Jurusita/jurusita pengganti memanggil termohon eksekusi.

e) Ketua pengadilan agama melaksanakan aanmaning, denga sidang isidentil yang dihadiri oleh ketua, panitera dan termohon eksekusi. Dalam sidang aanmaning tersebut:

(48)

(2) Ketua pengadilan agama menyampaikan peringatan supaya dalam tempo 8 (delapan) hari dari hari setelah peringatan termohon eksekusi melaksanakan isi putusan.

(3) Penitera membuat berita acara sidang aanmaning dan ditandatangani oleh ketua panitera.

f) Apabila dalam tempo 8 (delapan) hari setelah peringatan, pemohon ekskusi melaporkan bahwa termohon eksekusi belum melaksanakan isi putusan, ketua pengadilan agama menerbitkan penetapan perintah eksekusi.

g) Dalam hal eksekusi putusan pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang objeknya berada diluar wilayah hukumnya, maka ketua pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang bersangkutan meminta bantuan kepada ketua pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang

mewilayahi objek eksekusi tersebut dalam bentuk penetapan. Selanjutnya, ketua pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang

diminya bantuan menerbitkan surat penetapan yang berisi perintah kepada panitera/jurusita agar melaksanakan eksekusi di bawah peimpinan ketua pengadilan agama/mahkamah syar’iyah tersebut

(Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2010, butir 1). h) Dalam hal eksekusi tersebut pada butir 5), diajukan perlawanan baik

(49)

HIR/Pasal 206 ayat (6) Rbg dan butir 2 Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2010).

i) Dalam hal pelawan dalam perlawanannya meminta agar eksekusi tersbut pada butir 6) diatas ditangguhkan, maka yang berwenang menangguhkan atau tidak menangguhkan eksekusi itu adalah ketua pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang diminta bantuanya, sebagai pejabat yang memimpin eksekusi, dengan ketentuan bahwa dalam jangka waktu 2 X 24 jam melaporkan secara tertulis kepada ketua pengadilan agama yang meminta bantuan tentang segala upaya yang telah dijalankan olehnya termasuk adanya penangguhan eksekusi tersebut (Pasal 195 ayat (5) dan (7) HIR/Pasal 206 ayat (5) dan (7) RBg serta butir 3 Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2010).

j) Dalam hal pelaksanaan putusan mengenai suatu perbuatan, apabila tidak dilaksanakan secara sukarela, harus dinilai dalam sejumlah uang (Pasal 225 HIR/Pasal 259 RBg) yang teknis pelaksanaanya seperti eksekusi pembayaran sejumlah uang.

k) Jika termohon tidak mau melaksanakan putusan tersebut dan pengadilan tidak bisa melaksanakannya walau dengan bantuan alat Negara, maka pemohon dapat mengajukan kepada ketua pengadilan agama/mahkamah syr’iyah agar termohon membayar sejumlah uang,

(50)

l) Ketua pengadilan agama wajib memanggil dan mendengar teremohon eksekusi dan apabila diperlukan dapat meminta keterangan dari seorang ahli di bidang tersebut.

m) Penetapan jumlah uang yang harus dibayar oleh termohon dituangkan dalam penetapan ketua pengadilan agama.

n) Apabila putusan untuk membayar sejumlah uang tidak dilaksanakan secara sukarela, maka akan dilaksanakan dengan cara melelang barang milik pihak yang dikalahkan (Pasal 200 HIR/Pasal 214 s/d Pasal 224 RBg).

o) Putusan yang menghukum termohon untuk menyerahkan sesuatu barang, misalnya sebidang tanah, dilaksanakan oleh jurusita, apabila perlu dengan bantuan alat kekuasaan Negara.

p) Eksekusi tidak bisa dilakukan kedua kalinya apabila barang yang di eksekusikan telah diterima oleh pemohon eksekusi, namun diambil kembali oleh tereksekusi.

q) Upaya yang dapat ditempuh oleh yang bersangkutan adalah melaporkan hal tersebut di atas kepada pihak yang berwajib (pihak kepolisian) atau mengajukan permohonan untuk memperoleh kembali barang (tanah/rumah tersebut).

(51)

s) Apabila suatu perkara yang telah berkekuatan hukum tetap telah dilaksanakan (dieksekusi) atas suatu barang dengan eksekusi riil, tetapi kemudian putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut dibatalkan oleh putusan peninjauan kembali, maka barang yang telah diserahkan kepada pihak pemohon eksekusi tersebut wajib diserahkan tanpa proses permohonan kepada pemilik semula sebagai pemulihan hak.

t) Pemulihan hak diajukan pemohon kepada ketua pengadilan agama/mahkamah syar’iyah.

u) Eksekuksi pemulihan hak dilakukan menurut tata cara ekskusi riil. Apabila barang tersebut sudah dialihkan kepada pihak lain, termohon eksekusi dapat mengajukan permohonan ganti rugi senilai objek miliknya.

(52)

BAB III

PELAKSANAAN PUTUSAN SENGKETA HARTA BERSAMA DI

PENGADILAN AGAMA AMBARAWA NOMOR PERKARA

0224/Pdt.G/2010/PA.Amb

A. Profil Pengadilan Agama Ambarawa

Pengadilan Agama Ambarawa adalah Pengadilan Agama yang berada di wilayah kabupaten Semarang. Untuk mengetahui profil Pengadilan Agama Ambarawa akan lebih baik apabila terlebih dahulu kita menyimak sejarah keberadaan Kabupaten Semarang berikut:

1. Sejarah Pengadilan Agama Ambarawa

Sejak hampir 5 abad yang lalu di masa Pajang Mataram, Kabupaten Semarang telah ada, dan waktu itu yang menjadi ibukota adalah Semarang. Pada jaman itu GEMENTE (Kotapraja) Semarang belum terbentuk.

(53)

Kabupaten Semarang dipimpin oleh seorang Bupati dan Pemerintah Kotapraja untuk wilayah Semarang dipimpin oleh seorang Burgenmester. Semenjak itulah terjadi pemisahan antara Kabupaten Semarang dengan Kotapraja Semarang hingga saat ini.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 13 tahun 1950 Tentang Pembentukan Kabupaten-kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Tengah, Kota Semarang ditetapkan sebagai Ibukota Kabupaten Semarang, namun kota Semarang adalah Kotamadya yang memiliki Pemerintahan sendiri.

Pada saat berdirinya Kabupaten Semarang, Pengadilan Agama untuk wilayah hukum Kabupaten Semarang belum terbentuk, oleh karenanya para pencari keadilan di wilayah Kabupaten Semarang yang akan mengajukan perkara harus ke Pengadilan Agama Salatiga, karena wilayah hukum Pengadilan Agama Salatiga meliputi Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang. Ditinjau dari segi Pemerintahan, Kota Semarang sebagai ibukota Kabupaten sangatlah kurang menguntungkan, maka timbullah gagasan untuk memindahkan ibukota Kabupaten Semarang ke Kota Ungaran yang pada saat itu masih dalam status Kawedanan.

(54)

Pengadilan Negeri Ambarawa. Dalam perjalanannya kemudian berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 96 tahun 1982 maka dibentuklah Pengadilan Agama Kabupaten Semarang dengan sebutan Pengadilan Agama Ambarawa karena menyesuaikan dengan penyebutan Pengadilan Negeri, namun Pengadilan Agama berkedudukan di Kota Ungaran. Selanjutnya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1983 Tentang Penetapan Status Kota Ungaran sebagai Ibukota Pemerintah Kabupaten Dati II Semarang, yang berlaku peresmiannya tanggal 20 Desember 1983 pada saat Pemerintahan Bupati Ir. Soesmono Martosiswojo (1979-1985), maka Kota Ungaran secara definitif sebagai Ibukota Kabupaten Semarang.

(55)

sebagian wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang, yang terdiri dari 7 (tujuh) Kecamatan dan sampai sekarang telah mengalami pengembangan menjadi 10 Kecamatan, yaitu :

1. Kecamatan Ungaran Barat; 2. Kecamatan Ungaran Timur; 3. Kecamatan Bergas;

4. Kecamatan Pringapus; 5. Kecamatan Bawen; 6. Kecamatan Ambarawa; 7. Kecamatan Sumowono; 8. Kecamatan Banyubiru; 9. Kecamatan Jambu; 10. Kecamatan Bandungan;

(56)

2006 Tentang Pengalihan Fungsi Penggunaan Bangunan Kantor Lama Pengadilan Negeri Ungaran di Ambarawa menjadi Kantor Pengadilan Agama Ambarawa, yang ditindak lanjuti dengan penyerahan sertifikat tanah sesuai berita acara serah terima tanggal 14 April tahun 2008, maka diserahkanlah sertifikat tanah Hak Pakai Nomor 11 Tahun 1996 Luas tanah 3.948 M2 dengan nama Pemegang Hak Departemen Kehakiman RI Cq. Pengadilan Negeri Ambarawa yang terletak di Jl. Mgr. Soegiyopranoto Nomor 105 Kelurahan Ngampin, Kecamatan Ambarawa yang telah dialihfungsikan berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor: 186/PMK.06/2009, Nomor 24 Tahun 2009 tgl 18/II/2009 (DI. 208 3209 tgl 28 Februari 2013, DI 307 6310 tgl 28 Februari 2013) atas nama Pemerintah Republik Indonesia Cq. Mahakamah Agung RI, dengan batas-batas sebagai berikut :

Sebelah Utara : Lapangan;

Sebelah Timur : Jalan ke Lapangan;

Sebelah Selatan : Jalan raya Semarang-Magelang; Sebelah Barat : Kebun milik perorangan;

Sejak berdirinya Pengadilan Agama Ambarawa sudah melalui beberapa periode kepimpinan, sebagai berikut :

(57)

4. Drs. H. ZUBAIDI, SH ( Tahun 1997 - 2000 ); 5. Drs. H. SUTJIPTO, SH ( Tahun 2000 - 2003 ); 6. Drs. H. SLAMET DJUFI, SH ( Tahun 2003 - 2004 ); 7. Drs. H. NOORSALIM, SH, MH ( Tahun 2004 - 2007 ); 8. Dra. Hj. ROKHANAH, SH, MH ( Tahun 2007 - 2011 ); 9. Drs. MASTHUR HUDA, SH. MH. ( Tahun 2011 - sekarang ); 2. Visi dan Misi

a. Visi

Terwujudnya Pengadilan Agama Ambarawa yang professional dan mandiri dalam rangka mewujudkan peradilan Indonesia yang agung. b. Misi

1) Menyelenggarakan pelayanan yudisial dengan seksama dan sewajarnya serta mengayomi masyarakat

2) Menyelenggarakan pelayanan non yudisial dengan bersih dan bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme

3) Mengembangkan penerapan manajemen modern dalam pengurusan kepegawaian, sarana dan prasarana rumah tangga kantor dan pengelolaan keuangan

(58)

3. Susunan Organisasi

Struktur Organisasi Pengadilan Agama Ambarawa

Sumber: Pengadilan Agama Ambarawa, tahun 2013

(59)

Tugas pokok dan fungsi dari Peradilan Agama Ambarawa adalah melaksanakan peraturan perundangan yang sudah ditentukan dalam pasal 2 dan pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Peradilan Agama dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yaitu memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam.

Peradilan Agama yang dulunya di bawah Departemen Agama, sekarang sudah berubah menjadi satu atap dengan peradilan-peradilan yang lain di bawah Mahkamah Agung Republik Indonesia. Kewenangan Pengadilan Agama dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:

1. Kewenangan Absolut

Kewenangan absolut adalah suatu wewenang yang berkaitan dengan pembagian kekuasaan antar badan-badan peradilan. Kewenangan absolut meliputi perkara-perkara yang menjadi tanggungjawab Pengadilan Agama Salatiga yaitu:

a. Perkawinan b. Waris

(60)

i. Ekonomi Syari'ah

Perkara perkawinan adalah hal-hal yang diatur berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syari'ah Islam, antara lain:

- Izin beristri lebih dari seorang

- Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 tahun.

- Dispensasi Kawin. - Pencegahan Perkawinan. - Pembatalan Perkawinan. - Perceraian karena Talak. - Permohonan Perceraian. - Penyelesaian Harta Bersama.

- Penguasaan Anak Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya.

- Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri. - Putusan tentang sah tidaknya seorang anak.

- Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua. - Pencabutan kekuasaan wali.

(61)

- Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 tahun yang ditinggal kedua orang tuanya.

- Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya.

- Penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak - Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan

perkawinan campuran.

- Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang- undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain.

Waris adalah penentuan siapa yang berhak menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta Penetapan Pengadilan Agama atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing- masing ahli waris.

Wasiat adalah perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga atau badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.

(62)

Wakaf adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harts benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syari'ah.

Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syari'ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.

Infaq adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rezeki (karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas dan karena Allah SWT.

Shadaqah adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga atau badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridha Allah SWT dan pahala semata.

Ekonomi Syari'ah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari'ah, antara lain meliputi:

a. Bank Syari'ah.

b. Lembaga Keuangan Mikro Syari'ah. c. Asuransi Syari'ah.

(63)

f. Obligasi Syari'ah dan Surat Berharga Berjangka Menengah Syari'ah. g. Sekuritas Syari'ah.

h. Pembiayaan Syari'ah. i. Pegadaian Syari'ah.

j. Dana Pensiun Lembaga Keuangan Syari'ah. k. Bisnis Syari'ah.

2. Kewenangan Relatif

Kewenangan relatif adalah kewenangan pengadilan menyangkut tempat terjadinya suatu perkara. Dalam hal ini setiap perkara yanag terjadi di wilayah hukum Pengadilan Agama Ambarawa menjadi wewenang dan tanggungjawab Pengadilan Agama Ambarawa untuk menyelesaikannya.

(64)

Tabel: Wilayah Hukum Pengadilan Agama Ambarawa

Kecamatan Radius II Radius III

Kecamatan Ambarawa Kel. Ngampin Kel. Panjang

Kecamatan Banyubiru Desa Banyubiru Desa Kebondowo

Kecamatan Bawen Kel. Bawen Kel. Harjosari

(65)

Kecamatan Jambu Desa Kelurahan

(66)

Wilayah Pemerintah Kabupaten Semarang berbatas dengan beberapa

kabupaten dan kota di sekelilingnya, yaitu ;

1. Sebelah Utara : Kota Semarang

2. Sebelah Timur : Kabupaten Demak dan Grobogan 3. Sebelah Selatan : Kab. Magelang dan Kab Boyolali 4. Sebelah Barat : Kabupaten Kendal

5. Ditengah Kabupaten Semarang ada empat kecamatan yang menjadi wilayah Kota Salatiga.

Kondisi daerah Kabupaten Semarang sangat beragam, yang terdiri dari

sebagian dataran rendah, dataran tinggi, daerah perbukitan dan sebagian lagi

berupa pegunungan dan hutan. Jarak ibu kota Kecamatan yang paling dekat

dengan kantor Pengadilan Agama Ambarawa adalah 2 Km dan yang paling jauh

33 Km, yaitu Kecamatan Sumowono.

C. Administrasi Berperkara di Pengadilan Agama Ambarawa

1. Administrasi Perkara pada Peradilan Tingkat Pertama

(67)

tumpang tindih (overlap) dalam melaksanakan tugas, sehingga akan mencapai penyelesaian tugas pokok secara maksimal.

Peradilan Agama, sebagaimana ditegaskan dalam pasal 2 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006, adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu. Untuk melaksanakan kekuasaan kehakiman tersebut, Panitera adalah yang melaksanakan tugas-tugas administrasi dalam rangka mencapai tugas pokok tersebut, sebagaimana tercantum dalam pasal 26 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006.

Sehubungan dengan peraturan perundangan tersebut, penulis melakukan wawancara terhadap Subandriyo, SH., Panitera Pengadilan Agama Ambarawa pada tanggal 17 Januari 2013 dan memberikan beberapa penjelasan mengenai administrasi berperkara di Pengadilan Agama Ambarawa. Sebagaimana yang disampaikan oleh informan bahwa Panitera sebagai pelaksana kegiatan administrasi pengadilan memiliki 3 (tiga) macam tugas:

a. Pelaksana administrasi perkara Pola Bindalmin. b. Pendamping hakim dalam persidangan.

c. Pelaksana putusan atau penetapan.

(68)

Prosedur permohonan eksekusi di Pengadilan antara lain :

a. Masyarakat yang telah memiliki putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dapat mengajukan permohonan eksekusi atas putusan tersebut.

b. Pemohon eksekusi mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Agama.

c. Pengadilan harus menetapkan biaya panjar eksekusi yang ditentukan dalam surat kuasa untuk membayar (SKUM) yang berisi komponen biaya eksekusi, yaitu biaya materai penetapan Eksekusi, biaya pemberitahuan Aanmaning/teguran tertulis kepada Termohon Eksekusi, biaya pelaksanaan eksekusi (terdiri dari biaya pelaksanaan eksekusi/pengosongan, biaya sita eksekusi/angkat sita/CB), biaya penyampaian Salinan Berita Acara Sita kepada para pihak dan desa/kelurahan, biaya pemberitahuan dan pencatatan eksekusi ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan biaya sewa kendaraan.

d. Pengadilan harus segera mengeluarkan penetapan eksekusi sejak permohonan diterima. Penetapan tersebut menyatakan bahwa permohonan eksekusi tersebut dapat dieksekusi (executable) atau tidak dapat dieksekusi (non executable).

(69)

f. Pemohon eksekusi wajib membayar panjar terlebih dahulu agar eksekusi dapat dilaksanakan. Jika biaya tidak mencukupi maka Pemohon dapat dimintakan biaya tambahan pelaksanaan eksekusi oleh Pengadilan dengan disertai tanda bukti pembayaran berikut rincian komponen biaya.

g. Setiap perintah eksekusi yang dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan harus dalam bentuk tertulis dan memperhatikan tenggang waktu yang cukup sekurangkurangnya 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan eksekusi.

D. Putusan Perkara Nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb

Putusan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara permohonan atau kontensius. Setiap putusan pengadilan harus memuat dasar alasan yang jelas dan rinci. Menurut asas ini, putusan yang dijatuhkan harus berdasarkan pertimbangan yang jelas dan cukup.

(70)

1. Permohonan Cerai Talak oleh Pihak I dalam Konpensi

Perkara nomor 0224/Pdt.G/2010/Pa.Amb berawal dari pengajuan permohonan cerai talak pada tingkat pertama Pengadilan Agama Ambarawa pada tanggal 17 Maret 2010 yang diajukan oleh seseorang yang dalam pemaparan ini ditulis namanya dengan inisial M.Ch. al. AR,SE. bin Ks, umur 39 tahun, agama Islam, pekerjaan Dagang, tempat tinggal di dusun Jetis RT.002 RW.006 desa Leyangan kecamatan Ungaran Timur, kabupaten Semarang yang selanjutnya disebut “Pemohon Konpensi / Tergugat Rekonpensi” melawan ENH binti AS, umur 33 tahun, pekerjaan

Dagang, agama Islam, tempat tinggal di dusun Jetis RT.002 RW.006 desa Leyangan kecamatan Ungaran Timur, kabupaten Semarang dengan didampingi kuasanya bernama Yetty Any Ethika, SH. dan Wahyu Rudy Indarto, SH. beralamat di Jalan Flamboyan Indah no. 112 Plamongan Indah Semarang, selanjutnya disebut sebagai “Termohon Konpensi /

Penggugat Rekonpensi” (PA.Amb, 2010: hlm. 1).

(71)

bersama sebagai suami istri selama 1 tahun 6 bulan namun belum dikaruniai keturunan (PA.Amb, 2010: hlm. 2).

Kehidupan rumah tangga Pemohon Konpensi dan Termohon Konpensi pada awalnya dalam keadaan harmonis, namun sejak bulan Januari tahun 1998 antara Pemohon Konpensi dan Termohon Konpensi terjadi perselisihan dan pertengkaran. Alasan pertama perselisihan dan pertengkaran dikemukakan Pemohon Konpensi karena Termohon Konpensi minta segera dibuatkan rumah, namun Pemohon Konpensi belum mampu sehingga di tahun 1999 Pemohon Konpensi membuatkan dengan terpaksa rumah. Alasan kedua adalah karena Termohon Konpensi tidak menghargai Pemohon Konpensi sebagai seorang suami yang sah dan Termohon Konpensi sering membantah perkataan Pemohon Konpensi, bahkan Termohon Konpensi sering marah-marah hingga memukul Pemohon Konpensi sampai kesakitan (PA.Amb, 2010: hlm. 3).

(72)

sebagaimana bunyi pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 jo pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 dan pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, Pemohon Konpensi mengajukan Permohonan ijin ikrar talak di depan persidangan Pengadilan Agama Ambarawa (PA.Amb, 2010: hlm. 4).

Pada hari yang telah ditetapkan Pemohon Konpensi dan Termohon Konpensi in person beserta kuasa hukumnya hadir di persidangan, kemudian Ketua Majelis sebagaimana ketentuan PERMA No.1 Tahun 2008 memerintahkan kedua belah pihak untuk mediasi, kemudian kedua belah pihak memilih mediasi dengan mediator hakim Pengadilan Agama Ambarawa yakni Dra. Teti Himati. Namun karena alasan administratif Pengadilan Agama, pada tanggal 08 Juli 2008 terjadi mediasi dan Hakim yang ditunjuk dari Pengadilan Agama Ambarawa sebagai mediator antara Pemohon Konpensi (M.Ch. al. AR,SE. bin Ks) dan Termohon Konpensi (ENH binti AS) adalah Drs. H. FUAD. Majelis Hakim yang ditunjuk telah berusaha mendamaikan kedua belah pihak akan tetapi tidak berhasil (PA.Amb, 2010: hlm. 27).

(73)

Ambarawa berwenang memeriksa dan mengadili perkara tersebut (PA.Amb, 2010: hlm. 28).

2. Rekonpensi Pihak II tentang Sengketa Harta Bersama

Tahap pemeriksaan perkara setelah gagalnya mediasi adalah pembacaan dalil-dalil permohonan yang isinya tetap dipertahankan Pemohon Konpensi. Kemudian atas dalil-dalil Pemohon Konpensi, pada tanggal 21 April 2010 disampaikan jawaban tertulis Termohon Konpensi yang isinya menolak seluruh dalil-dalil Pemohon Konpensi kecuali hal-hal yang diakui kebenarannya oleh Termohon Konpensi. Termohon Konpensi mengakui bahwa Pemohon Konpensi dan Termohon Konpensi adalah pasangan suami istri yang sah sejak menikah pada tanggal 30 Desember 1996, dalam perkawinan tersebut Pemohon Konpensi dan Termohon Konpensi belum dikaruniai anak. Termohon Konpensi menjelaskan bahwa belum adanya keturunan dari perkawinan Pemohon Konpensi dan Termohon Konpensi disebabkan karena sejak saat perkawinan, Pemohon Konpensi meminta Termohon Konpensi untuk ikut KB dan Termohon Konpensi menurut karena alasan ekonomi. Kemudian Pemohon Konpensi dan Termohon Konpensi mengangkat seorang anak perempuan bernama inisial ELF yang lahir pada tanggal 12 Agustus 2004 (PA.Amb, 2010: hlm. 6).

(74)

dengan pokok penelitian mengenai sengketa harta bersama bahwa munculnya sengketa harta bersama pada perkara nomor 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb yakni bersamaan dengan jawaban Termohon Konpensi atas permohonan Pemohon Konpensi. Termohon Konpensi menyampaikan gugatan rekonpensi yang memuat sengketa harta bersama, maka setelah dalam gugatan Rekonpensi ini Termohon Konpensi menjadi Penggugat Rekonpensi dan Pemohon Konpensi menjadi Tergugat Rekonpensi. Dalam posita nomor 8 gugatan rekonpensi ENH binti AS melawan M.Ch. al. AR,SE. bin Ks, Penggugat Rekonpensi (ENH binti AS) menyampaikan, “Bahwa di dalam perkawinan antara Penggugat dan Tergugat tersebut, terdapat (dipunyai) Harta Bersama”. Harta Bersama

yang dimaksud Penggugat Rekonpensi (ENH binti AS) adalah seluruh harta kekayaan yang diperoleh oleh Penggugat Rekonpensi dan Tergugat Rekonpensi semasa perkawinan. Namun, diantara Harta Bersama yang kemudian menjadi objek eksekusi adalah sebagai berikut:

1. Sebidang tanah berikut bangunannya terletak di desa Leyangan, kecamatan Ungaran Timur, kabupaten Semarang, sertifikat Hak Milik nomor: 1012/Leyangan, seluas ± 413 m2 dengan Surat Ukur nomor: 01122/Leyangan/2001 tanggal 27 Januari 2001 atas nama M.Ch dan ENH.

(75)

1579 / Leyangan, seluas ± 264 m2 dengan Surat Ukur: 1905/2006 tanggal 8 September 2006, atas nama M.Ch dan ENH.

3. Sebidang tanah terletak di desa Leyangan, kecamatan Ungaran Timur, kabupaten Semarang, bersertifikat Hak Milik nomor: 1573 / Leyangan, seluas ± 1460 m2, dengan Surat Ukur nomor: 1905/2006 tanggal 8 September, atas nama M.Ch dan ENH.

3. Perjanjian Kesepakatan Perdamaian antara Pihak I dan Pihak II

tentang Pembagian Harta Bersama

Dalam gugatan rekonpensi nomor 8, Penggugat Rekonpensi (ENH binti AS) mengajukan tuntutannya kepada majelis hakim agar majelis hakim, “… menghukum Tergugat Rekonpensi atau siapapun yang mendapatkan hak dari padanya atau siapapun yang menguasai sengketa untuk menyerahkannya kepada Penggugat Rekonpensi guna dibagi diantara Penggugat Rekonpensi dan Tergugat Rekonpensi sesuai hukum yang berlaku,…” (PA.Amb, 2010: hlm. 18).

Referensi

Dokumen terkait

Lingkungan pondok pesantren menjadi lingkungan yang sangat mendukung dalam keberhasilan penerapan pendidikan karakter, disamping memiliki sistem asrama, siswa mendapatkan

Dalam menjalankan salah satu fungsi pengawasan, Dewan Komisaris telah menerima dengan baik Laporan Keuangan Perseroan yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2014 yang telah

Penyajian informasi kualitas pendidikan pada suatu daerah dengan cara penggambaran secara geografis, tentunya akan memudahkan para pengambil kebijakan untuk dapat

OUTPUT PRODUKSI Informasi Perencanaan Tenaga Kerja Informasi PengadaanTenaga Kerja Informasi Pengelolaan Tenaga Kerja Informasi Kompensasi TEKNOLOGI INPUT Sumber Daya Manusia

Hasil penelitian menunjukkan tidak bahwa terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap fenomena kelenturan fenotipik dalam sifat-sifat reproduksi (umur dewasa kelamin,

Ada dua kekurangan yang dapat dipaparkan di sini adalah, bahwa Kelompok Pengajian Asmaul Husna Potorono kurang mampu mengawal pengorganisasian dakwah dengan baik, sehingga

antara hasil latihan kelincahan dengan hasil belajar sepakbola dapat dilihat pada.

Jumlah pegawai yang bekerja pada Depo Arsip (Bagian Pengelolaan Arsip) Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Bandung hanya 11 orang dengan background