1 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lingkungan adalah suatu sistem kompleks yang berada di luar individu
yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme. Lingkungan
bersifat dinamis dalam arti berubah-ubah setiap saat. Perubahan dan perbedaan
yang terjadi baik secara mutlak maupun relatif dari faktor-faktor lingkungan
terhadap tumbuh-tumbuhan akan berbeda-beda menurut waktu, tempat dan
keadaan tumbuhan itu sendiri. Lingkungan dipandang sebagai tempat beradanya
manusia dalam melakukan segala aktivitas kesehariannya. Menurut Enger dan
Smith (dalam Kodoatie Robert dan Sugiyanto, 2002), lingkungan juga
didefenisikan sebagai semuanya (everything) yang berdampak pada suatu
organisme dalam proses kehidupannya.
Menurut Keller (dalam Kodoatie Robert dan Sugiyanto, 2002:5),
lingkungan dapat dipertimbangkan sebagai kondisi total yang mengelilingi sebuah
individu atau komunitas. Lingkungan dapat didefinisikan meliputi dua bagian:
Yang pertama, kondisi-kondisi fisik seperti udara, air, daratan, lautan, udara,
tumbuh-tumbuhan, binatang yang memberikan efek/dampak pertumbuhan dan
perkembangan dari sebuah individu atau sebuah komunitas; dan yang kedua aspek
sosial dan budaya seperti etika, ekonomi, estetika yang memberikan dampak.
Dengan demikian, lingkungan hidup diatur secara hukum karena faktor biotik dan
abiotik lingkungan harusnya tetap dijaga dengan cara membuat kebijakan ataupun
peraturan agar masyarakat yang merusak lingkungan dikenakan sanksi sesuai
2
hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk
hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu
sendiri, kelangsungan peri kehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain.
Lingkungan hidup menyediakan kebutuhan-kebutuhan hidup manusia.
Begitu pun sebaliknya, kehidupan manusia sangat tergantung pada tersedianya
sumber daya alam yang memadai dalam lingkungan hidup. Manusia dan
lingkungan hidup selalu terjadi interaksi timbal balik, manusia mempengaruhi
lingkungan dan sebaliknya manusia dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya.
Persoalan lingkungan mulai menjadi topik dunia ketika manusia mulai merasakan
dampaknya yang semakin meluas yakni terlihat pada banyaknya bencana yang
terjadi di muka bumi ini akibat berbagai aktivitas manusia itu sendiri seperti
banjir, pencemaran air akibat limbah industri, dan lain sebagainya. Dalam kondisi
seperti ini, lingkungan hidup perlu diatur dan dikelola dengan baik sehingga dapat
memberikan manfaat yang optimal, mencukupi kebutuhan generasi saat ini tanpa
harus mengurangi kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan kehidupan
generasi yang akan datang.
Masalah lingkungan hidup merupakan persoalan kolektif yang
membutuhkan partisipasi bersama dari semua komponen bangsa, dan harus ada
upaya serius untuk mengatasinya, misalnya dengan membudayakan kepekaan dan
cinta lingkungan hidup melalui institusi pendidikan, dengan tujuan untuk
menginternalisasikan dan menanamkan nilai-nilai budaya yang cinta akan
lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup sebenarnya sudah lama terjadi
3
makin dipercepat karena meningkatnya aktivitas manusia dan sifat manusia yang
serakah. Di negara-negara berkembang, umumnya pemerintah disibukkan dengan
program pengentasan kemiskinan, penyediaan lapangan kerja, permukiman
kumuh, namun dengan adanya kesepakatan internasional dan era globalisasi, juga
dituntut melakukan pengendalian dampak lingkungan sehingga masalah
lingkungan hidup dapat diatasi dengan baik.
Manusia dan lingkungan pada hakekatnya, satu bangunan yang seharusnya
saling menguatkan karena manusia amat bergantung pada lingkungan sedang
lingkungan juga bergantung pada aktivitas manusia. Namun, dilihat dari sisi
manusia maka lingkungan adalah sesuatu yang pasif, sedangkan manusia lah yang
aktif, sehingga kualitas lingkungan amat bergantung pada kualitas manusia.
Sayangnya, manusia sering lupa bahwa lingkungan yang berkualitas buruk juga
akan berpengaruh pada kualitas kehidupannya juga. Jelaslah, bahwa subyek dari
kehidupan manusia dan kondisi lingkungan pada dasarnya adalah manusia itu
sendiri. Lebih baik manusia, akan lebih baik pula kualitas kehidupan dan
lingkungannya, sedangkan lebih buruk manusia tentu akan lebih buruk kualitas
kehidupan lingkungannya. Peristiwa pencemaran lingkungan mempunyai
beberapa komponen pokok untuk biasa disebut sebagai pencemaran, yakni: (1)
lingkungan yang terkena adalah lingkungan hidup manusia; (2) yang terkena
akibat negatif adalah manusianya; (3) di dalam lingkungan tersebut terdapat bahan
berbahaya yang juga disebabkan oleh aktivitas manusia. Bahan pencemar tersebut
seperti plastik, kaleng dan semacamnya.
Manusia tidak dapat melepaskan diri dari alam dan akan selalu tergantung
4
Sugiyanto, 2002: 31), manusia dan semua makhluk hidup membutuhkan air. Air
merupakan material yang membuat kehidupan terjadi di bumi. Semua organisme
yang hidup tersusun dari sel-sel yang berisi air sedikitnya 60% dan aktivitas
metaboliknya mengambil tempat di larutan air. Untuk kepentingan manusia dan
kepentingan komersial lainnya, ketersediaan air dari segi kualitas maupun
kuantitas mutlak diperlukan. Di sisi lain, akibat pengelolaan yang salah, air bisa
menjadi bencana bagi kehidupan. Air yang berlebihan di suatu tempat akibat
hujan yang besar dapat menjadi banjir dan genangan yang menimbulkan kerugian
yang besar. Menurut Grigg (dalam Kodoatie dan Sugiyanto, 2002: 31), di
Amerika, secara umum banjir menyebabkan kerusakan yang lebih parah
dibandingkan dengan bencana alam lainnya. Lebih jauh, banjir merupakan
bencana alam yang paling merusak dan mahal. Karena kebutuhan untuk hidup
manusia akan mengeksploitasi sumber daya alam. Alam akan selalu memberi
semua miliknya yang diambil manusia. Namun, pada dewasa ini dengan
perkembangan penduduk yang demikian pesat aktivitas untuk mengeksploitasi
habis-habisan cenderung meningkat. Manusia lebih mementingkan pemenuhan
kebutuhannya tanpa melihat turunnya keseimbangan alam. Akibatnya, alam
membentuk keseimbangan baru yang pada intinya merugikan manusia. Degradasi
lingkungan meningkat, banjir dan longsor bertambah baik secara kualitas maupun
kuantitas.
Bencana alam merupakan permasalahan yang terjadi di seluruh negara,
seperti yang terjadi di Indonesia. Letak Indonesia yang berada di pertemuan dua
lempeng benua menjadikan bangsa Indonesia sangat rentan terhadap bencana
5
tempat bertemunya lempeng Australia, lempeng Asia, lempeng Pasifik yang
memiliki gerakan sendiri dengan arah berbeda. Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) merilis jumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia
sepanjang tahun 2011 mencapai angka 1.598. Jumlah tersebut memang terbilang
cukup besar namun lebih kecil ketimbang 2010 dengan jumlah 2.232 kasus.
Bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, kekeringan, tanah
longsor, puting beliung dan gelombang pasang merupakan jenis bencana yang
dominan di Indonesia.
Data bencana tahun 2001-2011 menunjukkan bahwa sekitar 89% dari
total bencana di Indonesia didominasi Kota Medan merupakan salah satu kota
terbesar di Indonesia yang terdiri dari berbagai masyarakat yang berasal dari suku
dan budaya yang berbeda. Terutama di Kota Medan cenderung terjadi bencana
banjir. Karena banjir tidak hanya menggenangi pemukiman warga di kawasan
bantaran sungai. Sejumlah kawasan juga terendam banjir seperti di Kecamatan
Sunggal, Maimun, Polonia, Marelan dan Kecamatan Tuntungan. Ketinggian air di
pemukiman warga rata-rata 30 cm.
Sejumlah jalan protokol seperti Jl. Krakatau Ujung, Jl. Kereta api dan Jl. Letda
Sujono juga sempat terendam banjir pada Rabu malam. Air mulai surut menjelang
Kamis pagi. Ratusan personil TNI pagi itu, (6/1/2011), masih turun ke lokasi
untuk mencari korban yang tenggelam di Perumahan Felamboyan, Kelurahan
Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Sunggal, akibat banjir bandang dari Sungai
Belawan yang berada di kawasan itu yang terjadi rabu malam, (5/1), tersebut
6
Beragam masyarakat yang ada di Kota Medan disebabkan oleh berbagai faktor
penarik yang ada sehingga banyak orang yang tertarik untuk pindah ke kota
tersebut. Penduduk kota memiliki ciri penting yaitu meliputi unsur agama, suku
etnis, budaya dan keragaman (plural) adat istiadat. Hal ini memunculkan karakter
sebagian besar penduduk kota Medan bersifat terbuka, karena banyak ragam suku
yang telah bermukim di Kota Medan dan bertambah di setiap tahunnya.
Banjir merupakan permasalahan umum terjadi di sebagian wilayah
Indonesia, terutama di daerah padat penduduk misalnya di kawasan perkotaan.
Oleh karena itu, kerugian yang ditimbulkannya besar baik dari segi materi
maupun kerugian jiwa, maka sudah selayaknya permasalahan banjir perlu
mendapatkan perhatian yang serius dari kita. Dengan anggapan bahwa
permasalahan banjir merupakan masalah umum, sudah semestinya dari berbagai
pihak perlu memperhatikan hal-hal yang dapat mengakibatkan banjir dan sedini
mungkin diantisipasi, untuk memperoleh kerugian yang ditimbulkan (Kodoatie
Robert, 2002). Menurut data dari Kelurahan Sukaraja, banjir di Kota Medan
cenderung terjadi, seperti yang dialami masyarakat Sungai Deli, Kelurahan
Sukaraja. Mereka mengakui banjir besar (kategori gawat) terjadi pada tahun 1991,
2001, 2007, 2010, dan 2011 dengan ketinggian air 1,2 m-2 m lebih memasuki
rumah dan banjir kecil (kategori sedang) terjadi hampir setiap tahunnya setelah
banjir besar (kategori gawat) dengan ketinggian 0,5 m-1,2 m (Mistra, 2007).
Banjir kecil (kategori sedang) yang terjadi di Kelurahan Sukaraja pada tahun
2000, 2003, 2009, 2014, 2015.
Program pengendalian banjir membutuhkan dana besar yang diperlukan
7
maupun pengendalian banjir. Di samping itu, masyarakat yang berada pada daerah
rawan banjir setiap saat memerlukan rasa aman dari pengaruh akibat banjir.
Dengan dana yang terbatas, pengendalian banjir harus dilakukan seoptimal
mungkin dan dilaksanakan menurut rencana dan prioritas yang baik. Akibat
peningkatan penduduk, lahan yang dibutuhkan akan makin besar sehingga juga
meningkatkan nilai ekonomis penggunaan lahan. Oleh karena itu, di daerah yang
padat penduduknya, pekerjaan pengendalian banjir perlu ditingkatkan. Dengan
perkataan lain, pengendalian ini bertujuan untuk memperkecil tingkat resiko
bahaya/kerugian akibat banjir yang akan timbul (Kodoatie, 2002).
Nampaknya upaya pemerintah untuk mengendalikan banjir kalah cepat
dengan dampak akibat perubahan alam oleh aktivitas manusia. Sehingga untuk ke
depan semua orang harus merenung dan mengkaji ulang lagi konsep-konsep tata
ruang kota dikaitkan dengan peningkatan banjir dan genangan. Pada awal musim
penghujan (bulan November) tahun 2000 dan bulan-bulan awal tahun 2001,
bencana banjir terjadi di beberapa propinsi di Indonesia meliputi wilayah-wilayah
di Jawa Tengah (Semarang, Kebumen, Rembang), DIY (Bantul), Sumatera Barat,
Aceh, Manado dan juga Sumatera Utara. Dalam kurun waktu satu tahun, kerugian
akibat bencana alam di Indonesia tercatat Rp 1,5 trilyun. Bencana alam itu berupa
33 kali banjir, 25 kali tanah longsor, 14 kali gempa bumi, dll. Bencana alam itu
telah merenggut korban 692 jiwa manusia, ucap mantan Wapres Megawati
Soekarnoputri pada pertemuan Badan Koordinasi Nasional (Bakornas)
Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi dengan gubernur, di Istana
8
Di Indonesia, walaupun waktu terjadinya banjir bervariasi hampir semua
daerah menghadapi bahaya banjir yang signifikan. Berdasarkan data Departemen
Sosial (dalam Kodoatie dan Sugiyanto, 2002), kerugian dan kerusakan akibat
banjir adalah sebesar 2/3 dari semua bencana alam yang terjadi. Setiap tahun,
hampir 300 peristiwa banjir terjadi menggenangi 150.000 ha merugikan sekitar
satu juta orang. Banjir merupakan peristiwa alam yang dapat menimbulkan
kerugian harta benda serta menimbulkan korban jiwa. Di samping itu, dapat pula
merusak bangunan sarana dan prasarana, dan lingkungan hidup serta merusak tata
kehidupan masyarakat. Banjir yaitu suatu keadaan aliran sungai dimana
permukaan airnya lebih tinggi daripada suatu ketinggian tertentu (pada umumnya
disamakan dengan ketinggian bantaran) sungai. Untuk mengatasi permasalahan
banjir yang sesungguhnya perlu diketahui secara pasti faktor-faktor penyebab
terjadinya banjir.
Banjir yang terjadi di Kota Medan merupakan permasalahan yang sampai
saat ini belum bisa diatasi oleh Pemerintahan Kota Medan. Permasalahan tersebut
ditimbulkan beberapa di antaranya karena sistem drainase yang buruk, dan
sampah yang menumpuk di berbagai kawasan termasuk di sungai-sungai yang
mengalir sepanjang kota. Banjir di Medan sendiri merupakan suatu hal yang
sudah biasa terjadi di beberapa wilayah di Kota Medan. Kota Medan secara
hidrologi dipengaruhi dan dikelilingi oleh beberapa sungai besar dan anak sungai
seperti Sungai Percut, Sungai Deli, Sungai Babura, Sei Belawan dan sungai
lainnya. Misalnya banjir Medan terjadi akibat hujan deras yang mengguyur
Medan sejak Rabu (5/1/2011) malam hingga Kamis (6/1/2011) pagi
9
bantaran Sungai Deli dan Sungai Babura. Sungai Deli meluap akibat hujan deras
yang terus mengguyur Medan sehingga tidak dapat menampung debit air. Luapan
itu juga diduga akibat banjir kiriman dari arah hulu sungai sepanjang 71 kilometer
tersebut. Ketinggian air di kawasan Sungai Deli, terutama di Kelurahan Aur,
Kampung Baru dan Kelurahan Sei Mati mencapai 1 meter. Namun di beberapa
tempat, terutama yang berada persis di tepian sungai, air terlihat hingga bubungan
atap rumah warga
Seperti banjir besar (kategori gawat) yang terjadi di Kelurahan
Sukaraja yang mengakibatkan sebagian rumah dan barang warga hanyut.
Dalam pengendalian banjir, perlu diketahui kearifan lokal masyarakat di
sekitar sungai dalam menangani banjir. Berdasarkan UU Lingkungan Hidup No.
32 tahun 2009, kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata
kehidupan masyarakat untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara
lestari. Kearifan lokal yang dilakukan masyarakat sekitar sungai yakni dengan
menanam pohon bambu di pinggir sungai untuk menahan air banjir agar tidak
menggenangi rumahnya, sebagian warga ada yang membuang sampah ke tempat
sampah dan membakar sampah domestiknya di samping rumahnya, dan sudah ada
dibangun kanal di Delitua. Tetapi masyarakat sekitar Sungai Deli cenderung
membuang sampahnya ke sungai daripada membuang ke tempat sampah karena
petugas sampah tidak mengambil sampah mereka ke daerah bawah, begitulah
pengakuan mereka. Suksesnya program pengendalian banjir juga tergantung dari
aspek lainnya yang menyangkut sosial, ekonomi, lingkungan, institusi,
10
Sungai Deli merupakan salah satu dari delapan sungai di Kota Medan.
Belum diperoleh konfirmasi mengenai penyebab kiriman air dari hulu. Namun,
hutan di hulu sungai kian menyusut, area hutan di sana tinggal 7,5% dari 48
hektar Daerah Aliran Sungai Deli. Padahal, setidaknya diperlukan 30% area DAS
untuk resapan air. Air sungai Deli kini sudah tercemar oleh berbagai macam
limbah baik itu dari pabrik maupun limbah rumah tangga. Sungai kini terkesan
kumuh dan menjijikkan. Hal ini menyebabkan air sungai Deli menjadi berwarna
keruh kehitam-hitaman dengan bau busuk yang menyengat, tak hanya itu sampah
organik, dan non organik juga sangat banyak mengambang di sepanjang sungai
ini. Kondisi Sungai Deli masih sangat memprihatinkan. Kondisinya mirip seperti
tong sampah umum, dimana segala macam sampah dibuang begitu saja oleh
orang-orang yang tak bertanggung jawab ke Sungai Deli. Hal ini terbukti dari
banyaknya sampah yang berhasil diangkat dari sungai dalam kegiatan
pembersihan sampah dari aliran Sungai dalam hitungan jam saja. Seperti yang
dilakukan masyarakat belakangan ini, aksi bersih sungai, satu ton sampah
diangkat dari Sungai Deli oleh warga kampung Aur, Kecamatan Medan Maimun
(SIB, 8/2/2015). Banyaknya sampah yang dibuang ke Sungai Deli tersebut lah
yang menghambat aliran air sungai saat hujan terus-menerus sehingga terjadilah
banjir di Sungai Deli.
Setiap manusia pasti melakukan interaksi sosial antar sesamanya. Interaksi
sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan
antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia maupun
antara orang-perorangan dengan kelompok manusia. Salah satu akibat bentuk
11
suatu kelompok bertentangan dengan kelompok lain, maka solidaritas antara
warga-warga kelompok tersebut biasanya akan bertambah erat. Mereka bahkan
bersedia untuk berkorban demi keutuhan kelompoknya, dalam menghadapi
ancaman-ancaman yang datang dari luar (Soerjono Soekanto, 1982:98). Salah satu
bentuk solidaritas sosial adalah bentuk kerja sama gotong royong. Gotong royong
sebagai bentuk kerja sama antar individu, antar individu dengan kelompok, dan
antar kelompok, membentuk suatu norma saling percaya untuk melakukan
kerjasama dalam menangani permasalahan yang menjadi kepentingan bersama
(Zulkarnain Nst, 2009:2). Begitu juga dengan solidaritas masyarakat sekitar yang
rumahnya agak jauh dari sungai, pada saat terjadi banjir, mereka yang tidak
terkena banjir memberikan tumpangan rumahnya agar masyarakat yang terkena
banjir tinggal sementara di rumah mereka khususnya anak-anak dan para ibu
karena rasa empati dan kepedulian mereka, memberikan bantuan makanan dan
gotong royong memindahkan barang-barang warga yang terkena banjir.
Oleh karena itu, dalam pengendalian banjir dibutuhkan partisipasi
masyarakat sekitar sungai dalam menjaga kebersihan sungai dan solidaritas sosial
(kesetiakawanan) masyarakat Sungai Deli, dalam menangani banjir yang
disebabkan dari meluapnya sungai akibat banyaknya sampah dibuang ke sungai
dan sedimentasi sungai. Selain itu, dibutuhkan juga solidaritas masyarakat atas
yang tinggalnya agak jauh dari sungai Deli dalam membantu masyarakat yang
terkena banjir seperti memberikan bantuan makanan berupa mie instan, beras, nasi
bungkus, tumpangan tempat tinggal, dan pemindahan barang-barang sementara ke
12
Setiap kehidupan masyarakat, manusia senantiasa mengalami suatu
perubahan. Perubahan-perubahan pada kehidupan masyarakat tersebut merupakan
fenomena sosial yang wajar, oleh karena setiap manusia mempunyai kepentingan
yang tak terbatas. Perubahan-perubahan akan nampak setelah tatanan sosial dan
kehidupan masyarakat yang baru. Kehidupan masyarakat desa dan kota, dapat
dibandingkan dengan tatanan dan kehidupan masyarakat yang baru. Dahulu
masyarakat desa dalam khasanah sosiologi disebut masyarakat primer sebagai
pola solidaritasnya adalah solidaritas mekanis. Namun, kini proses solidaritas
sosial dan tingkat partisipasi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Proses
memudarnya ikatan kerjasama itu disebabkan berbagai faktor, misalnya:
masuknya nilai-nilai kapitalisme, perubahan sosial budaya, migrasi, urbanisasi,
dll. Selain itu, pada era globalisasi dan informasi telah terjadi perubahan pada
berbagai aspek dan sistem kehidupan manusia, termasuk pada masyarakat desa
dan kota. Pengaruh globalisasi menyebabkan masyarakat desa transisi dan kota.
Masyarakat desa transisi merupakan masyarakat yang di dalamnya terdapat
masyarakat asli yang sudah turun-temurun tinggal di desa tersebut dan masyarakat
pendatang yang baru bertempat tinggal di desa tersebut. Karakteristik masyarakat
transisi ini meliputi: terjadinya tumpang tindih antara nilai-nilai tradisional
dengan proses modern (Zulkarnain, 2009). Begitu juga dengan solidaritas
masyarakat kota transisi yang berarti terdapat tumpang tindih antara nilai-nilai
tradisional yang dianut masyarakat asli yang lahir di kota dengan nilai-nilai
modern yang dianut masyarakat pendatang yang dari desa dan berpadulah
13
Di satu sisi, nilai-nilai modern yang mempengaruhi perilaku kehidupan
masyarakat kelurahan/kota untuk meninggalkan nilai-nilai tradisional, di sisi lain
nilai-nilai tradisional yang positif harus bisa dipertahankan dan tidak harus
dihilangkan, akan tetapi dikelola secara proporsional dan fungsional, seperti
solidaritas dalam bentuk gotong royong dan tolong menolong, serta partisipasi
secara sukarela. Kondisi tersebut di masyarakat yang letaknya di pinggiran kota.
Karena kemajuan komunikasi dan kecenderungan menjadi pusat perdagangan
serta lalu lintas komunikasi yang akan mengalami perubahan drastis. Perubahan
ini akan paling terasa pada masyarakat desa transisi dan masyarakat kota tersebut
dalam pergeseran solidaritas (Zulkarnain, 2009:3). Begitu juga dalam masyarakat
Sungai Deli, Kelurahan Sukaraja pun terjadi pergeseran solidaritas masyarakat
sekitar Sungai dalam hal memberikan bantuan makanan, tumpangan rumah dan
pemindahan barang-barang kepada masyarakat yang terkena banjir karena
keseringan terjadi banjir di sana. Pergeseran solidaritas masyarakat yang
dirasakan masyarakat sekitar sungai adalah semakin berkurangnya bantuan yang
diberikan kepada mereka yang terkena banjir kecil (banjir sedang). Dulunya pada
tahun 1991, 2001, 2007, 2010 dan 2011, saat terjadinya banjir besar/kategori
banjir gawat (dengan ketinggian air di atas 1,2 m- 2 m lebih memasuki rumah),
banyak bantuan makanan yang diberikan dari etnis Cina di daerah atas,
perusahaan Lion Air, lurah, partai politik. Tetapi kalau terjadi banjir kecil/banjir
sedang (ketinggian air 0,5-1,2 m memasuki rumah), semakin sedikit masyarakat
yang membantu korban yang terkena banjir bahkan hanya kepala lingkungan
mereka yang memberikan bantuan berupa mie instan, nasi bungkus, tumpangan
14
lingkungan V (M.Nst) di bantaran sungai yang sering terkena banjir. Hal ini
terjadi karena penghuni masih bisa berdiam di rumah paling tidak di bawah atap
rumah (loteng). Berkurangnya solidaritas masyarakat dalam bentuk bantuan
makanan yang diberikan tersebut karena faktor perekonomian keluarga yang
mengalami penurunan nilai disebabkan karena biasanya banjir terjadi di awal dan
akhir tahun.
Karena permasalahan banjir dan pergeseran solidaritas sosial tersebut lah
yang menarik perhatian penulis meneliti tentang Persepsi Penyintas Banjir
(Pejuang Banjir) Terhadap Pergeseran Solidaritas Sosial. Agar masyarakat dapat
mengendalikan banjir dengan menjaga kelestarian sungai, masyarakat sekitar dan
pengguna jalan raya diharapkan tidak membuang sampah ke sungai, menanam
bambu, dan menggunakan kanal di Delitua untuk mencegah terjadinya banjir jika
hujan terus menerus sehingga masyarakat yang terkena banjir tidak selalu
bergantung pada bantuan orang lain meskipun jika terjadi banjir besar, solidaritas
masyarakat sekitar sungai Deli semakin erat.
1.2. Rumusan Masalah:
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah penelitian ini
adalah:
1. Apakah ada atau tidak pergeseran solidaritas sosial sekitar Sungai Deli
Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Medan Maimun, pada masyarakat
yang terkena banjir (penyintas banjir)?
2. Bagaimana pergeseran solidaritas sosial sekitar Sungai Deli pada
15 1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan yang
diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah ada atau tidak pergeseran solidaritas sosial
sekitar Sungai Deli Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Medan Maimun, pada
masyarakat yang terkena banjir (penyintas banjir).
2. Untuk mengetahui bagaimana pergeseran solidaritas sosial sekitar Sungai
Deli pada masyarakat yang terkena banjir (penyintas banjir).
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan memenuhi manfaat penelitian antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
kajian ilmiah untuk meningkatkan dan mengembangkan konsep-konsep sosiologi,
khususnya sosiologi lingkungan. Dan untuk menambah referensi hasil penelitian
yang juga dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian bagi mahasiswa
sosiologi selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari hasil penelitian ini diharapkan memberi kontribusi
sebagai bahan pertimbangan dalam menangani terjadinya banjir agar masyarakat
sekitar daerah aliran sungai tidak kesulitan menanggulanginya jika bantuan
solidaritas masyarakat dari luar kelurahan berkurang dan agar mereka tetap
menjaga solidaritas masyarakat sekitarnya dalam bantuan makanan dan tolong
16 1.5. Defenisi Konsep
Dalam penelitian ilmiah, defenisi konsep sangat diperlukan untuk
memfokuskan penelitian sehingga memudahkan penelitian. Konsep adalah
defenisi abstraksi mengenai gejala atau realita ataupun pengertian yang nantinya
akan menjelaskan suatu gejala (Moleong, 2006:667). Berdasarkan uraian di atas
dan topik permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, dapat diambil batasan
dalam konseptual, yaitu sebagai berikut:
1.5.1. Banjir
Banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan
merendam darata
perendaman sementara oleh air pada daratan yang biasanya tidak terendam air.
Dalam arti "air mengalir", juga dapat berarti masuknya
diakibatkan oleh volume air di suatu badan air seperti
meluap/menjebol bendungan sehingga air keluar dari batasan alaminya
(http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir).
1.5.2. Solidaritas Sosial
Solidaritas sosial adalah kesetiakawanan yang menunjuk pada satu
keadaan hubungan antara individu atau kelompok yang didasarkan pada perasaan
moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman
emosional bersama. Solidaritas sosial dibagi dua yaitu: pertama, mekanik adalah
solidaritas sosial yang didasarkan pada suatu “kesadaran kolektif” bersama yang
menunjuk pada totalitas kepercayaan-kepercayaan dan sentimen-sentimen
17
komitmen moral. Sedangkan yang kedua, organik adalah solidaritas yang muncul
dari ketergantungan antara individu atau kelompok yang satu dengan yang lainnya
akibat spesialisasi jabatan (pembagian kerja).
1.5.3. Pergeseran Solidaritas Sosial
Pergeseran solidaritas sosial adalah perubahan yang terjadi dalam
masyarakat dalam hal memberikan bantuan dan tolong menolong yang jumlahnya
semakin sedikit kepada masyarakat yang terkena banjir. Dalam kehidupannya,
masyarakat yang memberikan bantuan kepada warga yang terkena banjir semakin
berkurang jumlahnya dari tahun ke tahun.
1.5.4. Masyarakat Sekitar Sungai
Masyarakat sekitar sungai adalah sekelompok orang yang tinggal/hidup
paling dekat dengan sungai atau di bantaran/pinggir sungai dan sekitar sungainya
dengan jarak 50-70 meter dan merupakan kawasan sempadan sungai dan daerah
Slum area yang ditempati oleh masyarakat. Masyarakat sekitar Sungai merupakan
masyarakat yang sering terkena genangan air banjir termasuk yang tinggal di
dekat sungai. Masyarakat banjir biasanya mengetahui kapan banjir akan terjadi
dan telah terbiasa menghadapi banjir.
Masyarakat banjir tersebut juga dikenal dengan istilah penyintas banjir,
yang artinya pejuang dalam menghadapi banjir. Berbagai faktor mempengaruhi
terjadinya banjir di tempat tinggal mereka seperti tanah tempat tinggal mereka
yang rendah. Akibatnya apabila hujan terus-menerus, banjir akan menggenangi
jalanan yang berada di depan rumah masyarakat ini bahkan sampai masuk ke
18 1.6. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel penelitian merupakan suatu
atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai
variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya.
Adapun variabel penelitian ini disesuaikan dalam penelitian ini, yaitu:
a. Solidaritas sosial
b. Usia
c. Pekerjaan
d. Lama tinggal
e. Kondisi fisik rumah
f. Jarak rumah dari sungai
g. Jaringan sosial.
h. Kondisi ekonomi/penghasilan.
1.7. Defenisi Operasional Variabel
Defenisi operasional adalah merupakan unsur-unsur penelitian yang
memberitahukan bagaimana caranya mengukur variabel (Singarimbun, 1989:34).
Konkritnya, defenisi operasional variabel adalah berisikan tentang
indikator-indikator (pengukur) suatu variabel sedangkan indikator-indikator adalah faktor-faktor atau
kejadian-kejadian yang digunakan untuk mengukur variabel. Adapun variabel
19 a. Solidaritas Sosial Sekitar Sungai Deli.
Solidaritas sosial adalah kesetiakawanan yang diberikan masyarakat dalam
hal pemberian bantuan dan tolong menolong. Untuk dapat mengukur variabel ini,
maka peneliti memberikan indikator-indikator solidaritas sosial sekitar sungai
sebagai berikut:
1. Masyarakat yang memberikan bantuan makanan berupa mie instan, beras, nasi
bungkus, telur, dan gula.
2. Masyarakat yang memberikan bantuan berupa tumpangan tinggal di rumahnya.
3. Masyarakat yang memberikan bantuan dengan memindahkan barang-barang
dari rumahnya ke rumah yang tidak terkena banjir.
b. Umur/usia.
Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan
suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Umur itu diukur
dari tarikh ianya lahir sehingga tarikh semasa (masa kini). Adapun batasan umur
masyarakat yang tinggal disana dari umur 17-27 tahun, 28-38 tahun, 39-48 tahun,
49-58 tahun dan > 58 tahun.
c. Pekerjaan.
Pekerjaan adalah sekumpulan kedudukan (posisi) yang memiliki
persamaan kewajiban atau tugas-tugas pokoknya. Dalam kegiatan analisis jabatan,
satu pekerjaan dapat diduduki oleh satu orang atau beberapa orang yang tersebar
di berbagai tempat.
d. Lama Tinggal.
Lama tinggal adalah jangka waktu sudah berapa lama orang tinggal di
tempat tinggalnya tersebut, masih selalu ada di tempat tersebut sampai saat ini.
Adapun yang menjadi lama tinggal masyarakatnya di sekitar sungai adalah
20 e. Kondisi Fisik Rumah.
Kondisi fisik rumah adalah keadaan rumah yang tampak dari dalam
terbuat dari bahan apa saja rumahnya. Adapun yang menjadi kondisi fisik rumah
masyarakat sekitar sungai terdiri dari permanen (beton), semi permanen (setengah
beton) dan non permanen (kayu/tepas).
f. Jarak Rumah dari Sungai/Lokasi Rumah.
Jarak rumah dari sungai adalah angka yang menunjukkan seberapa jauh
lokasi rumah dari bibir sungai. Jarak rumah warga dari sungai dalam penelitian
adalah 2-10 m, 11-19 m, 20-29 m, dan 30-40 m lebih.
g.Jaringan Sosial.
Jaringan sosial adalah sebuah pola koneksi dalam hubungan sosial
individu, kelompok, dan berbagai bentuk kolektif lain untuk bertukar informasi.
Hubungan ini bisa berupa hubungan interpersonal atau bisa juga bersifat ekonomi,
politik, atau hubungan social yang lai. Yang menjadi jaringan sosial dalam
penelitian ini adalah rekan kerja, langganan belanja/makan dan ikut STM/warga
sekitar.
h.Kondisi Ekonomi
Kondisi ekonomi adalah keadaan suatu pemkaian barang-barang serta
kekayaan (seperti hal keuangan, perdagangan), pemanfaatan uang dan urusan
keuangan rumah tangga. Kondisi ekonomi dalam penelitian ini lebih berkaitan
dengan penghasilan rumah tangga setiap bulan. Yang menjadi penghasilan warga
dalam penelitian ini adalah dari yang tidak mempunyai penghasilan-Rp 500.000,
21
>Rp 2.000.000. Masyarakat dengan penghasilan tesebut di daerah sekitar sungai
rata-rata bekerja sebagai wiraswasta/jualan yang kadang penghasilan tidak tetap.
1.8. Uji Hipotesis
Teori yang digunakan dalam penelitian kuantitatif akan
mengidentifikasikan hubungan antar variabel. Hubungan antar variabel bersifat
hipotesis. Hipotesis merupakan dugaan sementara tentang adanya sesuatu atau
kemungkinan adanya sesuatu dengan diiringi perkiraan mengapa atau apa
sebabnya demikian dan akan diuji kebenarannya (Nawawi, 1991:45). Hipotesis
dalam penelitian kuantitatif dapat berupa hipotesis dua variabel yang dikenal
sebagai hipotesis kausal atau hipotesis sebab akibat. Adapun yang menjadi
hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ho: Tidak ada hubungan antara solidaritas sosial dengan masyarakat yang terkena
banjir (penyintas banjir).
Ha: Ada hubungan antara solidaritas sosial dengan masyarakat yang terkena banjir
(penyintas banjir).
Uji hipotesis penelitian ini menggunakan Chi Square. Penggunaan metode
Chi Square sebagai alat untuk melakukan pengujian statistik pada umumnya
dilakukan dengan melakukan analisis cross tabulation (analisis tabulasi silang).
Tujuannya adalah untuk membandingkan atau melihat hubungan antara dua
variabel atau lebih (Freddy Rangkuti, 1998:91). Melalui metode ini akan tampak
distribusi suatu variabel terhadap variabel lainnya.
Ho ditolak apabila: X2 > critical value.
X2 = nilai chi square.